SISTEM GASTROINTESTINAL KERUTAN USUS DI LUAR BADAN TUJUAN Akhir latihan ini mahasiswa harus dapat : 1. Memasang peralatan perfusi usus dan pencatat gerakan usus. 2. Memasang sediaan usus dalam tabung perfusi dan menghubungkannya dengan pencatat sehingga kerutannya dapat dicatat pada kimograf. 3. Menjelaskan pengaruh pelbagai faktor dibawah ini pada frekuensi dan amplitudo kerutan serta tonus sediaan usus dalam tabung perfusi: a. Epinefrin d. Pilokarpin b. Asetilkolin e. Ion barium c. Ion kalium DASAR TEORI Pengaruh Epinefrin dan Asetilkolin Terhadap Otot Usus Kontrol Saraf Terhadap Fungsi Gastrointestinal-Sistem Saraf Enterik Traktus gastrointestinal memiliki sistem persarafan sendiri yang disebut sistem saraf enterik. Sistem ini seluruhnya terletak di dinding usus, mulai dari esofagus dan memanjang sampai ke anus. Jumlah neuron pada sistem enterik ini sekitar 100 juta, hampir sama dengan jumlah pada keseluruhan medula spinalis; Sistem saraf enterik yang sangat berkembang ini bersifat penting, terutama dalam mengatur fungsi pergerakan dan gastrointestinal. Sistem saraf enterik terutama terdiri atas dua pleksus: 1. Pleksus Bagian Luar, yang terletak diantara lapisan otot longitudinal dan sirkular yang disebut pleksus mienterikus atau pleksus Auerbach 2. Pleksus Bagian Dalam, disebut pleksus submukosa atau pleksus Meissner yang terletak di dalam submukosa. Pleksus mienterikus berfungsi mengatur pergerakan gastrointestinal. Sedangkan pleksus submukosa berfungsi mengatur sekresi gastrointestinal serta aliran darah lokal. Selain itu, terdapat serabut-serabut simpatis dan parasimpatis ekstrinsik yang berhubungan dengan kedua pleksus tersebut. Walaupun sistem saraf enterik dapat berfungsi dengan sendirinya, tidak bergantung dari saraf-saraf ekstrinsik ini, perangsangan oleh sistem 1 parasimpatis dan simpatis dapat sangat meningkatkan atau menghambat fungsi gastrointestinal lebih lanjut. Pada ujung-ujung saraf simpatis yang berasal dari epitelium gastrointestinal atau dinding usus dan mengirimkan serabut-serabut afferents ke kedua pleksus sistem enterik, lalu ke ganglia prevertebra dari sistem saraf simpatis, setelah itu ke medula spinalis, dan yang terakhir ke dalam saraf vagus menuju ke batang otak. Saraf-saraf sensoris ini dapat mengadakan refleks-refleks lokal di dalam dinding usus itu sendiri dan refleks-refleks lain yang disiarkan ke usus baik dari ganglia prevertebra maupun dari daerah basal otak. Jenis-Jenis Neurontransmiter yang Disekresi oleh Neuron-Neuron Enterik Dalam usaha untuk lebih memahami berbagai fungsi sistem saraf enterik gastrointestinal, para peneliti dari seluruh dunia telah mengidentifikasikan selusin atau lebih zat-zat neurontransmiter yang berbeda yang dilepaskan oleh ujung-ujung saraf dari berbagai tipe neuron enterik. Dua dari neurontransmiter yang telah kita kenal adalah asetilkolin, dan norepinefrin. Yang lain adalah adenosin trifosfat, serotonin, dopamin, kolisistokinin, substansi P, polipeptida intestinal vasoaktif, somatostatin, leu-enkefalin, metenkefalin, dan bombesin. Fungsi-fungsi khusus dari banyak neurontransmiter ini tidak terlalu dikenal untuk dibahas disini, selain pembahasan hal berikut: Asetilkolin paling sering merangsang aktivitas gastrointestinal. Norepinefrin, hampir selalu menghambat aktivitas gastrointestinal. Hal ini juga berlaku pada epinefrin, yang mencapai traktus gastrointestinal terutama lewat aliran darah setelah disekresikan oleh medula adrenal ke dalam sirkulasi. Substansi transmiter lain yang disebutkan tadi adalah gabungan dari bahan-bahan eksitator dan inhibitor. Asetilkolin (Ach) merupakan neurontransmiter yang dikeluarkan oleh semua serat praganglion otonom, serat pascaganglion parasimpatis, dan neuron motorik. Epinefrin hormon primer yang dikeluarkan oleh medula adrenal. Tempat pengeluaran Asetilkolin dan Norepinefrin ASETILKOLIN NOREPINEFRIN Semua ujung (terminal) praganglion Sebagian besar ujung sistem saraf otonom pascaganglion simpatis Semua ujung pascaganglion parasimpatis Medulla adrenal Ujung pascaganglion simpatis di kelenjanr keringat dan sebagian Susunan saraf pusat 2 pembuluh darah di otot rangka Ujung neuron aferen yang mempersarafi otot rangka (neuron motorik) Susunan saraf pusat Pengaturan Otonom Traktus Gastrointestinal Jalur saraf otonom terdiri dari suatu rantai dua neuron, dengan neurotransmitter terakhir yang berbeda antara saraf simpatis dan parasimpatis. Setiap jalur saraf otonom yang berjalan dari SSP ke suatu organ terdiri dari SSP ke suatu organ terdiri dari suatu rantai yang terdiri dari dua neuron. Badan sel neuron yang pertama di rantai tersebut terletak di SSP. Aksonnya, serat preganglion, bersinaps dengan badan sel neuron kedua, yang terdapat di dalam suatu ganglion di luar SSP. Akson neuron kedua, serat pascaganglion, mempersarafi organ-organ efektor. Sistem saraf otonom terdiri dari dua divisi-sistem simpatis dan parasimpatis. Seratserat saraf simpatis berasal dari daerah torakal dan lumbal korda spinalis. Sebagian besar serat preganglion simpatis berukuran sangat pendek, bersinaps dengan badan sel neuron pascaganglion didalam ganglion yang terdapat di rantai ganglion simpatis yang terletak di kedua sisi korda spinalis. Serat pascaganglion panjang yang berasal dari rantai ganglion itu berakhir di organ-organ efektor. Sebagian serat praganglion melewati rantai ganglion tanpa membentuk sinaps dan kemudian berakhir di ganglion kolateral simpatis yang terletak disekitar separuh jalan antara SSP dan organ-organ yang dipersarafi, dengan serat pascaganglion menjalani jarak sisanya. Serat-serat praganglion parasimpatis berasal dari daerah cranial dan sacral SSP. Serat-serat ini berukuran lebih panjang dibandingkan dengan serat praganglion simpatis karena serat-serat itu tidak terputus sampai mencapai ganglion terminal yang terletak di dalam atau dekat dengan organ efektor. Serat-serat pascaganglion yang sangat pendek berakhir di sel-sel organ yang bersangkutan itu sendiri. Serat-serat praganglion simpatis dan parasimpatis mengeluarkan neurotransmitter yang sama, yaitu asetilkolin (Ach), tetapi ujung-ujung pasca ganglion kedua system ini mengeluarkan neurotransmitter yang berlainan (neurotransmitter yang mempengaruhi organ efektor). Serat-serat pascaganglion parasimpatis mengeluarkan asetilkolin. Dengan demikian, serat-serat itu bersama dengan semua serat praganglion otonom, disebut serat kolinergik. Sebaliknya sebagian besar serat pascaganglion simpatis disebut serat adrenergic, 3 karena mengeluarkan noradrenalin, lebih umum dikel sebagai norepinefrin. Baik asetilkolin maupun norepinefrin juga berfungsi sebagai zat perantara kimiawi di bagian tubuh lainnya. Persarafan Parasimpatis Persarafan parasimpatis ke usus dibagi atas divisi kranial dan divisi sakral. Kecuali untuk beberapa serabut parasimpatiske regio mulut dan faring dari saluran pencernaan, serabut saraf parasimpatis kranial hampir seluruhnya di dalam saraf vagus. serabut-serabut ini memberi inervasi yang yang luas pada esofagus, lambung, pankreas, dan sedikit usus sampai separuh bagian pertama usus besar. Parasimpatis sakral bersal darisegmen sakral kedua, ketiga, dan keempat dari medula spinalis serta berjalan melalui saraf pelvis ke seluruh bagian distal usus besar dan sepanjang anus. Arean sigmoid, rektum, dan anus diperkirakan mendapat persarafan parasimpatis yang lebih baik daripada nagian usus yang lain. Fungsi serabut ini terutama untuk menjalankan reflak defekasi. Neuron-neuron postganglionik dari sistem parasimpatis gastrointestinal terletak terutama di pleksus mienterikus dan pleksus submukosa. Perangsangan saraf parasimpatis ini menimbulakan peningkatan umum dari aktivitas seluruh sistem saraf enterik. Hal ini kemudian akan memperkuat aktivitas sebagian besar fungsi gastrointestinal. Persarafan Simpatis Serabut-serabut simpatis yang berjalan ke traktus gastrointestinal bersal dari medula spinalis antara segmen T-5 dan L-2. Sebagian besar serabut preganglionik yang mempersarafi usus, sesudah meninggalkan medula, memasuki rantai simpatis yang terlatak di sisi lateral kolumna spinalis, dan banyak dari serabut ini kemudian berjalan melalui rantai ke ganglia yang terletak jauh seperti ganglion seliaka dan berbagai ganglion mesenterica. Kabanyakan badan neuron simpatik postganglionik berada di ganglia ini, dan serabut-serabut post ganglionik lalu menyebar melalui saraf simpatis postganglionik ke semua bagian usus. Sistem simpatis pada dasarnya menginervasi seluruh traktus gastrointestinal, tidak hanya meluas dekat dengan rongga mulut dan anus, sebagaimana yang berlaku pada sistem parasimpatis. Ujung-ujung saraf simpatis sebagian besar menyekresikan norepinefrin dan juga epinefrin dalam jumlah sedikit. Pada umumnya, perangsangan sistem saraf simpatis menghambat aktivitas traktus gastrointestinal, menimbulkan banyak efek yang berlawanan dengan yang ditimbulkan oleh sistem parasimpatis. Sistem simpatis menghasilkan pengaruhnya melalui dua cara: (1) pada tahap yang kecil melalui pengaruh langsung sekresi norepinefrin untuk menghambat otot 4 polos traktus intestinal (kecuali otot mukosa yang tereksitasi oleh norepinefrin), dan (2) pada tahap yang besar melalui pengaruh inhibisi dari norepinefrin pada neuron-neuron pada seluruh sistem saraf enterik. Perangsangan yang kuat pada sistem simpatis dapat menginhibisi peregerakan motor usus begitu hebat sehingga dapat benar-benar menghentikan pergerakan makanan melalui traktus gastrointestinal. Efek Sistem Saraf Otonom Pada GIT Organ Saluran Pencernaan Jenis Reseptor Efek Stimulasi Efek Stimulasi Simpatis Simpatis Parasimpatis α, β2 (organ-organ) ↓ motilitas (gerakan) ↑ motilitas Pengaruh Ion Kalsium Terhadap Kontraksi Otot Usus (Otot Polos Visceral) Dasar Molekul Kontraksi Kalsium berperan penting dalam kontraksi otot polos, seperti halnya yang terjadi pada otot rangka. Namun, karena secara umum retikulum sarkoplasma otot polos visceral kurang berkembang, peningkatan konsentrasi kalsium yang disebabkan oleh influks kalsium dari CES melalui kanal kalsium bergerbang voltase dan bergerbang ligan. Disamping itu, miosin otot polos harus terfosforilasi untuk dapat mengaktifkan miosin ATPase. Fosforilasi dan defosforilasi miosin juga terjadi pada otot rangka, tetapi fosforilasi tidak diperlukan untuk pengaktifkan ATPase. Pada otot polos, kalsium berikatan pada kalmodulin dan kompleks yang terbentuk akan mengaktifkan miosin kinase rantai ringan yang bergantung pada kalmodulin (calmodulin-dependent myosin light chain kinase). Enzim ini mengkatalis fosforilasi rantai ringan miosin pada serin diposisi 19. Fosforilasi ini akan mengaktifkan ATP. Miosin mengalami defosforilasi oleh miosin fosfatase rantai ringan dalam sel. Namun, defosforilasi miosin kinase rantai ringan tidak selalu menyebabkan relaksasi otot polos. Berbagai mekanisme berperan. Salah satunya adalah mekanisme latch bridge, yang menyebabkan jembatan silang miosin tetap terikat ke aktin beberapa lama setelah menurunnya konsentrasi kalsium sitoplasma. Hal ini menimbulkan kontraksi yang menetap dengan penggunaan energi yang sedikit, yang sangat penting pada otot polos pembuluh darah. Relaksasi otot kemungkinan terjadi ketika kompleks kalsium-kalmodulin akhirnya terurai atau ketika mekanisme lain bekerja. 5 Alat sediaan dan bahan kimia yang diperlukan: 1. Kaki tiga + kawat kasa + pembakar busen dengan pipa karet + statip 2. Gelas beker pireks 600 cc +tabung perfusi usus dengan klemnya. 3. Pipa kaca bengkok untuk perfusi usus + balon rangkap + thermometer kimia 4. Pencatat gerakan usus +sinyal maknit +kawat listrik + kimograf rangkap 5. Sepotong usus halus dengan panjang ±5 cm ( ini akan dibagikan oleh asisten yang bertugas) 6. Larutan : - Locke biasa dan locke bersuhu 35o C - Epinefrin 1:10.000 - Locke tanpa kalsium - CaCl2 1 % - Asetilkolin 1:1.000.000 - Pilokarpin 0,5% - BaCl2 1% 7. Es + Baskom Tata kerja 1. Susunlah alat menurut gambar 2. Hangtkan air dalam gelas beker pireks sehingga larutan Locke didalam tabung perfusi mencapai suhu 350 C 3. Mintalah sepotong usus halus kelinci kepada asisten yang bertugas 4. Pasang sediaan usus sebagai berikut: a. Ikatkan dengan benang salah satu ujung sediaan usu pada ujung pipa gelas bengkok 6 b. Ikatkan ujung yang lain pada pencatat usus. (usahakan dalam hal ini supaya sediaan usus tidak terlampau tegang) 5. Alirkan udara kedalam larutan Locke dalam tabng perfusi dengan memompa balon dan mengatur klem sehingga gelembung udara tidak terlalu menggoyangkan sediaan usus yang telah dipasang itu. 6. Selama percobaan, perhatikan suhu larutan Locke dalam tabung perfusi yang hars dipertahankan pada suhu 350 C, kecuali bila ada petunjuk-petunjuk lain. P-V.1.1 Apa tujuan mengalirkan udara kedalam cairan perfusi? Jawaban :Agar gelembung udara tidak terlalu menggoyangkan sediaan usus yang telah terpasang. I. Pengaruh Epinefrin 1. Catat 10 kerutan usus sebagai control pada tromol yang berputar lambat, tetapi setiap kerutan masih tercatat terpisah 2. Catat waktunya dengan interval 5detik 3. Tanoa memhentikan tromol, teteskan 5 tetes larutan epinefrin 1;10.000 kedalam cairan perfusi 4. Teruskan pencatatan, sampai pengaruh epinefrin terlihat jelas P-V.1.2 Apa pengaruh epinefrin dalam percobaan ini? Jawaban :Epinefrin menyebabkan penurunan kerutan usus. 5. Hentikan tromol dan cucilah sediaan usus untuk menghilangkan pengaruh epinefrin sebagai berikut: a. Pindahkan pembakar Bunsen, kaki tiga + kawat kasa dan gelas beker pireks dari tabung perfusi b. Letakkan sebuah Waskom dibawah tabung perfusi. c. Bukalah sumbat tabung perfusi sehingga cairan perfusi keluar sampai habis d. tutup kembali tabng perfusi dan isilah dengan larutan locke yang baru (tidak perlu yang bersuhu 350 C)d an besarkan aliran udara seingga usus bergoyang-goyang. e. buka lagi sumbat untuk mengeluarkan larutan locke nya f. ulangi hal diatas 2 kali lagi, sehingga dapat dianggap sediaan usus telah bebas dari pengaruh epinefrin. g. Sesudah selesai hal-hal diatas, tutup kembali tabung perfusi, dan isilah dengan larutan locke baru yang bersuhu 350 C (disediakan) serta atur kembali aliran udaranya. 7 h. Pasang kembali gelas beker piraks, kaki tiga + kawat kasa dan pembakar Bunsen. II. Pengaruh Asetilkolin 1. Catat 10 kerutan usus sebagai control 2. Tanpa menghentikan tromol, teteskan 2 tetes larutan aetilkolin terlihat jelas. 3. Teruskan dengan pencatatan sampai pengaruh asetilkolin terlihat jelas. 4. Hentikan tromol dan cucilah sediaan usus untuk menghilangkan pengaruh asetilkolin seperti pada ad I. P-V 1.3.Apakah pengaruh asetilkolin pada sediaan usus ? Jawaban :Asetilkolin menyebabkan peningkatan kerutan usus. III. Pengaruh ion Kalsium 1. Catat 10 kerutan usus sebagai control. 2. Hentikan tromol dan gantilah larutan locke dalam tabung perfusi dengan larutan locke tanpa Ca yang bersuhu 350 C (disediakan). 3. Jalankan kembali tromol dan catatlah terus sampai pengaruh kekurangan ion Ca terlihat jelas. 4. Tanpa menghentikan tromol, teteskan 1 CaCl2 1% kedalam cairan perfusi. Beri tanda saat penetesan. 5. Teruskan dengan pencatatan, sampai terjadi pemulihan. Bila pemulihan tidak sempurna, gantikanlah cairan dalam tabung perfusi dengan cairan locke baru yang 350C P-V.1.4. Apa pengaruh kekurangan ion ca terhadap kerutan usus ? Jawaban :Ion kalsium menyebabkan penurunan kerutan usus IV. Pengaruh Pilokarpin 1. Catat 10 kerutan usus sebagai control. 2. Tanpa menghentikan tromol, teteskan 2 tetes larutan pilokarpin 0,5% kedalam cairan perfusi 3. Teruskan dengan pencatatan, sehingga pengaruh pilokarpin terlihat jelas P-V.1.5. Apa pengaruh pilokarpin terhadap kerutan usus? Jawaban :Pilokarpin menyebabkan peningkatan kerutan usus yang disertai penurunan intreval kerutan usus (interval menjadi lebih panjang atau lama dibandingkan kontrol). 4. Hentikan tromol dan cucilah sediaan usus untuk menghilangkan pengaruh pilokarpin seperti pada ad. I.4 V. Pengaruh Suhu 1. Catat 10 kerutan usus sebagai control pada suhu 350 C 8 2. Hentikan tromol dan turunkan suhu cairan perfusi sebanyak 50C dengan jalan memindahkan pembakar Bunsen dan mengganti air hangat didalam Gekas pireks dengan air biasa. 3. Segera setelah sampai suhu 300C ,jalankan tromol kembali dan catatlah 10 kerutan usus. 4. Hentikan tromol lagi dan ulangi percobaan ini dengan setiap kali menurunkan suhu cairan perfusi sebanyak 50 C, sampai tercatat 200 C dengan jalan memasukkan potonganpotongan es kedalam gelas beker pireks. Sangen demikian didapat pencatatan keaktifan berturut-turut pada suhu 350 C, 300C ,250 C dan 200 C. 5. Hentikan tromol perfusi dan naikkan suhu cairan perfusi sampai 350 C dengan jalan mengganti air es didalam gelas beker pireks dengan air biasa kemudian memanasakan air itu. 6. Segera setelah suhu mencapai 350 C, jalankan tromol kembali dan catatlah 10 kerutan usus. P-V.1.6 Apa pengaruh suhu pada keaktifan suhu? Jawaban :Besarnya suhu berbanding lurus dengan kerutan usus. Oleh karena itu, semakin rendah suhu, semakin tidak aktif kerutan usus. VI. Pengaruh Ion Barium 1. Catat 10 kerutan usus sebagai control 2. Tanpa menghentikan tromol, teteskan I tetes BaCl2 1% kedalam cairan perfusi. Bila 1 tetes tidak memberikan hasil setelah 5-10kerutan, lanjutkan penambahan BaCl2 tetes demi tetes yang diberikan setiap sesudah 5-10 kerutan yang tidak jelas. P-V.1.7. Apa pengaruh yang diharapkan terjadi pada penambahan larutan BaCl2 ? Jawaban :Ion barium menyebabkan peningkatan interval kerutan usus (interval menjadi lebih pendek atau cepat dibandingkan kontrol). Pembahasan Pergerakan usus halus (motilitas) lebih kepada kontraksi otot yang bertujuan untuk mencampur dan menolak kandungan GIT.Otot polos juga mengekalkan tonus. Terdapat 4 faktor utama yang mempengaruhi motilitas otot polos dalam sistem pencernaan yaitu : 1. Fungsi otonom otot polos 2. Plexus nervus intinsik 3. Nervus ekstinsik 4. Hormon gastrointestinal 9 Aktifitas listrik pada otot polos GIT tidak seperti otot lain diantaranya : 1. Slow waves 2. Spikes Semakin tinggi slow waves potential, semakin tinggi frekuensi spike potential, karena slow waves potential bisa dipengaruhi oleh efek dari saraf simpatis dan parasimpatis. Hasil praktikum pada percobaan bahwa pengaruh dari ion kalsium membuktikan bahwa ion kalsium mempengaruhi kontraktilitas otot polos pencernaan.Penambahan CaCl2 yang mengandung ion kalsium telah menyebabkan aktivitas kontraktil kerutas usus meningkat jika dibandingkan kontraktilitasnya sewaktu dimasukkan ke dalam larutan Locke tanpa Kalsium. Faktor yang mendepolarisasi membran menyebabkan lebih mudah dieksitasi: 1. Stretching pada otot polos 2. Stimulasi oleh asetilkolin 3. Stimulasi oleh nervus parasimpatis 4. Stimulasi oleh hormon GIT yang spesifik Faktor yang mengurangkan ekstabilitas membran melalui hiperpolarisasi : 1. Epinefrin dan norepinefrin 2. Stimulasi pada nervus simpatis I. Pengaruh Epinefrin Gambar Hasil Percobaan : Epinefrin mempunyai efek rangsangan simpatis sehingga menurunkan frekuensi kerutan usus dan memperkecil amplitude dan tonus 10 II. Pengaruh Asetilkolin Gambar Hasil Percobaan : Asetilkolin mempunyai efek rangsang parasimpatis sehingga meningkatkan frekuensi kerutan dan memperbesar amplitude dan tonus. Selain sistem saraf enteric, control pada traktus gastrointestinal juga dipengaruhi oleh saraf ekstrinsik yaitu saraf otonom (parasimpatis dan simpatis). Serabut saraf simpatis : menghambat aktivitas traktus gastrointestinal (epinefrin) Serabut saraf parasimpatis : meningkatkan aktivitas traktus gastrointestinal dalam percobaan ini adalah pergerakan atau motilitas usus (Asetilkolin) Dapat dilihat bahwa dengan pemberian asetilkolin akan menghasilkan penurunan amplitudo karena memberikan efek simpatis sehingga menghasilkan penurunan motilitas usus, berbanding terbalik dengan asetilkolin. III. Pengaruh Ion Kalsium Hasil Percobaan : Ion kalsium dapat meningkatkan frekuensi motilitas atau peristaltic usus. Jika kekurangan ion ini akan menyebabkan kontraksi usus terhambat, tonus mengecil, frekuensi dan amplitude menurun. Karena ion Kalsium sangat dibutuhkan untuk mencetuskan proses jembatan silang pada kontraksi otot polos IV. Pengaruh Pilokaprin Kolenergika atau parasimpatomimetika adalah sekelompok zat yang dapat menimbulkan efek yang sama dengan stimulasi Susunan Parasimpatis (SP), karena melepaskan neurohormon asetilkolin (ACh) diujung-ujung neuronnya. Kolinergika dapat dibagi menurut cara kerjanya, 11 yaitu zat-zat dengan kerja langsung dan zat-zat dengan kerja tak langsung. Kolinergika yang bekerja secara langsung meliputi karbachol, pilokarpin, muskarin, dan arekolin (alkaloid dari pinang, Areca catechu). Zat-zat ini bekerja secara langsung terhadap organ-organ ujung dengan kerja utama yang mirip efek muskarin dari ACh.Semuanya adalah zat-zat amonium kwaterner yang bersifat hidrofil dan sukar larut memasuki SSP, kecuali arekolin.Sedangkan kolinergika yang bekerja secara taklangsung meliputi zat-zat antikolinesterase seperti fisostigmin, neostigmin, dan piridogstimin.Obat-obat ini merintangi penguraian ACh secara reversibel, yakni hanya untuk sementara.(Tan Hoan Tjay & Rahardja, 2002) Alkaloid pilokarpin adalah suatu amin tersier dan stabil dari hidrolisis oleh asetilkolenesterase.Pilokarpin termasuk senyawa yang sangat lemah dibandingkan dengan asetilkolin dan turunannya. Pilokaprin adalah zat yang meningkatkan motilitas usus. V.Pengaruh Suhu Ketika makanan masuk ke duodenum tahap pencernaan usus dimulai.Makanan yang setengah dicerna yang dating dari lambung harus cukup asam agar dapat memicu pengeluaran enzimenzim pencernaan yang bertanggung jawab atas pemecahan utama dari makanan seperti Tripsin dan protease chymotrripsin, amylase dan saccharidase.Enzim ini diproduksi oleh pancreas dan dipengaruhi oleh hormon secretin dan cholecystokinin yang dikeluarkan oleh lapisan duodenum.Pelepasan kedua hormon ini dipengaruhi oleh keasaman muatan usus.Enzim-enzim pencernaan bekerja optimal pada suhu tubuh yang normal. Jika suhu tubuh menurun, dalam hal ini akan mempengaruhi suhu organ-organ dalam tubuh termasuk usus halus, maka enzim tidak akan bekerja optimal sehingga dapat menurunkan kerja kontraksi yang dilakukan oleh usus. Suhu dapat mempengaruhi kecepatan dan kekuatan kontraksi otot polos dengan cara mempercepat reaksi enzimatik pembentuka energi. Motilitas usus akan berkurang pada suhu yang lebih rendah disebabkan karena suhu yang rendah dapat mengurangi kontraksi usus halus. VI. Pengaruh Ion barium Barium (Ba) termasuk logam berat yang bewarna putih perak seperti timah dan termasuk salah satu logam bumi alkalin.Barium adalah suatu unsur kimia logam yang menyerupai kalsium tetapi lebih reaktif.Barium tidak pernah ditemuak di alam dalam bentuk murni karena sifatnya raktifitas atau cepat mengoksidasi di udara.Bahay barium bagi kesehatan manusia yaitu jdalam bentuk serbuh mudah terbakar pada temperatur ruang.Dalam jangka panjang dapat menyebabkan naiknya tekanan darah dan terganggunya sistem saraf.Pada dosis 12 rendah barium bertindak sebagai stimulan otot, sedangakn dalam dosis tinggi dapat mempengaruhi sistem saraf, menyebabkan penyimpangan jantung, kelemahan, kegelisahan, kelumpuhan; hal ini mungkin bisa terjadi karena kemampuannya untuk memblokir kanal ion kalium yang sangat penting. Barium meningkatkan spike juga meningkatkan kontraksi atau peristaltik usus, yang bekerja secara parasimpatis. Barium adalah zat yang mempengaruhi peningkatan kerja peristaltic atau kontraksi usus 13 Daftar Pustaka Sherwood, L. (2001).“Fisiologi Manusia : dari Sel ke Sistem”. Edisi 2. EGC : Jakarta Guyton, AC. 2008.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed 11. Jakarta : EGC 14