4 4 BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1 Bakteri Asam Laktat Bakteri asam

advertisement
4
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
2.1 Bakteri Asam Laktat
Bakteri asam laktat (BAL) ditemukan pertama kali oleh Pasteur, seorang
professor Kimia di University of Lille, tahun 1887. Lister mengisolasi bakteri
asam laktat asal susu yang tengik. Selain itu bakteri asam laktat juga di temukan
pada saluran pencernaan hewan maupun manusia (Surono, 2004). BAL pernah
diisolasi dari feses bayi (Ruzanna, 2011), dan diisolasi dari cairan rumen sapi bali
(Suardana dan Suarsana, 2007).
Bakteri asam laktat merupakan bakteri Gram positif yang menghasilkan asam
laktat sebagai hasil dari fermentasi karbohidrat, katalase negatif, mikroaerotoleran
dan asidotoleran. Bakteri asam laktat juga memiliki ciri-ciri non-motil, tidak
berspora, berbentuk basil atau kokus, dan bersifat anaerob aerotolerant (Axelsson,
1998). Bakteri asam laktat bisa tumbuh pada suhu 5-45°C. Sebagian besar bakteri
asam laktat dapat tumbuh pada suasana lingkungan dengan pH 4.0-4.5, dan
membutuhkan asam amino dan vitamin B untuk dapat tumbuh (Jay et al., 2005).
Bakteri asam laktat merupakan kelompok bakteri yang termasuk dalam filum
Firmicute. Bakteri yang termasuk dalam kelompok ini adalah Carnobacterium,
Enterococcus,
Lactobacillus,
Lactococcus,
Lactosphaera,
Leuconostoc,
Melissococcus, Oenococcus, Pediococcus, Streptococcus, Tetragenococcus,
Vagococcus dan Weissella (Jay et al., 2005).
Secara fisiologis dan aktivitas metabolismenya, bakteri asam laktat dibedakan
menjadi bakteri asam laktat homofermentative melibatkan jalur Embden
Meyerhof, yaitu glikolisis yang menghasilkan asam laktat, 2 mol ATP dari satu
molekul glukosa/heksosa dalam kondisi normal, tidak menghasilkan CO2, dan
menghasilkan biomassa sel dua kali lebih banyak daripada bakteri asam laktat
heterofermentative. Sedangkan Bakteri asam laktat heterofermentative, melalui
jalur 6-fosfoglukonat/fosfoketolase selain menghasilkan asam laktat juga
4
5
menghasilkan etanol asam asetat, senyawa citarasa, dan mannitol serta 1 mol ATP
dari heksosa dan tidak mempunyai enzim aldolase (Surono, 2004).
Bakteri asam laktat banyak ditemukan pada produk makanan olahan, baik
produk hewani seperti daging dan ikan yang difermentasi, susu fermentasi,
maupun pada produk nabati seperti fermentasi sayuran dan buah-buahan, serta
silase. Selain itu bakteri asam laktat juga banyak terdapat pada organ dalam
makhluk hidup, seperti pada saluran pembuangan, jalur genital, jalur intestin,
maupun jalur respiratori pada manusia dan hewan (Stamer, 1979).
Berikut merupakan beberapa jenis bakteri asam laktat menurut Sumanti
(2008) dalam Pradani dan Hariastuti (2009) antara lain sebagai berikut :
1. Streptococcus thermophilus, Streptococcus lactis dan Streptococcus
cremoris. Semuanya ini adalah bakteri Gram positif, berbentuk bulat
(coccus) yang terdapat sebagai rantai dan semuanya mempunyai nilai
ekonomis penting dalam industri susu.
2. Pediococcus cerevisae Bakteri ini adalah Gram positif berbentuk bulat,
khususnya terdapat berpasangan atau berempat (tetrads). Walaupun jenis
ini tercatat sebagai perusak bir dan anggur, bakteri ini berperan penting
dalam fermentasi daging dan sayuran.
3. Leuconostoc mesenteroides dan Leuconostoc dextranicum. Bakteri ini
adalah Gram positif berbentuk bulat yang terdapat secara berpasangan atau
rantai pendek. Bakteri-bakteri ini berperanan dalam perusakan larutan gula
dengan produksi pertumbuhan dekstran berlendir. Walaupun demikian,
bakteri-bakteri ini merupakan jenis yang penting dalam 18 permulaan
fermentasi sayuran dan juga ditemukan dalam sari buah, anggur, dan bahan
pangan lainnya.
4. Lactobacillus lactis, Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus bulgaricus,
Lactobacillus plantarum, Lactobacillus delbrueckii. Organisme-organisme
ini adalah bakteri berbentuk batang, Gram positif dan sering berbentuk
pasangan dan rantai dari sel-selnya. Jenis ini umumnya lebih tahan
terhadap
keadaan
asam
dari
pada
5
jenis-jenis
Pediococcus
atau
6
Streptococcus dan oleh karenanya menjadi lebih banyak terdapat pada
sayuran.
Sebagai bakteri bermanfaat dalam saluran pencernaan, bakteri asam laktat
berpotensi dalam memproduksi bakteriosin dan bersifat probiotik (Ruzanna,
2011). Bakteriosin memiliki peranan penting dalam menanggulangi terjadinya
suatu infeksi, serta memiliki kelebihan dari pada senyawa antimikroba yang lain
yaitu dapat bekerja secara selektif, aman dan mampu mencegah atau menghambat
resistensi (Marshall dan Arenas, 2003). Kemampuan BAL dalam memproduksi
senyawa antimikrobia menunjukkan pentingnya peranan BAL dalam melindungi
makanan terhadap pembusukan yang disebabkan oleh bakteri dan kapang karena
BAL dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk, bakteri patogenik, dan
bakteri penghasil bioamin yang mungkin mengkontaminasi produk bahan
makanan fermentasi (Lawalata, 2012).
2.2 Bakteri Asam Laktat dalam Saluran Pencernaan
Saluran pencernaan manusia ataupun hewan diperkirakan mengandung flora
12
normal sampai 10 bakteri per gram isi saluran cerna dan setidak-tidaknya terdiri
atas 500 species yang sebagian besar merupakan bakteri asam laktat (Drasar dan
Hill, 1974 dalam Salminen dan Wright, 1998). Menurut Lambert dan Hull (1996)
pada usus besar atau colon bisa ditemukan sebanyak 400-500 jenis bakteri yang
jumlahnya dapat mencapai triliunan (1012-14) bakteri. BAL umumnya ditemukan
sekitar 104-109 bakteri per gram isi kolon.
Clostridium, Streptococcus, staphylococcus dan Lactobacillus adalah bakteri
yang sering di temukan pada colon (Young dan Huffman, 2003 dalam Surono,
2004), Enterococcus merupakan bakteri asam laktat penghuni usus halus yang
dominan disamping Lactobacillus. Jumlahnya mampu mencapai 1010 sel/g dalam
usus halus dan berkurang hingga 108 sel/g dalam feses (Mitsuoka, 1989).
2.3 Aktivitas Antibakteri Bakteri Asam Laktat
Senyawa antimikroba merupakan senyawa biologis atau kimia yang dapat
menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroba. Menurut Fardiaz (1992),
6
7
senyawa antimikroba dapat bersifat bakterisidal (membunuh bakteri), bakteristatik
(menghambat pertumbuhan bakteri), fungisidal (membunuh kapang), fungistatik
(menghambat pertumbuhan kapang), dan germisidal
(menghambat germinasi
spora bakteri). Umumnya hampir semua senyawa yang diproduksi oleh BAL
mampu menghambat pertumbuhan BAL lainnya dan beberapa di antaranya
memiliki efek bakterisidal terhadap bakteri lain yaitu bakteri pembusuk dan
patogenik asal makanan seperti Staphylococcus aureus, Listeria monocytogenes,
dan Clostridium botulinum (Gorris dan Bennik, 1994).
2.4 Sapi Bali
Sapi bali yang merupakan sapi asli Indonesia, merupakan hasil domestikasi
banteng (Bos (Bibos) banteng) (Batan, 2006). Sapi bali masih diternakkan secara
murni di Bali, tanpa campuran dari sapi luar. Oleh karena itu, ciri-ciri sapi bali
masih sama dengan banteng yang hidup liar di hutan. Semenjak zaman Belanda,
di Bali tidak pernah diimpor sapi dari luar, bahkan sampai saat ini masih
dipertahankan, dengan maksud untuk menjaga kemurnian darah sapi bali. Sebagai
plasma nutfah dan sebagai aset nasional sapi bali sangat perlu dipertahankan
keberadaanya
karena
memiliki
beberapa
keunggulan
yang
diantaranya
mempunyai sifat reproduksi dan kualitas karkas sangat baik, tahap pada kondisi
lingkungan tropis dan pakan jelek, serta mempunyai fertilitas yang tinggi
(Supriyantono et al., 2008).
Saluran pencernaan semua hewan dapat dianggap sebagai tabung dari mulut
sampai ke anus dan berfungsi untuk mencerna, mengabsorbsi, dan mengeluarkan
sisa makanan yang tidak tercerna. Disamping itu, saluran pencernaan merupakan
tempat perkembangbiakan mikroorganisme yang segera terbentuk setelah
dilahirkan. Saluran pencernaan akan menjadi barrier koloni mikroorganisme non
patogen dan patogen (Abun, 2008).
Mikroorganisme pada saluran cerna menurut Gorbach (2001) berfungsi
memfermentasi karbohidrat yang tidak bisa dicerna terutama yang berasal dari
polysaccharidae dinding sel tanaman seperti pektin, selulosa, dan hemiselulosa
menjadi asam lemak rantai pendek, dimana asam yang dihasilkan dari proses
7
8
fermentasi tersebut, selanjutnya dapat digunakan sebagai sumber energi yang
sangat penting bagi tubuh hospes.
2.5 Analisis Molekuler
2.5.1 Identifikasi Molekuler gen 16S rRNA
Teknik yang akurat untuk identifikasi molekular bakteri adalah identifikasi
terhadap gen penyandi 16S rRNA, dikenal dengan sebutan ribotyping/
riboprinting. Identifikasi tersebut didasarkan pada tingkat kesamaan dalam sekuen
gen 16S rRNA sebagai sidik jari genetik bakteri atau disebut sekuen sidik jari.
Gen 16S rRNA dari setiap spesies bakteri memiliki bagian yang stabil dalam
sekuen dan satu sel bakteri memiliki ribuan kopi RNA. 16S rRNA berupa
polinukleotida besar (1500-2000 basa) dan merupakan bagian dari subunit kecil
dari ribosom prokariot. Protein 16S rRNA bersama dengan beberapa protein kecil
tergabung dalam subunit kecil ribosom. Analisis terhadap gen penyandi 16S
rRNA merupakan metode terpilih untuk identifikasi dan melihat filogenitas
bakteri. Keuntungannya adalah RNA secara umum dimiliki oleh semua bakteri,
sedikit berubah dalam waktu tertentu, merupakan unit yang konstan dan
merupakan target yang sensitif karena terdapat dalam jumlah banyak dalam sel
yang aktif. Jika sekuen nukleotida dari gen 16S rRNA dari dua tipe organisme
sangat mirip atau memiliki sedikit perbedaan basa dalam rRNA, maka kedua
organisme tersebut memiliki hubungan kekerabatan yang dekat, ditinjau
dari
kedekatan secara evolusinya (Puspaningrum, 2008). Pohon filogenetik dapat di
buat dengan membandingkan basa sekuen sehingga akan menunjukkan
kemungkinan rute spesies yang beragam dan berasal dari nenek moyang yang
sama (Dale et al., 2004 dalam Normawati, 2012).
Secara teknis, metode ini melibatkan teknik PCR untuk amplifikasi sekuen
rRNA dari strain yang kita uji. Hasil amplifikasi ini kemudian disekuensing untuk
mendapatkan sekuen basa nitrogen. Sekuen basa nitrogen ini kemudian
dibandingkan dengan sekuen bakteri lain yang sudah jelas kita ketahui spesiesnya
dan genusnya (Widodo, 2003). Analisis 16S rRNA digunakan dalam
mengkonfirmasi adanya kelompok predominan yang dijelaskan dengan analisis
8
9
fenotip dan untuk menentukan gabungan file genetik. Sekuen dari berbagai isolat
akan ditunjukan derajat kesamaan yang tinggi dengan Gen Bank (98,79%-99,8%).
Pohon filogenetik pada skuens gen 16S rRNA menunjukan konsistensi yang
tinggi dengan titik-titik yang di dukung oleh nilai bootstrap. Analisis urutan basa
filogenetik 16S rRNA merupakan metode molokuler yang akurat untuk
identifikasi mikroba (Ennahar et al., 2003).
2.5.2 Polymerase Chain Reaction (PCR)
Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah teknik yang dilakukan untuk
memperoleh aplikon dari sekuen DNA tertentu dalam jumlah yang banyak dengan
waktu yang cepat secara in-vitro (Elizabeth, 2004 dalam Hestiningtyas, 2008).
Teknik PCR banyak digunakan untuk berbagai macam manipulasi dan analisis
genetik. Komponen utama PCR adalah DNA cetakan, oligonuleotida primer,
deoksiribonukleotida trifosfat (dNTP) yang terdiri dari dATP, dCTP, dGTP, dan
dTTP, enzim Taq DNA polymerase berfungsi melakukan katalisis reaksi sintesis
rantai DNA. Reaksi PCR dibagi menjadi tiga macam tahapan. Reaksi melipat
gandakan suatu fragmen DNA melalui tahap denaturasi cetakan DNA sehingga
rantai DNA beruntai ganda terpisah menjadi beruntai tunggal. Tahap annealing
terjadi saat suhu diturunkan sehingga primer akan menempel pada DNA cetakan
yang terpisah. Primer akan membentuk jembatan hidrogen pada cetakan sekuen
yang komplementer dengan sekuen primer (Yuwono, 2006)
2.5.3 Elektroforesis
Elektroforesis adalah metode pemisahan molekul yang menggunakan media
listrik (elektro) sebagai pergerakan molekul dan matriks penyangga berpori
(foresis). Teknik ini dapat digunakan dengan memanfaatkan muatan listrik yang
ada pada makromolekul. Teknik elektroforesis dapat digunakan untuk analisis
DNA, RNA, maupun protein. Elektroforesis dilakukan untuk memisahkan
fragmen DNA pada gel agarose atau gel Akrilamid. Gel agarosa merupakan
polisakarida yang diekstraksi dari rumput laut (Yuwono, 2005). Gel agarosa
tersebut kemudian diberikan ethidium bromide akan membuat fragmen DNA
9
10
dapat terlihat di bawah sinar ultraviolet (Dale et al., 2004 dalam Normawati,
2012).
2.5.4 Sekuensing
Penentuan urutan (sekuensing) DNA merupakan proses penentuan urutan
basa suatu segmen DNA. Metode sekuensing yang paling banyak digunakan
adalah metode dideoksi Sanger. Metode ini mirip dengan amplifikasi DNA
melalui PCR, yaitu menggunakan enzim DNA polimerase dan monomermonomer dNTP untuk memperpanjang primer sepanjang untai, yang dilakukan
melalui siklus suhu yang berulang. Bedanya, proses sekuensing dapat
menggunakan DNA untai tunggal maupun untai ganda dan hanya memerlukan
satu primer (Milanda, 2001).
Pada reaksi sekuensing, perpanjangan untai DNA diterminasi secara acak
dengan adanya analog dNTP, yaitu dideoksinukleotida trifosfat (ddNTP). Proses
ini menghasilkan fragmen-fragmen DNA dengan selisih satu nukleotida saja.
Fragmen-fragmen tersebut dipisahkan melalui elektroforesis gel poliakrilamida
beresolusi tinggi. Deteksi produk sekuensing dilakukan dengan cara pelabelan
radioaktif atau non radiaktif (menggunakan pelabel fluoresen). Pelabelan dapat
dilakukan terhadap primer maupun komponen ddNTP. Pelabelan fluoresen pada
ddNTP (dye terminator labeling) memberikan kemudahan, karena memungkinkan
pemisahan fragmen hasil sekuensing berlangsung pada satu sumur gel saja. Hal
itu disebabkan setiap nukleotida terakhir akan memberikan warna yang berbeda
(Milanda, 2001).
2.5.5 Program BLAST
BLAST (Basic Local Alignment Search Tool) merupakan suatu program
untuk pencarian kemiripan sekuen (sequence similarity) dan merupakan alat
dalam identifikasi gen dan karakter genetik. BLAST dapat melakukan pencarian
sekuen melalui perbandingan dengan database DNA dalam waktu singkat.
BLAST
dapat
diakses
secara
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/).
10
terbuka
melalui
website
11
Ada 5 program utama dalam BLAST, yaitu :
a. Nucleotide blast (blastn) : membandingkan suatu sekuen nukleotida meragukan
(query sequence) yang kita miliki dengan database sekuen nukleotida.
b. Protein blast (blastp) : membandingkan suatu sekuen asam amino yang kita
miliki dengan database sekuen protein.
c. Blastx : membandingkan produk translasi konsep 6‐frame sebuah sekuen
nukleotida (translated nucleotide) yang kita miliki dengan database sekuen
protein.
d. Tblastn : membandingkan suatu sekuen protein yang kita miliki dengan
database sekuen nukleotida yang secara dinamis ditranslasi pada semua
pembacaan 6 frame.
e. Tblastx : membandingkan suatu translasi 6 frame dari nukleotida. (NCBI,
2003).
2.6 Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian ini dimuat pada gambar 1.
BAL
Penumbuhan pada
MRS
Uji Katalase
Uji aktivitas
antimikorba
Isolat 9A asal kolon
sapi bali
Amplifikasi gen 16S
rRNA dengan primer
B27F dan U1492R
Pewarnaan Gram
Spesifik Strain BAL
Berpotensi sebagai
kandidat Probiotik
Gambar 1. Kerangka konsep penelitian
11
Download