BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bakteri Asam Laktat Bakteri asam laktat terdiri dari 13 genera bakteri gram positif meliputi Carnobacterium, Enterococcus, Lactoccoccus, Lactobacillus, Lactosphaera, Leuconostoc, Oenococcus, Pediococcus, Paralactobacillus, Streptococcus, Tetragenococcus, Weissella dan Vagococcus (Jay, 2005). Lactobacillus, Lactococcus, Leuconostoc, Pediococcus, dan Streptococcus merupakan genus BAL yang sudah umum diketahui berperan dalam fermentasi susu. Genus Oenococcus dan Tetragenococcus diketahui berperan dalam fermentasi pangan (Widodo, 2003). Semua BAL umumnya mempunyai kesamaan sifat gram positif nonsporeforming kokus, kokus, batang pendek, katalase negatif yang dapat memproduksi asam laktat dengan cara memfermentasi karbohidrat. Komposisi basa DNA kurang dari 53mol% G+C (Todar, 2008). BAL yang menghasilkan dua molekul asam laktat dari fermentasi glukosa disebut bakteri asam laktat homofermentatif, sedangkan BAL yang menghasilkan satu molekul asam laktat dan satu molekul etanol serta satu molekul karbon dioksida disebut bakteri asam laktat heterofermentatif (Reddy et al., 2008). Meskipun BAL secara umum bersifat anaerobic, namun berbagai jenis strain reaksinya berbeda terhadap molekul oksigen. Beberapa strain obligat homofermentatif seperti Lactobacillus delbrueckii subs. bulgarius pertumbuhannya terhambat oleh oksigen yang terdifusi, tetapi pada beberapa 5 6 strain bahkan menggunakan molekul oksigen untuk menghasilkan NAD+ dan mendapatkan ATP dari konversi asetil phosfat ke asetat. Secara umum, keberadaan oksigen sangat menekan perkembangan BAL selaku bakteri anaerobic yang aerotoleran. Suhu optimum bagi pertumbuhan BAL juga beragam pada setiap strain. Ada yang bersifat psikotropik (mampu tumbuh pada suhu 5oC atau dibawahnya) seperti genus Leuconostoc dan beberapa spesies Lactobacillus fakultatif heterofermentatif, khususnya Lactobacillus sake. Beberapa strain BAL yang bersifat thermoduric (tahan pada suhu tinggi) seperti Enterococcus sp. Dan Streptococcus thermophiles dapat tumbuh pada suhu hingga 50oC (Surono, 2003). Pada dasarnya BAL merupakan kelompok organisme dengan kemampuan metabolik yang beragam. Keragaman ini membuat BAL sangat mudah beradaptasi dengan berbagai kondisi. Lactobacillus acidophilus , L. bulgaricus , L. plantarum, L. sisipan, L. pentoaceticus, L brevis dan L. thermophilus adalah contoh penghasil asam laktat bakteri yang terlibat dalam fermentasi makanan. Asam laktat yang dihasilkan BAL efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri lain yang dapat membusuk atau merusak makanan (Battcock and AzamAli, 1998). 2.2 Aktifitas Antibakteri Bakteri Asam Laktat Senyawa antimikroba merupakan senyawa biologis atau kimia yang dapat menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroba (Sudiarta, 2011). Senyawa antimikroba dapat bersifat bakterisidal, bakterstatik, fungisidal dan fungistatik. Senyawa antimikroba dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroba dengan merusak dinding sel yang sedang tumbuh, mengubah permeabilitas 7 sitoplasma yang menyebabkan terganggunya transport nutrient, denaturasi protein sel, menghambat kerja enzim didalam sel sehingga merusak sistem metabolism didalam sel (Fardiaz, 1992). Asam laktat, asetat dan asam propionate yang dihasilkan BAL mampu menghasilkan lingkungan asam yang tidak menguntungkan bagi pertumbuhan bakteri patogen. Lingkungan yang asam dapat merusak membrane sel, menghambat transport aktif bakteri patogen. BAL yang menghasilkan asam propionat yang digunakan dalam berbagai produk biopreservatif memiliki kemampuan antimikroba terhadap berbagai jenis bakteri patogen hingga jamur (Rattanachaikunsopon dan Phumkhachorn, 2010). 2.3 Sapi Bali Sapi Bali yang merupakan hasil domestikasi banteng (Bos (Bibos) banteng) adalah jenis sapi yang unik, berukuran sedang, dadanya dalam, tidak berpunuk dan kaki-kakinya ramping. Sapi bali mempunyai sifat-sifat subur, cepat beranak, mudah beradaptasi dengan lingkungannya, dapat hidup di lahan kritis, dan mempunyai daya cerna yang baik terhadap pakan (Batan, 2002). Komponen bakteri pada saluran pencernaan bergantung pada nutrisi (diet) kesehatan, dan kondisi lingkungan. Pola makan (diet) merupakan salah satu faktor penentu komposisi bakteri saluran pencernaan (Surono, 2004). Saluran pencernaan sapi bali khususnya cairan rumen sapi bali dapat diisolasi bakteri asam laktat (BAL) dengan kemampuan antimikroba yang cukup luas, baik terhadap bakteri Gram positif maupun Gram negatif (Suardana et al., 2007) 8 2.4 Analisis Molekuler 2.4.1 Identifikasi Molekuler Menggunakan 16S rRNA Salah satu bentuk pendekatan analisis molekuler adalah menggunakan pembanding sekuen RNA khususnya ribosom termasuk dengan menggunakan komponen gen 16S (Malik et al., 2007). Pada prokaryota terdapat tiga jenis RNA ribosomal, yaitu 5S, 16S, dan 23S rRNA. Diantara ketiganya 16S paling banyak digunakan sebagai penanda molekuler. Molekul 5S rRNA memiliki struktur urutan basa terlalu pendek, sehingga tidak ideal dari segi analisis statistika, sementara molekul 23S rRNA memiliki struktur sekunder dan tersier yang cukup panjang sehingga menyulitkan analisis. 16S rRNA dapat digunakan sebagai penanda molekuler yang dikenal dengan sebutan ribotyping atau riboprinting. Identifikasi tersebut didasarkan pada tingkat kesamaan dalam sekuens DNA ribosomal 16S sebagai sidik jari genetik bakteri atau disebut sebagai sekuens sidik jari (Madigan et al., 2000). Molekul 16S rRNA ini bersifat ubikuitus dengan fungsi yang identik pada seluruh organisme. Molekul ini juga dapat berubah sesuai jarak evolusinya, sehingga dapat digunakan sebagai kronometer evolusi yang baik. Molekul 16S rRNA memiliki beberapa daerah yang urutan basanya konservatif dan beberapa urutan basanya variatif (Pangastuti, 2006). Hal ini salah satunya didukung oleh telah tersedianya database dari 16S rRNA yang dapat dipakai sebagai pembanding sekuen 16S rRNA bakteri lain untuk melihat hubungan kekerabatan genetik. Teknik ini berkembang setelah diciptakannya mesin DNA sequencer. Secara teknis metode ini melibatkan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction) untuk amplifikasi sekuen rRNA dari strain bakteri. 9 Hasil amplifikasi ini kemudian disekuensing untuk mendapatkan informasi sekuen basa nitrogen. Sekuen basa nitrogen kemudian dibandingkan dengan sekuen bakteri lain (Vaughan et al., 1999). Sekuensing DNA ribosomal 16S dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu sekuensing secara langsung dan sekuensing dengan bantuan Polymerase Chain Reaction (PCR). Metode yang lebih baru, yaitu dengan teknik PCR, merupakan metode terpilih karena teknik PCR membutuhkan lebih sedikit bahan, lebih cepat, dan lebih praktis dilakukan untuk penelitian daripada sekuensing DNA ribosomal secara langsung. Teknik PCR digunakan untuk mengamplifikasi DNA ribosomal 16S menggunakan primer komplemen yang diproduksi secara sintetik. Kemudian DNA hasil amplifikasi dengan PCR tersebut disekuensing dengan bantuan mesin sequencer dan pita yang terbentuk dideteksi oleh detektor dan dianalisis langsung oleh komputer (Madigan et al., 2000). Telah banyak peneliti yang melakukan identifikasi BAL dengan menggunakan metode amplifikasi sekuen 16S rRNA dengan PCR. Chagnaud et al. (2001) melakukan amplifikasi sekuen 16S rRNA menggunakan forward primers yang didesain dari wilayah VI dari 16S rRNA, sedangkan reverse primers didesain dari wilayah lain dari 16S rRNA yang umum dimiliki oleh anggota genus BAL. 2.4.2 Polymerase Chain Reaction (PCR) Reaksi rantai polimerase (“polymerase chain reaction“/PCR), yang ditemukan oleh Kary Mullis pada pertengahan 1980-an, merupakan salah satu 10 tonggak revolusi dalam genetika molekuler. PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan suatu teknik perbanyakan (amplifikasi) potongan DNA secara in vitro pada daerah spesifik yang dibatasi oleh dua buah primer oligonukleotida. Primer yang digunakan sebagai pembatas daerah yang diperbanyak adalah DNA untai tunggal yang urutannya komplemen dengan DNA templatenya. PCR memungkinkan adanya perbanyakan DNA antara dua primer, hanya di dalam tabung reaksi, tanpa perlu memasukkannya ke dalam sel (in vivo). Pada proses PCR dibutuhkan DNA untai ganda yang berfungsi sebagai cetakan (template) yang mengandung DNA-target (yang akan diamplifikasi) untuk pembentukan molekul DNA baru, enzim DNA polimerase, deoksinukleosida trifosfat (dNTP), dan sepasang primer oligonukleotida. Pada kondisi tertentu, kedua primer akan mengenali dan berikatan dengan untaian DNA komplemennya yang terletak pada awal dan akhir fragmen DNA target, sehingga kedua primer tersebut akan menyediakan gugus hidroksil bebas pada karbon 3’. Setelah kedua primer menempel pada DNA template, DNA polimerase mengkatalisis proses pemanjangan kedua primer dengan menambahkan nukleotida yang komplemen dengan urutan nukleotida template. DNA polimerase mengkatalisis pembentukan ikatan fosfodiester antara OH pada karbon 3’ dengan gugus 5’ fosfat dNTP yang ditambahkan. Sehingga proses penambahan dNTP yang dikatalisis oleh enzim DNA polimerase ini berlangsung dengan arah 5’→3’ dan disebut reaksi polimerisasi. Enzim DNA polimerase hanya akan menambahkan dNTP yang komplemen dengan nukleotida yang terdapat pada rantai DNA template. PCR melibatkan banyak siklus yang masing-masing terdiri dari tiga tahap berurutan, 11 yaitu pemisahan (denaturation) rantai DNA templat, penempelan (annealing) pasangan primer pada DNA target dan pemanjangan (extension) primer atau reaksi polimerisasi yang dikatalisis oleh DNA polymerase (Gaffar, 2007). PCR memerlukan siklus berulang yang terdiri dari tiga tahap, yaitu denaturasi, perlekatan (annealing), dan perpanjangan (extension) sebagai berikut: 1. Tahap pertama adalah proses denaturasi DNA target sehingga DNA yang berutas ganda akan terpisah menjadi DNA berutas tunggal. Proses ini dilakukan dengan cara memanaskan sampel DNA pada temperatur 90oC 95oC selama 1 - 2 menit. 2. Tahap kedua adalah proses perlekatan (annealing). Pada tahap ini primer akan membentuk jembatan hidrogen dengan DNA target pada daerah yang komplementer dengan sekuens primer. Primer dapat melekat pada sekuens komplementernya dengan cara menurunkan temperatur antara 40 - 60oC. 3. Tahap ketiga adalah tahap pemanjangan atau extension. Tahap ini dilakukan dengan cara menaikkan temperatur antara 70 - 75oC. Lamanya reaksi bergantung pada DNA polimerase yang digunakan dan panjangnya fragmen DNA yang akan diamplifikasi (Yuwono, 2006; Gaffar, 2007). 12 Gambar 1. Siklus PCR, yang terdiri dari denaturasi, penempelan primer (annealing) dan polimerisasinya (Sumber: Gaffar, 2007). 2.4.3 Elektroforesis Gel Agarosa Metode ini didasarkan pada pergerakan molekul bermuatan dalam media penyangga matriks stabil di bawah pengaruh medan listrik. Media yang umum digunakan adalah gel agarosa atau poliakrilamid. Elektroforesis gel agarosa digunakan untuk memisahkan fragmen DNA yang berukuran lebih besar dari 100 pb dan dijalankan secara horizontal, sedangkan elektroforesis poliakrilamid dapat memisahkan 1 pb dan dijalankan secara vertikal. Elektroforesis poliakrilamid biasanya digunakan untuk menentukan urutan DNA (sekuensing). Larutan DNA yang bermuatan negatif dimasukkan ke dalam sumur-sumur yang terdapat pada gel agarosa dan diletakkan di kutub negatif, apabila dialiri arus listrik dengan menggunakan larutan buffer yang sesuai maka DNA akan bergerak ke kutup positif. Laju migrasi DNA dalam 13 medan listrik berbanding terbalik dengan massa DNA. Migrasi DNA terutama ditentukan oleh ukuran panjang dan bentuk DNA. Fragmen DNA yang berukuran kecil akan bermigrasi lebih cepat dibanding yang berukuran besar, sehingga elektroforesis mampu memisahkan fragmen DNA berdasarkan ukuran panjangnya. Untuk visualisasi maka ditambahkan larutan etidium bromida yang akan masuk diantara ikatan hidrogen pada DNA, sehingga pita fragmen DNA akan kelihatan dibawah lampu UV. Panjang amplikon bisa diperkirakan dengan membandingkannya dengan pita DNA standar (Madigan, 2000; Gaffar, 2007). 2.4.4 Sekuensing DNA Sekuensing DNA merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengetahui urutan nukleotida atau basa dalam suatu fragmen DNA. DNA menyimpan informasi genetik dalam bentuk urutan nukleotida. Dengan mengetahui urutan nukleotida suatu gen, maka dapat ditentukan urutan asam amino protein yang dikodenya. Sebaliknya, urutan asam amino protein tidak dapat memberikan informasi lengkap tentang urutan nukleotida gen yang mengkodenya. Karena alasan tersebut, selain karena mahalnya sekuensing protein, maka sekuensing DNA jauh lebih banyak digunakan (Gaffar, 2007). Terdapat dua metode yang digunakan dalam sekuensing yakni dengan prosedur kimia yang ditemukan oleh A. Maxam dan W. Gilbert dan prosedur enzimatik yang dikembangkan oleh F. Sanger (Sudjadi, 2008). 14 Metode Maxam-Gilbert melibatkan bahan radioaktif seperti fosfat, sejumlah senyawa kimia, fragmen DNA dan autoradigrafi. Fragmen DNA dilabel radioaktif pada salah satu ujung 5’-nya melalui penempelan enzimatik radioaktif fosfat dipecah secara parsial dalam lima reaksi terpisah yang masing-masing spesifik untuk basa tertentu. Tahap pertama yaitu basa-basa spesifik yang mengalami modifikasi secara kimia. Tahap kedua yaitu basa yang termodifikasi dipisahkan dari gugus gulanya dan pemutusan ikatan 5’ dan 3’ fosfodiester dengan basa termodifikasi (Sambrook et al, 1989). Metode lain yang lebih popular digunakan dalam sekuensing adaah metode Sanger atau yang disebut The Sanger Chain-Termination Sequencing Method. Metode terpilih ini disebut juga metode dideoxynucleotide atau metode enzimatis. Prinsip kerja metode Sanger yaitu terminasi sintesis DNA oleh dideoksinukleotida yang ditempatkan pada empat tabung yang berbeda sehingga menghentikan sintesis urutan basa sesudah basa termodifikasi tersebut. Setiap tabung memiliki satu jenis ddNTP. ddNTP tidak memiliki gugs –OH pada ujung 3’, hal tersebut berguna untuk menghentikan sintesis primer pada sekuen yang tidak memiliki gugus –OH. Terminasi sintesis DNA akan menghasilkan chain terminating dideoxynucleotide sehingga terbentuk fragmen-fragmen tersebut kemudian dilakukan melalui elektroforesis dengan mengidentifikasi jenis dideoksinukleotida yang digunakan untuk terminasi (Cooper, 1997: Fairbanks and Andersen, 1999). Metode asli dilakukan secara manual, tetapi sekarang semua telah dilakukan secara otomatis dengan batuan mesin automated DNA sequencing. 15 Metode tersebut merupakan modifikasi dari metode Sanger. Persamaan metode automated DNA sequencing dengan metode Sanger yaitu menggunakan prinsip terminasi replikasi, tetapi komponen reaksi yang digunakan ditempatkan dalam satu tabung yang sama (Wolfe, 1993). Metode automated DNA sequencing menggunakan pewarna berfluoresens yang berbeda untuk memberikan label pada ddNTP. Pewarna berflouresens menggantikan peran radioaktif fosfat. Setiap jenis dideoksiribonukleotida yang terbaca akan teridentifikasi berdasarkn pewarna fluoresens yang muncul setelah dipaparkan pada sinar laser. Masing-masing pewarna fluoresens mewakili basa-basa tertentu dan data terdeteksi menggunakan detector yang terhubung dengan computer sehingga data dapat langsung dianalisis (Winfrey et al, 1997). Sekuensing dengan metode automated DNA sekuensing dilakukan dalam proses yang disebut cycle sequencing terhadap hasil PCR. Proses cycle sequencing menggunakan prinsip yang serupa dengan proses PCR, yaitu ekstensi fragmen DNA dengan menggunakan prinsip yang serupa dengan thermal cycler. Proses cycle sequencing juga terbagi atas tahap denaturasi, perlekatan primer, dan ekstensi berulang. Cycle sequencing hanya menggunakan satu jenis primer dan mengikutserakan dideoksinukleotida (ddNTP), selain deoksinukleotida (dNTP) sebagai basa komplementer (Weaver and Hedrick, 1999). 16 2.4.5 Program BLAST BLAST (Basic Local Alignment Search Tool) adalah suatu program komputer atau algoritma untuk membandingkan informasi sekuens biologi, seperti sekuens asam amino atau sekuens nukleotida DNA, dengan sekuens yang terdapat pada basis data. BLAST dapat diakses secara terbuka melalui website (http://blast.ncbi.nlm.nih.gov/Blast.cgi). Program BLAST terdiri dari beberapa macam yang penggunaannya disesuaikan dengan kebutuhan, yaitu blastp (protein-protein BLAST), blastn (nucleotide-nucleotide BLAST), PSIBLAST (Position-Specific Iterative BLAST), blastx (nucleotide 6-frame translation-nucleotide 6-frame translation), tbalstn (protein-nucleotide 6frame translation), dan megablast (large number of query sequences) (NCBI, 2003). 17 2.5 Kerangka Konsep Isolat Bakteri Asam Laktat (BAL) 18A Reculture pada Uji Katalase dan MRS Broth Pewarnaan Gram Uji Potensi Antimikroba terhadap bakteri patogen E. coli KL 48 (2) dan S. aureus Isolasi DNA Amplifikasi Gen 16S rRNA Elektroforesis Sekuensing Analisis molekuler dengan membandingkan urutan nukleotida gen16S rRNA Isolat 18A dengan Isolat referensi dari GenBank Phylogenetic tree Gambar 2. Skema kerangka konsep.