bab i pendahuluan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
Tumor telinga dalam yang paling sering menyebabkan ketulian adalah
suatu neuroma akustik. Neuroma akustik adalah tumor sel jinak Schwann yang
membungkus saraf kedelapan. Schwannoma ini paling sering terjadi pada bagian
keseimbangan dari saraf kedelapan. Penyebab lain ketulian akibat tumor dalam
saluran telinga dalam adalah neuroma saraf ketujuh, meningioma, hemangioma
pembuluh darah aberans. Tumor pada penderita yang lebih muda atau adanya
riwayat keluarga dengan neuroma akustik dapat merupakan suatu manifestasi
awal dari sindrom von Recklinghausen.
Penyakit von Recklinghausen menyebabkan semua kasus neuroma akustik
bilateral. Perjalanan penyakit yang lazim pada neuroma akustik adalah pasien
mengalami ketulian sensorineural unilateral. Mula-mula ringan, namun dengan
perkembangannya, tumor akan perlahan-lahan menghancurkan saraf-saraf saluran
telinga dalam. Jarang sekali, pasien mengeluhkan gejala-gejala vestibular.
Gangguan pendengaran umumya berkembang lambat. Meskipun demikian,
neuroma akustik dapat pula menyebabkan ketulian mendadak atau suatu sindrom
mirip-Meniere. Suatu ketulian unilateral atau asimetris adalah suatu neuroma
akustik hingga dapat dibuktikan ketidakbenarannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI TELINGA
Telinga mempunyai reseptor khusus untuk mengenali getaran bunyi dan
untuk keseimbangan. Ada tiga bagian utama dari telinga manusia, yaitu bagian
telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam.1
Gambar 1. Anatomi telinga.(Ismail,2008)
a. Telinga Luar
Telinga luar dibentuk oleh aurikula dan meatus akustikus eksternus.
Aurikula dibentuk oleh kartilago yang bersatu dengan pars kartilagineus
meatus akustikus eksternus.
Fungsi aurikula mengarahkan getaran
masuk ke dalam meatus akustikus eksternus.
Sedangkan meatus
akustikus eksternus merupakan suatu saluran, terbuka di bagian luar dan
di bagian inferior dibatasi oleh membran timpani, ukuran panjang 2,5 cm,
terdiri dari pars kartilagineus (⅓ bagian lateral) dan pars osseus di bagian
medial (⅔ bagian medial).
Batas antara pars kartilagineus dan pars
osseus menyempit, dinamakan isthmus.
konkaf ke anterior.
Pars kartilagineus berbentuk
Di dalam lapisan submukosa terdapat glandula
seruminosa yang memproduksi serumen.1
b. Telinga Tengah
Telinga tengah terdiri dari membran timpani, tuba Eustachius, ossikula
auditiva, antrum dan cellulae mastoidea. Memiliki empat dinding, atap,
dan dasar. Oleh karena itu bisa disederhanakan dalam diagram sebagai
kotak terbuka, dengan:
-
batas luar
batas depan
batas bawah
: membran timpani
: tuba eustachius
: vena jugularis (bulbus jugularis)
- batas belakang
: aditus ad antrum, kanalis
-
fasialis pars vertikalis
batas atas
-
(meningen/otak)
batas dalam berturut-turut dari atas ke bawah
: tegmen timpani
kanalis semi sirkularis horizontal, kanalis fasialis,
tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar
(round window) dan promontorium.2
Membran timpani terletak pada akhiran kanalis aurius eksternus dan
menandai batas lateral telinga, Membran ini sekitar 1 cm dan selaput tipis
normalnya berwarna kelabu mutiara dan translusen.2
Tuba auditorius atau tuba Eustachius mempunyai ukuran panjang kirakira 36 mm, letak melengkung membentuk sudut 45 derajat dengan bidang
sagital dan sudut 30-40 derajat dengan bidang horizontal. Tuba ini terdiri
dari pars ossea dan pars kartilaginis. Pars osseus merupakan ⅓ bagian
dengan panjang 13 mm, berada di bagian lateral (pars lateralis) dan
terletak di dalam pars petrosa tulang temporalis.
Pars kartilagineus
merupakan ⅔ bagian dengan panjang 24 mm, terletak di bagian medial
(pars medialis), bermuara ke dalam nasofaring, membentuk torus tubarius
di sebelah dorsal orificium pharingium tuba auditiva. Tuba eustachii yang
lebarnya sekitar 1 mm, panjangnya sekitar 35 mm, menghubungkan
telinga ke nasofaring. Normalnya, tuba eustachii tertutup, namun dapat
terbuka akibat kontraksi otot palatum ketika melakukan
manuver Valsalva atau menguap atau menelan. Tuba berfungsi sebagai
drainase untuk sekresi dan menyeimbangkan tekanan dalam telinga tengah
dengan tekanan atmosfer.3,5
Gambar 2.Membran timpani
Telinga tengah merupakan rongga berisi udara merupakan rumah bagi
ossikula (tulang telinga tengah) dihubungkan dengan tuba eustachii ke
nasofaring berhubungan dengan beberapa sel berisi udara di bagian
mastoid tulang temporal. Bagian ini merupakan rongga yang berisi udara
untuk menjaga tekanan udara agar seimbang.2
Gambar 3. Cavum Tympani.
Selain itu terdapat pula tiga tulang pendengaran yang tersusun seperti
rantai yang menghubungkan gendang telinga dengan jendela oval. Ketiga
tulang tersebut adalah tulang martil (maleus) menempel pada gendang
telinga dan tulang landasan (inkus). Kedua tulang ini terikat erat oleh
ligamentum sehingga mereka bergerak sebagai satu tulang. Tulang yang
ketiga adalah tulang sanggurdi (stapes) yang berhubungan dengan jendela
oval. Antara tulang landasan dan tulang sanggurdi terdapat sendi yang
memungkinkan gerakan bebas. Ossikula dipertahankan pada tempatnya
oleh sendian, otot, dan ligamen, yang membantu hantaran suara.4
Ada 2 otot kecil yang berhubungan dengan ketiga tulang pendengaran.
Otot tensor timpani terletak dalam saluran di atas tuba auditiva, tendonya
berjalan mula-mula ke arah posterior kemudian mengait sekeliling sebuah
tonjol tulang kecil untuk melintasi rongga timpani dari dinding medial ke
lateral untuk berinsersi ke dalam gagang maleus. Tangkai maleus terus
menerus tertarik ke dalam oleh ligamentum dan oleh M. tensor timpani,
yang mempertahankan membran timpani berada dalam tegangan. Hal ini
memungkinkan getaran suara pada bagian membran timpani manapun
dihantarkan ke maleus yang tidak akan terjadi bila membran lemas. Tendo
otot stapedius berjalan dari tonjolan tulang berbentuk piramid dalam
dinding posterior dan berjalan anterior untuk berinsersi ke dalam leher
stapes, dan menstabilkan hubungan antara stapedius dengan jendela
oval.3,4,6
Ketika bunyi yang bising ditransmisikan melalui sistem ossikular
dan dari sana ke dalam sistem saraf pusat, suatu refleks terjadi setelah
periode laten selama hanya 40 sampai 80 millidetik untuk menyebabkan
kontraksi dari otot stapedius dan, berkurangnya luas otot tensor timpani.
Otot tensor timpani menarik tangkai malleus ke dalam sementara otot
stapedius menarik stapes ke luar. Kedua gaya ini saling berlawanan satu
sama lain dan dengan demikian menyebabkan seluruh sistem ossikuler
mengembangkan rigiditas yang meningkat, demikian besar mengurangi
konduksi ossikuler dari bunyi frekuensi rendah, utamanya frekuensi di
bawah 1000 cycle per detik7. Respon ini disebut refleks akustik, yang
membantu melindungi telinga dalam yang rapuh dari kerusakan karena
suara. Kedua otot ini mengurangi proses mekanik telinga tengah.
Pengertiannya adalah sebagai berikut, jika telinga kita menerima suara
sangat keras (intensitas > 80 dB) maka kemungkinan gerakan mekanik
osicular chain akan sangat progresif yang dapat merusak struktur oval
window telinga dalam. Sehingga saat intensitas suara mencapai nilai di
atas, otot stapedius secara refleks akan berkontraksi untuk membatasi
gerakan stapes. Meskipun fungsi utama refleks akustik ini adalah proteksi,
ia juga meningkatkan mekanisme kontrol yang mempertahankan input
suara ke telinga dalam (koklea) lebih konstan, dan memperluas rentang
dinamik sistem telinga tengah, sebagai contoh: otot stapedius tercatat juga
berkontraksi saat seseorang mengunyah dan bersuara (vokalisasi),
sehingga dapat mereduksi bising yang timbul akibat gerakan-gerakan yang
berasal dari dalam tubuh sendiri.Otot-otot ini berfungsi protektif dengan
cara meredam getaran-getaran berfrekuensi tinggi.8
Ada dua jendela kecil (jendela oval dan dinding medial telinga tengah,
yang memisahkan telinga tengah dengan telinga dalam. Bagian dataran
kaki menjejak pada jendela oval, di mana suara dihantar telinga tengah.
Jendela bulat memberikan jalan ke getaran suara. Jendela bulat ditutupi
oleh membrana sangat tipis, dan dataran kaki stapes ditahan oleh yang
agak tipis, atau struktur berbentuk cincin. Anulus jendela bulat maupun
jendela oval mudah mengalami robekan. Bila ini terjadi, cairan dari dalam
dapat mengalami kebocoran ke telinga tengah, kondisi ini dinamakan
fistula perilimfe.8
Gambar 4.Ossikula Auditiva(Netter,2010)
c.
Telinga Dalam
Telinga dalam mengandung labyrinthus dan terdiri dari tiga buah
kanalis semisirkularis di posterior, vestibulum di tengah dan koklea di
anterior.
Pada telinga tengah terdapat meatus akustikus internus dan
porus akustikus internus. Labyrinthus memiliki bagian vestibuler (pars
superior) yang berhubungan dengan keseimbangan dan bagian koklear
(pars inferior) yang merupakan organ pendengaran. Pada irisan melintang
koklea tampak skala vestibuli di bagian atas, skala timpani di bagian
bawah, dan skala media di antaranya. Pada skala media terdapat bagian
berbentuk lidah yang disebut membran tektoria. Bagian atas adalah skala
vestibuli yang berisi perilimfe dan dipisahkan dari duktus koklearis oleh
membran Reissner yang tipis. Bagian bawah adalah skala timpani yang
juga mengandung perilimfe dan dipisahkan dari duktus koklearis oleh
lamina spiralis osseus dan membran basillaris.8
FISIOLOGI PENDENGARAN
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun
telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke
koklea.
Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke
telinga
tengah
melalui
rangkaian
tulang
pendengaran
yang
akan
mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan
perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Fisiologi
fungsional jendela oval dan bulat memegang peran yang penting. Jendela oval
dibatasi oleh anulare fieksibel dari stapes dan membran yang sangat lentur,
memungkinkan gerakan penting, dan berlawanan selama stimulasi bunyi,
getaran stapes menerima impuls dari membran timpani bulat yang membuka
pada sisi berlawanan duktus koklearis dilindungi dari gelombang bunyi oleh
membran timpani yang utuh, jadi memungkinkan gerakan cairan telinga
dalam oleh stimulasi gelombang suara. Getaran diteruskan melalui membran
Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak
relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan
rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel
rambut sebagai transduser mekanis, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi
penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan
proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke
dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius,
lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area
39-40) di lobus temporalis.3,5
Gambar 5. Fisiologi Pendengaran(McWilliams,2010)
Berbeda dengan sistem hantaran telinga luar yang berupa pipa penyalur
bunyi ke membran tympani, sistem hantaran telinga tengah di samping
merambatkan, juga memperkuat daya dorong getaran bunyi 5. Perkuatan daya
dorong getaran bunyi oleh sistem hantaran atau sistem konduksi dihasilkan
oleh 2 mekanisme, yaitu:
1. Rasio antara membran timpani dibanding luas fenestra ovalis sebesar
17:1, yang memberikan perkuatan sebesar 17 kali dari bunyi aslinya di
udara.
2. Efek pengungkit dari maleus dan inkus yang menyumbangkan momentum
perkuatan daya sebesar 1,3 kali.1
Pada membran timpani utuh yang normal, suara merangsang jendela oval
dulu, dan terjadi jeda sebelum efek terminal stimulasi mencapai jendela bulat.
Namun waktu jeda akan berubah bila ada perforasi pada membran timpani
yang cukup besar yang memungkinkan gelombang bunyi merangsang kedua
jendela oval dan bulat bersamaan. Ini mengakibatkan hilangnya jeda dan
menghambat gerakan maksimal motilitas cairan telinga dalam dan
rangsangan terhadap sel-sel rambut pada organ Corti. Akibatnya terjadi
penurunan kemampuan pendengaran.2
Pendengaran dapat terjadi dalam dua cara. Bunyi yang dihantarkan melalui
telinga luar dan tengah yang terisi udara berjalan melalui konduksi udara.
Suara yang dihantarkan melalui tulang secara langsung ke telinga dalam
dengan cara konduksi tulang. Normalnya, konduksi udara merupakan jalur
yang lebih efisien; namun adanya defek pada membrana timpani atau
terputusnya rantai osikulus akan memutuskan konduksi udara normal dan
mengakibatkan hilangnya rasio tekanan-suara dan kehilangan pendengaran
konduktif.1
DEFINISI
Vestibular Schwannoma atau neuroma akustik, adalah tumor
jinak
dari sel Schwann pembentuk mielin dari saraf vestibulokoklearis yang umumnya
muncul dari cerebellopontine angle.1,2
EPIDEMIOLOGI
Neuroma Akustik merupakan 6% dari seluruh tumor intrakranial dan lebih
dari 90% dari semua lesi di cerebellopontine angle.
Insidens pasti dari Neuroma Akustik sulit ditentukan secara akurat. 4
Insidens Neuroma Akustik yang dilaporkan
1 per 100.000 orang per tahun dan
khas terjadi pada dekade 5 atau 6 kehidupan dan tidak dijumpai predileksi ras atau
jenis kelamin yang bermakna.1,5
Dari pemeriksaan serial autopsi tahun 1936 diperkirakan prevalensinya
sekitar 2,5% dari seluruh populasi.3 Penelitian selanjutnya membuktikan estimasi
tersebut terlalu tinggi, dimana didapati insiden aktualnya adalah 0,8%.3,4
Pada era MRI kurang dari 2% pasien Vestibular Schwannoma
asimptomatik dan pada studi retrospektif dari 46.414 pasien hanya sembilan
pasien yang ditemukan secara insidental. Prevalensi tumor yang tersembunyi
adalah kira-kira 2 dari 10.000 orang dewasa.
Bila dilihat
dari populasi yang terkena, ada dua macam Vestibular
Schwannoma yaitu: (a) sporadik; dan
(b) Vestibular Schwannoma yang
berhubungan dengan neurofibromatosis tipe 2 (NF2). Tumor sporadik merupakan
95% dari semua Vestibular Schwannoma, biasanya unilateral dan khas muncul
pada dekade lima sampai enam kehidupan. Neurofibromatosis adalah penyakit
yang jarang dengan prevalensi 1 di antara 30.000-50.000, pasien dengan NF2
merupakan 5% Vestibular Schwannoma2, kadang-kadang berkembang menjadi
tumor bilateral2,6 dan muncul pada umur muda.3
GEJALA KLINIS
Gejala khas Vestibular Schwannoma yang klasik adalah tuli sensorineural
asimetris progresif3,5 tinitus dan gangguan keseimbangan (disequilibrium), klinisi
harus waspada sebab lesi ini dapat muncul dengan berbagai macam gejala atau
simptom.2,3,7
Gejala klinis Vestibular Schwannoma tergantung pertumbuhan dan ukuran
tumor. Tumor intrakanalikular memberi gejala gangguan pendengaran, tinitus,
disfungsi vestibular (termasuk vertigo). Bila tumor tumbuh di CPA, gangguan
pendengaran memburuk dan muncul disequilibrium. Bila tumor menekan batang
otak, saraf kranial kelima akan terlibat (midface hypesthesia). Bila kompresi lebih
luas lagi, muncul hydrocephalus, menyebabkan sakit kepala dan gangguan
penglihatan.2,4
(B)
(A)
(C)
(D)
Gambar 3. Vestibular Schwannoma (A) Stadium Intrakanalikular, (B) Stadium Cisternal. Tumor
memiliki komponen CPA tanpa kompresi batang otak yang signifikan atau displacement saraf
trigeminus. (C) Stadium kompresi batang otak, tampak kompresi aspek lateral pons, indentasi
pedunkulus serebelum dan displacement saraf trigeminus. (D) Stadium hydrocephalus. 3
Gangguan pendengaran
Gangguan pendengaran merupakan gejala klasik Vestibular Schwannoma,
muncul pada 85% kasus, dan merupakan simptom awal pasien mencari
pengobatan. Gangguan pendengaran biasanya unilateral dan pada stadium awal
pada frekuensi tinggi. Lebih dari 26% pasien Vestibular Schwannoma mengalami
tuli
mendadak3,4
Tetapi,
sekitar
3-5%
pasien
Vestibular
Schwannoma
pendengarannya normal.2,7
Tinitus
Tinitus adalah simptom Vestibular Schwannoma kedua yang paling sering
didapati, yaitu pada 65%-70% pasien Vestibular Schwannoma. Tinitus khasnya
konstan, nada tinggi, dan terlokalisir pada telinga yang terkena.
1,2,4,7
Beberapa
pasien mengalami tinitus tanpa ganggguan pendengaran subjektif. Klinisi harus
waspada terhadap kemungkinan Vestibular Schwannoma bila pasien Vestibular
Schwannoma mengalami tinitus unilateral.4
Vertigo, Disequilibrium atau Dismetria
Vestibular Schwannoma dapat mengenai sistem vestibular perifer maupun
sentral, sehingga pasien mengeluh mengenai masalah mengenai keseimbangan.
Vertigo jarang pada Vestibular Schwannoma, hal ini disebabkan oleh destruksi
perlahan dari fungsi vestibular, yang menyebabkan adaptasi sentral.3,7
Pasien dengan tumor yang sudah menyebar ke labirin dapat memiliki
simptom yang identik dengan penyakit Meniere, yang disebabkan oleh gangguan
dinamika cairan telinga dalam.4
Disequilibrium adalah sensasi instabilitas yang kontinu, yang sering
disebabkan oleh gangguan vestibular perifer tidak terkompensasi atau kompresi
serebelum. Gejala ini agak umum pada Vestibular Schwannoma, sering progresif
dan berhubungan dengan tumor yang besar
(> 3cm) pada stadium kompresi
batang otak. Tumor yang besar dapat muncul dengan dismetria dan truncal ataxia
dari kompresi serebelum yang signifikan.3
Disfungsi Saraf Trigeminus
Hal ini ditandai oleh midface hypesthesia atau parathesia dan akhirnya
menyebar ke sebelahnya. Bila tumor membesar, akan muncul anestesia. Gejala
trigeminal khas muncul pada kompresi batang otak sewaktu saraf trigeminus
teregang dan tertekan di bagian superior. Refleks kornea hampir selalu menurun
atau tidak didapati dan tanda ini biasanya mendahului gangguan sensori
fasialis.2,3,4,7
Disfungsi Saraf Fasialis
Saraf fasialis resistan terhadap tekanan yang gradual dan peregangan oleh
Vestibular Schwannoma, sehingga disfungsi saraf ini agak jarang.3,4 Disfungsi
saraf fasialis terbagi atas hipofungsi (lemah atau paralisis) atau hiperfungsi
(kejang atau spasme).3 Kelemahan fasialis jarang terjadi pada Vestibular
Schwannoma dan klinisi harus waspada terhadap kemungkinan tumor lain di
CPA.4
Kompresi Batang Otak dan Serebellum
Ataksia dari tungkai atas dan bawah ipsilateral bermanifestasi sebagai
kekakuan oleh karena dismetria, dissinergia dan disdiadokokinesia, dan dengan
gangguan gaya berjalan, pasien cenderung miring dan sempoyongan ke arah
lesi.4,8 Tremor dapat terjadi dan harus dibedakan dengan penyakit Parkinson yang
berkurang selama gerakan volunter.8
Manifestasi optalmologik
Yang paling sering terjadi adalah nistagmus horizontal dari hipofungsi
vestibular dan penurunan refleks kornea dari disfungsi trigeminal. Nistagmus pada
bidang vertikal dapat terlihat oleh kompresi batang otak. Hydrocephalus jarang
terlihat saat ini, walaupun hal ini dapat menyebabkan papil edema dan visual loss
sekunder. Peningkatan tekanan intrakranial kronis juga dapat menyebabkan atrofi
optik yang ditandai kehilangan pandangan perifer dan kadang-kadang kebutaan.3,4
Lower Cranial Nerves
Disfungsi Lower Cranial Nerves (IX sampai XII) secara klinis ditandai
dengan serak, aspirasi, disfagia, dan kelemahan pundak dan lidah.3,4,7
PEMERIKSAAN
Audiometri
Audiometri nada murni konvensional dan audiometri tutur merupakan
pemeriksaan yang efektif untuk menentukan pasien mana yang harus menjalani
pemeriksaan lanjutan seperti ABR atau pencitraan. Audiometri khas asimetris,
frekuensi tinggi, down sloping hearing loss dengan word recognition score (WRS)
di bawah dari yang diharapkan.3,7
Audiometri dapat membantu menentukan kegunaan dan prognosis
konservasi pendengaran dengan pendekatan bedah mikro.3 Audiometri pada
pasien Vestibular Schwannoma menunjukkan SNHL (sensorineural hearing loss),
walaupun 5% pasien mempunyai pendengaran normal.2-4
Auditory Brainstem Responses (ABR)3
ABR pada pasien Vestibular Schwannoma bervariasi, yang paling sering
semua gelombang muncul, tetapi dari penelitian Selters dan Brackmann tahun
1977 didapatkan interaural latency difference (ILD) gelombang V ≥ 0,3 msec
pada telinga yang terlibat.
Sebelum kemajuan teknik
MRI, tes ABR digunakan sebagai kunci
diagnosis dan efisiensinya telah dipelajari secara luas. Pemeriksaan dengan ABR
kurang sensitif mendeteksi
sensitivitas
tumor yang kecil, Schmidt et al melaporkan
tes ABR hanya 58%
untuk mendeteksi lesi
≤ 1cm. Karena
keterbatasannya dan biaya yang tidak begitu berbeda antara ABR dan MRI, maka
pemeriksaan ABR sebagai bagian dari diagnosis Vestibular Schwannoma
berkurang secara signifikan.3,7,9
Tes ABR diperlukan untuk memberikan informasi prognostik untuk
pelestarian pendengaran setelah tindakan bedah mikro.3
Pemeriksaan Vestibular
Pemeriksaan ENG pada pasien Vestibular Schwannoma adalah untuk
menentukan
prognosis
dalam
memprediksi
vertigo
posca
operasi
dan
kemungkinan konservasi pendengaran. Tes ENG (elektronystagmography)
abnormal pada 70% sampai 90% pasien Vestibular Schwannoma dan respon
ipsilateral menurun dengan nistagmus horizontal.3,4
Pencitraan
Computed Tomography (CT)
CT scanning dapat menunjukkan erosi tulang pada kanalis auditori
internus.2,4
Pasien yang tidak dapat diperiksa dengan MRI (claustrophobia,
pacemaker jantung) dapat di scan dengan CT.2,7
Dengan penambahan Iodine intravena, terjadi enhancement Vestibular
Schwannoma 90%, sehingga lebih meningkatkan keakuratan diagnostik dengan
CT.4,7 Vestibular Schwannoma terlihat sebagai massa oval yang berada di tengah
kanalis auditori internus dengan nonhomogeneous enhancement.7
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI adalah gold standard dalam diagnosis Vestibular Schwannoma
4,7,10
Karakteristik MRI adalah massa globular yang hipointens di tengah kanalis
auditori internus. Penambahan gadolinium diethylenetriamine pentaacetic acid
meningkatkan akurasi diagnostik scanning MRI. Gadolinium lebih baik
penyerapannya oleh Vestibular Schwannoma, sehingga dapat memvisualisasikan
tumor yang sangat kecil.4, 7
Dengan MRI jarang terjadi false negatif, kecuali bila dipakai irisan tebal
(> 10 mm). False positif juga jarang, dan paling sering berhubungan dengan
neuritis viral saraf ke tujuh atau ke delapan.4
DIAGNOSIS BANDING
Meningioma,7,8
Biasanya berasal dari basis permukaan posterior tulang temporal atau dari
petrous ridge tetapi biasanya bukan di tengah kanalis auditori internus. Pada
pemeriksaan radiologi dapat terjadi hiperostosis atau erosi tulang temporal tetapi
ekspansi ke meatus auditori internus tidak sering terjadi.
Kolesteatoma Primer7
Kolesteatoma primer muncul pada dari sisa epitel kongenital pada tulang
temporal atau fossa kranial posterior. Pada pemeriksaan radiologi sering terdapat
destruksi tulang temporal.Pada CT khas tidak ada enhancement dengan kontras
karena lesinya avaskular.
Kista arachnoid,7 ,8
Kista arachnoid pada fossa posterior dapat muncul pada CPA, berdinding
tipis dan berkembang di antara lapisan arachnoid.
Schwannoma saraf fasialis
Penyakit ini biasanya ditandai dengan gejala dan tanda saraf fasialis.
8
Space occupying lession pada CPA yaitu lipoma, choroid plexus papilloma,
hemangioma, hemangioperisitoma7,8 Tumor basis kranii yang meluas ke CPA yaitu
tumor glomus jugulare, karsinoma telinga luar dan tengah, post nasal space.8
Sindroma CPA yang disebabkan vaskular yaitu basilar artery ectasia, aneurisma
dan kompresi nervus VIII oleh lengkungan arteri serebelar anterior inferior.8
Penyakit Meniere8
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan neuroma akustik tergantung pada beberapa faktor: ukuran
tumor, gejala, umur pasien dan harapan hidup. Tujuan utamanya adalah kontrol
tumor, yaitu untuk mencegah pertumbuhan tumor. Pengobatan sekunder bertujuan
untuk mengurangi gejala dan meminimalkan komplikasi.
Secara tradisional
outcome yang diinginkan adalah menyelamatkan fungsi pendengaran dan saraf
fasialis.
Vestibular Schwannoma adalah tumor yang tumbuh lambat; sehingga
manajemen konservatif dengan MRI secara periodik dapat diterima. Pada
penelitian meta analisis, didapatkan mean pertumbuhan tumor 1,9 mm per tahun.
Sayangnya kebiasaan tumor secara individual sulit diprediksi. Beberapa mungkin
menyusut secara spontan, sedangkan yang lain mungkin tumbuh 10 kali lipat.
Indikator untuk
saat ini adalah pertumbuhan tumor sebelumnya,
pertumbuhan ekstrakanalikular dan usia yang lebih muda. Dari dua penelitian
didapatkan perbedaan yang signifikan antara tingkat pertumbuhan pada tumor
yang kecil dan intrakanalikular, dibandingkan dengan tumor yang lebih besar di
CPA. Tumor yang lebih besar lebih mungkin untuk tumbuh dan juga tumbuh lebih
cepat. Kesukaran untuk memprediksi pertumbuhan Vestibular Schwannoma
merupakan hal yang harus dipertimbangkan terhadap pasien dengan manajemen
observasi.1
Ada tiga pilihan penatalaksanaan pasien Vestibular Schwannoma:
1. Observasi dengan pencitraan serial
2. Bedah mikro
3. Stereotactic radiosurgery dan radioterapi 1, 3, 4, 7
Observasi
Pertumbuhan Vestibular Schwannoma sangat bervariasi, beberapa pasien
diobservasi sampai lebih dari 10 tahun tanpa perubahan gejala. Weit at al
mempromosikan “wait and scan” untuk tumor kecil pada orang tua. Rerata
pertumbuhan bervariasi 1 atau 2 mm per tahun.4,10
Karena tingkat pertumbuhan tumor tidak dapat ditentukan pada
pemeriksaan pencitraan pertama, maka diulang pada 6 bulan dan setahun jika
tidak terlihat adanya pertumbuhan yang berarti. 3,4,6
Pasien Vestibular Schwannoma akhirnya akan jatuh pada dua pilihan
tergantung pada tingkat pertumbuhan tumor. Pasien dengan tingkat pertumbuhan
>0,2 cm/tahun atau dengan gejala klinis progresif memerlukan terapi tambahan
dengan Stereotactic radiosurgery atau bedah mikro. Pasien dengan pertumbuhan
tumor yang lambat selama 3 tahun sering tidak memerlukan penanganan dan
dapat diikuti lebih lama dengan pencitraan serial.3
Penanganan Bedah Mikro
Ada 3 pendekatan bedah mikro:
1. Translabirintin (TL)
2. Retrosigmoid (RS)
3. Middle fossa (MF)3,4,7
Pendekatan bedah yang sesuai untuk pasien tergantung status pendengaran,
ukuran tumor, luas kanalis auditori internus yang terlibat, dan pengalaman ahli
bedah.7
Pendekatan Translabirintin
Pendekatan utama untuk mengangkat
Vestibular Schwannoma adalah
pendekatan translabirintin. Batas-batas dari pendekatan ini adalah saraf fasialis
mastoid, akuaduktus koklearis di bagian anterior, middle fossa dura di bagian
superior, posterior fossa dura di bagian posterior dan foramen jugularis di bagian
inferior. Tindakan complete canal mastoidectomy dibuat dengan mengidentifikasi
inkus,
tegmen,
sinus
sigmoid
dan
saraf
fasialis.
Tindakan
complete
labyrinthectomy kemudian dilakukan dengan medial skeletonization dari dura
middle fossa dan posterior dan dekompresi sinus sigmoid ke foramen jugularis.
Setelah bony skeletonization dari kanalis auditori internus, dura dari kanalis
auditori internus dibuka dan saraf fasialis diidentifikasi medial dari transverse
crest (Bill`s bar). Bila saraf fasialis sudah diidentifikasi pada fundus atau aspek
lateral dari kanalis auditori internus, pengangkatan tumor mulai dari arah lateral
ke medial sepanjang kanalis auditori internus.7
Pendekatan Middle fossa
Pendekatan middle fossa unik dibandingkan dengan kraniotomi fossa
posterior karena seluruh kanalis auditori internus dapat diakses tanpa mengganggu
telinga dalam. Dengan cara ini tumor intrakanalikular dapat diangkat sementara
pendengaran juga dapat diselamatkan. Pendekatan ini terbatas pada pasien dengan
ukuran tumor kurang dari 1,5- 2 cm, termasuk bagian intrakanalikular.3,7
Kekurangan pendekatan ini adalah retraksi lobus temporalis, atau
kemungkinan letak saraf fasialis terhadap tumor yang kurang baik. Retraksi lobus
temporalis dapat menyebabkan gangguan bicara dan memori sementara dan
halusinasi auditori. Manipulasi saraf fasialis yang berlebihan menimbulkan resiko
parese saraf fasialis. 7
Pendekatan Retrosigmoid-Suboksipital
Pendekatan ini berguna pada pasien dengan pendengaran yang baik pra
operasi. Dua pertiga bagian kanalis auditori internus dapat diakses tanpa
dalam
sehingga
pendengaran
telinga
Keuntungan
utama dari pendekatan ini hampir mirip dengan pendekatan
translabirintin dengan kemampuan menjaga fungsi
dapat
diselamatkan.7
mengganggu
pendengaran 4,7 dan dapat
mengangkat semua ukuran tumor. Melalui pendekatan ini didapatkan visualisasi
yang baik dari batang otak dan lower cranial nerve. 4
Kerugian pendekatan adalah sakit kepala persisten pasca operasi, kesulitan
untuk mengatasi kebocoran CSF,
perlu retraksi serebelar dan tidak
memungkinkan akses langsung terhadap saraf fasialis.4,7
Stereotactic radiosurgery dan radioterapi
Tujuan Stereotactic radiosurgery adalah untuk mencegah perkembangan
tumor lebih lanjut sementara fungsi pendengaran dan saraf fasialis dapat
diselamatkan. Mekanisme Stereotactic radiosurgery bergantung pada radiasi yang
sampai ke target intrakranial spesifik dengan memakai ionizing radiation yang
tepat. Ionizing radiation menyebabkan nekrosis dan fibrosis vaskular dan
diperlukan waktu selama 1-2 tahun.7
Karena tumor ini tumbuh lambat, intervensinya dapat ditunggu sampai
pertumbuhan tumor dapat diperlihatkan dengan serial pencitraan. Secara umum,
radioterapi direkomendasikan untuk tumor yang lebih kecil dan individu yang
lebih tua, sedangkan individu yang lebih muda direkomendasikan untuk bedah
mikro tanpa memperhatikan ukuran tumor. Bedah mikro direkomendasikan untuk
pasien dengan tumor yang lebih besar (> 3 cm) karena radioterapi menyebabkan
resiko edema dan gejala kompresi batang otak sekunder. Tumor yang diterapi
dengan radioterapi memerlukan monitoring dengan MRI.
Stereotactic radiosurgery atau radioterapi umumnya digunakan untuk
Vestibular Schwannoma yang rekuren setelah bedah mikro.
Rerata angka
rekurensi setelah pengangkatan total hanya 3%, tetapi meningkat menjadi 30%
setelah reseksi subtotal. Dari semua kasus pengangkatan parsial, tumor harus
dimonitor secara hati-hati terhadap adanya rekurensi dengan pencitraan serial.4
KOMPLIKASI
Pertumbuhan tumor yang lambat menyebabkan tanda dan gejala yang
progresif bila terjadi displacement, distorsi dan kompresi terhadap struktur kanalis
auditori internus kemudian CPA. Tumor juga dapat menyebabkan ekspansi yang
cepat oleh degenerasi kistik atau pendarahan ke dalam tumor.7,12 Ekspansi yang
cepat menyebabkan gangguan neurologik.
Pertumbuhan intrakanalikular mengenai saraf vestibulokoklearis di dalam
kanalis auditori internus dan menyebabkan tuli unilateral, tinitus, vertigo atau
disequilibrium.
Tumor yang mencapai ukuran 3 cm dapat merusak batas-batas CPA dan
menyebabkan gejala dan tanda yang baru. Kompresi saraf ke lima menyebabkan
rasa kebal atau nyeri di kornea dan midface. Distorsi lebih lanjut terhadap saraf ke
delapan dan ke tujuh menyebabkan gangguan pendengaran dan disequilibrium
yang lebih buruk, juga kelemahan fasialis atau spasme. Penyempitan ventrikel ke
empat menyebabkan distorsi batang otak. Pertumbuhan lebih lanjut menyebabkan
spektrum klinis sindroma CPA. Pasien mengalami gejala serebelar oleh karena
kompresi flokulus dan pedunkulus serebelum. Bila ventrikel ke empat tertutup,
maka terjadi hydrocephalus
obstruktif. Tekanan intrakranial yang meningkat
menyebabkan perubahan okular, sakit kepala, perubahan status mental, nausea dan
muntah. Bila Vestibular Schwannoma terus tumbuh tanpa adanya intervensi dapat
menyebabkan kematian oleh karena gangguan pernafasan. 7
Komplikasi intraoperasi
Komplikasi intraoperasi pada ketiga pendekatan bedah meliputi kerusakan
vaskular, emboli udara, parenchymal brain injury dan kerusakan saraf kranial.7
Komplikasi pasca operasi
Komplikasi pasca operasi meliputi pendarahan, stroke, tromboembolisme
vena, syndrome of innapropriate antidiuretic hormone (SIADH), kebocoran CSF
dan meningitis.7
PROGNOSIS OPERASI DAN REHABILITASI
Gangguan pendengaran, imbalans dan kelumpuhan saraf fasialis
merupakan masalah pasien Vestibular Schwannoma. Faktor yang penting untuk
pelestarian pendengaran adalah ukuran tumor dan ambang
operasi. Pelestarian pendengaran antara
pendengaran pra
20% sampai 70%. Hampir
setengah dari pasien akan mengalami vertigo atau imbalans pasca operasi, tetapi
gejala ini hanya memiliki dampak minimal pada aktivitas sehari-hari.
Kecepatan kompensasi vestibular
ditentukan oleh usaha pasien untuk
latihan, bila disequilibrium berlanjut maka dilakukan terapi rehabilitasi vestibular.
Fungsi saraf fasialis juga bisa diprediksi dengan ukuran tumor. Pada tumor
yang lebih kecil, lebih dari 90% pasien mengalami House Brackmann Grade I
atau II. Rehabilitasi terhadap saraf fasialis tergantung dari prinsip umum yaitu
kerusakan saraf, pemulihan dan rehabilitasi. Jika saraf fasialis ditranseksi
intraoperasi, saraf tersebut harus di repair lebih dulu.Fungsi saraf fasialis pasca
operasi dapat diprediksi dengan menstimulasi saraf intraoperasi.
7
DAFTAR PUSTAKA
1. Arthurs B J et al. Gamma Knife radiosurgery for Vestibular Schwannoma:
case report and review of the literature. World Journal of Surgical Oncology
2009, 7:100
2. British Association of Otorhinolaryngologists Head and Neck Surgeon.
Clinical Effectiveness Guidelines Acoustic Neuroma (Vestibular
Schwannoma). Spring 2002, 1-21
3. Agrawal SK MD, Blevins N H MD, Jackler R K MD. Vestibular Schwannoma
and Other Skull Base Neoplasms In: Otorhinolaryngology 17 Head and Neck
Surgery Centennial Edition. Bc Decker Inc.2009: 418-426
4. Derald E. Brackmann DE, Crawford JV, Green JD. Cerebellopontine Angle
Tumors in- Bailey BJ (Ed) Head and Neck Surgery-Otolaryngology.4th Ed.
Volume 2. Philadelphia. JB. Lippincott Company. 2006: 2208-2230
5. Gimsing S. Vestibular Schwannoma: when to look for it? The Journal of
Laryngology & Otology (2010), 124, 258–264
6.
Suryanarayanan R et al.Vestibular Schwannoma: role of conservative
management. The Journal of Laryngology & Otology (2010), 124, 251–257.
7. Johnson J MD, Lalwani Anil K A MD. Vestibular Schwannoma (Acoustic
Neuroma) In : Lalwani AK, ed. Current Diagnosis & Treatment in
Otolaryngology - Head & Neck Surgery. USA : The McGraw-Hill
Companies,Inc. 2008:765-774
8. Ramsden R T. Vestibular Schwannoma In: Scot-Brown`s Otolaryngology.
Volume3. Sixth Ed. Butterworth-Heinemann International Editions; 3/21/13/21/38
9. Matthew L Bush; Raleigh O Jones; Jennifer B Shin. Auditory brainstem
response threshold differences in patients with Vestibular Schwannoma: a new
diagnostic index. Ear, Nose & Throat Journal; Aug 2008; 87,
10. Stangerup SE , Thomasen P C, Tos M, Thomsen J. Change in hearing
during ‘wait and scan’ management of patients with Vestibular
Schwannoma. The Journal of Laryngology & Otology (2008), 122, 673–
681.
11. Shelfer J, Zapala D, Lundy L. Fall Risk, Vestibular Schwannoma
and Anticoagulation Therapy: J Am Acad Audiol 19:237–245 (2008)
12. Mandl ES, Vandertop WP, Meijer OWM, Peerdeman SM. Imagingdocumented
repeated intratumoral hemorrhage in Vestibular
Schwannoma: a case report. Acta Neurochir (2009) 151: 1325-1327
Download