BAB I PENDAHULUAN Tumor telinga dalam yang paling sering menyebabkan ketulian adalah suatu neuroma akustik. Neuroma akustik adalah tumor sel jinak Schwann yang membungkus saraf kedelapan. Schwannoma ini paling sering terjadi pada bagian keseimbangan dari saraf kedelapan. Penyebab lain ketulian akibat tumor dalam saluran telinga dalam adalah neuroma saraf ketujuh, meningioma, hemangioma pembuluh darah aberans. Tumor pada penderita yang lebih muda atau adanya riwayat keluarga dengan neuroma akustik dapat merupakan suatu manifestasi awal dari sindrom von Recklinghausen. Penyakit von Recklinghausen menyebabkan semua kasus neuroma akustik bilateral. Perjalanan penyakit yang lazim pada neuroma akustik adalah pasien mengalami ketulian sensorineural unilateral. Mula-mula ringan, namun dengan perkembangannya, tumor akan perlahan-lahan menghancurkan saraf-saraf saluran telinga dalam. Jarang sekali, pasien mengeluhkan gejala-gejala vestibular. Gangguan pendengaran umumya berkembang lambat. Meskipun demikian, neuroma akustik dapat pula menyebabkan ketulian mendadak atau suatu sindrom mirip-Meniere. Suatu ketulian unilateral atau asimetris adalah suatu neuroma akustik hingga dapat dibuktikan ketidakbenarannya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA ANATOMI TELINGA Telinga mempunyai reseptor khusus untuk mengenali getaran bunyi dan untuk keseimbangan. Ada tiga bagian utama dari telinga manusia, yaitu bagian telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam.1 Gambar 1. Anatomi telinga.(Ismail,2008) a. Telinga Luar Telinga luar dibentuk oleh aurikula dan meatus akustikus eksternus. Aurikula dibentuk oleh kartilago yang bersatu dengan pars kartilagineus meatus akustikus eksternus. Fungsi aurikula mengarahkan getaran masuk ke dalam meatus akustikus eksternus. Sedangkan meatus akustikus eksternus merupakan suatu saluran, terbuka di bagian luar dan di bagian inferior dibatasi oleh membran timpani, ukuran panjang 2,5 cm, terdiri dari pars kartilagineus (⅓ bagian lateral) dan pars osseus di bagian medial (⅔ bagian medial). Batas antara pars kartilagineus dan pars osseus menyempit, dinamakan isthmus. konkaf ke anterior. Pars kartilagineus berbentuk Di dalam lapisan submukosa terdapat glandula seruminosa yang memproduksi serumen.1 b. Telinga Tengah Telinga tengah terdiri dari membran timpani, tuba Eustachius, ossikula auditiva, antrum dan cellulae mastoidea. Memiliki empat dinding, atap, dan dasar. Oleh karena itu bisa disederhanakan dalam diagram sebagai kotak terbuka, dengan: - batas luar batas depan batas bawah : membran timpani : tuba eustachius : vena jugularis (bulbus jugularis) - batas belakang : aditus ad antrum, kanalis - fasialis pars vertikalis batas atas - (meningen/otak) batas dalam berturut-turut dari atas ke bawah : tegmen timpani kanalis semi sirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round window) dan promontorium.2 Membran timpani terletak pada akhiran kanalis aurius eksternus dan menandai batas lateral telinga, Membran ini sekitar 1 cm dan selaput tipis normalnya berwarna kelabu mutiara dan translusen.2 Tuba auditorius atau tuba Eustachius mempunyai ukuran panjang kirakira 36 mm, letak melengkung membentuk sudut 45 derajat dengan bidang sagital dan sudut 30-40 derajat dengan bidang horizontal. Tuba ini terdiri dari pars ossea dan pars kartilaginis. Pars osseus merupakan ⅓ bagian dengan panjang 13 mm, berada di bagian lateral (pars lateralis) dan terletak di dalam pars petrosa tulang temporalis. Pars kartilagineus merupakan ⅔ bagian dengan panjang 24 mm, terletak di bagian medial (pars medialis), bermuara ke dalam nasofaring, membentuk torus tubarius di sebelah dorsal orificium pharingium tuba auditiva. Tuba eustachii yang lebarnya sekitar 1 mm, panjangnya sekitar 35 mm, menghubungkan telinga ke nasofaring. Normalnya, tuba eustachii tertutup, namun dapat terbuka akibat kontraksi otot palatum ketika melakukan manuver Valsalva atau menguap atau menelan. Tuba berfungsi sebagai drainase untuk sekresi dan menyeimbangkan tekanan dalam telinga tengah dengan tekanan atmosfer.3,5 Gambar 2.Membran timpani Telinga tengah merupakan rongga berisi udara merupakan rumah bagi ossikula (tulang telinga tengah) dihubungkan dengan tuba eustachii ke nasofaring berhubungan dengan beberapa sel berisi udara di bagian mastoid tulang temporal. Bagian ini merupakan rongga yang berisi udara untuk menjaga tekanan udara agar seimbang.2 Gambar 3. Cavum Tympani. Selain itu terdapat pula tiga tulang pendengaran yang tersusun seperti rantai yang menghubungkan gendang telinga dengan jendela oval. Ketiga tulang tersebut adalah tulang martil (maleus) menempel pada gendang telinga dan tulang landasan (inkus). Kedua tulang ini terikat erat oleh ligamentum sehingga mereka bergerak sebagai satu tulang. Tulang yang ketiga adalah tulang sanggurdi (stapes) yang berhubungan dengan jendela oval. Antara tulang landasan dan tulang sanggurdi terdapat sendi yang memungkinkan gerakan bebas. Ossikula dipertahankan pada tempatnya oleh sendian, otot, dan ligamen, yang membantu hantaran suara.4 Ada 2 otot kecil yang berhubungan dengan ketiga tulang pendengaran. Otot tensor timpani terletak dalam saluran di atas tuba auditiva, tendonya berjalan mula-mula ke arah posterior kemudian mengait sekeliling sebuah tonjol tulang kecil untuk melintasi rongga timpani dari dinding medial ke lateral untuk berinsersi ke dalam gagang maleus. Tangkai maleus terus menerus tertarik ke dalam oleh ligamentum dan oleh M. tensor timpani, yang mempertahankan membran timpani berada dalam tegangan. Hal ini memungkinkan getaran suara pada bagian membran timpani manapun dihantarkan ke maleus yang tidak akan terjadi bila membran lemas. Tendo otot stapedius berjalan dari tonjolan tulang berbentuk piramid dalam dinding posterior dan berjalan anterior untuk berinsersi ke dalam leher stapes, dan menstabilkan hubungan antara stapedius dengan jendela oval.3,4,6 Ketika bunyi yang bising ditransmisikan melalui sistem ossikular dan dari sana ke dalam sistem saraf pusat, suatu refleks terjadi setelah periode laten selama hanya 40 sampai 80 millidetik untuk menyebabkan kontraksi dari otot stapedius dan, berkurangnya luas otot tensor timpani. Otot tensor timpani menarik tangkai malleus ke dalam sementara otot stapedius menarik stapes ke luar. Kedua gaya ini saling berlawanan satu sama lain dan dengan demikian menyebabkan seluruh sistem ossikuler mengembangkan rigiditas yang meningkat, demikian besar mengurangi konduksi ossikuler dari bunyi frekuensi rendah, utamanya frekuensi di bawah 1000 cycle per detik7. Respon ini disebut refleks akustik, yang membantu melindungi telinga dalam yang rapuh dari kerusakan karena suara. Kedua otot ini mengurangi proses mekanik telinga tengah. Pengertiannya adalah sebagai berikut, jika telinga kita menerima suara sangat keras (intensitas > 80 dB) maka kemungkinan gerakan mekanik osicular chain akan sangat progresif yang dapat merusak struktur oval window telinga dalam. Sehingga saat intensitas suara mencapai nilai di atas, otot stapedius secara refleks akan berkontraksi untuk membatasi gerakan stapes. Meskipun fungsi utama refleks akustik ini adalah proteksi, ia juga meningkatkan mekanisme kontrol yang mempertahankan input suara ke telinga dalam (koklea) lebih konstan, dan memperluas rentang dinamik sistem telinga tengah, sebagai contoh: otot stapedius tercatat juga berkontraksi saat seseorang mengunyah dan bersuara (vokalisasi), sehingga dapat mereduksi bising yang timbul akibat gerakan-gerakan yang berasal dari dalam tubuh sendiri.Otot-otot ini berfungsi protektif dengan cara meredam getaran-getaran berfrekuensi tinggi.8 Ada dua jendela kecil (jendela oval dan dinding medial telinga tengah, yang memisahkan telinga tengah dengan telinga dalam. Bagian dataran kaki menjejak pada jendela oval, di mana suara dihantar telinga tengah. Jendela bulat memberikan jalan ke getaran suara. Jendela bulat ditutupi oleh membrana sangat tipis, dan dataran kaki stapes ditahan oleh yang agak tipis, atau struktur berbentuk cincin. Anulus jendela bulat maupun jendela oval mudah mengalami robekan. Bila ini terjadi, cairan dari dalam dapat mengalami kebocoran ke telinga tengah, kondisi ini dinamakan fistula perilimfe.8 Gambar 4.Ossikula Auditiva(Netter,2010) c. Telinga Dalam Telinga dalam mengandung labyrinthus dan terdiri dari tiga buah kanalis semisirkularis di posterior, vestibulum di tengah dan koklea di anterior. Pada telinga tengah terdapat meatus akustikus internus dan porus akustikus internus. Labyrinthus memiliki bagian vestibuler (pars superior) yang berhubungan dengan keseimbangan dan bagian koklear (pars inferior) yang merupakan organ pendengaran. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli di bagian atas, skala timpani di bagian bawah, dan skala media di antaranya. Pada skala media terdapat bagian berbentuk lidah yang disebut membran tektoria. Bagian atas adalah skala vestibuli yang berisi perilimfe dan dipisahkan dari duktus koklearis oleh membran Reissner yang tipis. Bagian bawah adalah skala timpani yang juga mengandung perilimfe dan dipisahkan dari duktus koklearis oleh lamina spiralis osseus dan membran basillaris.8 FISIOLOGI PENDENGARAN Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Fisiologi fungsional jendela oval dan bulat memegang peran yang penting. Jendela oval dibatasi oleh anulare fieksibel dari stapes dan membran yang sangat lentur, memungkinkan gerakan penting, dan berlawanan selama stimulasi bunyi, getaran stapes menerima impuls dari membran timpani bulat yang membuka pada sisi berlawanan duktus koklearis dilindungi dari gelombang bunyi oleh membran timpani yang utuh, jadi memungkinkan gerakan cairan telinga dalam oleh stimulasi gelombang suara. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut sebagai transduser mekanis, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.3,5 Gambar 5. Fisiologi Pendengaran(McWilliams,2010) Berbeda dengan sistem hantaran telinga luar yang berupa pipa penyalur bunyi ke membran tympani, sistem hantaran telinga tengah di samping merambatkan, juga memperkuat daya dorong getaran bunyi 5. Perkuatan daya dorong getaran bunyi oleh sistem hantaran atau sistem konduksi dihasilkan oleh 2 mekanisme, yaitu: 1. Rasio antara membran timpani dibanding luas fenestra ovalis sebesar 17:1, yang memberikan perkuatan sebesar 17 kali dari bunyi aslinya di udara. 2. Efek pengungkit dari maleus dan inkus yang menyumbangkan momentum perkuatan daya sebesar 1,3 kali.1 Pada membran timpani utuh yang normal, suara merangsang jendela oval dulu, dan terjadi jeda sebelum efek terminal stimulasi mencapai jendela bulat. Namun waktu jeda akan berubah bila ada perforasi pada membran timpani yang cukup besar yang memungkinkan gelombang bunyi merangsang kedua jendela oval dan bulat bersamaan. Ini mengakibatkan hilangnya jeda dan menghambat gerakan maksimal motilitas cairan telinga dalam dan rangsangan terhadap sel-sel rambut pada organ Corti. Akibatnya terjadi penurunan kemampuan pendengaran.2 Pendengaran dapat terjadi dalam dua cara. Bunyi yang dihantarkan melalui telinga luar dan tengah yang terisi udara berjalan melalui konduksi udara. Suara yang dihantarkan melalui tulang secara langsung ke telinga dalam dengan cara konduksi tulang. Normalnya, konduksi udara merupakan jalur yang lebih efisien; namun adanya defek pada membrana timpani atau terputusnya rantai osikulus akan memutuskan konduksi udara normal dan mengakibatkan hilangnya rasio tekanan-suara dan kehilangan pendengaran konduktif.1 DEFINISI Vestibular Schwannoma atau neuroma akustik, adalah tumor jinak dari sel Schwann pembentuk mielin dari saraf vestibulokoklearis yang umumnya muncul dari cerebellopontine angle.1,2 EPIDEMIOLOGI Neuroma Akustik merupakan 6% dari seluruh tumor intrakranial dan lebih dari 90% dari semua lesi di cerebellopontine angle. Insidens pasti dari Neuroma Akustik sulit ditentukan secara akurat. 4 Insidens Neuroma Akustik yang dilaporkan 1 per 100.000 orang per tahun dan khas terjadi pada dekade 5 atau 6 kehidupan dan tidak dijumpai predileksi ras atau jenis kelamin yang bermakna.1,5 Dari pemeriksaan serial autopsi tahun 1936 diperkirakan prevalensinya sekitar 2,5% dari seluruh populasi.3 Penelitian selanjutnya membuktikan estimasi tersebut terlalu tinggi, dimana didapati insiden aktualnya adalah 0,8%.3,4 Pada era MRI kurang dari 2% pasien Vestibular Schwannoma asimptomatik dan pada studi retrospektif dari 46.414 pasien hanya sembilan pasien yang ditemukan secara insidental. Prevalensi tumor yang tersembunyi adalah kira-kira 2 dari 10.000 orang dewasa. Bila dilihat dari populasi yang terkena, ada dua macam Vestibular Schwannoma yaitu: (a) sporadik; dan (b) Vestibular Schwannoma yang berhubungan dengan neurofibromatosis tipe 2 (NF2). Tumor sporadik merupakan 95% dari semua Vestibular Schwannoma, biasanya unilateral dan khas muncul pada dekade lima sampai enam kehidupan. Neurofibromatosis adalah penyakit yang jarang dengan prevalensi 1 di antara 30.000-50.000, pasien dengan NF2 merupakan 5% Vestibular Schwannoma2, kadang-kadang berkembang menjadi tumor bilateral2,6 dan muncul pada umur muda.3 GEJALA KLINIS Gejala khas Vestibular Schwannoma yang klasik adalah tuli sensorineural asimetris progresif3,5 tinitus dan gangguan keseimbangan (disequilibrium), klinisi harus waspada sebab lesi ini dapat muncul dengan berbagai macam gejala atau simptom.2,3,7 Gejala klinis Vestibular Schwannoma tergantung pertumbuhan dan ukuran tumor. Tumor intrakanalikular memberi gejala gangguan pendengaran, tinitus, disfungsi vestibular (termasuk vertigo). Bila tumor tumbuh di CPA, gangguan pendengaran memburuk dan muncul disequilibrium. Bila tumor menekan batang otak, saraf kranial kelima akan terlibat (midface hypesthesia). Bila kompresi lebih luas lagi, muncul hydrocephalus, menyebabkan sakit kepala dan gangguan penglihatan.2,4 (B) (A) (C) (D) Gambar 3. Vestibular Schwannoma (A) Stadium Intrakanalikular, (B) Stadium Cisternal. Tumor memiliki komponen CPA tanpa kompresi batang otak yang signifikan atau displacement saraf trigeminus. (C) Stadium kompresi batang otak, tampak kompresi aspek lateral pons, indentasi pedunkulus serebelum dan displacement saraf trigeminus. (D) Stadium hydrocephalus. 3 Gangguan pendengaran Gangguan pendengaran merupakan gejala klasik Vestibular Schwannoma, muncul pada 85% kasus, dan merupakan simptom awal pasien mencari pengobatan. Gangguan pendengaran biasanya unilateral dan pada stadium awal pada frekuensi tinggi. Lebih dari 26% pasien Vestibular Schwannoma mengalami tuli mendadak3,4 Tetapi, sekitar 3-5% pasien Vestibular Schwannoma pendengarannya normal.2,7 Tinitus Tinitus adalah simptom Vestibular Schwannoma kedua yang paling sering didapati, yaitu pada 65%-70% pasien Vestibular Schwannoma. Tinitus khasnya konstan, nada tinggi, dan terlokalisir pada telinga yang terkena. 1,2,4,7 Beberapa pasien mengalami tinitus tanpa ganggguan pendengaran subjektif. Klinisi harus waspada terhadap kemungkinan Vestibular Schwannoma bila pasien Vestibular Schwannoma mengalami tinitus unilateral.4 Vertigo, Disequilibrium atau Dismetria Vestibular Schwannoma dapat mengenai sistem vestibular perifer maupun sentral, sehingga pasien mengeluh mengenai masalah mengenai keseimbangan. Vertigo jarang pada Vestibular Schwannoma, hal ini disebabkan oleh destruksi perlahan dari fungsi vestibular, yang menyebabkan adaptasi sentral.3,7 Pasien dengan tumor yang sudah menyebar ke labirin dapat memiliki simptom yang identik dengan penyakit Meniere, yang disebabkan oleh gangguan dinamika cairan telinga dalam.4 Disequilibrium adalah sensasi instabilitas yang kontinu, yang sering disebabkan oleh gangguan vestibular perifer tidak terkompensasi atau kompresi serebelum. Gejala ini agak umum pada Vestibular Schwannoma, sering progresif dan berhubungan dengan tumor yang besar (> 3cm) pada stadium kompresi batang otak. Tumor yang besar dapat muncul dengan dismetria dan truncal ataxia dari kompresi serebelum yang signifikan.3 Disfungsi Saraf Trigeminus Hal ini ditandai oleh midface hypesthesia atau parathesia dan akhirnya menyebar ke sebelahnya. Bila tumor membesar, akan muncul anestesia. Gejala trigeminal khas muncul pada kompresi batang otak sewaktu saraf trigeminus teregang dan tertekan di bagian superior. Refleks kornea hampir selalu menurun atau tidak didapati dan tanda ini biasanya mendahului gangguan sensori fasialis.2,3,4,7 Disfungsi Saraf Fasialis Saraf fasialis resistan terhadap tekanan yang gradual dan peregangan oleh Vestibular Schwannoma, sehingga disfungsi saraf ini agak jarang.3,4 Disfungsi saraf fasialis terbagi atas hipofungsi (lemah atau paralisis) atau hiperfungsi (kejang atau spasme).3 Kelemahan fasialis jarang terjadi pada Vestibular Schwannoma dan klinisi harus waspada terhadap kemungkinan tumor lain di CPA.4 Kompresi Batang Otak dan Serebellum Ataksia dari tungkai atas dan bawah ipsilateral bermanifestasi sebagai kekakuan oleh karena dismetria, dissinergia dan disdiadokokinesia, dan dengan gangguan gaya berjalan, pasien cenderung miring dan sempoyongan ke arah lesi.4,8 Tremor dapat terjadi dan harus dibedakan dengan penyakit Parkinson yang berkurang selama gerakan volunter.8 Manifestasi optalmologik Yang paling sering terjadi adalah nistagmus horizontal dari hipofungsi vestibular dan penurunan refleks kornea dari disfungsi trigeminal. Nistagmus pada bidang vertikal dapat terlihat oleh kompresi batang otak. Hydrocephalus jarang terlihat saat ini, walaupun hal ini dapat menyebabkan papil edema dan visual loss sekunder. Peningkatan tekanan intrakranial kronis juga dapat menyebabkan atrofi optik yang ditandai kehilangan pandangan perifer dan kadang-kadang kebutaan.3,4 Lower Cranial Nerves Disfungsi Lower Cranial Nerves (IX sampai XII) secara klinis ditandai dengan serak, aspirasi, disfagia, dan kelemahan pundak dan lidah.3,4,7 PEMERIKSAAN Audiometri Audiometri nada murni konvensional dan audiometri tutur merupakan pemeriksaan yang efektif untuk menentukan pasien mana yang harus menjalani pemeriksaan lanjutan seperti ABR atau pencitraan. Audiometri khas asimetris, frekuensi tinggi, down sloping hearing loss dengan word recognition score (WRS) di bawah dari yang diharapkan.3,7 Audiometri dapat membantu menentukan kegunaan dan prognosis konservasi pendengaran dengan pendekatan bedah mikro.3 Audiometri pada pasien Vestibular Schwannoma menunjukkan SNHL (sensorineural hearing loss), walaupun 5% pasien mempunyai pendengaran normal.2-4 Auditory Brainstem Responses (ABR)3 ABR pada pasien Vestibular Schwannoma bervariasi, yang paling sering semua gelombang muncul, tetapi dari penelitian Selters dan Brackmann tahun 1977 didapatkan interaural latency difference (ILD) gelombang V ≥ 0,3 msec pada telinga yang terlibat. Sebelum kemajuan teknik MRI, tes ABR digunakan sebagai kunci diagnosis dan efisiensinya telah dipelajari secara luas. Pemeriksaan dengan ABR kurang sensitif mendeteksi sensitivitas tumor yang kecil, Schmidt et al melaporkan tes ABR hanya 58% untuk mendeteksi lesi ≤ 1cm. Karena keterbatasannya dan biaya yang tidak begitu berbeda antara ABR dan MRI, maka pemeriksaan ABR sebagai bagian dari diagnosis Vestibular Schwannoma berkurang secara signifikan.3,7,9 Tes ABR diperlukan untuk memberikan informasi prognostik untuk pelestarian pendengaran setelah tindakan bedah mikro.3 Pemeriksaan Vestibular Pemeriksaan ENG pada pasien Vestibular Schwannoma adalah untuk menentukan prognosis dalam memprediksi vertigo posca operasi dan kemungkinan konservasi pendengaran. Tes ENG (elektronystagmography) abnormal pada 70% sampai 90% pasien Vestibular Schwannoma dan respon ipsilateral menurun dengan nistagmus horizontal.3,4 Pencitraan Computed Tomography (CT) CT scanning dapat menunjukkan erosi tulang pada kanalis auditori internus.2,4 Pasien yang tidak dapat diperiksa dengan MRI (claustrophobia, pacemaker jantung) dapat di scan dengan CT.2,7 Dengan penambahan Iodine intravena, terjadi enhancement Vestibular Schwannoma 90%, sehingga lebih meningkatkan keakuratan diagnostik dengan CT.4,7 Vestibular Schwannoma terlihat sebagai massa oval yang berada di tengah kanalis auditori internus dengan nonhomogeneous enhancement.7 Magnetic Resonance Imaging (MRI) MRI adalah gold standard dalam diagnosis Vestibular Schwannoma 4,7,10 Karakteristik MRI adalah massa globular yang hipointens di tengah kanalis auditori internus. Penambahan gadolinium diethylenetriamine pentaacetic acid meningkatkan akurasi diagnostik scanning MRI. Gadolinium lebih baik penyerapannya oleh Vestibular Schwannoma, sehingga dapat memvisualisasikan tumor yang sangat kecil.4, 7 Dengan MRI jarang terjadi false negatif, kecuali bila dipakai irisan tebal (> 10 mm). False positif juga jarang, dan paling sering berhubungan dengan neuritis viral saraf ke tujuh atau ke delapan.4 DIAGNOSIS BANDING Meningioma,7,8 Biasanya berasal dari basis permukaan posterior tulang temporal atau dari petrous ridge tetapi biasanya bukan di tengah kanalis auditori internus. Pada pemeriksaan radiologi dapat terjadi hiperostosis atau erosi tulang temporal tetapi ekspansi ke meatus auditori internus tidak sering terjadi. Kolesteatoma Primer7 Kolesteatoma primer muncul pada dari sisa epitel kongenital pada tulang temporal atau fossa kranial posterior. Pada pemeriksaan radiologi sering terdapat destruksi tulang temporal.Pada CT khas tidak ada enhancement dengan kontras karena lesinya avaskular. Kista arachnoid,7 ,8 Kista arachnoid pada fossa posterior dapat muncul pada CPA, berdinding tipis dan berkembang di antara lapisan arachnoid. Schwannoma saraf fasialis Penyakit ini biasanya ditandai dengan gejala dan tanda saraf fasialis. 8 Space occupying lession pada CPA yaitu lipoma, choroid plexus papilloma, hemangioma, hemangioperisitoma7,8 Tumor basis kranii yang meluas ke CPA yaitu tumor glomus jugulare, karsinoma telinga luar dan tengah, post nasal space.8 Sindroma CPA yang disebabkan vaskular yaitu basilar artery ectasia, aneurisma dan kompresi nervus VIII oleh lengkungan arteri serebelar anterior inferior.8 Penyakit Meniere8 PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan neuroma akustik tergantung pada beberapa faktor: ukuran tumor, gejala, umur pasien dan harapan hidup. Tujuan utamanya adalah kontrol tumor, yaitu untuk mencegah pertumbuhan tumor. Pengobatan sekunder bertujuan untuk mengurangi gejala dan meminimalkan komplikasi. Secara tradisional outcome yang diinginkan adalah menyelamatkan fungsi pendengaran dan saraf fasialis. Vestibular Schwannoma adalah tumor yang tumbuh lambat; sehingga manajemen konservatif dengan MRI secara periodik dapat diterima. Pada penelitian meta analisis, didapatkan mean pertumbuhan tumor 1,9 mm per tahun. Sayangnya kebiasaan tumor secara individual sulit diprediksi. Beberapa mungkin menyusut secara spontan, sedangkan yang lain mungkin tumbuh 10 kali lipat. Indikator untuk saat ini adalah pertumbuhan tumor sebelumnya, pertumbuhan ekstrakanalikular dan usia yang lebih muda. Dari dua penelitian didapatkan perbedaan yang signifikan antara tingkat pertumbuhan pada tumor yang kecil dan intrakanalikular, dibandingkan dengan tumor yang lebih besar di CPA. Tumor yang lebih besar lebih mungkin untuk tumbuh dan juga tumbuh lebih cepat. Kesukaran untuk memprediksi pertumbuhan Vestibular Schwannoma merupakan hal yang harus dipertimbangkan terhadap pasien dengan manajemen observasi.1 Ada tiga pilihan penatalaksanaan pasien Vestibular Schwannoma: 1. Observasi dengan pencitraan serial 2. Bedah mikro 3. Stereotactic radiosurgery dan radioterapi 1, 3, 4, 7 Observasi Pertumbuhan Vestibular Schwannoma sangat bervariasi, beberapa pasien diobservasi sampai lebih dari 10 tahun tanpa perubahan gejala. Weit at al mempromosikan “wait and scan” untuk tumor kecil pada orang tua. Rerata pertumbuhan bervariasi 1 atau 2 mm per tahun.4,10 Karena tingkat pertumbuhan tumor tidak dapat ditentukan pada pemeriksaan pencitraan pertama, maka diulang pada 6 bulan dan setahun jika tidak terlihat adanya pertumbuhan yang berarti. 3,4,6 Pasien Vestibular Schwannoma akhirnya akan jatuh pada dua pilihan tergantung pada tingkat pertumbuhan tumor. Pasien dengan tingkat pertumbuhan >0,2 cm/tahun atau dengan gejala klinis progresif memerlukan terapi tambahan dengan Stereotactic radiosurgery atau bedah mikro. Pasien dengan pertumbuhan tumor yang lambat selama 3 tahun sering tidak memerlukan penanganan dan dapat diikuti lebih lama dengan pencitraan serial.3 Penanganan Bedah Mikro Ada 3 pendekatan bedah mikro: 1. Translabirintin (TL) 2. Retrosigmoid (RS) 3. Middle fossa (MF)3,4,7 Pendekatan bedah yang sesuai untuk pasien tergantung status pendengaran, ukuran tumor, luas kanalis auditori internus yang terlibat, dan pengalaman ahli bedah.7 Pendekatan Translabirintin Pendekatan utama untuk mengangkat Vestibular Schwannoma adalah pendekatan translabirintin. Batas-batas dari pendekatan ini adalah saraf fasialis mastoid, akuaduktus koklearis di bagian anterior, middle fossa dura di bagian superior, posterior fossa dura di bagian posterior dan foramen jugularis di bagian inferior. Tindakan complete canal mastoidectomy dibuat dengan mengidentifikasi inkus, tegmen, sinus sigmoid dan saraf fasialis. Tindakan complete labyrinthectomy kemudian dilakukan dengan medial skeletonization dari dura middle fossa dan posterior dan dekompresi sinus sigmoid ke foramen jugularis. Setelah bony skeletonization dari kanalis auditori internus, dura dari kanalis auditori internus dibuka dan saraf fasialis diidentifikasi medial dari transverse crest (Bill`s bar). Bila saraf fasialis sudah diidentifikasi pada fundus atau aspek lateral dari kanalis auditori internus, pengangkatan tumor mulai dari arah lateral ke medial sepanjang kanalis auditori internus.7 Pendekatan Middle fossa Pendekatan middle fossa unik dibandingkan dengan kraniotomi fossa posterior karena seluruh kanalis auditori internus dapat diakses tanpa mengganggu telinga dalam. Dengan cara ini tumor intrakanalikular dapat diangkat sementara pendengaran juga dapat diselamatkan. Pendekatan ini terbatas pada pasien dengan ukuran tumor kurang dari 1,5- 2 cm, termasuk bagian intrakanalikular.3,7 Kekurangan pendekatan ini adalah retraksi lobus temporalis, atau kemungkinan letak saraf fasialis terhadap tumor yang kurang baik. Retraksi lobus temporalis dapat menyebabkan gangguan bicara dan memori sementara dan halusinasi auditori. Manipulasi saraf fasialis yang berlebihan menimbulkan resiko parese saraf fasialis. 7 Pendekatan Retrosigmoid-Suboksipital Pendekatan ini berguna pada pasien dengan pendengaran yang baik pra operasi. Dua pertiga bagian kanalis auditori internus dapat diakses tanpa dalam sehingga pendengaran telinga Keuntungan utama dari pendekatan ini hampir mirip dengan pendekatan translabirintin dengan kemampuan menjaga fungsi dapat diselamatkan.7 mengganggu pendengaran 4,7 dan dapat mengangkat semua ukuran tumor. Melalui pendekatan ini didapatkan visualisasi yang baik dari batang otak dan lower cranial nerve. 4 Kerugian pendekatan adalah sakit kepala persisten pasca operasi, kesulitan untuk mengatasi kebocoran CSF, perlu retraksi serebelar dan tidak memungkinkan akses langsung terhadap saraf fasialis.4,7 Stereotactic radiosurgery dan radioterapi Tujuan Stereotactic radiosurgery adalah untuk mencegah perkembangan tumor lebih lanjut sementara fungsi pendengaran dan saraf fasialis dapat diselamatkan. Mekanisme Stereotactic radiosurgery bergantung pada radiasi yang sampai ke target intrakranial spesifik dengan memakai ionizing radiation yang tepat. Ionizing radiation menyebabkan nekrosis dan fibrosis vaskular dan diperlukan waktu selama 1-2 tahun.7 Karena tumor ini tumbuh lambat, intervensinya dapat ditunggu sampai pertumbuhan tumor dapat diperlihatkan dengan serial pencitraan. Secara umum, radioterapi direkomendasikan untuk tumor yang lebih kecil dan individu yang lebih tua, sedangkan individu yang lebih muda direkomendasikan untuk bedah mikro tanpa memperhatikan ukuran tumor. Bedah mikro direkomendasikan untuk pasien dengan tumor yang lebih besar (> 3 cm) karena radioterapi menyebabkan resiko edema dan gejala kompresi batang otak sekunder. Tumor yang diterapi dengan radioterapi memerlukan monitoring dengan MRI. Stereotactic radiosurgery atau radioterapi umumnya digunakan untuk Vestibular Schwannoma yang rekuren setelah bedah mikro. Rerata angka rekurensi setelah pengangkatan total hanya 3%, tetapi meningkat menjadi 30% setelah reseksi subtotal. Dari semua kasus pengangkatan parsial, tumor harus dimonitor secara hati-hati terhadap adanya rekurensi dengan pencitraan serial.4 KOMPLIKASI Pertumbuhan tumor yang lambat menyebabkan tanda dan gejala yang progresif bila terjadi displacement, distorsi dan kompresi terhadap struktur kanalis auditori internus kemudian CPA. Tumor juga dapat menyebabkan ekspansi yang cepat oleh degenerasi kistik atau pendarahan ke dalam tumor.7,12 Ekspansi yang cepat menyebabkan gangguan neurologik. Pertumbuhan intrakanalikular mengenai saraf vestibulokoklearis di dalam kanalis auditori internus dan menyebabkan tuli unilateral, tinitus, vertigo atau disequilibrium. Tumor yang mencapai ukuran 3 cm dapat merusak batas-batas CPA dan menyebabkan gejala dan tanda yang baru. Kompresi saraf ke lima menyebabkan rasa kebal atau nyeri di kornea dan midface. Distorsi lebih lanjut terhadap saraf ke delapan dan ke tujuh menyebabkan gangguan pendengaran dan disequilibrium yang lebih buruk, juga kelemahan fasialis atau spasme. Penyempitan ventrikel ke empat menyebabkan distorsi batang otak. Pertumbuhan lebih lanjut menyebabkan spektrum klinis sindroma CPA. Pasien mengalami gejala serebelar oleh karena kompresi flokulus dan pedunkulus serebelum. Bila ventrikel ke empat tertutup, maka terjadi hydrocephalus obstruktif. Tekanan intrakranial yang meningkat menyebabkan perubahan okular, sakit kepala, perubahan status mental, nausea dan muntah. Bila Vestibular Schwannoma terus tumbuh tanpa adanya intervensi dapat menyebabkan kematian oleh karena gangguan pernafasan. 7 Komplikasi intraoperasi Komplikasi intraoperasi pada ketiga pendekatan bedah meliputi kerusakan vaskular, emboli udara, parenchymal brain injury dan kerusakan saraf kranial.7 Komplikasi pasca operasi Komplikasi pasca operasi meliputi pendarahan, stroke, tromboembolisme vena, syndrome of innapropriate antidiuretic hormone (SIADH), kebocoran CSF dan meningitis.7 PROGNOSIS OPERASI DAN REHABILITASI Gangguan pendengaran, imbalans dan kelumpuhan saraf fasialis merupakan masalah pasien Vestibular Schwannoma. Faktor yang penting untuk pelestarian pendengaran adalah ukuran tumor dan ambang operasi. Pelestarian pendengaran antara pendengaran pra 20% sampai 70%. Hampir setengah dari pasien akan mengalami vertigo atau imbalans pasca operasi, tetapi gejala ini hanya memiliki dampak minimal pada aktivitas sehari-hari. Kecepatan kompensasi vestibular ditentukan oleh usaha pasien untuk latihan, bila disequilibrium berlanjut maka dilakukan terapi rehabilitasi vestibular. Fungsi saraf fasialis juga bisa diprediksi dengan ukuran tumor. Pada tumor yang lebih kecil, lebih dari 90% pasien mengalami House Brackmann Grade I atau II. Rehabilitasi terhadap saraf fasialis tergantung dari prinsip umum yaitu kerusakan saraf, pemulihan dan rehabilitasi. Jika saraf fasialis ditranseksi intraoperasi, saraf tersebut harus di repair lebih dulu.Fungsi saraf fasialis pasca operasi dapat diprediksi dengan menstimulasi saraf intraoperasi. 7 DAFTAR PUSTAKA 1. Arthurs B J et al. Gamma Knife radiosurgery for Vestibular Schwannoma: case report and review of the literature. World Journal of Surgical Oncology 2009, 7:100 2. British Association of Otorhinolaryngologists Head and Neck Surgeon. Clinical Effectiveness Guidelines Acoustic Neuroma (Vestibular Schwannoma). Spring 2002, 1-21 3. Agrawal SK MD, Blevins N H MD, Jackler R K MD. Vestibular Schwannoma and Other Skull Base Neoplasms In: Otorhinolaryngology 17 Head and Neck Surgery Centennial Edition. Bc Decker Inc.2009: 418-426 4. Derald E. Brackmann DE, Crawford JV, Green JD. Cerebellopontine Angle Tumors in- Bailey BJ (Ed) Head and Neck Surgery-Otolaryngology.4th Ed. Volume 2. Philadelphia. JB. Lippincott Company. 2006: 2208-2230 5. Gimsing S. Vestibular Schwannoma: when to look for it? The Journal of Laryngology & Otology (2010), 124, 258–264 6. Suryanarayanan R et al.Vestibular Schwannoma: role of conservative management. The Journal of Laryngology & Otology (2010), 124, 251–257. 7. Johnson J MD, Lalwani Anil K A MD. Vestibular Schwannoma (Acoustic Neuroma) In : Lalwani AK, ed. Current Diagnosis & Treatment in Otolaryngology - Head & Neck Surgery. USA : The McGraw-Hill Companies,Inc. 2008:765-774 8. Ramsden R T. Vestibular Schwannoma In: Scot-Brown`s Otolaryngology. Volume3. Sixth Ed. Butterworth-Heinemann International Editions; 3/21/13/21/38 9. Matthew L Bush; Raleigh O Jones; Jennifer B Shin. Auditory brainstem response threshold differences in patients with Vestibular Schwannoma: a new diagnostic index. Ear, Nose & Throat Journal; Aug 2008; 87, 10. Stangerup SE , Thomasen P C, Tos M, Thomsen J. Change in hearing during ‘wait and scan’ management of patients with Vestibular Schwannoma. The Journal of Laryngology & Otology (2008), 122, 673– 681. 11. Shelfer J, Zapala D, Lundy L. Fall Risk, Vestibular Schwannoma and Anticoagulation Therapy: J Am Acad Audiol 19:237–245 (2008) 12. Mandl ES, Vandertop WP, Meijer OWM, Peerdeman SM. Imagingdocumented repeated intratumoral hemorrhage in Vestibular Schwannoma: a case report. Acta Neurochir (2009) 151: 1325-1327