BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan aspek terpenting dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara, karena pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Upaya peningkatan kualitas pendidikan merupakan salah satu fokus di dalam pembangunan pendidikan dewasa ini. Pendidikan merupakan suatu tonggak yang mampu mempengaruhi segala aspek kehidupan di dunia ini. Kemajuan dan kemunduran suatu bangsa pun salah satu tolak ukurnya adalah kualitas pendidikannya. Oleh karena itu para pakar pendidikan terus berinovasi untuk terus mengembangkan dunia pendidikan. Diantara hal yang tak luput dari perhatian mereka adalah tentang strategi pembelajaran, yang menjadi jembatan untuk keberhasilan penyerapan materi pembelajaran. Melalui pendidikan, manusia sebagai subjek pembangunan dapat dididik untuk mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya. Sehingga dapat dikatakan mutu bahwa kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikannya. Permasalahan pendidikan yang dihadapi bangsa Indonesia sampai saat ini adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap satuan pendidikan dalam membekali siswa untuk menempuh pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. 1 Guru sebagai salah satu komponen pendidikan dan merupakan suatu bidang profesi, mempunyai peranan yang sangat vital didalam proses belajar mengajar untuk membawa anak didiknya kepada kedewasaan dalam arti yang sangat luas. Bahkan boleh dikatakan bahwa keberhasilan suatu proses belajar mengajar ini 60% terletak ditangan guru. Oleh karena itu proses belajar mengajar yang dibabaki oleh guru tidak akan pernah tenggelam atau digantikan oleh alat atau lainnya. Dizaman modern yang ditandai oleh kemajuan dalam bidang ilmu dan teknologi telah merambah seluruh sektor kehidupan. Produk iptek telah menjadikan kehidupan manusia menjadi lebih praktis dan lebih mudah, sesuatu yang sebelumnya tidak dapat dilakukan dan diperoleh saat ini dengan mudah dapat segera diwujudkan termasuk didalam dunia pendidikan produk teknologi telah menjadi guru kedua bagi anak. Selain dari pada itu, pendidikan yang hanya menggunakan metodemetode lama yang mana guru hanya menerangkan dan memberi tugas kepada siswa, yang membuat siswa bosan, akhirnya proses belajar-mengajar menjadi tidak menarik dan membosankan, yang akhirnya tidak ada kemajuan didalam dunia pendidikan. Oleh karena itu perlu adanya model-model pembelajaran yang dijadikan pedoman untuk guru agar proses belajar mengajar lebih menarik yang nantinya mampu membentuk anak didiknya karena kedewasaan seperti yang diharapkan. 2 Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka kami mengangkat topik masalah model pembelajaran pencapaian konsep dan model latihan penelitian mudah-mudahan dapat memperkaya model pembelajaran sehingga siswa tidak bosan untuk mengikuti pelajaran. B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan pengertian pembelajaran kontekstual ? 2. Apa yang dimaksud dengan model pembelajaran konseptual ? 3. Apa yang dimaksud dengan model pembelajaran cooperative ? 4. Apa yang dimaksud dengan model pembelajaran STAD 5. Apa yang dimaksud dengan model pembelajaran Jigsaw C. Tujuan 1. Untuk mengetahui pengertian model pembelajaran kontekstual 2. Untuk mengetahui model pembelajaran konseptual 3. Untuk mengetahui model pembelajaran cooperative 4. Untuk mengetahui model pembelajaran STAD 5. Untuk mengetahui model pembelajaran Jigsaw 3 BAB II PEMBAHASAN A. Pembelajaran Kontekstual Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan /konteks ke permasalahan/ konteks lainnya. CTL merupakan suatu konsep belajar dimana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep ini, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung lebih alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Pembelajaran kontekstual dengan pendekatan konstruktivisme dipandang sebagai salah satu strategi yang memenuhi prinsip-prinsip pembelajaran berbasis kompetensi. Dengan lima strategi pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning), yaitu relating, experiencing, 4 applying, cooperating, dan transferrini diharapkan peserta didik mampu mencapai kompetensi secara maksimal. Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru. Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual. Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidu-pan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelaaran efektif, yakni: konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiri), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment). Menurut Sanjaya Pembelajaran Kontekstual adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan meraka 5 Dari konsep tersebut ada tiga hal yang harus kita pahami. Pertama, pembelajaran Kontekstual menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi. Artinya, proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam konteks Pembelajaran Kontekstual tidak mengharapkan agar siswa hanya menerima pelajaran, tetapi yang diutamakan adalah proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran. Kedua, pembelajaran Kontekstual mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata. Artinya, siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting sebab dengan dapat mengkorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, materi yang dipelajarinya itu akan bermakna secara fungsional dan tertanam erat dalam memori siswa sehingga tidak akan mudah terlupakan. Ketiga, pembelajaran Kontekstual mendorong siswa untuk dapat menerapkan pengetahuannya dalam kehidupan. Artinya, Pembelajaran Kontekstual tidak hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, tetapi bagaimana materi itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Materi pelajaran dalam konteks Pembelajaran Kontekstual tidak untuk ditumpuk di otak dan kemudian dilupakan, tetapi sebagai bekal bagi mereka dalam kehidupan nyata. 6 B. Model Pembelajaran Konseptual Setiap mata pelajaran mengandung muatan konsep-konsep yang harus dipahami siswa. Pendekatan kontekstual menghendaki konsep-konsep tersebut dikonstruk dan ditemukan oleh siswa sendiri melalui keterkaitannya dengan realita kehidupan dan pengalaman siswa. Disamping itu, hendaknya guru membelajarkan siswa memahami konsep-konsep secara aktif, kreatif, efektif, interaktif dan menyenangkan bagi siswa sehingga konsep mudah dipahami dan bertahan lama dalam struktur kognitif siswa. Model perubahan konseptual berdasarkan pada filosofi pembelajar an konstruktivisme. Konstruktivisme merupakan proses pembelajaran yang menerangkan bagaimana pengetahuan disusun dalam diri seseorang. Berdasarkan faham konstruktivime, dalam proses belajar mengajar guru tidak serta merta memindahkan pengetahuan kepada peserta didik dalam bentuk yang serba sempurna. Peserta didik harus membangun suatu pengetahuan berdasarkan pe ngalamanmasing-masing. Untuk membantu peserta didik dalam membina konsep atau pengetahuan baru, guru harus memperkirakan struktur kognitif yang ada pada mereka. Apabila pengetahuan baru telah disesuaikan dan diserap untuk dijadikan sebagian dari pegangan kuat mereka, barulah kerangka baru tentang suatu bentuk ilmu pengetahuan dapat dibina. Dalam proses pembelajaran dengan konstruktivisme, siswa harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka dengan bantuan guru. Proses 7 pembelajaran dengan penekanan siswa belajar aktif ini sangat penting dan perlu dikembangkan karena keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitifnya. Mereka juga akan terbantu menjadi orang kritis dalam menganalisis suatu hal karena mereka berpikir dan bukan meniru saja. C. Model Pembelajaran Kooperatif a) Pengertian Pembelajaran Kooperatif Menurut Agus Suprijono pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, dimana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyeleseikan masalah yang dimaksud. Guru biasanya menetapkan bentuk ujian tertentu sebagai tugas akhir. Menurut Suyatno pembelajaran kooperatif adalah kegiatan pembelajaraan dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkontruksi konsep, menyelesaikan persoalan menurut teori dan pengalaman agar kelompok kohesif, tiap anggota kelompok terdiri atas 4-5 orang, siswa heterogen, ada kontrol dan fasilitas, dan meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa laporan atau presentasi. 8 Menurut Isjoni cooperative learning adalah suatu model pembelajaran yang digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar berpusat pada siswa, terutama untuk mengatasi ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa, mengajar yang permasalahan yang yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain. Berdasarkan pendapat-pendapat diatas maka pembelajaran kooperatif dapat diartikan sebagai suatu pembelajaran dimana siswa heterogen bekerja sama dalam suatu empat orang atau lebih kelompok yang yang terdiri untuk menyelesaikan permasalahan dari dimana setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya. b) Tujuan Pembelajaran Kooperatif Menurut Isjoni Tujuan mengajar cooperative learning utama dalam penerapan model belajar adalah belajar secara berkelompok bersama saling agar peserta didik teman-temannya menghargai pendapat dan memberikan orang lain untuk dapat dengan cara kesempatan kepada mengemukakan gagasannya dengan menyampaikan pendapat mereka berkelompok. c) Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif Menurut Lungren dalam Trianto menyatakan bahwa dasar yang perlu untuk unsur-unsur ditanamkan kepada siswa agar pembelajaran kooperatif dapa berjalan lebih efektif lagi adalah: 9 a. Para siswa harus memiliki persepsi sama bahwa mereka “tenggelam” atau “berenang” bersama. b. Para siswa memiliki tanggung jawab lain dalam kelompoknya, di samping terhadap tiap tanggung siswa jawab terhadap diri sendiri, dalam mempelajari materi yang dihadapi. c. Para siswa harus berpandangan bahwa mereka memiliki tujuan yang sama. d. Para siswa harus membagi tugas dan berbagi tanggung jawab sama besarnya diantara para anggota kelompok. e. Para siswa akan diberikan suatu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi setiap anggota kelompok. f. Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerjasama selama belajar. g. Para siswa akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif. d) Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif Arends dalam Trianto (2009:47) menyatakan bahwa pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajar. b. Kelompok dibentuk dari siswa yang mempunyai kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. 10 c. Bila memungkinkan, anggota berasal dari ras, budaaya, suku, jenis kelamin yang beragam. d. Penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok dari pada individu e) Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Menurut Suprijono Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif terdiri dari 6 (enam) Fase, yaitu: Fase Pertama, guru mngklarifikasi maksud pembelajaran kooperatif. Hal ini penting untuk dilakukan karena peserta didik harus memahami dengan jelas prosedur dan aturan dalam pembelajaran. Fase Kedua, guru menyampaikan informasi, sebab informasi ini merupakan isi akademik. Fase Ketiga, kekacauan bisa transisi pembelajaran terjadi pada fase ini, oleh sebab itu dari dan kekelompok-kelompok belajar harus diorientasiikan dengan cermat. Sejumlah elemen perlu dipertimbangkan dalam menstrukturisasikan tugasnya. Guru harus menjelaskan bahwa peserta didik harus bekerja sama di dalam kelompok. Tiap anggota kelompok harus memiliki akuntabilitas individual untuk mendukung tercapainya tujuan kelompok. Pada fase ketiga ini hanya mnggantungkan tugas kelompok kepada individu lainnya. Fase Keempat, guru perlu mendampingi tim-tim belajar, mengingatkan tentang tugas-tugas yang dialokasiikan. Pada fase ini dikerjakan peserta didik dan waktu yang bantuan yang diberikan guru dapat berupa 11 petunjuk, pengarahan, atau meminta beberapa peserta didik mengulangi hal yang sudah ditunjukan. Fase Kelima, guru melakukan evaluasi dengan menggunakan strategi evaluasi yang konsisten dengan tujuan pembelajaran. Fase Keenam, guru mempersiapkan sisstem reward yang akan diberikan kepada peserta didik. Variasi struktur reward bersifat individualistis, kompetitif, dan kooperatif. Struktur reward individualistis terjadi apabila sebuah reward dapat dicapai tanpa tergantung pada apa yang dilakukan orang lain. Struktur reward kompetitif adalah jika peserta didik diakui usaha individualnya berdasarkan perbandingan dengan orang lain. Struktur reward kooperatif diberikan kepada tim meskipun aanggota timtimnya saling bersaing. D. Model Student Team Achievement Division (STAD) 1. Pengertian model pembelajaran Student Team Achievement Division (STAD) Pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD) yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin (dalam Slavin, 1995) merupakan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan pembelajaran kooperatif yang cocok digunakan oleh guru yang baru mulai menggunakan pembelajaran kooperatif. 12 Student Team Achievement Divisions (STAD) adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan empat orang yang merupakan campuran menurut tingkat kinerjanya, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh siswa dikenai kuis tentang materi itu dengan catatan, saat kuis mereka tidak boleh saling membantu. Model Pembelajaran Koperatif tipe STAD merupakan pendekatan Cooperative Learning yang menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Guru yang menggunakan STAD mengajukan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu mengunakan presentasi Verbal atau teks. Menurut Slavin ada lima komponen utama dalam pembelajaran kooperatif metode STAD, yaitu: a. Penyajian Kelas Penyajian kelas merupakan penyajian materi yang dilakukan guru secara klasikal dengan menggunakan presentasi verbal atau teks. Penyajian difokuskan pada konsep-konsep dari materi yang dibahas. Setelah penyajian materi, siswa bekerja pada kelompok untuk menuntaskan materi pelajaran melalui tutorial, kuis atau diskusi. 13 b. Menetapkan siswa dalam kelompok Kelompok menjadi hal yang sangat penting dalam STAD karena didalam kelompok harus tercipta suatu kerja kooperatif antar siswa untuk mencapai kemampuan akademik yang diharapkan. Fungsi dibentuknya kelompok adalah untuk saling meyakinkan bahwa setiap anggota kelompok dapat bekerja sama dalam belajar. Lebih khusus lagi untuk mempersiapkan semua anggota kelompok dalam menghadapi tes individu. Kelompok yang dibentuk sebaiknya terdiri dari satu siswa dari kelompok atas, satu siswa dari kelompok bawah dan dua siswa dari kelompok sedang. Guru perlu mempertimbangkan agar jangan sampai terjadi pertentangan antar anggota dalam satu kelompok, walaupun ini tidak berarti siswa dapat menentukan sendiri teman sekelompoknya. c. Tes dan Kuis Siswa diberi tes individual setelah melaksanakan satu atau dua kali penyajian kelas dan bekerja serta berlatih dalam kelompok. Siswa harus menyadari bahwa usaha dan keberhasilan mereka nantinya akan memberikan sumbangan yang sangat berharga bagi kesuksesan kelompok. d. Skor peningkatan individual Skor peningkatan individual berguna untuk memotivasi agar bekerja keras memperoleh hasil yang lebih baik dibandingkan dengan hasil sebelumnya. Skor peningkatan individual dihitung berdasarkan skor dasar dan skor tes. Skor dasar dapat diambil dari skor tes yang paling akhir dimiliki 14 siswa, nilai pretes yang dilakukan oleh guru sebelumnya melaksanakan pembelajaran kooperatif metode STAD. e. Pengakuan kelompok Pengakuan kelompok dilakukan dengan memberikan penghargaan atas usaha yang telah dilakukan kelompok selama belajar. Kelompok dapat diberi sertifikat atau bentuk penghargaan lainnya jika dapat mencapai kriteria yang telah ditetapkan bersama. Pemberian penghargaan ini tergantung dari kreativitas guru. 2. Tahap Pelaksanaan Pembelajaran Model STAD. Menurut Maidiyah langkah-langkah pembelajaran kooperatif metode STAD adalah sebagai berikut: a. Persiapan STAD 1) Materi Materi pembelajaran kooperatif metode STAD dirancang sedemikian rupa untuk pembelajaran secara kelompok. Sebelum menyajikan materi pembelajaran, dibuat lembar kegiatan (lembar diskusi) yang akan dipelajari kelompok kooperatif dan lembar jawaban dari lembar kegiatan tersebut. 2) Menetapkan siswa dalam kelompok Kelompok siswa merupakan bentuk kelompok yang heterogen. Setiap kelompok beranggotakan 4-5 siswa yang terdiri dari siswa yang berkemampuan tinggi, sedang dan rendah. Bila memungkinkan harus diperhitungkan juga latar belakang, ras dan sukunya. Guru tidak boleh membiarkan siswa memilih 15 kelompoknya sendiri karena akan cenderung memilih teman yang disenangi saja. Sebagai pedoman dalam menentukan kelompok dapat diikuti petunjuk berikut : a) Merangking siswa Merangking siswa berdasarkan hasil belajar akademiknya di dalam kelas. Gunakan informasi apa saja yang dapat digunakan untuk melakukan rangking tersebut. Salah satu informasi yang baik adalah skor tes. b) Menentukan jumlah kelompok Setiap kelompok sebaiknya beranggotakan 4-5 siswa. Untuk menentukan berapa banyak kelompok yang dibentuk, bagilah banyaknya siswa dengan empat. Jika hasil baginya tidak bulat, misalnya ada 42 siswa, berarti ada delapan kelompok yang beranggotakan empat siswa dan dua kelompok yang beranggotakan lima siswa. Dengan demikian ada sepuluh kelompok yang akan dibentuk. c) Membagi siswa dalam kelompok Dalam melakukan hal ini, seimbangkanlah kelompok- kelompok yang dibentuk yang terdiri dari siswa dengan tingkat hasil belajar rendah, sedang hingga hasil belajarnya tinggi sesuai dengan rangking. Dengan demikian tingkat hasil belajar rata- rata semua kelompok dalam kelas kurang lebih sama. d) Mengisi lembar rangkuman kelompok 16 isikan nama-nama siswa dalam setiap kelompok pada lembar rangkuman kelompok (format perhitungan hasil kelompok untuk pembelajaran kooperatif metode STAD). 3) Menentukan Skor Awal Skor awal siswa dapat diambil melaluiPre Test yang dilakukan guru sebelum pembelajaran kooperatif metode STAD dimulai atau dari skor tes paling akhir yang dimiliki oleh siswa. Selain itu, skor awal dapat diambil dari nilai rapor siswa pada semester sebelumnya. 4) Kerja sama kelompok Sebelum memulai pembelajaran kooperatif, sebaiknya diawali dengan latihan-latihan kerja sama kelompok. Hal ini merupakan kesempatan bagi setiap kelompok untuk melakukan hal-hal yang menyenangkan dan saling mengenal antar anggota kelompok. 5) Jadwal Aktivitas STAD terdiri atas lima kegiatan pengajaran yang teratur, yaitu penyampaian materi pelajaran oleh guru, kerja kelompok, tes penghargaan kelompok dan laporan berkala kelas. b. Mengajar Setiap pembelajaran dalam STAD dimulai dengan presentasi kelas, yang meliputi pendahuluan, pengembangan, petunjuk praktis, aktivitas kelompok, dan kuis. Dalam presentasi kelas, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah: 1) Pendahuluan 17 a) Guru menjelaskan kepada siswa apa yang akan dipelajari dan mengapa hal itu penting untuk memunculkan rasa ingin tahu siswa. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberi teka-teki, memunculkan masalah-masalah yang berhubungan dengan materi dalam kehidupan sehari-hari, dan sebagainya. b) Guru dapat menyuruh siswa bekerja dalam kelompok untuk menentukan konsep atau untuk menimbulkan rasa senang pada pembelajaran. 2) Pengembangan a) Guru menentukan tujuan-tujuan yang ingin dicapai dari pembelajaran. b) Guru menekankan bahwa yang diinginkan adalah agar siswa mempelajari dan memahami makna, bukan hafalan. c) Guru memeriksa pemahaman siswa sesering mungkin dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan. d) Guru menjelaskan mengapa jawabannya benar atau salah. e) Guru melanjutkan materi jika siswanya memahami pokok masalahnya. 3) Praktek terkendali a) Guru menyuruh siswa mengajarkan soal-soal atau jawaban pertanyaanpertanyaan yang diajukan oleh guru. b) Guru memanggil siswa secara acak untuk menjawab pertanyaan atau menyelesaikan soal-soal yang diajukan oleh guru. Hal ini akan menyebabkan siswa mempersiapkan diri untuk menjawab pertanyaan atau soal-soal yang diajukan. 18 c) Guru tidak perlu memberikan soal atau pertanyaan yang lama penyelesaiannya pada kegiatan ini. Sebaliknya siswa mengerjakan satu atau dua soal, dan kemudian guru memberikan umpan balik. c. Kegiatan Kelompok 1) Pada hari pertama kegiatan kelompok STAD, guru sebaiknya menjelaskan apa yang dimaksud bekerja dalam kelompok, yaitu: a) Siswa mempunyai tanggung jawab untuk memastikan bahwa teman dalam kelompoknya telah mempelajari materi dalam lembar kegiatan yang diberikan oleh guru. b) Tidak seorang pun siswa selesai belajar sebelum semua anggota kelompok menguasai pelajaran. c) Mintalah bantuan kepada teman satu kelompok apabila seorang anggota kelompok mengalami kesulitan dalam memahami materi sebelum meminta bantuan kepada guru. d) Dalam satu kelompok harus saling berbicara sopan. 2) Guru dapat mendorong siswa dengan menambahkan peraturan- peraturan lain sesuai kesepakatan bersama. Selanjutnya kegiatan yang dilakukan guru adalah: a) Guru meminta siswa berkelompok dengan teman sekelompoknya. b) Guru memberikan lembar kegiatan (lembar diskusi) beserta lembar jawabannya. 19 c) Guru menyarankan siswa agar bekerja secara berpasangan atau dengan seluruh anggota kelompok tergantung pada tujuan yang dipelajarinya. Jika mereka mengerjakan soal-soal maka setiap siswa harus mengerjakan sendiri dan selanjutnya mencocokkan jawabannya dengan teman sekelompoknya. Jika ada seorang teman yang belum memahami, teman sekelompoknya bertanggung jawab untuk menjelaskan. d) Tekankanlah bahwa lembar kegiatan (lembar diskusi) untuk diisi dan dipelajari. Dengan demikian setiap siswa mempunyai lembar jawaban untuk diperiksa oleh teman sekelompoknya. 3) Guru melakukan pengawasan kepada setiap kelompok selama siswa bekerja dalam kelompok. Sesekali guru mendekati kelompok untuk mendengarkan bagaimana anggota kelompok berdiskusi. d. Kuis atau Tes Setelah siswa bekerja dalam kelompok selama kurang lebih dua kali penyajian, guru memberikan kuis atau tes individual. Setiap siswa menerima satu lembar kuis. Waktu yang disediakan guru untuk kuis adalah setengah sampai satu jam pelajaran. Hasil dari kuis itu kemudian diberi skor dan akan disumbangkan sebagai skor kelompok. e. Penghargaan Kelompok 1) Menghitung skor individu dan kelompok 20 Setelah diadakan kuis, guru menghitung skor perkembangan individu dan skor kelompok berdasarkan rentang skor yang diperoleh setiap individu. Skor perkembangan ditentukan berdasarkan skor awal siswa. 2) Menghargai hasil belajar kelompok Setelah guru menghitung skor perkembangan individu dan skor kelompok, guru mengumumkan kelompok yang memperoleh poin peningkatan tertinggi. Setelah itu guru memberi penghargaan kepada kelompok tersebut yang berupa sertifikat atau berupa pujian. Untuk pemberian penghargaan ini tergantung dari kreativitas guru. f. Mengembalikan kumpulan kuis yang pertama Guru mengembalikan kumpulan kuis pertama kepada siswa 3. Kelemahan dan Kelebihan Model STAD Berdasarkan karakterisitiknya sebuah model pasti memiliki kelebihan dan kelemahannya. Uraian secara rinci kelebihan model ini ialah: a. Setiap siswa memiliki kesempatan untuk memberikan kontribusi yang substansial kepada kelompoknya, dan posisi anggota kelompok adalah setara Allport b. Menggalakkan interaksi secara aktif dan positif dan kerjasama anggota kelompok menjadi lebih baik c. Membantu siswa untuk memperoleh hubungan pertemanan lintas rasial yang lebih banyak 21 d. Melatih siswa dalam mengembangkan aspek kecakapan sosial di samping kecakapan kognitif e. Peran guru juga menjadi lebih aktif dan lebih terfokus sebagai fasilitator, mediator, motivator dan evaluator f. Dalam model ini, siswa memiliki dua bentuk tanggung jawab belajar. Yaitu belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesama anggota kelompok untuk belajar g. Dalam model ini, siswa saling membelajarkan sesama siswa lainnya atau pembelajaran oleh rekan sebaya (peerteaching) yang lebih efektif daripada pembelajaran oleh guru h. Pengelompokan siswa secara heterogen membuat kompetisi yang terjadi di kelas menjadi lebih hidup i. Prestasi dan hasil belajar yang baik bisa didapatkan oleh semua anggota kelompok j. Kuis yang terdapat pada langkah pembelajaran membuat siswa lebih termotivasi k. Kuis tersebut juga meningkatkan tanggung jawab individu karena nilai akhir kelompok dipengaruhi nilai kuis yang dikerjakan secara individu l. Adanya penghargaan dari guru, sehingga siswa lebih termotivasi untuk aktif dalam pembelajaran. 22 m. Anggota kelompok dengan prestasi dan hasil belajar rendah memiliki tanggung jawab besar agar nilai yang didapatkan tidak rendah supaya nilai kelompok baik n. menambahkan keunggulan model ini yaitu, siswa memiliki dua bentuk tanggung jawab belajar. Yaitu belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesama anggota kelompok untuk belajar o. Siswa dapat saling membelajarkan sesama siswa lainnya atau pembelajaran oleh rekan sebaya (peerteaching) yang lebih efektif daripada pembelajaran oleh guru p. Model ini dapat mengurangi sifat individualistis siswa. Belakangan ini, siswa cenderung berkompetisi secara individual, bersikap tertutup terhadap teman, kurang memberi perhatian ke teman sekelas, bergaul hanya dengan orang tertentu, ingin menang sendiri, dan sebagainya. Jika keadaan ini dibiarkan tidak mustahil akan dihasilkan warga negara yang egois, introfert (pendiam dan tertutup), kurang bergaul dalam masyarakat, acuh tak acuh dengan tetangga dan lingkungan, kurang menghargai orang lain, serta tidak mau menerima kelebihan dan kelemahan orang lain. Gejala seperti ini kiranya mulai terlihat pada masyarakat kita, sedikit-sedikit demonstrasi, main keroyokan, saling sikut dan mudah terprovokasi Selain berbagai kelebihan, model STAD ini juga memiliki kelemahan. Semua model pembelajaran memang diciptakan untuk memberi manfaat yang baik atau positif pada pembelajaran, tidak terkecuali model STAD ini. 23 Namun, terkadang pada sudut pandang tertentu, langkah-langkah model tersebut tidak menutup kemungkinan terbukanya sebuah kelemahan, seperti yang dipaparkan di bawah ini. a. Berdasarkan karakteristik STAD jika dibandingkan dengan pembelajaran konvensional (yang hanya penyajian materi dari guru), pembelajaran menggunakan model ini membutuhkan waktu yang relatif lama, dengan memperhatikan tiga langkah STAD yang menguras waktu seperti penyajian materi dari guru, kerja kelompok dan tes individual/kuis. Penggunaan waktu yang lebih lama dapat sedikit diminimalisir dengan menyediakan lembar kegiatan siswa (LKS) sehingga siswa dapat bekerja secara efektif dan efisien. Sedangkan pembentukan kelompok dan penataan ruang kelas sesuai kelompok yang ada dapat dilakukan sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Dengan demikian, dalam kegiatan pembelajaran tidak ada waktu yang terbuang untuk pembentukan kelompok dan penataan ruang kelas. b. Model ini memerlukan kemampuan khusus dari guru. Guru dituntut sebagai fasilitator, mediator, motivator dan evaluator (Isjoni, 2010:62). Dengan asumsi tidak semua guru mampu menjadi fasilitator, mediator, motivator dan evaluator dengan baik. Solusi yang dapat di jalankan adalah meningkatkan mutu guru oleh pemerintah seperti mengadakan kegiatan-kegiatan akademik yang bersifat wajib dan tidak membebankan biaya kepada guru serta melakukan pengawasan rutin secara 24 insindental. Disamping itu, guru sendiri perlu lebih aktif lagi dalam mengembangkan kemampuannya tentang pembelajaran. E. Model Jigsaw 1. Pengertian Model Jigsaw Jigsaw adalah tipe pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Elliot Aronson‟s. Model pembelajaran ini didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut kepada kelompoknya.Pada model pembelajaran jigsaw ini keaktifan siswa (student centered) sangan dibutuhkan, dengan dibentuknya kelompokkelompok kecil yang beranggotakan 3-5 orang yang terdiri dari kelompok asal dan kelompok ahli Dalam Pembelajaran Kooperatif Model Jigsaw, siswa dibagi dalam beberapa kelompok belajar yang heterogen yang beranggotakan 3-5 orang dengan menggunakan pola kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal adalah kelompok awal siswa terdiri dari berapa anggota kelompok ahli yang dibentuk dengan memperhatikan keragaman dan latar belakang. Guru harus trampil dan mengetahui latar belakang siswa agar terciptanya suasana yang baik bagi setiap angota kelompok. Sedangkan kelompok ahli, yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok lain (kelompok asal) yang 25 ditugaskan untuk mendalami topik tertentu untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal. Para anggota dari kelompok asal yang berbeda, bertemu dengan topik yang sama dalam kelompok ahli untuk berdiskusi dan membahas materi yang ditugaskan pada masing-masing anggota kelompok serta membantu satu sama lain untuk mempelajari topik mereka tersebut. Disini, peran guru adalah mefasilitasi dan memotivasi para anggota kelompok ahli agar mudah untuk memahami materi yang diberikan. Setelah pembahasan selesai, para anggota kelompok kemudian kembali pada kelompok asal dan mengajarkan pada teman sekelompoknya apa yang telah mereka dapatkan pada saat pertemuan di kelompok ahli.Para kelompok ahli harus mampu untuk membagi pengetahuan yang di dapatkan saat melakuakn diskusi di kelompok ahli, sehingga pengetahuan tersebut diterima oleh setiap anggota pada kelompok asal. Kunci tipe Jigsaw ini adalah interdependence setiap siswa terhadap anggota tim yang memberikan informasi yang diperlukan. Artinya para siswa harus memiliki tanggunga jawab dan kerja sama yang positif dan saling ketergantungan untuk mendapatkan informasi dan memecahkan masalah yang biberikan. 2. Langkah- Langkah Dalam Metode Jigsaw. Langkah-langkah kegiatan pembelajaran dengan Model Pembelajaran tipe Jigsaw adalah sebagai berikut: a. Membentuk kelompok heterogen yang beranggotakan 4 – 6 orang b. Tiap orang dalam kelompok diberi sub topik yang berbeda. 26 c. Setiap kelompok membaca dan mendiskusikan sub topik masing-masing dan menetapkan anggota ahli yang akan bergabung dalam kelompok ahli. d. Anggota ahli dari masing-masing kelompok berkumpul dan mengintegrasikan semua sub topik yang telah dibagikan sesuai dengan banyaknya kelompok. e. Kelompok ahli berdiskusi untuk membahas topik yang diberikan dan saling membantu untuk menguasai topik tersebut. f. Setelah memahami materi, kelompok ahli menyebar dan kembali ke kelompok masing-masing, kemudian menjelaskan materi kepada rekan kelompoknya. g. Tiap kelompok memperesentasikan hasil diskusi. h. Guru memberikan tes individual pada akhir pembelajaran tentang materi yang telah didiskusikan. i. Siswa mengerjakan tes individual atau kelompok yang mencakup semua topik. 3. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Jigsaw Bila dibandingkan dengan metode pembelajaran tradisional, model pembelajaran Jigsaw memiliki beberapa kelebihan yaitu: a. Mempermudah pekerjaan guru dalam mengajar, karena sudah ada kelompok ahli yang bertugas menjelaskan materi kepada rekan-rekannya. 27 b. Pemerataan penguasaan materi dapat dicapai dalam waktu yang lebih singkat c. Metode pembelajaran ini dapat melatih siswa untuk lebih aktif dalam berbicara dan berpendapat. Beberapa hal yang bisa menjadi kelemahan aplikasi model ini di lapangan, menurut Roy Killen, 1996, adalah : a. Prinsip utama pembelajaran ini adalah „peer teaching‟, pembelajran oleh teman sendiri, ini akan menjadi kendala karena perbedaan persepsi dalam memahami konsep yang akan diskusikan bersama siswa lain. b. Apabila siswa tidak memiliki rasa percaya diri dalam berdiskusi menyampaikan materi pada teman. c. Rekod siswa tentang nilai, kepribadian, perhatian siswa harus sudah dimiliki oleh guru dan biasanya butuh waktu yang sangat lama untuk mengenali tipe-tipe siswa dalam kelas tersebut. d. Butuh waktu yang cukup dan persiapan yang matang sebelum model pembelajaran ini bisa berjalan dengan baik. e. Aplikasi metode ini pada kelas yang lebih besar (lebih dari 40 siswa) sangatlah sulit. Dalam penerapannya sering dijumpai beberapa permasalahan, yaitu : a. Siswa yang aktif akan lebih mendominasi diskusi, dan cenderung mengontrol jalannya diskusi. 28 b. Siswa yang memiliki kemampuan membaca dan berpikir rendah akan mengalami kesulitan untuk menjelaskan materi apabila ditunjuk sebagai tenaga ahli. c. Siswa yang cerdas cenderung merasa bosan. d. Pembagian kelompok yang tidak heterogen, dimungkinkan kelompok yang anggotanya lemah semua. e. Penugasan anggota kelompok untuk menjadi tim ahli sering tidak sesuai antara kemampuan dengan kompetensi yang harus dipelajari. f. Siswa yang tidak terbiasa berkompetisi akan kesulitan untuk mengikuti proses pembelajaran. Diskusi dalam kelompok ini, untuk mengatasi masalah atau kelemahan yang muncul dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Pengelompokan dilakukan terlebih dahulu, mengurutkan kemampuan belajar siswa dalam kelas. b. Sebelum tim ahli, misalnya ahli materi pertama kembali ke kelompok asal yang akan bertugas sebagai tutor sebaya, perlu dilakukan tes penguasaan materi yang menjadi tugass mereka 29 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan /konteks ke permasalahan/ konteks lainnya. Setiap mata pelajaran mengandung muatan konsep-konsep yang harus dipahami siswa. Pendekatan kontekstual menghendaki konsep-konsep tersebut dikonstruk dan ditemukan oleh siswa sendiri melalui keterkaitannya dengan realita kehidupan dan pengalaman siswa. Disamping itu, hendaknya guru membelajarkan siswa memahami konsep-konsep secara aktif, kreatif, efektif, interaktif dan menyenangkan bagi siswa sehingga konsep mudah dipahami dan bertahan lama dalam struktur kognitif siswa. Pembelajaran kooperatif pembelajaran dimana siswa yang kelompok dari yang terdiri dapat diartikan sebagai suatu heterogen bekerja sama dalam suatu empat orang atau lebih untuk 30 menyelesaikan permasalahan dimana setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya Student Team Achievement Divisions (STAD) adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan empat orang yang merupakan campuran menurut tingkat kinerjanya, jenis kelamin dan suku. Jigsaw adalah tipe pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Elliot Aronson‟s. Model pembelajaran ini didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. 31