435 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kecemasan

advertisement
Prosiding
Seminar Nasional 2013
Penanggulangan Masalah Gizi pada Anak Melalui Pendekatan Peka Budaya
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kecemasan Keluarga di Ruang
High Care Unit (HCU) Rumah Sakit Immanuel Bandung
Yuliana Elias
Imas Lia Susanti
Nur Intan Hayati
Abstrak
Kecemasan adalah suatu sinyal yang memperingatkan adanya bahaya yang mengancam. Faktor
yang mempengaruhi kecemasan yaitu faktor internal (jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, dan
pengalaman di rawat) dan eksternal (kondisi medis/diagnosis penyakit, akses informasi, komunikasi
terapeutik, lingkungan, fasilitas kesehatan). Keadaan pasien yang mendapatkan perawatan diruang
Intensif memungkinkan terjadinya kecemasan pada keluarga. Dampak dari kecemasan keluarga
dapat menimbulkan ketidakmampuan keluarga dalam mengambil keputusan sehingga menghambat
pemberian asuhan keperawatan kepada pasien. Tujuan dari penelitian ini mengetahui adanya
pengaruh antara faktor internal & eksternal dengan tingkat kecemasan. Metode penelitian analitik
korelasi dengan menggunakan teknik purposive sampling dengan jumlah responden 54 orang.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner.Hasil penelitian tingkat kecemasan
didapatkan 6 responden (14,8%) mengalami cemas berat, 40 responden (74,1%) mengalami cemas
sedang, dan 8 responden (11,1%) mengalami cemas ringan. Data dianalisa dengan menggunakan
chi square didapatkan hasil =p value = >0,05=alpha, yang berarti tidak ada pengaruh antara faktor
internal dan faktor eksternal dengan tingkat kecemasan keluarga di ruang High Care Unit (HCU)
Rumah Sakit Immanuel Bandung. Meskipun hasil uji statistic chi square tidak terdapat pengaruh
tetapi berdasarkan hasil observasi peneliti dilapangan didapatkan bahwa fasilitas yang kurang
nyaman mempengaruhi kecemasan, sehingga penulis menyarankan kepada Rumah Sakit Immanuel
Bandung untuk meningkatkan fasilitas pelayanan untuk keluarga berupa komunikasi, bimbingan
dan konseling kepada keluarga agar keluarga dapat mengatasi kecemasan ke arah yang adaptif
sehingga dapat mengurangi tingkat kecemasan keluarga.
Kata kunci: Faktor Internal, Faktor Eksternal, Tingkat Kecemasan Keluarga
Abstract
Influencing factors are internal (sex, age, education, and treatment experiences) and external
(medical situation/diagnosis of disease, information access, and therapeutic communication,
environment, as well as health facilities). The condition of patient provided treatment in intensive
care unit potentially results in family concern. The impact will bring disability the family to make
decision and resulting in care impediment to the patient. The study intends to find out an influence
between internal and external factors of anxieties. The method of research is analytical correlation
by purposive sampling technique with 54 respondents. Data collection technique is arranged by
using of questionnaire. The result shows that 6 respondents (14.8%) experiences an extreme anxiety,
40 respondents (74.1%) is intermediate and 8 respondents (11.1%) is light. Data analyzed by using
of chi square and yields p value = > 0.05 = alpha or there is no influence between internal and
external factors in the family concern in Health Care Unit (HCU) of Immanuel Hospital Bandung.
Albeit there is no influence in the statistical test of chi square, however, by field observation it is
found that inappropriate facility influences to the anxiety, and observer suggesting to the Immanuel
Hospital Bandung to improve of facility for family including communication and counseling to the
family in control the anxiety to the adaptive direction thus can reduce the family concern.
Keywords: internal factor, external factor, family concern level.
Literature: 29 references
435
Prosiding
Seminar Nasional 2013
Penanggulangan Masalah Gizi pada Anak Melalui Pendekatan Peka Budaya
diharapkan mereka dapat berfikir
secara rasional dan menahan emosi
mereka dengan baik. Keluarga yang
baru
pertama
kali
anggota
keluarganya dirawat akan berbeda
dengan yang sudah beberapa kali
anggota keluarganya dirawat, hal itu
karena sudah terbentuk koping yaitu
upaya berupa aksi berorientasi dan
intra
fisik,
untuk
mengelola
(mentoleransi,
menampung,
meminimalkan) lingkungan dan
kebutuhan internal mengenai hal
tersebut (Kaplan dan Sadock1998).
Peneliti lain berpendapat bahwa
respon kecemasan dapat berhubungan
dengan faktor-faktor pasien itu
sendiri dan dapat juga berhubungan
dengan keadaan dari lingkungan di
ruang Instalasi Rawat Intensif
(Ballard,1981). Dapat dikatakan
faktor kebijaksanaan dalam ruangan
serta suasana personil ruangan itu
sendiri dapat merupakan pencetus
terjadinya krisis bagi klien dan
keluarganya sehingga diperlukan
adaptasi dengan cara yang berbeda
dengan hasil proses adaptasi yang
mereka alami sebelumnya.
Penelitian yang dilakukan
Sibuea (2010) mengenai tingkat
kecemasan keluarga diruang ICU
diketahui
bahwa
30
responden/keluarga
mengalami
cemas berat dengan persentase 83%,
hal ini disebabkan emosional tinggi
yang dirasakan keluarga karena
terpisahnya anggota keluarga dengan
pasien, dan keluarga takut dengan
suasana yang penuh dengan alat-alat.
Seseorang masuk Rumah sakit
dan dirawat di ruang Intensive Care
Pendahuluan
Kecemasan adalah suatu sinyal
yang
menyadarkan
atau
memperingatkan adanya bahaya yang
mengancam dan memungkinkan
seseorang mengambil tindakan untuk
mengatasi ancaman. Faktor yang
mempengaruhi kecemasan dibagi
menjadi dua meliputi faktor internal
(jenis kelamin, umur, tingkat
pendidikan, dan pengalaman di
rawat) dan eksternal (kondisi
medis/diagnosis penyakit, akses
informasi, komunikasi terapeutik,
lingkungan, fasilitas kesehatan)
(Kaplan & Sadock, 1997).
Beberapa
peneliti
mengemukakan mengenai faktorfaktor internal yang mempengaruhi
kecemasan pada keluarga antara lain
menurut Kaplan dan Sadock (1997)
gangguan kecemasan dapat terjadi
pada semua usia, lebih sering pada
usia dewasa dan lebih banyak pada
wanita sebagian besar kecemasan
terjadi pada umur 21-45 tahun. James
(1968) mengatakan bahwa jenis
kelamin perempuan lebih mudah
dipengaruhi oleh tekanan dan
lingkungan sekitar daripada laki-laki.
Perempuan lebih cemas, kurang sabar
dan mudah mengeluarkan air mata
(Cattel, dalam Smith 1968). Sasmirah
(2007) mengatakan faktor usia,
pendidikan, tingkat sosial ekonomi,
penampilan fisik ruangan, hubungan
antar personal, bising alat dan
pembatasan interaksi merupakan
faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat kecemasan pasien di ruang
ICU.
Menurut Yusuf (2001) semakin
tinggi
pendidikan
seseorang
436
Prosiding
Seminar Nasional 2013
Penanggulangan Masalah Gizi pada Anak Melalui Pendekatan Peka Budaya
Unit (ICU) mengalami kecemasan
fisik
maupun psikis,
dimana
kecemasan adalah suatu perasaan
takut yang tidak menyenangkan yang
sering disertai dengan gejala
psikologis (Tomb, 2004). Kecemasan
yang terjadi tidak saja dialami oleh
seorang pasien tetapi dapat juga
dialami oleh keluarga yang anggota
keluarganya dirawat di rumah sakit.
Keadaan pasien yang kritis dan
mendapatkan perawatan diruang ICU
memungkinkan terjadinya konflik
atau kecemasan didalam diri keluarga
pasien sehingga peran perawat
didalam pemberian informasi dan
pendidikan kesehatan kepada pasien
dan pengunjung untuk menurunkan
tingkat
kecemasan
menjadi
kebutuhan
yang
tidak
dapat
diabaikan.
Keluarga
merupakan
sekumpulan dua orang atau lebih dan
saling berinteraksi yang ada suatu
ikatan perkawinan ataupun adopsi,
dengan kata lain dapat dikatakan
bahwa keluarga hampir selalu akan
merasakan apa yang kita rasakan
termasuk pula berbagai rasa suka dan
duka yang dialami keluarga (Potter &
Perry, 2009). Keluarga yang
anggotanya masuk rumah sakit akan
mengalami ketakutan dan kecemasan,
hal ini merupakan reaksi yang khas
ketika anggota keluarganya masuk
rumah sakit, tetapi emosi ini di
ekspresikan dengan cara yang
berbeda-beda. Beberapa anggota
keluarga akan bekerja sama dengan
tenaga medis untuk memberikan yang
terbaik bagi anggota keluarga yang
sedang di rawat (Hariyanto dkk,
2005).
HCU (High Care Unit) adalah
pelayanan medik pasien dengan
kebutuhan memerlukan pengobatan,
perawatan dan observasi secara ketat
(KEMENKES RI, 2010). ICU
(Intensive Care Unit) adalah ruang
rawat di rumah sakit yang dilengkapi
dengan staf dan peralatan khusus
untuk merawat dan mengobati pasien
dengan perubahan fisiologi yang
cepat memburuk yang mempunyai
intensitas defek fisiologi satu organ
ataupun mempengaruhi organ lainnya
sehingga merupakan keadaan kritis
yang dapat menyebabkan kematian.
Perbedaan HCU dengan ICU hanya
pada alat bantu pernapasan atau
ventilator yang terdapat di ruang ICU
dan tidak terdapat di ruang HCU.
Pasien yang dirawat dalam
ruangan Intensif Care Unit dan High
Care Unit tidak hanya membutuhkan
teknologi dan terapi tetapi juga
memerlukan perawatan humanistik
dari keluarganya, sehingga keluarga
juga harus mengetahui keadaan
pasien setiap waktu (Potter & Perry,
2009). Reaksi anggota keluarga
berupa
cemas
akan
semakin
meningkat karena dalam perawatan
pasien HCU (High Care Unit) itu
dilakukan secara terus menerus pada
fungsi sistem vital pada pasien
dengan menggunakan peralatan
canggih, rumit, dan asing yang belum
pernah mereka lihat sebelumnya,
karena mereka beranggapan bahwa
keluarga yang sakit serius bahkan
mungkin sekarat.
437
Prosiding
Seminar Nasional 2013
Penanggulangan Masalah Gizi pada Anak Melalui Pendekatan Peka Budaya
e) 82 ≥ skor total responden ≤
123
f) Ringan, jika minimal ≤ skor
total responden ≤ kuartil I
g) 41 ≥ skor total responden ≤
8
b. Faktor-faktor
yang
mempengaruhi kecemasan
Teknik yang digunakan dalam
pengolahan aspek ini adalah dengan
menggunakan
teknik
“Liker
Summated Rating” yaitu suatu tekni
scaling dengan mengkonversi data
kategori ke dalam data ordinal
sedemikian rupa sehingga dapat
digunakan
untuk
mengukur
kecenderungan sikap dari responden
yang diukur (Azwar, 2005). Skor
yang berupa skala liker selanjutnya
dijumlahkan dan ditransformasi ke
dalam skor T dengan rumus sebagai
berikut :
Metode Penelitian
1.
Analisa Data Univariat
Analisis univariat dilakukan
pada variabel kecemasan keluarga di
ruang HCU. Tekhnik analisa data
dengan
mengkatagorikan
data
kecemasan (Arikunto, 2006).
a. Penilaian tingkat kecemasan
Untuk mengetahui tingkat
kecemasan keluarga digunakan skala
likert, jawabannya diberi nilai sesuai
dengan
pernyataan,
kemudian
dibentuk distribusi dari aspek yang
diteliti.
Untuk setiap satu item
pertanyaan dari instrumen terdiri dari
lima pilihan jawaban, dengan
pembobotan nilai sebagai berikut:
Tidak pernah
=1
Pernah
=2
Jarang
=3
Sering
=4
Selalu
=5
Berdasarkan hasil perhitungan
dengan menggunakan teknik kuartil,
diperoleh
batasan
dari
pengkategorian tingkat kecemasan
pada keluarga di ruang hcu rumah
sakit immanuel bandung menurut
jawaban responden, yang dijelaskan
dari nilai total skornya yaitu:
Panik, jika kuartil III ≤ skor total
responden ≤ maksimal
a) 164 ≥ skor total responden ≤
205
b) Berat, jika median ≤ skor
total responden ≤ kuartil III
c) 123 ≥ skor total responden ≤
163
d) Sedang, jika kuartil I ≤ skor
total responden ≤ median
𝑇 = 50 + (10 (
𝑥−𝑥
)
𝑆𝐷
Keterangan:
X = Skor responden pada variable
yang hendak diukur menjadi skor T
X = Mean dalam skor kelompok
S = Standar deviasi
Hasil skor T setiap responden
dibandingkan dengan nilai mean T,
apabila : T ≥50 maka dianggap positif
atau
mendukung
(Favorable)
sedangkan T <50 maka dianggap
negative atau tidak mendukung
(Unfavorable ).
2.
Analisa Bivariat
Dalam penelitian ini akan
dilakukan dengan memakai uji chi
438
Prosiding
Seminar Nasional 2013
Penanggulangan Masalah Gizi pada Anak Melalui Pendekatan Peka Budaya
square, karena syarat uji data adalah
kategori kuantitatif. Rumus uji Chi
Square adalah sebagai berikut :
𝑥2 = Σ
Keterangan :
X² = Chi kuadrat
ƒo = Frekuensi yang di observasi
ƒh = Frekuensi yang diharapkan
(ƒo − ƒh)²
ƒh
Hasil Penelitian
1.
Analisa Univariat
a. Tingkat Kecemasan
Tabel 1
Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Keluarga di Ruang HCU (High Care Unit)
No
Kategori
Frekuensi
%
Cemas ringan
8
11,1
1
Cemas sedang
40
74,1
2
Cemas
berat
6
14,8
3
Panik
0
0
4
54
100
Total
Distribusi
jumlah
responden
berdasarkan
tabel
1
tingkat
kecemasan didapatkan, sebagian
besar responden yaitu 40 responden
(74,1%) mengalami cemas sedang.
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan
Tabel 2
Distribusi Frekuensi Faktor Jenis Kelamin Mempengaruhi Kecemasan Keluarga di Ruang
HCU (High Care Unit)
Tingkat Kecemasan
Jenis kelamin
Berat
Sedang
Total
Ringan
F
%
F
%
F
%
F
Laki-laki
1
4,0
20
80,0
4
16,0
25
Perempuan
7
24,1
20
69,0
2
6,9
29
Total
Ditribusi jumlah responden
berdasarkan tabel 2 didapatkan; 29
responden perempuan (100%), 7
orang responden mengalami cemas
54
berat (24,1%), 20 orang responden
mengalami cemas sedang (69%), dan
2 responden mengalami cemas ringan
(6,9%).
439
Prosiding
Seminar Nasional 2013
Penanggulangan Masalah Gizi pada Anak Melalui Pendekatan Peka Budaya
Tabel 3
Distribusi Frekuensi Faktor Usia Yang Mempengaruhi Kecemasan Keluarga di Ruang HCU
(High Care Unit)
Tingkat Kecemasan
Usia
Dewasa muda
(21-40 th)
Dewasa tengah
Berat
Sedang
Total
Ringan
F
%
F
%
F
%
F
8
24,2
22
66,7
3
9,1
33
0
0
16
84,2
3
15,8
19
0
0
2
100
0
0
2
(41-60 th)
Dewasa tua
(> 60 th)
54
Total
Distribusi jumlah responden
berdasarkan tabel 3 didapatkan 33
responden usia dewasa muda (2140th), 8 responden mengalami cemas
berat (24,2%), 22 responden
mengalami cemas sedang (66,7%), 3
responden mengalami cemas ringan
(9,1%).
Tabel 4
Distribusi Frekuensi Faktor Tingkat Pendidikan yang Mempengaruhi Kecemasan Keluarga
di Ruang HCU (High Care Unit)
Tingkat Kecemasan
Tingkat Pendidikan
SD/
Sederajat
SMP/
Sederajat
SMA/
Sederajat
Perguruan Tinggi
Berat
Sedang
Ringan
Total
F
%
F
%
F
%
F
0
0
0
0
1
100
1
2
20
7
70
1
10
10
5
12,5
31
77,5
4
10
40
1
33,3
2
66,7
0
0
3
54
100
Total
Distribusi jumlah responden
berdasarkan tabel 4 didapatkan 40
responden Tingkat pendidikan SMA
(100%), 5 responden mengalami
cemas berat (12,5%), 31 responden
mengalami cemas sedang (77,5%)
dan 4 responden mengalami cemas
ringan (10%).
440
Prosiding
Seminar Nasional 2013
Penanggulangan Masalah Gizi pada Anak Melalui Pendekatan Peka Budaya
Tabel 5
Distribusi Frekuensi Faktor Pengalaman Menunggu Yang Mempengaruhi Kecemasan
Keluarga di Ruang HCU (High Care Unit)
Tingkat Kecemasan
Pengalaman menunggu
Berat
Sedang
Ringan
Total
F
%
F
%
F
%
F
Pernah
0
0
7
87,5
1
12,5
8
Tidak pernah
8
17,4
33
71,7
5
10,9
46
54
Total
Distribusi
responden
berdasarkan tabel 5 didapatkan 46
responden responden yang belum
pernah menunggu (100%), 8
responden mengalami cemas berat
(17,4%), 33 responden mengalami
cemas sedang (71,7%), dan 5
responden mengalami cemas ringan
(10,9%).
Tabel 6
Distribusi Frekuensi Faktor Kondisi Medis Yang Mempengaruhi Kecemasan Keluarga di
Ruang HCU (High Care Unit)
No
Kategori
Frekuensi
%
1
Mendukung
50
92,6
2
Tidak mendukung
4
7,4
Total
54
100
Distribusi jumlah responden pada
tabel 6 berdasarkan kondisi medis
didapatkan hampir seluruhnya dari
responden yaitu 50 responden
(92,6%) menyatakan mendukung.
Tabel 7
Distribusi Frekuensi Faktor Akses Informasi Yang Mempengaruhi Kecemasan Keluarga di
Ruang HCU (High Care Unit)
No
Kategori
Frekuensi
%
1
Mendukung
49
90,7
2
Tidak mendukung
5
9,3
Total
54
100
Distribusi jumlah responden pada
tabel 7 berdasarkan akses informasi
didapatkan hamper seluruhnya dari
responden yaitu 49 responden
(90,7%) menyatakan mendukung.
441
Prosiding
Seminar Nasional 2013
Penanggulangan Masalah Gizi pada Anak Melalui Pendekatan Peka Budaya
Tabel 8
Distribusi Frekuensi Faktor Komunikasi Terapeutik Yang Mempengaruhi Kecemasan
Keluarga di Ruang HCU (High Care Unit)
No
Kategori
Frekuensi
%
1
Mendukung
29
53,7
2
Tidak mendukung
25
46,3
Total
54
100
Distribusi jumlah responden
berdasarkan pada tabel 8 komunikasi
terapeutik didapatkan sebagian dari
responden yaitu 29 responden
(53,7%) menyatakan mendukung.
Tabel 9
Distribusi Frekuensi Faktor Fasilitas Kesehatan Yang Mempengaruhi Kecemasan Keluarga
di Ruang HCU (High Care Unit)
No
Kategori
Frekuensi
%
1
Mendukung
26
48,1
28
51,9
2
Tidak mendukung
54
Total
Distribusi jumlah responden
berdasarkan pada tabel 9 fasilitas
kesehatan didapatkan sebagian dari
100
responden yaitu 28 responden
(51,9%)
menyatakan
tidak
mendukung.
Tabel 10
Distribusi Frekuensi Faktor Lingkungan Fisik Yang Mempengaruhi Kecemasan Keluarga di
Ruang HCU (High Care Unit)
No
Kategori
Frekuensi
%
1
Mendukung
38
70,4
2
Tidak mendukung
16
29,6
54
Total
Distribusi jumlah responden
berdasarkan
pada
tabel
4.7
lingkungan fisik didapatkan sebagian
dari responden yaitu 38 responden
(70,4%) menyatakan mendukung.
100
melihat pengaruh antara antara faktor
internal dan faktor eksternal dengan
tingkat kecemasan keluarga di ruang
HCU (High Care Unit) Rumah Sakit
Immanuel
Bandung
dengan
menggunakan analisis chi square.
Dari hasil pengolahan data diperoleh
hasil sebagai berikut:
2.
Analisa Bivariat
Pada bagian ke dua akan
dilakukan analisis bivariat untuk
442
Prosiding
Seminar Nasional 2013
Penanggulangan Masalah Gizi pada Anak Melalui Pendekatan Peka Budaya
Tabel 11
Distribusi Frekuensi Pengaruh Antara Faktor Internal dan Faktor Eksternal dengan Tingkat
Kecemasan Keluarga di ruang HCU
Variabel Faktor yang Mempengaruhi
P-Value
Laki-laki
Jenis kelamin
4,897
Perempuan
Dewasa muda
(21-40 th)
Dewasa tengah
Usia
(41-60 th)
6,498
Dewasa tua
(> 60 th)
SD/
Sederajat
SMP/
Sederajat
Tingkat pendidikan
9,518
SMA/
Sederajat
Perguruan Tinggi
Pernah
Pengalaman menunggu
Tidak pernah
Mendukung
Kondisi medis
Tidak mendukung
Mendukung
Akses informasi
Tidak mendukung
Mendukung
Komunikasi terapeutik
1,636
1,521
0,738
0,104
Tidak mendukung
Mendukung
Fasilitas kesehatan
2,596
Tidak mendukung
Mendukung
Lingkungan Fisik
Tidak mendukung
Dari tabel di atas menjelaskan
pengaruh antara faktor internal dan
faktor eksternal dengan tingkat
kecemasan keluarga di ruang HCU
(High Care Unit) Rumah Sakit
Immanuel Bandung. Hasil uji statistik
2,163
chi square menunjukan bahwa tidak
ada pengaruh antara faktor internal
dan faktor eksternal dengan tingkat
kecemasan keluarga dengan nilai p
value = >0,05=alpha
443
Prosiding
Seminar Nasional 2013
Penanggulangan Masalah Gizi pada Anak Melalui Pendekatan Peka Budaya
sehingga menghambat pemberian
asuhan keperawatan kepada pasien.
Disinilah pentingnya peran
perawat
bagi
keluarga
yang
mengalami
kecemasan
ringan,
sedang, berat dan panik. Peran
perawat dalam kecemasan sedang
yaitu sebagai pendidik (edukator)
yaitu dengan membantu keluarga
dalam meningkatkan pengetahuan
mengenai penyakit yang dialami oleh
pasien. Sedangkan sebagai konselor
yaitu membantu keluarga untuk
menyadari dan mengatasi tekanan
psikologis atau masalah. Didalamnya
diberikan dukungan emosional dan
informasi
serta
memberikan
konseling
atau
bimbingan
penyuluhan kepada keluarga dalam
mengintegrasikan
pengalaman
kesehatan dengan pengalaman masa
lalu.
2. Faktor-Faktor
Yang
Mempengaruhi
Kecemasan
Keluarga
a. Jenis Kelamin
Hasil penelitian sebagian besar
responden berdasarkan tabel 4.3
didapatkan bahwa dari 54 responden,
sebagian dari responden yaitu 29
responden
perempuan
(53,7%)
didapatkan 8 orang responden
mengalami kecemasan panik, 20
orang
responden
mengalami
kecemasan sedang dan 6 orang
responden mengalami kecemasan
sedang. Hasil penelitian menyatakan
bahwa wanita lebih cemas dibanding
dengan laki-laki. Hasil penelitian ini
didukung dengan teori James dalam
Smith (1968:51) mengatakan bahwa
perempuan lebih mudah dipengaruhi
Pembahasan
1.
Tingkat Kecemasan
Hasil penelitian pada tingkat
kecemasan keluarga sebagian besar
responden berdasarkan tabel 4.2
didapatkan bahwa dari 54 responden
didapatkan sebagian dari responden
yaitu
40
responden
(74,1%)
mengalami cemas sedang. Hasil
penelitian ini didukung dengan hasil
penelitian
Simamora
(2012)
mengenai
tingkat
kecemasan
keluarga di ruang HCU di RSU
Sumedang, yaitu dari 33 responden
(51,5%)
responden
mengalami
kecemasan
sedang.
Hal
ini
disebabkan karena rata-rata kematian
yang tinggi dari pasien dalam
perawatan intensif. Dampak dari
kecemasan
keluarga
dapat
menimbulkan
ketidakmampuan
keluarga dalam mengambil keputusan
sehingga menghambat pemberian
asuhan keperawatan kepada pasien.
Kecemasan sedang yaitu cemas
yang memungkinkan seseorang untuk
memusatkan pada hal yang penting
dan mengesampingkan yang lain.
Tidak hanya itu perubahan yang
terjadi pada keluarga dengan adanya
salah satu anggota keluarga yang
sakit tidak dapat atau kurang di
antisipasi, sehingga sikap keluarga
terhadap anggota keluarga yang sakit
terganggu dengan permasalahan yang
sedang terjadi dalam keluarga. Hal ini
tentu akan menimbulkan kecemasan
dalam
keluarga
sehingga
menimbulkan
ketidakmampuan
keluarga dalam mengambil keputusan
444
Prosiding
Seminar Nasional 2013
Penanggulangan Masalah Gizi pada Anak Melalui Pendekatan Peka Budaya
oleh tekanan-tekanan lingkungan
daripada laki-laki. Perempuan juga
lebih cemas, kurang sabar, dan mudah
mengeluarkan air mata (Cattel, dalam
Smith, 1968:24).
Jenis
kelamin
merupakan
identitas responden yang dapat
digunakan untuk membedakan antara
laki-laki dengan perempuan (Utama
(2003).
Jenis
kelamin
dapat
mempengaruhi kecemasan pada
seseorang dikarenakan jenis kelamin
merupakan sifat pribadi yang
diartikan bahwa semua tingkah laku
dan sifat sejak lahir ataupun yang
diperoleh memberikan karakteristik
pada seseorang. Kecemasan lebih
sering di alami oleh wanita
dikarenakan laki-laki lebih aktif,
eksploratif, sedangkan wanita lebih
sensitive terhadap permasalahan
sehingga
mekanisme
koping
perempuan lebih kurang baik
dibandingkan laki-laki.
b. Usia
Hasil penelitian pada faktor
usia sebagian besar responden
berdasarkan tabel 4.4 didapatkan
bahwa dari 54 responden, didapatkan
sebagian dari responden yaitu 33
responden (61,1%) berusia dewasa
muda (21-40 th),
8 responden
(24,2%) mengalami cemas berat, 22
responden
(66,7%)
mengalami
cemas sedang, dan 3 orang responden
(9,1%) mengalami cemas ringan.
Hasil penelitian ini konsisten dengan
teori Kaplan dan Sadock (1997) yaitu
gangguan kecemasan dapat terjadi
pada semua usia, lebih sering pada
usia dewasa dan lebih banyak pada
wanita. Sebagian besar kecemasan
terjadi pada umur 21-45 tahun.
Feist (2009) mengungkapkan
bahwa semakin bertambahnya umur
kematangan
psikologi
individu
semakin baik. Artinya semakin
matang psikologi seseorang, semakin
baik
pula
adaptasi
terhadap
kecemasan. Hasil penelitian selaras
dengan pendapat Gallo (1997) yang
menyatakan
bahwa
semakin
bertambahnya
umur
seseorang
semakin banyak pengalaman yang di
terima, sehingga cara menjalani
kehidupan juga semakin matang.
Pada usia tua kecemasan yang timbul
biasanya lebih ringan dibandingkan
dengan kecemasan yang dialami usia
muda saat menunggu yang dirawat di
rumah sakit, karena orang tua lebih
memiliki pengalaman tentang hal
yang serupa lebih banyak (Kaplan &
Sadock, 1997). Berbeda dengan
Stuart & Sundeen (1998), yang
menyatakan bahwa, usia tua lebih
rentan
mengalami
kecemasan
dibandingkan usia muda. Hal ini
berkaitan dengan status kesehatan
umum seseorang, dimana dengan
menurunnya
status
kesehatan
seseorang maka akan mengalami
kecemasan yang lebih besar.
Menurut penulis kecemasan
seseorang yang muncul karena faktor
usia berkaitan dengan sedikit
banyaknya pengalaman masa lalu
terhadap hal yang sama yang bisa
menyebabkan kecemasan. Faktor
yang mempengaruhi kecemasan pada
seseorang dimana ia tergantung dari
perkembangan seseorang dan tugas
perkembangan seseorang itu berbeda-
445
Prosiding
Seminar Nasional 2013
Penanggulangan Masalah Gizi pada Anak Melalui Pendekatan Peka Budaya
beda. Semakin tua usia seseorang
maka akan semakin baik pula dalam
mengendalikan
emosinya
ini
berkaitan dengan sedikit banyaknya
pengalaman masa lalu terhadap hal
yang sama yang bisa menyebabkan
kecemasan.
c. Tingkat Pendidikan
Hasil penelitian pada faktor
tingkat pendidikan sebagian besar
responden berdasarkan tabel 4.5
didapatkan bahwa dari 54 didapatkan
40 responden Tingkat pendidikan
SMA
(100%),
5
responden
mengalami cemas berat (12,5%), 31
responden mengalami cemas sedang
(77,5%) dan 4 responden mengalami
cemas ringan (10%). Hasil penelitian
terlihat bahwa tingkat pendidikan
tinggi lebih mempengaruhi terhadap
tingkat kecemasan yang dialami oleh
responden, yaitu 31 responden (70%)
yang berpendidikan SMU mengalami
kecemasan dengan kategori sedang.
Hasil penelitian ini didukung
dengan teori Gass dan Curiel (2011)
menjelaskan tingkat pendidikan
berhubungan
dengan
tingkat
kecemasan. Semakin tinggi tingkat
pendidikan semakin tinggi pula
tingkat
kecemasan.
Tetapi
berbanding terbalik dengan hasil
penelitian Feist (2009) yaitu tingkat
pendidikan yang lebih tinggi
memiliki respon adaptasi yang lebih
baik karena respon yang diberikan
lebih rasional dan juga memengaruhi
kesadaran dan pemahaman terhadap
stimulus.
Pendidikan
adalah
usaha
manusia untuk menumbuhkan dan
mengembangkan
potensi-potensi
pembawaan baik jasmani maupun
rohani sesuai dengan nilai- nilai yang
ada
dalam
masyarakat
dan
kebudayaan
(Ihsan,
2003).
Pendidikan merupakan salah satu
faktor penting untuk mendapatkan
dan mencerna informasi secara lebih
mudah. Akhirnya pemahaman suatu
perubahan kondisi akan lebih mudah
dipahami dan di internalisasi
(Videbeck, 2008). Penelitian Gallo
(1997), yang menyatakan bahwa
tingkat pendidikan yang dimiliki
seseorang menjadikan individu lebih
selektif selama respon kecemasan
berlangsung.
Sejalan dengan perkembangan
zaman, pendidikan yang diperoleh
seseorang harusnya meningkat, tetapi
pada
kenyataannya
tingkat
pendidikan seseorang juga ada yang
stagnant. Sehingga menurut peneliti
tingkat pendidikan yang tinggi pada
seseorang akan membentuk pola yang
lebih adaptif terhadap kecemasan,
karena memiliki pola koping terhadap
sesuatu yang lebih baik, sedangkan
pada seseorang yang hanya memiliki
tingkat pendidikan rendah akan
cenderung
lebih
mengalami
kecemasan karena pola adaptif yang
kurang terhadap hal yang baru dan
mengakibatkan pola koping yang
kurang pula. Maka semakin rendah
tingkat pendidikan maka semakin
tinggi tingkat kecemasan, begitu pula
sebaliknya.
d. Pengalaman Menunggu
Hasil penelitian pada faktor
pengalaman menunggu sebagian
besar responden berdasarkan tabel 4.6
didapatkan bahwa dari 54 responden,
446
Prosiding
Seminar Nasional 2013
Penanggulangan Masalah Gizi pada Anak Melalui Pendekatan Peka Budaya
didapatkan 46 responden belum
pernah menunggu, 8 rasponden
mengalami cemas berat (17,4%), 33
responden mengalami cemas sedang
(71,7%), dan 5 responden mengalami
cemas ringan (10,9%). Hasil
penelitian ini didukung dengan teori
dari Kaplan dan Sadock (1997) yaitu
keluarga yang baru pertama kali
anggota keluarganya dirawat akan
berbeda dengan yang sudah beberapa
kali menghadapi hal yang sama
dirawat di rumah sakit, hal itu karena
sudah terbentuk koping yaitu upaya
berupa aksi berorientasi dan intra
fisik, untuk mengelola (mentoleransi,
menampung,
meminimalkan)
lingkungan dan kebutuhan internal
mengenai hal tersebut.
Keluarga yang mempunyai
kemampuan pengalaman dalam
menghadapi stress/kecemasan dan
punya cara menghadapinya akan
cenderung lebih menganggap stres
yang beratpun sebagai masalah yang
bisa diselesaikan. Tiap pengalaman
merupakan sesuatu yang berharga dan
belajar dari pengalaman dapat
meningkatkan
ketrampilan
menghadapi stress.
e. Kondisi Medis/Penyakit
Hasil penelitian pada faktor
kondisi medis/penyakit sebagian
besar responden berdasarkan tabel 4.7
dari 54 responden hampir dari
seluruhnya dari responden atau
sebanyak 50 responden (92,6%)
menyatakan
mendukung.
Hasil
penelitian ini didukung dengan hasil
penelitian Ananggadipa (2012),
mengenai
faktor-faktor
yang
berhubungan dengan kecemasan
terapi HBO yaitu ada hubungannya
antara tingkat kecemasan dengan
kondisi penyakit.
Terjadinya gejala kecemasan
yang berhubungan dengan kondisi
medis sering ditemukan walaupun
insidensi gangguan bervariasi untuk
masing-masing
kondisi
medis,
misalnya: pada pasien sesuai hasil
pemeriksaan akan mendapatkan
diagnosa pembedahan, hal ini akan
mempengaruhi tingkat kecemasan
keluarga klien. Sebaliknya pada
pasien yang dengan diagnosa baik
tidak terlalu mempengaruhi tingkat
kecemasan. Beberapa penelitian
membuktikan bahwa pasien yang
mengalami gangguan fisik akan
mengakibatkan ansietas. Prevalensi
pasien dengan post stroke yang
mengalami
gangguan
cemas
menyeluruh adalah 6% di rumah sakit
akut dan 3,5% di komunitas. Salah
satu studi di Swedia mengatakan
bahwa 41,2% pasien dengan cedera
otak mengalami gangguan cemas
menyeluruh (Kaplan, 2005).
Hasil penemuan di lapangan hal
ini
disebabakan
kurangnya
pengetahuan keluarga mengenai
penyakit yang diderita oleh pasien.
Pengetahuan tentang kondisi medis
pasien yang sedang di rawat sangat
mempengaruhi kecemasan keluarga.
Pengenalan tentang kondisi penyakit
yang diderita oleh pasien sangat perlu
karena berhubungan dengan outcome
dari pengobatan yang akan dilakukan.
Hal lain yang bisa dilakukan adalah
kerja sama di dalam tim rumah sakit
yang melibatkan dokter-dokter dan
perawat yang berperan dalam
447
Prosiding
Seminar Nasional 2013
Penanggulangan Masalah Gizi pada Anak Melalui Pendekatan Peka Budaya
penanganan pasien. Keterbukaan dan
saling kerja sama demi kebaikan
pasien adalah modal utama integrasi
pelayanan kesehatan yang baik.
Upaya ini semata-mata adalah demi
kebaikan dan kesehatan yang
menyeluruh untuk pasien. Pelayanan
kesehatan yang berkesinambungan
akan menghasilkan harapan dan
kualitas hidup yang lebih baik bagi
pasien.
f. Akses Informasi
Hasil penelitian pada faktor
akses komunikasi hampir seluruhnya
dari responden berdasarkan tabel 4.8
dari 54 responden didapatkan 49
responden (90,7%) menyatakan
mendukung. Hasil penelitian ini
didukung dengan hasil penelitian
Ananggadipa (2012) yaitu ada
hubungannya
antara
tingkat
kecemasan dengan akses informasi.
Akses informasi memegang peranan
yang tidak kalah penting. Informasi
dapat membuka pemikiran seseorang
dari ketidaktahuan tentang apa,
bagaimana dan tentang tindakan apa
yang seharusnya di kalukan. Akan
tetapi, informasi yang diberitahukan
keluarga terbatas. Setiap informasi
apapun dari lingkungan sosial yang
menimbulkan persepsi individu
bahwa individu menerima efek
positif, penegasan atau bantuan
menandakan suatu ungkapan dari
adanya dukungan sosial.
Menurut peneliti apabila akses
informasi tidak terpenuhi akan
menjadi ketidaktahuan apa saja yang
seharusnya keluarga lakukan dan
bagaimana cara mengatasi masalah
yang sedang dihadapi. Pemberian
informasi yang tepat akan membantu
keluarga
tidak
hanya
dalam
perawatan pasien tetapi juga dalam
mengatasi kecemasan itu sendiri.
Akses informasi itu sendiri dapat
berupa komunikasi, bimbingan dan
konseling kepada keluarga agar
keluarga dapat mengatasi kecemasan
ke arah yang adaptif sehingga dapat
mengurangi
tingkat
kecemasan
keluarga.
g. Komunikasi Terapeutik
Hasil penelitian pada faktor
komunikasi terapeutik sebagian dari
responden berdasarkan tabel 4.9
didapatkan 29 responden (53,7%)
menyatakan
mendukung.
Hasil
tersebut dapat ditarik kesimpulan
bahwa
ada
hubungan
yang
signifikan antara
komunikasi
terapeutik
perawat
dengan
kecemasan. Didalam teori disebutkan
bahwa komunikasi merupakan hal
yang sangat penting dalam proses
pemberian
asuhan keperawatan.
Komunikasi yang terjalin baik akan
menimbulkan kepercayaan sehingga
terjadi hubungan yang lebih hangat
dan mendalam. Kehangatan suatu
hubungan
akan
mendorong
pengungkapan beban perasaan dan
pikiran yang dirasakan selama
hospitalisasasi (Purwanto, 1994)
yang dapat menjadi jembatan dalam
menurunkan tingkat
kecemasan
yang terjadi (Tamsuri, 2006).
Komunikasi sangat dibutuhkan
baik bagi perawat, pasien, dan
keluarga pasien. Kecemasan pada
pasien dan keluarga dalam critical
care unit sering diakibatkan oleh
ketakutan akan kematian, ketidak
448
Prosiding
Seminar Nasional 2013
Penanggulangan Masalah Gizi pada Anak Melalui Pendekatan Peka Budaya
berhasilan medikasi dan komplikasi
perawat dan tenaga medis sehingga
dalam hal ini pentingnya komunikasi
terapetik kepada pasien dan keluarga
sehinggadapat menurunkan tingkat
kecemasan keluarga.
h. Fasilitas Kesehatan
Hasil penelitian pada faktor
fasilitas kesehatan sebagian dari
responden berdasarkan tabel 4.10 dari
54
responden
didapatkan
28
responden (51,9%) menyatakan tidak
mendukung. Hasil penelitian ini tidak
sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan Sasmirah (2007) yaitu
faktor usia, pendidikan, tingkat
social, ekonomi, penampilan fisik
ruangan, hubungan antar personel,
bising alat dan pembatasan interaksi
merupakan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi tingkat kecemasan
pasien di ruang ICU. Hal ini
disebabkan karena keluarga selalu
berfokus terhadap perawatan pasien
sehingga tidak banyak memikirkan
masalah-masalah lain.
Lingkungan fisik, alat yang
canggih
dan
rumit
akan
mempengaruhi
kecemasan,
dikarenakan alat-alat tersebut asing
bagi keluarga karena mereka
beranggapan bahwa keluarga yang
sakit serius bahkan mungkin sekarat,
hal
ini
berhubungan
dengan
kurangnya pengetahuan keluarga
mengenai kondisi penyakit yang
diderita oleh pasien. Sehingga disini
pentingnya peran perawat sebagai
pendidik memberikan informasi atau
pendidikan
kesehatan
kepada
keluarga.
i. Lingkungan Fisik
Hasil penelitian pada faktor
fasilitas kesehatan sebagian dari
responden berdasarkan tabel 4.10 dari
54
responden
didapatkan
38
responden (70,4%) menyatakan
mendukung. Hasil penelitian ini sama
dengan beberapa peneliti yang
berpendapat
bahwa
respon
kecemasan
dapat
berhubungan
dengan faktor-faktor pasien itu
sendiri dan dapat juga berhubungan
dengan keadaan dari lingkungan di
ruang Instalasi Rawat Intensif
(Ballard,1981). Dapat dikatakan
faktor kebijaksanaan dalam ruangan
serta suasana personil ruangan itu
sendiri dapat merupakan pencetus
terjadinya krisis bagi klien dan
keluarganya sehingga diperlukan
adaptasi dengan cara yang berbeda
dengan hasil proses adaptasi yang
mereka alami sebelumnya. Hal ini
disebabkan oleh kondisi ruang tunggu
yang kurang nyaman bagi keluarga,
terdapat kursi dan televisi di ruang
tunggu tetapi hal itu tidak membuat
keluarga merasa nyaman untuk
istirahat dikarenakan kondisi tempat
duduk yang kurang nyaman sehingga
keluarga kurang merasa nyaman saat
istirahat di ruang tunggu.
Peran keluarga yang sangat
terbatas karena kondisi ruangan yang
tertutup, klien butuh perawatan yang
lebih ekstra dan waktu untuk
berkunjung
yang
terbatasi
menjadikan akses komunikasi antara
klien
dan
keluarga
menjadi
berkurang. Disamping juga kondisi
klien dalam keadaan kritis sehingga
membuat
semacam
kecemasan
tersendiri bagi keluarga klien apabila
449
Prosiding
Seminar Nasional 2013
Penanggulangan Masalah Gizi pada Anak Melalui Pendekatan Peka Budaya
karena
keadaan
penyakitnya
diharuskan untuk perawatan di ruang
intensif. Lingkungan yang tidak
nyaman dan asing juga akan
mempengaruhi kecemasan yang di
alaminya. Kecemasan pada keluarga
di ruang HCU akan menimbulkan
masalah baru, keluarga yang cemas
akan mengalami berbagi macam
gangguan. Di sini peran perawat
dalam mengatasi rasa cemas menjadi
sangat berarti. Diperlukan suatu
tindakan yang bisa menurunkan
tingkat kecemasan.
3. Pengaruh Antara Faktor Internal
dan Eksternal dengan Tingkat
Kecemasan Keluarga di Ruang
High Care Unit (HCU) Rumah
Sakit Immanuel Bandung
Dari penelitian ini berdasarkan
uji statistik chi square menunjukan
bahwa tidak ada pengaruh antara
variabel faktor eksternal dan internal
dengan tingkat kecemasan yang di
rasakan oleh keluarga. Penelitian ini
tidak sesuai dengan teori bahwa
faktor
eksternal
dan
internal
mempengaruhi kecemasan keluarga,
penelitian ini memiliki kesamaan
dengan beberapa hasil penelitian lain
yaitu tidak adanya pengaruh antara
faktor internal dan faktor eksternal.
Akan tetapi, hal ini tidak berarti
bahwa faktor internal dan faktor
eksternal ini tidak penting, faktorfaktor ini dapat di jadikan sebagai
acuan
untuk
perawat
untuk
meningkatkan kualitas pelayanan
terhadap keluarga pasien dengan
membuat intervensi
kecemasan
seperti mengkaji kecemasan yang
dirasakan keluarga, memberikan
dukungan psikologis keluarga dan
membantu
keluarga
dalam
pengambilan
keputusan,
demi
mengurangi
tingkat
kecemasan
keluarga.
Keluarga yang anggotanya
masuk rumah sakit akan mengalami
ketakutan dan kecemasan ini
merupakan reaksi yang khas ketika
anggota keluarganya masuk rumah
sakit, tetapi emosi ini di ekspresikan
dengan cara yang berbeda-beda.
Beberapa anggota keluarga akan
bekerja sama dengan tenaga medis
untuk memberikan yang terbaik bagi
anggota keluarga yang sedang di
rawat. Reaksi anggota keluarga
berupa
cemas
akan
semakin
meningkat apabila pasien diharuskan
di rawat di ruang intensif, karena
dalam perawatan pasien HCU (High
Care Unit) itu dilakukan secara terus
menerus pada fungsi sistem vital pada
klien dengan menggunakan peralatan
canggih, rumit, dan asing yang belum
pernah mereka lihat sebelumnya,
karena mereka beranggapan bahwa
keluarga yang sakit serius bahkan
mungkin sekarat.
Kurangnya
pengetahuannya
keluarga
tentang
kondisi
medis/penyakit yang diderita oleh
pasien yang sedang di rawat sangat
mempengaruhi kecemasan keluarga.
Disinilah pentingnya peran perawat
sebagai
pendidik/memberikan
pendidikan
kepada
keluarga
mengenai penyakit yang diderita oleh
pasien sehingga dapat menurunkan
tingkat kecemasan keluarga karena
hal ini berhubungan dengan outcome
dari pengobatan yang akan dilakukan.
450
Prosiding
Seminar Nasional 2013
Penanggulangan Masalah Gizi pada Anak Melalui Pendekatan Peka Budaya
Akses
Informasi
dapat
membuka
pemikiran
seseorang
meliputi apa, bagaimana tindakan apa
yang harus dilakukan. Akses
informasi memegang peranan yang
tidak kalah penting. Setiap informasi
apapun dari lingkungan sosial yang
menimbulkan persepsi individu
bahwa individu menerima efek
positif, penegasan atau bantuan
menandakan suatu ungkapan dari
adanya dukungan social. Bila akses
informasi tidak terpenuhi akan
menjadi ketidaktahuan apa saja yang
harus dilakukan oleh keluarga
lakukan dan bagaimana cara
mengatasi masalah yang sedang
dihadapi. Pemberian informasi yang
tepat akan membantu keluarga dalam
penyembuhan pasien.
Komunikasi sangat dibutuhkan
baik bagi perawat, pasien, dan
keluarga pasien. Kecemasan pada
pasien dan keluarga dalam critical
care unit sering diakibatkan oleh
ketakutan akan kematian, ketidak
berhasilan medikasi dan komplikasi
perawat dan tenaga medis sehingga
dalam hal ini pentingnya komunikasi
terapetik kepada pasien dan keluarga
sehinggadapat menurunkan tingkat
kecemasan keluarga. Komunikasi
terapeutik adalah hubungan antara
perawat dengan klien/keluarga dalam
proses komunikasi sehingga terjadi
penyampaian informasi, pertukaran
perasaan dengan mempengaruhi
perilaku orang lain dengan tujuan
merubah perilaku dalam pencapaian
kesehatan yang optimal.
Lingkungan
yang
tidak
mendukung, tidak nyaman dan asing
akan mempengaruhi kecemasan yang
di alaminya. Disamping kondisi klien
dalam keadaan kritis sehingga
membuat
semacam
kecemasan
tersendiri bagi keluarga klien apabila
karena
keadaan
penyakitnya
diharuskan untuk perawatan di ruang
intensif. Kecemasan pada keluarga di
ruang HCU akan menimbulkan
masalah baru, keluarga yang cemas
akan mengalami berbagi macam
gangguan. Di sini peran perawat
dalam mengatasi rasa cemas menjadi
sangat berarti. Diperlukan suatu
tindakan yang bisa menurunkan
tingkat kecemasan.
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Tingkat Kecemasan Keluarga di
Ruang High Care Unit (HCU) Rumah
Sakit Immanuel Bandung, maka
penulis
mengambil
kesimpulan
sebagai berikut:
1. Tingkat kecemasan didapatkan:
tidak ada satupun dari responden
(0%) mengalami panik, 6
responden (14,8%) mengalami
cemas berat, 40 responden
(74,1%)
mengalami
cemas
sedang, dan 8 responden (11,1%)
mengalami cemas ringan.
2. Tidak ada pengaruh antara faktor
internal (jenis kelamin, usia,
tingkat pendidikan, pengalaman
dirawat)
dengan
tingkat
kecemasan dengan p value =
>0,05=alpha.
3. Tidak ada pengaruh antara faktor
eksternal (kondisi penyakit,
451
Prosiding
Seminar Nasional 2013
Penanggulangan Masalah Gizi pada Anak Melalui Pendekatan Peka Budaya
4.
akses
informasi,
fasilitas
kesehatan dan lingkungan fisik)
dengan
tingkat
kecemasan
dengan p value = >0,05=alpha.
Tidak ada pengaruh antara faktor
internal dan eksternal dengan
tingkat kecemasan keluarga di
ruang HCU Rumah Sakit
Immanuel Bandung.
faktor
yang
mempengaruhi
kecemasan keluarga dengan metode
kualitatif sehingga peneliti dapat
lebih luas menggali masalah yang di
alami oleh keluarga.
Daftar Pustaka
Arikunto, S. (2006). Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan
Praktek. Jakarta: Rineka Cipta
Saran
Azwar. (2005). Penyusunan Skala
Pesikologi. Pustaka
Pelajar,Offset cetakan ke V:
Yogyakarta
1.
Bagi Rumah Sakit Immanuel
Bandung
Hasil penelitian ini menunjukan
tidak ada pengaruh antara faktor
internal dan faktor eksternal dengan
tingkat kecemasan keluarga, akan
tetapi penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi sehingga
pelayanan untuk keluarga berupa
komunikasi,
bimbingan
dan
konseling kepada keluarga, agar
keluarga dapat mengatasi kecemasan
kearah yang adaptif sehingga dapat
mengurangi
tingkat
kecemasan
keluarga
dan
meningkatkan
pelayanan fasilitas yang diberikan
kepada keluargadi ruang
2. Bagi Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Immanuel Bandung
Diharapkan dengan penelitian
ini dapat memberikan informasi dan
masukan bagi seluruh mahasiswa dan
staf dosen untuk memperkaya
pemahaman mengenai faktor-faktor
yang
menimbulkan
kecemasan
keluarga.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat
menjadi data awal bagi peneliti
selanjutnya untuk meneliti faktor-
Feist, J. & Feist, G. J. (2009).
Theories of Personality,
Seventh edition. New York:
McGraw-Hill International
Edition
Gass, S. C & Curiel, E.R. (2011).
Test anxiety in relation to
measure of cognitive and
intellectual fungtioning.
Agustus 1, 2013. Dikutip dari
http://acn.oxfordjournals.org/c
ontent/early/
Hawari, D. (2004). Manajemen
stress, Cemas dan Depresi.
Jakarta: FKUI.
Hudak, Gallo. (1997). Keperawatan
Kritis Pedekatan Holistik Edisi
VI. Jakarta: EGC.
Kaplan J.B., & Sadock T.C. (1997).
Sinopsis Psikiatri, Ilmu
Pengetahuan Perilaku Psikiatri
Klinis, Edisi ke-tujuh, Jakarta:
Binarupa Aksara.
452
Prosiding
Seminar Nasional 2013
Penanggulangan Masalah Gizi pada Anak Melalui Pendekatan Peka Budaya
Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor
1778/MENKES/SK/XII/2010
diakses tanggal 25 April 2013
Simamora. (2012). Gambaran
Tingkat Kecemasan Keluarga
Pada Pasien Yang Dirawat Di
Ruang Intensif Care Unit
(ICU) Dan High Care Unit
(HCU) Rumah Sakit Umum
Sumedang. Hak Cipta Unpad
Nursalam. (2008). Konsep dan
Penerapan Metodologi
Penelitian Ilmu Keperawatan:
Pedoman Skripsi, Tesis dan
Instrumen Penelitian
Keperawatan. Edisi 2. Jakarta:
Salemba Medika
Sugiyono. (2012). Metode
Penelitiaan Kuantitatif
Kualitatif Dan R&D. Bandung
Tamsuri, A. (2006). Komunikasi
Dalam Keperawatan. Jakarla:
EGC
Notoatmodjo. (2002). Metodologi
Penelitian Kesehatan. Edisi
revisi. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Notoatmodjo. (2003). Pendidikan
Dan Perilaku Kesehatan.
Jakarta : Rineka Cipta
Potter. Perry. (2009). Fundamentals
Of Nursing Fundamental
Keperawatan Buku 1 Edisi 7.
Jakarta Salemba Medika
Riyanto, A. 2009. Pengolahan dan
Analisis Data Kesehatan.
Bandung : Nuha Medika
Sasmirah (2007). Faktor-faktor yang
berhubungan dengan tingkat
kecemasan pasien yang dirawat
di ruang intensif RSU Kota
Semarang. Semarang : Stikes
Karya Husada. Diakses pada
tanggal 05 Mei 2013.
Sibuea. (2010). Tingkat Kecemasan
Keluarga Pasien Saat
Menunggu Anggota Keluarga
Dirawat Diruang HCU RSI
Bandung.
453
Prosiding
Seminar Nasional 2013
Penanggulangan Masalah Gizi pada Anak Melalui Pendekatan Peka Budaya
454
Download