Prosiding Seminar Nasional 2013 Penanggulangan Masalah Gizi pada Anak Melalui Pendekatan Peka Budaya Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kecemasan Keluarga di Ruang High Care Unit (HCU) Rumah Sakit Immanuel Bandung Yuliana Elias Imas Lia Susanti Nur Intan Hayati Abstrak Kecemasan adalah suatu sinyal yang memperingatkan adanya bahaya yang mengancam. Faktor yang mempengaruhi kecemasan yaitu faktor internal (jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, dan pengalaman di rawat) dan eksternal (kondisi medis/diagnosis penyakit, akses informasi, komunikasi terapeutik, lingkungan, fasilitas kesehatan). Keadaan pasien yang mendapatkan perawatan diruang Intensif memungkinkan terjadinya kecemasan pada keluarga. Dampak dari kecemasan keluarga dapat menimbulkan ketidakmampuan keluarga dalam mengambil keputusan sehingga menghambat pemberian asuhan keperawatan kepada pasien. Tujuan dari penelitian ini mengetahui adanya pengaruh antara faktor internal & eksternal dengan tingkat kecemasan. Metode penelitian analitik korelasi dengan menggunakan teknik purposive sampling dengan jumlah responden 54 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner.Hasil penelitian tingkat kecemasan didapatkan 6 responden (14,8%) mengalami cemas berat, 40 responden (74,1%) mengalami cemas sedang, dan 8 responden (11,1%) mengalami cemas ringan. Data dianalisa dengan menggunakan chi square didapatkan hasil =p value = >0,05=alpha, yang berarti tidak ada pengaruh antara faktor internal dan faktor eksternal dengan tingkat kecemasan keluarga di ruang High Care Unit (HCU) Rumah Sakit Immanuel Bandung. Meskipun hasil uji statistic chi square tidak terdapat pengaruh tetapi berdasarkan hasil observasi peneliti dilapangan didapatkan bahwa fasilitas yang kurang nyaman mempengaruhi kecemasan, sehingga penulis menyarankan kepada Rumah Sakit Immanuel Bandung untuk meningkatkan fasilitas pelayanan untuk keluarga berupa komunikasi, bimbingan dan konseling kepada keluarga agar keluarga dapat mengatasi kecemasan ke arah yang adaptif sehingga dapat mengurangi tingkat kecemasan keluarga. Kata kunci: Faktor Internal, Faktor Eksternal, Tingkat Kecemasan Keluarga Abstract Influencing factors are internal (sex, age, education, and treatment experiences) and external (medical situation/diagnosis of disease, information access, and therapeutic communication, environment, as well as health facilities). The condition of patient provided treatment in intensive care unit potentially results in family concern. The impact will bring disability the family to make decision and resulting in care impediment to the patient. The study intends to find out an influence between internal and external factors of anxieties. The method of research is analytical correlation by purposive sampling technique with 54 respondents. Data collection technique is arranged by using of questionnaire. The result shows that 6 respondents (14.8%) experiences an extreme anxiety, 40 respondents (74.1%) is intermediate and 8 respondents (11.1%) is light. Data analyzed by using of chi square and yields p value = > 0.05 = alpha or there is no influence between internal and external factors in the family concern in Health Care Unit (HCU) of Immanuel Hospital Bandung. Albeit there is no influence in the statistical test of chi square, however, by field observation it is found that inappropriate facility influences to the anxiety, and observer suggesting to the Immanuel Hospital Bandung to improve of facility for family including communication and counseling to the family in control the anxiety to the adaptive direction thus can reduce the family concern. Keywords: internal factor, external factor, family concern level. Literature: 29 references 435 Prosiding Seminar Nasional 2013 Penanggulangan Masalah Gizi pada Anak Melalui Pendekatan Peka Budaya diharapkan mereka dapat berfikir secara rasional dan menahan emosi mereka dengan baik. Keluarga yang baru pertama kali anggota keluarganya dirawat akan berbeda dengan yang sudah beberapa kali anggota keluarganya dirawat, hal itu karena sudah terbentuk koping yaitu upaya berupa aksi berorientasi dan intra fisik, untuk mengelola (mentoleransi, menampung, meminimalkan) lingkungan dan kebutuhan internal mengenai hal tersebut (Kaplan dan Sadock1998). Peneliti lain berpendapat bahwa respon kecemasan dapat berhubungan dengan faktor-faktor pasien itu sendiri dan dapat juga berhubungan dengan keadaan dari lingkungan di ruang Instalasi Rawat Intensif (Ballard,1981). Dapat dikatakan faktor kebijaksanaan dalam ruangan serta suasana personil ruangan itu sendiri dapat merupakan pencetus terjadinya krisis bagi klien dan keluarganya sehingga diperlukan adaptasi dengan cara yang berbeda dengan hasil proses adaptasi yang mereka alami sebelumnya. Penelitian yang dilakukan Sibuea (2010) mengenai tingkat kecemasan keluarga diruang ICU diketahui bahwa 30 responden/keluarga mengalami cemas berat dengan persentase 83%, hal ini disebabkan emosional tinggi yang dirasakan keluarga karena terpisahnya anggota keluarga dengan pasien, dan keluarga takut dengan suasana yang penuh dengan alat-alat. Seseorang masuk Rumah sakit dan dirawat di ruang Intensive Care Pendahuluan Kecemasan adalah suatu sinyal yang menyadarkan atau memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman. Faktor yang mempengaruhi kecemasan dibagi menjadi dua meliputi faktor internal (jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, dan pengalaman di rawat) dan eksternal (kondisi medis/diagnosis penyakit, akses informasi, komunikasi terapeutik, lingkungan, fasilitas kesehatan) (Kaplan & Sadock, 1997). Beberapa peneliti mengemukakan mengenai faktorfaktor internal yang mempengaruhi kecemasan pada keluarga antara lain menurut Kaplan dan Sadock (1997) gangguan kecemasan dapat terjadi pada semua usia, lebih sering pada usia dewasa dan lebih banyak pada wanita sebagian besar kecemasan terjadi pada umur 21-45 tahun. James (1968) mengatakan bahwa jenis kelamin perempuan lebih mudah dipengaruhi oleh tekanan dan lingkungan sekitar daripada laki-laki. Perempuan lebih cemas, kurang sabar dan mudah mengeluarkan air mata (Cattel, dalam Smith 1968). Sasmirah (2007) mengatakan faktor usia, pendidikan, tingkat sosial ekonomi, penampilan fisik ruangan, hubungan antar personal, bising alat dan pembatasan interaksi merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan pasien di ruang ICU. Menurut Yusuf (2001) semakin tinggi pendidikan seseorang 436 Prosiding Seminar Nasional 2013 Penanggulangan Masalah Gizi pada Anak Melalui Pendekatan Peka Budaya Unit (ICU) mengalami kecemasan fisik maupun psikis, dimana kecemasan adalah suatu perasaan takut yang tidak menyenangkan yang sering disertai dengan gejala psikologis (Tomb, 2004). Kecemasan yang terjadi tidak saja dialami oleh seorang pasien tetapi dapat juga dialami oleh keluarga yang anggota keluarganya dirawat di rumah sakit. Keadaan pasien yang kritis dan mendapatkan perawatan diruang ICU memungkinkan terjadinya konflik atau kecemasan didalam diri keluarga pasien sehingga peran perawat didalam pemberian informasi dan pendidikan kesehatan kepada pasien dan pengunjung untuk menurunkan tingkat kecemasan menjadi kebutuhan yang tidak dapat diabaikan. Keluarga merupakan sekumpulan dua orang atau lebih dan saling berinteraksi yang ada suatu ikatan perkawinan ataupun adopsi, dengan kata lain dapat dikatakan bahwa keluarga hampir selalu akan merasakan apa yang kita rasakan termasuk pula berbagai rasa suka dan duka yang dialami keluarga (Potter & Perry, 2009). Keluarga yang anggotanya masuk rumah sakit akan mengalami ketakutan dan kecemasan, hal ini merupakan reaksi yang khas ketika anggota keluarganya masuk rumah sakit, tetapi emosi ini di ekspresikan dengan cara yang berbeda-beda. Beberapa anggota keluarga akan bekerja sama dengan tenaga medis untuk memberikan yang terbaik bagi anggota keluarga yang sedang di rawat (Hariyanto dkk, 2005). HCU (High Care Unit) adalah pelayanan medik pasien dengan kebutuhan memerlukan pengobatan, perawatan dan observasi secara ketat (KEMENKES RI, 2010). ICU (Intensive Care Unit) adalah ruang rawat di rumah sakit yang dilengkapi dengan staf dan peralatan khusus untuk merawat dan mengobati pasien dengan perubahan fisiologi yang cepat memburuk yang mempunyai intensitas defek fisiologi satu organ ataupun mempengaruhi organ lainnya sehingga merupakan keadaan kritis yang dapat menyebabkan kematian. Perbedaan HCU dengan ICU hanya pada alat bantu pernapasan atau ventilator yang terdapat di ruang ICU dan tidak terdapat di ruang HCU. Pasien yang dirawat dalam ruangan Intensif Care Unit dan High Care Unit tidak hanya membutuhkan teknologi dan terapi tetapi juga memerlukan perawatan humanistik dari keluarganya, sehingga keluarga juga harus mengetahui keadaan pasien setiap waktu (Potter & Perry, 2009). Reaksi anggota keluarga berupa cemas akan semakin meningkat karena dalam perawatan pasien HCU (High Care Unit) itu dilakukan secara terus menerus pada fungsi sistem vital pada pasien dengan menggunakan peralatan canggih, rumit, dan asing yang belum pernah mereka lihat sebelumnya, karena mereka beranggapan bahwa keluarga yang sakit serius bahkan mungkin sekarat. 437 Prosiding Seminar Nasional 2013 Penanggulangan Masalah Gizi pada Anak Melalui Pendekatan Peka Budaya e) 82 ≥ skor total responden ≤ 123 f) Ringan, jika minimal ≤ skor total responden ≤ kuartil I g) 41 ≥ skor total responden ≤ 8 b. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan Teknik yang digunakan dalam pengolahan aspek ini adalah dengan menggunakan teknik “Liker Summated Rating” yaitu suatu tekni scaling dengan mengkonversi data kategori ke dalam data ordinal sedemikian rupa sehingga dapat digunakan untuk mengukur kecenderungan sikap dari responden yang diukur (Azwar, 2005). Skor yang berupa skala liker selanjutnya dijumlahkan dan ditransformasi ke dalam skor T dengan rumus sebagai berikut : Metode Penelitian 1. Analisa Data Univariat Analisis univariat dilakukan pada variabel kecemasan keluarga di ruang HCU. Tekhnik analisa data dengan mengkatagorikan data kecemasan (Arikunto, 2006). a. Penilaian tingkat kecemasan Untuk mengetahui tingkat kecemasan keluarga digunakan skala likert, jawabannya diberi nilai sesuai dengan pernyataan, kemudian dibentuk distribusi dari aspek yang diteliti. Untuk setiap satu item pertanyaan dari instrumen terdiri dari lima pilihan jawaban, dengan pembobotan nilai sebagai berikut: Tidak pernah =1 Pernah =2 Jarang =3 Sering =4 Selalu =5 Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan teknik kuartil, diperoleh batasan dari pengkategorian tingkat kecemasan pada keluarga di ruang hcu rumah sakit immanuel bandung menurut jawaban responden, yang dijelaskan dari nilai total skornya yaitu: Panik, jika kuartil III ≤ skor total responden ≤ maksimal a) 164 ≥ skor total responden ≤ 205 b) Berat, jika median ≤ skor total responden ≤ kuartil III c) 123 ≥ skor total responden ≤ 163 d) Sedang, jika kuartil I ≤ skor total responden ≤ median 𝑇 = 50 + (10 ( 𝑥−𝑥 ) 𝑆𝐷 Keterangan: X = Skor responden pada variable yang hendak diukur menjadi skor T X = Mean dalam skor kelompok S = Standar deviasi Hasil skor T setiap responden dibandingkan dengan nilai mean T, apabila : T ≥50 maka dianggap positif atau mendukung (Favorable) sedangkan T <50 maka dianggap negative atau tidak mendukung (Unfavorable ). 2. Analisa Bivariat Dalam penelitian ini akan dilakukan dengan memakai uji chi 438 Prosiding Seminar Nasional 2013 Penanggulangan Masalah Gizi pada Anak Melalui Pendekatan Peka Budaya square, karena syarat uji data adalah kategori kuantitatif. Rumus uji Chi Square adalah sebagai berikut : 𝑥2 = Σ Keterangan : X² = Chi kuadrat ƒo = Frekuensi yang di observasi ƒh = Frekuensi yang diharapkan (ƒo − ƒh)² ƒh Hasil Penelitian 1. Analisa Univariat a. Tingkat Kecemasan Tabel 1 Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Keluarga di Ruang HCU (High Care Unit) No Kategori Frekuensi % Cemas ringan 8 11,1 1 Cemas sedang 40 74,1 2 Cemas berat 6 14,8 3 Panik 0 0 4 54 100 Total Distribusi jumlah responden berdasarkan tabel 1 tingkat kecemasan didapatkan, sebagian besar responden yaitu 40 responden (74,1%) mengalami cemas sedang. b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Tabel 2 Distribusi Frekuensi Faktor Jenis Kelamin Mempengaruhi Kecemasan Keluarga di Ruang HCU (High Care Unit) Tingkat Kecemasan Jenis kelamin Berat Sedang Total Ringan F % F % F % F Laki-laki 1 4,0 20 80,0 4 16,0 25 Perempuan 7 24,1 20 69,0 2 6,9 29 Total Ditribusi jumlah responden berdasarkan tabel 2 didapatkan; 29 responden perempuan (100%), 7 orang responden mengalami cemas 54 berat (24,1%), 20 orang responden mengalami cemas sedang (69%), dan 2 responden mengalami cemas ringan (6,9%). 439 Prosiding Seminar Nasional 2013 Penanggulangan Masalah Gizi pada Anak Melalui Pendekatan Peka Budaya Tabel 3 Distribusi Frekuensi Faktor Usia Yang Mempengaruhi Kecemasan Keluarga di Ruang HCU (High Care Unit) Tingkat Kecemasan Usia Dewasa muda (21-40 th) Dewasa tengah Berat Sedang Total Ringan F % F % F % F 8 24,2 22 66,7 3 9,1 33 0 0 16 84,2 3 15,8 19 0 0 2 100 0 0 2 (41-60 th) Dewasa tua (> 60 th) 54 Total Distribusi jumlah responden berdasarkan tabel 3 didapatkan 33 responden usia dewasa muda (2140th), 8 responden mengalami cemas berat (24,2%), 22 responden mengalami cemas sedang (66,7%), 3 responden mengalami cemas ringan (9,1%). Tabel 4 Distribusi Frekuensi Faktor Tingkat Pendidikan yang Mempengaruhi Kecemasan Keluarga di Ruang HCU (High Care Unit) Tingkat Kecemasan Tingkat Pendidikan SD/ Sederajat SMP/ Sederajat SMA/ Sederajat Perguruan Tinggi Berat Sedang Ringan Total F % F % F % F 0 0 0 0 1 100 1 2 20 7 70 1 10 10 5 12,5 31 77,5 4 10 40 1 33,3 2 66,7 0 0 3 54 100 Total Distribusi jumlah responden berdasarkan tabel 4 didapatkan 40 responden Tingkat pendidikan SMA (100%), 5 responden mengalami cemas berat (12,5%), 31 responden mengalami cemas sedang (77,5%) dan 4 responden mengalami cemas ringan (10%). 440 Prosiding Seminar Nasional 2013 Penanggulangan Masalah Gizi pada Anak Melalui Pendekatan Peka Budaya Tabel 5 Distribusi Frekuensi Faktor Pengalaman Menunggu Yang Mempengaruhi Kecemasan Keluarga di Ruang HCU (High Care Unit) Tingkat Kecemasan Pengalaman menunggu Berat Sedang Ringan Total F % F % F % F Pernah 0 0 7 87,5 1 12,5 8 Tidak pernah 8 17,4 33 71,7 5 10,9 46 54 Total Distribusi responden berdasarkan tabel 5 didapatkan 46 responden responden yang belum pernah menunggu (100%), 8 responden mengalami cemas berat (17,4%), 33 responden mengalami cemas sedang (71,7%), dan 5 responden mengalami cemas ringan (10,9%). Tabel 6 Distribusi Frekuensi Faktor Kondisi Medis Yang Mempengaruhi Kecemasan Keluarga di Ruang HCU (High Care Unit) No Kategori Frekuensi % 1 Mendukung 50 92,6 2 Tidak mendukung 4 7,4 Total 54 100 Distribusi jumlah responden pada tabel 6 berdasarkan kondisi medis didapatkan hampir seluruhnya dari responden yaitu 50 responden (92,6%) menyatakan mendukung. Tabel 7 Distribusi Frekuensi Faktor Akses Informasi Yang Mempengaruhi Kecemasan Keluarga di Ruang HCU (High Care Unit) No Kategori Frekuensi % 1 Mendukung 49 90,7 2 Tidak mendukung 5 9,3 Total 54 100 Distribusi jumlah responden pada tabel 7 berdasarkan akses informasi didapatkan hamper seluruhnya dari responden yaitu 49 responden (90,7%) menyatakan mendukung. 441 Prosiding Seminar Nasional 2013 Penanggulangan Masalah Gizi pada Anak Melalui Pendekatan Peka Budaya Tabel 8 Distribusi Frekuensi Faktor Komunikasi Terapeutik Yang Mempengaruhi Kecemasan Keluarga di Ruang HCU (High Care Unit) No Kategori Frekuensi % 1 Mendukung 29 53,7 2 Tidak mendukung 25 46,3 Total 54 100 Distribusi jumlah responden berdasarkan pada tabel 8 komunikasi terapeutik didapatkan sebagian dari responden yaitu 29 responden (53,7%) menyatakan mendukung. Tabel 9 Distribusi Frekuensi Faktor Fasilitas Kesehatan Yang Mempengaruhi Kecemasan Keluarga di Ruang HCU (High Care Unit) No Kategori Frekuensi % 1 Mendukung 26 48,1 28 51,9 2 Tidak mendukung 54 Total Distribusi jumlah responden berdasarkan pada tabel 9 fasilitas kesehatan didapatkan sebagian dari 100 responden yaitu 28 responden (51,9%) menyatakan tidak mendukung. Tabel 10 Distribusi Frekuensi Faktor Lingkungan Fisik Yang Mempengaruhi Kecemasan Keluarga di Ruang HCU (High Care Unit) No Kategori Frekuensi % 1 Mendukung 38 70,4 2 Tidak mendukung 16 29,6 54 Total Distribusi jumlah responden berdasarkan pada tabel 4.7 lingkungan fisik didapatkan sebagian dari responden yaitu 38 responden (70,4%) menyatakan mendukung. 100 melihat pengaruh antara antara faktor internal dan faktor eksternal dengan tingkat kecemasan keluarga di ruang HCU (High Care Unit) Rumah Sakit Immanuel Bandung dengan menggunakan analisis chi square. Dari hasil pengolahan data diperoleh hasil sebagai berikut: 2. Analisa Bivariat Pada bagian ke dua akan dilakukan analisis bivariat untuk 442 Prosiding Seminar Nasional 2013 Penanggulangan Masalah Gizi pada Anak Melalui Pendekatan Peka Budaya Tabel 11 Distribusi Frekuensi Pengaruh Antara Faktor Internal dan Faktor Eksternal dengan Tingkat Kecemasan Keluarga di ruang HCU Variabel Faktor yang Mempengaruhi P-Value Laki-laki Jenis kelamin 4,897 Perempuan Dewasa muda (21-40 th) Dewasa tengah Usia (41-60 th) 6,498 Dewasa tua (> 60 th) SD/ Sederajat SMP/ Sederajat Tingkat pendidikan 9,518 SMA/ Sederajat Perguruan Tinggi Pernah Pengalaman menunggu Tidak pernah Mendukung Kondisi medis Tidak mendukung Mendukung Akses informasi Tidak mendukung Mendukung Komunikasi terapeutik 1,636 1,521 0,738 0,104 Tidak mendukung Mendukung Fasilitas kesehatan 2,596 Tidak mendukung Mendukung Lingkungan Fisik Tidak mendukung Dari tabel di atas menjelaskan pengaruh antara faktor internal dan faktor eksternal dengan tingkat kecemasan keluarga di ruang HCU (High Care Unit) Rumah Sakit Immanuel Bandung. Hasil uji statistik 2,163 chi square menunjukan bahwa tidak ada pengaruh antara faktor internal dan faktor eksternal dengan tingkat kecemasan keluarga dengan nilai p value = >0,05=alpha 443 Prosiding Seminar Nasional 2013 Penanggulangan Masalah Gizi pada Anak Melalui Pendekatan Peka Budaya sehingga menghambat pemberian asuhan keperawatan kepada pasien. Disinilah pentingnya peran perawat bagi keluarga yang mengalami kecemasan ringan, sedang, berat dan panik. Peran perawat dalam kecemasan sedang yaitu sebagai pendidik (edukator) yaitu dengan membantu keluarga dalam meningkatkan pengetahuan mengenai penyakit yang dialami oleh pasien. Sedangkan sebagai konselor yaitu membantu keluarga untuk menyadari dan mengatasi tekanan psikologis atau masalah. Didalamnya diberikan dukungan emosional dan informasi serta memberikan konseling atau bimbingan penyuluhan kepada keluarga dalam mengintegrasikan pengalaman kesehatan dengan pengalaman masa lalu. 2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan Keluarga a. Jenis Kelamin Hasil penelitian sebagian besar responden berdasarkan tabel 4.3 didapatkan bahwa dari 54 responden, sebagian dari responden yaitu 29 responden perempuan (53,7%) didapatkan 8 orang responden mengalami kecemasan panik, 20 orang responden mengalami kecemasan sedang dan 6 orang responden mengalami kecemasan sedang. Hasil penelitian menyatakan bahwa wanita lebih cemas dibanding dengan laki-laki. Hasil penelitian ini didukung dengan teori James dalam Smith (1968:51) mengatakan bahwa perempuan lebih mudah dipengaruhi Pembahasan 1. Tingkat Kecemasan Hasil penelitian pada tingkat kecemasan keluarga sebagian besar responden berdasarkan tabel 4.2 didapatkan bahwa dari 54 responden didapatkan sebagian dari responden yaitu 40 responden (74,1%) mengalami cemas sedang. Hasil penelitian ini didukung dengan hasil penelitian Simamora (2012) mengenai tingkat kecemasan keluarga di ruang HCU di RSU Sumedang, yaitu dari 33 responden (51,5%) responden mengalami kecemasan sedang. Hal ini disebabkan karena rata-rata kematian yang tinggi dari pasien dalam perawatan intensif. Dampak dari kecemasan keluarga dapat menimbulkan ketidakmampuan keluarga dalam mengambil keputusan sehingga menghambat pemberian asuhan keperawatan kepada pasien. Kecemasan sedang yaitu cemas yang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain. Tidak hanya itu perubahan yang terjadi pada keluarga dengan adanya salah satu anggota keluarga yang sakit tidak dapat atau kurang di antisipasi, sehingga sikap keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit terganggu dengan permasalahan yang sedang terjadi dalam keluarga. Hal ini tentu akan menimbulkan kecemasan dalam keluarga sehingga menimbulkan ketidakmampuan keluarga dalam mengambil keputusan 444 Prosiding Seminar Nasional 2013 Penanggulangan Masalah Gizi pada Anak Melalui Pendekatan Peka Budaya oleh tekanan-tekanan lingkungan daripada laki-laki. Perempuan juga lebih cemas, kurang sabar, dan mudah mengeluarkan air mata (Cattel, dalam Smith, 1968:24). Jenis kelamin merupakan identitas responden yang dapat digunakan untuk membedakan antara laki-laki dengan perempuan (Utama (2003). Jenis kelamin dapat mempengaruhi kecemasan pada seseorang dikarenakan jenis kelamin merupakan sifat pribadi yang diartikan bahwa semua tingkah laku dan sifat sejak lahir ataupun yang diperoleh memberikan karakteristik pada seseorang. Kecemasan lebih sering di alami oleh wanita dikarenakan laki-laki lebih aktif, eksploratif, sedangkan wanita lebih sensitive terhadap permasalahan sehingga mekanisme koping perempuan lebih kurang baik dibandingkan laki-laki. b. Usia Hasil penelitian pada faktor usia sebagian besar responden berdasarkan tabel 4.4 didapatkan bahwa dari 54 responden, didapatkan sebagian dari responden yaitu 33 responden (61,1%) berusia dewasa muda (21-40 th), 8 responden (24,2%) mengalami cemas berat, 22 responden (66,7%) mengalami cemas sedang, dan 3 orang responden (9,1%) mengalami cemas ringan. Hasil penelitian ini konsisten dengan teori Kaplan dan Sadock (1997) yaitu gangguan kecemasan dapat terjadi pada semua usia, lebih sering pada usia dewasa dan lebih banyak pada wanita. Sebagian besar kecemasan terjadi pada umur 21-45 tahun. Feist (2009) mengungkapkan bahwa semakin bertambahnya umur kematangan psikologi individu semakin baik. Artinya semakin matang psikologi seseorang, semakin baik pula adaptasi terhadap kecemasan. Hasil penelitian selaras dengan pendapat Gallo (1997) yang menyatakan bahwa semakin bertambahnya umur seseorang semakin banyak pengalaman yang di terima, sehingga cara menjalani kehidupan juga semakin matang. Pada usia tua kecemasan yang timbul biasanya lebih ringan dibandingkan dengan kecemasan yang dialami usia muda saat menunggu yang dirawat di rumah sakit, karena orang tua lebih memiliki pengalaman tentang hal yang serupa lebih banyak (Kaplan & Sadock, 1997). Berbeda dengan Stuart & Sundeen (1998), yang menyatakan bahwa, usia tua lebih rentan mengalami kecemasan dibandingkan usia muda. Hal ini berkaitan dengan status kesehatan umum seseorang, dimana dengan menurunnya status kesehatan seseorang maka akan mengalami kecemasan yang lebih besar. Menurut penulis kecemasan seseorang yang muncul karena faktor usia berkaitan dengan sedikit banyaknya pengalaman masa lalu terhadap hal yang sama yang bisa menyebabkan kecemasan. Faktor yang mempengaruhi kecemasan pada seseorang dimana ia tergantung dari perkembangan seseorang dan tugas perkembangan seseorang itu berbeda- 445 Prosiding Seminar Nasional 2013 Penanggulangan Masalah Gizi pada Anak Melalui Pendekatan Peka Budaya beda. Semakin tua usia seseorang maka akan semakin baik pula dalam mengendalikan emosinya ini berkaitan dengan sedikit banyaknya pengalaman masa lalu terhadap hal yang sama yang bisa menyebabkan kecemasan. c. Tingkat Pendidikan Hasil penelitian pada faktor tingkat pendidikan sebagian besar responden berdasarkan tabel 4.5 didapatkan bahwa dari 54 didapatkan 40 responden Tingkat pendidikan SMA (100%), 5 responden mengalami cemas berat (12,5%), 31 responden mengalami cemas sedang (77,5%) dan 4 responden mengalami cemas ringan (10%). Hasil penelitian terlihat bahwa tingkat pendidikan tinggi lebih mempengaruhi terhadap tingkat kecemasan yang dialami oleh responden, yaitu 31 responden (70%) yang berpendidikan SMU mengalami kecemasan dengan kategori sedang. Hasil penelitian ini didukung dengan teori Gass dan Curiel (2011) menjelaskan tingkat pendidikan berhubungan dengan tingkat kecemasan. Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin tinggi pula tingkat kecemasan. Tetapi berbanding terbalik dengan hasil penelitian Feist (2009) yaitu tingkat pendidikan yang lebih tinggi memiliki respon adaptasi yang lebih baik karena respon yang diberikan lebih rasional dan juga memengaruhi kesadaran dan pemahaman terhadap stimulus. Pendidikan adalah usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai- nilai yang ada dalam masyarakat dan kebudayaan (Ihsan, 2003). Pendidikan merupakan salah satu faktor penting untuk mendapatkan dan mencerna informasi secara lebih mudah. Akhirnya pemahaman suatu perubahan kondisi akan lebih mudah dipahami dan di internalisasi (Videbeck, 2008). Penelitian Gallo (1997), yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan yang dimiliki seseorang menjadikan individu lebih selektif selama respon kecemasan berlangsung. Sejalan dengan perkembangan zaman, pendidikan yang diperoleh seseorang harusnya meningkat, tetapi pada kenyataannya tingkat pendidikan seseorang juga ada yang stagnant. Sehingga menurut peneliti tingkat pendidikan yang tinggi pada seseorang akan membentuk pola yang lebih adaptif terhadap kecemasan, karena memiliki pola koping terhadap sesuatu yang lebih baik, sedangkan pada seseorang yang hanya memiliki tingkat pendidikan rendah akan cenderung lebih mengalami kecemasan karena pola adaptif yang kurang terhadap hal yang baru dan mengakibatkan pola koping yang kurang pula. Maka semakin rendah tingkat pendidikan maka semakin tinggi tingkat kecemasan, begitu pula sebaliknya. d. Pengalaman Menunggu Hasil penelitian pada faktor pengalaman menunggu sebagian besar responden berdasarkan tabel 4.6 didapatkan bahwa dari 54 responden, 446 Prosiding Seminar Nasional 2013 Penanggulangan Masalah Gizi pada Anak Melalui Pendekatan Peka Budaya didapatkan 46 responden belum pernah menunggu, 8 rasponden mengalami cemas berat (17,4%), 33 responden mengalami cemas sedang (71,7%), dan 5 responden mengalami cemas ringan (10,9%). Hasil penelitian ini didukung dengan teori dari Kaplan dan Sadock (1997) yaitu keluarga yang baru pertama kali anggota keluarganya dirawat akan berbeda dengan yang sudah beberapa kali menghadapi hal yang sama dirawat di rumah sakit, hal itu karena sudah terbentuk koping yaitu upaya berupa aksi berorientasi dan intra fisik, untuk mengelola (mentoleransi, menampung, meminimalkan) lingkungan dan kebutuhan internal mengenai hal tersebut. Keluarga yang mempunyai kemampuan pengalaman dalam menghadapi stress/kecemasan dan punya cara menghadapinya akan cenderung lebih menganggap stres yang beratpun sebagai masalah yang bisa diselesaikan. Tiap pengalaman merupakan sesuatu yang berharga dan belajar dari pengalaman dapat meningkatkan ketrampilan menghadapi stress. e. Kondisi Medis/Penyakit Hasil penelitian pada faktor kondisi medis/penyakit sebagian besar responden berdasarkan tabel 4.7 dari 54 responden hampir dari seluruhnya dari responden atau sebanyak 50 responden (92,6%) menyatakan mendukung. Hasil penelitian ini didukung dengan hasil penelitian Ananggadipa (2012), mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kecemasan terapi HBO yaitu ada hubungannya antara tingkat kecemasan dengan kondisi penyakit. Terjadinya gejala kecemasan yang berhubungan dengan kondisi medis sering ditemukan walaupun insidensi gangguan bervariasi untuk masing-masing kondisi medis, misalnya: pada pasien sesuai hasil pemeriksaan akan mendapatkan diagnosa pembedahan, hal ini akan mempengaruhi tingkat kecemasan keluarga klien. Sebaliknya pada pasien yang dengan diagnosa baik tidak terlalu mempengaruhi tingkat kecemasan. Beberapa penelitian membuktikan bahwa pasien yang mengalami gangguan fisik akan mengakibatkan ansietas. Prevalensi pasien dengan post stroke yang mengalami gangguan cemas menyeluruh adalah 6% di rumah sakit akut dan 3,5% di komunitas. Salah satu studi di Swedia mengatakan bahwa 41,2% pasien dengan cedera otak mengalami gangguan cemas menyeluruh (Kaplan, 2005). Hasil penemuan di lapangan hal ini disebabakan kurangnya pengetahuan keluarga mengenai penyakit yang diderita oleh pasien. Pengetahuan tentang kondisi medis pasien yang sedang di rawat sangat mempengaruhi kecemasan keluarga. Pengenalan tentang kondisi penyakit yang diderita oleh pasien sangat perlu karena berhubungan dengan outcome dari pengobatan yang akan dilakukan. Hal lain yang bisa dilakukan adalah kerja sama di dalam tim rumah sakit yang melibatkan dokter-dokter dan perawat yang berperan dalam 447 Prosiding Seminar Nasional 2013 Penanggulangan Masalah Gizi pada Anak Melalui Pendekatan Peka Budaya penanganan pasien. Keterbukaan dan saling kerja sama demi kebaikan pasien adalah modal utama integrasi pelayanan kesehatan yang baik. Upaya ini semata-mata adalah demi kebaikan dan kesehatan yang menyeluruh untuk pasien. Pelayanan kesehatan yang berkesinambungan akan menghasilkan harapan dan kualitas hidup yang lebih baik bagi pasien. f. Akses Informasi Hasil penelitian pada faktor akses komunikasi hampir seluruhnya dari responden berdasarkan tabel 4.8 dari 54 responden didapatkan 49 responden (90,7%) menyatakan mendukung. Hasil penelitian ini didukung dengan hasil penelitian Ananggadipa (2012) yaitu ada hubungannya antara tingkat kecemasan dengan akses informasi. Akses informasi memegang peranan yang tidak kalah penting. Informasi dapat membuka pemikiran seseorang dari ketidaktahuan tentang apa, bagaimana dan tentang tindakan apa yang seharusnya di kalukan. Akan tetapi, informasi yang diberitahukan keluarga terbatas. Setiap informasi apapun dari lingkungan sosial yang menimbulkan persepsi individu bahwa individu menerima efek positif, penegasan atau bantuan menandakan suatu ungkapan dari adanya dukungan sosial. Menurut peneliti apabila akses informasi tidak terpenuhi akan menjadi ketidaktahuan apa saja yang seharusnya keluarga lakukan dan bagaimana cara mengatasi masalah yang sedang dihadapi. Pemberian informasi yang tepat akan membantu keluarga tidak hanya dalam perawatan pasien tetapi juga dalam mengatasi kecemasan itu sendiri. Akses informasi itu sendiri dapat berupa komunikasi, bimbingan dan konseling kepada keluarga agar keluarga dapat mengatasi kecemasan ke arah yang adaptif sehingga dapat mengurangi tingkat kecemasan keluarga. g. Komunikasi Terapeutik Hasil penelitian pada faktor komunikasi terapeutik sebagian dari responden berdasarkan tabel 4.9 didapatkan 29 responden (53,7%) menyatakan mendukung. Hasil tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa ada hubungan yang signifikan antara komunikasi terapeutik perawat dengan kecemasan. Didalam teori disebutkan bahwa komunikasi merupakan hal yang sangat penting dalam proses pemberian asuhan keperawatan. Komunikasi yang terjalin baik akan menimbulkan kepercayaan sehingga terjadi hubungan yang lebih hangat dan mendalam. Kehangatan suatu hubungan akan mendorong pengungkapan beban perasaan dan pikiran yang dirasakan selama hospitalisasasi (Purwanto, 1994) yang dapat menjadi jembatan dalam menurunkan tingkat kecemasan yang terjadi (Tamsuri, 2006). Komunikasi sangat dibutuhkan baik bagi perawat, pasien, dan keluarga pasien. Kecemasan pada pasien dan keluarga dalam critical care unit sering diakibatkan oleh ketakutan akan kematian, ketidak 448 Prosiding Seminar Nasional 2013 Penanggulangan Masalah Gizi pada Anak Melalui Pendekatan Peka Budaya berhasilan medikasi dan komplikasi perawat dan tenaga medis sehingga dalam hal ini pentingnya komunikasi terapetik kepada pasien dan keluarga sehinggadapat menurunkan tingkat kecemasan keluarga. h. Fasilitas Kesehatan Hasil penelitian pada faktor fasilitas kesehatan sebagian dari responden berdasarkan tabel 4.10 dari 54 responden didapatkan 28 responden (51,9%) menyatakan tidak mendukung. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Sasmirah (2007) yaitu faktor usia, pendidikan, tingkat social, ekonomi, penampilan fisik ruangan, hubungan antar personel, bising alat dan pembatasan interaksi merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan pasien di ruang ICU. Hal ini disebabkan karena keluarga selalu berfokus terhadap perawatan pasien sehingga tidak banyak memikirkan masalah-masalah lain. Lingkungan fisik, alat yang canggih dan rumit akan mempengaruhi kecemasan, dikarenakan alat-alat tersebut asing bagi keluarga karena mereka beranggapan bahwa keluarga yang sakit serius bahkan mungkin sekarat, hal ini berhubungan dengan kurangnya pengetahuan keluarga mengenai kondisi penyakit yang diderita oleh pasien. Sehingga disini pentingnya peran perawat sebagai pendidik memberikan informasi atau pendidikan kesehatan kepada keluarga. i. Lingkungan Fisik Hasil penelitian pada faktor fasilitas kesehatan sebagian dari responden berdasarkan tabel 4.10 dari 54 responden didapatkan 38 responden (70,4%) menyatakan mendukung. Hasil penelitian ini sama dengan beberapa peneliti yang berpendapat bahwa respon kecemasan dapat berhubungan dengan faktor-faktor pasien itu sendiri dan dapat juga berhubungan dengan keadaan dari lingkungan di ruang Instalasi Rawat Intensif (Ballard,1981). Dapat dikatakan faktor kebijaksanaan dalam ruangan serta suasana personil ruangan itu sendiri dapat merupakan pencetus terjadinya krisis bagi klien dan keluarganya sehingga diperlukan adaptasi dengan cara yang berbeda dengan hasil proses adaptasi yang mereka alami sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh kondisi ruang tunggu yang kurang nyaman bagi keluarga, terdapat kursi dan televisi di ruang tunggu tetapi hal itu tidak membuat keluarga merasa nyaman untuk istirahat dikarenakan kondisi tempat duduk yang kurang nyaman sehingga keluarga kurang merasa nyaman saat istirahat di ruang tunggu. Peran keluarga yang sangat terbatas karena kondisi ruangan yang tertutup, klien butuh perawatan yang lebih ekstra dan waktu untuk berkunjung yang terbatasi menjadikan akses komunikasi antara klien dan keluarga menjadi berkurang. Disamping juga kondisi klien dalam keadaan kritis sehingga membuat semacam kecemasan tersendiri bagi keluarga klien apabila 449 Prosiding Seminar Nasional 2013 Penanggulangan Masalah Gizi pada Anak Melalui Pendekatan Peka Budaya karena keadaan penyakitnya diharuskan untuk perawatan di ruang intensif. Lingkungan yang tidak nyaman dan asing juga akan mempengaruhi kecemasan yang di alaminya. Kecemasan pada keluarga di ruang HCU akan menimbulkan masalah baru, keluarga yang cemas akan mengalami berbagi macam gangguan. Di sini peran perawat dalam mengatasi rasa cemas menjadi sangat berarti. Diperlukan suatu tindakan yang bisa menurunkan tingkat kecemasan. 3. Pengaruh Antara Faktor Internal dan Eksternal dengan Tingkat Kecemasan Keluarga di Ruang High Care Unit (HCU) Rumah Sakit Immanuel Bandung Dari penelitian ini berdasarkan uji statistik chi square menunjukan bahwa tidak ada pengaruh antara variabel faktor eksternal dan internal dengan tingkat kecemasan yang di rasakan oleh keluarga. Penelitian ini tidak sesuai dengan teori bahwa faktor eksternal dan internal mempengaruhi kecemasan keluarga, penelitian ini memiliki kesamaan dengan beberapa hasil penelitian lain yaitu tidak adanya pengaruh antara faktor internal dan faktor eksternal. Akan tetapi, hal ini tidak berarti bahwa faktor internal dan faktor eksternal ini tidak penting, faktorfaktor ini dapat di jadikan sebagai acuan untuk perawat untuk meningkatkan kualitas pelayanan terhadap keluarga pasien dengan membuat intervensi kecemasan seperti mengkaji kecemasan yang dirasakan keluarga, memberikan dukungan psikologis keluarga dan membantu keluarga dalam pengambilan keputusan, demi mengurangi tingkat kecemasan keluarga. Keluarga yang anggotanya masuk rumah sakit akan mengalami ketakutan dan kecemasan ini merupakan reaksi yang khas ketika anggota keluarganya masuk rumah sakit, tetapi emosi ini di ekspresikan dengan cara yang berbeda-beda. Beberapa anggota keluarga akan bekerja sama dengan tenaga medis untuk memberikan yang terbaik bagi anggota keluarga yang sedang di rawat. Reaksi anggota keluarga berupa cemas akan semakin meningkat apabila pasien diharuskan di rawat di ruang intensif, karena dalam perawatan pasien HCU (High Care Unit) itu dilakukan secara terus menerus pada fungsi sistem vital pada klien dengan menggunakan peralatan canggih, rumit, dan asing yang belum pernah mereka lihat sebelumnya, karena mereka beranggapan bahwa keluarga yang sakit serius bahkan mungkin sekarat. Kurangnya pengetahuannya keluarga tentang kondisi medis/penyakit yang diderita oleh pasien yang sedang di rawat sangat mempengaruhi kecemasan keluarga. Disinilah pentingnya peran perawat sebagai pendidik/memberikan pendidikan kepada keluarga mengenai penyakit yang diderita oleh pasien sehingga dapat menurunkan tingkat kecemasan keluarga karena hal ini berhubungan dengan outcome dari pengobatan yang akan dilakukan. 450 Prosiding Seminar Nasional 2013 Penanggulangan Masalah Gizi pada Anak Melalui Pendekatan Peka Budaya Akses Informasi dapat membuka pemikiran seseorang meliputi apa, bagaimana tindakan apa yang harus dilakukan. Akses informasi memegang peranan yang tidak kalah penting. Setiap informasi apapun dari lingkungan sosial yang menimbulkan persepsi individu bahwa individu menerima efek positif, penegasan atau bantuan menandakan suatu ungkapan dari adanya dukungan social. Bila akses informasi tidak terpenuhi akan menjadi ketidaktahuan apa saja yang harus dilakukan oleh keluarga lakukan dan bagaimana cara mengatasi masalah yang sedang dihadapi. Pemberian informasi yang tepat akan membantu keluarga dalam penyembuhan pasien. Komunikasi sangat dibutuhkan baik bagi perawat, pasien, dan keluarga pasien. Kecemasan pada pasien dan keluarga dalam critical care unit sering diakibatkan oleh ketakutan akan kematian, ketidak berhasilan medikasi dan komplikasi perawat dan tenaga medis sehingga dalam hal ini pentingnya komunikasi terapetik kepada pasien dan keluarga sehinggadapat menurunkan tingkat kecemasan keluarga. Komunikasi terapeutik adalah hubungan antara perawat dengan klien/keluarga dalam proses komunikasi sehingga terjadi penyampaian informasi, pertukaran perasaan dengan mempengaruhi perilaku orang lain dengan tujuan merubah perilaku dalam pencapaian kesehatan yang optimal. Lingkungan yang tidak mendukung, tidak nyaman dan asing akan mempengaruhi kecemasan yang di alaminya. Disamping kondisi klien dalam keadaan kritis sehingga membuat semacam kecemasan tersendiri bagi keluarga klien apabila karena keadaan penyakitnya diharuskan untuk perawatan di ruang intensif. Kecemasan pada keluarga di ruang HCU akan menimbulkan masalah baru, keluarga yang cemas akan mengalami berbagi macam gangguan. Di sini peran perawat dalam mengatasi rasa cemas menjadi sangat berarti. Diperlukan suatu tindakan yang bisa menurunkan tingkat kecemasan. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kecemasan Keluarga di Ruang High Care Unit (HCU) Rumah Sakit Immanuel Bandung, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Tingkat kecemasan didapatkan: tidak ada satupun dari responden (0%) mengalami panik, 6 responden (14,8%) mengalami cemas berat, 40 responden (74,1%) mengalami cemas sedang, dan 8 responden (11,1%) mengalami cemas ringan. 2. Tidak ada pengaruh antara faktor internal (jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, pengalaman dirawat) dengan tingkat kecemasan dengan p value = >0,05=alpha. 3. Tidak ada pengaruh antara faktor eksternal (kondisi penyakit, 451 Prosiding Seminar Nasional 2013 Penanggulangan Masalah Gizi pada Anak Melalui Pendekatan Peka Budaya 4. akses informasi, fasilitas kesehatan dan lingkungan fisik) dengan tingkat kecemasan dengan p value = >0,05=alpha. Tidak ada pengaruh antara faktor internal dan eksternal dengan tingkat kecemasan keluarga di ruang HCU Rumah Sakit Immanuel Bandung. faktor yang mempengaruhi kecemasan keluarga dengan metode kualitatif sehingga peneliti dapat lebih luas menggali masalah yang di alami oleh keluarga. Daftar Pustaka Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta Saran Azwar. (2005). Penyusunan Skala Pesikologi. Pustaka Pelajar,Offset cetakan ke V: Yogyakarta 1. Bagi Rumah Sakit Immanuel Bandung Hasil penelitian ini menunjukan tidak ada pengaruh antara faktor internal dan faktor eksternal dengan tingkat kecemasan keluarga, akan tetapi penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi sehingga pelayanan untuk keluarga berupa komunikasi, bimbingan dan konseling kepada keluarga, agar keluarga dapat mengatasi kecemasan kearah yang adaptif sehingga dapat mengurangi tingkat kecemasan keluarga dan meningkatkan pelayanan fasilitas yang diberikan kepada keluargadi ruang 2. Bagi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Immanuel Bandung Diharapkan dengan penelitian ini dapat memberikan informasi dan masukan bagi seluruh mahasiswa dan staf dosen untuk memperkaya pemahaman mengenai faktor-faktor yang menimbulkan kecemasan keluarga. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian ini dapat menjadi data awal bagi peneliti selanjutnya untuk meneliti faktor- Feist, J. & Feist, G. J. (2009). Theories of Personality, Seventh edition. New York: McGraw-Hill International Edition Gass, S. C & Curiel, E.R. (2011). Test anxiety in relation to measure of cognitive and intellectual fungtioning. Agustus 1, 2013. Dikutip dari http://acn.oxfordjournals.org/c ontent/early/ Hawari, D. (2004). Manajemen stress, Cemas dan Depresi. Jakarta: FKUI. Hudak, Gallo. (1997). Keperawatan Kritis Pedekatan Holistik Edisi VI. Jakarta: EGC. Kaplan J.B., & Sadock T.C. (1997). Sinopsis Psikiatri, Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis, Edisi ke-tujuh, Jakarta: Binarupa Aksara. 452 Prosiding Seminar Nasional 2013 Penanggulangan Masalah Gizi pada Anak Melalui Pendekatan Peka Budaya Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1778/MENKES/SK/XII/2010 diakses tanggal 25 April 2013 Simamora. (2012). Gambaran Tingkat Kecemasan Keluarga Pada Pasien Yang Dirawat Di Ruang Intensif Care Unit (ICU) Dan High Care Unit (HCU) Rumah Sakit Umum Sumedang. Hak Cipta Unpad Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika Sugiyono. (2012). Metode Penelitiaan Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung Tamsuri, A. (2006). Komunikasi Dalam Keperawatan. Jakarla: EGC Notoatmodjo. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi revisi. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Notoatmodjo. (2003). Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Potter. Perry. (2009). Fundamentals Of Nursing Fundamental Keperawatan Buku 1 Edisi 7. Jakarta Salemba Medika Riyanto, A. 2009. Pengolahan dan Analisis Data Kesehatan. Bandung : Nuha Medika Sasmirah (2007). Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kecemasan pasien yang dirawat di ruang intensif RSU Kota Semarang. Semarang : Stikes Karya Husada. Diakses pada tanggal 05 Mei 2013. Sibuea. (2010). Tingkat Kecemasan Keluarga Pasien Saat Menunggu Anggota Keluarga Dirawat Diruang HCU RSI Bandung. 453 Prosiding Seminar Nasional 2013 Penanggulangan Masalah Gizi pada Anak Melalui Pendekatan Peka Budaya 454