1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stunting merupakan salah satu masalah gizi balita. Stunting menggambarkan kegagalan pertumbuhan yang terakumulasi sejak sebelum dan sesudah kelahiran yang diakibatkan oleh tidak tercukupinya asupan zat gizi (Milman et al., 2005). Stunting atau pendek merupakan kegagalan pertumbuhan linier dengan defisit dalam panjang badan menurut umur <-2 z-skor berdasarkan rujukan baku pertumbuhan World Health Organization (WHO, 2006). Stunting adalah sebuah proses yang dapat mempengaruhi perkembangan anak dari tahap awal konsepsi sampai tahun ketiga atau keempat kehidupan, dimana gizi ibu dan anak merupakan penentu penting pertumbuhan. Kegagalan memenuhi persyaratan mikronutrien, lingkungan yang tidak mendukung dan penyediaan perawatan yang tidak adekuat merupakan faktor yang bertanggungjawab dan mempengaruhi kondisi pertumbuhan hampir 200 juta anak dibawah umur 5 tahun (Branca dan Ferrari, 2002). Masalah bayi dan balita stunting sangat dipengaruhi oleh banyak faktor. Secara tradisional, stunting dipengaruhi oleh ketersediaan pangan di masyarakat, pembangunan ekonomi yang lemah, kemiskinan, serta faktor lain yang turut berperan, antara lain pemberian makan yang tidak tepat dan prevalensi penyakit infeksi yang tinggi (Umeta et al., 2003). Pemberian makan yang tidak tepat akan mengganggu status gizi dan kesehatan bayi. Pemberian makan pada bayi yang tepat adalah dengan cara bertahap sesuai dengan umurnya. Pada usia 0 – 6 bulan, bayi cukup diberikan Air Susu Ibu saja (ASI eksklusif). Mulai usia 6 bulan, bayi sudah tidak mendapatkan asupan gizi yang cukup jika hanya dari ASI saja, oleh karena itu harus diberikan makanan pendamping ASI (MPASI) secara bertahap dari mulai makanan cair ke makanan padat. Menurut Onayade et al (2004) ASI eksklusif selama 6 bulan mendukung pertumbuhan bayi dalam 6 bulan pertama kehidupannya. Bayi yang diberi ASI eksklusif berat badan dan panjang badannya 1 2 bertambah dengan cukup dan berisiko lebih kecil menderita penyakit demam, diare dan ISPA dibandingkan yang diberikan MPASI sebelum usia enam bulan. Branca dan Ferrari (2002) juga menyatakan setelah lahir sampai enam bulan pertama kehidupan, ASI eksklusif akan memberikan energi dan zat gizi lainnya yang diperlukan bayi. Berdasarkan beberapa penelitian tersebut, ASI saja selama enam bulan pertama sudah cukup memberikan kebutuhan gizi dan bayi akan berisiko kecil menderita sakit dibandingkan yang tidak diberikan ASI eksklusif. Menurut World Health Organization (2001) pemberian ASI kepada bayi memberikan kontribusi pada status gizi dan kesehatan bayi. Semua zat gizi yang dibutuhkan bayi pada enam bulan pertama kehidupannya dapat dipenuhi dari ASI, dan ASI dapat memenuhi setengah dari kebutuhan zat gizi bayi umur 7-12 bulan. Pada tahun kedua kehidupan bayi, ASI menyumbang sepertiga zat gizi yang dibutuhkan. Tidak diragukan lagi, bahwa ASI mengandung zat imunitas yang melindungi bayi dari penyakit infeksi. Efek perlindungan tersebut lebih besar pada enam bulan pertama umur bayi. Pemberian ASI juga berhubungan dengan pertumbuhan panjang badan anak. Durasi menyusui positif berhubungan dengan pertumbuhan panjang, semakin lama anak-anak disusui, semakin cepat mereka tumbuh baik pada kedua dan tahun ketiga kehidupan (Adair dan Guilkey, 1997). Penelitian Kramer et al (2003) menunjukkan pertumbuhan panjang badan bayi umur 9 – 12 bulan yang mendapat ASI eksklusif 6 bulan, lebih cepat dibandingkan dengan bayi ASI eksklusif 3 bulan (perbedaan panjang badan 0,9 mm/bulan). Hasil penelitian Syarif (2008) menunjukkan proporsi anak yang tidak mendapat ASI eksklusif dengan kejadian stunting pada anak umur 2-3 tahun lebih tinggi dibandingkan dengan proporsi anak yang diberi ASI eksklusif dan hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting tidak bermakna karena rendahnya proporsi ibu yang memberikan ASI eksklusif. Menurut penelitian Wahdah (2012) anak yang tidak mendapatkan ASI secara eksklusif berisiko menderita stunting 2 kali lebih besar dari anak yang yang diberikan ASI eksklusif. Indonesia masih mengalami masalah stunting. Secara nasional, prevalensi stunting pada balita sebesar 36,80% tahun 2007 dan mengalami 2 3 penurunan sebesar 1,20% sehingga menjadi 35,60% tahun 2010 (Kemenkes RI, 2010). Prevalensi stunting balita di Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar 27,60% tahun 2007 dan mengalami penurunan sebesar 5,10% menjadi 22,50% tahun 2010 (Kemenkes RI, 2010). Kota Yogyakarta merupakan salah satu kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta dengan permasalahan cakupan ASI eksklusif yang masih rendah (46,37%) dan prevalensi balita stunting mencapai 15,92% (Dinkes Kota Yogyakarta, 2012). Menurut Jahari (2002) banyaknya jumlah anak stunting memberikan indikasi bahwa di masyarakat bersangkutan ada masalah yang sudah berlangsung cukup lama. Oleh karena itu perlu dipelajari apa masalah dasar dari gangguan pertumbuhan ini, sebelum dilakukan program perbaikan gizi secara menyeluruh. Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan penelitian ini yang bertujuan untuk menganalisis ASI eksklusif sebagai faktor risiko kejadian stunting pada anak usia 6-24 bulan di Kota Yogyakarta. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka rumusan masalah penelitian ini adalah: Apakah ASI eksklusif merupakan faktor risiko kejadian stunting pada anak usia 6-24 bulan di Kota Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian Menganalisis ASI eksklusif sebagai faktor risiko kejadian stunting pada anak usia 6 – 24 bulan di Kota Yogyakarta. D. Manfaat penelitian 1. Bagi Pemerintah Daerah Sebagai dasar dalam melakukan intervensi pengambilan kebijakan penanggulangan stunting di Kota Yogyakarta. 2. Bagi Ilmu Pengetahuan Memberikan informasi bagi peneliti selanjutnya tentang ASI eksklusif sebagai faktor risiko terhadap kejadian stunting di Kota Yogyakarta. 3. Bagi Peneliti Menambah wawasan peneliti dalam meneliti masalah stunting. 3 4 E. Keaslian Penelitian 1. Adair dan Guilkey (1997), Age-specific determinants of stunting in Filipino children. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi umur tertentu sebagai faktor yang berhubungan dengan munculnya kasus baru stunting pada anakanak di Filipina sejak lahir sampai berusia 24 bulan. Variabel independen : umur anak, tinggi badan ibu, pendidikan ibu, umur ibu, berat bayi lahir, penyakit diare, ISPA, pelayanan kesehatan, pemberian ASI, ASI eksklusif, asupan energi dan panjang bayi lahir, serta jenis kelamin bayi. Variabel dependen: stunting. Metode penelitian analitik observasional dengan pendekatan kohort. Perbedaan dengan penelitian ini adalah variabel independen selain ASI, umur anak dan metode penelitian. Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel dependen stunting dan independen ASI eksklusif. 2. Umeta (2002), Factors associated with stunting in infants aged 5–11 months in the Dodota-Sire District, Rural Ethiopia. Variabel independen: jenis kelamin, umur anak, umur ibu, tinggi badan ibu, berat ibu, LILA ibu, IMT, kandungan ASI. Variabel dependen: stunting. Metode penelitian analitik observasional dengan rancangan cross sectional. Perbedaan dengan penelitian ini adalah variabel independen selain ASI, umur anak dan metode penelitian. Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel dependen stunting dan independen ASI eksklusif. 3. Syarif Irfan (2008), Hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting anak umur 2-3 tahun di Kabupaten Seluma Propinsi Bengkulu Tahun 2008. Pemberian ASI eksklusif sebagai variabel independen, status gizi anak sebagai variabel dependen. Pendidikan ibu, pekerjaan ibu, umur ibu, tinggi badan orang tua sebagai variabel pengganggu. Metode penelitian analitik observasional dengan rancangan cross sectional. Perbedaan dengan penelitian ini adalah umur anak dan metode penelitian. Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel dependen stunting dan independen ASI eksklusif. 4 5 4. Wahdah (2012), penelitian tentang faktor risiko kejadian stunting pada anak umur 6 – 36 bulan di wilayah pedalaman Kecamatan Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Variabel independen: status sosial ekonomi, pola asuh, pola makan, Asi eksklusif, pemberian ASI, penyakit infeksi, tinggi badan ayah, tinggi badan ibu. Variabel dependen: stunting. Variabel luar: umur dan jenis kelamin. Metode penelitian: analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. Perbedaan dengan penelitian ini adalah variabel independen selain ASI, umur anak dan metode penelitian. Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel dependen stunting dan independen ASI eksklusif. 5