EFEKTIFITAS CRUDE BIOSURFAKTAN ASAL Pseudomonas sp. YANG DITUMBUHAKAN PADA MEDIA PERTUMBUHAN LIMBAH MINYAK GORENG SEBAGAI ZAT AKTIF DETEKSI MASTITIS SUBKLINIS SAPI PERAH The Effectiveness of Crude Biosurfactants From Pseudomonas sp. Grown In Waste Cooking Oil Media as Active Substance for Subclinical Mastitis Detection in Dairy Cattle Farras Shanda*, Masdiana C. Padaga, Herawati. Program Studi Pendidikan Dokter Hewan, Program Kedokteran Hewan, Universitas Brawijaya *[email protected] ABSTRAK Mastitis merupakan suatu peradangan pada jaringan interna kelenjar susu atau ambing yang ditandai oleh perubahan fisik maupun kimia air susu dengan disertai atau tanpa disertai patologis pada kelenjar mammae. Mastitis klinis dapat terlihat seperti adanya lendir dan penggumpalan pada susu, ambing bengkak serta sensitif bila disentuh, namun pada kasus mastitis subklinis tidak terlihat kecuali dengan alat bantu atau metode deteksi mastitis. Biosurfaktan adalah surfaktan alami dari senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan oleh beberapa macam bakteri salah satunya adalah Pseudomonas sp. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas limbah minyak goreng sebagai media pertumbuhan Pseudomonas sp. penghasil biosurfaktan dan mengetahui potensi biosurfaktan yang dihasilkan oleh Pseudomonas sp. yang di tumbuhkan pada media limbah minyak goreng dapat efektif digunakan sebagai bahan aktif deteksi penyakit mastitis subklinis. Biosurfaktan dihasilkan dari Pseudomonas sp. yang ditumbuhkan pada minimal media limbah minyak goreng asal pengorengan ayam dengan variasi konsentrasi (0%, 10%, 20%,dan 30%) dan variasi waktu inkubasi (24 jam, 48 jam dan 72 jam). Kualitas kandidat biosurfaktan pada minimal media limbah minyak goreng di uji berdasarkan uji drop collapse dan uji emulsifikasi. Efektifitas biosurfaktan untuk deteksi mastitis diamati berdasarkan nilai sensitivitas dan spesifisitas. Hasil penelitian menunjukan bahwa konsentrasi dan waktu inkubasi berpengaruh nyata terhadap kualitas biosurfaktan (p<0,05). Kesimpulan dari penelitian bahwa biosurfaktan terbaik dengan konsentrasi minimal media limbah minyak goreng sebanyak 20% dengan masa inkubasi 24 jam dan efektifitas konsentrasi biosurfaktan 100% dapat digunakan dalam mendeteksi mastitis subklinis yang menghasilkan nilai sensitivitas dan spesifisitas biosurfaktan masing-masing yaitu 80% dan 91%. Kata kunci : mastitis, mastitis subklinis, reagen deteksi mastitis, biosurfaktan, Pseudomonas sp., minimal media, limbah minyak goreng 1 ABSTRACT Mastitis is a tissues inflammation of the mammary gland or internal udder marked by physical and chemical changes in the milk produced with or without pathological sympthoms. Clinical mastitis charactery by mucus and clots in milk, udder swollen and sensitive, but in subclinical mastitis has the unvisible symptoms that needed to detect with a mastitis detections tools. Biosurfactants are natural surfactants of secondary metabolites produced by several kinds of bacteria such as Pseudomonas sp. This study was conducted to determine the effectiveness of waste cooking oil as a medium for the growth of Pseudomonas sp. biosurfactant producer and know the potential of biosurfactant produced by Pseudomonas sp. which grown on media waste cooking oil can be effectively used as an active ingredient detection of subclinical mastitis disease. Biosurfactants produced from Pseudomonas sp. was grown in minimal media waste cooking oil from fried chicken with variation concentration (0%, 10%, 20%, and 30%) and the variation of the incubation time (24h, 48h and 72h). Quality candidates of biosurfactant on minimal media waste cooking oil were assessed in the drop collapse test and emulsification test. Biosurfactant effectiveness for the detection of mastitis was observed based on the sensitivity and specificity. The results showed that the concentration and incubation time significantly affected the quality of the biosurfactant (p<0,05). The conclusion of the study that the concentration of the best biosurfactant with minimal media waste cooking oil as much as 20% with a 24h incubation period and the effectiveness of biosurfactant concentration of 100% can be used to detection of mastitis subclinical with sensitivity and specificity values were 80% and 91% respectively. Keywords : mastitis, subclinical mastitis, mastitis detection reagents, biosurfactant, Pseudomonas sp., minimum media, waste cooking oil. dan kualitas susu turun (Lukman dkk., 2009). Menurut Sudono, Rosdiana, Setiawan (2003) mastitis yang sering menyerang sapi perah ada 2 macam yaitu mastitis klinis dan subklinis. Mastitis klinis tanda-tandanya dapat dilihat secara kasat mata seperti susu yang abnormal adanya lendir dan penggumpalan pada susu, puting yang terinfeksi terasa panas, bengkak dan sensitif bila disentuh saat pemerahan. Sedangkan mastitis subklinis tanda-tanda yang menunjukkan keabnormalan susu tidak kelihatan kecuali dengan alat bantu atau metode deteksi mastitis. Tindakan deteksi dini biasanya dilakukan dengan menggunakan CMT (California Mastitis Test) dan WST (Whiteside Test) yang dilakukan secara teratur. Tindakan deteksi mastitis lain yang dapat dilakukan di PENDAHULUAN Kurangnya memperhatikan kebersihan ternak dan lingkungan membuat sapi rentan terserang penyakit. Penyakit yang sering menyerang sapi perah saat laktasi salah satunya adalah mastitis. Mastitis merupakan peradangan pada jaringan interna kelenjar susu atau ambing yang ditandai oleh perubahan fisik maupun kimia air susu dengan disertai atau tanpa disertai patologis pada kelenjar mammae (Morin dan Hurley, 2003). Mastitis disebabkan masuknya mikroorganisme ke dalam puting susu dan berkembang dalam jaringan ambing menghasilkan produk biologis dan metabolit. Bahan-bahan ini akan mengiritasi jaringan dan menimbulkan reaksi radang. Adanya reaksi radang ini mengakibatkan fungsi alveolus terganggu sehingga produksi 2 peternakan adalah Surf Field Mastitis Test (SFMT). Reagen CMT dan SFMT samasama mengandung anionik surfaktan atau deterjen. Deterjen atau surfaktan merupakan salah satu komposisi reagen CMT dimana surfaktan dapat digunakan untuk mendeteksi peningkatan kadar sel somatis dalam susu mastitis. Bedasarkan penelitian Pratomo dkk (2013) menunjukan bahwa biosurfaktan dapat digunakan sebagai metode deteksi mastitis pada sapi perah. Keuntungan yang paling signifikan penggunaan bakteri surfaktan (biosurfaktan) dibanding kimia surfaktan adalah karena kemampuan biodegradasi yang baik serta ramah lingkungan. Bakteri penghasil biosurfaktan banyak ditemukan pada daerah yang tercemar minyak maupun lemak. Limbah minyak goreng merupakan limbah yang jumlahnya sangat banyak, tetapi belum dimanfaatkan dengan baik. Limbah minyak goreng dapat menjadi minimal media pertumbuhan bakteri karena memiliki kandungan nutrisi yang dibutuhkan oleh bakteri (Myers, 2006). Sesuai dengan pernyataan Fatimah (2007), yang menyatakan bahwa substrat minyak dapat menjadi media pertumbuhan bakteri. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas crude biosurfaktan asal pseudomonas sp. yang ditumbuhkan pada media pertumbuhan limbah minyak goreng sebagai zat aktif deteksi mastitis subklinis sapi perah. MATERI DAN METODE metode uji mikrobiologi Standar Nasional Indonesia (SNI) 6887-1:2012. Susu diperlakukan pengenceran berseri 10-1–10-6 menggunakan pepton water 0,1% steril. Hasil pengenceran 10-2, 10-4, dan 10-6 ditanam menggunakan metode pour plate pada media Trypthone Soya Agar (TSA), diinkubasi pada suhu 30°C selama 48 jam. Hasil koloni yang ditumbuh dilakukan penghitungan koloni dengan target koloni 30-50 koloni serta pengamatan morfologi koloni. Pemurnian bakteri dilakukan dengan menanam pada media TSA diinkubasi pada suhu 30°C selama 48 jam. Target pemurnian adalah setiap koloni yang memiliki perbedaan morfologi. Hasil permunian ditumbuhkan pada agar miring media TSA diinkubasi pada suhu 30°C selama 48 jam. Identifikasi dan karakterisasi masingmasing koloni berdasarkan morfologi koloni dan sifat biokimia. Karakterisasi morfologi yang diamati adalah warna, tepi, dan bentuk koloni secara makroskopis. Secara mikroskopis karakterisasi bedasarkan sifat Gram-nya yang diamati dengan mikroskop binokuler. Pewarnaan Gram dilakukan dengan menggunakan pewarna kristal violet, lugol, safranin dan acetone alkohol. Setelah dilakukan identifikasi pewarnaan Gram, kemudian dilakukan screening produksi biosurfaktan apakah Pseudomonas sp. mampu menghasilkan biosurfaktan pada media Blood Agar Plate (BAP) selama 24 jam, hasil positif dapat dilihat ketika media Blood Agar Plate (BAP) terdapat zona bening (Fatimah, 2007). Isolasi dan Identifikasi Bakteri Penghasil Biosurfaktan Susu diambil pada peternakan sapi perah di Karangploso UD. Hadi Putra diambil sebanyak 60ml yang kemudian dimasukkan ke dalam botol steril. Isolasi bakteri dilakukan sesuai dengan standar Pertumbuhan Pseudomonas sp. Untuk mendapatkan optimal pertumbuhan bakteri, dilakukan pengamatan pertumbuhan bakteri dengan metode Total Plate Count (TPC) untuk mengitung koloni bakteri pada kultur dan metode kerapatan optik (Optical Density/OD) pada kultur 3 dengan substrat glukosa. TPC dilakukan setiap dua jam sekali dan dinyatakan sebagai hasil logaritmik dari jumlah sel/ml kultur, sedangkan pengukuran OD dilakukan setiap dua jam sekali. Data yang diperoleh digunakan untuk membuat penghitungan kurva pertumbuhan bakteri. dan minyak 30%. Masing-masing kelompok perlakuan dilakukan duplo kemudian ditambahkan 1ml dosis starter bakteri sesuai dengan fase awal stasioner kurva pertumbuhan dalam 100ml minimal media, selanjutnya inkubasi menggunakan inkubator shaker 120rpm dengan suhu 30°C dan variabel waktu 24, 48 dan 72 jam (Matz dkk., 2001). Pembuatan Starter Bakteri Stock isolat Pseudomonas sp. pada media TSA agar miring, kemudian di tumbuhkan pada media TSA plate dengan metode streak 4 kuadran dan di inkubasi 24 jam pada suhu 30°C, kemudian dari koloni bakteri yang tumbuh di ambil koloni bakteri yang terpisah kemudian di tumbuhkan kembali pada media TSA agar miring untuk di jadikan refresh kultur dan TSA plate sebagai koloni bakteri yang akan di jadikan starter. Kedua media TSA di inkubasi sesuai dengan waktu optimum pertumbuhan yang di peroleh dari hasil kurva pertumbuhan saat memasuki fase stasioner awal pada suhu 30°C. Setelah itu kultur bakteri yang tumbuh pada media TSA plate di ambil sejumlah 1 ose yang kemudian di tanamkan pada media nutrient broth 10ml di inkubasi suhu 30°C dengan waktu sesuai kurva pertumbuhan. Setelah itu kultur bakteri yang tumbuh pada media NB sebelumnya di tanamkan kembali dengan konsentrasi isolat yang di tanamkan sejumlah 1% pada media NB yang kedua sebagai starter bakteri, yang di inkubasi sesuai kurva pertumbuhan. Produksi Biosurfaktan Kultur bakteri dalam minimal media disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 15 menit pada suhu 4°C sehingga diperoleh supernatan yang terpisah dari sel bakteri. Selanjutnya di uji aktifitasnya dengan beberapa metode. Dari proses ini akan di dapatkan tiga lapis zat dalam tabung sentrifus. Lapisan paling bawah adalah sel bakteri. Lapisan tengah berisi supernatan yang mengandung biosurkfaktan. Lapisan paling atas adalah padatan dari limbah minyak goreng yang mempunyai masa lebih ringan dari supernatan (Russandy, 2013). Uji Aktifitas Emulsi Aktifitas emulsi dilakukan dengan menambahkan 7,2ml (90%) supernatan dengan 0,8 ml (10%) hidrokarbon uji (nhexadekan). Setelah itu divortek selama 1 menit, Campuran tersebut diukur kestabilan emulsinya dengan mengukur nilai OD campuran sebelum dan setelah inkubasi suhu 30° selama 2 jam, pada panjang gelombang 610 nm. Kontrol negatif terdiri dari air mineral steril dan minimal media sebagai blanko OD. Aktivitas emulsifikasi dilaporkan sebagai hasil rata-rata dari 5 ulangan (Saravanan, 2012). Pembuatan minimal media limbah minyak goreng Minimal media dibuat dalam 4 kategori konsentrasi. Kategori pertama sebagai kontrol negatif berisi aquades 100 % (A). Perlakuan 1 konsentrasi 10% (B) berisi aquades 90% dan minyak 10%, perlakuan 2 konsentrasi 20% (C) berisi aquades 80% dan minyak 20% dan perlakuan 3 konsentrasi 30% (D) berisi aquades 70% Uji Drops Collaps Drop collaps dilakukan dengan meneteskan 1 tetes (±25µl) supernatan kultur bakteri pada minimal media minyak di atas permukaan minyak murni pada wadah datar seperti cawan petri. Pengukuran 4 rumus sebagai berikut = π r2 (mm2) = π r2/100 h) Karena susu disebarkan seluas 1 cm2 sebanyak 0,01 ml, maka jumlah sel somatik per ml susu adalah : = π r2/100 x 0,01 x A dengan menghitung waktu tetesan supernatan mampu memecah lemak minyak pada satuan detik. Hasil pengujian dilaporkan sebagai hasil rata-rata dari 5 ulangan (Satpute et al., 2008). Penghitungan Jumlah Sel Somatik Berikut ini merupakan langkahlangkah penghitungan sel somatik menurut Wahyono, dkk. (2003): a) b) c) d) e) f) g) Penentuan Konsentrasi Efektif Biosurfaktan Susu mastitis mengandung sel somatik. Prinsip kerja dari uji kualitatif ini berdasarkan pada reaksi hasil dari biosurfaktan yang berikatan dengan membran sel somatik sehingga terbentuk masa kental. Semakin kental masa yang terbentuk maka reaksi semakin tinggi dan susu mengandung banyak sel somatik. Perbandingan jumlah sampel susu dan biosurfaktan adalah 1 : 1, sama dengan perbandingan antara CMT dan susu sampel 1 : 1. Yang kemudian data di sajikan berupa hasil positif (menggumpal) dan negatif (tidak menggumpal). Gelas obyek dibersihkan dengan eter alkohol kemudian letakkan di atas kertas breed. Sampel susu dihomogenkan kemudian diambil dengan menggunakan pipet breed sebanyak 0,01 ml susu dan diteteskan di atas gelas obyek yang terletak tepat di atas kotak 1cm2. Sampel susu disebarkan di atas permukaan seluas 1 cm2 dengan menggunakan kawat ose berujung sikusiku dan dikeringkan di udara selama 510 menit selanjutnya fiksasi dengan api Bunsen Pewarnaan breed Gelas obyek direndam dalam eter alkohol selama 2 menit dan goyanggoyangkan untuk melarutkan lemak susu. Pewarnaan dengan methylen blue dengan cara meneteskan di atas preparat susu. Dimasukkan ke dalam larutan alkohol 96% untuk menghilangkan sisa zat warna yang tidak melekat. Jumlah sel somatik dihitung menggunakan mikroskop dengan pembesaran 1000x Jumlah sel somatik dihitung sebanyak 10 lapang pandang yang dirata-rata= A Jumlah sel somatik yang terdapat dalam 1 ml susu dihitung terlebih dahulu mengetahui diameter lapang pandang mikroskop yang digunakan. Dengan Uji Sensitivitas dan Spesifisitas Biosurfaktan sebagai Deteksi Mastitis Penelitian tahap 3 untuk mengetahui nilai diagnostik biosurfaktan sebagai deteksi mastitis, data hasil true positif dimasukkan dalam sel a, hasil false positif dalam sel b, hasil false negatif dalam sel c, dan hasil true negatif dalam sel d, dari hasil tersebut dihitung nilai sensitivitas dan spesifisitas. Sensitivitas untuk memperlihatkan kemampuan reagen untuk menunjukan hasil positif pada sapi yang menderita mastitis subklinis dan spesifisitas menunjukan kemampuan reagen untuk menunjukan kemampuan reagen untuk menunjukan hasil yang negatif pada sapi yang tidak menderita mastitis subklinis. Sensitivitas dan spesifisitas yang di hasilkan dalam bentuk persentase. Prosedur penentuan tingkat mastitis dengan biosurfaktan sebagai berikut : a) 2 ml susu sampel di letakkan pada paddle. 5 b) Ditambahkan 0,4 ml biosurfaktan ke dalam susu sampel. c) Digoyangkan secara horizontal perlahanlahan selama 10-20 detik. d) Diamati penggumpalan yang terjadi antara sampel susu dan biosurfaktan. e) Peralatan dicuci dengan air bersih (Pratomo dkk., 2013). Semua sampel susu yang akan diuji terlebih dahulu dihitung jumlah sel somatik dengan metode breed sebagai gold standard uji mastitis, selanjutnya dilakukan uji sensitifitas dan spesifisitas biosurfaktan menggunakan kontrol positif WST dan SFMT. WST (Whiteside Test) merupakan metode deteksi mastitis subklinis menggunakan NaOH 4%, sedangkan SFMT merupakan merupakan metode deteksi mastitis subklinis menggunakan bahan dari deterjen komersial. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Bakteri Pseudomonas sp. Pseudomonas sp. yang digunakan diperoleh dari penelitian sebelumnya oleh Pratomo, dkk (2013) yang diisolasi dari susu segar asal sapi perah. Hasil dari uji biokimia untuk verifikasi bakteri dijelaskan pada Tabel 1. Tabel 1. Karakteristik Penelitian Variabel yang diamati Warna Tepi Bentuk bakteri MR-VP Uji Sitrat Uji Katalase Pewarnaan Gram Uji Oksidase Uji H2S Uji Fermentasi Karbohidrat Uji Indol Analisis Data Analisa data pada penelitian tahap 1 dilakukan secara kuantitatif dengan uji one way ANOVA (Analysis of Variance), kemudian apabila signifikan dilanjutkan uji BNJ (Beda Nyata Jujur) dengan α = 0,05. Pada data uji emulsifikasi dan drop collapse untuk mencari konsentrasi dan waktu inkubasi minimal media limbah minyak goreng terbaik untuk menghasilkan biosurfaktan. Analisa data penelitian tahap 2 untuk mengetahui konsentrasi biosurfaktan yang terbaik untuk mendeteksi penyakit mastitis dengan variasi konsentrasi biosurfaktan dan sampel susu segar yang sudah diketahui jumlah sel somatik. Analisa data dilakukan secara kualitatif dengan melihat reaksi penggumpalan pada sampel susu dengan variasi konsentrasi biosurfaktan dan sampel susu. Data akan di sajikan secara deskriptif. Bakteri Hasil Hasil uji Kuning Rata Coccobacil MR (+), VP (-) Positif Positif Gram negatif Positif Positif Negatif Negatif Kemudian dilakukan verifikasi uji biokimia untuk memastikan jenis dan sifat biokimia dari bakteri isolat sesuai dengan Barrow (1993). Pengujian verifikasi bakteri isolat yang ditanam pada media TSA memiliki karakteristik bakteri Pseudomonas sp. yaitu morfologi koloni berwarna kuning, tepian koloni rata, Kemudian ketika dilihat pada mikroskop bakteri terlihat berbentuk coccobacil dan bersifat Gram negatif ditunjukan dengan bakteri berwarna merah. Uji verifikasi apakah Pseudomonas sp mampu menghasilkan biosurfaktan yaitu dengan menumbuhkan Pseudomonas sp. pada media Blood Agar Plate (BAP), hasil berupa nilai positif ditunjukkan dengan adanya zona bening disekitar isolat bakteri setelah diinkubasi selama 24 jam. Terbentuknya zona bening di sekitar koloni dikarenakan lisisnya eritrosit, biosurfaktan 6 memiliki aktivitas neolitik yang mampu melisiskan sel darah merah pada media tumbuh BAP melalui pengikatan gugus hidrofilik pada eritrosit. absorbansi sebesar 0,751 dan TPC sebanyak 9,80 x 108 CFU/ml. Data yang didapat akan digunakan sebagai acuan penentuan jumlah bakteri yang digunakan untuk produksi biosurfaktan menggunakan minimal media limbah minyak goreng. Isolat yang telah dilakukan uji verifikasi selanjutnya digunakan pada tahap penghitungan kurva pertumbuhan untuk mengetahui pola pertumbuhan bakteri, dengan menghitung nilai absorbansi pada panjang gelombang 530nm pada media Nutrient Brooth (NB) dan total plate count (TPC) dengan media Tripton Soya Agar (TSA) selama 72 jam. Hasil yang didapat dari penghitungan kurva pertumbuhan adalah pada jam ke-20 dengan nilai Uji Kualitas Biosurfaktan Asal Pseudomonas sp. Pada Minimal Media Limbah Minyak Goreng Kualitas Pseudomonas sp. sebagai penghasil biosurfaktan dianalisis dengan aktifitas emulsifikasi dan uji drop collapse. Hasil pengujian yang ditunjukan pada Tabel 2. menunjukan adanya beda nyata pada tiap perlakuan dari total 12 perlakuan. Tabel 2. Rata-rata hasil uji aktifitas emulsi dan rata-rata hasil uji drop collaps pada masingmasing kelompok perlakuan Perlakuan Aktifitas Emulsi (d610) Drop Collapse (detik) h 24;0 0.38 ± 0.1892 59 ± 1.5055c 24;10 1.20 ± 0.1202ab 5 ± 2.7868e a 24;20 1.46 ± 0.1551 1 ± 0.5163f 24;30 1.04 ± 0.2087b 7 ± 3.2506e h 48;0 0.13 ± 0.1086 60 ± 1.6329a 48;10 0.43 ± 0.0268d 26 ± 5.1929bc c 48;20 0.76 ± 0.1148 15 ± 2.3452d 48;30 0.41 ± 0.0763d 28 ± 6.0800bc h 72;0 0.01 ± 0.0616 61 ± 3.0822a f 72;10 0.21 ± 0.0263 41 ± 1.6020a 72;20 0.33 ± 0.0429e 35 ± 1.5055b g 72;30 0.10 ± 0.0801 49 ± 5.0760a Keterangan : - pada kolom perlakuan, 2 angka sebelah kiri dari titik koma menunjukkan lama inkubasi minimal media dan sebelah kanan dari titik koma menunjukkan konsentrasi limbah minyak goreng yang ditambahkan pada minimal media - Notasi pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan perlakuan yang signifikan antar perlakuan (p<0.05) Nilai aktivitas emulsi dari angka terkecil sampai terbesar yaitu 0,01-1,46 pada panjang gelombang, dan nilai drop collapse dari nilai tercepat sampai terlambat yaitu 161 detik. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai perbedaan perlakuan nilai ratarata kelompok perlakuan dapat dilakukan uji ANOVA dan uji statistik lanjutan BNJ, adanya perbedaan nilai rata-rata antara kelompok perlakuan di tunjukkan jika perlakuan memiliki notasi yang berbeda. Berdasarkan data yang diperoleh dan dilakukan uji statistik lanjutan BNJ menunjukan bahwa angka terbaik pada uji aktifitas emulsi biosurfaktan yang dihasilkan pada minimum media minyak kedelai adalah 24;20 dengan nilai 1.46 ± 0.1551 yang ditunjukkan dengan tingginya nilai tingkat 7 kekeruhan karena minyak (n-hexadekan) yang telah dipecah oleh biosurfaktan terbentuk menjadi misel dan tersebar ke seluruh bagian. Pada perlakuan uji aktivitas emulsi 24;10 dan 24;20 memiliki notasi huruf yang hampir sama masing-masing yaitu notasi ab dan notasi a namun nilai yang dihasilkan berbeda yaitu lebih besar pada perlakuan 24;20. Nilai emulsifikasi semakin besar apabila semakin banyak partikel antara biosurfaktan dan nhexadekan (minyak) yang berikatan di dalam larutan. Emulsi terjadi pada permukaan larutan karena kemampuan senyawa surfaktan untuk menggabungkan senyawa Polar dan senyawa non Polar (Willmsen et al., 2008). Prinsip dari uji emulsi adalah senyawa yang mempunyai aktifitas permukaan (surface-active agent) sehingga dapat menurunkan tegangan permukaan (surface tension) antar cairan yang terdapat dalam suatu sistem. Kemampuan menurunkan tegangan permukaan menjadi hal yang menarik disebabkan oleh struktur kimianya mampu menyatukan dua senyawa yang berbeda polaritasnya (Anandaraj et al.,2010). Pertumbuhan Pseudomonas sp. pada substrat minyak menyebabkan selnya bersifat lebih hidrofob. Hidrofobisitas sel ini menyebabkan sel tersebut menunjukkan aktivitas emulsifikasi lebih baik dan mampu menurunkan tegangan permukaan supernatan kultur secara signifikan dibanding sel yang ditumbuhkan pada substrat senyawa polar (Fatimah, 2007). Berdasarkan data yang diperoleh dan dilakukan uji statistik lanjutan BNJ menunjukan bahwa angka terbaik pada uji drop collapse biosurfaktan yang dihasilkan pada minimum media minyak kedelai adalah 24;20 dengan nilai 1 ± 0.5163. Pada uji drop collapse perlakuan yang memiliki notasi paling beda terlihat pada perlakukan 24;20 yang memiliki notasi f. Namun untuk Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai perbedaan perlakuan nilai rata–rata kelompok perlakuan dapat dilakukan uji tukey, adanya perbedaan nilai rata – rata antara kelompok perlakuan di tunjukkan jika perlakuan memiliki notasi yang berbeda. Maka dari data drop collapse semua perlakuan memiliki perbedaan, sehingga untuk menentukan nilai yang terbaik tergantung dari kriteria nilai drop collapse yang terbaik. Biosurfaktan yang baik secara kuantitas memiliki nilai drop collapse tidak lebih dari 1 detik, karena pada surfaktan sintetik sebagai pembanding memiliki nilai drop collapse ≤ 1 detik, sehungga untuk memperoleh kualitas biosurfaktan yang cukup baik perlu dilakukan pemilihan hasil drop collapse tercepat. Hasil uji biosurfaktan dalam memecah atau menurunkan tegangan permukaan minyak, selama 1 detik dan masih di bawah 1 menit menunjukan kualitas biosurfaktan yang baik. Biosurfaktan mampu memecah minyak karena mempunyai senyawa sifat aktif permukaan dan memiliki dua sisi yang saling berlawanan yaitu sisi hidrofilik dan hidrofobik. Hidrofilik artinya suka air, sifat hidrofilik ini cenderung untuk menyatu dengan air (polar) dan sisi hidrofobik yang artinya tidak suka air, dimana zat dengan sifat ini cenderung untuk menyatu dengan senyawa non-polar. Jumlah senyawa surfaktan yang dihasilkan dapat dinyatakan melalui kemampuan surfaktan mengurangi tegangan pada permukaan cairan. Pada uji drop collapse sifat hidrofilik dan hidrofobik berperan dalam menurunkan tegangan permukaan. Ketika suatu biosurfaktan diteteskan di atas cairan minyak maka dengan kandungan biosurfaktan yang tinggi akan langsung memecah minyak dan langsung menyatu dengan biosurfaktan. Semakin tinggi kandungan biosurfaktan maka semakin cepat dalam memecah biosurfaktan. 8 uji efektifitas kualitas biosurfaktan maka pada uji selanjutnya biosurfaktan yang digunakan yaitu biosurfaktan dengan konsentrasi 100%. Penggunaan biosurfaktan sebanyak 100% dikarenakan hal ini sesuai dengan penggunaan reagan deteksi yang biasa digunakan yaitu 100%. Selain itu konsentrasi reagan direaksikan dengan 100% konsentrasi sampel susu tanpa adanya pengenceran untuk menghindari kesalahan dalam pembacaan. Kemampuan biosurfaktan dalam mendeteksi mastitis dikarenakan pada susu sapi mastitis mengandung sel somatis. Struktur dinding sel somatik pada bagian luar tersusun dari senyawa kimia lipoprotein (gabungan dari senyawa lemak atau lipid dan senyawa protein) bersifat hidrofilik. Ketika susu mastitis dicampur dengan biosurfaktan menunjukan bahwa biosurfaktan memiliki sisi hidrofilik pada bagian ‘kepala’nya dan struktur senyawa kimia hidrofobik pada bagian ‘ekor’nya, penambahan biosurfaktan pada susu yang diduga mastitis mengakibatkan menempelnya sisi hidrofobik biosurfaktan pada dinding luar sel somatik dan akan merusak membran sel somatik, hal ini terjadi akibat sel somatik kehilangan integritas struktur selnya sehingga yang terjadi adalah keluarnya DNA pada sel somatik kemudian DNA tersebut akan terkumpul menjadi satu dan terjadi perubahan viskositas pada susu mastitis (Xia, 2006). Uji Potensi Biosurfaktan Sebagai Zat Aktif Deteksi Mastitis Hasil uji potensi biosurfaktan pada mastitis subklinis dengan minimal media limbah minyak goreng menunjukkan terjadi perubahan terhadap viskositas susu sampel dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil Uji Efektifitas Konsentrasi Biosurfaktan Pengenceran (%) Biosurfaktan 0 25 50 75 100 Susu Mastitis (%) 0 50 100 + + + + + Keterangan : Reaksi (+) Menunjukan terjadi reaksi penggumpalan. Reaksi (-) Menunjukan tidak terjadi reaksi penggumpalan Uji efektifitas konsentrasi biosurfaktan dalam mendeteksi mastitis didapatkan hasil positif pada konsentrasi minimum yaitu supernatan 50% dan 50% susu mastitis. Konsentrasi biosurfaktan terbaik 50%, 75% dan 100% ditentukan berdasarkan analisa secara kualitatif, dimana pada konsentrasi biosurfaktan 50% mampu untuk menggumpalkan susu mastitis dengan konsentrasi 100%. Pada biosurfaktan dengan konsentrasi rendah lainnya seperti pada kelompok 1 25% supernatan dan 50% susu segar, kelompok 2 25% supernatan dan 100% susu segar serta kelompok 3 50% supernatan dan 50% susu segar kurang mampu dalam mendeteksi susu mastitis dimungkinkan karena kandungan biosurfaktan yang terlalu sedikit sehingga tidak cukup kuat dalam mendegradasi atau merusak dinding sel somatik. Berdasarkan Uji Sensitivitas dan Spesifisitas Sampel susu yang diambil dalam uji ini yaitu sebanyak 60 sampel dengan hasil uji sensitivitas dan spesifisitas biosurfaktan dijelaskan pada Tabel 4. 9 Tabel 4. Tabel Hasil Uji Sensitivitas dan Spesifisitas Biosurfaktan JSS Test Biosurfaktan Sensitivitas = a : (a+c) Spesifisitas = d : (b+d) Positif Negatif >400.000 12 (a) 3 (c) <400.000 4 (b) 41 (d) Jumlah 16 44 Jumlah 15 (a+c) 45 (b+d) 60 12 : (12+3) = 12:15 = 80% 41 : (4+41) = 41:45 = 91% Tabel 4. menunjukan bahwa biosurfaktan asal Pseudomonas sp. dengan minimal media limbah minyak goreng yang ditentukan bedasarkan jumlah sel somatik ≥400.000 sel/ml berdasarkan SNI 3141.1:2011 memiliki nilai reaksi true positif sejumlah 12 sampel (20%), reaksi false positif sebanyak 4 sampel (6,67 %), reaksi false negatif sebanyak 3 sampel (5%) dan reaksi true negatif sebanyak 41 sampel (68,3%) maka menghasilkan nilai sensitivitas sebesar 80% dan spesifisitas sebesar 91%. Pada hasil reagan SFMT (Surf Field Mastitis Test) memiliki nilai sensitivitas 100 % dan spesifisitasnya sebesar 91 %, sedangkan pada uji mastitis menggunakan WST (White Side Test) pada memiliki nilai sensitivitas 100 % dan spesifisitasnya sebesar 40 %. Hasil tersebut menunjukan bahwa meskipun dengan jumlah sel somatik yang sama nilai sensitivitas biosurfaktan sebagai deteksi mastitis masih di bawah reagan SFMT dan WST yaitu sebesar 80 %, namun pada nilai spesifisitas biosurfaktan sebagai deteksi mastitis lebih baik dari pada reagan WST yaitu sebesar 89% dan sama dengan nilai spesifisitas pada SFMT yaitu 91%. Uji sensitivitas menunjukkan kemampuan uji mastitis biosurfaktan untuk memperlihatkan hasil positif pada sapi yang menderita mastitis subklinis. Uji mastitis biosurfaktan yang makin sensitif maka mampu mendeteksi mastitis subklinis meskipun jumlah sel somatis masih sangat rendah dalam susu. Uji spesifisitas menunjukkan kemampuan uji mastitis biosurfaktan untuk memperlihatkan hasil yang negatif pada sapi yang tidak menderita mastitis subklinis (Budiharta, 2002). Kesimpulan Minimal media limbah minyak goreng yang digunakan untuk menumbuhkan Pseudomonas sp. dapat menghasilkan biosurfaktan. Biosurfaktan terbaik didapat dari konsentrasi minimal media limbah minyak goreng sebanyak 20% dengan masa inkubasi 24 jam dengan efektifitas konsentrasi biosurfaktan yaitu 100%. Setelah dilakukan pengujian dengan sampel susu sebanyak 60 sampel menghasilkan nilai sensitivitas dan spesifisitas biosurfaktan dalam mendeteksi mastitis subklinis masingmasing yaitu 80% dan 91%. Ucapan Terima Kasih Terima kasih kepada Direktorat Jendral DIKTI atas pendanaan penelitian yang diberikan melalui Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) tahun 2013 dan 2014, serta kepada supervisor dan staff Laboratorium Sentra Ilmu Hayati (LSIH) Universitas Brawijaya yang memfasilitasi pelaksanaan penelitian ini. 10 Myers D., 2006. Surfactant Science and Technology. Edisi ke-3. John Wiley & Sons. New Jersey. DAFTAR PUSTAKA Pratomo F. A., Rangga P. Z., Shanda F., Wildan M., Rizky D. E. P., 2013. Mastech (Mastitis Detection Technology) Metode Deteksi Mastitis Berbasis Biosurfaktan Asal Pseudomonas sp. Universitas Brawijaya. Malang. Morin D. E., and W. L. Hurley, 2003. Mastitis Lesson B. University of Illinois. USA. Russandy, R. P. 2013. Pengaruh Penggunaan Biosurfaktan Asal Pseudomonas sp dengan Media Tumbuh Air Rendaman Kedelai terhadap Kadar Total Suspended Solid (TSS) dan Lemak pada Bioremediasi Limbah Cair Rumah Potong Ayam (RPA). Universitas Brawijaya. Malang. Anandaraj B., dan P. Thivakaran, 2010. Isolation and Production of Biosurfactant Producing Organism from Oil Spilled Soil. Journal Bioscient Technology. Vol 1 (3),2010,120‐126 p.g. Department of Microbiology, Thanthai Hans Roever College, Peramabalur – 621 212. Tamilnadu, India. Saravanan, V. and Vijayakumar S., 2012. Isolation and screening of biosurfactant producing microorganisms from oil contaminated soil. Dept. of Botany and Microbiology. India. J. Acad. Indus. Res. Vol. 1(5) 2012. Barrow dan Feltham, 1993. Manual for identification of medical bacteria. 3rd Edn. Cambridge University Press, Cambridge, London. Budiharta, S., 2002. Kapita selekta epidemeiologi veteriner. Bagian Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Satpute, S. K., Bhawsar B. D., Dhakephalkar P. K. and Chopade B. A., 2008. Assessment of different screening methods for selecting biosurfactant producing marine bacteria. Ind. J. Mar. Sci. 37:243–250. Fatimah, 2007. Uji Produksi Biosurfaktan Oleh Pseudomonas sp. pada Substrat Yang Berbeda. Jurnal Kimia. (3) : 145-147. Sudono A., Rosdiana F. R., Setiawan R. S., 2003. Beternak Sapi Perah Secara Intensif. AgroMedia Pustaka. Jakarta. Lukman D. W., Sudarwanto M., Sanjaya A. W., Purnawarman T., Latif H., Soejoedono R. R., 2009. Higiene Pangan. FKH IPB. Bogor. Matz, Wahyono, F. Pangestu, dan Tampoebolon B. I. M., 2003. Status Sel Somatik Pada Susu Sapi di Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali. J.Indon. Trop. Anim.Agric.28(1). 2001. Phenotypic variation in Pseudomonas sp. CM10 determines microcolony formation and survival under protozoan grazing. Journal Department of Physiological Ecology. Institute for Limnology. Germany. Xia, Stephen S., 2006. The rheology of gel formedduringthe California Mastitis Test. The University of Waikato. Thesis. 11