THE 5TH URECOL PROCEEDING 18 February 2017 UAD, Yogyakarta ANALISIS KEBUTUHAN PENGEMBANGAN DESAIN PEMBELAJARAN MATEMATIKA SMP KELAS VII MENGGUNAKAN STAD BERBASIS PENEMUAN Alia Lulu’ Khusniati1), Suparman2) Magister Pendidikan Matematika, Universitas Ahmad Dahlan email: [email protected] 2Magister Pendidikan Matematika, Universitas Ahmad Dahlan email: [email protected] 1 Abstract The Need Analysis in Developing Mathematics Learning Design for seventh grade through Cooperative Learning type STAD based on Discovery Learning.One of cooperative learning that emphasize the activities and interaction between students so they can motivated each other to reach maximum achievement in mathematics was Student Teams Achievement Divisions (STAD). One of learning models that was used in 2013 curriculum was Discovery Learning.The aim of the research was to analyze the need for developing mathematics learning design for seventh grade student through cooperative learning type STAD based on Discovery Learning. The research subject were the mathematics teachers and student seventh grade in SMP Negeri 2 Lendah in Kulonprogo. The data were collected by questionnaire,so the instrument that used were questionnairesfor teachers and students and were analyzed descriptively. The result showed that almost all of the teachers agreed that cooperative learning, specially STAD, can be used to reach mathematics learning goals based on 2013 curriculum. They needed a learning design that combined cooperative learning type STAD and discovery learning as one of learning models that was used in 2013 curriculum. Keywords: Learning design, STAD, Discovery Learning 1. PENDAHULUAN Matematika merupakan ilmu universal yang berguna bagi kehidupan manusia dan juga mendasari perkembangan teknologi modern, serta mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Untuk menguasai teknologi di masa depan, diperlukan penguasaan dan pemahaman atas matematika yang kuat sejak dini. Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada siswa untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, inovatif dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. (As’ari, dkk, 2016). Selama ini banyak kalangan yang menganggap bahwa ilmu-ilmu eksak, termasuk matematika, sebagai ilmu yang sulit. Menurut Jannah (2011), ada banyak faktor di luar materi keilmuan yang membuat pelajaran tersebut sulit dan menjadi momok menakutkan bagi siswa. Beberapa diantaranya adalah kesan negatif yang selama ini disebarkan, metode pembelajaran yang kurang tepat, guru yang tidak benar-benar bisa mengajar dengan baik dan lain sebagainya. Dalam rangka menyukseskan pemberlakuan kurikulum 2013, guru dituntut untuk mampu merencanakan, melaksanakan, melakukan monitoring dan evaluasi, serta memberikan jaminan mutu dan mempertanggungjawabkan pembelajaran sesuai dengan karakteristik dan perkembangan peserta didik serta perkembangan zaman (Mulyasa, 2015). Berbagai macam aturan dan kebutuhan penunjang pelaksanaan kurikulum 2013 pun telah disiapkan oleh pemerintah. Seperti dalam Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah, bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan 1549 THE 5TH URECOL PROCEEDING 18 February 2017 diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.Selain itu, karakteristik pembelajaran juga terkait erat pada Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi. Untuk memperkuat pendekatan ilmiah (scientific), perlu diterapkan pembelajaran berbasis penyingkapan/penelitian (discovery/inquiry learning). Menurut Majid (2013) pembelajaran adalah upaya pendidik untuk membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar. Dengan demikian guru harus membekali diri agar mampu melakukan pengembanganpengembangan dalam pembelajaran sehingga proses pembelajaran yang tertuang dalam Standar Proses dapat tercapai. Guru dituntut untuk dapat memanajemen kelas secara optimal dan memahami berbagai model serta pendekatan pembelajaran dalam menunjang terlaksananya pembelajaran aktif dengan metode saintifik, tematik integratif dan pendekatan konstektual (Mulyasa, 2015) Untuk membantu terciptanya pembelajaran tersebut maka diperlukan suatu strategi pembelajaran.Strategi pembelajaran merupakan suatu rencana tindakan (rangkaian kegiatan) yang termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya atau kekuatan dalam pembelajaran (Majid, 2013). Salah satu strategi pembelajaran yang populer digunakan adalah pembelajaran kooperatif. Menurut Anita (dalam Widyantini, 2008), pembelajaran kooperatif merupakan suatu pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok serta di dalamnya menekankan kerjasama. Beberapa tujuan dari pembelajaran kooperatif diantaranya, meningkatkan kinerja siswa dalam tugas akademik, agar siswa dapat menerima temantemannya yang mempunyai berbagai perbedaan latar belakang dan mengembangkan keterampilan sosial siswa. Salah satu pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika adalah pembelajaran kooperatif UAD, Yogyakarta tipe STAD (Student Teams Achievement Division). Menurut Slavin (dalam Wahyuni, 2015) gagasan utama dibelakang STAD adalah memacu siswa agar saling mendorong dan membantu satu sama lain untuk menguasai keterampilan yang diajarkan oleh guru. STAD merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan model paling baik untuk tahap permulaan bagi guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif (Slavin dalam Majid, 2015). Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan pada mata pelajaran matematika adalah model pembelajaran Berbasis Penemuan (Discovery Learning). Pada Discovery Learning, materi yang akan disampaikan tidak disampaikan dalam bentuk final akan tetapi siswa didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri kemudian mengorganisasi atau membentuk (konstruktif) apa yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk akhir. Penggunaan Discovery Learning, ingin merubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan kreatif (As’ari, 2016:25) Mengingat dalam pembelajaran, siswa cenderung pasif, dalam arti siswa masih menerima informasi secara keseluruhan dari guru, dan masih berpusat pada guru,maka dalam penelitian ini akan dilakukan analisis kebutuhan untuk selanjutnya dijadikan pijakan pengembangan desain pembelajaran matematika SMP kelas VII menggunakan STAD berbasis penemuan (discovery learning). Secara umum, tujuan penelitian ini adalah mengetahui tingkat kebutuhan pengembangan model pembelajaran yang sesuai dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis penemuan (discovery learning). 2. KAJIAN LITERATUR Secara sederhana, istilah pembelajaran bermakna sebagai “upaya untuk membelajarkan seseorang atau kelompok orang melalui berbagai upaya (effort) dan berbagai strategi, metode dan pendekatan kearah pencapaian tujuan yang telah direncanakan”(Majid, 2013) 1550 THE 5TH URECOL PROCEEDING 18 February 2017 Dalam pembelajaran perlu menggunakan strategi pembelajaran. Strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Majid, 2013). Strategi pembelajaran meliputi rencana, metode, dan perangkat kegiatan yang direncanakan. Untuk melaksanakan strategi tertentu diperlukan seperangkat metode pengajaran. Salah satu strategi pembelajaran yang populer adalah pembelajaran kooperatif. Menurut Majid (2013) pembelajaran kooperatif dikembangkan dari teori belajar konstruktivisme yang lahir dari gagasan Piaget dan Vygotsky. Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dimana guru mendorong para siswa untuk melakukan kerjasama dalam kegiatan-kegiatan tertentu seperti diskusi atau pengajaran oleh teman sebaya (Slavin dalam Wahyuni, 2015). Menurut Wahyuni (2015) dan Majid (2013) pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokkan atau tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras atau suku yang berbeda (heterogen). Siahaan (dalam Majid, 2013) mengemukakan lima unsur penting yang ditekankan dalam proses pembelajaran kooperatif, yaitu; saling ketergantungan positif, interaksi berhadapan, tanggung jawab individu, keterampilan sosial dan terjadinya proses dalam kelompok. Adapun manfaat pembelajaran kooperatif bagi siswa dengan prestasi belajar rendah, yatu: meningkatkan pencurahan waktu pada tugas, rasa harga diri menjadi lebih tinggi, penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar, perilaku mengganggu menjadi lebih kecil, konflik antar pribadi berkurang, sikap apatis berkurang, pemahaman yang lebih mendalam, meningkatkan motivasi, dan hasil belajar lebih tinggi (Linda Lungren dalam Majid, 2015) Ada beberapa pendekatan untuk model pembelajaran kooperatif, salah satunya yaitu STAD (Student Teams Achievement Division). Pembelajaran kooperatif tipe STAD dikembankan pertama kali oleh Robert Slavin UAD, Yogyakarta dan merupakan model pembelajaran kooperatif paling sederhana (Ibrahim dkk dalam Majid, 2013), (Widyantini, 2008) juga merupakan model paling baik untuk tahap permulaan bagi guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif (Slavin dalam Majid, 2013). Selain itu, dapat digunakan untuk memberikan pemahaman konsep materi yang sulit kepada siswa dimana materi tersebut telah dipersiapkan oleh guru melalui lembar kerja atau perangkat pembelajaran yang lain (Widyantini, 2008). STAD terdiri dari lima komponen utama, yaitu; 1) presentasi kelas; 2) belajar dalam tim; 3) tes individu; 4) skor pengembangan individu, dan 5) penghargaan tim (Slavin dalam Majid, 2013). Adapun kelebihan dalam penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD yaitu; dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama dengan siswa lain, siswa dapat menguasai pelajaran yang disampaikan, dalam proses belajar mengajar siswa saling ketergantungan posiif, dan setiap siswa dapat saling mengisi satu sama lain (Ibrahim dkk dalam Majid, 2013). Salah satu model pembelajaran yang diutamakan dalam implementasi kurikulum 2013 adalah model pembelajaran berbasis penyingkapan/penemuan (discovery learning). Discovery learning merupakan model pembelajaran untuk menemukan sesuatu yang bermakna dalam pembelajaran (Mulyasa, 2015). Dalam discovery learning, bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan, bahan serta membuat kesimpulan-kesimpulan (As’ari, dkk, 2016). Tujuan discovery learning menurut Bruner (dalam As’ari, 2016) adalah guru hendaknya memnberikan kesempatan kepada siswanya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientist, historin atau ahli matematika. Dan melalui kegiatan tersebut siswa akan menguasainya, menerapkan serta menemukan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya. 1551 THE 5TH URECOL PROCEEDING 18 February 2017 3. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Subyek penelitian ini adalah guru dan siswa kelas VII di SMP Negeri 2 Lendah, Kulonprogo. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan penyebaran angket. Dengan demikian, instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah angket siswa dan guru. Angket siswa dan guru digunakan untuk mengetahui pandangan guru-guru dan siswa terhadap mata pelajaran matematika, strategi pembelajaran matematika, bahan ajar, kesulitan siswa dalam belajar berkelompok dan pandangan terhadap inovasi pembelajaran matematika. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data kualitatif. Data tersebut dianalisis secara deskriptif. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari pengumpulan data tentang pandangan guru-guru dan siswa terhadap mata pelajaran matematika, strategi pembelajaran matematika, bahan ajar, kesulitan siswa dalam belajar berkelompok dan pandangan terhadap inovasi pembelajaran matematika di SMP Negeri 2 Lendah, Kulonprogo kelas VII pada tanggal 1 Februari 2017 diperoleh hasil yang akan dijabarkan berikut di bawah ini. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat 89% siswa dan seluruh guru sepakat bahwa pelajaran matematika adalah pelajaran yang menarik dan menantang. Seluruh siswa dan guru juga sepakat bahwa guru memerlukan strategi pembelajaran matematika yang tepat dan sesuai dengan kurikulum yang diterapkan. Mengenai salah satu strategi pembelajaran, yaitu pembelajaran kooperatif, termasuk STAD, hampir seluruh siswa dan guru setuju bahwa pembelajaran kooperatif dapat menjadi pilihan dalam proses pembelajaran matematika.Hal ini karena pembelajaran kooperatif memungkinkan siswa untuk melakukan kerjasama dalam kegiatan-kegiatan tertentu seperti diskusi atau pengajaran oleh teman sebaya (Slavin dalam Wahyuni, 2015), sehingga siswa dapat saling memotivasi, saling membantu dan saling peduli dalam menguasai materi pelajaran (Isjoni dalam Wahyuni, 2015) UAD, Yogyakarta Selain itu, pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan yang sama kepada setiap siswa untuk sukses, hal ini karena pembelajaran kooperatif menggunakan model skoring yang mencakup nilai perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa terdahulu. Dengan menggunakan model skoring ini baik yang berprestasi rendah, sedang atau tinggi samasama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan melaukan yang terbaik bagi kelompoknya (Slavin dalam Fitriana, 2010). Dalam penelitian juga menunjukkan siswa sadar bahwa setiap anggota kelompok bertanggungjawab atas kelompoknya. Sukses atau tidak kelompoknya bergantung pada sukses atau tidaknya belajar individu setiap anggota kelompok. Pertanggungjawaban tersebut menjadikan setiap anggota siap untuk menghadapi tes dan tugas-tugas lainnya (Fitriana, 2010). Meski demikian, penggunaan model pembelajaran kooperatif, yang menggunakan diskusi kelompok, bukan berarti tidak menimbulkan masalah. Beberapa keluhan guru tentang pembelajaran yang menggunakan diskusi yang sudah dilakukan diantaranya; pemborosan waktu, siswa tidak dapat bekerjasama secara efektif, seringkali siswa merasa minder bekerjasama dengan teman-temannya yang lebih mampu, dan terjadi situasi yang gaduh (Widyantini, 2008). Hal ini juga diamini oleh hampir 50% guru dalam penelitian ini setuju bahwa kejadiankejadian diatas masih terjadi di dalam pembelajaran yang menggunakan diskusi kelompok. Salah satu komponen utama dalam STAD adalah belajar dalam tim. Fungsi utama dari tim ini adalah untuk memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar, dan lebih khusus lagi untuk mempersiapkan anggotanya agar bisa mengerjakan kuis dengan baik (Majid, 2013). Setelah guru menyampaikan materi, tim berkumpul untuk mempelajari lembar kegiatan (Majid, 2013). Dengan demikian penggunaan bahan ajar seperti lembar kegiatan dapat membantu pelaksanan pembelajaran kooperatif. Hampir seluruh siswa dalam penelitian ini mengatakan bahwa lembar kegiatan atau 1552 THE 5TH URECOL PROCEEDING 18 February 2017 lembar kerja lebih mudah digunakan sebagai bahan ajar di kelas. Lembar kerja yang dimaksud adalah lembar kerja yang membantu siswa dalam memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan. Lembar kerja tersebut juga harus memuat petunjuk yang jelas. Hal ini sesuai dengan Dinas Pendidikan Nasional dalam Dewi (2013), bahwa Lembar Kerja Siswa (LKS)adalah lembaran-lembaran yang berisi tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik. LKS berisi petunjuk dan langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas. LKS merupakan salah satu sarana untuk membantu dan mempermudah dalam kegiatan pembelajaran sehingga akan terbentuk interaksi yang efektif antara peserta didik dengan guru. Berdasarkan hasil-hasil penelitian diatas, maka hampir seluruh guru maupun siswa memandang perlunya pengembangan desain pembelajaran kooperatif pada pelajaran matematika yang tepat dan sesuai dengan alokasi waktu sehingga dapat mengefektifkan pembelajaran. Desain pembelajaran kooperatif tersebut juga diharapkan dapat membantu guru untuk mengatur siswa dalam kegiatan diskusi dengan efektif dan menyenangkan. Salah satu model pembelajaran yang diutamakan dalam implementasi kurikulum 2013 adalah model pembelajaran berbasis penyingkapan/penemuan (discovery learning), maka diharapkan pengembangan desain pembelajaran kooperatif tersebut juga sesuai dengan model discovery learning tersebut. [2] [3] [4] [5] [6] [7] 5. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di depan dapat diambil simpulan bahwa mata pelajaran matematika masih dipandang sebagai mata pelajaran yang menarik dan menantang, sehingga memerlukan strategi yang tepat dan sesuai kurikulum yang diterapkan. Salah satu strategi pembelajaran yang dapat digunakan adalah pembelajaran kooperatif tipe STAD yang berbasis penemuan (discovery learning). 6. DAFTAR PUSTAKA [1] As’ari, Abdur Rahman, dkk. 2016. Matematika: Buku Guru/ Kementerian Pendidikan dan 1553 [8] UAD, Yogyakarta Kebudayaan Untuk SMP/MTs Kelas VII. Edisi Revisi. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Dewi, Devy Retnosari. 2013. Pengembangan Lembar Kerja Siswa Untuk Pembelajaran Permutasi dan Kombinasi Dengan Pendekatan Kontekstual Untuk Siswa SMA Kelas XI. http://jurnalonline.um.ac.id/data/artikel/artike lD2AB962FB03A2AA96B84726 445FC4901.pdf. Diakses tanggal 10 Februari 2017. Fitriana, Laila. 2010. Pengaruh Model Pembelajaran Cooperative Tipe Group Investigation (GI) dan STAD Terhadap Prestasi belajar Matematika Ditinjau Dari kemandirian Belajar Siswa. Tesis. Universitas Sebelas Maret. Surakarta Jannah, Roadatul. 2011. Membuat Anak Cinta Matematika Dan Eksak Lainnya. Diva press. Yogyakarta Majid, Abdul. 2013. Strategi Pembelajaran. PT Remaja Rosdakarya. Bandung Mulyasa, E. 2015. Guru dalam Implementasi Kurikulum 2013. PT Remaja Rosdakarya. Bandung Wahyuni, Reny. 2015. Model Student Achievement Division (STAD) Dalam Pembelajaran Matematika. Prosiding Seminar Nasional dan Lomba Media Pembelajaran. 21-22 November 2015. Lubuklinggau. Indonesia. Hal. 247-253 Widyantini. 2008. Penerapan Pendekatan Kooperatif STAD dalam Pembelajaran Matematika SMP. Paket Fasilitasi Pemberdayaan KKG/MGMP Matematika. P4TK Matematika. Yogyakarta