POLA INTERAKSI HUBUNGAN ORANG TUA DENGAN ANAK DI ERA DIGITAL (Studi Deskriptif Kualitatif Pola Interaksi Hubungan Orang Tua dengan Anak di Era Digital Dalam Mengatasi Ketergantungan Anak Terhadap Teknologi Informasi dan Komunikasi Di Era Digital Di Kalangan Komunitas Cinta Anak Solo) Oleh: Muhammad Hayyumas D1214056 JURNAL Disusun Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Politik Program Studi Ilmu Komunikasi FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016 POLA INTERAKSI HUBUNGAN ORANG TUA DENGAN ANAK DI ERA DIGITAL (Studi Deskriptif Kualitatif Pola Interaksi Hubungan Orang Tua dengan Anak di Era Digital Dalam Mengatasi Ketergantungan Anak Terhadap Teknologi Informasi dan Komunikasi Di Era Digital Di Kalangan Komunitas Cinta Anak Solo) Muhammad Hayyumas Sofiah Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta Abstract Entering the digital era of massive technological developments present to bring influence to the whole society of adults to children. Now, Parents are facilitating their children with information and communication technologies, so that the children into dependency on its own technology. To determine the pattern of family communication applied parents to their children in the child overcome the dependence on information and communication technology in the digital era among KOCAKS, this research is done. Besides these parents also explain any constraints faced when interacting with their children to maintain a relationship so that the children is not dependent on its digital media devices. This study uses descriptive qualitative research, with a focus on the elderly members KOCAKS which they have facilitated their children with digital media technology such as gadgets, notebook, or television. The main data sources of this research is interview while supporting data obtained from documents and other supporting data. Based on this research, communication patterns consensual applied to member KOCAKS as a form of interaction to children in overcoming their dependence on information and communications technology. This pattern prioritizes open communication, direct and likes to listen to children so as to produce effective communication. Obstacles that parents feel when communicating with children, namely a digital media technology had an impact in terms of communicating. Communication is established not face to face so that the communication that occurs intenseless. Additionally the time is also an obstacle rather crucial. Parents think the time may seize the childhood of their children which is currently more interested in its gadget than they do other activities such as playing with friends, studying, until the time for quality time with their parents. Keyword: family communication, interaction relationships 1 Pendahuluan Kehadiran teknologi digital saat ini memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi masyarakat di dunia. Semua orang dibuat kagum akan pernak pernik permesinannya. Sajian hiburan yang dihadirkan teknologi di era digital membuat orang ketagihan. Kesetiaannya menemani menjadikan ketergantungan dalam penggunaannya. Manusia seakan terkagum-kagum akan kecepatan dan kekuatan dari teknologi. Selain itu, teknologi juga memberikan harapan yang menjanjikan. Di era modernisasi teknologi informasi dan komunikasi yang semakin canggih membuat remaja dan anak-anak terperangkap dalam banjir informasi dan hiburan. Hadirnya teknologi yang menerpa anak semakin meruyak, bervariasi, dan penuh daya pikat. Kaiser Family Foundation selama tahun 1999 seperti yang ditulis oleh Osgerbey (2004:5) menemukan temuan bahwa rata-rata remaja Amerika tinggal dirumah yang memiliki tiga buah televisi, tiga buah tape recorder, tiga buah radio, dua video recorder, dua buah CD player, satu buah video game, dan satu buah computer. Teknologi ini belum termasuk yang digunakan di sekolah maupun pekerjaan rumah. Ketika teknologi berkembang jumlah variasi benda elektronik diatas pun akan berlipat ganda (Kusuma, 2011: 398). Harian republika juga memuat survey pada tanggal 18 November 2015 mengenai anak-anak usia dibawah 12 tahun kini cenderung menghabiskan waktu didepan layar-baik itu layar televisi, komputer, ponsel, atau game dibandingkan bermain diluar rumah. Rata-rata anak menghabiskan waktu 7,5 jam untuk berkutat dengan perangkat digital. Sisanya 1,5 jam mereka gunakan untuk bermain. Lebih mengkhawatirkan lagi, ketergantungan terhadap perangkat digital untuk waktu yang lama juga dapat menghambat proses perkembangan imaginatif kreatif mereka. Parahnya lagi lebih dari 60 persen orang tua tidak mengawasi penggunaan gadget anak-anak mereka. Penggunaan fasilitas gadget yang dimiliki anak menjadikan waktu quality time dengan orang tua juga berkurang. Anak lebih banyak menghabiskan quality time bersama gadget atau perangkat digital lainnya yang ia miliki. Selain 2 itu, terdapat sikap kurang peduli apa yang seharusnya orang tua berikan kepada anak-anak (Naisbit, 2001: 131). Seperti yang sudah kita ketahui fenomena akibat dampak negatif dari teknologi yang sangat membahayakan terjadi di Indonesia pada bulan April tahun 2016 lalu. Kasus pemerkosaan dan pembunuhan terhadap Yuyun (14), warga Desa Kasie Kasubun, Kecamatan Padang Ulak Tanding, Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu yang dilakukan oleh 14 remaja putra menjadi sorotan publik kala itu. Kasus tersebut merupakan salah satu dampak negatif dari penyalahgunaan teknologi informasi dan komunikasi di era digital saat ini. Maraknya situs-situs pornografi yang beredar bebas di dunia maya menyebabkan anak melakukan hal di luar kendali tanpa berfikir hal tersebut benar atau salah (Indah Mutiara-news.detik.com- 30 Mei 2016, 12:18 WIB). Sangat disayangkan kemajuan teknologi informasi komunikasi saat ini mempengaruhi gaya hidup (lifestyle) manusia di semua lini kehidupan baik dari anak-anak hingga orang dewasa. Derasnya arus globalisasi telah merubah pola dan cara pikir manusia saat berkomunikasi. Hal inilah yang terkadang menjadi kendala bagi tiap-tiap anggota keluarga, khususnya interaksi orang tua dengan anak mereka. Perbedaan generasi orang tua dengan anak diyakini menjadi salah satu pengaruh betapa sulitnya menjalin komunikasi dengan anak mereka. Menurut Don Tapscopt dalam bukunya Grown Up Digital, anak-anak yang lahir di tahun 2000an telah mahir dalam menggunakan teknologi seperti internet, media sosial, smartphone, dan gadget tanpa mengetahui sejarah perkembangan teknologi tersebut. Maka dari itu Orang tua sebaiknya dituntut untuk tidak gaptek (gagap teknologi) dalam mengontrol dan mendidik anak di era digital. Penemuan sebuah riset menyatakan, sebanyak 96 remaja di dunia menggunakan media sosial dalam kesehariannya dan hanya 15 persen orang tua yang mengaku mengetahui media sosial anak-anak mereka. Dapat dikatakan orang tua telah membiarkan anaknya mengeksplorasi dirinya sendiri dengan bebas di dunia maya, tanpa pernah bisa memahami dampak yang bisa ditimbulkannya di kemudian hari (Intan Y. Septiani-Tabloidnova.com-26 Februari 2015). 3 Berdasarkan fenomena-fenomena yang telah terjadi, beberapa orang tua yang tinggal di kota Solo peduli akan tumbuh kembang anak mendirikan suatu komunitas yang di beri nama Komuniatas Cinta Anak Solo atau yang sering dikenal dengan KOCAKS Solo. KOCAKS merupakan suatu komunitas nirlaba yang memiliki tujuan untuk mengajari dan memberi arahan kepada orang tua untuk mendidik anak mereka di era digital saat ini, dimana usia anak mereka ratarata 0 sampai 18 tahun. Beberapa kegiatan yang dilakukan antara lain membuat seminar parenting, wokshop parenting, parenting class dimana kegiatan-kegiatan tersebut bertujuan untuk mengaedukasi orang tua tentang cara berkomunikasi yang baik dan benar dengan anak, cara penyampaian pesan yang baik kepada anak, cara mendidik dan mengasuh, hingga belajar bagaimana cara berinteraksi dan memelihara hubungan yang baik dalam keluarga terutama dengan anak mereka yang berusia 0 sampai remaja agar tidak terkena dampak buruk dari lahirnya era digital. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti merumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana akses anak dan akses orang tua dalam penggunaan teknologi informasi dan komunikasi di era digital? 2. Bagaimana pola interkasi hubungan antara orang tua dengan anak dalam mengatasi ketergantungan anak terhadap teknologi informasi dan komunikasi di era digital di kalangan Komunitas Cinta Anak Solo atau KOCAKS? 3. Apa kendala yang dihadapi orang tua dalam berkomunikasi dan memelihara hubungan dengan anak yang ketergantungan akan teknologi informasi dan komunikasi di era digital di kalangan Komunitas Cinta Anak Solo atau KOCAKS? 4 Tinjauan Pustaka 1. Hakekat Komunikasi Keluarga Komunikasi merupakan salah satu cara yang digunakan dalam interaksi keluarga. Dari seringnya berinteraksi dengan anggota keluarga maka dapat mengakrabkan sesama anggota keluarga. Dalam sebuah komunikasi yang terjalin tentu harapan yang diinginkan adalah komunikasi yang efektif, karena komunikasi yang efektif dapat menimbulkan pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap hubungan yang makin baik dari tindakan (Effendy, 2002: 8). Pentingnya peran komunikasi efektif dalam keluarga perlu dibangun dalam rangka pola pikir anak dan membangun jiwa anak agar sesuai dengan harapan orangtua. Komunikasi keluarga antara orang tua dengan anak dikatakan berkualitas apabila kedua belah pihak memiliki hubungan yang baik dalam arti bisa saling memahami, saling mengerti, saling mempercayai dan menyayangi satu sama lain, itu semua dapat dicapai jika adanya kesamaan pengertian yang dimiliki oleh orang tua dengan anak ataupun sebaliknya. Sedangkan komunikasi yang kurang berkualitas mengindikasikan kurangnya perhatian, pengertian, kepercayaan dan kasih sayang di antara keduanya (Hopson dan Hopson, 2002:96). 2. Pola Komunikasi dalam Keluarga Pola komunikasi dapat dipahami sebagai pola hubungan antara dua orang atau lebih dalam pengiriman dan penerimaan pesan dengan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami (Djamarah, 2004:1). Suatu riset pola komunikasi keluarga yang dikemukakan oleh Mary Anne Fitzpatrick, dimana dia dan rekannya mengembangkan riset tentang hubungan dalam keluarga. Riset ini membahas tentang bagaimana para anggota keluarga berkomunikasi, apa yang mempengaruhi komunikasi tersebut, serta bagaimana peran orang tua dalam komunikasi keluarga. Hasil dari riset tersebut diperoleh suatu penjelasan mengenai 4 tipe pola komunikasi keluarga, antara lain (Morrisan, 2013: 162-164): 1. Pola konsensual, adanya musyawarah mufakat. Komunikasi Keluarga dengan pola konsensual suka sekali untuk ngobrol bersama dan memiliki kepatuhan 5 yang tinggi. Dalam hal ini orang tua adalah pihak yang membuat keputusan. Orang tua biasanya sangat mendengarkan apa yang dikatakan anak-anaknya. Orang tua kemudian membuat keputusan, tetapi tidak selalu sejalan dengan keinginan anak-anaknya, namun orang tau selalu berupaya menjelaskan alasan keputusan itu agar anak-anak mengerti alasan suatu keputusan. Keluarga jenis ini sangat menghargai komunikasi terbuka namun tetap menghendaki kewenangan orang tua yang jelas. 2. Pola pluralistik. Bentuk komunikasi keluarga yang menjalankan model komunikasi yang terbuka dalam membahas ide-ide dengan semua anggota keluarga, menghormati minat anggota lain dan saling mendukung. Keluarga dengan tipe pluralistis sering sekali berbicara, tetapi setiap orang dalam keluarga akan membuat keputusannya masing-masing. Orang tua tidak merasa perlu mengontrol anak-anak mereka, karena setiap pendapat dinilai pada kebaikannya, yaitu pendapat mana yang terbaik dan setiap orang turut serta dalam pengambilan keputusan. Artinya, orang tua cenderung mendidik anak mereka untuk berpikir secara bebas. 3. Pola protektif, Kepatuhan dan keselarasan sangat dipentingkan. Keluarga dengan tipe ini jarang sekali melakukan percakapan namun memiliki kepatuhan yang tinggi, jadi banyak sifat patuh dalam keluarga tetapi sedikit komunikasi. Anak-anak yang berasal dari keluarga yang menggunakan pola protektif dalam berkomunikasi mudah dibujuk, karena mereka tidak belajar bagaimana membela atau mempertahankan pendapat sendiri. 4. Pola laissez-faire, anak tidak diarahkan untuk mengembangkan diri secara mandiri, dan juga rendah dalam komunikasi yang berorientasi sosial. Artinya anak tidak membina keharmonisan hubungan dalam bentuk interaksi dengan orang tua. Anak maupun orang tua kurang atau tidak memahami objek komunikasi, sehingga dapat menimbulkan komunikasi yang salah. 3. Interaksi dan Hubungan Orang Tua dengan Anak dalam Keluarga Interaksi sosial paling dominan akan terjadi di dalam kehidupan keluarga. Di dalam keluargalah pertama kali manusia akan mengenal ayah, ibu, 6 dan saudara kandung mereka. Disini manusia akan belajar berinteraksi dengan anggota keluarga sebelum mereka nantinya tumbuh menjadi dewasa dan melakukan interkasi sosial di luar lingkungan keluarga. Interaksi antara anggota keluarga yang satu dengan yang lain menyebabkan seorang anak menyadari akan dirinya bahwa mereka dapat berperan sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Maka dari itu, kebutuhan hidup anggota keluarga tentu sangat diperlukan adanya interaksi yang baik dan intensif di antara individu-individu dalam keluarga. Begitu juga sebaliknya orang tua selalu berinteraksi dan mengkomunikasikan pesan-pesan kepada anak-anak maupun anggota keluarga lainnya yang bersifat mendidik, sebagai upaya mempertahankan nilai-nilai keharmonisan dalam kehidupan keluarga dan bermasyarakat. Mengingat interaksi itu merupakan salah satu bentuk hubungan yang wajib dilaksanakan oleh manusia sebagai makhluk sosial dan juga sebagai makhluk individu, baik kehidupan keluarga maupun bermasyarakat (Santosa, 1999). Interaksi yang dilakukan oleh orang tua dengan anak akan menghasilkan suatu hubungan interpersonal. Hubungan interpersonal memiliki definisi yaitu interaksi yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain dalam segala situasi dan dalam semua bidang kehidupan, sehingga menimbulkan kebahagiaan dan kepuasan hati pada kedua belah pihak (Sunarto, 2011:28). Menurut pandangan Kelompok Paolo Alto group ketika dua orang berkomunikasi maka mereka mendefinisikan bahwa hubungan mereka berdasarkan cara mereka berinteraksi (Littlejohn dan Foss dalam Morissan, 2013:285). Ketika seseorang berbicara dengan temannya, rekan kerjanya, atau dengan keluarganya maka seseorang itu akan selalu menciptakan seperangkat harapan terhadap perilaku dirinya dan perilaku orang lain. Terkadang menggunakan harapan lama yang sudah ada sebelumnya dalam hubungannya dengan orang lain. Namun adakalanya seseorang tersebut menggunakan pola-pola interaksi baru sehingga menghasilkan harapan baru dalam interaksi dirinya dengan seseorang yang bersangkutan di masa yang akan datang (Morissan, 2013:285). 7 4. Komunikasi Interpersonal Orang Tua dengan Anak Untuk mendefinisikan komunikasi interpersonal adalah dengan berfokus pada apa yang terjadi, bukan pada dimana mereka berada atau berapa banyak jumlah mereka. Kita dapat mengatakan bahwa komunikasi interpersonal adalah bagian dari interaksi antara beberapa orang (Wood, 2010: 21). Littlejohn (1999) dalam Sunarto mendefinisikan komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi antara individu-individu. Pendapat senada juga dikemukakan oleh Agus M.Hardjana (2003) bahwa komunikasi interpersonal adalah interaksi tatap muka antar dua atau beberapa orang, dimana pengirim dapat menyampaikan pesan secara langsung dan penerima pesan dapat menerima dan menanggapi secara langsung pula (Sunarto, 2011: 3). Berikut beberapa faktor pendukung komunikasi interpersonal seperti yang ditulis oleh Jalaludin Rakhmat (1996:129-138) dalam buku psikologi komunikasi, antara lain : sikap kepercayaan (trust), sikap supportif, dan sikap terbuka. Eric Berne (1961) dalam jurnal yang ditulis oleh S. Ramaraju (2012) yang berjudul Psychological Perspectives On Interperseonal Communication menyoroti hubungan antara bahasa, perilaku, dan proses komunikasi interpersonal. Inti dari temuan Eric Berne adalah bagaimana seseorang mengembangkan dan memperlakukan dirinya ketika sedang berkomunikasi dengan orang lain. saat mereka berkomunikasi, bahasa yang mereka tuturkan dapat di definisikan secara makna, perasaan, perilaku, dan motifnya. Hal ini dapat memahami pesan apa yang disampaikan serta peristiwa apa yang sedang terjadi. Jika komunikasi interpersonal dilakukan secara efektif perilaku yang benar, melalui bahasa dan maka dapat tercipta suatu hubungan yang baik dalam mengembangkan maupun memelihara hubungan melalui komunikasi. 5. Teknologi Informasi dan Komunikasi di Era Digital Teknologi informasi dan komunikasi dalam media digital telah membangkitkan banyak konteks baru untuk anak-anak untuk mengekspresikan dan menjelajahi identitas mereka, dari situs jaringan sosial, telepon seluler, dan platform untuk blog dan vlogs, dunia maya, dan situs berbagi video instant 8 messaging. Menurut Davis (2013) dalam jurnalnya yang berjudul Young People’s Digital Lives: The Impact Of Interpersonal Relationships and Digital Media Use On Adolescents’ Sense of Identity bahwa teknologi digital media seperti telepon selular dan situs jejaring sosial telah menciptakan konteks sosial baru dalam kasus yang telah ada perubahannya. Salah satunya hubungan interpersonal orang tua dan anak (baik anak usia dini maupun remaja) mengalami perbedaan dalam konteks sosial. Dalam Teori Ekologi Media atau seringkali disebut sebagai Teori Determinasi Teknologi yang disampaikan McLuhan (dalam West & Turner, 2008) yang diambil dari jurnal Komunikasi dalam Era Teknologi (2011) karya Erni Herawati, mengasumsikan bahwa teknologi media telah menciptakan revolusi di tengah masyarakat karena masyarakat sudah sangat tergantung kepada teknologi dan tatanan masyarakat terbentuk berdasarkan pada kemampuan masyarakat menggunakan teknologi. Artinya, masyarakat dunia tidak mampu menjauhkan dirinya dari pengaruh teknologi, McLuhan juga menyatakan bahwa teknologi tetap akan menjadi pusat bagi semua bidang profesi dan kehidupan. Pendapat tersebut sesuai dengan apa yang dikemukakannya, we shape our tools and they in turn shape us, pada dasarnya teknologi yang kita buat secara tidak langsung telah membentuk kita, terutama dalam hal berkomunikasi. Teknologi informasi dan komunikasi diera digital telah menjadi penyebab utama perubahan. Menurut Griffin (2003) mencatat pendapat McLuhan (dalam West & Turner, 2008) yang dikutip dari jurnal Komunikasi dalam Era Teknologi (2011) karya Erni Herawati, bahwa media elektronik baru telah secara radikal mengubah cara manusia berpikir, merasa, dan bertindak. Metodologi Jenis penelitian yang dipilih yaitu penelitian menggunakan studi deskriptif kualitatif, dimana pengumpulan data diperoleh dengan cara wawancara dan ditambah dengan studi kepustakaan. Informan dalam penelitian ini berjumlah 12 orang yang terdiri 6 pasang orang tua dengan anak dimana para orang tua merupakan ibu-ibu tergabung dalam Komunitas Cinta Anak Solo atau KOCAKS. 9 Teknik analisis data meliputi: reduksi data, penyajian data, penarikan dan pengujian kesimpulan. Lalu triangulasi dalam validitas data dengan menggunakan triangulasi data. Triangulasi data menunjuk pada upaya peneliti mengakses sumber-sumber yang lebih bervariasi guna memperoleh data berkenaan dengan persoalan yang sama. Dengan cara ini peneliti dapat mengungkapkan gambaran yang lebih memadai beragam perspektif mengenai gejala yang diteliti (Sutopo, 2002 : 79-83). Sajian dan Analisis Data 1. Akses Anak dan Orang Tua Terhadap PenggunaanTeknologi Informasi dan Komunikasi Hadirnya beragam jenis teknologi informasi dan komunikasi membuat anak-anak menjadi konsumen aktif dimana teknologi saat ini tidak hanya hadir dalam satu bentuk melainkan bermacam-macam seperti smartphone, tablet, notebook, hingga televisi. Dalam penggunaan smartphone anak-anak cukup konsumtif ketimbang notebook ataupun televisi. Rata-rata setiap harinya anakanak menghabiskan waktu 5 jam untuk bermain smartphone. Telepon pintar ini memang menawarkan kecanggihan yang membuat anak-anak ketagihan dalam menggunakannya. Mereka dapat mengunakannya untuk berkomunikasi, mengirim pesan, mencari hiburan dengan bermain games hingga melakukan aktifitas online. Kegiatan yang anak-anak lakukan tersebut berkaitan dengan apa yang Don Tapscott kemukakan. Don Tapscott (1997:64) mengatakan bahwa anak-anak era digital saat ini multitasking. Mengerjakan lima hal dalam waktu yang bersamaan: mulai dari mengirim pesan, ngetwit¸ download musik, upload video, nonton film di youtube, dan melihat apa yang temannya sedang kerjakan di facebook. Selain itu anak mengenal teknologi dipengaruhi oleh keluarga terutama orang tunya yang memfasilitasi dengan alasan mau tidak mau memang menyesuaikan dengan kebutuhan anaknya. Pengaruh juga datang dari teman-teman sebayanya atau teman sepermainannya. Hal ini berbanding terbalik dengan akses orang tuanya sebagai orang yang memfasilitasi mereka akan perangkat digital tersebut. Hal ini dilihat dari 10 bagaimana orang tua menggunakan teknologi informasi dan komunikasi berdasarkan kebutuhan mereka saja. Misalnya untuk bekerja, untuk memperlancar bisnis, hingga sebagai kebutuhan komunikasi dan gaya hidup saat ini. Meskipun begitu, orang tua harus paham akan dampak-dampak yang ditimbulkan dari penggunaan gadget yag berlebihan. Jika orang tua yang mengajarkan hal yang tepat dalam penggunaan media digital, maka media digital itu tersebut juga akan membawa dampak-dampak positif untuk orang tua dan anak, seperti media pendekatan untuk belajar bersama. Namun jika orang tua hanya sekedar memberikan fasilitas tersebut dengan mengesampingkan efek-efek negatif yang timbul, maka anak akan terbawa dampak negatifnya seperti berperilaku anti sosial, acuh terhadap lingkungan sekitarnya, dan yang paling parah kecanduan akan pornografi, seks, dan kekerasan. Maka dari itu perlunya orang tua menimbang kembali alasan mereka dalam memberikan fasilitas media digital tersebut untuk anak. Orang tua juga perlu tahu seberapa pentingkah media digital untuk anak usia dini. Alasan untuk berkomunikasi dan memenuhi kebutuhan anak di era modern ini menjadi alasan kuat bagi setiap orang tua memberikan perangkat digital untuk anak-anaknya. Kejadian ini menggambarkan konsumsi media digital yang dilakukan oleh anak-anak saat ini yang menghadirkan sebuah fenomena baru seperti yang diungkapkan oleh Don Tapscott dalam bukunya Grown Up Digital (1997) mengenai kelahiran generasi digital atau yang dikenal dengan net generation. Net generation diartikan sebagai generasi baru yang secara fundamental memiliki cara belajar, bekerja, bermain, berkomunikasi, hingga berbelanja dan menciptakan komunitas yang sangat berbeda dari orang tuanya. (Jurnal Komunikasi karya Santi Indra Astuti (2014) yang berjudul Anak, Media, dan Orangtua: Melacak Praktik Bermedia Anak dalam Keluarga). 2. Pola Interaksi Hubungan Orang Tua dengan Anak di Era Digital Di era digital yang mengakibatkan dampak-dampak negatif yang timbul untuk anak, maka perlunya pola komunikasi keluarga yang efektif yang diterapkan orang tua. Pola komunikasi keluarga yang digunakan orang tua untuk 11 berinteraksi dan memelihara hubungan dengan anak adalah pola komunikasi konsensual. Pola komunikasi konsensual menurut Mary Anne Fitzpatrick dalam Morissan (2013:162-164) dijelaskan bahwa tiap anggota diberi kesempatan untuk mengemukakan ide dari berbagai sudut pandang, tanpa mengganggu struktur kekuatan keluarga. Komunikasi keluarga dengan pola konsensual suka sekali untuk ngobrol bersama dan memiliki kepatuhan yang tinggi. Dalam hal ini orang tua adalah pihak yang membuat keputusan. Orang tua biasanya sangat mendengarkan apa yang dikatakan anak-anaknya. Orang tua kemudian membuat keputusan, tetapi tidak selalu sejalan dengan keinginan anak-anaknya. Namun demikian orang tua selalu berupaya menjelaskan alasan keputusan itu agar anakanak mengerti alasan suatu keputusan. Keluarga jenis ini sangat menghargai komunikasi terbuka namun tetap menghendaki kewenangan orang tua yang jelas. Dalam setiap keluarga memiliki aturan masing-masing terutama untuk anak-anak dalam penggunaan perangkat digitalnya baik itu gadget maupun televisi. Aturan tersebut tentu dikomunikasikan terlebih dahulu dengan sang anak agar mereka patuh dan belajar untuk disiplin dalam mentaati peraturan. Selain menerapka aturan orang tua perlu adanya upaya pencegahan terhadap ketergantungan perangkat digital pada anak. Pencegahan yang dilakukan antara lain dengan memberikan arahan yang benar pada anaknya, memantau aktifitas bermedia anak, dan memberlakukan batasan-batasan baik itu dari segi konten media maupun batasan waktu. Strategi lain dari orang tua untuk memperoleh interaksi yang baik dan hubungan yang harmonis antara orang tua dengan anak di era digital saat ini dapat dilakukan berbagai hal antara lain orang tua harus memiliki quality time yang dapat dimanfaatkan dirinya dengan anaknya, karena quality time mendatangkan banyak manfaat terutama dalam meningkatkan hubungan interpersonal. Selain itu orang tua harus dapat menanamkan rasa percaya pada anak, hingga membangun komunikasi yang baik dan efektif dengan anak. Konsep berinteraksi dan memelihara hubungan antara orang tua dengan anak berkiblat pada apa yang didefinisikan oleh Paolo Alto Group. Menurut Paolo Alto Group suatu hubungan tersebut kedalam sebuah pandangan bahwa ketika 12 dua orang berkomunikasi maka hubungan mereka berdasarkan cara mereka berinteraksi. Artinya, Ketika seseorang berbicara dengan orang lain maka seseorang itu akan selalu menciptakan seperangkat harapan terhadap perilaku dirinya dan perilaku orang lain. Terkadang menggunakan harapan lama yang sudah ada sebelumnya dalam hubungannya dengan orang lain. Namun adakalanya seseorang tersebut menggunakan pola-pola interaksi baru sehingga menghasilkan harapan baru dalam interaksi dirinya dengan seseorang yang bersangkutan di masa yang akan datang (Morissan, 2013:385). Teori Paolo Alto mengenai interaksi hubungan dalam kaitannya berinteraksi dan memlihara hubungan antara orang tua dengan anak di era digital terutama dalam mengatasi ketergantungan anak terhadap teknologi media digital dirasa akan sesuai dengan penerapan pola komunikasi konsesnsual yang digunakan oleh Ibu-Ibu anggota KOCAKS. Pasalnya mendidik anak yang usianya rata-rata tergolong dalam usia generasi Z ini, Ibu-ibu anggota KOCAKS merasa perlu adanya sebuah harapan yang baru dalam menghasilkan suatu interaksi yang berkualitas yang diciptakan saat berkomunikasi dengan anaknya. Ibu-ibu anggota KOCAK mengatakan bahwa ini suatu tantangan dalam mengasuh anak di era digital. Menciptakan interaksi baru untuk mendapatkan hubungan yang baik dengan anaknya dalam mengalihkan perhatian mereka kepada media digital. Adanya pola asuh yang baru juga dibutuhkan berfungsi untuk menghilangkan kerenggangan interaksi dan hubungan dalam keluarga. 3. Kendala yang Dihadapi Orang Tua Dalam Berkomunikasi dan Memelihara Hubungan dengan Anak di Era Digital Lahirnya teknologi informasi dan komunikasi di era digital tak selamanya membawa hal positif bagi kehidupan keluarga. Berbagai bentuk teknologi informasi dan komunikasi seperti televisi, smartphone, notebook, dan perangkat elektronik lainnya sudah masuk dalam kehidupan keluarga dan mempengaruhi anak-anak. Jika kita lihat anak-anak mendapatkan kenyamanan dan kepuasan tersendiri dalam memanfaatkan teknologi media digital yang mereka miliki. 13 Hal tersebut menimbulkan beberapa kendala yang dihadapi oleh orang tua. Salah satu kendala yang sering dirasakan orang tua adalah berkurangnya kualitas interaksi antara orang tua dengan anak. anak sudah acuh saat diajak bicara dan pandangan mereka terfokuskan pada layar. Interaksi yang dihasilkan juga tidak face to face. Ketika anak tidak bisa melakukan interaksi secara face to face, orang tua merasa kehadiran teknologi digital membuat mereka diabaikan. Selain itu mempengaruhi kualitas hubungan orang tua dengan anak. Sebuah jurnal karya Davis (2013) yang berjudul Young People’s Digital Lives: The Impact Of Interpersonal Relationships and Digital Media Use On Adolescents’ Sense of Identity menjelaskan kejadian tentang perubahan pada sikap dan perilaku anak akibat teknologi media digital. Jurnal tersebut menuliskan bahwa teknologi digital media seperti telepon selular dan situs jejaring sosial telah menciptakan konteks sosial baru dalam kasus yang telah ada perubahannya. Salah satunya hubungan interpersonal orang tua dan anak (baik anak usia dini maupun remaja) mengalami perbedaan dalam konteks sosial. Ini artinya hubungan interpersonal orang tua dengan anak terhambat akibat teknologi informasi dan komunikasi. Kendala yang dihadapi tidak cukup sampai disitu saja. Ketika hubungan mereka menjadi renggang terkadang konflik sering timbul antara orang tua dengan anak. Bentuk konflik diawali dengan kejengkelan orang tua yang membuat orang tua marah yang mana anaknya ini terkadang jika sudah asik dengan gadget lupa akan segalanya. Sehingga orang tua sulit untuk mengarahkan. Ketika orang tua sudah tidak terkontrol dan marah akan terjadi perselisihan atau pertengkaran kecil antar keduanya. Perselisihan yang mengakibatkan konflik menjadikan kendala bagi interaksi hubungan interpersonal antara orang tua dengan anak. Konflik yang biasanya timbul adalah konflik interpersonal antara orang tua dengan anak. Menurut peneliti Allan Sillars bahwa ketika orang terlibat dalam situasi konflik maka mereka akan mengembangkan teori pribadi mereka untuk menjelaskan situasi. Teori pribadi ini pada gilirannya akan memiliki dampak yang besar bagi para pihak untuk dapat saling berhubungan satu dengan yang lainnya (Suciati, 2015:138-140). 14 Satu lagi kendala yang dinilai paling krusial oleh orang tua adalah masalah waktu. Gadget memang memberikan kesenangan bagi semua orang tak terkecuali anak-anak. Jika mereka sudah betah dengan gadgetnya kendala-kendala yang dipaparkan sebelumnya, seperti orang tua diabaikan sehingga ada kerenggangan dalam hubungan keluarga dapat terjadi. Maka dari itu waktu menjadi kendala yang belum bisa dihindari. Menurut Ibu-ibu anggota KOCAKS jika masalah waktu tak dapat dihindari, anak-anak dapat kehilangan waktu masa kanak-kanak seperti bermain dan belajar bersama teman sebayanya. Anak-anak merasa bahwa dirinya dapat bermain dan belajar dengan bantuan teknologi dan ineternet. Terlebih lagi orang tua anggota KOCAKS ini memaparkan bahwa orang tua saat ini secara tidak sadar juga sebagai penikmat teknologi informasi komunikasi seperti sosial media yang saat ini digandrungi banyak orang. Dengan media sosial mereka dapat bertemu dengan teman-teman lama, menjalin hubungan dengan keluarga jauh, melakukan obrolan melalui chat, mengunggah foto kebersamaan dengan keluarga, membantu mereka dalam urusan kerja, hingga berbelanja. Tanpa disadari hal ini terkadang juga menyita waktu orang tua untuk terus mengutak-atik gadget pribadinya. Tingkah laku mereka tak ubahnya sama dengan anak mereka. Jika dalam satu keluarga sibuk untuk menatap layar gadget masing-masing atau mungkin sang anak bahkan lebih sibuk dengan acara televisinya dapat dipastikan komunikasi dan hubungan keluarga tersebut sudah hilang. Kesimpulan Berdasarkan data yang telah dikumpulkan dan disusun menjadi suatu penelitian yang mengambil tema tentang pola interaksi hubungan orang tua dengan anak di era digital, maka dapat diambil kesimpulan bahwa anak-anak saat ini membutuhkan beragam jenis teknologi digital tersebut karena kebutuhan mereka terutama untuk membantu proses belajar mereka sekaligus menjadi sarana hiburan. Teknologi menawarkan kecanggihan dan kesenangan maka pola penggunaan perangkat digital anak terbilang cukup tinggi terutama dalam penggunaan smartphone. Namun jika dibandingkan dengan orang tuanya 15 sekarang, akses orang tua terhadap teknologi hanya sekedar kebutuhannya saja, seperti untuk bekerja, bisnis, atau sebagai gaya hidup. Dalam memanfaatkannya orang tua juga masih kalah canggih dari anak-anaknya. Hal ini membuat orang tua mau tidak mau memahami dampak-dampak yang ditimbulkan baik positif maupun negatif dari penggunaan teknologi digital. Untuk mengatasi ketergantungan anak terhadap perangkat digital baiknya orang tua memberlakukan pola komunikasi konsensual ketika di rumah. Pola konsensual ini lebih banyak mengajak anak untuk berinteraksi dalam hal apapun sehingga menimbulkan keterbukaan antara orang tua dengan anak. Selain itu orang tua pelu memberlakukan aturan dalam penggunaan perangkat digital, waktu penggunaan, dan upaya pencegahan seperti memberikan arahan, memberikan batasan, dan memantau aktifitas bermedia yang dilakukan anak agar terhindar dari ketergantungan teknologi informasi dan komunikasi. Untuk meningkatkan kualitas hubungan keluarga agar hubungan tidak renggang orang tua perlu memanfaatkan quality time dengan anak, membangun komunikasi yang efektif, serta menerapkan rasa kepercayaan pada anak. Beberapa kendala juga masih ditemui orang tua yang berkaitan dengan anak di era digital ini. Kendala tersebut antara lain interaksi antar keduanya tidak face to face, sering timbulnya konflik yang mengakibatkan perselisihan antara orang ua dengan anak, dan terakhir kendala yang paling krusial adalah masalah waktu. Bagi orang tua perangkat digital membuat anak lupa waktu akan kewajiban dan tugasnya. Saran Menurut penelitian ini, sebaiknya orang tua mengenalkan perangkat media digital kepada anaknya bukan melarang dalam menggunakannya. Karena jika dilarang anak akan mencari tahu dari lingkungan luar seperti teman-temannya atau orang asing yang tak begitu dikenal hingga dapat membawa dampak yang buruk pada anak. Selain itu orang tua dapat menjadikan teknologi media digital sebagai media untuk menjalin hubungan interpersonal dengan anaknya. Contohnya, saat membelajari anak dalam masalah pelajaran sekolah ataupun 16 menonton acara televisi yang dapat ditonton bersama dengan keluarga. Lebih lanjut, orang tua mau tidak mau juga harus belajar untuk mengikuti perkembangan teknologi agar tidak menjadi gagap teknologi. Jika orang tua juga mampu menguasai teknologi media digital, orang tua tidak perlu merasa khawatir dengan bahaya perkembangan teknologi saat ini saat digunakan oleh anaknya. Selanjutnya saran peneliti yang ingin melakukan penelitian dengan pembahasan yang serupa, peneliti mengharapkan untuk peneliti selanjutnya mengenai pola interaksi hubungan antara orang tua dengan anak di era digital lainnya menggunakan studi eksperimen yang mempelajari tentang proses mencapai kesuksesan membangun interaksi dan hubungan dalam keluarga di era digital yang didukung oleh faktor-faktor pendukung komunikasi yang efektif untuk mencapai keberhasilan suatu interaksi dan hubungan harmonis antara orang tua dengan anak. Hal tersebut juga bisa didukung dengan penggunaan media di dalamnya untuk menggunakan pola hubungan yang lebih luas namun masih berhubungan. Daftar Pustaka Astuti, Santi Indra, Rita Gani, Cani Cahyani. (2014). Anak. Media, dan orangtua : melacak praktik bermedia anak di tengah keluarga. Jurnal Sosial, Ekonomi, dan Humaniora, Vol. 4, No. 1, 551-555. Atriana, Rina. (2016). Ini PenyebabPerilaku Seksual Anak di Bawah Umur Aktif Sebelum Waktunya.http://news.detik.com/berita/3217125/ini-penyebabperilaku-seksual-anak-di-bawah-umur-aktif-sebelum-waktunya (diakses pada 10 Juni 2016 pukul 12.00). Davis, Katie. (2013). Young people’s digital lives: The impact of interpersonal relationships and digital media use on adolescents’ sense of identity. Computers In Human Behavior, 29 (2013) 2281-2293. Djamarah, S. B. (2004). Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam Keluarga (Perspektif Pendidikan Islam). Jakarta: Renika Cipta. Effendy, O.U. (2002). Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktik. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya. Herawati, Erni. (2011). Komunikasi dalam Era Teknologi Komunikasi dan Informasi. Jurnal Humaniora, Vol. 2, No.1, April 2011: 100-109. Hopson, D. P dan Hopson, D. S. (2002). Menuju Keluarga Kompak : 8 Prinsip Praktis Menjadi Orang Tua Yang Sukses (Terjemahan : Muhammad Ilyas). Bandung : Kaifa. Kusuma. (2011). New Media dan Teori Aplikasi. Karanganyar: Lindu Pustaka. 17 Morissan. (2013). Teori Komunikasi Individu Hingga Massa. Jakarta: Kencana Pernada Media Group. Naisbit, John , Nana Naisbit, dan Douglas Philips. (2001). High Tech High Touch: Pencarian Makna Ditengah Perkembangan Pesat Teknologi (Terjemahan : Dian R.Basuki). Bandung:Penerbit Mizan. Rakhmat, Jalaludin. (1996). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Ramaraju. (2012). Psychological Perspektives On Interpersonal Communication. Journal of Arts, Science, and Commerce, Vol. III 4(2), Oktober 2012: 6873. Santosa, Slamet. (1999). Dinamika Kelompok Sosial. Jakarta: Bumi Aksara. Septiyani, Intan. (2016). Anak Fasih Media Sosial Orang Tua Jangan Gaptek. http://tabloidnova.com/Keluarga/Anak/Anak-Fasih-Media-SosialOrangtua-Jangan-Gaptek (diakses pada 26 Juni 2016 pukul 20.00). Suciati. (2015). Komunikasi Interpersonal Sebuah Tinjauan Psikologis dan Perspektif Islam. Yogyakarta: Buku Litera Yogyakarta. Sunarto. (2011). Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta: Graha Ilmu. Sutopo, H. B. (2002). Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta : UNS Press. Tapscott, Don. (1997). Grown Up Digital: Yang Muda Yang Mengubah Dunia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka. Wood, Julia T. (2010). Komunikasi Interpersonal Interaksi Keseharian. Jakarta : Salemba Humanika. 18