Creating Corporate Soul Mempertahankan Generasi Kreatif Keluar

advertisement
HumanCapital
n
No. 31 n Tahun III n 15 Januari - 15 Februari 2014
n
Rp. 30.000,-
Achieving Human Capital Excellence
Journal
w.huma
apitalj
HC
Journal
Digital
na
our l.c
nc
ww
om
COVER STORY
Spiritual
Company:
Baju Baru Kapitalisme?
Keluar dari
Zona Nyaman
Mempertahankan
Generasi Kreatif
Creating
Corporate Soul
Foreword
HumanCapital
Achieving Human Capital Excellence
Journal
Diterbitkan oleh
PT. Menara Kadin Indonesia
(Mki Corporate University)
Patrons
Anindya N. Bakrie, Burhan Uray,
Tedy Djuhar, Putri Kus Wisnu Wardhani,
Teddy Kharsadi
Chief Editor (Penanggung Jawab)
Syahmuharnis
Executive Editor
Yurnas Rachman
Manager, Marketing & Promotion
Ridwan Effendi
Kenapa Spiritualitas Kian Populer?
T
iba-tiba saja istilah spiritualitas
di tempat kerja merebak, dari
Amerika menjalar ke negara
lain, termasuk ke Indonesia. Tibatiba pula orang merindukan nilai-nilai
spiritualitas di tempat kerja. Lantas, apa
penyebab gelombang tersebut?
Para peneliti merujuk kepada
beberapa faktor. Krisis ekonomi di
Amerika yang berkepanjangan, runtuhnya korporasi karena fraud, gelombang
rasionalisasi, keletihan dan stres kar­
yawan untuk menjadi kreatif, dan pada
saat yang sama globalisasi membutuhkan karyawan yang lebih kreatif adalah
beberapa faktor terpenting. Kesulitan
Editorial & Business Dev. Executive
Ratri Suyani
Editorial Board
Andedes Cipta, Bagas Wiharto,
Dasmito Syah, Kristiadi,
Lestari Suryawati
Circulation & Advertisment
Dedeh P, Hadi Ismanto, Peri Sonata,
Siti Insaroh, Purwanti
Alamat Redaksi / Sirkulasi / Iklan
Menara Kadin Indonesia 24th Floor
Jl. HR. Rasuna Said X-5 Kav. 2-3
Jakarta 12950 Indonesia
Phone : (62-21) 5790 3840
Fax. : (62-21) 527 4443
Email : [email protected]
[email protected]
Website :
www.humancapitaljournal.com
www.pt-mki.co.id
Bank :
Bank Mega Cabang Rasuna Said Jakarta.
Rek. No. 010 2000 1100 3221
a/n PT Menara Kadin Indonesia
Redaksi menerima artikel yang sesuai dengan
visi dan misi Human Capital Journal.
Redaksi berhak mengedit isi tulisan yang
dikirim tanpa merubah maksud dan tujuannya.
Dilarang memperbanyak/mengganda kan isi
majalah tanpa izin dari pihak redaksi.
©Hak Cipta dilindungi Undang-undang
memang cenderung membuat manusia
berusaha lebih dekat dengan Tuhan-nya.
Untuk survive di abad 21, organisasi
harus menawarkan kepada karyawan
makna dan tujuan yang lebih besar
dalam melaksanakan pekerjaannya.
Talenta terbaik mencari perusahaan
organisasi yang merefleksikan nilai-nilai
yang dianut dirinya, dan menyediakan
peluang pengembangan profesional dan
pelayanan kepada masyarakat – bukan
hanya gaji yang lebih besar. Tidak seperti
abad-abad sebelumnya, dewasa ini bisnis
membutuhkan pengambilan keputusan
yang cepat dan membangun hubungan
yang lebih baik dengan pelanggan dan
karyawan.
Menghabiskan waktu lebih banyak di
pekerjaan tentu mengurangi waktu yang
tersedia bagi karyawan untuk melak-
sanakan aktifitas religius. Harian The
New York Times baru-baru ini menulis
trend semakin banyaknya perusahaan
yang mengijinkan karyawan menghadiri
kelas-kelas keagamaan di tempat kerja.
Ini untuk mengakomodasikan profesional yang sibuk dan takut tidak bisa
beribadah dengan baik karena persoalan
waktu. Semakin banyak pula orang yang
kian nyaman mengekspresikan keyakin­
annya di tempat-tempat publik.
Ada juga yang menyebutkan popu­
lernya spiritualitas di tempat kerja
karena jumlah wanita lebih banyak di
tempat kerja ketimbang kaum pria, di
mana wanita cenderung lebih fokus
menjalankan nilai-nilai spiritualitas dibandingkan pria. Penuaan
generasi baby boomer juga menjadi kontributor, karena ternyata
materialisme yang mere­ka kejar
selama ini tidak memuaskan
diri mereka dan mulai khawatir
terha­dap kematian.
Faktanya, menurut hasil
survey Gallup yang dipublikasikan dalam Business Week 1999,
sebanyak 95% orang Amerika
meyakini adanya Tuhan atau spirit
universal, dan 48% mengatakan mereka
membicarakan keyakinan agamanya di
tempat kerja.
Gema spiritualitas tersebut juga meluber ke Indonesia. Telkom Group bisa
dianggap sebagai pionir dan inovator
penerapan manajemen berbasis spiritualitas. “Kami ingin Telkom menjadi rahmat bagi sekalian alam, bagi Indonesia
dan bagi dunia,” tegas Arief Yahya, CEO
Telkom, dengan mantap.
Edisi kali ini mengupas konsep dan
praktik spiritualitas di tempat kerja atau
di dalam bisnis. Mudah-mudahan Anda
semua terinspirasi. Tentunya masih
banyak tulisan menarik dan pen­ting
lainnya yang bisa Anda baca.
Selamat membaca!l
Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III
Redaksi
n
15 Januari 2014 - 15 Februari 2014 3
From Chief Editor
Spiritualitas &
Triple Bottom Line
D
unia bisnis terus berkembang dengan cepat
dan dinamis. Kalau dulu pebisnis memandang
bottom line perusahaan hanyalah keuntungan
semata, maka dalam beberapa tahun terakhir
telah berkembang konsep Triple Bottom Line – komitmen
terhadap manusia, bumi, dan laba. Artinya, laba saja tidak
lagi memadai sebagai ukur­
an keberhasilan bottom line
perusahaan. Jika ingin laba
diraih secara berkelanjutan
dan terus meningkat, perusahaan harus peduli kepada
sumberdaya manusia dan
lingkungan.
Hal ini sejalan dengan
berbagai hasil survey dan
riset terkait dengan bisnis.
Majalah Business Week melaporkan bahwa 95% orang Amerika menolak ide bahwa
tujuan perusahaan hanyalah untuk menghasilkan uang.
Sebanyak 39% dari investor AS selalu atau sering meme­
riksa praktik, nilai-nilai, dan etika bisnis sebelum berinvestasi. Menariknya lagi, The Trends Report menyimpulkan bahwa 75% pelanggan yang disurvey mengakui ingin
untuk berpindah kepada merek-mereka yang terasosiasi
dengan tindakan penuh kebaikan jika harga dan mutunya
sama.
Menurut hasil sejumlah riset, dengan membawa nilainilai etika dan spiritual ke tempat kerja akan menghasilkan peningkatan produktifitas dan profitabilitas sekaligus
juga retensi karyawan, loyalitas pelanggan, dan reputasi
merek perusahaan. Sebuah studi yang dilaporkan dalam
Sloan Management Review terbitan MIT menyimpulkan:
“Semua orang lapar mencari cara mempraktikkan spirit­
ualitas di tempat kerja tanpa bermaksud mengganggu
pekerja lainnya atau menimbulkan keguncangan.”
Gerakan membawa nilai-nilai spiritualitas ke dalam
pekerjaan memang berlangsung kian masif di AS, seperti
dibuktikan dengan hadirnya ratusan judul buku (saat ini,
dari beberapa sumber, jumlahnya melebihi 500), seperti
Megatrends 2010, The Soul of Business, Liberating the
Corporate Soul, Working from the Heart, The Stirring of
Soul in the Workplace, Jesus CEO, What Would the Bud­
dha Do At Work?, Spirit at Work, Redefining the Corpo­
4 Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III
n
rate Soul, The Corporate Mystic, Leading with Soul, dan
sebagainya.
Beberapa dari buku tersebut, seperti The Seven Habits
of Highly Effective People karya Stephen Covey terjual
jutaan kopi. Ada banyak newsletter dan asosiasi nasional
di AS yang berbasiskan spiritualitas di tempat kerja,
termasuk juga beberapa koran lokal. American Manage­
ment Association menyelenggarakan konferensi dengan
mengambil tema “Profiting from a Values-Based Corporate Culture” untuk menjelaskan bagaimana pentingnya
spiritualitas dan etika sebagai penentu keberhasilan.
Yang menarik, gerakan ini mulai mentransformasikan korporasi Amerika dari sisi dalam ke luar. Makin
banyak pebisnis yang menginginkan spiritualitas mereka
lebih dari sekedar kepercayaan dan keyakinan – ingin
sesuatu yang lebih praktikal dan bisa diterapkan. Mereka
ingin diri mereka bekerja secara utuh, mencakup tubuh,
pikiran, dan spirit. Mereka yakin, kinerja bisnis akan
meningkat kalau mereka mengerjakan hal-hal yang baik
dengan nilai-nilai yang baik pula.
Manusia di berbagai level dalam organisasi ingin
menumbuh-kembangkan spirit dan kreatifitas. Tatkala
karyawan didorong untuk mengekspresikan kreatifitas
mereka, hasilnya adalah karyawan yang lebih bertanggung jawab dan berkelanjutan. Karyawan yang bahagia
bekerja lebih keras dan lebih besar kemungkinannya untuk bertahan pada pekerjaannya. Sebuah kajian tentang
kinerja bisnis oleh Wilson Learning Company menemukan bahwa 39% dari keragaman kinerja korporat terkait
dengan kepuasan kerja dari para staf. Spiritualitas dise­
butkan sebagai faktor nomor dua paling penting penentu
kebahagiaan karyawan (setelah kesehatan). Sebanyak 47%
warga Amerika yang disurvey mengungkapkan, spiritualitas adalah elemen kebahagiaan paling penting.
Di Indonesia, gelombang spiritualitas dalam manajemen perusahaan juga marak, seperti yang terlihat dari
perkembangan bisnis syariah yang cepat. Contoh lain adalah Telkom Group, juga semakin memantapkan inovasi
manajemennya dengan konsep Spiritual Capital Manage­
ment yang sangat komprehensif. Soal praktik spiritualitas
ini, rasanya orang Indonesia bisa berbuat lebih banyak dalam manajemen organisasi karena kita memiliki kedekat­
an dengan segala hal yang berbau spiritualisme tersebut.
l Syahmuharnis
15 Januari 2014 - 15 Februari 2014
Human Capital Journal
Edisi 31/Tahun III 15 Januari - 15 Februari 2014
3 FOreword
Kenapa Spiritualitas
Kian Populer?
4 From Chief Editor
Spiritualitas &
Triple Bottom Line
6 HC News
Strategi Pamungkas
Pemimpin Paripurna
7
Contents
HC News
Bagaimana Mempertahankan
Orang-orang dari Generasi
Kreatif?
8 HC News
Mengedepankan
Integritas dan Kompetensi
Foto Cover : Arif Rachman
29 PRofile
Goenawan Loekito
Karyawan dan Pelanggan
Sama Penting
10 Cover story Spiritual Company: “Baju Baru Kapitalisme”?
Pasca terungkapnya salah urus pada banyak korporasi kelas dunia
seperti Enron, Arthur Andersen, Worldcom, Tico, dan lain-lain, banyak
eksekutif yang mulai mencari solusi yang lebih baik untuk mencegah
terulangnya kasus tersebut. Jawabannya antara lain dengan membawa
konsep spiritualisme ke dalam dunia kerja sehingga melahirkan istilah
spiritual company. Bagaimana spiritual company bekerja dan meraih
keberhasilan?
15 Ragam Praktik Spiritualitas di Perusahaan
20Apa Kata Mereka, Ary Ginanjar Agustian:
Bekerja Bukan karena Keterpaksaan 22Apa Kata Mereka, Effendi Ibnoe : Budaya Masih Menjadi Tantangan
23 Apa Kata Mereka, Andi Ilham Said :
Strategi Manajemen yang Benar Dimulai dengan Niat
25Apa Kata Mereka, Arief Yahya : Keyakinan adalah Kunci Utama
28 Spritualitas Terhadap Attitude Karyawan
30 Periscope
Zona Nyaman
Oleh Husen Suprawinata
33 Photo Gallery
34 Column: Business Management
Drs. Eddie Priyono
Dinasti dan Hati
36 Column:
Managerial & Leadership
Brata Taruna Hardjosubroto
Leader is to Build the Soul of
Corporation
(Setiap Pemimpin harus Mampu Menciptakan
‘Jiwa’ Perusahaan)
38 column : Success Motivation
Gani Gunawan Djong
The Sprituality of Success
Oleh Radita D. Baskoro
Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III
n
15 Januari 2014 - 15 Februari 2014 5
HC News
Strategi Pamungkas
Pemimpin Paripurna
P
PM Booktalk kembali menggelar bedah buku, gelaran
diadakan di ruang Gathering lantai 8, Gedung Bina Manajemen B, PPM Manajemen, Jakarta. Kali ini PPM Manajemen dan Telkom mengajak publik untuk mengenal lebih dekat
Buku Great Spirit Grand Strategy dengan mengangkat topik
Strategi Pamungkas Pemimpin Paripurna.
PPM Booktalk kembali menggelar bedah buku, gelaran diadakan
di ruang Gathering lantai 8, Gedung
Bina Manajemen B, PPM Manajemen,
Jakarta. Kali ini PPM Manajemen
dan Telkom mengajak publik untuk
mengenal lebih dekat Buku Great
Spirit Grand Strategy dengan meng­
angkat topik Strategi Pamungkas
Pemimpin Paripurna.
Topik ini akan memberi gambaran mengenai sebuah pemikiran
bahwa sukses berkesinambungan
(sustainable success) sebuah organi­
sasi terwujud karena adanya kese­
imbangan antara Spirit dan Strategy.
Keseimbangan tersebut dimungkinkan
oleh adanya peran sentral dari para
Pemimpin Paripurna yang memiliki
kemampuan olah ruh, olah rasa, olah
rasio, olah raga (4R), dan olah karsa
yang solid dan seimbang.
PPM BookTalk ini dihadiri oleh Cor­
porate Customer Telkom, Direksi dan
karyawan dari perusahaan lain, praktisi, konsultan, media hingga mahasiswa
yang antusias untuk mengetahui lebih
dalam tentang buku yang ditulis oleh
Direktur Utama Telkom Arief Yahya.
Turut hadir dan mendampingi Arief
6 Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III
n
15 Januari 2014 - 15 Februari 2014
Yahya, Direktur PPM Manajemen
Andi Ilham Said selaku mode­
rator dan Yuswohady selaku
editor buku Great Spirit Grand
Strategy.
Buku ini menawarkan sebuah
perspektif baru dan orisinil me­
ngenai rahasia sukses organisasi
melalui kekuatan harmoni Spirit
dan Strategi. Selain itu, konsep
tiga pilar penopang sukses yang
berkesinambungan yakni Cor­
porate Philosophy, Leadership
Architecture, dan Corporate Cul­
ture menjadi senjata pamungkas
bagi pemimpin paripurna dalam
membawa organisasi berlayar
menuju sukses jangka panjang,
puluhan bahkan ratusan tahun.
“Ada tiga hal pokok yang
dibahas dalam buku ini, yang pertama adalah corporate philosophy, karena itulah yang akan bisa membuat
perusahaan hebat kalau manajemen
dan karyawannya tahu untuk apa perusahaan itu didirikan. Perusahaan
itu akan bisa menjadi great company
kalau mempunyai corporate phi­
losophy sehingga orang tahu hakikat
didirikannya sebuah perusahaan.
Berdasarkan corporate philosophy
itu, dibuatlah corporate culture, lead­
ership architecture yang menjadi tiga
pilar penopang bergeraknya perusahaan itu,” ujar Arief Yahya di sela-sela
acara PPM BookTalk di Kampus PPM
Manajemen (19/12).
Lebih lanjut Arief mengatakan
semangat itu lebih hebat dari strategi.
Semangat yang tinggi akan mencari jalannya sendiri untuk sukses.
Kemenangan itu sesuatu hal yang
direncanakan, termasuk menjadi
yang terbaik pun perlu direncanakan. Jelasnya, Working Spirit untuk
menjadi Always The Best merupakan
interseksi antara Imagine, Focus &
Action yang disingkat dengan IFA.
“Imagine” bukan “Vision” dan tidak
juga “mimpi”, karena imajinasi lebih
hebat daripada visi dan mimpi.
Kalau visi itu melihat sehingga
terbatas, kalau mimpi itu tidak
terbatas tapi tidak sadar sedangkan
imajinasi itu tidak terbatas tapi
sadar. Imajinasi menggambarkan
desirability (keinginan) bukan
hanya feasibility (kebiasaan). Jadi
start from desirability = start from
imagination lalu fokus kemudian
bertindak. Hanya visi dan aksilah
yang bisa mengubah dunia. Dengan
visi yang besar akan menghasilkan aksi
besar.
PPM BookTalk merupakan kegiatan
rutin yang dilaksanakan PPM Manajemen sebagai sarana berbagi wawasan,
diskusi dan membahas topik-topik ha­
ngat saat ini. Forum ini diharapkan dapat menjadi penyegar bagi para praktisi,
dan memberikan tawaran solusi atas
beragam masalah yang sedang dihadapi.
l
Kristiadi
menghormati dan menghargai hasil
kerja mereka secara pribadi, maka
kredibiltas profesional mereka akan
muncul. Mereka pun gemar bekerja
secara kolaboratif dan fleksibel, untuk
itu ciptakan peluang yang mendo­
rong mereka bekerja dengan temantemannya.
Selain Lucia Nany, tampil para
pembicara lain seperti Steve Sudjat­
miko – Managing Coach Red
Piramid, Founder Indonesia Human
Capital Society yang
membawakan topik
“Leading Distruptive
Generation” Apakah
ketinggalan yang fatal
dari para pemimpin
hari ini? Bagaimana
pemimpin memecahkan ancaman di depan mata?
Hadir pula Sigit Suryanto, Direc­
tor Corporate HR Kompas Gramedia yang membahas tentang “The
Unthinkable World and Employees
Who Love Change” Seper­
ti apakah dunia kerja
yang baru menurut para
pakar? Apa saja trend ke
depan yang diluar dugaan
kita?, Aswin Regawa, Sales
Director/County Lead
Komli (Facebook Indonesia
Representative) yang membahas tentang “Knowing
New Generation Employees
Through Social Media”
Bagaimana Sikap dan Sifat New Ge­
neration Employee ini? Apa yang kita
ketahui tentang aktifitas Social Media
mereka? Dan Krisbiyanto, Senior
Partner Portal HR yang mengupas
tema tentang “The New Generation
Employees: Why What We Know is
90% Wrong”
Siapa generasi C ini? Apa yang
benar-benar mereka inginkan?
Apakah tawaran yang tidak dapat
mereka tolak? l Ratri Suyani
Bagaimana Mempertahankan
Orang-orang dari Generasi Kreatif?
G
en Y, yang merupakan gene­
rasi termuda yang diprediksi
pertumbuhannya akan lebih
banyak daripada Baby Boomers,
generasi ini banyak memenuhi organisasi sebagai pendatang baru.
Meskipun mereka memiliki
semangat yang kuat untuk
dapat berkontribusi kepada
organisasi, sayangnya generasi
ini tidak menyukai sesuatu
yang memakan proses lama
dan mudah bosan. Generasi
Y tidak terlalu takut untuk
berganti pekerjaan.
Mereka tidak tahan pada
perusahaan yang mencekik
kebebasan mereka dan pengalam­an
pahit akan menyebar cepat ke seluruh teman mereka sehingga banyak
perusahaan yang tidak dapat menarik minat mereka. Hal ini diakui
Lucia Nany, Lead HR Business Part­
ner – Operations, PT HM Sampoerna
Tbk dalam seminar “Attracting and
Retaining New Generation Emplo­
yers” Keeping and Maximizing The
New Generation Employees Perfor­
mance yang diadakan Majalah Swa
dan Red Piramid tanggal 12 Desember
2013 di Financial Club Jakarta.
Dalam materinya bertajuk “When Old
World Learns New Tricks” Apakah New
Generation sulit beradaptasi? Bagaimana
Sampoerna mendahsyatkan Great
Talents di dalam perusahaan?”, dikemukakan bahwa Gen Y sebagai generasi
muda perlu dikembangkan keterampilan
serta kemampuan kepemimpinan. “Gen
Y mengharapkan pimpinan mereka yang
memiliki management skill yang bagus,
pengertian dan peduli, fleksibel dan
terbuka, mempunyai kemampuan komunikasi yang baik, menghargai karyawannya,” ujar Lucia. Beri pengakuan dan
dukung tujuan pribadi mereka dengan
Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III
n
15 Januari 2014 - 15 Februari 2014 7
HC News
Anis Baswedan
Mengedepankan
Integritas dan Kompetensi
I
ndonesia membutuhkan orangorang muda berintegritas tinggi
di segala bidang, termasuk juga
di sektor bisnis. Hal ini ditegaskan
mantan Ketua Komite Etik KPK Anis
Baswedan dalam acara wisuda S-1
dan S-2 program Magister Management STIE Prasetiya Mulya di Jakarta Convention Center (JCC) yang
diadakan tanggal 18 Desember 2013
lalu. “Saya mengajak para wisudawan
untuk selalu mengedepankan dua
faktor, integritas dan kompetensi,”
ujar Anis.
Dalam orasi yang bertajuk ‘Menempuh Jalan Terjal Kebhinekaan’
tersebut, Anis mencontohkan Ameri­
ka Serikat yang belajar banyak dari
kasus Enron beberapa tahun lalu. Kecurangan korporasi terjadi saat para
petinggi Enron melakukan rekayasa
di laporan keuangan. Harga saham
perusahaan energi tersebut melambung
tinggi dan para investor terpikat. Ketika
semua kebohongan terungkap, puluhan
ribu investor menjadi korban. Negeri
Paman Sam itu lantas membentuk
UU Sarbanex-Oxley untuk mencegah
kejadian serupa. “Indikasi dari integritas kita yang menyusut adalah problem
korupsi bangsa ini sejak lama. Bila ingin
memperbaiki wajah republik ini di masa
depan, harus dipulihkan,” tegas Anis.
Selain itu, Anis juga mengutarakan agar para wisudawan bila kelak
memimpin perusahaan, jangan biarkan
pikiran picik etnosentrisme menguasai.
“Perusahaan bukan wilayah publik, jadi
tidak bisa diatur dengan UU, peraturan
daerah, atau produk hukum positif yang
lain,” paparnya kembali. Tapi peradaban
juga mengenal asas kepatutan. Andai
melanggarnya, kita seolah menyiram
bensin ke jerami kering dan tinggal
8 Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III
n
15 Januari 2014 - 15 Februari 2014
tunggu orang lain yang melemparkan
api.
Ia mempermasalahkan penggunaan faktor etnis/suku sebagai
haluan pengambilan keputusan
publik yang mestinya impersonalrasional. “Saya tertawa getir dalam
hati jika mendengar ada yang berteriak, pemimpin di sini harus putra
asli daerah. Buat saya, itu cara yang
paling sopan untuk bilang, ya putra
daerah kami tidak mampu menjadi
pemimpin. Karena itu dibutuhkan
affirmative action,” urainya.
Ia mengakui, pada masa lalu ada
sejumlah instansi yang digosipkan
dikuasai etnis/suku tertentu. Dari
pemimpin tertinggi sampai beberapa
level di bawahnya. Pegawai dari suku
lain harus ikhlas berada di lapisan
terbawah. Akses untuk menjalani
mobilitas vertikal tertutup rapat.
Menurutnya, praktik semacam ini
adalah modus ampuh untuk membuat instansi tersebut disfungsional,
lalu mengalami pembusukan. Juga
menjadi lahan subur korupsi. l
Ratri Suyani
ADVERTORIAL
MKI Corporate University
Center of Excellence in Business, Leadership & Management
PROGRAM
CHRMP
Certified Human Resources Management Professional
5 Days Intensive Course, In Class Assignments,
and Paper Work after Inclass Program
Moduls
: Developed Based on Body of Knowledge in Global HR Certification
Facilitators :Experienced Executives & Practitioners in HRM
Examiners : Experts from MKI Corporate University &
Kazian Global School of Business Management
G
lobalisasi ekonomi dan bisnis berdampak kepada kompetensi
para profesional di berbagai bidang, termasuk mereka yang
mengelola sumberdaya manusia (SDM). Untuk bisa bersaing
di dunia bisnis, para praktisi dan eksekutif manajemen SDM
perlu untuk memiliki kompetensi dalam manajemen SDM yang diakui
secara luas. Bekerjasama dengan Kazian Global School of Business
Management yang terafiliasi dengan Mahatma Gandhi University
di India – pusat pembelajaran ilmu bisnis terkemuka di kawasan
Asia – maka MKI Corporate University meluncurkan program Certified
Human Resources Management Professional (CHRMP), di mana para
lulusannya berhak mencantumkan gelar CHRMP di belakang namanya
sebagai identitas profesional yang dimiliki. Para pemilik gelar CHRMP
ini memiliki peluang lebih besar untuk mengembangkan karirnya dan
bekerja secara global.
Program CHRMP dikembangkan mengacu kepada Body of Know­
ledge dari beberapa program Certified yang dikeluarkan oleh The HR
Certification Institute, USA (hrci.org/global). Para peserta Program
CHRMP tidak hanya diajarkan tentang berbagai subyek utama dalam
siklus manajemen SDM (HR Cycle), melainkan juga bagaimana membangun dan menjalankan manajemen SDM secara lebih strategik.
Peran strategik tersebut ditunjukkan dalam pengelolaan kompetensi dan kinerja SDM. Semakin disadari oleh perusahaan bahwa
ada keterkaitan langsung antara pencapaian strategi dan sasaran
perusahaan dengan pengelolaan kompetensi dan kinerja SDM. Program CHRMP mengintegrasikan kebutuhan riil di tempat kerja dengan
perubahan paradigma yang sedang terjadi dalam dunia manajemen
SDM saat ini dan di masa depan.
Tujuan dan Sasaran
Program CHRMP
Team Fasilitator, Pembimbing,
dan Penguji CHRMP
Program CHRMP bertujuan untuk menciptakan profesional manajemen SDM
dengan penguasaan teori dan praktik
yang memadai untuk menjalankan peran
sebagai seorang profesional di bidang
manajemen SDM.
Sedangkan sasaran yang ingin dicapai adalah:
Peserta mampu memahami lingkup kerja
dan dinamika Manajemen SDM, mampu
memahami pendekatan-pendekatan baru
yang aplikatif, dan memiliki keterampilan memadai dalam manajemen SDM.
Team Fasilitator, Pembimbing, dan Penguji
memiliki latar belakang pengalaman praktik
dan konsultansi manajemen dengan pengalaman minimal 15 tahun di berbagai perusahaan
terkemuka. Semuanya memiliki gelar S-2 di
dalam dan luar negeri, di samping S-1 dari
perguruan tinggi terkemuka di Indonesia.
Peserta CHRMP
Peserta Program CHRMP adalah profesional
di bidang manajemen SDM, pengalaman kerja
di bidang manajemen SDM minimal 5 tahun.
Informasi dan Pendaftaran
PT Menara Kadin Indonesia (MKI)
(Learning, Consulting, Assessment Center, Research & HCJournal)
Proses Sertifikasi
Proses sertifikasi CHRMP dilakukan dalam
bentuk serangkaian pembekalan, penugasan,
dan pengujian yang keseluruhannya memakan
waktu sekitar 3 bulan. Sertifikasi diberikan
oleh MKI dan Kazian.
Modul Program CHRMP
Keseluruhan terdapat 9 Modul Pembelajaran dalam waktu 5 (lima) hari efektif
Penyerahan sertifikat CHRMP
Sertifikat CHRMP akan diserahkan secara resmi melalui pos, kurir atau pola
lain yang memungkinkan.
Biaya Program CHRMP
Biaya program CHRMP adalah Rp 12 juta
per peserta (di luar PPN). Biaya tersebut
mencakup: biaya program training 5
hari, modul, bimbingan dan penilaian
tugas in class dan paper pasca program
training, makan siang dan snack selama
program training, sertifikat CHRMP, dan
biaya pengiriman sertifikat. Biaya tersebut tidak termasuk biaya transportasi
dan akomodasi peserta selama program
training CHRMP.
Gedung Menara Kadin Lantai 24 Jl. HR Rasuna Said, Jakarta
Fax. (021) 527 4443. Email: [email protected]
Contact Person: Mrs. Dedeh, Ms Anti, Mrs. Iin, Mr. Hadi
(021)
Visit our Human Capital Portal www.humancapitaljournal.com Achieving Human Capital Excellence
Cover Story
Pasca terungkapnya salah urus
pada banyak korporasi kelas dunia
seperti Enron, Arthur Andersen,
Worldcom, Tico, dan lain-lain, ban­
yak eksekutif yang mulai mencari
solusi yang lebih baik untuk mence­
gah terulangnya kasus tersebut.
Jawabannya antara lain dengan
membawa konsep spiritualisme ke
dalam dunia kerja sehingga melahir­
kan istilah spiritual company. Ba­
gaimana spiritual company be­kerja
dan meraih keberhasilan?
Spiritual Comp
“Baju Baru Kapital
K
apitalisme mendominasi peradaban bisnis global selama berabadabad. Selama itu pula kita menyaksikan krisis ekonomi terjadi
berulang-ulang secara periodik atau siklikal. Setiap krisis menghasilkan ambruknya banyak perusahaan karena berbagai sebab.
Sebelum tahun 1999, ambruknya banyak perusahaan direspons
para pebisnis dengan lebih banyak memperbaiki tata kelola dan
kepatuhan perusahaan.
Namun, ambruknya Enron dan banyak perusahaan global lainnya akhir 90-an,
yang dikenal memiliki dokumen tata kelola yang sangat lengkap, memaksa para
eksekutif dan peneliti manajemen untuk melakukan banyak kajian terkait perbaikan
signifikan yang perlu dijalankan oleh perusahaan agar terhindar dari penyalahgunaan. Maklum, kapitalisme telah melahirkan individu-individu pebisnis dan eksekutif
yang serakah. Keserakahan tersebut perlu dicegah dengan mengintegrasikan konsep
spiritual dalam mengelola perusahaan.
10 Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III
n
15 Januari 2014 - 15 Februari 2014
Cover Story
pany:
lisme”?
Jangan Anda bayangkan konsep
spiritualisme dalam mengelola perusahaan ini mengacu kepada keyakinan
terhadap agama tertentu. Tetapi, konsep
spiritualisme di sini direduksi menjadi
nilai-nilai kebaik­an universal yang
melekat kepada setiap agama, seperti
kejujuran, keadilan, ketulusan, rendah
hati, menghargai harkat kemanusiaan,
dan pelayanan/pe­ngorbanan. Konsep
ini mengacu kepada definisi Kecerdasan
Spiritual (Spiritual Quotient) yang pernah disampaikan oleh Danah Zohar dan
Ian Marshall dalam bukunya berjudul
“Spiritual Quotient”.
Menurut Zohar & Marshall, spiritualisme adalah prinsip yang memvitalisasi
suatu organisme. Spiritualisme dimiliki oleh orang-orang yang memahami
makna, nilai, dan tujuan hidup yang
melampaui sekedar makna, nilai, dan
tujuan hidup dirinya sendiri. Spiritualisme membuat agama menjadi mungkin,
tetapi kecerdasan spiritual tidak tergantung kepada agama atau kepercayaan
apapun.
Mengacu kepada definisi ini, sese­
orang yang selalu berbuat kebaikan
kepada orang lain dan kepada alam
adalah orang yang memiliki spiritual.
Tindakannya itu membuat ia bahagia.
Di perusahaan, tindakan berbuat baik
kepada sesama pegawai, kepada pelanggan, kepada pemegang saham, dan kepada masyarakat merupakan tindakan
yang memberikan kebahagiaan secara
spiritual.
Spiritual Company mengubah perilaku pegawai dan perusahaan dari yang
semula angkuh dan berorientasi kepada
laba menjadi lebih santun dan peduli
terhadap lingkungan sekitar. Menjadi
Spiritual Company biasanya banyak
dipengaruhi oleh karakter dan nilai-nilai
dari pemilik dan eksekutif perusahaan.
Ambil contoh, Bill Gates dari Microsoft. Selama lebih dari 2 dasawarsa
memimpin Microsoft, orang terkaya di
dunia 2013 versi majalah Forbes ini, mulai menyadari bawah kesuksesan yang
telah diraihnya merupakan anugerah
dari Tuhan. Maka, yang dia lakukan
bukan lagi hanya menumpuk kekayaan,
tetapi membaginya kepada orang lain
yang kurang beruntung.
Bersama isterinya Melinda, Gates
mendirikan yayasan filantropi untuk
menyantuni mereka-mereka yang masih
terbelit kemiskinan dan keterbelakang­
an. Hebatnya lagi, yayasan Bill Gates
kemudian menjelma menjadi organisasi
amal yang sangat terpercaya. Banyak
per­usahaan raksasa maupun taipan yang
kemudian menyalurkan dana amalnya
melalui yayasan ini. Otomatis, keyakinan
dan perilaku Gates ini mempengaruhi
strategi dan kebijakan Microsoft.
“Spiritualisme dalam bisnis telah
berkembang sangat cepat lebih dari 1
dekade terakhir,” ujar Patricia Aburdene,
sambil menambahkan, “Bahkan telah
menjadi megatrend”. Aburdene merupakan coauthor “Megatrends,” yang terbit
1982, dan “Megatrends 2000” bersamasama dengan John Naisbitt. Aburdene
kemudian menulis buku sendiri berjudul “Megatrends 2010: the Rise of
Consciousness Capitalism” dan buku
“Conscious Money: Living, Creating &
Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III
n
15 Januari 2014 - 15 Februari 2014 11
Cover Story
Investing with Your
Values for a Sustainable New Prosperity”.
Aburdene mene­
gaskan, spiritualisme
dan agama kini telah
mendarat dalam dunia
bisnis. Dia menunjuk
kepada beberapa judul
utama media-media
lokal di Amerika berikut ini:
> “Organisasi Internasional Berbasis
di Dallas Menawarkan Bantuan
Spiritual di Tempat Kerja”, tulis The
Fort Worth Star-Telegram, 2004
> “Soal Keyakinan Mendapat Tempat
Utama di Tempat Kerja,” tulis Los
Angeles Times, 2005
> “Pentingnya Keyakinan Beragama
Menguat di Tempat Kerja,” tulis
Charlotte (North Caroline) Observer,
2005
Selain hal itu, Aburdene mengungkapkan beberapa contoh lainnya. Di
Boston, kelompok eksekutif puncak yang
eksklusif selalu melakukan doa sambil
sarapan pagi dengan sebutan “Selasa
Pertama”. Di New York, gereja Presbyterian menyelenggarakan serangkaian
seminar tentang keyakinan di tempat
kerja.
Di Minneapolis, 150 pemimpin bisnis
rutin mengadakan makan siang sekali
sebulan dan pemimpin bisnis terkemuka
macam CEO Carlson Companies Marilyn Carlson Nelson berbicara tentang
bagaimana Kitab Injil memandu mereka
dalam membuat keputusan.
Di Chicago, sebanyak 60 eksekutif
beragama Katolik – anggota Business
Leaders for Excellence, Ethics and Jus­
tice (BEEJ) – telah rutin melakukan pertemuan lebih dari satu dasawarsa untuk
meruntuhkan dinding pemisah antara
apa yang sakral dengan aspek sekuler
dari pekerjaan. Bill Yacullo, Presiden
perusahaan rekrutmen Lauer, Sbarbaro
Associates dan salah satu pendiri BEEJ,
mengaku kelompok tersebut berhasil
mengembangkan
kehidupan spi­ritual
dan membantu
mereka untuk lebih
jujur dan percaya diri
berhubung­an dengan
klien.
Semangat spiritual, menurut Aburdene, tidak hanya
mekar di kalangan
bos atau pimpinan
perusahaan, tetapi
juga di kalangan
kar­yawan. Menurut jajak pendapat Gallup, separuh karyawan membicarakan
aspek spiritual dalam 24 jam terakhir.
Sebuah firma riset High Tor Alliance,
dalam sebuah studi berjudul “Disiplin
Kontemplatif Terapan dalam Pekerjaan
dan Kehidupan Organi­sasi”, mendapatkan fakta sebanyak 81% dari responden
melakukan praktik berdoa, mengheningkan diri atau meditasi secara perorangan
dalam pekerjaan.
“Batas antara bisnis dan kehidupan
spiritual semakin kabur,” tukas The
Times of London. Paul T.P. Wong, Ph.D,
seorang profesor pada Trinity Western
University di British Columbia dan Presi-
den International Network on Personal
Meaning, menegaskan: “Per­gerakan
spiritual akhir-akhir ini agaknya merupakan trend paling signifikan dalam
manajemen semenjak pergerakan potensi sumberdaya manusia tahun 50-an.”
Gelombang spiritual (dalam versi
kor­porasi global) memang marak di
Amerika. David Miller, Direktur Eksekutif Yale University Center for Faith and
Culture, sebelum 2005, jumlah organi­
sasi nirlaba yang mengabdikan diri
kepada pengembangan spiritualitas atau
keyakinan di tempat kerja hanya ratus­
an. Tahun 2005, jumlahnya naik menjadi 1.200, dan naik berlipat-lipat menuju
tahun 2013. Tapi, apakah pendekatan
agama Kristen saja atau agama tertentu
saja yang sebaiknya diberikan?
“Bagi sebuah perusahaan untuk
berhasil menjadi organisasi yang bersahabat terhadap keyakinan, ia tidak bisa
hanya mempromosikan sebuah agama
spesifik saja,” tegas Susan Gonzales,
yang juga bekerja untuk Yale University.
“Perusahaan harus menyediakan kepada
pegawainya sesuai dengan keyakinannya
masing-masing, sehingga mereka maupun karyawan yang tidak memiliki sama
sekali keyakinan tertentu juga merasa
Tabel.
Tiga Hal Utama yang Paling Bermakna
dalam Pekerjaan
Ranking
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Item
Pekerjaan yang menyenangkan
Merealisasikan potensi diri sebagai seorang manusia
Diasosiasikan dengan sebuah perusahaan yang bagus
Diasosiasikan dengan sebuah organisasi yang etis
Menghasilkan uang
Melayani orang lain
Memiliki kolega yang baik
Menjadi inovatif
Menghasilkan produk/jasa yang bagus
Memberi pelayanan kepada kemanusiaan
Memberi pelayanan kepada generasi masa depan
Memberi pelayanan kepada komunitas terdekat
Memberi pelayanan kepada bangsaku
Sumber: Lampiran hasil Survey “A Spiritual Audit”
12 Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III
n
15 Januari 2014 - 15 Februari 2014
%
17
15
13
12
10
8
7
7
5
2
1
1
0
Cover Story
Sifat-sifat Conscious Capitalism
nyaman,” tambahnya.
Tabel.
Prof. Ian I. Mitroff dan
No
Sifat-sifat
Elizabeth A. Denton membahas
Gerakan karyawan yang bersifat dari bawah ke atas dan menyeluruh yang mendorong
trend spiritualisme korporasi
1
peningkat­an akuntabilitas dan integritas yang lebih besar dalam bisnis
Amerika ini dalam bukunya
2 Mendapatkan dukungan dari atas ke bawah pada ratusan perusahaan terkemuka di dunia
“A Spiritual Audit of Corporate
America: Spirituality, Religion
3 Berorientasi kepada kesejahteraan – mesin meraih kinerja keuangan superior
& Values in the Workplace”,
4 Dikendalikan oleh investor – menarik triliunan untuk dana tanggung jawab sosial
1999. Setelah melakukan studi
5 Aktifis – tulang punggung advokasi dari pemegang saham terhadap lingkungan
dan praktik berjangka waktu
6 Demografis – mencerminkan perubahan profil manusia dalam bisnis
lama dalam perubahan organi­
sasi, keduanya menyimpulkan
7 Konsumeris – memenangkan dukungan publik dalam pasar
seluruh teknik konvensional
8 Spiritual – manifestasi nyata dari upaya mewujudkan nilai-nilai transendental
di dunia tidak bisa menghasilSumber: Megatrends 2010
kan perubahan organisasi
kompleksitas rendah, medium, dan
Itu sebabnya, Patricia Aburdene, menulis
yang fundamental. Hanya perubahan
tinggi, karyawan yang termotivasi lebih
konsep Kapitalisme Dengan Sadar
yang mampu mene­mukan cara untuk
tinggi masing-masing menghasilkan
(Conscious Capitalism) dalam bukunya
mengintegrasikan keyakinan pribadi
produktifitas 52%, 85%, dan 127% lebih
“Megatrends 2010”.
dengan nilai-nilai organisasi yang metinggi
dibandingkan
dengan
karyawan
“Conscious Capitalism bukanlah
nyebabkan terjadinya perubahan penuh
yang memiliki motivasi rata-rata.
isap­an jempol. Ia hidup berdasarkan
makna, dalam hal ini spiritualitas.
Mengacu kepada studi lainnya yang
sikap bijak dari kepentingan pribadi
Mitroff dan Denton adalah peneliti
melibatkan 14 organisasi dengan 25.000 yang tercerahkan. Ia merupakan
pertama yang menyajikan data nyata
pegawai, ia menemukan sekitar 39% dari fenomena multi-dimensi. Boleh saja
dan ilmiah tentang dampak dari spirituAnda menyebutnya dengan stakeholder
alitas. Buku “Spiritual Audit” didasarkan keberagaman kinerja perusahaan ditentukan oleh kepuasan pribadi dari karya­
capitalism atau triple bottom line, tetapi
kepada hasil survey dan wawancara
wan yang didasarkan kepada sejumlah
conscious capitalism jauh melebihi itu.
terhadap lebih dari 200 pemimpin orindikator
yang
menunjukkan
keberhasil­
Ia adalah matriks dinamis dari trend
ganisasi, seperti YMCA, Tom’s of Maine,
an personal. Karyawan yang memisosial, ekonomi, dan spiritual yang menBen & Jerry’s, Alcoholic Anonymous,
liki tujuan dan tanggung jawab yang
transformasikan perusahaan bebas,”
dan sebagainya. “Spiritualitalitas adalah
lebih besar di tempat kerja membantu
tutur Aburdene.
salah satu penentu paling penting dari
menurunkan
stress
dan
kelelahan.
Ke­
Patricia Aburdene membeberkan 7
kinerja organisasi. Pegawai yang lebih
duanya buruk bagi bisnis karena mereka trend terbesar (“Megatrends 2010”) yang
spiritual menghasilkan kinerja lebih
menurunkan kreatifitas dan produktifimempengaruhi penemuan kembali perubaik. Ia mampu memberikan pelayanan
tas, yang pada gilirannya menimbulkan
sahaan bebas (free enterprise), di mana
yang lebih memuaskan kepada para
penyakit sehingga meningkatkan absen
semua trend tersebut sedikit-banyak
pelanggan.”
karyawan. Di Inggris, penyakit akibat
diwarnai oleh spiritualitas.
Boleh jadi, lanjut mereka, spiritualistress menimbulkan biaya 3,9 milyar
1. Kekuatan spiritualitas. Dalam
tas menentukan keunggulan kompetitif
situasi bisnis yang buruk, 78% orang
perusahaan. “Karyawan dan perusahaan poundsterling per tahun. Sedangkan
di
AS,
biaya
yang
ditimbulkannya
bisa
mencari lebih banyak spirit. Meditasi
seperti selalu lapar dengan model-model
mencapai 10% dari GDP per tahun.
dan yoga sangat marak. Kemampuan
yang positif.” Soalnya, 60% dari responBeberapa bukti di atas menunjukmenggali nilai-nilai mulia dari Illahi
den meyakini adanya manfaat positif
kan bahwa implementasi spiritualitas
ke dalam bisnis akan sangat manjur
dari spiritualitas di tempat kerja.
sejalan
dengan
peningkatan
kinerja
mentransformasikan perusahaan,
Beberapa data berikut ini juga
bisnis. Kapitalisme yang bertujuan
seperti ditunjukkan oleh CEO dan
menunjukkan dampak dari spiritualimencari keuntungan sebesar-besarnya
eksekutif yang lebih spiritual dalam
tas bagi kinerja keuangan (bottom line)
secara berkelanjutan tidak bertentang­
mentransformasikan Redken dan
perusahaan. Dalam bukunya “Liberatan
dengan
penerapan
prinsip-prinsip
Hewlett-Packard.
ing the Corporate Soul” (Boston, 1998),
spiritualitas dalam perusahaan; bahkan
2. Berkembangnya Conscious Capi­
Richard Barrett merujuk kepada studi
spiritualitas memperbaiki praktik kapitalism. CEO perusahaan terketentang produktifitas yang menemukan
muka berusaha menemukan ulang
bahwa pada pekerjaan-pekerjaan dengan talisme dengan hal-hal yang lebih mulia.
Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III
n
15 Januari 2014 - 15 Februari 2014 13
Cover Story
3.
4.
5.
6.
7.
perusahaan bebas sebagai bentuk
penghormatan terhadap pemegang
saham dan pemangku kepentingan.
Akankah ia membuat dunia menjadi sebuah tempat yang lebih baik?
Jawabannya ya. Apakah perusahaan
akan menghasilkan uang lebih ba­
nyak? Jawabannya ternyata juga ya.
Kepemimpinan dari bagian tengah.
CEO karismatis dan dibayar tinggi
menghilang dengan cepat. Para ahli
sekarang memfokuskan perhatian
kepada manajer biasa-biasa saja
yang mampu membentuk perubahan
tanpa akhir, seperti Barbara Waugh
di HP. Bagaimana mereka melakukannya? Nilai-nilai, pengaruh, dan
otoritas moral.
Spiritualitas dalam bisnis akan terus
mekar. Sebagian besar sekarang per­
usahaan bicara tentang keyakinan
di tempat kerja. Perusahaan Eileen
Fisher dan Medtronic
berhasil memenangkan penghargaan
“Spirit at Work”. Ford,
Intel dan perusahaan
lainnya mensponsori
lahirnya jaring­an
karyawan berdasarkan agama.
Konsumen dikendalikan oleh nilai-nilai.
Konsumen yang
memiliki kesadaran tinggi telah
menciptakan ceruk pasar (niche
market) bernilai miliaran dolar:
sedan hybrid, pemasok bangunan
hijau atau makanan organik. Mereka
memilih produk/jasa sesuai nilainilai mereka dan mencari merekmerek yang menonjolkan nilai-nilai
positif.
Gelombang solusi kesadaran. Bisnis
membangun kesadaran seperti
penggalian visi, meditasi, pelatihan
memaafkan, matematika jantung,
dan sejenisnya akan banyak dicari.
Booming investasi dengan tanggung
jawab sosial. Saat ini, investor mencari perusahaan-perusahaan yang
lebih peduli kepada lingkungan dan
masyarakat.
Berkembangnya spiritual company
dan penghargaan terhadap perusahaan
yang lebih peduli kepada lingkungan
dalam beberapa tahun terakhir menjadi
bukti kebenaran beberapa pandang­
an futuristik dari Aburdene di atas.
Akan tetapi, Ary Ginanjar Agustian,
Pendiri ESQ Leadership Center yang
juga penulis buku “Spiritual Company”,
mengingatkan kepada para pebisnis dan
eksekutif untuk menerapkan prinsipprinsip spiritualitas seimbang dengan
aspek finansial.
“Mereka harus bijak. Harus punya
komitmen tinggi secara spiritual, dan
kinerja tinggi dalam finansial. Bila tidak
seimbang bisa seperti The Body Shop,
di mana pemiliknya Anita Roddick
terpaksa menjual perusahaannya kepada
L’Oreal,” tukasnya.
Keinginan berbuat
baik dengan dilandasi
prinsip spiritualitas
tetap perlu dibarengi
dengan perhitungan
bisnis yang matang.
Spiritual tidak me­
ngalahkan akal-pikiran,
14 Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III
n
15 Januari 2014 - 15 Februari 2014
tetapi ia membantu akal-pikiran untuk
membuat pertimbangan yang bijak
dan komprehensif dalam menjalankan
bisnis. Kemuliaan Anita Roddick sudah
banyak diketahui publik.
Sebagai contoh, Roddick memba­
ngun pabrik sabun dekat Glasgow, Skotlandia karena daerah tersebut memiliki
tingkat pengangguran dan demoralisasi
yang tinggi. Ia membuat keputusan
moral untuk mempekerjakan orangorang yang tidak bisa bekerja dengan
baik dan menaruh kembali 25% dari
keuntungan bersih ke dalam masyarakat
karena Roddick berpandangan “hal inilah yang menyebabkan jiwa perusahaan
tetap hidup.”
Belum tentu keputusan mulia Roddick di kawasan dekat Glasgow tersebut
sebagai penyebab penjualan The Body
Shop kepada L’Oreal. Tetapi, setidaknya
kita menyadari bahwa bertindak mulia
itu harus seimbang dengan kinerja
finansial.
Toh, terlepas dari apa yang terjadi
pada The Body Shop, CEO Telkom Group
Arief Yahya, memiliki keyakinan penuh
bahwa spiritualisme merupakan unsur
terpenting dalam proses membangun
daya saing perusahaan. Arief menem-
Cover Story
patkan elemen spiritual
yang akan melandasi dan
mewarnai seluruh elemen bisnis dari Telkom. Ia
menyempurnakan Model 7S
sebagai kunci keberhasilan
manajemen organisasi yang
dikembangkan perusahaan
konsultansi terkemuka Mc­
Kinsey.
Seperti diketahui, Mc­
Kinsey menegaskan 7 elemen
dasar yang harus dibangun
organisasi untuk meraih
keunggulan, yaitu Strategy,
Structure, System, Shared Val­
ues, Style, Staff, dan Skill. Dalam Model
7S, Shared Values merupakan poros dari
6S lainnya. Setelah melalui studi terhadap berbagai perusahaan yang sukses
dan pergulatan pemikiran yang panjang, Arief memasukkan unsur spiritual
dalam membentuk perusahaan unggul
sehingga 7S menjadi 8S. Tak tang-
gung-tanggung,
mengingat begitu
fundamentalnya, S
kedelapan tersebut
– Spiritual – justru
ditempatkan sebagai
elemen utama dan
pertama dalam model
8S tersebut.
Tak pelak, di bawah
kepemimpinan Arief
yang ditunjuk menakhodai Telkom sejak 2012, Telkom
telah menjelma menjadi Spiritual
Organization yang mumpuni. Telkom
membangun kerangka strategi dan
operasional untuk membangun karakter pegawai Telkom (Telkom-ers) yang
spiritual dengan nama Spiritual Capital
Management. “Saya berkeyakin­an,
apabila nilai-nilai spiritual tersebut secara konkret melandasi dan diterapkan
dalam pekerjaan-pekerjaan yang kita
lakukan, ini akan menjadi sebuah power
yang luar biasa. Ketika kita memiliki
keyakinan bahwa setiap pekerjaan yang
kita lakukan bernilai ibadah kepada
Tuhan Yang Maha Esa, maka kita akan
mempersembahkan yang terbaik. Tentu
saja hasil akhirnya juga akan luar biasa,”
tulis Arief dalam buku terbarunya Great
Spirit, Grand Strategy.
Terbukti, kinerja Telkom juga mulai
menanjak lebih cepat. Sekitar 1,5 tahun
memimpin Telkom, harga saham Telkom
naik lebih dari 50% yang menyebabkan
pundi-pundi kekayaan investor dan
pemilik semakin tebal. Harga Telkom
pun – nilai kapitalisasi pasar – otomatis melonjak 50% lebih. Walaupun hal
ini belum bisa sepenuhnya bisa disimpulkan akibat penerapan manajemen
berbasis spiritual, tetapi Telkom Group
telah mengokohkan posisi mereka yang
unggul dalam inovasi manajemen di
Indonesia. l SYH
Ragam Praktik Spiritualitas
di Perusahaan
Berpikir, bertindak atau berperilaku religius telah menginspirasi
ba­nyak CEO dalam mengelola organisasi. Lantas, bagaimana imple­
mentasi spiritualitas tersebut di banyak perusahaan?
B
erperilaku serba spiritual dan
menghasilkan laba yang tinggi
jelas impian banyak orang. Saat
ini, orang tidak lagi hanya berpikir tentang laba semata. Sebagai ukur­
an bisnis utama, uang telah dianggap
pikiran usang. Pasca kejatuhan Enron
dan lain-lain, nilai-nilai dan etika telah
menjadi perhatian utama. Dalam praktiknya, dunia bisnis kini mengenal istilah
Triple Bottomline – komitmen terhadap
manusia (people), bumi (planet), dan
laba (profit). Karya­wan dan lingkungan
telah dilihat sama pentingnya dengan
aspek ekonomi. Kita berbicara tentang
upaya menerapkan nilai-nilai spiritual
ke tempat kerja. Sebuah
jajak pendapat oleh USA
Today menyimpulkan 6
dari 10 orang menegaskan
tempat kerja akan mendapat manfaat yang besar jika
karyawan memiliki spirit
yang tinggi di lingkungannya bekerja.
Bagaimana bentuk
spiritualitas di dalam
bisnis? Menurut Corinne
McLaughlin, Direktur Eksekutif The
Center for Visionary Leadership di AS,
bentuknya sangat beragam. Beberapa
orang mengatakan hal itu dengan mendorong tumbuh-kembangnya perilaku
jujur, integritas, dan kualitas bekerja
yang baik. Pihak lain menjelaskannya
dengan memperlakukan
karyawan de­ngan cara bertanggung jawab dan penuh
kepedulian. Bagi orang lain,
spiritualitas dalam bisnis
diwujudkan dengan berpartisipasi dalam kelompok
studi spiritual atau menggunakan doa, meditasi
atau panduan intuisi dalam
bekerja. Ada juga eksekutif
yang menerapkan spiritu-
Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III
n
15 Januari 2014 - 15 Februari 2014 15
Cover Story
alitas dengan membuat bisnis mereka
lebih bertanggung jawab secara sosial
dalam hal dampak lingkungan, pelayanan masyarakat atau menciptakan dunia
yang lebih baik.
Cukup banyak orang yang belum
merasa nyaman menggunakan kata-kata
spiritualitas di tempat kerja – sebagai bentuk generik dan inklusif dari
agama. Corrine tidak mau masuk ke
dalam keyakinan agama terlalu dalam,
tetapi dia lebih menekankan bagaimana
spiritualitas disatukan dengan nilai-nilai
karyawan dan perusahaan. Itupun,
lanjutnya, masih ada orang yang
lebih suka berbicara tentang nilainilai dan etika ketimbang kata-kata
spiritualitas. Toh, sudah mulai banyak juga pebisnis yang mengatakan
bahwa Tuhan adalah mitra bisnis
atau CEO mereka.
Nilai-nilai spiritual kunci yang
dianut dalam konteks bisnis, antara
lain, integritas, kejujuran, akunta­
bilitas, kualitas, kerjasama, pelayanan, intuisi, rasa saling percaya,
penghormatan, dan keadilan. Perusahaan The Container Store di AS
menjelaskan kepada para karyawan
bahwa “mereka memiliki obligasi
moral untuk memecahkan masalah
pelanggan.” CEO Vermont Country
Store, perusahaan katalog nasional
di AS, memberi penghargaan kepada
pegawai yang jujur melalui memo yang
disebar ke seluruh unit perusahaan. Hal
ini meningkatkan moral dan menumbuhkan kepercayaan dalam organisasi.
Banyak orang yang berdoa/beribadah di tempat kerja karena sejumlah
alasan, di antaranya, untuk memandu
dalam pengambilan keputusan, untuk
mempersiapkan diri menghadapi situasi
yang sulit, atau bersyukur atas apa yang
sudah diraih. CEO Timberland Shoes
Jeffrey B. Swartz menggunakan buku
doa dan keyakinan agamanya dalam
memandu pengambilan keputusan bisnis dan kebijakan perusahaan – sering
berkonsultansi dengan rabbi-nya. Kris
Kalra, CEO BioGenex, memanfaatkan
kitab suci Hindu The Bhagavad Gita
untuk mengendalikan bisnisnya ke luar
dari kesulitan.
Bursa Saham Amerika mempunyai
kelompok kajian Torah (Judaisme),
sedangkan Boeing memiliki kelompok
kajian agama Kristen, Judaisme, dan
Muslim. Microsoft memberikan layanan
doa online. Ada juga kelas Torah dengan
nama “Makan siang dan Belajar” di bank
Sutro and Company, California. Firma
hukum Kaye, Scholer, Fierman, Hays
dan Haroller (New York) menyeleng-
tindakan, berlatih menggunakan intuisi
dan panduan dalam diri untuk mengambil keputusan. Menurut studi Harvard
Business School yang dipublikasikan
dalam The Harvard Business Review,
para pemilik bisnis mengatakan bahwa
80% dari keberhasilan mereka diperoleh
dengan bertindak berdasarkan intuisi.
Kelas meditasi kini populer dijalankan dalam banyak perusahaan
besar, seperti Medtronic, Apple, Google,
Yahoo, McKinsey, Hughes Aircraft, IBM,
Cisco, dan Rahtheon. Medtronic, penjual
garakan kajian Tallmud. Kelas belajar
Al Quran dan agama-agama lainnya
juga diselenggarakan di perusahaan
pertahanan raksasa Northrop Gumnan.
Wheat International Communications di
Virginia memiliki sesi doa pagi yang terbuka bagi seluruh karyawan, walaupun
tidak diwajibkan. Di sore hari mereka
membuat kelompok kajian spiritual de­
ngan nama High Power Lunches.
Selain kelompok ibadah dan kajian
keagamaan, praktik spiritual dalam
perusahaan termasuk pula meditasi,
latihan fokus dengan menarik nafas
dalam-dalam untuk mengurangi stress,
praktik visioning, membangun nilainilai yang sama, mendengarkan dengan
dalam dan aktif, menyatukan niat dan
peralatan medis, mempelopori pendirian
pusat meditasi di kantor pusatnya sejak
20 tahun yang lalu. Pendiri Medtronic
Bill George mengungkapkan, tujuan dari
bisnis adalah “untuk berkontribusi bagi
masyarakat yang terbuka dan berkelanjutan”. Ia menjelaskan lingkaran yang
menjelaskan tentang karyawan yang
puas dan termotivasi akan menghasilkan
pelanggan yang puas, dan pada gilirannya menciptakan hasil finansial yang
bagus dan menguntungkan bagi pemegang saham. Setiap tahun, 6 pelanggan
diminta berbagi pengalaman pribadinya
dengan karyawan, tentang bagaimana
produk perusahaan telah menyelamatkan hidup mereka atau orang-orang
yang mereka cintai. Inspirasi ini memba-
16 Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III
n
15 Januari 2014 - 15 Februari 2014
Cover Story
kar ketulusan dan komitmen karyawan
untuk bekerja lebih baik lagi.
Kantor Apple Computer di California
mempunyai ruang meditasi dan para
karyawan diberikan waktu setengah jam
per hari dari waktu kerja mereka untuk
bermeditasi atau berdoa, karena hal itu
sangat meningkatkan kreatifitas dan
produktifitas. Chairman Aetna International Michael A. Stephen memuji
manfaat dari meditasi dan selalu bicara
secara spiritual kepada karyawan tentang karir mereka. Avaya, perusahaan
telekomunikasi global pecahan dari
Lucent/AT&T, mempunyai ruangan untuk beribadah dan meditasi, yang sangat
dihargai oleh karyawan Muslim karena
harus melaksanakan sholat 5 kali dalam
sehari.
Penerbit Prentice-Hall menciptakan
ruang meditasi di kantor pusat mereka
yang diberi nama “Ruang Hening”, di
mana karyawan bisa duduk dengan
tenang dan melakukan retret mental
ketika mereka merasa terlalu banyak
stress dalam pekerjaan. Sounds True
di Colorado, produsen audio dan video
tapes, memiliki ruang meditasi, kelas
meditasi, dan selalu memulai rapat
dengan mengheningkan diri. CEO Lotus
Mitch Kapor mempraktikkan meditasi
transendental dan menamakan perusahaannya dengan kata-kata pencerahan.
Produsen pakaian Patagonia menyediakan kelas yoga untuk karyawan pada
saat istirahat, seperti yang dilakukan
Avaya. Bank Dunia memiliki Spiritual
Unfoldment Society yang telah melakukan pertemuan reguler bertahun-tahun,
yang mengajarkan topik seperti meditasi
dan reinkarnasi.
Perusahaan-perusahaan juga semakin banyak merekrut pendeta atau
ahli agama untuk mendukung para kar­
yawannya, yang bisa melayani karyawan
dengan berbagai agama. Tyson’s Food,
misalnya, memiliki pelayan agama 127
orang yang bekerja paruh waktu di 76
lokasi, Coca-Cola Bottling memiliki 25
pelayan agama di 58 lokasi. Taco Bell
dan Pizza Hut juga merekrut pelayan
agama untuk membimbing karyawan
mengatasi permasalahannya, dan hasilnya sangat memuaskan – mampu mene-
!"##$%%$&$'()"*$*+,#*$-(+-'./0$1("2*'(3$
Salah satu penyebab yang menyebabkan tidak tercapainya target penjualan
suatu perusahaan, adalah lemahnya para Sales Force dalam memanfaatkan
data base marketingnya, dan tidak adanya Rencana Penjualan yang bagus.
Sasaran Workshop:
GANI GUNAWAN
DJONG
SE, MM, ICM, ICC
3=@I:G<$HIJI$
-;8LMG>@$
*MG?GB$
¥!Memahami paradigma baru tentang budaya penjualan ( SALES CULTURE).
¥!Bagaimana para PUK dapat mengelola tim penjualannya ( SALES FORCE
MANAGEMENT)
¥!B agaimana para PUK dapat menguasai SENI MEMOTIVASI dan
PEMBERDAYAAN (THE ART OF MOTIVATING and EMPOWERING PEOPLE)
¥!Bagaimana para PUK dapat menguasai TEKNIK-TEKNIK DASAR (BASIC
COACHING SKILLS) dalam melakukan SALES COACHING.
Daftar Sekarang Sebelum Kehabisan Tempat!
SABTU, 25th January 2014
STC Senayan Lv 5, Jakarta Selatan
Hubungi : Josep (6287876759600)
0+/.$0)/+1+/$45(/06$*#6$776$.-76$.--$898:8;$<=>?8@A$.@B=?@8C>@8:$-=?CD=9$7>CE8B>?$98@$->8F;$<=?B8$"=AG>@8:$HI<G@=<<$38?B@=?$I@BIJ$*>IB;$#<8B$+<G8$98?G$
<=KI8;$ :=LK8A8$ L>CE8<G$ 98@$ M=@A=LK8@A8@$ 9G?G$ B=?K=<8?$ 9G$ )*+6$ N8J@G$ *O7O.$ P$ *IFF=<<$ 7>CE8C>@$ .@<CBIB=6$ .@F$ QO$ 3=LKGF8?8$ RIA8$ 898:8;$ !>I@9=?$ 98@$ -;G=S$
78?J=C@A$ (TF=?$ .*7.$ P.@9>@=<G8$ *8:=<$ 78?J=C@A$ .@<CBIB=Q$ N8@A$ L=?IM8J8@$ <8BIU<8BI@N8$ :=LK8A8$ N8@A$ L=@AJ>LKG@8<GJ8@$ 8@B8?8$ M=@A=LK8@A8@$ 9G?G$ 98@$ J8?G?$
K8AG$ M8?8$ M?>S=<<G>@8:$ 9G$ .@9>@=<G8$ J;I<I<@N8$ 9G$ KG98@A$ *+,#*$ 98@$ 7+"2#V./0O$ 3=LKGF8?8$ <88B$ G@G$ 898:8;$ <=>?8@A$ 7>CE8B>?W->8F;WV?8G@=?W1?GB=?$ N8@A$
L=LK=?GJ8@$M=:8C;8@$L>CE8<G$98@$J>@<I:B8<G$J=$K=?K8A8G$:=LK8A8$98@$>?A8@G<8<G$9G$KG98@A$78@8A=L=@B6$,=89=?<;GM6$*8:=<6$78?J=C@A$98@$3=?<>@8:$4=E=:>ML=@B6$
K=?:8B8?$ K=:8J8@A$ M=@A8:8L8@$ <=:8L8$ XY$ B8;I@$ 9G$ G@9I<B?G$ M=?K8@J8@6$ 9=@A8@$ L=LI:8G$ J8?G?@N8$ LI:8G$ 98?G$ <=>?8@A$ -?=9GB$ +@8:N<B6$ +FF>I@B$ (TF=?6$ *IK$ H?8@F;$
78@8A=?6$!I::$H?8@F;$L8@8A=?6$4=MIBN$0=@=?8:$78@8A=?6$+?=8$HI<G@=<<$78@8A=?$;G@AA8$"=AG>@8:$HI<G@=<<$78@8A=?$9G$<8:8;$<8BI$K8@J$<Z8<B8$@8<G>@8:$B=?K=<8?$9G$
.@9>@=<G8O$3=LKGF8?8$898:8;$<8:8;$<8BI$M=L=@8@A$8Z8?9$<=K8A8G$3)H,.-$!."*V$-'(.-#$#4)-+V("$B8;I@$X[\\$98@$V;=$./*3."./0$,#+4#"*'.3$+1+"4$B8;I@$X[\XO$
$
$
$
3>Z=?=9$KN]$
Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III
n
15 Januari 2014 - 15 Februari 2014 17
Cover Story
kan turnover karyawan setengahnya.
Esensi utama dari aplikasi spiritualitas di tempat kerja adalah bagaimana
karyawan diperlakukan oleh perusahaan. Rahasia sukses Southwest Airlines, salah satu perusahaan penerbang­
an yang tetap untung setelah perisitiwa
9/11, adalah dengan memberi makna
terhadap slogan bahwa manusia adalah
aset utamanya. Kebijakan perusahaan
adalah dengan memperlakukan karyawan sebagai keluar­
ga, karena kalau mereka
merasa diperlakukan dengan
baik, maka mereka akan
memperlakukan pelanggan
dengan baik pula. Perusahaan
memiliki University of People,
dan kebijakan mereka adalah
merekrut karyawan berdasarkan sikap perilaku mereka
dan memberi pelatihan untuk
menjadikan mereka ahli – bukan sebaliknya. Tidak seperti
perusahaan penerbang­an
lainnya, negosiasi antara
manajemen dengan karyawan
untuk kenaikan gaji dan
tunjangan bisa diselesaikan
dalam waktu yang lebih singkat dan lebih mudah. Southwest Airlines telah langganan masuk
“100 Best Companies to Work For” yang
dikeluarkan oleh majalah Fortune.
Sebanyak 10.000 karyawan Marriott
International di dunia mendedikasikan
satu hari pelayanan bagi masyarakat
lokal setiap tahunnya. Timberland,
perusahaan sepatu terkemuka berbasis
di New Hampshire, membayar gaji para
karyawan untuk mengerjakan 40 jam
pekerjaan sosial setiap tahunnya. Perusahaan pakaian lainnya Zero Casualties
Inc. mendonasikan 7% labanya kepada
kegiatan amal. Perusahaan membuat
kampanye pemasaran berdasarkan nilainilai no drugs, no violence, no racism.
IBM mendanai pusat untuk perawat­
an anak-ana di 60 lokasi di dunia. Intel
memberikan 22 minggu cuti hamil. The
Men’s Wearhouse, salah satu perusa-
haan yang juga masuk daftar “100 Best
Companies to Work For” memberikan
dukungan kepada laki-laki yang tidak
berpunya untuk memasuki pasar kerja.
Tom Chappell, CEO Tom’s of Maine,
produsen sabun dan pasta gigi, sangat
senang dengan laba yang dihasilkan per­
usahaan dan kebiasaan mereka untuk
memberikan 10% laba sebelum pajak
untuk kegiatan amal. Tom’s memberikan
karyawan 4 jam per bulan yang dibayar
penuh untuk menjadi relawan layanan
masyarakat, dan menggunakan bahanbahan alami yang baik untuk lingkung­
an. Setelah menyelesaikan studinya
di Harvard Divinity School, Chappel
merekayasa ulang bisnisnya menjadi
usaha pelayanan umat, dengan mengatakan, “Saya melayani dan saya lakukan
di pasar, bukan di gereja, karena saya
memahami berkiprah di pasar lebih baik
daripada di gereja.”
NYNEX mendirikan Office of Ethics
and Business Conduct untuk mendorong
karyawan hidup dengan nilai-nilai mutu,
etika, dan peduli terhadap orang lain.
Fokus baru ini terbukti telah meningkatkan laba, produktifitas, mutu produk
dan layanan serta bagaimana pelanggan
dan pemangku kepentingan menilai
18 Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III
n
15 Januari 2014 - 15 Februari 2014
perusahaan secara positif.
Gerakan mendonasikan 100% laba
untuk kegiatan amal atau hal-hal yang
baik lainnya kini semakin populer pula
di AS. Dalam daftar www.profitdonationcapitalism.org, lebih dari 50 perusahaan telah melakukannya, termasuk
Newman’s Own yang dimiliki Paul
Newman. “Tujuan dari perusahaan ini
untuk menjadi kapitalisme pasar bebas
yang dimanfaatkan secara
lebih baik dan lebih cerdas,”
tukasnya.
Di Indonesia, integrasi
spiritualitas ke dalam dunia
kerja sudah lebih banyak
dilakukan, khususnya untuk
mengakomodasikan karyawan
Muslim yang harus menunaikan sholat 5 kali sehari. Tetapi,
menerapkan manajemen
spiritualitas dalam mengelola
perusahaan, mungkin baru
segelintir perusahaan saja
yang telah melakukannya.
Salah satunya adalah Telkom.
Tetapi, barangkali model spiritualitas berbasis agama yang
paling kuat adalah manajemen
perusahaan-perusahaan syariah, di mana nilai-nilainya,
model dan praktik bisnisnya, manajemennya, dan perilaku karyawannya
semua mengadopsi nilai-nilai Islam.
Perusahaan syariah dilarang berbisnis
haram, merusak lingkungan, merugikan orang lain, dan transaksi tanpa
dukungan aset nyata.
Menilik perkembangan bisnis
syariah yang sangat cepat di dunia,
gelombang spiritualitas dalam pekerjaan akan menghasilkan model bisnis
baru dengan mengacu kepada konsep
syariah ini. Keluhuran nilai-nilai agama
bisa menghasilkan kebahagiaan bagi
orang-orang yang terlibat dalam bisnis.
Pada akhirnya, sekat-sekat sekularisme
dalam bisnis akan runtuh satu per satu,
memberi warna baru dari bisnis yang
mencerahkan bagi banyak pihak. l SYH
Cover Story
Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III
n
15 Januari 2014 - 15 Februari 2014 19
Cover Story
Foto : koleksi pribadi aga
Apa Kata Mereka?
Ary Ginanjar Agustian
Pendiri ESQ Leadership Center
Bekerja Bukan karena
Keterpaksaan
M
otivator dan tokoh pembangunan
karakter yang sudah 25 tahun lebih
berkecimpung di dunia bisnis ini
dikenal sebagai pendiri ESQ (Emo­
tional Spiritual Quetient) Leadership Center.
Pemilik nama lengkap Ary Ginanjar Agustian
yang telah membuat buku fenomenal “ESQ:
Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi
& Spiritual” ini menegaskan bahwa penerapan
konsep Spiritual Company (SC) akan memunculkan suatu keadaan yang dinamakan Mean­
ing Quotient (MQ). “Dengan menyadari makna
20 Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III
n
15 Januari 2014 - 15 Februari 2014
bekerja seorang karyawan memahami
bahwa yang mereka kerjakan adalah sesuatu
‘yang berarti’ dan benar-benar penting, dan
bahwa hal itu akan membuat perubahan
yang berarti untuk orang lain,” ujar Presiden
Direktur PT Arga Bangun Bangsa. Apa saja
kelebihan perusahaan yang menerapkan
konsep Spiritual Company, berikut petikan
wawancara Human Capital Journal dengan
Ary Ginanjar Agustian.
Menurut Anda, seperti apakah
konsep Spiritual Company (SC)?
Dulu di Jepang ada sebuah perusahaan
farmasi yang hampir bangkrut. Akhirnya
Cover Story
Apa Kata Mereka?
perusahaan tersebut tutup sementara dan
me­ngirimkan para ahlinya ke rumah sakit
dan klinik. Di sana mereka melihat bagaimana
pasien-pasien yang menderita dan memerlukan pertolongan dirawat dan diobati paramedis. Banyak di antara pasien itu tertolong,
namun banyak juga yang meninggal. Setelah
tiga bulan, karyawan tersebut dipanggil lagi
untuk kembali memproduksi berbagai obat.
Enam bulan kemudian pertumbuhan perusahaan tersebut melesat. Apa yang menyebabkan
meningkatnya kinerja karyawan? Ternyata
setelah pulang dari rumah sakit mereka menemukan makna dan arti pekerjaannya bagi
banyak orang. Sehingga saat mereka kembali
memproduksi obat mereka membuatnya de­
ngan sepenuh hati.
Dalam riset McKinsey jawaban terbanyak dari para eksekutif tentang kinerja
puncak pada 10 tahun terakhir hanya sedikit
berkaitan dengan IQ (kecerdasan intelektual)
dan EQ (kecerdasan emosional). Hal yang
dianggap penting dan berpengaruh pada
kinerja puncak adalah kegairahan, tantangan,
dan sesuatu yang dianggap berharga dalam
hidup. Semua itu akan membuat perbedaan
dalam kinerja mereka. Itulah yang dinamakan
Meaning Quotient (MQ). Dengan menyadari
makna bekerja seorang karyawan memahami
bahwa yang mereka kerjakan adalah sesuatu
‘yang berarti’ dan benar-benar penting, dan
bahwa hal itu akan membuat perubahan yang
berarti untuk orang lain. Penelitian menunjukkan bahwa makna seperti itu mendorong
produktivitas kerja yang lebih tinggi. Jadi konsep Spiritual Company berdasarkan Meaning
Quotient (MQ) yaitu kemampuan memaknai
pekerjaan.
Apa ciri-ciri yang harus dimiliki
Spiritual Company?
Ciri-cirinya adalah pertama engagement
karyawan dengan perusahaan tinggi. Artinya, karyawan yang merasa ‘terlibat’ dengan
pekerjaan dan perusahannya. Kedua, mereka
mencintai apa yang mereka kerjakan. Berikutnya, mereka bersemangat untuk datang
bekerja dan bekerja tidak bersifat transaksio­
nal karena bekerja dirasakan sebagai sebuah
sebagai panggilan. Selain itu, karyawan sudah
tercerahkan dan memaknai pekerjaannya.
Bagaimana cara mewujudkan Spiritual Company? Dan Apa saja contoh
syarat untuk menjadi sukses Spiritual
Company?
Ada 4 hal untuk mewujudkan Spiritual Com­
pany. Pertama ketika
perusahaan sadar misi
mulia di balik pekerjaannya. Kedua, memiliki visi
Ciri-cirinya adalah
yang luhur tidak hanya
tertulis tapi merasuk ke
pertama engageseluruh karyawan dan
ment karyawan
pemimpin. Ketiga memiliki values nilai pedoman
dengan perusaperilaku yang disucikan
seperti integritas dan
haan tinggi. Artinkepedulian yang tinggi,
dan terakhir memiliki
ya, karyawan yang
makna dalam bekerja.
merasa ‘terlibat’
Sedangkan syarat untuk
menjadi Spiritual Com­
dengan pekerjaan
pany yaitu produk dan
jasa bukan hanya finandan perusahannya.
sial tapi memiliki dimensi
emosi dan spiritual
Kedua, mereka
yang disadari karyawan
dan masyarakat yang
mencintai apa yang
memanfaatkan jasa dan
mereka kerjakan.
produknya.
Apakah konsep
Spiritual Company
bisa diwujudkan di
dunia nyata? Apa
saja contoh perusahaan-perusahaan
yang menjalankan Spiritual Company?
Perusahaan yang menggunakan konsep Spiri­
tual Company ada di mana-mana tanpa mereka
menyebutkan diri mereka sebagai perusahaan
yang berlandaskan spiritual atau Spiritual Com­
pany. Contohnya adalah Body Shop yang memiliki kepedulian yang tinggi pada lingkungan.
Demikian juga dengan Zapos.com, yang CEO-nya
membalik tiga jenis kebahagiaan yaitu Rock Star,
Flow, and Higher Purpose. Yang pertama adalah
Rock Star adalah kebahagiaan karena memperoleh hal-hal yang diinginkan, se­perti memenangHuman Capital Journal n No. 31 n Tahun III
n
15 Januari 2014 - 15 Februari 2014 21
Cover Story
Apa Kata Mereka?
jual pada L’Oriel. Jadi antara spiritual dan
finansial harus seimbang, memiliki spiritual tinggi dan nilai sahamnya pun sangat
tinggi. High commitment dengan spiritual
dan high performance dalam finansial.
kan kontes atau pertandingan. Ini adalah tingkat
kebahagiaan yang hanya sesaat. Yang kedua, flow
atau aliran adalah kebahagiaan ketika seseorang
tenggelam dalam aktivitas yang benar-benar
dinikmati. Jenis aktivitas ini juga tak akan
bertahan karena persoalan waktu yang menjadi
tidak relevan. Jenis terakhir yaitu kebahagiaan
yang melibatkan tujuan yang lebih tinggi karena
melakukan sesuatu yang berarti bagi orang
lain, atau terlibat dalam tujuan yang lebih besar.
Kebanyakan orang mengejar kebahagiaan dengan
urutan Rock Star, Flow, baru kemudian Higher
Purpose. CEO Zappos menyarankan karyawannya agar membalik pola kebahagiaan ini, bahwa
kita harus mengejar kebahagiaan tujuan yang
lebih tinggi, maka kebahagiaan lainnya akan
terpenuhi.
Menurut Anda, apa saja kelebihan dan
kekurangan dari Spiritual Company?
Kelebihan Spiritual Company adalah
memberi kemanfaatan bagi lingkungan,
kinerja tinggi, enggagement karyawan tinggi,
dan motivasi bukan hanya sekadar fisikal.
Sedangkan kekurang­an Spiritual Company
adalah, perusahaan harus bijak dalam menjalankan Spiritual Company karena harus
seimbang antara spiritual dan finansial. Bila
tidak seimbang, bisa seperti Anita Rodick
yang perusahaannya Body Shop terpaksa di22 Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III
n
15 Januari 2014 - 15 Februari 2014
Bagaimana Anda menilai
transformasi kepemimpinan yang
menjalankan Spiritual Company?
Ada dua jenis transformasi yaitu
Transformasi Bisnis dan Transformasi
Budaya. Transformasi Bisnis meliputi perubahan dalam hal struktur, manajemen,
dan strategi. Sedangkan Transformasi
Budaya meliputi visi, misi, dan nilai perusahaan. Selama ini perhatian perusahaan
lebih banyak terfokus pada transformasi
sistem (business transformation). Akan
tetapi ternyata banyak mengalami kegagalan. Di dalam buku ”Execution”, Ram
Charan menyatakan hasil penelitian dunia
membuktikan 70 persen program transformasi menemui kegagalan karena kegagalan
eksekusi yang berkaitan dengan budaya. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan budaya
perusahaan adalah pola pikir, pola tindak
dan perilaku organisasi beserta sumber daya
manusianya dalam melakukan kegiatan
bisnisnya.
Transformasi budaya terdiri dari
keyakin­an atau belief, nilai atau values yang
akan berujung pada karakter. Penelitian
yang dilakukan Pfeffer (1995) menunjukkan
bahwa pertumbuhan dan financial return
dapat mencapai ratusan persen, tatkala
sebuah perusahaan mengelola budayanya
dengan baik dan profesional. Banyak
kegagalan transformasi karena karyawan
bekerja masih bersifat transaksional. Ketika
dipindahkan, bertanya berapa naik gajinya.
Mereka tidak siap dengan perubahan dan
mutasi. Oleh karena itu diperlukan nilainilai spiritualitas agar transformasi ini
sukses dan tidak lagi transaksional sehingga
mereka siap dengan segala perubahan kare­
na transformasi itu dilakukan demi sebuah
korporasi yang mempunyai misi dan visi
mulia. l Ratri Suyani
Cover Story
Andi Ilham Said
Direktur Utama PPM Manajemen
Strategi Manajemen
yang Benar Dimulai dengan Niat
L
ima tahun ke depan, Andi
Ilham Said berkeyakinan
akan banyak bermunculan
perusahaan yang meng­
anut konsep spiritual. “Asalkan
ada pengakuan bahwa perusahaan
tersebut menjalankan itu mempunyai unsur adanya niat yang tulus
untuk berbuat kebaikan jika kepada sesama,” ujar Direktur Utama
sekolah pengembangan bisnis dan
manajemen, PPM Manajemen.
Berikut petikan wawancara Human
Capital Journal kepada pria yang
kerap disapa Ais ini tentang spiri­
tual company.
BUMNtrack.co.id
Apa Kata Mereka?
Menurut Anda, apakah konsep spiritual
bisa diadopsi oleh negara-negara lain di
dunia?
Pandangan saya, soal diterima atau tidak semua
itu tergantung pada kepercayaan mereka. Tapi
senang atau tidak senang, suka atau tidak suka,
faktanya adalah dalam banyak hal. Kalau dalam
konsep itu selalu ada faktor X. Nah dalam dunia
barat, faktor X ini tidak pernah digali lebih jauh.
Kalau di barat, ada satu rencana yang tidak sesuai
dengan perkiraan atau meleset, maka mereka akan
mengatakan ada faktor yang lain. Faktor yang lain
itu akan mereka cari dan ketika mereka menemukan, mungkin itu benar. Kemudian mereka akan
mencoba faktor baru tersebut. Kalau meleset lagi,
berarti ada faktor yang lain lagi dan seterusnya.
Karena sebenarnya faktor X itu adalah garis tangan
Tuhan karena di dunia ini apapun rencana perusahaan sehebat apapun rencananya, masih ada faktor
X yang sebenarnya adalah spiritual tadi.
Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III
n
15 Januari 2014 - 15 Februari 2014 23
Cover Story
Apa Kata Mereka?
Anda berkeyakinan bahwa perusahaan yang memiliki konsep spiritual dan
strategi yang bagus akan menjadi perusahaan yang hebat?
Tidak ada kepastian juga sebenarnya. Tapi
paling tidak perusahaan tersebut punya jawaban
bahwa ada jawaban dari masalah yang ditemukan.
Tidak mengambang begitu saja. Jadi ketika ada
tempat kita kembali, ada tempat untuk menyelesaikan masalah itu, kita menjadi lebih teratur. Di
Sebenarnya strategi manajemen yang
benar selalu dimulai dengan niat. Itu
sama dengan vision. Jadi sebenarnya
setiap organisasi punya visi spiritual.
Makanya Tuhan memberikan arahan
kepada manusia bahwa mulailah segala sesuatu dengan niat.
dalam konsep spiritual itu juga sebenarnya bukan
hanya bicara soal berserah diri. Berserah diri itu
ada perjuangan juga. Tapi ketika kita menghadapi
masalah, kita lebih tenang. Kalau menyelesaikan
masalah dalam kondisi lebih tenang, menurut saya
hasilnya lebih baik.
Selain keyakinan, apakah ada hambatan lain dalam menerapkan konsep
spiritual ini?
Keyakinan adalah dasarnya. Setelah yakin,
kemudian dilanjutkan dengan bagaimana seorang
pemimpin menyebar luaskan keyakinan tadi. Suatu
keteguhan seorang pemimpin untuk meyakinkan
dan menerapkan konsep tersebut. Begitu dia yakin,
apa yang dia imajinasikan bisa terarah menjadi
terlaksana. Ini yang disebut dengan fokus.
Ada kemungkinan gagal ketika mene­
rapkan konsep tersebut?
Begini, meskipun itu gagal, tapi tidak membuat
24 Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III
n
15 Januari 2014 - 15 Februari 2014
orang lain menjadi frustasi. Tapi malah menjadi semangat karena ada pilihan lain dari Yang
Maha Pencipta. Mungkin pilihan lain malah
lebih cocok. Buat saya dan mungkin juga buat
organisasi, apa yang diimajinasikan pemimpin
itu belum tentu sebaik dengan apa yang sudah
diterapkan. Sehingga pemimpin tidak lekas
putus asa jika hasilnya tidak sesuai. Kalau
tidak putus asa, maka dia akan mencari yang
lebih baik lagi. Berbeda hal dengan para
pemimpin dari negeri Jepang, misalnya. Kalau
mereka putus asa, maka mereka akan bunuh
diri. Tapi kalau punya spiritual yang kuat, dia
akan mengatakan bahwa Tuhan punya pilihan
yang lebih baik daripada pilihan saya.
Apakah ada nilai-nilai keilmuan
manajemen yang bisa mengadopsi
konsep spiritual?
Menurut saya sangat kuat. Sebenarnya
strategi manajemen yang benar selalu dimulai
dengan niat. Itu sama dengan vision. Jadi
sebenarnya setiap organisasi punya visi spiritual. Makanya Tuhan memberikan arahan kepada manusia bahwa mulailah segala sesuatu
dengan niat. Dan niat itu jangan niat bisnis,
tapi niat yang mega. Tuhan itu juga mega kare­
na dia sayang. Karena dia sayang, makanya
dia menciptakan alam semesta.
Menurut Anda, selain Telkom apa­
kah ada perusahaan lain yang sudah
menerapkan konsep spiritual?
PT Kereta Api Indonesia juga adalah
salah satu perusahaan yang pemimpinnya
mempunyai keyakinan yang kuat bahwa dia
ingin membantu masyarakat Indonesia. Makanya pemimpinnya memulai niat yang baik,
misalnya kereta api tidak boleh jika tidak ada
yang menggunakan AC. Itu kan niat baik. PT.
Pelabuhan Indonesia juga, cita-citanya adalah
bagaimana membuat biaya logistik menjadi
semurah mungkin. Semua itu kan cita-cita
spiritual. Organisasi-organisasi seperti itu
tidak akan nada matinya karena niat yang
baik. Ihsan itu ibadah, kalau niatnya ibadah,
pasti segala sesuatunya akan memberikan
yang baik. l Ratri Suyani
Cover Story
Foto : Arif Rachman
Apa Kata Mereka?
Arief Yahya
Direktur Utama PT Telekomunikasi (Telkom) Indonesia Tbk
Keyakinan adalah
Kunci Utama
S
atu tahun lebih Arief Yahya
menjadi Direktur Utama PT
Telekomunikasi (Telkom) Indonesia Tbk dan kini bisnis Telkom
dan anak perusahaannya terus
bermekaran sampai ke luar
negeri. Telkom melalui anak perusahaannya
PT Telekomunikasi Indonesia International
(Telin) mengembangkan sayapnya ke Timor
Leste, Australia, Hongkong, Malaysia, dan
Singapura. Hal ini tak lepas dari keberhasil­
annya memimpin organisasi besar seperti
Telkom melalui harmonisasi konsep Spirit
dan Strategi. Selain itu, ia menerapkan konsep tiga pilar penopang sukses yang berkesinambungan yakni Corporate Philosophy,
Leadership Architecture dan Corporate Cul­
ture menjadi senjata pamungkas bagi pemimpin
paripurna dalam membawa organisasi menuju
sukses jangka panjang selama puluhan bahkan
ratusan tahun. Bagaimana ia bisa menjalankan
konsep spiritual company di perusahaan, berikut
wawancara dengan pria kelahiran Banyuwangi, 2
April 1961.
Darimana Anda mendapatkan ins­
pirasi yang menempatkan spirit di atas
strategi?
Selama puluhan tahun saya berkarir, saya
mengamati kunci kesuksesan perusahaanperusahaan terkemuka dunia, seperti GE dan
IBM. Dari pengamatan tersebut, kesimpulan saya
adalah perusahaan-perusahaan tersebut memiliki
keunikan yang tidak dimiliki perusahaan lain.
Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III
n
15 Januari 2014 - 15 Februari 2014 25
Spiritual merupakan elemen
terpenting dan menjadi roh
terwujudnya kinerja luar
biasa dari sebuah organisasi.
Membangun spiritualitas
adalah dengan membangun
karakter karyawan yang berbasis spiritual.
Faktor kuncinya ternyata bukan sumber kekayaan
finansial atau strategi yang ampuh. Kuncinya
adalah karakter. Perusahaan-perusahaan itu
hebat karena memiliki orang-orang yang hebat.
Mereka hebat karena memiliki karakter yang
kuat dan mulia. Karakter tersebut begitu kokoh
karena bersumber dari budaya perusahaan yang
berakar kuat dan ditumbuh suburkan dari gene­
rasi ke generasi. Saya melihat, keunikan bangsa
Indonesia yang tidak banyak dimiliki bangsa lain
yaitu bangsa ini religius. Ini yang membuat saya
berprinsip bahwa karakter yang kita bangun di
perusahaan haruslah dilandasi dan bersumber
pada nilai-nilai spiritual yang agung dan mulia
Apakah spiritual tersebut sudah
diadaptasi perusahaan terkemuka di
dunia?
Seharusnya bisa, tapi sebagian orang sekuler,
karena tidak meyakini hal itu. Meskipun saya
katakan juga bahwa pemikiran Stephen Covey
sudah dekat dengan konsep ini. Sebenarnya de­
ngan menyebut spiritualisme sebagai suara hati.
Cuma kami pertegas bahwa semua itu directornya adalah Tuhan. Kalau kita melihat apakah ada
kemungkinan negara-negara lain mengadaptasi
konsep ini, secara umum negara timur lebih bisa.
Kalau barat cenderung memisahkan karena ini
hanya dianggap sebagai mashab saja. Kalau dunia
timur cenderung menggunakannya, terutama
negara-negara Asia pada umumnya bisa mene­
rima konsep ini. Negara-negara barat mungkin
sudah memulai tapi belum jadi mainstream.
26 Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III
n
15 Januari 2014 - 15 Februari 2014
Foto : Arif Rachman
Cover Story
Apakah konsep spiritual ini bisa
diterapkan di perusahaan manapun
dengan cara yang berbeda?
Bisa saja, selama ada keyakinan bahwa
ini sangat penting.Akan jadi hambatan kalau
kita tidak yakin. Jadi intinya keyakinan
bahwa ini bisa diterapkan di perusahaan
manapun.
Bagaimana menjabarkan spiritual dalam bisnis operasional?
Di Telkom, spiritual merupakan elemen
terpenting dan menjadi roh terwujudnya
kinerja luar biasa dari sebuah organisasi.
Membangun spiritualitas adalah dengan
membangun karakter karyawan yang berbasis spiritual.
Apa yang dimaksud dengan The
Telkom Way?
The Telkom Way merupakan pilar ketiga
penopang budaya perusahaan yang mengan­
dung tiga unsur inti 3P, yaitu Philosophy,
Principle, dan Practice. Pertama adalah
Philosophy Always the Best. Yaitu keyakinan
dasar yang berisi filosofi dasar bagi setiap
karyawan untuk menjadi insan terbaik.
Filosofi ini merupakan sebuah spirit dasar
untuk selalu memberikan yang terbaik
dalam setiap pekerjaan yang kita lakukan.
Kedua adalah Principles to be the Star, yaitu
nilai-nilai inti yang berisi prinsip-prinsip
dasar untuk menjadi insan bintang. Nilainilai inti ini merupakan panduan dasar yang
Profile
Apa Kata Mereka?
membentuk pola pikir dan pola perilaku
karyawan dalam membangun dan mengembangkan diri menjadi insan bintang. Dan ketiga adalah Practices to be the Winner, yaitu
standar perilaku yang berisi praktik-praktik
luhur untuk menjadi insan pemenang.
Berdasarkan prinsip spiritual tersebut, bagaimana program
kepemimpinan dikembangkan di
Telkom?
Seorang pemimpin tak cukup hanya
Lead by Heart melalui olah ruh dan rasa,
tapi juga harus Manage by Head dengan
melakukan olah rasio dan raga. Ada
tiga level yang harus dijalankan, yaitu
Corporate Strategy, Business Strategy,
dan Functional Strategy. Corporate
Strategy adalah pengelolaan strategi di
tingkat korporat, Business Strategy adalah pengelolaan strategi di tingkat bisnis,
dan Functional Strategy adalah pengelolaan strategi di tingkat fungsional untuk
meng­atur tugas dan aktivitas berbagai
fungsi yang ada dalam organisasi.
Seperti apakah perilaku dari
jajaran pemimpin perusahaan?
The Leadership Architecture me­
ngandung tiga unsur inti yang saya
sebut 3P yaitu Philosophy, Principle,
dan Practice. Pertama, Leadership
Philosophy to be the Best adalah keyakinan
dasar yang berisi filosofi-filosofi dasar bagi
setiap pemimpin untuk menjadi pemimpin
terbaik.Keyakinan dasar ini merupakan
esensi budaya perusahaan yang melandasi
nilai-nilai dan perilaku setiap pemimpin di
semua level organisasi dalam mencapai yang
terbaik.Unsur ini terdiri dari dua keyakinan,
Harmony dan Synergy. Keyakinan dasar
seorang pemimpin yang harus selalu menciptakan harmoni Antara Heart dan Head,
dan menciptakan sinergi Antara Spirit dan
Strategy. Kedua adalah Leadership Prin­
ciples to be the Star yaitu nilai-nilai inti yang
berprinsip dasar untuk menjadi pemimpin
bintang. Ini mencakup dua nilai inti, Lead
by Heart dan Manage by Head. Artinya
dalam memimpin, pemimpin itu harus menggunakan hati, rasa, atau otak kanan. Sedangkan
dalam mengelola pekerjaan ia harus menggunakan kepala, rasio atau otak kiri. Ketiga adalah
Leadership Practises to be the Winner yaitu
standar perilaku yang berisi praktik luhur untuk
menjadi pemimpin bintang. Seorang pemimpin
harus mempunyai Mega Thinking, Leader as a
Father, dan Energize People.
Bagaimana Anda menilai kinerja
Telkom dikaitkan dengan terbentuknya
karakter spiritual ini.Misalnya level
produktivitas?
Kemenangan itu sesuatu hal yang direncanakan, termasuk menjadi yang terbaik pun perlu
direncanakan. Working Spirit untuk menjadi
Always The Best merupakan interseksi antara
Imagine, Focus and Action yang disingkat dengan
IFA. “Imagine” bukan “Vision” dan tidak juga
“mimpi”, karena imajinasi lebih hebat daripada
visi dan mimpi. Kalau visi itu melihat sehingga
terbatas, kalau mimpi itu tidak terbatas tapi tidak
sadar sedangkan imajinasi itu tidak terbatas tapi
sadar. Imajinasi menggambarkan desirability
(keinginan) bukan hanya feasibility (kebiasaan).
Jadi start from desirability atau start from
imagi­nation lalu fokus kemudian bertindak. Hanya visi dan aksilah yang bisa mengubah dunia.
Dengan visi yang besar akan menghasilkan aksi
besar. l Ratri Suyani
Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III
n
15 Januari 2014 - 15 Februari 2014 27
ProfileStory
Cover
Spiritualitas
work satisfaction. Hasil penelitian
menunjukkan kondisi bahwa karyawan:
memiliki kesempatan untuk mengalami
kemajuan dalam pekerjaannya, merasa
puas dengan adanya kesempatan untuk
berkembang tersebut, merasa puas
dengan kesempatan-kesempatan untuk
meniti karir, dan merasa puas dengan
dial Lux Indonesia kurang dari 1 %.
iklim dan suasana kerja di perusahaanMemang spiritual company meminya.
liki beberapa keuntungan sejalan de­
Elemen keempat adalah job involve­
ngan riset yang dilakukan oleh Amalia
& Yunizar (diunduh tahun 2013) dimana ment. Hasil penelitian menunjukkan
kondisi bahwa karyawan: sangat terlibat
workplace spirituality dapat mempe­
secara pribadi dengan pekerjaannya,
ngaruhi sikap dari pekerja yang bekerja
merasa bahwa pekerdi perusahaan tersejaannya sangat penting
but yang terdiri dari
bagi eksistensi dirinya,
lima elemen, seperti:
dan suka terlarut
Elemen pertama
dalam mengerjakan
yang dipengaruhi
pekerjaan.
spiritualitas secara
Elemen terapositif adalah orga­
khir ­yang dipengaruhi
nizational commit­
spiritualitas secara
ment. Hasil penelipositif adalah organi­
tian menunjukkan
zation-based self­
kondisi bahwa
esteem (OBSE). Hasil
karyawan: merasa
Oleh
penelitian menunjukbangga untuk berRadita D. Baskoro
kan kondisi bahwa
cerita kepada orang
Senior Executive
Firstasia Consultants
karyawan: merasa
lain bahwa dia merudiperhitungkan di
pakan bagian dari
tempat kerjanya, merasa bahwa dirinya
perusahaan, perusahaan mampu meng­
adalah bagian penting dari perusahaan,
inspirasi karyawan untuk melakukan
merasa dipercaya oleh perusahaanyang terbaik, karyawan merasa gembira
nya, merasa bahwa dirinya membuat
telah memilih perusahaan tersebut
perbedaan di lingkungan kerjanya, dan
sebagai tempatnya bekerja, karyawan
banyak membicarakan perusahaan tem- merasa bahwa di perusahaannya dia
patnya bekerja kepada teman-temannya, diberi kepercayaan.
Terkait dengan hal-hal di atas, sudah
karyawan bersedia menerima hampir
saatnya perusahaan tidak hanya fokus
semua pekerjaan yang ditugaskan
kepadanya, dan karyawan sangat peduli pada visi, misi perusahaan, atau sebagai
wadah untuk mengeruk keuntungan
pada nasib perusahaan.
saja, tetapi diharapkan juga sudah mulai
Elemen kedua yang menunjukkan
membangun aspek spiritualitas yang
indikasi positif adalah intention to quit.
pada akhirnya “ditularkan” kepada
Hasil penelitian menunjukkan kondisi
semua lini karyawannya. l
bahwa karyawan: tidak akan mencari
pekerjaan lain dalam waktu dekat, tidak
berniat mencari pekerjaan lain yang
lebih prospektif, dan tidak pernah atau
jarang sekali berpikir untuk keluar dari
Firstasia Consultants.
Wisma 76 - 18th floor Jl. Letjen S. Parman Kav 76
perusahaannya.
Slipi, Jakarta Barat P: 62.21.536 66 618 |
Elemen ketiga adalah intrinsic
F: 62.21.536 77 666 | www.firstasiaconsultants.com
Terhadap Attitude Karyawan
S
pritualitas di sebuah perusahaan sudah mulai bertumbuhan
di Indonesia dan dikabarkan
akan menjadi trend di setiap
perusahaan mendatang. Hal ini terbukti
dari bermunculannya banyak riset me­
ngenai hal ini, yang mana akan memberikan hal positif pada karyawan yang
bekerja di perusahaan tersebut. Sebutlah beberapa perusahaan di Indonesia
seperti Garuda Food, dimana memiliki
filosofi perusahaan mengan­dung nilainilai yang tidak hanya berbasis untuk
kepentingan bisnis namun juga me­
nyentuh sisi kemanusiaan seperti perdamaian, harmonis, cinta kasih, tidak
melanggar larangan agama. Sebuah
perusahaan lain yang bergerak pada bidang perhiasan, Mondial Lux Indonesia,
juga memiliki ritual doa pagi bersama
sebelum memulai aktifitas. Menurut
Chief Corp. HR & GA, Nurwanto Ota,
doa harian yang ada di perusahaan
kami selain untuk mengingatkan para
pelaku SDM untuk selalu menerapkan
nilai budaya, juga membantu mengi­
ngatkan dalam pengambilan keputusan
untuk selalu mengacu pada doa harian
dimana di dalam doa tersebut mengan­
dung visi dan misi perusahaan. Dan
menurut beliau satu hal yang terpenting
adalah segala sesuatu yang dicapai di
muka bumi ini tidak dapat dicapai bila
tanpa restu dari Tuhan YME. Oleh ka­
rena itu berdoalah sebelum melakukan
sesuatu seperti yang diajarkan di kitab
masing-masing agama. Beliau menyatakan mengelola SDM tidak seperti
menyetting mesin, terkadang tingkat
produktifitas tinggi namun terkadang
juga rendah, oleh karena itu dengan
menggunakan doa harian dapat selalu
mengingatkan SDM perusahaan, hal ini
pun terbukti dari turn over di PT. Mon-
28 Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III
n
15 Januari 2014 - 15 Februari 2014
Profile
Goenawan Loekito
Karyawan & Pelanggan
Sama Penting
A
pa yang membuat Marketing Director PT.
Oracle Indonesia yang juga pemerhati bisnis
IT ini tertarik di dunia HR? Alasannya sederhana. Menurutnya, mengelola karyawan dan
mengelola pelanggan memiliki hubungan yang erat.
Sebuah bisnis akan berjalan dengan
mulus jika perusahaan tidak melupakan
dua hal, orang dan pelanggan. “Saya
tertarik dengan hal yang berurusan
dengan customer dan berurusan dengan
people. Orang melakukan bisnis harus
melakukan hal itu, managing customer
dan managing people,” ujar Goenawan
tersenyum ramah.
Menurutnya, selama ini sebagian
orang masih beranggapan bahwa yang
terpenting adalah bagaimana pelanggan.
Namun ini dibantahkan oleh Goenawan
karena mengelola orang juga sama pen­
tingnya. “Banyak juga orang-orang HR
yang menjadi CEO. Karena itu HR harus
mengetahui bagaimana mengelola orang,
mulai dari rekrutmen, hingga mengembangkan orang. Managing people itu
ada ilmunya. Kalau tidak tahu dasarnya
maka akan susah karena managing
people dan managing customer itu
penting,” tegas pria yang sering menjadi
pembicara di berbagai seminar HR.
Sebagai contoh, jika seorang HR di
bagian rekrutmen tidak mengerti ilmu-
nya, ketika perusahaan membutuhkan
karyawan baru, maka ia belum tidak
bisa menyeleksi calon karyawan yang
tepat dan sesuai kebutuhan perusahaan. “Bisa jadi dia memilih yang good
looking atau good communication saja.
Kan masih ada juga orang HR yang
tidak tahu dasarnya, hanya tahu sekadar
kebutuhan tapi apakah sesuai dengan
keingin­an perusahaan, tidak juga,”
ujarnya. Ketika sudah menentukan
orangnya kemudian terjadi perubahan,
bisa jadi mereka tidak mau berubah ka­
rena sudah keasyikan dengan pekerjaan
mereka
Ia menambahkan, masih ada sebagian orang menilai adanya korelasi
antara kepintaran dengan ilmu HR atau
orang-orang HR harus lulusan jurusan
psikologi dan hukum. “Padahal tidak
juga. Belum tentu setiap orang HR bisa
me-manage people. Managing people
itu tidak mudah. Ada seninya,” paparnya. l Ratri Suyani
Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III
n
15 Januari 2014 - 15 Februari 2014 29
Periscope
Zona Nyaman
Oleh Husen Suprawinata SE MM ScHK
K
etika suatu peluang bisnis atau karir
muncul, seringkali kita terlambat
dalam membuat keputusan atau bahkan terkadang tidak membuat keputusan karena kuatir akan dampak
yang mungkin akan ditimbulkan oleh keputusan
dan langkah-langkah yang akan kita ambil. Yang
ada kemudian adalah penyesalan dan baru berpikir bahwa seharusnya kita berani mengambil
kesempatan yang muncul atau ditawarkan kepada
kita tersebut ketika melihat kenyataan bahwa
ternyata orang lain berhasil mempergunakan
peluang tersebut.
Kita kerap mengatasnamakan prinsip kehatihatian dalam membuat keputusan namun coba
tanyakan kepada diri kita sendiri benarkah
bahwa kita memang lambat dalam membuat
keputusan-keputusan bahkan untuk hal-hal yang
sederhana dan memiliki resiko tidak seberapa
karena prinsip kehati-hatian?
Zona nyaman atau comfort zone yang kemudian sering dijadikan kambing hitam dari berbagai
perilaku dan/atau sikap yang selalu untuk mencari amannya saja.
“Bila anda menginginkan sesuatu yang belum
pernah anda miliki, maka anda mesti mencoba
hal-hal yang belum pernah anda lakukan” atau
“If you want something you have never had, then
you have got to do something you have never
done” sering disampaikan dalam banyak seminar kewirausahaan maupun pengembangan diri.
Demikian pula ungkapan terkenal “If you do what
you have always done, you will get what you have
always gotten” dari Anthony Robbins juga sering
disampaikan yang seolah-olah hanya dengan
melakukan hal-hal baru atau melakukan hal-hal
secara berbeda barulah akan mudah meraih
kesuksesan.
Banyak himbauan senada yang mungkin
sering anda dengar dan baca yang pada hakekat­
nya menyarankan anda untuk keluar dari zona
nyaman anda, tetapi pertanyaannya adalah
bukankah memang kita mencari kenyamanan
dalam hidup kita?
Seolah-olah zona nyaman merupakan sebuah
30 Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III
n
15 Januari 2014 - 15 Februari 2014
istilah lain dari kemalasan, apakah memang
kita mesti terus mencari tantangan-tantangan
baru untuk dapat meraih kesuksesan?
Apakah berada dalam zona nyaman anda
merupakan sebuah hal yang mesti dihindarkan? Haruskah seseorang merasa tidak nyaman dalam zona nyaman atau merasa nyaman
dengan ketidaknyamanan?
Apakah memang sepanjang hidup kita
harus dipenuhi dengan segala ketidaknyamanan atau bahkan kita mesti bergelut dengan
berbagai perjuangan yang bahkan bukan saja
tidak nyaman tetapi penuh dengan berbagai
resiko sehingga tidak aman?
Mari kita coba lebih memahami mengenai
arti dari zona nyaman sehingga kita dapat
berada pada zona nyaman yang kita inginkan
dan sekaligus mencapai sasaran-sasaran yang
ingin diraih.
Kecuali bila memang anda adalah seorang
yang kurang teliti, bekerja secara asal jadi,
kurang memiliki komitmen dan beberapa
perilaku dan sikap yang tidak akan menunjang
kinerja dan kehidupan anda, lalu anda “merasa
nyaman” dengan hal-hal tersebut, maka tentu
saja nasehat untuk meninggalkan zona nyaman
anda perlu dengan segera ditanggapi.
Zona nyaman dapat digambarkan seperti
sebuah lingkaran dimana anda hidup dan ber­
ada sekarang. Setiap hari anda cukup melakukan segala sesuatu dengan upaya minimal yang
sudah merupakan hal-hal yang biasa anda
lewati tanpa memerlukan perjuangan. Merasa
cukup dengan apa yang sudah diraih dan
melewati hari-hari dengan memilih melakukan pekerjaan dan hal-hal yang anda senangi.
Tidak ada kekuatiran karena adanya stabilitas. Anda menikmati kenyamanan dengan
rasa aman dan tanpa resiko. Anda menjalani
kehidupan dengan ritme yang sesuai dengan
yang anda inginkan sehingga tidak ada tekanan
pada keseharian anda. Apakah ada yang salah
dengan keadaan-keadaan tersebut?
Zona nyaman seseorang tidak seharusnya
disalahartikan sebagai sesuatu yang negatif.
kan manfaat bersama yang bisa diciptakan
lewat kolaborasi dan saling ketergantungan.
Prinsip untuk saling menguntungkan atau give
and take akan menciptakan hubungan yang
harmonis serta memberikan manfaat jangka
panjang.
3.Menambah pengetahuan dengan mempelajari
sesuatu yang baru dan/atau melakukan bench­
marking atas kinerja anda. Bila misalnya anda
memiliki usaha restoran, membandingkan
beberapa indikator kinerja yang dapat diamati
misalnya jumlah pengunjung setiap hari dan/
atau pelayanan dan fasilitas yang tersedia, bisa
memberikan gambaran tentang usaha anda.
Periscope
Zona nyaman justeru seharusnya merupakan
basis untuk mengembangkan diri kita. Memang
bahwa keadaan kritis yang datang mendadak
bisa sekaligus merupakan kesempatan bagi
kita untuk mencoba cara-cara dan metodemetode yang belum pernah kita coba. Namun
bukan berarti bahwa kita tidak boleh merasa
nyaman sebab dengan terus menerus berada
dalam tekanan karena berusaha untuk mencari
tantangan-tantangan baru tanpa disadari akan
dapat mengakibatkan kehidupan yang tidak
teratur yang kemudian dapat berujung pada
stress dan bahkan depresi.
Di luar zona nyaman seseorang adalah zona
dimana ada banyak hal-hal baru yang akan
memerlukan tambahan pengetahuan dan kete­
rampilan teknis dan sosial sehingga sering juga
dinamakan zona pembelajaran (learning zone).
Semakin jauh dari zona nyaman seseorang,
semakin diperlukan tambahan waktu, tenaga,
pemikiran dan persiapan untuk dapat dengan
baik melakukan hal-hal baru dan belum pernah dicoba sebelumnya.
Apabila anda sudah secara progresif dapat
merealisasikan tahapan-tahapan yang anda
tetapkan dalam perencanaan untuk meraih
sasaran-sasaran yang anda tetapkan, seharus­
nya memang anda selalu berusaha untuk
berada dalam zona nyaman dan dari waktu ke
waktu secara bertahap terus memperluas zona
nyaman anda dengan melakukan beberapa
langkah sebagai berikut:
1.Mencoba sesuatu yang baru atau melakukan
hal-hal yang sudah biasa dilakukan dengan
cara baru. Kekuatiran akan kegagalan adalah
faktor utama mengapa seseorang tidak
berani mencoba sesuatu hal baru walaupun
mengetahui manfaat yang bisa didapatkan
apabila berhasil melakukannya. Walaupun
hanya satu jengkal langkah maju tetapi anda
dapat berpijak dengan baik akan lebih baik
dibandingkan sebuah lompatan yang bisa
membawa anda terperosok ke dalam lubang.
Lakukan cara baru secara bertahap dan
terencana.
2.Berhubungan dengan orang-orang baru atau
meningkatkan hubungan yang telah ada.
Kualitas hubungan seringkali merupakan hal
nomor kesekian dalam skala prioritas dan
orang sering lebih memikirkan apa yang bisa
didapatkan dari suatu hubungan dibanding­
Walaupun membandingkan diri anda dengan
orang lain perlu dilakukan namun ukuran ke­
suksesan adalah sasaran-sasaran yang berhasil
anda raih.
4.Jadikan kenyamanan dari keberhasilan anda
merealisasikan rencana-rencana anda sebagai
dasar untuk memproyeksikan pertumbuhan.
Lewat afirmasi dan visualisasi dari keberhasil­
an yang akan bisa diraih anda bisa mengatasi
berbagai hambatan mental yang seringkali
membuat anda tidak berani mengembangkan
diri dan mempergunakan seluruh potensi diri
anda.
Memperluas zona nyaman secara bertahap
dan terencana akan dapat meningkatkan kinerja
sekaligus kualitas kehidupan anda. l
Penulis adalah MKI Executive Partner, LMI Director & Certified Facilitator
SMI Associate Partner & Certified Coach
Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III
n
15 Januari 2014 - 15 Februari 2014 31
Periscope
32 Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III
n
15 Januari 2014 - 15 Februari 2014
Photo
Gallery
Training
Certified Human Resources Professional (CHRMP)
Jakarta, 16 - 20 December 2013
Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III
n
15 Januari 2014 - 15 Februari 2014 33
Column: Business Management
Dinasti d
D
inasti diartikan sebagai sistim “reproduksi kekuasaan”, yang berdasarkan garis darah, kekerabatan
ataupun keturunan. Sudah menjadi
rahasia umum, adanya satu dinasti
yang terbongkar melakukan praktek korupsi,
nepotisme, tindakan negatif lain yang merugikan negara dan kepentingan masyarakat. Dinasti
sepertinya penampakan cermin yang, kotor, tidak
beretika dan menodai aturan sosial, termasuk melanggar kaidah agama. Benarkah? Kita harus melihatnya sebagai satu urut­an proses, sebab dan akibat. Mengapa peraturan dan perundang undangan
yang ada sekarang ini, seolah menutup mata, dan
membiarkan praktek dinasti itu terjadi.
Kita tersadar, dan hanya menggerutu, karena
selama ini hanya mengeluh, tetapi tidak ada yang
menangkap aspirasi keluhan tersebut. Biarlah ini
menjadi pekerjaan rumah dari para eksekutif, le­
gislatif dan judikatif untuk menata dan mereview
kembali bagaimana menghasilkan “good and clean
governance” dimasa mendatang. Pelajar­an yang
sangat mahal, dan penuh arti dari satu proses
demokrasi.
Kepatutan Dinasti
Ada satu cerita yang benar terjadi. Delapan
puluh tahun yang lalu, seorang pemuda berusia
15 tahun, yatim piatu, tiada saudara, memutuskan
untuk ikut berlayar salah satu kapal dagang dari
daratan Cina. Dia tidak tahu akan menuju kemana, tekadnya hanya ingin bekerja, dimanapun dia
berada, mendapatkan sesuap nasi dan menyambung hidup. Tanpa pendidikan, pengalaman, tiada
orang yang dikenal, apalagi beckingan.
Kapal dagang itu ternyata menuju Nusantara,
belum ada Indonesia. Berlabuh di salah satu pulau,
di Timur Sumatra, si pemudapun turun, dan be­
kerja sebagai buruh pelabuhan, hanya bermodalkan tenaga. Singkat cerita, dari kehidupan yang
sangat rendah ini, dengan semangat belajar berdagang, menabung dan terus berjuang, berkeluarga,
dan akhirnya bisa menyekolahkan anak anaknya,
bahkan sampai ke negeri seberang, Jerman. Bisnis
terus dijalani, satu demi satu, anaknya membuka
34 Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III
n
15 Januari 2014 - 15 Februari 2014
bisnis baru, dengan dukungan sang pemuda, yang
saat itu telah menjelma menjadi pedagang besar,
distributor dari korporasi ternama. Jadilah satu
gurita bisnis keluarga, saling mendukung satu
sama lain, walaupun bisnis tak sama.
Ada sesuatu yang berbeda di sini. Setiap hari
minggu, sang ketua dinasti, selalu mengundang
anak cucunya, bersama dalam doa, cinta, dan
kasih sayang ke­luarga, saling bercerita dan mengingatkan satu sama lain, untuk tetap bersatu, dalam semua bisnis yang dikelola dengan kejujuran,
bersama tanpa melanggar peraturan, dan ber­
derma untuk mengingatkan masa sulit mereka
dulu kala. Berkumpul di rumah sang founder dinasti adalah ritual keluarga, penting untuk menjaga semua bisnis dengan rukun, cinta dan sayang
satu sama lain, menjauhi bisnis yang merugikan
negara ataupun masyarakat, sesuai arahan dari
sang ketua dinasti.
Tidak mengherankan, pada saat sang founder
dinasti ini meninggal dunia, beberapa hari sebelum tahun baru 2014, deretan bunga berkabung
datang dari hampir semua bank besar, perusahaan
rekanan, pejabat, baik partner sang founder, maupun rekan dari anak anak yang telah menjelma
menjadi pengusaha yang diperhitungkan di negeri
ini. Suatu paradox kehidupan, dibandingkan masa
lalu saat sang founder masih pemuda sederhana.
Dinasti yang patut diacungi jempol, bukan dipatut
patutkan. kepatutan dinasti adalah reproduksi
kekuasaan melalui hati, penuh kejujuran dan takut
melakukan pelanggaran, baik melanggar aturan
pemerintah, masyarakat, apalagi aturan Illahi. Di
dalam satu dinasti, berkumpul berbagai jenis kor­
porasi. Di dalam korporasi, bekerja para individu
ataupun para talents.
Andai dinasti adalah dinasti yang baik, jujur
dan tidak menyalahi aturan, maka pemilik, CEO,
dan ketua dinasti, telah menunjukkan bukan hanya kemampuan dirinya, tetapi lebih penting lagi
adalah mengendalikan para SDM-nya. Artinya,
kesuksesan dinasti, adalah juga kesuksesan para
karyawan, talents, mengikuti irama yang benar,
sesuai arahan pimpinan dinasti.
Oleh : Drs. Eddie Priyono. MM
dan Hati
Kembali ke Jatidiri
Satu korporasi berproses melalui ba­
nyak aturan, strategi dan kepentingan,
dari waktu ke waktu. Yang menjadi persoalan, benarkah korporasi tetap di jalur
yang benar, jujur, bermanfaat bagi cus­
tomer, masyarakat, dan negaranya?. IQ,
EQ dari para talents boleh sehebat apapun,
skill memenuhi standard, namun kembali ke pertanyaan yang hakiki, seberapa
tinggi spiritual, moral dan etika para ta­
lents-nya?. Korporasi boleh menjadi sangat besar, tetapi akan sangat rapuh tanpa
memperhatikan faktor spiritual.
Masing-masing talents adalah individu
yang memiliki ego ma­sing masing. Ary
Ginanjar Agustian, dalam bukunya ESQ
Emotional Spiritual Quotient terbitan
Juni 2010 hal 310, menyebutkan antara
lain : Ego cen­derung mengambil jalan pintas untuk mencapai keberhasilan, dan menciptakan landasan yang rapuh dan berbahaya dimasa datang.
Keberhasilan yang diraih karena ego, akan mengganggu keseimbangan tatanan alam dan tatanan
sosial, dan bisa mengarah pada kerusakan”.
Si individu yang berhasil melalui egonya, bisa
saja merasa benar, tetapi belum tentu benar untuk
orang lain, dan seandainya itu terjadi, maka sudah
ada ketidak seimbangan di internal. Dan lambat
laun akan membahayakan keutuhan, kekompak­
an. Pendalaman tentang kebenaran, kejujuran,
menuntun seorang talents hanya akan berbuat
yang benar, takut kepada aturan korporasi, hukum negara, dan lebih penting lagi hukum Tuhan,
untuk menjauhi dosa.
Tugas CEO adalah me-manage korporasi,
mengendalikan, mengontrol asset yang berupa
mesin dan yang lainnya, dipadukan dengan asset
manusia sebagai sumber daya yang menjalankan
semua sarana korporasi. Tetapi apa yang ada di
dalam pikiran, hati dan kemauan SDM, tidak bisa
diprediksi sang CEO. Dan inilah tugas berat seorang CEO, membina, memfasilitasi agar bekerja
dengan ‘hati’, memuaskan customer, tercapainya
misi korporasi, dan membahagiakan insan di da-
lamnya, yang telah menjalankan tugas dengan
hati bersih, jujur, dalam koridor kebenaran, dan
dijalan Tuhan.
Tanpa korupsi, nepotisme, dan hal yang me­
rugikan pihak lain. Dalam suatu persiapan pendirian korporasi baru, tim konsultan, dewan direksi
dan dewan komisaris, memberikan presentasi tentang visi, missi, values, sampai, strategi manajemen kepada owner. Betapa terkesima anggota
tim ini, saat sang owner mengajukan usulan penambahan point dalam visi dan misi. Katanya :
saya mau ditambahkan di dalam alinea terakir visi
itu, “kami melakukan kegiatan usaha ini, sebagai
bagian dari ibadah kami ”. Ibadah?
Setiap aktifitas usaha harus dilaksanakan sebagai bagian dari ibadah, jauh dari dosa, dengan
konsekwensi pertanggungan jawab dunia dan
akhirat. Menakjubkan! Sudah saatnya para pemilik dinasti merevisi dan instropeksi diri mereka,
sementara sang pemuda dari daratan Cina telah
beristirahat dengan tenang. Marilah kita jalankan
segala aktifitas, dengan keyakinan menjalankan
ibadah, jauh dari dosa, korupsi, hanyalah keyakin­
an kebenaran dan kejujuran, untuk kemakmuran
dan kemaslahatan masyarakat.
Semoga. l
Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III
n
Penulis adalah
Penasehat Lembaga
Pusat Studi dan
Komunikasi
Pemerintahan
(PUSKOPEM), Direktur
PT. Victory Jaya Perkasa
dan pendiri Yayasan
Quantum Galaxi
15 Januari 2014 - 15 Februari 2014 35
Column: Leadership Series
Leader is to Build The
(Setiap Pemimpin harus mampu
B
elajar dari fenomena alam sekitar,
dapat diamati bahwa semua yang
beraktifitas di dunia, memiliki ‘Jiwa’.
Apa esensi jiwa pada dasarnya? Apa
peran Jiwa pada manusia atau semua
makhluk hidup?
Perlu dipahami, bahwa beberapa aspek pen­
ting yang ada pada jiwa setiap makhluk hidup
ialah: karakter, semangat/spirit, dan emosi. Ketiga aspek ini sering juga disebut sebagai person­
ality atau kepribadian. Keberhasilan seseorang
dalam membina karier sangat bergantung pada
kualitas ketiga aspek tersebut atau kepribadiannya. Mengapa? Apa output atau dampak dari kepribadian seseorang? Dampaknya ialah perilaku
atau perbuatan.
Demikian pula sebuah perusahaan, memiliki ‘Jiwa’ atau karakter. Keberhasilan setiap per­
usahaan akan sangat bergantung pada kualitas
karak­ter perusahaan. Aspek yang terkandung
pada jiwa perusahaan ialah sama dengan aspek
yang ada pada manusia. Betapa tidak, bahwa per­
usahaan digerakkan oleh sekumpulan manusia
yang berada pada struktur organisasi. Karakter
perusahaan terbentuk atau ditentukan oleh kepribadian/karaktersekumpulan manusia yang
berada dalam naungan organisasi tersebut.
Bila mayoritas karakter dari kumpulan manusia tersebut memiliki mentalitas disiplin, maka
akan menghasilkan perilaku organisasi yang disiplin. Demikian pula bila kumpulan manusia
tersebut memiliki mentalitas ‘mencuri’, maka perilaku organisasi juga akan senantiasa bertindak
mencuri. Sangat penting bagi perusahaan untuk
memiliki jiwa atau karakter yang sesuai dengan
bidang usahanya.
Elemen/jenis karakter pada seseorang akan
sama pada perusahaan. Beberapa contoh karakter positif, antara lain: integritas/etika kerja, keinginan untuk berprestasi, kerja keras, semangat
36 Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III
n
15 Januari 2014 - 15 Februari 2014
kerja tinggi, melayani, memiliki kepercayaan dan
prinsip kerja yang positif, dan banyak lagi lainnya. Sedangkan beberapa contoh elemen karakter negatif, ialah: Ingin hidup mewah dan enak
tanpa harus bekerja keras, tidak jujur, malas
kerja, ingin dilayani, dan sebagainya.
Setiap organisasi terdiri darikaryawan de­
ngan berbagai bentuk kepribadian/karakter. Me­
reka memiliki karakter yang berbeda satu sama
lain. Sekumpulan karyawan bisa memiliki keah­
lian atau skill yang sama, namun kepribadiannya
berbeda atau kadang kala jauh berbeda. Organi­
sasi akan berisi sekumpulan karyawan yang
masing-masing memiliki keahlian tertentu, dan
direkrut dengan maksud agar seluruh keahlian
tersebut dapat saling melengkapi satu sama lain
dan terjadi sinergi.
Kinerja dan produktifitas perusahaan akan
tinggi bila terjadi sinergi kerja yang kuat. Untuk
itu, jajaran manajemen memegang peran dan
tanggung jawab penuh untuk menciptakan tim
kerja yang mampu bekerja sama dengan erat.
Membangun organisasi yang mampu secara
konsisten bekerja dengan sinergi penuh, harus
melalui berbagai proses. Diperlukan kemampuan
managerial dan leadership yang kuat untuk bisa
membentuk organisasi yang produktif.
Sangat kritikal bagi setiap organisasi untuk
mampu membentuk karakter dan spirit kerja
perusahaan yang tinggi. Siapa yang paling bertanggung jawab dan seharusnya berperan untuk membentuk karakter perusahaan? Jawaban
yang pasti ialah manajemen yang terdiri dari top
management atau direksi hingga jajaran mana­
ger paling depan.
Membentuk karakter perusahaan adalah bukan pekerjaan mudah. Oleh karena itu, sangat
penting untuk merekruit eksekutif yang memiliki kompetensi management dan leadership
yang kuat, atau sering disebut sebagai ‘soft skill’.
Oleh : Brata Taruna Hardjosubroto
e Soul of Corporation
Menciptakan ‘Jiwa’ Perusahaan)
Gambar di bawah menunjukkan beberapa aspek
esensial yang perlu dikembangkan oleh manajemen untuk membentuk karakter perusahaan.
Berawal dari Basic Beliefs, seluruh karyawan
dalam satu organisasi harus memiliki beliefs yang
kuat atas beberapa hal.
Misalkan, belief bahwa sukses perusahaan
hanya akan berhasil
bila seluruh tim kerja
memberikan layanan
prima. Dengan beliefs
yang kuat, maka akan
timbul prinsip yang
sangat diyakini oleh
setiap individu yang
ada dalam organisasi
tersebut.
Proses hingga terjadinya kondisi dimana seluruh karyawan
memiliki beliefs dan
prinsip yang kuat atas
beberapa hal penting
bagi pertumbuhan
perusahaan, harus
dibangun oleh jajaran
manajemen.
Basic
beliefs dan principles
adalah merupakan bagian dari karakter perusahaan.
Dengan bimbingan dan arah bisnis yang kuat
dari manajemen, akan terbentuk mind-set dan
paradigma yang sesuai dengan arah pertumbuh­
an perusahaan. Mindset yang terbentuk pada
karyawan akan berimbas pada perilaku seharihari, yang kemudian membentuk budaya perusahaan. Kondisi kerja yang terjadi pada butir 1
hingga 3 adalah merupakan proses pembentukan
karakter atau ‘jiwa’ perusahaan.
Butir keempat atau motivasi merupakan aspek yang sangat esensial dan senantiasa berubah
secara dinamis setiap saat. Banyak kegiatan
atau program yang harus diselenggarakan untuk mempertahankan atau meningkatkan motivasi kerja seluruh
karyawan. Pimpinan
harus mampu untuk
membangun
perspektif dan kredibilitas
yang kuat, sehingga
terjadi trust yang
kuat dari seluruh
karyawan. Setiap komunikasi yang diba­
ngun oleh pimpin­an
harus mampu membangkitkan inspirasi
yang positif pada kar­
yawan.
Role model harus
dapat dibentuk oleh
jajaran
pimpinan.
Beberapa bentuk role
model ialah seperti
perilaku disiplin, fair/
objective, jujur, dan
sebagainya. Karya­
wan akan sangat
menghargai dan termotivasi terhadap pimpinan yang bertindak sebagai role model. Segala
tindak­an atau perilaku pimpinan akan menjadi
acuan karyawan, bukan sekedar ucapan.
Seluruh perilaku dan tindakan yang positif
dari jajaran pimpinan, merupakan proses pembentukan karakter perusahaan yang akan banyak
memberi pengaruh pada spirit kerja karyawan,
motivasi dan hubungan kerja vertical/horizontal.
Kondisi ini juga disebut sebagai proses pembentukan ‘jiwa’ perusahaan. l
Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III
n
Penulis adalah
mantan Eksekutif
IBM & Indosat Group,
sekarang berprofesi
sebagai Executive
Coach dan Practice
Leader MKI Corporate
University.
15 Januari 2014 - 15 Februari 2014 37
Column : Success Motivation
Oleh : Gani Gunawan Djong, ICM, ICC
The Spirituality
of Success
M
emasuki yang tahun baru, selalu ada resolusi
baru, dan umumnya setiap pribadi, keluarga
maupun organisasi pasti ingin mencapai “kesuksesan” yang lebih dibandingkan dengan
apa yang telah dicapainya pada tahun sebelumnya. Namun
demikian pertanyaan penting yang telah menjadi perdebatan selama ini adalah “Apakah sukses itu?“. Sebagian
besar orang menganggap sukses adalah sebagai akumulasi dari uang atau harta yang akan dapat memberikan ketentraman dan kenyamanan dalam kehidupan mereka. Di
lain pihak ada orang lain menganggap sukses adalah ketika
mereka bisa memiliki karir atau jabatan
yang terus menanjak. Itulah sebabnya
semua orang senantiasa bersaing untuk
mencapai kesuksesan mereka masingmasing, sehingga sukses seseorang akan
menjadi ancaman bagi yang lainnya. Hal
ini tentunya merupakan sesuatu “keegoisan” karena masing-masing orang ingin
mencapai ke­suksesan dengan mengorbankan orang-orang disekitarnya. Kita juga sering melihat banyak diantara orang-orang yang sukses dengan cara
demikian ternyata juga harus mengorbankan diri mereka
sendiri dari aspek kehidupan lainnya misalnya dalam aspek keluarga dan juga kesehatannya.
Lantas kalau begitu bagaimana “kesuksesan” yang
langgeng itu? Apakah “sukses” yang otentik itu? Seseorang
akan menjadi pribadi yang utuh jika dia memiliki “kehidup­
an yang seimbang” dalam berbagai aspek kehidup­annya,
yang umumnya terdiri dari 6 aspek kehidup­an yakni ; ka­
rir/keuangan, keluarga/rumah tangga, ke­sehatan/fisik,
mental/pendidikan, sosial/budaya serta etika/spiritual.
Oleh karena itulah untuk mengukur kesuksesan itu juga
harus dilakukan secara utuh yakni melalui ke enam aspek
kehidupan seseorang. Diantara ke enam aspek di atas, maka
aspek spiritual adalah yang pa­ling tidak berwujud dan pa­
ling sulit untuk digapai, karena sebagian besar manusia
lebih suka mengukur keberhasil­an yang bersifat fisik saja,
padahal konsep Sukses yang otentik dan langgeng adalah
jika kita ingin mencapai ke­suksesan secara lahir­iah, maka
kita harus mencapai kesuksesan secara batiniah dahulu,
inilah yang disebut sebagai kesuksesan spiritual.
38 Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III
n
Dalam sebuah wawancara dengan putera seorang artis
kondang di negeri ini yang mengalami musibah kecelakan
maut, sang anak remaja ini diminta pendapatnya tentang
bagaimana dampak yang dihadapinya paska kejadian tersebut? Ada yang beberapa pendapat menarik yang disampaikan, misalnya dia mengatakan justru ditengah kesulitan
yang dialaminya dia sekarang bisa membedakan mana teman yang baik dan sejati yang terus mendukungnya. Juga
ternyata keluarga adalah yang paling terutama dan segalagalanya bagi dia. Dan yang paling menarik ketika dia di­
tanyakan apakah perubahan terbesar yang dialaminya,
dia mengatakan perubahan “batiniah”.
Suatu pendapat yang luar biasa. Karena
kita tahu anak tersebut mungkin selama
ini telah mendapatkan segala-galanya
dari aspek lahiriah, namun ternyata hal
tersebut saja tidak cukup.
Sukses yang langgeng juga tidak dicapai sendirian dan bukan demi seseorang
saja, karena orang-orang yang sukses
adalah mereka yang menjadi kontributor yang pa­ling dermawan dalam upaya-upaya untuk menghapuskan penderitaan umat manusia. Dan ternyata semakin mereka membagi-bagikan kekayaaan mereka, justru semakin banyak uang
dan harta yang mengalir kepada mereka dan membuatnya
bertambah sukses. Mereka adalah orang-orang yang bisa
mengendalikan egonya, dan mereka bukan hanya sekedar
melakukan “perbuatan” namun mereka menyadari akan
“keberadaan” mereka didunia ini untuk membantu orang
lain mencapai potensi sepenuhnya melalui bakat, talenta,
pengalaman dan kekayaan yang telah diberikan kepada
mereka oleh sang Pencipta.
Mari kita masuki tahun 2014 dengan menjadikan priba­
di yang bukan hanya mencapai kesuksesan secara Fisik dan
Mental, namun juga mencapai kesuksesan spiritual,
dengan menyadari akan potensi-potensi apa saja yang telah
diberikan oleh sang pencipta yang dapat kita berikan untuk orang-orang disekitar kita untuk meraih keberhasilan,
sehingga sukses yang kita raih adalah bersifat langgeng,
otentik dan membanggakan.
Gani Gunawan Djong, Icm, Icc, Lmi/Smi, Senior Director
15 Januari 2014 - 15 Februari 2014
Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III
n
15 Januari 2014 - 15 Februari 2014 39
Dapatkan Bundel Eksklusif
HC Journal
MKI Corporate University
Rp
Achieving Human Capital Excellence
35On0gk.o0s K0ir0im
Bundel 1 Human Capital Journal Tahun 2011-2012 (12 Edisi)
Bundel 2 Human Capital Journal Tahun 2012-2013 (12 Edisi)
+
Tema yang dibahas dalam bundel eksklusif ini:
www.humancapitaljournal.com Hubungi:
Andedes. Hadi, Iin, Purwanti, Dedeh
(021)
Setiap perusahaan
harus memilikinya
sebagai referensi
ilmu sumberdaya
manusia yang sangat
kaya. Bisa juga menjadi perfect gift untuk
para relasi.
40 Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III
n
5790 3840
1. Strategic Performance Management
2. Learning Organization : Konsep & Implementasi
3. Selamat Datang Era Knowledge Management
4. Leadership Development Challenges
5. The War for Talent
6. Strength Based Human Capital Management
7. Strategic HR Planning
8. Outsourcing, Illegal?
9. Salary Survey 2012
10. Strategi Rekrutmen 2012
11. Trend in Human Resources Information System
12. Training Evaluation
Menara Kadin Indonesia 24th Floor.
Jl. HR. Rasuna Said X-5 Kav. 2-3, Jakarta 12950, Indonesia.
Fax. : (62-21) 527 4443 Email : [email protected]
15 Januari 2014 - 15 Februari 2014
F o rmu l ir B er l angganan
Mohon diisi dengan huruf cetak
HumanCapital
Kepada Yth.
Bagian Sirkulasi HUMAN CAPITAL JOURNAL
Menara Kadin Indonesia 24th Floor.
Jl. HR. Rasuna Said X-5 Kav. 2-3, Jakarta 12950
Achieving Human Capital Excellence
Ya, kami ingin berlangganan e- Magazine HUMAN CAPITAL JOURNAL :
Alamat pengiriman (
Nama
Jabatan
Alamat
Nama
Alamat
:
:
:
Kota
:
Kode Pos :
Nomor Telpon
:
Hand Phone
:
Facsimile
:
E-mail
:
Berlangganan mulai Edisi No :
3 bulan Rp. 75.000,-
1 tahun Rp. 300.000,-
6 bulan Rp. 150.000,2 tahun Rp. 550.000,-
Journal
sama dengan alamat di atas )
:
:
Kota
:
Kode Pos :
Pembayaran
Transfer ke Bank Mega Cabang Rasuna Said, Jakarta
Rek. No. 010 2000 1100 3221 a/n PT Menara Kadin Indonesia
Beri tAnda X pada kotak yang disediakan. Nilai yang ditransfer ditambah dengan ongkos kirim.
n
Setelah formulir ini diisi, harap di Fax atau email balik beserta bukti pembayarannya ke : Bagian Sirkulasi dan Pemasaran HUMAN CAPITAL JOURNAL, Menara
Kadin Indonesia 24th Floor. Jl. HR. Rasuna Said X-5 Kav. 2-3, Jakarta 12950, Indonesia Phone : (62-21) 5790 3840. Fax. : (62-21) 527 4443. Email : [email protected],
[email protected] www.pt-mki.co.id. www.humancapitaljournal.com
n
Harga langganan tidak termasuk ongkos kirim per eksemplar (Jakarta Rp. 8.000,Luar Jakarta sesuai tarif yang berlaku di TIKI/JNE) Contoh : Ongkos kirim berlangganan untuk 3 bulan di Jakarta = 3 x Rp. 8.000,- /ekp = Rp. 24.000,- Jumlah yang
ditransfer : Rp. 75.000 + Rp. 24.000 = Rp. 99.000,-
PT Menara Kadin Indonesia
> Learning > Consulting > Assessment Center > Research > HC Journal
M
enyediakan jasa Assessment Center untuk menda­
pat­­kan kandidat terbaik menggunakan beragam
metode ter­baik di dunia. Laporan yang dihasilkan
memuat informa­si ten­­tang potensi dan kompetensi kandidat untuk menduduki ja­batan saat ini ataupun sebuah ja­
bat­an lebih tinggi di ma­sa depan. Laporan juga memuat
area pengembangan yang di­perlukan bagi setiap kandidat.
Jasa Assessment Center ini dilaksanakan oleh tenagatenaga asesor berpengalaman. Bukan hanya berpenga­lam­
an sebagai asesor, tetapi juga memiliki pengalaman panjang
dalam posisi manajerial dan eksekutif. Hasil Assess­ment
Center ini akan menghasilkan orang yang tepat pada tempat yang tepat dan waktu yang tepat (the right man in the
right place at the right time).
Hubungi kami untuk layanan terbaik bagi keperhasilan
organisasi Anda: Gedung Menara Kadin Lantai 24 Jl. HR
Rasuna Said, Jakarta
Fax. (021) 5274443 Email: [email protected]
Contact Person: Mrs. Dedeh, Mrs. Iin, Ms. Anti, Mr.
Hadi Telp. 021 5790 3840
Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III
n
15 Januari 2014 - 15 Februari 2014 41
Syahmuharnis
Winny, Agus M.
Winny, Nandar
Strategic Competency Profiling
Career Development Management
Comprehensive Assessment Center Certification
Training Identification dan Evaluation
Basic HR Management (HR for Beginner)
Effective Personal Productivity
Dynamics of Personal Goal Setting
33
Syahmuharnis, Agus Mauludi
2
Syahmuharnis, Husen Suprawinata
Brata T. H
Brata T. H
Brata T. H
Ritha J. Nainggolan
Ritha, Galatia
Ritha J. Nainggolan
Ritha J. Nainggolan
Susi Muchtar
Syahmuharnis.
2
2
2
4
3
2
2
2
3
2
2
2
Abah Rama, Syahmuharnis,
dan Rum Data Mutiara
Syahmuharnis
2
2
2
2
2
2
Syahmuharnis, Dasmito
Syahmuharnis
Syahmuharnis
Syahmuharnis
Rum D Mutiara dan Sapta Putra Y
Sapta Putra Y dan Rum D Mutiara
3
1
2
2
3
2
2
2
3
2
4
5
5
Days
4.000.000
3.000.000
3.250.000
6.000.000
4.500.000
4.000.000
3.250.000
3.250.000
4.500.000
4.000.000
4.000.000
3.000.000
4.000.000
3.000.000
4.000.000
3.000.000
3.000.000
3.500.000
3.000.000
5.000.000
2.000.000
2.750.000
3.000.000
5.500.000
3.000.000
3.000.000
3.000.000
4.500.000
3.000.000
6.000.000
6.000.000
12.000.000
Fee
22 - 24
5-6
19 - 20
19 - 20
21 - 22
22 - 23
23 - 24
17 - 18
22 - 23
28 - 30
25 - 26
26 - 28
16-17
10 - 11
25 - 26
12 - 13
5-6
24 - 25
19 - 20
6-8
21 - 24
8 -9
13 - 14
11 - 13
14-15
23 - 25
23 - 24
10 - 11
3-4
8-9
10 - 11
17 - 18
26 - 27
13 - 14
6-7
11 - 12
23 - 24
19
11 - 12
12 - 13
6-8
22
17 - 18
28 - 29
24
3-4
25 - 27
23 - 24
26 - 27
23 - 25
17 - 18
9 - 13
9 - 13
7-8
23 - 25
21 - 22
23 - 24
10 - 11
3-4
21 - 22
8 - 10
24
2-3
7-8
15 - 16
8 - 11
14 - 18
14 - 18
Jul
2014
Jun
18 - 19
24 - 25
4-6
20
6-7
10 - 11
25 - 26
17 - 18
27 - 28
20 - 21
13 - 14
9-10
10 - 11
6-7
24 - 25
20
29 - 30
27 - 28
22
6-7
2-3
8-9
4-5
21 - 22
20 - 21
6-9
5-9
5-9
May
4-5
26 - 28
21 - 23
22 - 23
7 - 11
7 - 11
Apr
6-7
24 - 25
27 - 28
3-4
18 - 19
24 - 26
18 - 19
10 - 14
21 - 22
10 - 14
20 - 24
10 - 14
11 - 14
10 - 14
20 - 24
Mar
6-9
Peb
Jan
Syahmuharnis, Husen Suprawinata
3
6.000.000
Pendaftaran :
Ms. Iin / Dedeh / Purwanti / Hadi. Tel. (021)
26 - 28
Sept
22 - 23
8-9
15 - 16
25 - 26
11 - 12
4-5
11 - 12
23 - 24
29 - 30
9 - 11
25
3-4
4-5
25 - 26
16 - 17
9 - 12
15 - 19
15 - 19
Oct
28 - 30
21 - 22
27 - 28
20 - 23
13 - 14
29 - 31
30 - 31
16 - 17
9 - 10
27 - 28
23
7-8
22 - 24
27 - 28
27 - 29
21 - 22
13 - 17
13 - 17
Nov
4-6
3-4
18 - 19
20 - 21
18 - 19
17 - 18
27 - 28
13 - 14
10 - 11
6-7
10 - 11
24 - 25
4-6
20
4-5
3-4
18 - 19
11 - 14
10 - 14
10 - 14
Dec
16 - 18
9 - 10
8-9
2-3
8 - 10
10 - 11
11 - 12
4-5
2-3
22 - 23
18
2-3
22 - 23
15 - 17
16 - 17
15 - 19
15 - 19
5790 3840 | Fax. (021) 527 4443 | Email: [email protected]
24 - 26
19 - 20
5-7
4-5
20 - 21
18 - 19
28 - 29
14 - 15
12 - 13
7-8
25 - 26
21
5-6
25 - 26
25 - 27
19 - 20
11 - 15
11 - 15
Aug
Agenda 2014
2014
Agenda 2014
Leadership Development Program
32
Marketing Intellegence
27
31
Fraud Audit
26
Effective Supervisory Management Program
Compliance and Risk Management
25
30
Finance for Non Finance
24
Accounting for Non Accounting
Employee Engagement
23
Management Development Program (Soft skill Managerial), Star Program
Customer Engagement
22
28
Strength Based Human Capital Management (Human Sigma Approach)
21
29
Individual Performance Management with Balanced Scorecard
Performance Audit (Pertama di Indonesia)
19
20
Workload Analysis and Comprehensive Strategic Man Power Planning
Strategic Management
17
HR Bussines Partner
16
18
HR for Non HR Manager
HR Audit
14
15 Januari 2014 - 15 Februari 2014
15
Yunisas, Agus M, dan Winny W
Syahmuharnis, Dasmito
Syahmuharnis, Dasmito, Eddie P
Junisas
Winny, Agus M.
Mendesain Kurikulum Berbasis Kompetensi
How To Design MT Program
Rum D Mutiara
Compensation & Benefit System
Rum D Mutiara, Winny
Tim MKI
Human Resources Professional (HRMP)
Competency Based Job Analysis & Job Evaluation
Tim MKI
Certified Human Resources Professional (CHRP untuk Alumni Program HRMP)
Facilitator
Tim MKI
Training
> Learning > Consulting > Assessment Center > Research > HC Journal
PT Menara Kadin Indonesia
Certified Human Resources Professional (CHRP)
Talent Management
n
13
12
11
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
No
42 Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III
Download