HumanCapital n No. 31 n Tahun III n 15 Januari - 15 Februari 2014 n Rp. 30.000,- Achieving Human Capital Excellence Journal w.huma apitalj HC Journal Digital na our l.c nc ww om COVER STORY Spiritual Company: Baju Baru Kapitalisme? Keluar dari Zona Nyaman Mempertahankan Generasi Kreatif Creating Corporate Soul Foreword HumanCapital Achieving Human Capital Excellence Journal Diterbitkan oleh PT. Menara Kadin Indonesia (Mki Corporate University) Patrons Anindya N. Bakrie, Burhan Uray, Tedy Djuhar, Putri Kus Wisnu Wardhani, Teddy Kharsadi Chief Editor (Penanggung Jawab) Syahmuharnis Executive Editor Yurnas Rachman Manager, Marketing & Promotion Ridwan Effendi Kenapa Spiritualitas Kian Populer? T iba-tiba saja istilah spiritualitas di tempat kerja merebak, dari Amerika menjalar ke negara lain, termasuk ke Indonesia. Tibatiba pula orang merindukan nilai-nilai spiritualitas di tempat kerja. Lantas, apa penyebab gelombang tersebut? Para peneliti merujuk kepada beberapa faktor. Krisis ekonomi di Amerika yang berkepanjangan, runtuhnya korporasi karena fraud, gelombang rasionalisasi, keletihan dan stres kar­ yawan untuk menjadi kreatif, dan pada saat yang sama globalisasi membutuhkan karyawan yang lebih kreatif adalah beberapa faktor terpenting. Kesulitan Editorial & Business Dev. Executive Ratri Suyani Editorial Board Andedes Cipta, Bagas Wiharto, Dasmito Syah, Kristiadi, Lestari Suryawati Circulation & Advertisment Dedeh P, Hadi Ismanto, Peri Sonata, Siti Insaroh, Purwanti Alamat Redaksi / Sirkulasi / Iklan Menara Kadin Indonesia 24th Floor Jl. HR. Rasuna Said X-5 Kav. 2-3 Jakarta 12950 Indonesia Phone : (62-21) 5790 3840 Fax. : (62-21) 527 4443 Email : [email protected] [email protected] Website : www.humancapitaljournal.com www.pt-mki.co.id Bank : Bank Mega Cabang Rasuna Said Jakarta. Rek. No. 010 2000 1100 3221 a/n PT Menara Kadin Indonesia Redaksi menerima artikel yang sesuai dengan visi dan misi Human Capital Journal. Redaksi berhak mengedit isi tulisan yang dikirim tanpa merubah maksud dan tujuannya. Dilarang memperbanyak/mengganda kan isi majalah tanpa izin dari pihak redaksi. ©Hak Cipta dilindungi Undang-undang memang cenderung membuat manusia berusaha lebih dekat dengan Tuhan-nya. Untuk survive di abad 21, organisasi harus menawarkan kepada karyawan makna dan tujuan yang lebih besar dalam melaksanakan pekerjaannya. Talenta terbaik mencari perusahaan organisasi yang merefleksikan nilai-nilai yang dianut dirinya, dan menyediakan peluang pengembangan profesional dan pelayanan kepada masyarakat – bukan hanya gaji yang lebih besar. Tidak seperti abad-abad sebelumnya, dewasa ini bisnis membutuhkan pengambilan keputusan yang cepat dan membangun hubungan yang lebih baik dengan pelanggan dan karyawan. Menghabiskan waktu lebih banyak di pekerjaan tentu mengurangi waktu yang tersedia bagi karyawan untuk melak- sanakan aktifitas religius. Harian The New York Times baru-baru ini menulis trend semakin banyaknya perusahaan yang mengijinkan karyawan menghadiri kelas-kelas keagamaan di tempat kerja. Ini untuk mengakomodasikan profesional yang sibuk dan takut tidak bisa beribadah dengan baik karena persoalan waktu. Semakin banyak pula orang yang kian nyaman mengekspresikan keyakin­ annya di tempat-tempat publik. Ada juga yang menyebutkan popu­ lernya spiritualitas di tempat kerja karena jumlah wanita lebih banyak di tempat kerja ketimbang kaum pria, di mana wanita cenderung lebih fokus menjalankan nilai-nilai spiritualitas dibandingkan pria. Penuaan generasi baby boomer juga menjadi kontributor, karena ternyata materialisme yang mere­ka kejar selama ini tidak memuaskan diri mereka dan mulai khawatir terha­dap kematian. Faktanya, menurut hasil survey Gallup yang dipublikasikan dalam Business Week 1999, sebanyak 95% orang Amerika meyakini adanya Tuhan atau spirit universal, dan 48% mengatakan mereka membicarakan keyakinan agamanya di tempat kerja. Gema spiritualitas tersebut juga meluber ke Indonesia. Telkom Group bisa dianggap sebagai pionir dan inovator penerapan manajemen berbasis spiritualitas. “Kami ingin Telkom menjadi rahmat bagi sekalian alam, bagi Indonesia dan bagi dunia,” tegas Arief Yahya, CEO Telkom, dengan mantap. Edisi kali ini mengupas konsep dan praktik spiritualitas di tempat kerja atau di dalam bisnis. Mudah-mudahan Anda semua terinspirasi. Tentunya masih banyak tulisan menarik dan pen­ting lainnya yang bisa Anda baca. Selamat membaca!l Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III Redaksi n 15 Januari 2014 - 15 Februari 2014 3 From Chief Editor Spiritualitas & Triple Bottom Line D unia bisnis terus berkembang dengan cepat dan dinamis. Kalau dulu pebisnis memandang bottom line perusahaan hanyalah keuntungan semata, maka dalam beberapa tahun terakhir telah berkembang konsep Triple Bottom Line – komitmen terhadap manusia, bumi, dan laba. Artinya, laba saja tidak lagi memadai sebagai ukur­ an keberhasilan bottom line perusahaan. Jika ingin laba diraih secara berkelanjutan dan terus meningkat, perusahaan harus peduli kepada sumberdaya manusia dan lingkungan. Hal ini sejalan dengan berbagai hasil survey dan riset terkait dengan bisnis. Majalah Business Week melaporkan bahwa 95% orang Amerika menolak ide bahwa tujuan perusahaan hanyalah untuk menghasilkan uang. Sebanyak 39% dari investor AS selalu atau sering meme­ riksa praktik, nilai-nilai, dan etika bisnis sebelum berinvestasi. Menariknya lagi, The Trends Report menyimpulkan bahwa 75% pelanggan yang disurvey mengakui ingin untuk berpindah kepada merek-mereka yang terasosiasi dengan tindakan penuh kebaikan jika harga dan mutunya sama. Menurut hasil sejumlah riset, dengan membawa nilainilai etika dan spiritual ke tempat kerja akan menghasilkan peningkatan produktifitas dan profitabilitas sekaligus juga retensi karyawan, loyalitas pelanggan, dan reputasi merek perusahaan. Sebuah studi yang dilaporkan dalam Sloan Management Review terbitan MIT menyimpulkan: “Semua orang lapar mencari cara mempraktikkan spirit­ ualitas di tempat kerja tanpa bermaksud mengganggu pekerja lainnya atau menimbulkan keguncangan.” Gerakan membawa nilai-nilai spiritualitas ke dalam pekerjaan memang berlangsung kian masif di AS, seperti dibuktikan dengan hadirnya ratusan judul buku (saat ini, dari beberapa sumber, jumlahnya melebihi 500), seperti Megatrends 2010, The Soul of Business, Liberating the Corporate Soul, Working from the Heart, The Stirring of Soul in the Workplace, Jesus CEO, What Would the Bud­ dha Do At Work?, Spirit at Work, Redefining the Corpo­ 4 Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III n rate Soul, The Corporate Mystic, Leading with Soul, dan sebagainya. Beberapa dari buku tersebut, seperti The Seven Habits of Highly Effective People karya Stephen Covey terjual jutaan kopi. Ada banyak newsletter dan asosiasi nasional di AS yang berbasiskan spiritualitas di tempat kerja, termasuk juga beberapa koran lokal. American Manage­ ment Association menyelenggarakan konferensi dengan mengambil tema “Profiting from a Values-Based Corporate Culture” untuk menjelaskan bagaimana pentingnya spiritualitas dan etika sebagai penentu keberhasilan. Yang menarik, gerakan ini mulai mentransformasikan korporasi Amerika dari sisi dalam ke luar. Makin banyak pebisnis yang menginginkan spiritualitas mereka lebih dari sekedar kepercayaan dan keyakinan – ingin sesuatu yang lebih praktikal dan bisa diterapkan. Mereka ingin diri mereka bekerja secara utuh, mencakup tubuh, pikiran, dan spirit. Mereka yakin, kinerja bisnis akan meningkat kalau mereka mengerjakan hal-hal yang baik dengan nilai-nilai yang baik pula. Manusia di berbagai level dalam organisasi ingin menumbuh-kembangkan spirit dan kreatifitas. Tatkala karyawan didorong untuk mengekspresikan kreatifitas mereka, hasilnya adalah karyawan yang lebih bertanggung jawab dan berkelanjutan. Karyawan yang bahagia bekerja lebih keras dan lebih besar kemungkinannya untuk bertahan pada pekerjaannya. Sebuah kajian tentang kinerja bisnis oleh Wilson Learning Company menemukan bahwa 39% dari keragaman kinerja korporat terkait dengan kepuasan kerja dari para staf. Spiritualitas dise­ butkan sebagai faktor nomor dua paling penting penentu kebahagiaan karyawan (setelah kesehatan). Sebanyak 47% warga Amerika yang disurvey mengungkapkan, spiritualitas adalah elemen kebahagiaan paling penting. Di Indonesia, gelombang spiritualitas dalam manajemen perusahaan juga marak, seperti yang terlihat dari perkembangan bisnis syariah yang cepat. Contoh lain adalah Telkom Group, juga semakin memantapkan inovasi manajemennya dengan konsep Spiritual Capital Manage­ ment yang sangat komprehensif. Soal praktik spiritualitas ini, rasanya orang Indonesia bisa berbuat lebih banyak dalam manajemen organisasi karena kita memiliki kedekat­ an dengan segala hal yang berbau spiritualisme tersebut. l Syahmuharnis 15 Januari 2014 - 15 Februari 2014 Human Capital Journal Edisi 31/Tahun III 15 Januari - 15 Februari 2014 3 FOreword Kenapa Spiritualitas Kian Populer? 4 From Chief Editor Spiritualitas & Triple Bottom Line 6 HC News Strategi Pamungkas Pemimpin Paripurna 7 Contents HC News Bagaimana Mempertahankan Orang-orang dari Generasi Kreatif? 8 HC News Mengedepankan Integritas dan Kompetensi Foto Cover : Arif Rachman 29 PRofile Goenawan Loekito Karyawan dan Pelanggan Sama Penting 10 Cover story Spiritual Company: “Baju Baru Kapitalisme”? Pasca terungkapnya salah urus pada banyak korporasi kelas dunia seperti Enron, Arthur Andersen, Worldcom, Tico, dan lain-lain, banyak eksekutif yang mulai mencari solusi yang lebih baik untuk mencegah terulangnya kasus tersebut. Jawabannya antara lain dengan membawa konsep spiritualisme ke dalam dunia kerja sehingga melahirkan istilah spiritual company. Bagaimana spiritual company bekerja dan meraih keberhasilan? 15 Ragam Praktik Spiritualitas di Perusahaan 20Apa Kata Mereka, Ary Ginanjar Agustian: Bekerja Bukan karena Keterpaksaan 22Apa Kata Mereka, Effendi Ibnoe : Budaya Masih Menjadi Tantangan 23 Apa Kata Mereka, Andi Ilham Said : Strategi Manajemen yang Benar Dimulai dengan Niat 25Apa Kata Mereka, Arief Yahya : Keyakinan adalah Kunci Utama 28 Spritualitas Terhadap Attitude Karyawan 30 Periscope Zona Nyaman Oleh Husen Suprawinata 33 Photo Gallery 34 Column: Business Management Drs. Eddie Priyono Dinasti dan Hati 36 Column: Managerial & Leadership Brata Taruna Hardjosubroto Leader is to Build the Soul of Corporation (Setiap Pemimpin harus Mampu Menciptakan ‘Jiwa’ Perusahaan) 38 column : Success Motivation Gani Gunawan Djong The Sprituality of Success Oleh Radita D. Baskoro Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III n 15 Januari 2014 - 15 Februari 2014 5 HC News Strategi Pamungkas Pemimpin Paripurna P PM Booktalk kembali menggelar bedah buku, gelaran diadakan di ruang Gathering lantai 8, Gedung Bina Manajemen B, PPM Manajemen, Jakarta. Kali ini PPM Manajemen dan Telkom mengajak publik untuk mengenal lebih dekat Buku Great Spirit Grand Strategy dengan mengangkat topik Strategi Pamungkas Pemimpin Paripurna. PPM Booktalk kembali menggelar bedah buku, gelaran diadakan di ruang Gathering lantai 8, Gedung Bina Manajemen B, PPM Manajemen, Jakarta. Kali ini PPM Manajemen dan Telkom mengajak publik untuk mengenal lebih dekat Buku Great Spirit Grand Strategy dengan meng­ angkat topik Strategi Pamungkas Pemimpin Paripurna. Topik ini akan memberi gambaran mengenai sebuah pemikiran bahwa sukses berkesinambungan (sustainable success) sebuah organi­ sasi terwujud karena adanya kese­ imbangan antara Spirit dan Strategy. Keseimbangan tersebut dimungkinkan oleh adanya peran sentral dari para Pemimpin Paripurna yang memiliki kemampuan olah ruh, olah rasa, olah rasio, olah raga (4R), dan olah karsa yang solid dan seimbang. PPM BookTalk ini dihadiri oleh Cor­ porate Customer Telkom, Direksi dan karyawan dari perusahaan lain, praktisi, konsultan, media hingga mahasiswa yang antusias untuk mengetahui lebih dalam tentang buku yang ditulis oleh Direktur Utama Telkom Arief Yahya. Turut hadir dan mendampingi Arief 6 Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III n 15 Januari 2014 - 15 Februari 2014 Yahya, Direktur PPM Manajemen Andi Ilham Said selaku mode­ rator dan Yuswohady selaku editor buku Great Spirit Grand Strategy. Buku ini menawarkan sebuah perspektif baru dan orisinil me­ ngenai rahasia sukses organisasi melalui kekuatan harmoni Spirit dan Strategi. Selain itu, konsep tiga pilar penopang sukses yang berkesinambungan yakni Cor­ porate Philosophy, Leadership Architecture, dan Corporate Cul­ ture menjadi senjata pamungkas bagi pemimpin paripurna dalam membawa organisasi berlayar menuju sukses jangka panjang, puluhan bahkan ratusan tahun. “Ada tiga hal pokok yang dibahas dalam buku ini, yang pertama adalah corporate philosophy, karena itulah yang akan bisa membuat perusahaan hebat kalau manajemen dan karyawannya tahu untuk apa perusahaan itu didirikan. Perusahaan itu akan bisa menjadi great company kalau mempunyai corporate phi­ losophy sehingga orang tahu hakikat didirikannya sebuah perusahaan. Berdasarkan corporate philosophy itu, dibuatlah corporate culture, lead­ ership architecture yang menjadi tiga pilar penopang bergeraknya perusahaan itu,” ujar Arief Yahya di sela-sela acara PPM BookTalk di Kampus PPM Manajemen (19/12). Lebih lanjut Arief mengatakan semangat itu lebih hebat dari strategi. Semangat yang tinggi akan mencari jalannya sendiri untuk sukses. Kemenangan itu sesuatu hal yang direncanakan, termasuk menjadi yang terbaik pun perlu direncanakan. Jelasnya, Working Spirit untuk menjadi Always The Best merupakan interseksi antara Imagine, Focus & Action yang disingkat dengan IFA. “Imagine” bukan “Vision” dan tidak juga “mimpi”, karena imajinasi lebih hebat daripada visi dan mimpi. Kalau visi itu melihat sehingga terbatas, kalau mimpi itu tidak terbatas tapi tidak sadar sedangkan imajinasi itu tidak terbatas tapi sadar. Imajinasi menggambarkan desirability (keinginan) bukan hanya feasibility (kebiasaan). Jadi start from desirability = start from imagination lalu fokus kemudian bertindak. Hanya visi dan aksilah yang bisa mengubah dunia. Dengan visi yang besar akan menghasilkan aksi besar. PPM BookTalk merupakan kegiatan rutin yang dilaksanakan PPM Manajemen sebagai sarana berbagi wawasan, diskusi dan membahas topik-topik ha­ ngat saat ini. Forum ini diharapkan dapat menjadi penyegar bagi para praktisi, dan memberikan tawaran solusi atas beragam masalah yang sedang dihadapi. l Kristiadi menghormati dan menghargai hasil kerja mereka secara pribadi, maka kredibiltas profesional mereka akan muncul. Mereka pun gemar bekerja secara kolaboratif dan fleksibel, untuk itu ciptakan peluang yang mendo­ rong mereka bekerja dengan temantemannya. Selain Lucia Nany, tampil para pembicara lain seperti Steve Sudjat­ miko – Managing Coach Red Piramid, Founder Indonesia Human Capital Society yang membawakan topik “Leading Distruptive Generation” Apakah ketinggalan yang fatal dari para pemimpin hari ini? Bagaimana pemimpin memecahkan ancaman di depan mata? Hadir pula Sigit Suryanto, Direc­ tor Corporate HR Kompas Gramedia yang membahas tentang “The Unthinkable World and Employees Who Love Change” Seper­ ti apakah dunia kerja yang baru menurut para pakar? Apa saja trend ke depan yang diluar dugaan kita?, Aswin Regawa, Sales Director/County Lead Komli (Facebook Indonesia Representative) yang membahas tentang “Knowing New Generation Employees Through Social Media” Bagaimana Sikap dan Sifat New Ge­ neration Employee ini? Apa yang kita ketahui tentang aktifitas Social Media mereka? Dan Krisbiyanto, Senior Partner Portal HR yang mengupas tema tentang “The New Generation Employees: Why What We Know is 90% Wrong” Siapa generasi C ini? Apa yang benar-benar mereka inginkan? Apakah tawaran yang tidak dapat mereka tolak? l Ratri Suyani Bagaimana Mempertahankan Orang-orang dari Generasi Kreatif? G en Y, yang merupakan gene­ rasi termuda yang diprediksi pertumbuhannya akan lebih banyak daripada Baby Boomers, generasi ini banyak memenuhi organisasi sebagai pendatang baru. Meskipun mereka memiliki semangat yang kuat untuk dapat berkontribusi kepada organisasi, sayangnya generasi ini tidak menyukai sesuatu yang memakan proses lama dan mudah bosan. Generasi Y tidak terlalu takut untuk berganti pekerjaan. Mereka tidak tahan pada perusahaan yang mencekik kebebasan mereka dan pengalam­an pahit akan menyebar cepat ke seluruh teman mereka sehingga banyak perusahaan yang tidak dapat menarik minat mereka. Hal ini diakui Lucia Nany, Lead HR Business Part­ ner – Operations, PT HM Sampoerna Tbk dalam seminar “Attracting and Retaining New Generation Emplo­ yers” Keeping and Maximizing The New Generation Employees Perfor­ mance yang diadakan Majalah Swa dan Red Piramid tanggal 12 Desember 2013 di Financial Club Jakarta. Dalam materinya bertajuk “When Old World Learns New Tricks” Apakah New Generation sulit beradaptasi? Bagaimana Sampoerna mendahsyatkan Great Talents di dalam perusahaan?”, dikemukakan bahwa Gen Y sebagai generasi muda perlu dikembangkan keterampilan serta kemampuan kepemimpinan. “Gen Y mengharapkan pimpinan mereka yang memiliki management skill yang bagus, pengertian dan peduli, fleksibel dan terbuka, mempunyai kemampuan komunikasi yang baik, menghargai karyawannya,” ujar Lucia. Beri pengakuan dan dukung tujuan pribadi mereka dengan Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III n 15 Januari 2014 - 15 Februari 2014 7 HC News Anis Baswedan Mengedepankan Integritas dan Kompetensi I ndonesia membutuhkan orangorang muda berintegritas tinggi di segala bidang, termasuk juga di sektor bisnis. Hal ini ditegaskan mantan Ketua Komite Etik KPK Anis Baswedan dalam acara wisuda S-1 dan S-2 program Magister Management STIE Prasetiya Mulya di Jakarta Convention Center (JCC) yang diadakan tanggal 18 Desember 2013 lalu. “Saya mengajak para wisudawan untuk selalu mengedepankan dua faktor, integritas dan kompetensi,” ujar Anis. Dalam orasi yang bertajuk ‘Menempuh Jalan Terjal Kebhinekaan’ tersebut, Anis mencontohkan Ameri­ ka Serikat yang belajar banyak dari kasus Enron beberapa tahun lalu. Kecurangan korporasi terjadi saat para petinggi Enron melakukan rekayasa di laporan keuangan. Harga saham perusahaan energi tersebut melambung tinggi dan para investor terpikat. Ketika semua kebohongan terungkap, puluhan ribu investor menjadi korban. Negeri Paman Sam itu lantas membentuk UU Sarbanex-Oxley untuk mencegah kejadian serupa. “Indikasi dari integritas kita yang menyusut adalah problem korupsi bangsa ini sejak lama. Bila ingin memperbaiki wajah republik ini di masa depan, harus dipulihkan,” tegas Anis. Selain itu, Anis juga mengutarakan agar para wisudawan bila kelak memimpin perusahaan, jangan biarkan pikiran picik etnosentrisme menguasai. “Perusahaan bukan wilayah publik, jadi tidak bisa diatur dengan UU, peraturan daerah, atau produk hukum positif yang lain,” paparnya kembali. Tapi peradaban juga mengenal asas kepatutan. Andai melanggarnya, kita seolah menyiram bensin ke jerami kering dan tinggal 8 Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III n 15 Januari 2014 - 15 Februari 2014 tunggu orang lain yang melemparkan api. Ia mempermasalahkan penggunaan faktor etnis/suku sebagai haluan pengambilan keputusan publik yang mestinya impersonalrasional. “Saya tertawa getir dalam hati jika mendengar ada yang berteriak, pemimpin di sini harus putra asli daerah. Buat saya, itu cara yang paling sopan untuk bilang, ya putra daerah kami tidak mampu menjadi pemimpin. Karena itu dibutuhkan affirmative action,” urainya. Ia mengakui, pada masa lalu ada sejumlah instansi yang digosipkan dikuasai etnis/suku tertentu. Dari pemimpin tertinggi sampai beberapa level di bawahnya. Pegawai dari suku lain harus ikhlas berada di lapisan terbawah. Akses untuk menjalani mobilitas vertikal tertutup rapat. Menurutnya, praktik semacam ini adalah modus ampuh untuk membuat instansi tersebut disfungsional, lalu mengalami pembusukan. Juga menjadi lahan subur korupsi. l Ratri Suyani ADVERTORIAL MKI Corporate University Center of Excellence in Business, Leadership & Management PROGRAM CHRMP Certified Human Resources Management Professional 5 Days Intensive Course, In Class Assignments, and Paper Work after Inclass Program Moduls : Developed Based on Body of Knowledge in Global HR Certification Facilitators :Experienced Executives & Practitioners in HRM Examiners : Experts from MKI Corporate University & Kazian Global School of Business Management G lobalisasi ekonomi dan bisnis berdampak kepada kompetensi para profesional di berbagai bidang, termasuk mereka yang mengelola sumberdaya manusia (SDM). Untuk bisa bersaing di dunia bisnis, para praktisi dan eksekutif manajemen SDM perlu untuk memiliki kompetensi dalam manajemen SDM yang diakui secara luas. Bekerjasama dengan Kazian Global School of Business Management yang terafiliasi dengan Mahatma Gandhi University di India – pusat pembelajaran ilmu bisnis terkemuka di kawasan Asia – maka MKI Corporate University meluncurkan program Certified Human Resources Management Professional (CHRMP), di mana para lulusannya berhak mencantumkan gelar CHRMP di belakang namanya sebagai identitas profesional yang dimiliki. Para pemilik gelar CHRMP ini memiliki peluang lebih besar untuk mengembangkan karirnya dan bekerja secara global. Program CHRMP dikembangkan mengacu kepada Body of Know­ ledge dari beberapa program Certified yang dikeluarkan oleh The HR Certification Institute, USA (hrci.org/global). Para peserta Program CHRMP tidak hanya diajarkan tentang berbagai subyek utama dalam siklus manajemen SDM (HR Cycle), melainkan juga bagaimana membangun dan menjalankan manajemen SDM secara lebih strategik. Peran strategik tersebut ditunjukkan dalam pengelolaan kompetensi dan kinerja SDM. Semakin disadari oleh perusahaan bahwa ada keterkaitan langsung antara pencapaian strategi dan sasaran perusahaan dengan pengelolaan kompetensi dan kinerja SDM. Program CHRMP mengintegrasikan kebutuhan riil di tempat kerja dengan perubahan paradigma yang sedang terjadi dalam dunia manajemen SDM saat ini dan di masa depan. Tujuan dan Sasaran Program CHRMP Team Fasilitator, Pembimbing, dan Penguji CHRMP Program CHRMP bertujuan untuk menciptakan profesional manajemen SDM dengan penguasaan teori dan praktik yang memadai untuk menjalankan peran sebagai seorang profesional di bidang manajemen SDM. Sedangkan sasaran yang ingin dicapai adalah: Peserta mampu memahami lingkup kerja dan dinamika Manajemen SDM, mampu memahami pendekatan-pendekatan baru yang aplikatif, dan memiliki keterampilan memadai dalam manajemen SDM. Team Fasilitator, Pembimbing, dan Penguji memiliki latar belakang pengalaman praktik dan konsultansi manajemen dengan pengalaman minimal 15 tahun di berbagai perusahaan terkemuka. Semuanya memiliki gelar S-2 di dalam dan luar negeri, di samping S-1 dari perguruan tinggi terkemuka di Indonesia. Peserta CHRMP Peserta Program CHRMP adalah profesional di bidang manajemen SDM, pengalaman kerja di bidang manajemen SDM minimal 5 tahun. Informasi dan Pendaftaran PT Menara Kadin Indonesia (MKI) (Learning, Consulting, Assessment Center, Research & HCJournal) Proses Sertifikasi Proses sertifikasi CHRMP dilakukan dalam bentuk serangkaian pembekalan, penugasan, dan pengujian yang keseluruhannya memakan waktu sekitar 3 bulan. Sertifikasi diberikan oleh MKI dan Kazian. Modul Program CHRMP Keseluruhan terdapat 9 Modul Pembelajaran dalam waktu 5 (lima) hari efektif Penyerahan sertifikat CHRMP Sertifikat CHRMP akan diserahkan secara resmi melalui pos, kurir atau pola lain yang memungkinkan. Biaya Program CHRMP Biaya program CHRMP adalah Rp 12 juta per peserta (di luar PPN). Biaya tersebut mencakup: biaya program training 5 hari, modul, bimbingan dan penilaian tugas in class dan paper pasca program training, makan siang dan snack selama program training, sertifikat CHRMP, dan biaya pengiriman sertifikat. Biaya tersebut tidak termasuk biaya transportasi dan akomodasi peserta selama program training CHRMP. Gedung Menara Kadin Lantai 24 Jl. HR Rasuna Said, Jakarta Fax. (021) 527 4443. Email: [email protected] Contact Person: Mrs. Dedeh, Ms Anti, Mrs. Iin, Mr. Hadi (021) Visit our Human Capital Portal www.humancapitaljournal.com Achieving Human Capital Excellence Cover Story Pasca terungkapnya salah urus pada banyak korporasi kelas dunia seperti Enron, Arthur Andersen, Worldcom, Tico, dan lain-lain, ban­ yak eksekutif yang mulai mencari solusi yang lebih baik untuk mence­ gah terulangnya kasus tersebut. Jawabannya antara lain dengan membawa konsep spiritualisme ke dalam dunia kerja sehingga melahir­ kan istilah spiritual company. Ba­ gaimana spiritual company be­kerja dan meraih keberhasilan? Spiritual Comp “Baju Baru Kapital K apitalisme mendominasi peradaban bisnis global selama berabadabad. Selama itu pula kita menyaksikan krisis ekonomi terjadi berulang-ulang secara periodik atau siklikal. Setiap krisis menghasilkan ambruknya banyak perusahaan karena berbagai sebab. Sebelum tahun 1999, ambruknya banyak perusahaan direspons para pebisnis dengan lebih banyak memperbaiki tata kelola dan kepatuhan perusahaan. Namun, ambruknya Enron dan banyak perusahaan global lainnya akhir 90-an, yang dikenal memiliki dokumen tata kelola yang sangat lengkap, memaksa para eksekutif dan peneliti manajemen untuk melakukan banyak kajian terkait perbaikan signifikan yang perlu dijalankan oleh perusahaan agar terhindar dari penyalahgunaan. Maklum, kapitalisme telah melahirkan individu-individu pebisnis dan eksekutif yang serakah. Keserakahan tersebut perlu dicegah dengan mengintegrasikan konsep spiritual dalam mengelola perusahaan. 10 Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III n 15 Januari 2014 - 15 Februari 2014 Cover Story pany: lisme”? Jangan Anda bayangkan konsep spiritualisme dalam mengelola perusahaan ini mengacu kepada keyakinan terhadap agama tertentu. Tetapi, konsep spiritualisme di sini direduksi menjadi nilai-nilai kebaik­an universal yang melekat kepada setiap agama, seperti kejujuran, keadilan, ketulusan, rendah hati, menghargai harkat kemanusiaan, dan pelayanan/pe­ngorbanan. Konsep ini mengacu kepada definisi Kecerdasan Spiritual (Spiritual Quotient) yang pernah disampaikan oleh Danah Zohar dan Ian Marshall dalam bukunya berjudul “Spiritual Quotient”. Menurut Zohar & Marshall, spiritualisme adalah prinsip yang memvitalisasi suatu organisme. Spiritualisme dimiliki oleh orang-orang yang memahami makna, nilai, dan tujuan hidup yang melampaui sekedar makna, nilai, dan tujuan hidup dirinya sendiri. Spiritualisme membuat agama menjadi mungkin, tetapi kecerdasan spiritual tidak tergantung kepada agama atau kepercayaan apapun. Mengacu kepada definisi ini, sese­ orang yang selalu berbuat kebaikan kepada orang lain dan kepada alam adalah orang yang memiliki spiritual. Tindakannya itu membuat ia bahagia. Di perusahaan, tindakan berbuat baik kepada sesama pegawai, kepada pelanggan, kepada pemegang saham, dan kepada masyarakat merupakan tindakan yang memberikan kebahagiaan secara spiritual. Spiritual Company mengubah perilaku pegawai dan perusahaan dari yang semula angkuh dan berorientasi kepada laba menjadi lebih santun dan peduli terhadap lingkungan sekitar. Menjadi Spiritual Company biasanya banyak dipengaruhi oleh karakter dan nilai-nilai dari pemilik dan eksekutif perusahaan. Ambil contoh, Bill Gates dari Microsoft. Selama lebih dari 2 dasawarsa memimpin Microsoft, orang terkaya di dunia 2013 versi majalah Forbes ini, mulai menyadari bawah kesuksesan yang telah diraihnya merupakan anugerah dari Tuhan. Maka, yang dia lakukan bukan lagi hanya menumpuk kekayaan, tetapi membaginya kepada orang lain yang kurang beruntung. Bersama isterinya Melinda, Gates mendirikan yayasan filantropi untuk menyantuni mereka-mereka yang masih terbelit kemiskinan dan keterbelakang­ an. Hebatnya lagi, yayasan Bill Gates kemudian menjelma menjadi organisasi amal yang sangat terpercaya. Banyak per­usahaan raksasa maupun taipan yang kemudian menyalurkan dana amalnya melalui yayasan ini. Otomatis, keyakinan dan perilaku Gates ini mempengaruhi strategi dan kebijakan Microsoft. “Spiritualisme dalam bisnis telah berkembang sangat cepat lebih dari 1 dekade terakhir,” ujar Patricia Aburdene, sambil menambahkan, “Bahkan telah menjadi megatrend”. Aburdene merupakan coauthor “Megatrends,” yang terbit 1982, dan “Megatrends 2000” bersamasama dengan John Naisbitt. Aburdene kemudian menulis buku sendiri berjudul “Megatrends 2010: the Rise of Consciousness Capitalism” dan buku “Conscious Money: Living, Creating & Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III n 15 Januari 2014 - 15 Februari 2014 11 Cover Story Investing with Your Values for a Sustainable New Prosperity”. Aburdene mene­ gaskan, spiritualisme dan agama kini telah mendarat dalam dunia bisnis. Dia menunjuk kepada beberapa judul utama media-media lokal di Amerika berikut ini: > “Organisasi Internasional Berbasis di Dallas Menawarkan Bantuan Spiritual di Tempat Kerja”, tulis The Fort Worth Star-Telegram, 2004 > “Soal Keyakinan Mendapat Tempat Utama di Tempat Kerja,” tulis Los Angeles Times, 2005 > “Pentingnya Keyakinan Beragama Menguat di Tempat Kerja,” tulis Charlotte (North Caroline) Observer, 2005 Selain hal itu, Aburdene mengungkapkan beberapa contoh lainnya. Di Boston, kelompok eksekutif puncak yang eksklusif selalu melakukan doa sambil sarapan pagi dengan sebutan “Selasa Pertama”. Di New York, gereja Presbyterian menyelenggarakan serangkaian seminar tentang keyakinan di tempat kerja. Di Minneapolis, 150 pemimpin bisnis rutin mengadakan makan siang sekali sebulan dan pemimpin bisnis terkemuka macam CEO Carlson Companies Marilyn Carlson Nelson berbicara tentang bagaimana Kitab Injil memandu mereka dalam membuat keputusan. Di Chicago, sebanyak 60 eksekutif beragama Katolik – anggota Business Leaders for Excellence, Ethics and Jus­ tice (BEEJ) – telah rutin melakukan pertemuan lebih dari satu dasawarsa untuk meruntuhkan dinding pemisah antara apa yang sakral dengan aspek sekuler dari pekerjaan. Bill Yacullo, Presiden perusahaan rekrutmen Lauer, Sbarbaro Associates dan salah satu pendiri BEEJ, mengaku kelompok tersebut berhasil mengembangkan kehidupan spi­ritual dan membantu mereka untuk lebih jujur dan percaya diri berhubung­an dengan klien. Semangat spiritual, menurut Aburdene, tidak hanya mekar di kalangan bos atau pimpinan perusahaan, tetapi juga di kalangan kar­yawan. Menurut jajak pendapat Gallup, separuh karyawan membicarakan aspek spiritual dalam 24 jam terakhir. Sebuah firma riset High Tor Alliance, dalam sebuah studi berjudul “Disiplin Kontemplatif Terapan dalam Pekerjaan dan Kehidupan Organi­sasi”, mendapatkan fakta sebanyak 81% dari responden melakukan praktik berdoa, mengheningkan diri atau meditasi secara perorangan dalam pekerjaan. “Batas antara bisnis dan kehidupan spiritual semakin kabur,” tukas The Times of London. Paul T.P. Wong, Ph.D, seorang profesor pada Trinity Western University di British Columbia dan Presi- den International Network on Personal Meaning, menegaskan: “Per­gerakan spiritual akhir-akhir ini agaknya merupakan trend paling signifikan dalam manajemen semenjak pergerakan potensi sumberdaya manusia tahun 50-an.” Gelombang spiritual (dalam versi kor­porasi global) memang marak di Amerika. David Miller, Direktur Eksekutif Yale University Center for Faith and Culture, sebelum 2005, jumlah organi­ sasi nirlaba yang mengabdikan diri kepada pengembangan spiritualitas atau keyakinan di tempat kerja hanya ratus­ an. Tahun 2005, jumlahnya naik menjadi 1.200, dan naik berlipat-lipat menuju tahun 2013. Tapi, apakah pendekatan agama Kristen saja atau agama tertentu saja yang sebaiknya diberikan? “Bagi sebuah perusahaan untuk berhasil menjadi organisasi yang bersahabat terhadap keyakinan, ia tidak bisa hanya mempromosikan sebuah agama spesifik saja,” tegas Susan Gonzales, yang juga bekerja untuk Yale University. “Perusahaan harus menyediakan kepada pegawainya sesuai dengan keyakinannya masing-masing, sehingga mereka maupun karyawan yang tidak memiliki sama sekali keyakinan tertentu juga merasa Tabel. Tiga Hal Utama yang Paling Bermakna dalam Pekerjaan Ranking 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Item Pekerjaan yang menyenangkan Merealisasikan potensi diri sebagai seorang manusia Diasosiasikan dengan sebuah perusahaan yang bagus Diasosiasikan dengan sebuah organisasi yang etis Menghasilkan uang Melayani orang lain Memiliki kolega yang baik Menjadi inovatif Menghasilkan produk/jasa yang bagus Memberi pelayanan kepada kemanusiaan Memberi pelayanan kepada generasi masa depan Memberi pelayanan kepada komunitas terdekat Memberi pelayanan kepada bangsaku Sumber: Lampiran hasil Survey “A Spiritual Audit” 12 Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III n 15 Januari 2014 - 15 Februari 2014 % 17 15 13 12 10 8 7 7 5 2 1 1 0 Cover Story Sifat-sifat Conscious Capitalism nyaman,” tambahnya. Tabel. Prof. Ian I. Mitroff dan No Sifat-sifat Elizabeth A. Denton membahas Gerakan karyawan yang bersifat dari bawah ke atas dan menyeluruh yang mendorong trend spiritualisme korporasi 1 peningkat­an akuntabilitas dan integritas yang lebih besar dalam bisnis Amerika ini dalam bukunya 2 Mendapatkan dukungan dari atas ke bawah pada ratusan perusahaan terkemuka di dunia “A Spiritual Audit of Corporate America: Spirituality, Religion 3 Berorientasi kepada kesejahteraan – mesin meraih kinerja keuangan superior & Values in the Workplace”, 4 Dikendalikan oleh investor – menarik triliunan untuk dana tanggung jawab sosial 1999. Setelah melakukan studi 5 Aktifis – tulang punggung advokasi dari pemegang saham terhadap lingkungan dan praktik berjangka waktu 6 Demografis – mencerminkan perubahan profil manusia dalam bisnis lama dalam perubahan organi­ sasi, keduanya menyimpulkan 7 Konsumeris – memenangkan dukungan publik dalam pasar seluruh teknik konvensional 8 Spiritual – manifestasi nyata dari upaya mewujudkan nilai-nilai transendental di dunia tidak bisa menghasilSumber: Megatrends 2010 kan perubahan organisasi kompleksitas rendah, medium, dan Itu sebabnya, Patricia Aburdene, menulis yang fundamental. Hanya perubahan tinggi, karyawan yang termotivasi lebih konsep Kapitalisme Dengan Sadar yang mampu mene­mukan cara untuk tinggi masing-masing menghasilkan (Conscious Capitalism) dalam bukunya mengintegrasikan keyakinan pribadi produktifitas 52%, 85%, dan 127% lebih “Megatrends 2010”. dengan nilai-nilai organisasi yang metinggi dibandingkan dengan karyawan “Conscious Capitalism bukanlah nyebabkan terjadinya perubahan penuh yang memiliki motivasi rata-rata. isap­an jempol. Ia hidup berdasarkan makna, dalam hal ini spiritualitas. Mengacu kepada studi lainnya yang sikap bijak dari kepentingan pribadi Mitroff dan Denton adalah peneliti melibatkan 14 organisasi dengan 25.000 yang tercerahkan. Ia merupakan pertama yang menyajikan data nyata pegawai, ia menemukan sekitar 39% dari fenomena multi-dimensi. Boleh saja dan ilmiah tentang dampak dari spirituAnda menyebutnya dengan stakeholder alitas. Buku “Spiritual Audit” didasarkan keberagaman kinerja perusahaan ditentukan oleh kepuasan pribadi dari karya­ capitalism atau triple bottom line, tetapi kepada hasil survey dan wawancara wan yang didasarkan kepada sejumlah conscious capitalism jauh melebihi itu. terhadap lebih dari 200 pemimpin orindikator yang menunjukkan keberhasil­ Ia adalah matriks dinamis dari trend ganisasi, seperti YMCA, Tom’s of Maine, an personal. Karyawan yang memisosial, ekonomi, dan spiritual yang menBen & Jerry’s, Alcoholic Anonymous, liki tujuan dan tanggung jawab yang transformasikan perusahaan bebas,” dan sebagainya. “Spiritualitalitas adalah lebih besar di tempat kerja membantu tutur Aburdene. salah satu penentu paling penting dari menurunkan stress dan kelelahan. Ke­ Patricia Aburdene membeberkan 7 kinerja organisasi. Pegawai yang lebih duanya buruk bagi bisnis karena mereka trend terbesar (“Megatrends 2010”) yang spiritual menghasilkan kinerja lebih menurunkan kreatifitas dan produktifimempengaruhi penemuan kembali perubaik. Ia mampu memberikan pelayanan tas, yang pada gilirannya menimbulkan sahaan bebas (free enterprise), di mana yang lebih memuaskan kepada para penyakit sehingga meningkatkan absen semua trend tersebut sedikit-banyak pelanggan.” karyawan. Di Inggris, penyakit akibat diwarnai oleh spiritualitas. Boleh jadi, lanjut mereka, spiritualistress menimbulkan biaya 3,9 milyar 1. Kekuatan spiritualitas. Dalam tas menentukan keunggulan kompetitif situasi bisnis yang buruk, 78% orang perusahaan. “Karyawan dan perusahaan poundsterling per tahun. Sedangkan di AS, biaya yang ditimbulkannya bisa mencari lebih banyak spirit. Meditasi seperti selalu lapar dengan model-model mencapai 10% dari GDP per tahun. dan yoga sangat marak. Kemampuan yang positif.” Soalnya, 60% dari responBeberapa bukti di atas menunjukmenggali nilai-nilai mulia dari Illahi den meyakini adanya manfaat positif kan bahwa implementasi spiritualitas ke dalam bisnis akan sangat manjur dari spiritualitas di tempat kerja. sejalan dengan peningkatan kinerja mentransformasikan perusahaan, Beberapa data berikut ini juga bisnis. Kapitalisme yang bertujuan seperti ditunjukkan oleh CEO dan menunjukkan dampak dari spiritualimencari keuntungan sebesar-besarnya eksekutif yang lebih spiritual dalam tas bagi kinerja keuangan (bottom line) secara berkelanjutan tidak bertentang­ mentransformasikan Redken dan perusahaan. Dalam bukunya “Liberatan dengan penerapan prinsip-prinsip Hewlett-Packard. ing the Corporate Soul” (Boston, 1998), spiritualitas dalam perusahaan; bahkan 2. Berkembangnya Conscious Capi­ Richard Barrett merujuk kepada studi spiritualitas memperbaiki praktik kapitalism. CEO perusahaan terketentang produktifitas yang menemukan muka berusaha menemukan ulang bahwa pada pekerjaan-pekerjaan dengan talisme dengan hal-hal yang lebih mulia. Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III n 15 Januari 2014 - 15 Februari 2014 13 Cover Story 3. 4. 5. 6. 7. perusahaan bebas sebagai bentuk penghormatan terhadap pemegang saham dan pemangku kepentingan. Akankah ia membuat dunia menjadi sebuah tempat yang lebih baik? Jawabannya ya. Apakah perusahaan akan menghasilkan uang lebih ba­ nyak? Jawabannya ternyata juga ya. Kepemimpinan dari bagian tengah. CEO karismatis dan dibayar tinggi menghilang dengan cepat. Para ahli sekarang memfokuskan perhatian kepada manajer biasa-biasa saja yang mampu membentuk perubahan tanpa akhir, seperti Barbara Waugh di HP. Bagaimana mereka melakukannya? Nilai-nilai, pengaruh, dan otoritas moral. Spiritualitas dalam bisnis akan terus mekar. Sebagian besar sekarang per­ usahaan bicara tentang keyakinan di tempat kerja. Perusahaan Eileen Fisher dan Medtronic berhasil memenangkan penghargaan “Spirit at Work”. Ford, Intel dan perusahaan lainnya mensponsori lahirnya jaring­an karyawan berdasarkan agama. Konsumen dikendalikan oleh nilai-nilai. Konsumen yang memiliki kesadaran tinggi telah menciptakan ceruk pasar (niche market) bernilai miliaran dolar: sedan hybrid, pemasok bangunan hijau atau makanan organik. Mereka memilih produk/jasa sesuai nilainilai mereka dan mencari merekmerek yang menonjolkan nilai-nilai positif. Gelombang solusi kesadaran. Bisnis membangun kesadaran seperti penggalian visi, meditasi, pelatihan memaafkan, matematika jantung, dan sejenisnya akan banyak dicari. Booming investasi dengan tanggung jawab sosial. Saat ini, investor mencari perusahaan-perusahaan yang lebih peduli kepada lingkungan dan masyarakat. Berkembangnya spiritual company dan penghargaan terhadap perusahaan yang lebih peduli kepada lingkungan dalam beberapa tahun terakhir menjadi bukti kebenaran beberapa pandang­ an futuristik dari Aburdene di atas. Akan tetapi, Ary Ginanjar Agustian, Pendiri ESQ Leadership Center yang juga penulis buku “Spiritual Company”, mengingatkan kepada para pebisnis dan eksekutif untuk menerapkan prinsipprinsip spiritualitas seimbang dengan aspek finansial. “Mereka harus bijak. Harus punya komitmen tinggi secara spiritual, dan kinerja tinggi dalam finansial. Bila tidak seimbang bisa seperti The Body Shop, di mana pemiliknya Anita Roddick terpaksa menjual perusahaannya kepada L’Oreal,” tukasnya. Keinginan berbuat baik dengan dilandasi prinsip spiritualitas tetap perlu dibarengi dengan perhitungan bisnis yang matang. Spiritual tidak me­ ngalahkan akal-pikiran, 14 Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III n 15 Januari 2014 - 15 Februari 2014 tetapi ia membantu akal-pikiran untuk membuat pertimbangan yang bijak dan komprehensif dalam menjalankan bisnis. Kemuliaan Anita Roddick sudah banyak diketahui publik. Sebagai contoh, Roddick memba­ ngun pabrik sabun dekat Glasgow, Skotlandia karena daerah tersebut memiliki tingkat pengangguran dan demoralisasi yang tinggi. Ia membuat keputusan moral untuk mempekerjakan orangorang yang tidak bisa bekerja dengan baik dan menaruh kembali 25% dari keuntungan bersih ke dalam masyarakat karena Roddick berpandangan “hal inilah yang menyebabkan jiwa perusahaan tetap hidup.” Belum tentu keputusan mulia Roddick di kawasan dekat Glasgow tersebut sebagai penyebab penjualan The Body Shop kepada L’Oreal. Tetapi, setidaknya kita menyadari bahwa bertindak mulia itu harus seimbang dengan kinerja finansial. Toh, terlepas dari apa yang terjadi pada The Body Shop, CEO Telkom Group Arief Yahya, memiliki keyakinan penuh bahwa spiritualisme merupakan unsur terpenting dalam proses membangun daya saing perusahaan. Arief menem- Cover Story patkan elemen spiritual yang akan melandasi dan mewarnai seluruh elemen bisnis dari Telkom. Ia menyempurnakan Model 7S sebagai kunci keberhasilan manajemen organisasi yang dikembangkan perusahaan konsultansi terkemuka Mc­ Kinsey. Seperti diketahui, Mc­ Kinsey menegaskan 7 elemen dasar yang harus dibangun organisasi untuk meraih keunggulan, yaitu Strategy, Structure, System, Shared Val­ ues, Style, Staff, dan Skill. Dalam Model 7S, Shared Values merupakan poros dari 6S lainnya. Setelah melalui studi terhadap berbagai perusahaan yang sukses dan pergulatan pemikiran yang panjang, Arief memasukkan unsur spiritual dalam membentuk perusahaan unggul sehingga 7S menjadi 8S. Tak tang- gung-tanggung, mengingat begitu fundamentalnya, S kedelapan tersebut – Spiritual – justru ditempatkan sebagai elemen utama dan pertama dalam model 8S tersebut. Tak pelak, di bawah kepemimpinan Arief yang ditunjuk menakhodai Telkom sejak 2012, Telkom telah menjelma menjadi Spiritual Organization yang mumpuni. Telkom membangun kerangka strategi dan operasional untuk membangun karakter pegawai Telkom (Telkom-ers) yang spiritual dengan nama Spiritual Capital Management. “Saya berkeyakin­an, apabila nilai-nilai spiritual tersebut secara konkret melandasi dan diterapkan dalam pekerjaan-pekerjaan yang kita lakukan, ini akan menjadi sebuah power yang luar biasa. Ketika kita memiliki keyakinan bahwa setiap pekerjaan yang kita lakukan bernilai ibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa, maka kita akan mempersembahkan yang terbaik. Tentu saja hasil akhirnya juga akan luar biasa,” tulis Arief dalam buku terbarunya Great Spirit, Grand Strategy. Terbukti, kinerja Telkom juga mulai menanjak lebih cepat. Sekitar 1,5 tahun memimpin Telkom, harga saham Telkom naik lebih dari 50% yang menyebabkan pundi-pundi kekayaan investor dan pemilik semakin tebal. Harga Telkom pun – nilai kapitalisasi pasar – otomatis melonjak 50% lebih. Walaupun hal ini belum bisa sepenuhnya bisa disimpulkan akibat penerapan manajemen berbasis spiritual, tetapi Telkom Group telah mengokohkan posisi mereka yang unggul dalam inovasi manajemen di Indonesia. l SYH Ragam Praktik Spiritualitas di Perusahaan Berpikir, bertindak atau berperilaku religius telah menginspirasi ba­nyak CEO dalam mengelola organisasi. Lantas, bagaimana imple­ mentasi spiritualitas tersebut di banyak perusahaan? B erperilaku serba spiritual dan menghasilkan laba yang tinggi jelas impian banyak orang. Saat ini, orang tidak lagi hanya berpikir tentang laba semata. Sebagai ukur­ an bisnis utama, uang telah dianggap pikiran usang. Pasca kejatuhan Enron dan lain-lain, nilai-nilai dan etika telah menjadi perhatian utama. Dalam praktiknya, dunia bisnis kini mengenal istilah Triple Bottomline – komitmen terhadap manusia (people), bumi (planet), dan laba (profit). Karya­wan dan lingkungan telah dilihat sama pentingnya dengan aspek ekonomi. Kita berbicara tentang upaya menerapkan nilai-nilai spiritual ke tempat kerja. Sebuah jajak pendapat oleh USA Today menyimpulkan 6 dari 10 orang menegaskan tempat kerja akan mendapat manfaat yang besar jika karyawan memiliki spirit yang tinggi di lingkungannya bekerja. Bagaimana bentuk spiritualitas di dalam bisnis? Menurut Corinne McLaughlin, Direktur Eksekutif The Center for Visionary Leadership di AS, bentuknya sangat beragam. Beberapa orang mengatakan hal itu dengan mendorong tumbuh-kembangnya perilaku jujur, integritas, dan kualitas bekerja yang baik. Pihak lain menjelaskannya dengan memperlakukan karyawan de­ngan cara bertanggung jawab dan penuh kepedulian. Bagi orang lain, spiritualitas dalam bisnis diwujudkan dengan berpartisipasi dalam kelompok studi spiritual atau menggunakan doa, meditasi atau panduan intuisi dalam bekerja. Ada juga eksekutif yang menerapkan spiritu- Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III n 15 Januari 2014 - 15 Februari 2014 15 Cover Story alitas dengan membuat bisnis mereka lebih bertanggung jawab secara sosial dalam hal dampak lingkungan, pelayanan masyarakat atau menciptakan dunia yang lebih baik. Cukup banyak orang yang belum merasa nyaman menggunakan kata-kata spiritualitas di tempat kerja – sebagai bentuk generik dan inklusif dari agama. Corrine tidak mau masuk ke dalam keyakinan agama terlalu dalam, tetapi dia lebih menekankan bagaimana spiritualitas disatukan dengan nilai-nilai karyawan dan perusahaan. Itupun, lanjutnya, masih ada orang yang lebih suka berbicara tentang nilainilai dan etika ketimbang kata-kata spiritualitas. Toh, sudah mulai banyak juga pebisnis yang mengatakan bahwa Tuhan adalah mitra bisnis atau CEO mereka. Nilai-nilai spiritual kunci yang dianut dalam konteks bisnis, antara lain, integritas, kejujuran, akunta­ bilitas, kualitas, kerjasama, pelayanan, intuisi, rasa saling percaya, penghormatan, dan keadilan. Perusahaan The Container Store di AS menjelaskan kepada para karyawan bahwa “mereka memiliki obligasi moral untuk memecahkan masalah pelanggan.” CEO Vermont Country Store, perusahaan katalog nasional di AS, memberi penghargaan kepada pegawai yang jujur melalui memo yang disebar ke seluruh unit perusahaan. Hal ini meningkatkan moral dan menumbuhkan kepercayaan dalam organisasi. Banyak orang yang berdoa/beribadah di tempat kerja karena sejumlah alasan, di antaranya, untuk memandu dalam pengambilan keputusan, untuk mempersiapkan diri menghadapi situasi yang sulit, atau bersyukur atas apa yang sudah diraih. CEO Timberland Shoes Jeffrey B. Swartz menggunakan buku doa dan keyakinan agamanya dalam memandu pengambilan keputusan bisnis dan kebijakan perusahaan – sering berkonsultansi dengan rabbi-nya. Kris Kalra, CEO BioGenex, memanfaatkan kitab suci Hindu The Bhagavad Gita untuk mengendalikan bisnisnya ke luar dari kesulitan. Bursa Saham Amerika mempunyai kelompok kajian Torah (Judaisme), sedangkan Boeing memiliki kelompok kajian agama Kristen, Judaisme, dan Muslim. Microsoft memberikan layanan doa online. Ada juga kelas Torah dengan nama “Makan siang dan Belajar” di bank Sutro and Company, California. Firma hukum Kaye, Scholer, Fierman, Hays dan Haroller (New York) menyeleng- tindakan, berlatih menggunakan intuisi dan panduan dalam diri untuk mengambil keputusan. Menurut studi Harvard Business School yang dipublikasikan dalam The Harvard Business Review, para pemilik bisnis mengatakan bahwa 80% dari keberhasilan mereka diperoleh dengan bertindak berdasarkan intuisi. Kelas meditasi kini populer dijalankan dalam banyak perusahaan besar, seperti Medtronic, Apple, Google, Yahoo, McKinsey, Hughes Aircraft, IBM, Cisco, dan Rahtheon. Medtronic, penjual garakan kajian Tallmud. Kelas belajar Al Quran dan agama-agama lainnya juga diselenggarakan di perusahaan pertahanan raksasa Northrop Gumnan. Wheat International Communications di Virginia memiliki sesi doa pagi yang terbuka bagi seluruh karyawan, walaupun tidak diwajibkan. Di sore hari mereka membuat kelompok kajian spiritual de­ ngan nama High Power Lunches. Selain kelompok ibadah dan kajian keagamaan, praktik spiritual dalam perusahaan termasuk pula meditasi, latihan fokus dengan menarik nafas dalam-dalam untuk mengurangi stress, praktik visioning, membangun nilainilai yang sama, mendengarkan dengan dalam dan aktif, menyatukan niat dan peralatan medis, mempelopori pendirian pusat meditasi di kantor pusatnya sejak 20 tahun yang lalu. Pendiri Medtronic Bill George mengungkapkan, tujuan dari bisnis adalah “untuk berkontribusi bagi masyarakat yang terbuka dan berkelanjutan”. Ia menjelaskan lingkaran yang menjelaskan tentang karyawan yang puas dan termotivasi akan menghasilkan pelanggan yang puas, dan pada gilirannya menciptakan hasil finansial yang bagus dan menguntungkan bagi pemegang saham. Setiap tahun, 6 pelanggan diminta berbagi pengalaman pribadinya dengan karyawan, tentang bagaimana produk perusahaan telah menyelamatkan hidup mereka atau orang-orang yang mereka cintai. Inspirasi ini memba- 16 Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III n 15 Januari 2014 - 15 Februari 2014 Cover Story kar ketulusan dan komitmen karyawan untuk bekerja lebih baik lagi. Kantor Apple Computer di California mempunyai ruang meditasi dan para karyawan diberikan waktu setengah jam per hari dari waktu kerja mereka untuk bermeditasi atau berdoa, karena hal itu sangat meningkatkan kreatifitas dan produktifitas. Chairman Aetna International Michael A. Stephen memuji manfaat dari meditasi dan selalu bicara secara spiritual kepada karyawan tentang karir mereka. Avaya, perusahaan telekomunikasi global pecahan dari Lucent/AT&T, mempunyai ruangan untuk beribadah dan meditasi, yang sangat dihargai oleh karyawan Muslim karena harus melaksanakan sholat 5 kali dalam sehari. Penerbit Prentice-Hall menciptakan ruang meditasi di kantor pusat mereka yang diberi nama “Ruang Hening”, di mana karyawan bisa duduk dengan tenang dan melakukan retret mental ketika mereka merasa terlalu banyak stress dalam pekerjaan. Sounds True di Colorado, produsen audio dan video tapes, memiliki ruang meditasi, kelas meditasi, dan selalu memulai rapat dengan mengheningkan diri. CEO Lotus Mitch Kapor mempraktikkan meditasi transendental dan menamakan perusahaannya dengan kata-kata pencerahan. Produsen pakaian Patagonia menyediakan kelas yoga untuk karyawan pada saat istirahat, seperti yang dilakukan Avaya. Bank Dunia memiliki Spiritual Unfoldment Society yang telah melakukan pertemuan reguler bertahun-tahun, yang mengajarkan topik seperti meditasi dan reinkarnasi. Perusahaan-perusahaan juga semakin banyak merekrut pendeta atau ahli agama untuk mendukung para kar­ yawannya, yang bisa melayani karyawan dengan berbagai agama. Tyson’s Food, misalnya, memiliki pelayan agama 127 orang yang bekerja paruh waktu di 76 lokasi, Coca-Cola Bottling memiliki 25 pelayan agama di 58 lokasi. Taco Bell dan Pizza Hut juga merekrut pelayan agama untuk membimbing karyawan mengatasi permasalahannya, dan hasilnya sangat memuaskan – mampu mene- !"##$%%$&$'()"*$*+,#*$-(+-'./0$1("2*'(3$ Salah satu penyebab yang menyebabkan tidak tercapainya target penjualan suatu perusahaan, adalah lemahnya para Sales Force dalam memanfaatkan data base marketingnya, dan tidak adanya Rencana Penjualan yang bagus. Sasaran Workshop: GANI GUNAWAN DJONG SE, MM, ICM, ICC 3=@I:G<$HIJI$ -;8LMG>@$ *MG?GB$ ¥!Memahami paradigma baru tentang budaya penjualan ( SALES CULTURE). ¥!Bagaimana para PUK dapat mengelola tim penjualannya ( SALES FORCE MANAGEMENT) ¥!B agaimana para PUK dapat menguasai SENI MEMOTIVASI dan PEMBERDAYAAN (THE ART OF MOTIVATING and EMPOWERING PEOPLE) ¥!Bagaimana para PUK dapat menguasai TEKNIK-TEKNIK DASAR (BASIC COACHING SKILLS) dalam melakukan SALES COACHING. Daftar Sekarang Sebelum Kehabisan Tempat! SABTU, 25th January 2014 STC Senayan Lv 5, Jakarta Selatan Hubungi : Josep (6287876759600) 0+/.$0)/+1+/$45(/06$*#6$776$.-76$.--$898:8;$<=>?8@A$.@B=?@8C>@8:$-=?CD=9$7>CE8B>?$98@$->8F;$<=?B8$"=AG>@8:$HI<G@=<<$38?B@=?$I@BIJ$*>IB;$#<8B$+<G8$98?G$ <=KI8;$ :=LK8A8$ L>CE8<G$ 98@$ M=@A=LK8@A8@$ 9G?G$ B=?K=<8?$ 9G$ )*+6$ N8J@G$ *O7O.$ P$ *IFF=<<$ 7>CE8C>@$ .@<CBIB=6$ .@F$ QO$ 3=LKGF8?8$ RIA8$ 898:8;$ !>I@9=?$ 98@$ -;G=S$ 78?J=C@A$ (TF=?$ .*7.$ P.@9>@=<G8$ *8:=<$ 78?J=C@A$ .@<CBIB=Q$ N8@A$ L=?IM8J8@$ <8BIU<8BI@N8$ :=LK8A8$ N8@A$ L=@AJ>LKG@8<GJ8@$ 8@B8?8$ M=@A=LK8@A8@$ 9G?G$ 98@$ J8?G?$ K8AG$ M8?8$ M?>S=<<G>@8:$ 9G$ .@9>@=<G8$ J;I<I<@N8$ 9G$ KG98@A$ *+,#*$ 98@$ 7+"2#V./0O$ 3=LKGF8?8$ <88B$ G@G$ 898:8;$ <=>?8@A$ 7>CE8B>?W->8F;WV?8G@=?W1?GB=?$ N8@A$ L=LK=?GJ8@$M=:8C;8@$L>CE8<G$98@$J>@<I:B8<G$J=$K=?K8A8G$:=LK8A8$98@$>?A8@G<8<G$9G$KG98@A$78@8A=L=@B6$,=89=?<;GM6$*8:=<6$78?J=C@A$98@$3=?<>@8:$4=E=:>ML=@B6$ K=?:8B8?$ K=:8J8@A$ M=@A8:8L8@$ <=:8L8$ XY$ B8;I@$ 9G$ G@9I<B?G$ M=?K8@J8@6$ 9=@A8@$ L=LI:8G$ J8?G?@N8$ LI:8G$ 98?G$ <=>?8@A$ -?=9GB$ +@8:N<B6$ +FF>I@B$ (TF=?6$ *IK$ H?8@F;$ 78@8A=?6$!I::$H?8@F;$L8@8A=?6$4=MIBN$0=@=?8:$78@8A=?6$+?=8$HI<G@=<<$78@8A=?$;G@AA8$"=AG>@8:$HI<G@=<<$78@8A=?$9G$<8:8;$<8BI$K8@J$<Z8<B8$@8<G>@8:$B=?K=<8?$9G$ .@9>@=<G8O$3=LKGF8?8$898:8;$<8:8;$<8BI$M=L=@8@A$8Z8?9$<=K8A8G$3)H,.-$!."*V$-'(.-#$#4)-+V("$B8;I@$X[\\$98@$V;=$./*3."./0$,#+4#"*'.3$+1+"4$B8;I@$X[\XO$ $ $ $ 3>Z=?=9$KN]$ Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III n 15 Januari 2014 - 15 Februari 2014 17 Cover Story kan turnover karyawan setengahnya. Esensi utama dari aplikasi spiritualitas di tempat kerja adalah bagaimana karyawan diperlakukan oleh perusahaan. Rahasia sukses Southwest Airlines, salah satu perusahaan penerbang­ an yang tetap untung setelah perisitiwa 9/11, adalah dengan memberi makna terhadap slogan bahwa manusia adalah aset utamanya. Kebijakan perusahaan adalah dengan memperlakukan karyawan sebagai keluar­ ga, karena kalau mereka merasa diperlakukan dengan baik, maka mereka akan memperlakukan pelanggan dengan baik pula. Perusahaan memiliki University of People, dan kebijakan mereka adalah merekrut karyawan berdasarkan sikap perilaku mereka dan memberi pelatihan untuk menjadikan mereka ahli – bukan sebaliknya. Tidak seperti perusahaan penerbang­an lainnya, negosiasi antara manajemen dengan karyawan untuk kenaikan gaji dan tunjangan bisa diselesaikan dalam waktu yang lebih singkat dan lebih mudah. Southwest Airlines telah langganan masuk “100 Best Companies to Work For” yang dikeluarkan oleh majalah Fortune. Sebanyak 10.000 karyawan Marriott International di dunia mendedikasikan satu hari pelayanan bagi masyarakat lokal setiap tahunnya. Timberland, perusahaan sepatu terkemuka berbasis di New Hampshire, membayar gaji para karyawan untuk mengerjakan 40 jam pekerjaan sosial setiap tahunnya. Perusahaan pakaian lainnya Zero Casualties Inc. mendonasikan 7% labanya kepada kegiatan amal. Perusahaan membuat kampanye pemasaran berdasarkan nilainilai no drugs, no violence, no racism. IBM mendanai pusat untuk perawat­ an anak-ana di 60 lokasi di dunia. Intel memberikan 22 minggu cuti hamil. The Men’s Wearhouse, salah satu perusa- haan yang juga masuk daftar “100 Best Companies to Work For” memberikan dukungan kepada laki-laki yang tidak berpunya untuk memasuki pasar kerja. Tom Chappell, CEO Tom’s of Maine, produsen sabun dan pasta gigi, sangat senang dengan laba yang dihasilkan per­ usahaan dan kebiasaan mereka untuk memberikan 10% laba sebelum pajak untuk kegiatan amal. Tom’s memberikan karyawan 4 jam per bulan yang dibayar penuh untuk menjadi relawan layanan masyarakat, dan menggunakan bahanbahan alami yang baik untuk lingkung­ an. Setelah menyelesaikan studinya di Harvard Divinity School, Chappel merekayasa ulang bisnisnya menjadi usaha pelayanan umat, dengan mengatakan, “Saya melayani dan saya lakukan di pasar, bukan di gereja, karena saya memahami berkiprah di pasar lebih baik daripada di gereja.” NYNEX mendirikan Office of Ethics and Business Conduct untuk mendorong karyawan hidup dengan nilai-nilai mutu, etika, dan peduli terhadap orang lain. Fokus baru ini terbukti telah meningkatkan laba, produktifitas, mutu produk dan layanan serta bagaimana pelanggan dan pemangku kepentingan menilai 18 Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III n 15 Januari 2014 - 15 Februari 2014 perusahaan secara positif. Gerakan mendonasikan 100% laba untuk kegiatan amal atau hal-hal yang baik lainnya kini semakin populer pula di AS. Dalam daftar www.profitdonationcapitalism.org, lebih dari 50 perusahaan telah melakukannya, termasuk Newman’s Own yang dimiliki Paul Newman. “Tujuan dari perusahaan ini untuk menjadi kapitalisme pasar bebas yang dimanfaatkan secara lebih baik dan lebih cerdas,” tukasnya. Di Indonesia, integrasi spiritualitas ke dalam dunia kerja sudah lebih banyak dilakukan, khususnya untuk mengakomodasikan karyawan Muslim yang harus menunaikan sholat 5 kali sehari. Tetapi, menerapkan manajemen spiritualitas dalam mengelola perusahaan, mungkin baru segelintir perusahaan saja yang telah melakukannya. Salah satunya adalah Telkom. Tetapi, barangkali model spiritualitas berbasis agama yang paling kuat adalah manajemen perusahaan-perusahaan syariah, di mana nilai-nilainya, model dan praktik bisnisnya, manajemennya, dan perilaku karyawannya semua mengadopsi nilai-nilai Islam. Perusahaan syariah dilarang berbisnis haram, merusak lingkungan, merugikan orang lain, dan transaksi tanpa dukungan aset nyata. Menilik perkembangan bisnis syariah yang sangat cepat di dunia, gelombang spiritualitas dalam pekerjaan akan menghasilkan model bisnis baru dengan mengacu kepada konsep syariah ini. Keluhuran nilai-nilai agama bisa menghasilkan kebahagiaan bagi orang-orang yang terlibat dalam bisnis. Pada akhirnya, sekat-sekat sekularisme dalam bisnis akan runtuh satu per satu, memberi warna baru dari bisnis yang mencerahkan bagi banyak pihak. l SYH Cover Story Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III n 15 Januari 2014 - 15 Februari 2014 19 Cover Story Foto : koleksi pribadi aga Apa Kata Mereka? Ary Ginanjar Agustian Pendiri ESQ Leadership Center Bekerja Bukan karena Keterpaksaan M otivator dan tokoh pembangunan karakter yang sudah 25 tahun lebih berkecimpung di dunia bisnis ini dikenal sebagai pendiri ESQ (Emo­ tional Spiritual Quetient) Leadership Center. Pemilik nama lengkap Ary Ginanjar Agustian yang telah membuat buku fenomenal “ESQ: Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi & Spiritual” ini menegaskan bahwa penerapan konsep Spiritual Company (SC) akan memunculkan suatu keadaan yang dinamakan Mean­ ing Quotient (MQ). “Dengan menyadari makna 20 Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III n 15 Januari 2014 - 15 Februari 2014 bekerja seorang karyawan memahami bahwa yang mereka kerjakan adalah sesuatu ‘yang berarti’ dan benar-benar penting, dan bahwa hal itu akan membuat perubahan yang berarti untuk orang lain,” ujar Presiden Direktur PT Arga Bangun Bangsa. Apa saja kelebihan perusahaan yang menerapkan konsep Spiritual Company, berikut petikan wawancara Human Capital Journal dengan Ary Ginanjar Agustian. Menurut Anda, seperti apakah konsep Spiritual Company (SC)? Dulu di Jepang ada sebuah perusahaan farmasi yang hampir bangkrut. Akhirnya Cover Story Apa Kata Mereka? perusahaan tersebut tutup sementara dan me­ngirimkan para ahlinya ke rumah sakit dan klinik. Di sana mereka melihat bagaimana pasien-pasien yang menderita dan memerlukan pertolongan dirawat dan diobati paramedis. Banyak di antara pasien itu tertolong, namun banyak juga yang meninggal. Setelah tiga bulan, karyawan tersebut dipanggil lagi untuk kembali memproduksi berbagai obat. Enam bulan kemudian pertumbuhan perusahaan tersebut melesat. Apa yang menyebabkan meningkatnya kinerja karyawan? Ternyata setelah pulang dari rumah sakit mereka menemukan makna dan arti pekerjaannya bagi banyak orang. Sehingga saat mereka kembali memproduksi obat mereka membuatnya de­ ngan sepenuh hati. Dalam riset McKinsey jawaban terbanyak dari para eksekutif tentang kinerja puncak pada 10 tahun terakhir hanya sedikit berkaitan dengan IQ (kecerdasan intelektual) dan EQ (kecerdasan emosional). Hal yang dianggap penting dan berpengaruh pada kinerja puncak adalah kegairahan, tantangan, dan sesuatu yang dianggap berharga dalam hidup. Semua itu akan membuat perbedaan dalam kinerja mereka. Itulah yang dinamakan Meaning Quotient (MQ). Dengan menyadari makna bekerja seorang karyawan memahami bahwa yang mereka kerjakan adalah sesuatu ‘yang berarti’ dan benar-benar penting, dan bahwa hal itu akan membuat perubahan yang berarti untuk orang lain. Penelitian menunjukkan bahwa makna seperti itu mendorong produktivitas kerja yang lebih tinggi. Jadi konsep Spiritual Company berdasarkan Meaning Quotient (MQ) yaitu kemampuan memaknai pekerjaan. Apa ciri-ciri yang harus dimiliki Spiritual Company? Ciri-cirinya adalah pertama engagement karyawan dengan perusahaan tinggi. Artinya, karyawan yang merasa ‘terlibat’ dengan pekerjaan dan perusahannya. Kedua, mereka mencintai apa yang mereka kerjakan. Berikutnya, mereka bersemangat untuk datang bekerja dan bekerja tidak bersifat transaksio­ nal karena bekerja dirasakan sebagai sebuah sebagai panggilan. Selain itu, karyawan sudah tercerahkan dan memaknai pekerjaannya. Bagaimana cara mewujudkan Spiritual Company? Dan Apa saja contoh syarat untuk menjadi sukses Spiritual Company? Ada 4 hal untuk mewujudkan Spiritual Com­ pany. Pertama ketika perusahaan sadar misi mulia di balik pekerjaannya. Kedua, memiliki visi Ciri-cirinya adalah yang luhur tidak hanya tertulis tapi merasuk ke pertama engageseluruh karyawan dan ment karyawan pemimpin. Ketiga memiliki values nilai pedoman dengan perusaperilaku yang disucikan seperti integritas dan haan tinggi. Artinkepedulian yang tinggi, dan terakhir memiliki ya, karyawan yang makna dalam bekerja. merasa ‘terlibat’ Sedangkan syarat untuk menjadi Spiritual Com­ dengan pekerjaan pany yaitu produk dan jasa bukan hanya finandan perusahannya. sial tapi memiliki dimensi emosi dan spiritual Kedua, mereka yang disadari karyawan dan masyarakat yang mencintai apa yang memanfaatkan jasa dan mereka kerjakan. produknya. Apakah konsep Spiritual Company bisa diwujudkan di dunia nyata? Apa saja contoh perusahaan-perusahaan yang menjalankan Spiritual Company? Perusahaan yang menggunakan konsep Spiri­ tual Company ada di mana-mana tanpa mereka menyebutkan diri mereka sebagai perusahaan yang berlandaskan spiritual atau Spiritual Com­ pany. Contohnya adalah Body Shop yang memiliki kepedulian yang tinggi pada lingkungan. Demikian juga dengan Zapos.com, yang CEO-nya membalik tiga jenis kebahagiaan yaitu Rock Star, Flow, and Higher Purpose. Yang pertama adalah Rock Star adalah kebahagiaan karena memperoleh hal-hal yang diinginkan, se­perti memenangHuman Capital Journal n No. 31 n Tahun III n 15 Januari 2014 - 15 Februari 2014 21 Cover Story Apa Kata Mereka? jual pada L’Oriel. Jadi antara spiritual dan finansial harus seimbang, memiliki spiritual tinggi dan nilai sahamnya pun sangat tinggi. High commitment dengan spiritual dan high performance dalam finansial. kan kontes atau pertandingan. Ini adalah tingkat kebahagiaan yang hanya sesaat. Yang kedua, flow atau aliran adalah kebahagiaan ketika seseorang tenggelam dalam aktivitas yang benar-benar dinikmati. Jenis aktivitas ini juga tak akan bertahan karena persoalan waktu yang menjadi tidak relevan. Jenis terakhir yaitu kebahagiaan yang melibatkan tujuan yang lebih tinggi karena melakukan sesuatu yang berarti bagi orang lain, atau terlibat dalam tujuan yang lebih besar. Kebanyakan orang mengejar kebahagiaan dengan urutan Rock Star, Flow, baru kemudian Higher Purpose. CEO Zappos menyarankan karyawannya agar membalik pola kebahagiaan ini, bahwa kita harus mengejar kebahagiaan tujuan yang lebih tinggi, maka kebahagiaan lainnya akan terpenuhi. Menurut Anda, apa saja kelebihan dan kekurangan dari Spiritual Company? Kelebihan Spiritual Company adalah memberi kemanfaatan bagi lingkungan, kinerja tinggi, enggagement karyawan tinggi, dan motivasi bukan hanya sekadar fisikal. Sedangkan kekurang­an Spiritual Company adalah, perusahaan harus bijak dalam menjalankan Spiritual Company karena harus seimbang antara spiritual dan finansial. Bila tidak seimbang, bisa seperti Anita Rodick yang perusahaannya Body Shop terpaksa di22 Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III n 15 Januari 2014 - 15 Februari 2014 Bagaimana Anda menilai transformasi kepemimpinan yang menjalankan Spiritual Company? Ada dua jenis transformasi yaitu Transformasi Bisnis dan Transformasi Budaya. Transformasi Bisnis meliputi perubahan dalam hal struktur, manajemen, dan strategi. Sedangkan Transformasi Budaya meliputi visi, misi, dan nilai perusahaan. Selama ini perhatian perusahaan lebih banyak terfokus pada transformasi sistem (business transformation). Akan tetapi ternyata banyak mengalami kegagalan. Di dalam buku ”Execution”, Ram Charan menyatakan hasil penelitian dunia membuktikan 70 persen program transformasi menemui kegagalan karena kegagalan eksekusi yang berkaitan dengan budaya. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan budaya perusahaan adalah pola pikir, pola tindak dan perilaku organisasi beserta sumber daya manusianya dalam melakukan kegiatan bisnisnya. Transformasi budaya terdiri dari keyakin­an atau belief, nilai atau values yang akan berujung pada karakter. Penelitian yang dilakukan Pfeffer (1995) menunjukkan bahwa pertumbuhan dan financial return dapat mencapai ratusan persen, tatkala sebuah perusahaan mengelola budayanya dengan baik dan profesional. Banyak kegagalan transformasi karena karyawan bekerja masih bersifat transaksional. Ketika dipindahkan, bertanya berapa naik gajinya. Mereka tidak siap dengan perubahan dan mutasi. Oleh karena itu diperlukan nilainilai spiritualitas agar transformasi ini sukses dan tidak lagi transaksional sehingga mereka siap dengan segala perubahan kare­ na transformasi itu dilakukan demi sebuah korporasi yang mempunyai misi dan visi mulia. l Ratri Suyani Cover Story Andi Ilham Said Direktur Utama PPM Manajemen Strategi Manajemen yang Benar Dimulai dengan Niat L ima tahun ke depan, Andi Ilham Said berkeyakinan akan banyak bermunculan perusahaan yang meng­ anut konsep spiritual. “Asalkan ada pengakuan bahwa perusahaan tersebut menjalankan itu mempunyai unsur adanya niat yang tulus untuk berbuat kebaikan jika kepada sesama,” ujar Direktur Utama sekolah pengembangan bisnis dan manajemen, PPM Manajemen. Berikut petikan wawancara Human Capital Journal kepada pria yang kerap disapa Ais ini tentang spiri­ tual company. BUMNtrack.co.id Apa Kata Mereka? Menurut Anda, apakah konsep spiritual bisa diadopsi oleh negara-negara lain di dunia? Pandangan saya, soal diterima atau tidak semua itu tergantung pada kepercayaan mereka. Tapi senang atau tidak senang, suka atau tidak suka, faktanya adalah dalam banyak hal. Kalau dalam konsep itu selalu ada faktor X. Nah dalam dunia barat, faktor X ini tidak pernah digali lebih jauh. Kalau di barat, ada satu rencana yang tidak sesuai dengan perkiraan atau meleset, maka mereka akan mengatakan ada faktor yang lain. Faktor yang lain itu akan mereka cari dan ketika mereka menemukan, mungkin itu benar. Kemudian mereka akan mencoba faktor baru tersebut. Kalau meleset lagi, berarti ada faktor yang lain lagi dan seterusnya. Karena sebenarnya faktor X itu adalah garis tangan Tuhan karena di dunia ini apapun rencana perusahaan sehebat apapun rencananya, masih ada faktor X yang sebenarnya adalah spiritual tadi. Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III n 15 Januari 2014 - 15 Februari 2014 23 Cover Story Apa Kata Mereka? Anda berkeyakinan bahwa perusahaan yang memiliki konsep spiritual dan strategi yang bagus akan menjadi perusahaan yang hebat? Tidak ada kepastian juga sebenarnya. Tapi paling tidak perusahaan tersebut punya jawaban bahwa ada jawaban dari masalah yang ditemukan. Tidak mengambang begitu saja. Jadi ketika ada tempat kita kembali, ada tempat untuk menyelesaikan masalah itu, kita menjadi lebih teratur. Di Sebenarnya strategi manajemen yang benar selalu dimulai dengan niat. Itu sama dengan vision. Jadi sebenarnya setiap organisasi punya visi spiritual. Makanya Tuhan memberikan arahan kepada manusia bahwa mulailah segala sesuatu dengan niat. dalam konsep spiritual itu juga sebenarnya bukan hanya bicara soal berserah diri. Berserah diri itu ada perjuangan juga. Tapi ketika kita menghadapi masalah, kita lebih tenang. Kalau menyelesaikan masalah dalam kondisi lebih tenang, menurut saya hasilnya lebih baik. Selain keyakinan, apakah ada hambatan lain dalam menerapkan konsep spiritual ini? Keyakinan adalah dasarnya. Setelah yakin, kemudian dilanjutkan dengan bagaimana seorang pemimpin menyebar luaskan keyakinan tadi. Suatu keteguhan seorang pemimpin untuk meyakinkan dan menerapkan konsep tersebut. Begitu dia yakin, apa yang dia imajinasikan bisa terarah menjadi terlaksana. Ini yang disebut dengan fokus. Ada kemungkinan gagal ketika mene­ rapkan konsep tersebut? Begini, meskipun itu gagal, tapi tidak membuat 24 Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III n 15 Januari 2014 - 15 Februari 2014 orang lain menjadi frustasi. Tapi malah menjadi semangat karena ada pilihan lain dari Yang Maha Pencipta. Mungkin pilihan lain malah lebih cocok. Buat saya dan mungkin juga buat organisasi, apa yang diimajinasikan pemimpin itu belum tentu sebaik dengan apa yang sudah diterapkan. Sehingga pemimpin tidak lekas putus asa jika hasilnya tidak sesuai. Kalau tidak putus asa, maka dia akan mencari yang lebih baik lagi. Berbeda hal dengan para pemimpin dari negeri Jepang, misalnya. Kalau mereka putus asa, maka mereka akan bunuh diri. Tapi kalau punya spiritual yang kuat, dia akan mengatakan bahwa Tuhan punya pilihan yang lebih baik daripada pilihan saya. Apakah ada nilai-nilai keilmuan manajemen yang bisa mengadopsi konsep spiritual? Menurut saya sangat kuat. Sebenarnya strategi manajemen yang benar selalu dimulai dengan niat. Itu sama dengan vision. Jadi sebenarnya setiap organisasi punya visi spiritual. Makanya Tuhan memberikan arahan kepada manusia bahwa mulailah segala sesuatu dengan niat. Dan niat itu jangan niat bisnis, tapi niat yang mega. Tuhan itu juga mega kare­ na dia sayang. Karena dia sayang, makanya dia menciptakan alam semesta. Menurut Anda, selain Telkom apa­ kah ada perusahaan lain yang sudah menerapkan konsep spiritual? PT Kereta Api Indonesia juga adalah salah satu perusahaan yang pemimpinnya mempunyai keyakinan yang kuat bahwa dia ingin membantu masyarakat Indonesia. Makanya pemimpinnya memulai niat yang baik, misalnya kereta api tidak boleh jika tidak ada yang menggunakan AC. Itu kan niat baik. PT. Pelabuhan Indonesia juga, cita-citanya adalah bagaimana membuat biaya logistik menjadi semurah mungkin. Semua itu kan cita-cita spiritual. Organisasi-organisasi seperti itu tidak akan nada matinya karena niat yang baik. Ihsan itu ibadah, kalau niatnya ibadah, pasti segala sesuatunya akan memberikan yang baik. l Ratri Suyani Cover Story Foto : Arif Rachman Apa Kata Mereka? Arief Yahya Direktur Utama PT Telekomunikasi (Telkom) Indonesia Tbk Keyakinan adalah Kunci Utama S atu tahun lebih Arief Yahya menjadi Direktur Utama PT Telekomunikasi (Telkom) Indonesia Tbk dan kini bisnis Telkom dan anak perusahaannya terus bermekaran sampai ke luar negeri. Telkom melalui anak perusahaannya PT Telekomunikasi Indonesia International (Telin) mengembangkan sayapnya ke Timor Leste, Australia, Hongkong, Malaysia, dan Singapura. Hal ini tak lepas dari keberhasil­ annya memimpin organisasi besar seperti Telkom melalui harmonisasi konsep Spirit dan Strategi. Selain itu, ia menerapkan konsep tiga pilar penopang sukses yang berkesinambungan yakni Corporate Philosophy, Leadership Architecture dan Corporate Cul­ ture menjadi senjata pamungkas bagi pemimpin paripurna dalam membawa organisasi menuju sukses jangka panjang selama puluhan bahkan ratusan tahun. Bagaimana ia bisa menjalankan konsep spiritual company di perusahaan, berikut wawancara dengan pria kelahiran Banyuwangi, 2 April 1961. Darimana Anda mendapatkan ins­ pirasi yang menempatkan spirit di atas strategi? Selama puluhan tahun saya berkarir, saya mengamati kunci kesuksesan perusahaanperusahaan terkemuka dunia, seperti GE dan IBM. Dari pengamatan tersebut, kesimpulan saya adalah perusahaan-perusahaan tersebut memiliki keunikan yang tidak dimiliki perusahaan lain. Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III n 15 Januari 2014 - 15 Februari 2014 25 Spiritual merupakan elemen terpenting dan menjadi roh terwujudnya kinerja luar biasa dari sebuah organisasi. Membangun spiritualitas adalah dengan membangun karakter karyawan yang berbasis spiritual. Faktor kuncinya ternyata bukan sumber kekayaan finansial atau strategi yang ampuh. Kuncinya adalah karakter. Perusahaan-perusahaan itu hebat karena memiliki orang-orang yang hebat. Mereka hebat karena memiliki karakter yang kuat dan mulia. Karakter tersebut begitu kokoh karena bersumber dari budaya perusahaan yang berakar kuat dan ditumbuh suburkan dari gene­ rasi ke generasi. Saya melihat, keunikan bangsa Indonesia yang tidak banyak dimiliki bangsa lain yaitu bangsa ini religius. Ini yang membuat saya berprinsip bahwa karakter yang kita bangun di perusahaan haruslah dilandasi dan bersumber pada nilai-nilai spiritual yang agung dan mulia Apakah spiritual tersebut sudah diadaptasi perusahaan terkemuka di dunia? Seharusnya bisa, tapi sebagian orang sekuler, karena tidak meyakini hal itu. Meskipun saya katakan juga bahwa pemikiran Stephen Covey sudah dekat dengan konsep ini. Sebenarnya de­ ngan menyebut spiritualisme sebagai suara hati. Cuma kami pertegas bahwa semua itu directornya adalah Tuhan. Kalau kita melihat apakah ada kemungkinan negara-negara lain mengadaptasi konsep ini, secara umum negara timur lebih bisa. Kalau barat cenderung memisahkan karena ini hanya dianggap sebagai mashab saja. Kalau dunia timur cenderung menggunakannya, terutama negara-negara Asia pada umumnya bisa mene­ rima konsep ini. Negara-negara barat mungkin sudah memulai tapi belum jadi mainstream. 26 Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III n 15 Januari 2014 - 15 Februari 2014 Foto : Arif Rachman Cover Story Apakah konsep spiritual ini bisa diterapkan di perusahaan manapun dengan cara yang berbeda? Bisa saja, selama ada keyakinan bahwa ini sangat penting.Akan jadi hambatan kalau kita tidak yakin. Jadi intinya keyakinan bahwa ini bisa diterapkan di perusahaan manapun. Bagaimana menjabarkan spiritual dalam bisnis operasional? Di Telkom, spiritual merupakan elemen terpenting dan menjadi roh terwujudnya kinerja luar biasa dari sebuah organisasi. Membangun spiritualitas adalah dengan membangun karakter karyawan yang berbasis spiritual. Apa yang dimaksud dengan The Telkom Way? The Telkom Way merupakan pilar ketiga penopang budaya perusahaan yang mengan­ dung tiga unsur inti 3P, yaitu Philosophy, Principle, dan Practice. Pertama adalah Philosophy Always the Best. Yaitu keyakinan dasar yang berisi filosofi dasar bagi setiap karyawan untuk menjadi insan terbaik. Filosofi ini merupakan sebuah spirit dasar untuk selalu memberikan yang terbaik dalam setiap pekerjaan yang kita lakukan. Kedua adalah Principles to be the Star, yaitu nilai-nilai inti yang berisi prinsip-prinsip dasar untuk menjadi insan bintang. Nilainilai inti ini merupakan panduan dasar yang Profile Apa Kata Mereka? membentuk pola pikir dan pola perilaku karyawan dalam membangun dan mengembangkan diri menjadi insan bintang. Dan ketiga adalah Practices to be the Winner, yaitu standar perilaku yang berisi praktik-praktik luhur untuk menjadi insan pemenang. Berdasarkan prinsip spiritual tersebut, bagaimana program kepemimpinan dikembangkan di Telkom? Seorang pemimpin tak cukup hanya Lead by Heart melalui olah ruh dan rasa, tapi juga harus Manage by Head dengan melakukan olah rasio dan raga. Ada tiga level yang harus dijalankan, yaitu Corporate Strategy, Business Strategy, dan Functional Strategy. Corporate Strategy adalah pengelolaan strategi di tingkat korporat, Business Strategy adalah pengelolaan strategi di tingkat bisnis, dan Functional Strategy adalah pengelolaan strategi di tingkat fungsional untuk meng­atur tugas dan aktivitas berbagai fungsi yang ada dalam organisasi. Seperti apakah perilaku dari jajaran pemimpin perusahaan? The Leadership Architecture me­ ngandung tiga unsur inti yang saya sebut 3P yaitu Philosophy, Principle, dan Practice. Pertama, Leadership Philosophy to be the Best adalah keyakinan dasar yang berisi filosofi-filosofi dasar bagi setiap pemimpin untuk menjadi pemimpin terbaik.Keyakinan dasar ini merupakan esensi budaya perusahaan yang melandasi nilai-nilai dan perilaku setiap pemimpin di semua level organisasi dalam mencapai yang terbaik.Unsur ini terdiri dari dua keyakinan, Harmony dan Synergy. Keyakinan dasar seorang pemimpin yang harus selalu menciptakan harmoni Antara Heart dan Head, dan menciptakan sinergi Antara Spirit dan Strategy. Kedua adalah Leadership Prin­ ciples to be the Star yaitu nilai-nilai inti yang berprinsip dasar untuk menjadi pemimpin bintang. Ini mencakup dua nilai inti, Lead by Heart dan Manage by Head. Artinya dalam memimpin, pemimpin itu harus menggunakan hati, rasa, atau otak kanan. Sedangkan dalam mengelola pekerjaan ia harus menggunakan kepala, rasio atau otak kiri. Ketiga adalah Leadership Practises to be the Winner yaitu standar perilaku yang berisi praktik luhur untuk menjadi pemimpin bintang. Seorang pemimpin harus mempunyai Mega Thinking, Leader as a Father, dan Energize People. Bagaimana Anda menilai kinerja Telkom dikaitkan dengan terbentuknya karakter spiritual ini.Misalnya level produktivitas? Kemenangan itu sesuatu hal yang direncanakan, termasuk menjadi yang terbaik pun perlu direncanakan. Working Spirit untuk menjadi Always The Best merupakan interseksi antara Imagine, Focus and Action yang disingkat dengan IFA. “Imagine” bukan “Vision” dan tidak juga “mimpi”, karena imajinasi lebih hebat daripada visi dan mimpi. Kalau visi itu melihat sehingga terbatas, kalau mimpi itu tidak terbatas tapi tidak sadar sedangkan imajinasi itu tidak terbatas tapi sadar. Imajinasi menggambarkan desirability (keinginan) bukan hanya feasibility (kebiasaan). Jadi start from desirability atau start from imagi­nation lalu fokus kemudian bertindak. Hanya visi dan aksilah yang bisa mengubah dunia. Dengan visi yang besar akan menghasilkan aksi besar. l Ratri Suyani Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III n 15 Januari 2014 - 15 Februari 2014 27 ProfileStory Cover Spiritualitas work satisfaction. Hasil penelitian menunjukkan kondisi bahwa karyawan: memiliki kesempatan untuk mengalami kemajuan dalam pekerjaannya, merasa puas dengan adanya kesempatan untuk berkembang tersebut, merasa puas dengan kesempatan-kesempatan untuk meniti karir, dan merasa puas dengan dial Lux Indonesia kurang dari 1 %. iklim dan suasana kerja di perusahaanMemang spiritual company meminya. liki beberapa keuntungan sejalan de­ Elemen keempat adalah job involve­ ngan riset yang dilakukan oleh Amalia & Yunizar (diunduh tahun 2013) dimana ment. Hasil penelitian menunjukkan kondisi bahwa karyawan: sangat terlibat workplace spirituality dapat mempe­ secara pribadi dengan pekerjaannya, ngaruhi sikap dari pekerja yang bekerja merasa bahwa pekerdi perusahaan tersejaannya sangat penting but yang terdiri dari bagi eksistensi dirinya, lima elemen, seperti: dan suka terlarut Elemen pertama dalam mengerjakan yang dipengaruhi pekerjaan. spiritualitas secara Elemen terapositif adalah orga­ khir ­yang dipengaruhi nizational commit­ spiritualitas secara ment. Hasil penelipositif adalah organi­ tian menunjukkan zation-based self­ kondisi bahwa esteem (OBSE). Hasil karyawan: merasa Oleh penelitian menunjukbangga untuk berRadita D. Baskoro kan kondisi bahwa cerita kepada orang Senior Executive Firstasia Consultants karyawan: merasa lain bahwa dia merudiperhitungkan di pakan bagian dari tempat kerjanya, merasa bahwa dirinya perusahaan, perusahaan mampu meng­ adalah bagian penting dari perusahaan, inspirasi karyawan untuk melakukan merasa dipercaya oleh perusahaanyang terbaik, karyawan merasa gembira nya, merasa bahwa dirinya membuat telah memilih perusahaan tersebut perbedaan di lingkungan kerjanya, dan sebagai tempatnya bekerja, karyawan banyak membicarakan perusahaan tem- merasa bahwa di perusahaannya dia patnya bekerja kepada teman-temannya, diberi kepercayaan. Terkait dengan hal-hal di atas, sudah karyawan bersedia menerima hampir saatnya perusahaan tidak hanya fokus semua pekerjaan yang ditugaskan kepadanya, dan karyawan sangat peduli pada visi, misi perusahaan, atau sebagai wadah untuk mengeruk keuntungan pada nasib perusahaan. saja, tetapi diharapkan juga sudah mulai Elemen kedua yang menunjukkan membangun aspek spiritualitas yang indikasi positif adalah intention to quit. pada akhirnya “ditularkan” kepada Hasil penelitian menunjukkan kondisi semua lini karyawannya. l bahwa karyawan: tidak akan mencari pekerjaan lain dalam waktu dekat, tidak berniat mencari pekerjaan lain yang lebih prospektif, dan tidak pernah atau jarang sekali berpikir untuk keluar dari Firstasia Consultants. Wisma 76 - 18th floor Jl. Letjen S. Parman Kav 76 perusahaannya. Slipi, Jakarta Barat P: 62.21.536 66 618 | Elemen ketiga adalah intrinsic F: 62.21.536 77 666 | www.firstasiaconsultants.com Terhadap Attitude Karyawan S pritualitas di sebuah perusahaan sudah mulai bertumbuhan di Indonesia dan dikabarkan akan menjadi trend di setiap perusahaan mendatang. Hal ini terbukti dari bermunculannya banyak riset me­ ngenai hal ini, yang mana akan memberikan hal positif pada karyawan yang bekerja di perusahaan tersebut. Sebutlah beberapa perusahaan di Indonesia seperti Garuda Food, dimana memiliki filosofi perusahaan mengan­dung nilainilai yang tidak hanya berbasis untuk kepentingan bisnis namun juga me­ nyentuh sisi kemanusiaan seperti perdamaian, harmonis, cinta kasih, tidak melanggar larangan agama. Sebuah perusahaan lain yang bergerak pada bidang perhiasan, Mondial Lux Indonesia, juga memiliki ritual doa pagi bersama sebelum memulai aktifitas. Menurut Chief Corp. HR & GA, Nurwanto Ota, doa harian yang ada di perusahaan kami selain untuk mengingatkan para pelaku SDM untuk selalu menerapkan nilai budaya, juga membantu mengi­ ngatkan dalam pengambilan keputusan untuk selalu mengacu pada doa harian dimana di dalam doa tersebut mengan­ dung visi dan misi perusahaan. Dan menurut beliau satu hal yang terpenting adalah segala sesuatu yang dicapai di muka bumi ini tidak dapat dicapai bila tanpa restu dari Tuhan YME. Oleh ka­ rena itu berdoalah sebelum melakukan sesuatu seperti yang diajarkan di kitab masing-masing agama. Beliau menyatakan mengelola SDM tidak seperti menyetting mesin, terkadang tingkat produktifitas tinggi namun terkadang juga rendah, oleh karena itu dengan menggunakan doa harian dapat selalu mengingatkan SDM perusahaan, hal ini pun terbukti dari turn over di PT. Mon- 28 Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III n 15 Januari 2014 - 15 Februari 2014 Profile Goenawan Loekito Karyawan & Pelanggan Sama Penting A pa yang membuat Marketing Director PT. Oracle Indonesia yang juga pemerhati bisnis IT ini tertarik di dunia HR? Alasannya sederhana. Menurutnya, mengelola karyawan dan mengelola pelanggan memiliki hubungan yang erat. Sebuah bisnis akan berjalan dengan mulus jika perusahaan tidak melupakan dua hal, orang dan pelanggan. “Saya tertarik dengan hal yang berurusan dengan customer dan berurusan dengan people. Orang melakukan bisnis harus melakukan hal itu, managing customer dan managing people,” ujar Goenawan tersenyum ramah. Menurutnya, selama ini sebagian orang masih beranggapan bahwa yang terpenting adalah bagaimana pelanggan. Namun ini dibantahkan oleh Goenawan karena mengelola orang juga sama pen­ tingnya. “Banyak juga orang-orang HR yang menjadi CEO. Karena itu HR harus mengetahui bagaimana mengelola orang, mulai dari rekrutmen, hingga mengembangkan orang. Managing people itu ada ilmunya. Kalau tidak tahu dasarnya maka akan susah karena managing people dan managing customer itu penting,” tegas pria yang sering menjadi pembicara di berbagai seminar HR. Sebagai contoh, jika seorang HR di bagian rekrutmen tidak mengerti ilmu- nya, ketika perusahaan membutuhkan karyawan baru, maka ia belum tidak bisa menyeleksi calon karyawan yang tepat dan sesuai kebutuhan perusahaan. “Bisa jadi dia memilih yang good looking atau good communication saja. Kan masih ada juga orang HR yang tidak tahu dasarnya, hanya tahu sekadar kebutuhan tapi apakah sesuai dengan keingin­an perusahaan, tidak juga,” ujarnya. Ketika sudah menentukan orangnya kemudian terjadi perubahan, bisa jadi mereka tidak mau berubah ka­ rena sudah keasyikan dengan pekerjaan mereka Ia menambahkan, masih ada sebagian orang menilai adanya korelasi antara kepintaran dengan ilmu HR atau orang-orang HR harus lulusan jurusan psikologi dan hukum. “Padahal tidak juga. Belum tentu setiap orang HR bisa me-manage people. Managing people itu tidak mudah. Ada seninya,” paparnya. l Ratri Suyani Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III n 15 Januari 2014 - 15 Februari 2014 29 Periscope Zona Nyaman Oleh Husen Suprawinata SE MM ScHK K etika suatu peluang bisnis atau karir muncul, seringkali kita terlambat dalam membuat keputusan atau bahkan terkadang tidak membuat keputusan karena kuatir akan dampak yang mungkin akan ditimbulkan oleh keputusan dan langkah-langkah yang akan kita ambil. Yang ada kemudian adalah penyesalan dan baru berpikir bahwa seharusnya kita berani mengambil kesempatan yang muncul atau ditawarkan kepada kita tersebut ketika melihat kenyataan bahwa ternyata orang lain berhasil mempergunakan peluang tersebut. Kita kerap mengatasnamakan prinsip kehatihatian dalam membuat keputusan namun coba tanyakan kepada diri kita sendiri benarkah bahwa kita memang lambat dalam membuat keputusan-keputusan bahkan untuk hal-hal yang sederhana dan memiliki resiko tidak seberapa karena prinsip kehati-hatian? Zona nyaman atau comfort zone yang kemudian sering dijadikan kambing hitam dari berbagai perilaku dan/atau sikap yang selalu untuk mencari amannya saja. “Bila anda menginginkan sesuatu yang belum pernah anda miliki, maka anda mesti mencoba hal-hal yang belum pernah anda lakukan” atau “If you want something you have never had, then you have got to do something you have never done” sering disampaikan dalam banyak seminar kewirausahaan maupun pengembangan diri. Demikian pula ungkapan terkenal “If you do what you have always done, you will get what you have always gotten” dari Anthony Robbins juga sering disampaikan yang seolah-olah hanya dengan melakukan hal-hal baru atau melakukan hal-hal secara berbeda barulah akan mudah meraih kesuksesan. Banyak himbauan senada yang mungkin sering anda dengar dan baca yang pada hakekat­ nya menyarankan anda untuk keluar dari zona nyaman anda, tetapi pertanyaannya adalah bukankah memang kita mencari kenyamanan dalam hidup kita? Seolah-olah zona nyaman merupakan sebuah 30 Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III n 15 Januari 2014 - 15 Februari 2014 istilah lain dari kemalasan, apakah memang kita mesti terus mencari tantangan-tantangan baru untuk dapat meraih kesuksesan? Apakah berada dalam zona nyaman anda merupakan sebuah hal yang mesti dihindarkan? Haruskah seseorang merasa tidak nyaman dalam zona nyaman atau merasa nyaman dengan ketidaknyamanan? Apakah memang sepanjang hidup kita harus dipenuhi dengan segala ketidaknyamanan atau bahkan kita mesti bergelut dengan berbagai perjuangan yang bahkan bukan saja tidak nyaman tetapi penuh dengan berbagai resiko sehingga tidak aman? Mari kita coba lebih memahami mengenai arti dari zona nyaman sehingga kita dapat berada pada zona nyaman yang kita inginkan dan sekaligus mencapai sasaran-sasaran yang ingin diraih. Kecuali bila memang anda adalah seorang yang kurang teliti, bekerja secara asal jadi, kurang memiliki komitmen dan beberapa perilaku dan sikap yang tidak akan menunjang kinerja dan kehidupan anda, lalu anda “merasa nyaman” dengan hal-hal tersebut, maka tentu saja nasehat untuk meninggalkan zona nyaman anda perlu dengan segera ditanggapi. Zona nyaman dapat digambarkan seperti sebuah lingkaran dimana anda hidup dan ber­ ada sekarang. Setiap hari anda cukup melakukan segala sesuatu dengan upaya minimal yang sudah merupakan hal-hal yang biasa anda lewati tanpa memerlukan perjuangan. Merasa cukup dengan apa yang sudah diraih dan melewati hari-hari dengan memilih melakukan pekerjaan dan hal-hal yang anda senangi. Tidak ada kekuatiran karena adanya stabilitas. Anda menikmati kenyamanan dengan rasa aman dan tanpa resiko. Anda menjalani kehidupan dengan ritme yang sesuai dengan yang anda inginkan sehingga tidak ada tekanan pada keseharian anda. Apakah ada yang salah dengan keadaan-keadaan tersebut? Zona nyaman seseorang tidak seharusnya disalahartikan sebagai sesuatu yang negatif. kan manfaat bersama yang bisa diciptakan lewat kolaborasi dan saling ketergantungan. Prinsip untuk saling menguntungkan atau give and take akan menciptakan hubungan yang harmonis serta memberikan manfaat jangka panjang. 3.Menambah pengetahuan dengan mempelajari sesuatu yang baru dan/atau melakukan bench­ marking atas kinerja anda. Bila misalnya anda memiliki usaha restoran, membandingkan beberapa indikator kinerja yang dapat diamati misalnya jumlah pengunjung setiap hari dan/ atau pelayanan dan fasilitas yang tersedia, bisa memberikan gambaran tentang usaha anda. Periscope Zona nyaman justeru seharusnya merupakan basis untuk mengembangkan diri kita. Memang bahwa keadaan kritis yang datang mendadak bisa sekaligus merupakan kesempatan bagi kita untuk mencoba cara-cara dan metodemetode yang belum pernah kita coba. Namun bukan berarti bahwa kita tidak boleh merasa nyaman sebab dengan terus menerus berada dalam tekanan karena berusaha untuk mencari tantangan-tantangan baru tanpa disadari akan dapat mengakibatkan kehidupan yang tidak teratur yang kemudian dapat berujung pada stress dan bahkan depresi. Di luar zona nyaman seseorang adalah zona dimana ada banyak hal-hal baru yang akan memerlukan tambahan pengetahuan dan kete­ rampilan teknis dan sosial sehingga sering juga dinamakan zona pembelajaran (learning zone). Semakin jauh dari zona nyaman seseorang, semakin diperlukan tambahan waktu, tenaga, pemikiran dan persiapan untuk dapat dengan baik melakukan hal-hal baru dan belum pernah dicoba sebelumnya. Apabila anda sudah secara progresif dapat merealisasikan tahapan-tahapan yang anda tetapkan dalam perencanaan untuk meraih sasaran-sasaran yang anda tetapkan, seharus­ nya memang anda selalu berusaha untuk berada dalam zona nyaman dan dari waktu ke waktu secara bertahap terus memperluas zona nyaman anda dengan melakukan beberapa langkah sebagai berikut: 1.Mencoba sesuatu yang baru atau melakukan hal-hal yang sudah biasa dilakukan dengan cara baru. Kekuatiran akan kegagalan adalah faktor utama mengapa seseorang tidak berani mencoba sesuatu hal baru walaupun mengetahui manfaat yang bisa didapatkan apabila berhasil melakukannya. Walaupun hanya satu jengkal langkah maju tetapi anda dapat berpijak dengan baik akan lebih baik dibandingkan sebuah lompatan yang bisa membawa anda terperosok ke dalam lubang. Lakukan cara baru secara bertahap dan terencana. 2.Berhubungan dengan orang-orang baru atau meningkatkan hubungan yang telah ada. Kualitas hubungan seringkali merupakan hal nomor kesekian dalam skala prioritas dan orang sering lebih memikirkan apa yang bisa didapatkan dari suatu hubungan dibanding­ Walaupun membandingkan diri anda dengan orang lain perlu dilakukan namun ukuran ke­ suksesan adalah sasaran-sasaran yang berhasil anda raih. 4.Jadikan kenyamanan dari keberhasilan anda merealisasikan rencana-rencana anda sebagai dasar untuk memproyeksikan pertumbuhan. Lewat afirmasi dan visualisasi dari keberhasil­ an yang akan bisa diraih anda bisa mengatasi berbagai hambatan mental yang seringkali membuat anda tidak berani mengembangkan diri dan mempergunakan seluruh potensi diri anda. Memperluas zona nyaman secara bertahap dan terencana akan dapat meningkatkan kinerja sekaligus kualitas kehidupan anda. l Penulis adalah MKI Executive Partner, LMI Director & Certified Facilitator SMI Associate Partner & Certified Coach Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III n 15 Januari 2014 - 15 Februari 2014 31 Periscope 32 Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III n 15 Januari 2014 - 15 Februari 2014 Photo Gallery Training Certified Human Resources Professional (CHRMP) Jakarta, 16 - 20 December 2013 Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III n 15 Januari 2014 - 15 Februari 2014 33 Column: Business Management Dinasti d D inasti diartikan sebagai sistim “reproduksi kekuasaan”, yang berdasarkan garis darah, kekerabatan ataupun keturunan. Sudah menjadi rahasia umum, adanya satu dinasti yang terbongkar melakukan praktek korupsi, nepotisme, tindakan negatif lain yang merugikan negara dan kepentingan masyarakat. Dinasti sepertinya penampakan cermin yang, kotor, tidak beretika dan menodai aturan sosial, termasuk melanggar kaidah agama. Benarkah? Kita harus melihatnya sebagai satu urut­an proses, sebab dan akibat. Mengapa peraturan dan perundang undangan yang ada sekarang ini, seolah menutup mata, dan membiarkan praktek dinasti itu terjadi. Kita tersadar, dan hanya menggerutu, karena selama ini hanya mengeluh, tetapi tidak ada yang menangkap aspirasi keluhan tersebut. Biarlah ini menjadi pekerjaan rumah dari para eksekutif, le­ gislatif dan judikatif untuk menata dan mereview kembali bagaimana menghasilkan “good and clean governance” dimasa mendatang. Pelajar­an yang sangat mahal, dan penuh arti dari satu proses demokrasi. Kepatutan Dinasti Ada satu cerita yang benar terjadi. Delapan puluh tahun yang lalu, seorang pemuda berusia 15 tahun, yatim piatu, tiada saudara, memutuskan untuk ikut berlayar salah satu kapal dagang dari daratan Cina. Dia tidak tahu akan menuju kemana, tekadnya hanya ingin bekerja, dimanapun dia berada, mendapatkan sesuap nasi dan menyambung hidup. Tanpa pendidikan, pengalaman, tiada orang yang dikenal, apalagi beckingan. Kapal dagang itu ternyata menuju Nusantara, belum ada Indonesia. Berlabuh di salah satu pulau, di Timur Sumatra, si pemudapun turun, dan be­ kerja sebagai buruh pelabuhan, hanya bermodalkan tenaga. Singkat cerita, dari kehidupan yang sangat rendah ini, dengan semangat belajar berdagang, menabung dan terus berjuang, berkeluarga, dan akhirnya bisa menyekolahkan anak anaknya, bahkan sampai ke negeri seberang, Jerman. Bisnis terus dijalani, satu demi satu, anaknya membuka 34 Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III n 15 Januari 2014 - 15 Februari 2014 bisnis baru, dengan dukungan sang pemuda, yang saat itu telah menjelma menjadi pedagang besar, distributor dari korporasi ternama. Jadilah satu gurita bisnis keluarga, saling mendukung satu sama lain, walaupun bisnis tak sama. Ada sesuatu yang berbeda di sini. Setiap hari minggu, sang ketua dinasti, selalu mengundang anak cucunya, bersama dalam doa, cinta, dan kasih sayang ke­luarga, saling bercerita dan mengingatkan satu sama lain, untuk tetap bersatu, dalam semua bisnis yang dikelola dengan kejujuran, bersama tanpa melanggar peraturan, dan ber­ derma untuk mengingatkan masa sulit mereka dulu kala. Berkumpul di rumah sang founder dinasti adalah ritual keluarga, penting untuk menjaga semua bisnis dengan rukun, cinta dan sayang satu sama lain, menjauhi bisnis yang merugikan negara ataupun masyarakat, sesuai arahan dari sang ketua dinasti. Tidak mengherankan, pada saat sang founder dinasti ini meninggal dunia, beberapa hari sebelum tahun baru 2014, deretan bunga berkabung datang dari hampir semua bank besar, perusahaan rekanan, pejabat, baik partner sang founder, maupun rekan dari anak anak yang telah menjelma menjadi pengusaha yang diperhitungkan di negeri ini. Suatu paradox kehidupan, dibandingkan masa lalu saat sang founder masih pemuda sederhana. Dinasti yang patut diacungi jempol, bukan dipatut patutkan. kepatutan dinasti adalah reproduksi kekuasaan melalui hati, penuh kejujuran dan takut melakukan pelanggaran, baik melanggar aturan pemerintah, masyarakat, apalagi aturan Illahi. Di dalam satu dinasti, berkumpul berbagai jenis kor­ porasi. Di dalam korporasi, bekerja para individu ataupun para talents. Andai dinasti adalah dinasti yang baik, jujur dan tidak menyalahi aturan, maka pemilik, CEO, dan ketua dinasti, telah menunjukkan bukan hanya kemampuan dirinya, tetapi lebih penting lagi adalah mengendalikan para SDM-nya. Artinya, kesuksesan dinasti, adalah juga kesuksesan para karyawan, talents, mengikuti irama yang benar, sesuai arahan pimpinan dinasti. Oleh : Drs. Eddie Priyono. MM dan Hati Kembali ke Jatidiri Satu korporasi berproses melalui ba­ nyak aturan, strategi dan kepentingan, dari waktu ke waktu. Yang menjadi persoalan, benarkah korporasi tetap di jalur yang benar, jujur, bermanfaat bagi cus­ tomer, masyarakat, dan negaranya?. IQ, EQ dari para talents boleh sehebat apapun, skill memenuhi standard, namun kembali ke pertanyaan yang hakiki, seberapa tinggi spiritual, moral dan etika para ta­ lents-nya?. Korporasi boleh menjadi sangat besar, tetapi akan sangat rapuh tanpa memperhatikan faktor spiritual. Masing-masing talents adalah individu yang memiliki ego ma­sing masing. Ary Ginanjar Agustian, dalam bukunya ESQ Emotional Spiritual Quotient terbitan Juni 2010 hal 310, menyebutkan antara lain : Ego cen­derung mengambil jalan pintas untuk mencapai keberhasilan, dan menciptakan landasan yang rapuh dan berbahaya dimasa datang. Keberhasilan yang diraih karena ego, akan mengganggu keseimbangan tatanan alam dan tatanan sosial, dan bisa mengarah pada kerusakan”. Si individu yang berhasil melalui egonya, bisa saja merasa benar, tetapi belum tentu benar untuk orang lain, dan seandainya itu terjadi, maka sudah ada ketidak seimbangan di internal. Dan lambat laun akan membahayakan keutuhan, kekompak­ an. Pendalaman tentang kebenaran, kejujuran, menuntun seorang talents hanya akan berbuat yang benar, takut kepada aturan korporasi, hukum negara, dan lebih penting lagi hukum Tuhan, untuk menjauhi dosa. Tugas CEO adalah me-manage korporasi, mengendalikan, mengontrol asset yang berupa mesin dan yang lainnya, dipadukan dengan asset manusia sebagai sumber daya yang menjalankan semua sarana korporasi. Tetapi apa yang ada di dalam pikiran, hati dan kemauan SDM, tidak bisa diprediksi sang CEO. Dan inilah tugas berat seorang CEO, membina, memfasilitasi agar bekerja dengan ‘hati’, memuaskan customer, tercapainya misi korporasi, dan membahagiakan insan di da- lamnya, yang telah menjalankan tugas dengan hati bersih, jujur, dalam koridor kebenaran, dan dijalan Tuhan. Tanpa korupsi, nepotisme, dan hal yang me­ rugikan pihak lain. Dalam suatu persiapan pendirian korporasi baru, tim konsultan, dewan direksi dan dewan komisaris, memberikan presentasi tentang visi, missi, values, sampai, strategi manajemen kepada owner. Betapa terkesima anggota tim ini, saat sang owner mengajukan usulan penambahan point dalam visi dan misi. Katanya : saya mau ditambahkan di dalam alinea terakir visi itu, “kami melakukan kegiatan usaha ini, sebagai bagian dari ibadah kami ”. Ibadah? Setiap aktifitas usaha harus dilaksanakan sebagai bagian dari ibadah, jauh dari dosa, dengan konsekwensi pertanggungan jawab dunia dan akhirat. Menakjubkan! Sudah saatnya para pemilik dinasti merevisi dan instropeksi diri mereka, sementara sang pemuda dari daratan Cina telah beristirahat dengan tenang. Marilah kita jalankan segala aktifitas, dengan keyakinan menjalankan ibadah, jauh dari dosa, korupsi, hanyalah keyakin­ an kebenaran dan kejujuran, untuk kemakmuran dan kemaslahatan masyarakat. Semoga. l Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III n Penulis adalah Penasehat Lembaga Pusat Studi dan Komunikasi Pemerintahan (PUSKOPEM), Direktur PT. Victory Jaya Perkasa dan pendiri Yayasan Quantum Galaxi 15 Januari 2014 - 15 Februari 2014 35 Column: Leadership Series Leader is to Build The (Setiap Pemimpin harus mampu B elajar dari fenomena alam sekitar, dapat diamati bahwa semua yang beraktifitas di dunia, memiliki ‘Jiwa’. Apa esensi jiwa pada dasarnya? Apa peran Jiwa pada manusia atau semua makhluk hidup? Perlu dipahami, bahwa beberapa aspek pen­ ting yang ada pada jiwa setiap makhluk hidup ialah: karakter, semangat/spirit, dan emosi. Ketiga aspek ini sering juga disebut sebagai person­ ality atau kepribadian. Keberhasilan seseorang dalam membina karier sangat bergantung pada kualitas ketiga aspek tersebut atau kepribadiannya. Mengapa? Apa output atau dampak dari kepribadian seseorang? Dampaknya ialah perilaku atau perbuatan. Demikian pula sebuah perusahaan, memiliki ‘Jiwa’ atau karakter. Keberhasilan setiap per­ usahaan akan sangat bergantung pada kualitas karak­ter perusahaan. Aspek yang terkandung pada jiwa perusahaan ialah sama dengan aspek yang ada pada manusia. Betapa tidak, bahwa per­ usahaan digerakkan oleh sekumpulan manusia yang berada pada struktur organisasi. Karakter perusahaan terbentuk atau ditentukan oleh kepribadian/karaktersekumpulan manusia yang berada dalam naungan organisasi tersebut. Bila mayoritas karakter dari kumpulan manusia tersebut memiliki mentalitas disiplin, maka akan menghasilkan perilaku organisasi yang disiplin. Demikian pula bila kumpulan manusia tersebut memiliki mentalitas ‘mencuri’, maka perilaku organisasi juga akan senantiasa bertindak mencuri. Sangat penting bagi perusahaan untuk memiliki jiwa atau karakter yang sesuai dengan bidang usahanya. Elemen/jenis karakter pada seseorang akan sama pada perusahaan. Beberapa contoh karakter positif, antara lain: integritas/etika kerja, keinginan untuk berprestasi, kerja keras, semangat 36 Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III n 15 Januari 2014 - 15 Februari 2014 kerja tinggi, melayani, memiliki kepercayaan dan prinsip kerja yang positif, dan banyak lagi lainnya. Sedangkan beberapa contoh elemen karakter negatif, ialah: Ingin hidup mewah dan enak tanpa harus bekerja keras, tidak jujur, malas kerja, ingin dilayani, dan sebagainya. Setiap organisasi terdiri darikaryawan de­ ngan berbagai bentuk kepribadian/karakter. Me­ reka memiliki karakter yang berbeda satu sama lain. Sekumpulan karyawan bisa memiliki keah­ lian atau skill yang sama, namun kepribadiannya berbeda atau kadang kala jauh berbeda. Organi­ sasi akan berisi sekumpulan karyawan yang masing-masing memiliki keahlian tertentu, dan direkrut dengan maksud agar seluruh keahlian tersebut dapat saling melengkapi satu sama lain dan terjadi sinergi. Kinerja dan produktifitas perusahaan akan tinggi bila terjadi sinergi kerja yang kuat. Untuk itu, jajaran manajemen memegang peran dan tanggung jawab penuh untuk menciptakan tim kerja yang mampu bekerja sama dengan erat. Membangun organisasi yang mampu secara konsisten bekerja dengan sinergi penuh, harus melalui berbagai proses. Diperlukan kemampuan managerial dan leadership yang kuat untuk bisa membentuk organisasi yang produktif. Sangat kritikal bagi setiap organisasi untuk mampu membentuk karakter dan spirit kerja perusahaan yang tinggi. Siapa yang paling bertanggung jawab dan seharusnya berperan untuk membentuk karakter perusahaan? Jawaban yang pasti ialah manajemen yang terdiri dari top management atau direksi hingga jajaran mana­ ger paling depan. Membentuk karakter perusahaan adalah bukan pekerjaan mudah. Oleh karena itu, sangat penting untuk merekruit eksekutif yang memiliki kompetensi management dan leadership yang kuat, atau sering disebut sebagai ‘soft skill’. Oleh : Brata Taruna Hardjosubroto e Soul of Corporation Menciptakan ‘Jiwa’ Perusahaan) Gambar di bawah menunjukkan beberapa aspek esensial yang perlu dikembangkan oleh manajemen untuk membentuk karakter perusahaan. Berawal dari Basic Beliefs, seluruh karyawan dalam satu organisasi harus memiliki beliefs yang kuat atas beberapa hal. Misalkan, belief bahwa sukses perusahaan hanya akan berhasil bila seluruh tim kerja memberikan layanan prima. Dengan beliefs yang kuat, maka akan timbul prinsip yang sangat diyakini oleh setiap individu yang ada dalam organisasi tersebut. Proses hingga terjadinya kondisi dimana seluruh karyawan memiliki beliefs dan prinsip yang kuat atas beberapa hal penting bagi pertumbuhan perusahaan, harus dibangun oleh jajaran manajemen. Basic beliefs dan principles adalah merupakan bagian dari karakter perusahaan. Dengan bimbingan dan arah bisnis yang kuat dari manajemen, akan terbentuk mind-set dan paradigma yang sesuai dengan arah pertumbuh­ an perusahaan. Mindset yang terbentuk pada karyawan akan berimbas pada perilaku seharihari, yang kemudian membentuk budaya perusahaan. Kondisi kerja yang terjadi pada butir 1 hingga 3 adalah merupakan proses pembentukan karakter atau ‘jiwa’ perusahaan. Butir keempat atau motivasi merupakan aspek yang sangat esensial dan senantiasa berubah secara dinamis setiap saat. Banyak kegiatan atau program yang harus diselenggarakan untuk mempertahankan atau meningkatkan motivasi kerja seluruh karyawan. Pimpinan harus mampu untuk membangun perspektif dan kredibilitas yang kuat, sehingga terjadi trust yang kuat dari seluruh karyawan. Setiap komunikasi yang diba­ ngun oleh pimpin­an harus mampu membangkitkan inspirasi yang positif pada kar­ yawan. Role model harus dapat dibentuk oleh jajaran pimpinan. Beberapa bentuk role model ialah seperti perilaku disiplin, fair/ objective, jujur, dan sebagainya. Karya­ wan akan sangat menghargai dan termotivasi terhadap pimpinan yang bertindak sebagai role model. Segala tindak­an atau perilaku pimpinan akan menjadi acuan karyawan, bukan sekedar ucapan. Seluruh perilaku dan tindakan yang positif dari jajaran pimpinan, merupakan proses pembentukan karakter perusahaan yang akan banyak memberi pengaruh pada spirit kerja karyawan, motivasi dan hubungan kerja vertical/horizontal. Kondisi ini juga disebut sebagai proses pembentukan ‘jiwa’ perusahaan. l Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III n Penulis adalah mantan Eksekutif IBM & Indosat Group, sekarang berprofesi sebagai Executive Coach dan Practice Leader MKI Corporate University. 15 Januari 2014 - 15 Februari 2014 37 Column : Success Motivation Oleh : Gani Gunawan Djong, ICM, ICC The Spirituality of Success M emasuki yang tahun baru, selalu ada resolusi baru, dan umumnya setiap pribadi, keluarga maupun organisasi pasti ingin mencapai “kesuksesan” yang lebih dibandingkan dengan apa yang telah dicapainya pada tahun sebelumnya. Namun demikian pertanyaan penting yang telah menjadi perdebatan selama ini adalah “Apakah sukses itu?“. Sebagian besar orang menganggap sukses adalah sebagai akumulasi dari uang atau harta yang akan dapat memberikan ketentraman dan kenyamanan dalam kehidupan mereka. Di lain pihak ada orang lain menganggap sukses adalah ketika mereka bisa memiliki karir atau jabatan yang terus menanjak. Itulah sebabnya semua orang senantiasa bersaing untuk mencapai kesuksesan mereka masingmasing, sehingga sukses seseorang akan menjadi ancaman bagi yang lainnya. Hal ini tentunya merupakan sesuatu “keegoisan” karena masing-masing orang ingin mencapai ke­suksesan dengan mengorbankan orang-orang disekitarnya. Kita juga sering melihat banyak diantara orang-orang yang sukses dengan cara demikian ternyata juga harus mengorbankan diri mereka sendiri dari aspek kehidupan lainnya misalnya dalam aspek keluarga dan juga kesehatannya. Lantas kalau begitu bagaimana “kesuksesan” yang langgeng itu? Apakah “sukses” yang otentik itu? Seseorang akan menjadi pribadi yang utuh jika dia memiliki “kehidup­ an yang seimbang” dalam berbagai aspek kehidup­annya, yang umumnya terdiri dari 6 aspek kehidup­an yakni ; ka­ rir/keuangan, keluarga/rumah tangga, ke­sehatan/fisik, mental/pendidikan, sosial/budaya serta etika/spiritual. Oleh karena itulah untuk mengukur kesuksesan itu juga harus dilakukan secara utuh yakni melalui ke enam aspek kehidupan seseorang. Diantara ke enam aspek di atas, maka aspek spiritual adalah yang pa­ling tidak berwujud dan pa­ ling sulit untuk digapai, karena sebagian besar manusia lebih suka mengukur keberhasil­an yang bersifat fisik saja, padahal konsep Sukses yang otentik dan langgeng adalah jika kita ingin mencapai ke­suksesan secara lahir­iah, maka kita harus mencapai kesuksesan secara batiniah dahulu, inilah yang disebut sebagai kesuksesan spiritual. 38 Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III n Dalam sebuah wawancara dengan putera seorang artis kondang di negeri ini yang mengalami musibah kecelakan maut, sang anak remaja ini diminta pendapatnya tentang bagaimana dampak yang dihadapinya paska kejadian tersebut? Ada yang beberapa pendapat menarik yang disampaikan, misalnya dia mengatakan justru ditengah kesulitan yang dialaminya dia sekarang bisa membedakan mana teman yang baik dan sejati yang terus mendukungnya. Juga ternyata keluarga adalah yang paling terutama dan segalagalanya bagi dia. Dan yang paling menarik ketika dia di­ tanyakan apakah perubahan terbesar yang dialaminya, dia mengatakan perubahan “batiniah”. Suatu pendapat yang luar biasa. Karena kita tahu anak tersebut mungkin selama ini telah mendapatkan segala-galanya dari aspek lahiriah, namun ternyata hal tersebut saja tidak cukup. Sukses yang langgeng juga tidak dicapai sendirian dan bukan demi seseorang saja, karena orang-orang yang sukses adalah mereka yang menjadi kontributor yang pa­ling dermawan dalam upaya-upaya untuk menghapuskan penderitaan umat manusia. Dan ternyata semakin mereka membagi-bagikan kekayaaan mereka, justru semakin banyak uang dan harta yang mengalir kepada mereka dan membuatnya bertambah sukses. Mereka adalah orang-orang yang bisa mengendalikan egonya, dan mereka bukan hanya sekedar melakukan “perbuatan” namun mereka menyadari akan “keberadaan” mereka didunia ini untuk membantu orang lain mencapai potensi sepenuhnya melalui bakat, talenta, pengalaman dan kekayaan yang telah diberikan kepada mereka oleh sang Pencipta. Mari kita masuki tahun 2014 dengan menjadikan priba­ di yang bukan hanya mencapai kesuksesan secara Fisik dan Mental, namun juga mencapai kesuksesan spiritual, dengan menyadari akan potensi-potensi apa saja yang telah diberikan oleh sang pencipta yang dapat kita berikan untuk orang-orang disekitar kita untuk meraih keberhasilan, sehingga sukses yang kita raih adalah bersifat langgeng, otentik dan membanggakan. Gani Gunawan Djong, Icm, Icc, Lmi/Smi, Senior Director 15 Januari 2014 - 15 Februari 2014 Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III n 15 Januari 2014 - 15 Februari 2014 39 Dapatkan Bundel Eksklusif HC Journal MKI Corporate University Rp Achieving Human Capital Excellence 35On0gk.o0s K0ir0im Bundel 1 Human Capital Journal Tahun 2011-2012 (12 Edisi) Bundel 2 Human Capital Journal Tahun 2012-2013 (12 Edisi) + Tema yang dibahas dalam bundel eksklusif ini: www.humancapitaljournal.com Hubungi: Andedes. Hadi, Iin, Purwanti, Dedeh (021) Setiap perusahaan harus memilikinya sebagai referensi ilmu sumberdaya manusia yang sangat kaya. Bisa juga menjadi perfect gift untuk para relasi. 40 Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III n 5790 3840 1. Strategic Performance Management 2. Learning Organization : Konsep & Implementasi 3. Selamat Datang Era Knowledge Management 4. Leadership Development Challenges 5. The War for Talent 6. Strength Based Human Capital Management 7. Strategic HR Planning 8. Outsourcing, Illegal? 9. Salary Survey 2012 10. Strategi Rekrutmen 2012 11. Trend in Human Resources Information System 12. Training Evaluation Menara Kadin Indonesia 24th Floor. Jl. HR. Rasuna Said X-5 Kav. 2-3, Jakarta 12950, Indonesia. Fax. : (62-21) 527 4443 Email : [email protected] 15 Januari 2014 - 15 Februari 2014 F o rmu l ir B er l angganan Mohon diisi dengan huruf cetak HumanCapital Kepada Yth. Bagian Sirkulasi HUMAN CAPITAL JOURNAL Menara Kadin Indonesia 24th Floor. Jl. HR. Rasuna Said X-5 Kav. 2-3, Jakarta 12950 Achieving Human Capital Excellence Ya, kami ingin berlangganan e- Magazine HUMAN CAPITAL JOURNAL : Alamat pengiriman ( Nama Jabatan Alamat Nama Alamat : : : Kota : Kode Pos : Nomor Telpon : Hand Phone : Facsimile : E-mail : Berlangganan mulai Edisi No : 3 bulan Rp. 75.000,- 1 tahun Rp. 300.000,- 6 bulan Rp. 150.000,2 tahun Rp. 550.000,- Journal sama dengan alamat di atas ) : : Kota : Kode Pos : Pembayaran Transfer ke Bank Mega Cabang Rasuna Said, Jakarta Rek. No. 010 2000 1100 3221 a/n PT Menara Kadin Indonesia Beri tAnda X pada kotak yang disediakan. Nilai yang ditransfer ditambah dengan ongkos kirim. n Setelah formulir ini diisi, harap di Fax atau email balik beserta bukti pembayarannya ke : Bagian Sirkulasi dan Pemasaran HUMAN CAPITAL JOURNAL, Menara Kadin Indonesia 24th Floor. Jl. HR. Rasuna Said X-5 Kav. 2-3, Jakarta 12950, Indonesia Phone : (62-21) 5790 3840. Fax. : (62-21) 527 4443. Email : [email protected], [email protected] www.pt-mki.co.id. www.humancapitaljournal.com n Harga langganan tidak termasuk ongkos kirim per eksemplar (Jakarta Rp. 8.000,Luar Jakarta sesuai tarif yang berlaku di TIKI/JNE) Contoh : Ongkos kirim berlangganan untuk 3 bulan di Jakarta = 3 x Rp. 8.000,- /ekp = Rp. 24.000,- Jumlah yang ditransfer : Rp. 75.000 + Rp. 24.000 = Rp. 99.000,- PT Menara Kadin Indonesia > Learning > Consulting > Assessment Center > Research > HC Journal M enyediakan jasa Assessment Center untuk menda­ pat­­kan kandidat terbaik menggunakan beragam metode ter­baik di dunia. Laporan yang dihasilkan memuat informa­si ten­­tang potensi dan kompetensi kandidat untuk menduduki ja­batan saat ini ataupun sebuah ja­ bat­an lebih tinggi di ma­sa depan. Laporan juga memuat area pengembangan yang di­perlukan bagi setiap kandidat. Jasa Assessment Center ini dilaksanakan oleh tenagatenaga asesor berpengalaman. Bukan hanya berpenga­lam­ an sebagai asesor, tetapi juga memiliki pengalaman panjang dalam posisi manajerial dan eksekutif. Hasil Assess­ment Center ini akan menghasilkan orang yang tepat pada tempat yang tepat dan waktu yang tepat (the right man in the right place at the right time). Hubungi kami untuk layanan terbaik bagi keperhasilan organisasi Anda: Gedung Menara Kadin Lantai 24 Jl. HR Rasuna Said, Jakarta Fax. (021) 5274443 Email: [email protected] Contact Person: Mrs. Dedeh, Mrs. Iin, Ms. Anti, Mr. Hadi Telp. 021 5790 3840 Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III n 15 Januari 2014 - 15 Februari 2014 41 Syahmuharnis Winny, Agus M. Winny, Nandar Strategic Competency Profiling Career Development Management Comprehensive Assessment Center Certification Training Identification dan Evaluation Basic HR Management (HR for Beginner) Effective Personal Productivity Dynamics of Personal Goal Setting 33 Syahmuharnis, Agus Mauludi 2 Syahmuharnis, Husen Suprawinata Brata T. H Brata T. H Brata T. H Ritha J. Nainggolan Ritha, Galatia Ritha J. Nainggolan Ritha J. Nainggolan Susi Muchtar Syahmuharnis. 2 2 2 4 3 2 2 2 3 2 2 2 Abah Rama, Syahmuharnis, dan Rum Data Mutiara Syahmuharnis 2 2 2 2 2 2 Syahmuharnis, Dasmito Syahmuharnis Syahmuharnis Syahmuharnis Rum D Mutiara dan Sapta Putra Y Sapta Putra Y dan Rum D Mutiara 3 1 2 2 3 2 2 2 3 2 4 5 5 Days 4.000.000 3.000.000 3.250.000 6.000.000 4.500.000 4.000.000 3.250.000 3.250.000 4.500.000 4.000.000 4.000.000 3.000.000 4.000.000 3.000.000 4.000.000 3.000.000 3.000.000 3.500.000 3.000.000 5.000.000 2.000.000 2.750.000 3.000.000 5.500.000 3.000.000 3.000.000 3.000.000 4.500.000 3.000.000 6.000.000 6.000.000 12.000.000 Fee 22 - 24 5-6 19 - 20 19 - 20 21 - 22 22 - 23 23 - 24 17 - 18 22 - 23 28 - 30 25 - 26 26 - 28 16-17 10 - 11 25 - 26 12 - 13 5-6 24 - 25 19 - 20 6-8 21 - 24 8 -9 13 - 14 11 - 13 14-15 23 - 25 23 - 24 10 - 11 3-4 8-9 10 - 11 17 - 18 26 - 27 13 - 14 6-7 11 - 12 23 - 24 19 11 - 12 12 - 13 6-8 22 17 - 18 28 - 29 24 3-4 25 - 27 23 - 24 26 - 27 23 - 25 17 - 18 9 - 13 9 - 13 7-8 23 - 25 21 - 22 23 - 24 10 - 11 3-4 21 - 22 8 - 10 24 2-3 7-8 15 - 16 8 - 11 14 - 18 14 - 18 Jul 2014 Jun 18 - 19 24 - 25 4-6 20 6-7 10 - 11 25 - 26 17 - 18 27 - 28 20 - 21 13 - 14 9-10 10 - 11 6-7 24 - 25 20 29 - 30 27 - 28 22 6-7 2-3 8-9 4-5 21 - 22 20 - 21 6-9 5-9 5-9 May 4-5 26 - 28 21 - 23 22 - 23 7 - 11 7 - 11 Apr 6-7 24 - 25 27 - 28 3-4 18 - 19 24 - 26 18 - 19 10 - 14 21 - 22 10 - 14 20 - 24 10 - 14 11 - 14 10 - 14 20 - 24 Mar 6-9 Peb Jan Syahmuharnis, Husen Suprawinata 3 6.000.000 Pendaftaran : Ms. Iin / Dedeh / Purwanti / Hadi. Tel. (021) 26 - 28 Sept 22 - 23 8-9 15 - 16 25 - 26 11 - 12 4-5 11 - 12 23 - 24 29 - 30 9 - 11 25 3-4 4-5 25 - 26 16 - 17 9 - 12 15 - 19 15 - 19 Oct 28 - 30 21 - 22 27 - 28 20 - 23 13 - 14 29 - 31 30 - 31 16 - 17 9 - 10 27 - 28 23 7-8 22 - 24 27 - 28 27 - 29 21 - 22 13 - 17 13 - 17 Nov 4-6 3-4 18 - 19 20 - 21 18 - 19 17 - 18 27 - 28 13 - 14 10 - 11 6-7 10 - 11 24 - 25 4-6 20 4-5 3-4 18 - 19 11 - 14 10 - 14 10 - 14 Dec 16 - 18 9 - 10 8-9 2-3 8 - 10 10 - 11 11 - 12 4-5 2-3 22 - 23 18 2-3 22 - 23 15 - 17 16 - 17 15 - 19 15 - 19 5790 3840 | Fax. (021) 527 4443 | Email: [email protected] 24 - 26 19 - 20 5-7 4-5 20 - 21 18 - 19 28 - 29 14 - 15 12 - 13 7-8 25 - 26 21 5-6 25 - 26 25 - 27 19 - 20 11 - 15 11 - 15 Aug Agenda 2014 2014 Agenda 2014 Leadership Development Program 32 Marketing Intellegence 27 31 Fraud Audit 26 Effective Supervisory Management Program Compliance and Risk Management 25 30 Finance for Non Finance 24 Accounting for Non Accounting Employee Engagement 23 Management Development Program (Soft skill Managerial), Star Program Customer Engagement 22 28 Strength Based Human Capital Management (Human Sigma Approach) 21 29 Individual Performance Management with Balanced Scorecard Performance Audit (Pertama di Indonesia) 19 20 Workload Analysis and Comprehensive Strategic Man Power Planning Strategic Management 17 HR Bussines Partner 16 18 HR for Non HR Manager HR Audit 14 15 Januari 2014 - 15 Februari 2014 15 Yunisas, Agus M, dan Winny W Syahmuharnis, Dasmito Syahmuharnis, Dasmito, Eddie P Junisas Winny, Agus M. Mendesain Kurikulum Berbasis Kompetensi How To Design MT Program Rum D Mutiara Compensation & Benefit System Rum D Mutiara, Winny Tim MKI Human Resources Professional (HRMP) Competency Based Job Analysis & Job Evaluation Tim MKI Certified Human Resources Professional (CHRP untuk Alumni Program HRMP) Facilitator Tim MKI Training > Learning > Consulting > Assessment Center > Research > HC Journal PT Menara Kadin Indonesia Certified Human Resources Professional (CHRP) Talent Management n 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 No 42 Human Capital Journal n No. 31 n Tahun III