L Hakim dkk Efek vitamin C megadosis pada serum dan jaringan kulit marmot Artikel Asli MEGADOSIS VITAMIN C INTRAPERITONEAL MENINGKATKAN RADIKAL BEBAS DAN MENURUNKAN SOD SERUM DAN JARINGAN KULIT MARMOT Lukman Hakim, Herwinda Brahmanti, Arif Widiatmoko Departemen IK Kulit dan Kelamin FK Universitas Brawijaya/RSUP dr. Sjaiful Anwar Malang ABSTRAK Vitamin C IV dosis tinggi sering digunakan di praktekdokter maupun klinik kecantikan. Pengobatan tersebut belum didukung oleh bukti penelitian. Vitamin C dosis tinggi bersifat pro-oksidan yang menimbulkan kerusakan jaringan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efek vitamin C intraperitoneal terhadap kadar MDA dan SOD pada serum dan jaringan kulit marmot. Metode yang digunakan adalah penelitian eksperimental rancangan acak pada marmot yang diberi injeksi vitamin C intraperitonealdengan dosis 0,01, 0,1 dan 1 mg/g selama 3 hari berturut-turut. Pengukuran SOD dan MDA dilakukan dengan kolorimetri. Hasil yang diperoleh kadar SOD serum pada evaluasi 24, 48 dan 72 jam setelah injeksi vitamin C dosis 0,01, 0,1dan 1 mg/g berbeda bermakna (p=0,048, p=0,001, p=0,056). Kadar SOD jaringan memperlihatkan perbedaan bermakna setelah injeksi vitamin C 0,01, 0,1 dan 1 mg/g pada evaluasi 48 (p=0,000) dan 72 jam (p=0,033). Kadar SOD menurun pada dosis 1 mg/g baik pada serum maupun jaringan. Kadar MDA serum setelah injeksi vitamin C dosis 0,01, 0,1dan 1 mg/gmeningkat bermakna pada evaluasi 48 (p=0,011) dan 72 jam (p=0,002), Kesimpulannya adalah vitamin C dosis tinggi intraperitoneal pada marmot, meningkatkan MDA dan menurunkan SOD, sehingga harus berhati-hati bila diterapkan pada manusia. (MDVI 2012; 39/4:151-157) Kata kunci: Vitamin C, MDA, SOD, marmot ABSTRACT The use of intravenous vitamin C widely spread at private clinics and beauty parlors. However, there was insufficient evidence to support it. Vitamin C is an antioxidant but the high dosage would cause prooxidant effect which in return will damage the tissues. To know the effect of intraperitoneal vitamin C towards MDA and SOD in the serum and skin tissues of the Guinea pig. Experimental random research on guinea pigs using vitamin C intraperitoneally dosage of 0,01, 0,1 and 1 mg/g for three consequting days. The level of SOD and MDA was measured by colorimetry. SOD serum level at 24, 48 and 72 hours after injections of vitamin C 0,01, 0,1and 1 mg/g showed significant differences (p=0,048, p=0,001, p=0,056 consecutively). The SOD level at the skin tissues showed significant decreased in 48 hours (p=0,000) and 72 hours after injection (p=0,033). MDA serum showed a significant increased after the 48 hours (p=0,011) and 72 hours (p=0,002) and MDA tissue showed signicant increased at 72 hours (p=0,038). The dosage of vitamin C 0,1 mg/gintraperitoneallyonGuinea pig resulting inthe higher rate of increased of MDA and decreased of SOD that worsen the effect. (MDVI 2012; 39/4:151-157) Key words: Vitamin C, MDA, SOD, guinea pig Korespondensi: Jl. Jaksa Agung Suprapto No.2-Malang Telp.0341-340391 Email: [email protected] 151 MDVI PENDAHULUAN Vitamin C atau asam askorbat(AA) telah digunakan secara luas sebagai salah satu terapi peremajaan kulit, baik secara topikal maupun peroral. Demikian juga injeksi vitamin C intravena (IV) dosis tinggi telah digunakan secara luas oleh dokter spesialis kulit, ahli kecantikan maupun dokter umum untuk memperoleh penampilan kulit yang lebih cerah dan bebas keriput secara cepat.1Namun sayangnya bukti empiris berdasarkan penelitian yang mendasari penggunaan injeksi vitamin C dosis tinggi untuk terapi penuaan belum tersedia. Data penelitian menunjukkan bahwa injeksi vitamin C dosis tinggi banyak digunakan sebagai terapi pada penyakit keganasan.2-3 Pada individu sehat, rerata kebutuhan vitamin C yang direkomendasikan United State Recommended Dietary Allowance (USRDA) untuk dewasa adalah 90 mg per hari dan 75 mg per hari untuk perempuan. Dosis maksimal yang masih dapat ditolerir adalah 2000 mg peroral / per hari.2 Pemberian vitamin C yang melebihi dosis kebutuhan seharihari dapat menyebabkan gangguan pencernaan (mual, muntah, diare), flushing, sakit kepala, kelelahan, gangguan tidur, skin rash dan kerusakan ginjal.3 Vitamin C memberikan keuntungan bagi kulit melalui dua cara, yaitu sebagai antioksidan dan kofaktor dalam sintesis kolagen. Fungsi fisiologis vitamin C sebagian besar ditentukan oleh kemampuan oksidasi dan reduksi. L-ascorbic acid merupakan kofaktor enzim hidroksilase dan monooksidase yang terlibat pada proses sintesis kolagen saat modifikasi pasca translasi di endotelial retikulum (ER).4 Vitamin C juga antioksidan yang efektif untuk proteksi sel dari pengaruh reactive oxygen species (ROS). Di sisi lain, beberapa penelitian in vitro menunjukkan bahwa vitamin C juga bersifat prooksidan yang menginduksi kematian sel. Vitamin C dapat mengalami oksidasi bergantung pada pH dan ion logam misalnya Fe dan Cu.5 Pada pH yang fisiologis askorbat dapat mengalami transisi autoksidasi katalisasi logam untuk membentuk H2O2 dan dehydroascorbate (DHA).Vitamin C juga dapat menghasilkan radikal bebas melalui autooksidasi DHA. Pelepasan radikal hidroksil pada pH fisiologis diperantarai oleh ascorbatedriven reaksi Fenton, yaitu anion askorbil (AH) atau radikal askorbil (AH-) akan mengurangi ions Fe atau Cu sehingga menghasilkan radikal hidroksil yang reaktif (OH’).6-10 Pada tahun 1950 Patterson menunjukkan bahwa DHA dapat bersifat diabetogenik pada tikus bila disuntik dengan dosis tinggi (1,1 g/kg).11 Dosis tunggal dapat menyebabkan hiperglikemi, dan injeksi berulang dapat menyebabkan diabetes yang menetap. Vitamin C disebutkan tidak mempunyai efek tersebut, namun demikian Meglasson dan Hazelwood menunjukkan ayam yang disuntik dengan askorbat terus menerus dapat menghilangkan sekresi insulin.12 Dehydroascorbate terjadi akibat oksidasi askorbat yang secara spontan membentuk aldehid reaktif yaitu 2,3- 152 Vol. 39 No.4 Tahun 2012: 151-157 diketogulonate dan glioksal, sehingga dapat terjadi reaksi Maillard yang menyebabkan crosslink advanced glycation endproduct (AGEs).13,14 Pada kondisi stres oksidasi yang kronis misalnya pada diabetes, pajanan UV dan penuaan, terjadi peningkatan DHA dan ketidakmampuan glutation untuk mengubah DHA menjadi AA sehingga menyebabkan pembentukan karbonil yang reaktif.15 Hal tersebut mengakibatkan glikasi protein yang cepat, baik metaldependent maupun independent.16-19 Peningkatan intake askorbat juga meningkatkan modifikasi glikasi protein lensa tikus yang mirip pada proses penuaan.20 Dalam jaringan ROS berakhir dengan cepat, maka pengukurannya dapat dilakukan melalui produk samping secara tidak langsung, yaitu malondealdehide (MDA).21 Malondealdehide adalah 3 karbon aldehid yang mempunyai berat molekul (BM) rendah sebagai bentuk pecahan spontan peroksida yang terbentuk dari radikal bebas yang menyerang poly unsaturated fatty acid.22-24 Pengaruh berbagai dosis vitamin C terhadap sifat antioksidan dan pro oksidan penting untuk diketahui agar dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam memberikan pengobatan terhadap pasien. Marmot yang tidak dapat mensintesis vitamin C digunakan dalam penelitian ini diasumsikan sesuai dengan kondisi pada manusia yang juga tidak dapat memproduksi vitamin C sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek pemberian vitamin C intraperitoneal terhadap kadar MDA dan SOD pada serum dan jaringan kulit guinea pig. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan secara eksperimental menggunakan rancangan acak lengkap dengan 1 faktor perlakuan yaitu pemberian dosis vitamin C intraperitoneal dengan 4 dosis berbeda. Masing-masing perlakuan diberikan selama 3 hari berturut-turut dengan setiap unit percobaan 3 ekor hewan coba. Evaluasi dilakukan sebanyak 3 kali yaitu pada 24 jam, 48 jam dan 72 jam pasca penyuntikan vitamin C. Sebagai sampel penelitian digunakan hewan coba marmot jenis kelamin jantan, umur 2-3 bulan dengan berat badan 350-500 gram dan dalam kondisi sehat yang dilihat dari pergerakannya yang aktif dan gesit.61 Marmot dipelihara dalam kadang dan dilakukan aklimatisasi selama 1 minggu. Marmot dipilih sebagai hewan coba, karena hewan coba ini tidak dapat memproduksi vitamin C endogen, sehingga hasil penelitian dengan perlakuan vitamin C tidak dipengaruhi oleh vitamin C endogen. Besar replikasi penelitian ditentukan berdasarkan jumlah minimal replikasi penelitian yang dapat dilakukan, yaitu tiga kali. Berdasarkan jumlah replikasi, maka penelitian ini menggunakan 36 ekor marmot. Vitamin C yang digunakan adalah vitamin C injeksi 200 mg/ml (Extrace®). Pengukuran kadar MDA dan SOD Efek vitamin C megadosis pada serum dan jaringan kulit marmot baik serum maupun jaringan kulit dilakukan dengan metode kolorimetri. Guinea pig secara acak dibagi menjadi 4 kelompok perlakuan dan 3 kelompok evaluasi, masing-masing kelompok terdiri atas 3 ekor guinea pig. Satu kelompok tidak diberikan vitamin C, sedang 3 kelompok sisanya diberi vitamin C intraperitoneal dengan dosis per gram berat badan per hari yang berbeda untuk setiap kelompoknya, mulai dari 0,01, 0,1, dan 1 mg/g berat badan guinea pig per hari selama 3 hari berturutturut. Kelompok perlakuan diberi vitamin C dengan dosis per gram berat badan yang berbeda sesuai dengan kelompoknya. Vitamin C diberikan dengan menimbang marmot terlebih dahulu dan dosis sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Selanjutnya larutan vitamin C disuntikkan intraperitoneal. Metode pemeriksaan kadar SOD dan MDA menggunakan sampel serum dan jaringan kulit. Pengambilan sampel serum dilakukan setelah guinea pig dianestesi dengan ketalar. Diambil 5 cc serum melalui vena femoralis tanpa penambahan antikoagulan. Pengambilan jaringan kulit dilakukan setelah Guinea pig dibunuh dengan pemberian anestesi ketalar dosis letal. Daerah kulit guinea pig yang akan diambil jaringan kulitnya dibersihkan bulunya. Kulit diambil dengan ukuran ± 2 cm x 2 cm dengan menggunakan gunting. Kulit yang telah diambil direndam dalam PBS. Data yang diperoleh ditabulasikan sesuai dengan kelompok kemudian dianalisis dengan analisis sidik ragam satu arah (Oneway ANOVA). HASIL Hasil penelitian menunjukkan pada evaluasi kadar MDA serum 24 jam pasca injeksi vitamin C intraperitoneal adalah 3,408 ng/mL pada kontrol, 2,126 ng/mL pada pemberian dosis vitamin C 0,01 mg/gBB, 2,596 ng/mL pada pemberian dosis vitamin C 0,1 mg/gBB dan 2,959 pada pemberian dosis vitamin C 1 mg/gBB (Grafik I). MDA serum 24 jam perlakuan Evaluasi kadar SOD serum 24 jam paska injeksi vitamin C intraperitoneal adalah 8,974 ng/mL pada kontrol, 15,026 ng/mL pada pemberian dosis vitamin C 0,01 mg/gBB, 15,377 ng/mL pada pemberian dosis vitamin C 0,1 mg/gBB dan 12,746 pada pemberian dosis vitamin C 1 mg/gBB. (Grafik 2). SOD serum 24 jam perlakuan 18,000 16,000 14,000 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 8,974 15,026 15,377 12,746 0,000 Kontrol c 0,01 c 0,1 c1 Grafik 2. Evaluasi kadar SOD serum marmot 24 jam pasca injeksi vitamin CiIntraperitoneal Evaluasi kadar MDA serum 48 jam pasca injeksi vitamin C intraperitoneal adalah 3,665 ng/mL pada kontrol, 2,404 ng/mL pada pemberian dosis vitamin C 0,01 mg/gBB, 2,169 ng/mL pada pemberian dosis vitamin C 0,1 mg/gBB dan 4,647 ng/mL pada pemberian vitamin C 1 mg/gBB. Sedangkan kadar MDA jaringan 48 jam pasca injeksi vitamin C intraperitoneal adalah 8,974 ng/mL pada kontrol, 15,026 ng/mL pada pemberian dosis 0,01 mg/gBB, 15,377 ng/mLpada pemberian dosis vitamin C 0,1 mg/gBB dan 12,746 ng/mL. Pada evaluasi 48 jam pasca injeksi intraperitoneal tersebut didapatkan perbedaan rerata kadar MDA serum yang bermakna (p=0,011) (Grafik 3). (A) p= 0,05 MDA serum 48 jam perlakuan 6,000 4,000 5,000 3,500 MDA ng/mL 3,000 MDA ng/mL p=0,05 p= 0,05 20,000 SOD ng/mL L Hakim dkk 2,500 2,000 1,500 4,000 3,000 2,000 1,000 A) 0,500 0,000 Kontrol 3,408 c 0,01 2,959 2,596 2,126 c 0,1 c1 Grafik 1. Evaluasi kadar MDA serum marmot 24 jam pasca injeksi vitamin C intraperitoneal 1,000 3,665 2,404 Kontrol c 0,01 2,169 4,647 0,000 c 0,1 c1 p=0,011 Grafik 3. Evaluasi kadar MDA serum (A) dan jaringan (B) marmot 48 jam pasca injeksi vitamin C intraperitoneal 153 MDVI Vol. 39 No.4 Tahun 2012: 151-157 MDA kulit 48 jam perlakuan B) B) 7,000 35,000 30,000 Kadar SOD serum ng/mL MDA jaringan ng/mL 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 5,374 5,417 4,199 p=0,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 6,282 19,061 22,132 32,658 12,658 0,000 0,000 Kontrol c 0,01 c 0,1 c1 Evaluasi kadar SOD serum 48 jam pasca injeksi vitamin C intraperitoneal adalah 25,904 ng/mL pada kontrol, 30,640 ng/mL pada pemberian dosis vitamin C 0,01 mg/gBB, 36,693 ng/mL pada pemberian dosis vitamin C 0,1 mg/gBB dan 14,237 ng/mL pada pemberian vitamin C 1 mg/gBB. Sedangkan kadar SOD jaringan 48 jam pasca injeksi vitamin C intraperitoneal adalah 19,061 ng/mL pada kontrol, 22,132 ng/mL pada pemberian dosis 0,01 mg/gBB, 32,658 ng/mL pada pemberian dosis vitamin C 0,1 mg/gBB dan 12,658 ng/mL. Pada evaluasi 48 jam pasca injeksi intraperitoneal tersebut didapatkan perbedaan rerata kadar SOD serum dan jaringan yang bermakna (p=0,001; p=0,000) (Grafik 4). A) SOD kulit 48 jam perlakuan Kontrol c 0,01 c 0,1 c1 Evaluasi kadar MDA serum 72 jam pasca injeksi vitamin C intraperitoneal adalah 2,596 ng/mL pada kontrol, 2,212 ng/mL pada pemberian dosis vitamin C 0,01 mg/gBB, 2,115 ng/mL pada pemberian dosis vitamin C 0,1 mg/gBB dan 4,968 ng/mL pada pemberian vitamin C 1 mg/gBB. Sedangkan kadar MDA jaringan 72 jam pasca injeksi vitamin C intraperitoneal adalah 3,173 ng/mL pada kontrol, 3,013 ng/mL pada pemberian dosis 0,01 mg/gBB, 1,603 ng/mL pada pemberian dosis vitamin C 0,1 mg/gBB dan 4,808 ng/mL. Pada evaluasi 72 jam pasca injeksi intraperitoneal tersebut didapatkan perbedaan rerata kadar MDA serum dan jaringan yang bermakna (p=0,002;p=0,038) (Grafik 5). SOD serum 72 jam perlakuan SOD serum 48 jam perlakuan 45,000 6,000 40,000 30,000 4,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 25,904 30,640 36,693 14,237 0,000 3,000 2,000 1,000 2,59 2,212 2,115 4,968 0,000 Kontrol c 0,01 c 0,1 c1 Grafik 4. Evaluasi kadar SOD serum (A) dan jaringan (B) marmot 48 jam pasca injeksi vitamin C intraperitoneal 154 MDA serum (ng/Ml) SOD ng/mL 5,000 p=0,001 35,000 Kontrol c 0,01 c 0,1 c1 Grafik 5. Evaluasi kadar MDA serum (A) dan jaringan (B) marmot 72 jam pasca injeksi vitamin C intraperitoneal L Hakim dkk B) Efek vitamin C megadosis pada serum dan jaringan kulit marmot p=0,038 MDA kulit 72 jam perlakuan MDA jaringan (ng/mL) 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 3,173 3,013 1,603 4,808 0,000 Kontrol c 0,01 c 0,1 c1 Evaluasi kadar SOD serum 72 jam pasca injeksi vitamin C intraperitoneal adalah 34,763 ng/mL pada kontrol, 40,553 ng/mL pada pemberian dosis vitamin C 0,01 mg/gBB, 42,526 ng/mL pada pemberian dosis vitamin C 0,1 mg/gBB dan 28,974 ng/mL pada pemberian vitamin C 1 mg/gBB. Sedangkan kadar SOD jaringan 72 jam pasca injeksi vitamin C intraperitoneal adalah 26,868 ng/mL pada kontrol, 38,447 ng/mL pada pemberian dosis 0,01 mg/gBB, 41,342 ng/mL pada pemberian dosis vitamin C 0,1 mg/gBB dan 23,974 ng/mL. Pada evaluasi 72 jam pasca injeksi intraperitoneal tersebutdidapatkan perbedaan rerata kadar SOD serum yang bermakna (p=0,056;p=0,033) (Grafik 6). SOD serum 72 jam perlakuan 50,000 SOD Serum (ng/mL) 45,000 40,000 35,000 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 34,763 40,553 Kontrol c 0,01 42,526 28,974 c 0,1 c1 0,000 Grafik 6. Evaluasi kadar SOD serum (A) danjaringan (B) marmot 72 jam pasca injeksi vitamin C intraperitoneal SOD kulit 72 jam perlakuan 45,000 40,000 SOD jaringan (ng/mL) 35,000 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 26,868 38,447 41,342 23,974 c 0,1 c1 0,000 Kontrol c 0,01 PEMBAHASAN Vitamin C atau asam askorbat mempunyai susunan 6 karbon lakton yang disintesis dari gula di hati pada sebagian besar spesies mamalia, tetapi tidak terjadi pada manusa, non-human primate dan marmot. Spesies ini tidak mempunyai gulonolakton oksidase (GLO) yang penting untuk sintesis asam askorbat dari 2-keto-lgulonolakton. Hal ini kemungkinan disebabkan DNA yang mengkode gulonolakton oksidase mengalami mutasi sehingga tidak didapatkan enzim tersebut.25, 26 Akibatnya bila manusia tidak mengkonsumsi asam askorbat maka terjadi defisiensi yang menyebabkan berbagai manifestasi klinis. Vitamin C adalah pemberi elektron sehingga bersifat reducing agent. AA memberikan 2 elektron dari ikatan ganda antara karbon ke 2 dan 3 dari molekul 6 karbon. AA disebut antioksidan melalui pemberian elektron sehingga mencegah terjadinya oksidasi pada suatu senyawa. Namun AA sendiri juga mengalami oksidasi dalam proses tersebut. Patut diperhatikan bila AA mendonasikan elektron maka terjadi radikal bebas yaitu semidehidroaskorbat atau radikal askorbil yang relatif stabil dan kurang reaktif. Radikal askorbil yang merupakan elektron tidak berpasangan, tidak bertahan lama, sedangkan dehidroaskorbat bersifat stabil bergantung suhu dan pH yang seringkali tidak berlangsung lama.27 Radikal askorbil dan dehidroksiaskorbat dapat diubah kembali menjadi AA melalui 3 jalur enzim juga glutation. Namun demikian pada manusia tidak semuanya dapat kembali menjadi AA dan bila dihidroaskorbat tidak direduksi kembali menjadi AA, maka akan dihidrolisis menjadi 2,3 diketogulonat yang ireversibel yang kemudian dimetabolisme menjadi xilose, xilonat, cixonat dan oxalat. Pembentukan oksalat dapat menyebabkan batu ginjal.Ada 8 enzim yang diberi elektron oleh AA dan 3 diantaranya ikut serta pada hidroksilasi kolagen. 28-30 Vitamin C terutama diperoleh dari buah dan sayur. Buah yang banyak mengandung vitamin C adalah semangka, jeruk, melon, apel, anggur, mangga, pepaya dan arbei. Sedangkan sayuran yang banyak mengandung AA yaitu asparagus, brokoli, rebung, kubis, kembang kol, kangkung, bayam, lada, pisang, tomat dan kacang polong. Pemberian terapi dengan injeksi vitamin C dosis tinggi melebihi kebutuhan sehari-hari atau disebut sebagai megadosis untuk tujuan peremajaan kulit masih kontroversi. Beberapa penelitian telah mulai mempertimbangkan penggunaan vitamin C injeksi dosis tinggi dalam terapi keganasan, hal tersebut berkaitan dengan dengan efek toksik vitamin C dosis tinggi terhadap sel kanker.31Pemberian vitamin C dosis tinggi dapat menyebabkan pengaruh buruk pada marmot.32 Pemberian 50 mg perhari menyebabkan penurunan pertumbuhan, 50% mortalitas setelah 14 hari dan 100% setelah 25 hari. Pemberian dosis 100mg perhari selama 16 hari menyebabkan kematian pada semua marmot. 155 MDVI Pada penelitian ini kadar MDA dan SOD dijadikan parameter radikal bebas pada serum dan jaringan. Malondialdehyde, merupakan produk dekomposisi dari peroksidasi asam lemak polyunsaturated, yang telah banyak digunakan untuk mendeteksi aktivitas radikal bebas pada berbagai kondisi.33SOD merupakan salah satu antioksidan enzimatik utama pada mamalia disamping katalase dan glutation peroksidase.34Parameter tersebut menunjukkan sifat antioksidan dan pro-oksidan dari dosis vitamin C yang diberikan pada hewan coba. Efek hambatan terhadap aktivitas radikal bebas (antioksidan) ditunjukkan dengan penurunan kadar MDA dan peningkatan kadar SOD, sedangkan efek pro-oksidan ditunjukkan dengan peningkatankadar MDA dan penurunan kadar SOD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 24 jam pasca penyuntikan vitamin C, perubahan kadar MDA dan SOD pada serum dan jaringan tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna. Pada grafik 1 kadar MDA lebih rendah dibandingkan kontrol baik pada pemberian vitamin C dosis 0,01, 0,1 mg/g maupun 1 mg/g; namun semakin tinggi dosis yang diberikan, kadar MDA semakin tinggi pula. Pada evaluasi kadar SOD 24 jam pasca penyuntikan vitamin C (grafik 2), terdapat kecenderungan peningkatan kadar SOD pada pemberian dosis vitamin C 0,01 dan 0,1 mg/g dibandingkan kontrol, sedangkan pada dosis 1 mg/g kadar SOD mengalami penurunan dibandingkan dosis yang lebih rendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemberian vitamin C dosis 0,01, 0,1 dan 1 mg/g memberikan efek antioksidan. Namun semakin tinggi dosis vitamin C yang diberikan, efek antioksidan semakin menurun. Evaluasi pasca penyuntikan 48 jam dan 72 jam menunjukkan perubahan kadar MDA dan SOD yang bermakna baik pada serum maupun jaringan (Grafik 3,4, 5 dan 6). Jika kita melihat pola perubahan kadar SOD pada evaluasi 48 dan 72 jam, terdapat peningkatan SOD pada dosis 0,01 dan 0,1 mg/g dibandingkan kontrol, namun pada pemberian 1 mg/g kadar SOD kembali menurun (grafik 4 dan 6). Pola perubahan kadar MDA juga menunjukkan kecenderungan menurun dibandingkan kontrol pada pemberian dosis vitamin C 0,01 dam 0,1 mg/g, namun pada pemberian dosis 1 mg/g kadar MDA kembali meningkat (grafik 3 dan 5). Perubahan pola tersebut menunjukkan bahwa pada dosis vitamin C 0,01 mg/g efek antioksidan sudah mulai didapatkan dengan adanya penurunan kadar MDAdan peningkatan kadar SOD serum maupun jaringan. Pada pemberian dosis 0,1 mg/g, efek antioksidan meningkat dibandingkan dosis 0,01 mg/g. Namun, pada pemberian vitamin C dosis 1 mg/g, terjadi peningkatan kadar MDA dan penurunan kadar SOD baik serum maupun jaringan jika dibandingkan dengan kontrol (p<0,05). Hal tersebut dapat menunjukkan bahwa pada pemberian dosis vitamin C 1 mg/g, pemberian vitamin C memberikan efek pro-oksidan baik pada serum maupun jaringan kulit marmot yang 156 Vol. 39 No.4 Tahun 2012: 151-157 ditandai dengan terjadinya peningkatan kadar MDA dan penurunan kadar SOD. KESIMPULAN Vitamin C dosis tinggi yang diberikan intraperitoneal pada marmot berefek buruk karena meningkatkan MDA dan menurunkan SOD, sehingga bila diterapkan pada manusia harus berhati-hati dan diperlukan pengawasan yang ketat. DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. Anonymous. Vitamin C for wrinkles and skin aging. Diunduh tanggal 17 Februari 2011. Tersedia dari http://www.smartskincare.com/treatments/vitc.html,. Frei B dan Traber M. The new US dietary reference for vitamins C and E. Redox Rep. 2001; 6:5-9. Naidu KA. Vitamin C in human health and disease is still a mystery? An overview". J Nutr.2003; 2 (7): 7. Levin M. New concepts in the biology and biochemistry of ascorbic acid. New Engl J Med. 1986; 31:892-902 Buettner GR., Jurkiewicz, B. A., Catalytic metals, ascorbate and free radicals: combinations to avoid.Radiat. Res. 1996; 145: 532–41. Taqui Khan M, Martell AE. The kinetics of the reaction of iron(IlI) chelates of aminopolycarboxylic acids with ascorbic acid. J Am them Sot. 1968; 90 ; 3386-9. Halliwell B, Foyer CH. Ascorbic acid, metal ions and the superoxide radical. Biochem J. 1976; 155: 697-700. Wong SF, Halliwell B, Richmond R, Skowroneck WR. The role of superoxide and hydroxyl radicals in the degradation of hyaluronic acid induced by metal ions and by ascorbic acid. J Inorg Biochem.1981; 14: 127-34. Shinar E, Navok T, Chevion M. The analogous mechanisms of enzymatic inactivation induced by ascorbate and superoxide in the presence of copper. J Biol Chem.1983; 258: 14778-83. Halliwell B. Superoxide-dependent formation of hydroxyl radicals in the presence of iron salts. FEBS Lett. 1978; 96:238-42. Pattersson JW. The diabetogenic effect dehydroascorbic and dehydroisoascorbic acids. J Biol. Chem. 1950; 183: 81-8. Meglasson M. D. and Hazelwood R. L. Ascorbic acid diabctogenesis in the domestic fowl. Gen. C’omp.Endocrin. 1982; 47: 205-12. Saxena P, Saxena AK, Monnier VM. High galactose levels in vitro and in vivo impair ascorbate regeneration and increase ascorbate-mediated glycation in cultured rat lens, Exp. Eye Res. 1996; 63: 535–45. Nagaraj RH,Sell DR, Prabhakaram M, Ortwerth BJ, Monnier VM. High correlation between pentosidine protein crosslinks and pigmentation implicates ascorbate oxidation in human lens senescence and cataractogenesis, Proc. Natl. Acad. Sci. USA. 1991; 88:10257–10261. Simpson GLW& Ortwerth BJ. The non-oxidative degradation of ascorbic acid at physiological conditions, Biochim. Biophys. Acta 1501. 2000; 12–24. L Hakim dkk Efek vitamin C megadosis pada serum dan jaringan kulit marmot 16. TessierF, MoreauxV, Birlouez-AragonI, JunesP, Mondon H. Decrease in vitamin C concentration in human lenses during cataract progression, Int. J. Vitam. Nutr. Res. 1998; 68:309–315. 17. ChengR, FengQ, OrtwerthBJ. LC-MS display of the total modified amino acids in cataract lens proteins and in lens proteins glycated by ascorbic acid in vitro, Biochim. Biophys. Acta. 2006;1762:533–543. 18. Cheng R, Lin B, Lee KW, Ortwerth BJ. Similarity of the yellow chromophores isolated from human cataracts with those from ascorbic acid-modified calf lens proteins: evidence for ascorbic acid glycation during cataract formation. Biochim. Biophys. Acta. 2001; 1537: 14–26. 19. LinetskyM, JamesHL, OrtwerthBJ. Spontaneous generation of superoxide anion by human lens proteins and by calf lens proteins ascorbylated in vitro.Exp. Eye Res. 1999; 69: 239–48. 20. Fan X, Reneker LW, ObrenovichME,StrauchC, Cheng R,Jarvis SM, OrtwerthBJ,MonnierVM. Vitamin C mediates chemical aging of lens crystallins by the Maillard reaction in a humanized mouse model. Proc. Natl Acad Sci. USA.2006; 103:16912–16917. 21. Anoopkumar-Dukie S, Walker RB, Daya S. A sensitive and reliable method for the detection of lipid peroxidation in biological tissues. J Pharm Pharmacol. 2001; 53:263-266 22. Cordis GA, Das DK, Riedel W. High-performance liquid chromatographic peak identification of 2, 4-dinitrophenylhydrazine derivatives of lipid peroxidation aldehydes by photodiode array detection. J Chromatogr A 1998; 798: 117-23 23. Templar J, Kon SP, Milligan TP, Newman DJ, Raftery MJ. Increased plasma malondialdehyde levels in glomerular disease as determined by a fully validated HPLC method. Neprol Dial Transplant 1999; 14: 946-51 24. Slatter DA, Bolton CH, Bailey AJ. The importance of lipidderived malondialdehyde in diabetes mellitus. Diabetologia 2000; 43: 550-7 25. Anonymous. Vitamin.Diunduh pada tanggal 10 Januari 2011. Tersedia dari http://id.wikipedia.org/ wiki/Vitamin. 26. deRitter E. Vitamins in Pharmaceutical Formulations. J Pharm Sci. 1982; 71(10): 1073-96 27. Rahayu D.I. Klasifikasi, fungsi, dan metabolisme vitamin. Diunduh pada tanggal 10 Januari 2011. Tersedia dari: http://imbang.staff.umm.ac.id/files/2010/02/ Klasifikasi_dan_Metabilisme _vitamin _imbang 28. Moser U, Bendich A. Vitamin C. Dalam: Machlin LJ,Marcel D, editor. Handbook of Vitamins. New York: McGrawHill, 1990: 15-33. 29. Davey MW, van Montagu M, Inze D, Sanmartin M, Kanellis A, Smirnoff N, dkk. Plant L-ascorbic acid: chemistry, function, metabolism, bioavailability and effects of processing. J Sci Food Agric.2000; 80:825-60. 30. Washko PW, Welch RW, Dhariwal KR, Wang Y, Levine M.Ascorbic acid and dehydroascorbic acid analyses in biological samples. Anal Biochem. 1992; 204:1-14. 31. Padayatty S, Sun H, Wang Y, Riordan HD, Hewitt SM, Katz A, Wesley RA, Levine M, MD. Vitamin C pharmacokinetics: implications for oral and intravenous use. Ann Intern Med. 2004;140:533-7 32. Nishikimi M, Yagi K. Biochemistry and molecular biology of ascorbic acid biosynthesis, Dalam: Harris RJ, penyunting. Ascorbic Acid: Biochemistry and Biomedical Cell Biology. New York: Plenum Press 1996.h.17-39. 33. Olayaki LA, Ajao SM, Jimoh GAA, Aremu IT, Soladoye AO. Effect of vitamin C on Malondialdehyde (Mda) in pregnant Nigerian women. JBasic and Applied Sciences, 2008; 4(2): 105-8. 34. Weydert CJ, Cullen JJ. Measurement of superoxide dismutase, catalase, and glutathione peroxidase in cultured cells and tissue. Nat Protoc. 2010; 5(1): 51–66. 157