BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara kesatuan Republik Indonesia sebagai Negara kepulauan yang terdiri dari ribuan pulau, maka untuk menghubungkan pulau-pulau tersebut mutlak diperlukan sarana dan prasarana perhubungan darat, laut dan udara. Eksistensi sub sektor perhubungan laut merupakan salah satu aktivitas yang sangat menentukan dalam rangka mewujudkan cita-cita pembangunan yang menghendaki kesatuan teknologi, politik, ekonomi, sosial budaya pengetahuan yang terakumulasi dalam mempertahankan nusantara. Transportasi laut merupakan tulang punggung perdagangan dunia dan mendorong timbulnya globalisasi, karena hampir 80% perdagangan dunia ditransfer melalui laut (seaborne trade). Perdagangan dunia lewat laut pada tahun 2007 mencapai 8,02 milyar ton, atau meningkat 4,8% tiap tahun. Perkembangan ini sejalan dengan meningkatnya produk domestik gross dunia (the world gross domestic product, GDP) yaitu 3,8% seiring dengan pertumbuhan ekonomi di Negara berkembang dan pemulihan ekonomi global (Gurning, 2007). Jasa pelabuhanan sebagai salah satu sarana utama transportasi laut yang sangat dibutuhkan terutama dalam menunjang pemerataan pembangunan ke seluruh pelosok tanah air. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang digunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang dan bongkar muat barang, berupa terminal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan/keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antra moda transportasi (UU No.17 Tahun 2008). Pelabuhan mempunyai peran penting dan strategis untuk pertumbuhan industri dan perdagangan serta dapat memberikan kontribusi bagi pembangunan nasional. Hal ini membawa konsekuensi terhadap pengelolaan segmen usaha pelabuhan agar pengoperasiannya dapat dilakukan secara efektif, efisien dan profesional sehingga pelayanan pelabuhan menjadi lancar, aman, dan cepat dengan biaya yang terjangkau. Pelayanan yang diberikan oleh pelabuhan adalah pelayanan terhadap kapal dan pelayanan termasuk muatan (barang dan penumpang). Barang yang diangkut dengan kapal akan dibongkar dan dipindahkan ke moda lain, seperti moda darat (truk atau kereta api). Sebaliknya barang yang diangkut dengan truk atau kereta api ke pelabuhan bongkar akan dimuat lagi ke kapal. Oleh karena itu, berbagai kepentingan saling bertemu di pelabuhan seperti perbankan, perusahaan pelayaran, bea cukai, imigrasi, karantina, syahbandar dan pusat kegiatan lainnya. Atas dasar inilah dapat dikatakan bahwa pelabuhan sebagai salah satu infrastruktur transportasi yang dapat meningkatkan kegiatan perekonomian suatu wilayah karena merupakan bagian dari mata rantai dari sistem transportasi maupun logistik. Kawasan Indonesia Timur merupakan wilayah yang memiliki potensi besar, namun hingga kini secara relatif masih belum berkembang yang disebabkan antara lain oleh masih minimnya prasarana dan sarana yang dimiliki. Perhubungan laut merupakan salah satu sarana yang dapat digunakan untuk menghubungkan berbagai wilayah yang tersebar, dimana terdapat pelabuhan yang dapat digunakan sebagai tempat persinggahan. PT Pelabuhan Indonesia IV yang berkantor pusat di Jalan Soekarno Makassar, merupakan salah satu pintu gerbang keluar masuk kapal dan barang baik secara domestik maupun ekspor-impor dan tergolong pelabuhan kelas utama keempat setelah Pelabuhan Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Perak, dan sebagai pelabuhan laut terbesar di Kawasan Timur Indonesia yang terletak di selat Makassar, memegang peran utama dalam pendistribusian barang yang telah dilengkapi dengan fasilitas bongkar muat barang dari dan ke kapal sampai di gudang penerima. Pendirian PT. Pelabuhan Indonesia IV (Persero) tidak terlepas dengan sejarah mengenai kebijakan sistem pengelolaan pelabuhan laut di Indonesia. Sebelum tahun 1983 pengelolaan pelabuhan laut yang diusahakan dilaksanakan oleh 8 (delapan) Badan Usaha berbentuk Perusahaan Negara yaitu PN.Pelabuhan I – VIII. Pada tahun 1983 sejalan dengan kebijakan tatanan kepelabuhanan nasional yaitu pemerintah menetapkan adanya 4 (empat) pintu gerbang perdagangan luar negeri nasional, maka dilakukan merger 8 Badan Usaha PN.Pelabuhan menjadi 4 (empat) Badan Usaha yang berstatus Perusahaan Umum (Perum), salah satu diantaranya adalah Perum Pelabuhan IV. Perum Pelabuhan IV merupakan hasil merger PN. Pelabuhan V, VI, VII, dan VIII, ditambah dengan 6 (enam ) pelabuhan yang tidak diusahakan di Propinsi Irian Jaya, yang pendiriannya didasarkan pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 17 Tahun 1983 yo PP. No. 7 Tahun 1985. Selanjutnya pada tahun 1992, berdasarkan PP. 59 tahun 1991 status Badan Usaha Perum dialihkan menjadi Persero yaitu menjadi PT. Pelabuhan Indonesia IV yang dikuatkan dengan Anggaran Dasar Perusahaan yang pengesahannya melalui Akta Notaris Imas Fatimah, SH No. 7 tanggal 1 Desember 1992. PT Pelabuhan Indonesia IV (Persero) membagi segmen usahanya menjadi beberapa bagian, diantaranya: 1) Pelayanan kapal, yang meliputi: penyediaan dan pelayanan jasa labuh (anchorage service), penyediaan dan pelayanan jasa pandu (pilotage), penyediaan dan pelayanan jasa tunda, penyediaan dan pelayanan jasa tambat, dan penyediaan air bersih untuk kapal. 2) Pelayanan barang, meliputi: jasa bongkar muat, tenaga bongkar muat, pemanfaatan gudang, lapangan penumpukan, dermaga, dan pemadam kebakaran. 3) Pelayanan rupa-rupa usaha, yakni untuk pelayanan selain kapal dan barang, di mana PT Pelabuhan Indonesia IV (Persero) juga menyediakan pelayanan lain seperti: pelayanan terminal penumpang, pas pelabuhan, terminal konvensional (stevedoring, cargodoring, receiving/delivery), terminal petikemas (pelayanan paket FCL/LCL, penumpukan petikemas, gudang CFS, Delivery/receiving petikemas, dermaga), Pengusahaan Peralatan (pemanfaatan alat mekanik dan non-mekanik), dan Pelayanan TBL (pemanfaatan tanah, pemanfaatan bangunan, pelayanan listrik). Perubahan pola distribusi barang dari lepasan ke kemasan terus mengalami peningkatan dan perkembangan, hal ini ditandai dengan semakin besarnya pertumbuhan arus petikemas (siginifikan). Konsekuensi dari pertumbuhan kegiatan tersebut harus didukung dengan penyediaan peralatan bongkar muat untuk menunjang pelayanan kegiatan petikemas. Saat ini, sebagian besar pelabuhan di lingkungan PT Pelindo IV (Persero) belum dilengkapi dengan peralatan bongkar muat petikemas penunjang di lapangan yang dimiliki oleh PT Pelindo IV (Persero), sementara potensi terhadap kontribusi pendapatan ralatif besar. Khusus untuk Pelabuhan TPM, arus petikemas berdasarkan data realisasi tahun 2012 telah mencapai 529.396 Teus, dengan pertumbuhan arus petikemas rata-rata mencapai ± 10% pertahun. Sebagai implementasi UU 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dan PP 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhan, maka PT Pelindo IV (Persero) harus lebih siap menghadapi kompetisi dengan salah satu cara melakukan pengembangan suprastruktur dalam meraih pangsa pasar dari kegiatan penunjang. Terminal Petikemas Makassar (TPM) direncanakan juga untuk menangani kegiatan petikemas secara full di Pelabuhan Bitung, sehingga alokasi kegiatan di pelabuhan konvensional akan secara bertahap berpindah ke Terminal Petikemas Bitung (TPB). Tabel 1.1 Trafik pertumbuhan jasa Terminal Petikemas Makassar (TPM) NO URAIAN SATUAN 2009 2010 2011 2012 2013 1 2 3 4 5 Pertumbuhan 1 20' Full Box 243.052 280.423 281.017 315.015 313.218 1,07 2 20' Empty Box 52.270 77.920 58.398 74.099 74.278 1,13 3 40' Full Box 25.104 27.420 36.477 43.652 46.991 1,17 4 40' Empty Box 12.501 14.685 19.099 26.489 26.587 1,23 Box 332.927 400.448 394.991 459.255 461.074 1,09 Teus 370.532 442.553 450.567 529.396 534.651 1,10 Jumlah Sumber:Direktorat Komersial dan Pengembangan Usaha PT Pelabuhan Indonesia IV Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa rata-rata pertumbuhan dari tahun 2009 sampai tahun 2013 mengalami pertumbuhan sebesar 1%. Selanjutnya sebagai bentuk kontribusi dalam rangka menunjang kecepatan bongkar/muat petikemas di pelabuhan dan mempersingkat waktu kapal di pelabuhan, maka perlu didukung dengan sarana penunjang kegiatan lapangan. Berdasarkan latar belakang atas kebutuhan tersebut, PT Pelabuhan Indonesia IV (Persero) Cabang Terminal Petikemas Makassar (TPM) yang berada di Jl.Nusantara No. 329 Makassar, pada tahun 2013 berencana akan melakukan investasi dengan melakukan pengadaan alat yang mendukung dalam optimalisasi pendapatan perusahaan yaitu 1 unit Forklift 32 Ton. Tabel 1.2 Peralatan Terminal Petikemas Makassar (TPM) No. Jenis Peralatan Jumlah (Unit) 1 Reach Stacker 2 Unit PT. Pelindo IV 2 Transtainer 14 Unit PT. Pelindo IV 3 Side Loader 1 Unit PT. Pelindo IV 4 Forklift 7 ton 1 Unit PT. Pelindo IV Sumber: Direktorat Komersial dan Pengembangan Usaha PT Pelabuhan Indonesia IV Berdasarkan data Tabel 1.2, dapat dilihat Saat ini seluruh kegiatan lapangan yang dilaksanakan oleh Terminal Petikemas Makassar sebagai bentuk single operator kegiatan di terminal. Hanya terkadang dalam satu waktu, terjadi kegiatan pelayanan secara paralel yaitu kegiatan bongkar muat dan kegiatan receiving-delivery, ditambah adanya kegiatan angsur petikemas. Kondisi di atas, mengakibatkan seringnya terjadi keterlambatan pelayanan dikarenakan harus ada kegiatan yang diprioritaskan, kondisi ini membutuhkan dukungan tambahan peralatan lapangan. Harapan perusahaan dengan adanya pertambahan peralatan tersebut adalah agar tercapainya dalam “level of service” untuk kegiatan petikemas, peningkatan pangsa pasar pelayanan khususnya petikemas, peningkatan kecepatan dan kualitas bongkar muat, bertumbuhnya image perusahaan terhadap operasional, dan sebagai wujud salah satu bentuk implementasi operasional terhadap UU 17 Tahun 2008 dan PP 61 Tahun 2009. PT Pelabuhan Indonesia IV (Persero) cabang TPM berharap pengadaan peralatan tersebut sudah dapat beroperasi pada tahun 2013 agar dapat melayani bongkar muat petikemas pengguna jasa dengan cepat dan dapat memberikan pelayanan dengan lebih baik. Biaya yang digunakan untuk investasi peralatan 1 unit Forklift 32 ton tersebut sebesar Rp 5.000.000.000,-. Pengertian investasi secara sederhana adalah menempatkan uang atau dana dengan harapan untuk memperoleh tambahan atau keuntungan atas uang atau dana tersebut. Uang ditempatkan dengan cara dibelikan properti, ditabung atau ditanam ke dalam suatu usaha. Investasi pada hakekatnya merupakan penempatan sejumlah dana pada saat ini dengan harapan untuk memperoleh keuntungan dimasa yang akan datang (Halim, 2005). Kasmir dan Jakfar (2007) membagi investasi menjadi dua jenis, yaitu: (1) Investasi nyata (real investment) merupakan investasi yang dibuat dalam harta tetap (fixed asset) seperti tanah, bangunan, peralatan, atau mesin-mesin; dan (2) Investasi keuangan (financial investment) merupakan investasi dalam bentuk kontrak kerja, pembelian sahma atau obligasi atau surat berharga lainnya seperti sertifikat deposito. PT Pelabuhan Indonesia IV (Persero) dalam melakukan investasi pengadaan peralatan tentu memerlukan dana yang cukup besar dan mempengaruhi perusahaan dalam jangka panjang. Oleh karena itu, analisis kelayakan investasi sangat penting terutama investasi yang berskala besar seperti investasi peralatan 1 unit Forklift 32 ton. Tujuan dilakukan studi kelayakan adalah untuk menghindari investasi yang terlalu besar untuk kegiatan yang ternyata tidak menguntungkan. Tentu saja studi kelayakan ini akan membutuhkan biaya, tetapi biaya itu relatif kecil apabila dibandingkan dengan resiko kegiatan suatu proyek yang menyangkut investasi dalam jumlah besar. Analisis kelayakan investasi merupakan penelitian terhadap rencana investasi pengadaan peralatan yang tidak hanya menganalisis layak atau tidak layak investasi tersebut, tetapi juga pada saat dioperasionalkan secara rutin dalam rangka pencapaian keuntungan yang maksimal untuk waktu yang tidak ditentukan. Analisis kelayakan investasi dapat dapat juga digunakan untuk membuktikan usulan penggantian mesin produksi yang baru sehingga memberikan manfaat lebih bagi perusahaan, karena dapat menekan waktu operasional sehingga produktivitas perusahaan meningkat yang pada akhirnya perusahaan mendapatkan keuntungan karena biaya untuk operasional serta perawatan mesin lebih murah. Sehubungan dengan investasi pengadaan peralatan pada PT Pelabuhan Indonesia IV (Persero) yang layak ditindak-lanjuti dengan menganalisis tingkat kelayakan ditinjau dari berbagai aspek, antara lain: aspek pasar, aspek operasional, dan aspek keuangan. Ketiga aspek analisis kelayakan investasi peralatan tersebut sangat penting dalan pengambilan keputusan pengembangan PT Pelabuhan Indonesia IV (Persero) akan lebih obyektif, termasuk kecepatan Bongkar/Muat per Kapal (Kecepatan Bongkar Muat di Pelabuhan dan Kecepatan Bongkar Muat di Tambatan). Analisis kelayakan ditinjau dari aspek pasar dan pemasaran meliputi analisa terhadap beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu: permintaan, penawaran, proyeksi permintaan dan penawaran, harga, produk (barang/jasa), segmentasi pasar, strategi dan implementasi pemasaran (Subagyo, 2008; Mukti, 2009). Selanjutnya aspek operasional meliputi: skala produksi sudah optimal, proses produksi sudah tepat, mesin-mesin dan perlengkapan yang dipilih sudah tepat, perlengkapan-perlengkapan tambahan dan pekerjaan teknis tambahan sudah dilakukan, tata letak dari fasilitas cukup baik, dan sebagainya. Sedangkan dari aspek keuangan meliputi: dana yang diperlukan untuk investasi, sumber-sumber pembelajaran yang akan dipergunakan, taksiran penghasilan, proyeksi keuangan, manfaat dan biaya financial (seperti PP, NPV,IRR, PI). Analisis kelayakan investasi penambahan atau pengadaan peralatan yang dilakukan jika telah memiliki asset usaha yang sedang berjalan, namun ingin menambah kapasitas dan kualitas produksi dengan menggunakan 1 unit Forklift 32 ton yang memiliki kapasitas besar. Kelayakan investasi pengadaan peralatan tersebut dilakukandengan menghitung nilai beberapa kriteria investasi, yaitu: analisis NPV (Net Present Value) merupakan selisih nilai sekarang dari penerimaan dengan nilai sekrang pengeluaran pada tingkat bunga tertentu. Usaha dikatakan layak jika NPV lebih besar atau sama dengan nol. Jika NPVsama dengan nol berarti proyek tersebut mengembalikan persis sebesar social opportunity cost of capital. Jika NPV lebih kecil dari nol maka proyek dinyatakan tidak layak untuk dijalankan. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul: “Studi Kelayakan Investasi Pengadaan Peralatan PT Pelabuhan Indonesia IV (Persero) di Makassar”. 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah rencana pengadaan peralatan 1 unit Forklift 32 ton tersebut layak dilihat dari aspek pasar, aspek operasional, dan aspek keuangan. 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kelayakan investasi peralatan 1 (satu) unit Forklift 32 ton di Terminal Petikemas Makassar (TPM) PT Pelabuhan Indonesia IV (Persero) ditinjau dari aspek pasar, aspek operasional, dan aspek keuangan. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Praktis Diharapkan dapat menjadi saran dan tambahan pemikiran bagi manajemen PT Pelabuhan Indonesia IV (Persero) dalam menentukan kebijakan yang tepat dan menguntungkan di masa yang akan datang. 2. Manfaat Teoritis Diharapkan sebagai sarana pembelajaran dan informasi bagi para pembaca dalam pertimbangan pengambilan keputusan investasi khususnya pengadaan peralatan dan sebagai pedoman bagi penelitian selanjutnya dalam meneliti hal-hal yang berkaitan dengan studi kelayakan investasi.