6 prakiraan dampak pemindahan ppi pangandaran

advertisement
77
6 PRAKIRAAN DAMPAK PEMINDAHAN
PPI PANGANDARAN
Keberadaan pangkalan pendaratan ikan (PPI) Pangandaran dan obyek
wisata bahari di Pangandaran sudah ada sejak lama. Aktivitas wisata bahari belum
seramai seperti sekarang, awalnya hanya terdapat aktivitas pemancingan dan
melihat pemandangan laut. Pemerintah daerah mulai melihat mengembang-kan
wisata bahari Pangandaran dengan aktivitas wisata yang lebih beragam tahun
2000. Pengembangan wisata bahari diharapkan dapat menarik minat wisatawan
untuk berkunjung ke Pangandaran, sehingga dapat meningkatkan pendapatan asli
daerah (PAD).
Pengembangan wisata bahari menghadapi kendala karena kawasan wisata
berdampingan dengan kawasan perikanan. Pemerintah daerah akan mengembangkan kawasan wisata bahari Pangandaran tanpa kawasan perikanan.
Pemerintah daerah kemudian memindahkan PPI Pangandaran dari Pantai Timur
ke lokasi baru di Desa Babakan. Pemindahan dan pembangunan PPI Pangandaran dimaksudkan untuk memperluas tempat pendaratan hasil tangkapan dan
kolam pelabuhan sebagai tempat tambat labuh perahu nelayan. Kawasan Pantai
Barat dan Pantai Timur karena
hanya diperuntukkan untuk kegiatan wisata
bahari. Kegiatan tambat labuh perahu nelayan di Perairan Cagar Alam Pananjung
tidak diperbolehkan berdasarkan pasal 17 Undang-Undang Republik Indonesia
No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan
Ekosistemnya.
Penunjukan Desa Babakan dilakukan karena wilayah Perairan Pangandaran
dan Pananjung tidak memungkinkan untuk dibangun PPI karena diperuntukan
untuk aktivitas wisata. Menurut nelayan, penetapan Desa Babakan sebagai lokasi
baru PPI kurang tepat. Hal ini dikarenakan lokasi tersebut cukup jauh dari
pemukiman nelayan dan kurang terlindung seperti lokasi lama PPI
yang
dilindungi oleh teluk. Selain karena lokasi lama PPI Pangandaran yang terlindung
oleh teluk, nelayan di Pangandaran juga sering berpindah tempat untuk
menambatkan perahunya.Jika terjadi musim barat, maka nelayan memindahkan
perahunya ke Pantai Timur begitupun sebaliknya jika terjadi musim timur,
78
nelayan memindahkan perahunya ke Pantai barat. Lokasi Pantai Barat dan Pantai
Timur Pangandaran sama-sama terlindung karena berada di perairan teluk (subbab
5.1.1).
Saat di lokasi lama PPI Pangandaran, nelayan memanfaatkan Pantai Barat,
Pantai Timur dan Cagar Alam Pananjung sebagai tempat tambat labuh perahu.
Penetapan lokasi tambat labuh didasarkan kepada kedekatan pemukiman nelayan
dengan salah satu dari ketiga lokasi tersebut. Dengan dipindahkannya PPI ke
lokasi baru, nelayan membutuhkan waktu yang lebih lama menuju PPI. Selain
diperlukan waktu yang lebih lama, nelayan juga harus mengeluarkan biaya
transportasi ke PPI baru. Kesulitan lain yang juga akan dirasakan nelayan adalah
tidak/belum adanya pedagang/pengolah ikan dan wisatawan yang akan membeli
hasil tangkapan di lokasi baru PPI.
6.1
Prakiraan Dampak Pemindahan PPI Pangandaran terhadap Nelayan
Dampak dalam konteks aspek lingkungan adalah suatu perubahan
lingkungan mendasar yang diakibatkan oleh suatu usaha atau kegiatan, secara
langsung atau tidak langsung. Dampak juga dapat diartikan sebagai hasil
pengaruh suatu benturan antara dua kepentingan atau setiap perubahan yang
terjadi dalam suatu lingkungan sebagai akibat ada-nya aktivitas manusia (Lubis,
2012). Pemindahan pelabuhan perikanan/pang-kalan pendaratan ikan dapat
memberikan dampak terhadap aktivitas, fasilitas dan sumberdaya manusia
pengguna jasa pelabuhan tersebut.
Dampak yang ditimbulkan akibat pemindahan PPI Pangandaran dapat
bernilai positif ataupun negatif. Dampak positif yang mungkin terjadi adalah
nelayan tidak lagi akan dianggap sebagai pihak yang dapat mengganggu
pengembangan wisata bahari Pangandaran. Wisata bahari di Pangandaran telah
dikenal baik oleh wisatwan dalam negeri maupun mancanegara. Menurut Hidayati
(1997), Pantai Pangandaran merupakan daerah tujuan utama wisatawan di
Kabupaten Ciamis, dan pengembangan wisata bahari Pangandaran telah ada
sebelum tahun 1997, di tahun tersebut juga juga muncul wacana pemindahan PPI
Pangandaran ke lokasi lain agar pengembangan wisata bahari berjalan sesuai
dengan yang direncanakan oleh pemerintah daerah.
79
Dampak negatif yang terjadi akan lebih banyak dalam hal nelayan yang
tidak ingin dipindahkan ke lokasi baru. Lokasi baru PPI yang kurang terlindung
akan membahayakan nelayan yang beraktivitas disana. Selain itu di lokasi baru
PPI juga membuat nelayan kesulitan dalam memasarkan hasil tangkapan, dan
penurunan pendapatan yang diakibatkan bertambahnya biaya operasional.
Nelayan merupakan pengguna yang paling banyak memanfaatkan jasa
pelabuhan di antaranya tambat labuh perahu, pendaratan hasil, dan pemasaran
hasil tangkapan. Pemindahan PPI Pangandaran diduga akan memberikan berbagai
dampak terhadap nelayan. Dampak yang akan diterima oleh nelayan diduga akan
berkaitan dengan aktivitas, pengelolaan waktu dan pendapatan nelayan.
6.1.1 Dampak terhadap aktivitas nelayan
Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Pangandaran saat ini telah dipindahkan ke
Desa Babakan yang berada 3 km dari lokasi sebelumnya. Perpindahan sebuah
pelabuhan perikanan/pangkalan pendaratan ikan dari suatu lokasi ke lokasi lain
akan memberikan pengaruh terhadap berbagai aktivitas, fasilitas dan sumberdaya
manusia pengguna jasa pelabuhan tersebut.
Nelayan merupakan salah satu pelaku yang paling banyak melakukan
aktivitas-aktivitas di pelabuhan perikanan/pangkalan pendaratan ikan. Aktivitasaktivitas tersebut berkaitan dengan tambat labuh perahu/kapal, perbaikan alat
tangkap, pendaratan hasil tangkapan, dan pemasaran dan distribusi hasil
tangkapan.
Pemindahan lokasi PPI diduga akan berdampak terhadap aktivitas nelayan
yaitu diantaranya nelayan harus berupaya pindah ke lokasi baru, beradaptasi
dengan lingkungan baru, beradaptasi dengan fasilitas-fasilitas yang ada dan
mencari daerah pemasaran yang baru. Berikut ini merupakan dugaan/prakiraan
dampak pemindahan PPI Pangandaran terhadap aktivitas nelayan :
1) Nelayan tetap tidak berkeinginan pindah ke lokasi baru
Pembangunan fasilitas-fasilitas kepelabuhanan perikanan di lokasi baru PPI
Pangandaran belum selesai dilakukan. Fasilitas-fasilitas yang telah selesai
dibangun saat ini tidak memungkinkan untuk dilakukannya berbagai aktivitas
kepelabuhanan perikanan seperti tambat labuh perahu karena pembangunan
80
fasilitas pokok seperti dermaga dan kolam pelabuhan masih belum selesai
dilakukan. Hal ini menjadi alasan bagi nelayan tetap beraktivitas di lokasi lama.
Jika pembangunan fasilitas telah selesai dilakukan, tidak ada jaminan
nelayan ingin dipindahkan ke lokasi baru. Tindakan nelayan tersebut diduga akan
berdampak terhadap fasilitas di lokasi baru. Fasilitas yang telah dibangun akan
rusak karena tidak digunakan.
Jika nelayan tetap tidak ingin dipindahkan, sedangkan pemerintah daerah
telah memfasilitasi pemindahan tersebut, diduga akan terjadi penggusuran
nelayan. Kebijakan penggusuran nelayan pernah terjadi di Kali Adem, Kecamatan
Penjaringan, Jakarta Utara pada tahun 2003 (Khaeron, 2007). Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta telah melakukan penggusuran terhadap pemukiman nelayan tersebut
yang didiami oleh sekitar 1.600 keluarga. Penggusuran dilakukan dalam rangka
menertibkan daerah-daerah bantaran kali Adem sebagai bagian dari upaya
penanggulangan masalah banjir di Jakarta. Menurut Poskota.co.id (2011), hingga
tahun 2011, penggusuran nelayan di Kali Adem masih menyisakan masalah,
karena masih ada sekitar 45 keluarga yang belum mendapatkan perumahan.
Tindakan penggusuran nelayan di Pangandaran tentunya tidak diinginkan
oleh pihak manapun. Penggusuran ini dapat dicegah dengan adanya komunikasi
yang baik antara pemerintah daerah dengan nelayan seperti mengadakan
pendekatan persuasif kepada nelayan dan penjaminan keselamatan bagi nelayan
beraktivitas di lokasi baru PPI.
2) Nelayan tidak mendaratkan hasil tangkapannya di lokasi baru dan tidak
adanya aktivitas turunan lainnya bagi nelayan jika ingin pindah
Pembangunan berbagai fasilitas pokok PPI Pangandaran di lokasi baru yaitu
dermaga, kolam pelabuhan, breakwater dan alat bantu navigasi belum selesai
dilakukan. Hal ini menyebabkan nelayan tidak dapat mendaratkan hasil
tangkapannya di lokasi tersebut.Jika hal ini dilakukan, dapat membahayakan
nelayan, misalnya perahu nelayan akan kandas karena kolam pelabuhan belum
dikeruk, tidak adanya alat bantu navigasi juga akan menyulitkan nelayan kembali
ke pelabuhan.
Nelayan yang memutuskan untuk pindah ke lokasi baru, dengan kondisi
fasilitas pokok belum dibangun, tidak bisa melakukan tambat labuh dan
81
mendaratkan hasil tangkapannya. Dugaan dampak turunan yang terjadi akibat
tindakan ini adalah :
(1) Tidak adanya produksi dan nilai produksi hasil tangkapan karena tidak
adanya aktivitas pendaratan ikan
Tidak adanya produksi dan nilai produksi di suatu pelabuhan perikanan dapat
berdampak pada kerusakan fasilitas-fasilitas yang telah dibangun. Fasilitas
yang telah dibangun seperti gedung TPI, instalasi listrik dan air akan rusak
karena tidak digunakan.
(2) Tidak adanya aktivitas pemasaran atau pelelangan hasil tangkapan
Pemasaran ikan merupakan aktivitas yang dapat dikatakan sebagai “jantung”
dari aktivitas kepelabuhan perikanan. Dikatakan demikian karena pada
pemasaranlah sebagian besar keuntungan bermuara, baik bagi para pengguna,
pengelola, maupun pemiliknya (Lubis, 2012). Dengan tidak adanya kegiatan
pemasaran atau pelelangan ikan, maka salah satu sumber pemasukan
pelabuhan akan berkurang.
(3) Tidak adanya aktivitas-aktivitas pengolahan ikan
Tanpa adanya aktivitas pendaratan ikan, maka selain aktivitas pemasaran
tidak dapat dilakukan (butir 2), aktivitas pengolahan ikan juga tidak dapat
dilakukan. Jika hal ini terus berlanjut dapat mengakibatkan para pengolah
ikan kehilangan mata pencahariannya.
(4) Tidak adanya aktivitas penyediaan kebutuhan melaut
Penyediaan kebutuhan melaut merupakan salah satu bentuk pelayanan yang
seharusnya diberikan atau difasilitasi pihak pengelola pelabuhan kepada
nelayan. Pelabuhan perikanan dengan pelayanan primanya diharapkan dapat
memasok atau memnuhi segala kebutuhan tersebut, mengingat bahwa nelayan
harus mempersiapkan diri dengan bahan kebutuhan melaut yang lengkap dan
baik.
Dampak lain yang ditimbulkan akibat nelayan tidak mendaratkan hasil
tangkapannya di lokasi baru adalah fasilitas yang telah dibangun yang terkait
dengan aktivitas-aktivitas di atas menjadi tidak berfungsi.
Diketahui bahwa 2 dari 10 responden nelayan, menyatakan tidak keberatan
jika dipindahkan ke lokasi baru, dengan syarat pemerintah daerah memberikan
82
jaminan keamanan dan keselamatan bagi nelayan saat masuk ataupun keluar dari
PPI di lokasi baru. Faktor keamanan dan keselamatan merupakan fokus utama
nelayan saat memindahkan perahunya ke PPI.
3) Nelayan harus memindahkan perahu-perahunya ke lokasi baru
Pantai Barat, Pantai Timur Pangandaran dan Perairan Cagar Alam
Pananjung merupakan tempat nelayan menambatkan perahunya sebelum di
bangunnya PPI Pangandaran di Desa Babakan. Menurut pemerintah daerah,
tindakan ini dapat mengganggu aktivitas wisata bahari di Pangandaran
dan
kegiatan konservasi di Cagar Alam Pananjung. Gangguan tersebut adalah
banyaknya perahu nelayan yang ditambatkan di Pantai Barat dan Pantai Timur
menyulitkan dalam penempatan/penataan fasilitas wisata bahari seperti banana
boat, dan motorboat. Perahu nelayan yang ditambatkan di Perairan Cagar Alam
Pananjung mengganggu kegiatan konservasi terumbu karang di lokasi tersebut.
Perahu nelayan yang berada di Pantai Barat, Pantai Timur Pangandaran dan
Perairan Cagar Alam harus dipindahkan, jika pembangunan PPI Pangandaran di
lokasi baru telah selesai dilakukan. Pantai Timur direncanakan akan bersih dari
perahu nelayan dan Pantai Barat hanya diperbolehkan untuk perahu pesiar.
Pemberlakuan kebijakan yang berbeda terhadap Pantai Barat dan Pantai
Timur berdasarkan struktur kedua pantai yang berbeda. Pantai Timur mempunyai
karakteristik pantai yang berbatu, dan perairannya menyatu dengan Perairan
Cagar Alam Pananjung. Karakteristik ini cocok untuk kegiatan wisata bahari
seperti diving, banana boat dan motor boat. Pantai Barat memiliki karakteristik
pantai yang berpasir. Hal ini sangat cocok dikembangkan untuk aktivitas surfing,
melihat pemandangan laut, olah raga pantai dan pesiar menggunakan perahu.
4) Nelayan harus berupaya beradaptasi lagi dengan lingkungan pelabuhan
yang masih baru
Jika pembangunan PPI Pangandaran baru telah selesai dilakukan, maka
fasilitas yang ada merupakan fasilitas baru dan perlu dilakukan adaptasi terhadap
fasilitas tersebut agar tidak salah dalam mengoperasikannya. Begitupun juga saat
memasuki lingkungan pelabuhan yang masih baru, maka para pelaku di pelabuhan
83
perikanan/pangkalan pendaratan ikan harus berupaya untuk beradaptasi terhadap
berbagai fasilitas dan aktivitas di tempat tersebut.
Nelayan harus beradaptasi dengan fasilitas-fasilitas kepelabuhanan di lokasi
baru. Fasilitas-fasilitas tersebut mungkin saja berbeda atau lebih canggih
dibandingkan di lokasi lama. Upaya adaptasi tersebut diduga akan memper-lambat
dan mengganggu aktivitas di PPI.
Saat di lokasi lama PPI Pangandaran, nelayan menambatkan perahunya
dengan cara mengikatkan perahunya pada sebuah tiang yang ditancapkan di pantai
karena belum adanya dermaga. Dermaga adalah sangat perlu bagi suatu pelabuhan
perikanan. Menurut Triatmodjo (2007), dermaga dibangun untuk melayani
kebutuhan tertentu; dan menurut Lubis (2012), dermaga di pelabuhan perikanan
berfungsi sebagai tempat labuh dan bertambatnya kapal, bongkar muat hasil
tangkapan, serta tempat mengisi bahan perbekalan untuk keperluan penangkapan
ikan di laut.
Jika pembangunan dermaga dan kolam pelabuhan selesai dilakukan, maka
ada kemungkinan pihak pengelola menerapkan aturan tentang tambat labuh
perahu di dermaga atau kolam pelabuhan. Hal ini tentunya membutuhkan adaptasi
dari nelayan dan dibutuhkan waktu tambahan bagi nelayan untuk membiasakan
diri dengan aturan tersebut.
5) Nelayan mengalami kesulitan karena tidak adanya fasilitas pokok yang
dibutuhkan di lokasi baru
Pembangunan fasilitas PPI Pangandaran di lokasi baru diperkirakan akan
selesai pada tahun 2014. Fasilitas-fasilitas yang telah dibangun adalah fasilitas
penunjang sedangkan fasilitas pokok seperti dermaga, kolam pelabuhan,
breakwater, dan alat bantu navigasi belum dibangun.
Fasilitas pokok atau infrastruktrur adalah fasilitas yang berfungsi untuk
menjamin keamanan dan kelancaran kapal, baik sewaktu berlayar keluar masuk
pelabuhan maupun sewaktu berlabuh di pelabuhan (Lubis, 2012). Ketidakadaan
fasilitas pokok tersebut di atas bukan hanya menyebabkan nelayan mengalami
kesulitan beraktivitas di lokasi baru.
Kesulitan yang akan dialami nelayan terjadi karena tidak adanya fasilitasfasilitas yang dibutuhkan di lokasi baru. Hal ini diduga akan berdampak pada
84
bertambahnya waktu yang diperlukan untuk melaksanakan aktivitas di lokasi
tersebut, misalnya dengan tidak adanya alat bantu navigasi akan menyulitkan bagi
nelayan untuk kembali ke pelabuhan sehingga waktu beraktivitas menjadi lebih
lama.
Pembangunan fasilitas pokok seharusnya menjadi fokus utama pemerintah
daerah.
Fasilitas
pokok
yang
belum
dibangun
menyebabkan
aktivitas
kepelabuhanan perikanan seperti tambat-labuh perahu/kapal, pendaratan hasil
tangkapan di dermaga pendaratan, penyediaan perbekalan melaut belum dapat
dilakukan. Menurut Hermawan (2009), tidak adanya atau kurangnya fasilitas
pokok di PPI Pangandaran mengakibatkan hasil tangkapan ikan yang didaratkan
relatif sedikit karena hasil tangkapan tersebut hanya berasal dari armada kecil
(perahu) sedangkan armada kapal penangkapan ikan berukuran besar tidak dapat
mendaratkan hasil tangkapannya karena terbatasnya kapasitas dan kedalaman
kolam pelabuhan dan fasilitas lainnya untuk memudahkan kapal berlabuh.
Pembangunan fasilitas pokok yang belum selesai juga berdampak pada tidak
atau belum berfungsinya fasilitas yang telah lebih dahulu dibangun. Hal ini dapat
terlihat pada pembangunan gedung TPI di lokasi baru. Gedung TPI yang
berfungsi sebagai tempat pendaratan dan pelelangan ikan tidak dapat digunakan
karena tidak adanya aktivitas pendaratan ikan.
6) Nelayan mengalami kesulitan mendapatkan kebutuhan melaut
Pangkalan pendaratan ikan (PPI) Pangandaran di lokasi baru belum
mempunyai fasilitas yang khusus melayani perbekalan melaut seperti Stasiun
Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN).Kebutuhan melaut nelayan seperti
bensin, solar dan rokok dipasok melalui kios-kios yang berada di sekitar Pantai
Barat dan Pantai Timur. Nelayan dapat dengan mudah mendapatkan kebutuhan
melaut di lokasi lama PPI dengan cara pinjam/utang. Pembayaran dilakukan
setelah ikan hasil tangkapan terjual atau telah dibayarkan oleh tengkulak.
Pemindahan PPI Pangandaran ke Desa Babakan diduga akan berdampak
terhadap penyediaan kebutuhan melaut nelayan. Nelayan akan kesulitan
mendapatkan berbagai kebutuhan melaut karena lokasi baru PPI cukup jauh.
Sulitnya mendapatkan kebutuhan melaut juga akan berdampak pada terganggunya
operasional penangkapan ikan. Tanpa adanya jasa penyedia kebutuhan melaut,
85
maka operasi penangkapan ikan akan sulit dilakukan atau tidak bisa dilaksanakan
sama sekali.
Menurut Magdalena (2007) pelayanan penyediaan kebutuhan melaut dapat
termasuk ke dalam pelayanan yang bersifat langsung kepada nelayan oleh
pengelola pelabuhan atau melalui pengusaha swasta. Pemenuhan kebutuhan
melaut tersebut berkaitan dengan penyediaan logistik seperti air bersih, es dan
solar. Penyediaan sarana dan prasarana kebutuhan melaut di beberapa elabuhan
perikanan di Indonesia diserahkan kepada Perum Prasarana Perikanan setempat.
6.1.2 Dampak terhadap pendapatan dan pengelolaan waktu nelayan
Pemindahan PPI Pangandaran ke lokasi baru diduga tidak hanya berdampak
terhadap aktivitas, tetapi juga terhadap pendapatan dan penyelolaan waktu
nelayan. Jarak yang ditempuh nelayan semakin jauh, sehingga lama waktu untuk
melaksanakan aktivitas menjadi lebih lama.
Lokasi baru yang berada 3 km dari lokasi sebelumnya, lebih jauh dari
pemukiman nelayan. Untuk dapat beraktivitas di lokasi baru, nelayan harus
mengeluarkan biaya transportasi dari dan menuju lokasi baru. Pengeluaran biaya
transportasi akan berdampak terhadap pendapatan nelayan. Berikut ini merupakan
prakiraan dampak pemindahan PPI terhadap pendapatan dan pengelolaan waktu
nelayan :
1) Penurunan pendapatan nelayan
Penurunan pendapatan nelayan terjadi karena meningkatnya biaya yang
harus dikeluarkan selama beraktivitas di lokasi baru PPI. Biaya yang dikeluarkan
adalah biaya operasional melaut yang meliputi pembelian bensin, makan, dan
rokok. Nelayan tidak mengeluarkan biaya untuk retribusi, surat izin melaut, dan
pembelian es untuk hasil tangkapan.
Nelayan
mengeluarkan
biaya
operasional
melaut
Rp.140.000,-/trip
penangkapan. Diasumsikan hasil tangkapan nelayan 60 kg/trip dengan harga ikan
Rp.10.000,-/kg, sehingga diperoleh pemasukan Rp. 600.000,- per trip. Pendapatan
nelayan per trip tersebut masih dibagi untuk 3 orang (1 nelayan pemilik, 2 nelayan
pekerja) melalui bagi hasil (50:50 atau 75:25). Dugaan pendapatan nelayan per
trip di lokasi lama Rp. 460.000,- sedangkan di lokasi baru menurun menjadi Rp.
86
410.000,-/ trip. Dugaan perbedaan pendapatan nelayan di lokasi lama dan di
lokasi baru disajikan pada Tabel 24.
Tabel 24 Dugaan perbedaan pendapatan nelayan di lokasi lama dan lokasi baru
dalam satu kali trip penangkapan ikan tahun 2011
PPI Pangandaran
1. Lokasi lama
- Pengeluaran
(biaya operasional melaut)
- Pemasukan
- Jumlah Pendapatan
Item
Banyak
Bensin (liter)
Harga
(Rp)
Jumlah (Rp)
20
4.500,-
90.000,-
Makan dan rokok (paket)
1
50.000,-
50.000,-
Jumlah
-
-
140.000,-
60
10.000,-
600.000,-
Penjualan ikan (kg)
460.000,-
- Pendapatan untuk
nelayan pemilik
2. Lokasi baru
- Pengeluaran
(biaya operasional melaut)
- Pemasukan
- Jumlah Pendapatan
230.000,-
Bensin (liter)
20
4.500,-
90.000,-
Makan dan rokok (paket)
1
-
50.000,-
Biaya transportasi(Rp)
1
50.000,-
50.000,-
Jumlah
-
-
190.000,-
60
10.000,-
600.000,-
Penjualan ikan (kg)
Selisih pendapatan
410.000,50.000,-
Nelayan harus mengeluarkan biaya transportasi Rp. 50.000,- jika beraktivitas di lokasi baru. Dengan pendapatan per trip Rp. 460.000,-, dan dengan
sistem bagi hasil 50:50, sebagai contoh, maka pendapatan nelayan pemilik adalah
sebesar Rp 230.000,-. Oleh karena itu, pengeluaran tambahan biaya tambahan
Rp.50.000,- menimbulkan “beban” tambahan biaya bagi nelayan pemilik ekivalen
sebesar 21,7% terhadap pendapatannya.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hermawan (2009), menyatakan bahwa
saat PPI Pangandaran masih berlokasi di Pantai Timur, sebagian nelayan
memperoleh tambahan pendapatan melalui aktivitas penyewaan perahu kepada
wisatawan yang datang berkunjung ke pantai Pangandaran.
87
2) Nelayan membutuhkan lebih banyak waktu untuk menuju PPI dan
kembali ke rumah
Pemukiman nelayan di Pangandaran tidak terkonsentrasi di suatu kawasan,
tetapi tersebar di Desa Pananjung, Pangandaran dan Babakan. Hal ini merupakan
salah satu penyebab tempat tambat labuh kapal nelayan juga tersebar di sekitar
Pantai Barat, Pantai Timur, dan Cagar Alam Pananjung. Penentuan lokasi tambat
labuh nelayan didasarkan atas kedekatan lokasi-lokasi tersebut dengan
pemukiman nelayan.
Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Pangandaran di lokasi baru berada cukup
jauh dari ketiga lokasi tambat labuh nelayan sebelumnya. Hal ini diduga akan
menjadi kendala bagi nelayan karena waktu yang dibutuhkan nelayan untuk
menuju PPI menjadi lebih lama. Dugaan lama waktu dari pemukiman nelayan
menuju di lokasi lama dan lokasi baru disajikan pada Tabel 24.
Tabel 25 Dugaan waktu aktivitas nelayan dari rumah menuju lokasi lama dan
lokasi baru dan sebaliknya tahun 2011
PPI
Pangandaran
Pemukiman
1. Lokasi
lama
Pananjung
Pangandaran
Babakan
Pananjung
Pangandaran
Babakan
2. Lokasi
baru
Nelayan
yang
Jarak lokasi
PPI ke
pemukiman
(m)
500
100
3.500
4.000
3.000
500
bermukim
di
Desa
Estimasi lama waktu (menit)
Menuju PPI
Penambahan
atau kembali waktu tempuh
ke rumah
ke lokasi baru
20
10
40
50
+30
40
+30
10
-30
Pananjung
dan
Pangandaran
membutuhkan waktu antara 10-20 menit menuju PPI atau kembali ke rumah,
sedangkan nelayan yang bermukim di Desa Babakan membutuhkan waktu
sedikitnya 40 menit saat PPI masih berada di lokasi lama. Penambahan dan
pengurangan lama waktu tempuh menuju PPI di lokasi baru terjadi karena jarak
dari ketiga desa tersebut. Desa Pananjung dan Pangandaran lebih dekat ke lokasi
lama
dibandingkan
lokasi
baru.
Pemindahan
lokasi
PPI
Pangandaran
menyebabkan nelayan yang bermukim di Desa Pananjung dan Pangandaran
88
membutuhkan tambahan waktu 30 menit, sedangkan nelayan yang bermukim di
Desa Babakan mengalami pengurangan waktu sebesar 30 menit (Tabel 25).
Nelayan yang bermukim di Desa Pananjung membutuhkan waktu menuju
PPI atau kembali ke rumah sebesar 20 menit di lokasi lama, dan 50 menit di lokasi
baru berarti nelayan tersebut membutuhkan tambahan waktu sebesar 30 menit.
Oleh karena itu tambahan lama waktu beraktivitas nelayan Pananjung bila
beraktivitas di lokasi baru
menimbulkan “beban” tambahan waktu sebesar
ekivalen 150% terhadap lama waktu aktivitasnya di lokasi lama.
Nelayan yang bermukim di Desa Pangandaran membutuhkan tambahan
waktu sebesar 30 menit jika beraktivitas di lokasi baru. Dengan lama waktu
beraktivitas dari rumah menuju PPI sebesar 10 menit di lokasi lama dan 40 menit
di lokasi baru berarti nelayan tersebut membutuhkan tambahan waktu sebesar 30
menit. Oleh karena itu lama waktu beraktivitas nelayan Desa Pangandaran bila
beraktivitas di lokasi baru
menimbulkan “beban” tambahan waktu sebesar
ekivalen 300% terhadap lama waktu aktivitasnya di lokasi lama.
Nelayan di Desa Babakan akan mengalami pengurangan waktu beraktivitas sebesar 30 menit dengan dipindahkannya lokasi PPI. Pengurangan lama waktu
beraktivitas nelayan Desa Babakan dari rumah menuju PPI di lokasi baru ekivalen
sebesar 75% terhadap alam waktu aktivitasnya di lokasi lama. Kondisi ini tidak
terlalu menguntungkan karena Desa Babakan merupakan desa dengan jumlah
nelayan paling sedikit di kecamatan Pangandaran.
Faktor lokasi merupakan kendala bagi nelayan. Lokasi baru PPI
Pangandaran kurang strategis dan jauh dari pemukiman nelayan. Lundgren 1968
vide Komarudin (1979), memaparkan bahwa lokasi yang ideal untuk pelabuhan
perikanan adalah sebagai berikut :
(1) Jaraknya tidak begitu jauh dari fishing ground
(2) Jarak dari konsumen harus dekat
(3) Struktur tanah cukup baik sehingga terhindar dari pengaruh hempasan
gelombang
Menurut Pane (2012) penting adanya kedekatan lokasi pelabuhan
perikanan/pangkalan pendaratan ikan dengan pemukiman nelayan terutama untuk
nelayan dengan armada penangkapan berukuran kecil (KM ≤ 10GT dan perahu
89
motor tempel). Hal ini dikarenakan dengan ukuran armada yang kecil,
dan trip
penangkapan ikan tidak terlalu lama sehingga setelah operasi penangkapan ikan
dilakukan, nelayan dapat segera kembali ke rumah untuk beristirahat.
Kebijakan yang dapat dilaksanakan oleh pemerintah daerah jika ingin
memindahkan nelayan ke lokasi baru adalah menyatukan semua pemukiman
nelayan dan memberikan rumah dan lahan secara gratis kepada nelayan.
3) Nelayan menjual hasil tangkapannya kepada tengkulak
Tidak
semua
nelayan
di
tangkapannnya kepada tengkulak.
Kecamatan
Pangandaran
menjual
hasil
Nelayan yang menjual hasil tangkapannya
kepada tengkulak adalah nelayan yang mengalami keterikatan modal dan hutang
terhadap tengkulak. Menurut Lubis et al (2011), penyebab keterlibatan tengku-lak
dalam aktivitas nelayan adalah 1) adanya ketersediaan uang yang relatif cukup
pada tengkulak/pengijon dan keinginan tengkulak/pengijon untuk menam-bah
penghasilan lebih banyak lagi, 2) adanya kekurangan dan kebutuhan dana bagi
nelayan dalam usaha dan kehidupan sehari-hari.
Tindakan penjualan hasil tangkapan nelayan kepada tengkulak tanpa
melalui proses lelang akan merugikan nelayan. Menurut Lubis (2012), pelelangan ikan merupakan suatu aktivitas utama terpenting di pelabuhan perikanan yang
perlu dikelola optimal, karena aktivitas ini berpengaruh an terhadap penerimaan
hasil penjualan nelayan; yang pada tahap selanjutnya menentukan berapa besaran
pendapatan nelayan (nelayan pemilik dan nelayan buruh). Tidak berfungsinya
pelelangan ikan jelas merugikan nelayan, karena tidak memperoleh harga yang
layak dalam menjual hasil tangkapannya.
Tabel 26 Perbandingan harga untuk contoh ikan layur di TPI dan tengkulak di
lokasi lama dan lokasi baru tahun 2011
PPI Pangandaran
Lokasi lama
Lokasi baru
Harga ikan (Rp)
TPI
Tengkulak
21.700,10.000,21.700,-*
10.000,-
Selisih harga (Rp)
11.700,11.700,-
Keterangan :
* Data dugaan. Data ini diasumsikan sama dengan di TPI lokasi lama karena TPI lokasi baru
belum berfungsi .
90
Saat penelitian ini dilakukan, TPI di lokasi lama telah ditutup, sedangkan
TPI di lokasi baru belum berfungsi. Hal ini menyebabkan nelayan kesulitan untuk
menjual hasil tangkapannya sehingga menjualnya kepada tengkulak. Harga ikan
ditentukan oleh tengkulak tanpa melalui proses tawar-menawar. Perbandingan
harga ikan di TPI dan tengkulak untuk contoh ikan layur disajikan pada Tabel 26.
Terdapat perbedaan harga ikan layur yang signifikan antara TPI dengan
tengkulak yaitu Rp. 21.700,- dan Rp. 10.000,-. Selisih harga jual ikan di TPI
sebesar ekivalen 53,92% terhadap harga jual tengkulak. Selisih harga yang besar
ini sangat merugikan nelayan, dan
mempengaruhi harga ikan di pasaran.
Penjualan hasil tangkapan kepada tengkulak dapat menyulitkan pendataan
produksi hasil tangkapan karena tidak tercatat di TPI. Penjualan yang tidak
tercatat oleh petugas TPI menyebabkan data produksi hasil tangkapan di
Pangandaran tidak akurat.
6.2 Prakiraan Dampak Pemindahan Lokasi PPI terhadap Pedagang ikan
Pemindahan PPI Pangandaran ke lokasi baru menciptakan kekhawatiran
bagi para pedagang ikan (bakul) dan para pengolah ikan (jongko). Lokasi PPI
baru yang cukup jauh dari lokasi wisata dikhawatirkan dapat menyulitkan baik
aktivitas pemasaran ikan hasil tangkapan maupun produk olahan perikanan
kepada konsumen.
Penjualan produk olahan perikanan oleh jongko-jongko sangat bergantung
pada kondisi wisata bahari Pangandaran karena mayoritas konsumennya
merupakan para wisatawan. Pemindahan PPI Pangandaran ke lokasi baru diduga
akan berdampak pedagang ikan. Dampak yang ditimbulkan terkait dengan
aktivitas dan pendapatan pedagang ikan.
6.2.1 Dampak terhadap aktivitas pedagang ikan
Pemindahan PPI Pangandaran ke lokasi baru diduga akan berdampak
terhadap aktivitas pedagang ikan. Pedagang ikan akan mengalami kesulitan dalam
memasarkan hasil tangkapan karena lokasi baru PPI jauh dari daerah pemasaran,
dan diperlukan adaptasi terhadap lokasi baru PPI. Berikut ini merupakan
prakiraan dampak yang dirasakan pedagang ikan akibat pemindahan PPI
Pangandaran ke lokasi baru yaitu :
91
1) Pedagang ikan harus beradaptasi lagi dengan lokasi baru
Pemindahan PPI Pangandaran ke lokasi baru menyebabkan pedagang ikan
harus beradaptasi lagi dengan lingkungan PPI yang masih baru. Hal ini mungkin
tidak akan menjadi masalah yang besar bagi pedagang ikan jika pihak pengelola
menyediakan berbagai kebutuhan pedagang ikan seperti kios-kios untuk menjual
ikan, timbangan, dan wadah.
Saat PPI Pangandaran yang berada di lokasi lama masih dibuka, pedagang
ikan memperoleh kemudahan untuk memasarkan hasil tangkapan karena
kedekatan lokasi pemasaran dengan konsumen. Dengan dipindahkannya PPI
Pangandaran, maka pedagang ikan harus beradaptasi lagi dengan fasilitas yang
ada.
Ketersediaan fasilitas yang dibutuhkan oleh pedagang ikan akan
memudahkan bagi mereka untuk beraktivitas di lokasi baru PPI. Kenyataan yang
terjadi adalah pembangunan berbagai fasilitas di lokasi baru PPI masih belum
selesai dilakukan. Hal ini menyebabkan pedagang tidak dapat melaksanakan
aktivitas di lokasi baru PPI.
2) Pedagang ikan mengalami kesulitan untuk mendapatkan pasokan ikan di
lokasi baru
Tidak adanya aktivitas pendaratan ikan dan keenggganan nelayan untuk
mendaratkan ikan hasil tangkapannya di lokasi baru PPI akan mengakibatkan
pedagang ikan mengalami kesulitan untuk mendapatkan pasokan ikan. Tidak
tersedianya pasokan ikan sesuai dengan yang dibutuhkan juga akan mengganggu
aktivitas produksi produk olahan perikanan.
Menurut Pane (2010) bagi pedagang dan pengolah ikan yang membeli ikan
di TPI, informasi ketersediaan jenis-jenis ikan, mutu, ukuran, dan harga disebut
sebagai kekuatan hasil tangkapan di suatu pelabuhan perikanan adalah penting
bagi pedagang dan pengolah ikan, sehingga mereka tertarik melakukan pembelian ikan di pelabuhan tersebut dan sekaligus juga terjaminnya kelangsungan
aktivitas mereka; selain itu juga berarti berkembangnya industri pengolahan ikan
di pelabuhan perikanan tersebut.
Tidak adanya pasokan ikan, maka pedagang ikan harus mencari produsen
yang lain. Hal ini jika terus terjadi diduga akan memperlambat kegiatan produksi
92
olahan perikanan. Sulitnya mendapatkan pasokan ikan juga dapat berdampak
terhadap terganggunya stabilitas perikanan tangkap di Pangandaran. Sulitnya
pasokan ikan mengindikasikan bahwa terjadi penurunan produksi hasil tangkapan.
3) Pedagang ikan mengalami kesulitan untuk memasarkan hasil tangkapan
Lokasi baru PPI Pangandaran yang cukup jauh dan kurang strategis
merupakan kendala utama bagi para pedagang ikan untuk memasarkan hasil
tangkapan yang telah dibeli dari nelayan. Tidak tersedianya fasilitas untuk
memasarkan ikan juga merupakan kekhawatiran terbesar bagi pedagang ikan.
Saat PPI Pangandaran masih berlokasi di Pantai Timur, pedagang ikan
mendapatkan kemudahan untuk memasarkan ikan yang telah dibeli dari nelayan
untuk kemudian dijual kepada pengolah ikan (jongko), rumah makan/restoran di
sekitar Pantai Barat dan Pantai Timur dan kepada wisatawan. Menurut Indrianto
(2006), pada dasarnya pemasaran hasil tangkapan di TPI bertujuan untuk
menciptakan mekanisme pasar yang menguntungkan baik bagi para nelayan
maupun pedagang ikan. Pemindahan PPI Pangandaran ke lokasi baru
menyebabkan pedagang ikan kesulitan untuk memasarkan ikan yang telah dibeli
ataupun harus mencari daerah pemasaran yang baru.
4) Bertambahnya lama waktu untuk beraktivitas di lokasi baru
Pemukiman pedagang ikan sebagian besar berada di Desa Pananjung dan
Pangandaran. Adapun lokasi pemasaran hasil tangkapannya adalah Pantai Barat,
Pantai Timur dan Pasar ikan Pangandaran. Pemindahan PPI Pangandaran ke
lokasi baru diduga akan berdampak terhadap lama waktu beraktivitas pedagang
ikan.
Lama waktu pedagang ikan untuk menuju lokasi baru PPI dan lokasi
pemasaran akan bertambah karena sarana transportasi dari dan menuju lokasi baru
sangat terbatas. Jenis sarana transportasi yang dapat digunakan untuk menuju
lokasi lama dan lokasi baru adalah angkutan pedesaan dan becak. Jumlah kedua
sarana transportasi tersebut relatif lebih banyak terdapat di lokasi lama karena
lokasinya yang berdekatan dengan wisata bahari. Dugaan lama waktu pedagang
ikan beraktivitas lokasi lama dan lokasi baru dan ke lokasi pemasaran disajikan
pada Tabel 27.
93
Tabel 27 Dugaan lama waktu yang dibutuhkan pedagang ikan menuju PPI dan
daerah pemasaran ikan di lokasi lama dan baru tahun 2011
PPI
Pangandaran
Lokasi lama
Lokasi baru
Dugaan
Pemukiman
Dari PPI ke daerah
menuju PPI*
pemasaran**
Jarak
Lama
Jarak
Lama
(m)
(menit)
(m)
(menit)
100
10
150
15
3.500
40
3.000
60
Selisih
Jumlah
Jarak
(m)
250
6.500
Lama
(menit)
25
100
6.250
75
Keterangan :
*Pemukiman : Pananjung, Pangandaran .
**Lokasi pemasaran : Pantai Barat, Pantai Timur, Pasar Ikan
Pedagang ikan akan mengalami selisih waktu yang besar jika beraktivitas di
lokasi baru dibandingkan lokasi lama. Saat di lokasi lama, pedagang ikan
membutuhkan waktu 25 menit untuk menuju daerah pemasaran, sedangkan jika
di lokasi baru, pedagang ikan akan membutuhkan waktu 100 menit untuk menuju
PPI dan lokasi pemasaran,dengan demikian terdapat selisih sebesar 75 menit.
Oleh karena itu tambahan lama waktu berakvitas di lokasi baru PPI ekivalen
sebesar 300% terhadap waktu aktivitasnya di lokasi lama.
Jarak yang lebih singkat dari PPI menuju daerah pemasaran (3.000 m),
pedagang ikan membutuhkan waktu yang lebih lama (60 menit). Hal ini diduga
terjadi karena pedagang ikan mendatangi ketiga daerah pemsaran untuk
memasarkan hasil tangkapan jika ikan yang telah dibeli dari nelayan tidak laku
terjual di salah satu daerah pemasaran, sehingga waktu beraktivitasnya menjadi
lebih lama.
Lama waktu yang diperlukan untuk beraktivitas di lokasi baru diduga dapat
menurunkan mutu ikan hasil tangkapan. Ikan merupakan sumberdaya yang
bersifat high perishable yaitu mudah busuk. Menurut Nurjanah (2009), Ikan yang
terlalu lama terpapar sinar matahari tanpa diberikan perlakuan khusus dapat
menurunkan mutu ikan tersebut karena telah terkontaminasi berbagai bakteri atau
mikroba lainnya. Menurut Lubis (2012), faktor-faktor yang mempengaruhi
menurunya kualitas/mutu ikan di pelabuhan perikanan adalah saat menunggu
penjualan di pagi hari, ikan dalam basket dibiarkan tanpa diberi es atau tidak
dimasukkan dalam cool room; penangkutan ikan dari dermaga ke TPI tanpa
94
pelindung; pencucian dengan menggunakan air kolam pelabuhan yang telah
terpolusi; penggunaan basket yang kotor; dan peletakan ikan di lantai TPI yang
kotor.
6.2.2 Dampak terhadap pendapatan pedagang ikan
Pemindahan PPI Pangandaran ke lokasi baru diduga juga berdampak
terhadap pendapatan pedagang ikan. Hal ini disebabkan biaya yang harus
dikeluarkan jika beraktivitas di lokasi baru. Berikut ini merupakan prakiraan
dampak pemindahan PPI terhadap pendapatan dan pengelolaan waktu nelayan :
1) Pedagang ikan harus mengeluarkan biaya yang lebih besar
Untuk mencapai lokasi baru PPI Pangandaran yang cukup jauh, maka
pedagang ikan harus mengeluarkan biaya transportasi untuk menuju dan dari
lokasi baru PPI. Selain biaya transportasi untuk beraktivitas di PPI, pedagang ikan
juga harus mengeluarkan biaya transportasi untuk memasarkan ikan hasil
tangkapan yang telah dibeli dari nelayan. Biaya-biaya yang diperkirakan akan
dikeluarkan oleh pedagang ikan jika beraktivitas di lokasi baru adalah biaya
transportasi dan biaya untuk menjaga mutu ikan agar tetap baik ketika sampai ke
tangan konsumen. Biaya yang dikeluarkan pedagang ikan akan bertambah untuk
menjaga mutu ikan yang akan dipasarkan. Untuk menjaga agar mutu ikan tetap
terjaga diperlukan perlakuan khusus misalnya pemberian es.
Jauhnya lokasi untuk
memasarkan ikan kembali akan menjadi kendala
terbesar bagi pedagang ikan karena harus mengeluarkan biaya untuk transportasi.
Bertambahnya biaya yang harus dikeluarkan tanpa diikuti oleh peningkatan
pendapatan dapat menurunkan keuntungan yang diperoleh pedagang ikan.
2) Penurunan pendapatan pedagang ikan
Lokasi baru PPI Pangandaran yang cukup jauh dari daerah pemasaran
menyebabkan pedagang ikan harus mengeluarkan biaya tambahan untuk
transportasi dari dan ke PPI Pangandaran. Peningkatan biaya yang dikeluarkan
akan berdampak pada keuntungan yang diperoleh. Peningkatan biaya yang harus
dikeluarkan tanpa diikuti dengan peningkatan keuntungan akan berdampak
kepada penurunan pendapatan. Penurunan pendapatan pedagang ikan diduga
95
dapat terjadi karena sulitnya memperoleh ikan dari pengepul untuk selanjutnya
dipasarkan kepada konsumen.
Pendapatan pedagang ikan diduga akan mengalami penurunan sebesar
Rp.60.000,- jika beraktivitas di lokasi baru. Penurunan ini terjadi karena adanya
biaya transportasi dari dan menuju PPI serta pembelian es untuk menjaga mutu
ikan. Dugaan perbandingan pendapatan pedagang ikan di lokasi lama dan lokasi
baru disajikan pada Tabel 28.
Tabel 28 Dugaan perbedaan pendapatan pedagang ikan di lokasi lama dan
lokasi baru dengan harga ikan yang sama tahun 2011
Item
PPI Pangandaran
1. Lokasi lama
- Pengeluaran
- Pemasukan
Banyak
Harga
(Rp)
Jumlah
(Rp)
Pembelian ikan (kg)
60
10.000,-
600.000,-
Penjualan ikan (kg)
60
15.000,-
900.000,-
- Pendapatan
- Pengeluaran
2. Lokasi baru
- Pengeluaran
- Pemasukan
- Pendapatan
300.000,Pembelian ikan (kg)
60
10.000,-
600.000,-
Transportasi (Rp)
1
50.000,-
50.000,-
Es
1
10.000,-
10.000,-
60
15.000,-
900.000,-
Penjualan ikan
Selisih pendapatan
240.000,60.000,-
Besarnya biaya pengeluaran pedagang ikan untuk membeli hasil tangkapan
nelayan adalah Rp.600.000,-. Saat beraktivitas di lokasi lama, pedagang ikan
akan mendapatkan pendapatan sebesar Rp. 300.000,-, sedangkan jika beraktivitas
di lokasi baru maka pendapatan pedagang ikan akan mengalami penurunan
menjadi Rp.240.000,-. Penurunan pendapatan Rp.60.000,- ini terjadi karena
pedagang ikan harus mengeluarkan biaya tambahan sebagai pengganti biaya
transportasi dan membeli es untuk menjaga agar mutu ikan tetap baik. Besarnya
penurunan pendapatan pedagang ikan ini jika beraktivitas di lokasi baru PPI
ekivalen sebesar 20 % terhadap pendapatannya.
Jauhnya lokasi baru PPI Pangandaran dari pemukiman pedagang ikan dan
lokasi pemasaran merupakan kendala terbesar bagi pedagang ikan. Tanpa adanya
96
jaminan dari pemerintah daerah tentang daerah pemasaran ikan untuk pedagang
ikan dan pembangunan fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan untuk memasarkan hasil
tangkapan yang telah dibeli dari nelayan, maka pedagang ikan
tetap ingin
bertahan di lokasi lama dan tidak ingin dipindahkan ke lokasi baru.
6.3 Permasalahan-Permasahan yang Dihadapi Pengelola PPI di Lokasi baru
Pihak pengelola PPI Pangandaran berjumlah tiga orang dengan kualifikasi
pendidikan tamatan SMA. Bentuk pengelolaan yang dilakukan adalah pendataan
unit penangkapan ikan, dan perizinan. Terbatasnya jumlah SDM pengelola
merupakan salah satu kendala bagi pengembangan PPI Pangandaran. Pihak
pengelola mengalami berbagai permasalahan terkait pengelolaan yang dilakukan.
Pemasalahan yang dihadapi oleh pihak pengelola PPI Pangandaran adalah sebagai
berikut :
1) Pembangunan berbagai fasilitas yang masih tertunda akibat kendala
pendanaan
Fasilitas kepelabuhanan perikanan di PPI Pangandaran masih belum selesai
dibangun. Fasilitas yang telah selesai dibangun di PPI Pangandaran adalah
fasilitas di darat yaitu kantor pengelola, gedung TPI, MCK, Mushola, instalasi
listrik dan air, sedangkan fasilitas di laut seperti dermaga dan alat bantu navigasi
masih belum dibangun (subbab 5.2). Pihak pengelola PPI mengatakan bahwa
pembangunan berbagai fasilitas di PPI Pangandaran masih tertunda karena
terkendala masalah dana. Menurut penulis, masalah pendanaan seharusnya
bukanlah alasan tertundanya pembangunan, karena sumber dana pembangunan
telah ditetapkan sejak sebelum PPI dibangun dan telah dianggarkan oleh
pemerintah daerah.
Pembangunan berbagai fasilitas kepelabuhan perikanan di PPI Pangandaran
yang belum selesai menyebabkan tidak adanya aktivitas pendaratan dan
pemasaran hasil tangkapan serta pengolahan ikan. Tidak adanya aktivitas tersebut
mengakibatkan tidak optimalnya pengelolaan di PPI tersebut. Seperti yang telah
dijelaskan pada pembahasan sebelumnya bahwa pengelolaan yang dilakukan oleh
pihak pengelola PPI masih terbatas pada pemeliharaan berbagai fasilitas.
97
2) Ketidakinginan nelayan mendaratkan hasil tangkapannya di lokasi baru
Nelayan merupakan pihak yang paling banyak melakukan aktivitas di suatu
pelabuhan perikanan seperti tambat labuh perahu, pendaratan hasil tangkapan, dan
pemasaran hasil tangkapan. Untuk melakukan berbagai aktivitas tersebut, nelayan
membutuhkan berbagai fasilitas yang memadai seperti kolam pelabuhan, dermaga
yang aman, breakwater agar perahu-perahu tidak kandas oleh gelombang dan
arus, alat bantu navigasi, TPI untuk memasarkan hasil tangkapan (subbbab 5.2
butir 1 dan 2).
Fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan oleh nelayan saat ini belum tersedia di
PPI Pangandaran. Tidak adanya fasilitas-fasilitas tersebut tidak memungkinkan
bagi nelayan untuk beraktivitas di PPI Pangandaran yang baru. Jika hal ini
dipaksakan, maka dapat membahayakan nelayan maupun perahu-perahu yang
akan bersandar di pelabuhan (subbab 5.3). Ketidaklengkapan fasilitas di PPI
Pangandaran menyebabkan nelayan tidak mau mendaratkan ikan hasil
tangkapannya di PPI Pangandaran.
Jika pembangunan PPI Pangandaran telah dirampungkan, tidak ada jaminan
bahwa nelayan akan mau beraktivitas disana. Hal ini terjadi karena sejak awal
nelayan tidak ingin dipindahkan. Selain karena faktor ketidaklengkapan fasilitas
faktor lokasi dan keselamatan juga menjadi penyebab nelayan tidak mau dipindahkan ke lokasi baru. Seperti yang telah dikemukakan dalam pembahasan
sebelumnya (subbab 5.3) bahwa beraktivitas di lokasi lama PPI lebih aman dibandingkan lokasi baru karena terlindung oleh teluk. Nelayan juga akan
mengalami kesulitan untuk memasarkan hasil tangkapan karena lokasi PPI yang
cukup jauh dari lokasi pemasaran.
3) Ketidakinginan pedagang dan pengolah ikan beraktivitas di lokasi baru
Pedagang dan pengolah ikan merupakan pihak yang juga menyatakan
keengganannya untuk beraktivitas di lokasi baru. Hal ini dikarenakan lokasi baru
PPI jauh dari daerah pemasaran. Berdasarkan subbab 4.3.1 diketahui bahwa
sarana transportasi
di Pangandaran relatif cukup baik dan aman digunakan.
Permasalahan yang dialami pedagang ikan adalah tidak adanya angkutan khusus
98
yang melayani ke PPI di lokasi baru. Sarana transportasi yang terdapat di sekitar
PPI baru adalah becak, angkutan pedesaan dan bis antar kota.
Pemindahan PPI Pangandaran ke lokasi baru menimbulkan kekhawatiran
bagi pedagang dan pengolah ikan tentang penurunan pendapatan karena
meningkatnya biaya yang harus dikeluarkan. Penurunan pendapatan pedagang
ikan disebabkan oleh adanya penambahan biaya untuk transportasi dan pembelian
es untuk menjaga mutu ikan. Kekhawatiran lain yang dirasakan oleh pedagang
dan pengolah ikan adalah tidak ada jaminan dari pihak pengelola bahwa mereka
akan mendapatkan berbagai fasilitas yang dibutuhkan dalam pemasaran hasil
tangkapan.
4) Rasa tidak percaya nelayan, pedagang dan pengolah ikan terhadap
pengelola PPI
Adanya rasa kurang percaya dari nelayan, pedagang dan pengelola ikan
terhadap pengelola PPI di lokasi baru disebabkan oleh jumlah sumberdaya
manusia (SDM) dari pengelola yang sedikit sedangkan fasilitas yang akan
dikelola cukup banyak. Rasa kurang percaya ini juga terjadi akibat sikap
pengelola dan pemerintah
daerah yang kurang memperhatikan kebutuhan
nelayan. Nelayan membutuhkan suatu pelabuhan perikanan/pangkalan pendaratan
ikan sebagai tempat untuk tambat labuh bagi perahu-perahu mereka, dan
memasarkan hasil tangkapannya.
Sikap nelayan yang tidak ingin dipindahkan dianggap dapat mengganggu
aktivitas penataan wisata bahari di Pangandaran. Nelayan, pedagang dan pengolah
ikan berada dalam posisi tawar yang lemah. Mereka harus tunduk terhadap
kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah, walaupun dapat
merugikan mereka sendiri.
Rasa tidak percaya nelayan, pedagang ikan dan pengolah ikan terhadap
pengelola PPI dapat diatasi jika antara pihak pemerintah daerah dengan nelayan,
pedagang ikan dan pengolah ikan terjadi komunikasi yang baik dan sikap saling
pengertian. Pihak pemerintah daerah diharapkan mau mendengarkan keluhan yang
dialami nelayan, pedagang ikan dan pengolah ikan, untuk selanjutnya dicarikan
solusi yang tepat.
99
6.4
Perencanaan ke depan PPI Pangandaran
6.4.1 Perencanaan oleh pemerintah daerah
Pemerintah daerah merencanakan semua aktivitas perikanan tangkap di
Pangandaran berpusat di lokasi baru, jika pembangunan fasilitas telah selesai. Hal
ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan fungsi dan peranan PPI Pangandaran.
Berpindahnya semua aktivitas perikanan tangkap ke lokasi baru, diharapkan
penataan Pantai Barat dan Pantai Timur Pangandaran sebagai kawasan pariwisata
bahari lebih optimal.
Pemerintah daerah telah mempersiapkan rencana pengembangan kawasan di
sekitar lokasi baru PPI Pangandaran. Pengembangan kawasan ini dimaksudkan
untuk pemenuhan kebutuhan pihak-pihak yang melakukan aktivitas di PPI.
Perencanaan pengembangan kawasan tersebut diantaranya adalah pembangunan
berbagai fasilitas sebagai berikut (Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa
Barat, 2009) :
1) Sarana docking dan bengkel kapal
Sarana docking kapal akan dibangun di atas lahan seluas 845 m2.
Pembangunan ini membutuhkan biaya Rp. 1.741.240.000,-. yang berasal Dana
Alokasi Khusus (DAK) Kabupaten Ciamis tahun 2010. Untuk perawatan dan
perbaikan perahu/kapal yang rusak, maka akan dibangun bengkel kapal. Bengkel
ini akan dibangun di atas lahan seluas 140 m2 dan diperkirakan akan menelan
biaya sebesar Rp.284.407.000,-. Sumber dana pembangunan bengkel kapal
berasal APBD Kabupaten Ciamis tahun 2012.
2) Balai penyuluhan nelayan
Pembangunan fasilitas Balai Penyuluhan Nelayan bertujuan untuk
memudahkan penyampaian informasi kepada nelayan. Fasilitas ini akan dibangun
di atas lahan seluas 445 m2. Pembangunan fasilitas ini membutuhkan biaya
Rp.912.659.000,-. yang berasal dari APBD Kabupaten Ciamis tahun 2010.
3) Pabrik es dan ruangan pengepakan
Pembangunan pabrik
es dan ruang pengepakan dilakukan untuk
memberikan kemudahan bagi nelayan dan pedagang pengolah ikan dalam upaya
100
mempertahankan mutu ikan. Fasilitas ini akan dibangun di atas lahan 350 m2.
Pembangunan fasilitas ini membutuhkan biaya sebesar Rp.1.292.760.000,- yang
berasal dari DAK Kabupaten Ciamis tahun 2012.
4) Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN)
Pembangunan fasilitas Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN)
dimaksudkan untuk memberikan kemudahan bagi nelayan memperoleh bahan
bakar melaut seperti solar dan bensin. Fasilitas ini akan dibangun di atas lahan
seluas 9 m2. Pembangunan fasilitas ini diperkirakan membutuhkan dana sebesar
Rp.63.860.000,- yang berasal dari APBD Kabupaten Ciamis tahun 2012.
5) Pasar ikan
Pembangunan fasilitas ini bertujuan untuk memberi kemudahan bagi
pedagang ikan untuk menjual ikannya kepada konsumen. Pembangunan fasilitas
ini juga dimaksudkan untuk menarik minat pedagang ikan untuk mau beraktivitas
di lokasi baru PPI Pangandaran. Fasilitas ini akan dibangun diatas lahan seluas
724 m2, dan membutuhkan dana sebesar Rp.1.449.679.000,- yang berasal dari
APBD Kabupaten Ciamis tahun 2012.
6) Pertokoan/kantin
Fasilitas pertokoan/kantin akan dibangun di atas lahan seluas 415 m2.
Pembangunan fasilitas ini membutuhkan dana sebesar Rp.814.827.000,-, yang
berasal dari APBD Kabupaten Ciamis tahun 2012.
Upaya pemerintah daerah untuk mengembangkan wisata bahari dan
perikanan tangkap di Pangandaran cukup baik, tetapi tidak melibatkan berbagai
pihak yang akan melakukan aktivitas di wilayah tersebut. Pengembangan kedua
kawasan dapat berjalan dengan baik, jika pemerintah daerah memperhatikan
kebutuhan para pelaku yang akan melaksanakan aktivitas di kawasan tersebut.
6.4.2 Alternatif pengembangan PPI Pangandaran
Ada dua alternatif strategi pengembangan PPI Pangandaran yang ditawar
kan dalam penelitian ini yaitu pengembangan PPI Pangandaran dilakukan di
lokasi baru atau di lokasi lama. Kedua alternatif ini mempunyai berbagai
kelebihan dan kekurangan. Peneliti mencoba menentukan strategi pengembangan
101
PPI Pangandaran menggunakan analisis SWOT. Hasil analisis ini dapat digunakan
oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Ciamis c.q pihak pengelola PPI
Pangandaran untuk pengembangan PPI Pangandaran.
1) Alternatif 1 : Pengembangan PPI Pangandaran dilakukan di lokasi baru
Pemindahan PPI Pangandaran ke lokasi baru mendapat penolakan dari
nelayan dan pedagang ikan. Penolakan ini disebabkan oleh lokasi baru PPI jauh
dari pemukiman nelayan dan pedagang ikan, kurang terlindung karena berada di
muara sungai dan dekat dengan pantai sehingga dapat membahayakan
keselamatan jika beraktivitas disana (Bab 5).
Penolakan nelayan dan pedagang ikan untuk dipindahkan ke lokasi baru PPI
akan menjadi kendala besar bagi pengembangan PPI karena nelayan dan
pedagang ikan merupakan pelaku yang paling banyak melakukan aktivitas di PPI.
Tanpa adanya nelayan dan pedagang ikan, maka tidak akan ada aktivitas
pendaratan dan pemasaran hasil tangkapan di lokasi baru PPI.
Identifikasi faktor internal pengembangan PPI Pangandaran di lokasi baru
disajikan pada Tabel 29 Matrik internal factor analysis summary (IFAS). Faktor
internal (kekuatan dan kelemahan) pengembangan PPI Pangandaran adalah
sebagai berikut :
(1) Kekuatan
a) Adanya dukungan dari Pemerintah Daerah Ciamis
Dukungan Pemerintah Daerah Kabupaten Ciamis terhadap pemindahan PPI
Pangandaran ke lokasi baru diketahui dari adanya peraturan daerah (perda)
Kabupaten Ciamis No. 9 Tahun 2000 Tentang Perubahan Rencana Umum Tata
Ruang (RUTR) Kota Pangandaran (subbab 5.1.2). Peraturan daerah ini merupakan
kekuatan bagi pengembangan PPI Pangandaran di lokasi baru.
b) Hasil tangkapan dalam kondisi segar
Hasil tangkapan nelayan Pangandaran berada dalam kondisi segar karena
aktivitas penangkapan ikan dilakukan secara one day fishing. Ini merupakan
kekuatan PPI Pangandaran, karena ikan yang berada dalam kondisi segar akan
menarik minat konsumen.
102
c) Adanya pengelola PPI di lokasi baru
Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Pangandaran di lokasi baru telah
memiliki pengelola. Pengelolaan PPI Pangandaran dilakukan berdasarkan
Keputusan Bupati Ciamis No. 294 tahun 2004 (subbab 5.7.2). Adanya pengelola
merupakan kekuatan bagi pengembangan PPI Pangandaran.
d) Adanya gedung TPI
Gedung TPI sesuai dengan fungsinya adalah sebagai tempat melelang hasil
tangkapan. Gedung TPI telah dibangun di lokasi baru PPI Pangandaran. Gedung
ini menjadi kekuatan karena akan memudahkan dalam pemasaran dan distribusi
hasil tangkapan.
e) Adanya instalasi listrik dan air di lokasi baru
Instalasi listrik dan air sangat penting peranannya dalam aktivitas
kepelabuhan perikanan seperti perkantoran dan pelelangan ikan. Instalasi listrik
dan air telah terdapat di lokasi baru.
f) Adanya kantor pengelola di lokasi baru
Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Pangandaran di lokasi baru telah
memiliki kantor pengelola. Aktivitas yang dilakukan di kantor pengelola adalah
aktivitas perkantoran seperti pendataan jumlah nelayan, armada, alat tangkap dan
perizinan.
(2) Kelemahan
a) Biaya pembangunan PPI yang besar
Pembangunan PPI ini membutuhkan dana yang besar yaitu mencapai
Rp.176.180.304.000,- (seratus tujuh puluh enam milyar seratus delapan puluh
juta tiga ratus empat ribu rupiah). Besarnya biaya pembangunan ini menjadi
kelemahan PPI Pangandaran karena menyebabkan pembangunan berbagai fasilitas
secara bertahap.
b) Pembangunan berbagai fasilitas belum selesai dilaksanakan
Pembangunan fasilitas kepelabuhanan perikanan di lokasi baru PPI
Pangandaran belum selesai. Hal ini menyebabkan aktivitas kepelabuhanan
perikanan belum dapat dilaksanakan di lokasi baru. Menurut pihak pengelola PPI,
belum selesainya pembangunan fasilitas ini terkendala pendanaan. Masalah dana
103
seharusnya bukanlah menjadi kendala, karena dana pembangunan PPI ini telah
dianggarkan dalam APBD Kabupaten Ciamis dan APBD Provinsi Jawa Barat.
c) Jauh dari pemukiman nelayan
Pemukiman nelayan tersebar di Desa Pananjung, Pangandaran dan
Babakan. Jauhnya lokasi baru PPI Pangandaran menjadi kelemahan karena menyebabkan nelayan tidak ingin
beraktivitas disana (subbab 6.1.2 butir 1).
Ketidakinginan nelayan untuk beraktivitas di lokasi baru PPI Pangandaran akan
menjadi ancaman bagi pengembangan PPI. Hal ini dikarenakan nelayan
merupakan pelaku yang paling banyak melakukan aktivitas di pelabuhan. Tidak
adanya nelayan yang beraktivitas di lokasi baru PPI akan mengakibatkan fasilitas
yang telah dibangun menjadi rusak.
d) Jauh dari daerah pemasaran
Lokasi baru PPI Pangandaran berada jauh dari daerah pemasaran. Hal ini
menyebabkan pedagang ikan mengalami kesulitan memasarkan hasil tangkapan
yang telah dibeli dari nelayan. Jauhnya lokasi PPI dari daerah pemasaran akan
berdampak pada peningkatan biaya yang harus dikeluarkan oleh pedagang ikan
dari dan menuju PPI, dan tambahan biaya untuk menjaga mutu ikan agar tetap
baik berada di tangan konsumen (subbab 6.2.2 butir 2).
e) Jumlah SDM pengelola PPI di lokasi baru sedikit
Jumlah SDM yang mengelola PPI Pangandaran adalah tiga orang dengan
tingkat pendidikan lulusan SMA (subbab 5.7). Bentuk pengelolaan yang
dilakukan adalah pendataan unit penangkapan ikan, dan perizinan. Jumlah SDM
pengelola yang sangat terbatas menjadi kelemahan karena dapat mengakibatkan
pengelolaan yang dilakukan tidak optimal.
f) Biaya transportasi menuju lokasi baru cukup besar
Nelayan pedagang ikan dan tidak ingin beraktivitas di lokasi baru PPI
Pangandaran dikarenakan adanya tambahan biaya untuk transportasi. Adanya
biaya transportasi sebagai akibat jauhnya lokasi baru PPI Pangandaran dari
pemukiman nelayan, pedagang ikan dan daerah pemasaran. Hal ini menjadi
kelemahan lokasi baru PPI Pangandaran dan menyebabkan pedagang ikan dan
nelayan tidak ingin untuk beraktivitas disana.
104
g) Lama waktu beraktivitas di lokasi baru lebih lama dibandingkan
lokasi lama
Lama waktu beraktivitas di lokasi baru bagi nelayan dan pedagang ikan
terjadi karena sebagian besar pemukiman nelayan dan pedagang ikan berada di
Desa Pananjung dan Pangandaran. Hal ini menjadi kelemahan lokasi baru PPI
Pangandaran.
h) Sarana transportasi ke lokasi lama terbatas
Sarana transportasi darat yang terdapat di wilayah Pangandaran adalah
becak, angkutan pedesaan dan bis antar kota. Sarana transportasi ini sangat
terbatas dan sebagian besar terdapat di lokasi lama PPI Pangandaran (subbab
4.3.1).
Tabel 29 Matrik IFAS strategi pengembangan PPI Pangandaran di lokasi baru
tahun 2011
Faktor Internal
Kekuatan :
a. Adanya dukungan dari pemerintah daerah berupa Perda Kab. Ciamis
No. 9 tahun 2002 tentang penetapan Desa Babakan senagai lokasi
baru PPI Pangandaran
Skor
Bobot
2
6,86
Nilai
13,73
b. Hasil tangkapan yang didaratkan dalam kondisi segar
3
5,15
15,44
c. Adanya pengelola PPI baru
2
4,90
9,80
d. Adanya gedung TPI
2
4,90
9,80
e. Adanya instalasi listrik dan air di PPI baru
3
4,90
14,71
f. Adanya kantor pengelola di PPI baru
2
4,90
9,80
Subjumlah
73,48
Kelemahan :
a. Biaya pembangunan yang besar
1
9,31
9,31
b. Pembangunan berbagai fasilitas belum selesai dilaksanakan
2
8,82
17,65
c. Jauh dari pemukiman nelayan
1
9,07
9,07
d. Jauh dari daerah pemasaran
2
7,35
14,71
e.Jauh dari konsumen
1
7,35
7,35
f. Jumlah SDM pengelola PPI baru sedikit
1
5,88
5,88
g. Biaya transportasi menuju PPI baru cukup besar
h. Lama waktu beraktivitas di PPI baru lebih lama dibandingkan di PPI
lama
2
6,86
13,73
1
7,84
7,84
i. Sarana transportasi yang terbatas
2
5,88
11,76
Subjumlah
97,3
Jumlah
170,59
105
Analisis faktor internal pengembangan PPI Pangandaran di lokasi baru pada
Tabel 28 menghasilkan nilai 170,59 atau <180 dari nilai maksimum 300. Nilai ini
memperlihatkan bahwa komponen kelemahan di lokasi baru PPI Pangandaran
sangat dominan.
Identifikasi faktor eksternal pengembangan PPI Pangandaran di lokasi baru
disajikan pada Tabel 30 Matrik eksternal factor analysis summary (EFAS). Faktor
eksternal terdiri atas komponen peluang dan ancaman. Komponen peluang dan
ancaman pengembangan PPI Pangandaran di lokasi baru adalah sebagai berikut :
(1) Peluang
a) Peningkatan jumlah armada dan alat tangkap
Rata-rata pertumbuhan armada penangkapan ikan dan alat tangkap di
Pangandaran mengalami peningkatan. Hal ini merupakan peluang yang baik bagi
PPI Pangandaran. Peningkatan jumlah armada dan alat tangkap akan
meningkatkan jumlah produksi hasil tangkapan.
b) Trip penangkapan one day fishing sehingga hasil tangkapan berada
dalam kondisi segar
Nelayan Pangandaran melakukan aktivitas penangkapan ikan one day
fishing yaitu penangkapan ikan yang dilakukan dalam satu hari. Hal ini
menyebabkan ikan-ikan yang didaratkan umumnya dalam kondisi segar (subbab
5.3). Hal ini mempunyai sisi positif terhadap mutu ikan yang didaratkan dan
kontinuitas produksi.
c) Adanya ekportir hasil perikanan
PerusahaanPT Asi Pujiastuti adalah eksportir tunggal hasil perikanan laut di
Kabupaten Ciamis. Keberadaan eksportir ini memberikan peluang bagi nelayan
untuk menjual hasil tangkapannya dengan harga yang pantas.
d) Adanya pasar ekspor
Pasar ekspor ikan-ikan dari Pangandaran adalah Jepang, Uni Eropa, dan
Amerika Serikat. Keberadaan pasar ekspor ini akan merupakan peluang yang
besar dalam pemasaran hasil tangkapan nelayan.
106
(2) Ancaman
a) Adanya penolakan dari nelayan
Penolakan nelayan terjadi karena lokasi baru PPI Pangandaran berada jauh
dari pemukiman nelayan, kurang terjaminnya keselamatan beraktivitas, dan
pembangunan fasilitas yang belum selesai. Penolakan ini dapat menjadi ancaman
bagi pengembangan PPI Pangandaran karena nelayan merupakan pelaku yang
paling banyak melakukan aktivitas di pelabuhan. Dengan adanya penolakan
nelayan akan menjadi ancaman yang besar bagi pengembanga PPI Pangandaran.
Tanpa adanya nelayan yang beraktivitas di lokasi baru PPI Pangandaran, fasilitas
kepelabuhanan perikanan yang telah dibangun dengan biaya besar akan rusak
karena tidak pernah digunakan.
b) Adanya penolakan dari pedagang ikan
Penolakan pedagang ikan akan menjadi ancaman bagi pengembangan PPI
Pangandaran di lokasi baru. Ini terjadi karena pedagang ikan merupakan ujung
tombak pemasaran dan distribusi hasil tangkapan. Jika pedagang ikan tetap
menyakan penolakan dan menyatakan keenganananya beraktivitas di lokasi baru
PPI Pangandaran, maka aktivitas pemasaran dan distribusi hasil tangkapan di
Kecamatan Pangandaran akan terganggu.
c) Tidak adanya tempat berlindung bagi perahu nelayan dari hempasan
gelombang
Lokasi baru PPI Pangandaran berada di pantai yang langsung menghadap
Samudera Hindia. Kondisi ini akan membahayakan nelayan jika terjadii hempasan
Samudera Hindia, tanpa adanaya lokasi untuk melindungi perahu Tidak adanya
tempat berlindung bagi perahu nelayan dari hempasan gelombang merupakan
ancaman bagi pengembangan PPI Pangandaran di lokasi baru. Hal ini terjadi
karena lokasi baru PPI Pangandaran kurang terlindung dan langsung menghadap
ke laut.
d) Kurangnya keselamatan beraktivitas di lokasi baru
Kurang terjaminnya keselamatan beraktivitas di lokasi baru dikarenakan
lokasi baru PPI Pangandaran berada di muara sungai dan dekat dengan pantai
yang tidak terlindung. Keadaan ini semakin menyulitkan karena di lokasi baru PPI
Pangandaran belum mempunyai breakwater. Kurang terjaminnya keselamatan
107
beraktivitas di lokasi baru PPI Pangandaran merupakan salah satu alasan nelayan
tidak ingin dipindahkan.
e) Keharusan nelayan menyerahkan hasil tangkapan kepada tengkulak
Nelayan harus menyerahkan hasil tangkapannya kepada tengkulak dan
menjualnya dengan harga yang telah ditetapkan tengkulak. Hal ini terjadi karena
adanya keterikatan nelayan dengan tengkulak dalam urusan permodalan. Tindakan
ini merupakan ancaman karena dapat mempengaruhi harga ikan di pasaran.
f) Adanya potensi bencana tsunami
Wilayah Pangandaran pernah mengalami bencana tsunami pada tahun 2006.
Akibat bencana tersebut banyak alat tangkap dan perahu nelayan yang hilang atau
rusak tersapu oleh gelombang tsunami. Potensi bencana ini dapat kembali lagi
terjadi di Pangandaran. Hal ini merupakan ancaman besar bagi pengembangan
PPI Pangandaran.
Tabel 30 Matrik EFAS strategi pengembangan PPI Pangandaran di lokasi baru
tahun 2011
Faktor Eksternal
Skor
Bobot
Nilai
Peluang :
a. Peningkatan jumlah armada dan alat tangkap
2
8,33
16,67
b. Trip penangkapan one day fishing
3
8,33
25,00
c. Adanya eksportir hasil perikanan
2
7,22
14,44
d. Adanya pasar ekspor
2
7,22
14,44
Subjumlah
70,55
Ancaman :
a. Penolakan dari nelayan
1
10,00
10,00
b. Penolakan dari pedagang ikan
c. Tidak adanya tempat berlindung bagi perahu nelayan dari hempasan
gelombang
1
9,44
9,44
1
13,33
13,33
d. Keselamatan beraktivitas di PPI baru
1
13,33
13,33
e. Adanya nelayan yang terikat dengan tengkulak
2
8,33
8,33
f. Bencana tsunami
1
14,44
14,44
Subjumlah
77,00
Jumlah
147,55
Analisis faktor eksternal pengembangan PPI Pangandaran di lokasi baru
pada Tabel 30 menghasilkan nilai adalah 147,55 atau <180 dari nilai maksimum
300. Hal ini memperlihatkan bahwa faktor ancaman di lokasi baru PPI sangat
108
dominan. Kondisi ini tidak baik bagi pengembangan PPI di lokasi baru, karena
besarnya nilai ancaman .
Strategi pengembangan PPI Pangandaran di lokasi baru dilakukan dengan
menggabungkan kondisi faktor internal dan eksternal (matrik IFAS dan EFAS).
Hasil penggabungan ini menghasilkan empat alternatif strategi pengembangan
yaitu SO, ST, WO dan WT. Alternatif-alternatif stategi pengembangan tersebut
disajikan pada Tabel 31.
Tabel 31 Matrik SWOT pengembangan PPI Pangandaran di lokasi baru
tahun 2011
Kekuatan (S)
1. Adanya dukungan dari
pemerintah daerah berupa Perda
Kab. Ciamis No. 9 tahun 2002
(S1)
2. Hasil tangkapan dalam kondisi
segar (S2)
3. Adanya pengelola PPI (S3)
4. Adanya gedung TPI (S4)
5. Adanya instalasi listrik dan air di
PPI baru (S5)
6. Adanya kantor pemgelola (S6)
Kelemahan (W)
1. Besarnya biaya pembangunan (W1)
2. Pembangunan yang belum selesai
(W2)
3. Jauh dari pemukiman nelayan (W3)
4. Jauh dari daerah pemasaran (W4)
5. Jauh dari konsumen (W5)
6. Jumlah SDM pengelola sedikit
(W6)
7. Biaya transportasi menuju Ppi baru
cukup besar (W7)
8. Lama waktu beraktivitas di PPI
baru lebih lama dibandingkan PPI
lama (W8)
9. Sarana transportasi yang terbatas
(W9)
Peluang (O)
1. Peningkatan jumlah armada dan
alat tangkap (O1)
2. Trip penangkapan one day fishing
(O2)
3. Adanya eksportir hasil perikanan
(O3)
4. Adanya pasar ekspor (O4)
Strategi SO
1. Mengoptimalkan dukungan dari
Pemerintah Daerah agar
peningkatan jumlah armada dan
alat tangkap dapat meningkatkan
produksi hasil tangkapan (S1,
S3, O1, O2,O3, O4)
2. Mengoptimalkan fasilitas yang
telah dibangun dan pengelolaan
terhadap fasilitas tersebut untuk
meningkatkan produksi hasil
tangkapan ( S2, S4, S5, S6, O1,
O2, O3,dan O4)
Strategi WO
1. Menyegerakan pembangunan
berbagai fasilitas, sarana dan
prasaranan untuk menarik minat
eksportir (W1, W2, O1, O2, O3 dan
O4)
2. Menambah jumlah SDM pengelola
dan sesuai dengan kualifikasi yang
dibutuhkan agar pengelolaan dapat
ditingkatkan ( W6, O1 dan O2 )
3. Merelokasi pemukiman nelayan,
untuk dapat memperkecil biaya
transportasi, lama waktu
beraktivitas dan meningkatkan nilai
produksi hasil tangkapan (W3, W4,
W5, W7, W8, W9, O1, O2, O3, dan
O4)
Ancaman (T)
1. Penolakan dari nelayan (T1)
2. Penolakan dari pedagang ikan (T2)
3. Tidak adanya tempat berlindung
bagi perahu nelayan dari hempasan
gelombang (T3)
4. Keselamatan beraktivitas di PPI
baru (T4)
5. Adanya nelayan yang terikat
dengan tengkulak (T5)
6. Bencana tsunami (T6)
Stategi ST
1. Mengadakan pendekatan
persuasif kepada nelayan dan
pedagang ikan agar mau
beraktivitas di PPI baru (S1, S6,
T1, T2 dan T5)
2. Mengoptimalkan berbagai
fasilitas yang telah dibangun
serta memberikan peringatan
dini terhadap ancaman bahaya (
S3, S4, S5, S6, T4, dan T6)
Strategi WT
1. Menyegerakan pembangunan
berbagai fasilitas dan menjamin
semuanya sesuai dengan standard
operational prosedure (SOP) (W1,
W2, T3, T4 dan T6)
2. Mengakan hubungan kerja sama
yang baik dan saling pengertian
antara pengelola dengan nelayan
dan pedagang ikan (W6, T1, T2
dan T5 )
IFAS
EFAS
109
(1) Strategi SO
(a) Mengoptimalkan dukungan dari pemerintah daerah agar peningkatan
jumlah armada dan alat tangkap dapat meningkatkan produksi hasil
tangkapan (S1, S3, O1, O2,O3, O4).
(b) Mengoptimalkan fasilitas yang telah dibangun dan pengelolaan terhadap
fasilitas tersebut untuk meningkatkan produksi hasil tangkapan ( S2, S4,
S5, S6, O1, O2, O3,dan O4).
(2) Strategi WO
(a) Menyegerakan pembangunan berbagai fasilitas, sarana dan prasaranan
untuk menarik minat eksportir (W1, W2, O1, O2, O3 dan O4).
(b) Menambah jumlah SDM pengelola dan sesuai dengan kualifikasi yang
dibutuhkan agar pengelolaan dapat ditingkatkan ( W6, O1 dan O2).
Merelokasi pemukiman nelayan, untuk dapat memperkecil biaya
transportasi, lama waktu beraktivitas dan meningkatkan nilai produksi
hasil tangkapan (W3, W4, W5, W7, W8, W9, O1, O2, O3, dan O4).
(3) Strategi ST
(a) Mengadakan pendekatan persuasif kepada nelayan dan pedagang ikan agar
mau beraktivitas di PPI baru (S1, S6, T1, T2 dan T5).
(b) Mengoptimalkan berbagai fasilitas yang telah dibangun serta memberikan
peringatan dini terhadap ancaman bahaya ( S3, S4, S5, S6, T4, dan T6).
(4) Strategi WT
(a) Menyegerakan pembangunan berbagai fasilitas dan menjamin semuanya
sesuai dengan standard operational prosedure (SOP) (W1, W2, T3, T4
dan T6).
(b) Mengadakan hubungan kerja sama yang baik dan saling pengertian antara
pengelola dengan nelayan dan pedagang ikan (W6, T1, T2 dan T5).
2) Alternatif 2 : Pengembangan PPI Pangandaran dilakukan di lokasi lama
Pangkalan pendaratan ikan (PPI) Pangandaran lama berada di Pantai Timur
Pangandaran dan dekat dengan pemukiman nelayan serta kawasan wisata bahari.
Kedekatan lokasi ini memberikan kemudahan bagi nelayan untuk, menjual hasil
tangkapannnya ke rumah makan/restoran pedagang/pengolah ikan, dan wisatawan
110
yang berada di kawasan wisata. Selain itu nelayan tidak membutuhkan lebih
banyak waktu untuk menuju PPI dan tidak terdapat biaya tambahan sebagai ganti
biaya transportasi.
Identifikasi faktor internal dan eksternal pengembagan PPI pangandaran di
lokasi lama disajikan dalam matrik internal factor analysis summary (IFAS)
pada Tabel 31. Faktor internal pengembangan PPI Pangandaran di lokasi lama
adalah sebagai berikut :
(1) Kekuatan
a) Lokasi lama dekat dengan pemukiman nelayan
Lokasi pemukiman nelayan di Kecamatan Pangandaran tersebar di tiga
lokasi yaitu Pangandaran, Pananjung dan Babakan. Babakan merupakan desa
dengan jumlah nelayan paling sedikit (subbab 6.1.2). Kedekatan lokasi
pemukiman nelayan dengan lokasi lama PPI Pangandaran merupakan kekuatan
bagi pengembangan PPI Pangandaran di lokasi lama. Kedekatan lokasi
memberikan kemudahan bagi nelayan menuju PPI dan kembali ke rumah.
b) Lokasi lama dekat dengan daerah pemasaran
Lokasi lama PPI Pangandaran dekat dengan daerah pemasaran yaitu Pantai
Barat, Pantai Timur dan pasar ikan. Hal ini sangat memudahkan bagi nelayan
untuk menjual hasil tangkapannya. Kedekatan lokasi tersebut juga menjadi daya
tarik bagi pedagang ikan untuk melakukan aktivitas di lokasi lama PPI
Pangandaran.
c)
Lokasi lama dekat dengan konsumen
Lokasi lama PPI Pangandaran sangat strategis karena dekat dengan
konsumen sehingga pemasaran ikan lebih mudah dilakukan.Konsumen yang
dimaksudkan disini adalah rumah makan/restoran dan wisatawan yang berada di
kawasan wisata bahari.
d) Adanya gedung TPI
Gedung TPI telah dibangun di lokasi baru PPI Pangandaran. Gedung ini
menjadi kekuatan karena akan memudahkan dalam pemasaran dan distribusi hasil
tangkapan. Keberadaan gedung TPI akan menjadi kekuatan bagi pengembangan
PPI Pangandaran karena kegiatan pelelangan ikan dapat berlangsung dengan baik.
111
e) Adanya alat bantu navigasi
Keberadaan alat bantu navigasi memberikan kemudahan bagi nelayan untuk
masuk-keluar pelabuhan. Adanya alat bantu navigasi merupakan kekuatan PPI
Pangandaran di lokasi lama karena merupakan salah satu fasilitas pokok yang
dapat menjamin keselamatan beraktivitas di pelabuhan perikanan.
f) Biaya transportasi menuju lokasi lama rendah
Biaya transportasi dari dan menuju lokasi lama PPI Pangandaran relatif
rendah. Ha ini dikarenakan lokasi lama PPI dekat dengan pemukiman nelayan.
Rendahnya biaya transportasi menjadi daya tarik bagi pelaku yang akan
beraktivitas disana.
g) Lama waktu beraktivitas lebih singkat dibandingkan lokasi baru
Lama waktu beraktivitas di lokasi lama lebih singkat karena kedekatan
lokasi PPI dengan pemukiman nelayan. Kedekatan lokasi ini menebabkan waktu
yang dibutuhkan nelayan untuk menuju lokasi lama dibandingkan lokasi baru.
Lama waktu beraktivitas lebih singkat di lokasi lama juga menguntungkan bagi
pedagang ikan. Dengan lama waktu beraktivitas yang tidak terlalu lama, pedagang
ikan akan lebih mudah memasarkan ikan yang telah dibelinya dari nelayan.
h) Lokasi lama terlindung oleh teluk
Lokasi lama PPI Pangandaran berada di Teluk Pananjung sehingga relatif
lebih terlindung dari hempasan gelombang. Kondisi ini sangat menguntungkan
bagi pengembangan PPI Pangandaran. Perahu nelayan dapat melakukan aktivitas
tambat labuh, dan bongkar muat hasil tangkapan dengan aman.
i)
Hasil tangkapan dalam kondisi segar
Hasil tangkapan nelayan Pangandaran berada dalam kondisi segar. Hal ini
dikarenakan trip penangkapan ikan nelayan Pangandaran one day fishing atau
penangkapan ikan yang dilakukan dalam satu hari. Ini menjadi kekuatan bagi PPI
Pangandaran. Kesegaran hasil tangkapan dapat menarik minat konsumen untuk
membelinya.
(2) Kelemahan
a) Tidak adanya kolam pelabuhan
Pangkalan Pendaratan Ikan Pangandaran di lokasi lama tidak mempunyai
kolam pelabuhan. Ini merupakan kelemahan lokasi lama, dengan tidak adanya
112
kolam pelabuhan menyebabkan nelayan memanfaatkan perairan Pantai Barat,
Pantai Timur, Cagar Alam Pananjung. Tindakan ini menurut pemerintah daerah
dapat mengganggu pengembangan wisata bahari di Pangandaran, dan aktivitas
konservasi di Cagar Alam Pananjung.
b) Tidak adanya dermaga
Dermaga merupakan salah satu fasilitas pokok yang penting dalam suatu
pelabuhan perikanan. Dengan tidak adanya dermaga di lokasi lama PPI
Pangadaran menyebabkan nelayan memanfaatkan Pantai Timur, Pantai Barat dan
Perairan Cagar Alam Pananjung sebagai tempat untuk menambatkan perahu
(subbab 5.1.1).
c)
Tidak adanya breakwater
Tujuan utama adanya breakwater adalah melindungi daerah di dalam
perairan pelabuhan, yaitu memperkecil tinggi gelombang laut, sehingga
kapal/perahu dapat berlabuh dan bongkar muat dengan tenang. Tidak adanya
breakwater menjadi kelemahan lokasi lama PPI Pangandaran.
Tabel 32 Matrik IFAS strategi pengembangan PPI Pangandaran di lokasi lama
tahun 2011
Faktor Internal
Skor
Bobot
Kekuatan :
a. Lokasi PPI lama dekat dengan pemukiman nelayan
3
8,06
24,19
b. Lokasi PPI lama dekat dengan daerah pemasaran
3
8,06
24,19
c. Lokasi PPI lama dekat dengan konsumen
3
8,39
25,16
d. Adanya gedung TPI
2
8,71
17,42
e. Adanya kantor pengelola dan KUD
2
7,10
14,19
f. Adanya alat bantu navigasi
3
10,32
30,97
g. Biaya transportasi rendah
3
8,39
25,16
h. Lama waktu beraktivitas lebih singkat dibandingkan PPI baru
3
8,71
26,13
i. Lokasi PPI lama yang terlindung oleh teluk
2
10,65
21,29
j. Hasil tangkapan dalam kondisi segar
3
8,06
24,19
Subjumlah
Nilai
232,89
Kelemahan :
a. Tidak adanya kolam pelabuhan
1
4,52
4,52
b. Tidak adanya dermaga
c. Tidak adanya breakwater
1
2
4,52
4,52
4,52
9,03
Subjumlah
18,07
Jumlah
250,96
113
Analisis faktor internal pengembangan PPI Pangandaran di lokasi lama
menghasilkan nilai 250,96 atau >240 dari nilai maksimum 300. Hal ini
memperlihatkan bahwa faktor kekuatan lokasi lama sangat dominan.
Identifikasi faktor eksternal pengembangan PPI Pangandaran di lokasi baru
disajikan pada Tabel 33 Matrik eksternal factor analysis summary (EFAS)..
Faktor eksternal terdiri atas komponen peluang dan ancaman. Komponen peluang
dan ancaman pengembangan PPI Pangandaran di lokasi baru adalah sebagai
berikut :
(1) Peluang
a) Peningkatan jumlah armada dan alat tangkap
Armada penangkapan ikan dan alat tangkap di Pangandaran mengalami
peningkatan. Peningkatan jumlah armada dan alat tangkap dapat menjadi peluang
bagi peningkatan produksi hasil tangkapan. Dengan meningkatnya produksi hasil
tangkapan, maka peluang pengembangan PPI Pangandaran juga dapat meningkat.
b) Trip penangkapan one day fishing
Nelayan Pangandaran melakukan aktivitas penangkapan ikan one day
fishing yaitu penangkapan ikan yang dilakukan dalam satu hari. Penangkapan ikan
biasanya dilakukan pada pagi hari. Keadaan inilah yang menyebabkan ikan-ikan
yang didaratkan di PPI Pangandaran umumnya berada dalam kondisi segar
(subbab 5.3).
c)
Lokasi lama dekat dengan wisata bahari
Kedekatan lokasi lama PPI Pangandaran dengan wisata bahari memudahkan
bagi nelayan untuk memasarkan hasil tangkapannya kepada restoran/rumah
makan dan wisatawan yang berkunjung ke Pangandaran. Selain itu, nelayan juga
mendapatkan tambahan penghasilan melalui aktivitas penyewaan perahu kepada
wisatawan (Bab 1).
d) Adanya eksportir hasil perikanan
Salah satu eksportir hasil perikanan di Kabupaten Ciamis adalah PT Asi
Pujiastuti. Adanya eksportir ini membuka peluang bagi nelayan untuk
memasarkan hasil tangkapan yang berada dalam kondisi baik keluar negeri
dengan harga yang bersaing.
114
e)
Adanya pasar ekspor
Ikan hasil tangkapan nelayan di Pangandaran yang berada dalam kondisi
baik berpeluang untuk diekspor. Pasar ekspor ikan-ikan dari Pangandaran adalah
Jepang, Uni Eropa, dan Amerika Serikat. Keberadaan pasar ekspor ini akan
merupakan peluang yang besar dalam pemasaran hasil tangkapan nelayan.
f)
Peningkatan pendapatan nelayan melalui penyewaan perahu kepada
wisatawan
Salah satu daya tarik wisata bahari Pangandaran adalah berwisata
menggunakan perahu nelayanwan yang datang berkunjung. Hal ini berpeluang
meningkatkan pendapatan nelayan melalui aktivitas penyewaan perahu kepada
wisatawan yang datang berkunjung ke Pangandaran.
(2) Ancaman
a) Kebijakan pengembangan wisata bahari
Kebijakan
pengembangan
wisata
bahari
menjadi
ancaman
bagi
pengembangan PPI Pangandaran. Hal ini terjadi karena pemerintah daerah akan
mengembangkan kawasan wisata bahari Pangandaran tanpa kawasan perikanan,
sehingga PPI Pangandaran harus dipindahkan ke lokasi lain.
b) Pemanfaatan perairan konservasi untuk tambat labuh
Nelayan Pangandaran memanfaatkan perairan Cagar Alam Pananjung
sebagai salah satu tempat untuk menambatkan perahunya. Hal ini terjadi karena
PPI Pangandran tidak mempunyai kolam pelabuhan. Tindakan nelayan tersebut
bertentangan dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1990
pasal 17 tentang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya (Bab 6).
c) Keharusan nelayan menyerahkan hasil tangkapan kepada tengkulak
Keterikatan nelayan dengan tengkulak terjadi karena nelayan berhutang
kepada tengkulak untuk modal melaut, ataupun untuk kebutuhan sehari-hari.
Karena nelayan tidak mampu untuk mengembalikan uang yang telah dipinjam
maka nelayan harus menyerahkan hasil tangkapannya kepada tengkulak dan
menjualnya dengan harga yang telah ditetapkan tengkulak (subbab 5.3). Tindakan
ini merupakan ancaman bagi pengembangan PPI Pangandaran.
115
d) Pemindahan paksa nelayan jika pembangunan PPI selesai dilakukan
Pemindahan paksa nelayan dapat saja terjadi jika pembangunan PPI
Pangandaran di lokasi lama, tetapi nelayan tetap tidak ingin pindah. Hal ini akan
menjadi ancaman bagi pengembangan PPI Pangandaran. Hubungan nelayan
dengan pemerintah daerah akan memburuk dan dapat mengganggu stabilitas
perikanan tangkap di kabupaten Ciamis.
e)
Adanya potensi bencana tsunami
Kecamatan Pangandaran dan sekitarnya pernah dilanda bencana tsunami
pada tahun 2006. Potensi bencana tsunami menjadi ancaman bagi Kecamatan
Pangandaran maupun pengembangan PPI Pangandaran. Hal ini seharusnya
menjadi pertimbangan berbagai pihak dan diupayakan tindakan pencegahan
kerusakan lebih parah dari bencana sebelumnya.
Tabel 33 Matrik EFAS strategi pengembangan PPI Pangandaran di lokasi lama
tahun 2011
Faktor eksternal
Peluang :
a. Peningkatan jumlah armada dan alat tangkap
Skor
Bobot
Nilai
3
9,09
27,27
b. Trip penangkapan one day fishing
3
9,09
27,27
c. Lokasi PPI lama dekat dengan wisata bahari
3
9,55
28,64
d. Adanya eksportir hasil perikanan
2
10,00
20,00
e. Adanya pasar ekspor
f. Peningkatan pendapatan nelayan melalui penyewaan perahu kepada
wisatawan
2
7,73
15,45
3
9,09
27,27
Subjumlah
145,90
Ancaman :
a. Kebijakan pengembangan wisata bahari
1
8,64
8,64
b. Pemanfaatan perairan konservasi untuk tambat labuh perahu
1
8,64
8,64
c. Adanya nelayan yang terikat dengan tengkulak
d. Pemindahan paksa nelayan dari PPI lama jika pembangunan PPI baru
telah selesai
1
6,36
6,36
2
8,64
17,27
e. Bencana tsunami
1
13,18
13,18
Subjumlah
54,10
Jumlah
200,00
Analisis faktor eksternal pengembangan PPI Pangandaran di lokasi lama
menghasilkan nilai 200,00 atau berada pada kisaran 237-180.
Hal ini
116
memperlihatkan bahwa kondisi eksternal PPI Pangandaran di lokasi lama dalam
keadaan seimbang antar peluang dan ancaman.
Strategi pengembangan PPI Pangandaran di lokasi baru menghasilkan
empat alternatif pengembangan. Alternatif pengembangan PPI Pangandaran
diperoleh dengan menggabungkan kondisi eksternal dan eksternal. Alternatifalternatif tersebut disajikan pada Tabel 34.
Tabel 34 Matrik SWOT pengembangan PPI Pangandaran di lokasi lama
tahun 2011
Kekuatan (S)
1. Lokasi PPI lama dekat dengan
pemukiman nelayan (S1)
2. Lokasi PPI lama dekat dengan
daerah pemasaran (S2)
3. Lokasi PPI lama dekat dengan
konsumen (S3)
4. Adanya gedung TPI (S4)
5. Adanya kantor pengelola dan
KUD (S5)
6. Adanya alat bantu navigasi (S6)
7. Biaya tansportasi rendah (S7)
8. Lama waktu beraktivitas lebih
singkat dibandingkan dengan PPI
baru (S8)
9. Lokasi terlindung oleh teluk (S9)
10. Hasil tangkapan dalam kondisi
segar (S10)
Kelemahan (W)
1. Tidak ada kolam pelabuhan
(W1)
2. Tidak ada dermaga (W2)
3. Tidak ada breakwater (W3)
Peluang (O)
1. Peningkatan jumlah armada dan
alat tangkap (O1)
2. Trip penangkapan one day fishing
(O2)
3. Lokasi PPI lama dekat dengan
wisata bahari (O3)
4. Adanya eksportir hasil perikanan
(O4)
5. Adanya pasar ekspor (O5)
Strategi SO
1. Mengoptimalkan semua sumberdaya
yang ada dan mengadakan kerja
sama yang baik dengan eksportir
untuk meningkatkan nilai produksi
hasil tangkapan ( S1,S2, S3, S4, S5,
S6, S7, O1, O2, O3, dan O4)
2. Memanfaatkan kedekatan lokasi
dengan wisata bahari untuk
mempermudah memasarkan hasil
tangkapan (S1, S2, S3, ,dan O4)
Strategi WO
1. Membangun fasilitas-fasilitas
yang dibutuhakan terutama
fasilitas pokok dan menjalin
kerja sama yang sinergi antara
perikanan tangkap dan wisata
bahari ( W1, W2, W3, dan
O4)
2. Menetapkan batas-batas yang
jelas antara perikanan tangkap
dan wisata bahari agar tidak
terjadi benturan kepentingan di
antara kedua kawasan tersebut
(W1, W2, W3, dan O3)
Ancaman (T)
1. Kebijakan pengembangan wisata
bahari (T1)
2. Pemanfaatan perairan konservasi
untuk tambat labuh perahu (T2)
3. Adanya nelayan yang terikat
dengan tengkulak (T3)
4. Kemungkinan pemindahan paksa
nelayan jika pembangunan PPI
baru telah selesai (T4)
5. Bencana tsunami (T5)
Stategi ST
1. Menjalin komunikasi yang baik dan
saling pengertian antara pihak
pengelola dengan nelayan agar tidak
terjadi tindakan pengusiran paksa
nelayan (S5, T4)
2. Memberikan jaminan keselamatan
berkativitas di PPI dan peringatan
dini terhadap bencana (S6, S9, dan
T5)
3. Menjalin kerja sama yang sinergis
antara perikanan tangkap, wisata
bahari dan konservasi agar
pengembangan kawasan dapat
menguntungkan semua pihak (S2,
S3, S12 dan W1)
Strategi WT
1. Menjalin kerja sama yang
sinergis antara perikanan
tangkap konservasi dan wisata
bahari akibat penggunan lahan
yang bersamaan (W1, W2,
W3,T1 dan T2)
2. Memberikan jaminan
keselamatan bagi nelayan
dengan membangun berbagai
fasiltas kepelabuhanan
perikanan sesuai dengan
standard operational
prosedure dan peringatan dini
terhadap bencana (
W1,W2,W3, dan T4)
IFAS
EFAS
117
(1) Strategi SO
(a) Mengoptimalkan semua sumberdaya yang ada dan mengadakan kerja sama
yang baik dengan eksportir untuk meningkatkan nilai produksi hasil
tangkapan ( S1,S2, S3, S4, S5, S6, S7, O1, O2, O3, dan O4).
(b) Memanfaatkan
kedekatan
lokasi
dengan
wisata
bahari
untuk
mempermudah memasarkan hasil tangkapan (S1, S2, S3 dan O4).
(2) Strategi WO
(a) Membangun fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan terutama fasilitas pokok
dan menjalin kerja sama yang sinergi antara perikanan tangkap dan wisata
bahari ( W1, W2, W3, dan O4).
(b) Menetapkan batas-batas yang jelas antara perikanan tangkap dan wisata
bahari agar tidak terjadi benturan kepentingan di antara kedua kawasan
tersebut (W1, W2, W3, dan O3).
(3) Strategi ST
(a) Menjalin komunikasi yang baik dan saling pengertian antara pihak
pengelola dengan nelayan agar tidak terjadi tindakan pengusiran paksa
nelayan (S5 dan T4).
(b) Memberikan jaminan keselamatan beraktivitas di PPI dan peringatan dini
terhadap bencana (S6, S9, dan T5).
(c) Menjalin kerja sama yang sinergis antara perikanan tangkap, wisata bahari
dan konservasi agar pengembangan kawasan dapat menguntungkan semua
pihak (S2, S3, S12 dan W1).
(4) Strategi WT
(a) Menjalin kerja sama yang sinergis antara perikanan tangkap konservasi
dan wisata bahari akibat penggunan lahan yang bersamaan (W1, W2,
W3,T1 dan T2).
(b) Memberikan jaminan keselamatan bagi nelayan dengan membangun
berbagai fasilitas kepelabuhanan perikanan sesuai dengan standard
operational
prosedure
( W1,W2,W3, dan T4).
dan
peringatan
dini
terhadap
bencana
118
Hasil analisis SWOT pengembangan PPI Pangandaran di lokasi baru
menghasilkan nilai faktor internal dan eksternal sebesar 170,59 dan 147, 55. Hal
ini memperlihatkan bahwa komponen kelemahan dan ancaman di lokasi baru
sangat dominan. Adapun nilai faktor internal dan eksternal pengembangan PPI
Pangandaran di lokasi lama sebesar 250,96 dan 200,00. Hal ini berarti bahwa
komponen kekuatan di lokasi lama sangat dominan dan komponen peluang dan
ancaman berada dalam keadaan seimbang. Pemberian nilai untuk faktor internal
dan eksternal dalam analisis SWOT juga dilakukan oleh Hamzah (2010).
Pemberian nilai tersebut dilakukan untuk memudahkan peneliti dalam
pengambilan keputusan strategis.
Hasil analisis SWOT memperlihatkan bahwa pengembangan PPI
Pangandaran sebaiknya dilakukan di lokasi lama. Menurut Rakhmania (2008),
setiap faktor yang dianalisis dalam SWOT memiliki kemungkinan dapat
memberikan dampak terhadap faktor strategis. Perumusan strategi pengembangan PPI dilakukan berdasarkan strategi SO, ST, WO, dan WT yang telah
dikemukakan sebelumnya. Setelah strategi SO,ST, WO, dan WT diperoleh,
selanjutnya dilakukan urutan prioritas strategi pengembangan. Urutan prioritas
strategi pengmebangan juga pernah dilakukan oleh Latar (2004), dimana
pemilihan strategi diuraikan dalam matrik SWOT, alternatif-alternatif strategi
terpilih kemudan diurutkan berdasarkan prioritas kepentingan. Hasil analisis ini
dapat digunakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Ciamis dalam upaya
pengemabangan kegiatan perikanan tangkap.
Prioritas pengembangan lokasi lama adalah sebagai berikut :
1) Menetapkan batas-batas yang jelas antara perikanan tangkap dan wisata bahari
agar tidak terjadi benturan kepentingan di antara kedua kawasan tersebut.
2) Membangun fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan oleh nelayan terutama fasilitas
pokok
3) Menjalin kerja sama yang sinergi antara perikanan tangkap dan wisata bahari.
4) Memberikan jaminan keselamatan bagi nelayan dengan membangun berbagai
fasilitas kepelabuhanan perikanan sesuai dengan standard operational
procedure dan peringatan dini terhadap bencana.
119
5) Mengoptimalkan semua sumberdaya yang ada dan mengadakan kerja sama
yang baik dengan eksportir untuk meningkatkan nilai produksi hasil tangkapan.
6) Menjalin kerja sama yang sinergis antara perikanan tangkap, wisata bahari dan
konservasi agar pengembangan kawasan dapat menguntungkan semua pihak.
Penentuan prioritas pengembangan lokasi lama PPI Pangandaran didasarkan
urutan
kepentingan
dilaksanakannya
masing-masing
kegiatan.
Prioritas
pengembangan loikas lama dapat dilakukan secara bertahap oleh pemerintah
daerah hal ini terkait dengan dana yang akan digunakan. Menetapkan batas-batas
yang jelas antara perikanan tangkap dan wisata bahari menjadi prioritas awal
karena tanpa adanya batas yang jelas akan terjadi tumpah-tindihnya kewenangan
dan kebijakan di antara dua kawasan. Setelah batas-batas wilayah perikanan dan
wisata bahari ditentukan, pembangunan fasilitas-fasilitas PPI dan wisata bahari
dapat dilaksanakan. Jika pembangunan berbagai fasilitas telah dilakukan, maka
dibutuhkan kerja sama yang baik antara perikanan tangkap, wisata bahari dan
konservasi agar pengembangan kawasan dapat menguntungkan semua pihak.
Dengan dilaksanakannya prioritas pengembangan tersebut maka akan terwujud
“pengembangan PPI Pangandaran yang terpadu dengan wisata bahari dan
konservasi”.
Download