77 6 PRAKIRAAN DAMPAK PEMINDAHAN PPI PANGANDARAN Keberadaan pangkalan pendaratan ikan (PPI) Pangandaran dan obyek wisata bahari di Pangandaran sudah ada sejak lama. Aktivitas wisata bahari belum seramai seperti sekarang, awalnya hanya terdapat aktivitas pemancingan dan melihat pemandangan laut. Pemerintah daerah mulai melihat mengembang-kan wisata bahari Pangandaran dengan aktivitas wisata yang lebih beragam tahun 2000. Pengembangan wisata bahari diharapkan dapat menarik minat wisatawan untuk berkunjung ke Pangandaran, sehingga dapat meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Pengembangan wisata bahari menghadapi kendala karena kawasan wisata berdampingan dengan kawasan perikanan. Pemerintah daerah akan mengembangkan kawasan wisata bahari Pangandaran tanpa kawasan perikanan. Pemerintah daerah kemudian memindahkan PPI Pangandaran dari Pantai Timur ke lokasi baru di Desa Babakan. Pemindahan dan pembangunan PPI Pangandaran dimaksudkan untuk memperluas tempat pendaratan hasil tangkapan dan kolam pelabuhan sebagai tempat tambat labuh perahu nelayan. Kawasan Pantai Barat dan Pantai Timur karena hanya diperuntukkan untuk kegiatan wisata bahari. Kegiatan tambat labuh perahu nelayan di Perairan Cagar Alam Pananjung tidak diperbolehkan berdasarkan pasal 17 Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Penunjukan Desa Babakan dilakukan karena wilayah Perairan Pangandaran dan Pananjung tidak memungkinkan untuk dibangun PPI karena diperuntukan untuk aktivitas wisata. Menurut nelayan, penetapan Desa Babakan sebagai lokasi baru PPI kurang tepat. Hal ini dikarenakan lokasi tersebut cukup jauh dari pemukiman nelayan dan kurang terlindung seperti lokasi lama PPI yang dilindungi oleh teluk. Selain karena lokasi lama PPI Pangandaran yang terlindung oleh teluk, nelayan di Pangandaran juga sering berpindah tempat untuk menambatkan perahunya.Jika terjadi musim barat, maka nelayan memindahkan perahunya ke Pantai Timur begitupun sebaliknya jika terjadi musim timur, 78 nelayan memindahkan perahunya ke Pantai barat. Lokasi Pantai Barat dan Pantai Timur Pangandaran sama-sama terlindung karena berada di perairan teluk (subbab 5.1.1). Saat di lokasi lama PPI Pangandaran, nelayan memanfaatkan Pantai Barat, Pantai Timur dan Cagar Alam Pananjung sebagai tempat tambat labuh perahu. Penetapan lokasi tambat labuh didasarkan kepada kedekatan pemukiman nelayan dengan salah satu dari ketiga lokasi tersebut. Dengan dipindahkannya PPI ke lokasi baru, nelayan membutuhkan waktu yang lebih lama menuju PPI. Selain diperlukan waktu yang lebih lama, nelayan juga harus mengeluarkan biaya transportasi ke PPI baru. Kesulitan lain yang juga akan dirasakan nelayan adalah tidak/belum adanya pedagang/pengolah ikan dan wisatawan yang akan membeli hasil tangkapan di lokasi baru PPI. 6.1 Prakiraan Dampak Pemindahan PPI Pangandaran terhadap Nelayan Dampak dalam konteks aspek lingkungan adalah suatu perubahan lingkungan mendasar yang diakibatkan oleh suatu usaha atau kegiatan, secara langsung atau tidak langsung. Dampak juga dapat diartikan sebagai hasil pengaruh suatu benturan antara dua kepentingan atau setiap perubahan yang terjadi dalam suatu lingkungan sebagai akibat ada-nya aktivitas manusia (Lubis, 2012). Pemindahan pelabuhan perikanan/pang-kalan pendaratan ikan dapat memberikan dampak terhadap aktivitas, fasilitas dan sumberdaya manusia pengguna jasa pelabuhan tersebut. Dampak yang ditimbulkan akibat pemindahan PPI Pangandaran dapat bernilai positif ataupun negatif. Dampak positif yang mungkin terjadi adalah nelayan tidak lagi akan dianggap sebagai pihak yang dapat mengganggu pengembangan wisata bahari Pangandaran. Wisata bahari di Pangandaran telah dikenal baik oleh wisatwan dalam negeri maupun mancanegara. Menurut Hidayati (1997), Pantai Pangandaran merupakan daerah tujuan utama wisatawan di Kabupaten Ciamis, dan pengembangan wisata bahari Pangandaran telah ada sebelum tahun 1997, di tahun tersebut juga juga muncul wacana pemindahan PPI Pangandaran ke lokasi lain agar pengembangan wisata bahari berjalan sesuai dengan yang direncanakan oleh pemerintah daerah. 79 Dampak negatif yang terjadi akan lebih banyak dalam hal nelayan yang tidak ingin dipindahkan ke lokasi baru. Lokasi baru PPI yang kurang terlindung akan membahayakan nelayan yang beraktivitas disana. Selain itu di lokasi baru PPI juga membuat nelayan kesulitan dalam memasarkan hasil tangkapan, dan penurunan pendapatan yang diakibatkan bertambahnya biaya operasional. Nelayan merupakan pengguna yang paling banyak memanfaatkan jasa pelabuhan di antaranya tambat labuh perahu, pendaratan hasil, dan pemasaran hasil tangkapan. Pemindahan PPI Pangandaran diduga akan memberikan berbagai dampak terhadap nelayan. Dampak yang akan diterima oleh nelayan diduga akan berkaitan dengan aktivitas, pengelolaan waktu dan pendapatan nelayan. 6.1.1 Dampak terhadap aktivitas nelayan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Pangandaran saat ini telah dipindahkan ke Desa Babakan yang berada 3 km dari lokasi sebelumnya. Perpindahan sebuah pelabuhan perikanan/pangkalan pendaratan ikan dari suatu lokasi ke lokasi lain akan memberikan pengaruh terhadap berbagai aktivitas, fasilitas dan sumberdaya manusia pengguna jasa pelabuhan tersebut. Nelayan merupakan salah satu pelaku yang paling banyak melakukan aktivitas-aktivitas di pelabuhan perikanan/pangkalan pendaratan ikan. Aktivitasaktivitas tersebut berkaitan dengan tambat labuh perahu/kapal, perbaikan alat tangkap, pendaratan hasil tangkapan, dan pemasaran dan distribusi hasil tangkapan. Pemindahan lokasi PPI diduga akan berdampak terhadap aktivitas nelayan yaitu diantaranya nelayan harus berupaya pindah ke lokasi baru, beradaptasi dengan lingkungan baru, beradaptasi dengan fasilitas-fasilitas yang ada dan mencari daerah pemasaran yang baru. Berikut ini merupakan dugaan/prakiraan dampak pemindahan PPI Pangandaran terhadap aktivitas nelayan : 1) Nelayan tetap tidak berkeinginan pindah ke lokasi baru Pembangunan fasilitas-fasilitas kepelabuhanan perikanan di lokasi baru PPI Pangandaran belum selesai dilakukan. Fasilitas-fasilitas yang telah selesai dibangun saat ini tidak memungkinkan untuk dilakukannya berbagai aktivitas kepelabuhanan perikanan seperti tambat labuh perahu karena pembangunan 80 fasilitas pokok seperti dermaga dan kolam pelabuhan masih belum selesai dilakukan. Hal ini menjadi alasan bagi nelayan tetap beraktivitas di lokasi lama. Jika pembangunan fasilitas telah selesai dilakukan, tidak ada jaminan nelayan ingin dipindahkan ke lokasi baru. Tindakan nelayan tersebut diduga akan berdampak terhadap fasilitas di lokasi baru. Fasilitas yang telah dibangun akan rusak karena tidak digunakan. Jika nelayan tetap tidak ingin dipindahkan, sedangkan pemerintah daerah telah memfasilitasi pemindahan tersebut, diduga akan terjadi penggusuran nelayan. Kebijakan penggusuran nelayan pernah terjadi di Kali Adem, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara pada tahun 2003 (Khaeron, 2007). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah melakukan penggusuran terhadap pemukiman nelayan tersebut yang didiami oleh sekitar 1.600 keluarga. Penggusuran dilakukan dalam rangka menertibkan daerah-daerah bantaran kali Adem sebagai bagian dari upaya penanggulangan masalah banjir di Jakarta. Menurut Poskota.co.id (2011), hingga tahun 2011, penggusuran nelayan di Kali Adem masih menyisakan masalah, karena masih ada sekitar 45 keluarga yang belum mendapatkan perumahan. Tindakan penggusuran nelayan di Pangandaran tentunya tidak diinginkan oleh pihak manapun. Penggusuran ini dapat dicegah dengan adanya komunikasi yang baik antara pemerintah daerah dengan nelayan seperti mengadakan pendekatan persuasif kepada nelayan dan penjaminan keselamatan bagi nelayan beraktivitas di lokasi baru PPI. 2) Nelayan tidak mendaratkan hasil tangkapannya di lokasi baru dan tidak adanya aktivitas turunan lainnya bagi nelayan jika ingin pindah Pembangunan berbagai fasilitas pokok PPI Pangandaran di lokasi baru yaitu dermaga, kolam pelabuhan, breakwater dan alat bantu navigasi belum selesai dilakukan. Hal ini menyebabkan nelayan tidak dapat mendaratkan hasil tangkapannya di lokasi tersebut.Jika hal ini dilakukan, dapat membahayakan nelayan, misalnya perahu nelayan akan kandas karena kolam pelabuhan belum dikeruk, tidak adanya alat bantu navigasi juga akan menyulitkan nelayan kembali ke pelabuhan. Nelayan yang memutuskan untuk pindah ke lokasi baru, dengan kondisi fasilitas pokok belum dibangun, tidak bisa melakukan tambat labuh dan 81 mendaratkan hasil tangkapannya. Dugaan dampak turunan yang terjadi akibat tindakan ini adalah : (1) Tidak adanya produksi dan nilai produksi hasil tangkapan karena tidak adanya aktivitas pendaratan ikan Tidak adanya produksi dan nilai produksi di suatu pelabuhan perikanan dapat berdampak pada kerusakan fasilitas-fasilitas yang telah dibangun. Fasilitas yang telah dibangun seperti gedung TPI, instalasi listrik dan air akan rusak karena tidak digunakan. (2) Tidak adanya aktivitas pemasaran atau pelelangan hasil tangkapan Pemasaran ikan merupakan aktivitas yang dapat dikatakan sebagai “jantung” dari aktivitas kepelabuhan perikanan. Dikatakan demikian karena pada pemasaranlah sebagian besar keuntungan bermuara, baik bagi para pengguna, pengelola, maupun pemiliknya (Lubis, 2012). Dengan tidak adanya kegiatan pemasaran atau pelelangan ikan, maka salah satu sumber pemasukan pelabuhan akan berkurang. (3) Tidak adanya aktivitas-aktivitas pengolahan ikan Tanpa adanya aktivitas pendaratan ikan, maka selain aktivitas pemasaran tidak dapat dilakukan (butir 2), aktivitas pengolahan ikan juga tidak dapat dilakukan. Jika hal ini terus berlanjut dapat mengakibatkan para pengolah ikan kehilangan mata pencahariannya. (4) Tidak adanya aktivitas penyediaan kebutuhan melaut Penyediaan kebutuhan melaut merupakan salah satu bentuk pelayanan yang seharusnya diberikan atau difasilitasi pihak pengelola pelabuhan kepada nelayan. Pelabuhan perikanan dengan pelayanan primanya diharapkan dapat memasok atau memnuhi segala kebutuhan tersebut, mengingat bahwa nelayan harus mempersiapkan diri dengan bahan kebutuhan melaut yang lengkap dan baik. Dampak lain yang ditimbulkan akibat nelayan tidak mendaratkan hasil tangkapannya di lokasi baru adalah fasilitas yang telah dibangun yang terkait dengan aktivitas-aktivitas di atas menjadi tidak berfungsi. Diketahui bahwa 2 dari 10 responden nelayan, menyatakan tidak keberatan jika dipindahkan ke lokasi baru, dengan syarat pemerintah daerah memberikan 82 jaminan keamanan dan keselamatan bagi nelayan saat masuk ataupun keluar dari PPI di lokasi baru. Faktor keamanan dan keselamatan merupakan fokus utama nelayan saat memindahkan perahunya ke PPI. 3) Nelayan harus memindahkan perahu-perahunya ke lokasi baru Pantai Barat, Pantai Timur Pangandaran dan Perairan Cagar Alam Pananjung merupakan tempat nelayan menambatkan perahunya sebelum di bangunnya PPI Pangandaran di Desa Babakan. Menurut pemerintah daerah, tindakan ini dapat mengganggu aktivitas wisata bahari di Pangandaran dan kegiatan konservasi di Cagar Alam Pananjung. Gangguan tersebut adalah banyaknya perahu nelayan yang ditambatkan di Pantai Barat dan Pantai Timur menyulitkan dalam penempatan/penataan fasilitas wisata bahari seperti banana boat, dan motorboat. Perahu nelayan yang ditambatkan di Perairan Cagar Alam Pananjung mengganggu kegiatan konservasi terumbu karang di lokasi tersebut. Perahu nelayan yang berada di Pantai Barat, Pantai Timur Pangandaran dan Perairan Cagar Alam harus dipindahkan, jika pembangunan PPI Pangandaran di lokasi baru telah selesai dilakukan. Pantai Timur direncanakan akan bersih dari perahu nelayan dan Pantai Barat hanya diperbolehkan untuk perahu pesiar. Pemberlakuan kebijakan yang berbeda terhadap Pantai Barat dan Pantai Timur berdasarkan struktur kedua pantai yang berbeda. Pantai Timur mempunyai karakteristik pantai yang berbatu, dan perairannya menyatu dengan Perairan Cagar Alam Pananjung. Karakteristik ini cocok untuk kegiatan wisata bahari seperti diving, banana boat dan motor boat. Pantai Barat memiliki karakteristik pantai yang berpasir. Hal ini sangat cocok dikembangkan untuk aktivitas surfing, melihat pemandangan laut, olah raga pantai dan pesiar menggunakan perahu. 4) Nelayan harus berupaya beradaptasi lagi dengan lingkungan pelabuhan yang masih baru Jika pembangunan PPI Pangandaran baru telah selesai dilakukan, maka fasilitas yang ada merupakan fasilitas baru dan perlu dilakukan adaptasi terhadap fasilitas tersebut agar tidak salah dalam mengoperasikannya. Begitupun juga saat memasuki lingkungan pelabuhan yang masih baru, maka para pelaku di pelabuhan 83 perikanan/pangkalan pendaratan ikan harus berupaya untuk beradaptasi terhadap berbagai fasilitas dan aktivitas di tempat tersebut. Nelayan harus beradaptasi dengan fasilitas-fasilitas kepelabuhanan di lokasi baru. Fasilitas-fasilitas tersebut mungkin saja berbeda atau lebih canggih dibandingkan di lokasi lama. Upaya adaptasi tersebut diduga akan memper-lambat dan mengganggu aktivitas di PPI. Saat di lokasi lama PPI Pangandaran, nelayan menambatkan perahunya dengan cara mengikatkan perahunya pada sebuah tiang yang ditancapkan di pantai karena belum adanya dermaga. Dermaga adalah sangat perlu bagi suatu pelabuhan perikanan. Menurut Triatmodjo (2007), dermaga dibangun untuk melayani kebutuhan tertentu; dan menurut Lubis (2012), dermaga di pelabuhan perikanan berfungsi sebagai tempat labuh dan bertambatnya kapal, bongkar muat hasil tangkapan, serta tempat mengisi bahan perbekalan untuk keperluan penangkapan ikan di laut. Jika pembangunan dermaga dan kolam pelabuhan selesai dilakukan, maka ada kemungkinan pihak pengelola menerapkan aturan tentang tambat labuh perahu di dermaga atau kolam pelabuhan. Hal ini tentunya membutuhkan adaptasi dari nelayan dan dibutuhkan waktu tambahan bagi nelayan untuk membiasakan diri dengan aturan tersebut. 5) Nelayan mengalami kesulitan karena tidak adanya fasilitas pokok yang dibutuhkan di lokasi baru Pembangunan fasilitas PPI Pangandaran di lokasi baru diperkirakan akan selesai pada tahun 2014. Fasilitas-fasilitas yang telah dibangun adalah fasilitas penunjang sedangkan fasilitas pokok seperti dermaga, kolam pelabuhan, breakwater, dan alat bantu navigasi belum dibangun. Fasilitas pokok atau infrastruktrur adalah fasilitas yang berfungsi untuk menjamin keamanan dan kelancaran kapal, baik sewaktu berlayar keluar masuk pelabuhan maupun sewaktu berlabuh di pelabuhan (Lubis, 2012). Ketidakadaan fasilitas pokok tersebut di atas bukan hanya menyebabkan nelayan mengalami kesulitan beraktivitas di lokasi baru. Kesulitan yang akan dialami nelayan terjadi karena tidak adanya fasilitasfasilitas yang dibutuhkan di lokasi baru. Hal ini diduga akan berdampak pada 84 bertambahnya waktu yang diperlukan untuk melaksanakan aktivitas di lokasi tersebut, misalnya dengan tidak adanya alat bantu navigasi akan menyulitkan bagi nelayan untuk kembali ke pelabuhan sehingga waktu beraktivitas menjadi lebih lama. Pembangunan fasilitas pokok seharusnya menjadi fokus utama pemerintah daerah. Fasilitas pokok yang belum dibangun menyebabkan aktivitas kepelabuhanan perikanan seperti tambat-labuh perahu/kapal, pendaratan hasil tangkapan di dermaga pendaratan, penyediaan perbekalan melaut belum dapat dilakukan. Menurut Hermawan (2009), tidak adanya atau kurangnya fasilitas pokok di PPI Pangandaran mengakibatkan hasil tangkapan ikan yang didaratkan relatif sedikit karena hasil tangkapan tersebut hanya berasal dari armada kecil (perahu) sedangkan armada kapal penangkapan ikan berukuran besar tidak dapat mendaratkan hasil tangkapannya karena terbatasnya kapasitas dan kedalaman kolam pelabuhan dan fasilitas lainnya untuk memudahkan kapal berlabuh. Pembangunan fasilitas pokok yang belum selesai juga berdampak pada tidak atau belum berfungsinya fasilitas yang telah lebih dahulu dibangun. Hal ini dapat terlihat pada pembangunan gedung TPI di lokasi baru. Gedung TPI yang berfungsi sebagai tempat pendaratan dan pelelangan ikan tidak dapat digunakan karena tidak adanya aktivitas pendaratan ikan. 6) Nelayan mengalami kesulitan mendapatkan kebutuhan melaut Pangkalan pendaratan ikan (PPI) Pangandaran di lokasi baru belum mempunyai fasilitas yang khusus melayani perbekalan melaut seperti Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN).Kebutuhan melaut nelayan seperti bensin, solar dan rokok dipasok melalui kios-kios yang berada di sekitar Pantai Barat dan Pantai Timur. Nelayan dapat dengan mudah mendapatkan kebutuhan melaut di lokasi lama PPI dengan cara pinjam/utang. Pembayaran dilakukan setelah ikan hasil tangkapan terjual atau telah dibayarkan oleh tengkulak. Pemindahan PPI Pangandaran ke Desa Babakan diduga akan berdampak terhadap penyediaan kebutuhan melaut nelayan. Nelayan akan kesulitan mendapatkan berbagai kebutuhan melaut karena lokasi baru PPI cukup jauh. Sulitnya mendapatkan kebutuhan melaut juga akan berdampak pada terganggunya operasional penangkapan ikan. Tanpa adanya jasa penyedia kebutuhan melaut, 85 maka operasi penangkapan ikan akan sulit dilakukan atau tidak bisa dilaksanakan sama sekali. Menurut Magdalena (2007) pelayanan penyediaan kebutuhan melaut dapat termasuk ke dalam pelayanan yang bersifat langsung kepada nelayan oleh pengelola pelabuhan atau melalui pengusaha swasta. Pemenuhan kebutuhan melaut tersebut berkaitan dengan penyediaan logistik seperti air bersih, es dan solar. Penyediaan sarana dan prasarana kebutuhan melaut di beberapa elabuhan perikanan di Indonesia diserahkan kepada Perum Prasarana Perikanan setempat. 6.1.2 Dampak terhadap pendapatan dan pengelolaan waktu nelayan Pemindahan PPI Pangandaran ke lokasi baru diduga tidak hanya berdampak terhadap aktivitas, tetapi juga terhadap pendapatan dan penyelolaan waktu nelayan. Jarak yang ditempuh nelayan semakin jauh, sehingga lama waktu untuk melaksanakan aktivitas menjadi lebih lama. Lokasi baru yang berada 3 km dari lokasi sebelumnya, lebih jauh dari pemukiman nelayan. Untuk dapat beraktivitas di lokasi baru, nelayan harus mengeluarkan biaya transportasi dari dan menuju lokasi baru. Pengeluaran biaya transportasi akan berdampak terhadap pendapatan nelayan. Berikut ini merupakan prakiraan dampak pemindahan PPI terhadap pendapatan dan pengelolaan waktu nelayan : 1) Penurunan pendapatan nelayan Penurunan pendapatan nelayan terjadi karena meningkatnya biaya yang harus dikeluarkan selama beraktivitas di lokasi baru PPI. Biaya yang dikeluarkan adalah biaya operasional melaut yang meliputi pembelian bensin, makan, dan rokok. Nelayan tidak mengeluarkan biaya untuk retribusi, surat izin melaut, dan pembelian es untuk hasil tangkapan. Nelayan mengeluarkan biaya operasional melaut Rp.140.000,-/trip penangkapan. Diasumsikan hasil tangkapan nelayan 60 kg/trip dengan harga ikan Rp.10.000,-/kg, sehingga diperoleh pemasukan Rp. 600.000,- per trip. Pendapatan nelayan per trip tersebut masih dibagi untuk 3 orang (1 nelayan pemilik, 2 nelayan pekerja) melalui bagi hasil (50:50 atau 75:25). Dugaan pendapatan nelayan per trip di lokasi lama Rp. 460.000,- sedangkan di lokasi baru menurun menjadi Rp. 86 410.000,-/ trip. Dugaan perbedaan pendapatan nelayan di lokasi lama dan di lokasi baru disajikan pada Tabel 24. Tabel 24 Dugaan perbedaan pendapatan nelayan di lokasi lama dan lokasi baru dalam satu kali trip penangkapan ikan tahun 2011 PPI Pangandaran 1. Lokasi lama - Pengeluaran (biaya operasional melaut) - Pemasukan - Jumlah Pendapatan Item Banyak Bensin (liter) Harga (Rp) Jumlah (Rp) 20 4.500,- 90.000,- Makan dan rokok (paket) 1 50.000,- 50.000,- Jumlah - - 140.000,- 60 10.000,- 600.000,- Penjualan ikan (kg) 460.000,- - Pendapatan untuk nelayan pemilik 2. Lokasi baru - Pengeluaran (biaya operasional melaut) - Pemasukan - Jumlah Pendapatan 230.000,- Bensin (liter) 20 4.500,- 90.000,- Makan dan rokok (paket) 1 - 50.000,- Biaya transportasi(Rp) 1 50.000,- 50.000,- Jumlah - - 190.000,- 60 10.000,- 600.000,- Penjualan ikan (kg) Selisih pendapatan 410.000,50.000,- Nelayan harus mengeluarkan biaya transportasi Rp. 50.000,- jika beraktivitas di lokasi baru. Dengan pendapatan per trip Rp. 460.000,-, dan dengan sistem bagi hasil 50:50, sebagai contoh, maka pendapatan nelayan pemilik adalah sebesar Rp 230.000,-. Oleh karena itu, pengeluaran tambahan biaya tambahan Rp.50.000,- menimbulkan “beban” tambahan biaya bagi nelayan pemilik ekivalen sebesar 21,7% terhadap pendapatannya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hermawan (2009), menyatakan bahwa saat PPI Pangandaran masih berlokasi di Pantai Timur, sebagian nelayan memperoleh tambahan pendapatan melalui aktivitas penyewaan perahu kepada wisatawan yang datang berkunjung ke pantai Pangandaran. 87 2) Nelayan membutuhkan lebih banyak waktu untuk menuju PPI dan kembali ke rumah Pemukiman nelayan di Pangandaran tidak terkonsentrasi di suatu kawasan, tetapi tersebar di Desa Pananjung, Pangandaran dan Babakan. Hal ini merupakan salah satu penyebab tempat tambat labuh kapal nelayan juga tersebar di sekitar Pantai Barat, Pantai Timur, dan Cagar Alam Pananjung. Penentuan lokasi tambat labuh nelayan didasarkan atas kedekatan lokasi-lokasi tersebut dengan pemukiman nelayan. Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Pangandaran di lokasi baru berada cukup jauh dari ketiga lokasi tambat labuh nelayan sebelumnya. Hal ini diduga akan menjadi kendala bagi nelayan karena waktu yang dibutuhkan nelayan untuk menuju PPI menjadi lebih lama. Dugaan lama waktu dari pemukiman nelayan menuju di lokasi lama dan lokasi baru disajikan pada Tabel 24. Tabel 25 Dugaan waktu aktivitas nelayan dari rumah menuju lokasi lama dan lokasi baru dan sebaliknya tahun 2011 PPI Pangandaran Pemukiman 1. Lokasi lama Pananjung Pangandaran Babakan Pananjung Pangandaran Babakan 2. Lokasi baru Nelayan yang Jarak lokasi PPI ke pemukiman (m) 500 100 3.500 4.000 3.000 500 bermukim di Desa Estimasi lama waktu (menit) Menuju PPI Penambahan atau kembali waktu tempuh ke rumah ke lokasi baru 20 10 40 50 +30 40 +30 10 -30 Pananjung dan Pangandaran membutuhkan waktu antara 10-20 menit menuju PPI atau kembali ke rumah, sedangkan nelayan yang bermukim di Desa Babakan membutuhkan waktu sedikitnya 40 menit saat PPI masih berada di lokasi lama. Penambahan dan pengurangan lama waktu tempuh menuju PPI di lokasi baru terjadi karena jarak dari ketiga desa tersebut. Desa Pananjung dan Pangandaran lebih dekat ke lokasi lama dibandingkan lokasi baru. Pemindahan lokasi PPI Pangandaran menyebabkan nelayan yang bermukim di Desa Pananjung dan Pangandaran 88 membutuhkan tambahan waktu 30 menit, sedangkan nelayan yang bermukim di Desa Babakan mengalami pengurangan waktu sebesar 30 menit (Tabel 25). Nelayan yang bermukim di Desa Pananjung membutuhkan waktu menuju PPI atau kembali ke rumah sebesar 20 menit di lokasi lama, dan 50 menit di lokasi baru berarti nelayan tersebut membutuhkan tambahan waktu sebesar 30 menit. Oleh karena itu tambahan lama waktu beraktivitas nelayan Pananjung bila beraktivitas di lokasi baru menimbulkan “beban” tambahan waktu sebesar ekivalen 150% terhadap lama waktu aktivitasnya di lokasi lama. Nelayan yang bermukim di Desa Pangandaran membutuhkan tambahan waktu sebesar 30 menit jika beraktivitas di lokasi baru. Dengan lama waktu beraktivitas dari rumah menuju PPI sebesar 10 menit di lokasi lama dan 40 menit di lokasi baru berarti nelayan tersebut membutuhkan tambahan waktu sebesar 30 menit. Oleh karena itu lama waktu beraktivitas nelayan Desa Pangandaran bila beraktivitas di lokasi baru menimbulkan “beban” tambahan waktu sebesar ekivalen 300% terhadap lama waktu aktivitasnya di lokasi lama. Nelayan di Desa Babakan akan mengalami pengurangan waktu beraktivitas sebesar 30 menit dengan dipindahkannya lokasi PPI. Pengurangan lama waktu beraktivitas nelayan Desa Babakan dari rumah menuju PPI di lokasi baru ekivalen sebesar 75% terhadap alam waktu aktivitasnya di lokasi lama. Kondisi ini tidak terlalu menguntungkan karena Desa Babakan merupakan desa dengan jumlah nelayan paling sedikit di kecamatan Pangandaran. Faktor lokasi merupakan kendala bagi nelayan. Lokasi baru PPI Pangandaran kurang strategis dan jauh dari pemukiman nelayan. Lundgren 1968 vide Komarudin (1979), memaparkan bahwa lokasi yang ideal untuk pelabuhan perikanan adalah sebagai berikut : (1) Jaraknya tidak begitu jauh dari fishing ground (2) Jarak dari konsumen harus dekat (3) Struktur tanah cukup baik sehingga terhindar dari pengaruh hempasan gelombang Menurut Pane (2012) penting adanya kedekatan lokasi pelabuhan perikanan/pangkalan pendaratan ikan dengan pemukiman nelayan terutama untuk nelayan dengan armada penangkapan berukuran kecil (KM ≤ 10GT dan perahu 89 motor tempel). Hal ini dikarenakan dengan ukuran armada yang kecil, dan trip penangkapan ikan tidak terlalu lama sehingga setelah operasi penangkapan ikan dilakukan, nelayan dapat segera kembali ke rumah untuk beristirahat. Kebijakan yang dapat dilaksanakan oleh pemerintah daerah jika ingin memindahkan nelayan ke lokasi baru adalah menyatukan semua pemukiman nelayan dan memberikan rumah dan lahan secara gratis kepada nelayan. 3) Nelayan menjual hasil tangkapannya kepada tengkulak Tidak semua nelayan di tangkapannnya kepada tengkulak. Kecamatan Pangandaran menjual hasil Nelayan yang menjual hasil tangkapannya kepada tengkulak adalah nelayan yang mengalami keterikatan modal dan hutang terhadap tengkulak. Menurut Lubis et al (2011), penyebab keterlibatan tengku-lak dalam aktivitas nelayan adalah 1) adanya ketersediaan uang yang relatif cukup pada tengkulak/pengijon dan keinginan tengkulak/pengijon untuk menam-bah penghasilan lebih banyak lagi, 2) adanya kekurangan dan kebutuhan dana bagi nelayan dalam usaha dan kehidupan sehari-hari. Tindakan penjualan hasil tangkapan nelayan kepada tengkulak tanpa melalui proses lelang akan merugikan nelayan. Menurut Lubis (2012), pelelangan ikan merupakan suatu aktivitas utama terpenting di pelabuhan perikanan yang perlu dikelola optimal, karena aktivitas ini berpengaruh an terhadap penerimaan hasil penjualan nelayan; yang pada tahap selanjutnya menentukan berapa besaran pendapatan nelayan (nelayan pemilik dan nelayan buruh). Tidak berfungsinya pelelangan ikan jelas merugikan nelayan, karena tidak memperoleh harga yang layak dalam menjual hasil tangkapannya. Tabel 26 Perbandingan harga untuk contoh ikan layur di TPI dan tengkulak di lokasi lama dan lokasi baru tahun 2011 PPI Pangandaran Lokasi lama Lokasi baru Harga ikan (Rp) TPI Tengkulak 21.700,10.000,21.700,-* 10.000,- Selisih harga (Rp) 11.700,11.700,- Keterangan : * Data dugaan. Data ini diasumsikan sama dengan di TPI lokasi lama karena TPI lokasi baru belum berfungsi . 90 Saat penelitian ini dilakukan, TPI di lokasi lama telah ditutup, sedangkan TPI di lokasi baru belum berfungsi. Hal ini menyebabkan nelayan kesulitan untuk menjual hasil tangkapannya sehingga menjualnya kepada tengkulak. Harga ikan ditentukan oleh tengkulak tanpa melalui proses tawar-menawar. Perbandingan harga ikan di TPI dan tengkulak untuk contoh ikan layur disajikan pada Tabel 26. Terdapat perbedaan harga ikan layur yang signifikan antara TPI dengan tengkulak yaitu Rp. 21.700,- dan Rp. 10.000,-. Selisih harga jual ikan di TPI sebesar ekivalen 53,92% terhadap harga jual tengkulak. Selisih harga yang besar ini sangat merugikan nelayan, dan mempengaruhi harga ikan di pasaran. Penjualan hasil tangkapan kepada tengkulak dapat menyulitkan pendataan produksi hasil tangkapan karena tidak tercatat di TPI. Penjualan yang tidak tercatat oleh petugas TPI menyebabkan data produksi hasil tangkapan di Pangandaran tidak akurat. 6.2 Prakiraan Dampak Pemindahan Lokasi PPI terhadap Pedagang ikan Pemindahan PPI Pangandaran ke lokasi baru menciptakan kekhawatiran bagi para pedagang ikan (bakul) dan para pengolah ikan (jongko). Lokasi PPI baru yang cukup jauh dari lokasi wisata dikhawatirkan dapat menyulitkan baik aktivitas pemasaran ikan hasil tangkapan maupun produk olahan perikanan kepada konsumen. Penjualan produk olahan perikanan oleh jongko-jongko sangat bergantung pada kondisi wisata bahari Pangandaran karena mayoritas konsumennya merupakan para wisatawan. Pemindahan PPI Pangandaran ke lokasi baru diduga akan berdampak pedagang ikan. Dampak yang ditimbulkan terkait dengan aktivitas dan pendapatan pedagang ikan. 6.2.1 Dampak terhadap aktivitas pedagang ikan Pemindahan PPI Pangandaran ke lokasi baru diduga akan berdampak terhadap aktivitas pedagang ikan. Pedagang ikan akan mengalami kesulitan dalam memasarkan hasil tangkapan karena lokasi baru PPI jauh dari daerah pemasaran, dan diperlukan adaptasi terhadap lokasi baru PPI. Berikut ini merupakan prakiraan dampak yang dirasakan pedagang ikan akibat pemindahan PPI Pangandaran ke lokasi baru yaitu : 91 1) Pedagang ikan harus beradaptasi lagi dengan lokasi baru Pemindahan PPI Pangandaran ke lokasi baru menyebabkan pedagang ikan harus beradaptasi lagi dengan lingkungan PPI yang masih baru. Hal ini mungkin tidak akan menjadi masalah yang besar bagi pedagang ikan jika pihak pengelola menyediakan berbagai kebutuhan pedagang ikan seperti kios-kios untuk menjual ikan, timbangan, dan wadah. Saat PPI Pangandaran yang berada di lokasi lama masih dibuka, pedagang ikan memperoleh kemudahan untuk memasarkan hasil tangkapan karena kedekatan lokasi pemasaran dengan konsumen. Dengan dipindahkannya PPI Pangandaran, maka pedagang ikan harus beradaptasi lagi dengan fasilitas yang ada. Ketersediaan fasilitas yang dibutuhkan oleh pedagang ikan akan memudahkan bagi mereka untuk beraktivitas di lokasi baru PPI. Kenyataan yang terjadi adalah pembangunan berbagai fasilitas di lokasi baru PPI masih belum selesai dilakukan. Hal ini menyebabkan pedagang tidak dapat melaksanakan aktivitas di lokasi baru PPI. 2) Pedagang ikan mengalami kesulitan untuk mendapatkan pasokan ikan di lokasi baru Tidak adanya aktivitas pendaratan ikan dan keenggganan nelayan untuk mendaratkan ikan hasil tangkapannya di lokasi baru PPI akan mengakibatkan pedagang ikan mengalami kesulitan untuk mendapatkan pasokan ikan. Tidak tersedianya pasokan ikan sesuai dengan yang dibutuhkan juga akan mengganggu aktivitas produksi produk olahan perikanan. Menurut Pane (2010) bagi pedagang dan pengolah ikan yang membeli ikan di TPI, informasi ketersediaan jenis-jenis ikan, mutu, ukuran, dan harga disebut sebagai kekuatan hasil tangkapan di suatu pelabuhan perikanan adalah penting bagi pedagang dan pengolah ikan, sehingga mereka tertarik melakukan pembelian ikan di pelabuhan tersebut dan sekaligus juga terjaminnya kelangsungan aktivitas mereka; selain itu juga berarti berkembangnya industri pengolahan ikan di pelabuhan perikanan tersebut. Tidak adanya pasokan ikan, maka pedagang ikan harus mencari produsen yang lain. Hal ini jika terus terjadi diduga akan memperlambat kegiatan produksi 92 olahan perikanan. Sulitnya mendapatkan pasokan ikan juga dapat berdampak terhadap terganggunya stabilitas perikanan tangkap di Pangandaran. Sulitnya pasokan ikan mengindikasikan bahwa terjadi penurunan produksi hasil tangkapan. 3) Pedagang ikan mengalami kesulitan untuk memasarkan hasil tangkapan Lokasi baru PPI Pangandaran yang cukup jauh dan kurang strategis merupakan kendala utama bagi para pedagang ikan untuk memasarkan hasil tangkapan yang telah dibeli dari nelayan. Tidak tersedianya fasilitas untuk memasarkan ikan juga merupakan kekhawatiran terbesar bagi pedagang ikan. Saat PPI Pangandaran masih berlokasi di Pantai Timur, pedagang ikan mendapatkan kemudahan untuk memasarkan ikan yang telah dibeli dari nelayan untuk kemudian dijual kepada pengolah ikan (jongko), rumah makan/restoran di sekitar Pantai Barat dan Pantai Timur dan kepada wisatawan. Menurut Indrianto (2006), pada dasarnya pemasaran hasil tangkapan di TPI bertujuan untuk menciptakan mekanisme pasar yang menguntungkan baik bagi para nelayan maupun pedagang ikan. Pemindahan PPI Pangandaran ke lokasi baru menyebabkan pedagang ikan kesulitan untuk memasarkan ikan yang telah dibeli ataupun harus mencari daerah pemasaran yang baru. 4) Bertambahnya lama waktu untuk beraktivitas di lokasi baru Pemukiman pedagang ikan sebagian besar berada di Desa Pananjung dan Pangandaran. Adapun lokasi pemasaran hasil tangkapannya adalah Pantai Barat, Pantai Timur dan Pasar ikan Pangandaran. Pemindahan PPI Pangandaran ke lokasi baru diduga akan berdampak terhadap lama waktu beraktivitas pedagang ikan. Lama waktu pedagang ikan untuk menuju lokasi baru PPI dan lokasi pemasaran akan bertambah karena sarana transportasi dari dan menuju lokasi baru sangat terbatas. Jenis sarana transportasi yang dapat digunakan untuk menuju lokasi lama dan lokasi baru adalah angkutan pedesaan dan becak. Jumlah kedua sarana transportasi tersebut relatif lebih banyak terdapat di lokasi lama karena lokasinya yang berdekatan dengan wisata bahari. Dugaan lama waktu pedagang ikan beraktivitas lokasi lama dan lokasi baru dan ke lokasi pemasaran disajikan pada Tabel 27. 93 Tabel 27 Dugaan lama waktu yang dibutuhkan pedagang ikan menuju PPI dan daerah pemasaran ikan di lokasi lama dan baru tahun 2011 PPI Pangandaran Lokasi lama Lokasi baru Dugaan Pemukiman Dari PPI ke daerah menuju PPI* pemasaran** Jarak Lama Jarak Lama (m) (menit) (m) (menit) 100 10 150 15 3.500 40 3.000 60 Selisih Jumlah Jarak (m) 250 6.500 Lama (menit) 25 100 6.250 75 Keterangan : *Pemukiman : Pananjung, Pangandaran . **Lokasi pemasaran : Pantai Barat, Pantai Timur, Pasar Ikan Pedagang ikan akan mengalami selisih waktu yang besar jika beraktivitas di lokasi baru dibandingkan lokasi lama. Saat di lokasi lama, pedagang ikan membutuhkan waktu 25 menit untuk menuju daerah pemasaran, sedangkan jika di lokasi baru, pedagang ikan akan membutuhkan waktu 100 menit untuk menuju PPI dan lokasi pemasaran,dengan demikian terdapat selisih sebesar 75 menit. Oleh karena itu tambahan lama waktu berakvitas di lokasi baru PPI ekivalen sebesar 300% terhadap waktu aktivitasnya di lokasi lama. Jarak yang lebih singkat dari PPI menuju daerah pemasaran (3.000 m), pedagang ikan membutuhkan waktu yang lebih lama (60 menit). Hal ini diduga terjadi karena pedagang ikan mendatangi ketiga daerah pemsaran untuk memasarkan hasil tangkapan jika ikan yang telah dibeli dari nelayan tidak laku terjual di salah satu daerah pemasaran, sehingga waktu beraktivitasnya menjadi lebih lama. Lama waktu yang diperlukan untuk beraktivitas di lokasi baru diduga dapat menurunkan mutu ikan hasil tangkapan. Ikan merupakan sumberdaya yang bersifat high perishable yaitu mudah busuk. Menurut Nurjanah (2009), Ikan yang terlalu lama terpapar sinar matahari tanpa diberikan perlakuan khusus dapat menurunkan mutu ikan tersebut karena telah terkontaminasi berbagai bakteri atau mikroba lainnya. Menurut Lubis (2012), faktor-faktor yang mempengaruhi menurunya kualitas/mutu ikan di pelabuhan perikanan adalah saat menunggu penjualan di pagi hari, ikan dalam basket dibiarkan tanpa diberi es atau tidak dimasukkan dalam cool room; penangkutan ikan dari dermaga ke TPI tanpa 94 pelindung; pencucian dengan menggunakan air kolam pelabuhan yang telah terpolusi; penggunaan basket yang kotor; dan peletakan ikan di lantai TPI yang kotor. 6.2.2 Dampak terhadap pendapatan pedagang ikan Pemindahan PPI Pangandaran ke lokasi baru diduga juga berdampak terhadap pendapatan pedagang ikan. Hal ini disebabkan biaya yang harus dikeluarkan jika beraktivitas di lokasi baru. Berikut ini merupakan prakiraan dampak pemindahan PPI terhadap pendapatan dan pengelolaan waktu nelayan : 1) Pedagang ikan harus mengeluarkan biaya yang lebih besar Untuk mencapai lokasi baru PPI Pangandaran yang cukup jauh, maka pedagang ikan harus mengeluarkan biaya transportasi untuk menuju dan dari lokasi baru PPI. Selain biaya transportasi untuk beraktivitas di PPI, pedagang ikan juga harus mengeluarkan biaya transportasi untuk memasarkan ikan hasil tangkapan yang telah dibeli dari nelayan. Biaya-biaya yang diperkirakan akan dikeluarkan oleh pedagang ikan jika beraktivitas di lokasi baru adalah biaya transportasi dan biaya untuk menjaga mutu ikan agar tetap baik ketika sampai ke tangan konsumen. Biaya yang dikeluarkan pedagang ikan akan bertambah untuk menjaga mutu ikan yang akan dipasarkan. Untuk menjaga agar mutu ikan tetap terjaga diperlukan perlakuan khusus misalnya pemberian es. Jauhnya lokasi untuk memasarkan ikan kembali akan menjadi kendala terbesar bagi pedagang ikan karena harus mengeluarkan biaya untuk transportasi. Bertambahnya biaya yang harus dikeluarkan tanpa diikuti oleh peningkatan pendapatan dapat menurunkan keuntungan yang diperoleh pedagang ikan. 2) Penurunan pendapatan pedagang ikan Lokasi baru PPI Pangandaran yang cukup jauh dari daerah pemasaran menyebabkan pedagang ikan harus mengeluarkan biaya tambahan untuk transportasi dari dan ke PPI Pangandaran. Peningkatan biaya yang dikeluarkan akan berdampak pada keuntungan yang diperoleh. Peningkatan biaya yang harus dikeluarkan tanpa diikuti dengan peningkatan keuntungan akan berdampak kepada penurunan pendapatan. Penurunan pendapatan pedagang ikan diduga 95 dapat terjadi karena sulitnya memperoleh ikan dari pengepul untuk selanjutnya dipasarkan kepada konsumen. Pendapatan pedagang ikan diduga akan mengalami penurunan sebesar Rp.60.000,- jika beraktivitas di lokasi baru. Penurunan ini terjadi karena adanya biaya transportasi dari dan menuju PPI serta pembelian es untuk menjaga mutu ikan. Dugaan perbandingan pendapatan pedagang ikan di lokasi lama dan lokasi baru disajikan pada Tabel 28. Tabel 28 Dugaan perbedaan pendapatan pedagang ikan di lokasi lama dan lokasi baru dengan harga ikan yang sama tahun 2011 Item PPI Pangandaran 1. Lokasi lama - Pengeluaran - Pemasukan Banyak Harga (Rp) Jumlah (Rp) Pembelian ikan (kg) 60 10.000,- 600.000,- Penjualan ikan (kg) 60 15.000,- 900.000,- - Pendapatan - Pengeluaran 2. Lokasi baru - Pengeluaran - Pemasukan - Pendapatan 300.000,Pembelian ikan (kg) 60 10.000,- 600.000,- Transportasi (Rp) 1 50.000,- 50.000,- Es 1 10.000,- 10.000,- 60 15.000,- 900.000,- Penjualan ikan Selisih pendapatan 240.000,60.000,- Besarnya biaya pengeluaran pedagang ikan untuk membeli hasil tangkapan nelayan adalah Rp.600.000,-. Saat beraktivitas di lokasi lama, pedagang ikan akan mendapatkan pendapatan sebesar Rp. 300.000,-, sedangkan jika beraktivitas di lokasi baru maka pendapatan pedagang ikan akan mengalami penurunan menjadi Rp.240.000,-. Penurunan pendapatan Rp.60.000,- ini terjadi karena pedagang ikan harus mengeluarkan biaya tambahan sebagai pengganti biaya transportasi dan membeli es untuk menjaga agar mutu ikan tetap baik. Besarnya penurunan pendapatan pedagang ikan ini jika beraktivitas di lokasi baru PPI ekivalen sebesar 20 % terhadap pendapatannya. Jauhnya lokasi baru PPI Pangandaran dari pemukiman pedagang ikan dan lokasi pemasaran merupakan kendala terbesar bagi pedagang ikan. Tanpa adanya 96 jaminan dari pemerintah daerah tentang daerah pemasaran ikan untuk pedagang ikan dan pembangunan fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan untuk memasarkan hasil tangkapan yang telah dibeli dari nelayan, maka pedagang ikan tetap ingin bertahan di lokasi lama dan tidak ingin dipindahkan ke lokasi baru. 6.3 Permasalahan-Permasahan yang Dihadapi Pengelola PPI di Lokasi baru Pihak pengelola PPI Pangandaran berjumlah tiga orang dengan kualifikasi pendidikan tamatan SMA. Bentuk pengelolaan yang dilakukan adalah pendataan unit penangkapan ikan, dan perizinan. Terbatasnya jumlah SDM pengelola merupakan salah satu kendala bagi pengembangan PPI Pangandaran. Pihak pengelola mengalami berbagai permasalahan terkait pengelolaan yang dilakukan. Pemasalahan yang dihadapi oleh pihak pengelola PPI Pangandaran adalah sebagai berikut : 1) Pembangunan berbagai fasilitas yang masih tertunda akibat kendala pendanaan Fasilitas kepelabuhanan perikanan di PPI Pangandaran masih belum selesai dibangun. Fasilitas yang telah selesai dibangun di PPI Pangandaran adalah fasilitas di darat yaitu kantor pengelola, gedung TPI, MCK, Mushola, instalasi listrik dan air, sedangkan fasilitas di laut seperti dermaga dan alat bantu navigasi masih belum dibangun (subbab 5.2). Pihak pengelola PPI mengatakan bahwa pembangunan berbagai fasilitas di PPI Pangandaran masih tertunda karena terkendala masalah dana. Menurut penulis, masalah pendanaan seharusnya bukanlah alasan tertundanya pembangunan, karena sumber dana pembangunan telah ditetapkan sejak sebelum PPI dibangun dan telah dianggarkan oleh pemerintah daerah. Pembangunan berbagai fasilitas kepelabuhan perikanan di PPI Pangandaran yang belum selesai menyebabkan tidak adanya aktivitas pendaratan dan pemasaran hasil tangkapan serta pengolahan ikan. Tidak adanya aktivitas tersebut mengakibatkan tidak optimalnya pengelolaan di PPI tersebut. Seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya bahwa pengelolaan yang dilakukan oleh pihak pengelola PPI masih terbatas pada pemeliharaan berbagai fasilitas. 97 2) Ketidakinginan nelayan mendaratkan hasil tangkapannya di lokasi baru Nelayan merupakan pihak yang paling banyak melakukan aktivitas di suatu pelabuhan perikanan seperti tambat labuh perahu, pendaratan hasil tangkapan, dan pemasaran hasil tangkapan. Untuk melakukan berbagai aktivitas tersebut, nelayan membutuhkan berbagai fasilitas yang memadai seperti kolam pelabuhan, dermaga yang aman, breakwater agar perahu-perahu tidak kandas oleh gelombang dan arus, alat bantu navigasi, TPI untuk memasarkan hasil tangkapan (subbbab 5.2 butir 1 dan 2). Fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan oleh nelayan saat ini belum tersedia di PPI Pangandaran. Tidak adanya fasilitas-fasilitas tersebut tidak memungkinkan bagi nelayan untuk beraktivitas di PPI Pangandaran yang baru. Jika hal ini dipaksakan, maka dapat membahayakan nelayan maupun perahu-perahu yang akan bersandar di pelabuhan (subbab 5.3). Ketidaklengkapan fasilitas di PPI Pangandaran menyebabkan nelayan tidak mau mendaratkan ikan hasil tangkapannya di PPI Pangandaran. Jika pembangunan PPI Pangandaran telah dirampungkan, tidak ada jaminan bahwa nelayan akan mau beraktivitas disana. Hal ini terjadi karena sejak awal nelayan tidak ingin dipindahkan. Selain karena faktor ketidaklengkapan fasilitas faktor lokasi dan keselamatan juga menjadi penyebab nelayan tidak mau dipindahkan ke lokasi baru. Seperti yang telah dikemukakan dalam pembahasan sebelumnya (subbab 5.3) bahwa beraktivitas di lokasi lama PPI lebih aman dibandingkan lokasi baru karena terlindung oleh teluk. Nelayan juga akan mengalami kesulitan untuk memasarkan hasil tangkapan karena lokasi PPI yang cukup jauh dari lokasi pemasaran. 3) Ketidakinginan pedagang dan pengolah ikan beraktivitas di lokasi baru Pedagang dan pengolah ikan merupakan pihak yang juga menyatakan keengganannya untuk beraktivitas di lokasi baru. Hal ini dikarenakan lokasi baru PPI jauh dari daerah pemasaran. Berdasarkan subbab 4.3.1 diketahui bahwa sarana transportasi di Pangandaran relatif cukup baik dan aman digunakan. Permasalahan yang dialami pedagang ikan adalah tidak adanya angkutan khusus 98 yang melayani ke PPI di lokasi baru. Sarana transportasi yang terdapat di sekitar PPI baru adalah becak, angkutan pedesaan dan bis antar kota. Pemindahan PPI Pangandaran ke lokasi baru menimbulkan kekhawatiran bagi pedagang dan pengolah ikan tentang penurunan pendapatan karena meningkatnya biaya yang harus dikeluarkan. Penurunan pendapatan pedagang ikan disebabkan oleh adanya penambahan biaya untuk transportasi dan pembelian es untuk menjaga mutu ikan. Kekhawatiran lain yang dirasakan oleh pedagang dan pengolah ikan adalah tidak ada jaminan dari pihak pengelola bahwa mereka akan mendapatkan berbagai fasilitas yang dibutuhkan dalam pemasaran hasil tangkapan. 4) Rasa tidak percaya nelayan, pedagang dan pengolah ikan terhadap pengelola PPI Adanya rasa kurang percaya dari nelayan, pedagang dan pengelola ikan terhadap pengelola PPI di lokasi baru disebabkan oleh jumlah sumberdaya manusia (SDM) dari pengelola yang sedikit sedangkan fasilitas yang akan dikelola cukup banyak. Rasa kurang percaya ini juga terjadi akibat sikap pengelola dan pemerintah daerah yang kurang memperhatikan kebutuhan nelayan. Nelayan membutuhkan suatu pelabuhan perikanan/pangkalan pendaratan ikan sebagai tempat untuk tambat labuh bagi perahu-perahu mereka, dan memasarkan hasil tangkapannya. Sikap nelayan yang tidak ingin dipindahkan dianggap dapat mengganggu aktivitas penataan wisata bahari di Pangandaran. Nelayan, pedagang dan pengolah ikan berada dalam posisi tawar yang lemah. Mereka harus tunduk terhadap kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah, walaupun dapat merugikan mereka sendiri. Rasa tidak percaya nelayan, pedagang ikan dan pengolah ikan terhadap pengelola PPI dapat diatasi jika antara pihak pemerintah daerah dengan nelayan, pedagang ikan dan pengolah ikan terjadi komunikasi yang baik dan sikap saling pengertian. Pihak pemerintah daerah diharapkan mau mendengarkan keluhan yang dialami nelayan, pedagang ikan dan pengolah ikan, untuk selanjutnya dicarikan solusi yang tepat. 99 6.4 Perencanaan ke depan PPI Pangandaran 6.4.1 Perencanaan oleh pemerintah daerah Pemerintah daerah merencanakan semua aktivitas perikanan tangkap di Pangandaran berpusat di lokasi baru, jika pembangunan fasilitas telah selesai. Hal ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan fungsi dan peranan PPI Pangandaran. Berpindahnya semua aktivitas perikanan tangkap ke lokasi baru, diharapkan penataan Pantai Barat dan Pantai Timur Pangandaran sebagai kawasan pariwisata bahari lebih optimal. Pemerintah daerah telah mempersiapkan rencana pengembangan kawasan di sekitar lokasi baru PPI Pangandaran. Pengembangan kawasan ini dimaksudkan untuk pemenuhan kebutuhan pihak-pihak yang melakukan aktivitas di PPI. Perencanaan pengembangan kawasan tersebut diantaranya adalah pembangunan berbagai fasilitas sebagai berikut (Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat, 2009) : 1) Sarana docking dan bengkel kapal Sarana docking kapal akan dibangun di atas lahan seluas 845 m2. Pembangunan ini membutuhkan biaya Rp. 1.741.240.000,-. yang berasal Dana Alokasi Khusus (DAK) Kabupaten Ciamis tahun 2010. Untuk perawatan dan perbaikan perahu/kapal yang rusak, maka akan dibangun bengkel kapal. Bengkel ini akan dibangun di atas lahan seluas 140 m2 dan diperkirakan akan menelan biaya sebesar Rp.284.407.000,-. Sumber dana pembangunan bengkel kapal berasal APBD Kabupaten Ciamis tahun 2012. 2) Balai penyuluhan nelayan Pembangunan fasilitas Balai Penyuluhan Nelayan bertujuan untuk memudahkan penyampaian informasi kepada nelayan. Fasilitas ini akan dibangun di atas lahan seluas 445 m2. Pembangunan fasilitas ini membutuhkan biaya Rp.912.659.000,-. yang berasal dari APBD Kabupaten Ciamis tahun 2010. 3) Pabrik es dan ruangan pengepakan Pembangunan pabrik es dan ruang pengepakan dilakukan untuk memberikan kemudahan bagi nelayan dan pedagang pengolah ikan dalam upaya 100 mempertahankan mutu ikan. Fasilitas ini akan dibangun di atas lahan 350 m2. Pembangunan fasilitas ini membutuhkan biaya sebesar Rp.1.292.760.000,- yang berasal dari DAK Kabupaten Ciamis tahun 2012. 4) Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) Pembangunan fasilitas Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) dimaksudkan untuk memberikan kemudahan bagi nelayan memperoleh bahan bakar melaut seperti solar dan bensin. Fasilitas ini akan dibangun di atas lahan seluas 9 m2. Pembangunan fasilitas ini diperkirakan membutuhkan dana sebesar Rp.63.860.000,- yang berasal dari APBD Kabupaten Ciamis tahun 2012. 5) Pasar ikan Pembangunan fasilitas ini bertujuan untuk memberi kemudahan bagi pedagang ikan untuk menjual ikannya kepada konsumen. Pembangunan fasilitas ini juga dimaksudkan untuk menarik minat pedagang ikan untuk mau beraktivitas di lokasi baru PPI Pangandaran. Fasilitas ini akan dibangun diatas lahan seluas 724 m2, dan membutuhkan dana sebesar Rp.1.449.679.000,- yang berasal dari APBD Kabupaten Ciamis tahun 2012. 6) Pertokoan/kantin Fasilitas pertokoan/kantin akan dibangun di atas lahan seluas 415 m2. Pembangunan fasilitas ini membutuhkan dana sebesar Rp.814.827.000,-, yang berasal dari APBD Kabupaten Ciamis tahun 2012. Upaya pemerintah daerah untuk mengembangkan wisata bahari dan perikanan tangkap di Pangandaran cukup baik, tetapi tidak melibatkan berbagai pihak yang akan melakukan aktivitas di wilayah tersebut. Pengembangan kedua kawasan dapat berjalan dengan baik, jika pemerintah daerah memperhatikan kebutuhan para pelaku yang akan melaksanakan aktivitas di kawasan tersebut. 6.4.2 Alternatif pengembangan PPI Pangandaran Ada dua alternatif strategi pengembangan PPI Pangandaran yang ditawar kan dalam penelitian ini yaitu pengembangan PPI Pangandaran dilakukan di lokasi baru atau di lokasi lama. Kedua alternatif ini mempunyai berbagai kelebihan dan kekurangan. Peneliti mencoba menentukan strategi pengembangan 101 PPI Pangandaran menggunakan analisis SWOT. Hasil analisis ini dapat digunakan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Ciamis c.q pihak pengelola PPI Pangandaran untuk pengembangan PPI Pangandaran. 1) Alternatif 1 : Pengembangan PPI Pangandaran dilakukan di lokasi baru Pemindahan PPI Pangandaran ke lokasi baru mendapat penolakan dari nelayan dan pedagang ikan. Penolakan ini disebabkan oleh lokasi baru PPI jauh dari pemukiman nelayan dan pedagang ikan, kurang terlindung karena berada di muara sungai dan dekat dengan pantai sehingga dapat membahayakan keselamatan jika beraktivitas disana (Bab 5). Penolakan nelayan dan pedagang ikan untuk dipindahkan ke lokasi baru PPI akan menjadi kendala besar bagi pengembangan PPI karena nelayan dan pedagang ikan merupakan pelaku yang paling banyak melakukan aktivitas di PPI. Tanpa adanya nelayan dan pedagang ikan, maka tidak akan ada aktivitas pendaratan dan pemasaran hasil tangkapan di lokasi baru PPI. Identifikasi faktor internal pengembangan PPI Pangandaran di lokasi baru disajikan pada Tabel 29 Matrik internal factor analysis summary (IFAS). Faktor internal (kekuatan dan kelemahan) pengembangan PPI Pangandaran adalah sebagai berikut : (1) Kekuatan a) Adanya dukungan dari Pemerintah Daerah Ciamis Dukungan Pemerintah Daerah Kabupaten Ciamis terhadap pemindahan PPI Pangandaran ke lokasi baru diketahui dari adanya peraturan daerah (perda) Kabupaten Ciamis No. 9 Tahun 2000 Tentang Perubahan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) Kota Pangandaran (subbab 5.1.2). Peraturan daerah ini merupakan kekuatan bagi pengembangan PPI Pangandaran di lokasi baru. b) Hasil tangkapan dalam kondisi segar Hasil tangkapan nelayan Pangandaran berada dalam kondisi segar karena aktivitas penangkapan ikan dilakukan secara one day fishing. Ini merupakan kekuatan PPI Pangandaran, karena ikan yang berada dalam kondisi segar akan menarik minat konsumen. 102 c) Adanya pengelola PPI di lokasi baru Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Pangandaran di lokasi baru telah memiliki pengelola. Pengelolaan PPI Pangandaran dilakukan berdasarkan Keputusan Bupati Ciamis No. 294 tahun 2004 (subbab 5.7.2). Adanya pengelola merupakan kekuatan bagi pengembangan PPI Pangandaran. d) Adanya gedung TPI Gedung TPI sesuai dengan fungsinya adalah sebagai tempat melelang hasil tangkapan. Gedung TPI telah dibangun di lokasi baru PPI Pangandaran. Gedung ini menjadi kekuatan karena akan memudahkan dalam pemasaran dan distribusi hasil tangkapan. e) Adanya instalasi listrik dan air di lokasi baru Instalasi listrik dan air sangat penting peranannya dalam aktivitas kepelabuhan perikanan seperti perkantoran dan pelelangan ikan. Instalasi listrik dan air telah terdapat di lokasi baru. f) Adanya kantor pengelola di lokasi baru Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Pangandaran di lokasi baru telah memiliki kantor pengelola. Aktivitas yang dilakukan di kantor pengelola adalah aktivitas perkantoran seperti pendataan jumlah nelayan, armada, alat tangkap dan perizinan. (2) Kelemahan a) Biaya pembangunan PPI yang besar Pembangunan PPI ini membutuhkan dana yang besar yaitu mencapai Rp.176.180.304.000,- (seratus tujuh puluh enam milyar seratus delapan puluh juta tiga ratus empat ribu rupiah). Besarnya biaya pembangunan ini menjadi kelemahan PPI Pangandaran karena menyebabkan pembangunan berbagai fasilitas secara bertahap. b) Pembangunan berbagai fasilitas belum selesai dilaksanakan Pembangunan fasilitas kepelabuhanan perikanan di lokasi baru PPI Pangandaran belum selesai. Hal ini menyebabkan aktivitas kepelabuhanan perikanan belum dapat dilaksanakan di lokasi baru. Menurut pihak pengelola PPI, belum selesainya pembangunan fasilitas ini terkendala pendanaan. Masalah dana 103 seharusnya bukanlah menjadi kendala, karena dana pembangunan PPI ini telah dianggarkan dalam APBD Kabupaten Ciamis dan APBD Provinsi Jawa Barat. c) Jauh dari pemukiman nelayan Pemukiman nelayan tersebar di Desa Pananjung, Pangandaran dan Babakan. Jauhnya lokasi baru PPI Pangandaran menjadi kelemahan karena menyebabkan nelayan tidak ingin beraktivitas disana (subbab 6.1.2 butir 1). Ketidakinginan nelayan untuk beraktivitas di lokasi baru PPI Pangandaran akan menjadi ancaman bagi pengembangan PPI. Hal ini dikarenakan nelayan merupakan pelaku yang paling banyak melakukan aktivitas di pelabuhan. Tidak adanya nelayan yang beraktivitas di lokasi baru PPI akan mengakibatkan fasilitas yang telah dibangun menjadi rusak. d) Jauh dari daerah pemasaran Lokasi baru PPI Pangandaran berada jauh dari daerah pemasaran. Hal ini menyebabkan pedagang ikan mengalami kesulitan memasarkan hasil tangkapan yang telah dibeli dari nelayan. Jauhnya lokasi PPI dari daerah pemasaran akan berdampak pada peningkatan biaya yang harus dikeluarkan oleh pedagang ikan dari dan menuju PPI, dan tambahan biaya untuk menjaga mutu ikan agar tetap baik berada di tangan konsumen (subbab 6.2.2 butir 2). e) Jumlah SDM pengelola PPI di lokasi baru sedikit Jumlah SDM yang mengelola PPI Pangandaran adalah tiga orang dengan tingkat pendidikan lulusan SMA (subbab 5.7). Bentuk pengelolaan yang dilakukan adalah pendataan unit penangkapan ikan, dan perizinan. Jumlah SDM pengelola yang sangat terbatas menjadi kelemahan karena dapat mengakibatkan pengelolaan yang dilakukan tidak optimal. f) Biaya transportasi menuju lokasi baru cukup besar Nelayan pedagang ikan dan tidak ingin beraktivitas di lokasi baru PPI Pangandaran dikarenakan adanya tambahan biaya untuk transportasi. Adanya biaya transportasi sebagai akibat jauhnya lokasi baru PPI Pangandaran dari pemukiman nelayan, pedagang ikan dan daerah pemasaran. Hal ini menjadi kelemahan lokasi baru PPI Pangandaran dan menyebabkan pedagang ikan dan nelayan tidak ingin untuk beraktivitas disana. 104 g) Lama waktu beraktivitas di lokasi baru lebih lama dibandingkan lokasi lama Lama waktu beraktivitas di lokasi baru bagi nelayan dan pedagang ikan terjadi karena sebagian besar pemukiman nelayan dan pedagang ikan berada di Desa Pananjung dan Pangandaran. Hal ini menjadi kelemahan lokasi baru PPI Pangandaran. h) Sarana transportasi ke lokasi lama terbatas Sarana transportasi darat yang terdapat di wilayah Pangandaran adalah becak, angkutan pedesaan dan bis antar kota. Sarana transportasi ini sangat terbatas dan sebagian besar terdapat di lokasi lama PPI Pangandaran (subbab 4.3.1). Tabel 29 Matrik IFAS strategi pengembangan PPI Pangandaran di lokasi baru tahun 2011 Faktor Internal Kekuatan : a. Adanya dukungan dari pemerintah daerah berupa Perda Kab. Ciamis No. 9 tahun 2002 tentang penetapan Desa Babakan senagai lokasi baru PPI Pangandaran Skor Bobot 2 6,86 Nilai 13,73 b. Hasil tangkapan yang didaratkan dalam kondisi segar 3 5,15 15,44 c. Adanya pengelola PPI baru 2 4,90 9,80 d. Adanya gedung TPI 2 4,90 9,80 e. Adanya instalasi listrik dan air di PPI baru 3 4,90 14,71 f. Adanya kantor pengelola di PPI baru 2 4,90 9,80 Subjumlah 73,48 Kelemahan : a. Biaya pembangunan yang besar 1 9,31 9,31 b. Pembangunan berbagai fasilitas belum selesai dilaksanakan 2 8,82 17,65 c. Jauh dari pemukiman nelayan 1 9,07 9,07 d. Jauh dari daerah pemasaran 2 7,35 14,71 e.Jauh dari konsumen 1 7,35 7,35 f. Jumlah SDM pengelola PPI baru sedikit 1 5,88 5,88 g. Biaya transportasi menuju PPI baru cukup besar h. Lama waktu beraktivitas di PPI baru lebih lama dibandingkan di PPI lama 2 6,86 13,73 1 7,84 7,84 i. Sarana transportasi yang terbatas 2 5,88 11,76 Subjumlah 97,3 Jumlah 170,59 105 Analisis faktor internal pengembangan PPI Pangandaran di lokasi baru pada Tabel 28 menghasilkan nilai 170,59 atau <180 dari nilai maksimum 300. Nilai ini memperlihatkan bahwa komponen kelemahan di lokasi baru PPI Pangandaran sangat dominan. Identifikasi faktor eksternal pengembangan PPI Pangandaran di lokasi baru disajikan pada Tabel 30 Matrik eksternal factor analysis summary (EFAS). Faktor eksternal terdiri atas komponen peluang dan ancaman. Komponen peluang dan ancaman pengembangan PPI Pangandaran di lokasi baru adalah sebagai berikut : (1) Peluang a) Peningkatan jumlah armada dan alat tangkap Rata-rata pertumbuhan armada penangkapan ikan dan alat tangkap di Pangandaran mengalami peningkatan. Hal ini merupakan peluang yang baik bagi PPI Pangandaran. Peningkatan jumlah armada dan alat tangkap akan meningkatkan jumlah produksi hasil tangkapan. b) Trip penangkapan one day fishing sehingga hasil tangkapan berada dalam kondisi segar Nelayan Pangandaran melakukan aktivitas penangkapan ikan one day fishing yaitu penangkapan ikan yang dilakukan dalam satu hari. Hal ini menyebabkan ikan-ikan yang didaratkan umumnya dalam kondisi segar (subbab 5.3). Hal ini mempunyai sisi positif terhadap mutu ikan yang didaratkan dan kontinuitas produksi. c) Adanya ekportir hasil perikanan PerusahaanPT Asi Pujiastuti adalah eksportir tunggal hasil perikanan laut di Kabupaten Ciamis. Keberadaan eksportir ini memberikan peluang bagi nelayan untuk menjual hasil tangkapannya dengan harga yang pantas. d) Adanya pasar ekspor Pasar ekspor ikan-ikan dari Pangandaran adalah Jepang, Uni Eropa, dan Amerika Serikat. Keberadaan pasar ekspor ini akan merupakan peluang yang besar dalam pemasaran hasil tangkapan nelayan. 106 (2) Ancaman a) Adanya penolakan dari nelayan Penolakan nelayan terjadi karena lokasi baru PPI Pangandaran berada jauh dari pemukiman nelayan, kurang terjaminnya keselamatan beraktivitas, dan pembangunan fasilitas yang belum selesai. Penolakan ini dapat menjadi ancaman bagi pengembangan PPI Pangandaran karena nelayan merupakan pelaku yang paling banyak melakukan aktivitas di pelabuhan. Dengan adanya penolakan nelayan akan menjadi ancaman yang besar bagi pengembanga PPI Pangandaran. Tanpa adanya nelayan yang beraktivitas di lokasi baru PPI Pangandaran, fasilitas kepelabuhanan perikanan yang telah dibangun dengan biaya besar akan rusak karena tidak pernah digunakan. b) Adanya penolakan dari pedagang ikan Penolakan pedagang ikan akan menjadi ancaman bagi pengembangan PPI Pangandaran di lokasi baru. Ini terjadi karena pedagang ikan merupakan ujung tombak pemasaran dan distribusi hasil tangkapan. Jika pedagang ikan tetap menyakan penolakan dan menyatakan keenganananya beraktivitas di lokasi baru PPI Pangandaran, maka aktivitas pemasaran dan distribusi hasil tangkapan di Kecamatan Pangandaran akan terganggu. c) Tidak adanya tempat berlindung bagi perahu nelayan dari hempasan gelombang Lokasi baru PPI Pangandaran berada di pantai yang langsung menghadap Samudera Hindia. Kondisi ini akan membahayakan nelayan jika terjadii hempasan Samudera Hindia, tanpa adanaya lokasi untuk melindungi perahu Tidak adanya tempat berlindung bagi perahu nelayan dari hempasan gelombang merupakan ancaman bagi pengembangan PPI Pangandaran di lokasi baru. Hal ini terjadi karena lokasi baru PPI Pangandaran kurang terlindung dan langsung menghadap ke laut. d) Kurangnya keselamatan beraktivitas di lokasi baru Kurang terjaminnya keselamatan beraktivitas di lokasi baru dikarenakan lokasi baru PPI Pangandaran berada di muara sungai dan dekat dengan pantai yang tidak terlindung. Keadaan ini semakin menyulitkan karena di lokasi baru PPI Pangandaran belum mempunyai breakwater. Kurang terjaminnya keselamatan 107 beraktivitas di lokasi baru PPI Pangandaran merupakan salah satu alasan nelayan tidak ingin dipindahkan. e) Keharusan nelayan menyerahkan hasil tangkapan kepada tengkulak Nelayan harus menyerahkan hasil tangkapannya kepada tengkulak dan menjualnya dengan harga yang telah ditetapkan tengkulak. Hal ini terjadi karena adanya keterikatan nelayan dengan tengkulak dalam urusan permodalan. Tindakan ini merupakan ancaman karena dapat mempengaruhi harga ikan di pasaran. f) Adanya potensi bencana tsunami Wilayah Pangandaran pernah mengalami bencana tsunami pada tahun 2006. Akibat bencana tersebut banyak alat tangkap dan perahu nelayan yang hilang atau rusak tersapu oleh gelombang tsunami. Potensi bencana ini dapat kembali lagi terjadi di Pangandaran. Hal ini merupakan ancaman besar bagi pengembangan PPI Pangandaran. Tabel 30 Matrik EFAS strategi pengembangan PPI Pangandaran di lokasi baru tahun 2011 Faktor Eksternal Skor Bobot Nilai Peluang : a. Peningkatan jumlah armada dan alat tangkap 2 8,33 16,67 b. Trip penangkapan one day fishing 3 8,33 25,00 c. Adanya eksportir hasil perikanan 2 7,22 14,44 d. Adanya pasar ekspor 2 7,22 14,44 Subjumlah 70,55 Ancaman : a. Penolakan dari nelayan 1 10,00 10,00 b. Penolakan dari pedagang ikan c. Tidak adanya tempat berlindung bagi perahu nelayan dari hempasan gelombang 1 9,44 9,44 1 13,33 13,33 d. Keselamatan beraktivitas di PPI baru 1 13,33 13,33 e. Adanya nelayan yang terikat dengan tengkulak 2 8,33 8,33 f. Bencana tsunami 1 14,44 14,44 Subjumlah 77,00 Jumlah 147,55 Analisis faktor eksternal pengembangan PPI Pangandaran di lokasi baru pada Tabel 30 menghasilkan nilai adalah 147,55 atau <180 dari nilai maksimum 300. Hal ini memperlihatkan bahwa faktor ancaman di lokasi baru PPI sangat 108 dominan. Kondisi ini tidak baik bagi pengembangan PPI di lokasi baru, karena besarnya nilai ancaman . Strategi pengembangan PPI Pangandaran di lokasi baru dilakukan dengan menggabungkan kondisi faktor internal dan eksternal (matrik IFAS dan EFAS). Hasil penggabungan ini menghasilkan empat alternatif strategi pengembangan yaitu SO, ST, WO dan WT. Alternatif-alternatif stategi pengembangan tersebut disajikan pada Tabel 31. Tabel 31 Matrik SWOT pengembangan PPI Pangandaran di lokasi baru tahun 2011 Kekuatan (S) 1. Adanya dukungan dari pemerintah daerah berupa Perda Kab. Ciamis No. 9 tahun 2002 (S1) 2. Hasil tangkapan dalam kondisi segar (S2) 3. Adanya pengelola PPI (S3) 4. Adanya gedung TPI (S4) 5. Adanya instalasi listrik dan air di PPI baru (S5) 6. Adanya kantor pemgelola (S6) Kelemahan (W) 1. Besarnya biaya pembangunan (W1) 2. Pembangunan yang belum selesai (W2) 3. Jauh dari pemukiman nelayan (W3) 4. Jauh dari daerah pemasaran (W4) 5. Jauh dari konsumen (W5) 6. Jumlah SDM pengelola sedikit (W6) 7. Biaya transportasi menuju Ppi baru cukup besar (W7) 8. Lama waktu beraktivitas di PPI baru lebih lama dibandingkan PPI lama (W8) 9. Sarana transportasi yang terbatas (W9) Peluang (O) 1. Peningkatan jumlah armada dan alat tangkap (O1) 2. Trip penangkapan one day fishing (O2) 3. Adanya eksportir hasil perikanan (O3) 4. Adanya pasar ekspor (O4) Strategi SO 1. Mengoptimalkan dukungan dari Pemerintah Daerah agar peningkatan jumlah armada dan alat tangkap dapat meningkatkan produksi hasil tangkapan (S1, S3, O1, O2,O3, O4) 2. Mengoptimalkan fasilitas yang telah dibangun dan pengelolaan terhadap fasilitas tersebut untuk meningkatkan produksi hasil tangkapan ( S2, S4, S5, S6, O1, O2, O3,dan O4) Strategi WO 1. Menyegerakan pembangunan berbagai fasilitas, sarana dan prasaranan untuk menarik minat eksportir (W1, W2, O1, O2, O3 dan O4) 2. Menambah jumlah SDM pengelola dan sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan agar pengelolaan dapat ditingkatkan ( W6, O1 dan O2 ) 3. Merelokasi pemukiman nelayan, untuk dapat memperkecil biaya transportasi, lama waktu beraktivitas dan meningkatkan nilai produksi hasil tangkapan (W3, W4, W5, W7, W8, W9, O1, O2, O3, dan O4) Ancaman (T) 1. Penolakan dari nelayan (T1) 2. Penolakan dari pedagang ikan (T2) 3. Tidak adanya tempat berlindung bagi perahu nelayan dari hempasan gelombang (T3) 4. Keselamatan beraktivitas di PPI baru (T4) 5. Adanya nelayan yang terikat dengan tengkulak (T5) 6. Bencana tsunami (T6) Stategi ST 1. Mengadakan pendekatan persuasif kepada nelayan dan pedagang ikan agar mau beraktivitas di PPI baru (S1, S6, T1, T2 dan T5) 2. Mengoptimalkan berbagai fasilitas yang telah dibangun serta memberikan peringatan dini terhadap ancaman bahaya ( S3, S4, S5, S6, T4, dan T6) Strategi WT 1. Menyegerakan pembangunan berbagai fasilitas dan menjamin semuanya sesuai dengan standard operational prosedure (SOP) (W1, W2, T3, T4 dan T6) 2. Mengakan hubungan kerja sama yang baik dan saling pengertian antara pengelola dengan nelayan dan pedagang ikan (W6, T1, T2 dan T5 ) IFAS EFAS 109 (1) Strategi SO (a) Mengoptimalkan dukungan dari pemerintah daerah agar peningkatan jumlah armada dan alat tangkap dapat meningkatkan produksi hasil tangkapan (S1, S3, O1, O2,O3, O4). (b) Mengoptimalkan fasilitas yang telah dibangun dan pengelolaan terhadap fasilitas tersebut untuk meningkatkan produksi hasil tangkapan ( S2, S4, S5, S6, O1, O2, O3,dan O4). (2) Strategi WO (a) Menyegerakan pembangunan berbagai fasilitas, sarana dan prasaranan untuk menarik minat eksportir (W1, W2, O1, O2, O3 dan O4). (b) Menambah jumlah SDM pengelola dan sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan agar pengelolaan dapat ditingkatkan ( W6, O1 dan O2). Merelokasi pemukiman nelayan, untuk dapat memperkecil biaya transportasi, lama waktu beraktivitas dan meningkatkan nilai produksi hasil tangkapan (W3, W4, W5, W7, W8, W9, O1, O2, O3, dan O4). (3) Strategi ST (a) Mengadakan pendekatan persuasif kepada nelayan dan pedagang ikan agar mau beraktivitas di PPI baru (S1, S6, T1, T2 dan T5). (b) Mengoptimalkan berbagai fasilitas yang telah dibangun serta memberikan peringatan dini terhadap ancaman bahaya ( S3, S4, S5, S6, T4, dan T6). (4) Strategi WT (a) Menyegerakan pembangunan berbagai fasilitas dan menjamin semuanya sesuai dengan standard operational prosedure (SOP) (W1, W2, T3, T4 dan T6). (b) Mengadakan hubungan kerja sama yang baik dan saling pengertian antara pengelola dengan nelayan dan pedagang ikan (W6, T1, T2 dan T5). 2) Alternatif 2 : Pengembangan PPI Pangandaran dilakukan di lokasi lama Pangkalan pendaratan ikan (PPI) Pangandaran lama berada di Pantai Timur Pangandaran dan dekat dengan pemukiman nelayan serta kawasan wisata bahari. Kedekatan lokasi ini memberikan kemudahan bagi nelayan untuk, menjual hasil tangkapannnya ke rumah makan/restoran pedagang/pengolah ikan, dan wisatawan 110 yang berada di kawasan wisata. Selain itu nelayan tidak membutuhkan lebih banyak waktu untuk menuju PPI dan tidak terdapat biaya tambahan sebagai ganti biaya transportasi. Identifikasi faktor internal dan eksternal pengembagan PPI pangandaran di lokasi lama disajikan dalam matrik internal factor analysis summary (IFAS) pada Tabel 31. Faktor internal pengembangan PPI Pangandaran di lokasi lama adalah sebagai berikut : (1) Kekuatan a) Lokasi lama dekat dengan pemukiman nelayan Lokasi pemukiman nelayan di Kecamatan Pangandaran tersebar di tiga lokasi yaitu Pangandaran, Pananjung dan Babakan. Babakan merupakan desa dengan jumlah nelayan paling sedikit (subbab 6.1.2). Kedekatan lokasi pemukiman nelayan dengan lokasi lama PPI Pangandaran merupakan kekuatan bagi pengembangan PPI Pangandaran di lokasi lama. Kedekatan lokasi memberikan kemudahan bagi nelayan menuju PPI dan kembali ke rumah. b) Lokasi lama dekat dengan daerah pemasaran Lokasi lama PPI Pangandaran dekat dengan daerah pemasaran yaitu Pantai Barat, Pantai Timur dan pasar ikan. Hal ini sangat memudahkan bagi nelayan untuk menjual hasil tangkapannya. Kedekatan lokasi tersebut juga menjadi daya tarik bagi pedagang ikan untuk melakukan aktivitas di lokasi lama PPI Pangandaran. c) Lokasi lama dekat dengan konsumen Lokasi lama PPI Pangandaran sangat strategis karena dekat dengan konsumen sehingga pemasaran ikan lebih mudah dilakukan.Konsumen yang dimaksudkan disini adalah rumah makan/restoran dan wisatawan yang berada di kawasan wisata bahari. d) Adanya gedung TPI Gedung TPI telah dibangun di lokasi baru PPI Pangandaran. Gedung ini menjadi kekuatan karena akan memudahkan dalam pemasaran dan distribusi hasil tangkapan. Keberadaan gedung TPI akan menjadi kekuatan bagi pengembangan PPI Pangandaran karena kegiatan pelelangan ikan dapat berlangsung dengan baik. 111 e) Adanya alat bantu navigasi Keberadaan alat bantu navigasi memberikan kemudahan bagi nelayan untuk masuk-keluar pelabuhan. Adanya alat bantu navigasi merupakan kekuatan PPI Pangandaran di lokasi lama karena merupakan salah satu fasilitas pokok yang dapat menjamin keselamatan beraktivitas di pelabuhan perikanan. f) Biaya transportasi menuju lokasi lama rendah Biaya transportasi dari dan menuju lokasi lama PPI Pangandaran relatif rendah. Ha ini dikarenakan lokasi lama PPI dekat dengan pemukiman nelayan. Rendahnya biaya transportasi menjadi daya tarik bagi pelaku yang akan beraktivitas disana. g) Lama waktu beraktivitas lebih singkat dibandingkan lokasi baru Lama waktu beraktivitas di lokasi lama lebih singkat karena kedekatan lokasi PPI dengan pemukiman nelayan. Kedekatan lokasi ini menebabkan waktu yang dibutuhkan nelayan untuk menuju lokasi lama dibandingkan lokasi baru. Lama waktu beraktivitas lebih singkat di lokasi lama juga menguntungkan bagi pedagang ikan. Dengan lama waktu beraktivitas yang tidak terlalu lama, pedagang ikan akan lebih mudah memasarkan ikan yang telah dibelinya dari nelayan. h) Lokasi lama terlindung oleh teluk Lokasi lama PPI Pangandaran berada di Teluk Pananjung sehingga relatif lebih terlindung dari hempasan gelombang. Kondisi ini sangat menguntungkan bagi pengembangan PPI Pangandaran. Perahu nelayan dapat melakukan aktivitas tambat labuh, dan bongkar muat hasil tangkapan dengan aman. i) Hasil tangkapan dalam kondisi segar Hasil tangkapan nelayan Pangandaran berada dalam kondisi segar. Hal ini dikarenakan trip penangkapan ikan nelayan Pangandaran one day fishing atau penangkapan ikan yang dilakukan dalam satu hari. Ini menjadi kekuatan bagi PPI Pangandaran. Kesegaran hasil tangkapan dapat menarik minat konsumen untuk membelinya. (2) Kelemahan a) Tidak adanya kolam pelabuhan Pangkalan Pendaratan Ikan Pangandaran di lokasi lama tidak mempunyai kolam pelabuhan. Ini merupakan kelemahan lokasi lama, dengan tidak adanya 112 kolam pelabuhan menyebabkan nelayan memanfaatkan perairan Pantai Barat, Pantai Timur, Cagar Alam Pananjung. Tindakan ini menurut pemerintah daerah dapat mengganggu pengembangan wisata bahari di Pangandaran, dan aktivitas konservasi di Cagar Alam Pananjung. b) Tidak adanya dermaga Dermaga merupakan salah satu fasilitas pokok yang penting dalam suatu pelabuhan perikanan. Dengan tidak adanya dermaga di lokasi lama PPI Pangadaran menyebabkan nelayan memanfaatkan Pantai Timur, Pantai Barat dan Perairan Cagar Alam Pananjung sebagai tempat untuk menambatkan perahu (subbab 5.1.1). c) Tidak adanya breakwater Tujuan utama adanya breakwater adalah melindungi daerah di dalam perairan pelabuhan, yaitu memperkecil tinggi gelombang laut, sehingga kapal/perahu dapat berlabuh dan bongkar muat dengan tenang. Tidak adanya breakwater menjadi kelemahan lokasi lama PPI Pangandaran. Tabel 32 Matrik IFAS strategi pengembangan PPI Pangandaran di lokasi lama tahun 2011 Faktor Internal Skor Bobot Kekuatan : a. Lokasi PPI lama dekat dengan pemukiman nelayan 3 8,06 24,19 b. Lokasi PPI lama dekat dengan daerah pemasaran 3 8,06 24,19 c. Lokasi PPI lama dekat dengan konsumen 3 8,39 25,16 d. Adanya gedung TPI 2 8,71 17,42 e. Adanya kantor pengelola dan KUD 2 7,10 14,19 f. Adanya alat bantu navigasi 3 10,32 30,97 g. Biaya transportasi rendah 3 8,39 25,16 h. Lama waktu beraktivitas lebih singkat dibandingkan PPI baru 3 8,71 26,13 i. Lokasi PPI lama yang terlindung oleh teluk 2 10,65 21,29 j. Hasil tangkapan dalam kondisi segar 3 8,06 24,19 Subjumlah Nilai 232,89 Kelemahan : a. Tidak adanya kolam pelabuhan 1 4,52 4,52 b. Tidak adanya dermaga c. Tidak adanya breakwater 1 2 4,52 4,52 4,52 9,03 Subjumlah 18,07 Jumlah 250,96 113 Analisis faktor internal pengembangan PPI Pangandaran di lokasi lama menghasilkan nilai 250,96 atau >240 dari nilai maksimum 300. Hal ini memperlihatkan bahwa faktor kekuatan lokasi lama sangat dominan. Identifikasi faktor eksternal pengembangan PPI Pangandaran di lokasi baru disajikan pada Tabel 33 Matrik eksternal factor analysis summary (EFAS).. Faktor eksternal terdiri atas komponen peluang dan ancaman. Komponen peluang dan ancaman pengembangan PPI Pangandaran di lokasi baru adalah sebagai berikut : (1) Peluang a) Peningkatan jumlah armada dan alat tangkap Armada penangkapan ikan dan alat tangkap di Pangandaran mengalami peningkatan. Peningkatan jumlah armada dan alat tangkap dapat menjadi peluang bagi peningkatan produksi hasil tangkapan. Dengan meningkatnya produksi hasil tangkapan, maka peluang pengembangan PPI Pangandaran juga dapat meningkat. b) Trip penangkapan one day fishing Nelayan Pangandaran melakukan aktivitas penangkapan ikan one day fishing yaitu penangkapan ikan yang dilakukan dalam satu hari. Penangkapan ikan biasanya dilakukan pada pagi hari. Keadaan inilah yang menyebabkan ikan-ikan yang didaratkan di PPI Pangandaran umumnya berada dalam kondisi segar (subbab 5.3). c) Lokasi lama dekat dengan wisata bahari Kedekatan lokasi lama PPI Pangandaran dengan wisata bahari memudahkan bagi nelayan untuk memasarkan hasil tangkapannya kepada restoran/rumah makan dan wisatawan yang berkunjung ke Pangandaran. Selain itu, nelayan juga mendapatkan tambahan penghasilan melalui aktivitas penyewaan perahu kepada wisatawan (Bab 1). d) Adanya eksportir hasil perikanan Salah satu eksportir hasil perikanan di Kabupaten Ciamis adalah PT Asi Pujiastuti. Adanya eksportir ini membuka peluang bagi nelayan untuk memasarkan hasil tangkapan yang berada dalam kondisi baik keluar negeri dengan harga yang bersaing. 114 e) Adanya pasar ekspor Ikan hasil tangkapan nelayan di Pangandaran yang berada dalam kondisi baik berpeluang untuk diekspor. Pasar ekspor ikan-ikan dari Pangandaran adalah Jepang, Uni Eropa, dan Amerika Serikat. Keberadaan pasar ekspor ini akan merupakan peluang yang besar dalam pemasaran hasil tangkapan nelayan. f) Peningkatan pendapatan nelayan melalui penyewaan perahu kepada wisatawan Salah satu daya tarik wisata bahari Pangandaran adalah berwisata menggunakan perahu nelayanwan yang datang berkunjung. Hal ini berpeluang meningkatkan pendapatan nelayan melalui aktivitas penyewaan perahu kepada wisatawan yang datang berkunjung ke Pangandaran. (2) Ancaman a) Kebijakan pengembangan wisata bahari Kebijakan pengembangan wisata bahari menjadi ancaman bagi pengembangan PPI Pangandaran. Hal ini terjadi karena pemerintah daerah akan mengembangkan kawasan wisata bahari Pangandaran tanpa kawasan perikanan, sehingga PPI Pangandaran harus dipindahkan ke lokasi lain. b) Pemanfaatan perairan konservasi untuk tambat labuh Nelayan Pangandaran memanfaatkan perairan Cagar Alam Pananjung sebagai salah satu tempat untuk menambatkan perahunya. Hal ini terjadi karena PPI Pangandran tidak mempunyai kolam pelabuhan. Tindakan nelayan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1990 pasal 17 tentang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya (Bab 6). c) Keharusan nelayan menyerahkan hasil tangkapan kepada tengkulak Keterikatan nelayan dengan tengkulak terjadi karena nelayan berhutang kepada tengkulak untuk modal melaut, ataupun untuk kebutuhan sehari-hari. Karena nelayan tidak mampu untuk mengembalikan uang yang telah dipinjam maka nelayan harus menyerahkan hasil tangkapannya kepada tengkulak dan menjualnya dengan harga yang telah ditetapkan tengkulak (subbab 5.3). Tindakan ini merupakan ancaman bagi pengembangan PPI Pangandaran. 115 d) Pemindahan paksa nelayan jika pembangunan PPI selesai dilakukan Pemindahan paksa nelayan dapat saja terjadi jika pembangunan PPI Pangandaran di lokasi lama, tetapi nelayan tetap tidak ingin pindah. Hal ini akan menjadi ancaman bagi pengembangan PPI Pangandaran. Hubungan nelayan dengan pemerintah daerah akan memburuk dan dapat mengganggu stabilitas perikanan tangkap di kabupaten Ciamis. e) Adanya potensi bencana tsunami Kecamatan Pangandaran dan sekitarnya pernah dilanda bencana tsunami pada tahun 2006. Potensi bencana tsunami menjadi ancaman bagi Kecamatan Pangandaran maupun pengembangan PPI Pangandaran. Hal ini seharusnya menjadi pertimbangan berbagai pihak dan diupayakan tindakan pencegahan kerusakan lebih parah dari bencana sebelumnya. Tabel 33 Matrik EFAS strategi pengembangan PPI Pangandaran di lokasi lama tahun 2011 Faktor eksternal Peluang : a. Peningkatan jumlah armada dan alat tangkap Skor Bobot Nilai 3 9,09 27,27 b. Trip penangkapan one day fishing 3 9,09 27,27 c. Lokasi PPI lama dekat dengan wisata bahari 3 9,55 28,64 d. Adanya eksportir hasil perikanan 2 10,00 20,00 e. Adanya pasar ekspor f. Peningkatan pendapatan nelayan melalui penyewaan perahu kepada wisatawan 2 7,73 15,45 3 9,09 27,27 Subjumlah 145,90 Ancaman : a. Kebijakan pengembangan wisata bahari 1 8,64 8,64 b. Pemanfaatan perairan konservasi untuk tambat labuh perahu 1 8,64 8,64 c. Adanya nelayan yang terikat dengan tengkulak d. Pemindahan paksa nelayan dari PPI lama jika pembangunan PPI baru telah selesai 1 6,36 6,36 2 8,64 17,27 e. Bencana tsunami 1 13,18 13,18 Subjumlah 54,10 Jumlah 200,00 Analisis faktor eksternal pengembangan PPI Pangandaran di lokasi lama menghasilkan nilai 200,00 atau berada pada kisaran 237-180. Hal ini 116 memperlihatkan bahwa kondisi eksternal PPI Pangandaran di lokasi lama dalam keadaan seimbang antar peluang dan ancaman. Strategi pengembangan PPI Pangandaran di lokasi baru menghasilkan empat alternatif pengembangan. Alternatif pengembangan PPI Pangandaran diperoleh dengan menggabungkan kondisi eksternal dan eksternal. Alternatifalternatif tersebut disajikan pada Tabel 34. Tabel 34 Matrik SWOT pengembangan PPI Pangandaran di lokasi lama tahun 2011 Kekuatan (S) 1. Lokasi PPI lama dekat dengan pemukiman nelayan (S1) 2. Lokasi PPI lama dekat dengan daerah pemasaran (S2) 3. Lokasi PPI lama dekat dengan konsumen (S3) 4. Adanya gedung TPI (S4) 5. Adanya kantor pengelola dan KUD (S5) 6. Adanya alat bantu navigasi (S6) 7. Biaya tansportasi rendah (S7) 8. Lama waktu beraktivitas lebih singkat dibandingkan dengan PPI baru (S8) 9. Lokasi terlindung oleh teluk (S9) 10. Hasil tangkapan dalam kondisi segar (S10) Kelemahan (W) 1. Tidak ada kolam pelabuhan (W1) 2. Tidak ada dermaga (W2) 3. Tidak ada breakwater (W3) Peluang (O) 1. Peningkatan jumlah armada dan alat tangkap (O1) 2. Trip penangkapan one day fishing (O2) 3. Lokasi PPI lama dekat dengan wisata bahari (O3) 4. Adanya eksportir hasil perikanan (O4) 5. Adanya pasar ekspor (O5) Strategi SO 1. Mengoptimalkan semua sumberdaya yang ada dan mengadakan kerja sama yang baik dengan eksportir untuk meningkatkan nilai produksi hasil tangkapan ( S1,S2, S3, S4, S5, S6, S7, O1, O2, O3, dan O4) 2. Memanfaatkan kedekatan lokasi dengan wisata bahari untuk mempermudah memasarkan hasil tangkapan (S1, S2, S3, ,dan O4) Strategi WO 1. Membangun fasilitas-fasilitas yang dibutuhakan terutama fasilitas pokok dan menjalin kerja sama yang sinergi antara perikanan tangkap dan wisata bahari ( W1, W2, W3, dan O4) 2. Menetapkan batas-batas yang jelas antara perikanan tangkap dan wisata bahari agar tidak terjadi benturan kepentingan di antara kedua kawasan tersebut (W1, W2, W3, dan O3) Ancaman (T) 1. Kebijakan pengembangan wisata bahari (T1) 2. Pemanfaatan perairan konservasi untuk tambat labuh perahu (T2) 3. Adanya nelayan yang terikat dengan tengkulak (T3) 4. Kemungkinan pemindahan paksa nelayan jika pembangunan PPI baru telah selesai (T4) 5. Bencana tsunami (T5) Stategi ST 1. Menjalin komunikasi yang baik dan saling pengertian antara pihak pengelola dengan nelayan agar tidak terjadi tindakan pengusiran paksa nelayan (S5, T4) 2. Memberikan jaminan keselamatan berkativitas di PPI dan peringatan dini terhadap bencana (S6, S9, dan T5) 3. Menjalin kerja sama yang sinergis antara perikanan tangkap, wisata bahari dan konservasi agar pengembangan kawasan dapat menguntungkan semua pihak (S2, S3, S12 dan W1) Strategi WT 1. Menjalin kerja sama yang sinergis antara perikanan tangkap konservasi dan wisata bahari akibat penggunan lahan yang bersamaan (W1, W2, W3,T1 dan T2) 2. Memberikan jaminan keselamatan bagi nelayan dengan membangun berbagai fasiltas kepelabuhanan perikanan sesuai dengan standard operational prosedure dan peringatan dini terhadap bencana ( W1,W2,W3, dan T4) IFAS EFAS 117 (1) Strategi SO (a) Mengoptimalkan semua sumberdaya yang ada dan mengadakan kerja sama yang baik dengan eksportir untuk meningkatkan nilai produksi hasil tangkapan ( S1,S2, S3, S4, S5, S6, S7, O1, O2, O3, dan O4). (b) Memanfaatkan kedekatan lokasi dengan wisata bahari untuk mempermudah memasarkan hasil tangkapan (S1, S2, S3 dan O4). (2) Strategi WO (a) Membangun fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan terutama fasilitas pokok dan menjalin kerja sama yang sinergi antara perikanan tangkap dan wisata bahari ( W1, W2, W3, dan O4). (b) Menetapkan batas-batas yang jelas antara perikanan tangkap dan wisata bahari agar tidak terjadi benturan kepentingan di antara kedua kawasan tersebut (W1, W2, W3, dan O3). (3) Strategi ST (a) Menjalin komunikasi yang baik dan saling pengertian antara pihak pengelola dengan nelayan agar tidak terjadi tindakan pengusiran paksa nelayan (S5 dan T4). (b) Memberikan jaminan keselamatan beraktivitas di PPI dan peringatan dini terhadap bencana (S6, S9, dan T5). (c) Menjalin kerja sama yang sinergis antara perikanan tangkap, wisata bahari dan konservasi agar pengembangan kawasan dapat menguntungkan semua pihak (S2, S3, S12 dan W1). (4) Strategi WT (a) Menjalin kerja sama yang sinergis antara perikanan tangkap konservasi dan wisata bahari akibat penggunan lahan yang bersamaan (W1, W2, W3,T1 dan T2). (b) Memberikan jaminan keselamatan bagi nelayan dengan membangun berbagai fasilitas kepelabuhanan perikanan sesuai dengan standard operational prosedure ( W1,W2,W3, dan T4). dan peringatan dini terhadap bencana 118 Hasil analisis SWOT pengembangan PPI Pangandaran di lokasi baru menghasilkan nilai faktor internal dan eksternal sebesar 170,59 dan 147, 55. Hal ini memperlihatkan bahwa komponen kelemahan dan ancaman di lokasi baru sangat dominan. Adapun nilai faktor internal dan eksternal pengembangan PPI Pangandaran di lokasi lama sebesar 250,96 dan 200,00. Hal ini berarti bahwa komponen kekuatan di lokasi lama sangat dominan dan komponen peluang dan ancaman berada dalam keadaan seimbang. Pemberian nilai untuk faktor internal dan eksternal dalam analisis SWOT juga dilakukan oleh Hamzah (2010). Pemberian nilai tersebut dilakukan untuk memudahkan peneliti dalam pengambilan keputusan strategis. Hasil analisis SWOT memperlihatkan bahwa pengembangan PPI Pangandaran sebaiknya dilakukan di lokasi lama. Menurut Rakhmania (2008), setiap faktor yang dianalisis dalam SWOT memiliki kemungkinan dapat memberikan dampak terhadap faktor strategis. Perumusan strategi pengembangan PPI dilakukan berdasarkan strategi SO, ST, WO, dan WT yang telah dikemukakan sebelumnya. Setelah strategi SO,ST, WO, dan WT diperoleh, selanjutnya dilakukan urutan prioritas strategi pengembangan. Urutan prioritas strategi pengmebangan juga pernah dilakukan oleh Latar (2004), dimana pemilihan strategi diuraikan dalam matrik SWOT, alternatif-alternatif strategi terpilih kemudan diurutkan berdasarkan prioritas kepentingan. Hasil analisis ini dapat digunakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Ciamis dalam upaya pengemabangan kegiatan perikanan tangkap. Prioritas pengembangan lokasi lama adalah sebagai berikut : 1) Menetapkan batas-batas yang jelas antara perikanan tangkap dan wisata bahari agar tidak terjadi benturan kepentingan di antara kedua kawasan tersebut. 2) Membangun fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan oleh nelayan terutama fasilitas pokok 3) Menjalin kerja sama yang sinergi antara perikanan tangkap dan wisata bahari. 4) Memberikan jaminan keselamatan bagi nelayan dengan membangun berbagai fasilitas kepelabuhanan perikanan sesuai dengan standard operational procedure dan peringatan dini terhadap bencana. 119 5) Mengoptimalkan semua sumberdaya yang ada dan mengadakan kerja sama yang baik dengan eksportir untuk meningkatkan nilai produksi hasil tangkapan. 6) Menjalin kerja sama yang sinergis antara perikanan tangkap, wisata bahari dan konservasi agar pengembangan kawasan dapat menguntungkan semua pihak. Penentuan prioritas pengembangan lokasi lama PPI Pangandaran didasarkan urutan kepentingan dilaksanakannya masing-masing kegiatan. Prioritas pengembangan loikas lama dapat dilakukan secara bertahap oleh pemerintah daerah hal ini terkait dengan dana yang akan digunakan. Menetapkan batas-batas yang jelas antara perikanan tangkap dan wisata bahari menjadi prioritas awal karena tanpa adanya batas yang jelas akan terjadi tumpah-tindihnya kewenangan dan kebijakan di antara dua kawasan. Setelah batas-batas wilayah perikanan dan wisata bahari ditentukan, pembangunan fasilitas-fasilitas PPI dan wisata bahari dapat dilaksanakan. Jika pembangunan berbagai fasilitas telah dilakukan, maka dibutuhkan kerja sama yang baik antara perikanan tangkap, wisata bahari dan konservasi agar pengembangan kawasan dapat menguntungkan semua pihak. Dengan dilaksanakannya prioritas pengembangan tersebut maka akan terwujud “pengembangan PPI Pangandaran yang terpadu dengan wisata bahari dan konservasi”.