analisis faktor-faktor yang mempengaruhi

advertisement
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KETIDAKPATUHAN DOKTER DALAM PENULISAN RESEP
SESUAI DENGAN FORMULARIUM RUMAH SAKIT UMUM
R.A. KARTINI JEPARA
TAHUN 2006
PROPOSAL PENELITIAN
Program Studi
Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat
Konsentrasi
Administrasi Rumah Sakit
Oleh
JONETJE WAMBRAUW
NIM : E4A002024
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2006
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETIDAKPATUHAN
DOKTER DALAM PENULISAN RESEP SESUAI DENGAN FORMULARIUM RUMAH
SAKIT UMUM “ R.A. KARTINI ” JEPARA TAHUN 2005
Telah disetujui sebagai Penelitian Tesis
Untuk memenuhi Persyaratan Pendidikan Program Pascasarjana
Program Magister
Ilmu Kesehatan Masyarakat
Menyetujui,
Pembimbing I
( Dr. Anneke Suparwati, MPH.)
NIP. 131 610 340
Pembimbing II
( Lucia Ratna K.W,SH,M.Kes.)
NIP. 132 084 300
Mengetahui,
a.n. Ketua Program Studi
Ilmu Kesehatan Masyarakat
Sekretaris Bidang Akademik,
( Dra. Atik Mawarni,M.Kes. )
NIP. 131 918 670
Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa Proposal tesis yang berjudul :
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETIDAKPATUHAN
DOKTER DALAM PENULISAN RESEP SESUAI DENGAN FORMULARIUM RUMAH
SAKIT UMUM “ R.A. KARTINI ” JEPARA TAHUN 2005
Dipersiapkan dan disusun oleh :
Nama : JONETJE WAMBRAUW
NIM : E4A002024
1.
Telah dipertahankan di depan dewan Penguji pada tanggal 21 Oktober 2005 dan
dinyatakan telah memenuhi Syarat untuk diterima.
2.
Pembimbing Utama
(Dr. Anneke Suparwati, MPH.)
NIP. 131 610 340
4.
Penguji I
3.
Pembimbing Pendamping
(Lucia Ratna K. W,SH,M.Kes.)
NIP. 132 084 300
5.
Penguji II
6.
(Dra. Atik Mawarni, M.Kes.)
NIP. 131 918 670
(dr. Yoseph Chandra, M.Kes.)
NIK . 07 97 0541
7.
Semarang, 21 Oktober 2005
8.
Universitas Diponegoro
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat
Ketua Program
(dr. Sudiro, MPH. Dr. PH. )
NIP. 131 252 965
BERITA ACARA PERBAIKAN PROPOSAL / TESIS (*)
NAMA
: JONETJE WAMBRAUW
NIM
: E4A002024
JUDUL PROPOSAL / TESIS : Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi
Ketidakpatuhan Dokter Dalam Penulisan Resep Sesuai
Dengan Formularium Rumah Sakit Umum “R.A.
Kartini” Jepara.
No
Nama Pembimbing / Penguji
Masukan
1.
Dra. Atik Mawarni, M.Kes.
1). Konsistensi Judul
dan data
pendukung
2). Masalah :
tambahkan dari
hal 5 di
munculkan ke hal
11 dimunculkan
ke hal 8 kenapa
terjadi
penyimpangan ?
3). Check List tidak
ada
4). Populasi ada
kliteria
5). Tujuan Umum
&Khs
6).Hpt → ada
pengaruh
7). Rumus Regresi
Bgd
8). Ktdkpathn pakai
regresi logistik
9). DO pakai 2
kategori
1). Dilihat dari Latar
Belakang tidak
ada masalah.
2). Kenapa kerugian
ini merugikan
rumah sakit ?
3). Dasar Teori dari
Kerangka Konsep
4). Resep diambil 3
bln dari tahun
2004
( Penguji )
2.
dr. Yoseph Chandra,
M.Kes.
( Penguji )
Tanda
Tangan
3.
Dr. Anneke Suparwati,
MPH.
1).Tambahkan TP
variabel bebas dan
terikat.
( Pembimbing I )
4.
Lucia Ratna K.
W,SH,M.Kes.
( Pembimbing II )
1). Latar Blk belum
jls.
2). Masalah blm jelas.
3). RL Metode & Ilmu
4). Keaslian
Penelitian.
(*) Coret yang tidak perlu
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama
: Jonetje Wambrauw
NIM
: E4A002024
Menyatakan bahwa tesis judul :”ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KETIDAKPATUHAN
DOKTER
DALAM
PENULISAN
RESEP
SESUAI
DENGAN
FORMULARIUM RUMAH SAKIT UMUM RA. KARTINI JEPARA “ merupakan :
1. Hasil karya yang dipersiapkan dan disusun sendiri.
2. Belum pernah disampaikan untuk mendapatkan gelar pada program Magister ini
ataupun pada program lainnya.
Oleh karena itu pertanggungjawaban tesis ini sepenuhnya berada pada diri saya.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar – benarnya.
Semarang, Juni 2006
Penyusun,
Jonetje Wambrauw
NIM : E4A002024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “ Analisis Faktor –
faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan dokter dalam penulisan resep sesuai dengan
formularium RSU RA. Kartini Jepara. Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu
syarat untuk mencapai gelar Master Kesehatan – Program Magister Ilmu Kesehatan
Masyarakat pada Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang
Penyususunan tesis ini terselesaikan berkat bantuan dan dorongan dari berbagai
pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis sampaikan penghargaan dan rasa terima kasih
kepada :
1. dr. Anneke Suparwati, MPH selaku pembimbing utama yang telah meluangkan
waktu dan membimbing penulis dari awal hingga terselesaikannya tesis ini.
2. Lucia Ratna Kartika Wulan, SH, M.Kes selaku pembimbing pendamping yang telah
banyak memberikan bimbingan, arahan dan motivasi.
3. Dra. Atik Mawarni, M.Kes selaku penguji tesis yang telah memberikan masukkan
guna perbaikan tesis ini.
4. dr. Yoseph Chandra, M.Kes selaku penguji tesis, atas masukan dan perkayaan
materi yang telah diberikan pada penulis.
5. dr. Sudiro, MPH, Dr.PH selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Kesehatan
Masyarakat pada Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang dan
Staf yang telah memberikan ijin dan membantu selama pendidikan.
6. Seluruh Dosen Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat pada Program Pasca
Sarjana Universitas Diponegoro Semarang yang telah memberikan bekal ilmu untuk
menyusun tesis ini.
7. PEMDA Tk I Provinsi Papua, sebagai penyandang dana yang memberi beasiswa
penulis.
8. Bapak Josua Singgamui, sebagai Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Provinsi Papua, yang telah memberikan ijin untuk mengikuti kuliah.
9. Direktur RSU Tugurejo Semarang beserta staf yang telah memberikan ijin dan
membantu dalam uji validitas dan reliabilita kuesioner penelitian.
10. Direktur RSU RA. Kartini Jepara beserta staf yang memberikan ijin dan membantu
penulis untuk mengadakan penelitian.
11. Dokter Spesialis dan Dokter Umum yang bertugas di RSU RA. Kartini Jepara yang
bersedia menjadi sampel dalam penelitian ini.
Selain itu penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada yang
teramat penulis sayangi yaitu Ayah tercinta Joseph Wambrauw dan adik Silpa
Wambrauw, Meyke Wambrauw dan Brian Maxi Wambrauw, atas dukungan, semangat,
pengorbanan dan pengertiannya, sehingga terselesaikannya tesis ini.
Akhirnya penulis senantiasa mengharapkan saran dan masukan guna
perbaikan tesis ini, sehingga bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.
Semarang,
Juni 2006
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................
HALAMAN PENGESAHAN .....................................................................
HALAMAN PERNYATAAN ......................................................................
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ....................................................................
KATA PENGANTAR ................................................................................
DAFTAR ISI ..............................................................................................
DAFTAR TABEL ......................................................................................
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
ABSTRAK .................................................................................................
ABSTRACT ...............................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................
A. Latar Belakang ...............................................................................
B. Perumusan Masalah ......................................................................
C. Tujuan Penelitian ..........................................................................
D. Ruang Lingkup ..............................................................................
E. Manfaat Penelitian .........................................................................
F. Keaslian Penelitian ........................................................................
i
ii
iii
iv
v
vii
ix
xi
xii
xiii
xiv
1
1
11
12
13
14
14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................
A. Rumah Sakit ..................................................................................
B. Layanan Rumah Sakit ...................................................................
C. Komite Medik ................................................................................
D. Panitia Farmasi dan Terapi ..........................................................
E. Instalasi Farmasi ..........................................................................
F. Pelayanan Farmasi ......................................................................
G. Pengadaan Obat .........................................................................
H. Kebijakan dan Peraturan .............................................................
I. Formularium Rumah Sakit ...........................................................
J. Penulisan Resep Obat .................................................................
K. Kepatuhan / Ketidakpatuhan Terhadap Standar .........................
L. Faktor – faktor Penyebab Perilaku ..............................................
M. Kerangka Teori ............................................................................
16
16
16
17
18
22
23
24
25
26
32
36
37
43
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................
A. Kerangka Konsep ........................................................................
B. Hipotesis Penelitian ....................................................................
C. Variabel Penelitian .....................................................................
D. Jenis dan Rancangan Penelitian ................................................
E. Populasi dan Sampel Penelitian ................................................
F. Definisi Operasional Penelitian ..................................................
G. Alat dan Cara Penelitian .............................................................
H. Tehnik Pengolahan Data dan Analisis Data ..............................
44
44
44
45
45
46
46
50
53
BAB IV HASIL PENELITIAN ................................................................
A. Kelemahan dan Kekuatan Penelitian ..........................................
1. Kelemahan Penelitian .............................................................
2. Kekuatan Penelitian ................................................................
B. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ...............................................
1. Hasil uji Validitas kuesioner ....................................................
2. Hasil uji Reliabilitas kuesioner ...............................................
3. Hasil uji Normalitas ................................................................
58
58
58
58
58
59
61
62
C. Hasil Penelitian ..........................................................................
1. Gambaran Umum RSUD RA. Kartini Jepara ........................
2. Sumber Daya Manusia ..........................................................
3. Gambaran Khusus Responden .............................................
D. Hasil Analisis Univariat ..............................................................
E. Hasil Analisis Bivariat ................................................................
F. Hasil Analisis Multivariat ...........................................................
G. Hasil Wawancara Mendalam ....................................................
62
62
63
64
65
74
81
83
BAB V PEMBAHASAN .......................................................................
A. Pengetahuan .............................................................................
B. Sikap .........................................................................................
C. Keyakinan .................................................................................
D. Ketersediaan obat .........................................................................
E. Kepatuhan .................................................................................
87
87
89
90
91
92
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................
A. Kesimpulan ...............................................................................
B. Saran ........................................................................................
94
94
95
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. 1 : Peningkatan jumlah pasien rawat inap dan rawat jalan di
RSU RA Kartini Jepara Tahun 2001 – 2003 .........................
Tabel 1. 2 : Indikasi Pelayanan Rawat Inap RSU RA.Kartini Jepara
Tahun 2002 sampai dengan 2004.........................................
Tabel 1. 3 : Jumlah Dokter di RSU RA. Kartini Jepara Tahun 2002
sampai dengan 2004.............................................................
Tabel 1. 4 : Resep Yang Terlayani di IFRS dari Tahun 2002 – 2004 .....
Tabel 1. 5 : Perbekalan Farmasi Yang Disediakan di IFRS Tahun 2002
– 2004 ...................................................................................
Tabel 4. 1 : Nilai p-value Butir Pertanyaan Pada Variabel Pengetahuan
Dokter ....................................................................................
Tabel 4. 2 : Nilai p-value Butir Pertanyaan Pada Variabel Sikap Dokter..
Tabel 4. 3 : Nilai p-value Butir Pertanyaan Pada Variabel Keyakinan
Dokter .................................................................................
Tabel 4. 4 : Nilai p-value Butir Pertanyaan Pada Variabel Ketersediaan
Obat ....................................................................................
Tabel 4. 5 : Data Koefisien Reliabilitas Kuesioner ..................................
Tabel 4. 6 : Uji Normalitas ......................................................................
Tabel 4. 7 : Jumlah Tenaga RSU RA. Kartini Jepara Tahun 2005 .........
Tabel 4. 8 : Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jenis Kelamin ....
Tabel 4. 9 : Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kelompok Umur..
Tabel 4.10 : Distribusi Frekuensi Responden Menurut Masa Kerja ........
Tabel 4. 11 : Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pendidikan ........
Tabel 4. 12 : Rekapitulasi Distribusi Jawaban Pengetahuan Responden
Terhadap Formularium .......................................................
Tabel 4. 13 : Distribusi Frekuensi Menurut Pengetahuan Terhadap
Formularium RSU RA Kartini .............................................
Tabel 4. 14 : Rekapitulasi Distribusi Jawaban Sikap Responden
Terhadap Formularium RSU RA Kartini .............................
Tabel 4. 15 : Distribusi Frekuensi Menurut Sikap Responden Terhadap
Formularium RSU RA Kartini .............................................
Tabel 4. 16 : Rekapitulasi Distribusi Jawaban Keyakinan Responden
Terhadap Formularium RSU RA Kartini
.............................................
Tabel 4. 17 : Distibusi Frekuensi Menurut Keyakinan Responden
Terhadap Formularium RSU RA Kartini .............................
Tabel 4. 18 : Rekapitulasi Distribusi Jawaban Ketersediaan Obat
terhadap Formularium RSU RA Kartini
.............................................
Tabel 4. 19 : Distribusi Frekuensi Menurut Ketersediaan Obat
Terhadap Formularium RSU RA Kartini .............................
Tabel 4. 20 : Distribusi Data Responden Menurut Peresepan Bulan
Pebruari – April 2004 .........................................................
Tabel 4. 21 : Distribusi Frekuensi Responden Menurut Ketidakpatuhan
Dokter Dalam Penulisan Resep Sesuai Dengan FormulariUm ......................................................................................
Tabel 4. 22 : Tabel Silang Antara Pengetahuan Dengan Kepatuhan
Dokter Dalam Penulisan Resep Tidak Sesuai Dengan
Formularium .......................................................................
Tabel 4. 23 : Tabel Silang Antara Sikap Dengan Kepatuhan Dokter
Dalam Penulisan Resep Tidak Sesuai Dengan
Formularium .......................................................................
Tabel 4. 24 : Tabel Silang Antara Keyakinan Dengan Kepatuhan
Dokter Dalam Penulisan Resep Tidak Sesuai Dengan
5
5
6
8
10
59
60
60
61
61
62
63
64
64
64
65
66
67
68
70
70
71
72
72
73
74
75
76
Formularium .......................................................................
Tabel 4. 25 : Tabel Silang Antara Ketersediaan Obat Dengan
Kepatuhan Dokter Dalam Penulisan Resep Tidak Sesuai
Dengan Formularium .........................................................
Tabel 4. 26 : Hubungan Variabel Bebas Dengan Variabel Terikat .........
Tabel 4. 27 : Pengaruh Antara variabel Bebas dan Terikat
Menggunakan Uji Regresi Logistik Sederhana ..................
Tabel 4. 28 : Hubungan Antara Variabel Bebas Dengan Terikat
Menggunakan Uji Regresi Logistik Binary .........................
77
79
80
81
82
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 : Kerangka Teori Lawrence Green ..........................................
43
Gambar 2 : Kerangka Konsep Penelitian ................................................
44
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Kuestioner Penelitian
52
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................
PENGESAHAN USULAN PENELITIAN ..................................................
DAFTAR ISI ..............................................................................................
i
ii
iii
BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................
1
A. Latar Belakang ..........................................................................
B. Perumusan Masalah .................................................................
C.Tujuan Penelitian .......................................................................
D. Ruang Lingkup ........................................................................
E. Manfaat Penelitian ...................................................................
F. Keaslian Penelitian ..................................................................
1
11
12
13
14
14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................
A. Rumah Sakit ...........................................................................
B. Layanan Rumah Sakit ............................................................
C. Komite Medik .........................................................................
D. Panitia Farmasi dan Terapi ....................................................
E. Instalasi Farmasi ....................................................................
F. Pelayanan Farmasi ................................................................
G. Pengadaan Obat ....................................................................
H. Kebijakan dan Peraturan ........................................................
I. Formularium Rumah Sakit .....................................................
J. Penulisan Resep Obat ...........................................................
K. Kepatuhan / Ketidakpatuhan Terhadap Standar ....................
L. Faktor – faktor Penyebab Perilaku .........................................
M. Kerangka Teori .......................................................................
16
16
16
17
18
22
23
24
25
26
32
36
37
43
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................
A. Kerangka Konsep ..................................................................
B. Hipotesis Penelitian ...............................................................
C. Variabel Penelitian ................................................................
D. Jenis dan Rancangan Penelitian ...........................................
E. Populasi dan Sampel Penelitian ..........................................
F. Definisi Operasional Penelitian ............................................
G. Alat dan Cara Penelitian .......................................................
H. Tehnik Pengolahan Data dan Analisis Data ........................
I. Jadwal Penelitian ..................................................................
44
44
44
45
45
46
46
50
54
57
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejalan dengan meningkatnya kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi,
tuntutan dan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang bermutu serta
pemerataan pelayanan kesehatan yang mencakup tenaga, sarana dan prasarana semakin
meningkat. Pelayanan kesehatan yang bermutu bukan hanya merupakan harapan saja bagi
masyarakat, tetapi sudah menjadi suatu kebutuhan dan sekaligus
menjadi tujuan
Departemen Kesehatan yang harus diwujudkan dengan berbagai upaya, antara lain dengan
memperluas dan mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang bersifat
menyeluruh, terpadu, merata dan dapat diterima dengan mutu yang baik dan biaya yang
terjangkau.
Upaya pelayanan kesehatan yang komprehensif atau menyeluruh meliputi upaya
kesehatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang menyelenggarakan upaya
kesehatan tidak hanya
melaksanakan upaya kesehatan kuratif dan rehabilitatif, tetapi
seiring dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan serta sosial budaya
diperlukan juga pelayanan preventif dan promotif. Pelayanan rumah sakit diharapkan lebih
efisien dan efektif dalam pengelolaan dan mutu pelayanannya dengan memperhatikan
fungsi sosialnya.
Oleh karena itu pelayanan di rumah sakit perlu diatur sedemikian rupa sehingga
dapat memanfaatkan sumber-sumber yang ada agar lebih berdaya guna dan berhasil guna.
Rumah Sakit diharapkan dapat memberikan pelayanan kesehatan secara optimal dengan
biaya yang seringan mungkin. Salah satu faktor yang mempengaruhi fungsi pelayanan yang
diberikan oleh rumah sakit adalah kelancaran perencanaan, pengadaan, penyimpanan, dan
penyaluran perbekalan farmasi yang sangat dibutuhkan oleh Unit Pelaksana Fungsional /
Instalasi. Pelaksanaan manajemen Rumah Sakit disesuaikan dengan terjadinya perubahan
mendasar yang berkaitan dengan konsep sebagai lembaga usaha yang non profit.
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) menurut S.K. Menteri Kesehatan Nomor :
553/Menkes/S.K./1994 merupakan salah satu bagian rumah sakit yang berada di bawah
pengawasan dan koordinasi wakil direktur penunjang medik. Sebagai fasilisator instalasi
farmasi berfungsi melakukan kegiatan peracikan, penyimpanan, dan penyaluran barang
farmasi berupa obat-obatan, bahan kimia, alat kedokteran, alat perawatan, alat kesehatan,
dan gas medis. Dimana instalasi merupakan salah satu unit dari pusat pendapatan (center
of revenue).
Obat merupakan salah satu unsur penting pada pelayanan kesehatan dan sekaligus
sebagai komponen harga dalam penentuan tarif rumah sakit. Namun fungsi obat sebagai
komponen harga dalam penentuan
tarif yang dapat terjangkau oleh masyarakat tidak
sesuai dengan fungsi instalasi farmasi Rumah Sakit sebagai center of revenue. Oleh karena
itu perlu diciptakan suatu peraturan di bidang pemakaian obat sehingga dapat diupayakan
untuk memenuhi persyaratan efektif, aman, rasional, dan murah. Walaupun banyak faktor
yang berpengaruh pada proses penyembuhan suatu penyakit, pemilihan jenis obat yang
tepat dan efektif sangat mempengaruhi proses penyembuhan penderita.
Dilaporkan bahwa jumlah obat yang beredar di Indonesia sebanyak 6.230 item
(2)
.
Dengan banyaknya item tersebut mengakibatkan persaingan perusahaan obat untuk
mempengaruhi
dokter
dalam
penulisan
resep
semakin
tidak
rasional
sehingga
mengakibatkan harga obat, terutama yang menggunakan nama dagang di Indonesia
termasuk yang tertinggi bila dibandingkan dengan harga obat dibeberapa negara
berkembang lainnya. Bahkan untuk beberapa produk, harganya lebih mahal dari pada harga
obat di Amerika Serikat. Padahal pada saat nilai tukar rupiah $1 = 2.500. Gross Domestic
Product (GDP) perkapita di Indonesia sekitar 1/10 AS. Dengan adanya krisis moneter yang
mengakibatkan nilai tukar rupiah terhadap dolar menjadi Rp 8.500 berarti harga obat saat ini
meningkat lebih dari 2,5 – 3,0 kali lipat 3).
Keadaan ini memperparah daya beli masyarakat terhadap pembelian obat yang
pada gilirannya tentu menghambat proses penyembuhan. Bahkan menurut Yenis. 1999,
telah dilaporkan terjadi kematian akibat ketidak mampuan untuk memperoleh obat yang
diperlukan. Keadaan tersebut menunjukkan obat mempunyai harga yang mahal dan dapat
memperburuk kesehatan.
Untuk itu rumah sakit perlu mengelola obat dengan baik. Sebagai langkah awal
dalam pengelolaan yang baik, saat ini telah dibentuk Panitia Farmasi dan Terapi yang salah
satu tugasnya adalah membuat formularium obat di rumah sakit. Formularium Rumah Sakit
(FRS) adalah suatu daftar obat baku beserta peraturannya yang digunakan sebagai
pedoman dalam pemakaian obat di suatu rumah sakit yang dipilih secara rasional,
berdasarkan informasi obat yang sah dan kebutuhan pasien di rumah sakit.
Daftar Formularium obat rumah sakit (FRS) adalah buku yang berisi nama obatobatan yang disediakan di rumah sakit untuk pasien rawat inap dan pasien rawat jalan.
Diharapkan dengan tersedianya buku panduan formularium akan memudahkan dokter
dalam menulis resep. Namun dalam pelaksanaannya, justru menimbulkan permasalahan
bagi dokter karena keharusan penulisan resep sesuai dengan formularium dirasakan
sebagai pembatas dalam memilih obat yang tepat untuk pasien.
Isi dari buku formularium tersebut kurang memberikan informasi keterangan yang penting
seperti pedoman dosis, efek samping, interaksi obat.
FRS dapat digunakan sebagai informasi obat dasar yang dapat dimanfaatkan seharihari untuk pelayanan pengobatan.
Dasar utama penyusunan FRS adalah Daftar Obat Esensial Nasional 1983,
sebagaimana ditetapkan dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
nomor : 477/Men.Kes/SK/XI/1983 tanggal 4 November 1983. Di sisi lain dengan adanya
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor : 085/MENKES/PER/I/1989 tentang
kewajiban menuliskan resep menggunakan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan
pemerintah, maka terlihat bahwa setiap petugas kesehatan khususnya dokter dalam
melaksanakan tugas harus berpatokan kepada kedua aturan diatas yang mempengaruhinya
dalam penulisan resep bagi penderita yang ditanganinya pada suatu rumah sakit. Bila
dibandingkan dengan penulisan resep bebas mutlak, maka adanya FRS bagi manajemen
rumah sakit mempunyai manfaat :
2. Pemakaian dana untuk obat-obatan akan lebih efektif dan efisien.
3. Obat yang disediakan akan terpakai karena tidak terjadi perubahan pemakaian obat
untuk kelas terapi yang sama.
RSU “RA. Kartini” dalam kurun waktu 3 tahun terakhir mengalami
kenaikan
pendapatan meskipun kecil, akan tetapi kenaikan tersebut belum dapat mencapai target
yang diharapkan. Adapun indikator pelayanan kesehatan di RSU “RA. Kartini” dari tahun
2002 sampai tahun 2004 terlampir pada Tabel sebagai berikut
Tabel 1.1. Indikator Pelayanan Rawat Inap RSU “R.A. Kartini” Jepara Tahun 2002
Sampai dengan 2004.
1
2002
195
70,49
4,6
Jumlah
Kunjungan
IRJA
41.003
2
2003
200
80,9
4,89
48,792
10.697
3
2004
217
74,86
4,21
44.736
11.895
No Tahun
Jumlah
TT
BOR
( %)
ALOS
(Hari)
Jumlah
Kunjungan
IRNA
9.803
Sumber : Catatan medik RSU “RA. Kartini” Jepara,2004
Berdasarkan tabel diatas
terlihat bahwa indikator BOR dari tahun 2002 sampai
tahun 2003 mengalami peningkatan dan sudah mencapai target yaitu 80 %. Sedangkan
untuk LOS juga mengalami peningkatan yaitu 4,89 pada tahun 2003 dimana telah mencapai
target yang diharapkan, hal tersebut dikarenakan adanya penambahan tempat tidur. Dengan
adanya penambahan tersebut BOR pada tahun 2004 mengalami penurunan.
Jumlah dokter yang ada pada saat ini 32 orang, sedangkan jumlah item obat yang
tersedia di Instalasi Farmasi selama tahun 2004 sebanyak 605 item obat. Pembuatan buku
formularium tersebut telah disepakati oleh beberapa dokter umum dan spesialis rumah sakit
yang mewakili dalam beberapa kali pertemuan. Tetapi pada kenyataannya masih ada
beberapa dokter (±10 %) yang menulis resep menyimpang dari buku formularium tersebut.
Adapun jumlah dokter di “R.A. Kartini” Jepara Tahun 2002 Sampai dengan 2004
mengalami perkembangan yang cukup baik seperti pada Tabel 1.2. dibawah ini.
Tabel 1.2. Jumlah Dokter di RSU “R.A. Kartini” Jepara Tahun 2002 Sampai dengan
2004.
NO Tahun Dokter umum Dokter spesialis Dokter Gigi
Jumlah
1
2002
8
15
2
25
2
2003
11
15
2
28
3
2004
16
16
2
34
Sumber : Catatan medik RSU “RA. Kartini” Jepara,2004
Dari Tabel 1.2
tersebut diatas perkembangan dokter dari tahun 2002 – 2004
mengalami kenaikan dikarenakan bertambahnya jumlah pasien yang ada di Rumah Sakit.
Seleksi obat di rumah sakit dilakukan oleh Komite Farmasi dan Terapi (KFT) dalam
buku formularium rumah sakit, dan Pedoman Pengobatan (Depkes, 1989). Sistem
pembuatan formularium di rumah sakit merupakan proses yang berlangsung terus menerus,
di mana staf medis yang bertugas di KFT mengevaluasi dan memilih obat yang paling
bermanfaat untuk perawatan pasien dari berbagai obat yang ada di pasaran. Menurut Quick
(11)
adanya formularium atau minimal adanya daftar obat di rumah sakit akan memudahkan
dalam pemilihan obat yang harus direncanakan. Formularium merupakan sarana yang kuat
untuk meningkatkan kualitas dan mengawasi biaya obat yang digunakan untuk pengobatan
di rumah sakit. Adapun Jumlah resep yang dapat dilayani oleh Instalasi Farmasi RSU R.A.
Kartini seperti pada tabel 1.3. dibawah ini.
Tabel 1.3. Resep yang terlayani di IFRS Dari Tahun 2002 – 2004
Resep
-Telah
terelayani
- Rata –
rata
2002
(%)
2003
(%)
2004
(%)
Sumber
:
IFRS “ RA.
81.000/ th
225 / hr
0,6
43,4
93.600/ th
260/ hr
0,6
46,3
117.000/ th
325/ hr
0,5
57,8
Kartini”
Jepara 2004
Dari tabel 1.3 data tersebut diatas dapat dilihat bahwa pendapatan rumah sakit yang
berasal dari instalasi farmasi cukup baik, akan tetapi penggunaan anggaran belanja dipakai
untuk pelayanan farmasi yang meliputi pembelian obat dan alat kesehatan. Oleh karena itu
dapat dipahami bahwa Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) harus dikelola dengan baik
agar dapat berfungsi secara efektif dan efisien dengan bantuan formularium. Data jumlah
obat yang tersedia selama 3 tahun di IFRS memperlihatkan kecenderungan peningkatan
(tabel 1.3).
Berdasarkan angket sederhana dari panitia Tim Mutu RSU RA. Kartini Jepara, yang
telah dilakukan pada tahun 2003, terhadap 100 pasien umum di RSU RA. Kartini Jepara.
Didapatkan data keluhan pasien sebagai berikut : Pelayanan administrasi 14,7%; pelayanan
dokter 10%; pelayanan perawat 14,4%; pelayanan obat-obatan 18,2%; pelayanan sarana
fisik 15,7%; biaya pelayanan 13% dan pelayanan penunjang medik 12%.
Pelayanan yang paling dikeluhkan pasien adalah pelayanan obat-obatan. Hasil pra
survei melalui wawancara mendalam dengan salah seorang pengelola apotik di RSU RA.
Kartini Jepara sekitar bulan Desember 2003, menunjukkan bahwa banyak faktor yang
dikeluhkan pasien sehubungan dengan pelayanan obat-obatan yaitu banyaknya obat yang
diresepkan dokter tidak tersedia seluruhnya di Apotik RSU RA. Kartini Jepara, sehingga
terkesan obat di apotik tidak lengkap. Banyak hal yang menjadikan ketidak sesuaian antara
resep dengan ketersediaan obat di apotik sesuai dengan formularium, sebagaimana Surat
Pernyataan (SP) Direktur RS No. 024/INS/SP/Dir/IX/97.
Hasil laporan di instalasi farmasi dan apotik RSU RA. Kartini Jepara
menunjukkan selama periode bulan Pebruari sampai dengan bulan April 2004 dari
sampel 300 buah kopi resep yang diamati dalam pra survei oleh peneliti pada bulan 05
Mei 2005, ternyata masih terdapat penulisan resep yang tidak sesuai dengan
formularium meliputi golongan obat antibiotik, analgetik dan antipiretik seperti yang
terlihat dalam tabel 1.4 berikut ini :
Tabel 1.4 Jumlah Ketidak Sesuaian Penulisan Resep Dengan Formularium di
RSU RA. Kartini Jepara Selama Periode Pebruari – April 2004.
NO
Bulan
1
2
3
Pebruari 2004
Maret 2004
April 2004
Jumlah
Sampel
R/
100
100
100
300
Antibiotika
Analgetik
Antipiretik
10
5
5
20
1
4
5
10
1
3
2
6
Sumber : Data Primer yang diolah
Setelah mengadakan observasi terhadap resep yang masuk di Instalasi Farmasi
pada tanggal 05 Mei 2005 sebanyak 300 lembar resep, ternyata ditemukan sebanyak 13 %
lembar resep di luar formularium. Hal ini sesuai dengan SNI 2002 tentang ketidak patuhan
dokter dalam penulisan resep yang melebihi 10 % .
Perilaku menyimpang seorang dokter dalam menuliskan resep disebabkan oleh
beberapa faktor yaitu :
1. Pengetahuan
Pengetahuan dokter pada formularium Rumah sakit diperoleh dari buku
maupun
dari orang lain. Tindakan ini akan berpengaruh terhadap keputusan seorang dokter
dalam menuliskan resep.
2. Pendidikan
Pendidikan
seseorang
dokter
yang
diperoleh
pada
tingkat
tertentu
akan
mempengaruhi Tindakan yang berdasar pada kemampuan intelektual.
3.
Keyakinan
Keyakinan seorang dokter terhadap obat yang diperoleh dari orang
yang dapat
dipercaya, hal ini merupakan bagian yang sulit untuk dirubah.
4. Sikap
Sikap seorang dokter yang menggambarkan suka atau tidak suka terhadap
formularium rumah sakit. Sikap ini diperoleh dari pengalaman sendiri maupun
pengalaman dokter lain .
Kepatuhan dokter menulis resep dipengaruhi oleh perilaku, dimana faktor – faktor
yang berhubungan dengan perilaku adalah individu atau faktor internal, dan faktor
lingkungan atau faktor eksternal (4)
Kepatuhan dalam penulisan resep tidak berdasarkan pada formularium yang ada
akan berdampak :
1. Mempengaruhi persediaan obat, disatu sisi akan terjadi kekurangan atau
kekosongan obat, disisi lain adanya stock obat yang berlebihan. Disamping itu perlu
investasi yang lebih besar untuk melengkapi jenis obat yang lebih banyak dari
standar.
2. Mempengaruhi mutu pelayanan, karena obat sering kosong, waktu pelayanan
menjadi lama, adanya pergantian obat, adanya resep yang ditolak, harga obat
menjadi mahal, obat tidak bisa dibeli, kesinambungan pengobatan terganggu serta
pembiayaan total pengobatan menjadi tinggi.
3. Mutu pengobatan akan menjadi rendah, berupa over prescribing, multiple
prescribing, under prescribing, incorret prescribing dan extravagant prescribing.
Disamping mutu hak ini juga akan berakibat terjadinya resiko efek samping yang
lebih besar.(5)
Kesemua hal tersebut diatas pada akhirnya akan mempengaruhi mutu pelayanan
kesehatan di RSU RA. Kartini Jepara, akibatnya citra pelayan kesehatan di RSU RA. Kartini
menjadi rendah, dan pasien enggan berobat di RSU RA. Kartini, yang akan mempengaruhi
jumlah kunjungan pasien rawat jalan, atau BOR pada rawat inap.
Upaya Pengelolaan manajerial mencakup perbaikan sistem suplai yakni dalam
proses seleksi obat, misalnya pembuatan daftar obat essensial formularium / daftar obat
rumah sakit serta proses pengadaan obat, misalnya seleksi terhadap pemasok, cara
pembelian / pembayaran. Adanya formularium daftar obat di rumah sakit yang telah disetujui
oleh para dokter berarti Instalasi Farmasi akan dapat menyediakan obat-obatan secara lebih
efisien. Dalam upaya memperbaiki proses perencanaan, pengadaan distribusi,
dan
penggunaan obat di rumah sakit, perlu untuk dilakukan analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi penulisan resep dokter di luar formularium. Adapun perbekalan farmasi pada
RSU R.A Kartini seperti tercantum pada Tabel 1.5.
Tabel 1.5. Perbekalan Farmasi yang disediakan di FRS dengan Buku Formularium Dari
Tahun 2002 – 2004
IFRS
2002
Form.
(%)
IFRS
2003
Form.
(%)
Obat Keras
(Resep)
390
380
75,28
418
402
74,37
IFR
S
418
Obat Keras
68
-
13,12
74
-
13,16
Alat
Kesehatan
60
-
11,58
70
-
12,45
Pembekalan
Informasi
2004
Form.
(%)
605
74,37
74
-
13,16
70
-
12,45
Total
Persediaan
518
380
99,98
562
402
99,98
562
605
99,98
Sumber : IFRS “ RA. Kartini” Jepara 2004
Dari Tabel 1.5. dapat disimpulkan bahwa Instalasi Farmasi RS R.A. Kartini belum
memadai dalam pengadaan obat, khususnya obat bebas dan alat kesehatan yang termasuk
dalam formularium, yang seharusnya tidak diperlukan.
Meskipun demikian menghadapi era globalisasi banyak tantangan yang harus
pertama dihadapi rumah sakit khususnya Rumah Sakit Umum. Tantangan yang ada adalah
bagaimana mengubah paradigma yang berorientasi pemberi pelayanan (Provider oriented)
menjadi berorientasi pada pelanggan (Customer Oriented). Tantangan berikutnya adalah
persaingan antar rumah sakit baik lokal, regional maupun nasional. Dengan demikian untuk
dapat bersaing maka RSU “RA. Kartini” Jepara harus mampu memberikan pelayanan
kesehatan yang bermutu lebih baik, harga lebih murah, mudah terjangkau dan memenuhi
kebutuhan, tuntutan dan kepuasan pelanggan.
Seperti telah diuraikan di atas bahwa obat merupakan komponen terbesar biaya
rumah sakit, maka untuk menghadapi tantangan di atas, pelayanan obat harus ditingkatkan,
dalam arti dapat memberikan pelayanan obat yang bermutu dengan harga yang terjangkau.
B. PERUMUSAN MASALAH
Dari uraian latar belakang masalah tersebut diatas perumusan masalah dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1. Berdasarkan angket sederhana dari TIM Mutu RSU RA. Kartini Jepara, yang telah
dilakukan pada tahun 2003, terhadap 100 pasien umum di RSU RA. Kartini Jepara,
didapatkan data keluhan pasien terbesar adalah Pelayanan obat-obatan 18,2 %
karena tidak bisa menebus obat disebabkan oleh tidak tersedia dan pelayanan
dokter 10 %.
2. Meskipun sudah ditetapkan formularium berdasarkan SP Direktur RSU No. 024 sejak
tahun 1997 namun dokter masih ada yang menulis resep tidak sesuai dengan
formularium, hal ini kalau dilihat dari formularium ± 8 tahun lamanya (1997 – 2005)
baru formularium direvisi.
Dari hasil observasi terhadap 300 sampel resep selama bulan Pebruari 2004 sampai
dengan April 2004, masih terdapat 20 buah resep untuk golongan obat antibiotik, 10
buah golongan analgetik dan 6 buah golongan antipiretik yang penulisannya tidak
sesuai dengan formularium.
Berdasarkan beberapa gejala diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah “Faktor – faktor apa sajakah yang mempengaruhi ketidakpatuhan dokter
dalam penulisan resep sesuai dengan formularium di RSU RA. Kartini Jepara ?
a. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Mengetahui faktor- faktor yang berpengaruh terhadap ketidakpatuhan dokter dalam
penulisan resep sesuai dengan Formularium Rumah Sakit Umum RA. Kartini Jepara.
2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui gambaran variabel pendidikan, pengetahuan, sikap,
keyakinan,
ketersediaan obat RSU “RA. Kartini” Jepara.
2. Mengetahui gambaran ketidakpatuhan dokter dalam penulisan resep sesuai
dengan formularium RSU “RA. Kartini” Jepara.
3. Mengetahui hubungan pengetahuan terhadap ketidakpatuhan dokter dalam
penulisan resep sesuai formularium RSU “RA. Kartini” Jepara.
4. Mengetahui hubungan sikap terhadap ketidakpatuhan dokter dalam penulisan
resep sesuai formularium RSU “RA. Kartini” Jepara.
5. Mengetahui hubungan keyakinan terhadap ketidakpatuhan dokter dalam penulisan
resep sesuai formularium RSU “RA. Kartini” Jepara.
6. Mengetahui hubungan ketersediaan obat terhadap ketidakpatuhan dokter dalam
penulisan resep sesuai formularium RSU “RA. Kartini” Jepara.
7. Mengetahui pengaruh secara bersama-sama pengetahuan, sikap, keyakinan,
ketersediaan obat terhadap ketidakpatuhan dokter dalam penulisan resep sesuai
formularium RSU “RA. Kartin”i Jepara.
b.
RUANG LINGKUP PENELITIAN
1. Lingkup Sasaran.
Penelitian ini ditujukan kepada seluruh dokter umum dan dokter spesialis
yang bertugas di RSU “RA. Kartini” Jepara.
2. Lingkup Masalah.
Masalah dibatasi pada faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan
dokter dalam penulisan resep sesuai dengan Formularium RSU “RA. Kartini” Jepara.
3. Lingkup Keilmuan.
Penelitian ini termasuk dalam Ilmu Manajemen Pelayanan Rumah Sakit.
4. Lingkup Metode.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei dengan
pendekatan cross sectional.
5. Lingkup Lokasi.
Lokasi penelitian ini dilaksanakan di RSU “RA. Kartini” Jepara.
6. Lingkup Waktu.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2005 sampai dengan bulan
Juni 2006
c. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi Manajemen RSU “RA. Kartini” Jepara :
Secara keseluruhan diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi
Direktur RSU “RA. Kartini” Jepara, komisi medik, panitia farmasi dan terapi dan
instalasi farmasi untuk melakukan intervensi bila diperlukan baik berupa perubahan
sistem ataupun kebijakan peraturan.
2. Bagi Peneliti :
Sebagai pengalaman belajar dan penerapan ilmu manajemen rumah sakit yang
diperoleh peneliti selama mengikuti pendidikan di konsentrasi administrasi rumah sakit
dan menerapkannya di tempat kerja.
3. Bagi Program Pasca Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat :
Merupakan sumbangan bagi pengembangan ilmu administrasi rumah sakit tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan dokter dalam
penulisan resep
sesuai dengan obat yang tercantum dalam formularium rumah sakit.
d. KEASLIAN PENELITIAN
Penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan dokter dalam
penulisan resep sesuai formularium RSU “RA. Kartini” Jepara selama ini belum pernah
dilakukan. Beberapa penelitian yang mirip dengan topik penelirtian ini antara lain :
1. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan formularium rumah sakit di
Unit Rawat Jalan RS Husada Jakarta, oleh Luwiharsih, tahun 1989.(7)
Hasilnya : Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa pengetahuan dan sikap dokter
yang paling mempengaruhi penggunaan Formularium Rumah Sakit maka
untuk
meningkatkan
penggunaan
Formularium
Rumah
Sakit
pengetahuan dan sikap dokter perlu ditingkatkan.
2. Analisis faktor-faktor perilaku dokter yang berhubungan dengan penulisan resep obat
dengan nama generik pada pasien rawat jalan RSU Fatmawati Jakarta, oleh Debby
Daniel, tahun 2001.(8)
Hasilnya : Pada analisis multivariat regresi logistik faktor-faktor perilaku dokter yang
berhubungan secara bermakna dengan penulisan resep obat dengan
nama generik adalah sikap terhadap program obat generik dan lama kerja
di RSUP Fatmawati.
3.
Analisis kepatuhan dokter menulis resep berdasarkan formularium di Rumah Sakit
Dokter Mohammad Hoesin Palembang, oleh Masnir Alwi, tahun 2002.(9)
Hasilnya : Berdasarkan hasil penelitian ini maka variabel yang paling dominan yang
mempengaruhi dokter menuliskan resep berdasarkan Formularium
adalah variabel sikap.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3. Rumah Sakit
Rumah Sakit adalah suatu Instansi yang menyediakan tempat dan memberikan jasa
pelayanan kesehatan meliputi tindakan observasi, diagnostik, terapetik, dan rehabilitatif
untuk orang-orang yang menderita sakit (10).
Didalam Sistem Kesehatan Nasional, rumah sakit menjadi salah satu unsur yang
harus dapat memenuhi tujuan pembangunan kesehatan yaitu “Untuk mencapai kemampuan
hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat
yang optimal, sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan Nasional”. (11)
4. Layanan Rumah Sakit
Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 983/Menkes/SK/XI/1992
disebutkan bahwa rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan
kesehatan yang bersifat dasar, spesialistik dan subspesialistik.(12)
Rumah Sakit Umum mempunyai tugas melaksanakan upaya kesehatan secara
berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan
pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan
pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan.
Untuk menyelenggarakan upaya tersebut rumah sakit umum antara lain berfungsi
menyelenggarakan : 1) Pelayanan Rawat Jalan, 2) Pelayanan Rawat Inap, 3) Pelayanan
Penunjang Medik, antara lain : Farmasi, Laboratorium, Radiologi, Gizi, 4) Pelayanan
Penunjang Umum, meliputi fungsi administrasi rumah sakit. (13)
Struktur Organisasi Rumah Sakit Umum Kelas B Non Pendidikan terdiri dari :
1. Direktur yang dibantu oleh sebanyaknya 3 (tiga) Wakil Direktur;
2. Wakil Direktur Pelayanan Medis dan Keperawatan;
3. Wakil Direktur Penunjang Medis;
4. Wakil Direktur Umum dan Keuangan;
5. Komite Medis dan Staf Medis Fungsional;
6. Dewan Penyantun;
7. Satuan Pengawas Intern.
Struktur Organisasi Rumah Sakit terlampir
5. Komite Medik
Komite medik adalah badan baru dalam struktur organisasi rumah sakitpemerintah
berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 983/Menkes/SK/X/1992, tanggal 12
November 1992 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum. Komite medik adalah
pembina dan pengembang pelaksanaan profesi kedokteran di rumah sakit.
Komite medik merupakan wadah non struktural yang keanggotaannya berasal dari
kelompok staf medis fungsional. Sedangkan subkomite / panitia adalah kelompok kerja di
dalam komite medik yang dibentuk untuk mengatasi masalah khusus. Anggota subkomite /
panitia terdiri dari staf medis fungsional dan tenaga profesi lainnya. Staf Medis Fungsional
(SMF) adalah kelompok dokter yang menduduki jabatan fungsional antara lain di Rumah
Sakit meliputi dokter umum, dokter gigi, dan dokter spesialis baik yang berstatus sebagai
dokter tetap, dokter tamu maupun dokter honorer (paruh waktu) wajib menjadi staf medik
fungsional, dan melaksanakan tugas sesuai dengan profesi yang dimiliki dan sesuai dengan
fungsi-fungsi yang dilaksanakan rumah sakit.
Komite medik menurut Keputusan Direktur Jendral Pelayanan Medik Nomor HK.
00.06.3.5.3018 tanggal 5 Juli 1999 mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut
Tugas komite medik adalah :
3. Membantu direktur rumah sakit menyusun standar pelayanan medis dan memantau
pelaksanaannya.
4. Memantau dan membina pelaksanaan tugas tenaga medis.
5. Meningkatkan program pelayanan, pendidikan, dan pelatihan serta penelitian dan
pengembangan dalam bidang medis.
Fungsi komite medik adalah :
2. Memberikan saran kepada pimpinan.
3. Mengkoordinasikan kegiatan pelayanan medis.
4. Menangani hal-hal yang berkaitan dengan etik kedokteran.
5. Menyusun kebijakan / ketentuan / prosedur pelayanan medis sebagai standar yang
harus dilaksanakan oleh semua staf medis di rumah sakit.
6. Panitia Farmasi dan Terapi
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan menjadi landasan hukum
yang kuat untuk pelaksanaan peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Sebagai penjabaran
dari undang-undang tersebut salah satunya yaitu Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI
Nomor 1009/Menkes/SK/X/1995 tentang Komite Nasional Farmasi dan Terapi. Untuk dapat
dioperasionalkannya Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI tersebut salah satu
ketentuannya adalah semua rumah sakit harus membentuk Komite Farmasi dan Terapi
Rumah Sakit. Atas dasar surat keputusan tersebut Direktur Jendral Pelayanan Medik
Departemen Kesehatan RI mengeluarkan Surat Keputusan No: 00.06.33 tentang Pedoman
Kerja untuk Komite Farmasi dan Terapi.
Menurut Quick ada delapan (6) tugas dari Panitia Farmasi dan Terapi ini adalah:
1. Menyusun formularium rumah sakit.
2. Melakukan penilaian ulang secara berkala tentang obat-obatan yang ada di dalam
formularium yang disesuaikan dengan alokasi dana yang tersedia.
3. Menambah dan menghapus jenis obat-obatan dari formularium.
4. Mencegah terjadinya duplikasi persediaan obat-obatan yang sama jenisnya.
5. Menetapkan alokasi obat-obatan menurut tingkat pelayanan.
6. Melakukan evaluasi klinis terhadap obat-obatan baru yang akan dimasukkan dalam
formularium rumah sakit.
7. Menetapkan pola penulisan resep tertentu dengan tujuan untuk mengontrol
pemakaian obat yang tidak rasional (misalnya dengan melakukan pembatasan
pemakaian antibiotika tertentu).
8. Melakukan penilaian ulang tentang pola resistensi antibiotika dan perbaikan petunjuk
pemakaian antibiotika.
9. Melakukan monitoring praktek penulisan resep.
PFT berperang sebagai rantai komunikasi formal utama antara staf medis dan
farmasi. PFT juga bertanggung jawab atas semua hal yang berhubungan dengan
pemakaian obat-obatan dalam institusinya, termasuk pengembangan dan pemeliharaan
formularium. Tujuan dasar PFT adalah menentukan obat pilihan dan alternatifnya,
didasarkan atas keamanan dan kemanjurannya, mengurangi terapi yang berlebihan dan
memaksimalkan efektifitas biaya. (14)
Karena FRS ini merupakan sarana yang dipergunakan oleh staf medis dan
perawatan, maka daftar tersebut haruslah lengkap, ringkas dan mudah digunakan. FRS
harus terdiri dari 3 bagian pokok : (15)
2. Bagian I, memuat informasi tentang kebijaksanaan dan prosedur rumah sakit mengenai
masalah obat-obatan, termasuk di bagian ini bervariasi dari tiap-tiap rumah sakit. Pada
umumnya meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Uraian singkat tentang KFT, termasuk keanggotaan, tanggung jawab, dan cara
kerjanya.
2. Peraturan-peraturan rumah sakit yang mengatur penulisan resep, penyediaan, dan
pemberian obat untuk pasien, meliputi cara menulis pesanan obat yang
penggunaannya dibawah pengawasan, kebijaksanaan tentang pengobatan dan obat
generik, pesanan obat secara lisan, pesanan obat-obatan untuk kasus darurat, dan
lain-lain.
3. Prosedur cara kerja IFRS seperti jam kerja, kebijaksanaan tentang pemberian obat
kepada pasien rawat jalan, prosedur pemberian obat untuk pasien rawat inap, dan
penanganan permohonan informasi obat-obatan.
4. Informasi mengenai penggunaan FRS, termasuk bagaimana penyusunan data obat,
informasi yang ada dalam setiap daftar dan prosedur untuk mencari produk obat
tertentu, petunjuk mengenai sumber-sumber informasi yang rinci mengenai obatobatan dalam daftar harus dimasukkan di sini.
3. Bagian II, memuat daftar produk obat. Bagian ini merupakan inti dari formularium dan
memuat suatu data atau data-data yang deskriptif untuk setiap obat ditambah lebih
banyak indeks-indeks untuk memudahkan penggunaan daftar.
4. Bagian III, memuat informasi khusus Materi yang termasuk di bagian ini bervariasi di
setiap rumah sakit. Contoh macam-macam data yang sering terdapat dalam bagian
informasi khusus dari FRS ialah :
1. daftar singkatan yang diakui oleh rumah sakit;
2. peraturan menghitung dosis anak-anak;
3. tabel isi sodium dalam antasid;
4. daftar produk obat yang bebas gula;
5. daftar isi kotak darurat;
6. petunjuk pemberian dosis untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal;
7. tabel dan skala konversi metrik;
8. tabel interaksi obat;
9. diagram penangkal racun / antidotum.
Pengalaman penerapan formularium di Rumah Sakit St. James-Dublin di Ireland
(Inggris), menyatakan pada tahun pertama dilakukan intervensi tanggapan para dokter
hasilnya bagus, penulisan resep obat generik meningkat 50%, penulisan resep yang tidak
rasional dan pemakaian cephalosporin generasi III menurun. Keseluruhan anggaran / biaya
obat di rumah sakit tidak meningkat dibandingkan dengan kenaikan anggaran / biaya obat
rumah sakit meningkat tajam dan banyak penulisan resep obat secara tidak rasional. Maka
dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai tujuan formularium rumah sakit, perlu intervensi
secara kontinu, peninjauan ulang, dan umpan balik yang terus menerus. (13)
Kesulitan dan hambatan yang dialami dalam penerapan formularium pada umumnya
disebabkan dari pihak produsen obat-obatan dan para dokter. Di Indonesia menurut
Darmansyah dan Wardhini (1991) terdapat lebih dari 300 produsen obat dan sekitar 13.600
produk obat. Hal ini membuat pihak produsen obat berusaha keras untuk dapat menjual
produknya dengan berbagai cara dan kiat-kiatnya. Mereka memberi informasi yang kurang
mendukung mengenai obat-obatannya. Mereka juga memberi imbalan, baik berupa uang
ataupun dalam berbagai bentuk sponshorship lain kepada para dokter yang meresepkan
obatnya. (6)
Peningkatan pengelolaan obat sangat penting, oleh karena itu FRS ini harus
dipandang sebagai bagian dari keseluruhan kebijakan pelayanan di rumah sakit, dan
diorganisasikan dengan suatu cara yang dapat memberikan pelayanan yang berlandaskan
aspek pelayanan efektif dan ekonomis dalam penggunaan obat. (16)
7. Instalasi Farmasi
Farmasi rumah sakit sesuai SK Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.
553/MENKES/SK/1994, merupakan salah satu bagian di rumah sakit yang berada di bawah
pengawasan dan koordinasi wakil direktur penunjang medis dan instalasi. Instalasi ini
merupakan fasilitas untuk melakukan kegiatan peracikan, penyimpanan, dan penyaluran
obat-obatan, bahan kimia, alat kesehatan, dan gas medis.
Barang farmasi secara umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
5. Barang farmasi rutin habis pakai, yang terdiri dari obat, bahan kimia, reagensia, gas
medik (N2O, O2 tabung cair), alat kesehatan disposable (Spuit, film, radiologi, kassa,
kapas, dll).
6. Barang farmasi non rutin adalah barang farmasi yang tidak habis pakai, terdiri dari alat
kedokteran dan alat perawatan.
Farmasi rumah sakit menurut Hilman
(18)
, Silalahi
(19)
, dan Syamsi
(20),
mempunyai
peran secara manajerial dan profesional dalam semua tahap formularium kegiatan rumah
sakit yaitu :
1. Tahap pembuatan kebijaksanaan (policy making) : secara integrative disertakan
bersama unsur lain dalam berbagai kepanitiaan, khususnya PFT.
2. Tahap penyelenggaraan tugas bersama unsur lain dalam kepanitiaan pengadaan
dalam hal perencanaan, dan pembelian obat-obatan, bahan kimia, alat kesehatan,
dan gas medis.
3. Tahap pelaksanaan tugas meliputi :
1.
penyimpanan dan pendistribusian obat-obatan, bahan kimia, alat kesehatan, dan
gas medis;
2.
produksi sediaan farmasi tertentu sesuai rujukan;
3. pendidikan dan pelatihan;
4. penyuluhan informasi obat; dan
5. menangani sterilisasi sentral.
4. Tahap pengawasan meliputi :
1.
pengawasan kualitas dan kuantitas obat-obatan
saat penerimaan dan
penyimpanan;
2. pengawasan lalu lintas dan distribusi obat;
3. cara menyimpan dan penggunaan obat di rumah sakit; dan
penyalahgunaan obat.
8. Pelayanan Farmasi
Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem
pelayanan kesehatan rumah sakit yang utuh dan berorientasi kepada pelayanan pasien,
penyediaan obat yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. (21, 22)
Pelayanan farmasi di rumah sakit menurut WHO
(11)
terdiri dari berbagai unsur, yang
paling utama yaitu :
2. Usaha pengadaan, distribusi, dan pengawasan semua obat-obatan yang digunakan
dalam pelayanan tersebut.
3. Evaluasi dan penyebaran informasi secara luas tentang obat-obatan dan
penggunaannya kepada staf rumah sakit dan pasien.
4. Memantau dan menjamin kualitas penggunaan obat. Tugas dan kegiatan profesional
lainnya, seperti penyuluhan obat-obatan kepada pasien dan tanggung jawab
perawatan primer, dilaksanakan secara bekerja sama dengan bagian lainnya di
rumah sakit.
9. Pengadaan Obat
Dana yang dibutuhkan untuk pengadaan obat di rumah sakit ternyata merupakan
anggaran terbesar kedua sesudah anggaran untuk gaji pegawai; mencakup 30 – 40% dari
total anggaran rumah sakit.
(21)
Sedangkan secara Nasional, biaya untuk obat mencapai
sekitar 50% dari biaya operasional kesehatan keseluruhan
(22)
. Karena biaya pengadaan
obat di rumah sakit cukup besar, maka obat ini harus dikelola dengan efisien dan efektif
agar memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi pasien dan bagi pihak manajemen
rumah sakit.
Menurut Quick
(6)
, yang dimaksud dengan efisien dana adalah dengan dana yang
dibelanjakan dapat diperoleh selengkap mungkin jenis obat dalam jumlah yang mencukupi.
Sedangkan efektivitas penggunaan dana adalah penggunaan yang seoptimal mungkin dari
setiap jenis obat yang disediakan. Dengan kata lain efisien adalah tingkat diperolehnya
efektivitas yang secara bersamaan mendapatkan biaya yang lebih rendah. Sistem suplai
yang efisien harus efektif dan relatif tidak mahal.
“Perencanaan obat yang baik bertujuan agar obat siap tersedia pada saat
dibutuhkan, tetapi tidak tertumpuk banyak”(23). Untuk dapat melaksanakan perencanaan obat
yang baik diperlukan sistem informasi obat yang baik, yang menyangkut informasi tentang
rencana pengadaan obat, pembelian obat, penyimpanan obat, penggunaan obat, dan
kecenderungannya untuk masa yang akan datang.
10. Kebijakan dan Peraturan
Menurut Anwar(28) dan Balasubramanian tahun 1990
(29)
dalam bukunya yang
berbeda mengungkapkan, dari sisi penggunaan obat perlu ditekankan adanya kebijakan
pengobatan yang rasional dengan 6 tanda umum yang menda sarinya, yaitu :
8. Kebutuhan (need), yaitu pengobatan harus sesuai dengan kebutuhan medis yang
nyata, obat harus dapat memperbaiki kualitas dan meningkatkan pelayanan
kesehatan.
9. Effectiveness, yaitu obat harus mempunyai nilai terapetik dan manfaatnya harus
seperti yang dinyatakan.
10.Safety, yaitu obat harus aman dan manfaatnya melebihi efek sampingnya.
11.Economy, yaitu obat harus bermanfaat dan harganya terjangkau.
12.Access, yaitu obat harus dapat diperoleh bagi yang membutuhkan.
13.Information, yaitu obat harus diberikan dengan informasi yang jelas dan cukup.
Untuk meningkatkan pemakaian obat secara rasional, sehingga dapat memenuhi
lebih banyak penderita dan harganya terjangkau, pemerintah telah melakukan beberapa
langkah antara lain :
1. Ditetapkannya
kebijakan
obat
Nasional
pada
tahun
1983
melalui
SK
Men.Kes.No.47/MENKES/PER/11/1983 (Departemen Kesehatan RI, 1983).
2. Diberlakukannya
program
obat
Men.Kes.No.085/MENKES/PER/I/1989,
generik
tentang
berlogo
kewajiban
melalui
SK
menuliskan
resep
menggunakan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah, yang
semula diharuskan untuk rumah sakit pemerintah, tetapi akhirnya rumah sakit swasta
juga dimintai partisipasinya.
3. Dikeluarkannya SK Men.Kes.No.725a / MENKES / SK / IX / 1989 untuk menarik 285
jenis obat dari peredaran obat-obat yang tidak terbukti khasiatnya, tidak efektif, tidak
rasional, dan merugikan.
Untuk memasyarakatkan penggunaan yang rasional terhadap antibiotik pada
khususnya dan obat-obat lain pada umumnya, menurut Garjito
(28)
, perlu dipertimbangkan 3
aspek, yaitu : Komunikasi-Informasi-Edukasi (KIE), manajerial, dan peraturan-peraturan
(regulasi).
11. Formularium Rumah Sakit
Berdasarkan SP (Surat Pernyataan) Direktur No: 024/INS/SP/Dir/ IX/97. Maka mulai
23 September 1997 diberlakukan Formularium. Formularium sebagai langkah pertama
untuk digunakan sebagai formularium dikemudian hari. Dengan SP ini Formularium rumah
sakit merupakan sarana yang kuat untuk meningkatkan kualitas dan mengawasi biaya obat
yang dipergunakan untuk pengobatan di rumah sakit. Persoalan pokok dari formularium
rumah sakit ialah adanya pelaksanaan sistem pendataan sekumpulan produk obat yang
secara terus menerus ditinjau ulang. Obat-obatan tersebut dipilih oleh Panitia Farmasi dan
Terapi (PFT), ditunjang dengan adanya informasi pendukung yang penting tentang
penggunaan obat-obatan tersebut, tentang kebijaksanaan, serta prosedur farmasi yang
relevan. (15)
Upaya peningkatan mutu pelayan suatu rumah sakit tidak terlepas dari manajemen
obat yang merupakan bagian penting dari manajemen rumah sakit. Oleh karena itu manajer
rumah sakit selalu berupaya meningkatkan efektifitas dan efisiensi manajemen obat di
Rumah Sakit.
Tidak efektif dan efisiennya manajemen obat dapat dilihat dari gejala sebagai berikut
:
1. Kekurangan obat yang terlalu sering dan terjadi pada banyak jenis obat
2. Kelebihan Jenis obat tertentu
3. Penyediaan obat tidak merata
4. Perimbangan manfaat biaya ( Cost Effectiveness ) yang tidak baik
5. Pengaturan anggaran obat yang tidak proporsional
6. Cara peresepan yang tidak rasional dan tidak efektif
7. Penyimpangan dan distorsi kebutuhan obat
Menurut WHO dalam upaya memperbaiki manajemen obat diperlukan sistem
pengelolaan obat yang efektif dan efisien melalui proses :
1. Perencanaan yaitu seleksi obat yang dibutuhkan dan memperkirakan jumlah yang
dibutuhkan
2. Pengadaan yaitu bagaimana cara melakukan seleksi pemasok,dan mengatur cara
pembelian dan cara pembayarannya.
3. Distribusi
yaitu
bagaimana
cara
menerima
barang,
menyimpannya,
cara
mengontrol persediaan, pengangkutan dan pencatatan untuk keperluan monitoring
dan pengawasan
4. Penggunaan yaitu bagaimana cara peresepan, cara penggunaan oleh pasien dan
cara menanggapi keluhan pasien.
Di RSU R.A. Kartini Jepara perangkat yang bertanggung jawab dalam perencanaan,
pengadaan, distribusi dan penggunaan obat adalah Instalasi Farmasi Rumah Sakit ( IFRS).
IFRS bertanggung jawab pada direktur melalui Kepala Bidang Pelayanan Penunjang .
Perencanaan Obat khususnya seleksi obat di Rumah Sakit harus baik. Perangkat
Manajemen Obat di Rumah Sakit yang bertanggung jawab melakukan seleksi obat adalah
Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) . PFT RSU Kartini Jepara merupakan bagian dari komite
medik yang diangkat dan ditetapkan berdasarkan surat keputusan direktur Rumah Sakit.
Komite medik dan PFT bertanggungjawab pada direktur.
PFT RSU R.A. Kartini Jepara dalam penyusunan formularium menggunakan
prosedur sebagai berikut :
B.1.
PFT membuat format atau bentuk formularium, menentukan jumlah kelas
terapi dan jumlah item obat
B.2.
Membuat formulir usulan obat dan membagikan kesemua dokter
B.3.
Mengumpulkan kembali formulir usulan obat dan melakukan tabulasi sesuai
kelas terapi.
B.4.
Menetapkan obat yang dapat dimasukkan kedalam formularium berdasarkan
manfaat, harga dan usulan tertentu.
B.5.
Mengusulkan pemberlakuan formularium Rumah Sakit ke Direktur
B.6.
Direktur menetapkan pemberlakuan formularium Rumah Sakit berdasarkan
Surat Keputusan Direktur.
B.7.
Melakukan sosialisasi tentang formularium secara berkala pada semua
dokter.
B.8.
Formularium berlaku selama dua tahun
B.9.
Dalam kurun waktu dua tahun PFT melakukan evaluasi dan revisi
formularium.
Menurut Direktorat jenderal Pelayanan Medis Departemen Kesehatan RI tugas PFT
adalah :
7. Memberi nasehat pada staf medis dan administrasi Rumah Sakit untuk seluruh
masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat-obatan, termasuk obat yang
sedang dalam penelitian. Keputusan yang diambil PFT harus ditinjau dan disetujui
oleh Direktur dan Staf terkait.
8. Membuat formularium Yang disetujui penggunaannya oleh Rumah Sakit dan
mengadakan revisi terus menerus. Pemilihan Obat-obatan untuk masuk dalam
formularium berdasarkan penilaian obyektif tentang manfaat, keamanan dan biaya
pengobatan. PFT harus mengurangi seminimal mungkin duplikasi, jenis obat,
kualitas obat, produk obat yang sama. PFT harus mengevaluasi,menyetujui atau
menolak obat-obat baru atau obat yang telah diusulkan oleh anggota staf medis
untuk dimasukkan dalam formularium atau obat-obatan yang telah diusulkan untuk
dihapus dari formularium.
9. Mendefinisikan kategori obat-obatan yang digunakan Rumah Sakit dan menentukan
kategori spesifik untuk setiap obat.
10. Memberi masukan kepada instalasi farmasi didalam mengembangkan dan meninjau
kebijaksanaan, tata tertib dan pengaturan penggunaan obat-obatan di Rumah Sakit
sesuai dengan peraturan lokal, Regional dan Nasional.
11. Meninjau penggunaan obat-obatan di Rumah Sakit dan mendorong pelaksanaan
standar terapi secara rasional
12. Mengumpulkan dan meninjau laporan tentang efek samping obat
13. Mengembangkan dan menyebarkan materi dan program pendidikan yang berkaitan
dengan obat-obatan kepada staf medis dan keperawatan
Seperti yang telah diuraikan diatas bahwa salah satu tugas PFT adalah membuat
formularium Rumah Sakit , Menurut WHO Formularium adalah susunan daftar .obat yang
dipilih secara rasional berdasarkan informasi penggunaannya. Menurut Departemen
Kesehatan RI formularium Rumah Sakit adalah Daftar obat yang disepakati beserta
informasi yang diterapkan di Rumah Sakit, Yang disusun oleh PFT. Formularium
mengandung ringkasan informasi obat didalamnya tercantum antara lain nama generik,
indikasi, dosis, kontra indikasi efek samping dan informasi penting yang akan diberikan pada
pasien. Beberapa formularium ada yang mencantumkan harga sehingga dapat membantu
penulis resep dalam memilih obat.
Pada dasarnya produk obat yang tertera dalam formularium harus relevan dengan
pola penyakit di suatu rumah sakit. Oleh karena itu pembuatan formularium harus
berdasarkan pada pengkajian populasi penyakit penderita, gejala, dan penyebab dan
kemudian ditentukan golongan farmakologi obat yang diperlukan. Untuk itu, ditentukan
berdasarkan pengkajian, yaitu (39):
1. Pengkajian populasi penderita, gejala dan penyebab dan kemudian terakhir berturutturut dari rekam medik yang berisi kelompok penyakit, subkelompok penyakit
terhadap penyakit. Persentase penderita tiap tahun.
2. Penetapan peringkat penderita dari tiap kelompok penyakit.
3. Penetapan peringkat penderita dari tiap subkelompok penyakit.
4. Penetapan penyakit, gejala, penyebab dan penggolongan farmakologi obat serta
bahan pendukung yang diperlukan.
5. Penetapan nama obat yang diperlukan dalam tiap golongan farmakologi. Pemilihan
nama obat untuk tiap golongan farmakologi didasarkan pada kriteria yang telah
ditetapkan terlebih dahulu. Kemudian nama obat itulah yang dimasukkan ke dalam
formularium rumah sakit.
Sedangkan Keuntungan Formularium Rumah Sakit adalah :
4. Bagi Pejabat Kesehatan :
5. Mengidentifikasi terapi yang murah dan efektif untuk masalah kesehatan umum.
6. Dasar untuk menilai dan membandingkan kualitas pelayanan.
7. Sebagai sarana intergrasi program, khususnya pemberi pelayanan kesehatan
primer.
8. Bagi Manajemen Rumah Sakit :
9. Pemakaian dana untuk obat-obatan akan lebih efektif dan efisien
10. Karena tidak diperlukan penyedian obat yang bermacam-macam untuk satu
jenis kelas terapi, obat yang disediakan akan terpakai karena tidak terjadi
perubahan pemakaian obat untuk kelas terapi yang sama.
11. Bagi Pasien :
12. Mendorong kepatuhan dokter untuk tetap konsisten.
13. Pasien mendapat terapi yang lebih murah.
14. Terapi lebih baik.
Tujuan utama pembuatan formularium menurut Direktorat Pelayanan Medik adalah
menyediakan bagi para staf di RS sarana (35) :
1. Informasi obat – obatan yang telah disetujui penggunaannya oleh RS dan telah
diseleksi oleh para ahli yang terpilin dalam PFT.
2. Informasi pengobatan dasar setiap obat yang telah disetujui.
3. Informasi tentang kebijakan dan prosedur RS yang mengatur penggunaan obatobatan dan
4. Informasi yang khusus seperti misalnya peraturan tentang dosis obat, singkatan –
singkatan yang bisa digunakan di RS.
Sedangkan kerugian formularium adalah sebagai berikut :
1. Menghilangkan hak prerogratif dokter terhadap penulisan resep
2. Formularium sering tidak sesuai dengan diagnose penyakit tertentu.
Dari uraian tersebut diatas menunjukkan berapa penting dan bermanfaatnya
formularium. Dengan demikian sangat diperlukan kepatuhan penulisan resep dokter sesuai
dengan formularium untuk menjamin pelayanan obat yang baik. Departemen Kesehatan
melalui Komite Akreditasi Rumah Sakit memberi nilai maksimal 5 pada Rumah Sakit gengan
kepatuhan penulisan resep dokter terhadap formularium rata-rata lebih dari 90% atau
penyimpangan kurang dari 10%.
12. Penulisan Resep Obat
“Dokter, sebagai penulis resep obat untuk pasien merupakan tenaga kesehatan yang
sangat berperan dan otonom.”(35). Menurut Quick, “Pengobatan yang rasional diawali
dengan penulisan resep obat oleh dokter secara rasional, dengan langkah-langkah.”(6) :
1. Diagnosis yang tepat.
2. Memilih obat yang terbaik dari pilihan yang tersedia.
3. Memberi resep dengan dosis yang cukup dan jangka waktu yang cukup.
4. Berdasarkan pada pedoman pengobatan yang berlaku saat itu.
5. Resep merupakan dokumen legal, sebagai sarana komunikatif profesional dari
dokter dan penyedia obat, untuk memberikan obat kepada pasien sesuai dengan
kebutuhan medis yang telah ditentukan (DepKes RI, 2000)
Dalam suatu resep harus terkandung unsur-unsur informasi mengenai pasien,
pengobatan yang diberikan dan siapa dokter yang menuliskan resep
(8)
. Apabila seorang
dokter akan menuliskan resep, pertanyaan yang muncul adalah apakah resep akan ditulis
dengan nama generik atau dengan nama dagang. Penulisan resep melibatkan beberapa
keputusan yaitu : kapan dan berapa banyak yang harus diresepkan dan bagaimana
meresepkan yang meliputi masalah teknis, medis, kefarmasian dan ekonomi (24).
Penulisan resep yang rasional yang berarti penggunaan obat secara rasional,
merupakan komponen dari tujuan penggunaan obat yang tercantum dalam Kebijakan Obat
Nasional (KONAS, 1996). Penggunaan obat secara rasional adalah pasien yang
mendapatkan pengobatan sesuai dengan kebutuhan klinisnya, dosis yang sesuai dengan
kebutuhan masing-masing individu, untuk periode waktu yang cukup dan dengan biaya
yang serendah-rendahnya (10).
Menurut
(24)
, secara garis besar faktor yang mempengaruhi penulisan resep dibagi
dua yaitu faktor medis dan faktor nonmedis. Faktor medis adalah faktor yang berhubungan
dengan status kesehatan pasien yang merupakan faktor utama yang menentukan apakah
seorang pasien akan diberikan resep obat atau tidak. Faktor nonmedis terbagi dua lagi yaitu
faktor kondisi peresepan (factors conditioning) dan faktor individu (individual factors) yaitu
semua yang berhubungan dengan individu dokter. Kekuatan dari industri obat nasional dan
kekuasaan dari pihak yang berwenang mengontrol, merupakan dua faktor kondisi yang
penting yang juga mempengaruhi faktor individu.
Beberapa faktor yang mempengaruhi penulisan resep (8) :
1. Sistem suplai kesehatan (Health Supply System),
Faktor yang mempengaruhi sistem meliputi suplai obat yang tidak dapat dipercaya,
jumlah obat yang terbatas/tidak mencukupi, obat-obat yang kadaluarsa dan tersedianya
obat-obat yang tidak tepat/tidak sesuai. Inefisiensi dalam sistem tersebut menimbulkan
ketidakpercayaan oleh dokter dan pasien. Padahal pasien membutuhkan pengobatan dan
dokter harus memberikan obat apa yang sudah tersedia, walaupun obat yang tersedia
tersebut tidak tepat indikasi.
2. Penulis resep / dokter (Prescriber),
Faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi dokter dalam menuliskan resep.
Pengetahuan dokter tentang obat dapat mempengaruhi penulisan resep obat, dimana
pengetahuan didapat dari pendidikan dasar yang membentuk sikap. Kurangnya pendidikan
berkelanjutan (Continuing education), keahlian untuk mendapatkan informasi baru yang
lebih banyak didapat dari sales obat bukan berdasarkan Evidence based mempengaruhi
penulisan resep obat. Faktor eksternal seperti jumlah pasien yang banyak, atau tekanan
untuk menuliskan resep dari pasien atau salesmen obat/pabrik obat.
Faktor karakteristik dan kondisi kerja mempengaruhi penulisan resep
dokter per
individu (Quick,1997). Dibedakan atas karakteristik dokter yang bersifat nonprofesionalerti
umur, jenis kelamin, kepribadian (termasuk perilaku) dan karakteristik profesional seperti
pendidikan dan pengalaman kerja.
Menurut Iwan Darmansyah faktor yang mempengaruhi dokter dalam menuliskan
resep :
a). Masalah diagnosis, proses penegakkan diagnosis yang lebih ditentukan oleh
kebiasaan dari deduksi ilmiah menggiring dokter ke pengobatan yang irrasional. Bila
diagnosis belum dapat diterapkan, sering terjadi bahwa berbagai kemungkinan
diagnosis diferensial kemudian diobati dan disebut sebagai defensive therapy dan
berarti penggunaan obat secara polifarmasi untuk menutupi berbagai kemungkinan itu.
b). Pengaruh industri, pengaruh promosi sangat efektif, walaupun dilakukan dengan cara
yang tidak menyolok, misalnya dengan mengadakan seminar atau memberi
kepustakaan yang tentunya mendukung produknya sertatidak memperlihatkan segisegi lainnya yang kurang mendukung. Pendidikan berkelanjutan seperti ini lebih
bersifat komersil.
3. Farmasi (Dispenser).
Pemberian informasi mengenai obat khususnya kepada dokter mempengaruhi
penulisan resep, hal ini berkaitan dengan pendidikan. Informasi dapat diberikan secara
aktif melalui pelayanan informasi obat atau pasif misalnya melalui bulletin atau
newsletter.
Peran farmasi juga terlihat mulai dari perencanaan, pengadaan dan pendistribusian
obat di rumah sakit.
4. Pasien/masyarakat.
Pengetahuan, kepercayaan pasien/masyarakat terhadap mutu dari suatu obat dapat
mempengaruhi pasien dalam menggunakan obat dan karena adanya interaksi pasien
dengan dokter juga akan mempengaruhi dokter dalam menuliskan resep.
Industri Farmasi dikatakan mempunyai pengaruh yang kuat dalam penulisan resep
baik secara langsung maupun tidak langsung
(24)
. Pengaruh secara langsung dilakukan
dengan iklan melalui pos atau di jurnal, kalender detailmen, eksibisi obat, sample obat.
Secara tidak langsung seperti bantuan penelitian medis, bantuan untuk jurnal ilmiah,
bantuan dan pengorganisasian pelatihan medis.
Demikian juga pengaruh profesi kesehatan lainnya (perawat,apoteker) dan kolega yang
mempengaruhi melalui contoh perorangan, diskusi dan saran yang bersifat informal, melalui
pendekatan administratif seperti pembuatan Formularium (24).
Faktor-faktor yang disebutkan di atas berbeda pengaruhnya untuk setiap dokter pada
kondisi-kondisi tertentu dan bersifat kompleks. Karena itu intervensi yang dilakukan untuk
memperbaiki kualitas peresepan obat haruslah dimulai dengan mengerti terlebih dahulu
pada masalah perilaku (8).
K. Kepatuhan / Ketidakpatuhan Terhadap Standar
Berkaitan dengan peningkatan mutu pelayanan, pengukuran mutu pelayanan
kesehatan menyangkut pengukuran mutu teknis pelayanan kesehatan yaitu pengukuran
yang berkaitan dengan ketidaksesuaian proses pelayanan kesehatan dengan standar yang
telah ditentukan. Ketidakpatuhan adalah pengukuran pelaksanaan kegiatan yang tidak
sesuai dengan langkah – langkah yang telah ditetapkan dalam bentuk standar. Perhitungan
tingkat ketidakpatuhan dapat sebagai kontrol bahwa pelaksana telah melaksanakan
kegiatan sesuai dengan standar. Sehingga dapat dikatakan bahwa ketidakpatuhan petugas
merupakan faktor yang sangat penting untuk menentukan keberhasilan program mutu
pelayanan. Ketidakpatuhan yang harus dilaksanakan oleh dokter yaitu menulis resep sesuai
formularium.
Cara pengukuran ketidakpatuhan dokter terhadap standar sebagai berikut:
Jumlah resep obat di luar formularium
Ketidakpatuhan =
Jumlah resep yang ditulis
X 100 %
L. FAKTOR – FAKTOR PENYEBAB PERILAKU
Faktor-faktor yang merupakan penyebab perilaku dikategorikan dalam tiga jenis yaitu
faktor predisposisi (predisposing), faktor pemungkin (enabling) dan faktor penguat
(reinforcing)l. Hubungan ketiga faktor dengan perilaku dikenal dengan kerangka kerja
PRECEDE dari Green dan Kreuter (1980). Masing-masing faktor mempunyai pengaruh yang
berbedah atas perilaku.
Faktor predisposing merupakan faktor anteseden terhadap perilaku yang menjadi
dasar atau motivasi bagi perilaku. Termasuk dalam faktor ini adalah pengetahuan, sikap,
keyakinan / nilai, pendidikan dan persepsi. Faktor eanabling
adalah faktor anteseden
terhadap perilaku yang memungkinkan suatu motivasi atau aspirasi terlaksana. Termasuk
dalam faktor ini adalah ketersediaan dan keterjangkauan sumber daya serta komitmen
pemerintah / masyarakat. Faktor reinforcing adalah faktor penyerta (yang datang sesudah)
perilaku yang memberikan ganjaran, insentif, hukuman atau perilaku dan berperan bagi
menetap atau lenyapnya perilaku itu. Termasuk dalam faktor ini adalah perilaku famili,
tetangga, guru, petugas kesehatan, dan kader kesehatan.
Perilaku kesehatan dapat dilihat sebagai fungsi kolektif ketiga faktor itu. Gagasan
penyebab kolektif itu penting terutama karena perilaku merupakan suatu fenomena
majemuk. Setiap rencana untuk mengubah perilaku harus memperhitungkan tidak hanya
satu melainkan semua faktor yang berpengaruh. Model perencanaan dipakai karena model
ini memungkinkan untuk memisahkan penentu perubahan perilaku yang paling besar
kontribusinya terhadap keberhasilan pendidikan kesehatan.
9. Faktor Predisposing
Faktor predisposing mencakup pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai, pendidikan dan
persepsi berkenaan dengan motivasi seseorang atau kelompok untuk bertindak. Faktor
predisposing sebagai preferensi ini mungkin mendukung atau menghambat perilaku sehat
dalam setiap kasus, faktor ini mempunyai pengaruh. Meskipun berbagai faktor demografi
seperti sosial ekonomi, umur jenis kelamin dan jumlah keluarga saat ini juga penting sebagai
faktor predisposing. Semua ini berada diluar pengaruh langsung program pendidikan
kesehatan.
a. Pengetahuan
Pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman yang berasal dari
berbagai macam sumber, misalnya media massa, media elektronik, buku petunjuk, media
poster, kerabat dekat dan sebagainya. Pengetahuan ini dapat membentuk keyakinan
tertentu sehingga seseorang berperilaku sesuai keyakinan tersebut. Notoatmodjo (1993)
mengatakan bahwa pengetahuan merupakan resultan dari akibat proses penginderaan
terhadap suatu objek. Penginderaan tersebut sebagian besar berasal dari penglihatan
dan pendengaran. Pengukuran atau penilaian pengetahuan pada umumnya dilakukan
melalui tes atau wawancara dengan alat bantu kuesioner berisi materi yang ingin diukur
dari responden.
Definisi pengetahuan menurut Notoatmodjo (1993) adalah merupakan hasil dari
tahu, hal ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Pengetahuan diperoleh dari proses belajarl, yang dapat membentuk keyakinan tertentu
sehingga seseorang berperilaku sesuai dengan keyakinan yang diperoleh. Dengan kata
lain pengetahuan seseorang diperoleh dari pengalaman yang berasal dari berbagai
sumber : media elektronik, media massa, buku petunjuk, media poster. Sedangkan Bahar
(1988) mengemukakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka
semakin besar kemampuan menyerap, menerima, mengadopsi informasi.
b. Sikap
Sikap merupakan reaksi yang masih tertutup, tidak dapat dilihat secara langsung
sehingga sikap hanya dapat ditafsirkan dari perilaku yang nampak Notoatmodjo (1993).
Pengertian lain sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek cara
tertentu serta merupakan respon evaluatif terhadap pengalaman kognitif, reaksi afeksi,
kehendak dan perilaku berikutnya. Jadi sikap merupakan peniloaian positif atau negetif
yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap objek.
Mar'at (1982) mengatakan manusia tidak dilahirkan dengan sikap pandangan
ataupun perasaan tertentu, tetapi sikap tadi dibentuk sepanjang perkembangannya.
Adanya sikap akan menyebabkan manusia bertindak secara khas terhadap objekobjeknya. Dengan kata lain sikap merupakan produk dan proses sosialisasi, seseorang
memberikan reaksi sesuai dengan rangsangan yang ditemuinya. Sikap dapat diartikan
suatu kontrak untuk memungkinkan terlihatnya suatu aktivitas. Menurut Kartono (1990)
sikap seseorang adalah predisposisi (keadaan mudah terpengaruh) untuk memberikan
tanggapan terhadap rangsangan lingkungan yang dapat memulai atau membimbing
tingkah laku orang tersebut secara definitif sikap berarti suatu keadaan jiwa (mental) dan
keadaan berpikir (neutral) yang dipersiapkan untuk memberikan tanggapan terhadap
suatu objek yang diorganisasi melalui pengalaman serta mempengaruhi
secara
langsung atau tidak langsung pada perilaku.
1. Praktik (tindakan)
Praktik menurut Theory of Reasoned Action (Smet, 1994), dipengaruhi oleh
kehendak, sedangkan kehendak dipengaruhi oleh sikap dan normal subyektif. Sikap
sendiri dipengaruhi oleh keyakinan akan hasil dan tindakan yang telah lalu. Norma
subyektif dipengaruhi oleh keyakinan serta motivasi untuk mentaati pendapatan tersebut.
Praktik ini dibentuk oleh pengalaman interaksi individu dengan lingkungan,
khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikapnya terhadap suatu objek.
Penelitian dari De Werdt (1989) mengatakan ada pengaruh yang kuat dari tingkat
pengetahuan terhadap praktik.
Pengaruh pengetahuan terhadap prakti dapat bersifat langsung maupun melalui
perantara sikap. Sedangkan Notoatmodjo (1993) menyatakan suatu sikap belum
otomatis terwujud dalam bentuk praktik (over behavior). Untuk terwujudnya sikap agar
menjadi suatu perbuatan yang nyata (praktik) diperlukan faktor pendukung atau kondisi
yang memungkinkan.
Fisben dan Ajzen (cik Ancok, 1989) menyatakan bahwa keikut sertaan seseorang di
dalam suatu aktivitas tertentu sangat erat hubungannya dengan pengetahuan, sikap, niat
dan perilakunya. Pengetahuan terhadap manfaat suatu kegiatan akan menyebabkan
orang mempunyai sikap yang positif terhadap hal tersebut. Selanjutnya sikap yang positif
ini akan mempengaruhi niat untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut. Niat untuk ikut serta
dalam suatu kegiatan sangat tergantung pada seseorang mempunyai sikap positif atau
tidak terhadap kegiatan. Adanya niat untuk melakukan suatu kegiatan akhirnya sangat
menentukan apakah kegiatan akhirnya dilakukan. Kegiatan yang sudah dilakukan inilah
yang disebut dengan perilaku.
2. Pendidikan
Upaya untuk tercapainya kesuksesan di dalam bekerja dituntut pendidikan yang
sesuai dengan jabatan yang dipegangnya (LAN RI, 1993). Pendidikan merupakan suatu
bekal yang harus dimiliki seseorang dalam bekerja, dimana dengan pendidikan
seseorang dapat mempunyai suatu ketrampilan, pengetahuan serta kemampuan.
Dengan tingkat pendidikan yang memadai diharapkan seseorang dapat lebih menguasai
pekerjaan
yang
mempengaruhi
dibebankan
seseorang
kepadanya
dalam
karena
menentukan
keterbatasan
dunia
kerja
pendidikan
yang
akan
diinginkannya.
Pendidikan saat ini dirasakan sebagai suatu kebutuhan yang mendasar bagi setiap
karyawan. Dengan semakin berkembangnya dunia bisnis maka karyawan dituntut untuk
memiliki pendidikan yang tinggi. Semakin tinggi tingkat pendidikan karyawan maka dapat
diasumsikan lebih memiliki penegtahuan, kemampuan serta ketrampilan tinggi.
Gilmer dalam Frazer (1992), mengatakan bahwa makin tinggi pendidikan seseorang
makin mudah seseorang berpikir secara luas, makin tinggi daya inisiatifnya dan makin
mudah pula untuk menemukan cara-cara yang efisien guna menyelesaikan pekerjaannya
dengan baik.
10. Faktor enabling
Faktor ini terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitasfasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya obat-obatan, puskesmas, dan lain-lain
yang merupakan sumber daya untuk menunjang perilaku kesehatan.
11. Faktor reinforcing
Faktor dari luar individu yang dapat memperkuat perubahan perilaku yang terwujud
dalam sikap dan perilaku dari petugas kesehatan atau petugas yang lain, yang
mendukung atau menghambat terjadinya praktik kesehatan, serta adanya peraturan,
sanksi dan monitoring.
Dari atas dapat disimpulkan, bahwa perilaku seseorang yang dalam hal ini perilaku
dokter dalam menuliskan resep obat generik dan nama paten yang ditentukan oleh
pengetahuan dokter tersebut tentang obat generik dan obat paten, sikap dokter terhadap
obat generik dan obat paten khususnya terhadap program pemerintah mengenai obat
generik, juga ketersediaan / kelengkapan dari obat generik terutama di fasilitas
kesehatan tempat dokter tersebut bekerja dan juga dipengaruhi oleh dukungan dari
pemerintah atau atasan / direktur tempat dokter bekerja yang mendukung dan
memperkuat terbentuknya perilaku. Secara ilustrasi dapat digambarkan sebagai berikut :
M. Kerangka Teori
Berdasarkan Teori Lawrence Green maka dapat disusun kerangka teori seperti
dalam gambar 2.1.
Faktor Predisposisi :
Pendidikan
Pengetahuan
Sikap
Keyakinan
Persepsi
Faktor Pemungkin :
Ketersediaan Sumber daya
Keterjangkauan Sumber daya
Komitmen Masyarakat /
Pemerintah
PERILAKU KHUSUS
PADA INDIVIDU DAN
ATAU ORGANISASI
KESEHATAN
Faktor Penguat :
Famili
Tetangga
Guru
Petugas Kesehatan
Kader Kesehatan
Pembuat Keputusan
Sumber : Green. LW, (1980), Notoatmodjo, (1993)
Gambar 2.1 : Kerangka Teori.
LINGKUNGAN (KONDISI
TEMPAT TINGGAL )
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
14. KERANGKA KONSEP
Faktor perilaku dokter merupakan faktor yang harus dimengerti terlebih dahulu jika
ingin dilakukan intervensi dalam penulisan resep, maka pada penelitian ini faktor perilaku
dokter diambil sebagai materi dasar pembuatan Kerangka Konsep yang disusun
berdasarkan Teori Lawrence Green.
Gambar 3.1 : Kerangka Konsep
Variabel bebas
Pengetahuan Dokter
Sikap Dokter
Keyakinan Dokter
Variabel terikat
KETIDAKPATUHAN
PENULISAN RESEP
DOKTER SESUAI
DENGAN
Ketersediaan Obat
FORMULARIUM
15. HIPOTESIS PENELITIAN
Berdasarkan kerangka konsep di atas, maka dapat diajukan hipotesis penelitian
sebagai berikut :
6. Ada pengaruh pengetahuan terhadap ketidakpatuhan dokter dalam penulisan resep
sesuai dengan Formularium Rumah Sakit Umum “RA. Kartini” Jepara.
7. Ada pengaruh sikap dokter terhadap ketidakpatuhan dokter dalam penulisan resep
sesuai dengan Formularium Rumah Sakit Umum “RA. Kartini”Jepara.
8. Ada pengaruh keyakinan dokter terhadap ketidakpatuhan dokter dalam penulisan
resep sesuai dengan Formularium Rumah Sakit Umum “RA. Kartini” Jepara.
9. Ada pengaruh ketersediaan obat terhadap ketidakpatuhan dokter dalam penulisan
resep sesuai dengan Formularium Rumah Sakit Umum “RA. Kartini” Jepara.
10. Ada pengaruh secara bersama – sama antara pendidikan, pengetahuan, sikap,
keyakinan, ketersediaan obat, terhadap ketidakpatuhan dokter
dalam penulisan
resep sesuai dengan Formularium Rumah Sakit Umum “RA. Kartini” Jepara.
16. VARIABEL PENELITIAN
Variabel bebas (Independent Variable) :
Variabel bebas dalam penelitian ini terdiri dari :
5. Pengetahuan dokter
6. Sikap dokter
7. Keyakinan dokter
8. Ketersediaan Obat
Variabel Terikat ( Dependent Variable )
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah ketidakpatuhan dokter apabila dalam
penulisan resep tidak sesuai dengan Formularium Rumah Sakit Umum “RA. Kartini”
Jepara.
9. JENIS DAN RANCANGAN PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan belah lintang (cross sectional), dimana
dependent variable dan independent variable dikumpulkan pada waktu yang bersamaan.
Penelitian ini dimaksud untuk mengetahui distribusi masalah penggunaan Formularium
Rumah Sakit, serta faktor-faktor yang dianggap mempengaruhinya. Penelitian ini
dilakukan secara kuantitatif dan didukung data kualitatif.
10. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN
13. Populasi Penelitian adalah semua dokter yang bertugas dan memberikan resep obat
pada Rumah Sakit R.A. Kartini Jepara sebanyak 32 orang
14. Sampel penelitian adalah total populasi yaitu sebanyak 32 orang dokter.
11. DEFINISI OPERASIONAL PENELITIAN
15. Pengetahuan responden : yaitu kemampuan mengetahui yang dimiliki oleh
responden tentang penulisan resep formularium rumah sakit.
Cara mengukur : melalui wawancara kepada dokter dengan menggunakan
kuesioner terstruktur. Responden menyatakan perilakunya
pengetahuan tentang
pertanyaan yang tertuang dalam kuesioner.
Adapun jawaban responden untuk kemudian diberi skor 1 apabila sangat
tidak baik, skor 2 apabila tidak baik, skor 3 apabila kurang baik, skor 4 apabila baik,
jawaban atas pertanyaan yang terpisah dalam suatu variabel dijumlahkan ke dalam
skor komposit. Pengetahuan Responden diketahui berdasarkan jawaban 11
pertanyaan. Pengukuran data dilakukan berdasarkan jumlah total skor yang diperoleh
masing – masing responden perkelompok variabel penelitian.
Untuk analisis selanjutnya digolongkan subyek ke dalam 2 kategori :
• Apabila distribusi data normal menggunakan
Kategori :
1). Pengetahuan Tinggi apabila mean > ± 1 SD
2). Tidak ada pengetahuan apabila mean < ± 1 SD
Skala pengukuran adalah nominal
16.
Sikap responden : yaitu tanggapan responden tentang penulisan resep dengan
menggunakan formularium rumah sakit, formularium rumah sakit dan obat formularium
rumah sakit.
Cara mengukur : melalui wawancara kepada dokter dengan menggunakan
kuesioner terstruktur. Responden menyatakan perilaku sikapnya tentang pertanyaan
yang tertuang dalam kuesioner.
Adapun jawaban responden untuk kemudian diberi skor 1 apabila sangat
tidak baik, skor 2 apabila tidak baik, skor 3 apabila kurang baik, skor 4 apabila baik,
jawaban atas pertanyaan yang terpisah dalam suatu variabel dijumlahkan kedalam
skor komposit. Sikap responden diketahui berdasarkan jawaban 11 pertanyaan.
Pengukuran data dilakukan berdasarkan jumlah total skor yang diperolah masing –
masing responden per kelompok variabel penelitian.
Untuk analisis selanjut digolongkan subyek ke dalam 2 kategori, berdasarkan
gambaran univariatnya yaitu membagi skala nominal dengan cara :
• Apabila distribusi data normal menggunakan
Kategori :
1). Sikap Tinggi apabila mean > ± 1 SD
2). Tidak ada sikap apabila mean < ± 1 SD
Skala pengukuran adalah nominal.
17. Keyakinan responden : adalah keyakinan responden terhadap mutu obat formularium
rumah sakit.
Cara
mengukur
:
melalui
wawancara
kepada
responden
dengan
menggunakan kuesioner terstruktur. Responden menyatakan perilaku keyakinannya
tentang pertanyaan yang tertuang dalam kuesioner.
Adapun jawaban responden untuk kemudian diberi skor 1 apabila sangat
tidak yakin, skor 2 apabila tidak yakin, skor 3 apabila kurang yakin, skor 4 apabila
yakin, jawaban atas pertanyaan yang terpisah dalam suatu variabel dijumlahkan ke
dalam skor komposit. Keyakinan responden diketahui berdasarkan jawaban
3
pertanyaan.
Pengukuran data dilakukan berdasarkan jumlah total skor yang diperoleh
masing – masing responden per kelompok variabel peneliti.
Untuk analisis selanjutnya digolongkan subyek ke dalam 2 kategori,
berdasarkan gambaran univariatnya yaitu membagi berbagai variabel berskala ordinat
menjadi variabel dengan skala nominal dengan cara :
•
Apabila distribusi data normal menggunakan
Kategori :
1). Yakin Tinggi apabila mean > ± 1 SD
2). Tidak Yakin apabila mean < ± 1 SD
Skala pengukuran adalah nominal.
18.
Ketersediaan obat : adalah tingkat persediaan obat meliputi jenis dan jumlah obat
yang tercantum dalam formularium rumah sakit.
Cara mengukur : melalui wawancara kepada responden dengan menggunakan
kuesioner
terstruktur.
Responden
menyatakan
ketersediaan
obatnya
tentang
pertanyaan yang tertuang dalam kuesioner.
Adapun jawaban responden untuk kemudian diberi skor 1 apabila sangat tidak
tersedia, skor 2 apabila tidak tersedia, skor 3 apabila kurang tersedia, skor 4 apabila
tersedia, jawaban atas pertanyaan yang terpisah dalam suatu varabel dijumlahkan ke
dalam skor komposit. Ketersediaan obat diketahui berdasarkan respon atas 4
pertanyaan.
Pengukuran data dilakukan berdasarkan jumlah total skor yang diperoleh masing
– masing responden per kelompok variabel penelitian.
Untuk analisis selanjutnya digolongkan subyek ke dalam 2 kategori, berdasarkan
gambaran univariatnya yaitu membagi berbagai variabel berskala nominal dengan
cara ;
• Apabila distribusi data normal menggunakan
Kategori :
1). Lengkap apabila mean > ± 1 SD
2). Tidak lengkap apabila mean < ± 1 SD
Skala Pengukuran : Nominal
19. Ketidakpatuhan penulisan resep : adalah ketidak sesuaian penulisan resep yang
ditulis responden dalam resep dengan obat yang tercantum dalam formularium RSU
RA. Kartini Jepara. Data ini diperoleh dari resep yang diterima Instalasi
Farmasi
Rumah Sakit
dari bulan Pebruari 2004 sampai dengan bulan April 2004.
Ketidakpatuhan diukur dengan menghitung prosentase antara jumlah item resep obat
yang tidak sesuai dengan formularium dan jumlah semua item resep obat yang ditulis
dalam resep. Diukur dengan cara sebagai berikut :
Patuh
: Bila penyimpangan penulisan resep < 10 %
Tidak patuh
: Bila penyimpangan penulisan resep ≥ 10 %
Jumlah resep obat di luar formularium
Ketidakpatuhan =
Jumlah resep yang ditulis
X 100 %
Skala pengukuran : Nominal
12. ALAT DAN CARA PENGUMPULAN DATA
13.
Alat Pengumpul Data
Dalam penelitian ini alat yang digunakan untuk pengumpulan data adalah 1).
Kuesioner terstruktur dengan pertanyaan tertutup . Pertanyaan tertutup adalah
pertanyaan yang kemungkinan jawabannya sudah ditentukan terlebih dahulu dan
responden tidak diberi kesempatan memberi jawaban lain dan dengan menggunakan
check list terhadap resep oleh dokter serta 2). Pedoman pertanyaan untuk
wawancara mendalam dengan Direktur, Ketua Komite Medik, Ketua Panitia Farmasi
dan Terapi, Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
14.
Cara Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah :
a. Data Primer
Data primer terdiri dari variabel bebas pengetahuan, sikap, keyakinan,
ketersediaan obat, variabel terikat yaitu ketidakpatuhan dokter dalam penulisan
resep sesuai dengan formularium di RSU RA. Kartini Jepara.
Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam langsung kepada
responden untuk mengukur variabel pengetahuan, sikap, keyakinan, dan
ketersediaan obat, variabel terikat yaitu ketidakpatuhan dokter dalam penulisan
resep sesuai dengan formularium di RSU RA. Kartini dengan menggunakan
check list observasi untuk data kuantitatif dan sebelumnya telah diuji validitas
dan reliabilitasnya. Kuesioner dibuat untuk memperoleh informasi yang relevan
dengan tujuan survei dan memperoleh informasi dengan reliabilitas dan validitas
setinggi mungkin dan check list observasi untuk menilai ketidakpatuhan dokter
dalam penulisan resep sesuai dengan formularium di RSU RA. Kartini Jepara.
Disamping itu juga dilakukan wawancara mendalam dengan :
15. Direktur
16. Ketua Komite Medik
17. Ketua Panitia Farmasi dan Terapi
18. Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Untuk cross check data karena wawancara mendalam dilakukan setelah
pengumpulan data kuantitatif selesai dilakukan pengolahan data.
19.
Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari semua resep yang masuk
ke Instalasi Farmasi berupa arsip resep, jumlah resep yang dikeluarkan masing –
masing dokter dan daftar obat sesuai formularium dari bulan Pebruari 2004
sampai dengan bulan April 2004.
c. Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu
kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner
mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut.
Jadi validitas ingin mengukur apakah pertanyaan dalam kuesioner yang sudah
peneliti susun betul – betul dapat mengukur apa yang hendak di ukur.
Pengukuran tingkat validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
melakukan korelasi antara skor butir pertanyaan dengan total score kontruk atau
variabel. Dalam hal ini melakukan korelasi masing – masing score pertanyaan
dengan total score.
Uji signifikansi dilakukan dengan membandingkan nilai r hitung dengan
nilai r tabel untuk degree of freedom (df) = n – k dalam hal ini n adalah jumlah
konstruk. Jika r hitung (untuk r tiap butir dapat dilihat pada kolom Corrected item –
Total Correlation lebih besar dari r tabel dan nilai r positif), maka butir atau
pertanyaan tersebut dikatakan valid atau nilai p-value lebih besar dari 0,41.
2. Uji Reliabilitas
Uji Reliabilitas dimaksudkan untuk mengukur seberapa jauh responden
memberikan jawaban yang konsisten terhadap kuesioner yang diberikan.
Reliabilitas sebenarnya adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang
merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan
reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah
konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Jawaban responden terhadap
pertanyaan dikatakan reliabel jika masing – masing pertanyaan dijawab secara
konsisten atau jawaban tidak boleh acak oleh karena masing – masing
pertanyaan hendak mengukur hal yang sama.
Pengukuran reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan cara one
shot atau pengukuran sekali saja. Disini pengukurannya hanya sekali dan
kemudian hasilnya dibandingkan dengan pertanyaan lain atau mengukur korelasi
antar jawaban pertanyaan. Program komputer memberikan fasilitas untuk
mengukur reliabilitas dengan uji statistik cronbach alpha. Suatu konstruk atau
variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai cronbach alpha > 0,60
Uji coba (try out) kuesioner untuk uji validitas dan reliabilitas kuesioner
dilakukan di RSUD Tugurejo Semarang terhadap 30 orang dokter dengan
harapan distribusi skor nya akan mendekati kurva normal. Tujuan uji coba ini
adalah untuk menghindari adanya pertanyaan – pertanyaan yang sulit dimengerti
ataupun kekurangan / kelebihan dari materi kuesioner itu sendiri serta untuk
menguji validitas dan reliabilitas kuesioner.
20. TEKNIK PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA DATA
21.
Teknik Pengolahan Data
Data yang sudah terkumpul kemudian dilakukan pengolahan dengan langkah
– langkah sebagai berikut :
22.
Koding
Mengklasifikasikan jawaban responden menurut macamnya dengan cara
menandai masing – masing jawaban dengan tanda kode tertentu. Data yang
dilakukan koding adalah data berdasarkan jawaban responden.
23.
Editing
Meneliti kembali kelengkapan pengisian, keterbacaan tulisan, kejelasan
makna jawaban, keajegan dan keksesuaian jawaban satu sama lainnya, relevansi
jawaban dan keseragaman satuan data.
Data yang dilakukan editing adalah data berdasarkan jawaban responden.
24.
Tabulasi
Mengolompokkan data sesuai dengan tujuan penelitian kemudian
dimasukkan dalam tabel yang sudah disiapkan. Setiap pertanyaan yang sudah
diberi nilai, hasilnya dijumlahkan dan diberi kategori sesuai dengan jumlah
pertanyaan pada kuesioner. Langkah yang termasuk kedalam kegiatan tabulasi
antara lain :
25. Memberikan skor pada pertanyaan yang perlu diberikan skor
26. Memberikan kode terhadap pertanyaan yang tidak diberikan skor
27. Mengubah jenis data, disesuaikan dengan teknik analisa yang akan
digunakan.
d. Penetapan skor
Penilaian data dengan memberikan skor untuk pertanyaan – pertanyaan
yang menyangkut variabel bebas yang terdiri dari pendidikan, pengetahuan,
sikap, keyakinan, ketersediaan obat serta variabel terikat yaitu ketidakpatuhan
dokter dalam penulisan resep sesuai dengan formularium di RSU “RA. Kartini
Jepara.
Selanjutnya data dianalisis secara deskriptif maupun analitik.
2. Analisis Data
28.
Analisa Data Kuantitatif
Analisa data yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi analisis kuantitatif
yang dimaksudkan untuk mengelolah dan mengorganisasikan data, serta
menemukan hasil yang dapat dibaca dan dapat diinterpretasikan. Analisis
kuantitatif dilakukan dengan metode tertentu.
Pada penelitian ini, peneliti melakukan analisis secara bertingkat dimulai
dari :
12. Analisis Univariat
Analisis ini dimaksudkan untuk
variabel
mengetahui gambaran keadaan
yang diteliti dan untuk mengetahui
apakah data sudah layak
dipergunakan untuk analisis berikutnya. Data akan digambarkan dalam bentuk
tabel distribusi frekwensi berdasar semua variabel, ukuran tendensi sentral,
perhitungan rerata, proporsi, persentase serta pembahasan tentang gambaran
variabel yang diamati.
13. Analisis Bivariat
Analisis yang dilakukan untuk melihat pengaruh dua variabel bebas
yaitu pengetahuan, sikap, keyakinan, ketersediaan obat, dengan variabel
terikat yaitu kepatuhan dokter dalam penulisan resep tidak sesuai dengan
formularium RSU RA. Kartini.
Dalam menganalisis bivariat, karena variabel bebas berskala nominal
dan variabel terikat berskala nominal, maka uji yang digynakan adalah uji Chi
Square dengan menggunakan program SPSS versi 11.5. Untuk menentukan
apakah terjadi hubungan yang signifikan antara variabel bebas dan variabel
terikat, maka menggunakan p value yang dibandingkan dengan tingkat
kesalahan (α) yang digunakan yaitu 5% atau 0,05. Apabila p value ≤ 0,05,
maka
Ho
ditolak, yang berarti ada hubungan yang signifikan antara variabel
bebas dan variabel terikat. Sedangkan apabila p value >0,05, maka Ho diterima,
yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel bebas dan
variabel terikat.
Untuk melihat seberapa besar kekuatan hubungan yang terjadi antara
variabel bebas dan variabel terikat, maka digunakan koefisien kontigensi.
Koefisien kontigensi mempunyai kisaran antara 0 sampai 1. Angka 0
menunjukkan tidak terjadi hubungan, angka 1 menunjukkan kekuatan
hubungan yang terjadi bersifat hubungan sempurna.
14. Analisis Multivariat
Untuk data lebih dari dua variabel dilakukan untuk mencari pengaruh masing masing variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel terikat serta
mencari manakah variabel bebas yang paling berpengaruh terhadap variabel
terikat dengan uji analisis regresi logistik. Perhitungan analisis data dilakukan
dengan memakai program komputer dengan derajat kemaknaan p<0,05.
Persamaan regresi logistic untuk terjadi atau tidaknya suatu peristiwa adalah sebagai
berikut :
Log [p] = a + b1x1 + b2x2 + .......... b4x4.
[1-p]
P
= probalilitas terjadi suatu peristiwa.
1-p
= probalititas tidak terjadinya suatu peristiwa.
a
= konstanta.
b
= koefisien regresi logistik.
X1
= skala variabel pengetahuan dokter.
X2
= sakala variabel sikap dokter.
X3
= sakala variabel keyakinan dokter.
X4
= skala variabek ketersediaan obat.
Langkah – langkah persyaratan yang harus diperhatikan dalam analisis multivariat regresi
logistik adalah sebagai berikut :
1). Menentukan Variabel bebas yang mempunyai nilai p<0,05 dalam uji hubungan dengan
variabel terikat yaitu dengan metode Fisher test.
2). Variabel bebas yang masuk kriteria nomor 1 di atas, dimasukkan kedalam model logistik
regresi bivariat dengan p≤0,25.
3). Di dalam penentuan model yang cocok dengan melihat nilai dari Wald Statistik untuk
masing – masing variabel bebas.
Namun untuk variabel bebas yang tidak cocok (p>0,5) tetapi mempunyai arti teoritis
penting tidak dikeluarkan untuk dilakukan analisis.
4). Pada proses langkah nomor 2 dan nomor 3 dibuat kriteria jelas dari masing – masing
variabel bebas pada penelitian ini adalah dalam bentuk skala nominal :
Pengetahuan 1 : Baik
2 : Tidak baik
:X≥ X
:X< X
b. Analisa Data Kualitatif
Analisis kualitatif dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif yang bersifat terbuka
(open ended) dan menggunakan pola berpikir induktif yaitu pengujian yang bertitik tolak dari
data yang telah terkumpul kemudian dilakukan kesimpulan. Data kualitatif diolah sesuai
dengan karakteristik penelitian dengan metode pengolahan analisis deskripsi isi (content
analysis). Pengolahan data disesuaikan dengan tujuan penelitian kemudian diverifikasi dan
disajikan dalam bentuk deskriptif.
Tahap content analysis adalah pengumpulan data, reduksi data, verifikasi dan
penarikan kesimpulan. Pendekatan yang digunakan adalah Emic dimension yaitu peneliti
bertindak mengidentifikasikan masalah responden dengan menguraikan apa yang telah
didengar secara nyata tanpa mempengaruhi opini responden.
29.
JADWAL PENELITIAN
KETERANGAN
PENELITIAN
PENDAHULUAN
PERSIAPAN
PENGAMBILAN
DATA
ANALISA DATA
PENYUSUNAN
TESIS
I
II
MINGGU
III IV V VI VII VIII IX X XI XII XIII XIV XV XVI
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Kelemahan dan Kekuatan Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama 12 hari mulai tanggal 13
Maret 2006 sampai dengan tanggal 25 Maret 2006, bertempat
di RSU RA Kartini Jepara. Sebuah rumah sakit milik
pemerintah kabupaten Jepara dengan status pelayanan tipe B
non
Pendidikan
berdasarkan
SK
MENKES
nomor
499/MENKES/SK/III/2000.
Dengan sendirinya penelitian ini bukan tanpa faktor
hambatan yang menjadi kelemahan penelitian meskipun
memiliki faktor pendukung yang juga merupakan kekuatan
penelitian.
1. Kelemahan Penelitian
Kelemahan penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Penelitian dilakukan melalui metode belah lintang, yang
hanya dilakukan selama satu bulan karena berkaitan
dengan waktu.
b. Jumlah sampel sedikit (sejumlah 30 orang dokter umum
dan dokter spesialis).
c. Sampel resep diteliti hanya 4 resep / dokter umum dan
spesialis.
2. Kekuatan Penelitian
Disamping faktor kelemahan, penelitian ini memiliki faktor
kekuatan / pendukung. Adapun faktor kekuatan / pendukung
yang dirasakan yaitu :
a. Sudah dilakukan uji validitas dan reliabilitas kuesioner.
b. Pengumpulan data hanya sekali (Cross Sectional)
c. Responden memberikan respon positif.
B. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji Validitas dan Reliabilitas dilakukan pada dokter umum
dan dokter spesialis yang menuliskan resep di RSU Tugurejo
Semarang sejumlah 30 orang, pada tanggal 27 Pebruari 2006
sampai dengan 11 Maret 2006. Kuesioner yang dilakukan
ujicoba adalah kuesioner tentang variabel pengetahuan dokter,
sikap dokter, keyakinan dokter dan ketersediaan obat.
Adapun hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner adalah
sebagai berikut :
1. Hasil Uji Validitas Kuesioner
Uji validitas dalampenelitian ini menggunakan analisis
butir (item) yaitu dengan mengkorelasikan skor item dengan
skor total per konstruk (contruct) dan total skor seluruh item.
Butir – butir pertanyaan pada kuesioner dinyatakan valid
apabila pada bagian nilai p-value masing – masing indikator
mempunyai koefisien korelasi di atas 0,41.
a. Uji Validitas Variabel Pengetahuan Responden.
Kuesioner untuk mengukur pengetahuan responden yang
terdiri dari 11 item pertanyaan. Adapun hasil uji validitas
kuesioner pada variable pengetahuan responden adalah
sebagai berikut :
Tabel 4.1. Nilai p-value Butir Pertanyaan Pada Variabel
Pengetahuan dokter
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Butir Pertanyaan
Pengetahuan 1
Pengetahuan 2
Pengetahuan 3
Pengetahuan 4
Pengetahuan 5
Pengetahuan 6
Pengetahuan 7
Pengetahuan 8
Pengetahuan 9
Pengetahuan 10
Pengetahuan 11
Nilai p
0,036
0,004
0,036
0,000
0,000
0,016
0,000
0,036
0,000
0,793
0,016
Keterangan
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Tidak valid
Valid
Berdasarkan table 4.1. tersebut terdapat 1(satu) butir
pertanyaan yang tidak valid yaitu pernyataan pengetahuan 10
tentang ketidakpatuhan penulisan resep dokter sesuai dengan
formularium, pengetahuan yang diterima semakin banyak
karena nilai p kurang dari 0,05, untuk selanjutnya tidak
digunakan untuk penelitian.
b. Uji Validitas Variabel Sikap Responden.
Kuesioner untuk mengukur sikap responden yang terdiri
dari 11 item pertanyaan. Adapun hasil uji validitas kuesioner
pada variabel sikap responden adalah sebagai berikut :
Tabel 4.2. Nilai p-value Butir Pertanyaan Pada Variabel
Sikap Responden.
N
o
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1
0
1
1
Butir
Pertanyaan
Sikap 1
Sikap 2
Sikap 3
Sikap 4
Sikap 5
Sikap 6
Sikap 7
Sikap 8
Sikap 9
Sikap 10
Sikap 11
Nilai p
Keterangan
0,000
0,000
0,000
0,003
0,000
0,000
0,003
0,000
0,000
0,003
0,000
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Berdasarkan table 4.2. tersebut diatas didapatkan bahwa
semua item butir pertanyaan sikap dalam kuesioner adalah
valid karena p > 0,05.
c. UjiValiditas Variabel Keyakinan dokter
Kuesioner untuk mengukur keyakinan dokter yang terdiri
dari 3 item pertanyaan. Adapun hasil uji validitas kuesioner
adalah sebagai berikut :
Tabel 4.3. Nilai p-value Butir Pertanyaan Pada Variabel
Keyakinan dokter.
No
1
2
3
Butir Pertanyaan
Keyakinan 1
Keyakinan 2
Keyakinan 3
Nilai pvalue
0,000
0,000
0,000
Keterangan
Valid
Valid
Valid
Berdasarkan table 4.3 tersebut di atas didapatkan bahwa
semua item butir pertanyaan keyakinan dokter dalam
kuesioner adalah valid karena p > 0,05.
d. Uji Validitas Variabel Ketersediaan Obat
Kuesioner untuk mengukur ketersediaan obat yang terdiri
dari 4 item butir pertanyaan. Adapun hasil uji validitas
kuesioner pada variabel ketersediaan obat adalah sebagai
berikut :
Tabel 4.4. Nilai p-value Butir Pertanyaan Pada Variabel
Ketersediaan obat.
No
1
2
3
4
Butir Pertanyaan
Ketersediaan 1
Ketersediaan 2
Ketersediaan 3
Ketersediaan 4
Nilai pvalue
0,000
0,000
0,000
0,000
Keterangan
Valid
Valid
Valid
Valid
Berdasarkan table 4.4. tersebut diatas didapatkan bahwa
semua item butir pertanyaan ketersediaan obat dalam
kuesioner adalah valid karena p > 0,05.
2. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner
Uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan metode
internal consistency, yaitu metode untuk melihat sejauh
mana konsistensi tanggapan responden terhadap item –
item
pertanyaan.
Dalam
penelitian
ini
pengukuran
konsistensi tanggapan responden menggunakan koefisien
alfa cronbach.
Secara umum reliabilitas dari variable sebuah kuesioner
dikatakan cukup baik apabila memiliki koefisien alpha lebih
dari 0,6. Memberikan hasil sesuai dengan tabel 4.5. berikut
ini.
Tabel 4.5. Data Koefisien Reliabilitas Kuesioner Dengan
Menggunakan
Rumus (Alpha).
No
1
2
3
4
5
Variabel
Pengetahuan
Sikap
Keyakinan
Ketersediaan
Ketidakpatuhan
Cronbach
0,8534
0,8935
0,8935
0,8935
0,8935
Keterangan
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Dari tabel 4.5. tersebut dapat diketahui bahwa semua item
pertanyaan dalam kuesioner adalah reliabel karena α > 0,06
dan selanjutnya dapat dipergunakan sebagai penelitian.
3. Uji Normalitas Data Penelitian
Tabel 4.5. Hasil Uji Normalitas (Uji Kolmogorov
Smirnov)
No
1
2
3
4
Variabel
Pengetahuan
Sikap
Keyakinan
Ketersediaan
Obat
Statistic
p-value
Distributi Data
0,159
0,185
0,155
0.157
0,200
>0,05
0,200
>0,05
0,200
>0,05
0,200
>0,05
Normal
Normal
Normal
Normal
Dari tabel 4.6. diatas diketahui bahwa dengan Uji Normalitas
Kolmogorov Smirnov dapat disimpulkan bahwa masing –
masing variabel nilai p-value > 0,05, berarti distribusi data
penelitian tersebut normal.
C. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum RSUD RA Kartini Jepara.
RSUD RA. Kartini adalah unit organisasi pemerintah
Kabupaten
Jepara
yang
mempunyai
tugas
pokok
melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya dan
berhasil
guna
dengan
mengutamakan
upaya
penyembuhan, pemulihan yang dilaksanakan secara
serasi
terpadu
dengan
upaya
peningkatan
serta
penegakan diagnosa dan melaksanakan upaya rujukan
sesuai dengan visi rumah sakit “Terwujudnya Rumah
Sakit Yang Bersih Berwawasan Lingkungan Sebagai
Pusat Rujukan Dengan Memberikan Pelayanan Prima
Menuju Jepara Sehat 2010”.
RSUD RA. Kartini merupakan rumah sakit milik
Pemerintah Kabupaten Jepara no. 6
tahun 2000,
bertanggungjawab secara fungsional kepada Kepala
Dinas Kesehatan dan secara administratif kepada Bupati.
RSUD RA. Kartini merupakan unit swadana yaitu
rumah sakit yang diberi wawenang untuk menggunakan
penerimaan fungsionalnya secara langsung. Penetapan
unit swadana ini menurut Peraturan Pemerintah Daerah
Kabupaten Jepara no. 16 tahun 1999 adalah dalam
rangka peningkatan kelancaran pelaksanaan tugas dan
fungsi RSUD RA. Kartini, dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat dan satuan kerja daerah lainnya.
RSUD RA. Kartini Jepara merupakan rumah sakit
kelas B Non Pendidikan, memberikan 12 fasilitas
pelayanan medis spesialis meliputi : penyakit dalam,
pelayanan penyakit bedah, pelayanan penyakit anak,
pelayanan penyakit kandungan dan kebidanan, pelayanan
penyakit mata, pelayanan penyakit THT, pelayanan
penyakit saraf, pelayanan penyakit kulit dan kelamin,
pelayanan penyakit jiwa, pelayanan radiologi, pelayanan
patologi klinik, pelayanan anestesi.
2. Sumber Daya Manusia
Tabel 4.7. Jumlah tenaga di RSUD RA. Kartini Jepara
tahun 2005.
No
Jenis Tenaga
f
%
1
Dokter Spesialis
16
3,9
2
Doter PPDS I Bedah
8
2
3
Dokter PPDS I Kebidanan
7
1,7
4
Dokter Umum
16
3,9
5
Dokter Gigi
2
0,5
6
Paramedis perawatan
141
34,8
7
Bidan
14
3,5
8
Paramedis non perawatan
12
3
9
Non Medis
189
46,7
405
100
Total
Dari tabel 4.7. diatas dapat diketahui bahwa sebagai
dokter spesialis berjumlah 16 orang (3,9%), dokter umum
berjumlah 16 orang (3,9%) dan dokter gigi berjumlah 2
orang (0,5%).
3. Gambaran Khusus Responden.
1. Jenis Kelamin Responden
Tabel 4.8
Distribusi Frekuensi Responden Menurut
Jenis Kelamin.
No
Jenis Kelamin
f
%
1
Laki – laki
20
62,5
2
Perempuan
12
37,5
Jumlah
32
100
Berdasarkan tabel 4.8. diatas dapat diketahui bahwa
dari 32 responden sebagian besar adalah laki – laki
yaitu 20 orang (62,5%) sedangkan sisanya responden
perempuan berjumlah 12 orang (37,5%).
2. Umur Responden
Tabel
4.9
Distribusi Frekuensi Responden
Menurut Kelompok Umur.
No
Kelompok Umur
f
%
1
25 – 40 tahun
5
15,6
2
41 – 55 tahun
22
68,8
> 56 tahun
5
15,6
32
100
Jumlah
Dari tabel 4.9. diatas diketahui bahwa sebagian besar
responden berumur diantara 41 – 55 tahun yaitu 22
orang (68,8%) sedangkan sisanya berumur diantara 25
– 40 tahun sebanyak 5 orang (15,6%) dan berumur >
56 tahun sebanyak 5 orang (15,6%). Responden
termuda berusia 25 tahun dan responden tertua berusia
60 tahun.
3. Masa Kerja Responden.
Tabel 4.10. Disribusi Frekuensi Responden Menurut
Kelompok Masa Kerja.
No
Kelompok Masa Kerja
f
%
1
0 – 10 tahun
6
18,8
2
11 – 20 tahun
17
53,1
9
28,1
32
100
3
> 21 tahun
Jumlah
Dari tabel 4.10 diatas diketahui bahwa sebagian besar
responden dengan masa kerja diantara 11 – 20 tahun
yaitu 17 orang (53,1%) sedangkan sisanya dengan
masa kerja diantara 0 – 10 tahun sebanyak 6 orang
(18,8%) dan masa kerja > 21 tahun sebanyak 9 orang
(28,1%). Masa Kerja termuda responden 3 tahun, dan
masa kerja terlama 30 tahun.
4. Pendidikan Responden
Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Menurut Pendidikan
Responden
No
Pendidikan
F
%
1
Dokter Spesialis
16
50
2
Dokter Umum
16
50
Jumlah
32
100
Dari tabel 4.11 diatas diketahui responden dengan
pendidikan dokter spesialis berjumlah 16 orang (50 %)
dan pendidikan dokter umum sejumlah 16 orang (50
%).
D. Univariat
1. Pengetahuan Responden Terhadap Formularium
Rumah Sakit Umum RA. Kartini Jepara.
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih terinci dari hasil
penelitian
tentang
variabel
pengetahuan
responden
terhadap formularium rumah sakit maka berikut ini akan
disajikan tabel rekapitulasi jawaban responden terhadap
item – item pertanyaan variabel pengetahuan terhadap
Formularium RSU RA. Kartini Jepara.
Tabel 4.12 Rekapitulasi Distribusi Jawaban
Pengetahuan Responden Terhadap
Formularium RSU RA. Kartini JeparaTahun
2006
No
1
2
3
4
5
Jawaban (Jumlah dan %)
Pertanyaan
Apakah
saudara
mengetahui
bahwa resep sesuai Formularium
sangat membantu bagi pasien
berpenghasilan rendah ?
Resep berdasarkan Formularium
tidak dapat meringankan biaya
pengobatan ?
Apakah
saudara
mengetahui
bahwa Formularium disahkan untuk
membantu pengobatan secara
rasional ?
Apakah
saudara
memperoleh
bahwa
penulisan
berdasarkan
Formularium
sama
dengan
membatasi kebebasan klinik ?
Apakah
saudara
mengetahui
bahwa penulisan resep sesuai
dengan
patokan
berdasarkan
Jumlah
Ya
Tidak
28
(87,5 )
4
(12,5 )
32
(100 )
26
(81,3 )
6
(18,7 )
32
(100 )
27
(84,4 )
5
(15,6 )
32
(100 )
27
(84,4 )
5
(15,6 )
32
(100 )
25
(78,1 )
7
(21,7 )
32
(100 )
6
7
8
9
10
11
formularium ?
Jika
saudara
menuli
resep
berdasarkan Formularium. Apakah
saudara tahu bahwa kebebasan
profese dibatasi ?
Jika saudara menulis resep di luar
Formularium. Apakah saudara tahu
bahwa itu tidak perlu persetujuan
Komite Medik ?
Jika saudara diminta pasien untuk
menuliskan
obat
di
luar
Formularium. Apakah saudara
mengetahui
bahwa
itu
tidak
melanggar Komite Medik ?
Jika Apotik memberikan obat
generic pada resep saudara.
Apakah saudara tahu hal ini adalah
melanggar ketentuan
Komite
Medik ?
Apakah saudara tahu bahwa jika
menuliskan resep obat di luar
Formularium akan diberi sangsi ?
Formularium sangat membantu
saudara untuk menulis resep obat.
24
(75 )
8
(25 )
32
(100 )
25
(76,1 )
7
(21,9 )
32
(100 )
22
(68,8 )
10
(31,2 )
32
(100 )
23
(71, 9 )
9
(28,1 )
32
(100 )
30
(93,8 )
2
(6,2 )
32
(100 )
29
(90,6 )
3
(9,4 )
32
(100 )
Dari tabel 4.12. dapat dilihat bahwa distribusi jawaban
pengetahuan
responden.
Sebagian besar memberikan
penilaian pengetahuan responden terhadap jawaban 1 (ya)
yaitu sebanyak 28 orang (87,5%) dan 4 orang (12,5%)
jawaban (tidak), jawaban 2 (ya) yaitu sebanyak 26 orang
(81,3%) dan 6 orang (18,7%)
jawaban (tidak), jawaban 3
dan 4 (ya) yaitu sebanyak 27 orang (84,4%) dan 5 oang
(15,6%) jawaban (tidak), jawaban 5 dan 7 (ya) yaitu
sebanyak 25 orang (78,1%) dan 7 orang (21,9%) jawaban
(tidak), Jawaban 6 (ya) yaitu sebanyak 24 orang (75%) dan 8
orang (25%) jawaban (tidak), jawaban 8 (ya) yaitu sebanyak
22 orang (68,8%) dan 10 orang (31,2%) jawaban (tidak),
jawaban 9 (ya) yaitu sebanyak 23 orang (71,9%) dan 9
orang (28,1%) jawaban ( tidak), jawaban 10 (ya) yaitu
sebanyak 30 orang (93,8%), dan 2 orang (6,2%) jawaban
(tidak), jawaban 11 (ya) yaitu sebesar 29 orang (90,6) dan 3
orang (9,4%) jawaban (tidak).
Tabel 4.13 Distribusi Frekuensi Menurut
Pengetahuan Responden Terhadap
Formularium RSU RA. Kartini Jepara.
No
Pengetahuan
f
%
1
Tidak baik
7
21,9
2
Baik
25
78,1
Jumlah
32
100
Dari tabel 4.13. diatas diketahui bahwa sebagian besar
memberikan penilaian pengetahuan baik terhadap
formularium RSU RA. Kartini yaitu sebanyak 25 orang
(78,1%) dan 7 orang (21,9%) yang berpengetahuan
tidak baik.
2.
Sikap Responden
Terhadap Formularium RSU RA.
Kartini.
Untuk mendapat gambaran yang lebih terinci dari
hasil penelitian tentang variabel Sikap responden, maka
berikut ini akan disajikan tabel rekapitulasi jawaban
responden terhadap item – item pertanyaan dari variabel
sikap.
Tabel 4.14 Rekapitulasi Distribusi Jawaban Sikap
Responden Terhadap Formularium RSU RA.
Kartini Jepara Tahun 2006
No.
Pertanyaan
1
Penulisan resep dokter sesuai
Formularium rumah sakit sangat
membantu pasien terutama golongan
menengah ke bawah.
Penulisan
resep
berdasarkan
Formularium RSU RA. Kartini Jepara
dapat membantu pasien untuk
meringankan biaya pengobatan.
Formularium RSU RA. Kartini Jepara
dapat disusun untuk membantu
pengobatan secara rasional.
Penulisan
resep
berdasarkan
Formularium RSU RA. Kartini Jepara
tidak sama dengan membatasi
kebebasan klinik
atau otonomi
profesi dari dokter.
Sesuai dengan peraturan penulisan
resep dokter oleh dokter harus
berpedoman kepada Formularium
RSU RA. Kartini Jepara.
Saya akan tetap menuliskan resep
dokter sesuai dengan Formularium
rumah sakit. Walaupun kebebasan
professional saya menjadi terbatas
karena adanya komitmen Direktur
Rumah Sakit.
Bila dibutuhkan obat di luar
Formularium RSU RA. Kartini Jepara,
penulisan resep harus dengan
persetujuan Ketua Komite Medik.
2
3
4
5
6
7
Jawaban (Jumlah dan %)
Jumlah
STS
TS
KS
S
2
(6,2 )
11
(34,4 )
11
(34,4 )
8
(25 )
32
(100 )
5
(15,6 )
12
(37,5 )
15
(46,9 )
0
32
(100 )
2
(6,2 )
14
(43,8 )
11
(34,4 )
5
(15,6 )
0
20
(62,5 )
10
(31, 3 )
2
(6, 2 )
32
(100 )
9
(28,1)
4
(12,5)
32
(100 )
5
(15,6 )
14
(43,8 )
32
(100 )
2
(6,2 )
14
(43,8 )
13
(40,6 )
3
(9,4 )
32
(100 )
0
16
(50 )
14
(43,8 )
2
(6,2 )
32
(100 )
8
9
10
11
Apabila pasien meminta saya untuk
menuliskan resep dengan nama obat
yang sesuai dengan Formularium
Rumah Sakit, maka saya :
Saya akan mengizinkan apabila
Apotik memberikan obat generic
pada resep yang saya tuliskan
dengan nama dagang yang sesuai
dengan mutu obat Formularium
Rumah Sakit.
Perlu diberi sangsi bagi dokter yang
menulis obat diluar formularium
rumah sakit.
Formularium RSU RA. Kartini Jepara
dapat membantu doter dalam memilih
obat untuk menulis resep.
6
(18,7)
12
(37,5)
11
(34,4)
3
(9,4)
32
(100)
2
(6,2)
14
(34,4)
14
(34,4)
2
(6,2)
32
(100)
0
15
(46,9)
15
(46,9)
2
(6,2)
6
(18,7)
10
(31,3)
13
(40,6)
3
(9,4)
32
(100)
32
(100)
Dari tabel 4.14. dapat dilihat bahwa distibusi jawaban
sikap responden. Sebagian besar memberikan penilaian
sikap responden terhadap jawaban 1 sangat tidak setuju
yaitu sebesar 2 orang (6,2%), tidak setuju sejumlah 11
orang (34,4%), kurang setuju sejumlah 11 orang (34,4%),
dan setuju sejumlah 8 orang (25%), jawaban 2 sangat
tidak setuju yaitu sebesar 5 orang (15,6%), tidak setuju
sejumlah 12 orang (37,5%), kurang setuju sejumlah 15
orang (46,9%), setuju (0 %). Jawaban 3 sangat tidak
setuju sejumlah 2 orang (6,2%), tidak setuju sejumlah 14
orang (43,8%), kurang setuju sejumlah 11 orang (34,4%),
setuju sejumlah 5 orang (15,6%). Jawaban 4 sangat tidak
setuju sejumlah 0 %, tidak setuju sejumlah 20 orang
(62,5%), kurang setuju sejumlah 10 orang (31,3%), setuju
sejumlah 2 orang (6,2%), jawaban 5 sangat tidak setuju
sejumlah 5 orang (15,6%), tidak setuju sejumlah 14 orang
(43,8%), kurang setuju sejumlah 9 orang (28,1%), setuju
sejumlah 4 orang (12,5%), jawaban 6 sangat tidak setuju
sejumla 2 orang (6,2%), tidak setuju sejumlah 14 orang
(43,8%), kurang setuju sejumlah 13 orang (40,6%), setuju
sejumlah 3 orang (9,4%), jawaban 7 sangat tidak setuju
sejumlah 0%, tidak setuju sejumlah 16 orang (50%),
kurang setuju sejumlah 14 orang (43,8%), setuju sejumlah
2 orang (6,2%), jawaban 8 sangat tidak setuju sejumlah 6
orang (18,7%), tidak setuju sejumlah 12 orang (37,5%),
kurang setuju sejumlah 11 orang (34,4%), setuju sejumlah
3 orang (9,4%), jawaban 9 sangat tidak setuju sejumlah 2
orang (6,2%), tidak setuju sejumlah 14 orang (43,8%),
kurang setuju sejumlah 14 orang (43,8%), setuju sejumlah
2 orang (6,2%), jawaban 10 sangat tidak setuju sejumlah
0 %, tidak setuju sejumlah 15 orang (46,9%), kurang
setuju sejumlah 15 orang (46,9%), setuju sejumlah 2
orang (6,2%), jawaban 11 sangat tidak setuju sejumlah 6
orang (16,7%), tidak setuju sejumlah 10 orang (31,3%),
kurang setuju sejumlah 13 orang (40,6%), setuju sejumlah
3 orang (9,4%).
Tabel 4.15
Distribusi Frekuensi Menurut Sikap
Responden Terhadap
Formularium RSU RA. Kartini Jepara.
No
Sikap
f
%
1
Tidak Baik
10
31,3
2
Baik
22
68,7
Jumlah
32
100
Dari tabel 4.15
diatas diketahui bahwa sebagian
memberikan penilaian sikap responden baik terhadap
Formularium RSU RA. Kartini yaitu sebanyak 22 orang
(68,7%) dan penilaian sikap responden yang tidak
baik sejumlah 10 orang (31,3%).
3. Keyakinan Responden Terhadap Formularium RSU RA.
Kartini Jepara.
Untuk mendapat gambaran yang lebih terinci dari
hasil penelitian tentang variabel keyakinan, maka berikut
ini akan disajikan tabel rekapitulasi jawaban responden
terhadap item – item pertanyaan dari variabel keyakinan.
Tabel 4.16 Rekapitulasi Distribusi Jawaban Keyakinan
RespondenTerhadap
Formularium RSU RA. Kartini Jepara Tahun
2006.
No.
Pernyataan
1
Bagaimana tingkat keyakinan
dokter terhadap mutu obat
formularium rumah sakit ?
Semua pabrik obat diwajibkan
sudah mengikuti pedoman
Cara Pembuatan Obat yang
Baik
(CPOB),
apakah
pedoman tersebut menjamin
mutu obat formularium rumah
sakit ?
Mutu obat formularium rumah
sakit mutunya baik berarti
memberikan efek terapi yang
baik.
2
3
Jawaban (Jumlah dan %)
Jumlah
STY
TY
KY
Y
6
(18,7)
11
(34,4)
11
(34,4)
4
(12,5)
32
(100)
7
(21,8)
14
(43,8)
11
(34,4)
0
32
(100 )
2
(6,2)
18
(56,3)
8
(25)
4
(12,5)
32
(100)
Dari tabel 4.16. dapat dilihat bahwa distibusi jawaban
keyakinan responden.
Sebagian besar memberikan
penilaian keyakinan responden terhadap jawaban 1
sangat tidak yakin sejumlah 6 orang (18,7%), tidak setuju
sejumlah 11 orang (34,4%), kurang yakin sejumlah 11
orang (34,4%), yakin sejumlah 4 orang (12,5%), jawaban
2 sangat tidak yakin sejumlah 7 orang (21,8%), tidak yakin
sejumlah 14 orang (43,8%), kurang yakin sejumlah 11
orang (34,4%), yakin sejumlah 0 %, jawaban 3 sangat
tidak yakin sejumlah 2 orang (6,2%), tidak yakin sejumlah
18 orang (56,3%), kurang yakin sejumlah 8 orang (25%),
yakin sejumlah 4 orang (12,5%).
Tabel 4.17 Distribusi Frekuensi Keyakinan
Responden Terhadap Formularium RSU RA.
Kartini Jepara
No
Keyakinan
f
%
1
Tidak Yakin
11
34,4
2
Yakin
21
65,6
Jumlah
32
100
Dari tabel 4.17
diatas diketahui bahwa sebagian besar
keyakinan responden yang yakin yaitu 21 orang (65,6%)
dan keyakinan responden yang tidak yakin sejumlah 11
orang (34,4%).
4.
Ketersediaan Obat Terhadap Formularium RSU RA.
Kartini Jepara.
Untuk mendapat gambaran yang lebih terinci dari
hasil penelitian tentang variabel Ketersediaan obat, maka
berikut ini akan disajikan tabel rekapitulasi jawaban
responden terhadap item – item pertanyaan dari variabel
ketersediaan obat.
Tabel 4.18 Rekapitulasi Distribusi Jawaban
Ketersediaan Obat Terhadap
FormulariumRSU RA. Kartini Jepara Tahun
2006.
Jawaban (Jumlah dan %)
No.
Pernyataan
1
Menurut
dokter,
tingkat
persediaan obat menurut jenis
tercantum dalam formularium
rumah sakit ini.
Apabila
dengan
adanya
formularium
rumah
sakit,
pasien
lebih
mudah
mendapatkan obat dirumah
sakit ini.
Menurut doter ketersediaan
obat
melalui
Formularium
harus
cukup
dalam
kelengkapannya
dan
jumlahnya.
Menurut
saudara,
dalam
kurung waktu 3 bulan terakhir
ini, apakah resep yang saudara
tulis terpenuhi dari jumlah.
2
3
4
Jumlah
STS
TS
KS
S
6
(18,8)
13
(40,6)
12
(37,5)
1
(3,1)
32
(100)
10
(31,3)
16
(50)
6
(18,7)
0
32
(100)
8
(25)
23
(71,9)
1
(3,1)
0
32
( 100)
6
(18,8)
19
(59,3)
6
(18,8)
1
(3,1)
32
(100)
Dari tabel 4.18. dapat dilihat bahwa distribusi jawaban
responden
memberikan
ketersediaan
penilaian
obat.
ketersediaan
Sebagian
obat
besar
terhadap
responden jawaban 1 sangat tidak sedia sejumlah 6 orang
(18,8%), tidak sedia sejumlah 13 orang (40,6%), kurang
sedia sejumlah 12 orang (37,5%), sedia sejumlah 1 orang
(3,1%).
Tabel 4.19 Distribusi Frekuensi Ketersediaan Obat
Responden Terhadap
Formularium RSU RA.
Kartini Jepara.
No
Ketersediaan Obat
f
%
1
Tidak Lengkap
10
31,3
2
Lengkap
22
68,7
Jumlah
32
100
Dari tabel 4.19 diatas diketahui bahwa ketersediaan obat
oleh dokter sejumlah 10 orang (31,3 %) dan ketersediaan
obat oleh responden sejumlah 22 orang ( 68,7 %).
5. Ketidakpatuhan Responden Dalam Penulisan Resep
Sesuai Dengan Formularium RSU RA. Kartini Jepara.
Distribusi Data Responden Menurut Peresepan
Bulan Pebruari – April2004 Adalah sebagai berikut :
Tabel 4.20 Distribusi Data Responden Menurut
Peresepan Bulan Pebruari – April 2004.
No Jumlah Jumlah Item R/
Item R/ Non
%
Seharusny
Resp
R/
Item R/ Formularium Formularium Kepatuhan
1
6
100
310
257
19
2
6
74
296
≥ 10 %
230
18
20
3
8
80
240
dianggap
210
29
4
tidak patuh
6
100
320
301
12
5
4
100
300
275
10
6
5
50
200
184
9
7
3
82
246
224
16
8
7
75
225
205
22
9
8
90
270
223
8
10
3
78
234
210
37
11
11
100
350
298
23
12
7
96
308
241
21
13
6
87
326
256
23
14
7
98
294
259
55
15
14
100
393
343
21
16
6
77
311
268
23
17
7
93
305
265
7
18
3
67
201
174
9
19
3
86
258
224
11
20
4
100
245
215
11
21
5
98
206
171
16
22
8
77
197
164
47
23
13
100
352
307
11
24
4
89
267
232
24
25
7
100
372
332
21
26
8
88
264
236
9
27
4
75
192
164
11
28
4
85
260
230
17
29
5
100
315
280
9
30
3
96
289
257
45
31
15
99
297
267
9
32
3
86
263
235
Sumber : Instalasi Farmasi RSU RA. Kartini.
Dari tabel 4.20 diatas dilihat bahwa penulisan resep obat
yang tidak sesuai dengan formularium yaitu 4 responden (
11%, 14%, 13%, 15%).
Tabel
No
4.21 Distribusi Frekuensi Responden Menurut
Ketidakpatuhan Dokter DalamPenulisan Resep
Sesuai Dengan Formularium RSU RA. Kartini
Jepara.
Ketidakpatuhan Dokter
f
%
1
Tidak patuh
4
12,5
2
Patuh
28
87,5
Jumlah
32
100
Dari tabel 4.21
diatas diketahui responden yang
dalam penulisan resep sesuai
patuh
formularium sejumlah 28
orang (87,5%) dan yang tidak patuh sejumlah 4 orang
(12,5%)
E. Bivariat.
Untuk mengetahui hubungan variabel bebas yang terdiri
dari pengetahuan, sikap, keyakinan, ketersediaan obat
dengan ketidakpatuhan dokter
dalam penulisan resep
sesuai
dengan
formularium,
dilakukan
uji
statistic
menggunakan Analisis Bivariat. Analisis Bivariat meliputi
analisis hubungan antara pengetahuan, sikap, keyakinan,
ketersediaan obat.
1. Hubungan
Dalam
Pengetahuan
Penulisan
Dengan
Resep
Tidak
Kepatuhan
Dokter
Sesuai
Dengan
Formularium RSU RA. Kartini Jepara.
Pada kelompok responden yang memutuskan untuk
tidak patuh terhadap Formularium RSU RA. Kartini
Jepara, proporsi responden yang menilai tidak baik
dengan
pengetahuan terhadap Formularium RSU RA.
Kartini 4 orang (12,5%) lebih besar dibandingkan yang
menilai baik 0 orang (0%)
Tabel 4.22 Tabel Silang Antara Pengetahuan Dengan
Kepatuhan Dokter Dalam Penulisan Resep
Tidak Sesuai Dengan Formularium di RSU RA.
Kartini Jepara.
Kepatuhan Dokter
Pengetahuan
Tidak
Patuh
Total
Patuh
Tidak Baik
4
(100%)
3
(10,7%)
7
(21,9%)
Baik
0
(0,0%)
4
(100%)
25
(89,3%)
28
(100%)
25
(78,1%)
32
(100%)
Total
χ2 = 16,327
df = 1
p value = 0,001
C = 0,581
Dari tabel 4.22. dapat dinarasikan sebagai berikut :
a. Deskripsi kelompok responden tidak patuh terhadap
formularium :
-
100 % responden berpengetahuan tidak baik
terhadap formularium.
- 0 % responden berpengetahuan baik terhadap
formularium.
b. Analisis hubungan kepatuhan dengan pengetahuan
responden.
- 100
%
responden
merupakan
formularium.
berpengetahuan
responden
tidak
patuh
tidak
baik
terhadap
- 89,3 % responden berpengetahuan baik merupakan
responden patuh terhadap formularium.
Hipotesis
pertama
yang
diajukan
dalam
penelitian ini menyatakan dugaan bahwa adanya
hubungan antara pengetahuan responden dengan
kepatuhan dokter dalam penulisan resep tidak sesuai
dengan formularium rumah sakit.
Pengujian
hipotesis
ini
dilakukan
dengan
menggunakan Fisher’s Exact test, dimana p-value =
0,001. p-value = 0,001 (p < 0,05) berarti Ho ditolak
yang artinya ada hubungan yang bermakna antara
pengetahuan responden dengan kepatuhan dokter
dalam
penulisan
resep
tidak
sesuai
dengan
formularium.
2. Hubungan Sikap Dengan Kepatuhan Dokter Dalam
Penulisan Resep Tidak
Sesuai Dengan
Formularium
RSU RA. Kartini Jepara.
Pada kelompok responden yang memutuskan untuk
tidak patuh terhadap Formularium RSU RA. Kartini
Jepara, proporsi responden yang menilai tidak baik
dengan sikap terhadap Formularium RSU RA. Kartini 4
orang (12,5%) lebih besar dibandingkan yang menilai baik
0 orang (0%).
Tabel 4.23 Tabel Silang Antara Sikap Dengan
Kepatuhan Dokter Dalam Penulisan Resep
Tidak Sasuai Dengan Formularium RSU RA.
Kartini Jepara.
Kepatuhan Dokter
Sikap
Tidak
Patuh
Total
Patuh
Tidak Baik
4
(100%)
6
(21,4%)
10
(31,2%)
Baik
0
(0,0%)
4
(100%)
22
(78,6%)
28
(100%)
22
(68,8%)
32
(100%)
Total
χ2 = 10,057
df = 1
p value = 0,006
C
= 0,489
Dari tabel 4.23. dapat dinarasikan sebagai berikut :
a. Deskripsi kelompok responden tidak patuh terhadap
formularium :
- 100 % responden berpengetahuan tidak baik
terhadap formularium.
- 0 % responden berpengetahuan baik terhadap
formularium.
b.
Analisis
hubungan
kepatuhan
dengan
sikap
responden.
- 100 % responden bersikap tidak baik merupakan
responden tidak patuh terhadap formularium.
- 78,6 % responden bersikap baik merupakan patuh
terhadap formularium.
Hipotesis kedua yang diajukan dalam penelitian
ini menyatakan dugaan bahwa adanya hubungan
antara sikap responden dengan kepatuhan dokter
dalam penulisan resep tidak sesuai dengan formularium
rumah sakit.
Pengujian
hipotesis
ini
dilakukan
dengan
menggunakan Fisher’s Exact test, dimana p-value =
0,006. p-value = 0,006 (p < 0,05) berarti Ho ditolak
yang artinya ada hubungan yang bermakna antara
sikap responden dengan kepatuhan dokter dalam
penulisan resep tidak sesuai dengan Formularium
Rumah Sakit.
3. Hubungan Keyakinan Dengan Ketidakpatuhan Dokter
Dalam Penulisan Resep Sesuai Dengan Formularium di
RSU RA. Kartini Jepara.
Pada kelompok responden yang memutuskan untuk
tidak patuh terhadap Formularium RSU RA. Kartini
Jepara, proporsi responden yang menilai tidak yakin
dengan keyakinan terhadap Formularium RSU RA. Kartini
4 orang (12,5%) lebih besar dibandingkan yang menilai
yakin 0 orang (0%).
Tabel 4.24 Tabel Silang Antara Keyakinan Dengan
Kepatuhan Dokter Dalam Penulisan Resep
Tidak Sesuai Dengan Formularium RSU
RA. Karetini Jepara.
Kepatuhan Dokter
Keyakinan
Tidak
Patuh
Total
Patuh
Tidak Yakin
4
(100%)
7
(25%)
11
(34,4%)
Yakin
0
(0,0%)
4
(100%)
21
(75%)
28
(100%)
21
(65,6%)
32
(100%)
Total
Χ2 = 8,727
df = 1
p value = 0,009
C
= 0,463
Dari tabel 4.24. dapat dinarasikan sebagai berikut :
a. Deskripsi kelompok responden tidak patuh terhadap
formularium :
- 100 % responden berkeyakinan tidak yakin terhadap
formularium.
- 0 % responden berkeyakinan yakin terhadap
formularium.
b.
Analisis hubungan kepatuhan dengan keyakinan
responden.
-
100
%
responden
merupakan
responden
berkeyakinan
tidak
patuh
tidak
baik
terhadap
formularium.
- 75 % responden berkeyakinan yakin merupakan
responden patuh terhadap formularium.
Hipotesis ketiga yang diajukan dalam penelitian
ini menyatakan dugaan bahwa adanya hubungan
antara keyakinan responden dengan kepatuhan dokter
dalam
penulisan
resep
tidak
sesuai
dengan
dilakukan
dengan
Formularium Rumah Sakit.
Pengujian
hipotesis
ini
menggunakan Fisher’s Exact test, dimana p-value =
0,009. p-value = 0,009 (p <0,05) berarti Ho ditolak yang
artinya ada hubungan yang bermakna antara keyakinan
responden dengan kepatuhan dokter dalam penulisan
resep tidak sesuai Formularium Rumah Sakit.
4. Hubungan Ketersediaan Obat Dengan Kepatuhan
Dokter Dalam Penulisan Resep Tidak Sesuai Dengan
Formularium di RSU RA. Kartini Jepara.
Pada kelompok responden yang memutuskan untuk
tidak patuh terhadap Formularium RSU RA. Kartini
Jepara, proporsi responden yang menilai tidak lengkap
dengan ketersediaan obat terhadap Formularium RSU
RA. Kartini 4 orang (12,5%) lebih besar dibandingkan
yang menilai lengkap 0 orang (0%).
Tabel 4.25 Tabel Silang Antara Ketersediaan obat
Dengan Kepatuhan Dokter Dalam Penulisan
Resep Sesuai Dengan Formularium RSU RA.
Karetini Jepara.
Kepatuhan Dokter
Ketersediaan
Tidak
Obat
Patuh
Tidak Lengkap
Lengkap
Total
Patuh
Total
4
(100%)
6
(21,4%)
10
(31,2%)
0
(0,0%)
4
(100%)
22
(78,6%)
28
(100%)
22
(68,8%)
32
(100%)
χ2 = 10,057
df = 1
p value = 0,006
C
= 0,489
Dari tabel 4.25. dapat dinarasikan sebagai berikut :
a. Deskripsi kelompok responden tidak patuh terhadap
formularium :
- 100
%
responden
tidak
lengkap
terhadap
ketersediaan obat di formularium.
- 0 % responden lengkap terhadap ketersediaan obat
di formularium.
b.
Analisis hubungan kepatuhan dengan ketersediaan
obat di formularium.
- 100 % responden menulis resep tidak sesuai dengan
ketersediaan obat di formularium.
- 78,6 % responden menulis resep sesuai dengan
ketersediaan obat di formularium.
Hipotesis
keempat
yang
diajukan
dalam
penelitian ini menyatakan dugaan bahwa adanya
hubungan antara ketersediaan obat dengan kepatuhan
dokter dalam penulisan resep tidak sesuai dengan
Formularium Rumah Sakit.
Pengujian
hipotesis
ini
dilakukan
dengan
menggunakan Fisher’s Exat test, dimana p-value =
0,006. p-value = 0,06 (p < 0,05) berarti Ho ditolak yang
artinya
ada
hubungan
yang
bermakna
antara
ketersediaan obat dengan kepatuhan dokter dalam
panulisan resep tidak sesuai dengan Formularium
Rumah Sakit.
Berdasarkan hasil analisis bivariat tersebut diatas
disimpulkan sebagai berikut :
Tabel 4.26
Hubungan variabel
bebas dengan variabel
No
Hipotesis
Keterangan
1
Ada
hubungan
antara
pengetahuan
dengan
kepatuhan dokter dalam
penulisan resep tidak sesuai
dengan formularium.
Ada hubungan antara sikap
dengan kepatuhan dokter
dalam penulisan resep tidak
sesuai dengan formularium.
Ada
hubungan
antara
keyakinan
dengan
kepatuhan dokter dalam
penulisan
tidak
sesuai
dengan formularium.
Ada
hubungan
antara
ketersediaan obat dengan
kepatuhan dokter dalam
penulisan resep tidak sesuai
dengan formularium.
Nilai pvalue
0,001
0,006
Bermakna
0,009
Bermakna
0,006
Bermakna
terikat
2
3
4
Bermakna
Berdasarkan tabel 4.25 diatas menunjukkan bahwa
variabel pengetahuan, sikap, keyakinan, ketersediaan obat
berhubungan dengan kepatuhan dokter dalam penulisan
resep tidak sesuai dengan formularium, untuk selanjutnya
dilakukan analisis multivariat untuk mengetahui pengaruh
dan besarnya pengaruh variabel bebas tersebut secara
bersama
–
sama
terhadap
kepatuhan
dokter
dalam
penulisan resep tidak sesuai dengan formularium dengan
menggunakan uji analisis regresi logistik.
F. Multivariat
Uji
regresi
logistik
sederhana
dilakukan
untuk
mengetahui variabel bebas terhadap variabel terikat secara
sendiri – sendiri, dengan hasil sebagai berikut :
Tabel 4.27 Pengaruh antara variabel bebas dengan
variabel terikat menggunakan Uji Regresi
Logistik sederhana (Metode Enter)
No
1
2
3
4
5
Variabel
Pengetahuan
Sikap
Keyakinan
Ketersediaan Obat
Constanta
B
1,500
1,885
1,945
1,946
1,946
P - value
0,000
0,002
0,003
0,002
0,000
Exp (B)
16,327
10,057
8,727
10,057
21,654
Berdasarkan tabel 4.27 terlihat bahwa apabila
dilakukan uji dengan menggunakan uji regresi logistik
sederhana, ternyata variabel yang paling besar memprediksi
terjadinya kepatuhan dokter dalam penulisan resep
tidak
sesuai dengan formularium, yaitu :
a. Dokter yang tidak mempunyai pengetahuan diprediksi
16,327 kali besaran untuk terjadinya kepatuhan dokter
dalam penulisan resep sesuai dengan formularium
dibandingkan
dengan
dokter
yang
mempunyai
pengetahuan.
b. Dokter yang tidak mempunyai sikap diprediksi 10,057 kali
besaran
untuk
terjadinya
kepatuhan
dokter
dalam
penulisan resep sesuai dengan formularium dibandingkan
dengan dokter yang mempunyai sikap.
c. Dokter yang tidak mempunyai keyakinan diprediksi 8,727
kali besaran untuk terjadinya kepatuhan dokter dalam
penulisan resep sesuai dengan formularium dibandingkan
dengan dokter yang mempunyai keyakinan.
d. Dokter yang tidak mempunyai ketersediaan obat diprediksi
10,057 kali besaran untuk terjadinya kepatuhan dokter
dalam penuliskan resep sesuai dengan formularium
dibandingkan dengan dokter yang mempunyai persediaan
obat.
Sementara itu apabila diuji secara bersama – sama
dengan menggunakan uji regresi logistic binary dengan
menggunakan metode enter diperoleh hasil sebagai
berikut :
Tabel 4.28 Hubungan Antara Variabel Bebas Dengan
Variabel Terikat Menggunakan Uji Regresi
Logistic Binary
Variabel
B
S.E
Pengetahuan
Sikap
Keyakinan
Ketersediaan
Constant
37,748
2,840
34,465
0,784
18,999
10026,210
51740,974
52326,611
9448,037
6675,587
Wald df
0,000
0,000
0,000
0,000
0,000
1
1
1
1
1
p
Exp(B)
value
0,997 2,5E+16
1,000 17,117
0,999 9,3E+14
1,000 2,191
0,999 0,000
Berdasarkan tabel 4. 28 tersebut terlihat bahwa
apabila dilakukan uji secara bersama – sama , ternyata
menghasilkan Exp(B) >2, yang berarti tidak ada perbedaan
antara beberapa variabel bebas, meliputi pengetahuan,
sikap, keyakinan, ketersediaan obat.
G. Hasil Wawancara Mendalam
Wawancara
Mendalam
dilaksanakan
setelah
pengolahan data secara kuantitatif selesai. Wawancara
Mendalam dilakukan pada tanggal 3 dan 4 April 2006 di
RSU RA. Kartini Jepara, kepada Direktur RSU RA. Kartini,
Ketua Komite Medik, Ketua Panitia Farmasi dan Terapi
dan Kepala Instalasi Farmasi, dengan hasil sebagai
berikut :
1. Direktur RSUD RA. Kartini Jepara
a. Menurut Bapak Direktur, bagaimana pendapat bapak
tentang formularium
yang berlaku sekarang ini ?
Informan menyatakan bahwa adanya formularium
yang berlaku sekarang ini adalah sebagai pedoman
dalam perencanaan, persediaan obat di rumah sakit.
Sebagaimana diungkapkan informan 1 berikut ini.
Kotak 1.
...........”Sangat baik, bahwa dengan adanya manajemen obat sangat jelas yaitu
sebagai pedoman dalam perencanaan, persediaan obat di rumah sakit. Karena
dengan adanya formularium yang berlaku sekarang ini adalah formularium yang telah
ditetapkan suatu surat keputusan Direktur dimana penyusunan formularium
melibatkan dokter dirumah sakit sehingga dapat mengakomodasi semua obat yang
sesuai dengan kebutuhan rumah sakit ........”
Informan 1
b. Bagi Bapak, bagaimana manfaat formularium bagi
manajemen dan dokter ?
Informan menyatakan dengan adanya pedoman dalam
perencanaan, persediaan obat di RSU RA. Kartini,
manfaat formularium bagi manajemen dan dokter
sangat jelas, sebagaimana diungkapkan oleh informan
1 berikut ini.
Kotak 2.
...........”Manfaat formularium yaitu sebagai pedoman dalam perencanaan, persediaan
obat di RSU RA. Kartini, bila rumah sakit tidak mempunyai formularium maka akan
sulit bagi manajemen untuk merencanakan biaya kebutuhan obat – obatan yang
harus disediakan di RSU RA. Kartini Jepara. Sedangkan manfaat formularium bagi
dokter adalah sebagai pedoman petunjuk dokter dalam menuliskan resep kepada
pasien ...........”
Informan 1
c. Bagaimana
tindakan
Bapak,
bila
dokter
tidak
menggunakan formularium ? Informan menyatakan
bahwa
belum
ada
aturan
diterapkan
standar
formularium di RSU RA. Kartini Jepara diserahkan ke
Bidang
Pelayanan
Penunjang,
sebagaimana
diungkapkan oleh informan 1 berikut ini.
Kotak 3.
...........”Kepatuhan terhadap formularium melibatkan IFRS dan dokter. IFRS harus
merencanakan dan menyediakan obat yang tercantum di Formularium Rumah Sakit.
Untuk mencegah penyimpangan saya menyerahkan ke Bidang Pelayanan
Penunjang, setiap surat pesanan obat akan dilihat terlebih dahulu apakah sesuai
formularium atau tidak, belum ada aturan ..........”
Informan 1
2. KETUA KOMITE MEDIK
a. Menurut Bapak, bagaimana pendapat bapak tentang
buku formularium di RSUD RA. Kartini ?
Informan
menyatakan
bahwa
diterapkan
standar
formularium di RSU RA. Kartini adalah pekerjaan
panitia farmasi / tim menjadi lebih mudah karena semua
dokter dan manajemen rumah sakit terlibat aktif
dalampengelolaan obat, , sebagaimana diungkapkan
oleh informan 2 berikut ini.
Kotak 4.
...........”Adanya Formularium Rumah Sakit sangat baik, karena sudah melibatkan
semua dokter, meskipun penentu obat yang masuk formularium diputuskan oleh
Panitia Farmasi dan Terapi ...........”
Informan 2
b. Menurut
Bapak,
bagaimana
manfaat
formularium
RSUD RA. Kartini bagi dokter ?
Informan menyatakan bahwa adanya pedoman dalam
perencanaan, persediaan obat di RSU RA. Kartini,
manfaat formularium bagi dokter,
sebagaimana
diungkapkan oleh informan 2 berikut ini.
Kotak 5
...........”Formularium menurut saya adalah sebagai pedoman dan petunjuk dokter
dalam menulis resep obat di rumah sakit ini .........”
Informan 2
c. Bagaimana menurut Bapak, agar buku formularium
tersosialisasi secara kontinyu ?
Informan menyatakan bahwa dengan tersosialisasi
formularium di RSU RA. Kartini Jepara secara kontinu,
sebagaimana diungkapkan oleh informan 2 berikut ini.
Kotak 6.
...........”Agar tersosialisasi secara kontinyu : - Item obat sudah sesuai karena
mendapat masukkan daripada dokter, - setiap waktu item obat dapat direvisi
tergantung banyaknya permintaan, - sudah disosialisasikan 1 kali sejak tahun 2005
...........”
Informan 2
3. KETUA PANITIA FARMASI DAN TERAPI
a. Menurut
Bapak,
bagaimana
dengan
penyusunan
Formularium RSUD RA. Kartini ?
Informan menyatakan bahwa Formularium di RSU RA.
Kartini
sudah
mulai
membaik,
sebagaimana
diungkapkan oleh informan 3 berikut ini.
Kotak 7.
...........”Bahwa penyusunan formularium RSU RA. Kartini sudah mulai membaik,
meskipun demikian Formularium Rumah Sakit belum memenuhi permintaan dokter
satu persatu ..........”
Informan 2
b. Apa peran bapak dalam penyusunan formularium ?
Informan
menyatakan
bahwa
perannya
dalam
penyusunan formularium, sebagaimana diungkapkan
oleh informan 3 berikut ini.
Kotak 8.
...........”Didalam penyusunan formularium saya terlibat sebagai dokter spesialis dan
juga merangkap Ketua Panitia Farmasi dan Terapi ..........”
Informan 3
c. Kapan formularium direvisi ?
Informan
menyatakan
pembaharuan
revisi
bahwa
selama
formularium,
ini
ada
sebagaimana
diungkapkan oleh informan 3 berikut ini.
Kotak 9.
............”Biasanya Formularium Rumah Sakit direvisi setiap 2 tahun sekali .........”
Informan 3
4. KEPALA INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT
a.
Menurut Ibu, bagaimana penyusunan Formularium
RSUD RA. Kartini Jepara ?
Informan menyatakan bahwa sudah mulai membaik
penyusunan
formularium
di
RSU
RA.Kartini,
sebagaimana diungkapkan oleh informan 4 berikut ini.
Kotak 10.
............”Menurut saya bahwa penyusunan formularium dirumah sakit ini sudah mulai
membaik, meskipun demikian formularium rumah sakit belum memenuhi permintaan
dokter satu persatu ............”
Informan 4
b. Apa peran ibu dalam penyusunan formularium ?
informan
menyatakan
bahwa
dalam
penyusunan
formularium sebagaimana diungkapkan oleh informan 4
berikut ini.
Kotak 11.
............”Dalam hal penyusunan formularium saya terlibat langsung meskipun saya
sebagai apoteker dan merangkap sebagai Sekretaris Panitia Farmasi dan Terapi dan
juga sekaligus merangkap sebagai Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit ........”
Informan 4
c. Bagaimana persediaan obat di RSUD RA. Kartini,
apakah semua yang tercantum di formularium rumah
sakit disediakan oleh IFRS ?
Informan menyatakan bahwa persediaan obat-obatan
yang
banyak
disediakan,
karena
keterbatasan
anggaran, sebagaimana diungkapkan oleh informan 4
berikut ini.
Kotak 12.
...........”Tidak semua obat yang tercantum di Formularium Rumah Sakit disediakan
oleh IFRS hal ini disebabkan oleh keterbatasan anggaran, hanya obat-obatan yang
fast moving saja yang banyak disediakan ...........”
Informan 4
BAB V
PEMBAHASAN
RSUD RA. Kartini Jepara sebagai rumah sakit dengan pelayanan kesehatan tipe B
Non Pendidikan juga sebagai jejaring pendidikan Fakultas Kedokteran UNDIP/RSUDK
Semarang. Rumah Sakit ini pada tahun 2005 memiliki tenaga tetap dokter spesialis obstetri
dan ginekologi 3 orang dan selama tahun 2005 ditempati oleh dokter paruh waktu.
Pendidikan Dokter Spesialis 1 bedah umum 8 orang dan dokter obstetri ginekologi 7 orang.
Subyek penelitian jumlah responden 32 orang dokter di RSUD RA. Kartini Jepara,
jumlah dokter spesialis 16 orang (50 %) dan dokter umum berjumlah 16 orang (50 %), terdiri
dari 12 orang wanita (37,5 %) dan 18 orang pria (62,5 %), dengan 5 responden (15,6 %)
berumur diantara 25 - 40 taqhun, umur diantara 41 – 55 tahun sebanyak 22 responden (68,8
%) dan berumur > 56 tahun 5 responden (15,6 %), masa kerja diantara 0 – 10 tahun adalah
6 responden (18,8 %), sedangkan masa kerja diantara 11 – 20 tahun sebanyak 17
responden (53,1 %) dan masa kerja >21 tahun sebanyak 9 responden (28,1 %).
A. Pengetahuan Dokter Terhadap Formularium Rumah Sakit.
Definisi pengetahuan menurut Noioatmodjo (1933) adalah merupakan
hasil dari tahu, hal ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan
terhadap suatu obyek tertentu. Pengetahuan diperoleh dari proses belajar,
yang
dapat
membentuk
keyakinan
tertentu
sehingga
seseorang
berperilaku sesuai dengan keyakinan yang diperoleh. Dengan kata lain
pengetahuan seseorang diperoleh dari pengalaman yang berasal dari
berbagai sumber : media elektronik, media masa, buku petunjuk, media
poster. Sedangkan Bahar (1988) mengemukakan bahwa semakin tinggi
tingkat
pendidikan,
seseorang
maka
semakin
besar
kemampuan
menyerap, menerima, mengadopsi informasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan bermakna antara
pengetahuan dokter dengan ketidakpatuhan dokter dalam penulisan resep sesuai
dengan formularium di RSUD RA. Kartini Jepara.
Tujuh puluh delapan koma satu persen (78,1 %) responden yang
berpengetahuan baik terhadap formularium rumah sakitini menunjukkan bahwa dokter di
RSUD RA. Kartini sudah memahami mengenai formularium di RSUD RA. Kartini.
Dimana formularium RSUD RA. Kartini yang disusun oleh Panitia Farmasi dan Terapi
sudah sesuai dengan pedoman kerja Komite Nasional Departemen Kesehatan RI
(33)
,
formularium rumah sakit adalah daftar obat yang disepakati beserta informasi yang
diterapkan di Rumah Sakit, yang disusun oleh Panitia Farmasi dan Terapi, formularium
mengandung ringkasan informasi obat, didalamnya tercantum antara lain nama generik,
indikasi, dosis, kontraindikasi, efek samping dan informasi – informasi penting yang akan
diberikan kepada pasien.
Dua puluh satu koma sembilan persen (21,9 %) responden yang
berpengetahuan tidak baik terhadap formularium rumah sakit hanya 7 orang, ini
menunjukkan bahwa sebagian kecil dokter RSUD RA. Kartini belum bisa mengerti dan
mamahami tentang formularium yang ditetapkan direktur. Padahal dalam penyusunan
formularium sudah disosialisasikan kepada dokter. Salah satu hal yang mendukung
kondisi ini adalah jawaban responden terhadap pertanyaan nomor 5 yaitu (21,9 %)
responden yang berpengetahuan tidak setuju terhadap formularium dan (78,1 %) setuju
bila penulisan resep sesuai dengan formularium, dan tidak merasa bahwa formularium
adalah membatasi otonomi profesi. Dengan demikian diharapkan akan ada peningkatan
kepatuhan doter dalam penulisan resep sesuai formularium RSUD RA. Kartini Jepara.
B. Sikap
Enam puluh delapan koma tujuh persen (68,7 %) responden yang bersikap
setuju terhadap formularium rumah sakit ini menunjukkan bahwa dokter di RSU RA.
Kartini sudah memahami mengenai formularium di RSU RA. Kartini. Dimana yang
disusun oleh panitia farmasi. Formularium Rumah Sakit adalah daftar obat yang
disepakati beserta informasi yang diterapkan di rumah sakit. Formularium mengandung
ringkasan informasi obat, didalamnya kontraindikasi, efek samping dan informasi –
informasi penting yang akan diberikan kepada pasien.
Menurut Green dan Maeshall, 1991 sikap merupakan predisporsing factor
yaitu mempermudah perubahan perilaku dan menurut Budioro, sikap merupakan
tanggapan diri sendiri dari hasil rangsangan orang lain yang menyatakan tepat atau tidak
tepat, dimana yang bersifat lebih baik yaitu tepat atau setuju akan lebih mudah merubah
perilaku untuk terjadinya kepatuhan dokter dalam penulisan resep sesuai dengan
formularium, sehingga responden yang mempunyai sikap tepat atau setuju akan
mempunyai kemungkinan yang lebih banyak untuk mematuhi dari pada responden yang
bersikap tidak setuju
Tiga puluh satu koma tiga persen (31,3 %) responden bersikap tidak setuju
terhadap formularium rumah sakit hanya 10 orang, ini menunjukkan bahwa sebagian
kecil dokter di RSUD RA. Kartini belum bias mengerti dan memahami tentang
formularium yang ditetapkan direktur. Padahal dalam penyusunan formularium sudah
melalui persetujuan rapat pleno Komite Medik dan Protap.
Begitu juga terlihat yaitu mempunyai hubungan signifikan (hasil fisher’s exact
test 0,006 / < 0,05 antara sikap dengan kepatuhan dokter dalam penulisan resep sesuai
dengan formularium, sehingga semakin banyak responden bersikap setuju terhadap
formularium, semakin besar pula responden yang mengerti tentang formularium. Hal ini
membuktikan bahwa banyak dokter yang paham terhadap tujuan dari menulis resep
berdasarkan formularium bukan membatasi otonomi profesi dokter, tetapi untuk eisiensi,
efektif, keamanan, rasionalisasi, dan keterjangkauan pemberian obat kepada pasien.
Bila dikaitkan dengan pengetahuan tentang formularium, maka kepatuhan dokter
menulis resep sesuai dengan formularium akan lebih meningkat.
C. Keyakinan
Enam puluh lima koma enam persen (65,5%) respomden berjumlah 21 orang
mempunyai keyakinan yang tinggi tergadap formularium dengan mutu obat dan zat
berkhasiat sangat menentukan kesembuhan seseorang.
Menurut Green dan Marshall, 1991 keyakinan merupakan predisporsing
factor yang dipengaruhi oleh kehendak, sedangkan kehendak dipengaruhi oleh sikap
dari normal subyektif. Sikap sendiri dipengaruhi oleh keyakinan serta motivasi untuk
mentaati pendapat tersebut. Dimana keyakinan yang lebih baik yaitu tinggi atau yakin
akan lebih mudah untuk merubah perilaku untuk terjadinya kepatuhan dokter dalam
penulisan resep sesuai dengan formularium, mutu dan zat berkhasiat yang baik akan
dipercaya oleh dokter, sehingga responden yang mempunyai keyakinan yang tinggi
kemungkinan lebih banyak untuk mematuhi dari pada responden yang keyakinannya
rendah.
Tiga puluh empat koma empat persen (34,4%) responden berjumlah 11
orang yang mempunyai keyakinan rendah terhadap formularium, hasil menunjukkan
hubungan yang signifikan (hasil fisher’s exact test 0,009 < 0,05). Penelitian ini
memberikan
hasil bahwa dokter yang yakin terhadap obat yang tercantum
dalam
Formularium Rumah Sakit.
D. Ketersediaan Obat
Enam puluh delapan koma tujuh persen (68,7%) responden berjumlah 22
orang mempunyai sediaan obat yang tinggi terhadap formularium ini menunjukkan
bahwa dokter di RSU RA. Kartini mulai mengerti dan memahami mengenai Formularium
Rumah Sakit.
Menurut Green dan Marshall, 1991 ketersediaan fasilitas atau sarana
kesehatan dalam hal ini adalah kesediaan obat merupakan enabling factor
yang
merupoakan sumber daya untuk menunjang perilaku kesehatan. Dimana ketersediaan
obat lebih baik yaitu tersedia atau tidak tersedia akan lebih mudah untuk menunjang
perilaku untuk terjadi kepatuhan dokter dalam penulisan resep sesuai dengan
formularium.
Enam delapan koma tujuh persen (68,7%) responden berjumlah 22 orang
mempunyai sediaan obat yang tinggi terhadap Formularium Rumah Sakit ini
menunjukkan bahwa dokter di RSU RA. Kartini sudah mulai memahami tentang
Formularium Rumah Sakit. Hal ini menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan
(hasil fisher’s exact test 0,006 < 0,05. Walaipun Formularium telah disusun sedemigian
rupa, tetapi masih ada dokter yang merasa kesulitan dalam menuliskan resep obat yang
sesuai dengan Formularium Rumah Sakit. Salah satu kesulitannya adalah tidak
tersedianya obat di Apotik sehingga menyebabkan keengganan dokter menulis resep
sesuai dengan formularium. Ketersediaan obat ini sangat menentukan sikap dokter
selanjutnya terhadap Formularium Rumah Sakit, makin sering dokter merasakan
kesulitan karena tidak adanya obat Formularium Rumah Sakit maka sikapnya akan
berubah terhadap penggunaan formularium.
E. Kepatuhan
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar dokter di RSUD
RA. Kartini patuh sebesar 86,2 persen (86,2%) dan tidak patuh sebesar 13,8 persen
(13,8%). Melihat angka tersebut diketahui bahwa dokter di RSUD RA. Kartini Jepara
patuh dalam menerapkan kepatuhan sebesar 86,2% dengan demikian masih perlu
dilakukan peningkatan perilaku.
Menurut Gibson (1996) menyatakan bahwa kepatuhan dokter menulis resep
dipengaruhi oleh perilaku, dimana faktor – faktor yang berhubungan dengan perilaku
adalah faktor individu atau faktor internal, dan faktor lingkungan atau faktor eksternal.
Dalam kepatuhan dokter, tim formularium masih mengalami kesulitan antara lain :
1. Belum semua resep dokter yang bertugas di RSUD EA. Kartini Jepara disebabkan
karena belum semua pasien membeli obat sesuai resep di Apotik RSUD RA. Kartini.
2. Untuk mencatat macam obat yang diresepkan belum memiliki tenaga khusus
sehingga hanya mengandalkan pada tenaga medical record. Hal ini bisa membuat
hasil penilaian tidak dapat dilakukan setiap hari. Untuk memudahkannya perlu
adanya tenaga tambahan atau setidak – tidaknya kalau catatan tersebut masuk
dikomputer, tapi ini juga membutuhlan tenaga yang dapat memasukkan data setiap
saat.
Banyak faktor yang mempengaruhi kepatuhan dkter dalam penulisan resep
sesuai dengan formularium, sebagaimana tim formularium menyatakan bahwa ada
beberapa kemungkinan dokter tidak patuh menulis resep sesuai formularium, bukan
karena disengaja atau tidak patuh namun karena obat yang dibutuhkan tidak masuk
daftar formularium dan obat yang dibutuhkan tidak tersedia di apotik. Ketersediaan
obat di apotik sangat dipengaruhi oleh pemasok dari industri farmasi selain itu juga
tergantung pada kondisi keuangan rumah sakit untuk pembelian atau pengadaan
obat.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Gambaran umum karakteristik responden berdasarkan deskripsi subjek penelitian
yaitu : sebagian besar laki – laki (62,5%), umur terbanyak diantara 41 -
55
(68,8%%), pendidikan dokter spesialis dan dokter umum adalah (50%), jenis kelamin
laki – laki terbanyak (62,5%), disusul masa kerja terbanyak diantara 11 – 20 tahun
(53,1%).
2. Pengetahuan responden kebanyakan berpengetahuan baik sebesar 25 responden (
78,1%), bersikap baik sebesar 22 responden (68,7%), keyakinan tinggi sebesar 21
responden (65,6%) dan ketersediaan obat sebesar 22 responden (68,7%).
3. Secara analisis bivariat, terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan
responden dengan kepatuhan dokter dalam penulisan tidak sesuai dengan
formularium rumah sakit (p value : 0,001), sikap responden dengan kepatuhan dokter
dalam penulisan resep tidak sesuai dengan formularium rumah sakit (p value :
0,006), keyakinan responden dengan kepatuhan dokter dalam penulisan resep tidak
sesuai formularium rumah sakit (p value : 0,009), ketersediaan obat dengan
kepatuhan dokter dalam penulisan resep tidak sesuai dengan formularium rumah
sakit (p value : 0,006).
4. Responden dengan kriteria seperti pada variabel bebas (pengetahuan tinggi, sikap
tinggi, keyakinan tinggi dan ketersediaan obat yang lengkap) akan mempunyai
kecenderungan menjadi patuh yaitu Exp(B) > 2.
B. Saran
Agar dokter yang bertugas di RSUD RA. Kartini Jepara patuh dalam
penulisan resep sesuai dengan formularium maka perlu adanya :
1.
Dokter dilibatkan dalam memecahkan masalah yang ada khususnya permasalahan
tentang pengelolaan obat mulai dari perencanaan kebutuhan obat sampai dengan
distibusi obat dan piñata laksanaan standar formularium.
2.
Perlu adanya peraturan mengenai kepatuhan dokter terhadap formularium yang
ada di RSUD RA. Kartini Jepara.
3.
Adanya kebebasan dokter dalam memberikan usulan tentang ketersediaan obat
dengan cara :
a. Melibatkan dokter dalam perencanaan pengadaan obat.
b. Melibatkan dokter dalam panitia pengadaan obat.
c. Melibatkan dokter dalam pengendalian pengelolaan obat di rumah sakit
4.
Meningkatkan kepatuhan dokter terhadap formularium, dengan cara :
a. Revisi standard Operating Procedur (SOP) tentang rasionalisasi pengobatan.
b. Revisi Formularium dan disosialisasikan ke dokter.
5.
Farmasi / apotek diberi kewenangan untuk melakukan negosiasi dengan dokter
untuk resep tidak sesuai dengan formularium.
DAFTAR PUSTAKA
15. Jacobalis., Kumpulan Tulisan terpilih tentang Rumah Sakit di Indonesia dalam Dinamika
Sejarah, Transformasi, Globalisasi dan Krisis Nasional, Yayasan Penerbit IDI. Jakarta,
2000.
16. Alkatiri,A;Soejitno,S;Ibrahim,E. Reformasi Perumasakitan Indonesia. Depkes.RI – WHO,
Jakarta,2000.
17. --------------- , Pedoman Pengelolaan Obat Daerah Tingkat II. Depkes RI – Dirjend POM
RI, Jakarta, 1996.
18. Gibson, J.L. et al, Organisasi, perilaku, struktur, proses, Binarupa Aksara, Jakarta, 1996.
19. Suryawati, S, Efisiensi pengolahan obat di Rumah Sakit, Magister Rumah Sakit Fakultas
Kedokteran UGM, Jogyakarta, 1996.
20. Quick, J.D., Hume, M.L., Rankin, J.R., O.Connor, R.W., Management Drug Supply.
Dalam The Selection, Procurement, Distribution, and Use of Pharmaceu. Second
Edition, Reviced and Expendet West Hartford. Kumarin Press, 1997: 422-428.
21. Luwiharsih., Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Penggunaan Formularium Rumah
Sakit Di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Husada Jakarta, Universitas Indonesia, Jakarta,
1989, tesis, tidak dipublikasikan
22. Daniel, Debby., Faktor – faktor Perilaku Dokter Yang Berhubungan Dengan Penulisan
Resep Obat Dengan Nama Generik Pada Pasien Rawat Jalan RSUP Fatmawati Jakarta,
Universitas Indonesia, Jakarta, 2001, tesis, tidak dipublikasikan
23. Prawitasari, Dewi., Pengaruh Ketersediaan Obat Terhadap Pola Penggunaan Obat pada
Lima Penyakit di Puskesmas Kota Palangkaraya, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta,
2001, teseis, tidak dipublikasikan
24. Yenis, S., Sistem Logistik Obat Nasional. Staf Pengajar Jurusan Farmasi Fakultas MIPA
Universitas Indonesia, Jakarta, 1999.
25. World Health Organization., The Asean Technical Cooperation on Pharmaceuticals
Under The Specific Activity. Dalam Development of Hospital Pharmacy Management,
Guidelines or Manual for Good Hospital Pharmacy Practises and Management.
Thailand; Bangkok, 1989.
26. --------------- , Sistem Kesehatan Nasional. Depkes RI. Cetak Ulang. Jakarta, 1987.
27. --------------- , Standar Pelayanan Rumah Sakit. Depkes RI. Direktorat RSU dan
Pendidikan. Jakarta, 1992.
28. Summers, K.H., “Clinical Therapy”. Dalam The Role of Pharmacy and Theraupetics
(P&T) Committees. XV (2). 1993: 23-41.
29. -------------- , Pedoman Pengelolaan dan Pelayanan Farmasi Rumah Sakit Yang Baik.
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Dr. Sutomo, Surabaya, 1990.
30. Feely, J. et al., Hospital Formularies. Need For Continuous Intervention. BMJ. CCC
(6716), 1990: 28 – 30.
31. Kubica, J. A. dan Poremba, A. C., Pharmacy Health Care Administration. Aspen
Publisher Inc. Gaithersburg. Maryland, 1987.
32. Hilman, I., Peran Farmasi Rumah Sakit dalam Menunjang Program Jaminan Mutu
Pelayanan Kesehatan Pemerintah. Depkes RI. Jakarta, 1989.
33. Silalahi dan Bennet, N. B., Prinsip Manajemen Rumah Sakit. Lembaga Pengembangan
Manajemen Indonesia. Jakarta, 1989.
34. Syamsi, Ibnu., Pokok – pokok Organisasi dan Manajemen.
Jakarta, 1994.
Penerbit Rineke Cipta.
35. --------------- , Pedoman Tata Laksana Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit. Instalasi Farmasi Rumah Sakit Dr. Sutomo. Surabaya, 1990.
36. -------------- , Standar Pelayanan Rumah Sakit. Depkes RI. Direktorat Rumah Sakit Umum
dan Pendidikan. Jakarta, 1992.
37. Hudyono, J. dan Andayaningsih., Studi Pengelolaan Obat & Sumber Daya Manusia.
Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta, 1990.
38. --------------- , Buku Himpunan Peraturan Rumah Sakit. Depkes RI. Direktorat Rumah
Sakit Khusus dan Swasta. Jakarta, 1991.
39. World Health Organization. Estimating Drugs Requirement. Dalam A Practical Manual.
Ganewa, 1988.
40. Djojodibroto, D., Kiat Mengelola Rumah Sakit. Hipokrates. Jakarta, 1997.
41. Anwar, F., The Five Cardinal Principles. Dalam Proceedings of The International
Consultation on Rational Drug Use in Undergraduate Medical / Pharmacy Education.
Manila, 1990.
42. Balasubramanian, K., Towards Rational Drug Use. Dalam Proceedings of The
International Consultation on Rational Drug Use in Undergraduate Medical / Pharmacy
Education. Manila, 1990.
43. Garjito, W., Antibiotika Profilaksis. Dalam Prinsip Serta Permasalahannya Dalam
Pemilihan dan Pemakaian Antibiotika Dalam Klinik. Yayasan Melati Nusantara.
Yogyakarta, 1990.
44. Mc.Caffrey, S. dan Nightingale, C.H., Hospital Formulary. Dalam How to Develop Critical
Paths and Prepare For Other Formulary Management Changes. XXIX (9), 1994:628635.
45. Hazlet, T.K. dan Hu, T.W., American Journal Hospital Pharmacy. Dalam Assosiation
Between Formulary Strategies and Hospital Drug Expenditures XLIX (9), 1990: 2207-10.
46. --------------, Pedoman Kerja Untuk Komite Farmasi dan Terapi. Depkes RI. Jakarta,
1998.
47. Komite Nasional Farmasi Terapi Profesi dan Direktorat Jendral Pelayanan Medik
Departemen Kesehatan RI. Pedoman Kerja Untuk Komite Farmasi dan Terapi Rumah
Sakit, Jakarta. 1998.
48. Sujudi, A., Prinsip – prinsip Manajemen Rumah Sakit. Program Pendidikan Pasca
Sarjana Magister Manajemen Rumah Sakit FK UGM. Yogyakarta, 1998.
49. Notoatmodjo, S., Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineke Cipta. Jakarta, 1993.
50. Green, L.W, Kreuter M.W., Health Education Planning, Aa Education and Enviromental.
Approach. Second ed. Mayfield Publishing Company, Mountain View, California, 1991.
51. Azwar, S., Sikap manusia teori dan pengukurannya. Yogyakarta : Penerbit Liberty, 1988:
1-21.
52. Singarimbun M, Efendi S.Eds. Metode Penelitian Survei, Jakarta LP3ES, 1995: 16 – 30
Download