ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETIDAKPATUHAN DOKTER DALAM PENULISAN RESEP SESUAI DENGAN FORMULARIUM RUMAH SAKIT UMUM R.A. KARTINI JEPARA TAHUN 2006 PROPOSAL PENELITIAN Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Konsentrasi Administrasi Rumah Sakit Oleh JONETJE WAMBRAUW NIM : E4A002024 PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2006 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETIDAKPATUHAN DOKTER DALAM PENULISAN RESEP SESUAI DENGAN FORMULARIUM RUMAH SAKIT UMUM “ R.A. KARTINI ” JEPARA TAHUN 2005 Telah disetujui sebagai Penelitian Tesis Untuk memenuhi Persyaratan Pendidikan Program Pascasarjana Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Menyetujui, Pembimbing I ( Dr. Anneke Suparwati, MPH.) NIP. 131 610 340 Pembimbing II ( Lucia Ratna K.W,SH,M.Kes.) NIP. 132 084 300 Mengetahui, a.n. Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Sekretaris Bidang Akademik, ( Dra. Atik Mawarni,M.Kes. ) NIP. 131 918 670 Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa Proposal tesis yang berjudul : ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETIDAKPATUHAN DOKTER DALAM PENULISAN RESEP SESUAI DENGAN FORMULARIUM RUMAH SAKIT UMUM “ R.A. KARTINI ” JEPARA TAHUN 2005 Dipersiapkan dan disusun oleh : Nama : JONETJE WAMBRAUW NIM : E4A002024 1. Telah dipertahankan di depan dewan Penguji pada tanggal 21 Oktober 2005 dan dinyatakan telah memenuhi Syarat untuk diterima. 2. Pembimbing Utama (Dr. Anneke Suparwati, MPH.) NIP. 131 610 340 4. Penguji I 3. Pembimbing Pendamping (Lucia Ratna K. W,SH,M.Kes.) NIP. 132 084 300 5. Penguji II 6. (Dra. Atik Mawarni, M.Kes.) NIP. 131 918 670 (dr. Yoseph Chandra, M.Kes.) NIK . 07 97 0541 7. Semarang, 21 Oktober 2005 8. Universitas Diponegoro Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Ketua Program (dr. Sudiro, MPH. Dr. PH. ) NIP. 131 252 965 BERITA ACARA PERBAIKAN PROPOSAL / TESIS (*) NAMA : JONETJE WAMBRAUW NIM : E4A002024 JUDUL PROPOSAL / TESIS : Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan Dokter Dalam Penulisan Resep Sesuai Dengan Formularium Rumah Sakit Umum “R.A. Kartini” Jepara. No Nama Pembimbing / Penguji Masukan 1. Dra. Atik Mawarni, M.Kes. 1). Konsistensi Judul dan data pendukung 2). Masalah : tambahkan dari hal 5 di munculkan ke hal 11 dimunculkan ke hal 8 kenapa terjadi penyimpangan ? 3). Check List tidak ada 4). Populasi ada kliteria 5). Tujuan Umum &Khs 6).Hpt → ada pengaruh 7). Rumus Regresi Bgd 8). Ktdkpathn pakai regresi logistik 9). DO pakai 2 kategori 1). Dilihat dari Latar Belakang tidak ada masalah. 2). Kenapa kerugian ini merugikan rumah sakit ? 3). Dasar Teori dari Kerangka Konsep 4). Resep diambil 3 bln dari tahun 2004 ( Penguji ) 2. dr. Yoseph Chandra, M.Kes. ( Penguji ) Tanda Tangan 3. Dr. Anneke Suparwati, MPH. 1).Tambahkan TP variabel bebas dan terikat. ( Pembimbing I ) 4. Lucia Ratna K. W,SH,M.Kes. ( Pembimbing II ) 1). Latar Blk belum jls. 2). Masalah blm jelas. 3). RL Metode & Ilmu 4). Keaslian Penelitian. (*) Coret yang tidak perlu PERNYATAAN Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Jonetje Wambrauw NIM : E4A002024 Menyatakan bahwa tesis judul :”ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETIDAKPATUHAN DOKTER DALAM PENULISAN RESEP SESUAI DENGAN FORMULARIUM RUMAH SAKIT UMUM RA. KARTINI JEPARA “ merupakan : 1. Hasil karya yang dipersiapkan dan disusun sendiri. 2. Belum pernah disampaikan untuk mendapatkan gelar pada program Magister ini ataupun pada program lainnya. Oleh karena itu pertanggungjawaban tesis ini sepenuhnya berada pada diri saya. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar – benarnya. Semarang, Juni 2006 Penyusun, Jonetje Wambrauw NIM : E4A002024 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “ Analisis Faktor – faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan dokter dalam penulisan resep sesuai dengan formularium RSU RA. Kartini Jepara. Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Master Kesehatan – Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat pada Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang Penyususunan tesis ini terselesaikan berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis sampaikan penghargaan dan rasa terima kasih kepada : 1. dr. Anneke Suparwati, MPH selaku pembimbing utama yang telah meluangkan waktu dan membimbing penulis dari awal hingga terselesaikannya tesis ini. 2. Lucia Ratna Kartika Wulan, SH, M.Kes selaku pembimbing pendamping yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan dan motivasi. 3. Dra. Atik Mawarni, M.Kes selaku penguji tesis yang telah memberikan masukkan guna perbaikan tesis ini. 4. dr. Yoseph Chandra, M.Kes selaku penguji tesis, atas masukan dan perkayaan materi yang telah diberikan pada penulis. 5. dr. Sudiro, MPH, Dr.PH selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat pada Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang dan Staf yang telah memberikan ijin dan membantu selama pendidikan. 6. Seluruh Dosen Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat pada Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang yang telah memberikan bekal ilmu untuk menyusun tesis ini. 7. PEMDA Tk I Provinsi Papua, sebagai penyandang dana yang memberi beasiswa penulis. 8. Bapak Josua Singgamui, sebagai Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Provinsi Papua, yang telah memberikan ijin untuk mengikuti kuliah. 9. Direktur RSU Tugurejo Semarang beserta staf yang telah memberikan ijin dan membantu dalam uji validitas dan reliabilita kuesioner penelitian. 10. Direktur RSU RA. Kartini Jepara beserta staf yang memberikan ijin dan membantu penulis untuk mengadakan penelitian. 11. Dokter Spesialis dan Dokter Umum yang bertugas di RSU RA. Kartini Jepara yang bersedia menjadi sampel dalam penelitian ini. Selain itu penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada yang teramat penulis sayangi yaitu Ayah tercinta Joseph Wambrauw dan adik Silpa Wambrauw, Meyke Wambrauw dan Brian Maxi Wambrauw, atas dukungan, semangat, pengorbanan dan pengertiannya, sehingga terselesaikannya tesis ini. Akhirnya penulis senantiasa mengharapkan saran dan masukan guna perbaikan tesis ini, sehingga bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Semarang, Juni 2006 Penulis DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ................................................................................... HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... HALAMAN PERNYATAAN ...................................................................... DAFTAR RIWAYAT HIDUP .................................................................... KATA PENGANTAR ................................................................................ DAFTAR ISI .............................................................................................. DAFTAR TABEL ...................................................................................... DAFTAR GAMBAR .................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ ABSTRAK ................................................................................................. ABSTRACT ............................................................................................... BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... A. Latar Belakang ............................................................................... B. Perumusan Masalah ...................................................................... C. Tujuan Penelitian .......................................................................... D. Ruang Lingkup .............................................................................. E. Manfaat Penelitian ......................................................................... F. Keaslian Penelitian ........................................................................ i ii iii iv v vii ix xi xii xiii xiv 1 1 11 12 13 14 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. A. Rumah Sakit .................................................................................. B. Layanan Rumah Sakit ................................................................... C. Komite Medik ................................................................................ D. Panitia Farmasi dan Terapi .......................................................... E. Instalasi Farmasi .......................................................................... F. Pelayanan Farmasi ...................................................................... G. Pengadaan Obat ......................................................................... H. Kebijakan dan Peraturan ............................................................. I. Formularium Rumah Sakit ........................................................... J. Penulisan Resep Obat ................................................................. K. Kepatuhan / Ketidakpatuhan Terhadap Standar ......................... L. Faktor – faktor Penyebab Perilaku .............................................. M. Kerangka Teori ............................................................................ 16 16 16 17 18 22 23 24 25 26 32 36 37 43 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................. A. Kerangka Konsep ........................................................................ B. Hipotesis Penelitian .................................................................... C. Variabel Penelitian ..................................................................... D. Jenis dan Rancangan Penelitian ................................................ E. Populasi dan Sampel Penelitian ................................................ F. Definisi Operasional Penelitian .................................................. G. Alat dan Cara Penelitian ............................................................. H. Tehnik Pengolahan Data dan Analisis Data .............................. 44 44 44 45 45 46 46 50 53 BAB IV HASIL PENELITIAN ................................................................ A. Kelemahan dan Kekuatan Penelitian .......................................... 1. Kelemahan Penelitian ............................................................. 2. Kekuatan Penelitian ................................................................ B. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ............................................... 1. Hasil uji Validitas kuesioner .................................................... 2. Hasil uji Reliabilitas kuesioner ............................................... 3. Hasil uji Normalitas ................................................................ 58 58 58 58 58 59 61 62 C. Hasil Penelitian .......................................................................... 1. Gambaran Umum RSUD RA. Kartini Jepara ........................ 2. Sumber Daya Manusia .......................................................... 3. Gambaran Khusus Responden ............................................. D. Hasil Analisis Univariat .............................................................. E. Hasil Analisis Bivariat ................................................................ F. Hasil Analisis Multivariat ........................................................... G. Hasil Wawancara Mendalam .................................................... 62 62 63 64 65 74 81 83 BAB V PEMBAHASAN ....................................................................... A. Pengetahuan ............................................................................. B. Sikap ......................................................................................... C. Keyakinan ................................................................................. D. Ketersediaan obat ......................................................................... E. Kepatuhan ................................................................................. 87 87 89 90 91 92 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. A. Kesimpulan ............................................................................... B. Saran ........................................................................................ 94 94 95 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. 1 : Peningkatan jumlah pasien rawat inap dan rawat jalan di RSU RA Kartini Jepara Tahun 2001 – 2003 ......................... Tabel 1. 2 : Indikasi Pelayanan Rawat Inap RSU RA.Kartini Jepara Tahun 2002 sampai dengan 2004......................................... Tabel 1. 3 : Jumlah Dokter di RSU RA. Kartini Jepara Tahun 2002 sampai dengan 2004............................................................. Tabel 1. 4 : Resep Yang Terlayani di IFRS dari Tahun 2002 – 2004 ..... Tabel 1. 5 : Perbekalan Farmasi Yang Disediakan di IFRS Tahun 2002 – 2004 ................................................................................... Tabel 4. 1 : Nilai p-value Butir Pertanyaan Pada Variabel Pengetahuan Dokter .................................................................................... Tabel 4. 2 : Nilai p-value Butir Pertanyaan Pada Variabel Sikap Dokter.. Tabel 4. 3 : Nilai p-value Butir Pertanyaan Pada Variabel Keyakinan Dokter ................................................................................. Tabel 4. 4 : Nilai p-value Butir Pertanyaan Pada Variabel Ketersediaan Obat .................................................................................... Tabel 4. 5 : Data Koefisien Reliabilitas Kuesioner .................................. Tabel 4. 6 : Uji Normalitas ...................................................................... Tabel 4. 7 : Jumlah Tenaga RSU RA. Kartini Jepara Tahun 2005 ......... Tabel 4. 8 : Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jenis Kelamin .... Tabel 4. 9 : Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kelompok Umur.. Tabel 4.10 : Distribusi Frekuensi Responden Menurut Masa Kerja ........ Tabel 4. 11 : Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pendidikan ........ Tabel 4. 12 : Rekapitulasi Distribusi Jawaban Pengetahuan Responden Terhadap Formularium ....................................................... Tabel 4. 13 : Distribusi Frekuensi Menurut Pengetahuan Terhadap Formularium RSU RA Kartini ............................................. Tabel 4. 14 : Rekapitulasi Distribusi Jawaban Sikap Responden Terhadap Formularium RSU RA Kartini ............................. Tabel 4. 15 : Distribusi Frekuensi Menurut Sikap Responden Terhadap Formularium RSU RA Kartini ............................................. Tabel 4. 16 : Rekapitulasi Distribusi Jawaban Keyakinan Responden Terhadap Formularium RSU RA Kartini ............................................. Tabel 4. 17 : Distibusi Frekuensi Menurut Keyakinan Responden Terhadap Formularium RSU RA Kartini ............................. Tabel 4. 18 : Rekapitulasi Distribusi Jawaban Ketersediaan Obat terhadap Formularium RSU RA Kartini ............................................. Tabel 4. 19 : Distribusi Frekuensi Menurut Ketersediaan Obat Terhadap Formularium RSU RA Kartini ............................. Tabel 4. 20 : Distribusi Data Responden Menurut Peresepan Bulan Pebruari – April 2004 ......................................................... Tabel 4. 21 : Distribusi Frekuensi Responden Menurut Ketidakpatuhan Dokter Dalam Penulisan Resep Sesuai Dengan FormulariUm ...................................................................................... Tabel 4. 22 : Tabel Silang Antara Pengetahuan Dengan Kepatuhan Dokter Dalam Penulisan Resep Tidak Sesuai Dengan Formularium ....................................................................... Tabel 4. 23 : Tabel Silang Antara Sikap Dengan Kepatuhan Dokter Dalam Penulisan Resep Tidak Sesuai Dengan Formularium ....................................................................... Tabel 4. 24 : Tabel Silang Antara Keyakinan Dengan Kepatuhan Dokter Dalam Penulisan Resep Tidak Sesuai Dengan 5 5 6 8 10 59 60 60 61 61 62 63 64 64 64 65 66 67 68 70 70 71 72 72 73 74 75 76 Formularium ....................................................................... Tabel 4. 25 : Tabel Silang Antara Ketersediaan Obat Dengan Kepatuhan Dokter Dalam Penulisan Resep Tidak Sesuai Dengan Formularium ......................................................... Tabel 4. 26 : Hubungan Variabel Bebas Dengan Variabel Terikat ......... Tabel 4. 27 : Pengaruh Antara variabel Bebas dan Terikat Menggunakan Uji Regresi Logistik Sederhana .................. Tabel 4. 28 : Hubungan Antara Variabel Bebas Dengan Terikat Menggunakan Uji Regresi Logistik Binary ......................... 77 79 80 81 82 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 : Kerangka Teori Lawrence Green .......................................... 43 Gambar 2 : Kerangka Konsep Penelitian ................................................ 44 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Kuestioner Penelitian 52 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ................................................................................... PENGESAHAN USULAN PENELITIAN .................................................. DAFTAR ISI .............................................................................................. i ii iii BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1 A. Latar Belakang .......................................................................... B. Perumusan Masalah ................................................................. C.Tujuan Penelitian ....................................................................... D. Ruang Lingkup ........................................................................ E. Manfaat Penelitian ................................................................... F. Keaslian Penelitian .................................................................. 1 11 12 13 14 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. A. Rumah Sakit ........................................................................... B. Layanan Rumah Sakit ............................................................ C. Komite Medik ......................................................................... D. Panitia Farmasi dan Terapi .................................................... E. Instalasi Farmasi .................................................................... F. Pelayanan Farmasi ................................................................ G. Pengadaan Obat .................................................................... H. Kebijakan dan Peraturan ........................................................ I. Formularium Rumah Sakit ..................................................... J. Penulisan Resep Obat ........................................................... K. Kepatuhan / Ketidakpatuhan Terhadap Standar .................... L. Faktor – faktor Penyebab Perilaku ......................................... M. Kerangka Teori ....................................................................... 16 16 16 17 18 22 23 24 25 26 32 36 37 43 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...................................................... A. Kerangka Konsep .................................................................. B. Hipotesis Penelitian ............................................................... C. Variabel Penelitian ................................................................ D. Jenis dan Rancangan Penelitian ........................................... E. Populasi dan Sampel Penelitian .......................................... F. Definisi Operasional Penelitian ............................................ G. Alat dan Cara Penelitian ....................................................... H. Tehnik Pengolahan Data dan Analisis Data ........................ I. Jadwal Penelitian .................................................................. 44 44 44 45 45 46 46 50 54 57 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan meningkatnya kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, tuntutan dan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang bermutu serta pemerataan pelayanan kesehatan yang mencakup tenaga, sarana dan prasarana semakin meningkat. Pelayanan kesehatan yang bermutu bukan hanya merupakan harapan saja bagi masyarakat, tetapi sudah menjadi suatu kebutuhan dan sekaligus menjadi tujuan Departemen Kesehatan yang harus diwujudkan dengan berbagai upaya, antara lain dengan memperluas dan mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata dan dapat diterima dengan mutu yang baik dan biaya yang terjangkau. Upaya pelayanan kesehatan yang komprehensif atau menyeluruh meliputi upaya kesehatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan tidak hanya melaksanakan upaya kesehatan kuratif dan rehabilitatif, tetapi seiring dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan serta sosial budaya diperlukan juga pelayanan preventif dan promotif. Pelayanan rumah sakit diharapkan lebih efisien dan efektif dalam pengelolaan dan mutu pelayanannya dengan memperhatikan fungsi sosialnya. Oleh karena itu pelayanan di rumah sakit perlu diatur sedemikian rupa sehingga dapat memanfaatkan sumber-sumber yang ada agar lebih berdaya guna dan berhasil guna. Rumah Sakit diharapkan dapat memberikan pelayanan kesehatan secara optimal dengan biaya yang seringan mungkin. Salah satu faktor yang mempengaruhi fungsi pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit adalah kelancaran perencanaan, pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran perbekalan farmasi yang sangat dibutuhkan oleh Unit Pelaksana Fungsional / Instalasi. Pelaksanaan manajemen Rumah Sakit disesuaikan dengan terjadinya perubahan mendasar yang berkaitan dengan konsep sebagai lembaga usaha yang non profit. Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) menurut S.K. Menteri Kesehatan Nomor : 553/Menkes/S.K./1994 merupakan salah satu bagian rumah sakit yang berada di bawah pengawasan dan koordinasi wakil direktur penunjang medik. Sebagai fasilisator instalasi farmasi berfungsi melakukan kegiatan peracikan, penyimpanan, dan penyaluran barang farmasi berupa obat-obatan, bahan kimia, alat kedokteran, alat perawatan, alat kesehatan, dan gas medis. Dimana instalasi merupakan salah satu unit dari pusat pendapatan (center of revenue). Obat merupakan salah satu unsur penting pada pelayanan kesehatan dan sekaligus sebagai komponen harga dalam penentuan tarif rumah sakit. Namun fungsi obat sebagai komponen harga dalam penentuan tarif yang dapat terjangkau oleh masyarakat tidak sesuai dengan fungsi instalasi farmasi Rumah Sakit sebagai center of revenue. Oleh karena itu perlu diciptakan suatu peraturan di bidang pemakaian obat sehingga dapat diupayakan untuk memenuhi persyaratan efektif, aman, rasional, dan murah. Walaupun banyak faktor yang berpengaruh pada proses penyembuhan suatu penyakit, pemilihan jenis obat yang tepat dan efektif sangat mempengaruhi proses penyembuhan penderita. Dilaporkan bahwa jumlah obat yang beredar di Indonesia sebanyak 6.230 item (2) . Dengan banyaknya item tersebut mengakibatkan persaingan perusahaan obat untuk mempengaruhi dokter dalam penulisan resep semakin tidak rasional sehingga mengakibatkan harga obat, terutama yang menggunakan nama dagang di Indonesia termasuk yang tertinggi bila dibandingkan dengan harga obat dibeberapa negara berkembang lainnya. Bahkan untuk beberapa produk, harganya lebih mahal dari pada harga obat di Amerika Serikat. Padahal pada saat nilai tukar rupiah $1 = 2.500. Gross Domestic Product (GDP) perkapita di Indonesia sekitar 1/10 AS. Dengan adanya krisis moneter yang mengakibatkan nilai tukar rupiah terhadap dolar menjadi Rp 8.500 berarti harga obat saat ini meningkat lebih dari 2,5 – 3,0 kali lipat 3). Keadaan ini memperparah daya beli masyarakat terhadap pembelian obat yang pada gilirannya tentu menghambat proses penyembuhan. Bahkan menurut Yenis. 1999, telah dilaporkan terjadi kematian akibat ketidak mampuan untuk memperoleh obat yang diperlukan. Keadaan tersebut menunjukkan obat mempunyai harga yang mahal dan dapat memperburuk kesehatan. Untuk itu rumah sakit perlu mengelola obat dengan baik. Sebagai langkah awal dalam pengelolaan yang baik, saat ini telah dibentuk Panitia Farmasi dan Terapi yang salah satu tugasnya adalah membuat formularium obat di rumah sakit. Formularium Rumah Sakit (FRS) adalah suatu daftar obat baku beserta peraturannya yang digunakan sebagai pedoman dalam pemakaian obat di suatu rumah sakit yang dipilih secara rasional, berdasarkan informasi obat yang sah dan kebutuhan pasien di rumah sakit. Daftar Formularium obat rumah sakit (FRS) adalah buku yang berisi nama obatobatan yang disediakan di rumah sakit untuk pasien rawat inap dan pasien rawat jalan. Diharapkan dengan tersedianya buku panduan formularium akan memudahkan dokter dalam menulis resep. Namun dalam pelaksanaannya, justru menimbulkan permasalahan bagi dokter karena keharusan penulisan resep sesuai dengan formularium dirasakan sebagai pembatas dalam memilih obat yang tepat untuk pasien. Isi dari buku formularium tersebut kurang memberikan informasi keterangan yang penting seperti pedoman dosis, efek samping, interaksi obat. FRS dapat digunakan sebagai informasi obat dasar yang dapat dimanfaatkan seharihari untuk pelayanan pengobatan. Dasar utama penyusunan FRS adalah Daftar Obat Esensial Nasional 1983, sebagaimana ditetapkan dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor : 477/Men.Kes/SK/XI/1983 tanggal 4 November 1983. Di sisi lain dengan adanya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor : 085/MENKES/PER/I/1989 tentang kewajiban menuliskan resep menggunakan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah, maka terlihat bahwa setiap petugas kesehatan khususnya dokter dalam melaksanakan tugas harus berpatokan kepada kedua aturan diatas yang mempengaruhinya dalam penulisan resep bagi penderita yang ditanganinya pada suatu rumah sakit. Bila dibandingkan dengan penulisan resep bebas mutlak, maka adanya FRS bagi manajemen rumah sakit mempunyai manfaat : 2. Pemakaian dana untuk obat-obatan akan lebih efektif dan efisien. 3. Obat yang disediakan akan terpakai karena tidak terjadi perubahan pemakaian obat untuk kelas terapi yang sama. RSU “RA. Kartini” dalam kurun waktu 3 tahun terakhir mengalami kenaikan pendapatan meskipun kecil, akan tetapi kenaikan tersebut belum dapat mencapai target yang diharapkan. Adapun indikator pelayanan kesehatan di RSU “RA. Kartini” dari tahun 2002 sampai tahun 2004 terlampir pada Tabel sebagai berikut Tabel 1.1. Indikator Pelayanan Rawat Inap RSU “R.A. Kartini” Jepara Tahun 2002 Sampai dengan 2004. 1 2002 195 70,49 4,6 Jumlah Kunjungan IRJA 41.003 2 2003 200 80,9 4,89 48,792 10.697 3 2004 217 74,86 4,21 44.736 11.895 No Tahun Jumlah TT BOR ( %) ALOS (Hari) Jumlah Kunjungan IRNA 9.803 Sumber : Catatan medik RSU “RA. Kartini” Jepara,2004 Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa indikator BOR dari tahun 2002 sampai tahun 2003 mengalami peningkatan dan sudah mencapai target yaitu 80 %. Sedangkan untuk LOS juga mengalami peningkatan yaitu 4,89 pada tahun 2003 dimana telah mencapai target yang diharapkan, hal tersebut dikarenakan adanya penambahan tempat tidur. Dengan adanya penambahan tersebut BOR pada tahun 2004 mengalami penurunan. Jumlah dokter yang ada pada saat ini 32 orang, sedangkan jumlah item obat yang tersedia di Instalasi Farmasi selama tahun 2004 sebanyak 605 item obat. Pembuatan buku formularium tersebut telah disepakati oleh beberapa dokter umum dan spesialis rumah sakit yang mewakili dalam beberapa kali pertemuan. Tetapi pada kenyataannya masih ada beberapa dokter (±10 %) yang menulis resep menyimpang dari buku formularium tersebut. Adapun jumlah dokter di “R.A. Kartini” Jepara Tahun 2002 Sampai dengan 2004 mengalami perkembangan yang cukup baik seperti pada Tabel 1.2. dibawah ini. Tabel 1.2. Jumlah Dokter di RSU “R.A. Kartini” Jepara Tahun 2002 Sampai dengan 2004. NO Tahun Dokter umum Dokter spesialis Dokter Gigi Jumlah 1 2002 8 15 2 25 2 2003 11 15 2 28 3 2004 16 16 2 34 Sumber : Catatan medik RSU “RA. Kartini” Jepara,2004 Dari Tabel 1.2 tersebut diatas perkembangan dokter dari tahun 2002 – 2004 mengalami kenaikan dikarenakan bertambahnya jumlah pasien yang ada di Rumah Sakit. Seleksi obat di rumah sakit dilakukan oleh Komite Farmasi dan Terapi (KFT) dalam buku formularium rumah sakit, dan Pedoman Pengobatan (Depkes, 1989). Sistem pembuatan formularium di rumah sakit merupakan proses yang berlangsung terus menerus, di mana staf medis yang bertugas di KFT mengevaluasi dan memilih obat yang paling bermanfaat untuk perawatan pasien dari berbagai obat yang ada di pasaran. Menurut Quick (11) adanya formularium atau minimal adanya daftar obat di rumah sakit akan memudahkan dalam pemilihan obat yang harus direncanakan. Formularium merupakan sarana yang kuat untuk meningkatkan kualitas dan mengawasi biaya obat yang digunakan untuk pengobatan di rumah sakit. Adapun Jumlah resep yang dapat dilayani oleh Instalasi Farmasi RSU R.A. Kartini seperti pada tabel 1.3. dibawah ini. Tabel 1.3. Resep yang terlayani di IFRS Dari Tahun 2002 – 2004 Resep -Telah terelayani - Rata – rata 2002 (%) 2003 (%) 2004 (%) Sumber : IFRS “ RA. 81.000/ th 225 / hr 0,6 43,4 93.600/ th 260/ hr 0,6 46,3 117.000/ th 325/ hr 0,5 57,8 Kartini” Jepara 2004 Dari tabel 1.3 data tersebut diatas dapat dilihat bahwa pendapatan rumah sakit yang berasal dari instalasi farmasi cukup baik, akan tetapi penggunaan anggaran belanja dipakai untuk pelayanan farmasi yang meliputi pembelian obat dan alat kesehatan. Oleh karena itu dapat dipahami bahwa Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) harus dikelola dengan baik agar dapat berfungsi secara efektif dan efisien dengan bantuan formularium. Data jumlah obat yang tersedia selama 3 tahun di IFRS memperlihatkan kecenderungan peningkatan (tabel 1.3). Berdasarkan angket sederhana dari panitia Tim Mutu RSU RA. Kartini Jepara, yang telah dilakukan pada tahun 2003, terhadap 100 pasien umum di RSU RA. Kartini Jepara. Didapatkan data keluhan pasien sebagai berikut : Pelayanan administrasi 14,7%; pelayanan dokter 10%; pelayanan perawat 14,4%; pelayanan obat-obatan 18,2%; pelayanan sarana fisik 15,7%; biaya pelayanan 13% dan pelayanan penunjang medik 12%. Pelayanan yang paling dikeluhkan pasien adalah pelayanan obat-obatan. Hasil pra survei melalui wawancara mendalam dengan salah seorang pengelola apotik di RSU RA. Kartini Jepara sekitar bulan Desember 2003, menunjukkan bahwa banyak faktor yang dikeluhkan pasien sehubungan dengan pelayanan obat-obatan yaitu banyaknya obat yang diresepkan dokter tidak tersedia seluruhnya di Apotik RSU RA. Kartini Jepara, sehingga terkesan obat di apotik tidak lengkap. Banyak hal yang menjadikan ketidak sesuaian antara resep dengan ketersediaan obat di apotik sesuai dengan formularium, sebagaimana Surat Pernyataan (SP) Direktur RS No. 024/INS/SP/Dir/IX/97. Hasil laporan di instalasi farmasi dan apotik RSU RA. Kartini Jepara menunjukkan selama periode bulan Pebruari sampai dengan bulan April 2004 dari sampel 300 buah kopi resep yang diamati dalam pra survei oleh peneliti pada bulan 05 Mei 2005, ternyata masih terdapat penulisan resep yang tidak sesuai dengan formularium meliputi golongan obat antibiotik, analgetik dan antipiretik seperti yang terlihat dalam tabel 1.4 berikut ini : Tabel 1.4 Jumlah Ketidak Sesuaian Penulisan Resep Dengan Formularium di RSU RA. Kartini Jepara Selama Periode Pebruari – April 2004. NO Bulan 1 2 3 Pebruari 2004 Maret 2004 April 2004 Jumlah Sampel R/ 100 100 100 300 Antibiotika Analgetik Antipiretik 10 5 5 20 1 4 5 10 1 3 2 6 Sumber : Data Primer yang diolah Setelah mengadakan observasi terhadap resep yang masuk di Instalasi Farmasi pada tanggal 05 Mei 2005 sebanyak 300 lembar resep, ternyata ditemukan sebanyak 13 % lembar resep di luar formularium. Hal ini sesuai dengan SNI 2002 tentang ketidak patuhan dokter dalam penulisan resep yang melebihi 10 % . Perilaku menyimpang seorang dokter dalam menuliskan resep disebabkan oleh beberapa faktor yaitu : 1. Pengetahuan Pengetahuan dokter pada formularium Rumah sakit diperoleh dari buku maupun dari orang lain. Tindakan ini akan berpengaruh terhadap keputusan seorang dokter dalam menuliskan resep. 2. Pendidikan Pendidikan seseorang dokter yang diperoleh pada tingkat tertentu akan mempengaruhi Tindakan yang berdasar pada kemampuan intelektual. 3. Keyakinan Keyakinan seorang dokter terhadap obat yang diperoleh dari orang yang dapat dipercaya, hal ini merupakan bagian yang sulit untuk dirubah. 4. Sikap Sikap seorang dokter yang menggambarkan suka atau tidak suka terhadap formularium rumah sakit. Sikap ini diperoleh dari pengalaman sendiri maupun pengalaman dokter lain . Kepatuhan dokter menulis resep dipengaruhi oleh perilaku, dimana faktor – faktor yang berhubungan dengan perilaku adalah individu atau faktor internal, dan faktor lingkungan atau faktor eksternal (4) Kepatuhan dalam penulisan resep tidak berdasarkan pada formularium yang ada akan berdampak : 1. Mempengaruhi persediaan obat, disatu sisi akan terjadi kekurangan atau kekosongan obat, disisi lain adanya stock obat yang berlebihan. Disamping itu perlu investasi yang lebih besar untuk melengkapi jenis obat yang lebih banyak dari standar. 2. Mempengaruhi mutu pelayanan, karena obat sering kosong, waktu pelayanan menjadi lama, adanya pergantian obat, adanya resep yang ditolak, harga obat menjadi mahal, obat tidak bisa dibeli, kesinambungan pengobatan terganggu serta pembiayaan total pengobatan menjadi tinggi. 3. Mutu pengobatan akan menjadi rendah, berupa over prescribing, multiple prescribing, under prescribing, incorret prescribing dan extravagant prescribing. Disamping mutu hak ini juga akan berakibat terjadinya resiko efek samping yang lebih besar.(5) Kesemua hal tersebut diatas pada akhirnya akan mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan di RSU RA. Kartini Jepara, akibatnya citra pelayan kesehatan di RSU RA. Kartini menjadi rendah, dan pasien enggan berobat di RSU RA. Kartini, yang akan mempengaruhi jumlah kunjungan pasien rawat jalan, atau BOR pada rawat inap. Upaya Pengelolaan manajerial mencakup perbaikan sistem suplai yakni dalam proses seleksi obat, misalnya pembuatan daftar obat essensial formularium / daftar obat rumah sakit serta proses pengadaan obat, misalnya seleksi terhadap pemasok, cara pembelian / pembayaran. Adanya formularium daftar obat di rumah sakit yang telah disetujui oleh para dokter berarti Instalasi Farmasi akan dapat menyediakan obat-obatan secara lebih efisien. Dalam upaya memperbaiki proses perencanaan, pengadaan distribusi, dan penggunaan obat di rumah sakit, perlu untuk dilakukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penulisan resep dokter di luar formularium. Adapun perbekalan farmasi pada RSU R.A Kartini seperti tercantum pada Tabel 1.5. Tabel 1.5. Perbekalan Farmasi yang disediakan di FRS dengan Buku Formularium Dari Tahun 2002 – 2004 IFRS 2002 Form. (%) IFRS 2003 Form. (%) Obat Keras (Resep) 390 380 75,28 418 402 74,37 IFR S 418 Obat Keras 68 - 13,12 74 - 13,16 Alat Kesehatan 60 - 11,58 70 - 12,45 Pembekalan Informasi 2004 Form. (%) 605 74,37 74 - 13,16 70 - 12,45 Total Persediaan 518 380 99,98 562 402 99,98 562 605 99,98 Sumber : IFRS “ RA. Kartini” Jepara 2004 Dari Tabel 1.5. dapat disimpulkan bahwa Instalasi Farmasi RS R.A. Kartini belum memadai dalam pengadaan obat, khususnya obat bebas dan alat kesehatan yang termasuk dalam formularium, yang seharusnya tidak diperlukan. Meskipun demikian menghadapi era globalisasi banyak tantangan yang harus pertama dihadapi rumah sakit khususnya Rumah Sakit Umum. Tantangan yang ada adalah bagaimana mengubah paradigma yang berorientasi pemberi pelayanan (Provider oriented) menjadi berorientasi pada pelanggan (Customer Oriented). Tantangan berikutnya adalah persaingan antar rumah sakit baik lokal, regional maupun nasional. Dengan demikian untuk dapat bersaing maka RSU “RA. Kartini” Jepara harus mampu memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu lebih baik, harga lebih murah, mudah terjangkau dan memenuhi kebutuhan, tuntutan dan kepuasan pelanggan. Seperti telah diuraikan di atas bahwa obat merupakan komponen terbesar biaya rumah sakit, maka untuk menghadapi tantangan di atas, pelayanan obat harus ditingkatkan, dalam arti dapat memberikan pelayanan obat yang bermutu dengan harga yang terjangkau. B. PERUMUSAN MASALAH Dari uraian latar belakang masalah tersebut diatas perumusan masalah dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Berdasarkan angket sederhana dari TIM Mutu RSU RA. Kartini Jepara, yang telah dilakukan pada tahun 2003, terhadap 100 pasien umum di RSU RA. Kartini Jepara, didapatkan data keluhan pasien terbesar adalah Pelayanan obat-obatan 18,2 % karena tidak bisa menebus obat disebabkan oleh tidak tersedia dan pelayanan dokter 10 %. 2. Meskipun sudah ditetapkan formularium berdasarkan SP Direktur RSU No. 024 sejak tahun 1997 namun dokter masih ada yang menulis resep tidak sesuai dengan formularium, hal ini kalau dilihat dari formularium ± 8 tahun lamanya (1997 – 2005) baru formularium direvisi. Dari hasil observasi terhadap 300 sampel resep selama bulan Pebruari 2004 sampai dengan April 2004, masih terdapat 20 buah resep untuk golongan obat antibiotik, 10 buah golongan analgetik dan 6 buah golongan antipiretik yang penulisannya tidak sesuai dengan formularium. Berdasarkan beberapa gejala diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Faktor – faktor apa sajakah yang mempengaruhi ketidakpatuhan dokter dalam penulisan resep sesuai dengan formularium di RSU RA. Kartini Jepara ? a. TUJUAN PENELITIAN 1. Tujuan Umum Mengetahui faktor- faktor yang berpengaruh terhadap ketidakpatuhan dokter dalam penulisan resep sesuai dengan Formularium Rumah Sakit Umum RA. Kartini Jepara. 2. Tujuan Khusus 1. Mengetahui gambaran variabel pendidikan, pengetahuan, sikap, keyakinan, ketersediaan obat RSU “RA. Kartini” Jepara. 2. Mengetahui gambaran ketidakpatuhan dokter dalam penulisan resep sesuai dengan formularium RSU “RA. Kartini” Jepara. 3. Mengetahui hubungan pengetahuan terhadap ketidakpatuhan dokter dalam penulisan resep sesuai formularium RSU “RA. Kartini” Jepara. 4. Mengetahui hubungan sikap terhadap ketidakpatuhan dokter dalam penulisan resep sesuai formularium RSU “RA. Kartini” Jepara. 5. Mengetahui hubungan keyakinan terhadap ketidakpatuhan dokter dalam penulisan resep sesuai formularium RSU “RA. Kartini” Jepara. 6. Mengetahui hubungan ketersediaan obat terhadap ketidakpatuhan dokter dalam penulisan resep sesuai formularium RSU “RA. Kartini” Jepara. 7. Mengetahui pengaruh secara bersama-sama pengetahuan, sikap, keyakinan, ketersediaan obat terhadap ketidakpatuhan dokter dalam penulisan resep sesuai formularium RSU “RA. Kartin”i Jepara. b. RUANG LINGKUP PENELITIAN 1. Lingkup Sasaran. Penelitian ini ditujukan kepada seluruh dokter umum dan dokter spesialis yang bertugas di RSU “RA. Kartini” Jepara. 2. Lingkup Masalah. Masalah dibatasi pada faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan dokter dalam penulisan resep sesuai dengan Formularium RSU “RA. Kartini” Jepara. 3. Lingkup Keilmuan. Penelitian ini termasuk dalam Ilmu Manajemen Pelayanan Rumah Sakit. 4. Lingkup Metode. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei dengan pendekatan cross sectional. 5. Lingkup Lokasi. Lokasi penelitian ini dilaksanakan di RSU “RA. Kartini” Jepara. 6. Lingkup Waktu. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2005 sampai dengan bulan Juni 2006 c. MANFAAT PENELITIAN 1. Bagi Manajemen RSU “RA. Kartini” Jepara : Secara keseluruhan diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi Direktur RSU “RA. Kartini” Jepara, komisi medik, panitia farmasi dan terapi dan instalasi farmasi untuk melakukan intervensi bila diperlukan baik berupa perubahan sistem ataupun kebijakan peraturan. 2. Bagi Peneliti : Sebagai pengalaman belajar dan penerapan ilmu manajemen rumah sakit yang diperoleh peneliti selama mengikuti pendidikan di konsentrasi administrasi rumah sakit dan menerapkannya di tempat kerja. 3. Bagi Program Pasca Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat : Merupakan sumbangan bagi pengembangan ilmu administrasi rumah sakit tentang faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan dokter dalam penulisan resep sesuai dengan obat yang tercantum dalam formularium rumah sakit. d. KEASLIAN PENELITIAN Penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan dokter dalam penulisan resep sesuai formularium RSU “RA. Kartini” Jepara selama ini belum pernah dilakukan. Beberapa penelitian yang mirip dengan topik penelirtian ini antara lain : 1. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan formularium rumah sakit di Unit Rawat Jalan RS Husada Jakarta, oleh Luwiharsih, tahun 1989.(7) Hasilnya : Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa pengetahuan dan sikap dokter yang paling mempengaruhi penggunaan Formularium Rumah Sakit maka untuk meningkatkan penggunaan Formularium Rumah Sakit pengetahuan dan sikap dokter perlu ditingkatkan. 2. Analisis faktor-faktor perilaku dokter yang berhubungan dengan penulisan resep obat dengan nama generik pada pasien rawat jalan RSU Fatmawati Jakarta, oleh Debby Daniel, tahun 2001.(8) Hasilnya : Pada analisis multivariat regresi logistik faktor-faktor perilaku dokter yang berhubungan secara bermakna dengan penulisan resep obat dengan nama generik adalah sikap terhadap program obat generik dan lama kerja di RSUP Fatmawati. 3. Analisis kepatuhan dokter menulis resep berdasarkan formularium di Rumah Sakit Dokter Mohammad Hoesin Palembang, oleh Masnir Alwi, tahun 2002.(9) Hasilnya : Berdasarkan hasil penelitian ini maka variabel yang paling dominan yang mempengaruhi dokter menuliskan resep berdasarkan Formularium adalah variabel sikap. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3. Rumah Sakit Rumah Sakit adalah suatu Instansi yang menyediakan tempat dan memberikan jasa pelayanan kesehatan meliputi tindakan observasi, diagnostik, terapetik, dan rehabilitatif untuk orang-orang yang menderita sakit (10). Didalam Sistem Kesehatan Nasional, rumah sakit menjadi salah satu unsur yang harus dapat memenuhi tujuan pembangunan kesehatan yaitu “Untuk mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal, sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan Nasional”. (11) 4. Layanan Rumah Sakit Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 983/Menkes/SK/XI/1992 disebutkan bahwa rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat dasar, spesialistik dan subspesialistik.(12) Rumah Sakit Umum mempunyai tugas melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan. Untuk menyelenggarakan upaya tersebut rumah sakit umum antara lain berfungsi menyelenggarakan : 1) Pelayanan Rawat Jalan, 2) Pelayanan Rawat Inap, 3) Pelayanan Penunjang Medik, antara lain : Farmasi, Laboratorium, Radiologi, Gizi, 4) Pelayanan Penunjang Umum, meliputi fungsi administrasi rumah sakit. (13) Struktur Organisasi Rumah Sakit Umum Kelas B Non Pendidikan terdiri dari : 1. Direktur yang dibantu oleh sebanyaknya 3 (tiga) Wakil Direktur; 2. Wakil Direktur Pelayanan Medis dan Keperawatan; 3. Wakil Direktur Penunjang Medis; 4. Wakil Direktur Umum dan Keuangan; 5. Komite Medis dan Staf Medis Fungsional; 6. Dewan Penyantun; 7. Satuan Pengawas Intern. Struktur Organisasi Rumah Sakit terlampir 5. Komite Medik Komite medik adalah badan baru dalam struktur organisasi rumah sakitpemerintah berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 983/Menkes/SK/X/1992, tanggal 12 November 1992 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum. Komite medik adalah pembina dan pengembang pelaksanaan profesi kedokteran di rumah sakit. Komite medik merupakan wadah non struktural yang keanggotaannya berasal dari kelompok staf medis fungsional. Sedangkan subkomite / panitia adalah kelompok kerja di dalam komite medik yang dibentuk untuk mengatasi masalah khusus. Anggota subkomite / panitia terdiri dari staf medis fungsional dan tenaga profesi lainnya. Staf Medis Fungsional (SMF) adalah kelompok dokter yang menduduki jabatan fungsional antara lain di Rumah Sakit meliputi dokter umum, dokter gigi, dan dokter spesialis baik yang berstatus sebagai dokter tetap, dokter tamu maupun dokter honorer (paruh waktu) wajib menjadi staf medik fungsional, dan melaksanakan tugas sesuai dengan profesi yang dimiliki dan sesuai dengan fungsi-fungsi yang dilaksanakan rumah sakit. Komite medik menurut Keputusan Direktur Jendral Pelayanan Medik Nomor HK. 00.06.3.5.3018 tanggal 5 Juli 1999 mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut Tugas komite medik adalah : 3. Membantu direktur rumah sakit menyusun standar pelayanan medis dan memantau pelaksanaannya. 4. Memantau dan membina pelaksanaan tugas tenaga medis. 5. Meningkatkan program pelayanan, pendidikan, dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan dalam bidang medis. Fungsi komite medik adalah : 2. Memberikan saran kepada pimpinan. 3. Mengkoordinasikan kegiatan pelayanan medis. 4. Menangani hal-hal yang berkaitan dengan etik kedokteran. 5. Menyusun kebijakan / ketentuan / prosedur pelayanan medis sebagai standar yang harus dilaksanakan oleh semua staf medis di rumah sakit. 6. Panitia Farmasi dan Terapi Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan menjadi landasan hukum yang kuat untuk pelaksanaan peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Sebagai penjabaran dari undang-undang tersebut salah satunya yaitu Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1009/Menkes/SK/X/1995 tentang Komite Nasional Farmasi dan Terapi. Untuk dapat dioperasionalkannya Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI tersebut salah satu ketentuannya adalah semua rumah sakit harus membentuk Komite Farmasi dan Terapi Rumah Sakit. Atas dasar surat keputusan tersebut Direktur Jendral Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI mengeluarkan Surat Keputusan No: 00.06.33 tentang Pedoman Kerja untuk Komite Farmasi dan Terapi. Menurut Quick ada delapan (6) tugas dari Panitia Farmasi dan Terapi ini adalah: 1. Menyusun formularium rumah sakit. 2. Melakukan penilaian ulang secara berkala tentang obat-obatan yang ada di dalam formularium yang disesuaikan dengan alokasi dana yang tersedia. 3. Menambah dan menghapus jenis obat-obatan dari formularium. 4. Mencegah terjadinya duplikasi persediaan obat-obatan yang sama jenisnya. 5. Menetapkan alokasi obat-obatan menurut tingkat pelayanan. 6. Melakukan evaluasi klinis terhadap obat-obatan baru yang akan dimasukkan dalam formularium rumah sakit. 7. Menetapkan pola penulisan resep tertentu dengan tujuan untuk mengontrol pemakaian obat yang tidak rasional (misalnya dengan melakukan pembatasan pemakaian antibiotika tertentu). 8. Melakukan penilaian ulang tentang pola resistensi antibiotika dan perbaikan petunjuk pemakaian antibiotika. 9. Melakukan monitoring praktek penulisan resep. PFT berperang sebagai rantai komunikasi formal utama antara staf medis dan farmasi. PFT juga bertanggung jawab atas semua hal yang berhubungan dengan pemakaian obat-obatan dalam institusinya, termasuk pengembangan dan pemeliharaan formularium. Tujuan dasar PFT adalah menentukan obat pilihan dan alternatifnya, didasarkan atas keamanan dan kemanjurannya, mengurangi terapi yang berlebihan dan memaksimalkan efektifitas biaya. (14) Karena FRS ini merupakan sarana yang dipergunakan oleh staf medis dan perawatan, maka daftar tersebut haruslah lengkap, ringkas dan mudah digunakan. FRS harus terdiri dari 3 bagian pokok : (15) 2. Bagian I, memuat informasi tentang kebijaksanaan dan prosedur rumah sakit mengenai masalah obat-obatan, termasuk di bagian ini bervariasi dari tiap-tiap rumah sakit. Pada umumnya meliputi hal-hal sebagai berikut : 1. Uraian singkat tentang KFT, termasuk keanggotaan, tanggung jawab, dan cara kerjanya. 2. Peraturan-peraturan rumah sakit yang mengatur penulisan resep, penyediaan, dan pemberian obat untuk pasien, meliputi cara menulis pesanan obat yang penggunaannya dibawah pengawasan, kebijaksanaan tentang pengobatan dan obat generik, pesanan obat secara lisan, pesanan obat-obatan untuk kasus darurat, dan lain-lain. 3. Prosedur cara kerja IFRS seperti jam kerja, kebijaksanaan tentang pemberian obat kepada pasien rawat jalan, prosedur pemberian obat untuk pasien rawat inap, dan penanganan permohonan informasi obat-obatan. 4. Informasi mengenai penggunaan FRS, termasuk bagaimana penyusunan data obat, informasi yang ada dalam setiap daftar dan prosedur untuk mencari produk obat tertentu, petunjuk mengenai sumber-sumber informasi yang rinci mengenai obatobatan dalam daftar harus dimasukkan di sini. 3. Bagian II, memuat daftar produk obat. Bagian ini merupakan inti dari formularium dan memuat suatu data atau data-data yang deskriptif untuk setiap obat ditambah lebih banyak indeks-indeks untuk memudahkan penggunaan daftar. 4. Bagian III, memuat informasi khusus Materi yang termasuk di bagian ini bervariasi di setiap rumah sakit. Contoh macam-macam data yang sering terdapat dalam bagian informasi khusus dari FRS ialah : 1. daftar singkatan yang diakui oleh rumah sakit; 2. peraturan menghitung dosis anak-anak; 3. tabel isi sodium dalam antasid; 4. daftar produk obat yang bebas gula; 5. daftar isi kotak darurat; 6. petunjuk pemberian dosis untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal; 7. tabel dan skala konversi metrik; 8. tabel interaksi obat; 9. diagram penangkal racun / antidotum. Pengalaman penerapan formularium di Rumah Sakit St. James-Dublin di Ireland (Inggris), menyatakan pada tahun pertama dilakukan intervensi tanggapan para dokter hasilnya bagus, penulisan resep obat generik meningkat 50%, penulisan resep yang tidak rasional dan pemakaian cephalosporin generasi III menurun. Keseluruhan anggaran / biaya obat di rumah sakit tidak meningkat dibandingkan dengan kenaikan anggaran / biaya obat rumah sakit meningkat tajam dan banyak penulisan resep obat secara tidak rasional. Maka dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai tujuan formularium rumah sakit, perlu intervensi secara kontinu, peninjauan ulang, dan umpan balik yang terus menerus. (13) Kesulitan dan hambatan yang dialami dalam penerapan formularium pada umumnya disebabkan dari pihak produsen obat-obatan dan para dokter. Di Indonesia menurut Darmansyah dan Wardhini (1991) terdapat lebih dari 300 produsen obat dan sekitar 13.600 produk obat. Hal ini membuat pihak produsen obat berusaha keras untuk dapat menjual produknya dengan berbagai cara dan kiat-kiatnya. Mereka memberi informasi yang kurang mendukung mengenai obat-obatannya. Mereka juga memberi imbalan, baik berupa uang ataupun dalam berbagai bentuk sponshorship lain kepada para dokter yang meresepkan obatnya. (6) Peningkatan pengelolaan obat sangat penting, oleh karena itu FRS ini harus dipandang sebagai bagian dari keseluruhan kebijakan pelayanan di rumah sakit, dan diorganisasikan dengan suatu cara yang dapat memberikan pelayanan yang berlandaskan aspek pelayanan efektif dan ekonomis dalam penggunaan obat. (16) 7. Instalasi Farmasi Farmasi rumah sakit sesuai SK Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 553/MENKES/SK/1994, merupakan salah satu bagian di rumah sakit yang berada di bawah pengawasan dan koordinasi wakil direktur penunjang medis dan instalasi. Instalasi ini merupakan fasilitas untuk melakukan kegiatan peracikan, penyimpanan, dan penyaluran obat-obatan, bahan kimia, alat kesehatan, dan gas medis. Barang farmasi secara umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu : 5. Barang farmasi rutin habis pakai, yang terdiri dari obat, bahan kimia, reagensia, gas medik (N2O, O2 tabung cair), alat kesehatan disposable (Spuit, film, radiologi, kassa, kapas, dll). 6. Barang farmasi non rutin adalah barang farmasi yang tidak habis pakai, terdiri dari alat kedokteran dan alat perawatan. Farmasi rumah sakit menurut Hilman (18) , Silalahi (19) , dan Syamsi (20), mempunyai peran secara manajerial dan profesional dalam semua tahap formularium kegiatan rumah sakit yaitu : 1. Tahap pembuatan kebijaksanaan (policy making) : secara integrative disertakan bersama unsur lain dalam berbagai kepanitiaan, khususnya PFT. 2. Tahap penyelenggaraan tugas bersama unsur lain dalam kepanitiaan pengadaan dalam hal perencanaan, dan pembelian obat-obatan, bahan kimia, alat kesehatan, dan gas medis. 3. Tahap pelaksanaan tugas meliputi : 1. penyimpanan dan pendistribusian obat-obatan, bahan kimia, alat kesehatan, dan gas medis; 2. produksi sediaan farmasi tertentu sesuai rujukan; 3. pendidikan dan pelatihan; 4. penyuluhan informasi obat; dan 5. menangani sterilisasi sentral. 4. Tahap pengawasan meliputi : 1. pengawasan kualitas dan kuantitas obat-obatan saat penerimaan dan penyimpanan; 2. pengawasan lalu lintas dan distribusi obat; 3. cara menyimpan dan penggunaan obat di rumah sakit; dan penyalahgunaan obat. 8. Pelayanan Farmasi Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang utuh dan berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. (21, 22) Pelayanan farmasi di rumah sakit menurut WHO (11) terdiri dari berbagai unsur, yang paling utama yaitu : 2. Usaha pengadaan, distribusi, dan pengawasan semua obat-obatan yang digunakan dalam pelayanan tersebut. 3. Evaluasi dan penyebaran informasi secara luas tentang obat-obatan dan penggunaannya kepada staf rumah sakit dan pasien. 4. Memantau dan menjamin kualitas penggunaan obat. Tugas dan kegiatan profesional lainnya, seperti penyuluhan obat-obatan kepada pasien dan tanggung jawab perawatan primer, dilaksanakan secara bekerja sama dengan bagian lainnya di rumah sakit. 9. Pengadaan Obat Dana yang dibutuhkan untuk pengadaan obat di rumah sakit ternyata merupakan anggaran terbesar kedua sesudah anggaran untuk gaji pegawai; mencakup 30 – 40% dari total anggaran rumah sakit. (21) Sedangkan secara Nasional, biaya untuk obat mencapai sekitar 50% dari biaya operasional kesehatan keseluruhan (22) . Karena biaya pengadaan obat di rumah sakit cukup besar, maka obat ini harus dikelola dengan efisien dan efektif agar memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi pasien dan bagi pihak manajemen rumah sakit. Menurut Quick (6) , yang dimaksud dengan efisien dana adalah dengan dana yang dibelanjakan dapat diperoleh selengkap mungkin jenis obat dalam jumlah yang mencukupi. Sedangkan efektivitas penggunaan dana adalah penggunaan yang seoptimal mungkin dari setiap jenis obat yang disediakan. Dengan kata lain efisien adalah tingkat diperolehnya efektivitas yang secara bersamaan mendapatkan biaya yang lebih rendah. Sistem suplai yang efisien harus efektif dan relatif tidak mahal. “Perencanaan obat yang baik bertujuan agar obat siap tersedia pada saat dibutuhkan, tetapi tidak tertumpuk banyak”(23). Untuk dapat melaksanakan perencanaan obat yang baik diperlukan sistem informasi obat yang baik, yang menyangkut informasi tentang rencana pengadaan obat, pembelian obat, penyimpanan obat, penggunaan obat, dan kecenderungannya untuk masa yang akan datang. 10. Kebijakan dan Peraturan Menurut Anwar(28) dan Balasubramanian tahun 1990 (29) dalam bukunya yang berbeda mengungkapkan, dari sisi penggunaan obat perlu ditekankan adanya kebijakan pengobatan yang rasional dengan 6 tanda umum yang menda sarinya, yaitu : 8. Kebutuhan (need), yaitu pengobatan harus sesuai dengan kebutuhan medis yang nyata, obat harus dapat memperbaiki kualitas dan meningkatkan pelayanan kesehatan. 9. Effectiveness, yaitu obat harus mempunyai nilai terapetik dan manfaatnya harus seperti yang dinyatakan. 10.Safety, yaitu obat harus aman dan manfaatnya melebihi efek sampingnya. 11.Economy, yaitu obat harus bermanfaat dan harganya terjangkau. 12.Access, yaitu obat harus dapat diperoleh bagi yang membutuhkan. 13.Information, yaitu obat harus diberikan dengan informasi yang jelas dan cukup. Untuk meningkatkan pemakaian obat secara rasional, sehingga dapat memenuhi lebih banyak penderita dan harganya terjangkau, pemerintah telah melakukan beberapa langkah antara lain : 1. Ditetapkannya kebijakan obat Nasional pada tahun 1983 melalui SK Men.Kes.No.47/MENKES/PER/11/1983 (Departemen Kesehatan RI, 1983). 2. Diberlakukannya program obat Men.Kes.No.085/MENKES/PER/I/1989, generik tentang berlogo kewajiban melalui SK menuliskan resep menggunakan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah, yang semula diharuskan untuk rumah sakit pemerintah, tetapi akhirnya rumah sakit swasta juga dimintai partisipasinya. 3. Dikeluarkannya SK Men.Kes.No.725a / MENKES / SK / IX / 1989 untuk menarik 285 jenis obat dari peredaran obat-obat yang tidak terbukti khasiatnya, tidak efektif, tidak rasional, dan merugikan. Untuk memasyarakatkan penggunaan yang rasional terhadap antibiotik pada khususnya dan obat-obat lain pada umumnya, menurut Garjito (28) , perlu dipertimbangkan 3 aspek, yaitu : Komunikasi-Informasi-Edukasi (KIE), manajerial, dan peraturan-peraturan (regulasi). 11. Formularium Rumah Sakit Berdasarkan SP (Surat Pernyataan) Direktur No: 024/INS/SP/Dir/ IX/97. Maka mulai 23 September 1997 diberlakukan Formularium. Formularium sebagai langkah pertama untuk digunakan sebagai formularium dikemudian hari. Dengan SP ini Formularium rumah sakit merupakan sarana yang kuat untuk meningkatkan kualitas dan mengawasi biaya obat yang dipergunakan untuk pengobatan di rumah sakit. Persoalan pokok dari formularium rumah sakit ialah adanya pelaksanaan sistem pendataan sekumpulan produk obat yang secara terus menerus ditinjau ulang. Obat-obatan tersebut dipilih oleh Panitia Farmasi dan Terapi (PFT), ditunjang dengan adanya informasi pendukung yang penting tentang penggunaan obat-obatan tersebut, tentang kebijaksanaan, serta prosedur farmasi yang relevan. (15) Upaya peningkatan mutu pelayan suatu rumah sakit tidak terlepas dari manajemen obat yang merupakan bagian penting dari manajemen rumah sakit. Oleh karena itu manajer rumah sakit selalu berupaya meningkatkan efektifitas dan efisiensi manajemen obat di Rumah Sakit. Tidak efektif dan efisiennya manajemen obat dapat dilihat dari gejala sebagai berikut : 1. Kekurangan obat yang terlalu sering dan terjadi pada banyak jenis obat 2. Kelebihan Jenis obat tertentu 3. Penyediaan obat tidak merata 4. Perimbangan manfaat biaya ( Cost Effectiveness ) yang tidak baik 5. Pengaturan anggaran obat yang tidak proporsional 6. Cara peresepan yang tidak rasional dan tidak efektif 7. Penyimpangan dan distorsi kebutuhan obat Menurut WHO dalam upaya memperbaiki manajemen obat diperlukan sistem pengelolaan obat yang efektif dan efisien melalui proses : 1. Perencanaan yaitu seleksi obat yang dibutuhkan dan memperkirakan jumlah yang dibutuhkan 2. Pengadaan yaitu bagaimana cara melakukan seleksi pemasok,dan mengatur cara pembelian dan cara pembayarannya. 3. Distribusi yaitu bagaimana cara menerima barang, menyimpannya, cara mengontrol persediaan, pengangkutan dan pencatatan untuk keperluan monitoring dan pengawasan 4. Penggunaan yaitu bagaimana cara peresepan, cara penggunaan oleh pasien dan cara menanggapi keluhan pasien. Di RSU R.A. Kartini Jepara perangkat yang bertanggung jawab dalam perencanaan, pengadaan, distribusi dan penggunaan obat adalah Instalasi Farmasi Rumah Sakit ( IFRS). IFRS bertanggung jawab pada direktur melalui Kepala Bidang Pelayanan Penunjang . Perencanaan Obat khususnya seleksi obat di Rumah Sakit harus baik. Perangkat Manajemen Obat di Rumah Sakit yang bertanggung jawab melakukan seleksi obat adalah Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) . PFT RSU Kartini Jepara merupakan bagian dari komite medik yang diangkat dan ditetapkan berdasarkan surat keputusan direktur Rumah Sakit. Komite medik dan PFT bertanggungjawab pada direktur. PFT RSU R.A. Kartini Jepara dalam penyusunan formularium menggunakan prosedur sebagai berikut : B.1. PFT membuat format atau bentuk formularium, menentukan jumlah kelas terapi dan jumlah item obat B.2. Membuat formulir usulan obat dan membagikan kesemua dokter B.3. Mengumpulkan kembali formulir usulan obat dan melakukan tabulasi sesuai kelas terapi. B.4. Menetapkan obat yang dapat dimasukkan kedalam formularium berdasarkan manfaat, harga dan usulan tertentu. B.5. Mengusulkan pemberlakuan formularium Rumah Sakit ke Direktur B.6. Direktur menetapkan pemberlakuan formularium Rumah Sakit berdasarkan Surat Keputusan Direktur. B.7. Melakukan sosialisasi tentang formularium secara berkala pada semua dokter. B.8. Formularium berlaku selama dua tahun B.9. Dalam kurun waktu dua tahun PFT melakukan evaluasi dan revisi formularium. Menurut Direktorat jenderal Pelayanan Medis Departemen Kesehatan RI tugas PFT adalah : 7. Memberi nasehat pada staf medis dan administrasi Rumah Sakit untuk seluruh masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat-obatan, termasuk obat yang sedang dalam penelitian. Keputusan yang diambil PFT harus ditinjau dan disetujui oleh Direktur dan Staf terkait. 8. Membuat formularium Yang disetujui penggunaannya oleh Rumah Sakit dan mengadakan revisi terus menerus. Pemilihan Obat-obatan untuk masuk dalam formularium berdasarkan penilaian obyektif tentang manfaat, keamanan dan biaya pengobatan. PFT harus mengurangi seminimal mungkin duplikasi, jenis obat, kualitas obat, produk obat yang sama. PFT harus mengevaluasi,menyetujui atau menolak obat-obat baru atau obat yang telah diusulkan oleh anggota staf medis untuk dimasukkan dalam formularium atau obat-obatan yang telah diusulkan untuk dihapus dari formularium. 9. Mendefinisikan kategori obat-obatan yang digunakan Rumah Sakit dan menentukan kategori spesifik untuk setiap obat. 10. Memberi masukan kepada instalasi farmasi didalam mengembangkan dan meninjau kebijaksanaan, tata tertib dan pengaturan penggunaan obat-obatan di Rumah Sakit sesuai dengan peraturan lokal, Regional dan Nasional. 11. Meninjau penggunaan obat-obatan di Rumah Sakit dan mendorong pelaksanaan standar terapi secara rasional 12. Mengumpulkan dan meninjau laporan tentang efek samping obat 13. Mengembangkan dan menyebarkan materi dan program pendidikan yang berkaitan dengan obat-obatan kepada staf medis dan keperawatan Seperti yang telah diuraikan diatas bahwa salah satu tugas PFT adalah membuat formularium Rumah Sakit , Menurut WHO Formularium adalah susunan daftar .obat yang dipilih secara rasional berdasarkan informasi penggunaannya. Menurut Departemen Kesehatan RI formularium Rumah Sakit adalah Daftar obat yang disepakati beserta informasi yang diterapkan di Rumah Sakit, Yang disusun oleh PFT. Formularium mengandung ringkasan informasi obat didalamnya tercantum antara lain nama generik, indikasi, dosis, kontra indikasi efek samping dan informasi penting yang akan diberikan pada pasien. Beberapa formularium ada yang mencantumkan harga sehingga dapat membantu penulis resep dalam memilih obat. Pada dasarnya produk obat yang tertera dalam formularium harus relevan dengan pola penyakit di suatu rumah sakit. Oleh karena itu pembuatan formularium harus berdasarkan pada pengkajian populasi penyakit penderita, gejala, dan penyebab dan kemudian ditentukan golongan farmakologi obat yang diperlukan. Untuk itu, ditentukan berdasarkan pengkajian, yaitu (39): 1. Pengkajian populasi penderita, gejala dan penyebab dan kemudian terakhir berturutturut dari rekam medik yang berisi kelompok penyakit, subkelompok penyakit terhadap penyakit. Persentase penderita tiap tahun. 2. Penetapan peringkat penderita dari tiap kelompok penyakit. 3. Penetapan peringkat penderita dari tiap subkelompok penyakit. 4. Penetapan penyakit, gejala, penyebab dan penggolongan farmakologi obat serta bahan pendukung yang diperlukan. 5. Penetapan nama obat yang diperlukan dalam tiap golongan farmakologi. Pemilihan nama obat untuk tiap golongan farmakologi didasarkan pada kriteria yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Kemudian nama obat itulah yang dimasukkan ke dalam formularium rumah sakit. Sedangkan Keuntungan Formularium Rumah Sakit adalah : 4. Bagi Pejabat Kesehatan : 5. Mengidentifikasi terapi yang murah dan efektif untuk masalah kesehatan umum. 6. Dasar untuk menilai dan membandingkan kualitas pelayanan. 7. Sebagai sarana intergrasi program, khususnya pemberi pelayanan kesehatan primer. 8. Bagi Manajemen Rumah Sakit : 9. Pemakaian dana untuk obat-obatan akan lebih efektif dan efisien 10. Karena tidak diperlukan penyedian obat yang bermacam-macam untuk satu jenis kelas terapi, obat yang disediakan akan terpakai karena tidak terjadi perubahan pemakaian obat untuk kelas terapi yang sama. 11. Bagi Pasien : 12. Mendorong kepatuhan dokter untuk tetap konsisten. 13. Pasien mendapat terapi yang lebih murah. 14. Terapi lebih baik. Tujuan utama pembuatan formularium menurut Direktorat Pelayanan Medik adalah menyediakan bagi para staf di RS sarana (35) : 1. Informasi obat – obatan yang telah disetujui penggunaannya oleh RS dan telah diseleksi oleh para ahli yang terpilin dalam PFT. 2. Informasi pengobatan dasar setiap obat yang telah disetujui. 3. Informasi tentang kebijakan dan prosedur RS yang mengatur penggunaan obatobatan dan 4. Informasi yang khusus seperti misalnya peraturan tentang dosis obat, singkatan – singkatan yang bisa digunakan di RS. Sedangkan kerugian formularium adalah sebagai berikut : 1. Menghilangkan hak prerogratif dokter terhadap penulisan resep 2. Formularium sering tidak sesuai dengan diagnose penyakit tertentu. Dari uraian tersebut diatas menunjukkan berapa penting dan bermanfaatnya formularium. Dengan demikian sangat diperlukan kepatuhan penulisan resep dokter sesuai dengan formularium untuk menjamin pelayanan obat yang baik. Departemen Kesehatan melalui Komite Akreditasi Rumah Sakit memberi nilai maksimal 5 pada Rumah Sakit gengan kepatuhan penulisan resep dokter terhadap formularium rata-rata lebih dari 90% atau penyimpangan kurang dari 10%. 12. Penulisan Resep Obat “Dokter, sebagai penulis resep obat untuk pasien merupakan tenaga kesehatan yang sangat berperan dan otonom.”(35). Menurut Quick, “Pengobatan yang rasional diawali dengan penulisan resep obat oleh dokter secara rasional, dengan langkah-langkah.”(6) : 1. Diagnosis yang tepat. 2. Memilih obat yang terbaik dari pilihan yang tersedia. 3. Memberi resep dengan dosis yang cukup dan jangka waktu yang cukup. 4. Berdasarkan pada pedoman pengobatan yang berlaku saat itu. 5. Resep merupakan dokumen legal, sebagai sarana komunikatif profesional dari dokter dan penyedia obat, untuk memberikan obat kepada pasien sesuai dengan kebutuhan medis yang telah ditentukan (DepKes RI, 2000) Dalam suatu resep harus terkandung unsur-unsur informasi mengenai pasien, pengobatan yang diberikan dan siapa dokter yang menuliskan resep (8) . Apabila seorang dokter akan menuliskan resep, pertanyaan yang muncul adalah apakah resep akan ditulis dengan nama generik atau dengan nama dagang. Penulisan resep melibatkan beberapa keputusan yaitu : kapan dan berapa banyak yang harus diresepkan dan bagaimana meresepkan yang meliputi masalah teknis, medis, kefarmasian dan ekonomi (24). Penulisan resep yang rasional yang berarti penggunaan obat secara rasional, merupakan komponen dari tujuan penggunaan obat yang tercantum dalam Kebijakan Obat Nasional (KONAS, 1996). Penggunaan obat secara rasional adalah pasien yang mendapatkan pengobatan sesuai dengan kebutuhan klinisnya, dosis yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing individu, untuk periode waktu yang cukup dan dengan biaya yang serendah-rendahnya (10). Menurut (24) , secara garis besar faktor yang mempengaruhi penulisan resep dibagi dua yaitu faktor medis dan faktor nonmedis. Faktor medis adalah faktor yang berhubungan dengan status kesehatan pasien yang merupakan faktor utama yang menentukan apakah seorang pasien akan diberikan resep obat atau tidak. Faktor nonmedis terbagi dua lagi yaitu faktor kondisi peresepan (factors conditioning) dan faktor individu (individual factors) yaitu semua yang berhubungan dengan individu dokter. Kekuatan dari industri obat nasional dan kekuasaan dari pihak yang berwenang mengontrol, merupakan dua faktor kondisi yang penting yang juga mempengaruhi faktor individu. Beberapa faktor yang mempengaruhi penulisan resep (8) : 1. Sistem suplai kesehatan (Health Supply System), Faktor yang mempengaruhi sistem meliputi suplai obat yang tidak dapat dipercaya, jumlah obat yang terbatas/tidak mencukupi, obat-obat yang kadaluarsa dan tersedianya obat-obat yang tidak tepat/tidak sesuai. Inefisiensi dalam sistem tersebut menimbulkan ketidakpercayaan oleh dokter dan pasien. Padahal pasien membutuhkan pengobatan dan dokter harus memberikan obat apa yang sudah tersedia, walaupun obat yang tersedia tersebut tidak tepat indikasi. 2. Penulis resep / dokter (Prescriber), Faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi dokter dalam menuliskan resep. Pengetahuan dokter tentang obat dapat mempengaruhi penulisan resep obat, dimana pengetahuan didapat dari pendidikan dasar yang membentuk sikap. Kurangnya pendidikan berkelanjutan (Continuing education), keahlian untuk mendapatkan informasi baru yang lebih banyak didapat dari sales obat bukan berdasarkan Evidence based mempengaruhi penulisan resep obat. Faktor eksternal seperti jumlah pasien yang banyak, atau tekanan untuk menuliskan resep dari pasien atau salesmen obat/pabrik obat. Faktor karakteristik dan kondisi kerja mempengaruhi penulisan resep dokter per individu (Quick,1997). Dibedakan atas karakteristik dokter yang bersifat nonprofesionalerti umur, jenis kelamin, kepribadian (termasuk perilaku) dan karakteristik profesional seperti pendidikan dan pengalaman kerja. Menurut Iwan Darmansyah faktor yang mempengaruhi dokter dalam menuliskan resep : a). Masalah diagnosis, proses penegakkan diagnosis yang lebih ditentukan oleh kebiasaan dari deduksi ilmiah menggiring dokter ke pengobatan yang irrasional. Bila diagnosis belum dapat diterapkan, sering terjadi bahwa berbagai kemungkinan diagnosis diferensial kemudian diobati dan disebut sebagai defensive therapy dan berarti penggunaan obat secara polifarmasi untuk menutupi berbagai kemungkinan itu. b). Pengaruh industri, pengaruh promosi sangat efektif, walaupun dilakukan dengan cara yang tidak menyolok, misalnya dengan mengadakan seminar atau memberi kepustakaan yang tentunya mendukung produknya sertatidak memperlihatkan segisegi lainnya yang kurang mendukung. Pendidikan berkelanjutan seperti ini lebih bersifat komersil. 3. Farmasi (Dispenser). Pemberian informasi mengenai obat khususnya kepada dokter mempengaruhi penulisan resep, hal ini berkaitan dengan pendidikan. Informasi dapat diberikan secara aktif melalui pelayanan informasi obat atau pasif misalnya melalui bulletin atau newsletter. Peran farmasi juga terlihat mulai dari perencanaan, pengadaan dan pendistribusian obat di rumah sakit. 4. Pasien/masyarakat. Pengetahuan, kepercayaan pasien/masyarakat terhadap mutu dari suatu obat dapat mempengaruhi pasien dalam menggunakan obat dan karena adanya interaksi pasien dengan dokter juga akan mempengaruhi dokter dalam menuliskan resep. Industri Farmasi dikatakan mempunyai pengaruh yang kuat dalam penulisan resep baik secara langsung maupun tidak langsung (24) . Pengaruh secara langsung dilakukan dengan iklan melalui pos atau di jurnal, kalender detailmen, eksibisi obat, sample obat. Secara tidak langsung seperti bantuan penelitian medis, bantuan untuk jurnal ilmiah, bantuan dan pengorganisasian pelatihan medis. Demikian juga pengaruh profesi kesehatan lainnya (perawat,apoteker) dan kolega yang mempengaruhi melalui contoh perorangan, diskusi dan saran yang bersifat informal, melalui pendekatan administratif seperti pembuatan Formularium (24). Faktor-faktor yang disebutkan di atas berbeda pengaruhnya untuk setiap dokter pada kondisi-kondisi tertentu dan bersifat kompleks. Karena itu intervensi yang dilakukan untuk memperbaiki kualitas peresepan obat haruslah dimulai dengan mengerti terlebih dahulu pada masalah perilaku (8). K. Kepatuhan / Ketidakpatuhan Terhadap Standar Berkaitan dengan peningkatan mutu pelayanan, pengukuran mutu pelayanan kesehatan menyangkut pengukuran mutu teknis pelayanan kesehatan yaitu pengukuran yang berkaitan dengan ketidaksesuaian proses pelayanan kesehatan dengan standar yang telah ditentukan. Ketidakpatuhan adalah pengukuran pelaksanaan kegiatan yang tidak sesuai dengan langkah – langkah yang telah ditetapkan dalam bentuk standar. Perhitungan tingkat ketidakpatuhan dapat sebagai kontrol bahwa pelaksana telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan standar. Sehingga dapat dikatakan bahwa ketidakpatuhan petugas merupakan faktor yang sangat penting untuk menentukan keberhasilan program mutu pelayanan. Ketidakpatuhan yang harus dilaksanakan oleh dokter yaitu menulis resep sesuai formularium. Cara pengukuran ketidakpatuhan dokter terhadap standar sebagai berikut: Jumlah resep obat di luar formularium Ketidakpatuhan = Jumlah resep yang ditulis X 100 % L. FAKTOR – FAKTOR PENYEBAB PERILAKU Faktor-faktor yang merupakan penyebab perilaku dikategorikan dalam tiga jenis yaitu faktor predisposisi (predisposing), faktor pemungkin (enabling) dan faktor penguat (reinforcing)l. Hubungan ketiga faktor dengan perilaku dikenal dengan kerangka kerja PRECEDE dari Green dan Kreuter (1980). Masing-masing faktor mempunyai pengaruh yang berbedah atas perilaku. Faktor predisposing merupakan faktor anteseden terhadap perilaku yang menjadi dasar atau motivasi bagi perilaku. Termasuk dalam faktor ini adalah pengetahuan, sikap, keyakinan / nilai, pendidikan dan persepsi. Faktor eanabling adalah faktor anteseden terhadap perilaku yang memungkinkan suatu motivasi atau aspirasi terlaksana. Termasuk dalam faktor ini adalah ketersediaan dan keterjangkauan sumber daya serta komitmen pemerintah / masyarakat. Faktor reinforcing adalah faktor penyerta (yang datang sesudah) perilaku yang memberikan ganjaran, insentif, hukuman atau perilaku dan berperan bagi menetap atau lenyapnya perilaku itu. Termasuk dalam faktor ini adalah perilaku famili, tetangga, guru, petugas kesehatan, dan kader kesehatan. Perilaku kesehatan dapat dilihat sebagai fungsi kolektif ketiga faktor itu. Gagasan penyebab kolektif itu penting terutama karena perilaku merupakan suatu fenomena majemuk. Setiap rencana untuk mengubah perilaku harus memperhitungkan tidak hanya satu melainkan semua faktor yang berpengaruh. Model perencanaan dipakai karena model ini memungkinkan untuk memisahkan penentu perubahan perilaku yang paling besar kontribusinya terhadap keberhasilan pendidikan kesehatan. 9. Faktor Predisposing Faktor predisposing mencakup pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai, pendidikan dan persepsi berkenaan dengan motivasi seseorang atau kelompok untuk bertindak. Faktor predisposing sebagai preferensi ini mungkin mendukung atau menghambat perilaku sehat dalam setiap kasus, faktor ini mempunyai pengaruh. Meskipun berbagai faktor demografi seperti sosial ekonomi, umur jenis kelamin dan jumlah keluarga saat ini juga penting sebagai faktor predisposing. Semua ini berada diluar pengaruh langsung program pendidikan kesehatan. a. Pengetahuan Pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman yang berasal dari berbagai macam sumber, misalnya media massa, media elektronik, buku petunjuk, media poster, kerabat dekat dan sebagainya. Pengetahuan ini dapat membentuk keyakinan tertentu sehingga seseorang berperilaku sesuai keyakinan tersebut. Notoatmodjo (1993) mengatakan bahwa pengetahuan merupakan resultan dari akibat proses penginderaan terhadap suatu objek. Penginderaan tersebut sebagian besar berasal dari penglihatan dan pendengaran. Pengukuran atau penilaian pengetahuan pada umumnya dilakukan melalui tes atau wawancara dengan alat bantu kuesioner berisi materi yang ingin diukur dari responden. Definisi pengetahuan menurut Notoatmodjo (1993) adalah merupakan hasil dari tahu, hal ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan diperoleh dari proses belajarl, yang dapat membentuk keyakinan tertentu sehingga seseorang berperilaku sesuai dengan keyakinan yang diperoleh. Dengan kata lain pengetahuan seseorang diperoleh dari pengalaman yang berasal dari berbagai sumber : media elektronik, media massa, buku petunjuk, media poster. Sedangkan Bahar (1988) mengemukakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin besar kemampuan menyerap, menerima, mengadopsi informasi. b. Sikap Sikap merupakan reaksi yang masih tertutup, tidak dapat dilihat secara langsung sehingga sikap hanya dapat ditafsirkan dari perilaku yang nampak Notoatmodjo (1993). Pengertian lain sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek cara tertentu serta merupakan respon evaluatif terhadap pengalaman kognitif, reaksi afeksi, kehendak dan perilaku berikutnya. Jadi sikap merupakan peniloaian positif atau negetif yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap objek. Mar'at (1982) mengatakan manusia tidak dilahirkan dengan sikap pandangan ataupun perasaan tertentu, tetapi sikap tadi dibentuk sepanjang perkembangannya. Adanya sikap akan menyebabkan manusia bertindak secara khas terhadap objekobjeknya. Dengan kata lain sikap merupakan produk dan proses sosialisasi, seseorang memberikan reaksi sesuai dengan rangsangan yang ditemuinya. Sikap dapat diartikan suatu kontrak untuk memungkinkan terlihatnya suatu aktivitas. Menurut Kartono (1990) sikap seseorang adalah predisposisi (keadaan mudah terpengaruh) untuk memberikan tanggapan terhadap rangsangan lingkungan yang dapat memulai atau membimbing tingkah laku orang tersebut secara definitif sikap berarti suatu keadaan jiwa (mental) dan keadaan berpikir (neutral) yang dipersiapkan untuk memberikan tanggapan terhadap suatu objek yang diorganisasi melalui pengalaman serta mempengaruhi secara langsung atau tidak langsung pada perilaku. 1. Praktik (tindakan) Praktik menurut Theory of Reasoned Action (Smet, 1994), dipengaruhi oleh kehendak, sedangkan kehendak dipengaruhi oleh sikap dan normal subyektif. Sikap sendiri dipengaruhi oleh keyakinan akan hasil dan tindakan yang telah lalu. Norma subyektif dipengaruhi oleh keyakinan serta motivasi untuk mentaati pendapatan tersebut. Praktik ini dibentuk oleh pengalaman interaksi individu dengan lingkungan, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikapnya terhadap suatu objek. Penelitian dari De Werdt (1989) mengatakan ada pengaruh yang kuat dari tingkat pengetahuan terhadap praktik. Pengaruh pengetahuan terhadap prakti dapat bersifat langsung maupun melalui perantara sikap. Sedangkan Notoatmodjo (1993) menyatakan suatu sikap belum otomatis terwujud dalam bentuk praktik (over behavior). Untuk terwujudnya sikap agar menjadi suatu perbuatan yang nyata (praktik) diperlukan faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan. Fisben dan Ajzen (cik Ancok, 1989) menyatakan bahwa keikut sertaan seseorang di dalam suatu aktivitas tertentu sangat erat hubungannya dengan pengetahuan, sikap, niat dan perilakunya. Pengetahuan terhadap manfaat suatu kegiatan akan menyebabkan orang mempunyai sikap yang positif terhadap hal tersebut. Selanjutnya sikap yang positif ini akan mempengaruhi niat untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut. Niat untuk ikut serta dalam suatu kegiatan sangat tergantung pada seseorang mempunyai sikap positif atau tidak terhadap kegiatan. Adanya niat untuk melakukan suatu kegiatan akhirnya sangat menentukan apakah kegiatan akhirnya dilakukan. Kegiatan yang sudah dilakukan inilah yang disebut dengan perilaku. 2. Pendidikan Upaya untuk tercapainya kesuksesan di dalam bekerja dituntut pendidikan yang sesuai dengan jabatan yang dipegangnya (LAN RI, 1993). Pendidikan merupakan suatu bekal yang harus dimiliki seseorang dalam bekerja, dimana dengan pendidikan seseorang dapat mempunyai suatu ketrampilan, pengetahuan serta kemampuan. Dengan tingkat pendidikan yang memadai diharapkan seseorang dapat lebih menguasai pekerjaan yang mempengaruhi dibebankan seseorang kepadanya dalam karena menentukan keterbatasan dunia kerja pendidikan yang akan diinginkannya. Pendidikan saat ini dirasakan sebagai suatu kebutuhan yang mendasar bagi setiap karyawan. Dengan semakin berkembangnya dunia bisnis maka karyawan dituntut untuk memiliki pendidikan yang tinggi. Semakin tinggi tingkat pendidikan karyawan maka dapat diasumsikan lebih memiliki penegtahuan, kemampuan serta ketrampilan tinggi. Gilmer dalam Frazer (1992), mengatakan bahwa makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah seseorang berpikir secara luas, makin tinggi daya inisiatifnya dan makin mudah pula untuk menemukan cara-cara yang efisien guna menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. 10. Faktor enabling Faktor ini terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitasfasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya obat-obatan, puskesmas, dan lain-lain yang merupakan sumber daya untuk menunjang perilaku kesehatan. 11. Faktor reinforcing Faktor dari luar individu yang dapat memperkuat perubahan perilaku yang terwujud dalam sikap dan perilaku dari petugas kesehatan atau petugas yang lain, yang mendukung atau menghambat terjadinya praktik kesehatan, serta adanya peraturan, sanksi dan monitoring. Dari atas dapat disimpulkan, bahwa perilaku seseorang yang dalam hal ini perilaku dokter dalam menuliskan resep obat generik dan nama paten yang ditentukan oleh pengetahuan dokter tersebut tentang obat generik dan obat paten, sikap dokter terhadap obat generik dan obat paten khususnya terhadap program pemerintah mengenai obat generik, juga ketersediaan / kelengkapan dari obat generik terutama di fasilitas kesehatan tempat dokter tersebut bekerja dan juga dipengaruhi oleh dukungan dari pemerintah atau atasan / direktur tempat dokter bekerja yang mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku. Secara ilustrasi dapat digambarkan sebagai berikut : M. Kerangka Teori Berdasarkan Teori Lawrence Green maka dapat disusun kerangka teori seperti dalam gambar 2.1. Faktor Predisposisi : Pendidikan Pengetahuan Sikap Keyakinan Persepsi Faktor Pemungkin : Ketersediaan Sumber daya Keterjangkauan Sumber daya Komitmen Masyarakat / Pemerintah PERILAKU KHUSUS PADA INDIVIDU DAN ATAU ORGANISASI KESEHATAN Faktor Penguat : Famili Tetangga Guru Petugas Kesehatan Kader Kesehatan Pembuat Keputusan Sumber : Green. LW, (1980), Notoatmodjo, (1993) Gambar 2.1 : Kerangka Teori. LINGKUNGAN (KONDISI TEMPAT TINGGAL ) BAB III METODOLOGI PENELITIAN 14. KERANGKA KONSEP Faktor perilaku dokter merupakan faktor yang harus dimengerti terlebih dahulu jika ingin dilakukan intervensi dalam penulisan resep, maka pada penelitian ini faktor perilaku dokter diambil sebagai materi dasar pembuatan Kerangka Konsep yang disusun berdasarkan Teori Lawrence Green. Gambar 3.1 : Kerangka Konsep Variabel bebas Pengetahuan Dokter Sikap Dokter Keyakinan Dokter Variabel terikat KETIDAKPATUHAN PENULISAN RESEP DOKTER SESUAI DENGAN Ketersediaan Obat FORMULARIUM 15. HIPOTESIS PENELITIAN Berdasarkan kerangka konsep di atas, maka dapat diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut : 6. Ada pengaruh pengetahuan terhadap ketidakpatuhan dokter dalam penulisan resep sesuai dengan Formularium Rumah Sakit Umum “RA. Kartini” Jepara. 7. Ada pengaruh sikap dokter terhadap ketidakpatuhan dokter dalam penulisan resep sesuai dengan Formularium Rumah Sakit Umum “RA. Kartini”Jepara. 8. Ada pengaruh keyakinan dokter terhadap ketidakpatuhan dokter dalam penulisan resep sesuai dengan Formularium Rumah Sakit Umum “RA. Kartini” Jepara. 9. Ada pengaruh ketersediaan obat terhadap ketidakpatuhan dokter dalam penulisan resep sesuai dengan Formularium Rumah Sakit Umum “RA. Kartini” Jepara. 10. Ada pengaruh secara bersama – sama antara pendidikan, pengetahuan, sikap, keyakinan, ketersediaan obat, terhadap ketidakpatuhan dokter dalam penulisan resep sesuai dengan Formularium Rumah Sakit Umum “RA. Kartini” Jepara. 16. VARIABEL PENELITIAN Variabel bebas (Independent Variable) : Variabel bebas dalam penelitian ini terdiri dari : 5. Pengetahuan dokter 6. Sikap dokter 7. Keyakinan dokter 8. Ketersediaan Obat Variabel Terikat ( Dependent Variable ) Variabel terikat dalam penelitian ini adalah ketidakpatuhan dokter apabila dalam penulisan resep tidak sesuai dengan Formularium Rumah Sakit Umum “RA. Kartini” Jepara. 9. JENIS DAN RANCANGAN PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan belah lintang (cross sectional), dimana dependent variable dan independent variable dikumpulkan pada waktu yang bersamaan. Penelitian ini dimaksud untuk mengetahui distribusi masalah penggunaan Formularium Rumah Sakit, serta faktor-faktor yang dianggap mempengaruhinya. Penelitian ini dilakukan secara kuantitatif dan didukung data kualitatif. 10. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN 13. Populasi Penelitian adalah semua dokter yang bertugas dan memberikan resep obat pada Rumah Sakit R.A. Kartini Jepara sebanyak 32 orang 14. Sampel penelitian adalah total populasi yaitu sebanyak 32 orang dokter. 11. DEFINISI OPERASIONAL PENELITIAN 15. Pengetahuan responden : yaitu kemampuan mengetahui yang dimiliki oleh responden tentang penulisan resep formularium rumah sakit. Cara mengukur : melalui wawancara kepada dokter dengan menggunakan kuesioner terstruktur. Responden menyatakan perilakunya pengetahuan tentang pertanyaan yang tertuang dalam kuesioner. Adapun jawaban responden untuk kemudian diberi skor 1 apabila sangat tidak baik, skor 2 apabila tidak baik, skor 3 apabila kurang baik, skor 4 apabila baik, jawaban atas pertanyaan yang terpisah dalam suatu variabel dijumlahkan ke dalam skor komposit. Pengetahuan Responden diketahui berdasarkan jawaban 11 pertanyaan. Pengukuran data dilakukan berdasarkan jumlah total skor yang diperoleh masing – masing responden perkelompok variabel penelitian. Untuk analisis selanjutnya digolongkan subyek ke dalam 2 kategori : • Apabila distribusi data normal menggunakan Kategori : 1). Pengetahuan Tinggi apabila mean > ± 1 SD 2). Tidak ada pengetahuan apabila mean < ± 1 SD Skala pengukuran adalah nominal 16. Sikap responden : yaitu tanggapan responden tentang penulisan resep dengan menggunakan formularium rumah sakit, formularium rumah sakit dan obat formularium rumah sakit. Cara mengukur : melalui wawancara kepada dokter dengan menggunakan kuesioner terstruktur. Responden menyatakan perilaku sikapnya tentang pertanyaan yang tertuang dalam kuesioner. Adapun jawaban responden untuk kemudian diberi skor 1 apabila sangat tidak baik, skor 2 apabila tidak baik, skor 3 apabila kurang baik, skor 4 apabila baik, jawaban atas pertanyaan yang terpisah dalam suatu variabel dijumlahkan kedalam skor komposit. Sikap responden diketahui berdasarkan jawaban 11 pertanyaan. Pengukuran data dilakukan berdasarkan jumlah total skor yang diperolah masing – masing responden per kelompok variabel penelitian. Untuk analisis selanjut digolongkan subyek ke dalam 2 kategori, berdasarkan gambaran univariatnya yaitu membagi skala nominal dengan cara : • Apabila distribusi data normal menggunakan Kategori : 1). Sikap Tinggi apabila mean > ± 1 SD 2). Tidak ada sikap apabila mean < ± 1 SD Skala pengukuran adalah nominal. 17. Keyakinan responden : adalah keyakinan responden terhadap mutu obat formularium rumah sakit. Cara mengukur : melalui wawancara kepada responden dengan menggunakan kuesioner terstruktur. Responden menyatakan perilaku keyakinannya tentang pertanyaan yang tertuang dalam kuesioner. Adapun jawaban responden untuk kemudian diberi skor 1 apabila sangat tidak yakin, skor 2 apabila tidak yakin, skor 3 apabila kurang yakin, skor 4 apabila yakin, jawaban atas pertanyaan yang terpisah dalam suatu variabel dijumlahkan ke dalam skor komposit. Keyakinan responden diketahui berdasarkan jawaban 3 pertanyaan. Pengukuran data dilakukan berdasarkan jumlah total skor yang diperoleh masing – masing responden per kelompok variabel peneliti. Untuk analisis selanjutnya digolongkan subyek ke dalam 2 kategori, berdasarkan gambaran univariatnya yaitu membagi berbagai variabel berskala ordinat menjadi variabel dengan skala nominal dengan cara : • Apabila distribusi data normal menggunakan Kategori : 1). Yakin Tinggi apabila mean > ± 1 SD 2). Tidak Yakin apabila mean < ± 1 SD Skala pengukuran adalah nominal. 18. Ketersediaan obat : adalah tingkat persediaan obat meliputi jenis dan jumlah obat yang tercantum dalam formularium rumah sakit. Cara mengukur : melalui wawancara kepada responden dengan menggunakan kuesioner terstruktur. Responden menyatakan ketersediaan obatnya tentang pertanyaan yang tertuang dalam kuesioner. Adapun jawaban responden untuk kemudian diberi skor 1 apabila sangat tidak tersedia, skor 2 apabila tidak tersedia, skor 3 apabila kurang tersedia, skor 4 apabila tersedia, jawaban atas pertanyaan yang terpisah dalam suatu varabel dijumlahkan ke dalam skor komposit. Ketersediaan obat diketahui berdasarkan respon atas 4 pertanyaan. Pengukuran data dilakukan berdasarkan jumlah total skor yang diperoleh masing – masing responden per kelompok variabel penelitian. Untuk analisis selanjutnya digolongkan subyek ke dalam 2 kategori, berdasarkan gambaran univariatnya yaitu membagi berbagai variabel berskala nominal dengan cara ; • Apabila distribusi data normal menggunakan Kategori : 1). Lengkap apabila mean > ± 1 SD 2). Tidak lengkap apabila mean < ± 1 SD Skala Pengukuran : Nominal 19. Ketidakpatuhan penulisan resep : adalah ketidak sesuaian penulisan resep yang ditulis responden dalam resep dengan obat yang tercantum dalam formularium RSU RA. Kartini Jepara. Data ini diperoleh dari resep yang diterima Instalasi Farmasi Rumah Sakit dari bulan Pebruari 2004 sampai dengan bulan April 2004. Ketidakpatuhan diukur dengan menghitung prosentase antara jumlah item resep obat yang tidak sesuai dengan formularium dan jumlah semua item resep obat yang ditulis dalam resep. Diukur dengan cara sebagai berikut : Patuh : Bila penyimpangan penulisan resep < 10 % Tidak patuh : Bila penyimpangan penulisan resep ≥ 10 % Jumlah resep obat di luar formularium Ketidakpatuhan = Jumlah resep yang ditulis X 100 % Skala pengukuran : Nominal 12. ALAT DAN CARA PENGUMPULAN DATA 13. Alat Pengumpul Data Dalam penelitian ini alat yang digunakan untuk pengumpulan data adalah 1). Kuesioner terstruktur dengan pertanyaan tertutup . Pertanyaan tertutup adalah pertanyaan yang kemungkinan jawabannya sudah ditentukan terlebih dahulu dan responden tidak diberi kesempatan memberi jawaban lain dan dengan menggunakan check list terhadap resep oleh dokter serta 2). Pedoman pertanyaan untuk wawancara mendalam dengan Direktur, Ketua Komite Medik, Ketua Panitia Farmasi dan Terapi, Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit. 14. Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah : a. Data Primer Data primer terdiri dari variabel bebas pengetahuan, sikap, keyakinan, ketersediaan obat, variabel terikat yaitu ketidakpatuhan dokter dalam penulisan resep sesuai dengan formularium di RSU RA. Kartini Jepara. Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam langsung kepada responden untuk mengukur variabel pengetahuan, sikap, keyakinan, dan ketersediaan obat, variabel terikat yaitu ketidakpatuhan dokter dalam penulisan resep sesuai dengan formularium di RSU RA. Kartini dengan menggunakan check list observasi untuk data kuantitatif dan sebelumnya telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Kuesioner dibuat untuk memperoleh informasi yang relevan dengan tujuan survei dan memperoleh informasi dengan reliabilitas dan validitas setinggi mungkin dan check list observasi untuk menilai ketidakpatuhan dokter dalam penulisan resep sesuai dengan formularium di RSU RA. Kartini Jepara. Disamping itu juga dilakukan wawancara mendalam dengan : 15. Direktur 16. Ketua Komite Medik 17. Ketua Panitia Farmasi dan Terapi 18. Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit Untuk cross check data karena wawancara mendalam dilakukan setelah pengumpulan data kuantitatif selesai dilakukan pengolahan data. 19. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari semua resep yang masuk ke Instalasi Farmasi berupa arsip resep, jumlah resep yang dikeluarkan masing – masing dokter dan daftar obat sesuai formularium dari bulan Pebruari 2004 sampai dengan bulan April 2004. c. Uji Validitas dan Reliabilitas Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Jadi validitas ingin mengukur apakah pertanyaan dalam kuesioner yang sudah peneliti susun betul – betul dapat mengukur apa yang hendak di ukur. Pengukuran tingkat validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan korelasi antara skor butir pertanyaan dengan total score kontruk atau variabel. Dalam hal ini melakukan korelasi masing – masing score pertanyaan dengan total score. Uji signifikansi dilakukan dengan membandingkan nilai r hitung dengan nilai r tabel untuk degree of freedom (df) = n – k dalam hal ini n adalah jumlah konstruk. Jika r hitung (untuk r tiap butir dapat dilihat pada kolom Corrected item – Total Correlation lebih besar dari r tabel dan nilai r positif), maka butir atau pertanyaan tersebut dikatakan valid atau nilai p-value lebih besar dari 0,41. 2. Uji Reliabilitas Uji Reliabilitas dimaksudkan untuk mengukur seberapa jauh responden memberikan jawaban yang konsisten terhadap kuesioner yang diberikan. Reliabilitas sebenarnya adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Jawaban responden terhadap pertanyaan dikatakan reliabel jika masing – masing pertanyaan dijawab secara konsisten atau jawaban tidak boleh acak oleh karena masing – masing pertanyaan hendak mengukur hal yang sama. Pengukuran reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan cara one shot atau pengukuran sekali saja. Disini pengukurannya hanya sekali dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan pertanyaan lain atau mengukur korelasi antar jawaban pertanyaan. Program komputer memberikan fasilitas untuk mengukur reliabilitas dengan uji statistik cronbach alpha. Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai cronbach alpha > 0,60 Uji coba (try out) kuesioner untuk uji validitas dan reliabilitas kuesioner dilakukan di RSUD Tugurejo Semarang terhadap 30 orang dokter dengan harapan distribusi skor nya akan mendekati kurva normal. Tujuan uji coba ini adalah untuk menghindari adanya pertanyaan – pertanyaan yang sulit dimengerti ataupun kekurangan / kelebihan dari materi kuesioner itu sendiri serta untuk menguji validitas dan reliabilitas kuesioner. 20. TEKNIK PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA DATA 21. Teknik Pengolahan Data Data yang sudah terkumpul kemudian dilakukan pengolahan dengan langkah – langkah sebagai berikut : 22. Koding Mengklasifikasikan jawaban responden menurut macamnya dengan cara menandai masing – masing jawaban dengan tanda kode tertentu. Data yang dilakukan koding adalah data berdasarkan jawaban responden. 23. Editing Meneliti kembali kelengkapan pengisian, keterbacaan tulisan, kejelasan makna jawaban, keajegan dan keksesuaian jawaban satu sama lainnya, relevansi jawaban dan keseragaman satuan data. Data yang dilakukan editing adalah data berdasarkan jawaban responden. 24. Tabulasi Mengolompokkan data sesuai dengan tujuan penelitian kemudian dimasukkan dalam tabel yang sudah disiapkan. Setiap pertanyaan yang sudah diberi nilai, hasilnya dijumlahkan dan diberi kategori sesuai dengan jumlah pertanyaan pada kuesioner. Langkah yang termasuk kedalam kegiatan tabulasi antara lain : 25. Memberikan skor pada pertanyaan yang perlu diberikan skor 26. Memberikan kode terhadap pertanyaan yang tidak diberikan skor 27. Mengubah jenis data, disesuaikan dengan teknik analisa yang akan digunakan. d. Penetapan skor Penilaian data dengan memberikan skor untuk pertanyaan – pertanyaan yang menyangkut variabel bebas yang terdiri dari pendidikan, pengetahuan, sikap, keyakinan, ketersediaan obat serta variabel terikat yaitu ketidakpatuhan dokter dalam penulisan resep sesuai dengan formularium di RSU “RA. Kartini Jepara. Selanjutnya data dianalisis secara deskriptif maupun analitik. 2. Analisis Data 28. Analisa Data Kuantitatif Analisa data yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi analisis kuantitatif yang dimaksudkan untuk mengelolah dan mengorganisasikan data, serta menemukan hasil yang dapat dibaca dan dapat diinterpretasikan. Analisis kuantitatif dilakukan dengan metode tertentu. Pada penelitian ini, peneliti melakukan analisis secara bertingkat dimulai dari : 12. Analisis Univariat Analisis ini dimaksudkan untuk variabel mengetahui gambaran keadaan yang diteliti dan untuk mengetahui apakah data sudah layak dipergunakan untuk analisis berikutnya. Data akan digambarkan dalam bentuk tabel distribusi frekwensi berdasar semua variabel, ukuran tendensi sentral, perhitungan rerata, proporsi, persentase serta pembahasan tentang gambaran variabel yang diamati. 13. Analisis Bivariat Analisis yang dilakukan untuk melihat pengaruh dua variabel bebas yaitu pengetahuan, sikap, keyakinan, ketersediaan obat, dengan variabel terikat yaitu kepatuhan dokter dalam penulisan resep tidak sesuai dengan formularium RSU RA. Kartini. Dalam menganalisis bivariat, karena variabel bebas berskala nominal dan variabel terikat berskala nominal, maka uji yang digynakan adalah uji Chi Square dengan menggunakan program SPSS versi 11.5. Untuk menentukan apakah terjadi hubungan yang signifikan antara variabel bebas dan variabel terikat, maka menggunakan p value yang dibandingkan dengan tingkat kesalahan (α) yang digunakan yaitu 5% atau 0,05. Apabila p value ≤ 0,05, maka Ho ditolak, yang berarti ada hubungan yang signifikan antara variabel bebas dan variabel terikat. Sedangkan apabila p value >0,05, maka Ho diterima, yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel bebas dan variabel terikat. Untuk melihat seberapa besar kekuatan hubungan yang terjadi antara variabel bebas dan variabel terikat, maka digunakan koefisien kontigensi. Koefisien kontigensi mempunyai kisaran antara 0 sampai 1. Angka 0 menunjukkan tidak terjadi hubungan, angka 1 menunjukkan kekuatan hubungan yang terjadi bersifat hubungan sempurna. 14. Analisis Multivariat Untuk data lebih dari dua variabel dilakukan untuk mencari pengaruh masing masing variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel terikat serta mencari manakah variabel bebas yang paling berpengaruh terhadap variabel terikat dengan uji analisis regresi logistik. Perhitungan analisis data dilakukan dengan memakai program komputer dengan derajat kemaknaan p<0,05. Persamaan regresi logistic untuk terjadi atau tidaknya suatu peristiwa adalah sebagai berikut : Log [p] = a + b1x1 + b2x2 + .......... b4x4. [1-p] P = probalilitas terjadi suatu peristiwa. 1-p = probalititas tidak terjadinya suatu peristiwa. a = konstanta. b = koefisien regresi logistik. X1 = skala variabel pengetahuan dokter. X2 = sakala variabel sikap dokter. X3 = sakala variabel keyakinan dokter. X4 = skala variabek ketersediaan obat. Langkah – langkah persyaratan yang harus diperhatikan dalam analisis multivariat regresi logistik adalah sebagai berikut : 1). Menentukan Variabel bebas yang mempunyai nilai p<0,05 dalam uji hubungan dengan variabel terikat yaitu dengan metode Fisher test. 2). Variabel bebas yang masuk kriteria nomor 1 di atas, dimasukkan kedalam model logistik regresi bivariat dengan p≤0,25. 3). Di dalam penentuan model yang cocok dengan melihat nilai dari Wald Statistik untuk masing – masing variabel bebas. Namun untuk variabel bebas yang tidak cocok (p>0,5) tetapi mempunyai arti teoritis penting tidak dikeluarkan untuk dilakukan analisis. 4). Pada proses langkah nomor 2 dan nomor 3 dibuat kriteria jelas dari masing – masing variabel bebas pada penelitian ini adalah dalam bentuk skala nominal : Pengetahuan 1 : Baik 2 : Tidak baik :X≥ X :X< X b. Analisa Data Kualitatif Analisis kualitatif dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif yang bersifat terbuka (open ended) dan menggunakan pola berpikir induktif yaitu pengujian yang bertitik tolak dari data yang telah terkumpul kemudian dilakukan kesimpulan. Data kualitatif diolah sesuai dengan karakteristik penelitian dengan metode pengolahan analisis deskripsi isi (content analysis). Pengolahan data disesuaikan dengan tujuan penelitian kemudian diverifikasi dan disajikan dalam bentuk deskriptif. Tahap content analysis adalah pengumpulan data, reduksi data, verifikasi dan penarikan kesimpulan. Pendekatan yang digunakan adalah Emic dimension yaitu peneliti bertindak mengidentifikasikan masalah responden dengan menguraikan apa yang telah didengar secara nyata tanpa mempengaruhi opini responden. 29. JADWAL PENELITIAN KETERANGAN PENELITIAN PENDAHULUAN PERSIAPAN PENGAMBILAN DATA ANALISA DATA PENYUSUNAN TESIS I II MINGGU III IV V VI VII VIII IX X XI XII XIII XIV XV XVI BAB IV HASIL PENELITIAN A. Kelemahan dan Kekuatan Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 12 hari mulai tanggal 13 Maret 2006 sampai dengan tanggal 25 Maret 2006, bertempat di RSU RA Kartini Jepara. Sebuah rumah sakit milik pemerintah kabupaten Jepara dengan status pelayanan tipe B non Pendidikan berdasarkan SK MENKES nomor 499/MENKES/SK/III/2000. Dengan sendirinya penelitian ini bukan tanpa faktor hambatan yang menjadi kelemahan penelitian meskipun memiliki faktor pendukung yang juga merupakan kekuatan penelitian. 1. Kelemahan Penelitian Kelemahan penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Penelitian dilakukan melalui metode belah lintang, yang hanya dilakukan selama satu bulan karena berkaitan dengan waktu. b. Jumlah sampel sedikit (sejumlah 30 orang dokter umum dan dokter spesialis). c. Sampel resep diteliti hanya 4 resep / dokter umum dan spesialis. 2. Kekuatan Penelitian Disamping faktor kelemahan, penelitian ini memiliki faktor kekuatan / pendukung. Adapun faktor kekuatan / pendukung yang dirasakan yaitu : a. Sudah dilakukan uji validitas dan reliabilitas kuesioner. b. Pengumpulan data hanya sekali (Cross Sectional) c. Responden memberikan respon positif. B. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Uji Validitas dan Reliabilitas dilakukan pada dokter umum dan dokter spesialis yang menuliskan resep di RSU Tugurejo Semarang sejumlah 30 orang, pada tanggal 27 Pebruari 2006 sampai dengan 11 Maret 2006. Kuesioner yang dilakukan ujicoba adalah kuesioner tentang variabel pengetahuan dokter, sikap dokter, keyakinan dokter dan ketersediaan obat. Adapun hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner adalah sebagai berikut : 1. Hasil Uji Validitas Kuesioner Uji validitas dalampenelitian ini menggunakan analisis butir (item) yaitu dengan mengkorelasikan skor item dengan skor total per konstruk (contruct) dan total skor seluruh item. Butir – butir pertanyaan pada kuesioner dinyatakan valid apabila pada bagian nilai p-value masing – masing indikator mempunyai koefisien korelasi di atas 0,41. a. Uji Validitas Variabel Pengetahuan Responden. Kuesioner untuk mengukur pengetahuan responden yang terdiri dari 11 item pertanyaan. Adapun hasil uji validitas kuesioner pada variable pengetahuan responden adalah sebagai berikut : Tabel 4.1. Nilai p-value Butir Pertanyaan Pada Variabel Pengetahuan dokter No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Butir Pertanyaan Pengetahuan 1 Pengetahuan 2 Pengetahuan 3 Pengetahuan 4 Pengetahuan 5 Pengetahuan 6 Pengetahuan 7 Pengetahuan 8 Pengetahuan 9 Pengetahuan 10 Pengetahuan 11 Nilai p 0,036 0,004 0,036 0,000 0,000 0,016 0,000 0,036 0,000 0,793 0,016 Keterangan Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Tidak valid Valid Berdasarkan table 4.1. tersebut terdapat 1(satu) butir pertanyaan yang tidak valid yaitu pernyataan pengetahuan 10 tentang ketidakpatuhan penulisan resep dokter sesuai dengan formularium, pengetahuan yang diterima semakin banyak karena nilai p kurang dari 0,05, untuk selanjutnya tidak digunakan untuk penelitian. b. Uji Validitas Variabel Sikap Responden. Kuesioner untuk mengukur sikap responden yang terdiri dari 11 item pertanyaan. Adapun hasil uji validitas kuesioner pada variabel sikap responden adalah sebagai berikut : Tabel 4.2. Nilai p-value Butir Pertanyaan Pada Variabel Sikap Responden. N o 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0 1 1 Butir Pertanyaan Sikap 1 Sikap 2 Sikap 3 Sikap 4 Sikap 5 Sikap 6 Sikap 7 Sikap 8 Sikap 9 Sikap 10 Sikap 11 Nilai p Keterangan 0,000 0,000 0,000 0,003 0,000 0,000 0,003 0,000 0,000 0,003 0,000 Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Berdasarkan table 4.2. tersebut diatas didapatkan bahwa semua item butir pertanyaan sikap dalam kuesioner adalah valid karena p > 0,05. c. UjiValiditas Variabel Keyakinan dokter Kuesioner untuk mengukur keyakinan dokter yang terdiri dari 3 item pertanyaan. Adapun hasil uji validitas kuesioner adalah sebagai berikut : Tabel 4.3. Nilai p-value Butir Pertanyaan Pada Variabel Keyakinan dokter. No 1 2 3 Butir Pertanyaan Keyakinan 1 Keyakinan 2 Keyakinan 3 Nilai pvalue 0,000 0,000 0,000 Keterangan Valid Valid Valid Berdasarkan table 4.3 tersebut di atas didapatkan bahwa semua item butir pertanyaan keyakinan dokter dalam kuesioner adalah valid karena p > 0,05. d. Uji Validitas Variabel Ketersediaan Obat Kuesioner untuk mengukur ketersediaan obat yang terdiri dari 4 item butir pertanyaan. Adapun hasil uji validitas kuesioner pada variabel ketersediaan obat adalah sebagai berikut : Tabel 4.4. Nilai p-value Butir Pertanyaan Pada Variabel Ketersediaan obat. No 1 2 3 4 Butir Pertanyaan Ketersediaan 1 Ketersediaan 2 Ketersediaan 3 Ketersediaan 4 Nilai pvalue 0,000 0,000 0,000 0,000 Keterangan Valid Valid Valid Valid Berdasarkan table 4.4. tersebut diatas didapatkan bahwa semua item butir pertanyaan ketersediaan obat dalam kuesioner adalah valid karena p > 0,05. 2. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan metode internal consistency, yaitu metode untuk melihat sejauh mana konsistensi tanggapan responden terhadap item – item pertanyaan. Dalam penelitian ini pengukuran konsistensi tanggapan responden menggunakan koefisien alfa cronbach. Secara umum reliabilitas dari variable sebuah kuesioner dikatakan cukup baik apabila memiliki koefisien alpha lebih dari 0,6. Memberikan hasil sesuai dengan tabel 4.5. berikut ini. Tabel 4.5. Data Koefisien Reliabilitas Kuesioner Dengan Menggunakan Rumus (Alpha). No 1 2 3 4 5 Variabel Pengetahuan Sikap Keyakinan Ketersediaan Ketidakpatuhan Cronbach 0,8534 0,8935 0,8935 0,8935 0,8935 Keterangan Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Dari tabel 4.5. tersebut dapat diketahui bahwa semua item pertanyaan dalam kuesioner adalah reliabel karena α > 0,06 dan selanjutnya dapat dipergunakan sebagai penelitian. 3. Uji Normalitas Data Penelitian Tabel 4.5. Hasil Uji Normalitas (Uji Kolmogorov Smirnov) No 1 2 3 4 Variabel Pengetahuan Sikap Keyakinan Ketersediaan Obat Statistic p-value Distributi Data 0,159 0,185 0,155 0.157 0,200 >0,05 0,200 >0,05 0,200 >0,05 0,200 >0,05 Normal Normal Normal Normal Dari tabel 4.6. diatas diketahui bahwa dengan Uji Normalitas Kolmogorov Smirnov dapat disimpulkan bahwa masing – masing variabel nilai p-value > 0,05, berarti distribusi data penelitian tersebut normal. C. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum RSUD RA Kartini Jepara. RSUD RA. Kartini adalah unit organisasi pemerintah Kabupaten Jepara yang mempunyai tugas pokok melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan, pemulihan yang dilaksanakan secara serasi terpadu dengan upaya peningkatan serta penegakan diagnosa dan melaksanakan upaya rujukan sesuai dengan visi rumah sakit “Terwujudnya Rumah Sakit Yang Bersih Berwawasan Lingkungan Sebagai Pusat Rujukan Dengan Memberikan Pelayanan Prima Menuju Jepara Sehat 2010”. RSUD RA. Kartini merupakan rumah sakit milik Pemerintah Kabupaten Jepara no. 6 tahun 2000, bertanggungjawab secara fungsional kepada Kepala Dinas Kesehatan dan secara administratif kepada Bupati. RSUD RA. Kartini merupakan unit swadana yaitu rumah sakit yang diberi wawenang untuk menggunakan penerimaan fungsionalnya secara langsung. Penetapan unit swadana ini menurut Peraturan Pemerintah Daerah Kabupaten Jepara no. 16 tahun 1999 adalah dalam rangka peningkatan kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi RSUD RA. Kartini, dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dan satuan kerja daerah lainnya. RSUD RA. Kartini Jepara merupakan rumah sakit kelas B Non Pendidikan, memberikan 12 fasilitas pelayanan medis spesialis meliputi : penyakit dalam, pelayanan penyakit bedah, pelayanan penyakit anak, pelayanan penyakit kandungan dan kebidanan, pelayanan penyakit mata, pelayanan penyakit THT, pelayanan penyakit saraf, pelayanan penyakit kulit dan kelamin, pelayanan penyakit jiwa, pelayanan radiologi, pelayanan patologi klinik, pelayanan anestesi. 2. Sumber Daya Manusia Tabel 4.7. Jumlah tenaga di RSUD RA. Kartini Jepara tahun 2005. No Jenis Tenaga f % 1 Dokter Spesialis 16 3,9 2 Doter PPDS I Bedah 8 2 3 Dokter PPDS I Kebidanan 7 1,7 4 Dokter Umum 16 3,9 5 Dokter Gigi 2 0,5 6 Paramedis perawatan 141 34,8 7 Bidan 14 3,5 8 Paramedis non perawatan 12 3 9 Non Medis 189 46,7 405 100 Total Dari tabel 4.7. diatas dapat diketahui bahwa sebagai dokter spesialis berjumlah 16 orang (3,9%), dokter umum berjumlah 16 orang (3,9%) dan dokter gigi berjumlah 2 orang (0,5%). 3. Gambaran Khusus Responden. 1. Jenis Kelamin Responden Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jenis Kelamin. No Jenis Kelamin f % 1 Laki – laki 20 62,5 2 Perempuan 12 37,5 Jumlah 32 100 Berdasarkan tabel 4.8. diatas dapat diketahui bahwa dari 32 responden sebagian besar adalah laki – laki yaitu 20 orang (62,5%) sedangkan sisanya responden perempuan berjumlah 12 orang (37,5%). 2. Umur Responden Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kelompok Umur. No Kelompok Umur f % 1 25 – 40 tahun 5 15,6 2 41 – 55 tahun 22 68,8 > 56 tahun 5 15,6 32 100 Jumlah Dari tabel 4.9. diatas diketahui bahwa sebagian besar responden berumur diantara 41 – 55 tahun yaitu 22 orang (68,8%) sedangkan sisanya berumur diantara 25 – 40 tahun sebanyak 5 orang (15,6%) dan berumur > 56 tahun sebanyak 5 orang (15,6%). Responden termuda berusia 25 tahun dan responden tertua berusia 60 tahun. 3. Masa Kerja Responden. Tabel 4.10. Disribusi Frekuensi Responden Menurut Kelompok Masa Kerja. No Kelompok Masa Kerja f % 1 0 – 10 tahun 6 18,8 2 11 – 20 tahun 17 53,1 9 28,1 32 100 3 > 21 tahun Jumlah Dari tabel 4.10 diatas diketahui bahwa sebagian besar responden dengan masa kerja diantara 11 – 20 tahun yaitu 17 orang (53,1%) sedangkan sisanya dengan masa kerja diantara 0 – 10 tahun sebanyak 6 orang (18,8%) dan masa kerja > 21 tahun sebanyak 9 orang (28,1%). Masa Kerja termuda responden 3 tahun, dan masa kerja terlama 30 tahun. 4. Pendidikan Responden Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Menurut Pendidikan Responden No Pendidikan F % 1 Dokter Spesialis 16 50 2 Dokter Umum 16 50 Jumlah 32 100 Dari tabel 4.11 diatas diketahui responden dengan pendidikan dokter spesialis berjumlah 16 orang (50 %) dan pendidikan dokter umum sejumlah 16 orang (50 %). D. Univariat 1. Pengetahuan Responden Terhadap Formularium Rumah Sakit Umum RA. Kartini Jepara. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih terinci dari hasil penelitian tentang variabel pengetahuan responden terhadap formularium rumah sakit maka berikut ini akan disajikan tabel rekapitulasi jawaban responden terhadap item – item pertanyaan variabel pengetahuan terhadap Formularium RSU RA. Kartini Jepara. Tabel 4.12 Rekapitulasi Distribusi Jawaban Pengetahuan Responden Terhadap Formularium RSU RA. Kartini JeparaTahun 2006 No 1 2 3 4 5 Jawaban (Jumlah dan %) Pertanyaan Apakah saudara mengetahui bahwa resep sesuai Formularium sangat membantu bagi pasien berpenghasilan rendah ? Resep berdasarkan Formularium tidak dapat meringankan biaya pengobatan ? Apakah saudara mengetahui bahwa Formularium disahkan untuk membantu pengobatan secara rasional ? Apakah saudara memperoleh bahwa penulisan berdasarkan Formularium sama dengan membatasi kebebasan klinik ? Apakah saudara mengetahui bahwa penulisan resep sesuai dengan patokan berdasarkan Jumlah Ya Tidak 28 (87,5 ) 4 (12,5 ) 32 (100 ) 26 (81,3 ) 6 (18,7 ) 32 (100 ) 27 (84,4 ) 5 (15,6 ) 32 (100 ) 27 (84,4 ) 5 (15,6 ) 32 (100 ) 25 (78,1 ) 7 (21,7 ) 32 (100 ) 6 7 8 9 10 11 formularium ? Jika saudara menuli resep berdasarkan Formularium. Apakah saudara tahu bahwa kebebasan profese dibatasi ? Jika saudara menulis resep di luar Formularium. Apakah saudara tahu bahwa itu tidak perlu persetujuan Komite Medik ? Jika saudara diminta pasien untuk menuliskan obat di luar Formularium. Apakah saudara mengetahui bahwa itu tidak melanggar Komite Medik ? Jika Apotik memberikan obat generic pada resep saudara. Apakah saudara tahu hal ini adalah melanggar ketentuan Komite Medik ? Apakah saudara tahu bahwa jika menuliskan resep obat di luar Formularium akan diberi sangsi ? Formularium sangat membantu saudara untuk menulis resep obat. 24 (75 ) 8 (25 ) 32 (100 ) 25 (76,1 ) 7 (21,9 ) 32 (100 ) 22 (68,8 ) 10 (31,2 ) 32 (100 ) 23 (71, 9 ) 9 (28,1 ) 32 (100 ) 30 (93,8 ) 2 (6,2 ) 32 (100 ) 29 (90,6 ) 3 (9,4 ) 32 (100 ) Dari tabel 4.12. dapat dilihat bahwa distribusi jawaban pengetahuan responden. Sebagian besar memberikan penilaian pengetahuan responden terhadap jawaban 1 (ya) yaitu sebanyak 28 orang (87,5%) dan 4 orang (12,5%) jawaban (tidak), jawaban 2 (ya) yaitu sebanyak 26 orang (81,3%) dan 6 orang (18,7%) jawaban (tidak), jawaban 3 dan 4 (ya) yaitu sebanyak 27 orang (84,4%) dan 5 oang (15,6%) jawaban (tidak), jawaban 5 dan 7 (ya) yaitu sebanyak 25 orang (78,1%) dan 7 orang (21,9%) jawaban (tidak), Jawaban 6 (ya) yaitu sebanyak 24 orang (75%) dan 8 orang (25%) jawaban (tidak), jawaban 8 (ya) yaitu sebanyak 22 orang (68,8%) dan 10 orang (31,2%) jawaban (tidak), jawaban 9 (ya) yaitu sebanyak 23 orang (71,9%) dan 9 orang (28,1%) jawaban ( tidak), jawaban 10 (ya) yaitu sebanyak 30 orang (93,8%), dan 2 orang (6,2%) jawaban (tidak), jawaban 11 (ya) yaitu sebesar 29 orang (90,6) dan 3 orang (9,4%) jawaban (tidak). Tabel 4.13 Distribusi Frekuensi Menurut Pengetahuan Responden Terhadap Formularium RSU RA. Kartini Jepara. No Pengetahuan f % 1 Tidak baik 7 21,9 2 Baik 25 78,1 Jumlah 32 100 Dari tabel 4.13. diatas diketahui bahwa sebagian besar memberikan penilaian pengetahuan baik terhadap formularium RSU RA. Kartini yaitu sebanyak 25 orang (78,1%) dan 7 orang (21,9%) yang berpengetahuan tidak baik. 2. Sikap Responden Terhadap Formularium RSU RA. Kartini. Untuk mendapat gambaran yang lebih terinci dari hasil penelitian tentang variabel Sikap responden, maka berikut ini akan disajikan tabel rekapitulasi jawaban responden terhadap item – item pertanyaan dari variabel sikap. Tabel 4.14 Rekapitulasi Distribusi Jawaban Sikap Responden Terhadap Formularium RSU RA. Kartini Jepara Tahun 2006 No. Pertanyaan 1 Penulisan resep dokter sesuai Formularium rumah sakit sangat membantu pasien terutama golongan menengah ke bawah. Penulisan resep berdasarkan Formularium RSU RA. Kartini Jepara dapat membantu pasien untuk meringankan biaya pengobatan. Formularium RSU RA. Kartini Jepara dapat disusun untuk membantu pengobatan secara rasional. Penulisan resep berdasarkan Formularium RSU RA. Kartini Jepara tidak sama dengan membatasi kebebasan klinik atau otonomi profesi dari dokter. Sesuai dengan peraturan penulisan resep dokter oleh dokter harus berpedoman kepada Formularium RSU RA. Kartini Jepara. Saya akan tetap menuliskan resep dokter sesuai dengan Formularium rumah sakit. Walaupun kebebasan professional saya menjadi terbatas karena adanya komitmen Direktur Rumah Sakit. Bila dibutuhkan obat di luar Formularium RSU RA. Kartini Jepara, penulisan resep harus dengan persetujuan Ketua Komite Medik. 2 3 4 5 6 7 Jawaban (Jumlah dan %) Jumlah STS TS KS S 2 (6,2 ) 11 (34,4 ) 11 (34,4 ) 8 (25 ) 32 (100 ) 5 (15,6 ) 12 (37,5 ) 15 (46,9 ) 0 32 (100 ) 2 (6,2 ) 14 (43,8 ) 11 (34,4 ) 5 (15,6 ) 0 20 (62,5 ) 10 (31, 3 ) 2 (6, 2 ) 32 (100 ) 9 (28,1) 4 (12,5) 32 (100 ) 5 (15,6 ) 14 (43,8 ) 32 (100 ) 2 (6,2 ) 14 (43,8 ) 13 (40,6 ) 3 (9,4 ) 32 (100 ) 0 16 (50 ) 14 (43,8 ) 2 (6,2 ) 32 (100 ) 8 9 10 11 Apabila pasien meminta saya untuk menuliskan resep dengan nama obat yang sesuai dengan Formularium Rumah Sakit, maka saya : Saya akan mengizinkan apabila Apotik memberikan obat generic pada resep yang saya tuliskan dengan nama dagang yang sesuai dengan mutu obat Formularium Rumah Sakit. Perlu diberi sangsi bagi dokter yang menulis obat diluar formularium rumah sakit. Formularium RSU RA. Kartini Jepara dapat membantu doter dalam memilih obat untuk menulis resep. 6 (18,7) 12 (37,5) 11 (34,4) 3 (9,4) 32 (100) 2 (6,2) 14 (34,4) 14 (34,4) 2 (6,2) 32 (100) 0 15 (46,9) 15 (46,9) 2 (6,2) 6 (18,7) 10 (31,3) 13 (40,6) 3 (9,4) 32 (100) 32 (100) Dari tabel 4.14. dapat dilihat bahwa distibusi jawaban sikap responden. Sebagian besar memberikan penilaian sikap responden terhadap jawaban 1 sangat tidak setuju yaitu sebesar 2 orang (6,2%), tidak setuju sejumlah 11 orang (34,4%), kurang setuju sejumlah 11 orang (34,4%), dan setuju sejumlah 8 orang (25%), jawaban 2 sangat tidak setuju yaitu sebesar 5 orang (15,6%), tidak setuju sejumlah 12 orang (37,5%), kurang setuju sejumlah 15 orang (46,9%), setuju (0 %). Jawaban 3 sangat tidak setuju sejumlah 2 orang (6,2%), tidak setuju sejumlah 14 orang (43,8%), kurang setuju sejumlah 11 orang (34,4%), setuju sejumlah 5 orang (15,6%). Jawaban 4 sangat tidak setuju sejumlah 0 %, tidak setuju sejumlah 20 orang (62,5%), kurang setuju sejumlah 10 orang (31,3%), setuju sejumlah 2 orang (6,2%), jawaban 5 sangat tidak setuju sejumlah 5 orang (15,6%), tidak setuju sejumlah 14 orang (43,8%), kurang setuju sejumlah 9 orang (28,1%), setuju sejumlah 4 orang (12,5%), jawaban 6 sangat tidak setuju sejumla 2 orang (6,2%), tidak setuju sejumlah 14 orang (43,8%), kurang setuju sejumlah 13 orang (40,6%), setuju sejumlah 3 orang (9,4%), jawaban 7 sangat tidak setuju sejumlah 0%, tidak setuju sejumlah 16 orang (50%), kurang setuju sejumlah 14 orang (43,8%), setuju sejumlah 2 orang (6,2%), jawaban 8 sangat tidak setuju sejumlah 6 orang (18,7%), tidak setuju sejumlah 12 orang (37,5%), kurang setuju sejumlah 11 orang (34,4%), setuju sejumlah 3 orang (9,4%), jawaban 9 sangat tidak setuju sejumlah 2 orang (6,2%), tidak setuju sejumlah 14 orang (43,8%), kurang setuju sejumlah 14 orang (43,8%), setuju sejumlah 2 orang (6,2%), jawaban 10 sangat tidak setuju sejumlah 0 %, tidak setuju sejumlah 15 orang (46,9%), kurang setuju sejumlah 15 orang (46,9%), setuju sejumlah 2 orang (6,2%), jawaban 11 sangat tidak setuju sejumlah 6 orang (16,7%), tidak setuju sejumlah 10 orang (31,3%), kurang setuju sejumlah 13 orang (40,6%), setuju sejumlah 3 orang (9,4%). Tabel 4.15 Distribusi Frekuensi Menurut Sikap Responden Terhadap Formularium RSU RA. Kartini Jepara. No Sikap f % 1 Tidak Baik 10 31,3 2 Baik 22 68,7 Jumlah 32 100 Dari tabel 4.15 diatas diketahui bahwa sebagian memberikan penilaian sikap responden baik terhadap Formularium RSU RA. Kartini yaitu sebanyak 22 orang (68,7%) dan penilaian sikap responden yang tidak baik sejumlah 10 orang (31,3%). 3. Keyakinan Responden Terhadap Formularium RSU RA. Kartini Jepara. Untuk mendapat gambaran yang lebih terinci dari hasil penelitian tentang variabel keyakinan, maka berikut ini akan disajikan tabel rekapitulasi jawaban responden terhadap item – item pertanyaan dari variabel keyakinan. Tabel 4.16 Rekapitulasi Distribusi Jawaban Keyakinan RespondenTerhadap Formularium RSU RA. Kartini Jepara Tahun 2006. No. Pernyataan 1 Bagaimana tingkat keyakinan dokter terhadap mutu obat formularium rumah sakit ? Semua pabrik obat diwajibkan sudah mengikuti pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), apakah pedoman tersebut menjamin mutu obat formularium rumah sakit ? Mutu obat formularium rumah sakit mutunya baik berarti memberikan efek terapi yang baik. 2 3 Jawaban (Jumlah dan %) Jumlah STY TY KY Y 6 (18,7) 11 (34,4) 11 (34,4) 4 (12,5) 32 (100) 7 (21,8) 14 (43,8) 11 (34,4) 0 32 (100 ) 2 (6,2) 18 (56,3) 8 (25) 4 (12,5) 32 (100) Dari tabel 4.16. dapat dilihat bahwa distibusi jawaban keyakinan responden. Sebagian besar memberikan penilaian keyakinan responden terhadap jawaban 1 sangat tidak yakin sejumlah 6 orang (18,7%), tidak setuju sejumlah 11 orang (34,4%), kurang yakin sejumlah 11 orang (34,4%), yakin sejumlah 4 orang (12,5%), jawaban 2 sangat tidak yakin sejumlah 7 orang (21,8%), tidak yakin sejumlah 14 orang (43,8%), kurang yakin sejumlah 11 orang (34,4%), yakin sejumlah 0 %, jawaban 3 sangat tidak yakin sejumlah 2 orang (6,2%), tidak yakin sejumlah 18 orang (56,3%), kurang yakin sejumlah 8 orang (25%), yakin sejumlah 4 orang (12,5%). Tabel 4.17 Distribusi Frekuensi Keyakinan Responden Terhadap Formularium RSU RA. Kartini Jepara No Keyakinan f % 1 Tidak Yakin 11 34,4 2 Yakin 21 65,6 Jumlah 32 100 Dari tabel 4.17 diatas diketahui bahwa sebagian besar keyakinan responden yang yakin yaitu 21 orang (65,6%) dan keyakinan responden yang tidak yakin sejumlah 11 orang (34,4%). 4. Ketersediaan Obat Terhadap Formularium RSU RA. Kartini Jepara. Untuk mendapat gambaran yang lebih terinci dari hasil penelitian tentang variabel Ketersediaan obat, maka berikut ini akan disajikan tabel rekapitulasi jawaban responden terhadap item – item pertanyaan dari variabel ketersediaan obat. Tabel 4.18 Rekapitulasi Distribusi Jawaban Ketersediaan Obat Terhadap FormulariumRSU RA. Kartini Jepara Tahun 2006. Jawaban (Jumlah dan %) No. Pernyataan 1 Menurut dokter, tingkat persediaan obat menurut jenis tercantum dalam formularium rumah sakit ini. Apabila dengan adanya formularium rumah sakit, pasien lebih mudah mendapatkan obat dirumah sakit ini. Menurut doter ketersediaan obat melalui Formularium harus cukup dalam kelengkapannya dan jumlahnya. Menurut saudara, dalam kurung waktu 3 bulan terakhir ini, apakah resep yang saudara tulis terpenuhi dari jumlah. 2 3 4 Jumlah STS TS KS S 6 (18,8) 13 (40,6) 12 (37,5) 1 (3,1) 32 (100) 10 (31,3) 16 (50) 6 (18,7) 0 32 (100) 8 (25) 23 (71,9) 1 (3,1) 0 32 ( 100) 6 (18,8) 19 (59,3) 6 (18,8) 1 (3,1) 32 (100) Dari tabel 4.18. dapat dilihat bahwa distribusi jawaban responden memberikan ketersediaan penilaian obat. ketersediaan Sebagian obat besar terhadap responden jawaban 1 sangat tidak sedia sejumlah 6 orang (18,8%), tidak sedia sejumlah 13 orang (40,6%), kurang sedia sejumlah 12 orang (37,5%), sedia sejumlah 1 orang (3,1%). Tabel 4.19 Distribusi Frekuensi Ketersediaan Obat Responden Terhadap Formularium RSU RA. Kartini Jepara. No Ketersediaan Obat f % 1 Tidak Lengkap 10 31,3 2 Lengkap 22 68,7 Jumlah 32 100 Dari tabel 4.19 diatas diketahui bahwa ketersediaan obat oleh dokter sejumlah 10 orang (31,3 %) dan ketersediaan obat oleh responden sejumlah 22 orang ( 68,7 %). 5. Ketidakpatuhan Responden Dalam Penulisan Resep Sesuai Dengan Formularium RSU RA. Kartini Jepara. Distribusi Data Responden Menurut Peresepan Bulan Pebruari – April2004 Adalah sebagai berikut : Tabel 4.20 Distribusi Data Responden Menurut Peresepan Bulan Pebruari – April 2004. No Jumlah Jumlah Item R/ Item R/ Non % Seharusny Resp R/ Item R/ Formularium Formularium Kepatuhan 1 6 100 310 257 19 2 6 74 296 ≥ 10 % 230 18 20 3 8 80 240 dianggap 210 29 4 tidak patuh 6 100 320 301 12 5 4 100 300 275 10 6 5 50 200 184 9 7 3 82 246 224 16 8 7 75 225 205 22 9 8 90 270 223 8 10 3 78 234 210 37 11 11 100 350 298 23 12 7 96 308 241 21 13 6 87 326 256 23 14 7 98 294 259 55 15 14 100 393 343 21 16 6 77 311 268 23 17 7 93 305 265 7 18 3 67 201 174 9 19 3 86 258 224 11 20 4 100 245 215 11 21 5 98 206 171 16 22 8 77 197 164 47 23 13 100 352 307 11 24 4 89 267 232 24 25 7 100 372 332 21 26 8 88 264 236 9 27 4 75 192 164 11 28 4 85 260 230 17 29 5 100 315 280 9 30 3 96 289 257 45 31 15 99 297 267 9 32 3 86 263 235 Sumber : Instalasi Farmasi RSU RA. Kartini. Dari tabel 4.20 diatas dilihat bahwa penulisan resep obat yang tidak sesuai dengan formularium yaitu 4 responden ( 11%, 14%, 13%, 15%). Tabel No 4.21 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Ketidakpatuhan Dokter DalamPenulisan Resep Sesuai Dengan Formularium RSU RA. Kartini Jepara. Ketidakpatuhan Dokter f % 1 Tidak patuh 4 12,5 2 Patuh 28 87,5 Jumlah 32 100 Dari tabel 4.21 diatas diketahui responden yang dalam penulisan resep sesuai patuh formularium sejumlah 28 orang (87,5%) dan yang tidak patuh sejumlah 4 orang (12,5%) E. Bivariat. Untuk mengetahui hubungan variabel bebas yang terdiri dari pengetahuan, sikap, keyakinan, ketersediaan obat dengan ketidakpatuhan dokter dalam penulisan resep sesuai dengan formularium, dilakukan uji statistic menggunakan Analisis Bivariat. Analisis Bivariat meliputi analisis hubungan antara pengetahuan, sikap, keyakinan, ketersediaan obat. 1. Hubungan Dalam Pengetahuan Penulisan Dengan Resep Tidak Kepatuhan Dokter Sesuai Dengan Formularium RSU RA. Kartini Jepara. Pada kelompok responden yang memutuskan untuk tidak patuh terhadap Formularium RSU RA. Kartini Jepara, proporsi responden yang menilai tidak baik dengan pengetahuan terhadap Formularium RSU RA. Kartini 4 orang (12,5%) lebih besar dibandingkan yang menilai baik 0 orang (0%) Tabel 4.22 Tabel Silang Antara Pengetahuan Dengan Kepatuhan Dokter Dalam Penulisan Resep Tidak Sesuai Dengan Formularium di RSU RA. Kartini Jepara. Kepatuhan Dokter Pengetahuan Tidak Patuh Total Patuh Tidak Baik 4 (100%) 3 (10,7%) 7 (21,9%) Baik 0 (0,0%) 4 (100%) 25 (89,3%) 28 (100%) 25 (78,1%) 32 (100%) Total χ2 = 16,327 df = 1 p value = 0,001 C = 0,581 Dari tabel 4.22. dapat dinarasikan sebagai berikut : a. Deskripsi kelompok responden tidak patuh terhadap formularium : - 100 % responden berpengetahuan tidak baik terhadap formularium. - 0 % responden berpengetahuan baik terhadap formularium. b. Analisis hubungan kepatuhan dengan pengetahuan responden. - 100 % responden merupakan formularium. berpengetahuan responden tidak patuh tidak baik terhadap - 89,3 % responden berpengetahuan baik merupakan responden patuh terhadap formularium. Hipotesis pertama yang diajukan dalam penelitian ini menyatakan dugaan bahwa adanya hubungan antara pengetahuan responden dengan kepatuhan dokter dalam penulisan resep tidak sesuai dengan formularium rumah sakit. Pengujian hipotesis ini dilakukan dengan menggunakan Fisher’s Exact test, dimana p-value = 0,001. p-value = 0,001 (p < 0,05) berarti Ho ditolak yang artinya ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan responden dengan kepatuhan dokter dalam penulisan resep tidak sesuai dengan formularium. 2. Hubungan Sikap Dengan Kepatuhan Dokter Dalam Penulisan Resep Tidak Sesuai Dengan Formularium RSU RA. Kartini Jepara. Pada kelompok responden yang memutuskan untuk tidak patuh terhadap Formularium RSU RA. Kartini Jepara, proporsi responden yang menilai tidak baik dengan sikap terhadap Formularium RSU RA. Kartini 4 orang (12,5%) lebih besar dibandingkan yang menilai baik 0 orang (0%). Tabel 4.23 Tabel Silang Antara Sikap Dengan Kepatuhan Dokter Dalam Penulisan Resep Tidak Sasuai Dengan Formularium RSU RA. Kartini Jepara. Kepatuhan Dokter Sikap Tidak Patuh Total Patuh Tidak Baik 4 (100%) 6 (21,4%) 10 (31,2%) Baik 0 (0,0%) 4 (100%) 22 (78,6%) 28 (100%) 22 (68,8%) 32 (100%) Total χ2 = 10,057 df = 1 p value = 0,006 C = 0,489 Dari tabel 4.23. dapat dinarasikan sebagai berikut : a. Deskripsi kelompok responden tidak patuh terhadap formularium : - 100 % responden berpengetahuan tidak baik terhadap formularium. - 0 % responden berpengetahuan baik terhadap formularium. b. Analisis hubungan kepatuhan dengan sikap responden. - 100 % responden bersikap tidak baik merupakan responden tidak patuh terhadap formularium. - 78,6 % responden bersikap baik merupakan patuh terhadap formularium. Hipotesis kedua yang diajukan dalam penelitian ini menyatakan dugaan bahwa adanya hubungan antara sikap responden dengan kepatuhan dokter dalam penulisan resep tidak sesuai dengan formularium rumah sakit. Pengujian hipotesis ini dilakukan dengan menggunakan Fisher’s Exact test, dimana p-value = 0,006. p-value = 0,006 (p < 0,05) berarti Ho ditolak yang artinya ada hubungan yang bermakna antara sikap responden dengan kepatuhan dokter dalam penulisan resep tidak sesuai dengan Formularium Rumah Sakit. 3. Hubungan Keyakinan Dengan Ketidakpatuhan Dokter Dalam Penulisan Resep Sesuai Dengan Formularium di RSU RA. Kartini Jepara. Pada kelompok responden yang memutuskan untuk tidak patuh terhadap Formularium RSU RA. Kartini Jepara, proporsi responden yang menilai tidak yakin dengan keyakinan terhadap Formularium RSU RA. Kartini 4 orang (12,5%) lebih besar dibandingkan yang menilai yakin 0 orang (0%). Tabel 4.24 Tabel Silang Antara Keyakinan Dengan Kepatuhan Dokter Dalam Penulisan Resep Tidak Sesuai Dengan Formularium RSU RA. Karetini Jepara. Kepatuhan Dokter Keyakinan Tidak Patuh Total Patuh Tidak Yakin 4 (100%) 7 (25%) 11 (34,4%) Yakin 0 (0,0%) 4 (100%) 21 (75%) 28 (100%) 21 (65,6%) 32 (100%) Total Χ2 = 8,727 df = 1 p value = 0,009 C = 0,463 Dari tabel 4.24. dapat dinarasikan sebagai berikut : a. Deskripsi kelompok responden tidak patuh terhadap formularium : - 100 % responden berkeyakinan tidak yakin terhadap formularium. - 0 % responden berkeyakinan yakin terhadap formularium. b. Analisis hubungan kepatuhan dengan keyakinan responden. - 100 % responden merupakan responden berkeyakinan tidak patuh tidak baik terhadap formularium. - 75 % responden berkeyakinan yakin merupakan responden patuh terhadap formularium. Hipotesis ketiga yang diajukan dalam penelitian ini menyatakan dugaan bahwa adanya hubungan antara keyakinan responden dengan kepatuhan dokter dalam penulisan resep tidak sesuai dengan dilakukan dengan Formularium Rumah Sakit. Pengujian hipotesis ini menggunakan Fisher’s Exact test, dimana p-value = 0,009. p-value = 0,009 (p <0,05) berarti Ho ditolak yang artinya ada hubungan yang bermakna antara keyakinan responden dengan kepatuhan dokter dalam penulisan resep tidak sesuai Formularium Rumah Sakit. 4. Hubungan Ketersediaan Obat Dengan Kepatuhan Dokter Dalam Penulisan Resep Tidak Sesuai Dengan Formularium di RSU RA. Kartini Jepara. Pada kelompok responden yang memutuskan untuk tidak patuh terhadap Formularium RSU RA. Kartini Jepara, proporsi responden yang menilai tidak lengkap dengan ketersediaan obat terhadap Formularium RSU RA. Kartini 4 orang (12,5%) lebih besar dibandingkan yang menilai lengkap 0 orang (0%). Tabel 4.25 Tabel Silang Antara Ketersediaan obat Dengan Kepatuhan Dokter Dalam Penulisan Resep Sesuai Dengan Formularium RSU RA. Karetini Jepara. Kepatuhan Dokter Ketersediaan Tidak Obat Patuh Tidak Lengkap Lengkap Total Patuh Total 4 (100%) 6 (21,4%) 10 (31,2%) 0 (0,0%) 4 (100%) 22 (78,6%) 28 (100%) 22 (68,8%) 32 (100%) χ2 = 10,057 df = 1 p value = 0,006 C = 0,489 Dari tabel 4.25. dapat dinarasikan sebagai berikut : a. Deskripsi kelompok responden tidak patuh terhadap formularium : - 100 % responden tidak lengkap terhadap ketersediaan obat di formularium. - 0 % responden lengkap terhadap ketersediaan obat di formularium. b. Analisis hubungan kepatuhan dengan ketersediaan obat di formularium. - 100 % responden menulis resep tidak sesuai dengan ketersediaan obat di formularium. - 78,6 % responden menulis resep sesuai dengan ketersediaan obat di formularium. Hipotesis keempat yang diajukan dalam penelitian ini menyatakan dugaan bahwa adanya hubungan antara ketersediaan obat dengan kepatuhan dokter dalam penulisan resep tidak sesuai dengan Formularium Rumah Sakit. Pengujian hipotesis ini dilakukan dengan menggunakan Fisher’s Exat test, dimana p-value = 0,006. p-value = 0,06 (p < 0,05) berarti Ho ditolak yang artinya ada hubungan yang bermakna antara ketersediaan obat dengan kepatuhan dokter dalam panulisan resep tidak sesuai dengan Formularium Rumah Sakit. Berdasarkan hasil analisis bivariat tersebut diatas disimpulkan sebagai berikut : Tabel 4.26 Hubungan variabel bebas dengan variabel No Hipotesis Keterangan 1 Ada hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan dokter dalam penulisan resep tidak sesuai dengan formularium. Ada hubungan antara sikap dengan kepatuhan dokter dalam penulisan resep tidak sesuai dengan formularium. Ada hubungan antara keyakinan dengan kepatuhan dokter dalam penulisan tidak sesuai dengan formularium. Ada hubungan antara ketersediaan obat dengan kepatuhan dokter dalam penulisan resep tidak sesuai dengan formularium. Nilai pvalue 0,001 0,006 Bermakna 0,009 Bermakna 0,006 Bermakna terikat 2 3 4 Bermakna Berdasarkan tabel 4.25 diatas menunjukkan bahwa variabel pengetahuan, sikap, keyakinan, ketersediaan obat berhubungan dengan kepatuhan dokter dalam penulisan resep tidak sesuai dengan formularium, untuk selanjutnya dilakukan analisis multivariat untuk mengetahui pengaruh dan besarnya pengaruh variabel bebas tersebut secara bersama – sama terhadap kepatuhan dokter dalam penulisan resep tidak sesuai dengan formularium dengan menggunakan uji analisis regresi logistik. F. Multivariat Uji regresi logistik sederhana dilakukan untuk mengetahui variabel bebas terhadap variabel terikat secara sendiri – sendiri, dengan hasil sebagai berikut : Tabel 4.27 Pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat menggunakan Uji Regresi Logistik sederhana (Metode Enter) No 1 2 3 4 5 Variabel Pengetahuan Sikap Keyakinan Ketersediaan Obat Constanta B 1,500 1,885 1,945 1,946 1,946 P - value 0,000 0,002 0,003 0,002 0,000 Exp (B) 16,327 10,057 8,727 10,057 21,654 Berdasarkan tabel 4.27 terlihat bahwa apabila dilakukan uji dengan menggunakan uji regresi logistik sederhana, ternyata variabel yang paling besar memprediksi terjadinya kepatuhan dokter dalam penulisan resep tidak sesuai dengan formularium, yaitu : a. Dokter yang tidak mempunyai pengetahuan diprediksi 16,327 kali besaran untuk terjadinya kepatuhan dokter dalam penulisan resep sesuai dengan formularium dibandingkan dengan dokter yang mempunyai pengetahuan. b. Dokter yang tidak mempunyai sikap diprediksi 10,057 kali besaran untuk terjadinya kepatuhan dokter dalam penulisan resep sesuai dengan formularium dibandingkan dengan dokter yang mempunyai sikap. c. Dokter yang tidak mempunyai keyakinan diprediksi 8,727 kali besaran untuk terjadinya kepatuhan dokter dalam penulisan resep sesuai dengan formularium dibandingkan dengan dokter yang mempunyai keyakinan. d. Dokter yang tidak mempunyai ketersediaan obat diprediksi 10,057 kali besaran untuk terjadinya kepatuhan dokter dalam penuliskan resep sesuai dengan formularium dibandingkan dengan dokter yang mempunyai persediaan obat. Sementara itu apabila diuji secara bersama – sama dengan menggunakan uji regresi logistic binary dengan menggunakan metode enter diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 4.28 Hubungan Antara Variabel Bebas Dengan Variabel Terikat Menggunakan Uji Regresi Logistic Binary Variabel B S.E Pengetahuan Sikap Keyakinan Ketersediaan Constant 37,748 2,840 34,465 0,784 18,999 10026,210 51740,974 52326,611 9448,037 6675,587 Wald df 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 1 1 1 1 1 p Exp(B) value 0,997 2,5E+16 1,000 17,117 0,999 9,3E+14 1,000 2,191 0,999 0,000 Berdasarkan tabel 4. 28 tersebut terlihat bahwa apabila dilakukan uji secara bersama – sama , ternyata menghasilkan Exp(B) >2, yang berarti tidak ada perbedaan antara beberapa variabel bebas, meliputi pengetahuan, sikap, keyakinan, ketersediaan obat. G. Hasil Wawancara Mendalam Wawancara Mendalam dilaksanakan setelah pengolahan data secara kuantitatif selesai. Wawancara Mendalam dilakukan pada tanggal 3 dan 4 April 2006 di RSU RA. Kartini Jepara, kepada Direktur RSU RA. Kartini, Ketua Komite Medik, Ketua Panitia Farmasi dan Terapi dan Kepala Instalasi Farmasi, dengan hasil sebagai berikut : 1. Direktur RSUD RA. Kartini Jepara a. Menurut Bapak Direktur, bagaimana pendapat bapak tentang formularium yang berlaku sekarang ini ? Informan menyatakan bahwa adanya formularium yang berlaku sekarang ini adalah sebagai pedoman dalam perencanaan, persediaan obat di rumah sakit. Sebagaimana diungkapkan informan 1 berikut ini. Kotak 1. ...........”Sangat baik, bahwa dengan adanya manajemen obat sangat jelas yaitu sebagai pedoman dalam perencanaan, persediaan obat di rumah sakit. Karena dengan adanya formularium yang berlaku sekarang ini adalah formularium yang telah ditetapkan suatu surat keputusan Direktur dimana penyusunan formularium melibatkan dokter dirumah sakit sehingga dapat mengakomodasi semua obat yang sesuai dengan kebutuhan rumah sakit ........” Informan 1 b. Bagi Bapak, bagaimana manfaat formularium bagi manajemen dan dokter ? Informan menyatakan dengan adanya pedoman dalam perencanaan, persediaan obat di RSU RA. Kartini, manfaat formularium bagi manajemen dan dokter sangat jelas, sebagaimana diungkapkan oleh informan 1 berikut ini. Kotak 2. ...........”Manfaat formularium yaitu sebagai pedoman dalam perencanaan, persediaan obat di RSU RA. Kartini, bila rumah sakit tidak mempunyai formularium maka akan sulit bagi manajemen untuk merencanakan biaya kebutuhan obat – obatan yang harus disediakan di RSU RA. Kartini Jepara. Sedangkan manfaat formularium bagi dokter adalah sebagai pedoman petunjuk dokter dalam menuliskan resep kepada pasien ...........” Informan 1 c. Bagaimana tindakan Bapak, bila dokter tidak menggunakan formularium ? Informan menyatakan bahwa belum ada aturan diterapkan standar formularium di RSU RA. Kartini Jepara diserahkan ke Bidang Pelayanan Penunjang, sebagaimana diungkapkan oleh informan 1 berikut ini. Kotak 3. ...........”Kepatuhan terhadap formularium melibatkan IFRS dan dokter. IFRS harus merencanakan dan menyediakan obat yang tercantum di Formularium Rumah Sakit. Untuk mencegah penyimpangan saya menyerahkan ke Bidang Pelayanan Penunjang, setiap surat pesanan obat akan dilihat terlebih dahulu apakah sesuai formularium atau tidak, belum ada aturan ..........” Informan 1 2. KETUA KOMITE MEDIK a. Menurut Bapak, bagaimana pendapat bapak tentang buku formularium di RSUD RA. Kartini ? Informan menyatakan bahwa diterapkan standar formularium di RSU RA. Kartini adalah pekerjaan panitia farmasi / tim menjadi lebih mudah karena semua dokter dan manajemen rumah sakit terlibat aktif dalampengelolaan obat, , sebagaimana diungkapkan oleh informan 2 berikut ini. Kotak 4. ...........”Adanya Formularium Rumah Sakit sangat baik, karena sudah melibatkan semua dokter, meskipun penentu obat yang masuk formularium diputuskan oleh Panitia Farmasi dan Terapi ...........” Informan 2 b. Menurut Bapak, bagaimana manfaat formularium RSUD RA. Kartini bagi dokter ? Informan menyatakan bahwa adanya pedoman dalam perencanaan, persediaan obat di RSU RA. Kartini, manfaat formularium bagi dokter, sebagaimana diungkapkan oleh informan 2 berikut ini. Kotak 5 ...........”Formularium menurut saya adalah sebagai pedoman dan petunjuk dokter dalam menulis resep obat di rumah sakit ini .........” Informan 2 c. Bagaimana menurut Bapak, agar buku formularium tersosialisasi secara kontinyu ? Informan menyatakan bahwa dengan tersosialisasi formularium di RSU RA. Kartini Jepara secara kontinu, sebagaimana diungkapkan oleh informan 2 berikut ini. Kotak 6. ...........”Agar tersosialisasi secara kontinyu : - Item obat sudah sesuai karena mendapat masukkan daripada dokter, - setiap waktu item obat dapat direvisi tergantung banyaknya permintaan, - sudah disosialisasikan 1 kali sejak tahun 2005 ...........” Informan 2 3. KETUA PANITIA FARMASI DAN TERAPI a. Menurut Bapak, bagaimana dengan penyusunan Formularium RSUD RA. Kartini ? Informan menyatakan bahwa Formularium di RSU RA. Kartini sudah mulai membaik, sebagaimana diungkapkan oleh informan 3 berikut ini. Kotak 7. ...........”Bahwa penyusunan formularium RSU RA. Kartini sudah mulai membaik, meskipun demikian Formularium Rumah Sakit belum memenuhi permintaan dokter satu persatu ..........” Informan 2 b. Apa peran bapak dalam penyusunan formularium ? Informan menyatakan bahwa perannya dalam penyusunan formularium, sebagaimana diungkapkan oleh informan 3 berikut ini. Kotak 8. ...........”Didalam penyusunan formularium saya terlibat sebagai dokter spesialis dan juga merangkap Ketua Panitia Farmasi dan Terapi ..........” Informan 3 c. Kapan formularium direvisi ? Informan menyatakan pembaharuan revisi bahwa selama formularium, ini ada sebagaimana diungkapkan oleh informan 3 berikut ini. Kotak 9. ............”Biasanya Formularium Rumah Sakit direvisi setiap 2 tahun sekali .........” Informan 3 4. KEPALA INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT a. Menurut Ibu, bagaimana penyusunan Formularium RSUD RA. Kartini Jepara ? Informan menyatakan bahwa sudah mulai membaik penyusunan formularium di RSU RA.Kartini, sebagaimana diungkapkan oleh informan 4 berikut ini. Kotak 10. ............”Menurut saya bahwa penyusunan formularium dirumah sakit ini sudah mulai membaik, meskipun demikian formularium rumah sakit belum memenuhi permintaan dokter satu persatu ............” Informan 4 b. Apa peran ibu dalam penyusunan formularium ? informan menyatakan bahwa dalam penyusunan formularium sebagaimana diungkapkan oleh informan 4 berikut ini. Kotak 11. ............”Dalam hal penyusunan formularium saya terlibat langsung meskipun saya sebagai apoteker dan merangkap sebagai Sekretaris Panitia Farmasi dan Terapi dan juga sekaligus merangkap sebagai Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit ........” Informan 4 c. Bagaimana persediaan obat di RSUD RA. Kartini, apakah semua yang tercantum di formularium rumah sakit disediakan oleh IFRS ? Informan menyatakan bahwa persediaan obat-obatan yang banyak disediakan, karena keterbatasan anggaran, sebagaimana diungkapkan oleh informan 4 berikut ini. Kotak 12. ...........”Tidak semua obat yang tercantum di Formularium Rumah Sakit disediakan oleh IFRS hal ini disebabkan oleh keterbatasan anggaran, hanya obat-obatan yang fast moving saja yang banyak disediakan ...........” Informan 4 BAB V PEMBAHASAN RSUD RA. Kartini Jepara sebagai rumah sakit dengan pelayanan kesehatan tipe B Non Pendidikan juga sebagai jejaring pendidikan Fakultas Kedokteran UNDIP/RSUDK Semarang. Rumah Sakit ini pada tahun 2005 memiliki tenaga tetap dokter spesialis obstetri dan ginekologi 3 orang dan selama tahun 2005 ditempati oleh dokter paruh waktu. Pendidikan Dokter Spesialis 1 bedah umum 8 orang dan dokter obstetri ginekologi 7 orang. Subyek penelitian jumlah responden 32 orang dokter di RSUD RA. Kartini Jepara, jumlah dokter spesialis 16 orang (50 %) dan dokter umum berjumlah 16 orang (50 %), terdiri dari 12 orang wanita (37,5 %) dan 18 orang pria (62,5 %), dengan 5 responden (15,6 %) berumur diantara 25 - 40 taqhun, umur diantara 41 – 55 tahun sebanyak 22 responden (68,8 %) dan berumur > 56 tahun 5 responden (15,6 %), masa kerja diantara 0 – 10 tahun adalah 6 responden (18,8 %), sedangkan masa kerja diantara 11 – 20 tahun sebanyak 17 responden (53,1 %) dan masa kerja >21 tahun sebanyak 9 responden (28,1 %). A. Pengetahuan Dokter Terhadap Formularium Rumah Sakit. Definisi pengetahuan menurut Noioatmodjo (1933) adalah merupakan hasil dari tahu, hal ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengetahuan diperoleh dari proses belajar, yang dapat membentuk keyakinan tertentu sehingga seseorang berperilaku sesuai dengan keyakinan yang diperoleh. Dengan kata lain pengetahuan seseorang diperoleh dari pengalaman yang berasal dari berbagai sumber : media elektronik, media masa, buku petunjuk, media poster. Sedangkan Bahar (1988) mengemukakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan, seseorang maka semakin besar kemampuan menyerap, menerima, mengadopsi informasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan bermakna antara pengetahuan dokter dengan ketidakpatuhan dokter dalam penulisan resep sesuai dengan formularium di RSUD RA. Kartini Jepara. Tujuh puluh delapan koma satu persen (78,1 %) responden yang berpengetahuan baik terhadap formularium rumah sakitini menunjukkan bahwa dokter di RSUD RA. Kartini sudah memahami mengenai formularium di RSUD RA. Kartini. Dimana formularium RSUD RA. Kartini yang disusun oleh Panitia Farmasi dan Terapi sudah sesuai dengan pedoman kerja Komite Nasional Departemen Kesehatan RI (33) , formularium rumah sakit adalah daftar obat yang disepakati beserta informasi yang diterapkan di Rumah Sakit, yang disusun oleh Panitia Farmasi dan Terapi, formularium mengandung ringkasan informasi obat, didalamnya tercantum antara lain nama generik, indikasi, dosis, kontraindikasi, efek samping dan informasi – informasi penting yang akan diberikan kepada pasien. Dua puluh satu koma sembilan persen (21,9 %) responden yang berpengetahuan tidak baik terhadap formularium rumah sakit hanya 7 orang, ini menunjukkan bahwa sebagian kecil dokter RSUD RA. Kartini belum bisa mengerti dan mamahami tentang formularium yang ditetapkan direktur. Padahal dalam penyusunan formularium sudah disosialisasikan kepada dokter. Salah satu hal yang mendukung kondisi ini adalah jawaban responden terhadap pertanyaan nomor 5 yaitu (21,9 %) responden yang berpengetahuan tidak setuju terhadap formularium dan (78,1 %) setuju bila penulisan resep sesuai dengan formularium, dan tidak merasa bahwa formularium adalah membatasi otonomi profesi. Dengan demikian diharapkan akan ada peningkatan kepatuhan doter dalam penulisan resep sesuai formularium RSUD RA. Kartini Jepara. B. Sikap Enam puluh delapan koma tujuh persen (68,7 %) responden yang bersikap setuju terhadap formularium rumah sakit ini menunjukkan bahwa dokter di RSU RA. Kartini sudah memahami mengenai formularium di RSU RA. Kartini. Dimana yang disusun oleh panitia farmasi. Formularium Rumah Sakit adalah daftar obat yang disepakati beserta informasi yang diterapkan di rumah sakit. Formularium mengandung ringkasan informasi obat, didalamnya kontraindikasi, efek samping dan informasi – informasi penting yang akan diberikan kepada pasien. Menurut Green dan Maeshall, 1991 sikap merupakan predisporsing factor yaitu mempermudah perubahan perilaku dan menurut Budioro, sikap merupakan tanggapan diri sendiri dari hasil rangsangan orang lain yang menyatakan tepat atau tidak tepat, dimana yang bersifat lebih baik yaitu tepat atau setuju akan lebih mudah merubah perilaku untuk terjadinya kepatuhan dokter dalam penulisan resep sesuai dengan formularium, sehingga responden yang mempunyai sikap tepat atau setuju akan mempunyai kemungkinan yang lebih banyak untuk mematuhi dari pada responden yang bersikap tidak setuju Tiga puluh satu koma tiga persen (31,3 %) responden bersikap tidak setuju terhadap formularium rumah sakit hanya 10 orang, ini menunjukkan bahwa sebagian kecil dokter di RSUD RA. Kartini belum bias mengerti dan memahami tentang formularium yang ditetapkan direktur. Padahal dalam penyusunan formularium sudah melalui persetujuan rapat pleno Komite Medik dan Protap. Begitu juga terlihat yaitu mempunyai hubungan signifikan (hasil fisher’s exact test 0,006 / < 0,05 antara sikap dengan kepatuhan dokter dalam penulisan resep sesuai dengan formularium, sehingga semakin banyak responden bersikap setuju terhadap formularium, semakin besar pula responden yang mengerti tentang formularium. Hal ini membuktikan bahwa banyak dokter yang paham terhadap tujuan dari menulis resep berdasarkan formularium bukan membatasi otonomi profesi dokter, tetapi untuk eisiensi, efektif, keamanan, rasionalisasi, dan keterjangkauan pemberian obat kepada pasien. Bila dikaitkan dengan pengetahuan tentang formularium, maka kepatuhan dokter menulis resep sesuai dengan formularium akan lebih meningkat. C. Keyakinan Enam puluh lima koma enam persen (65,5%) respomden berjumlah 21 orang mempunyai keyakinan yang tinggi tergadap formularium dengan mutu obat dan zat berkhasiat sangat menentukan kesembuhan seseorang. Menurut Green dan Marshall, 1991 keyakinan merupakan predisporsing factor yang dipengaruhi oleh kehendak, sedangkan kehendak dipengaruhi oleh sikap dari normal subyektif. Sikap sendiri dipengaruhi oleh keyakinan serta motivasi untuk mentaati pendapat tersebut. Dimana keyakinan yang lebih baik yaitu tinggi atau yakin akan lebih mudah untuk merubah perilaku untuk terjadinya kepatuhan dokter dalam penulisan resep sesuai dengan formularium, mutu dan zat berkhasiat yang baik akan dipercaya oleh dokter, sehingga responden yang mempunyai keyakinan yang tinggi kemungkinan lebih banyak untuk mematuhi dari pada responden yang keyakinannya rendah. Tiga puluh empat koma empat persen (34,4%) responden berjumlah 11 orang yang mempunyai keyakinan rendah terhadap formularium, hasil menunjukkan hubungan yang signifikan (hasil fisher’s exact test 0,009 < 0,05). Penelitian ini memberikan hasil bahwa dokter yang yakin terhadap obat yang tercantum dalam Formularium Rumah Sakit. D. Ketersediaan Obat Enam puluh delapan koma tujuh persen (68,7%) responden berjumlah 22 orang mempunyai sediaan obat yang tinggi terhadap formularium ini menunjukkan bahwa dokter di RSU RA. Kartini mulai mengerti dan memahami mengenai Formularium Rumah Sakit. Menurut Green dan Marshall, 1991 ketersediaan fasilitas atau sarana kesehatan dalam hal ini adalah kesediaan obat merupakan enabling factor yang merupoakan sumber daya untuk menunjang perilaku kesehatan. Dimana ketersediaan obat lebih baik yaitu tersedia atau tidak tersedia akan lebih mudah untuk menunjang perilaku untuk terjadi kepatuhan dokter dalam penulisan resep sesuai dengan formularium. Enam delapan koma tujuh persen (68,7%) responden berjumlah 22 orang mempunyai sediaan obat yang tinggi terhadap Formularium Rumah Sakit ini menunjukkan bahwa dokter di RSU RA. Kartini sudah mulai memahami tentang Formularium Rumah Sakit. Hal ini menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan (hasil fisher’s exact test 0,006 < 0,05. Walaipun Formularium telah disusun sedemigian rupa, tetapi masih ada dokter yang merasa kesulitan dalam menuliskan resep obat yang sesuai dengan Formularium Rumah Sakit. Salah satu kesulitannya adalah tidak tersedianya obat di Apotik sehingga menyebabkan keengganan dokter menulis resep sesuai dengan formularium. Ketersediaan obat ini sangat menentukan sikap dokter selanjutnya terhadap Formularium Rumah Sakit, makin sering dokter merasakan kesulitan karena tidak adanya obat Formularium Rumah Sakit maka sikapnya akan berubah terhadap penggunaan formularium. E. Kepatuhan Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar dokter di RSUD RA. Kartini patuh sebesar 86,2 persen (86,2%) dan tidak patuh sebesar 13,8 persen (13,8%). Melihat angka tersebut diketahui bahwa dokter di RSUD RA. Kartini Jepara patuh dalam menerapkan kepatuhan sebesar 86,2% dengan demikian masih perlu dilakukan peningkatan perilaku. Menurut Gibson (1996) menyatakan bahwa kepatuhan dokter menulis resep dipengaruhi oleh perilaku, dimana faktor – faktor yang berhubungan dengan perilaku adalah faktor individu atau faktor internal, dan faktor lingkungan atau faktor eksternal. Dalam kepatuhan dokter, tim formularium masih mengalami kesulitan antara lain : 1. Belum semua resep dokter yang bertugas di RSUD EA. Kartini Jepara disebabkan karena belum semua pasien membeli obat sesuai resep di Apotik RSUD RA. Kartini. 2. Untuk mencatat macam obat yang diresepkan belum memiliki tenaga khusus sehingga hanya mengandalkan pada tenaga medical record. Hal ini bisa membuat hasil penilaian tidak dapat dilakukan setiap hari. Untuk memudahkannya perlu adanya tenaga tambahan atau setidak – tidaknya kalau catatan tersebut masuk dikomputer, tapi ini juga membutuhlan tenaga yang dapat memasukkan data setiap saat. Banyak faktor yang mempengaruhi kepatuhan dkter dalam penulisan resep sesuai dengan formularium, sebagaimana tim formularium menyatakan bahwa ada beberapa kemungkinan dokter tidak patuh menulis resep sesuai formularium, bukan karena disengaja atau tidak patuh namun karena obat yang dibutuhkan tidak masuk daftar formularium dan obat yang dibutuhkan tidak tersedia di apotik. Ketersediaan obat di apotik sangat dipengaruhi oleh pemasok dari industri farmasi selain itu juga tergantung pada kondisi keuangan rumah sakit untuk pembelian atau pengadaan obat. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Gambaran umum karakteristik responden berdasarkan deskripsi subjek penelitian yaitu : sebagian besar laki – laki (62,5%), umur terbanyak diantara 41 - 55 (68,8%%), pendidikan dokter spesialis dan dokter umum adalah (50%), jenis kelamin laki – laki terbanyak (62,5%), disusul masa kerja terbanyak diantara 11 – 20 tahun (53,1%). 2. Pengetahuan responden kebanyakan berpengetahuan baik sebesar 25 responden ( 78,1%), bersikap baik sebesar 22 responden (68,7%), keyakinan tinggi sebesar 21 responden (65,6%) dan ketersediaan obat sebesar 22 responden (68,7%). 3. Secara analisis bivariat, terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan responden dengan kepatuhan dokter dalam penulisan tidak sesuai dengan formularium rumah sakit (p value : 0,001), sikap responden dengan kepatuhan dokter dalam penulisan resep tidak sesuai dengan formularium rumah sakit (p value : 0,006), keyakinan responden dengan kepatuhan dokter dalam penulisan resep tidak sesuai formularium rumah sakit (p value : 0,009), ketersediaan obat dengan kepatuhan dokter dalam penulisan resep tidak sesuai dengan formularium rumah sakit (p value : 0,006). 4. Responden dengan kriteria seperti pada variabel bebas (pengetahuan tinggi, sikap tinggi, keyakinan tinggi dan ketersediaan obat yang lengkap) akan mempunyai kecenderungan menjadi patuh yaitu Exp(B) > 2. B. Saran Agar dokter yang bertugas di RSUD RA. Kartini Jepara patuh dalam penulisan resep sesuai dengan formularium maka perlu adanya : 1. Dokter dilibatkan dalam memecahkan masalah yang ada khususnya permasalahan tentang pengelolaan obat mulai dari perencanaan kebutuhan obat sampai dengan distibusi obat dan piñata laksanaan standar formularium. 2. Perlu adanya peraturan mengenai kepatuhan dokter terhadap formularium yang ada di RSUD RA. Kartini Jepara. 3. Adanya kebebasan dokter dalam memberikan usulan tentang ketersediaan obat dengan cara : a. Melibatkan dokter dalam perencanaan pengadaan obat. b. Melibatkan dokter dalam panitia pengadaan obat. c. Melibatkan dokter dalam pengendalian pengelolaan obat di rumah sakit 4. Meningkatkan kepatuhan dokter terhadap formularium, dengan cara : a. Revisi standard Operating Procedur (SOP) tentang rasionalisasi pengobatan. b. Revisi Formularium dan disosialisasikan ke dokter. 5. Farmasi / apotek diberi kewenangan untuk melakukan negosiasi dengan dokter untuk resep tidak sesuai dengan formularium. DAFTAR PUSTAKA 15. Jacobalis., Kumpulan Tulisan terpilih tentang Rumah Sakit di Indonesia dalam Dinamika Sejarah, Transformasi, Globalisasi dan Krisis Nasional, Yayasan Penerbit IDI. Jakarta, 2000. 16. Alkatiri,A;Soejitno,S;Ibrahim,E. Reformasi Perumasakitan Indonesia. Depkes.RI – WHO, Jakarta,2000. 17. --------------- , Pedoman Pengelolaan Obat Daerah Tingkat II. Depkes RI – Dirjend POM RI, Jakarta, 1996. 18. Gibson, J.L. et al, Organisasi, perilaku, struktur, proses, Binarupa Aksara, Jakarta, 1996. 19. Suryawati, S, Efisiensi pengolahan obat di Rumah Sakit, Magister Rumah Sakit Fakultas Kedokteran UGM, Jogyakarta, 1996. 20. Quick, J.D., Hume, M.L., Rankin, J.R., O.Connor, R.W., Management Drug Supply. Dalam The Selection, Procurement, Distribution, and Use of Pharmaceu. Second Edition, Reviced and Expendet West Hartford. Kumarin Press, 1997: 422-428. 21. Luwiharsih., Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Penggunaan Formularium Rumah Sakit Di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Husada Jakarta, Universitas Indonesia, Jakarta, 1989, tesis, tidak dipublikasikan 22. Daniel, Debby., Faktor – faktor Perilaku Dokter Yang Berhubungan Dengan Penulisan Resep Obat Dengan Nama Generik Pada Pasien Rawat Jalan RSUP Fatmawati Jakarta, Universitas Indonesia, Jakarta, 2001, tesis, tidak dipublikasikan 23. Prawitasari, Dewi., Pengaruh Ketersediaan Obat Terhadap Pola Penggunaan Obat pada Lima Penyakit di Puskesmas Kota Palangkaraya, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 2001, teseis, tidak dipublikasikan 24. Yenis, S., Sistem Logistik Obat Nasional. Staf Pengajar Jurusan Farmasi Fakultas MIPA Universitas Indonesia, Jakarta, 1999. 25. World Health Organization., The Asean Technical Cooperation on Pharmaceuticals Under The Specific Activity. Dalam Development of Hospital Pharmacy Management, Guidelines or Manual for Good Hospital Pharmacy Practises and Management. Thailand; Bangkok, 1989. 26. --------------- , Sistem Kesehatan Nasional. Depkes RI. Cetak Ulang. Jakarta, 1987. 27. --------------- , Standar Pelayanan Rumah Sakit. Depkes RI. Direktorat RSU dan Pendidikan. Jakarta, 1992. 28. Summers, K.H., “Clinical Therapy”. Dalam The Role of Pharmacy and Theraupetics (P&T) Committees. XV (2). 1993: 23-41. 29. -------------- , Pedoman Pengelolaan dan Pelayanan Farmasi Rumah Sakit Yang Baik. Instalasi Farmasi Rumah Sakit Dr. Sutomo, Surabaya, 1990. 30. Feely, J. et al., Hospital Formularies. Need For Continuous Intervention. BMJ. CCC (6716), 1990: 28 – 30. 31. Kubica, J. A. dan Poremba, A. C., Pharmacy Health Care Administration. Aspen Publisher Inc. Gaithersburg. Maryland, 1987. 32. Hilman, I., Peran Farmasi Rumah Sakit dalam Menunjang Program Jaminan Mutu Pelayanan Kesehatan Pemerintah. Depkes RI. Jakarta, 1989. 33. Silalahi dan Bennet, N. B., Prinsip Manajemen Rumah Sakit. Lembaga Pengembangan Manajemen Indonesia. Jakarta, 1989. 34. Syamsi, Ibnu., Pokok – pokok Organisasi dan Manajemen. Jakarta, 1994. Penerbit Rineke Cipta. 35. --------------- , Pedoman Tata Laksana Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Instalasi Farmasi Rumah Sakit Dr. Sutomo. Surabaya, 1990. 36. -------------- , Standar Pelayanan Rumah Sakit. Depkes RI. Direktorat Rumah Sakit Umum dan Pendidikan. Jakarta, 1992. 37. Hudyono, J. dan Andayaningsih., Studi Pengelolaan Obat & Sumber Daya Manusia. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta, 1990. 38. --------------- , Buku Himpunan Peraturan Rumah Sakit. Depkes RI. Direktorat Rumah Sakit Khusus dan Swasta. Jakarta, 1991. 39. World Health Organization. Estimating Drugs Requirement. Dalam A Practical Manual. Ganewa, 1988. 40. Djojodibroto, D., Kiat Mengelola Rumah Sakit. Hipokrates. Jakarta, 1997. 41. Anwar, F., The Five Cardinal Principles. Dalam Proceedings of The International Consultation on Rational Drug Use in Undergraduate Medical / Pharmacy Education. Manila, 1990. 42. Balasubramanian, K., Towards Rational Drug Use. Dalam Proceedings of The International Consultation on Rational Drug Use in Undergraduate Medical / Pharmacy Education. Manila, 1990. 43. Garjito, W., Antibiotika Profilaksis. Dalam Prinsip Serta Permasalahannya Dalam Pemilihan dan Pemakaian Antibiotika Dalam Klinik. Yayasan Melati Nusantara. Yogyakarta, 1990. 44. Mc.Caffrey, S. dan Nightingale, C.H., Hospital Formulary. Dalam How to Develop Critical Paths and Prepare For Other Formulary Management Changes. XXIX (9), 1994:628635. 45. Hazlet, T.K. dan Hu, T.W., American Journal Hospital Pharmacy. Dalam Assosiation Between Formulary Strategies and Hospital Drug Expenditures XLIX (9), 1990: 2207-10. 46. --------------, Pedoman Kerja Untuk Komite Farmasi dan Terapi. Depkes RI. Jakarta, 1998. 47. Komite Nasional Farmasi Terapi Profesi dan Direktorat Jendral Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI. Pedoman Kerja Untuk Komite Farmasi dan Terapi Rumah Sakit, Jakarta. 1998. 48. Sujudi, A., Prinsip – prinsip Manajemen Rumah Sakit. Program Pendidikan Pasca Sarjana Magister Manajemen Rumah Sakit FK UGM. Yogyakarta, 1998. 49. Notoatmodjo, S., Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineke Cipta. Jakarta, 1993. 50. Green, L.W, Kreuter M.W., Health Education Planning, Aa Education and Enviromental. Approach. Second ed. Mayfield Publishing Company, Mountain View, California, 1991. 51. Azwar, S., Sikap manusia teori dan pengukurannya. Yogyakarta : Penerbit Liberty, 1988: 1-21. 52. Singarimbun M, Efendi S.Eds. Metode Penelitian Survei, Jakarta LP3ES, 1995: 16 – 30