dimensi internasional kasus papua - Jurnal Penelitian Politik

advertisement
DIMENSI INTERNASIONAL KASUS PAPUA
Adriana Elisabeth*
Abstract
Issue on Papua has a strong international dimension. It will remain critical fo r Indonesian political
bargaining when political violence and human rights abuse continue in Papua. The existence o f multinational
companies contributes to the international dimension o f the Papuan case. Although most foreign countries stick
on their commitment to support the integrity o f Indonesian territory, the future o f Papua depends on how the
political and economic problems would be resolved.
I. Pengantar
asus Papua ibarat bom waktu bagi
In d o n esia. B an y ak fa k to r yang
mampu memicu isu Papua menjadi
isu b e sa r dan te rb u k a , y ak n i p o litik ,
keamanan, sosial, dan ekonomi. Dimensi
persoalan Papua yang sangat beragam - lokal,
nasional, dan internasional -berpotensi kuat
m engubah m asalah yang b ersifat lokal
m enjadi nasional begitu pun sebaliknya.
Lebih dari itu, dimensi lokal dan nasional
persoalan Papua sangat mungkin menjadi isu
internasional manakala hal itu melibatkan
peran dan kepentingan politik dan ekonomi
pihak asing.
K a ra k te ristik
a tau
dim en si
^ te rn a s io n a l kasus Papua ditentukan oleh
operan aktor negara (state actor) dan aktor
non-negara ( non-state actor) yang secara
k o n siste n dan te ru s-m e n e ru s te la h
“m e n g in te rn a sio n a lis a s i” isu P apua,
misalnya melalui lobi dan diplomasi, baik
yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia
maupun pihak-pihak yang berseberangan
dengan Pemerintah Indonesia, antara lain
O rganisasi Papua M erdeka (O PM ) dan
K
Peneliti Bidang Politik Internasional, P2P LIPI &
Koordinator Tim Kajian Papua 2006 LIPI.
beberapa anggota Presidium Dewan Papua
(PDP).
Tulisan ini akan membahas dimensi
internasional isu Papua dengan menganalisis
p eran dan k ep en tin g an b eb erap a aktor
internasional yang terlibat dalam persoalan
di Papua. Kemudian juga membahas langkah
atau strategi Pemerintah Indonesia dalam
menangani persoalan di Papua, khususnya
berkaitan dengan upaya Indonesia untuk
menjaga hubungan luar negerinya dengan
negara-negara asing m aupun kom unitas
internasional, terutama dengan Australia dan
negara-negara Pasifik Selatan.
II. P eran dan K ep en tin g a n A k tor
Internasional dalam Kasus Papua
Pada m asa P eran g D in g in , peta
politik global lebih banyak dipengaruhi oleh
hubungan antamegara/pemerintahan. Namun
setelah berakhirnya Perang Dingin, politik
dunia d itan d ai dengan berkem bangnya
organisasi-organisasi antarpemerintahan di
berbagai level. Sebagai contoh, beberapa
organisasi antarpem erintahan di tingkat
global adalah World Bank (Bank Dunia),
World Trade Organisation (W TO ),
International Labour Organisation (ILO) dan
43
International Atomic & Energy Agency
(IAEA). B eberapa organisasi di tingkat
regional, misalnya Association o f South East
Asian Nations (A S E A N ), O rg an isasi
Konferensi Islam (OKI), Gerakan Non-Blok
(G N B ), O PE C , North A tlantic Treaty
Organization (NATO), dan Kelompok G-7.
Selain organisasi antarpemerintahan,
berkembang pula organisasi internasional
nonpemerintahan dan nonperusahaan atau
International
Non-Governmental
Organisations (INGO), seperti Greenpeace,
Human Rights Watch, Refugee International
dan sebagainya, kem udian juga terdapat
o rg a n isasi ra h a sia , sep e rti in te lije n ,
terorism e.1 Secara lebih luas, organisasi
kejahatan lintas negara ( Transnational
Organised Crime!TOC) mencakup bukan
hanya kegiatan terorisme, melainkan juga
penyelundupan senjata (arms smuggling),
obat-obat terlarang (ilicit drugs trafficking)
dan p e rd a g a n g a n m an u sia ( human
trafficking), khususnya perempuan dan anakanak.
A ktor n o nnegara yang berperan
sangat dominan dalam peta politik global saat
ini adalah perusahaan global yang dikenal
dengan Multinational Corporations (MNC),
Transnational Corporations atau Global
Firms. D engan kata lain, perkem bangan
politik di tingkat nasional maupun regional/
internasional harus memperhitungkan peran
dan kepentingan perusahaan-perusahaan
berskala dunia ini.
B ertam b ah n y a ju m la h
a k to r
nonnegara yang terlibat dalam hubungan
antamegara dan antarbangsa menyebabkan
p eran a k to r n eg ara tid a k lagi b e rsifa t
dominan. Perkembangan politik internasional
ini menjadi salah satu faktor penting dalam
analisis persoalan di Papua. Aspek politik dan
ekonom i yang b erk aitan dengan upaya
penyelesaian isu Papua harus memperhatikan
peran dan kepentingan aktor internasional,
1 Herb Feith. “Globalisasi Politik Dunia dan Keharusan
R eform asi
PBB”,
h ttp ://fis ip .u n m u l.a c .id /
globalisation.html. h. 2 & 3.
44
terutama organisasi nonpemerintahan atau
LSM dan perusahaan internasional yang
(m asih dan akan) beroperasi di w ilayah
Papua.
Menurut hasil penelitian tim kajian
Papua LIPI tahun 2004, secara garis besar,
terdapat tiga aktor utama yang terlibat dalam
konflik di Papua dan berada di level lokal,
nasional, dan internasional, yakni negara/
pemerintah {state), masyarakat (society), dan
pebisnis (market).2 Peran dan kepentingan
ketiga aktor utama tersebut relatif berhasil
dan m udah d ip e ta k a n . N am un, tid ak
demikian dengan pemetaan pola hubungan
di antara para aktor tersebut. Selain karena
banyaknya jum lah aktor yang terlibat (baik
langsung maupun tidak langsung), kesulitan
te rse b u t ju g a d ise b a b k a n setiap ak to r
memiliki lebih dari satu kepentingan dan
antara satu kepentingan dengan kepentingan
lain cenderung saling berhubungan.
Berdasarkan pola hubungan tersebut,
tidaklah mudah memisahkan secara tegas
apakah seorang aktor lokal hanya berperan
secara lokal, karena dalam mempertahankan
kepentingannya dia pun bergerak di tingkat
n a sio n a l b ah k an in te rn a sio n a l. S elain
kepentingan yang saling berkait, peran para
aktor ditentukan pula oleh pola hubungan
atau hubungan kekuasaan (power relations)
antara ketiganya yang cenderung bersifat
tidak sim etris ( asymmetrical), m isalnya
posisi masyarakat Papua di tingkat lokal dan
nasional tam pak atau cenderung lem ah
(powerless) dibandingkan dengan kekuasaan
pem erintah (pusat dan daerah). Nam un
demikian, di level internasional, elemenelemen yang ada dalam masyarakat Papua,
seperti kelom pok pro-m erdeka di Papua
banyak mendapatkan dukungan/simpati dari
p ih a k in te rn a sio n a l. M erek a b e rh a sil
mengusung ideologi merdeka dalam rangka
m en d ap a tk a n sim p a ti dan d u k ungan
internasional. Dengan kata lain, meskipun
secara lokal dan nasional, masyarakat Papua
2 Adriana Elisabeth dkk. (2004). Peran dan Kepentingan
Para Aktor dalam Konflik di Papua, Jakarta: LIPI.
cenderung menjadi kelompok marginal, di
tingkat internasional “m arginalisasi” ini
ju stru m enguntungkan m ereka. Bahkan,
mereka memiliki posisi tawar yang cukup
tinggi bila berhadapan dengan Pemerintah
Indonesia karena simpati dan dukungan pihak
internasional pada gerakan/kelompok prom erdeka di Papua. Lobi dan diplom asi
kelompok pro-merdeka ini bertujuan untuk
memperoleh dukungan internasional, baik
yang berasal dari pemerintahan negara asing
maupun masyarakat internasional, termasuk
o rg anisasi n o n p em erin tah an di tingkat
internasional dan lembaga dunia.
D ukungan in te rn a sio n a l kepada
k elo m p o k p ro -m e rd e k a
di P apua
m enim bulkan kom pleksitas yang cukup
serius bagi Pem erintah Indonesia dalam
berdiplom asi dengan pihak luar negeri.
Meskipun Pemerintah Indonesia memiliki
legitimasi politik yang kuat (kedaulatan yang
sah) di Papua, posisi tawar Indonesia menjadi
lemah ketika berhadapan dengan komunitas
internasional berkaitan dengan persoalan
demokratisasi, hak asasi manusia (HAM) dan
lingkungan di Papua. Hal ini dikarenakan isuisu tersebut merupakan agenda global yang
kerap dipakai untuk m engukur ataupun
m e n ila i tin g k a t k e b e rh a sila n atau p u n
kegagalan sebuah pemerintahan di negaranegara berkembang. Bagi kelompok promerdeka, khususnya OPM, agenda global
tersebut menjadi isu-isu strategis yang sangat
m e n g u n tu n g k an
b agi p o sisi
atau
“perjuangan” mereka di forum internasional.
Dukungan internasional diperlukan
untuk mencapai/mewujudkan kepentingan
p o litik ja n g k a pan jan g kelom pok prom erd ek a, y ak n i m em isah k an d iri dari
Indonesia. Diplomasi dan tuntutan politik
m erdeka inilah yang d ib eri label oleh
P em erintah Ind o n esia sebagai gerakan
separatis Papua (separatisme Papua). Bagi
Pemerintah Indonesia, kedaulatan Indonesia
di Papua sudah menjadi keputusan final.
U ntuk m enghadapi sikap dan tindakan
k elo m p o k p ro -m e rd e k a , P e m e rin ta h
Indonesia pun melakukan lobi dan diplomasi
guna m em peroleh dan m em pertahankan
k o m itm en in te rn a sio n a l u n tu k tetap
m en d u k u n g k e u tu h an w ila y ah N eg ara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), di
mana Papua merupakan bagian integral dari
NKRI.
U p ay a in te rn a s io n a lis a s i u n tu k
m e n arik p e rh a tia n in te rn a sio n a l atau
mendukung kemerdekaan Papua, sebenarnya
mulai dijalankan sejak tahun 19623 sebagai
bentuk perlawanan terhadap Perjanjian New
York (New YorkAgreement/NYA) tahun 1962
yang mengakui masuknya wilayah Papua
menjadi bagian wilayah Republik Indonesia
(RI). Gerakan kemerdekaan Papua mendapat
peluang besar sejak bergulirnya reformasi di
Indonesia yang dimulai pada pertengahan
tahun 1998, di mana kelompok pro-merdeka
(dan kelom pok pro-dem okrasi di Papua)
leb ih b e ra n i d an te rb u k a d alam
m engem ukakan tuntutan politik mereka.
A palagi dengan lepasnya w ilayah Timor
Timur dari Indonesia dan menjadi negara
merdeka pada tahun 1999,4 maka peristiwa
politik tersebut m enjadi spirit baru bagi
p e rju a n g a n O PM u n tu k m ew u ju d k an
kemerdekaan Papua.
Gagasan untuk menginternasionali­
sasi Papua adalah salah satu rekomendasi
yang dihasilkan dalam K ongres R akyat
Papua II, yakni pembentukan sebuah tim
untuk m elobi m asyarakat internasional,
te rm a su k m em in ta b a n tu an D ew an
Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK
PBB) dalam kaitannya dengan peran DK
PBB seb ag ai p e n ja g a k e te rtib a n dan
perdamaian dunia, termasuk untuk menjaga/
m em elihara keam anan di Papua sampai
terbentuk pemerintahan yang tetap. Selain itu,
kongres juga meminta PDP melakukan dialog
dengan Indonesia, Belanda, Amerika Serikat
(AS), dan P B B .5*
3 Upaya internasionalisasi kasus Papua dilakukan oleh
kelompok anti-integrasi atau menolak hasil Pepera 1969
karena dianggap tidak adil. Untuk itu, mereka kemudian
membentuk OPM di luar negeri, terutama di PNG
4http://www.koteka.net/ West Papua is the next East Timor
5Kompas (4 Juni 2000). “Kongres Rakyat Papua Sepakati
Keluar dari NKRI”
45
Lobi internasional oleh kelompok
pendukung kemerdekaan Papua dilakukan
secara bilateral antamegara maupun di forum
regional/intemasional dan dengan LSM. Lobi
bilateral dijalankan m elalui pendekatan
p e rs u a s if k ep ad a p em eg an g sim pul
pem erintahan di berbagai negara. Upaya
bilateral juga dilakukan dengan membuka
kantor perwakilan dan konsulat. Hasilnya
adalah beberapa negara di Pasifik Selatan
sec a ra teg as m end u k u n g p e rju a n g an
kelompok pro-merdeka di Papua.6 Namun
demikian, haruslah diingat bahwa dukungan
dari pem erintahan negara asing terhadap
kelom pok pro -m erd ek a di Papua tidak
bersifat konstan, tetapi cenderung fluktuatif
bergantung pada siapa pemimpin negara yang
sedang berkuasa pada saat tertentu.
Lobi secara b ila te ra l kem udian
d itin d a k la n ju ti di forum re g io n a l dan
internasional, seperti di PBB dan Forum
Negara Pasifik untuk memperoleh dukungan
secara terbuka. Dukungan ini merupakan
second voice untuk m em udahkan upaya
menggalang simpati internasional melalui
perwakilan negara asing yang mendukung
kem erdekaan Papua. B eberapa isu yang
biasanya diangkat dalam forum regional/
internasional adalah sejarah politik Papua,
keabsahan Pepera, masalah HAM, peran dan
dominasi militer Indonesia, ketidakadilan
sosial dan ekonom i m asyarakat Papua,
diskrim inasi rasial (ras M elanesia) dan
kerusakan lingkungan.
B erikut ini adalah posisi negaranegara asing dalam isu Papua:
1) Amerika Serikat (AS)
AS memainkan peran yang signifikan
dalam konflik di Papua. Untuk itu, Menteri
Luar Negeri RI, Hassan W irayuda dalam
siaran p ers “ R eflek si tah u n 2 0 0 2 ”
menyatakan bahwa Indonesia secara khusus
melakukan pendekatan dengan Pemerintah
6 Deplu RI (2001). “Kebijakan RI di Pasifik, Upaya
Mencegah Separatisme di Irian Jaya”.
46
AS untuk m empertahankan dukungannya
terhadap integritas wilayah Indonesia. Posisi
atau peran AS sulit dipisahkan dari sejarah
panjang dan proses politik di Papua. Menurut
John Roberts, AS m endukung kebijakan
Indonesia untuk “mengembalikan” wilayah
P apua m e la lu i ak si d ip lo m a si dan
mendukung Pepera (Act o f Free Choice)
tahun 1969 yang kem udian m elahirkan
keputusan PBB yang m enyatakan Papua
merupakan bagian dari wilayah Indonesia.7
Tindakan AS di Papua juga berhubungan
dengan keberadaan PT Freeport Indonesia
(PTFI) sebagai perusahaan tambang tembaga
terbesar di dunia. Kehadirannya didukung
oleh keputusan politik Pemerintah Orde Baru
(Orba) melalui kesepakatan Kontrak Karya I
tahun 1967, kemudian mulai beroperasi pada
tahun 1970 dan berproduksi untuk pertama
kalinya pada tahun 1973. Keberadaan PTFI
di T im ika, K a b u p aten M im ika, Papua
d ip erp an jan g dengan p en andatanganan
K ontrak K arya II tahun 1991. D engan
demikian, perusahaan multinasional ini dapat
beroperasi di Papua sampai tahun 2021 dan
kesepakatan kerja tersebut m asih dapat
diperpanjang dua kali masing-masing dalam
waktu sepuluh tahun.
Berkaitan dengan kebijakan AS di
Papua, Pemerintah AS menegaskan tidak
akan m endukung separatism e di Papua,
sebaliknya, tetap m endukung keutuhan
negara RI dan pemberlakuan otonomi khusus
di Papua.8 Selain itu, Pemerintah AS melalui
USAID dan lembaga bantuan keuangan AS,
juga membiayai berbagai program di Papua
sep e rti m an ajem en su m b er daya alam
(S D A ),9 te rm a su k p ro g ram -p ro g ra m
pengem bangan m asyarakat (community
development) seperti yang dilakukan oleh PT
Freeport Indonesia.
7 http://w w w .w sw s.org/articles/2004/aug20Q 4/papuaa30.shtml. Lihat John Roberts, Documents confirm US
colluded in Indonesia 's 1969 Incorporation o f Papua.
8 P em erintah A S m e la lu i P resid en G oerge Bush
menyampaikan komitmen pemerintahannya kepada
mantan Presiden RI, Megawati pada Juli 2002.
9 www. Bappenas.go.id
H ubungan bilateral Indonesia-AS
terpengaruh oleh peristiwa pembunuhan dua
w arga negara AS di Tim ika pada tahun
2002.10 Sebagai akibatnya, AS melakukan
embargo militer dan memutuskan keija sama
militernya dengan Indonesia, yang mendapat
persetujuan dari K ongres A S ." N am un
demikian, tiga tahun kemudian (pada tahun
2005), kerja sama di bidang pelatihan militer
kedua negara dilanjutkan kembali. 12
2) Australia
Posisi Australia dalam kasus Papua
sangat penting karena Australia mempunyai
pengaruh politik di kalangan negara-negara
Pasifik Selatan. Selain itu, Australia juga
cukup berperan dalam pem bangunan di
Indonesia, terutama melalui program bantuan
berupa hibah kepada Indonesia meliputi
b erb ag ai sektor. D alam k aitan dengan
penanganan kasus Papua, hubungan bilateral
Indonesia-Australia tidak hanya bertujuan
untuk menghadapi sikap dan reaksi negaranegara Pasifik Selatan dalam kasus Papua
yang secara tegas, beberapa negara sudah
memberikan dukungan mereka pada gerakan
kem erdekaan Papua, nam un ju g a untuk
meredam dukungan LSM Australia yang juga
secara lugas m endukung kelom pok promerdeka di Papua.
K ekhaw atiran Indonesia terhadap
A u stra lia c u k u p lah b e ra la sa n a p ab ila
dikaitkan dengan peristiwa politik di Timor
T im ur tah u n 1999 di m ana sikap dan
dukungan Pemerintah dan LSM Australia
akhirnya berhasil mewujudkan kemerdekaan
Timor Timur (Timor Leste). Apalagi dengan
ad an ya in fo rm asi bahw a A u stra lia
membentuk Task Force Papua yang diketuai
oleh Chief o f Defence Force, Jenderal Peter
10 Pembunuhan itu diduga dilakukan oleh oknum militer/
TNI.
11 http://www.atimes.com/atimes/Southeast_Asia/
FG03Ae06.html
12 John Roberts, dalam makalah ‘Ambush near US-owned
mine in Papua suggests Indonesian army involvement’,
mengemukakan bahwa pembunuhan itu dilakukan oleh
oknum TNI.
C o sg ro v e
y an g
sed an g
m en g k aji
p e rm a sa la h an di P ap u a dan p ro sp e k
kem erdekaan P ap u a.13 M eskipun hal itu
belum tentu benar, Pemerintah Indonesia
te ta p b e rh a ti-h a ti d alam m en jalan k an
hubungannya dengan Australia. Meskipun
Australia mendukung langkah yang diambil
Indonesia untuk menyelesaikan persoalan di
Papua dengan otonom i khusus, nam un
A u stra lia m e n g in g in k a n
In d o n esia
m en g h o rm ati p e n e g a k a n hukum dan
penghormatan HAM di Papua.14 Walaupun
d e m ik ia n , d u k u n g a n d ari P em erin tah
A u stra lia tid a k s e rta -m e rta m en d ap at
dukungan dari semua elemen pemerintahan.
Di Parlem en A ustralia, m isalnya, Partai
Buruh dan Fraksi Kiri sering kali menjadikan
isu separatism e di Papua sebagai bahan
perdebatan.15
Pebisnis Australia juga melakukan
aktivitas penam bangan di Papua, seperti
Dominion Mining, BHP, Cudgen RZ, dan
Cudgen RA. Australia pun memiliki sebagian
saham PT Freeport M cM oran sekitar 40
persen (Rio Tinto) dari total saham yang
dim iliki PT Freeport M cM oran di bursa
saham di New York.
3) Kanada
Kebijakan Pemerintah Kanada secara
eksplisit mendukung implementasi otonomi
k h u su s di P ap u a sec a ra k o n sek u en ,
berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor
21 Tahun 2001 dengan menghormati hak
rakyat Papua. Kanada membantu Papua juga
melalui Canada Fund berdasarkan prioritas
g e o g ra fis
dan
p ro g ram
p rio rita s
p em b an g u n an so sial di em pat bidang:
k ese h a tan dan g iz i, p en d id ik an dasar,
penanganan HIV/AIDS, dan perlindungan
a n a k .16 Di se k to r b is n is, K an ad a pun
13 h ttp ://w w w .k o m p a s.co .id /k o m p a s-ceta k /0 3 0 9 /1 9 /
nasional/572042.htm.
14 Kompas (9 Desember 2000).
15 Deplu RI (2001). “Kebijakan RI di Pasifik, Upaya
Mencegah Separatisme di Irian Jaya”.
16 http: www.dfait-maeci.gc.ca
47
memiliki usaha pertam bangan (em as) di
Papua, yaitu PT Ingold dan mengembangkan
eksplorasi minyak di Teluk Bintuni.
4) Senegal
S alah satu n e g a ra A frik a yang
m endukung kem erdekaan Papua adalah
Senegal, A frika Selatan. D ukungannya
d id a sa rk a n p ad a p ah am N e g ritu d e solidaritas antara ras kulit hitam di seluruh
dunia.17Tujuannya adalah untuk menentang
k o lo n ia lism e dan d u k u n g an b agi ras
M ela n e sia serta g erak an p em b eb asan
P ap ua.18 Sikap ini diikuti dengan usaha
membangun keija sama ekonomi, militer, dan
memerangi diskriminasi rasial. Gerakan ini
le b ih d ik en al g e ra k an P a n -A fric o id
( ‘G erak an
P a n -N e g ro ’)
yang
m em perjuangkan korban dari konspirasi
ra sism e
d u n ia,
g e n o sid a ,
dan
pengam bilalihan tanah di seluruh dunia,
te rm a su k di P a p u a .19 D alam p e r­
k em b an g an n y a, g e ra k an ini sem akin
mendapatkan dukungan luas, terbukti sekitar
15 negara-negara di Afrika Barat dan Afrika
Tengah menolak hasil Pepera di Papua dan
berharap akan adanya im plem entasi hak
penentuan nasib sendiri (self-determination)
di Papua.
Gerakan mendukung kemerdekaan
Papua dari negara Afrika dimulai sejak 1969
saat penentuan voting Act o f Free Choice
(AFC) di Sidang Umum PBB, negara-negara
tersebut menuduh bahwa AFC merupakan
salah satu bentuk penjajahan dan bentuk
ketidakdemokratisan terhadap saudara kulit
h itam di P apua B arat. S ebagai tin d ak
lanjutnya, Organisasi Afrika-Amerika yang
tergabung dalam National Associationfor the
17 w3.rz-berlin.mpg.de/~wm/PAP/GJA-bin-kejora.html 48k. Lihat juga Goerge J. Adijondro dalam Bintang
Kejora di Tengah Kegelapan Malam & Penggelapan
N a sio n a lism e Orang Irian dalam H istroriografi
Indonesia.
18 http://: www.raceandhistorv.com/cgi-bin/forum/
webbbs config.pl/noframes/read/106.
19 Pianke Nubivang Honour and Truth in West Papua, http:/
/communitv. webtv.net/paulnubiaempire:.
48
Advancement o f Colored People (NAACP)
mengirim surat kepada Sekretaris Jenderal
PBB, U Thant sebagai bentuk protes atas
AFC dan meminta PBB merevisi kebijakan
tersebut.20Meskipun demikian hingga saat ini
b elu m ada p e rn y a ta a n resm i yang
m en d u k u n g P a p u a h a n y a b e ra sa l dari
sebagian kecil tokoh di Senegal, Ghana, dan
Afrika Selatan.
5) Negara-Negara Asia
Berkaitan dengan Papua, beberapa
negara di A sia yang m em iliki perhatian
khusus adalah M alaysia, Filipina, Korea
Selatan, Jepang, India, dan Cina. Bagi
Malaysia dan Filipina, Papua adalah pemasok
kayu terbesar bagi kebutuhan impor kedua
negara atau sekitar 70 persen berasal dari
P ap u a.21 Bagi Jepang, Cina, Korea Selatan,
dan India, ladang di sekitar kawasan Teluk
B in tu n i
{ P ro y ek
LN G
T angguh)
menyediakan cadangan LNG mencapai 23,7
triliun kaki kubik. Indonesia berkomitmen
untuk mengekspor LNG ke Asia rata-rata
enam sampai tujuh ton per tahun.
Khusus bagi Cina, wilayah Papua
m em ilik i SD A y an g d ap at m em enuhi
sebagian kebutuhan kayu dan LNG Tidaklah
mengherankan apabila hasil penebangan liar
di wilayah Papua disinyalir dibawa ke Cina,
seperti dalam kasus penem uan dua buah
kapal yang berisi kayu berasal dari wilayah
Papua dan berada di daratan Cina. Untuk
mengatasinya, Pemerintah Indonesia telah
mengupayakannya melalui jalur diplomatik.22
U n tu k m em en u h i k e b u tu h an LNG,
Pemerintah Indonesia (Pertamina) dan Cina
(P etro ch in a) m em buat p e rja n jia n yang
m enyangkut pengirim an LNG dari Teluk
Bintuni ke Provinsi Guangdong dan Fujian
20 Lihat John Saltford. United Nations Involvement with
the Act ofSelf- Determination In West Irian (Indonesian
West New Guinea) 1968 to 1969.
21 Sugiharto (1 0 M ei 2 0 0 5 ). “B U M N dan Prospek
Persaingan Dunia Usaha”, Jakarta: Hotel Borobudur.
22 Kompas (6 April 2005).
dengan terlebih dahulu melakukan investasi
sebesar US$ 2 miliar untuk pembangunan
infrastruktur.23 PT. Petrochina memiliki dua
blok wilayah pengeboran di Teluk Bintuni
dan Biak, yang terdiri lebih dari sepuluh
ladang minyak yang siap dieksplorasi.24
Untuk mencapai kepentingannya di
Papua, Pemerintah Cina juga membangun
hubungan dengan negara-negara Pasifik
Selatan guna memperkuat perannya di Papua.
Kondisi ini pun telah menjadi perhatian OPM
yang ingin membangun hubungan dengan
C ina, k h u su sn y a u n tu k k ep en tin g an
p o litik n y a di m asa depan. Di dalam
pertem uan tahunan Forum Pasifik yang
diselenggarakan di K iribati tahun 2000,
misalnya, sejumlah tokoh penting Papua yang
hadir sebagai peninjau telah m elakukan
pendekatan dengan para pejabat dari Cina
yang hadir dalam forum itu.25 Cina kemudian
memfasilitasi pertemuan yang diselenggara­
kan oleh OPM di luar wilayah Indonesia.
Pemerintah Tuvalu juga mendukung
kemerdekaaan Papua, 27 meskipun dalam
kapasitas yang terbatas.
6) Negara-Negara Pasifik Selatan
- Vanuatu
Posisi negara-negara Pasifik Selatan
dapat dibedakan m enjadi tiga kelom pok
sebagai berikut.
a. Kelompok Pendukung Papua Merdeka
- Negara Kepulauan Cook (Cook Island)
Pemerintah Negara Kepulauan Cook
m endukung k e m erd ek aan P apua yang
disam paikannya dalam KTT M ilennium
PBB. M esk ip u n d u k u n g an n y a tid a k
signifikan, tindakan ini memiliki pertalian
erat dengan sikap Pemerintah New Zealand
dalam kasus Papua.
22 http://www.globalpolicy.org/nations/sovereign/sover/
emerg/2002/0430papua.htm, Indonesia: Gas Project
Promises Income West Papuans not Excited ny Prangtip
Daorueng Inter Press Service News Agency
24 Wawancara Nur Agus Susanto dengan Meryka P, Public
Affair Manager for Government, PT Petro China.
25 Deplu RI (2001). Op.cit.
- Nauru
Pem erintahan N auru secara tegas
mendukung kem erdekaan Papua. Hal ini
disam paikan dalam K TT Forum Pasifik
Selatan di Kiribati, Oktober 2000. Selain itu,
N au ru ju g a m e n d u k u n g re so lu si PBB
mengenai penentuan nasib bagi rakyat Papua
B arat.26 Sebelumnya, B em ard Dowiyogo
M.P. (P residen R epublik N auru) dalam
Millenium Summit PBB yang diselenggara­
kan pada September 2000, mengemukakan
m en g en ai k e m erd ek a a n P ap u a dan
menganggap bahwa selama ini Papua berada
di bawah dominasi penjajah dan kontrol luar
negeri. Namun pernyataan tersebut ini tidak
langsung merujuk pada Indonesia.
- Tuvalu
Pemerintahan Vanuatu mendukung
kem erdekaan Papua Barat. A rgum entasi
Pemerintah Vanuatu tak jauh berbeda dari
Nauru, yaitu karena faktor-faktor sejarah dan
kedekatan secara geografis.28 Di Vanuatu
terdapat kantor perw akilan rakyat Papua
B arat, yang d ik e tu a i o leh Dr. John
Ondowame. Kemudian Pemerintah Vanuatu
m em p u n y ai k o m itm en u n tu k m em ­
prom osikan identitas dan hak dasar Ras
M ela n e sia di w ila y ah A sia -P a sifik ,
khususnya bagi Papua Barat. Pemerintah
Vanuatu juga mendorong dibukanya kasuskasus ketidakadilan yang selama ini teijadi
di Papua, dan memperjuangkan kesejahtera­
an sosial bagi masyarakat P apua.29*
26 http://westpapuaaction.buz.org/recentevelopments.htm+Tuvalu+and+west+papua+&hl=id.
27 http:www.un.org/millennium/webcast/statements/tuvalu.
28 Pacific Concern Resource Centre (PCRC) (27 Oktober
2000). Press Release, Forum Pasifik Selatan.
29 http://:www.un.org/News/Press/docs/2000/
20000908.ga9758.doc. & http://www.unpo.org/
news detail.php?ara 56&par= 1890
49
b. Kelompok Negara yang Abstain
- Papua Nugini (PNG)
Beberapa daerah di PNG seperti Port
Moresby, Black Water Sepik, Sowampa, dan
A m anaf juga digunakan oleh OPM untuk
melakukan aksinya.30Posisi PNG dan Papua
adalah berbatasan darat secara langsung.
Posisi perbatasan PNG ini sangat strategis
bagi para pelintas batas, termasuk kelompok
merdeka dari Papua yang ingin melepaskan
diri dari kejaran TNI dan Polri. Namun
demikian, Pemerintah Indonesia sampai saat
ini pun b elum m e lak u k an p e rja n jia n
ekstradisi dengan Pemerintah PNG untuk
mengatasi masalah perbatasan ini.
PN G sec a ra te g as m en y atak an
dukungan terhadap keutuhan NKRI, seperti
dalam joint statement yang disampaikan oleh
Perdana M enteri PNG, M ekere M orouta
kepada M egaw ati Sukarnoputri (sebagai
wakil presiden Indonesia saat itu). Kendati
demikian, Pemerintah PNG masih bersikap
gamang, terutama karena banyaknya anggota
m asyarakat dan lem baga di PN G yang
m endukung kem erdekaan Papua, seperti
Gubernur Sandaun, John Tekwi, Politisi Tei
Abai. Mereka tidak dikenakan sanksi oleh
Pemerintahan Nasional di PN G 31 Sebaliknya,
m ereka te ru s-m e n eru s b eru sah a m em ­
pengaruhi kebijakan pem erintahan PNG
untuk mendukung perjuangan kemerdekaan
Papua.
di NZ, yaitu Green Party mendukung bahkan
mengupayakan kemerdekaan Papua dan terus
m endorong internasionalisasi isu Papua.
Green Party berkedudukan di Wellington dan
memiliki cabang yang tersebar hampir di
selu ru h p ro v in s i/w ila y a h . P artai ini
m endapatkan dukungan dari partai lain,
seperti Partai Buruh, Partai Nasional, Partai
Warisan Kristen, Partai Aliansi, dan Partai
Nasional.
Dalam pernyataan resminya di Forum
Negara Pasifik Selatan, partai ini meminta
masalah Papua Barat dijadikan salah satu
agenda sidang pertemuan yang kemudian
diharapkan akan m em berikan dukungan
secara in stitusional untuk kem erdekaan
Papua. Dalam berbagai kesempatan, Keith
Locke sebagai ju ru bicara hubungan luar
partai, secara tegas m enginginkan nasib
Papua adalah masalah yang harus menjadi
perhatian negara-negara Pasifik Selatan dan
mengingatkan negara yang tergabung dalam
forum te rse b u t u n tu k m en d u k u n g dan
m e n g ik u ti la n g k ah V anuatu dalam
m e m p erju an g k an k e m erd ek aan rak y at
Papua.32 Sedangkan di dalam negeri, Keith
Locke juga berusaha keras menyakinkan
Perdana Menteri NZ, Helen Clark agar Papua
d ijad ik an salah satu fokus dan agenda
pemerintahannya.33Hal ini dijadikan prioritas
dukungan resmi kenegaraan.
c. Kelompok Negara Pendukung NKRI
Sikap P e m e rin ta h a n N Z adalah
mendukung keutuhan NKRI. Pemerintah NZ
ju g a m em iliki program ban tu an untuk
pembangunan di Indonesia (program the New
Zealand A id A g en cylN Z A lD ), yang
mencakup wilayah timur Indonesia, termasuk
Papua. Meskipun demikian, salah satu partai
Kepulauan Salomon, Republik Fiji,
K irib a ti dan S am oa B arat yang ju g a
tergabung dengan Forum N egara Pasifik
S elatan a d ala h n e g a ra -n e g a ra yang
m en d u k u n g N K R I. N am un k elom pok
kemerdekaan Papua secara terus-menerus
membangun komunikasi dengan beberapa
negara ini untuk mendukung tuntutan politik
mereka.
10 ibid.
31 Deplu RI (2001). “Kebijakan RI di Pasifik, Upaya
Mencegah Separatisme di Irian Jaya”.
32 Press Release Green Party (14 Agustus 2003); http://
www.scoop.co.nz.
33 http://www.greens.org.nz.
- New Zealand (NZ)
50
7) Negara-negara Uni Eropa
Beberapa negara Uni Eropa memiliki
perhatian lebih banyak terhadap Papua.34
Sebagai contoh, delegasi Uni Eropa yang
diwakili oleh para duta besar negara-negara
tersebut berkunjung ke Papua pada bulan
M aret 2002. Dalam kunjungan tersebut,
secara ekplisit negara yang tergabung Uni
Eropa tersebut m endukung sepenuhnya
integritas Papua ke dalam NKRI. Dukungan
juga diberikan bagi pelaksanaan Otonomi
Khusus (Otsus) yang sebenar-benarnya di
Papua dan m em berikan perhatian pada
masalah HAM di Papua.35 Berikut ini adalah
sikap Parlem en Uni Eropa dalam kasus
Papua: pertama, secara mendasar mengakui
Indonesia sebagai suatu negara kesatuan, dan
wilayah Papua termasuk di dalamnya. Kedua,
melihat berbagai kasus pelanggaran HAM,
meminta kepada Indonesia untuk membentuk
suatu badan pengadilan pelanggaran hak-hak
asasi m anusia. K etiga, m elihat kondisi
masyarakat Papua, Parlemen melihat bahwa
Papua adalah provinsi yang kaya raya, tetapi
penduduknya hidup dalam kemiskinan dan
dari 17.000 pegawai yang bekerja di Papua,
kurang dari 10 persen adalah orang asli
Papua. K e-em pat, P arlem en U ni Eropa
m en dukung O tsus yang m em b erik an
persetujuan kepada P em erintah D aerah
Papua untuk mendapat 80 persen dari pajak
dari bidang perikanan dan kehutanan dan 70
persen dari perusahaan yang bergerak di
bidang pertambangan dan minyak bu m i.36
Posisi organisasi antar pemerintahan
di berbagai level dalam kasus Papua dapat
diketahui sebagai berikut:
1) ASEAN
ASEAN sebagai organisasi regional
di w ilayah A sia Tenggara secara resm i
34 Inggris, Italia, Portugal, Jerman, Austria, Denmark,
Belanda, Spanyol, Swedia, Yunani, Belgia, Finlandia.
35 Memoria Passionis di Papua (2004), 'Kondisi SosialPolitik dan HAM 2 0 0 2 -2 0 0 3 ’ (cetakan pertam a),
Jayapura: LSPP dan Keuskupan Jayapura.
36 http://www.infid.be/euroham.html,
menyatakan dukungan atas kesatuan wilayah
Indonesia dan menolak segala bentuk usaha
u n tu k m e n g g an g g u k e u tu h a n w ilay ah
Indonesia.37 Hal ini sesuai dengan salah satu
prinsip dasar ASEAN, yaitu tidak akan ikut
cam pur dalam perso alan internal ( noninterference principle ) tiap-tiap negara.
Berdasarkan prinsip ini, isu Papua dianggap
seb ag ai m a sa la h in te rn a l In d o n esia,
meskipun permasalahan di Papua memiliki
dimensi internasional.
2) Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB)
Peran PBB di Papua menjadi faktor
sejarah yang sangat penting. Lembaga dunia
inilah yang ikut “menyelesaikan” masalah
wilayah Papua, terutam a sengketa antara
Indonesia dan Belanda. PBB terlibat mulai
d ari p em b en tu k an k o m isi PBB un tu k
In d o n e sia y an g m era n ca n g adanya
Konferensi Meja Bundar (KMB) tahun 1949
yang menyatakan bahwa akan menyetujui
adanya transfer kedaulatan dari Pemerintah
Belanda ke Pemerintah Indonesia. Kemudian
dibentuk Komisi Administrasi PBB untuk
penanda-tanganan P erjanjian New York
tahun 1962, yang menyatakan bahwa Irian
Jaya (sekarang Papua) menjadi bagian dari
w ilayah Indonesia, hingga pengaw asan
terhadap pelaksanaan Penentuan Pendapat
Rakyat (Pepera) di Papua tahun 1969.38
P ad a ta h u n 1968, PBB ju g a
membentuk tim peninjau mengenai kondisi
di Papua yang diketuai oleh Femando Ortiz
S anz,
seo ran g
d ip lo m a t B o liv ia.
Kemenangan Pemerintah Indonesia dalam
Perjanjian New York inilah yang menjadi
salah satu persoalan mendasar bagi tuntutan
kemerdekaan rakyat Papua, yang menuduh
bahw a PBB dan In d o n e sia m elakukan
rekayasa perjanjian tersebut dan menuntut
adanya reformasi di PBB.
37 www.asean.sec.
38 John Saltford, the UN and Indonesian Collaboration,
United Nations Involvement With The Act O f SelfDetermination In West Irian.
51
3) Lembaga Keuangan Internasional
Lembaga keuangan selain menyedia­
kan layanan perbankan bagi m asyarakat
Papua, ju g a m em iliki program -program
p en g em b an g an
m a sy a ra k a t ( social
development program), seperti World Bank,
Asian Development Bank (ADB), IMF, dan
Inter-Governmental Group on Indonesia
(IG G I)39 atau Consultative Group on
Indonesia (CGI). Program Bank Dunia di
Papua bekerja sama dengan the Melanesia
Interest Group ,40 m e lip u ti p ro g ram
pembangunan ekonomi di bidang trasmigrasi
ke wilayah Papua. Program ini ditentang oleh
seb ag ian m a sy a ra k a t P apua karen a
tra n sm ig ra si m eru p ak an b a g ian dari
ekploitasi SDA Papua. Tuduhan serupa juga
d ialam atkan pada ADB dan IM F yang
m em berikan pinjam an untuk melakukan
ekploitasi SDA karena pinjaman ini juga
digunakan untuk membiayai militer yang
menjalankan fungsi keamanan di Papua.41
Beberapa organisasi nonpemerintah
yang berkepentingan dalam isu Papua adalah:
1) TAPOL (the Indonesian Human
Rights Campaign)
TA POL m eru p ak an L em baga
Swadaya Masyarakat (LSM) yang berbasis
di
In g g ris .42
TA POL
b ertu ju a n
memperjuangkan program-program HAM
d en gan m e n y eb a rlu a sk an p e rso ala n
kekerasan HAM, termasuk persoalan HAM
di Indonesia, khususnya di Papua Barat dan
A ceh. S eb elu m n y a, TA PO L m em iliki
program serupa di Timor Timur.
Salah satu TAPOL mengenai Papua
ad alah d ata dan in fo rm asi m engenai
kekerasan HAM di Irian Barat yang dikirim
ke pertemuan ke-57 Komisi HAM PBB, yang
diselenggarakan di G eneva, Swiss pada
39 http://www.cwis.org
40 http://www.westpapua.net (or www.westpapua.org)
41 http//www.nadir.org
42 TAPOL memberikan informasi secara terbuka melalui
website http://taDo1.en.apc.org/.
52
tanggal 29 M aret-27 A pril 2001. Dalam
pernyataannya, TAPOL meminta Komisi
HAM PBB untuk melakukan tindakan nyata
terhadap Pemerintah Indonesia karena tetap
melakukan kekerasan dan pelanggaran HAM
di Aceh dan Papua.43Dalam kesempatan yang
lain, lembaga ini menulis artikel dalam jumal
online (Tapol 176, Agustus 2004) berjudul
“Papua Menghadapi Masa Depan yang Tidak
Jelas.” Artikel itu menjelaskan dilema masa
depan Papua karena persoalan HAM yang
serius, namun menyinggung pula mengenai
tawaran otonomi khusus bagi P apua.44
2) Forum Asia
Forum Asia merupakan organisasi
regional HAM yang berada di Bangkok,
Thailand45 sebagai salah satu keputusan hasil
pertemuan organisasi HAM di Asia pada
tahun 1992. Forum Asia ini mefokuskan diri
pada w ahana proteksi terhadap tindakan
kekerasan yang terjadi di w ilayah Asia.
Lembaga ini juga merupakan wadah untuk
m elak u k an sharing in fo rm asi ten tan g
perkembangan HAM di Asia. Aktivitas yang
dijalankan meliputi pelatihan HAM dengan
standar PBB. Masalah HAM di Papua juga
menjadi kajian serius yang diidentifikasikan
sebagai salah satu fokus pem bahasan di
Forum Asia. Forum ini juga mengeluarkan
artikel mengenai persoalan HAM di Papua
dan mengadakan pelatihan HAM di Papua.
3) Caritas Australia
Caritas Australia atau the Catholic
Agency for Overseas Aid and Development
merupakan lembaga bantuan pembangunan
yang d ik elo la G ereja K atholik. Dalam
m en jalan k an b a n tu an n y a , lem baga ini
didasarkan pada prinsip kebebasan bagi
mereka yang tertindas. Caritas Australia
bekerja sama dengan sekitar 154 organisasi
43 www.campeace.org/wparchive/statements_on.htm - 49k
44 http://tapol.gn.apc.org/,
45 Lihat http://www.forumasia.org.
di berbagai negara dan wilayah di seluruh
dunia.
Program pembangunan kemanusiaan
C aritas m eliputi kesehatan, m engurangi
dampak kerusakan alam, konservasi nilai
budaya, dan pelatihan bidang pertanian.
Caritas juga membantu sektor pendidikan
dan keagamaan di Papua, seperti workshop
k e-em p at te n ta n g Peace Building and
Development in West Papua b e rtem a
“M enjaw ab K ekerasan di Papua B arat:
D engar Pendapat D engan Suara L ain” .
Dalam kasus Papua, Caritas tidak menolak
atau mendukung kemerdekaan Papua, namun
menjalankan program bantuannya di Papua
b e rd a sa rk a n p rin sip k e ag am aan dan
kem anusiaan.46
Namun demikian, dalam pernyataan
resm i lem baga ini diindikasikan adanya
dukungan pada kemerdekaan Papua secara
tidak langsung karena pertanyaan mereka
mengenai sejarah dan keabsahan Indonesia
di P apua. K em u d ian ju g a k e b erad a an
pendatang ( amber) sebagai suatu ancaman
yang semakin mendesak posisi rakyat Papua
serta keberadaan dan peran militer di Papua
yang mengakibatkan pelanggaran HAM, dan
penjarahan SDA secara masif47 yang akan
merugikan masyarakat Papua di kemudian
hari.
4) Inside Indonesia
Lembaga ini didirikan sejak tahun
1983 dan berkantor pusat di Australia. Inside
b e rk o se n tra si p ad a b id a n g p e n e rb ita n
b e rk a ita n d en g an w ila y ah In d o n e sia,
khususnya yang terkena dam pak konflik
berkepanjangan. Inside menerbitkan jum al
em pat b u la n an yang le b ih b e rs ifa t
a k a d e m is.48 T u lisa n y an g p ern ah
dipublikasikan antara lain: “Why West Papua
Deserves Another Chance, West Papua in
46 http://www.caritas.org.au/
47 Peter Zwart, caritas Aotearoa, http:
www.converge.org.nz/pma/wp011204.doc+cari tas
48 Lihat www.insideindonesia.org.
1999, Whisky Friends-PNG Military and TNI
Get Together. Raising the West Papua FlagEyewitness Account Demonstrations dan
Pemberontakan Organisasi Papua Merdeka”.
W alaupun tu lis a n te rs e b u t te rk e sa n
mendiskreditkan Indonesia, sebagai institusi
yang berlandaskan pada nilai-nilai akademis
dan jurnalistik, lembaga ini tidak bersikap pro
ataupun kontra dalam isu Papua. Lembaga
ini memberikan informasi mengenai wilayah
Papua seperti dalam Health Care in Irian
Jaya yang tidak ada sangkut-pautnya dengan
persoalan politik.
5)
IC M IC A (G era k a n In te le k tu a l
K a th o lik u n tu k In te le k k tu a l &
Hubungan Budaya)
ICMICA (Pax Romana) merupakan
sebuah asosiasi internasional terdiri dari
berbagai kalangan profesional dan intelektual
Katholik. Lembaga ini berpusat di Genewa,
Swiss.49 Institusi ini terbuka bagi individul
dan kelompok beragama Katholik dengan
berbagai aktivitas berupa tukar pendapat dan
dialog kebudayaan dari profesi dan generasi
A gam a K a th o lik . L em b ag a ini ju g a
menjalankan aktivitas yang bersifat sosial
untuk pemberdayaan masyarakat, advokasi,
dan solidaritas perdam aian, dan sebagai
jaringan pemikiran.
M asalah di Papua juga tidak luput
dari perhatian asosiasi ini. Dalam pertemuan
kom isi H A M PBB di G enew a, SwiSs,
lem b ag a ini sec a ra tid a k lan g su n g
menyebutkan bahwa kekerasan di berbagai
dunia, term asuk di Papua harus diambil
tindakan yang tegas.50
6) Pusat Sumber Daya Pembangunan
[Dev-Zone & GEC]
Pusat Sumber Daya Pembangunan
atau D ev-Zone & GEC m engkhususkan
kegiatannya pada pendidikan dan menjadi
49 Lihat www.paxromana.org.
50http://:www.campeace.org/wparchive/
statements on.htm+ICMICA.
53
pusat informasi. Lembaga ini berpusat di
Aotearoa, New Zealand. Lembaga ini tidak
memiliki sikap yang jelas dalam isu Papua,
namun memiliki banyak informasi tentang
ja rin g a n dan le m b a g a-lem b a g a yang
mendukung kemerdekaan Papua, seperti, the
Diary o f Online Papua Mouthpiece (DoOPM), Free WestPapua, International Action
fo r West Papua, Papua Press Agency, the
Free Papuan Movement/OPM, WestPapuan
Action serta lem baga-lem baga lain yang
mendukung perjuangan rakyat P apua.51
D ev -Z o n e & G EC ju g a m em publikasikan tulisan yang berjudul Irian
Jaya: United. Nations Involvement with the
Act o f Self-Determination in West Irian
(Indonesian West New Guinea) 1968 to 1969.
Tulisan ini mempertanyakan masuknya Irian
Jaya ke Indonesia dan kesalahan PBB dalam
proses politik di Papua.
7) Pan-African Coallitionfor the Liberation
o f West Papua (PACLWP)
Koalisi Pan-Afrika untuk Kebebasan
Papua Barat terdapat di Afrika. PACLWP
merupakan bagian dari sebuah institusi yang
bernama theAfrican Diaspora. Lembaga ini
secara tegas mendukung kemerdekaan Papua
melalui hak penentuan nasib sendiri bagi
ra k y a t P apua. L em baga ini ju g a
mempertanyakan Pepera di Papua yang hanya
dihadiri oleh 1025 penduduk dari total
penduduk di Papua sekitar 700 ribu orang
pada saat itu. Hal itu m erupakan bentuk
pengkebirian hak penduduk Papua.
B eberapa fokus p e rso ala n yang
menjadi dasar tuntutan PACLWP adalah
kejahatan kemanusiaan yang terjadi di Papua
sebagai salah satu bentuk dari genosida,
k e k erasan yang d ila k u k a n o leh T N I,
eksplorasi dan ekploitasi SDA Papua, dan
terdesaknya populasi penduduk asli Papua
dengan pendatang dari berbagai wilayah di
Indonesia. Salah satu aktivitas PACLWP
51 http://www.dev-zone.org/
54
dalam mendukung Papua merdeka adalah
mengorganisasi demonstrasi di depan kantor
konsulat Indonesia di Los A ngeles pada
tanggal 28 November 2003 dan 1 Desember
2003. Namun keberadaan lembaga ini sulit
dilacak apakah berada di A frika atau di
Amerika Serikat.
8) Organisasi Papua Merdeka di Belanda
OPM di Den Hag, Belanda dengan
je la s m en d u k u n g “ p e rju a n g a n ” Papua
m erdeka. Fokus OPM ini adalah untuk
m endapatkan dukungan internasional, 52
khususnya dari Eropa. Dalam salah satu
dokumennya, kelompok ini menyebutkan
bahw a Papua bukan m erupakan wilayah
Indonesia adalah karena faktor b udayaperbedaan budaya antara penduduk asli
Papua dan penduduk Indonesia lainnya.
K elo m p o k ini ju g a m e n g g u n ak an isu
kerusakan lingkungan akibat dari eksplorasi
dan ekploitasi SDA Papua sebagai salah satu
propaganda dalam perjuangannya.
9) The Uniting Church Australia
The Uniting Church Australia
dibentuk sejak tahun 1997 terdiri dari Gereja
Kongregasion, Gereja Methodis, dan Gereja
P resb ite ria n y an g b e rp u sat di Sydney,
Australia. Lembaga ini memiliki komitmen
terhadap persoalan lingkungan, dukungan
terhadap persamaan nasib, membantu etnis
minoritas dan orang-orang yang terpinggirkan di berbagai belahan dunia. Organisasi ini
juga menjalankan programnya di wilayah
Papua dan berkeija sama dengan gereja lokal,
seperti Gereja Kristen Evangelis. Program
dipusatkan pada penanganan persoalan
k e se h a ta n , te ru ta m a H IV (A ID S ) dan
masalah pendidikan di P ap u a.53
52http://'www.fas.org/irp/world/para/papua. htm.
53http:www.nat.uca.org.au.
10) Indonesian House
Indonesian House adalah sebuah
kantor berita yang fokus pemberitaannya
mengenai kondisi dan berbagai persoalan di
Indonesia, termasuk di Papua. Lembaga ini
berada di Amsterdam, Belanda.54 Sebagai
kantor berita, lembaga ini tidak memiliki
p o sisi m en d u k u n g a tau p u n m enolak
kem erdekaan Papua. Indonesian House
memberikan informasi secara terbuka kepada
semua pihak di seluruh dunia, term asuk
m em berikan k e se m p a tan k ep ad a John
Rumbiak, tokoh pro-m erdeka, yang juga
supervisor ELSAM dalam artikel berisi hasil
wawancaranya dengan Parlemen Eropa pada
tanggal 1 Oktober 2003, berjudul Papua:
Developments
Resolution.55
A ffecting
Conflict
11) Minority Rights Group International
Lembaga yang berbasis di Inggris ini
m engkhususkan perjuangannya terhadap
hak-hak kelom pok m inoritas di seluruh
dunia, yakni m em astikan hak kelom pok
m inoritas berdasarkan etnik, agam a dan
bahasa di seluruh dunia.56Lembaga ini sudah
bekerja di 60 negara di seluruh dunia.
Lem baga ini pernah m enjadi konsultan
ECOSOC dan peninjau di Komisi HAM di
Afrika. Aktivitasnya yang berkaitan dengan
Papua adalah mempromosikan kelompok
minoritas dan penduduk asli Papua di forum
internasional, melakukan advokasi mengenai
kebutuhan hak-hak kelompok minoritas di
Papua. Pada 18 Mei 2001, MRG menyatakan
akan memperjuangkan keberadaan dan hak
penduduk asli P a p u a ,57 sebagai akibat dari
k eb ija k an P e m e rin ta h In d o n e sia dan
pengaruh globalisasi.
54 Lihat http://www.indonesia-house.org
55 Ibid.
56 Lembaga ini berpusat di London, Inggris dengan e-mail:
[email protected].
57 http://www.campeace.org/wparchive/
minority rights.htm.
MRG juga mempeijuangkan wilayah
Papua sebagai zona damai,58 dari berbagai
aksi tindakan militer yang dilakukan oleh
pihak-pihak yang bertikai, untuk itu MRG
m e m p e rta n y ak a n k e p ad a p e m erin ta h
Indonesia tentang keberadaan dan peran
m iliter di Papua yang dianggap sebagai
ancaman bagi penduduk asli dan menolak
pembagian Papua menjadi beberapa provinsi
dan mengembalikan kembali menjadi satu
kesatuan wilayah.
12) Kantor Informasi Internasional OPM
K e b era d a an lem b ag a ini tid a k
d ik e ta h u i sec a ra p a sti. N am un dalam
konferensi pers pada 1 Februari 2000, J. H.
Prai, Direktur Kantor Informasi Internasional
OPM di Swedia menyerukan penghentian
p elan g g aran dan k ejah atan HAM yang
d ilak u k an o leh TN I k ep ad a p en duduk
Papua.59 Pernyataan tersebut beijudul “ West
Papuan ’s Desire Autonomy and End to
Indonesian Military Operations".
13) Unrepresented Nations and Peoples
Organization (UNPO)
UNPO berpusat di Den Hag, Belanda.
Lembaga ini merupakan wadah bagi para
p en d u d u k asli, n eg ara ja ja h a n , negara
b erd au lat dan m in o ritas serta w ilayahw ilayah p ro tek si atas hak bu d ay a dan
kemanusiaan yang tidak memiliki perwakilan
di fo ru m in te rn a sio n a l. U N PO m en g ­
g o lo n g k an m a sy a ra k a t P ap u a seb ag ai
penduduk yang terpinggirkan dan yang perlu
diperhatikan. Untuk itu, UNPO memberikan
berbagai informasi atau artikel, seperti West
Papua: Indonesia ’s 1969 Takeover o f West
Papua Not by “Free Choice” dan West
Papua: Amnesty International Report 2004.
U N PO ju g a m e lih a t p e rso ala n
masuknya wilayah Papua ke Indonesia akibat
dari dukungan AS kepada Indonesia untuk
58 http://www.minoritv.riEhts.org.
59 http://www.campeace.org/WParchive/OPM_IIO.htm.
55
m engam bil-alih w ilayah Irian Barat dari
B elan d a. S elain itu , U N PO ju g a
m empertanyakan validitas Indonesia dan
menyebutkan proses integrasi sebagai bentuk
o kupasi w ilay ah yang d isertai dengan
pelanggaran HAM di P apua.60
14) WestPapua Action
WestPapua Action berm arkas di
Irlandia61 dan lem baga ini secara tegas
mendukung kemerdekaan dan perjuangan
ra k y a t P apua. D alam salah satu
kampanyenya, koordinator lembaga aksi ini,
Mark Doris menyebutkan bahwa masuknya
Papua ke Indonesia adalah sebuah peristiwa
yang digalang oleh PBB dan negara yang
berkepentingan untuk memaksakan Papua
m asuk ke w ila y ah In d o n e sia. D engan
demikian, pelaksanaan Pepera yang hanya
dihadiri oleh 1.025 orang adalah peristiwa
yang tidak adil dan karena adanya intimidasi.
WestPapua Action ju g a m en g ­
ungkapkan terjadinya pelanggaran HAM di
Papua selama ini yang sudah menewaskan
lebih dari 300.000 jiw a rakyat Papua yang
memerlukan perhatian internasional untuk
menghentikannya. WestPapua Action juga
m enganggap tra n sm ig ra si m erupakan
ancaman terhadap masa depan penduduk asli
Papua.62 U ntuk m endapatkan dukungan
internasionalnya, WestPapua Action berusaha
mendapatkan dukungan Pemerintah Irlandia
dan beberapa anggota Parlemen Irlandia serta
Perleman Eropa. Lembaga ini bekerja sama
dengan PaVO (Belanda) dan TAPOL untuk
mendukung perjuangan rakyat Papua. Pada
tahun 2001, organisasi ini m engadakan
pertem uan internasional atas Solidaritas
Papua Barat di Jerm an.63
60 D okum en P ress R elease “3 5th A n n iversary o f
Controversial Vote and Annexation, Secret Files Show
U.S. Support for Indonesia, Human Rights Abuses by
Indonesian Military, Brand Symson (ed.), dikirim pada
9 Juli 2004.
61 Lihat http://westpapuaaction.buz.org.
62 http://westpapuaaction.buz.org.
63 Ibid.
56
15) The Pacific Concerns Resource Centre
(PCRC)
PC R C a d ala h lem b ag a yang
m e n fo k u sk an d iri p ad a p e rso ala n
dem ilitarisasi, dekolonisasi, konservasi
lingkungan, pengembangan SDM, HAM dan
pembangunan pemerintah yang bersih dan
berwibawa. Lembaga yang berpusat di Fiji64
didirikan pada tahun 1980 di Hawai. Papua
m enjadi salah satu fokus daerah kajian,
nam un lem baga ini tid ak dalam posisi
m em ih ak
atau
m en o la k
tu n tu tan
kemerdekaan Papua. Perhatian pada kasus
Papua sesuai dengan prinsip aktivitasnya.
PCRC pernah menyelenggarakan worskhop
dengan tema “The Dynamics o f Conflict in
West Papua: Prospects fo r the Future, yang
b e k e rja sam a d en g an South Pacific
University dan Universitas Nasional Papua
pada bulan Oktober 2004.65
16) Asosiasi Papua Barat Australia
A so sia si P ap u a B arat A u stralia
merupakan salah satu lembaga terbesar yang
m em iliki p erh atian terhadap Papua dan
memiliki jaringan yang tersebar di seluruh
Australia, Belanda, dan Amerika Serikat.
Lembaga ini merupakan lembaga nonpolitik
dan n o n ag am a. K o m itm en n y a adalah
m endukung p em b erd ay aan m asyarakat
Papua m elalui penyebaran inform asi di
berbagai media massa. Meskipun demikian,
dalam kenyataannya, lem baga ini tidak
sepenuhnya berpegang teguh pada asas
organisasi, yaitu nonagama dan nonpolitik,
seb ag ai co n to h , lem b ag a ini b eru sah a
m en ek an P e m e rin ta h A u stra lia dalam
k a ita n n y a d en g an p e m b en tu k an tim
investigasi peristiwa pembunuhan di Timika
dan kasus kekerasan di Papua.66 Selanjutnya,
kelom pok ini ju g a b eru sah a m em baw a
persoalan Papua ke lembaga PBB, seperti
64 Lembaga ini berkantor di Suva, wilayah Fiji sejak tahun
1993. Namun sebelumnya berada di Auckland. NZ.
65 http://www.pcrc.org.fl.
66 http://www.zulenet.com/awpa/wpglue.html.
K om isi H A M , K elo m p o k K erja PBB
m engenai populasi penduduk asli, dan
Komite Dekolonialisasi PBB,67 yakni untuk
m engkaji m asalah P apua sec a ra lebih
mendalam.
17) Cambridge Campaign and Peace
(Campeace)
Campeace berpusat di Cambridge,
Inggris dan didirikan pada M aret 1999,
sebagai respons atas konflik internasional
yang terjadi di berbagai wilayah dunia. Saat
ini, C am peace m em iliki p erw akilan di
A ustralia. Sebagai lem baga yang mengk am panyekan p e rd a m aia n di b erb ag ai
belahan dunia, Campeace juga mengulas
persoalan yang ada di Papua, terutama halhal yang berkaitan dengan pelaksanaan HAM
di Papua.68
20) West Papua Action NetWork (Westpan)
Westpan adalah lembaga yang secara
je la s dan tegas m endukung perjuangan
kemerdekaan Papua. Westpan berpusat di
K anada.69 Tujuannya adalah m endukung
perjuangan hak-hak rakyat papua, melakukan
lobi di tingkat internasional untuk merevisi
k em bali “Act o f Fee C hoice” dan
mempengaruhi Pemerintah Kanada dan LSM
yang berada di Kanada untuk mendukung
p erju a n g an ra k y a t P a p u a .70 W estpan
m enekankan k esad aran p u b lik tentang
ketidakadilan ekonomi dan sosial yang terjadi
di Papua selama ini.
III. Peran dan Kepentingan Aktor
Internasional di Papua
Berdasarkan peran dan kepentingan
p ara ak to r asin g di P apua, p e rso ala n persoalan yang menjadi perhatian mereka
67 www. cs. utexas. edu/users/cline/papua/letter. htm.
1,8http://www.camDeace.org/westpapua.html .
69 Westpan memiliki dua lokasi di Kanada: Pacific People’s
Partnership, Suite 407 620 View Street, Victoria dan
KAIROS Canada, 129 St. Clair Ave, West Toronto.
70 http://westpapua.ouvaton.org.
dapat dibagi ke dalam empat kategori isu
utama, yaitu politik (sejarah integrasi dan
identitas politik Papua), keamanan (siklus
k e k e ra sa n p o litik dan k a su s-k a su s
p e lan g g a ra n H A M b e ra t), bu d ay a
(diskriminasi ras dan budaya - Papuanisasi
vs Indonesianisasi), ekonomi (penguasaan
dan e k sp lo ita si p o te n si dan k ek ay aan
ekonom i Papua oleh orang non-Papua).
K o m p le k sitas k asu s P ap u a sem akin
bertambah karena adanya korelasi erat antara
satu masalah dengan masalah lain, seperti isu
politik dan keamanan, maupun isu politik dan
ekonomi. Namun berdasarkan laporan tim
kajian Papua LIPI, terdapat satu persoalan
lagi dalam kasus Papua, y aitu m asalah
psikologis atau trauma yang disebabkan oleh
tindakan kekerasan atau pendekatan militer
yang sangat dominan di Papua. Hal ini telah
membentuk traum a kolektif yang dikenal
dengan istilah memoria passionis.
O p erasi
m ilite r
di
P apua
diindikasikan telah mengakibatkan terjadinya
pelanggaran HAM di Papua baik dalam
b e n tu k in tim id a s i, p e n y ik sa a n dan
pembunuhan. Kondisi sosial dan ekonomi
masyarakat Papua yang secara keseluruhan
masih dalam keadaan tidak sejahtera atau
miskin telah menjadi fakta yang menarik
p e rh a tia n pihal*: asin g . P erlak u an
diskrim inatif, baik secara rasial maupun
budaya, turut memberikan justifikasi atas
te rja d in y a a k si-a k si p o litik m en u n tu t
kemerdekaan bagi Papua dan mendapatkan
simpati dari pihak internasional. Demikian
juga dalam isu sejarah politik Papua, di mana
p ro se s in te g ra si o leh k elo m p o k yang
m enentang hasil Pepera, dianggap cacat
hukum dan tidak memenuhi kaidah-kaidah
hukum internasional yang adil. Selanjutnya,
kerusakan alam akibat eksploitasi SDA
secara besar-besaran baik di sektor tambang
maupun hutan, telah menyebabkan publikasi
isu Papua tersebar secara luas di dunia.
Pemberian visa sementara kepada 42
Warga Negara Indonesia (WNI) asal Papua
beberapa bulan lalu merupakan bukti betapa
kompleksnya persoalan Papua karena faktor
57
politik dan keamanan yang dijadikan alasan
oleh para pencari suaka tersebut. Kejadian
itu ju g a m en u n ju k k an b e tap a kuatn y a
dimensi internasional kasus Papua. Alasan 42
orang Papua untuk m endapatkan suaka
politik dari Pem erintah A ustralia adalah
k arena m asalah k ek erasan p o litik dan
genosida yang terjadi di Papua. Sebaliknya,
Pemerintah Indonesia mengatakan bahwa
k ep erg ian m erek a ke A u stra lia leb ih
disebabkan oleh faktor ekonomi atau untuk
m eningkatkan k esejahteraan sosial dan
ekonom i. A dapun Pem erintah A ustralia
beralasan bahwa pemberian visa sementara
tersebut karena alasan kemanusiaan karena
orang-orang Papua yang datang ke Australia
dikategorikan sebagai pengungsi.
Persoalan ekonomi di Papua terkait
erat dengan masalah kemiskinan, disparitas
ekonomi dan pembangunan antara daerah
P ap u a d en g an d a e ra h -d a e ra h la in di
Indonesia. Di bidang pengelolaan SDA
Papua, kebijakan pemerintah dinilai lebih
b erp ih ak pada p e b isn is/p em o d al besar
k e tim b a n g p ad a m a sy a ra k a t Papua.
Akibatnya dalam kepentingan bisnis asing,
masyarakat Papua sering kali terabaikan,
m isalnya dalam pengam bilan keputusan
menyangkut kepemilikan atas tanah adat,
mereka tidak dilibatkan dalam proses dan
kontrak bisnis yang dilakukan, padahal
mereka adalah pemilik tanah adat di Papua.
S e b a lik n y a , P e m e rin ta h (P u sa t) dan
pengusaha memberi label pada orang Papua
sebagai p rim itif dan tra d isio n a l (tid ak
m odern). A kibatnya orang Papua ju stru
dianggap sebagai beban pemerintah.
Penguasaan dan pengelolaan sumber
tam b ang dan h u tan P ap u a, b aik oleh
pengusaha nasional maupun yang bekerja
sam a dengan p e n g u sa h a in te rn a sio n a l
m engakibatkan pem bagian hasil/im balan
yang tidak layak antara orang Papua dengan
p ara p e b isn is te rse b u t. P e ru sa h aa n
intemasional/multinasional di Papua seperti
PT Freeport Indonesia (PTFI) merupakan
pem bayar p ajak te rb e sa r di Indonesia.
58
Pemasukan dari pajak yang diterima oleh
negara/pemerintah dari PTFI mencapai antara
US$ 700-U SS 800 setiap tahun. Secara
keseluruhan, daerah Papua menyumbang
sekitar 24 triliun rupiah untuk devisa negara
dari sektor tambang. Namun, masyarakat
Papua tetap tergolong masyarakat miskin
(sangat miskin) secara ekonomi. Masalah
kemiskinan dan kelaparan di Papua mungkin
bukan menjadi tanggung jaw ab Freeport,
nam un dem ikian, k aren a F reep o rt ikut
menikmati hasil bumi Papua maka Freeport
k erap d itu d in g seb a g a i p ih a k yang
b e rta n g g u n g ja w a b d alam p e rso ala n
ketidakadilan ekonomi dan rendahnya tingkat
kesejahteraan hidup orang Papua. Tudingan
k ep ad a F re e p o rt seb a g a i p en y eb ab
ketidaksejahteraan orang Papua berkaitan
juga dengan masalah kerusakan lingkungan
hidup akibat limbah tambang (tailings), yang
mencemari danau dan sungai-sungai karena
p e n u m p u k an lim b ah te rs e b u t (S ungai
A ghaw aghon).71 Tuntutan penutupan PT
Freeport beberapa waktu lalu dipicu oleh
la ra n g a n b ag i p a ra p en am b an g lia r
menambang di daerah limbah.
Kerugian lainnya adalah kerusakan
lingkungan sulit sekali diperbaiki. Kerusakan
ini berkaitan dengan kepercayaan tradisional
suku Amungme mengenai gunung tersebut
yang masih dianggap keramat oleh mereka.
Eksploitasi SDA di sektor hutan (pembalakan
liar) secara besar-besaran oleh perusahaan
kayu yang dikuasai oleh Mr. Wong Group
dari Malaysia telah menyebabkan kerusakan/
pencemaran lingkungan, termasuk punahnya
sebagian flora dan fauna asli Papua yang
merupakan sumber hidup utama orang Papua
secara tradisional, seperti sagu, damar, dan
ikan.
Dimensi ekonomi konflik di Papua
m e n jad i sem ak in k o m p le k s d engan
kehadiran dan keterlibatan TNI dan Polri
yang bukan hanya bertujuan untuk menjaga
71 Lihat Benedetti (10 Januari 2005). “The Ecological
Tragedy o f R esource E xtraction in West Papua”,
WestPAN: Canada’s West Papua Action NetWork, h. 1-2
keamanan di Papua, melainkan juga untuk
melakukan aktivitas bisnis di Papua. Terdapat
ju s tifik a s i te n ta n g k o re la si a n tara
kepentingan m em pertahankan keutuhan
NKRI dan kepentingan mem pertahankan
keuntungan ekonomi aparat militer dan polisi
di Papua. Selain karena keuntungan finansial
yang diperoleh dari aktivitas bisnis (legal
m aupun ile g a l), dalam k e n y ata a n n y a
k eh ad iran m erek a m akin k u at k aren a
d ik e h en d a k i oleh p a ra p e lak u b isn is
(p en g u sah a tam b an g dan k ay u ) un tu k
m elan cark an a k tiv ita s b isn is m ereka,
misalnya dengan “mendatangkan” petugas
keam anan un tu k m en g h ad ap i tu n tu tan
m asy arak at tra d is io n a l. U n tuk b iay a
keamanan ini, PT Freeport, misalnya, harus
mengeluarkan uang sebesar 4,7 juta dollar
Amerika pada tahun 2001 dan meningkat
menjadi 5,6 juta dollar Amerika pada tahun
2002.72
Dimensi ekonomi konflik di Papua
juga terkait dengan perdagangan hasil budaya
dan k e se n ia n tra d is io n a l P apua yang
menguntungkan bagi para pemodal/pebisnis
non-Papua. Perdagangan hasil kesenian dan
budaya tradisional Papua melanggar HAM
Papua karena sebagai pemilik budaya dan
kesenian tradisional Papua, seharusnya
merekalah yang paling berhak menikmati
keuntungan ekonomi tersebut.
IV. S trategi In d o n esia M en gh ad ap i
K em u n gk in an T erb u ru k dalam
Kasus Papua
M erujuk pada salah satu definisi
kebijakan luar negeri sebagai sesuatu yang
sama dengan atau paralel dengan prioritasprioritas domestik maka penanganan konflik
dan pembangunan di Papua harus menjadi
bagian dari p e rju an g an dan diplom asi
Indonesia dalam jangka panjang. Dukungan
internasional dan pengakuan atas negara
merupakan salah satu fondasi dasar dalam
hubungan d ip lo m atik . O leh sebab itu,
dukungan negara asing atas integrasi wilayah
NKRI akan menjadi indikator yang penting
d alam p e n y e le sa ia n isu P ap u a secara
internasional. N am un dem ikian langkah
d ip lo m a si ini h aru s d iik u ti d en g an
pembangunan ekonomi dan kesejahteraan
daerah Papua secara tepat dan nyata.
Politik luar negeri memiliki dua hal
utama, yaitu kepentingan nasional dan etika/
m oral. B erdasarkan hal ini, tiap negara
h endaknya m em p erh atik an etika/m oral
dalam membina hubungan antamegara yang
sehat sehingga kepentingan nasional dapat
tercapai. D em ikian pula dalam m enjaga
hubungan bilateral Indonesia dengan negaranegara asing, harus memperhatikan etika
hubungan antamegara yang semakin lama
semakin tidak diperhatikan, terutama karena
a lasa n m em p e rta h an k a n k ep en tin g an
nasional. Australia misalnya, sebagai negara
besar (major power) sudah selayaknya
membantu proses pembangunan ekonomi
daerah Papua, apalagi Papua sudah memiliki
Undang-Undang (UU) Otonomi Khusus dan
Majelis Rakyat Papua (MRP). Pembangunan
empat sektor - pendidikan, kesehatan dan
g iz i, in fra s tru k tu r dan p em b erd ay aan
ekonomi rakyat - menjadi prioritas utama
sesu a i d en g an UU O to n o m i K husus.
Australia sendiri menjadi salah satu pemberi
bantuan dana otonomi khusus selain negaranegara Uni Eropa.
Secara formal, hampir semua negaranegara asing tetap m endukung keutuhan
N K RI, kecuali em pat negara di Pasifik
(Vanuatu, Nauru, Tuvalu, dan Kepulauan
Cook), meskipun dukungan tersebut tidak
bersifat permanen. Australia sebagai “deputy
sheriff" di Asia Pasifik seharusnya dapat
meyakinkan masyarakat di negara-negara di
P a sifik S e la ta n te rs e b u t, term asu k
m a sy a ra k a tn y a se n d iri u n tu k tid ak
mendukung gerakan Papua merdeka, apalagi
sebagian negara-negara di Pasifik Selatan
banyak yang tergolong sebagai failed States.
B erd a sa rk a n p o sisi stra teg is
In d o n e sia b ag i k e p e n tin g a n ekonom i
72Ibid., h. 2.
59
Australia maka dapat diperkirakan bahwa
Pemerintah Australia tidak akan membiarkan
hubungan politik dalam kasus Papua ini
b e rla ru t-la ru t. P o sisi g e o g ra fis (geoek o nom i) In d o n e sia m em punyai n ilai
strategis bagi Australia, terutama jalur Selat
Makassar di bagian timur Indonesia yang
m eru p ak an ja lu r u tam a p e rd a g an g a n
Australia menuju dan dari Asia Timur dan
Timur Tengah. Hubungan bilateral IndonesiaAustralia di bidang ekonomi meliputi sektor
perdagangan dan investasi, meskipun tidak
te rla lu sig n ifik a n v o lu m en y a b ila
dibandingkan Jepang dan Singapura. Ekspor
Australia ke Indonesia berkembang dalam
sektor perdagangan jasa, pendidikan, dan
pariwisata. Investasi Australia di Indonesia
terdapat di sektor tam bang nonm inyak,
industri kimia, logam dan pabrikan, hotel,
re sto ra n , dan tra n s p o rta si. In d o n esia
merupakan pasar cukup besar bagi jasa dan
produk mewah dari Australia, terutama bagi
se k ita r 3 0 -4 0 o ran g In d o n e sia yang
berpenghasilan sangat tinggi. Namun bagi
Indonesia, pasar Australia hanya terbatas
pada properti, portofolio, investasi pakaian,
pembuatan baterai, dan ekspor ternak.
Di b id an g in v e sta si tam bang,
P eru sah aan R io T into dari A u stra lia
menguasai saham Freeport McMoran sebesar
40 persen di bursa saham di New York. Selain
memiliki saham di Freeport, perusahaan
A u stralia - W oodside P etroleum L td .m en jadi salah satu p e ru sa h a a n dalam
konsorsium LNG Tangguh, di Teluk Bintuni
untuk memasok kebutuhan LNG di provinsi
G uangdong, China selama lebih dari 25
tahun. Adapun Pertamina, Indonesia dan BP
Plc (Perusahaan Inggris-A m erika) mensupply LNG ke provinsi Fujian, China.
Di bidang kesehatan, Pem erintah
A ustralia m elalui A usA ID m em berikan
bantuan di bidang penanganan penyebaran
virus H IV /A ID S , b aik secara nasional
maupun secara khusus di Papua karena Papua
tercatat sebagai daerah yang memiliki tingkat
penyebaran atau angka penderita HIV/AIDS
60
tertinggi di Indonesia. A dapun di sektor
pendidikan, Australia memberikan beasiswa
kepada orang-orang Indonesia untuk belajar
di u n iv e rsita s-u n iv ersita s di A ustralia,
term asuk kepada perw ira m iliter untuk
m e n g ik u ti p e n d id ik a n dan la tih a n di
Australia.
Pada A p ril 1997, P em erin tah
Indonesia dan Australia meresmikan kerja
sama pem bangunan bernam a “Australia Indonesia Development Area ” (AIDA) yang
m eliputi D arw in dan b eb erap a kota di
wilayah Indonesian bagian timur, seperti
Kupang, Ambon, dan Jayapura yang masih
sangat terbatas perkembangannya. Apalagi
dengan teijadinya konflik komunal di Ambon
pada 1998, keija sama tersebut boleh dibilang
tidak menghasilkan manfaat apa pun, baik
bagi Indonesia maupun Australia.
Untuk menghadapi internasionalisasi
kasus Papua maka Pem erintah Indonesia
harus melakukan antisipasi secara nasional
maupun dengan memperkuat diplomasi, baik
secara bilateral (antamegara ataupun lembaga
internasional) dan secara multilateral, yakni
melalui forum regional dan internasional.
Pemerintah Indonesia sendiri harus memiliki
pemahaman yang akurat mengenai persoalan
yang mendasar di Papua. Hal ini penting
un tu k dapat m encapai k eputusan yang
terpadu dalam m enyelesaikan persoalan
politik dan ekonomi di Papua. Selain itu,
p em ah am an y an g a k u ra t m engenai
perkembangan situasi politik dan ekonomi
di Papua akan meningkatkan bobot diplomasi
In d o n esia di lu ar n eg eri. S elanjutnya,
Pemerintah harus melakukan pembenahan ke
dalam (self-correction), terutama dalam hal
koordinasi dan ev alu asi k ebijakan dan
im p le m e n ta sin y a di Papua. A k h irn y a,
Pemerintah perlu menentukan langkah untuk
m enyelesaikan k o n flik di Papua dalam
ja n g k a p a n ja n g , m isa ln y a dengan
membicarakan kesepakatan kerja dengan PT
Freeport. Selanjutnya, dipublikasikan agar
sem akin banyak pihak yang memahami
duduk p erso alan di F reeport, term asuk
keterlibatan Australia di Freeport maupun di
LNG Tangguh.
Dimensi internasional kasus Papua
bukan hanya karena keberadaan PT Freeport
Indonesia di Timika, Kabupaten M imika
yang kepemilikan sahamya sebagian besar
dikuasai oleh AS, namun terdapat beberapa
hal lain yang menambah derajat internasional
persoalan di Papua, yakni letak Papua Barat
(West Papua) yang berbatasan langsung
dengan Papua Nugini (PNG). Perbatasan
darat dimanfaatkan oleh para pelintas batas/
pencari suaka dari Papua ke Australia melalui
PNG. Antara 1984-1986 terdapat lebih dari
12 ribu pencari suaka (asylum seekers) asal
Papua yang tinggal di di kamp pengungsian
di East Awin, PNG. Namun masih ada sekitar
8000 pengungsi dan pencari suaka dari Papua
yang tinggal di daerah East Awin, PNG
namun tidak diberitakan oleh media.73
K eam anan w ila y ah p e rb a ta sa n
menjadi persoalan penting bagi Indonesia,
terutama dikaitkan dengan keberadaan OPM.
Pemberian visa sementara kepada 42 WNI
asal Papua tidak lepas dari dukungan LSM
Australia, Green Party dan jaringan OPM di
Australia. Kelompok pro-demokrasi di Papua
yang m em perjuangkan Zona Damai ikut
m em perkuat diplom asi Papua di tingkat
internasional terutama melalui pemaparan
tentang sejarah integrasi Papua ke wilayah
Indonesia (Pepera 1969). Perjuangan melalui
jalur diplomasi luar negeri ini dilakukan oleh
PDP.
P em b erian
v isa
sem en tara
berdampak pada memburuknya hubungan
bilateral Indonesia-Australia. Meskipun ada
upaya di tingkat pemerintahan kedua negara
untuk membicarakannya kembali, namun
publik sudah mengetahui bahwa Indonesia
dan Australia selama ini gagal menciptakan
kom unikasi p o litik yang e fe k tif. B agi
Pemerintah Indonesia harus diakui bahwa ada
persoalan di Papua yang belum ditangani
secara m enyeluruh sehingga menyimpan
p otensi yang b esar un tu k m eledak dan
menjadi isu besar. Pemberian visa sementara
kepada 42 WNI asal Papua bukanlah yang
p ertam a te rja d i, term asu k p ara korban
kerusuhan politik Mei 1998 yang melarikan
diri ke A ustralia kem udian mendapatkan
Permanent Residence (PR) Australia.
Selain persoalan komunikasi politik
y an g b u ru k , te rn y a ta A u stra lia leb ih
mementingkan stabilitas politik di dalam
negerinya. Tekanan dari Partai Hijau dan para
a k tifis H A M di A u stra lia m am pu
m en g alah k an k e p e n tin g a n P em erin tah
Australia untuk menjaga hubungan baiknya
d en g an In d o n e sia seb ag ai te ta n g g a
terdekatnya. Tindakan A ustralia tam pak
sangat tidak bersahabat dan tidak sensitif,
nam un bagaim anapun perbedaan sistem
p o litik a n ta ra k e d u a n e g a ra san g at
berpengaruh dalam memahami persoalan ini.
Memburuknya hubungan IndonesiaAustralia akhir-akhir ini merupakan bukti
bahw a kedua negara m em ang m em iliki
sistem politik dan budaya politik yang sangat
berbeda. Namun Indonesia dan Australia
tidak dapat menghindari fakta bahwa mereka
bertetangga, bahkan sangat dekat secara
geografis. Selain itu, Australia belum dapat
mengurangi kedekatan dan ketergantungan­
nya terhadap Amerika Serikat. Sepak terjang
AS di Asia, termasuk kebijakannya terhadap
Indonesia dalam kasus pelanggaran HAM di
Timor Timur dan masalah terorisme, telah
membuat Australia bersikap dan bertindak
agresif terhadap Indonesia.
Kawasan Asia Pasifik memiliki peran
yang stategis dengan wilayah Papua karena
kedekatan geografis, kedekatan sejarah
p e rsam a a n b u d a y a, dan p e rsa u d a ra a n
M elanesia (Melanesian Brotherhood). Hal
inilah yang menjadikan hubungan dengan
negara-negara di Pasifik Selatan memiliki arti
khusus bagi OPM karena beberapa negara di
kawasan tersebut mendukung perjuangan
rakyat Papua untuk merdeka.
73 Institute for Social Research, Swinbume University o f
Technology (13 April 2006), www.apo.org.au. h. 1
61
Mengingat pentingnya peran negaranegara Pasifik Selatan dalam persoalan Papua
maka Pemerintah RI juga telah mengirimkan
wakil dalam pertemuan KTT Pacific Islands
Forum ke-31 pada akhir Oktober 2000 di
Tarawa, K iribati. Pem erintah Indonesia
berusaha mendekati negara-negara anggota
Forum Pasifik Selatan (Australia, Kepulauan
Cook, N egara Federasi M ikronesia, Fiji,
Kiribati, Nauru, Selandia Baru, Nieu, Palau,
P apua N u g in i, R e p u b lik K ep u lau an
Marshall, Samoa, Solomon, Tonga, Tuvalu,
dan Vanuatu). Melalui forum ini, Pemerintah
Indonedia berusaha meredam upaya PDP
dalam meng-intemasionalisasikan isu Papua.
F orum p e rte m u an te rs e b u t a k h irn y a
mengeluarkan pernyataan yang positif bagi
Indonesia, yakni p ern y ataan dukungan
integritas teritorial Indonesia dan menetapkan
PDP sebagai kelom pok separatis. Dalam
forum itu, Menteri Luar Negeri (Menlu) RI
menyampaikan permintaan resmi Pemerintah
RI untuk menjadi mitra dialog pada forum
pertem uan PIF, yang diharapkan dapat
m em buka jarin g an institusional dengan
negara-negara di Pasifik Selatan.74
S ecara b ila te ra l, P e m e rin ta h
Indonesia juga melakukan lobi dan meminta
negara-negara asing untuk tetap menjaga
k o m itm en m erek a d alam m en d u k u n g
kedaulatan Indonesia di Papua. A dapun
secara multilateral dilakukan melalui forumforum, seperti ASEAN, ASEAN Regional
Forum (ARF), pertemuan tingkat Menteri
ASEAN-EU, PBB, dan GNB.
V. Beberapa Catatan Akhir
Internasionalisasi persoalan lokal di
Papua sulit dicegah karena derasnya arus
in fo rm asi dan k em aju an te k n o lo g i
komunikasi. Peristiwa di suatu negara dapat
d en gan m udah m en jad i m o tiv a si bagi
munculnya gerakan politik serupa di negara
lain. K edatangan 42 WNI asal Papua ke
74 Pernyataan pers Menteri Luar Negeri RI (2002). Refleksi
Departemen Luar Negeri tahun 2002.
62
A u stralia pun m em anfaatkan kem ajuan
in fo rm asi dan te k n o lo g i k o m u n ik asi,
terutama dengan keberadaan kelompok pro
m erdeka di N egeri K anguru itu. Namun
h u b u n g a n a n ta m e g a ra b u k an h anya
ditentukan oleh pemerintah, melainkan juga
oleh masyarakat (people to people relations).
yang selama ini sudah teijalin erat.
Namun Pem erintah Indonesia pun
harus mampu membuktikan bahwa Papua
tidak akan lagi menjadi “daerah tertinggal”
di Indonesia. Kondisi riil di Papua harus
dimengerti secara benar baik oleh pemerintah
(pusat dan daerah), masyarakat Papua, dan
pebinis (asing). Ketiga aktor utama tersebut
harus membuka komunikasi secara reguler
untuk membicarakan masalah-masalah yang
berpotensi m enim bulkan konflik baru di
Papua. Peran MRP dapat dilibatkan dalam
proses kom u n ik asi m engenai problem problem yang ada dan berkembang di Papua.
E fek tiv itas M RP m erupakan salah satu
indikator keberhasilan penerapan otonomi
khusus di Papua.
P e rb e d a a n
p em ah am an
dan
kepentingan antara Pemerintah (pro-NKRI)
dan M a sy a ra k a t P ap u a (p ro -m erd ek a)
janganlah dipertentangkan terus-menerus,
melainkan harus dicari alasan setiap pihak
mengapa mereka sampai pada posisi yang
ekstrem itu. Salah satu cara yang dapat
dilakukan adalah dengan m eningkatkan
komunikasi yang intensif, misalnya melalui
dialog. Selanjutnya, persoalan di Papua harus
dapat diselesaikan secara damai karena selain
akan m erugikan posisi dan citra politik
Indonesia di tingkat internasional, juga akan
semakin sulit mencegah campur tangan pihak
asing dalam persoalan domestik Indonesia di
Papua. Sebagai contoh, rancangan undangundang (bill) - H.R. 2601 yang dikeluarkan
oleh Kongres AS adalah satu bukti adanya
kepentingan negara adidaya itu di Papua.
Rancangan undang-undang (RUU) tersebut
a n ta ra la in m en y in g g u n g m en g en ai
k e ab sa h an P e p e ra , m a sa la h H A M ,
demiliterisasi, kerusakan lingkungan hidup,
dan pelaksanaan otonomi khusus di Papua.
D engan d e m ik ian , kem am puan
diplom asi Indonesia sangat m enentukan
tingkat keberhasilan penyelesaian masalah
in ternal, terutam a dengan m enjelaskan
persoalan sesungguhnya, termasuk persoalan
politik dan ekonomi di Papua. Selanjutnya
Pem erintah Indonesia “m engajak” pihak
internasional untuk membantu Indonesia
dalam m enciptakan peace and order di
d a e ra h -d a e ra h k o n flik di In d o n e sia.
Bagaim anapun, keam anan dan stabilitas
domestik Indonesia akan berpengaruh pada
k eam an an dan s ta b ilita s re g io n a l dan
internasional, termasuk bagi kepentingan
ekonomi Australia.
Suasana politik dan keam anan di
Indonesia, khususnya di Papua akan selalu
b e rp o te n si
m e n g u n d an g
p e rh a tia n
in te rn a sio n a l. U n tu k itu P e m e rin ta h
Indonesia dituntut untuk dapat mengatasi
setiap persoalan yang terjadi, terutama akibat
pecahnya konflik kekerasan. Terbengkalainya
penyelesaian masalah-masalah yang muncul
pada masa pascakonflik, seperti masalah
pengungsi dan pem berdayaan ekonom i
rakyat, akan kian mempersulit pemerintah.
K em erdekaan Papua tentu sangat
tid a k d ih a ra p k an , m esk ip u n d em ikian
skenario terburuk tetap harus diperhitungkan.
Tanpa kesungguhan dalam berdiplomasi dan
koordinasi yang terpadu di antara institusi
pemerintahan di Jakarta maka tidak mustahil
Papua akan menjadi Timor Timur kedua.
H ubungan dengan negara-negara asing,
terutama yang berdekatan secara geografis,
harus diperbaiki dan dijaga agar dapat
mendatangkan manfaat yang maksimal bagi
Indonesia, khususnya hubungan dengan
Australia.
Daftar Pustaka
Aryani, Gusti, NC. 13 April 2006. “Political
Asylum, between Rights and Covering
Nuance”, http://www.antara.co.id/en
Astbury, Sid. 10 April 2006. “Papua Snaps
Australia-Indonesia Happy Spell”, http://
news.monstersanderitics.com/
asiapacificc/printer_1153987.php.
E lisab eth , A driana dkk. 2 0 0 4 . P eran dan
Kepentingan Para Aktor dalam Konflik di
Papua, Jakarta: LIPI.
Elisabeth, Adriana dkk. 2005. Agenda & Potensi
Damai di Papua, Jakarta: LIPI Press.
Elisabeth, Adriana. 2 April 2006. “Pemerintah
Australia Tidak S e n sitif’, Wawancara
dengan Suara Merdeka,
Fitzpatrick, Stephen dan Cath Hart. 18 April 2006.
“D o n ’t Toy With Us: Indonesian
President”, The Australian.
Fitzpatrick, Stephen. 19 April 2006. “UN Raises
Concems Over Asylum Policy”, http://
www.news.com.au/story/print/
0,10119,18856792,00.html.
Head, Mike. 4 April 2006. “Tensions Between
Australia and Indonesia over asylum for
Papuan A c tiv ists”, h ttp ://w sw s.org/
articles/2006/papu-a04_pm.shtml.
h t t p : / / e n . w i k i n e w s . o r g /
wiki_42_West_Papuan_asylum_
seekers_get_temporary_Australian_visas
(24 Maret 2 0 0 6 ). “42 W est Papuan
A sylu m S eek ers G et Temporary
Australian Visas”.
http://kom unitaspapua.com /m odules.php?op=
m odload& nam e=N ew s& file=article&
sid=923&POSTNUKESID=15166c280923fe
193 ca 7 f3 8 3 4 b a a 0 . 24 Maret 2006.
“Di bal i k Pem berian Suaka Politik
Terhadap Orang Papua”.
http://news.monstersanderitics.com/asiapacificc/
printer_l 156274.php. 18 April 2006.
“A utralian Prem ier Stands Firm on
Indonesian Refugees”.
http://news.monstersanderitics.com/asiapacificc/
p r i n t e r l 156595.php. 19 April 2006.
“Australians Belie Canberra’s Support for
Indonesian Unity”.
http://abc.net.au/cgibn/com m on/
printfriendly.pl?http://www.abc.net.au/
news/newsitems. 7 April 2006. “Indonesia
Welcomes Australian Review o f Asylum
Seeker Process”.
63
http://abc.net.au/cgibn/com m on/
printfriendly.pl?http://www.abc.net.au/
newsitem/. 9 April 2006. “Govt Criticised
O ver H andling o f Papuan A sylu m
Seekers”.
http://abc.net.au/cgibn/com m on/
printfriendly.pl?http://www.abc.net.au/
pm. 13 April 2 0 0 6 . “PM -Indonesia
W elcom es M ovin g A sylu m Seekers
Offshore”.
http://sievx.com/articles/westpapua/
20060409NationalInterest.html. 9 April
2006. Transcript “Australia on Papua”.
http://www.news.com.au/story/print/
0 ,1 0 1 1 9 ,1 8 8 8 4 7 6 6 ,00.htm l. 21 April
2006. “Talks Underway in Indonesia”.
http://www.news.com.au/story/print/
0 ,1 0 1 1 9 ,1 8 9 2 2 5 5 0 ,00.htm l. 25 April
2 0 0 6 . “U p h old R igh ts, Indonesians
Urged”.
h t t p : / / w w w . u n p o . o r g /
print.p h p?arg=56& p ar=4213. 2006.
“West Papua: Australia Wams O ff West
Papuan Refugees”.
http://www.antara.co.id .2006. “Defence Minister
Call For Transparency o f NGOS”.
h t t p : / / w w w . u n p o . o r g /
print.p h p?arg=56& p ar=4263. 2006.
“West Papua: Australia Toughtens Asylum
Rules”.
http://www.antara.co.id/en/seenws/?id=26995.30
Januari 2006. “Australia Belum Buat
K eputusan Terkait Suaka 43 Warga
Papua”.
h t t p : / / w w w . u n p o . o r g /
print.php?arg=56& par=42176. 2006.
“West Papua: Papuan Refugees Highlight
Struggle for Independence”.
http://www.antara.co.id/en/seenws/?id=l 1234.12
April 2006. “Australia Should Back
Papua Autonomy to Head O ff Crisis:
Analysts”,
h t t p : / / w w w . u n p o . o r g /
print.p h p?arg=56& p ar=4287. 2006.
“West Papua: International Focus on New
West Papua Refugee Bid”.
http://wwwadnki.com/
printPopUp.php?loid=8.0.284053004. 5
April 2006. “Indonesia-Australia: More
Papuan Refugees, More Tension”.
http://www.westpapua.net. 2000. “Australian
NGOs Support Separatism in Papua”.
http://www.apo.org.au. 13 April 2006. “Institute
for S o cia l R esearch, Sw inburne
University o f Technology”.
http://www.chilout.org/information/
west_papuans.html. 22 Maret 2006. “West
Papuans”
http://www.cs.utexas.edu, “Statement o f Aims”.
http://www.detiknews.com. 2006. “SBY Telpon
Howard Soal Suaka Politik Warga Papua”.
http://www.kapanlagi.eom/h/
000111539_print.html (2006). “DPD-RI
Bentuk Pansus Bahas Persoalan di
Papua”.
http://www.news.com.au/story/print/
0,10119,18739837,00.html. 7 April 2006.
“Labor Backs Papua Stance”.
http://www.news.com.au/story/print/
0 ,1 0 1 1 9 ,1 8 8 8 2 0 8 4 ,00.htm l. 21 April
2 0 0 6 . “PNG Mum N ot B ack in
Indonesia”.
64
h ttp ://w w w .w estpap u a.n et/n ew s. “Australia,
Indonesia Wins Multibillion Chinese LNG
Contracts”.
In stitu te f o r S o c ia l R esea rc h , Swinburne
University o f Technology. 13 April 2006,
www.apo.org.au
Kompas. 2006. “LSM: Waspadai Sikap Australia”.
_________ 6 April 2006. “Australia Cenderung
Memperoleh Informasi Sepihak”.
_________ 6 A pril 2 0 0 6 . “Indonesia Tinjau
Hubungan dengan Australia”.
_________6 April 2006. “Howard: Jejak Pendapat
Bukan Sikap Rakyat Australia”.
L ip u ta n 6 SCTV. 10 A pril 2 0 0 6 . “Australia
Bimbang Mencabut Visa Pencari Suaka”.
_________ 10 April 2006. “Presiden Yudhoyono
M engingatkan Soal Toleransi antar
Negara”.
________ 12 April 2006. “Nettle Tak Mendukung
Gerakan Separatis Papua”.
________ 21 April 2006. “Menlu Bertemu Utusan
PM Australia”.
Leggatt, Johanna. 21 April 2006. “Australia Caved
in on Papua: H auden”, http://
www.news.com.au/story/print/
0,10119,18882593,00.html
Media Indonesia Online. 8 April 2006. “Indonesia
Tunggu Penjelasan Resmi dari Australia”.
Pilger, John. 9 Maret 2006. “The Secret War
Against the Defenseless People o f West
Papua”, Truthout/Perspective.
Piliang, Indra J. 29 Maret 2006. “Jalan Bisu
Papua”, h ttp ://w w w .infopap u a.com /
modules.php?op=modload&name=News&
file=article&sid=3969&mode=thread&
order= 0&thold=0
Raiston, Nick. 19 April 2006, “Papua Rift Needs
Serious Diplomacy”, The Australian.
Ramelan, Rahardi. 12 April 2006. “Menyikapi
A ustralia 1999 dan 2 0 0 6 ”, http://
www.icmi.or.id
Rayfield, Alex. 20 Mei 2004. “Australia & West
Papua”, ZNet/Activism.
Republika. 24 Januari 2006. “RI Telah Identifikasi
43 Warga Papua Pencari Suaka Politik di
Australia”.
Sheehan, Paul. 23 April 2006. “Indonesia is Right
to be Wary o f Australian Supporters if
Papuan Independence”, Sidney Morning
Herald.
S uara P em baru an D a ily. 21 Januari 2006,
“Australia Merahasiakan Identitas 43
Warga Papua”.
__________ 27 Januari 2006. “Pemberian Suaka
Politik Tak Mudah, Berpotensi Timbulkan
Konflik Bilateral”.
__________ 6 April 2006. “Selesaikan Masalah
Papua Secara A rif’.
The Australian. 18 April 2006. “PM Rules Out
Jakarta Apology”.
_________26 April 2006. “Envoy’s Indonesian
Visit ‘Useful”.
The Guardian. 12 April 2006. “Australia: Howard
G overnm ent A ttack es W est Papuan
Independence”, http://politicalaffairs.net.
Tobing, Maruli. 24 April 2006. “Politik Bermuka
Dua Negara Tetangga”, dalam Kompas.
Walters, Patrick and Davis Nason. 13 April 2006.
“Prime M in ister Slam s D oor on
Boatpeople”, The Austalian.
Wanggai, Velix. 29 Maret 2006. “Kemesraan Cepat
Berlalu”, Republika Online.
R iyanto, Geger. 3 April 2006. “Papua dan
Pragmatisme Australia”, dalam Pikiran
Rakyat.
65
Download