DIMENSI INTERNASIONAL KASUS PAPUA Adriana Elisabeth* Abstract Issue on Papua has a strong international dimension. It will remain critical fo r Indonesian political bargaining when political violence and human rights abuse continue in Papua. The existence o f multinational companies contributes to the international dimension o f the Papuan case. Although most foreign countries stick on their commitment to support the integrity o f Indonesian territory, the future o f Papua depends on how the political and economic problems would be resolved. I. Pengantar asus Papua ibarat bom waktu bagi In d o n esia. B an y ak fa k to r yang mampu memicu isu Papua menjadi isu b e sa r dan te rb u k a , y ak n i p o litik , keamanan, sosial, dan ekonomi. Dimensi persoalan Papua yang sangat beragam - lokal, nasional, dan internasional -berpotensi kuat m engubah m asalah yang b ersifat lokal m enjadi nasional begitu pun sebaliknya. Lebih dari itu, dimensi lokal dan nasional persoalan Papua sangat mungkin menjadi isu internasional manakala hal itu melibatkan peran dan kepentingan politik dan ekonomi pihak asing. K a ra k te ristik a tau dim en si ^ te rn a s io n a l kasus Papua ditentukan oleh operan aktor negara (state actor) dan aktor non-negara ( non-state actor) yang secara k o n siste n dan te ru s-m e n e ru s te la h “m e n g in te rn a sio n a lis a s i” isu P apua, misalnya melalui lobi dan diplomasi, baik yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia maupun pihak-pihak yang berseberangan dengan Pemerintah Indonesia, antara lain O rganisasi Papua M erdeka (O PM ) dan K Peneliti Bidang Politik Internasional, P2P LIPI & Koordinator Tim Kajian Papua 2006 LIPI. beberapa anggota Presidium Dewan Papua (PDP). Tulisan ini akan membahas dimensi internasional isu Papua dengan menganalisis p eran dan k ep en tin g an b eb erap a aktor internasional yang terlibat dalam persoalan di Papua. Kemudian juga membahas langkah atau strategi Pemerintah Indonesia dalam menangani persoalan di Papua, khususnya berkaitan dengan upaya Indonesia untuk menjaga hubungan luar negerinya dengan negara-negara asing m aupun kom unitas internasional, terutama dengan Australia dan negara-negara Pasifik Selatan. II. P eran dan K ep en tin g a n A k tor Internasional dalam Kasus Papua Pada m asa P eran g D in g in , peta politik global lebih banyak dipengaruhi oleh hubungan antamegara/pemerintahan. Namun setelah berakhirnya Perang Dingin, politik dunia d itan d ai dengan berkem bangnya organisasi-organisasi antarpemerintahan di berbagai level. Sebagai contoh, beberapa organisasi antarpem erintahan di tingkat global adalah World Bank (Bank Dunia), World Trade Organisation (W TO ), International Labour Organisation (ILO) dan 43 International Atomic & Energy Agency (IAEA). B eberapa organisasi di tingkat regional, misalnya Association o f South East Asian Nations (A S E A N ), O rg an isasi Konferensi Islam (OKI), Gerakan Non-Blok (G N B ), O PE C , North A tlantic Treaty Organization (NATO), dan Kelompok G-7. Selain organisasi antarpemerintahan, berkembang pula organisasi internasional nonpemerintahan dan nonperusahaan atau International Non-Governmental Organisations (INGO), seperti Greenpeace, Human Rights Watch, Refugee International dan sebagainya, kem udian juga terdapat o rg a n isasi ra h a sia , sep e rti in te lije n , terorism e.1 Secara lebih luas, organisasi kejahatan lintas negara ( Transnational Organised Crime!TOC) mencakup bukan hanya kegiatan terorisme, melainkan juga penyelundupan senjata (arms smuggling), obat-obat terlarang (ilicit drugs trafficking) dan p e rd a g a n g a n m an u sia ( human trafficking), khususnya perempuan dan anakanak. A ktor n o nnegara yang berperan sangat dominan dalam peta politik global saat ini adalah perusahaan global yang dikenal dengan Multinational Corporations (MNC), Transnational Corporations atau Global Firms. D engan kata lain, perkem bangan politik di tingkat nasional maupun regional/ internasional harus memperhitungkan peran dan kepentingan perusahaan-perusahaan berskala dunia ini. B ertam b ah n y a ju m la h a k to r nonnegara yang terlibat dalam hubungan antamegara dan antarbangsa menyebabkan p eran a k to r n eg ara tid a k lagi b e rsifa t dominan. Perkembangan politik internasional ini menjadi salah satu faktor penting dalam analisis persoalan di Papua. Aspek politik dan ekonom i yang b erk aitan dengan upaya penyelesaian isu Papua harus memperhatikan peran dan kepentingan aktor internasional, 1 Herb Feith. “Globalisasi Politik Dunia dan Keharusan R eform asi PBB”, h ttp ://fis ip .u n m u l.a c .id / globalisation.html. h. 2 & 3. 44 terutama organisasi nonpemerintahan atau LSM dan perusahaan internasional yang (m asih dan akan) beroperasi di w ilayah Papua. Menurut hasil penelitian tim kajian Papua LIPI tahun 2004, secara garis besar, terdapat tiga aktor utama yang terlibat dalam konflik di Papua dan berada di level lokal, nasional, dan internasional, yakni negara/ pemerintah {state), masyarakat (society), dan pebisnis (market).2 Peran dan kepentingan ketiga aktor utama tersebut relatif berhasil dan m udah d ip e ta k a n . N am un, tid ak demikian dengan pemetaan pola hubungan di antara para aktor tersebut. Selain karena banyaknya jum lah aktor yang terlibat (baik langsung maupun tidak langsung), kesulitan te rse b u t ju g a d ise b a b k a n setiap ak to r memiliki lebih dari satu kepentingan dan antara satu kepentingan dengan kepentingan lain cenderung saling berhubungan. Berdasarkan pola hubungan tersebut, tidaklah mudah memisahkan secara tegas apakah seorang aktor lokal hanya berperan secara lokal, karena dalam mempertahankan kepentingannya dia pun bergerak di tingkat n a sio n a l b ah k an in te rn a sio n a l. S elain kepentingan yang saling berkait, peran para aktor ditentukan pula oleh pola hubungan atau hubungan kekuasaan (power relations) antara ketiganya yang cenderung bersifat tidak sim etris ( asymmetrical), m isalnya posisi masyarakat Papua di tingkat lokal dan nasional tam pak atau cenderung lem ah (powerless) dibandingkan dengan kekuasaan pem erintah (pusat dan daerah). Nam un demikian, di level internasional, elemenelemen yang ada dalam masyarakat Papua, seperti kelom pok pro-m erdeka di Papua banyak mendapatkan dukungan/simpati dari p ih a k in te rn a sio n a l. M erek a b e rh a sil mengusung ideologi merdeka dalam rangka m en d ap a tk a n sim p a ti dan d u k ungan internasional. Dengan kata lain, meskipun secara lokal dan nasional, masyarakat Papua 2 Adriana Elisabeth dkk. (2004). Peran dan Kepentingan Para Aktor dalam Konflik di Papua, Jakarta: LIPI. cenderung menjadi kelompok marginal, di tingkat internasional “m arginalisasi” ini ju stru m enguntungkan m ereka. Bahkan, mereka memiliki posisi tawar yang cukup tinggi bila berhadapan dengan Pemerintah Indonesia karena simpati dan dukungan pihak internasional pada gerakan/kelompok prom erdeka di Papua. Lobi dan diplom asi kelompok pro-merdeka ini bertujuan untuk memperoleh dukungan internasional, baik yang berasal dari pemerintahan negara asing maupun masyarakat internasional, termasuk o rg anisasi n o n p em erin tah an di tingkat internasional dan lembaga dunia. D ukungan in te rn a sio n a l kepada k elo m p o k p ro -m e rd e k a di P apua m enim bulkan kom pleksitas yang cukup serius bagi Pem erintah Indonesia dalam berdiplom asi dengan pihak luar negeri. Meskipun Pemerintah Indonesia memiliki legitimasi politik yang kuat (kedaulatan yang sah) di Papua, posisi tawar Indonesia menjadi lemah ketika berhadapan dengan komunitas internasional berkaitan dengan persoalan demokratisasi, hak asasi manusia (HAM) dan lingkungan di Papua. Hal ini dikarenakan isuisu tersebut merupakan agenda global yang kerap dipakai untuk m engukur ataupun m e n ila i tin g k a t k e b e rh a sila n atau p u n kegagalan sebuah pemerintahan di negaranegara berkembang. Bagi kelompok promerdeka, khususnya OPM, agenda global tersebut menjadi isu-isu strategis yang sangat m e n g u n tu n g k an b agi p o sisi atau “perjuangan” mereka di forum internasional. Dukungan internasional diperlukan untuk mencapai/mewujudkan kepentingan p o litik ja n g k a pan jan g kelom pok prom erd ek a, y ak n i m em isah k an d iri dari Indonesia. Diplomasi dan tuntutan politik m erdeka inilah yang d ib eri label oleh P em erintah Ind o n esia sebagai gerakan separatis Papua (separatisme Papua). Bagi Pemerintah Indonesia, kedaulatan Indonesia di Papua sudah menjadi keputusan final. U ntuk m enghadapi sikap dan tindakan k elo m p o k p ro -m e rd e k a , P e m e rin ta h Indonesia pun melakukan lobi dan diplomasi guna m em peroleh dan m em pertahankan k o m itm en in te rn a sio n a l u n tu k tetap m en d u k u n g k e u tu h an w ila y ah N eg ara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), di mana Papua merupakan bagian integral dari NKRI. U p ay a in te rn a s io n a lis a s i u n tu k m e n arik p e rh a tia n in te rn a sio n a l atau mendukung kemerdekaan Papua, sebenarnya mulai dijalankan sejak tahun 19623 sebagai bentuk perlawanan terhadap Perjanjian New York (New YorkAgreement/NYA) tahun 1962 yang mengakui masuknya wilayah Papua menjadi bagian wilayah Republik Indonesia (RI). Gerakan kemerdekaan Papua mendapat peluang besar sejak bergulirnya reformasi di Indonesia yang dimulai pada pertengahan tahun 1998, di mana kelompok pro-merdeka (dan kelom pok pro-dem okrasi di Papua) leb ih b e ra n i d an te rb u k a d alam m engem ukakan tuntutan politik mereka. A palagi dengan lepasnya w ilayah Timor Timur dari Indonesia dan menjadi negara merdeka pada tahun 1999,4 maka peristiwa politik tersebut m enjadi spirit baru bagi p e rju a n g a n O PM u n tu k m ew u ju d k an kemerdekaan Papua. Gagasan untuk menginternasionali­ sasi Papua adalah salah satu rekomendasi yang dihasilkan dalam K ongres R akyat Papua II, yakni pembentukan sebuah tim untuk m elobi m asyarakat internasional, te rm a su k m em in ta b a n tu an D ew an Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) dalam kaitannya dengan peran DK PBB seb ag ai p e n ja g a k e te rtib a n dan perdamaian dunia, termasuk untuk menjaga/ m em elihara keam anan di Papua sampai terbentuk pemerintahan yang tetap. Selain itu, kongres juga meminta PDP melakukan dialog dengan Indonesia, Belanda, Amerika Serikat (AS), dan P B B .5* 3 Upaya internasionalisasi kasus Papua dilakukan oleh kelompok anti-integrasi atau menolak hasil Pepera 1969 karena dianggap tidak adil. Untuk itu, mereka kemudian membentuk OPM di luar negeri, terutama di PNG 4http://www.koteka.net/ West Papua is the next East Timor 5Kompas (4 Juni 2000). “Kongres Rakyat Papua Sepakati Keluar dari NKRI” 45 Lobi internasional oleh kelompok pendukung kemerdekaan Papua dilakukan secara bilateral antamegara maupun di forum regional/intemasional dan dengan LSM. Lobi bilateral dijalankan m elalui pendekatan p e rs u a s if k ep ad a p em eg an g sim pul pem erintahan di berbagai negara. Upaya bilateral juga dilakukan dengan membuka kantor perwakilan dan konsulat. Hasilnya adalah beberapa negara di Pasifik Selatan sec a ra teg as m end u k u n g p e rju a n g an kelompok pro-merdeka di Papua.6 Namun demikian, haruslah diingat bahwa dukungan dari pem erintahan negara asing terhadap kelom pok pro -m erd ek a di Papua tidak bersifat konstan, tetapi cenderung fluktuatif bergantung pada siapa pemimpin negara yang sedang berkuasa pada saat tertentu. Lobi secara b ila te ra l kem udian d itin d a k la n ju ti di forum re g io n a l dan internasional, seperti di PBB dan Forum Negara Pasifik untuk memperoleh dukungan secara terbuka. Dukungan ini merupakan second voice untuk m em udahkan upaya menggalang simpati internasional melalui perwakilan negara asing yang mendukung kem erdekaan Papua. B eberapa isu yang biasanya diangkat dalam forum regional/ internasional adalah sejarah politik Papua, keabsahan Pepera, masalah HAM, peran dan dominasi militer Indonesia, ketidakadilan sosial dan ekonom i m asyarakat Papua, diskrim inasi rasial (ras M elanesia) dan kerusakan lingkungan. B erikut ini adalah posisi negaranegara asing dalam isu Papua: 1) Amerika Serikat (AS) AS memainkan peran yang signifikan dalam konflik di Papua. Untuk itu, Menteri Luar Negeri RI, Hassan W irayuda dalam siaran p ers “ R eflek si tah u n 2 0 0 2 ” menyatakan bahwa Indonesia secara khusus melakukan pendekatan dengan Pemerintah 6 Deplu RI (2001). “Kebijakan RI di Pasifik, Upaya Mencegah Separatisme di Irian Jaya”. 46 AS untuk m empertahankan dukungannya terhadap integritas wilayah Indonesia. Posisi atau peran AS sulit dipisahkan dari sejarah panjang dan proses politik di Papua. Menurut John Roberts, AS m endukung kebijakan Indonesia untuk “mengembalikan” wilayah P apua m e la lu i ak si d ip lo m a si dan mendukung Pepera (Act o f Free Choice) tahun 1969 yang kem udian m elahirkan keputusan PBB yang m enyatakan Papua merupakan bagian dari wilayah Indonesia.7 Tindakan AS di Papua juga berhubungan dengan keberadaan PT Freeport Indonesia (PTFI) sebagai perusahaan tambang tembaga terbesar di dunia. Kehadirannya didukung oleh keputusan politik Pemerintah Orde Baru (Orba) melalui kesepakatan Kontrak Karya I tahun 1967, kemudian mulai beroperasi pada tahun 1970 dan berproduksi untuk pertama kalinya pada tahun 1973. Keberadaan PTFI di T im ika, K a b u p aten M im ika, Papua d ip erp an jan g dengan p en andatanganan K ontrak K arya II tahun 1991. D engan demikian, perusahaan multinasional ini dapat beroperasi di Papua sampai tahun 2021 dan kesepakatan kerja tersebut m asih dapat diperpanjang dua kali masing-masing dalam waktu sepuluh tahun. Berkaitan dengan kebijakan AS di Papua, Pemerintah AS menegaskan tidak akan m endukung separatism e di Papua, sebaliknya, tetap m endukung keutuhan negara RI dan pemberlakuan otonomi khusus di Papua.8 Selain itu, Pemerintah AS melalui USAID dan lembaga bantuan keuangan AS, juga membiayai berbagai program di Papua sep e rti m an ajem en su m b er daya alam (S D A ),9 te rm a su k p ro g ram -p ro g ra m pengem bangan m asyarakat (community development) seperti yang dilakukan oleh PT Freeport Indonesia. 7 http://w w w .w sw s.org/articles/2004/aug20Q 4/papuaa30.shtml. Lihat John Roberts, Documents confirm US colluded in Indonesia 's 1969 Incorporation o f Papua. 8 P em erintah A S m e la lu i P resid en G oerge Bush menyampaikan komitmen pemerintahannya kepada mantan Presiden RI, Megawati pada Juli 2002. 9 www. Bappenas.go.id H ubungan bilateral Indonesia-AS terpengaruh oleh peristiwa pembunuhan dua w arga negara AS di Tim ika pada tahun 2002.10 Sebagai akibatnya, AS melakukan embargo militer dan memutuskan keija sama militernya dengan Indonesia, yang mendapat persetujuan dari K ongres A S ." N am un demikian, tiga tahun kemudian (pada tahun 2005), kerja sama di bidang pelatihan militer kedua negara dilanjutkan kembali. 12 2) Australia Posisi Australia dalam kasus Papua sangat penting karena Australia mempunyai pengaruh politik di kalangan negara-negara Pasifik Selatan. Selain itu, Australia juga cukup berperan dalam pem bangunan di Indonesia, terutama melalui program bantuan berupa hibah kepada Indonesia meliputi b erb ag ai sektor. D alam k aitan dengan penanganan kasus Papua, hubungan bilateral Indonesia-Australia tidak hanya bertujuan untuk menghadapi sikap dan reaksi negaranegara Pasifik Selatan dalam kasus Papua yang secara tegas, beberapa negara sudah memberikan dukungan mereka pada gerakan kem erdekaan Papua, nam un ju g a untuk meredam dukungan LSM Australia yang juga secara lugas m endukung kelom pok promerdeka di Papua. K ekhaw atiran Indonesia terhadap A u stra lia c u k u p lah b e ra la sa n a p ab ila dikaitkan dengan peristiwa politik di Timor T im ur tah u n 1999 di m ana sikap dan dukungan Pemerintah dan LSM Australia akhirnya berhasil mewujudkan kemerdekaan Timor Timur (Timor Leste). Apalagi dengan ad an ya in fo rm asi bahw a A u stra lia membentuk Task Force Papua yang diketuai oleh Chief o f Defence Force, Jenderal Peter 10 Pembunuhan itu diduga dilakukan oleh oknum militer/ TNI. 11 http://www.atimes.com/atimes/Southeast_Asia/ FG03Ae06.html 12 John Roberts, dalam makalah ‘Ambush near US-owned mine in Papua suggests Indonesian army involvement’, mengemukakan bahwa pembunuhan itu dilakukan oleh oknum TNI. C o sg ro v e y an g sed an g m en g k aji p e rm a sa la h an di P ap u a dan p ro sp e k kem erdekaan P ap u a.13 M eskipun hal itu belum tentu benar, Pemerintah Indonesia te ta p b e rh a ti-h a ti d alam m en jalan k an hubungannya dengan Australia. Meskipun Australia mendukung langkah yang diambil Indonesia untuk menyelesaikan persoalan di Papua dengan otonom i khusus, nam un A u stra lia m e n g in g in k a n In d o n esia m en g h o rm ati p e n e g a k a n hukum dan penghormatan HAM di Papua.14 Walaupun d e m ik ia n , d u k u n g a n d ari P em erin tah A u stra lia tid a k s e rta -m e rta m en d ap at dukungan dari semua elemen pemerintahan. Di Parlem en A ustralia, m isalnya, Partai Buruh dan Fraksi Kiri sering kali menjadikan isu separatism e di Papua sebagai bahan perdebatan.15 Pebisnis Australia juga melakukan aktivitas penam bangan di Papua, seperti Dominion Mining, BHP, Cudgen RZ, dan Cudgen RA. Australia pun memiliki sebagian saham PT Freeport M cM oran sekitar 40 persen (Rio Tinto) dari total saham yang dim iliki PT Freeport M cM oran di bursa saham di New York. 3) Kanada Kebijakan Pemerintah Kanada secara eksplisit mendukung implementasi otonomi k h u su s di P ap u a sec a ra k o n sek u en , berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2001 dengan menghormati hak rakyat Papua. Kanada membantu Papua juga melalui Canada Fund berdasarkan prioritas g e o g ra fis dan p ro g ram p rio rita s p em b an g u n an so sial di em pat bidang: k ese h a tan dan g iz i, p en d id ik an dasar, penanganan HIV/AIDS, dan perlindungan a n a k .16 Di se k to r b is n is, K an ad a pun 13 h ttp ://w w w .k o m p a s.co .id /k o m p a s-ceta k /0 3 0 9 /1 9 / nasional/572042.htm. 14 Kompas (9 Desember 2000). 15 Deplu RI (2001). “Kebijakan RI di Pasifik, Upaya Mencegah Separatisme di Irian Jaya”. 16 http: www.dfait-maeci.gc.ca 47 memiliki usaha pertam bangan (em as) di Papua, yaitu PT Ingold dan mengembangkan eksplorasi minyak di Teluk Bintuni. 4) Senegal S alah satu n e g a ra A frik a yang m endukung kem erdekaan Papua adalah Senegal, A frika Selatan. D ukungannya d id a sa rk a n p ad a p ah am N e g ritu d e solidaritas antara ras kulit hitam di seluruh dunia.17Tujuannya adalah untuk menentang k o lo n ia lism e dan d u k u n g an b agi ras M ela n e sia serta g erak an p em b eb asan P ap ua.18 Sikap ini diikuti dengan usaha membangun keija sama ekonomi, militer, dan memerangi diskriminasi rasial. Gerakan ini le b ih d ik en al g e ra k an P a n -A fric o id ( ‘G erak an P a n -N e g ro ’) yang m em perjuangkan korban dari konspirasi ra sism e d u n ia, g e n o sid a , dan pengam bilalihan tanah di seluruh dunia, te rm a su k di P a p u a .19 D alam p e r­ k em b an g an n y a, g e ra k an ini sem akin mendapatkan dukungan luas, terbukti sekitar 15 negara-negara di Afrika Barat dan Afrika Tengah menolak hasil Pepera di Papua dan berharap akan adanya im plem entasi hak penentuan nasib sendiri (self-determination) di Papua. Gerakan mendukung kemerdekaan Papua dari negara Afrika dimulai sejak 1969 saat penentuan voting Act o f Free Choice (AFC) di Sidang Umum PBB, negara-negara tersebut menuduh bahwa AFC merupakan salah satu bentuk penjajahan dan bentuk ketidakdemokratisan terhadap saudara kulit h itam di P apua B arat. S ebagai tin d ak lanjutnya, Organisasi Afrika-Amerika yang tergabung dalam National Associationfor the 17 w3.rz-berlin.mpg.de/~wm/PAP/GJA-bin-kejora.html 48k. Lihat juga Goerge J. Adijondro dalam Bintang Kejora di Tengah Kegelapan Malam & Penggelapan N a sio n a lism e Orang Irian dalam H istroriografi Indonesia. 18 http://: www.raceandhistorv.com/cgi-bin/forum/ webbbs config.pl/noframes/read/106. 19 Pianke Nubivang Honour and Truth in West Papua, http:/ /communitv. webtv.net/paulnubiaempire:. 48 Advancement o f Colored People (NAACP) mengirim surat kepada Sekretaris Jenderal PBB, U Thant sebagai bentuk protes atas AFC dan meminta PBB merevisi kebijakan tersebut.20Meskipun demikian hingga saat ini b elu m ada p e rn y a ta a n resm i yang m en d u k u n g P a p u a h a n y a b e ra sa l dari sebagian kecil tokoh di Senegal, Ghana, dan Afrika Selatan. 5) Negara-Negara Asia Berkaitan dengan Papua, beberapa negara di A sia yang m em iliki perhatian khusus adalah M alaysia, Filipina, Korea Selatan, Jepang, India, dan Cina. Bagi Malaysia dan Filipina, Papua adalah pemasok kayu terbesar bagi kebutuhan impor kedua negara atau sekitar 70 persen berasal dari P ap u a.21 Bagi Jepang, Cina, Korea Selatan, dan India, ladang di sekitar kawasan Teluk B in tu n i { P ro y ek LN G T angguh) menyediakan cadangan LNG mencapai 23,7 triliun kaki kubik. Indonesia berkomitmen untuk mengekspor LNG ke Asia rata-rata enam sampai tujuh ton per tahun. Khusus bagi Cina, wilayah Papua m em ilik i SD A y an g d ap at m em enuhi sebagian kebutuhan kayu dan LNG Tidaklah mengherankan apabila hasil penebangan liar di wilayah Papua disinyalir dibawa ke Cina, seperti dalam kasus penem uan dua buah kapal yang berisi kayu berasal dari wilayah Papua dan berada di daratan Cina. Untuk mengatasinya, Pemerintah Indonesia telah mengupayakannya melalui jalur diplomatik.22 U n tu k m em en u h i k e b u tu h an LNG, Pemerintah Indonesia (Pertamina) dan Cina (P etro ch in a) m em buat p e rja n jia n yang m enyangkut pengirim an LNG dari Teluk Bintuni ke Provinsi Guangdong dan Fujian 20 Lihat John Saltford. United Nations Involvement with the Act ofSelf- Determination In West Irian (Indonesian West New Guinea) 1968 to 1969. 21 Sugiharto (1 0 M ei 2 0 0 5 ). “B U M N dan Prospek Persaingan Dunia Usaha”, Jakarta: Hotel Borobudur. 22 Kompas (6 April 2005). dengan terlebih dahulu melakukan investasi sebesar US$ 2 miliar untuk pembangunan infrastruktur.23 PT. Petrochina memiliki dua blok wilayah pengeboran di Teluk Bintuni dan Biak, yang terdiri lebih dari sepuluh ladang minyak yang siap dieksplorasi.24 Untuk mencapai kepentingannya di Papua, Pemerintah Cina juga membangun hubungan dengan negara-negara Pasifik Selatan guna memperkuat perannya di Papua. Kondisi ini pun telah menjadi perhatian OPM yang ingin membangun hubungan dengan C ina, k h u su sn y a u n tu k k ep en tin g an p o litik n y a di m asa depan. Di dalam pertem uan tahunan Forum Pasifik yang diselenggarakan di K iribati tahun 2000, misalnya, sejumlah tokoh penting Papua yang hadir sebagai peninjau telah m elakukan pendekatan dengan para pejabat dari Cina yang hadir dalam forum itu.25 Cina kemudian memfasilitasi pertemuan yang diselenggara­ kan oleh OPM di luar wilayah Indonesia. Pemerintah Tuvalu juga mendukung kemerdekaaan Papua, 27 meskipun dalam kapasitas yang terbatas. 6) Negara-Negara Pasifik Selatan - Vanuatu Posisi negara-negara Pasifik Selatan dapat dibedakan m enjadi tiga kelom pok sebagai berikut. a. Kelompok Pendukung Papua Merdeka - Negara Kepulauan Cook (Cook Island) Pemerintah Negara Kepulauan Cook m endukung k e m erd ek aan P apua yang disam paikannya dalam KTT M ilennium PBB. M esk ip u n d u k u n g an n y a tid a k signifikan, tindakan ini memiliki pertalian erat dengan sikap Pemerintah New Zealand dalam kasus Papua. 22 http://www.globalpolicy.org/nations/sovereign/sover/ emerg/2002/0430papua.htm, Indonesia: Gas Project Promises Income West Papuans not Excited ny Prangtip Daorueng Inter Press Service News Agency 24 Wawancara Nur Agus Susanto dengan Meryka P, Public Affair Manager for Government, PT Petro China. 25 Deplu RI (2001). Op.cit. - Nauru Pem erintahan N auru secara tegas mendukung kem erdekaan Papua. Hal ini disam paikan dalam K TT Forum Pasifik Selatan di Kiribati, Oktober 2000. Selain itu, N au ru ju g a m e n d u k u n g re so lu si PBB mengenai penentuan nasib bagi rakyat Papua B arat.26 Sebelumnya, B em ard Dowiyogo M.P. (P residen R epublik N auru) dalam Millenium Summit PBB yang diselenggara­ kan pada September 2000, mengemukakan m en g en ai k e m erd ek a a n P ap u a dan menganggap bahwa selama ini Papua berada di bawah dominasi penjajah dan kontrol luar negeri. Namun pernyataan tersebut ini tidak langsung merujuk pada Indonesia. - Tuvalu Pemerintahan Vanuatu mendukung kem erdekaan Papua Barat. A rgum entasi Pemerintah Vanuatu tak jauh berbeda dari Nauru, yaitu karena faktor-faktor sejarah dan kedekatan secara geografis.28 Di Vanuatu terdapat kantor perw akilan rakyat Papua B arat, yang d ik e tu a i o leh Dr. John Ondowame. Kemudian Pemerintah Vanuatu m em p u n y ai k o m itm en u n tu k m em ­ prom osikan identitas dan hak dasar Ras M ela n e sia di w ila y ah A sia -P a sifik , khususnya bagi Papua Barat. Pemerintah Vanuatu juga mendorong dibukanya kasuskasus ketidakadilan yang selama ini teijadi di Papua, dan memperjuangkan kesejahtera­ an sosial bagi masyarakat P apua.29* 26 http://westpapuaaction.buz.org/recentevelopments.htm+Tuvalu+and+west+papua+&hl=id. 27 http:www.un.org/millennium/webcast/statements/tuvalu. 28 Pacific Concern Resource Centre (PCRC) (27 Oktober 2000). Press Release, Forum Pasifik Selatan. 29 http://:www.un.org/News/Press/docs/2000/ 20000908.ga9758.doc. & http://www.unpo.org/ news detail.php?ara 56&par= 1890 49 b. Kelompok Negara yang Abstain - Papua Nugini (PNG) Beberapa daerah di PNG seperti Port Moresby, Black Water Sepik, Sowampa, dan A m anaf juga digunakan oleh OPM untuk melakukan aksinya.30Posisi PNG dan Papua adalah berbatasan darat secara langsung. Posisi perbatasan PNG ini sangat strategis bagi para pelintas batas, termasuk kelompok merdeka dari Papua yang ingin melepaskan diri dari kejaran TNI dan Polri. Namun demikian, Pemerintah Indonesia sampai saat ini pun b elum m e lak u k an p e rja n jia n ekstradisi dengan Pemerintah PNG untuk mengatasi masalah perbatasan ini. PN G sec a ra te g as m en y atak an dukungan terhadap keutuhan NKRI, seperti dalam joint statement yang disampaikan oleh Perdana M enteri PNG, M ekere M orouta kepada M egaw ati Sukarnoputri (sebagai wakil presiden Indonesia saat itu). Kendati demikian, Pemerintah PNG masih bersikap gamang, terutama karena banyaknya anggota m asyarakat dan lem baga di PN G yang m endukung kem erdekaan Papua, seperti Gubernur Sandaun, John Tekwi, Politisi Tei Abai. Mereka tidak dikenakan sanksi oleh Pemerintahan Nasional di PN G 31 Sebaliknya, m ereka te ru s-m e n eru s b eru sah a m em ­ pengaruhi kebijakan pem erintahan PNG untuk mendukung perjuangan kemerdekaan Papua. di NZ, yaitu Green Party mendukung bahkan mengupayakan kemerdekaan Papua dan terus m endorong internasionalisasi isu Papua. Green Party berkedudukan di Wellington dan memiliki cabang yang tersebar hampir di selu ru h p ro v in s i/w ila y a h . P artai ini m endapatkan dukungan dari partai lain, seperti Partai Buruh, Partai Nasional, Partai Warisan Kristen, Partai Aliansi, dan Partai Nasional. Dalam pernyataan resminya di Forum Negara Pasifik Selatan, partai ini meminta masalah Papua Barat dijadikan salah satu agenda sidang pertemuan yang kemudian diharapkan akan m em berikan dukungan secara in stitusional untuk kem erdekaan Papua. Dalam berbagai kesempatan, Keith Locke sebagai ju ru bicara hubungan luar partai, secara tegas m enginginkan nasib Papua adalah masalah yang harus menjadi perhatian negara-negara Pasifik Selatan dan mengingatkan negara yang tergabung dalam forum te rse b u t u n tu k m en d u k u n g dan m e n g ik u ti la n g k ah V anuatu dalam m e m p erju an g k an k e m erd ek aan rak y at Papua.32 Sedangkan di dalam negeri, Keith Locke juga berusaha keras menyakinkan Perdana Menteri NZ, Helen Clark agar Papua d ijad ik an salah satu fokus dan agenda pemerintahannya.33Hal ini dijadikan prioritas dukungan resmi kenegaraan. c. Kelompok Negara Pendukung NKRI Sikap P e m e rin ta h a n N Z adalah mendukung keutuhan NKRI. Pemerintah NZ ju g a m em iliki program ban tu an untuk pembangunan di Indonesia (program the New Zealand A id A g en cylN Z A lD ), yang mencakup wilayah timur Indonesia, termasuk Papua. Meskipun demikian, salah satu partai Kepulauan Salomon, Republik Fiji, K irib a ti dan S am oa B arat yang ju g a tergabung dengan Forum N egara Pasifik S elatan a d ala h n e g a ra -n e g a ra yang m en d u k u n g N K R I. N am un k elom pok kemerdekaan Papua secara terus-menerus membangun komunikasi dengan beberapa negara ini untuk mendukung tuntutan politik mereka. 10 ibid. 31 Deplu RI (2001). “Kebijakan RI di Pasifik, Upaya Mencegah Separatisme di Irian Jaya”. 32 Press Release Green Party (14 Agustus 2003); http:// www.scoop.co.nz. 33 http://www.greens.org.nz. - New Zealand (NZ) 50 7) Negara-negara Uni Eropa Beberapa negara Uni Eropa memiliki perhatian lebih banyak terhadap Papua.34 Sebagai contoh, delegasi Uni Eropa yang diwakili oleh para duta besar negara-negara tersebut berkunjung ke Papua pada bulan M aret 2002. Dalam kunjungan tersebut, secara ekplisit negara yang tergabung Uni Eropa tersebut m endukung sepenuhnya integritas Papua ke dalam NKRI. Dukungan juga diberikan bagi pelaksanaan Otonomi Khusus (Otsus) yang sebenar-benarnya di Papua dan m em berikan perhatian pada masalah HAM di Papua.35 Berikut ini adalah sikap Parlem en Uni Eropa dalam kasus Papua: pertama, secara mendasar mengakui Indonesia sebagai suatu negara kesatuan, dan wilayah Papua termasuk di dalamnya. Kedua, melihat berbagai kasus pelanggaran HAM, meminta kepada Indonesia untuk membentuk suatu badan pengadilan pelanggaran hak-hak asasi m anusia. K etiga, m elihat kondisi masyarakat Papua, Parlemen melihat bahwa Papua adalah provinsi yang kaya raya, tetapi penduduknya hidup dalam kemiskinan dan dari 17.000 pegawai yang bekerja di Papua, kurang dari 10 persen adalah orang asli Papua. K e-em pat, P arlem en U ni Eropa m en dukung O tsus yang m em b erik an persetujuan kepada P em erintah D aerah Papua untuk mendapat 80 persen dari pajak dari bidang perikanan dan kehutanan dan 70 persen dari perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan dan minyak bu m i.36 Posisi organisasi antar pemerintahan di berbagai level dalam kasus Papua dapat diketahui sebagai berikut: 1) ASEAN ASEAN sebagai organisasi regional di w ilayah A sia Tenggara secara resm i 34 Inggris, Italia, Portugal, Jerman, Austria, Denmark, Belanda, Spanyol, Swedia, Yunani, Belgia, Finlandia. 35 Memoria Passionis di Papua (2004), 'Kondisi SosialPolitik dan HAM 2 0 0 2 -2 0 0 3 ’ (cetakan pertam a), Jayapura: LSPP dan Keuskupan Jayapura. 36 http://www.infid.be/euroham.html, menyatakan dukungan atas kesatuan wilayah Indonesia dan menolak segala bentuk usaha u n tu k m e n g g an g g u k e u tu h a n w ilay ah Indonesia.37 Hal ini sesuai dengan salah satu prinsip dasar ASEAN, yaitu tidak akan ikut cam pur dalam perso alan internal ( noninterference principle ) tiap-tiap negara. Berdasarkan prinsip ini, isu Papua dianggap seb ag ai m a sa la h in te rn a l In d o n esia, meskipun permasalahan di Papua memiliki dimensi internasional. 2) Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) Peran PBB di Papua menjadi faktor sejarah yang sangat penting. Lembaga dunia inilah yang ikut “menyelesaikan” masalah wilayah Papua, terutam a sengketa antara Indonesia dan Belanda. PBB terlibat mulai d ari p em b en tu k an k o m isi PBB un tu k In d o n e sia y an g m era n ca n g adanya Konferensi Meja Bundar (KMB) tahun 1949 yang menyatakan bahwa akan menyetujui adanya transfer kedaulatan dari Pemerintah Belanda ke Pemerintah Indonesia. Kemudian dibentuk Komisi Administrasi PBB untuk penanda-tanganan P erjanjian New York tahun 1962, yang menyatakan bahwa Irian Jaya (sekarang Papua) menjadi bagian dari w ilayah Indonesia, hingga pengaw asan terhadap pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) di Papua tahun 1969.38 P ad a ta h u n 1968, PBB ju g a membentuk tim peninjau mengenai kondisi di Papua yang diketuai oleh Femando Ortiz S anz, seo ran g d ip lo m a t B o liv ia. Kemenangan Pemerintah Indonesia dalam Perjanjian New York inilah yang menjadi salah satu persoalan mendasar bagi tuntutan kemerdekaan rakyat Papua, yang menuduh bahw a PBB dan In d o n e sia m elakukan rekayasa perjanjian tersebut dan menuntut adanya reformasi di PBB. 37 www.asean.sec. 38 John Saltford, the UN and Indonesian Collaboration, United Nations Involvement With The Act O f SelfDetermination In West Irian. 51 3) Lembaga Keuangan Internasional Lembaga keuangan selain menyedia­ kan layanan perbankan bagi m asyarakat Papua, ju g a m em iliki program -program p en g em b an g an m a sy a ra k a t ( social development program), seperti World Bank, Asian Development Bank (ADB), IMF, dan Inter-Governmental Group on Indonesia (IG G I)39 atau Consultative Group on Indonesia (CGI). Program Bank Dunia di Papua bekerja sama dengan the Melanesia Interest Group ,40 m e lip u ti p ro g ram pembangunan ekonomi di bidang trasmigrasi ke wilayah Papua. Program ini ditentang oleh seb ag ian m a sy a ra k a t P apua karen a tra n sm ig ra si m eru p ak an b a g ian dari ekploitasi SDA Papua. Tuduhan serupa juga d ialam atkan pada ADB dan IM F yang m em berikan pinjam an untuk melakukan ekploitasi SDA karena pinjaman ini juga digunakan untuk membiayai militer yang menjalankan fungsi keamanan di Papua.41 Beberapa organisasi nonpemerintah yang berkepentingan dalam isu Papua adalah: 1) TAPOL (the Indonesian Human Rights Campaign) TA POL m eru p ak an L em baga Swadaya Masyarakat (LSM) yang berbasis di In g g ris .42 TA POL b ertu ju a n memperjuangkan program-program HAM d en gan m e n y eb a rlu a sk an p e rso ala n kekerasan HAM, termasuk persoalan HAM di Indonesia, khususnya di Papua Barat dan A ceh. S eb elu m n y a, TA PO L m em iliki program serupa di Timor Timur. Salah satu TAPOL mengenai Papua ad alah d ata dan in fo rm asi m engenai kekerasan HAM di Irian Barat yang dikirim ke pertemuan ke-57 Komisi HAM PBB, yang diselenggarakan di G eneva, Swiss pada 39 http://www.cwis.org 40 http://www.westpapua.net (or www.westpapua.org) 41 http//www.nadir.org 42 TAPOL memberikan informasi secara terbuka melalui website http://taDo1.en.apc.org/. 52 tanggal 29 M aret-27 A pril 2001. Dalam pernyataannya, TAPOL meminta Komisi HAM PBB untuk melakukan tindakan nyata terhadap Pemerintah Indonesia karena tetap melakukan kekerasan dan pelanggaran HAM di Aceh dan Papua.43Dalam kesempatan yang lain, lembaga ini menulis artikel dalam jumal online (Tapol 176, Agustus 2004) berjudul “Papua Menghadapi Masa Depan yang Tidak Jelas.” Artikel itu menjelaskan dilema masa depan Papua karena persoalan HAM yang serius, namun menyinggung pula mengenai tawaran otonomi khusus bagi P apua.44 2) Forum Asia Forum Asia merupakan organisasi regional HAM yang berada di Bangkok, Thailand45 sebagai salah satu keputusan hasil pertemuan organisasi HAM di Asia pada tahun 1992. Forum Asia ini mefokuskan diri pada w ahana proteksi terhadap tindakan kekerasan yang terjadi di w ilayah Asia. Lembaga ini juga merupakan wadah untuk m elak u k an sharing in fo rm asi ten tan g perkembangan HAM di Asia. Aktivitas yang dijalankan meliputi pelatihan HAM dengan standar PBB. Masalah HAM di Papua juga menjadi kajian serius yang diidentifikasikan sebagai salah satu fokus pem bahasan di Forum Asia. Forum ini juga mengeluarkan artikel mengenai persoalan HAM di Papua dan mengadakan pelatihan HAM di Papua. 3) Caritas Australia Caritas Australia atau the Catholic Agency for Overseas Aid and Development merupakan lembaga bantuan pembangunan yang d ik elo la G ereja K atholik. Dalam m en jalan k an b a n tu an n y a , lem baga ini didasarkan pada prinsip kebebasan bagi mereka yang tertindas. Caritas Australia bekerja sama dengan sekitar 154 organisasi 43 www.campeace.org/wparchive/statements_on.htm - 49k 44 http://tapol.gn.apc.org/, 45 Lihat http://www.forumasia.org. di berbagai negara dan wilayah di seluruh dunia. Program pembangunan kemanusiaan C aritas m eliputi kesehatan, m engurangi dampak kerusakan alam, konservasi nilai budaya, dan pelatihan bidang pertanian. Caritas juga membantu sektor pendidikan dan keagamaan di Papua, seperti workshop k e-em p at te n ta n g Peace Building and Development in West Papua b e rtem a “M enjaw ab K ekerasan di Papua B arat: D engar Pendapat D engan Suara L ain” . Dalam kasus Papua, Caritas tidak menolak atau mendukung kemerdekaan Papua, namun menjalankan program bantuannya di Papua b e rd a sa rk a n p rin sip k e ag am aan dan kem anusiaan.46 Namun demikian, dalam pernyataan resm i lem baga ini diindikasikan adanya dukungan pada kemerdekaan Papua secara tidak langsung karena pertanyaan mereka mengenai sejarah dan keabsahan Indonesia di P apua. K em u d ian ju g a k e b erad a an pendatang ( amber) sebagai suatu ancaman yang semakin mendesak posisi rakyat Papua serta keberadaan dan peran militer di Papua yang mengakibatkan pelanggaran HAM, dan penjarahan SDA secara masif47 yang akan merugikan masyarakat Papua di kemudian hari. 4) Inside Indonesia Lembaga ini didirikan sejak tahun 1983 dan berkantor pusat di Australia. Inside b e rk o se n tra si p ad a b id a n g p e n e rb ita n b e rk a ita n d en g an w ila y ah In d o n e sia, khususnya yang terkena dam pak konflik berkepanjangan. Inside menerbitkan jum al em pat b u la n an yang le b ih b e rs ifa t a k a d e m is.48 T u lisa n y an g p ern ah dipublikasikan antara lain: “Why West Papua Deserves Another Chance, West Papua in 46 http://www.caritas.org.au/ 47 Peter Zwart, caritas Aotearoa, http: www.converge.org.nz/pma/wp011204.doc+cari tas 48 Lihat www.insideindonesia.org. 1999, Whisky Friends-PNG Military and TNI Get Together. Raising the West Papua FlagEyewitness Account Demonstrations dan Pemberontakan Organisasi Papua Merdeka”. W alaupun tu lis a n te rs e b u t te rk e sa n mendiskreditkan Indonesia, sebagai institusi yang berlandaskan pada nilai-nilai akademis dan jurnalistik, lembaga ini tidak bersikap pro ataupun kontra dalam isu Papua. Lembaga ini memberikan informasi mengenai wilayah Papua seperti dalam Health Care in Irian Jaya yang tidak ada sangkut-pautnya dengan persoalan politik. 5) IC M IC A (G era k a n In te le k tu a l K a th o lik u n tu k In te le k k tu a l & Hubungan Budaya) ICMICA (Pax Romana) merupakan sebuah asosiasi internasional terdiri dari berbagai kalangan profesional dan intelektual Katholik. Lembaga ini berpusat di Genewa, Swiss.49 Institusi ini terbuka bagi individul dan kelompok beragama Katholik dengan berbagai aktivitas berupa tukar pendapat dan dialog kebudayaan dari profesi dan generasi A gam a K a th o lik . L em b ag a ini ju g a menjalankan aktivitas yang bersifat sosial untuk pemberdayaan masyarakat, advokasi, dan solidaritas perdam aian, dan sebagai jaringan pemikiran. M asalah di Papua juga tidak luput dari perhatian asosiasi ini. Dalam pertemuan kom isi H A M PBB di G enew a, SwiSs, lem b ag a ini sec a ra tid a k lan g su n g menyebutkan bahwa kekerasan di berbagai dunia, term asuk di Papua harus diambil tindakan yang tegas.50 6) Pusat Sumber Daya Pembangunan [Dev-Zone & GEC] Pusat Sumber Daya Pembangunan atau D ev-Zone & GEC m engkhususkan kegiatannya pada pendidikan dan menjadi 49 Lihat www.paxromana.org. 50http://:www.campeace.org/wparchive/ statements on.htm+ICMICA. 53 pusat informasi. Lembaga ini berpusat di Aotearoa, New Zealand. Lembaga ini tidak memiliki sikap yang jelas dalam isu Papua, namun memiliki banyak informasi tentang ja rin g a n dan le m b a g a-lem b a g a yang mendukung kemerdekaan Papua, seperti, the Diary o f Online Papua Mouthpiece (DoOPM), Free WestPapua, International Action fo r West Papua, Papua Press Agency, the Free Papuan Movement/OPM, WestPapuan Action serta lem baga-lem baga lain yang mendukung perjuangan rakyat P apua.51 D ev -Z o n e & G EC ju g a m em publikasikan tulisan yang berjudul Irian Jaya: United. Nations Involvement with the Act o f Self-Determination in West Irian (Indonesian West New Guinea) 1968 to 1969. Tulisan ini mempertanyakan masuknya Irian Jaya ke Indonesia dan kesalahan PBB dalam proses politik di Papua. 7) Pan-African Coallitionfor the Liberation o f West Papua (PACLWP) Koalisi Pan-Afrika untuk Kebebasan Papua Barat terdapat di Afrika. PACLWP merupakan bagian dari sebuah institusi yang bernama theAfrican Diaspora. Lembaga ini secara tegas mendukung kemerdekaan Papua melalui hak penentuan nasib sendiri bagi ra k y a t P apua. L em baga ini ju g a mempertanyakan Pepera di Papua yang hanya dihadiri oleh 1025 penduduk dari total penduduk di Papua sekitar 700 ribu orang pada saat itu. Hal itu m erupakan bentuk pengkebirian hak penduduk Papua. B eberapa fokus p e rso ala n yang menjadi dasar tuntutan PACLWP adalah kejahatan kemanusiaan yang terjadi di Papua sebagai salah satu bentuk dari genosida, k e k erasan yang d ila k u k a n o leh T N I, eksplorasi dan ekploitasi SDA Papua, dan terdesaknya populasi penduduk asli Papua dengan pendatang dari berbagai wilayah di Indonesia. Salah satu aktivitas PACLWP 51 http://www.dev-zone.org/ 54 dalam mendukung Papua merdeka adalah mengorganisasi demonstrasi di depan kantor konsulat Indonesia di Los A ngeles pada tanggal 28 November 2003 dan 1 Desember 2003. Namun keberadaan lembaga ini sulit dilacak apakah berada di A frika atau di Amerika Serikat. 8) Organisasi Papua Merdeka di Belanda OPM di Den Hag, Belanda dengan je la s m en d u k u n g “ p e rju a n g a n ” Papua m erdeka. Fokus OPM ini adalah untuk m endapatkan dukungan internasional, 52 khususnya dari Eropa. Dalam salah satu dokumennya, kelompok ini menyebutkan bahw a Papua bukan m erupakan wilayah Indonesia adalah karena faktor b udayaperbedaan budaya antara penduduk asli Papua dan penduduk Indonesia lainnya. K elo m p o k ini ju g a m e n g g u n ak an isu kerusakan lingkungan akibat dari eksplorasi dan ekploitasi SDA Papua sebagai salah satu propaganda dalam perjuangannya. 9) The Uniting Church Australia The Uniting Church Australia dibentuk sejak tahun 1997 terdiri dari Gereja Kongregasion, Gereja Methodis, dan Gereja P resb ite ria n y an g b e rp u sat di Sydney, Australia. Lembaga ini memiliki komitmen terhadap persoalan lingkungan, dukungan terhadap persamaan nasib, membantu etnis minoritas dan orang-orang yang terpinggirkan di berbagai belahan dunia. Organisasi ini juga menjalankan programnya di wilayah Papua dan berkeija sama dengan gereja lokal, seperti Gereja Kristen Evangelis. Program dipusatkan pada penanganan persoalan k e se h a ta n , te ru ta m a H IV (A ID S ) dan masalah pendidikan di P ap u a.53 52http://'www.fas.org/irp/world/para/papua. htm. 53http:www.nat.uca.org.au. 10) Indonesian House Indonesian House adalah sebuah kantor berita yang fokus pemberitaannya mengenai kondisi dan berbagai persoalan di Indonesia, termasuk di Papua. Lembaga ini berada di Amsterdam, Belanda.54 Sebagai kantor berita, lembaga ini tidak memiliki p o sisi m en d u k u n g a tau p u n m enolak kem erdekaan Papua. Indonesian House memberikan informasi secara terbuka kepada semua pihak di seluruh dunia, term asuk m em berikan k e se m p a tan k ep ad a John Rumbiak, tokoh pro-m erdeka, yang juga supervisor ELSAM dalam artikel berisi hasil wawancaranya dengan Parlemen Eropa pada tanggal 1 Oktober 2003, berjudul Papua: Developments Resolution.55 A ffecting Conflict 11) Minority Rights Group International Lembaga yang berbasis di Inggris ini m engkhususkan perjuangannya terhadap hak-hak kelom pok m inoritas di seluruh dunia, yakni m em astikan hak kelom pok m inoritas berdasarkan etnik, agam a dan bahasa di seluruh dunia.56Lembaga ini sudah bekerja di 60 negara di seluruh dunia. Lem baga ini pernah m enjadi konsultan ECOSOC dan peninjau di Komisi HAM di Afrika. Aktivitasnya yang berkaitan dengan Papua adalah mempromosikan kelompok minoritas dan penduduk asli Papua di forum internasional, melakukan advokasi mengenai kebutuhan hak-hak kelompok minoritas di Papua. Pada 18 Mei 2001, MRG menyatakan akan memperjuangkan keberadaan dan hak penduduk asli P a p u a ,57 sebagai akibat dari k eb ija k an P e m e rin ta h In d o n e sia dan pengaruh globalisasi. 54 Lihat http://www.indonesia-house.org 55 Ibid. 56 Lembaga ini berpusat di London, Inggris dengan e-mail: [email protected]. 57 http://www.campeace.org/wparchive/ minority rights.htm. MRG juga mempeijuangkan wilayah Papua sebagai zona damai,58 dari berbagai aksi tindakan militer yang dilakukan oleh pihak-pihak yang bertikai, untuk itu MRG m e m p e rta n y ak a n k e p ad a p e m erin ta h Indonesia tentang keberadaan dan peran m iliter di Papua yang dianggap sebagai ancaman bagi penduduk asli dan menolak pembagian Papua menjadi beberapa provinsi dan mengembalikan kembali menjadi satu kesatuan wilayah. 12) Kantor Informasi Internasional OPM K e b era d a an lem b ag a ini tid a k d ik e ta h u i sec a ra p a sti. N am un dalam konferensi pers pada 1 Februari 2000, J. H. Prai, Direktur Kantor Informasi Internasional OPM di Swedia menyerukan penghentian p elan g g aran dan k ejah atan HAM yang d ilak u k an o leh TN I k ep ad a p en duduk Papua.59 Pernyataan tersebut beijudul “ West Papuan ’s Desire Autonomy and End to Indonesian Military Operations". 13) Unrepresented Nations and Peoples Organization (UNPO) UNPO berpusat di Den Hag, Belanda. Lembaga ini merupakan wadah bagi para p en d u d u k asli, n eg ara ja ja h a n , negara b erd au lat dan m in o ritas serta w ilayahw ilayah p ro tek si atas hak bu d ay a dan kemanusiaan yang tidak memiliki perwakilan di fo ru m in te rn a sio n a l. U N PO m en g ­ g o lo n g k an m a sy a ra k a t P ap u a seb ag ai penduduk yang terpinggirkan dan yang perlu diperhatikan. Untuk itu, UNPO memberikan berbagai informasi atau artikel, seperti West Papua: Indonesia ’s 1969 Takeover o f West Papua Not by “Free Choice” dan West Papua: Amnesty International Report 2004. U N PO ju g a m e lih a t p e rso ala n masuknya wilayah Papua ke Indonesia akibat dari dukungan AS kepada Indonesia untuk 58 http://www.minoritv.riEhts.org. 59 http://www.campeace.org/WParchive/OPM_IIO.htm. 55 m engam bil-alih w ilayah Irian Barat dari B elan d a. S elain itu , U N PO ju g a m empertanyakan validitas Indonesia dan menyebutkan proses integrasi sebagai bentuk o kupasi w ilay ah yang d isertai dengan pelanggaran HAM di P apua.60 14) WestPapua Action WestPapua Action berm arkas di Irlandia61 dan lem baga ini secara tegas mendukung kemerdekaan dan perjuangan ra k y a t P apua. D alam salah satu kampanyenya, koordinator lembaga aksi ini, Mark Doris menyebutkan bahwa masuknya Papua ke Indonesia adalah sebuah peristiwa yang digalang oleh PBB dan negara yang berkepentingan untuk memaksakan Papua m asuk ke w ila y ah In d o n e sia. D engan demikian, pelaksanaan Pepera yang hanya dihadiri oleh 1.025 orang adalah peristiwa yang tidak adil dan karena adanya intimidasi. WestPapua Action ju g a m en g ­ ungkapkan terjadinya pelanggaran HAM di Papua selama ini yang sudah menewaskan lebih dari 300.000 jiw a rakyat Papua yang memerlukan perhatian internasional untuk menghentikannya. WestPapua Action juga m enganggap tra n sm ig ra si m erupakan ancaman terhadap masa depan penduduk asli Papua.62 U ntuk m endapatkan dukungan internasionalnya, WestPapua Action berusaha mendapatkan dukungan Pemerintah Irlandia dan beberapa anggota Parlemen Irlandia serta Perleman Eropa. Lembaga ini bekerja sama dengan PaVO (Belanda) dan TAPOL untuk mendukung perjuangan rakyat Papua. Pada tahun 2001, organisasi ini m engadakan pertem uan internasional atas Solidaritas Papua Barat di Jerm an.63 60 D okum en P ress R elease “3 5th A n n iversary o f Controversial Vote and Annexation, Secret Files Show U.S. Support for Indonesia, Human Rights Abuses by Indonesian Military, Brand Symson (ed.), dikirim pada 9 Juli 2004. 61 Lihat http://westpapuaaction.buz.org. 62 http://westpapuaaction.buz.org. 63 Ibid. 56 15) The Pacific Concerns Resource Centre (PCRC) PC R C a d ala h lem b ag a yang m e n fo k u sk an d iri p ad a p e rso ala n dem ilitarisasi, dekolonisasi, konservasi lingkungan, pengembangan SDM, HAM dan pembangunan pemerintah yang bersih dan berwibawa. Lembaga yang berpusat di Fiji64 didirikan pada tahun 1980 di Hawai. Papua m enjadi salah satu fokus daerah kajian, nam un lem baga ini tid ak dalam posisi m em ih ak atau m en o la k tu n tu tan kemerdekaan Papua. Perhatian pada kasus Papua sesuai dengan prinsip aktivitasnya. PCRC pernah menyelenggarakan worskhop dengan tema “The Dynamics o f Conflict in West Papua: Prospects fo r the Future, yang b e k e rja sam a d en g an South Pacific University dan Universitas Nasional Papua pada bulan Oktober 2004.65 16) Asosiasi Papua Barat Australia A so sia si P ap u a B arat A u stralia merupakan salah satu lembaga terbesar yang m em iliki p erh atian terhadap Papua dan memiliki jaringan yang tersebar di seluruh Australia, Belanda, dan Amerika Serikat. Lembaga ini merupakan lembaga nonpolitik dan n o n ag am a. K o m itm en n y a adalah m endukung p em b erd ay aan m asyarakat Papua m elalui penyebaran inform asi di berbagai media massa. Meskipun demikian, dalam kenyataannya, lem baga ini tidak sepenuhnya berpegang teguh pada asas organisasi, yaitu nonagama dan nonpolitik, seb ag ai co n to h , lem b ag a ini b eru sah a m en ek an P e m e rin ta h A u stra lia dalam k a ita n n y a d en g an p e m b en tu k an tim investigasi peristiwa pembunuhan di Timika dan kasus kekerasan di Papua.66 Selanjutnya, kelom pok ini ju g a b eru sah a m em baw a persoalan Papua ke lembaga PBB, seperti 64 Lembaga ini berkantor di Suva, wilayah Fiji sejak tahun 1993. Namun sebelumnya berada di Auckland. NZ. 65 http://www.pcrc.org.fl. 66 http://www.zulenet.com/awpa/wpglue.html. K om isi H A M , K elo m p o k K erja PBB m engenai populasi penduduk asli, dan Komite Dekolonialisasi PBB,67 yakni untuk m engkaji m asalah P apua sec a ra lebih mendalam. 17) Cambridge Campaign and Peace (Campeace) Campeace berpusat di Cambridge, Inggris dan didirikan pada M aret 1999, sebagai respons atas konflik internasional yang terjadi di berbagai wilayah dunia. Saat ini, C am peace m em iliki p erw akilan di A ustralia. Sebagai lem baga yang mengk am panyekan p e rd a m aia n di b erb ag ai belahan dunia, Campeace juga mengulas persoalan yang ada di Papua, terutama halhal yang berkaitan dengan pelaksanaan HAM di Papua.68 20) West Papua Action NetWork (Westpan) Westpan adalah lembaga yang secara je la s dan tegas m endukung perjuangan kemerdekaan Papua. Westpan berpusat di K anada.69 Tujuannya adalah m endukung perjuangan hak-hak rakyat papua, melakukan lobi di tingkat internasional untuk merevisi k em bali “Act o f Fee C hoice” dan mempengaruhi Pemerintah Kanada dan LSM yang berada di Kanada untuk mendukung p erju a n g an ra k y a t P a p u a .70 W estpan m enekankan k esad aran p u b lik tentang ketidakadilan ekonomi dan sosial yang terjadi di Papua selama ini. III. Peran dan Kepentingan Aktor Internasional di Papua Berdasarkan peran dan kepentingan p ara ak to r asin g di P apua, p e rso ala n persoalan yang menjadi perhatian mereka 67 www. cs. utexas. edu/users/cline/papua/letter. htm. 1,8http://www.camDeace.org/westpapua.html . 69 Westpan memiliki dua lokasi di Kanada: Pacific People’s Partnership, Suite 407 620 View Street, Victoria dan KAIROS Canada, 129 St. Clair Ave, West Toronto. 70 http://westpapua.ouvaton.org. dapat dibagi ke dalam empat kategori isu utama, yaitu politik (sejarah integrasi dan identitas politik Papua), keamanan (siklus k e k e ra sa n p o litik dan k a su s-k a su s p e lan g g a ra n H A M b e ra t), bu d ay a (diskriminasi ras dan budaya - Papuanisasi vs Indonesianisasi), ekonomi (penguasaan dan e k sp lo ita si p o te n si dan k ek ay aan ekonom i Papua oleh orang non-Papua). K o m p le k sitas k asu s P ap u a sem akin bertambah karena adanya korelasi erat antara satu masalah dengan masalah lain, seperti isu politik dan keamanan, maupun isu politik dan ekonomi. Namun berdasarkan laporan tim kajian Papua LIPI, terdapat satu persoalan lagi dalam kasus Papua, y aitu m asalah psikologis atau trauma yang disebabkan oleh tindakan kekerasan atau pendekatan militer yang sangat dominan di Papua. Hal ini telah membentuk traum a kolektif yang dikenal dengan istilah memoria passionis. O p erasi m ilite r di P apua diindikasikan telah mengakibatkan terjadinya pelanggaran HAM di Papua baik dalam b e n tu k in tim id a s i, p e n y ik sa a n dan pembunuhan. Kondisi sosial dan ekonomi masyarakat Papua yang secara keseluruhan masih dalam keadaan tidak sejahtera atau miskin telah menjadi fakta yang menarik p e rh a tia n pihal*: asin g . P erlak u an diskrim inatif, baik secara rasial maupun budaya, turut memberikan justifikasi atas te rja d in y a a k si-a k si p o litik m en u n tu t kemerdekaan bagi Papua dan mendapatkan simpati dari pihak internasional. Demikian juga dalam isu sejarah politik Papua, di mana p ro se s in te g ra si o leh k elo m p o k yang m enentang hasil Pepera, dianggap cacat hukum dan tidak memenuhi kaidah-kaidah hukum internasional yang adil. Selanjutnya, kerusakan alam akibat eksploitasi SDA secara besar-besaran baik di sektor tambang maupun hutan, telah menyebabkan publikasi isu Papua tersebar secara luas di dunia. Pemberian visa sementara kepada 42 Warga Negara Indonesia (WNI) asal Papua beberapa bulan lalu merupakan bukti betapa kompleksnya persoalan Papua karena faktor 57 politik dan keamanan yang dijadikan alasan oleh para pencari suaka tersebut. Kejadian itu ju g a m en u n ju k k an b e tap a kuatn y a dimensi internasional kasus Papua. Alasan 42 orang Papua untuk m endapatkan suaka politik dari Pem erintah A ustralia adalah k arena m asalah k ek erasan p o litik dan genosida yang terjadi di Papua. Sebaliknya, Pemerintah Indonesia mengatakan bahwa k ep erg ian m erek a ke A u stra lia leb ih disebabkan oleh faktor ekonomi atau untuk m eningkatkan k esejahteraan sosial dan ekonom i. A dapun Pem erintah A ustralia beralasan bahwa pemberian visa sementara tersebut karena alasan kemanusiaan karena orang-orang Papua yang datang ke Australia dikategorikan sebagai pengungsi. Persoalan ekonomi di Papua terkait erat dengan masalah kemiskinan, disparitas ekonomi dan pembangunan antara daerah P ap u a d en g an d a e ra h -d a e ra h la in di Indonesia. Di bidang pengelolaan SDA Papua, kebijakan pemerintah dinilai lebih b erp ih ak pada p e b isn is/p em o d al besar k e tim b a n g p ad a m a sy a ra k a t Papua. Akibatnya dalam kepentingan bisnis asing, masyarakat Papua sering kali terabaikan, m isalnya dalam pengam bilan keputusan menyangkut kepemilikan atas tanah adat, mereka tidak dilibatkan dalam proses dan kontrak bisnis yang dilakukan, padahal mereka adalah pemilik tanah adat di Papua. S e b a lik n y a , P e m e rin ta h (P u sa t) dan pengusaha memberi label pada orang Papua sebagai p rim itif dan tra d isio n a l (tid ak m odern). A kibatnya orang Papua ju stru dianggap sebagai beban pemerintah. Penguasaan dan pengelolaan sumber tam b ang dan h u tan P ap u a, b aik oleh pengusaha nasional maupun yang bekerja sam a dengan p e n g u sa h a in te rn a sio n a l m engakibatkan pem bagian hasil/im balan yang tidak layak antara orang Papua dengan p ara p e b isn is te rse b u t. P e ru sa h aa n intemasional/multinasional di Papua seperti PT Freeport Indonesia (PTFI) merupakan pem bayar p ajak te rb e sa r di Indonesia. 58 Pemasukan dari pajak yang diterima oleh negara/pemerintah dari PTFI mencapai antara US$ 700-U SS 800 setiap tahun. Secara keseluruhan, daerah Papua menyumbang sekitar 24 triliun rupiah untuk devisa negara dari sektor tambang. Namun, masyarakat Papua tetap tergolong masyarakat miskin (sangat miskin) secara ekonomi. Masalah kemiskinan dan kelaparan di Papua mungkin bukan menjadi tanggung jaw ab Freeport, nam un dem ikian, k aren a F reep o rt ikut menikmati hasil bumi Papua maka Freeport k erap d itu d in g seb a g a i p ih a k yang b e rta n g g u n g ja w a b d alam p e rso ala n ketidakadilan ekonomi dan rendahnya tingkat kesejahteraan hidup orang Papua. Tudingan k ep ad a F re e p o rt seb a g a i p en y eb ab ketidaksejahteraan orang Papua berkaitan juga dengan masalah kerusakan lingkungan hidup akibat limbah tambang (tailings), yang mencemari danau dan sungai-sungai karena p e n u m p u k an lim b ah te rs e b u t (S ungai A ghaw aghon).71 Tuntutan penutupan PT Freeport beberapa waktu lalu dipicu oleh la ra n g a n b ag i p a ra p en am b an g lia r menambang di daerah limbah. Kerugian lainnya adalah kerusakan lingkungan sulit sekali diperbaiki. Kerusakan ini berkaitan dengan kepercayaan tradisional suku Amungme mengenai gunung tersebut yang masih dianggap keramat oleh mereka. Eksploitasi SDA di sektor hutan (pembalakan liar) secara besar-besaran oleh perusahaan kayu yang dikuasai oleh Mr. Wong Group dari Malaysia telah menyebabkan kerusakan/ pencemaran lingkungan, termasuk punahnya sebagian flora dan fauna asli Papua yang merupakan sumber hidup utama orang Papua secara tradisional, seperti sagu, damar, dan ikan. Dimensi ekonomi konflik di Papua m e n jad i sem ak in k o m p le k s d engan kehadiran dan keterlibatan TNI dan Polri yang bukan hanya bertujuan untuk menjaga 71 Lihat Benedetti (10 Januari 2005). “The Ecological Tragedy o f R esource E xtraction in West Papua”, WestPAN: Canada’s West Papua Action NetWork, h. 1-2 keamanan di Papua, melainkan juga untuk melakukan aktivitas bisnis di Papua. Terdapat ju s tifik a s i te n ta n g k o re la si a n tara kepentingan m em pertahankan keutuhan NKRI dan kepentingan mem pertahankan keuntungan ekonomi aparat militer dan polisi di Papua. Selain karena keuntungan finansial yang diperoleh dari aktivitas bisnis (legal m aupun ile g a l), dalam k e n y ata a n n y a k eh ad iran m erek a m akin k u at k aren a d ik e h en d a k i oleh p a ra p e lak u b isn is (p en g u sah a tam b an g dan k ay u ) un tu k m elan cark an a k tiv ita s b isn is m ereka, misalnya dengan “mendatangkan” petugas keam anan un tu k m en g h ad ap i tu n tu tan m asy arak at tra d is io n a l. U n tuk b iay a keamanan ini, PT Freeport, misalnya, harus mengeluarkan uang sebesar 4,7 juta dollar Amerika pada tahun 2001 dan meningkat menjadi 5,6 juta dollar Amerika pada tahun 2002.72 Dimensi ekonomi konflik di Papua juga terkait dengan perdagangan hasil budaya dan k e se n ia n tra d is io n a l P apua yang menguntungkan bagi para pemodal/pebisnis non-Papua. Perdagangan hasil kesenian dan budaya tradisional Papua melanggar HAM Papua karena sebagai pemilik budaya dan kesenian tradisional Papua, seharusnya merekalah yang paling berhak menikmati keuntungan ekonomi tersebut. IV. S trategi In d o n esia M en gh ad ap i K em u n gk in an T erb u ru k dalam Kasus Papua M erujuk pada salah satu definisi kebijakan luar negeri sebagai sesuatu yang sama dengan atau paralel dengan prioritasprioritas domestik maka penanganan konflik dan pembangunan di Papua harus menjadi bagian dari p e rju an g an dan diplom asi Indonesia dalam jangka panjang. Dukungan internasional dan pengakuan atas negara merupakan salah satu fondasi dasar dalam hubungan d ip lo m atik . O leh sebab itu, dukungan negara asing atas integrasi wilayah NKRI akan menjadi indikator yang penting d alam p e n y e le sa ia n isu P ap u a secara internasional. N am un dem ikian langkah d ip lo m a si ini h aru s d iik u ti d en g an pembangunan ekonomi dan kesejahteraan daerah Papua secara tepat dan nyata. Politik luar negeri memiliki dua hal utama, yaitu kepentingan nasional dan etika/ m oral. B erdasarkan hal ini, tiap negara h endaknya m em p erh atik an etika/m oral dalam membina hubungan antamegara yang sehat sehingga kepentingan nasional dapat tercapai. D em ikian pula dalam m enjaga hubungan bilateral Indonesia dengan negaranegara asing, harus memperhatikan etika hubungan antamegara yang semakin lama semakin tidak diperhatikan, terutama karena a lasa n m em p e rta h an k a n k ep en tin g an nasional. Australia misalnya, sebagai negara besar (major power) sudah selayaknya membantu proses pembangunan ekonomi daerah Papua, apalagi Papua sudah memiliki Undang-Undang (UU) Otonomi Khusus dan Majelis Rakyat Papua (MRP). Pembangunan empat sektor - pendidikan, kesehatan dan g iz i, in fra s tru k tu r dan p em b erd ay aan ekonomi rakyat - menjadi prioritas utama sesu a i d en g an UU O to n o m i K husus. Australia sendiri menjadi salah satu pemberi bantuan dana otonomi khusus selain negaranegara Uni Eropa. Secara formal, hampir semua negaranegara asing tetap m endukung keutuhan N K RI, kecuali em pat negara di Pasifik (Vanuatu, Nauru, Tuvalu, dan Kepulauan Cook), meskipun dukungan tersebut tidak bersifat permanen. Australia sebagai “deputy sheriff" di Asia Pasifik seharusnya dapat meyakinkan masyarakat di negara-negara di P a sifik S e la ta n te rs e b u t, term asu k m a sy a ra k a tn y a se n d iri u n tu k tid ak mendukung gerakan Papua merdeka, apalagi sebagian negara-negara di Pasifik Selatan banyak yang tergolong sebagai failed States. B erd a sa rk a n p o sisi stra teg is In d o n e sia b ag i k e p e n tin g a n ekonom i 72Ibid., h. 2. 59 Australia maka dapat diperkirakan bahwa Pemerintah Australia tidak akan membiarkan hubungan politik dalam kasus Papua ini b e rla ru t-la ru t. P o sisi g e o g ra fis (geoek o nom i) In d o n e sia m em punyai n ilai strategis bagi Australia, terutama jalur Selat Makassar di bagian timur Indonesia yang m eru p ak an ja lu r u tam a p e rd a g an g a n Australia menuju dan dari Asia Timur dan Timur Tengah. Hubungan bilateral IndonesiaAustralia di bidang ekonomi meliputi sektor perdagangan dan investasi, meskipun tidak te rla lu sig n ifik a n v o lu m en y a b ila dibandingkan Jepang dan Singapura. Ekspor Australia ke Indonesia berkembang dalam sektor perdagangan jasa, pendidikan, dan pariwisata. Investasi Australia di Indonesia terdapat di sektor tam bang nonm inyak, industri kimia, logam dan pabrikan, hotel, re sto ra n , dan tra n s p o rta si. In d o n esia merupakan pasar cukup besar bagi jasa dan produk mewah dari Australia, terutama bagi se k ita r 3 0 -4 0 o ran g In d o n e sia yang berpenghasilan sangat tinggi. Namun bagi Indonesia, pasar Australia hanya terbatas pada properti, portofolio, investasi pakaian, pembuatan baterai, dan ekspor ternak. Di b id an g in v e sta si tam bang, P eru sah aan R io T into dari A u stra lia menguasai saham Freeport McMoran sebesar 40 persen di bursa saham di New York. Selain memiliki saham di Freeport, perusahaan A u stralia - W oodside P etroleum L td .m en jadi salah satu p e ru sa h a a n dalam konsorsium LNG Tangguh, di Teluk Bintuni untuk memasok kebutuhan LNG di provinsi G uangdong, China selama lebih dari 25 tahun. Adapun Pertamina, Indonesia dan BP Plc (Perusahaan Inggris-A m erika) mensupply LNG ke provinsi Fujian, China. Di bidang kesehatan, Pem erintah A ustralia m elalui A usA ID m em berikan bantuan di bidang penanganan penyebaran virus H IV /A ID S , b aik secara nasional maupun secara khusus di Papua karena Papua tercatat sebagai daerah yang memiliki tingkat penyebaran atau angka penderita HIV/AIDS 60 tertinggi di Indonesia. A dapun di sektor pendidikan, Australia memberikan beasiswa kepada orang-orang Indonesia untuk belajar di u n iv e rsita s-u n iv ersita s di A ustralia, term asuk kepada perw ira m iliter untuk m e n g ik u ti p e n d id ik a n dan la tih a n di Australia. Pada A p ril 1997, P em erin tah Indonesia dan Australia meresmikan kerja sama pem bangunan bernam a “Australia Indonesia Development Area ” (AIDA) yang m eliputi D arw in dan b eb erap a kota di wilayah Indonesian bagian timur, seperti Kupang, Ambon, dan Jayapura yang masih sangat terbatas perkembangannya. Apalagi dengan teijadinya konflik komunal di Ambon pada 1998, keija sama tersebut boleh dibilang tidak menghasilkan manfaat apa pun, baik bagi Indonesia maupun Australia. Untuk menghadapi internasionalisasi kasus Papua maka Pem erintah Indonesia harus melakukan antisipasi secara nasional maupun dengan memperkuat diplomasi, baik secara bilateral (antamegara ataupun lembaga internasional) dan secara multilateral, yakni melalui forum regional dan internasional. Pemerintah Indonesia sendiri harus memiliki pemahaman yang akurat mengenai persoalan yang mendasar di Papua. Hal ini penting un tu k dapat m encapai k eputusan yang terpadu dalam m enyelesaikan persoalan politik dan ekonomi di Papua. Selain itu, p em ah am an y an g a k u ra t m engenai perkembangan situasi politik dan ekonomi di Papua akan meningkatkan bobot diplomasi In d o n esia di lu ar n eg eri. S elanjutnya, Pemerintah harus melakukan pembenahan ke dalam (self-correction), terutama dalam hal koordinasi dan ev alu asi k ebijakan dan im p le m e n ta sin y a di Papua. A k h irn y a, Pemerintah perlu menentukan langkah untuk m enyelesaikan k o n flik di Papua dalam ja n g k a p a n ja n g , m isa ln y a dengan membicarakan kesepakatan kerja dengan PT Freeport. Selanjutnya, dipublikasikan agar sem akin banyak pihak yang memahami duduk p erso alan di F reeport, term asuk keterlibatan Australia di Freeport maupun di LNG Tangguh. Dimensi internasional kasus Papua bukan hanya karena keberadaan PT Freeport Indonesia di Timika, Kabupaten M imika yang kepemilikan sahamya sebagian besar dikuasai oleh AS, namun terdapat beberapa hal lain yang menambah derajat internasional persoalan di Papua, yakni letak Papua Barat (West Papua) yang berbatasan langsung dengan Papua Nugini (PNG). Perbatasan darat dimanfaatkan oleh para pelintas batas/ pencari suaka dari Papua ke Australia melalui PNG. Antara 1984-1986 terdapat lebih dari 12 ribu pencari suaka (asylum seekers) asal Papua yang tinggal di di kamp pengungsian di East Awin, PNG. Namun masih ada sekitar 8000 pengungsi dan pencari suaka dari Papua yang tinggal di daerah East Awin, PNG namun tidak diberitakan oleh media.73 K eam anan w ila y ah p e rb a ta sa n menjadi persoalan penting bagi Indonesia, terutama dikaitkan dengan keberadaan OPM. Pemberian visa sementara kepada 42 WNI asal Papua tidak lepas dari dukungan LSM Australia, Green Party dan jaringan OPM di Australia. Kelompok pro-demokrasi di Papua yang m em perjuangkan Zona Damai ikut m em perkuat diplom asi Papua di tingkat internasional terutama melalui pemaparan tentang sejarah integrasi Papua ke wilayah Indonesia (Pepera 1969). Perjuangan melalui jalur diplomasi luar negeri ini dilakukan oleh PDP. P em b erian v isa sem en tara berdampak pada memburuknya hubungan bilateral Indonesia-Australia. Meskipun ada upaya di tingkat pemerintahan kedua negara untuk membicarakannya kembali, namun publik sudah mengetahui bahwa Indonesia dan Australia selama ini gagal menciptakan kom unikasi p o litik yang e fe k tif. B agi Pemerintah Indonesia harus diakui bahwa ada persoalan di Papua yang belum ditangani secara m enyeluruh sehingga menyimpan p otensi yang b esar un tu k m eledak dan menjadi isu besar. Pemberian visa sementara kepada 42 WNI asal Papua bukanlah yang p ertam a te rja d i, term asu k p ara korban kerusuhan politik Mei 1998 yang melarikan diri ke A ustralia kem udian mendapatkan Permanent Residence (PR) Australia. Selain persoalan komunikasi politik y an g b u ru k , te rn y a ta A u stra lia leb ih mementingkan stabilitas politik di dalam negerinya. Tekanan dari Partai Hijau dan para a k tifis H A M di A u stra lia m am pu m en g alah k an k e p e n tin g a n P em erin tah Australia untuk menjaga hubungan baiknya d en g an In d o n e sia seb ag ai te ta n g g a terdekatnya. Tindakan A ustralia tam pak sangat tidak bersahabat dan tidak sensitif, nam un bagaim anapun perbedaan sistem p o litik a n ta ra k e d u a n e g a ra san g at berpengaruh dalam memahami persoalan ini. Memburuknya hubungan IndonesiaAustralia akhir-akhir ini merupakan bukti bahw a kedua negara m em ang m em iliki sistem politik dan budaya politik yang sangat berbeda. Namun Indonesia dan Australia tidak dapat menghindari fakta bahwa mereka bertetangga, bahkan sangat dekat secara geografis. Selain itu, Australia belum dapat mengurangi kedekatan dan ketergantungan­ nya terhadap Amerika Serikat. Sepak terjang AS di Asia, termasuk kebijakannya terhadap Indonesia dalam kasus pelanggaran HAM di Timor Timur dan masalah terorisme, telah membuat Australia bersikap dan bertindak agresif terhadap Indonesia. Kawasan Asia Pasifik memiliki peran yang stategis dengan wilayah Papua karena kedekatan geografis, kedekatan sejarah p e rsam a a n b u d a y a, dan p e rsa u d a ra a n M elanesia (Melanesian Brotherhood). Hal inilah yang menjadikan hubungan dengan negara-negara di Pasifik Selatan memiliki arti khusus bagi OPM karena beberapa negara di kawasan tersebut mendukung perjuangan rakyat Papua untuk merdeka. 73 Institute for Social Research, Swinbume University o f Technology (13 April 2006), www.apo.org.au. h. 1 61 Mengingat pentingnya peran negaranegara Pasifik Selatan dalam persoalan Papua maka Pemerintah RI juga telah mengirimkan wakil dalam pertemuan KTT Pacific Islands Forum ke-31 pada akhir Oktober 2000 di Tarawa, K iribati. Pem erintah Indonesia berusaha mendekati negara-negara anggota Forum Pasifik Selatan (Australia, Kepulauan Cook, N egara Federasi M ikronesia, Fiji, Kiribati, Nauru, Selandia Baru, Nieu, Palau, P apua N u g in i, R e p u b lik K ep u lau an Marshall, Samoa, Solomon, Tonga, Tuvalu, dan Vanuatu). Melalui forum ini, Pemerintah Indonedia berusaha meredam upaya PDP dalam meng-intemasionalisasikan isu Papua. F orum p e rte m u an te rs e b u t a k h irn y a mengeluarkan pernyataan yang positif bagi Indonesia, yakni p ern y ataan dukungan integritas teritorial Indonesia dan menetapkan PDP sebagai kelom pok separatis. Dalam forum itu, Menteri Luar Negeri (Menlu) RI menyampaikan permintaan resmi Pemerintah RI untuk menjadi mitra dialog pada forum pertem uan PIF, yang diharapkan dapat m em buka jarin g an institusional dengan negara-negara di Pasifik Selatan.74 S ecara b ila te ra l, P e m e rin ta h Indonesia juga melakukan lobi dan meminta negara-negara asing untuk tetap menjaga k o m itm en m erek a d alam m en d u k u n g kedaulatan Indonesia di Papua. A dapun secara multilateral dilakukan melalui forumforum, seperti ASEAN, ASEAN Regional Forum (ARF), pertemuan tingkat Menteri ASEAN-EU, PBB, dan GNB. V. Beberapa Catatan Akhir Internasionalisasi persoalan lokal di Papua sulit dicegah karena derasnya arus in fo rm asi dan k em aju an te k n o lo g i komunikasi. Peristiwa di suatu negara dapat d en gan m udah m en jad i m o tiv a si bagi munculnya gerakan politik serupa di negara lain. K edatangan 42 WNI asal Papua ke 74 Pernyataan pers Menteri Luar Negeri RI (2002). Refleksi Departemen Luar Negeri tahun 2002. 62 A u stralia pun m em anfaatkan kem ajuan in fo rm asi dan te k n o lo g i k o m u n ik asi, terutama dengan keberadaan kelompok pro m erdeka di N egeri K anguru itu. Namun h u b u n g a n a n ta m e g a ra b u k an h anya ditentukan oleh pemerintah, melainkan juga oleh masyarakat (people to people relations). yang selama ini sudah teijalin erat. Namun Pem erintah Indonesia pun harus mampu membuktikan bahwa Papua tidak akan lagi menjadi “daerah tertinggal” di Indonesia. Kondisi riil di Papua harus dimengerti secara benar baik oleh pemerintah (pusat dan daerah), masyarakat Papua, dan pebinis (asing). Ketiga aktor utama tersebut harus membuka komunikasi secara reguler untuk membicarakan masalah-masalah yang berpotensi m enim bulkan konflik baru di Papua. Peran MRP dapat dilibatkan dalam proses kom u n ik asi m engenai problem problem yang ada dan berkembang di Papua. E fek tiv itas M RP m erupakan salah satu indikator keberhasilan penerapan otonomi khusus di Papua. P e rb e d a a n p em ah am an dan kepentingan antara Pemerintah (pro-NKRI) dan M a sy a ra k a t P ap u a (p ro -m erd ek a) janganlah dipertentangkan terus-menerus, melainkan harus dicari alasan setiap pihak mengapa mereka sampai pada posisi yang ekstrem itu. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan m eningkatkan komunikasi yang intensif, misalnya melalui dialog. Selanjutnya, persoalan di Papua harus dapat diselesaikan secara damai karena selain akan m erugikan posisi dan citra politik Indonesia di tingkat internasional, juga akan semakin sulit mencegah campur tangan pihak asing dalam persoalan domestik Indonesia di Papua. Sebagai contoh, rancangan undangundang (bill) - H.R. 2601 yang dikeluarkan oleh Kongres AS adalah satu bukti adanya kepentingan negara adidaya itu di Papua. Rancangan undang-undang (RUU) tersebut a n ta ra la in m en y in g g u n g m en g en ai k e ab sa h an P e p e ra , m a sa la h H A M , demiliterisasi, kerusakan lingkungan hidup, dan pelaksanaan otonomi khusus di Papua. D engan d e m ik ian , kem am puan diplom asi Indonesia sangat m enentukan tingkat keberhasilan penyelesaian masalah in ternal, terutam a dengan m enjelaskan persoalan sesungguhnya, termasuk persoalan politik dan ekonomi di Papua. Selanjutnya Pem erintah Indonesia “m engajak” pihak internasional untuk membantu Indonesia dalam m enciptakan peace and order di d a e ra h -d a e ra h k o n flik di In d o n e sia. Bagaim anapun, keam anan dan stabilitas domestik Indonesia akan berpengaruh pada k eam an an dan s ta b ilita s re g io n a l dan internasional, termasuk bagi kepentingan ekonomi Australia. Suasana politik dan keam anan di Indonesia, khususnya di Papua akan selalu b e rp o te n si m e n g u n d an g p e rh a tia n in te rn a sio n a l. U n tu k itu P e m e rin ta h Indonesia dituntut untuk dapat mengatasi setiap persoalan yang terjadi, terutama akibat pecahnya konflik kekerasan. Terbengkalainya penyelesaian masalah-masalah yang muncul pada masa pascakonflik, seperti masalah pengungsi dan pem berdayaan ekonom i rakyat, akan kian mempersulit pemerintah. K em erdekaan Papua tentu sangat tid a k d ih a ra p k an , m esk ip u n d em ikian skenario terburuk tetap harus diperhitungkan. Tanpa kesungguhan dalam berdiplomasi dan koordinasi yang terpadu di antara institusi pemerintahan di Jakarta maka tidak mustahil Papua akan menjadi Timor Timur kedua. H ubungan dengan negara-negara asing, terutama yang berdekatan secara geografis, harus diperbaiki dan dijaga agar dapat mendatangkan manfaat yang maksimal bagi Indonesia, khususnya hubungan dengan Australia. Daftar Pustaka Aryani, Gusti, NC. 13 April 2006. “Political Asylum, between Rights and Covering Nuance”, http://www.antara.co.id/en Astbury, Sid. 10 April 2006. “Papua Snaps Australia-Indonesia Happy Spell”, http:// news.monstersanderitics.com/ asiapacificc/printer_1153987.php. E lisab eth , A driana dkk. 2 0 0 4 . P eran dan Kepentingan Para Aktor dalam Konflik di Papua, Jakarta: LIPI. Elisabeth, Adriana dkk. 2005. Agenda & Potensi Damai di Papua, Jakarta: LIPI Press. Elisabeth, Adriana. 2 April 2006. “Pemerintah Australia Tidak S e n sitif’, Wawancara dengan Suara Merdeka, Fitzpatrick, Stephen dan Cath Hart. 18 April 2006. “D o n ’t Toy With Us: Indonesian President”, The Australian. Fitzpatrick, Stephen. 19 April 2006. “UN Raises Concems Over Asylum Policy”, http:// www.news.com.au/story/print/ 0,10119,18856792,00.html. Head, Mike. 4 April 2006. “Tensions Between Australia and Indonesia over asylum for Papuan A c tiv ists”, h ttp ://w sw s.org/ articles/2006/papu-a04_pm.shtml. h t t p : / / e n . w i k i n e w s . o r g / wiki_42_West_Papuan_asylum_ seekers_get_temporary_Australian_visas (24 Maret 2 0 0 6 ). “42 W est Papuan A sylu m S eek ers G et Temporary Australian Visas”. http://kom unitaspapua.com /m odules.php?op= m odload& nam e=N ew s& file=article& sid=923&POSTNUKESID=15166c280923fe 193 ca 7 f3 8 3 4 b a a 0 . 24 Maret 2006. “Di bal i k Pem berian Suaka Politik Terhadap Orang Papua”. http://news.monstersanderitics.com/asiapacificc/ printer_l 156274.php. 18 April 2006. “A utralian Prem ier Stands Firm on Indonesian Refugees”. http://news.monstersanderitics.com/asiapacificc/ p r i n t e r l 156595.php. 19 April 2006. “Australians Belie Canberra’s Support for Indonesian Unity”. http://abc.net.au/cgibn/com m on/ printfriendly.pl?http://www.abc.net.au/ news/newsitems. 7 April 2006. “Indonesia Welcomes Australian Review o f Asylum Seeker Process”. 63 http://abc.net.au/cgibn/com m on/ printfriendly.pl?http://www.abc.net.au/ newsitem/. 9 April 2006. “Govt Criticised O ver H andling o f Papuan A sylu m Seekers”. http://abc.net.au/cgibn/com m on/ printfriendly.pl?http://www.abc.net.au/ pm. 13 April 2 0 0 6 . “PM -Indonesia W elcom es M ovin g A sylu m Seekers Offshore”. http://sievx.com/articles/westpapua/ 20060409NationalInterest.html. 9 April 2006. Transcript “Australia on Papua”. http://www.news.com.au/story/print/ 0 ,1 0 1 1 9 ,1 8 8 8 4 7 6 6 ,00.htm l. 21 April 2006. “Talks Underway in Indonesia”. http://www.news.com.au/story/print/ 0 ,1 0 1 1 9 ,1 8 9 2 2 5 5 0 ,00.htm l. 25 April 2 0 0 6 . “U p h old R igh ts, Indonesians Urged”. h t t p : / / w w w . u n p o . o r g / print.p h p?arg=56& p ar=4213. 2006. “West Papua: Australia Wams O ff West Papuan Refugees”. http://www.antara.co.id .2006. “Defence Minister Call For Transparency o f NGOS”. h t t p : / / w w w . u n p o . o r g / print.p h p?arg=56& p ar=4263. 2006. “West Papua: Australia Toughtens Asylum Rules”. http://www.antara.co.id/en/seenws/?id=26995.30 Januari 2006. “Australia Belum Buat K eputusan Terkait Suaka 43 Warga Papua”. h t t p : / / w w w . u n p o . o r g / print.php?arg=56& par=42176. 2006. “West Papua: Papuan Refugees Highlight Struggle for Independence”. http://www.antara.co.id/en/seenws/?id=l 1234.12 April 2006. “Australia Should Back Papua Autonomy to Head O ff Crisis: Analysts”, h t t p : / / w w w . u n p o . o r g / print.p h p?arg=56& p ar=4287. 2006. “West Papua: International Focus on New West Papua Refugee Bid”. http://wwwadnki.com/ printPopUp.php?loid=8.0.284053004. 5 April 2006. “Indonesia-Australia: More Papuan Refugees, More Tension”. http://www.westpapua.net. 2000. “Australian NGOs Support Separatism in Papua”. http://www.apo.org.au. 13 April 2006. “Institute for S o cia l R esearch, Sw inburne University o f Technology”. http://www.chilout.org/information/ west_papuans.html. 22 Maret 2006. “West Papuans” http://www.cs.utexas.edu, “Statement o f Aims”. http://www.detiknews.com. 2006. “SBY Telpon Howard Soal Suaka Politik Warga Papua”. http://www.kapanlagi.eom/h/ 000111539_print.html (2006). “DPD-RI Bentuk Pansus Bahas Persoalan di Papua”. http://www.news.com.au/story/print/ 0,10119,18739837,00.html. 7 April 2006. “Labor Backs Papua Stance”. http://www.news.com.au/story/print/ 0 ,1 0 1 1 9 ,1 8 8 8 2 0 8 4 ,00.htm l. 21 April 2 0 0 6 . “PNG Mum N ot B ack in Indonesia”. 64 h ttp ://w w w .w estpap u a.n et/n ew s. “Australia, Indonesia Wins Multibillion Chinese LNG Contracts”. In stitu te f o r S o c ia l R esea rc h , Swinburne University o f Technology. 13 April 2006, www.apo.org.au Kompas. 2006. “LSM: Waspadai Sikap Australia”. _________ 6 April 2006. “Australia Cenderung Memperoleh Informasi Sepihak”. _________ 6 A pril 2 0 0 6 . “Indonesia Tinjau Hubungan dengan Australia”. _________6 April 2006. “Howard: Jejak Pendapat Bukan Sikap Rakyat Australia”. L ip u ta n 6 SCTV. 10 A pril 2 0 0 6 . “Australia Bimbang Mencabut Visa Pencari Suaka”. _________ 10 April 2006. “Presiden Yudhoyono M engingatkan Soal Toleransi antar Negara”. ________ 12 April 2006. “Nettle Tak Mendukung Gerakan Separatis Papua”. ________ 21 April 2006. “Menlu Bertemu Utusan PM Australia”. Leggatt, Johanna. 21 April 2006. “Australia Caved in on Papua: H auden”, http:// www.news.com.au/story/print/ 0,10119,18882593,00.html Media Indonesia Online. 8 April 2006. “Indonesia Tunggu Penjelasan Resmi dari Australia”. Pilger, John. 9 Maret 2006. “The Secret War Against the Defenseless People o f West Papua”, Truthout/Perspective. Piliang, Indra J. 29 Maret 2006. “Jalan Bisu Papua”, h ttp ://w w w .infopap u a.com / modules.php?op=modload&name=News& file=article&sid=3969&mode=thread& order= 0&thold=0 Raiston, Nick. 19 April 2006, “Papua Rift Needs Serious Diplomacy”, The Australian. Ramelan, Rahardi. 12 April 2006. “Menyikapi A ustralia 1999 dan 2 0 0 6 ”, http:// www.icmi.or.id Rayfield, Alex. 20 Mei 2004. “Australia & West Papua”, ZNet/Activism. Republika. 24 Januari 2006. “RI Telah Identifikasi 43 Warga Papua Pencari Suaka Politik di Australia”. Sheehan, Paul. 23 April 2006. “Indonesia is Right to be Wary o f Australian Supporters if Papuan Independence”, Sidney Morning Herald. S uara P em baru an D a ily. 21 Januari 2006, “Australia Merahasiakan Identitas 43 Warga Papua”. __________ 27 Januari 2006. “Pemberian Suaka Politik Tak Mudah, Berpotensi Timbulkan Konflik Bilateral”. __________ 6 April 2006. “Selesaikan Masalah Papua Secara A rif’. The Australian. 18 April 2006. “PM Rules Out Jakarta Apology”. _________26 April 2006. “Envoy’s Indonesian Visit ‘Useful”. The Guardian. 12 April 2006. “Australia: Howard G overnm ent A ttack es W est Papuan Independence”, http://politicalaffairs.net. Tobing, Maruli. 24 April 2006. “Politik Bermuka Dua Negara Tetangga”, dalam Kompas. Walters, Patrick and Davis Nason. 13 April 2006. “Prime M in ister Slam s D oor on Boatpeople”, The Austalian. Wanggai, Velix. 29 Maret 2006. “Kemesraan Cepat Berlalu”, Republika Online. R iyanto, Geger. 3 April 2006. “Papua dan Pragmatisme Australia”, dalam Pikiran Rakyat. 65