PEMIKIRAN ETIKA BISNIS DAWAM RAHARDJO

advertisement
PEMIKIRAN ETIKA BISNIS DAWAM RAHARDJO
PESPEKTIF ETIKA BISNIS ISLAM
Ade Fauzi
SPs Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Jl. Kertamukti No. 5 Ciputat
Email: [email protected]
Abstrak: Etika merupakan bagian integral dari bisnis. Namun munculnya isu-isu sosial
dalam bisnis yang berupa kurangnya kesadaran sosial, moralitas dan kerusakan yang
ditimbulkan pada masyarakat berupa masalah-masalah yang berhubungan dengan bisnis
yang pada akhirnya mengekspos fakta, bahwa hukum dan peraturan telah gagal sampai
batas tertentu. Karena itulah etika bisnis Dawah Rahardjo memberikan jawaban atas
persoalan ini. Jenis penelitian ini adalah content analysis yang bersifat library research.
Data primer dalam penelitian ini adalah hasil wawancara dan berbagai karya yang ditulis
Dawam Rahardjo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Dawam Rahardjo mendasari
pemikiran etika bisnisnya dari nilai-nilai fundamental ekonomi Islam yang kemudian
diasimilasikan dengan budaya lokal Indonesia yang terkandung dalam Pancasila. Nilainilai dasar yang ditawarkan Dawam Rahardjo, berupa tauhid, khilafah, musyawarah,
ihsan, fastabiq al-khaira@t, keseimbangan, amanah, amar ma’ru@f nahi munkar, wa tawa@
s}aubi al-haqq wa tawa@s}aubi al-s}abr, dan taqwa. Nilai-nilai tersebut sangat sesuai dengan
etika bisnis Islam, karena nilai-nilai ini bersumber dari al-Qur’an dan dipahami dengan
teori dan pendekatan ilmu ekonomi. Nilai-nilai normatif ini kemudia diaktualisasikan
dalam bentuk etika terapan berupa ekologi, profesionalisme dan amanah manajerial.
Abstract: Ethic is an integral part of business. The occurrence of social issues in business
is nevertheless; the lack of social awareness, morality, and destruction upon people in the
society namely problem related to business, revealed a fact that law and rules have failed
in some circumstances. Therefore Dawam Raharjo offers business ethic to answer such
question. This study is content analysis with library research approach. Primary data for
this research is interview and some writing of Dawam Rahardjo. This research depicts
that Dawam Rahardjo offers his business ethic in which he based his thought on
fundamental Islamic thought. Thus these values have been assimilated into Indonesian
local culture which is materialized in Pancasila. Basic values offered by Dawam Rahrdjo
are tauhid, khilafah, musyawarah, ihsan, fastabiq al khairat, keseimbangan, amanah, amar
ma’ruf nahi munkar, wa tawasaubi al – haqq wa tawasaubi – alsabr, and taqwa. Those
values are in accordance with Islamic business ethics because these values come from the
holly Qur’an and these valuese can be understood through economics approach. These
normative values are then actualized in ethics such as echology, professionalism, and
managerial.
Kata kunci: moral, etika bisnis, ekonomi Islam, Dawam Rahardjo
95
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 11, No. 1, Januari 2015: 95-116
PENDAHULUAN
Etika selalu menjadi bagian dari bisnis, namun gerakan etika bisnis yang relatif
baru dan mulai ditelusuri kembali pada tahun 1960-an dikarenakan oleh beberapa hal;
pertama, munculnya isu-isu sosial dalam bisnis yang berupa kurangnya kesadaran sosial
dan kerusakan yang ditimbulkan pada masyarakat dengan berbagai cara. Akhirnya pada
tahun 1980-an etika bisnis dilembagakan sebagai salah satu bidang akademik, di mana
semakin banyak muncul buku, jurnal, lembaga, profesor, konsultan dan prodi di
universitas dalam etika bisnis. 1 Dalam perkembangannya kajian mengenai etika bisnis
menyebar ke beberapa negara seperti Jepang,2 Cina,3 Rusia,4 dan negara lainnya.
Kedua, kesadaran masyarakat terhadap skandal di dunia bisnis yang muncul akibat
minimnya moralitas dan timbulnya masalah-masalah yang berhubungan dengan bisnis
yang pada akhirnya mengekspos fakta, bahwa hukum dan peraturan telah gagal sampai
batas tertentu. Hal ini berdampak pada peningkatan minat kajian dalam etika bisnis.
Selain itu, krisis keuangan global, yang dimulai di Amerika Serikat menjadikan etika
bisnis menjadi sorotan publik.5
Pembahasan tentang etika bisnis dan peningkatan kepedulian pada dimensi etis
dari praktik bisnis semakin menjadi penting menjelang abad 21 (era globalisasi), di mana
1
M. Adli Musa, Islamic Business Ethics and Finance: An Exploratory Study of Islamic Banks in
Malaysia, International Conference on Islamic Economics and Finance.
2
Iwao Taka, ‚Business Ethics in Japan‛, Journal Ethics, Vol. 16, No. 14, tahun 1997, 1499-1508. Ia
menjelaskan pekembangan etika bisnis berdasarkan periodeisasi ekonomi Jepang dalam lima periode: (1)
pertengahan 1960: prioritas pada pertumbuhan ekonomi, (2) pertengahan 1960-1970: kebangkitan isu-isu
sosial dalam bisnis, (3) pertengahan ke dua 1970: restrukturiasi perusahan, (4) 1980-an: the bubble
economy, (5) 1990-an: kebangkitan etika bisnis sebagai kajian baru.
3
Lu Xiaohe, ‚Business Ethic in China‛, Journal of Business Ethics, Vol. 16, No. 14, tahun 1997,
1509-1518. Ia menjelaskan periodeisasi perkembangan etika bisnis dalam tiga periode: (1) 1978-1984:
Hubungan antara moralitas dan ekonomi pada level filosofi dan etika profesi, (2) 1984-1994: Etika dalam
ekonomi, bisnis dan manajemen, (3) 1994-sekarang: Etika bisnis yang mencakup stimulasi etika bisnis dan
institusionalisasi etika bisnis.
4
Ruben G. Apressyan, ‛Business Ethics in Russia‛, Journal of Business Ethics, Vol. 16, No. 14,
tahun 1997, 1561-1570. Ia menjelaskan, secara histori etika bisnis di Rusia dimulai pada masa sebelum
pemerintahan soviet di mana tradisi etika dan tanggung jawab sosial pada bisnis sudah dianut oleh para
‚old-belivers‛ yaitu penganut kristen othodoks yang berkeyakinan bahwa bisnis adalah sebuah misi yang di
perintahkan Tuhan. Pada masa pemerintahan soviet dengan idiologi komunisnya, pemerintah hanya fokus
pada peningkatan produksi secara kuantitatif dan mengenyampingkan dimensi etik. Pada tahun 1970-an isu
penegakan hak buruh mencuat dan menimbulkan gerakan-gerakan pro buruh. Saat ini etika bisnis sudah
mengarah ke ranah edukasi, institusionalisasi dan penelitian ( research).
5
Musa, Islamic Business Ethics and Finance. Lihat juga John R. Boatright, Ethics in Finance, 1-3.
Ia mengungkapkan beberapa skandal bisnis lainnya seperti pada tahun 1980 Wall Street diguncang oleh
adanya manipulasi data di securities-law dan the junk-bond yang dilakukan oleh Martin Siegel, Ivan
Boesky, Michael Milken dan lain-lain. Salomon Brother hampir bangkrut pada tahun 1991, hal ini
disebabkan besarnya tunggakan yang harus dibayarkan akibat manupulasi data pada proyek lelang
kendaraan berat, tindak korupsi dan penyelewengan kekuasaan yang terjadi pada perusahaan pendanaan
New York State Attorney General Eliot Spitzer. Skandal-skandal ini tidak hanya meruntuhkan kepercayaan
diri pasar modal dan institusi keuangan, ia juga memberi kesan bahwa keuangan dunia pada fase
ketamakkan. Selanjutnya John R. mengutip dari Harris Poll (2002) yang mengadakan kuisioner tentang
pelaku bisnis di Wall Street, 61 % responden mengatakan bahwa kebanyakan pelaku bisnis di Wall Street
berkeinginan untuk menantang hukum jika mereka bisa menghasilkan lebih banyak uang, 57 % responden
mengatakan, para pelaku bisnis di Wall Street didominasi oleh pelaku bisnis yang tamak dan mementingkan
diri sendiri, dan 56 % mengatakan bahwa Wall Street hanya peduli how to make money.
96
Pemikiran Etika Bisnis Dawam Rahardjo (Ade Fauzi)
batas-batas etis antar negara sudah dipersoalkan relevansinya. 6 Secara umum etika
ekonomi dibentuk oleh tiga faktor, yaitu kesejarahan, agama dan geografi ekonomi.7 Kode
etik internasional pertama dalam dunia bisnis dikenal dengan ‚The Caux Round-Table
Principle for Business‛ pada tahun 1994, penyusunan prinsip-prinsip ini diprakarsi oleh
para pejabat eksekutif tertinggi (CEO) dari Eropa, Jepang dan Amerika. Prinsip-prinsip
ini dinilai unik karena mengelaborasikan nilai-nilai luhur dari Asia dan Barat, yaitu
konsep etika Jepang ‚kyosei‛, yang bersifat komuniter (communitarian) serta konsep
etika Barat ‚human dignity‛, yang lebih menekankan nilai individual.8
Kajian tentang etika merupakan kajian yang sangat serius di abad ke-21 ini, hal ini
karena fenomena dari pelaku bisnis itu sendiri yang mengalami distrosi pada kinerja
mereka, hal ini dapat menimbulkan menurunnya etos kerja dan kerugian bagi perusahaan.
Hal ini juga yang menurut Rafik Issa Beekun bahwa pada Wall Street Journal ada sebuah
survei yang dilakukan pada tahun 1991 menyatakan bahwa saat ini perusahaanperusahaan sedang menghadapai masalah yang besar, diantaranya adalah pencurian,
ketidak jujuran, penipuan dan lain-lain. Selain itu pada survei kedua yang melibatkan
2000 perusahaan di Amerika, menyimpulkan bahwa mereka mengalami masalah
penurunan nilai etika pada pelaku bisnis. Hal ini berdasarkan beberapa indikasi,
diantaranya: penyalahgunaan minuman beralkohol dan obat-obatan terlarang, adanya
tindak pencurian, konflik kepentingan, masalah quality control, adanya diskriminasi
dalam promosi jabatan, penyalahgunaan informasi kepemilikan, penyalahgunaan rekening
pengeluaran perusahaan PHK, penyalahgunaan asset perusahaan, polusi lingkungan.
Masalah-masalah ini tentunya dihadapi juga oleh seluruh perusahaan dunia, oleh
karenanya perlu adanya peningkatan nilai-nilai etika dalam prilaku seluruh pelaku bisnis.
Karena bisnis yang baik dihasilkan oleh etika yang baik.9
Bisnis dalam dunia modern merupakan realitas aktivitas yang sangat kompleks.
Dalam kegiatanya, bisnis dipengaruhi oleh tiga faktor penting antara lain organisatorismanajerial, ilmiah-teknologis, dan politik-sosial-budaya.10 Bisnis sebagai kegiatan sosial
dapat dilihat dari tiga sudut pandang, ekonomi, hukum dan etika. Bisnis dalam pandangan
ekonomi berarti kegiatan ekonomi yang berbentuk tukar-menukar, jual-beli,
memproduksi, memasarkan, bekerja-mempekerjakan dan aktifitas lainnya, dengan maksud
mencari keuntungan. Hal ini sesuai dengan konsep pasar bebas dimana para pengusaha
memanfaatkan sumber daya yang langka yang berupa tenaga kerja, bahan mentah,
6
Alois A. Nugroho, Dari Etika Bisnis ke Etika Ekobisnis (Jakarta: Gramedia Widiasarana
Indonesia, 2001), 22.
7
M. Dawam Rahardjo, ‚Menuju Sistem Perekonomian Indonesia‛, Jurnal UNISIA, Vol. XXXII No.
72, Desember 2009, 115.
8
Alois A. Nugroho, Dari Etika Bisnis ke Etika Ekobisnis, 24-25.
9
Rafik Issa Beekun, Islamic Business Ethichs (International Institute of Islamic Thought, 1996), 4.
Lihat Hussain Shahata, Business Ethics in Islam (Cairo: al-Falah Fondation, 1999), 2-3, ia memaparkan
beberapa latarbelakang mulai dikajinya etika dalam dunia bisnis, diantaranya: 1) terjadinya kerusakan moral
yang semakin meluas pada perusahaan, terutama dilakukan oleh pimpinan perusahaan, firma, badan hukum
dan karyawan, 2) studi lapangan membuktikan bahwa pemberdayaan etika pada perusahaan dapat membuat
kinerja dan nama perusahaan semakin baik.
10
Kess Bartens, Pengantar Etika Bisnis (Yogyakarta: Kanisius 2000), 13.
97
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 11, No. 1, Januari 2015: 95-116
informasi atau ilmu pengetahuan dan modal untuk menghasilkan barang dan jasa bagi
masyarakat. Keuntungan dalam bisnis seharusnya dirasakan oleh kedua belah pihak yang
melakukan transaksi, agar terciptanya keadilan sosial dalam masyarakat. Hal ini lah yang
nantinya berkenaan dengan etika pembisnis itu sendiri. Selain itu perlu adanya nilai moral
dalam bisnis, karena bisnis yang baik bukan hanya bisnis yang menguntungkan akan
tetapi juga harus baik secara moral.11
Aktifitas bisnis tidak terlepas dari hukum dagang atau hukum bisnis. Seperti etika,
hukum merupakan sudut pandang normatif karena menetapkan apa yang harus dilakukan
dan apa yang tidak boleh dilakukan. Dari segi norma, hukum lebih jelas dan pasti dari
pada etika, karena peraturan hukum dituliskan hitam di atas putih dan ada sangsi tertentu
jika terjadi pelanggaran. Dengan adanya keterikatan yang erat antara hukum dan nilai
moral, maka ada istilah Quid leges sine moribus yang berarti apa artinya udang-undang
tanpa disertai moralitas. 12 Dari tiga sudut pandang ini maka, ada tiga tolak ukur
menentukan kualitas etika dalam bisnis; hati nurani, kaidah emas,13 penilaian masyarakat
umum (audit sosial).14
Etika sebagai sistem pengkajian terhadap moral bukan sekedar bertugas menyusun
sederetan daftar perbuatan baik yang harus dikerjakan serta perbuatan buruk yang harus
ditinggalkan. Etika justru memiliki sifat dasar kritis, yang mempertanyakan landasan
argumentatif. Dengan kata lain etika dapat mengantarkan seseorang mampu bersikap
rasional, sadar dan kritis untuk membentuk pendapatannya sendiri dan bertindak sesuai
dengan keyakinan secara otonom, penuh dan mempertanggungjawab-kan pilihan
tindakannya tersebut.15
Penelitian ini didasari curiousity (minat ingin tahu) penulis tentang konsep etika
bisnis yang ditawarkan oleh Dawam Rahardjo. Adapun beberapa alasan kenapa penulis
memilih Dawam Rahardjo sebagai ‚objek‛ penelitian. Diantaranya adalah Indonesia
sangat kaya akan pegiat, intelektual, pemikir, ekonom atau aktivis Islam. Salah satunya
adalah Dawam Rahardjo. Ia adalah sosok intelektual yang termasuk paket komplit, karena
ia dikenal sebagai ekonom, budayawan, agamawan, sastrawan, aktifis sosial dan lain-lain.
Menurut Bahtiar Effendi, Dawam Rahardjo juga termasuk pembaharu yang beraliran
transformasi sosial-ekonomi dan kemasyarakatan, yang fokusnya adalah pemberdayaan
sosial-ekonomi dan politik masyarakat bawah, baik yang di desa maupun perkotaan.16
Dengan keberagaman wawasan intelektual yang dimiliki Dawam Rahardjo, sangat
menarik untuk diadakan penelitian lebih lanjut terhadap salah satu pemikirannya di
11
Ibid., 20.
Ibid., 22.
12
13
Kaidah ini berbunyi ‚Hendaklah memperlakukan orang lain sebagaimana anda ingin diperlakukan
dan jangan lakukan sesuatu kepada orang lain sebagaimana anda tidak ingin diperlakukan ‛.
14
Bartens, Pengantar Etika Bisnis, 18-23.
15
Achmad Charris Zubair, ‚Membangun Kesadaran Etika Multikulturalisme di Indonesia‛, Jurnal
Filsafat, Jilid 34, No. 2, Agustus 2003, 114.
16
Untuk lebih jelasnya mengenai tiga madzhab pembaharuan di Indonesia (Teologi/keagamaan,
politik/birokrasi dan transformasi sosial-ekonomi) lihat Bahtiar Effendy, Islam dan Negara Transformasi
Pemikiran dan Praktik Politik Islam di Indonesia (Jakarta: Paramadina, 1998), 125-174.
98
Pemikiran Etika Bisnis Dawam Rahardjo (Ade Fauzi)
bidang ekonomi Islam, khususnya etika bisnis. Berdasarkan background intelektualnya
kita bisa melihat etika bisnis dari sudut pandang yang beragam, seperti sosial, agama,
budaya dan ekonomi, sehingga dapat membentuk gagasan konsep etika bisnis yang sesuai
dengan nilai-nilai filosofis Islam, moral dan budaya lokal Indonesia.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah content analysis yang bersifat studi pustaka (library
research). Penelitian ini mengkaji pemikiran etika bisnis Dawam Rahardjo berdasarkan
karya tulisnya. Penelitian ini termasuk dalam penelitian kualitatif karena memiliki
beberapa tujuan yaitu: mengembangkan konsep sensitivitas pada masalah bisnis amoral,
menerangkan realitas yang berkaitan dengan penelusuran teori dari bawah (grounded
theory), dan mengembangkan pemahaman akan satu atau lebih dari fenomena yang
dihadapi. 17 Data-data dan informasi yang diperoleh dari kajian pustaka, dideskripsikan
secara induktif sehingga menghasilkan formulasi nilai-nila yang dapat dijadikan dasar
etika bisnis. Pemikiran-pemikiran etika bisnis Dawam yang tertuang dalam karyakaryanya dirumuskan untuk membuat konstruk pemikiran etika bisnis Dawam Rahardjo
secara utuh dan sistematis.
Teknik yang digunakan pada pengumpulan data adalah studi dokumentasi yaitu
teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan kepada subjek penelitian.
Dokumen yang diteliti dapat berupa berbagai macam bentuk dan mencakup dokumen
tidak resmi. Data-data ini diklasifikasikan menjadi data primer dan data skunder.Sumber
primer pada penelitan ini adalah karya tulis Dawam Rahardjo yaitu: Etika Ekonomi dan
Manajemen, Peranan Etika Islam Dalam Membangun SDM Menyongsong Tahun 2020,
Islam dan Transformasi Sosial Ekonomi, Rancang Bangun Ekonomi Islam dan hasil
wawancara.Sumber sekunder pada penelitian ini adalah data-data dan informasi lainnya
diperoleh dari sumber lain, seperti buku, jurnal, artikel, distertasi dan hasil penelitian baik
yang telah maupun belum dipublikasikan.
Penelitian ini menggunakan dua metode analisis: kompatibilitas dan relevansi.
Analisis kompatibilitas berarti, pemikiran etika bisins Dawam Rahardjo diuji
kompatibilitasnya dengan konsep etika bisnis Islam, sehingga dapat diketahui persamaan
dan perbedaan (kontribusi) antara kedua konsep etika bisnis ini. Kompatibilitas ini
mencakup beberapa aspek, yaitu sumber nilai, nilai-nilai dasar, pendekatan, corak,
cakupan, interpretasi, dan implementasi.
Analisis relevansi berarti, konsep etika bisnis Dawam Rahardjo dalam bentuk
etika terapan (aplikatif) diselaraskan dengan aplikasi nilai-nilai etika bisnis dalam bentuk
prinsip dan kebijakan atau sistem, seperti sikap profesionalisme dan amanah manajerial
pada kebijakan pemerintah untuk menerapkan Good Corporate Governance (GCG)
sebagai alat evaluasi dan untuk mengukur agregat kesehatan sebuah perusahaan.
Agar penlitian ini bersifat komprehensif, maka digunakan beberapa pendekatan.
Pendekatan filosofis,pendekatan ini digunakan untuk mengetahui inti atau hakikat etika
17
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), 4.
99
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 11, No. 1, Januari 2015: 95-116
bisnis itu sendiri.18 Selain itu, pendekatan ini digunakan untuk memetakan ketegorisasi
pemikiran etika bisnis Dawam Rahardjo dalam perspektif etika modern dan etika Islam.
Pendekatan life history, 19 pendekatan ini digunakan untuk melihat bagaimana reaksi,
tanggapan, interpretasi, dan pandangan internal Dawam Rahardjo terhadap etika
bisnis.Pendekatan ekonomi, pendekatan ini digunakan untuk menganalisis konsep etika
bisnis Dawam Rahardjo dan relevansinya dalam dunia bisnis di era global. Dalam hal ini,
konsep etika bisnis Islam yang direpresentasikan oleh Naqvi, Beekun dan Shahata
digunakan sebagai dasar analisis kompabilitas terhadap pemikiran etika bisnis Dawam Rahardjo.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Paradigma Etika Bisnis Dawam Rahardjo
Moral dan etika bisnis sangat diperlukan dalam menghadapi pembangunan sosialekonomi abad 21. Dalam era tersebut, nilai yang berlaku adalah persaingan bebas yang
rentan terjadinya disorientasi mengenai nilai-nilai moral yang secara tradisional dianggap
tidak memberikan kontribusi terhadap pembangunan. Di berbagai lingkungan masyarakat
bangsa menganut nilai-nilai yang berbeda. Oleh karenanya, di Indonesia perlu diadakan
penelitian etika deskritif untuk mengetahui faktor-faktor budaya apa yang bisa menjamin
keberhasilan dalam dunia bisnis di Indonesia.20
Etika dan moral berasal dari dua kata yang berbeda tetapi memiliki arti yang
sama. Etika berasal dari bahasa Yunani ethos, sedangkan moral berasal dari bahasa latin
moralis, yang berarti kebiasaan atau adat istiadat (custom atau mores). Dawam Rahardjo
melihat bahwa dalam perkembangannya, etika sudah menjadi sebuah bidang kajian
filsafat tentang moral, oleh karenanya etika –dalam kajian filsafat- berarti suatu
penyelidikan atau pengkajian secara sistematis tentang prilaku. 21 Etika dalam arti luas
adalah penalaran dan usaha untuk menemukan atau memberi jawaban secara rasional,
tentang apa dan mengapa suatu perbuatan itu dianggap salah atau benar. Sedangkan
moralitas menunjuk kepada tindakan atau perbuatan manusia. 22 Etika bisnis adalah
seperangkat moral Islam yang mengatur dan menentukan baik-buruk suatu aktifitas bisnis.23
Nilai-nilai moral ini berdasarkan ajaran-ajaran Islam yang dalam konteks
globalisasi dapat dijadikan acuan. Ajaran moral ini mencakup, pertama, anjuran kepada
manusia untuk menyebar ke muka bumi dan mencari rezeki Allah. Kedua, mengajarkan
untuk berlomba-lomba dalam kebaikan atau berkompetisi dalam meningkatkan mutu
kehidupan. Ketiga, kewajiban bagi setiap muslim untuk belajar dan mengembangkan
18
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012), cet. 19, 42.
Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif: Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke
Arah Penguasaan Model Aplikasi (Jakarta: Raja Grafindo, 2012), 109.
20
M. Dawam Rahardjo, Peranan Etika Islam dalam Pembangunan SDM: Menyongsong Tahun
2020. Makalah ini disampaikan pada Seminar Nasional HUT-31 KAHMI, ‚ Prospek Indonesia Sebagai
Salah Satu Macan Asia di Tahun 2020‛, tanggal 16 September 1997 di Jakarta.
21
M. Dawam Rahardjo, Etika Ekonomi dan Manajemen (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990), 3.
22
Rahardjo, Etika Ekonomi dan Manajemen, 4.
23
Ibid., 19. Lihat juga Rahardjo, Peranan Etika Islam.
19
100
Pemikiran Etika Bisnis Dawam Rahardjo (Ade Fauzi)
ilmu. Keempat, memperbaiki kualitas kerja (ih}sa@n). Kelima, anjuran bekerjasama dalam
kebaikan dan menolak bekerjasama dalam kejahatan.24
Nilai-nilai Islam yang relevan untuk dijadikan sebagai landasan pengembangan
pemahaman moral dan etika bisnis adalah khalifah, amanah, ta‘awwun, ihs}a@n, fastabiq alkhaira@t, ta‘arruf, kesimbangan, rah}ma@n-rah}i@m, dan amal saleh. Khalifah dalam konteks
sekarang dipahami sebagai pengelola sumber daya atau manajer lingkungannya. Amanah
dijadikan sebagai sifat yang melengkapi seorang manajer dalam mengemban tugas dan
tanggung jawabnya. Dengan adanya kesadaran ‚amanah‛ ini, seorang manajer mampu
mengelola modal, kompetitif dan berani menanggung resiko. Ta‘awwun tidak lagi
diartikan sempit dengan berkerja sama pada mereka yang sepaham saja, melainkan
diartikan sebagai doktrin musyawarahatau gotong royong yang bertujuan untuk
memecahkan masalah, doktrin ini dapat dijadikan dasar bagi pembentukan organisasi
modern seperti koperasi. Ih}sa@n tidak diartikan sekedar amal jariyah, tetapi ih}sa@n diartikan
dengan membuat sesuatu yang baru dan memberi manfaat kepada manusia secara terus
menerus (inovasi). Fastabiq al-khaira@t dipahami sebagai optimisme dalam berbagai
kebaikan, termasuk perkembangan ekonomi. Ta‘arruf dalam kegiatan ekonomi, dapat
diartikan sebagai kemampuan komunikasi demi menciptakan hubungan bisnis yang baik
(impersonal economic relationship). Keseimbangan berarti kesetaraan antara persaingan
kerja dan kerjasama (competition and corporation) dengan dasar rasionalitas, kesadaran
akan adanya fungsi yang komplementer atau kebutuhan rekonsiliasi. Rah}ma@n-rah}i@m dapat
menimbulkan sikap ikhtiar atau kerja keras demi mendapat kasih dan sayang Allah
termasuk dalam kegiatan ekonomi. Amal saleh diartikan tidak hanya sebagai ibadah dan
charity saja, dan jika disesuaikan dengan konteks ekonomi, maka amal salah dapat
berbentuk melakukan inovasi dan membuka lapangan pekerjaan baru.25
Sebagai ilmu, etika bisnis dapat dibagi menjadi tiga. Pertama, etika desktiptif
yang diperoleh dengan mempelajari dan menuliskan apa adanya gejala perilaku bisnis.
Kedua, etika normatif yang memberikan pedoman tentang apa yang dapat diterima dan
tak dapat diterima dalam aktifitas bisnis. ketiga, etika terapan, yaitu pemikiran tentang
bagaimana menerapkan nilai-nilai tertentu dalam aktifitas bisnis.26
Fungsi dan tujuan atau peran etika bisnis dalam globalisasi adalah sebagai ramburambu untuk mencegah timbulnya dampak negatif dalam perkembangan sosial-ekonomi,
meningkatkan daya saing lewat kwalitas sumber daya manusia,27 memelihara moralitas
pebisnis,28 dan memberi rambu-rambu bagi sikap dan tindakan manusia demi mencapai kebahagiaan.29
Menurut Dawam, pemahaman moral yang diberikan al-Qur’an bertentangan
dengan asumsi ilmu ekonomi aliran Neo-Klasik yang diplopori oleh Lord Robinson.
Asumsi ini menyatakan bahwa kelangkaan sumber daya dan alat-alat pemuas kebutuhan
24
Rahardjo, Peranan Etika Islam.
Rahardjo, Etika Ekonomi dan Manajemen, 123-127.
26
Rahardjo, Peranan Etika Islam.
25
27
28
29
Ibid.
Rahardjo, Etika Ekonomi dan Manajemen, 6.
Ibid., 12.
101
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 11, No. 1, Januari 2015: 95-116
berhadapan dengan kebutuhan manusia yang tidak terbatas baik dalam jumlah, variasi dan
mutunya. Oleh karenanya manusia harus membangun suatu sistem produksi dan distribusi
guna mempertahankan dan melangsungkan kehidupannya. Hal ini berbeda dengan
paradigma moral yang diusung al-Qur’an, yang menyatakan bahwa tidak ada kelangkaan
sumber daya pemuas hidup, karena rizki Allah senantiasa melimpah tanpa batas, tidak
hanya untuk manusia bahkan binatang sekalipun.30
Dalam pemahaman ilmu ekonomi, Dawam mengaitkan konsep kebutuhan manusia
yang tidak terbatas dengan paham hedonisme materialis-kuantitatif. Paham ini
berpandangan bahwa manusia harus hidup sesuai kodratnya yaitu menjauhi rasa sakit dan
mengejar rasa nikmat (jasmani-rohani) dengan jumlah (kuantitas) sebanyak-banyaknya.
Lebih lanjut ia mengomentari paham ini, bahwa ada beberapa hal yang harus digaris
bawahi untuk menjaga nilai moral pada aktivitas ekonomi, yaitu: pertama,
menghindarkan sikap berlebihan atau melampaui batas dalam pemenuhan kebutuhan
manusia (conspicuous consumption). Sikap ini harus dihindari demi tercapainya
keseimbangan (equilibirium), yaitu sikap dan tindakan pelaku ekonomi yang sesuai
dengan QS. al-Furqan (25): 67, ‚Dan orang-orang yang bila menafkahkan harta mereka,
tidaklah mereka ceroboh dan tidak pula kikir, melainkan pertengahan di antara ke
duanya‛ . Kedua, walaupun Allah mengkaruniai manusia dengan sumber daya (rizki) yang
tak terbatas, manusia harus bisa memanfaatkannya dengan bijak, sesuai dengan skala dan
ukuran (mi@za@n dan qadar) kebutuhannya. Ketiga, harus dipertimbangkan juga manfaat dan
mudaratnya. Hal ini sejalan dengan QS. al-A’ra@f (7): 31 ‚Makanlah dan minumlah, dan
jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berlebihan‛. Keempat, Kenyataannya yang langka bukan sumber daya alamnya,
melainkan pada alat pemuas kebutuhan manusia, oleh karenanya manusia harus
bersyukur. Syukur berarti: 1) menyadari bahwa rizki bersumber dari Allah dan untuk
mengakses rizki itu harus melalui kerja, 2) menyadari bahwa rizki itu tidak terbatas,
variasi, jumlah dan mutunya, 3) menyadari nikmat yang diberikan Allah dan bahwa rizki
itu bukan milik sekelompok golongan saja, melainkan harus memberi manfaat bagi yang lain.31
Dari uraian di atas, sudah dapat disimpulkan bahwa etika adalah unsur yang tidak
dapat dipisahkan dari ajaran Islam (syariat), baik dalam aktifitas keuangan, interaksi
sosial, politik, budaya dan sebagainya. Al-Qur’an adalah dasar dari ajaran etika ini,
termasuk di dalamnya etika bisnis. Dalam perkembangannya, pengaruh ajaran Qur’ani ini
masuk dalam lembaga keuangan syariah, dan demi memenuhi standar shariah compliance
30
Ibid., 21. Al-Qur’an dalam berbagai ayat menggambarkan tentang bentuk-bentuk rizki, misalanya
pada Qs., al-Nahl [16]: 5-18 (Istilah rizki disebut 123 kali), diantaranya adalah barang, jasa, dan keperluan
hidup sejak dari bahan makanan pokok, bahan-bahan nabati, hewan potong, ternak yang dapat dipakai
tenaganya untuk pengelolaan pertanian, madu lebah, bebrbagai jenis holtikultura, angkutan darat dan laut,
bintang-bintang sebagai arah penunjuk jalan, hasil laut yang digunakan sebagai perhiasan, hasil tambang,
perumahan, bangunan-bangunan tinggi hasil peradaban, alat-alat pertahanan dan perang dari besi, prasarana
jalan, perlengkapan rumah tangga dari hasi isndustri, bahan obat-obatan, dan manusia sebagai sumber daya.
31
Ibid., 22-25.
102
Pemikiran Etika Bisnis Dawam Rahardjo (Ade Fauzi)
(kepatuhan syariah), bank dan lembaga keuangan syariah mendaasri seluruh aktifitas
keuangannya dengan al-Qur’an dan h}[email protected]
Etika terapan mengalami perkembangan, masing-masing etika pada satu bidang
tidak dapat langsung diterapkan di bidang lain. Beberapa perkembangan etika terapan di
antaranya, yaitu: etika biomedik, etika bisnis, etika lingkungan, etika militer, etika
profesional, etika finansial, etika teknik, etika jurnalis, etika legal dan lain-lain.33
Dalam pemahaman modern, etika bisnis berarti mencintai alam, pro masyarakat
dan generasi setelahnya sebagai bagian dan tujuan bisnis.34 Etika bisnis terapan berarti
memberikan saran praktis (advice practical) kepada manajer dan akademisi di dunia bisnis
mengenai bagaimana mencapai tujuan bisnis mereka secara etis dan efektif. 35 Dalam
pemikiran etika bisnis Dawam Rahardjo, etika normatif yang berupa nilai-nilai moral
diaplikasikan dalam bentuk etika terapan seperti sikap peduli terhadap lingkungan
(ekologi), profesionalisme, dan amanah manajerial.
Agar penerapan etika bisnis dan moral ekonomi berjalan dengan baik, maka
dibutuhkan lembaga pengawas. Dalam sistem Ekonomi Islam, lembaga pengawas ini bisa
berbentuk lembaga, organisasi bahkan pemerintah. Misalnya lembaga H{isbah, yaitu
lembaga kontrol terhadap aktivitas kegiatan ekonomi baik swasta maupun pemerintah.36
Fungsi lembaga H{isbah ini bisa dijalankan melalui LSM dan asosiasi para pelaku
ekonomi, misalnya kamar dagang dan industri, asosiasi pengusaha, organisasi buruh dan
tani, atau organisasi professional, dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang bercorak
LSM.37 Lembaga pengawas ini juga secara tidak langsung mendorong para pelaku bisnis
untuk senantiasa beretika dalam menjalankan aktifitas bisnisnya dan menciptakan
lingkungan dan situasi yang dapat mendorong produktivitas. Dasar perintah untuk
membentuk lembaga pengawasan terhadap penerapan etika bisnis adalah QS. al-‘Imra@n
[3]: 104, ‚Dan hendaklah di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada keajikan,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar. Merekalah orang-orang
yang beruntung‛.38
Kompatibilitas Etika Bisnis Dawam Rahardjo dengan Etika Bisnis Islam
Landasan berpikir Dawam mengenai etika bisnis bersumber pada tiga hal:
Pertama, nilai-nilai fundamental ekonomi Islam.39Kedua, pemahamannya terhadap ayat-
32
Ashraf U. Kazi and Abdel K. Halabi, ‚The Influence of Quran and Islamic Financial Transactions
and Banking,‛Arab Law Quarterly, Vol. 20, No. 3, 2006, 321-331.
33
Fritz Allhoff, ‚What Are Applied Ethics?,‛Sci Eng Ethics, 2011, 17: 1-19.
34
Laszlo Zsolnai, ‚Towards Ethical Business,‛ Society and Economy, Vol. 25, No. 2, ‚Business
Ethic and Ethical Business‛, 2003, 259-263.
35
D. Robin, ‚Toward an Applied Meaning for Ethics in Business,‛ Journal of Business Ethics, Vol.
89, No. 1, September 2009, 139-150.
36
M. Dawam Rahardjo, Rancang Bangun Ekonomi Islam (tp., tt.)9.
37
M. Dawam Rahardjo, Islam dan Transformasi Sosial-Ekonomi (Jakarta: LSAF, `1999), 74.
38
Rahardjo, Etika Ekonomi dan Manajemen , 13.
39
Rahardjo, Rancang Bangun Ekonomi Islam , 13.
103
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 11, No. 1, Januari 2015: 95-116
ayat ekonomi dengan pendekatan tafsir tematik. 40 Ketiga, teori-teori ilmu ekonomi
modern.41 Hal ini yang membedakan pemikiran Dawam, dengan etika bisnis yang diusung
oleh Naqvi,42 Beekun,43 dan Shahatah.44 Konsep etika bisnis ketiga tokoh ini bermuara
pada etika Islam, yang kemudian diformalisasi menjadi aksioma-aksioma dasar yang
dikembangkan pada kajian etika bisnis Islam. Aksioma-aksioma tersebut meliputi tauhid,
tanggungjawab, keseimbangan, kehendak bebas, dan kebajikan.
Dengan berbedanya konsep dasar pemikiran etika bisnis diantara Dawam dan
ketiga tokoh di atas, maka menghasilkan nilai-nilai dan konsep yang berbeda pula.
Dawam terlihat lebih berpariatif dalam memformalisasikan nilai-nilai tersebut, hal ini
terlihat dari nilai-nilai etika bisnis yang ditawarkan Dawam yaitu tauhid, khilafah,
musyawarah, ih}san, fastabiq al-khaira@t, keseimbangan, amanah, amar ma’ru@f nahi munkar,
wa tawa@ s}aubi al-haqq wa tawa@s}aubi al-s}abr, dan taqwa. Masing-masing nilai ini
diinterpretasikan dengan konsep-konsep ekonomi modern, seperti nilai tauhid
diinterpretasikan sebagai sebuah sifat teoposentris, dimana Tuhan menjadi core atau inti
dari seluruh aktifitas bisnis. Khilafah diartikan sebagai kemampuan untuk mengelola
sumber daya (manajer). Ta’aruf diartikan sebagai impersonal economic relationship, yaitu
kemampuan untuk membangun relasi atau hubungan yang baik antar pelaku bisnis.
Konsep nilai-nilai dasar etika bisnis Dawam Rahardjo, hampir serupa dengan
konsep nilai yang diusung oleh Akram Khan. Menurutnya nilai ekonomi Islam dapat
dibagi menjadi dua: positif dan negatif. Nilai-nilai positif ini mencakup: adil, ihsan,
amanah, ta‘a@wun, tawakal, qana’ah, sabar, pengorbanan dan samah}ah. Nilai-nilai negatif
mencakup: zalim,kebencian (amarah), penimbunan, tamak, gemar berhutang.45
Faktor yang menjadikan pemahaman nilai-nilai etika Dawam lebih berpariatif
adalah pendekatan yang dilakukan Dawam. Dalam memahami nilai-nilai ini, Dawam
menggunakan pendekatan tafsir tematik, di mana nilai-nilai dalam al-Qur’an dipilih
sesuai dengan tema atau ajaran ekonomi, dan kemudian diinterpretasi sesuai dengan
40
Penafisran dengan metode tematik (maud}ui@) ini dapat dilihat dari beberapa interpretasi Dawam
pada tema-tema tertentu, seperti ta‘aruf (53,54), tabli@gh (104),taqwa (11), mi@za@n (22, 54), ma‘ru@f (122),
khali@fah (100-102, 125), h}asanah (22), amanah (121, 127, 139) dan tema-tema lainnya. Lihat Rahardjo,
Etika Ekonomi dan Manajemen, Dan untuk melihat gaya, corak dan metode penafsiran Dawam dapat
melihat bukunya yang berjudul Ensiklopedia Al-Qur’an, Tafsir Sosial Berdasarkan konsep-Konsep Kunci
(Jakarta: Paramadina, 2002), II.
41
Teori yang digunakan diantaranya adalah teori tentang efisiensi manajeman (Fayol), agama
memberi pengaruh lebih besar terhadap kehidupan ekonomi (Kneeth E. Boulding), sekte dan moral
ekonomi, keuangan negara (Adam Smith), etika protestan dan spirit capitalisme (Max Weber),
utilitarianisme (Bentham dam John Stuart Mills), moral dan etika (Jacques P. Thiroux), ekonomi makro
(Paul A. Samuelson), insan kamil (Iqbal), ekonomi politik (Lord Robinson), ekonomi pembangunan (Joseph
A. Schumpeter), pertumbuhan ekonomi (W. Lewis), distribusi ekonomi (Ausaf Ahmad, Ausaf Ahmad, dan
Anas Zarqa), ekonomi Islam (Akram Khan) , enterprener dan perkembangan ekonomi (Mourice Dobb),
degradasi kerja (Harry Braverman). Teori-teori ini digunakan pada bukunya Etika Ekonomi dan Manajemen.
42
Syed Nawab Haidar Naqvi, Ethic and Economics: An Islamic Synthesis (London: The Islamic
Foundation, 1981). Dan ‚Ethical Vondations on Islamic Economic‛, Islamic Studies, Vol. 17, No. 2,
Summer 1978, 105-136.
43
Rafik Issa Beekun, Islamic Business Ethics (Virginia: International Instritute of Islamic Thought, 1997).
44
Husain Shahatah, Business Ethics in Islam (Egypt: al-Falah Fondation, 1999).
45
Muhammad Akram Khan, Ajaran Nabi Muhammad SAW Tentang Ekonomi: Kumpulan Hadishadis Pilihan Tentang Ekonomi (Bank Muamalat), 291-329.
104
Pemikiran Etika Bisnis Dawam Rahardjo (Ade Fauzi)
ajaran atau ilmu ekonomi. Pendekatan yang digunakan Dawam, lebih relevan karena
pemahaman dan interpretasinya bisa lebih leluasa dikembangkan dan disesuaikan dengan
perkembangan dan kajian etika bisnis itu sendiri. Selain itu, hal ini juga membuka celah
yang besar bagi para akademisi untuk mengkaji etika bisnis selanjutnya.
Salah satu yang membedakan Dawam dengan tiga tokoh ini adalah pemikiran
etika bisnis Dawam dipengaruhi pemahamannya terhadap nilai-nilai budaya lokal
Indonesia, seperti gotong royong dan kekeluargaan yang menjadi nilai dasar pemikiran
Ekonomi Kerakyatan, Ekonomi Pancasila, dan juga menjadi dasar koperasi.46 Hal ini jelas
sangat relavan dalam konteks Indonesia, karena harus ada interkoneksi antara ajaran
moral dengan nilai-nilai lokal, agar dapat diterima oleh para pelaku bisnis di Indonesia.
Seperti di Jepang etika bisnis dipengaruhi oleh nilai budaya lokal kyosei yang bersifat
komunite, dan di Eropa dipengaruhi oleh nilai human dignity yang menekankan nilai
individu,47 dan di Mesir yang dipengaruhi oleh nilai tauhid, keadilan dan khilafah.48
Pemikiran etika bisnis Dawam dan ketiga tokoh ini memiliki corak yang sama
yaitu bercorak deskriptif, normatif dan terapan. Deskriptif berarti mengamati fenomenafenomena sosial khususnya pelanggaran etika dalam dunia bisnis. Kemudian dicarikan
solusi dengan pendekatan etika. Normatif, berarti menentukan dan mengembangakan
nilai-nilai yang dapat dijadikan sebagai dasar pemikiran etika bisnis. Terapan, berarti
mengaktualkan dan menginstitusionalkan nilai-nilai etika kedalam bentuk formal, seperti
kode etik perusahan.49
Pemikiran etika bisnis Dawam mencakup skala mikro, meso dan makro. Dalam
skala mikro (level individu), nilai etika yang dapat digunakan misalnya khali@fah, yaitu
pemahaman bahwa seorang pelaku bisnis sebagai pengelola (manager) sumber daya
(modal) yang harus dikelola dengan amanah.50 Dalam skala meso (tingkat perusahaan),
nilai yang sesuai adalah keseimbangan, yaitu perusahaan harus mempunyai daya saing
tanpa harus menjatuhkan perusahaan lain dan juga harus bersifat kooperatif dengan
manjalin kerjasama yang baik dengan perusahaan lain (competition and corporation).51
Dalam skala makro (nasional), nilai yang sesuai adalah nilai keadilan, di mana negara
mempunyai hak untuk mengontrol pasar, agar kegiatan monopoli, penimbunan dan
spekulasi dapat dihindari. Dapat juga menggunakan nilai tanggungjawab dengan
46
Hal ini senada dengan yang dikatakan Dawam dalam tulisannya ‚Ekonomi Pancasila dalam
Tinjauan Filsafat Ilmu‛, (tt), 5. Bahwa Ekonomi Pancasila disebut juga sebagai ekonomi yang berasaskan
kekekeluargaan, kegotong-royongan dan kerjasama. Ini adalah nilai-nilai tradisional yang bersumber pada
budaya Indonesia. Tapi asas kekeluargaan ini berdasarkan kepada solidaritas mekanis, telah
ditransformasikan menjadi solidaritas fungsional, dengan nilai-nilai individualis dalam lembaga koperasi.
47
Alois A. Nugroho, Dari Etika Bisnis ke Etika Ekobisnis, 25.
48
Gillian Rice, ‚Islamic Ethic and Implications in Business‛, Journal of Business Ethic, Vol. 18,
1999, 345-359.
49
Dawam Rahardjo, ‚Peranan Etika Islam dalam Pembangunan SDM Menyongsong Tahun 2020‛.
Makalah ini disampaikan oleh Dawam Rahardjo pada Seminar Nasional HUT-31 KAHMI, ‚Prospek
Indonesia sebagai Salah Satu Macan Asia di Tahun 2020‛, tanggal 16 September 1997, Jakarta.
50
Dawam Rahardjo, Etika Ekonomi dan Manajemen (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1990), 100.
51
Ibid., 126.
105
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 11, No. 1, Januari 2015: 95-116
memberlakukan konsep ekologi(green economy), yaitu kegiatan ekonomi harus
memperhatikan pelestarian alam.52
Dalam cakupan etika bisnis, masing-masing tiga tokoh ini memiliki
kecenderungan. Naqvi, dalam Ethics and Economics: An Islamic Synthesis lebih
cenderung pada kajian etika normatif dengan membuat aksioma-aksioma etika Islam
sebagai landasan pemikiran etika bisnis. Beekun, dalam Islamic Business Ethics lebih
cenderung membahas etika bisnis perusahaan. Shahata dalam Business Ethics in Islam
lebih cenderung membahas etika bisnis individu. Perbedaan ini sebagai hal yang lumrah,
karena perbedan masing-masing latar belakang pendidikan, profesi dan sosio-ekonomi.
Naqvi berlatar belakang pemikir ekonomi Islam, Beekun sebagai praktisi etika bisnis
perusahaan dan Shahata sebagai pengajar dan konsultan.
Dalam penulisannya, cakupan etika bisnis Dawam kurang sistematis karena masih
dalam bentuk gagasan, khususnya dalam etika pada tingkat meso dan makro. Pada
tingkatan meso, seharusnya sudah dipaparkan mengenai proses formulasi nilai-nilai etika
menjadi kode etik perusahan, mulai dari penentuan nilai-nilai yang sesuai dengan budaya
lokal, membuat standarisasi nilai etik, menyusun kode etik yang berlaku di sebuah
perusahaan, membentuk lembaga atau dewan pengawas. Pada tingkat makro, harus sudah
mengkaji formulasi nilai-nilai etika baik dalam bentuk undang-undang atau peraturan
pemerintah tentang harmonisasi bisnis dengan pelestarian lingkungan. Karena di
Indonesia sudah ada beberapa undang-undang dan peraturan yang mengatur tentang
lingkungan hidup seperti Undang-Undang 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan Peraturan Pemerintah Republik Indonsia Nomor 47
Tahun 2012 tentang Tanggungjawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pemikiran etika bisnis Dawam
secara substansial sesuai (kompatibel) dengan konsep etika bisnis Islam yang
direpresentasikan oleh tiga tokoh Naqvi, Beekun dan Shahatah, namun secara konseptual
mereka berbeda. Persamaan dan perbedaannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel. Kompatibilitas Pemikiran Etika Bisnis Dawam Rahardjo
dan Etika Bisnis Islam (Naqvi, Beekun dan Shahata)
Aspek
Dawam Rahardjo
Naqvi
Beekun
Shahata
Sumber
Nilai
Nilai Fundamental
Ekonomi Islam
Etika Islam
Etika Islam
Syariat Islam
Nilai-nilai
Dasar Etika
Bisnis
Tauhid
Khilafah
Musyawarah
Ihsan
Tauhid
Keseimbangan
Kebajikan
Kehendak Bebas
Tanggung Jawab
Tauhid
Keseimbangan
Kehendak Bebas
Tanggung Jawab
Kebajikan
Tauhid
Kesadaran
Moral
Tanggung
Jawab
Amanah
Positifsme
Taat
Fastabiqul khairat
Ta‘aruf
Keseimbangan
Amanah
52
Dawam Rahardjo, Islam dan transformasi Sosial Ekonomi (Jakarta: LSAF, 1999), 106-123.
106
Pemikiran Etika Bisnis Dawam Rahardjo (Ade Fauzi)
Amar ma‘ruf
nahi munkar
Wa tawa@ s}aubi alhaqq
wa tawa@ s}aubi als}s}abr
Pendekatan
Taqwa
Islah
Keadilan
Sosio-historis
Filosofis
Tafsir
Ekonomi
Corak
Deskriptif
Normatif
Aplikatif
Deskriptif
Normatif
Aplikatif
Deskriptif
Aplikatif
Manajemen
Fiqih
mu‘amalah
Kode Etik
Modern
Normatif
Aplikatif
Cangkupan
Mikro
Meso
Makro
Makro
Meso
Mikro
Interpretasi
Tauhid
Teoposentris
Demokratisasi
ekonomi
Tauhid
Teoposenstris
Tauhid
Teoposenstris
Tauhid
Teoposentris
Khilafah
Pengelola
(manajer) sumber
daya
Keseimbangan
Semua yang ada
di semesta adalah
milik Allah
Distribusi
kekayaan,
keadilan sosial
Maksimalisasi
kebahagiaan
manusia
Keseimbangan
Asas tidak
berlebihan
Asas persamaan
Asas pemerataan
distribusi
Kebajikan
Kemurahan hati
dan kebaikan
Musyawarah
Gotong toyong
Kehendak bebas
Kebebasan
absolut milik
Allah, sedangkan
manusia relatif
Kehendak bebas
Kebebasan
manusia bersifat
voluntir dan
bersumber dari
anatomi
pengambilan
pemilihan yang
benar
Tanggung
Jawab
Solidaritas
sosial
Fastabiq al-khaira@t
Tanggung jawab
Tanggung jawab
individu
Tanggung jawab
sosial
Tanggung jawab
Tanggungjawab
moral
Amanah
Memenuhi
perjanjian
Optimisme dalam
kebaikan
Filosofis
Ekonomi
Filosofis
Manajemen
Fiqih
107
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 11, No. 1, Januari 2015: 95-116
Ta‘aruf
Impersonal
Economic
Relationship
Kebajikan
Keseimbangan
Competition and
Corporation
Kebajikan
Mendahulukan
tindakan yang
menguntungkan
orang lain
(voluntir)
Taqwa
Evaluasi diri
Taat
Tunduk kepada
hukum
Amanah:
Profesionalisme
Amar ma‘ruf nahi
munkar: Integritas
Wa tawa@ s}aubi alhaqqi wa tawa@
s}aubial-s}s}abr:
Transparansi
Taqwa: Menjaga
diri dari sikap yang
merusak dan
merugikan
Kesadaran moral
Islah: Rasionalitas
Keadilan: Anti
monopoli
Relevansi Pemikiran Etika Bisnis Dawam Rahardjo dengan Dunia Bisnis Modern
Metamorfosis Etika Bisnis menjadi Ekologi
Dalam diskusi publik tentang pembangunan, istilah ekologi dan ekonomi sering
ditempatkan secara bersebarangan. Ketika ekologi dijadikan dasar argumentasi
penyelamatan lingkungan, ekonomi diposisikan sebagai alasan bagi manusia untuk
merusak lingkungan. Padahal ekologi dan ekonomi mempunyai akar kata yang sama,
yaitu oikos, yang artinya rumah tangga. Yang satu mendekatinya secara logos yang
berorientasi pengetahuan, yang lainnya mendekatinya secara namein, yang berorientasi
pada pengaturan. Objek ekologi dan ekonomi sebenarnya sama, yaitu rumah tangga atau
dalam konteks ini adalah tempat untuk kita tinggal dan hidup.53
Dewasa ini terdapat persepsi umum mengenai jenis budaya dan agama. Pertama
adalah agama dan budaya yang sejalan dengan prinsip-prinsip ekonomi. Dan ke dua,
agama dan budaya yang bertentangan dengan prinsip-prinsip ekologi, setidaknya
53
Agus S. Ekomadyo, Kota Ekologinomis: Sinergi Ekologi dan Ekonomi dalam Pembangunan
Kota. http://iplbi.or.id/2013/06/kota-ekologinomis-sinergi-ekologi-dan-ekonomi-dalam-pembangunan-kota/.
diakses tanggal 29 Desember 2014.
108
Pemikiran Etika Bisnis Dawam Rahardjo (Ade Fauzi)
memberikan legitimasi terhadap berlangsungnya perusakan lingkungan hidup. Agama
samawi berada pada kelompok pertama karena menempatkan manusia di atas alam,
sebagaimana tercermin dalam teologi-teologinya. Kelompok kedua adalah agama-agama
bumi yang terdapat pada suku-suku primitif. Pemasalahan kerusakan lingkungan juga
bersifat transideologi, transreligi dan transnasional.54
United Nation Environment Programme (UNEP) memberikan pengertian ekonomi
hijau sebagai kegiatan perekonomian yang mampu meningkatkan kesejahteraan dan
keadilan sosial di satu sisi, tetapi di sisi lain mampu menghilangkan dampak negatif
pertumbuhan ekonomi terhadap lingkungan dan kelangkaan sumber daya alam. 55 Green
Economy adalah instrumen penting dalam menjalankan pertumbuhan ekonomi
berkelanjutan, yaitu ekonomi menjadi subsistem dari lingkungan, bukan meletakan
lingkungan di bawah kepentingan ekonomi.56
Menurut Carlos Davidson, ada tiga paradigma mengenai hubungan antara
perkembangan ekonomi dan lingkungan. Peradigma pertama, Limit, kerusakan lingkungan
adalah dampak langsung dari perkembangan ekonomi. Paradigma ini banyak dianut oleh
para ahli biologi, ahli lingkungan hidup, dan ekonom ekologi. Paradigma ini juga yang
dianut oleh Malthus (1836) dan Maedow (1972) dan Daly (1996). Kedua, Tapestry,
kerusakan lingkungan dipengaruhi oleh prilaku ekonomi pada level yang berbeda-beda
sesuai dengan stuktur produksi dan konsumsi. Ketiga, Optimist, paradigmaa ini disebut
juga ekonomi neoklasik. Perkembangan ekonomi bisa jadi tidak berdampak negatif pada
kerusakan lingkungan, seperti penggunaan teknologi industri atau bisa berdampak negatif
pada kerusakan lingkungan hanya pada level tertentu atau pada masa peralihan.
Lanjutnya, Carlos mengungkapkan ada faktor lain yang mempengaruhi hubungan antara
lingkungan dan perkembangan ekonomi, yaitu kepentingan politik (political interest)
yang mengendalikan arah kebijakan-kebijakan pemerintah terhadap pelestarian
lingkungan hidup dan perkembangan ekonomi.57
Jika mengacu pada paradigma ini, maka paradigma Dawam mengenai hubungan
antara perkembangan ekonomi dan lingkungan hidup termasuk paradigmaa kompleks
yang mencakup ke tiga paradigmaa di atas (limit, tapestry, optimist), karena satu sisi ia
berargumen bahwa ada hubungan timbal balik antara sumber daya alam dan pertumbuhan
ekonomi, namun di sisi lain ia juga berargumen pada dasarnya ada lima faktor yang
mempengaruhi hubungan antara alam dan ekonomi, yaitu: perkembangan teknologi
industri, persaingan bebas, kolonialisme, sikap hidup sekuler dan urbanisasi.58
Perhatian dunia terhadap masalah-masalah lingkungan hidup sudah dituangkan
sejak 40 tahun yang lalu, dengan diselenggarakannya Konfrensi PBB tentang lingkungan
54
55
2014.
Dawam Rahardjo, Islam dan Transformasi Sosial-Ekonomi (Jakarta: LSAF, 1999), 89-90.
www.unep.org/wed/greeneconomy, Towards Green Economy. Diakses tanggal 29 Desember
56
Emil Salim, Ratusan Bangsa Merusak Satu Bumi (Jakarta: Kompas, 2010), 135.
Carlos Davidson, ‚Economic Growth and the Environment: Alternative to the Limits
Paradigma,‛ BioScience, Vol. 50 No. 5, May 2000.
58
M. Dawam Rahardjo, Islam dan Transformasi Sosial-Ekonomi (Jakarta: LSAF, 1999), 106-110.
57
109
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 11, No. 1, Januari 2015: 95-116
hidup di Stockholm pada tahun 1972 dan Deklarasi Rio tahun 1992. Deklarasi ini
berpegangan pada satu prinsip bahwa manusia adalah pusat perhatian pada pembangunan
bekelanjutan, karena mereka berhak mendapatkan kesehatan dan produktivitas hidup yang
berharmoni dengan alam.59 Dunia saat ini menghadapi dua masalah besar, yaitu masalah
peningkatan ekonomi, pelestarian fungsi lingkungan dan pengelolaan sumber daya alam.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi masalah ini baik secara lokal, regional
maupun global, namun degradasi lingkungan terus terjadi dan bersifat sistemik. Seperti
kebakaran hutan yang terjadi merupakan konsekuensi logis dari anomali iklim dan
meluasnya kebijakan perluasan Hutan Tanaman Industri (HTI) menggantikan hutan alam
dan perubahan lahan sawah menjadi lahan non pertanian.60
Dalam konteks Indonesia, mantan Menteri Negara Lingkungan Hidup, Prof. Dr.
Balthasar Kambuaya, MBA, dalam kunjungannya di Nusa Tenggara Timur (NTT),
mengatakan bahwa di tengah krisis ekonomi global, Indonesia harus mampu
mempertahankan pertumbuhan ekonominya yang positif dan harus bersifat berkelanjutan.
Pembangunan yang berkelanjutan sejatinya dicapai dengan meminimalkan degradasi
lingkungan dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas ekonomi. Dampak
dari pembangunan ini sudah terlihat dari beberapa indikator degradasi lingkungan baik
pada air, udara, lahan dan hutan. Permasalahan deforestasi (penggundulan) hutan, seperti
penebangan liar (illegal logging) dapat mengakibatkan erosi lahan, terancamnya aneka
satwa, hingga mengakibatkan global warming. Menurut data kementrian kehutanan, pada
tahun 2009, luas kawasan hutan Indonesia mencapai 138 juta hektar. Dengan laju
defortasi hutan periode 2005-2009 mencapai 5,4 juta hektar. Selain itu, perubahan iklim
dapat mengancam kehidupan manusia khususnya di ngara yang memiliki banyak pantai.
Begitu juga pada sektor pertanian, seperti kekeringan lahan dan berkurangnya lahan
produktif. Oleh karena itu harus dilakukan mitigasi melalui pengendalian berbagai
aktivitas yang dapat menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang ditargetkan sebesar
26% di tahun 2020.61
Peralihan lahan produktif yang tidak sesuai dengan ekosistem atau kontur tanah
dapat menyebabkan kerusakan. Ada sebuah penelitian yang menemukan bahwa nilai
ekonomi total ekosistem rawa non-pasang surut pada wilayah Kalimantan Selatan sekitar
227.020.000.000 rupiah per tahun per 10.000 hektar atau setara dengan USD 2,389.65 per
hektar per tahun. Dari nilai tersebut, hanya 7,14% dari mereka adalah nilai-nilai ekonomi.
Sementara itu, nilai-nilai ekologis bisa memperoleh sekitar 92,07 % dari total nilai.
Angka ini juga mencerminkan bahwa akan ada nilai sumber daya alam dan kerusakan
lingkungan dari ekosistem rawa non-pasang surut di samping biaya sosial yang akan
59
Giorgio Baruchello dan Rachael Lorna Johnstone, ‚Comment on Right and Value: Committee on
Economi, Social and Cultural Right Addresses the Environment,‛ Studies in Social Justice, Volume 7, Issue
1, 2013, 175-179.
60
Ida Nurlida, ‚Konsep Ekonomi Hijau (Green Economy) dalam pengelolaan dan Pemanfaatan
Sumber Daya Alam di Indonesia Untuk
Mendukung Pembangunan Berkelanjutan,‛
https://www.academia.edu/6717553/Konsep_Ekonomi_Hijau_Green_Economic_dalam_Pengelolaan_dan_P
emanfaatan_Sumber_Daya_Alam_di_Indonesia_untuk_mendukung_Pembangunan_Berkelanjutan?login=ad
[email protected]&email_was_taken=true . Diakses 29 Desember 2014.
61
Majalah Ekonomi Syariah Universitas Trisakti, Vol. 11 No.2, 1434 H., 7-8.
110
Pemikiran Etika Bisnis Dawam Rahardjo (Ade Fauzi)
timbul, jika rencana konversi lahan rawa menjadi perkebunan kelapa sawit seluas 10.000
hektar dilaksanakan. Oleh karena itu, pemerintah harus bertanggung jawab dan
memainkan peran penting untuk melindungi dan melestarikan alam untuk kepentingan
khalayak yang lebih luas.62
Dalam tatanan global, terjadi perubahan paradigma baru mengenai pembagunan
ekonomi berbasis lingkungan atau ‚ekonomi hijau‛. Pemerintah Indonesia telah
memberikan respon dengan mengeluarkan undang-undang 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-undang ini memberikan ruang
cukup banyak untuk mengembangkan ekonomi hijau melalui instrument ekonomi
lingkungan. Selain itu undang-undang 32 Tahun 2009 memberikan mandat dalam
melakukan pengelolaan lingkungan hidup dengan memberhatikan aspek perencanaan,
pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum. Dalam
lingkup Perseroan Terbatas, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
Perseroan Terbatas. Langkah kecil yang dapat dilakukan adalah dengan kegiatan
sederhana seperti upaya tanam dan pelihara pohon dengan menggunakan tiga prinsip,
reduce, reuse, dan recycle. Hemat dalam penggunaan energi serta mencari alternatif model
transportasi ramah lingkungan. 63 Dengan dua instrument hukum, baik Undang-Undang
(UU) maupun Peraturan Pemerintah, penegakan ekonomi hijau bisa berjalan dengan lebih
terorganisir dan professional. Selain itu dua instrument ini bisa menjadi landasan
operasional para pelaku usaha dan bisnis untuk selalu menjaga lingkungan hidup, baik
dalam sekala mikro, meso dan makro.
Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana aksesibilitas sebuah komunitas,
keterbatasan alam, dan ekosistem sekitar mempengaruhi tipe strategi pengembangan
ekonomi yang harus dicapai. Di Amerika strategi yang digunakan dalam pengembangan
ekonomi adalah dengan melibatkan komunitas-komunitas yang secara langsung maupun
tidak langsung berkontribusi menciptakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan
pendapatan penduduk. Ada sekitar 101 komunitas yang mencakup wilayah Oregon dan
Washinghton. Dari tahun 80-an, komunitas-komunitas ini memegang peran yang
signifikan terhadap perkembangan ekonomi di Amerika pada level lokal. Strategi yang
mereka gunakan ada dua, yaitu rekrutmen industri (industrial recruitment) dan
pengembangan diri (self-development). Rekrutmen industri berupaya untuk menarik
perusahaan-perusahaan industri dari luar untuk pindah ke komunitas. Upaya yang
dilakukan meliputi ketentuan dari abatements (potongan biaya) pajak, pinjaman berbunga
rendah, dan akses mudah ke tanah murah untuk pembangunan infrastruktur. Daya tarik
perekrutan industri adalah dari kemampuannya untuk menghasilkan sejumlah besar
pekerjaan dalam waktu yang relatif singkat. Aksesbilitas memiliki peran yang signifikan
62
Hamdani, Imam Hanafi, Anwar Fitrianto, Luthfi Arsyad, dan Budi Setaiawan, ‚EconomicEcological Value of Non-Tidal Swamp Ecosistem: Case Study in Tapin District, Kalimantan, Indonesia ‛
Modern Applied Science, vol. 8, no. 1, 2014.
63
Majalah Ekonomi Syariah Universitas Trisakti, vol. 11, no. 2, 1434 H.
111
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 11, No. 1, Januari 2015: 95-116
dalam perkembangan diri, seperti revitalisasi bisnis di pusat kota, mempromosikan
pariwisata lokal, dan mempertahankan atau memperluas usaha pribadi.64
Dari uraian di atas, apa yang disuarakan Dawam mengenai ekologi atau green
economy, sangat relevan dengan perkembangan pemikiran dan paradigmaa modern
tentang hubungan perkembangan ekonomi dan pelestarian alam. Pada banyak kasus
pengrusakan alam, seperti diforestasi hutan, pengalihan lahan yang tidak sesuai dengan
ekosistem, pengalihan lahan produktif menjadi lahan nonproduktif, pencemaran air, udara
dan tanah. Pengrusakan sangat memberikan dampak negatif, bahkan bersifat sistemik
yang mencangkup beberapa sektor, seperti ekonomi, lingkungan, politik dan sosial. Lebih
hebatnya lagi dapat memberikan dampak psikis, seperti tingginya kasus bunuh diri65 dan
meningkatnya angka kematian pada anak-anak dari masyarkat yang hidup di daerah yang
mengalami ketidakseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan kehancuran alam.66 Oleh
karenanya perlu dilakukan kebijakan yang sinergi di setiap level, baik pemerintah, pelaku
industri dan masyarakat guna mencapai pertumbuhan ekonomi yang selaras dengan
pelestarian alam.
Profesionalisme dan Amanah Manajerial
Konsep profesionalisme dan amanah manajerial dalam pemikiran etika bisnis
Dawam dapat diinduksikan dalam sistem Good Corporate Governance (GCG). GCG
secara definitif, seperti yang dikutip dari Monks (2003) merupakan sistem yang mengatur
dan mengendalikan perusahaan yang menciptakan nilai tambah (value added) untuk
semua stakeholder. Ada dua hal yang ditekankan dalam konsep ini: pertama, pentingnya
hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar dan tepat pada
waktunya. Kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure)
secara akurat, tepat waktu, transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan,
kepemilikan, dan stakeholder. Esensi dari corporate governance adalah peningkatan
kinerja perusahaan melalui supervisi atau pemantauan kinerja manajemen dan adanya
akuntabilitas manajemen terhadap pemangku kepentingan lainnya, berdasarkan kerangka
aturan dan peraturan yang berlaku.67
Konsep GCG baru popular di Asia. Konsep ini relatif berkembang sejak tahun
1990-an. Konsep GCG baru dikenal di Inggris pada tahun 1992. Negara-negara maju yang
tergabung dalam kelompok OECD (kelompok Negara-negara maju di Eropa Barat dan
Amerika Utara) mempraktikkan pada tahun 1999. Adapun sejarah corporate governace
Indonesia berhubungan erat dengan krisis finansial Asia Selatan 1997. Krisis mulai dari
Thailand, terus menyerbu Philipina, Indonesia, Malaysia dan Korea Selatan (Kingsley
64
Jessica Crowe, ‚The Role of Natural Capital on The Pursuit and Implementation of Economic
Development,‛Sociological Perpectives, Vol. 51, Issue 4, 2008, 827-851.
65
K. Hawton, L. Harriss, K. Hodder, S. Simkin dan D. Gunnell, ‚The Influence of the Economic
and Social Environment on Deliberate Self-Harm and Suicide: an Ecological and Person-Based Study,‛
Psychological Medicine, 31, 2001, 827-836.
66
Jennifer S. Fraunz, ‚Child Mortalitu and Environmetn in Developing Countries,‛ Popul Environt,
27, 2006, 264-28.
67
Thomas S. Kaihatu, ‚Good Corporate Governance dan Penerapannya di Indonesia,‛ Jurnal
Manajemen dan Kewirausahaan, Vol.8, No. 1, Maret 2006, 1-9.
112
Pemikiran Etika Bisnis Dawam Rahardjo (Ade Fauzi)
2004: 501). Bencana ini sungguh sesuatu yang tidak terduga. Tragedi itu datang melanda
hanya beberapa bulan setelah the World Bank mengeluarkan laporannya tentang macan
ekonomi Asia, yang menginspirasi negara berkembang lainnya. The International
Monetary Funds (IMF) datang membawa bantuan. Lembaga ini menawarkan bantuan
bersyarat. Mereka berkenan memberikan pinjaman asalkan pemerintah Indonesia bersedia
memenuhi beberapa persyaratan. Satu diantaranya, komitmen untuk memperbaiki sistim
corporate governance. Di mata IMF saat itu sistim corporate governance Indonesia
menjadi salah satu titik lemah bangunan perekonomian Indonesia. Akhirnya sebagaimana
yang terbaca di dalam 5 Letters of Intent pemerintah Indonesia kepada IMF, Indonesia
setuju dengan seluruh persyaratan yang diajukan IMF. Dana segarpun mengucur deras.
Dari perspektif sejarah, kelahiran Corporate Governance di Indonesia tidaklah
berdasarkan inisiatif lokal. Konsep itu lahir di Indonesia karena perintah orang luar (IMF).
Indonesia mengadopsi corpo GCG ini juga yang digunakan pemerintah Indonesia untuk
keluar dari krisis 1998.68
Ada empat komponen utama yang diperlukan dalam konsep good corporate
governance yang dikutip dari Kaen (2003), yaitu: fairness, transparency, accountability,
dan responsibility. Keempat komponen tersebut penting karena penerapan prinsip good
corporate governance secara konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas laporan
keuangan dan juga dapat menjadi penghambat aktivitas rekayasa kinerja yang
mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan.69
Prinsip-prinsip ini dapat di interpretasikan sebagai berikut:
1) Transparency (keterbukaan informasi), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses
pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan
relevan mengenai perusahaan.
2) Accountability (akuntabilitas), yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem, dan
pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana
secara efektif.
3) Responsibility (pertanggungjawaban), yaitu kesesuaian (kepatuhan) di dalam
pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan
perundangan yang berlaku.
4) Independency (kemandirian), yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara
professional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manajemen
yang tidak sesuai dengan peraturan dan perundangan-undangan yang berlaku dan
prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
5) Fairness (kesetaraan dan kewajaran), yaitu perlakuan yang adil dan setara di dalam
memenuhi hakhak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan
perundangan yang berlaku.
68
Miko Kamal, Konsep Corporate Governance di Indonesia: Kajian atas Kode Corporate
Governance, Jurnal Manajemen dan Teknologi, vol. 10, no. 2, 2011.
69
Thomas S. Kaihatu, Good Corporate Governance dan Penerapannya di Indonesia, 1-9.
113
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 11, No. 1, Januari 2015: 95-116
Dalam Buku Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia yang
dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) tahun 2006 dalam Bab
III tentang Etika Bisnis dan Pedoman Perilaku dinyatakan bahwa dalam pelaksanaan
GCG di Indonesia harus didasari tiga prinsip dasar: 1) perusahaan harus memiliki nilai
perusahaan yang menggambarkan sikap moral perusahaan, 2) dalam merealisasikan sikap
moral, perusahaan harus memiliki rumusan etika bisnis yang disepakati oleh organ
perusahaan (pemegang saham, dewan komisaris, direksi) dan semua karyawan, 3) nilainilai dan rumusan etika bisnis perusahaan perlu dituangkan dan dijabarkan lebih lanjut
dalam pedoman perilaku agar dapat dipahami dan diterapkan.
SIMPULAN
Dalam konsepsi etika bisnis, Dawam memiliki perbedaan dengan Naqvi, Beekun
dan Shahatah. Dawam mendasari pemikiran etika bisnisnya dari nilai-nilai fundamental
ekonomi Islam yang kemudian diasimilasikan dengan budaya lokal Indonesia yang
terkandung dalam Pancasila. Sedangkan ketiga tokoh lainnya, mendasari pemikiran etika
bisnisnya dari etika Islam.Nilai-nilai dasar yang ditawarkan Dawam Rahardjo, berupa
tauhid, khilafah, musyawarah, ihsan, fastabiq al-khaira@t, keseimbangan, amanah, amar
ma’ru@f nahi munkar, wa tawa@ s}aubi al-haqq wa tawa@s}aubi al-s}abr, dan taqwa. Nilai-nilai
tersebut sangat sesuai dengan etika bisnis Islam, karena nilai-nilai ini bersumber dari alQur’an dan dipahami dengan teori dan pendekatan ilmu ekonomi. Nilai-nilai normatif ini
kemudia diaktualisasikan dalam bentuk etika terapan berupa ekologi, profesionalisme dan
amanah manajerial. Etika terapan ini sangat relevan diimplementasikan dalam dunia
bisnis modern.
DAFTAR PUSTAKA
Allhoff, Fritz. ‚What Are Applied Ethics?‛Sci Eng Ethics, 17, 2011.
Apressyan, Ruben G.‛Business Ethics in Russia‛, Journal of Business Ethics, Vol. 16, No.
14, 1997.
Bartens, Kess. Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta: Kanisius 2000.
Baruchello, Giorgio. dan Rachael Lorna Johnstone, ‚Comment on Right and Value:
Committee on Economi, Social and Cultural Right Addresses the
Environment,‛Studies in Social Justice, Volume 7, Issue 1, 2013.
Beekun, Rafik Issa. Islamic Business Ethichs. International Institute of Islamic Thought,
1996.
Beekun, Rafik Issa. Islamic Business Ethics. Virginia: International Instritute of Islamic
Thought, 1997.
Bungin, Burhan. Analisis Data Penelitian Kualitatif: Pemahaman Filosofis dan
Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta: Raja Grafindo, 2012.
Crowe, Jessica. ‚The Role of Natural Capital on The Pursuit and Implementation of
Economic Development,‛Sociological Perpectives, Vol. 51, Issue 4, 2008.
114
Pemikiran Etika Bisnis Dawam Rahardjo (Ade Fauzi)
Davidson, Carlos. ‚Economic Growth and the Environment: Alternative to the Limits
Paradigma,‛ BioScience, Vol. 50 No. 5, May 2000.
Effendy, Bahtiar. Islam dan Negara Transformasi Pemikiran dan Praktik Politik Islam di
Indonesia. Jakarta: Paramadina, 1998.
Ekomadyo, Agus S. ‚Kota Ekologinomis: Sinergi Ekologi dan Ekonomi dalam
Pembangunan Kota.‛ http://iplbi.or.id/2013/06/kota-ekologinomis-sinergi-ekologi-
dan-ekonomi-dalam-pembangunan-kota/.
Fraunz, Jennifer S. ‚Child Mortalitu and Environmetn in Developing Countries,‛ Popul
Environt, 27, 2006.
Hamdani, Imam Hanafi, Anwar Fitrianto, Luthfi Arsyad, dan Budi Setaiawan,
‚Economic-Ecological Value of Non-Tidal Swamp Ecosistem: Case Study in
Tapin District, Kalimantan, Indonesia‛ Modern Applied Science, vol. 8, no. 1,
2014.
Hawton, K., L. Harriss, K. Hodder, S. Simkin dan D. Gunnell, ‚The Influence of the
Economic and Social Environment on Deliberate Self-Harm and Suicide: an
Ecological and Person-Based Study,‛ Psychological Medicine, 31, 2001.
Kaihatu, Thomas S. ‚Good Corporate Governance dan Penerapannya di Indonesia,‛Jurnal
Manajemen dan Kewirausahaan, Vol.8, No. 1, Maret 2006.
Kamal, Miko. ‚Konsep Corporate Governance di Indonesia: Kajian atas Kode Corporate
Governance‛ Jurnal Manajemen dan Teknologi, vol. 10, no. 2, 2011.
Kazi Ashraf U. and Abdel K. Halabi, ‚The Influence of Quran and Islamic Financial
Transactions and Banking,‛Arab Law Quarterly, Vol. 20, No. 3, 2006.
Khan, Muhammad Akram. Ajaran Nabi Muhammad SAW Tentang Ekonomi: Kumpulan
Hadis-hadis Pilihan Tentang Ekonomi. Bank Muamalat.
Laszlo. Zsolnai, ‚Towards Ethical Business,‛Society and Economy, Vol. 25, No. 2,
‚Business Ethic and Ethical Business‛, 2003.
Majalah Ekonomi Syariah Universitas Trisakti, Vol. 11 No.2, 1434 H.
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000.
Musa, M. Adli. Islamic Business Ethics and Finance: An Exploratory Study of Islamic
Banks in Malaysia, International Conference on Islamic Economics and Finance.
Naqvi, Syed Nawab Haidar. ‚Ethical Vondations on Islamic Economic‛, Islamic Studies,
Vol. 17, No. 2, Summer 1978, 105-136.
Naqvi, Syed Nawab Haidar. Ethic and Economics: An Islamic Synthesis. London: The
Islamic Foundation, 1981.
Nata, Abuddin. Metodologi Studi Islam. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012.
115
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 11, No. 1, Januari 2015: 95-116
Nugroho, Alois A. Dari Etika Bisnis ke Etika Ekobisnis. Jakarta: Gramedia Widiasarana
Indonesia, 2001.
Nurlida, Ida ‚Konsep Ekonomi Hijau (Green Economy) dalam pengelolaan dan
Pemanfaatan Sumber Daya Alam di Indonesia Untuk Mendukung Pembangunan
Berkelanjutan,‛
dalam
https://www.academia.edu/6717553/Konsep_Ekonomi_Hijau_Green_Economic_d
alam_Pengelolaan_dan_Pemanfaatan_Sumber_Daya_Alam_di_Indonesia_untuk_
[email protected]&email_wa
s_taken=true .
Rahardjo, Dawam. Etika Ekonomi dan Manajemen. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1990.
Rahardjo, Dawam. Islam dan transformasi Sosial Ekonomi. Jakarta: LSAF, 1999.
Rahardjo, M. Dawam. ‚Menuju Sistem Perekonomian Indonesia‛, Jurnal UNISIA, Vol.
XXXII No. 72, Desember 2009.
Rahardjo, M. Dawam. Ensiklopedia Al-Qur’an, Tafsir Sosial Berdasarkan konsep-Konsep
Kunci. Jakarta: Paramadina, 2002.
Rahardjo, M. Dawam. Etika Ekonomi dan Manajemen. Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990.
Rahardjo, M. Dawam. Islam dan Transformasi Sosial-Ekonomi. Jakarta: LSAF, `1999.
Rahardjo, M. Dawam. Peranan Etika Islam dalam Pembangunan SDM: Menyongsong
Tahun 2020. Makalah ini disampaikan pada Seminar Nasional HUT-31 KAHMI,
tanggal 16 September 1997 di Jakarta.
Rice, Gillian. ‚Islamic Ethic and Implications in Business‛, Journal of Business Ethic,
Vol. 18, 1999.
Robin, D. ‚Toward an Applied Meaning for Ethics in Business,‛Journal of Business
Ethics, Vol. 89, No. 1, September 2009.
Salim, Emil. Ratusan Bangsa Merusak Satu Bumi. Jakarta: Kompas, 2010.
Shahata, Hussain. Business Ethics in Islam. Cairo: al-Falah Fondation, 1999.
Shahatah, Husain. Business Ethics in Islam. Egypt: al-Falah Fondation, 1999.
Taka, Iwao ‚Business Ethics in Japan‛, Journal Ethics, Vol. 16, No. 14, 1997.
www.unep.org/wed/greeneconomy, Towards Green Economy.
Xiaohe, Lu. ‚Business Ethic in China‛, Journal of Business Ethics, Vol. 16, No. 14, 1997.
Zubair, Achmad Charris. ‚Membangun Kesadaran Etika Multikulturalisme di Indonesia‛,
Jurnal Filsafat, Jilid 34, No. 2, Agustus 2003.
116
Download