PEMIKIRAN ETIKA BISNIS DAWAM RAHARDJO PESPEKTIF ETIKA BISNIS ISLAM Ade Fauzi SPs Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Jl. Kertamukti No. 5 Ciputat Email: [email protected] Abstrak: Etika merupakan bagian integral dari bisnis. Namun munculnya isu-isu sosial dalam bisnis yang berupa kurangnya kesadaran sosial, moralitas dan kerusakan yang ditimbulkan pada masyarakat berupa masalah-masalah yang berhubungan dengan bisnis yang pada akhirnya mengekspos fakta, bahwa hukum dan peraturan telah gagal sampai batas tertentu. Karena itulah etika bisnis Dawah Rahardjo memberikan jawaban atas persoalan ini. Jenis penelitian ini adalah content analysis yang bersifat library research. Data primer dalam penelitian ini adalah hasil wawancara dan berbagai karya yang ditulis Dawam Rahardjo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Dawam Rahardjo mendasari pemikiran etika bisnisnya dari nilai-nilai fundamental ekonomi Islam yang kemudian diasimilasikan dengan budaya lokal Indonesia yang terkandung dalam Pancasila. Nilainilai dasar yang ditawarkan Dawam Rahardjo, berupa tauhid, khilafah, musyawarah, ihsan, fastabiq al-khaira@t, keseimbangan, amanah, amar ma’ru@f nahi munkar, wa tawa@ s}aubi al-haqq wa tawa@s}aubi al-s}abr, dan taqwa. Nilai-nilai tersebut sangat sesuai dengan etika bisnis Islam, karena nilai-nilai ini bersumber dari al-Qur’an dan dipahami dengan teori dan pendekatan ilmu ekonomi. Nilai-nilai normatif ini kemudia diaktualisasikan dalam bentuk etika terapan berupa ekologi, profesionalisme dan amanah manajerial. Abstract: Ethic is an integral part of business. The occurrence of social issues in business is nevertheless; the lack of social awareness, morality, and destruction upon people in the society namely problem related to business, revealed a fact that law and rules have failed in some circumstances. Therefore Dawam Raharjo offers business ethic to answer such question. This study is content analysis with library research approach. Primary data for this research is interview and some writing of Dawam Rahardjo. This research depicts that Dawam Rahardjo offers his business ethic in which he based his thought on fundamental Islamic thought. Thus these values have been assimilated into Indonesian local culture which is materialized in Pancasila. Basic values offered by Dawam Rahrdjo are tauhid, khilafah, musyawarah, ihsan, fastabiq al khairat, keseimbangan, amanah, amar ma’ruf nahi munkar, wa tawasaubi al – haqq wa tawasaubi – alsabr, and taqwa. Those values are in accordance with Islamic business ethics because these values come from the holly Qur’an and these valuese can be understood through economics approach. These normative values are then actualized in ethics such as echology, professionalism, and managerial. Kata kunci: moral, etika bisnis, ekonomi Islam, Dawam Rahardjo 95 Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 11, No. 1, Januari 2015: 95-116 PENDAHULUAN Etika selalu menjadi bagian dari bisnis, namun gerakan etika bisnis yang relatif baru dan mulai ditelusuri kembali pada tahun 1960-an dikarenakan oleh beberapa hal; pertama, munculnya isu-isu sosial dalam bisnis yang berupa kurangnya kesadaran sosial dan kerusakan yang ditimbulkan pada masyarakat dengan berbagai cara. Akhirnya pada tahun 1980-an etika bisnis dilembagakan sebagai salah satu bidang akademik, di mana semakin banyak muncul buku, jurnal, lembaga, profesor, konsultan dan prodi di universitas dalam etika bisnis. 1 Dalam perkembangannya kajian mengenai etika bisnis menyebar ke beberapa negara seperti Jepang,2 Cina,3 Rusia,4 dan negara lainnya. Kedua, kesadaran masyarakat terhadap skandal di dunia bisnis yang muncul akibat minimnya moralitas dan timbulnya masalah-masalah yang berhubungan dengan bisnis yang pada akhirnya mengekspos fakta, bahwa hukum dan peraturan telah gagal sampai batas tertentu. Hal ini berdampak pada peningkatan minat kajian dalam etika bisnis. Selain itu, krisis keuangan global, yang dimulai di Amerika Serikat menjadikan etika bisnis menjadi sorotan publik.5 Pembahasan tentang etika bisnis dan peningkatan kepedulian pada dimensi etis dari praktik bisnis semakin menjadi penting menjelang abad 21 (era globalisasi), di mana 1 M. Adli Musa, Islamic Business Ethics and Finance: An Exploratory Study of Islamic Banks in Malaysia, International Conference on Islamic Economics and Finance. 2 Iwao Taka, ‚Business Ethics in Japan‛, Journal Ethics, Vol. 16, No. 14, tahun 1997, 1499-1508. Ia menjelaskan pekembangan etika bisnis berdasarkan periodeisasi ekonomi Jepang dalam lima periode: (1) pertengahan 1960: prioritas pada pertumbuhan ekonomi, (2) pertengahan 1960-1970: kebangkitan isu-isu sosial dalam bisnis, (3) pertengahan ke dua 1970: restrukturiasi perusahan, (4) 1980-an: the bubble economy, (5) 1990-an: kebangkitan etika bisnis sebagai kajian baru. 3 Lu Xiaohe, ‚Business Ethic in China‛, Journal of Business Ethics, Vol. 16, No. 14, tahun 1997, 1509-1518. Ia menjelaskan periodeisasi perkembangan etika bisnis dalam tiga periode: (1) 1978-1984: Hubungan antara moralitas dan ekonomi pada level filosofi dan etika profesi, (2) 1984-1994: Etika dalam ekonomi, bisnis dan manajemen, (3) 1994-sekarang: Etika bisnis yang mencakup stimulasi etika bisnis dan institusionalisasi etika bisnis. 4 Ruben G. Apressyan, ‛Business Ethics in Russia‛, Journal of Business Ethics, Vol. 16, No. 14, tahun 1997, 1561-1570. Ia menjelaskan, secara histori etika bisnis di Rusia dimulai pada masa sebelum pemerintahan soviet di mana tradisi etika dan tanggung jawab sosial pada bisnis sudah dianut oleh para ‚old-belivers‛ yaitu penganut kristen othodoks yang berkeyakinan bahwa bisnis adalah sebuah misi yang di perintahkan Tuhan. Pada masa pemerintahan soviet dengan idiologi komunisnya, pemerintah hanya fokus pada peningkatan produksi secara kuantitatif dan mengenyampingkan dimensi etik. Pada tahun 1970-an isu penegakan hak buruh mencuat dan menimbulkan gerakan-gerakan pro buruh. Saat ini etika bisnis sudah mengarah ke ranah edukasi, institusionalisasi dan penelitian ( research). 5 Musa, Islamic Business Ethics and Finance. Lihat juga John R. Boatright, Ethics in Finance, 1-3. Ia mengungkapkan beberapa skandal bisnis lainnya seperti pada tahun 1980 Wall Street diguncang oleh adanya manipulasi data di securities-law dan the junk-bond yang dilakukan oleh Martin Siegel, Ivan Boesky, Michael Milken dan lain-lain. Salomon Brother hampir bangkrut pada tahun 1991, hal ini disebabkan besarnya tunggakan yang harus dibayarkan akibat manupulasi data pada proyek lelang kendaraan berat, tindak korupsi dan penyelewengan kekuasaan yang terjadi pada perusahaan pendanaan New York State Attorney General Eliot Spitzer. Skandal-skandal ini tidak hanya meruntuhkan kepercayaan diri pasar modal dan institusi keuangan, ia juga memberi kesan bahwa keuangan dunia pada fase ketamakkan. Selanjutnya John R. mengutip dari Harris Poll (2002) yang mengadakan kuisioner tentang pelaku bisnis di Wall Street, 61 % responden mengatakan bahwa kebanyakan pelaku bisnis di Wall Street berkeinginan untuk menantang hukum jika mereka bisa menghasilkan lebih banyak uang, 57 % responden mengatakan, para pelaku bisnis di Wall Street didominasi oleh pelaku bisnis yang tamak dan mementingkan diri sendiri, dan 56 % mengatakan bahwa Wall Street hanya peduli how to make money. 96 Pemikiran Etika Bisnis Dawam Rahardjo (Ade Fauzi) batas-batas etis antar negara sudah dipersoalkan relevansinya. 6 Secara umum etika ekonomi dibentuk oleh tiga faktor, yaitu kesejarahan, agama dan geografi ekonomi.7 Kode etik internasional pertama dalam dunia bisnis dikenal dengan ‚The Caux Round-Table Principle for Business‛ pada tahun 1994, penyusunan prinsip-prinsip ini diprakarsi oleh para pejabat eksekutif tertinggi (CEO) dari Eropa, Jepang dan Amerika. Prinsip-prinsip ini dinilai unik karena mengelaborasikan nilai-nilai luhur dari Asia dan Barat, yaitu konsep etika Jepang ‚kyosei‛, yang bersifat komuniter (communitarian) serta konsep etika Barat ‚human dignity‛, yang lebih menekankan nilai individual.8 Kajian tentang etika merupakan kajian yang sangat serius di abad ke-21 ini, hal ini karena fenomena dari pelaku bisnis itu sendiri yang mengalami distrosi pada kinerja mereka, hal ini dapat menimbulkan menurunnya etos kerja dan kerugian bagi perusahaan. Hal ini juga yang menurut Rafik Issa Beekun bahwa pada Wall Street Journal ada sebuah survei yang dilakukan pada tahun 1991 menyatakan bahwa saat ini perusahaanperusahaan sedang menghadapai masalah yang besar, diantaranya adalah pencurian, ketidak jujuran, penipuan dan lain-lain. Selain itu pada survei kedua yang melibatkan 2000 perusahaan di Amerika, menyimpulkan bahwa mereka mengalami masalah penurunan nilai etika pada pelaku bisnis. Hal ini berdasarkan beberapa indikasi, diantaranya: penyalahgunaan minuman beralkohol dan obat-obatan terlarang, adanya tindak pencurian, konflik kepentingan, masalah quality control, adanya diskriminasi dalam promosi jabatan, penyalahgunaan informasi kepemilikan, penyalahgunaan rekening pengeluaran perusahaan PHK, penyalahgunaan asset perusahaan, polusi lingkungan. Masalah-masalah ini tentunya dihadapi juga oleh seluruh perusahaan dunia, oleh karenanya perlu adanya peningkatan nilai-nilai etika dalam prilaku seluruh pelaku bisnis. Karena bisnis yang baik dihasilkan oleh etika yang baik.9 Bisnis dalam dunia modern merupakan realitas aktivitas yang sangat kompleks. Dalam kegiatanya, bisnis dipengaruhi oleh tiga faktor penting antara lain organisatorismanajerial, ilmiah-teknologis, dan politik-sosial-budaya.10 Bisnis sebagai kegiatan sosial dapat dilihat dari tiga sudut pandang, ekonomi, hukum dan etika. Bisnis dalam pandangan ekonomi berarti kegiatan ekonomi yang berbentuk tukar-menukar, jual-beli, memproduksi, memasarkan, bekerja-mempekerjakan dan aktifitas lainnya, dengan maksud mencari keuntungan. Hal ini sesuai dengan konsep pasar bebas dimana para pengusaha memanfaatkan sumber daya yang langka yang berupa tenaga kerja, bahan mentah, 6 Alois A. Nugroho, Dari Etika Bisnis ke Etika Ekobisnis (Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2001), 22. 7 M. Dawam Rahardjo, ‚Menuju Sistem Perekonomian Indonesia‛, Jurnal UNISIA, Vol. XXXII No. 72, Desember 2009, 115. 8 Alois A. Nugroho, Dari Etika Bisnis ke Etika Ekobisnis, 24-25. 9 Rafik Issa Beekun, Islamic Business Ethichs (International Institute of Islamic Thought, 1996), 4. Lihat Hussain Shahata, Business Ethics in Islam (Cairo: al-Falah Fondation, 1999), 2-3, ia memaparkan beberapa latarbelakang mulai dikajinya etika dalam dunia bisnis, diantaranya: 1) terjadinya kerusakan moral yang semakin meluas pada perusahaan, terutama dilakukan oleh pimpinan perusahaan, firma, badan hukum dan karyawan, 2) studi lapangan membuktikan bahwa pemberdayaan etika pada perusahaan dapat membuat kinerja dan nama perusahaan semakin baik. 10 Kess Bartens, Pengantar Etika Bisnis (Yogyakarta: Kanisius 2000), 13. 97 Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 11, No. 1, Januari 2015: 95-116 informasi atau ilmu pengetahuan dan modal untuk menghasilkan barang dan jasa bagi masyarakat. Keuntungan dalam bisnis seharusnya dirasakan oleh kedua belah pihak yang melakukan transaksi, agar terciptanya keadilan sosial dalam masyarakat. Hal ini lah yang nantinya berkenaan dengan etika pembisnis itu sendiri. Selain itu perlu adanya nilai moral dalam bisnis, karena bisnis yang baik bukan hanya bisnis yang menguntungkan akan tetapi juga harus baik secara moral.11 Aktifitas bisnis tidak terlepas dari hukum dagang atau hukum bisnis. Seperti etika, hukum merupakan sudut pandang normatif karena menetapkan apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Dari segi norma, hukum lebih jelas dan pasti dari pada etika, karena peraturan hukum dituliskan hitam di atas putih dan ada sangsi tertentu jika terjadi pelanggaran. Dengan adanya keterikatan yang erat antara hukum dan nilai moral, maka ada istilah Quid leges sine moribus yang berarti apa artinya udang-undang tanpa disertai moralitas. 12 Dari tiga sudut pandang ini maka, ada tiga tolak ukur menentukan kualitas etika dalam bisnis; hati nurani, kaidah emas,13 penilaian masyarakat umum (audit sosial).14 Etika sebagai sistem pengkajian terhadap moral bukan sekedar bertugas menyusun sederetan daftar perbuatan baik yang harus dikerjakan serta perbuatan buruk yang harus ditinggalkan. Etika justru memiliki sifat dasar kritis, yang mempertanyakan landasan argumentatif. Dengan kata lain etika dapat mengantarkan seseorang mampu bersikap rasional, sadar dan kritis untuk membentuk pendapatannya sendiri dan bertindak sesuai dengan keyakinan secara otonom, penuh dan mempertanggungjawab-kan pilihan tindakannya tersebut.15 Penelitian ini didasari curiousity (minat ingin tahu) penulis tentang konsep etika bisnis yang ditawarkan oleh Dawam Rahardjo. Adapun beberapa alasan kenapa penulis memilih Dawam Rahardjo sebagai ‚objek‛ penelitian. Diantaranya adalah Indonesia sangat kaya akan pegiat, intelektual, pemikir, ekonom atau aktivis Islam. Salah satunya adalah Dawam Rahardjo. Ia adalah sosok intelektual yang termasuk paket komplit, karena ia dikenal sebagai ekonom, budayawan, agamawan, sastrawan, aktifis sosial dan lain-lain. Menurut Bahtiar Effendi, Dawam Rahardjo juga termasuk pembaharu yang beraliran transformasi sosial-ekonomi dan kemasyarakatan, yang fokusnya adalah pemberdayaan sosial-ekonomi dan politik masyarakat bawah, baik yang di desa maupun perkotaan.16 Dengan keberagaman wawasan intelektual yang dimiliki Dawam Rahardjo, sangat menarik untuk diadakan penelitian lebih lanjut terhadap salah satu pemikirannya di 11 Ibid., 20. Ibid., 22. 12 13 Kaidah ini berbunyi ‚Hendaklah memperlakukan orang lain sebagaimana anda ingin diperlakukan dan jangan lakukan sesuatu kepada orang lain sebagaimana anda tidak ingin diperlakukan ‛. 14 Bartens, Pengantar Etika Bisnis, 18-23. 15 Achmad Charris Zubair, ‚Membangun Kesadaran Etika Multikulturalisme di Indonesia‛, Jurnal Filsafat, Jilid 34, No. 2, Agustus 2003, 114. 16 Untuk lebih jelasnya mengenai tiga madzhab pembaharuan di Indonesia (Teologi/keagamaan, politik/birokrasi dan transformasi sosial-ekonomi) lihat Bahtiar Effendy, Islam dan Negara Transformasi Pemikiran dan Praktik Politik Islam di Indonesia (Jakarta: Paramadina, 1998), 125-174. 98 Pemikiran Etika Bisnis Dawam Rahardjo (Ade Fauzi) bidang ekonomi Islam, khususnya etika bisnis. Berdasarkan background intelektualnya kita bisa melihat etika bisnis dari sudut pandang yang beragam, seperti sosial, agama, budaya dan ekonomi, sehingga dapat membentuk gagasan konsep etika bisnis yang sesuai dengan nilai-nilai filosofis Islam, moral dan budaya lokal Indonesia. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah content analysis yang bersifat studi pustaka (library research). Penelitian ini mengkaji pemikiran etika bisnis Dawam Rahardjo berdasarkan karya tulisnya. Penelitian ini termasuk dalam penelitian kualitatif karena memiliki beberapa tujuan yaitu: mengembangkan konsep sensitivitas pada masalah bisnis amoral, menerangkan realitas yang berkaitan dengan penelusuran teori dari bawah (grounded theory), dan mengembangkan pemahaman akan satu atau lebih dari fenomena yang dihadapi. 17 Data-data dan informasi yang diperoleh dari kajian pustaka, dideskripsikan secara induktif sehingga menghasilkan formulasi nilai-nila yang dapat dijadikan dasar etika bisnis. Pemikiran-pemikiran etika bisnis Dawam yang tertuang dalam karyakaryanya dirumuskan untuk membuat konstruk pemikiran etika bisnis Dawam Rahardjo secara utuh dan sistematis. Teknik yang digunakan pada pengumpulan data adalah studi dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan kepada subjek penelitian. Dokumen yang diteliti dapat berupa berbagai macam bentuk dan mencakup dokumen tidak resmi. Data-data ini diklasifikasikan menjadi data primer dan data skunder.Sumber primer pada penelitan ini adalah karya tulis Dawam Rahardjo yaitu: Etika Ekonomi dan Manajemen, Peranan Etika Islam Dalam Membangun SDM Menyongsong Tahun 2020, Islam dan Transformasi Sosial Ekonomi, Rancang Bangun Ekonomi Islam dan hasil wawancara.Sumber sekunder pada penelitian ini adalah data-data dan informasi lainnya diperoleh dari sumber lain, seperti buku, jurnal, artikel, distertasi dan hasil penelitian baik yang telah maupun belum dipublikasikan. Penelitian ini menggunakan dua metode analisis: kompatibilitas dan relevansi. Analisis kompatibilitas berarti, pemikiran etika bisins Dawam Rahardjo diuji kompatibilitasnya dengan konsep etika bisnis Islam, sehingga dapat diketahui persamaan dan perbedaan (kontribusi) antara kedua konsep etika bisnis ini. Kompatibilitas ini mencakup beberapa aspek, yaitu sumber nilai, nilai-nilai dasar, pendekatan, corak, cakupan, interpretasi, dan implementasi. Analisis relevansi berarti, konsep etika bisnis Dawam Rahardjo dalam bentuk etika terapan (aplikatif) diselaraskan dengan aplikasi nilai-nilai etika bisnis dalam bentuk prinsip dan kebijakan atau sistem, seperti sikap profesionalisme dan amanah manajerial pada kebijakan pemerintah untuk menerapkan Good Corporate Governance (GCG) sebagai alat evaluasi dan untuk mengukur agregat kesehatan sebuah perusahaan. Agar penlitian ini bersifat komprehensif, maka digunakan beberapa pendekatan. Pendekatan filosofis,pendekatan ini digunakan untuk mengetahui inti atau hakikat etika 17 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), 4. 99 Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 11, No. 1, Januari 2015: 95-116 bisnis itu sendiri.18 Selain itu, pendekatan ini digunakan untuk memetakan ketegorisasi pemikiran etika bisnis Dawam Rahardjo dalam perspektif etika modern dan etika Islam. Pendekatan life history, 19 pendekatan ini digunakan untuk melihat bagaimana reaksi, tanggapan, interpretasi, dan pandangan internal Dawam Rahardjo terhadap etika bisnis.Pendekatan ekonomi, pendekatan ini digunakan untuk menganalisis konsep etika bisnis Dawam Rahardjo dan relevansinya dalam dunia bisnis di era global. Dalam hal ini, konsep etika bisnis Islam yang direpresentasikan oleh Naqvi, Beekun dan Shahata digunakan sebagai dasar analisis kompabilitas terhadap pemikiran etika bisnis Dawam Rahardjo. HASIL DAN PEMBAHASAN Paradigma Etika Bisnis Dawam Rahardjo Moral dan etika bisnis sangat diperlukan dalam menghadapi pembangunan sosialekonomi abad 21. Dalam era tersebut, nilai yang berlaku adalah persaingan bebas yang rentan terjadinya disorientasi mengenai nilai-nilai moral yang secara tradisional dianggap tidak memberikan kontribusi terhadap pembangunan. Di berbagai lingkungan masyarakat bangsa menganut nilai-nilai yang berbeda. Oleh karenanya, di Indonesia perlu diadakan penelitian etika deskritif untuk mengetahui faktor-faktor budaya apa yang bisa menjamin keberhasilan dalam dunia bisnis di Indonesia.20 Etika dan moral berasal dari dua kata yang berbeda tetapi memiliki arti yang sama. Etika berasal dari bahasa Yunani ethos, sedangkan moral berasal dari bahasa latin moralis, yang berarti kebiasaan atau adat istiadat (custom atau mores). Dawam Rahardjo melihat bahwa dalam perkembangannya, etika sudah menjadi sebuah bidang kajian filsafat tentang moral, oleh karenanya etika –dalam kajian filsafat- berarti suatu penyelidikan atau pengkajian secara sistematis tentang prilaku. 21 Etika dalam arti luas adalah penalaran dan usaha untuk menemukan atau memberi jawaban secara rasional, tentang apa dan mengapa suatu perbuatan itu dianggap salah atau benar. Sedangkan moralitas menunjuk kepada tindakan atau perbuatan manusia. 22 Etika bisnis adalah seperangkat moral Islam yang mengatur dan menentukan baik-buruk suatu aktifitas bisnis.23 Nilai-nilai moral ini berdasarkan ajaran-ajaran Islam yang dalam konteks globalisasi dapat dijadikan acuan. Ajaran moral ini mencakup, pertama, anjuran kepada manusia untuk menyebar ke muka bumi dan mencari rezeki Allah. Kedua, mengajarkan untuk berlomba-lomba dalam kebaikan atau berkompetisi dalam meningkatkan mutu kehidupan. Ketiga, kewajiban bagi setiap muslim untuk belajar dan mengembangkan 18 Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012), cet. 19, 42. Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif: Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi (Jakarta: Raja Grafindo, 2012), 109. 20 M. Dawam Rahardjo, Peranan Etika Islam dalam Pembangunan SDM: Menyongsong Tahun 2020. Makalah ini disampaikan pada Seminar Nasional HUT-31 KAHMI, ‚ Prospek Indonesia Sebagai Salah Satu Macan Asia di Tahun 2020‛, tanggal 16 September 1997 di Jakarta. 21 M. Dawam Rahardjo, Etika Ekonomi dan Manajemen (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990), 3. 22 Rahardjo, Etika Ekonomi dan Manajemen, 4. 23 Ibid., 19. Lihat juga Rahardjo, Peranan Etika Islam. 19 100 Pemikiran Etika Bisnis Dawam Rahardjo (Ade Fauzi) ilmu. Keempat, memperbaiki kualitas kerja (ih}sa@n). Kelima, anjuran bekerjasama dalam kebaikan dan menolak bekerjasama dalam kejahatan.24 Nilai-nilai Islam yang relevan untuk dijadikan sebagai landasan pengembangan pemahaman moral dan etika bisnis adalah khalifah, amanah, ta‘awwun, ihs}a@n, fastabiq alkhaira@t, ta‘arruf, kesimbangan, rah}ma@n-rah}i@m, dan amal saleh. Khalifah dalam konteks sekarang dipahami sebagai pengelola sumber daya atau manajer lingkungannya. Amanah dijadikan sebagai sifat yang melengkapi seorang manajer dalam mengemban tugas dan tanggung jawabnya. Dengan adanya kesadaran ‚amanah‛ ini, seorang manajer mampu mengelola modal, kompetitif dan berani menanggung resiko. Ta‘awwun tidak lagi diartikan sempit dengan berkerja sama pada mereka yang sepaham saja, melainkan diartikan sebagai doktrin musyawarahatau gotong royong yang bertujuan untuk memecahkan masalah, doktrin ini dapat dijadikan dasar bagi pembentukan organisasi modern seperti koperasi. Ih}sa@n tidak diartikan sekedar amal jariyah, tetapi ih}sa@n diartikan dengan membuat sesuatu yang baru dan memberi manfaat kepada manusia secara terus menerus (inovasi). Fastabiq al-khaira@t dipahami sebagai optimisme dalam berbagai kebaikan, termasuk perkembangan ekonomi. Ta‘arruf dalam kegiatan ekonomi, dapat diartikan sebagai kemampuan komunikasi demi menciptakan hubungan bisnis yang baik (impersonal economic relationship). Keseimbangan berarti kesetaraan antara persaingan kerja dan kerjasama (competition and corporation) dengan dasar rasionalitas, kesadaran akan adanya fungsi yang komplementer atau kebutuhan rekonsiliasi. Rah}ma@n-rah}i@m dapat menimbulkan sikap ikhtiar atau kerja keras demi mendapat kasih dan sayang Allah termasuk dalam kegiatan ekonomi. Amal saleh diartikan tidak hanya sebagai ibadah dan charity saja, dan jika disesuaikan dengan konteks ekonomi, maka amal salah dapat berbentuk melakukan inovasi dan membuka lapangan pekerjaan baru.25 Sebagai ilmu, etika bisnis dapat dibagi menjadi tiga. Pertama, etika desktiptif yang diperoleh dengan mempelajari dan menuliskan apa adanya gejala perilaku bisnis. Kedua, etika normatif yang memberikan pedoman tentang apa yang dapat diterima dan tak dapat diterima dalam aktifitas bisnis. ketiga, etika terapan, yaitu pemikiran tentang bagaimana menerapkan nilai-nilai tertentu dalam aktifitas bisnis.26 Fungsi dan tujuan atau peran etika bisnis dalam globalisasi adalah sebagai ramburambu untuk mencegah timbulnya dampak negatif dalam perkembangan sosial-ekonomi, meningkatkan daya saing lewat kwalitas sumber daya manusia,27 memelihara moralitas pebisnis,28 dan memberi rambu-rambu bagi sikap dan tindakan manusia demi mencapai kebahagiaan.29 Menurut Dawam, pemahaman moral yang diberikan al-Qur’an bertentangan dengan asumsi ilmu ekonomi aliran Neo-Klasik yang diplopori oleh Lord Robinson. Asumsi ini menyatakan bahwa kelangkaan sumber daya dan alat-alat pemuas kebutuhan 24 Rahardjo, Peranan Etika Islam. Rahardjo, Etika Ekonomi dan Manajemen, 123-127. 26 Rahardjo, Peranan Etika Islam. 25 27 28 29 Ibid. Rahardjo, Etika Ekonomi dan Manajemen, 6. Ibid., 12. 101 Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 11, No. 1, Januari 2015: 95-116 berhadapan dengan kebutuhan manusia yang tidak terbatas baik dalam jumlah, variasi dan mutunya. Oleh karenanya manusia harus membangun suatu sistem produksi dan distribusi guna mempertahankan dan melangsungkan kehidupannya. Hal ini berbeda dengan paradigma moral yang diusung al-Qur’an, yang menyatakan bahwa tidak ada kelangkaan sumber daya pemuas hidup, karena rizki Allah senantiasa melimpah tanpa batas, tidak hanya untuk manusia bahkan binatang sekalipun.30 Dalam pemahaman ilmu ekonomi, Dawam mengaitkan konsep kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan paham hedonisme materialis-kuantitatif. Paham ini berpandangan bahwa manusia harus hidup sesuai kodratnya yaitu menjauhi rasa sakit dan mengejar rasa nikmat (jasmani-rohani) dengan jumlah (kuantitas) sebanyak-banyaknya. Lebih lanjut ia mengomentari paham ini, bahwa ada beberapa hal yang harus digaris bawahi untuk menjaga nilai moral pada aktivitas ekonomi, yaitu: pertama, menghindarkan sikap berlebihan atau melampaui batas dalam pemenuhan kebutuhan manusia (conspicuous consumption). Sikap ini harus dihindari demi tercapainya keseimbangan (equilibirium), yaitu sikap dan tindakan pelaku ekonomi yang sesuai dengan QS. al-Furqan (25): 67, ‚Dan orang-orang yang bila menafkahkan harta mereka, tidaklah mereka ceroboh dan tidak pula kikir, melainkan pertengahan di antara ke duanya‛ . Kedua, walaupun Allah mengkaruniai manusia dengan sumber daya (rizki) yang tak terbatas, manusia harus bisa memanfaatkannya dengan bijak, sesuai dengan skala dan ukuran (mi@za@n dan qadar) kebutuhannya. Ketiga, harus dipertimbangkan juga manfaat dan mudaratnya. Hal ini sejalan dengan QS. al-A’ra@f (7): 31 ‚Makanlah dan minumlah, dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan‛. Keempat, Kenyataannya yang langka bukan sumber daya alamnya, melainkan pada alat pemuas kebutuhan manusia, oleh karenanya manusia harus bersyukur. Syukur berarti: 1) menyadari bahwa rizki bersumber dari Allah dan untuk mengakses rizki itu harus melalui kerja, 2) menyadari bahwa rizki itu tidak terbatas, variasi, jumlah dan mutunya, 3) menyadari nikmat yang diberikan Allah dan bahwa rizki itu bukan milik sekelompok golongan saja, melainkan harus memberi manfaat bagi yang lain.31 Dari uraian di atas, sudah dapat disimpulkan bahwa etika adalah unsur yang tidak dapat dipisahkan dari ajaran Islam (syariat), baik dalam aktifitas keuangan, interaksi sosial, politik, budaya dan sebagainya. Al-Qur’an adalah dasar dari ajaran etika ini, termasuk di dalamnya etika bisnis. Dalam perkembangannya, pengaruh ajaran Qur’ani ini masuk dalam lembaga keuangan syariah, dan demi memenuhi standar shariah compliance 30 Ibid., 21. Al-Qur’an dalam berbagai ayat menggambarkan tentang bentuk-bentuk rizki, misalanya pada Qs., al-Nahl [16]: 5-18 (Istilah rizki disebut 123 kali), diantaranya adalah barang, jasa, dan keperluan hidup sejak dari bahan makanan pokok, bahan-bahan nabati, hewan potong, ternak yang dapat dipakai tenaganya untuk pengelolaan pertanian, madu lebah, bebrbagai jenis holtikultura, angkutan darat dan laut, bintang-bintang sebagai arah penunjuk jalan, hasil laut yang digunakan sebagai perhiasan, hasil tambang, perumahan, bangunan-bangunan tinggi hasil peradaban, alat-alat pertahanan dan perang dari besi, prasarana jalan, perlengkapan rumah tangga dari hasi isndustri, bahan obat-obatan, dan manusia sebagai sumber daya. 31 Ibid., 22-25. 102 Pemikiran Etika Bisnis Dawam Rahardjo (Ade Fauzi) (kepatuhan syariah), bank dan lembaga keuangan syariah mendaasri seluruh aktifitas keuangannya dengan al-Qur’an dan h}[email protected] Etika terapan mengalami perkembangan, masing-masing etika pada satu bidang tidak dapat langsung diterapkan di bidang lain. Beberapa perkembangan etika terapan di antaranya, yaitu: etika biomedik, etika bisnis, etika lingkungan, etika militer, etika profesional, etika finansial, etika teknik, etika jurnalis, etika legal dan lain-lain.33 Dalam pemahaman modern, etika bisnis berarti mencintai alam, pro masyarakat dan generasi setelahnya sebagai bagian dan tujuan bisnis.34 Etika bisnis terapan berarti memberikan saran praktis (advice practical) kepada manajer dan akademisi di dunia bisnis mengenai bagaimana mencapai tujuan bisnis mereka secara etis dan efektif. 35 Dalam pemikiran etika bisnis Dawam Rahardjo, etika normatif yang berupa nilai-nilai moral diaplikasikan dalam bentuk etika terapan seperti sikap peduli terhadap lingkungan (ekologi), profesionalisme, dan amanah manajerial. Agar penerapan etika bisnis dan moral ekonomi berjalan dengan baik, maka dibutuhkan lembaga pengawas. Dalam sistem Ekonomi Islam, lembaga pengawas ini bisa berbentuk lembaga, organisasi bahkan pemerintah. Misalnya lembaga H{isbah, yaitu lembaga kontrol terhadap aktivitas kegiatan ekonomi baik swasta maupun pemerintah.36 Fungsi lembaga H{isbah ini bisa dijalankan melalui LSM dan asosiasi para pelaku ekonomi, misalnya kamar dagang dan industri, asosiasi pengusaha, organisasi buruh dan tani, atau organisasi professional, dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang bercorak LSM.37 Lembaga pengawas ini juga secara tidak langsung mendorong para pelaku bisnis untuk senantiasa beretika dalam menjalankan aktifitas bisnisnya dan menciptakan lingkungan dan situasi yang dapat mendorong produktivitas. Dasar perintah untuk membentuk lembaga pengawasan terhadap penerapan etika bisnis adalah QS. al-‘Imra@n [3]: 104, ‚Dan hendaklah di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada keajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar. Merekalah orang-orang yang beruntung‛.38 Kompatibilitas Etika Bisnis Dawam Rahardjo dengan Etika Bisnis Islam Landasan berpikir Dawam mengenai etika bisnis bersumber pada tiga hal: Pertama, nilai-nilai fundamental ekonomi Islam.39Kedua, pemahamannya terhadap ayat- 32 Ashraf U. Kazi and Abdel K. Halabi, ‚The Influence of Quran and Islamic Financial Transactions and Banking,‛Arab Law Quarterly, Vol. 20, No. 3, 2006, 321-331. 33 Fritz Allhoff, ‚What Are Applied Ethics?,‛Sci Eng Ethics, 2011, 17: 1-19. 34 Laszlo Zsolnai, ‚Towards Ethical Business,‛ Society and Economy, Vol. 25, No. 2, ‚Business Ethic and Ethical Business‛, 2003, 259-263. 35 D. Robin, ‚Toward an Applied Meaning for Ethics in Business,‛ Journal of Business Ethics, Vol. 89, No. 1, September 2009, 139-150. 36 M. Dawam Rahardjo, Rancang Bangun Ekonomi Islam (tp., tt.)9. 37 M. Dawam Rahardjo, Islam dan Transformasi Sosial-Ekonomi (Jakarta: LSAF, `1999), 74. 38 Rahardjo, Etika Ekonomi dan Manajemen , 13. 39 Rahardjo, Rancang Bangun Ekonomi Islam , 13. 103 Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 11, No. 1, Januari 2015: 95-116 ayat ekonomi dengan pendekatan tafsir tematik. 40 Ketiga, teori-teori ilmu ekonomi modern.41 Hal ini yang membedakan pemikiran Dawam, dengan etika bisnis yang diusung oleh Naqvi,42 Beekun,43 dan Shahatah.44 Konsep etika bisnis ketiga tokoh ini bermuara pada etika Islam, yang kemudian diformalisasi menjadi aksioma-aksioma dasar yang dikembangkan pada kajian etika bisnis Islam. Aksioma-aksioma tersebut meliputi tauhid, tanggungjawab, keseimbangan, kehendak bebas, dan kebajikan. Dengan berbedanya konsep dasar pemikiran etika bisnis diantara Dawam dan ketiga tokoh di atas, maka menghasilkan nilai-nilai dan konsep yang berbeda pula. Dawam terlihat lebih berpariatif dalam memformalisasikan nilai-nilai tersebut, hal ini terlihat dari nilai-nilai etika bisnis yang ditawarkan Dawam yaitu tauhid, khilafah, musyawarah, ih}san, fastabiq al-khaira@t, keseimbangan, amanah, amar ma’ru@f nahi munkar, wa tawa@ s}aubi al-haqq wa tawa@s}aubi al-s}abr, dan taqwa. Masing-masing nilai ini diinterpretasikan dengan konsep-konsep ekonomi modern, seperti nilai tauhid diinterpretasikan sebagai sebuah sifat teoposentris, dimana Tuhan menjadi core atau inti dari seluruh aktifitas bisnis. Khilafah diartikan sebagai kemampuan untuk mengelola sumber daya (manajer). Ta’aruf diartikan sebagai impersonal economic relationship, yaitu kemampuan untuk membangun relasi atau hubungan yang baik antar pelaku bisnis. Konsep nilai-nilai dasar etika bisnis Dawam Rahardjo, hampir serupa dengan konsep nilai yang diusung oleh Akram Khan. Menurutnya nilai ekonomi Islam dapat dibagi menjadi dua: positif dan negatif. Nilai-nilai positif ini mencakup: adil, ihsan, amanah, ta‘a@wun, tawakal, qana’ah, sabar, pengorbanan dan samah}ah. Nilai-nilai negatif mencakup: zalim,kebencian (amarah), penimbunan, tamak, gemar berhutang.45 Faktor yang menjadikan pemahaman nilai-nilai etika Dawam lebih berpariatif adalah pendekatan yang dilakukan Dawam. Dalam memahami nilai-nilai ini, Dawam menggunakan pendekatan tafsir tematik, di mana nilai-nilai dalam al-Qur’an dipilih sesuai dengan tema atau ajaran ekonomi, dan kemudian diinterpretasi sesuai dengan 40 Penafisran dengan metode tematik (maud}ui@) ini dapat dilihat dari beberapa interpretasi Dawam pada tema-tema tertentu, seperti ta‘aruf (53,54), tabli@gh (104),taqwa (11), mi@za@n (22, 54), ma‘ru@f (122), khali@fah (100-102, 125), h}asanah (22), amanah (121, 127, 139) dan tema-tema lainnya. Lihat Rahardjo, Etika Ekonomi dan Manajemen, Dan untuk melihat gaya, corak dan metode penafsiran Dawam dapat melihat bukunya yang berjudul Ensiklopedia Al-Qur’an, Tafsir Sosial Berdasarkan konsep-Konsep Kunci (Jakarta: Paramadina, 2002), II. 41 Teori yang digunakan diantaranya adalah teori tentang efisiensi manajeman (Fayol), agama memberi pengaruh lebih besar terhadap kehidupan ekonomi (Kneeth E. Boulding), sekte dan moral ekonomi, keuangan negara (Adam Smith), etika protestan dan spirit capitalisme (Max Weber), utilitarianisme (Bentham dam John Stuart Mills), moral dan etika (Jacques P. Thiroux), ekonomi makro (Paul A. Samuelson), insan kamil (Iqbal), ekonomi politik (Lord Robinson), ekonomi pembangunan (Joseph A. Schumpeter), pertumbuhan ekonomi (W. Lewis), distribusi ekonomi (Ausaf Ahmad, Ausaf Ahmad, dan Anas Zarqa), ekonomi Islam (Akram Khan) , enterprener dan perkembangan ekonomi (Mourice Dobb), degradasi kerja (Harry Braverman). Teori-teori ini digunakan pada bukunya Etika Ekonomi dan Manajemen. 42 Syed Nawab Haidar Naqvi, Ethic and Economics: An Islamic Synthesis (London: The Islamic Foundation, 1981). Dan ‚Ethical Vondations on Islamic Economic‛, Islamic Studies, Vol. 17, No. 2, Summer 1978, 105-136. 43 Rafik Issa Beekun, Islamic Business Ethics (Virginia: International Instritute of Islamic Thought, 1997). 44 Husain Shahatah, Business Ethics in Islam (Egypt: al-Falah Fondation, 1999). 45 Muhammad Akram Khan, Ajaran Nabi Muhammad SAW Tentang Ekonomi: Kumpulan Hadishadis Pilihan Tentang Ekonomi (Bank Muamalat), 291-329. 104 Pemikiran Etika Bisnis Dawam Rahardjo (Ade Fauzi) ajaran atau ilmu ekonomi. Pendekatan yang digunakan Dawam, lebih relevan karena pemahaman dan interpretasinya bisa lebih leluasa dikembangkan dan disesuaikan dengan perkembangan dan kajian etika bisnis itu sendiri. Selain itu, hal ini juga membuka celah yang besar bagi para akademisi untuk mengkaji etika bisnis selanjutnya. Salah satu yang membedakan Dawam dengan tiga tokoh ini adalah pemikiran etika bisnis Dawam dipengaruhi pemahamannya terhadap nilai-nilai budaya lokal Indonesia, seperti gotong royong dan kekeluargaan yang menjadi nilai dasar pemikiran Ekonomi Kerakyatan, Ekonomi Pancasila, dan juga menjadi dasar koperasi.46 Hal ini jelas sangat relavan dalam konteks Indonesia, karena harus ada interkoneksi antara ajaran moral dengan nilai-nilai lokal, agar dapat diterima oleh para pelaku bisnis di Indonesia. Seperti di Jepang etika bisnis dipengaruhi oleh nilai budaya lokal kyosei yang bersifat komunite, dan di Eropa dipengaruhi oleh nilai human dignity yang menekankan nilai individu,47 dan di Mesir yang dipengaruhi oleh nilai tauhid, keadilan dan khilafah.48 Pemikiran etika bisnis Dawam dan ketiga tokoh ini memiliki corak yang sama yaitu bercorak deskriptif, normatif dan terapan. Deskriptif berarti mengamati fenomenafenomena sosial khususnya pelanggaran etika dalam dunia bisnis. Kemudian dicarikan solusi dengan pendekatan etika. Normatif, berarti menentukan dan mengembangakan nilai-nilai yang dapat dijadikan sebagai dasar pemikiran etika bisnis. Terapan, berarti mengaktualkan dan menginstitusionalkan nilai-nilai etika kedalam bentuk formal, seperti kode etik perusahan.49 Pemikiran etika bisnis Dawam mencakup skala mikro, meso dan makro. Dalam skala mikro (level individu), nilai etika yang dapat digunakan misalnya khali@fah, yaitu pemahaman bahwa seorang pelaku bisnis sebagai pengelola (manager) sumber daya (modal) yang harus dikelola dengan amanah.50 Dalam skala meso (tingkat perusahaan), nilai yang sesuai adalah keseimbangan, yaitu perusahaan harus mempunyai daya saing tanpa harus menjatuhkan perusahaan lain dan juga harus bersifat kooperatif dengan manjalin kerjasama yang baik dengan perusahaan lain (competition and corporation).51 Dalam skala makro (nasional), nilai yang sesuai adalah nilai keadilan, di mana negara mempunyai hak untuk mengontrol pasar, agar kegiatan monopoli, penimbunan dan spekulasi dapat dihindari. Dapat juga menggunakan nilai tanggungjawab dengan 46 Hal ini senada dengan yang dikatakan Dawam dalam tulisannya ‚Ekonomi Pancasila dalam Tinjauan Filsafat Ilmu‛, (tt), 5. Bahwa Ekonomi Pancasila disebut juga sebagai ekonomi yang berasaskan kekekeluargaan, kegotong-royongan dan kerjasama. Ini adalah nilai-nilai tradisional yang bersumber pada budaya Indonesia. Tapi asas kekeluargaan ini berdasarkan kepada solidaritas mekanis, telah ditransformasikan menjadi solidaritas fungsional, dengan nilai-nilai individualis dalam lembaga koperasi. 47 Alois A. Nugroho, Dari Etika Bisnis ke Etika Ekobisnis, 25. 48 Gillian Rice, ‚Islamic Ethic and Implications in Business‛, Journal of Business Ethic, Vol. 18, 1999, 345-359. 49 Dawam Rahardjo, ‚Peranan Etika Islam dalam Pembangunan SDM Menyongsong Tahun 2020‛. Makalah ini disampaikan oleh Dawam Rahardjo pada Seminar Nasional HUT-31 KAHMI, ‚Prospek Indonesia sebagai Salah Satu Macan Asia di Tahun 2020‛, tanggal 16 September 1997, Jakarta. 50 Dawam Rahardjo, Etika Ekonomi dan Manajemen (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1990), 100. 51 Ibid., 126. 105 Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 11, No. 1, Januari 2015: 95-116 memberlakukan konsep ekologi(green economy), yaitu kegiatan ekonomi harus memperhatikan pelestarian alam.52 Dalam cakupan etika bisnis, masing-masing tiga tokoh ini memiliki kecenderungan. Naqvi, dalam Ethics and Economics: An Islamic Synthesis lebih cenderung pada kajian etika normatif dengan membuat aksioma-aksioma etika Islam sebagai landasan pemikiran etika bisnis. Beekun, dalam Islamic Business Ethics lebih cenderung membahas etika bisnis perusahaan. Shahata dalam Business Ethics in Islam lebih cenderung membahas etika bisnis individu. Perbedaan ini sebagai hal yang lumrah, karena perbedan masing-masing latar belakang pendidikan, profesi dan sosio-ekonomi. Naqvi berlatar belakang pemikir ekonomi Islam, Beekun sebagai praktisi etika bisnis perusahaan dan Shahata sebagai pengajar dan konsultan. Dalam penulisannya, cakupan etika bisnis Dawam kurang sistematis karena masih dalam bentuk gagasan, khususnya dalam etika pada tingkat meso dan makro. Pada tingkatan meso, seharusnya sudah dipaparkan mengenai proses formulasi nilai-nilai etika menjadi kode etik perusahan, mulai dari penentuan nilai-nilai yang sesuai dengan budaya lokal, membuat standarisasi nilai etik, menyusun kode etik yang berlaku di sebuah perusahaan, membentuk lembaga atau dewan pengawas. Pada tingkat makro, harus sudah mengkaji formulasi nilai-nilai etika baik dalam bentuk undang-undang atau peraturan pemerintah tentang harmonisasi bisnis dengan pelestarian lingkungan. Karena di Indonesia sudah ada beberapa undang-undang dan peraturan yang mengatur tentang lingkungan hidup seperti Undang-Undang 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan Peraturan Pemerintah Republik Indonsia Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggungjawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pemikiran etika bisnis Dawam secara substansial sesuai (kompatibel) dengan konsep etika bisnis Islam yang direpresentasikan oleh tiga tokoh Naqvi, Beekun dan Shahatah, namun secara konseptual mereka berbeda. Persamaan dan perbedaannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel. Kompatibilitas Pemikiran Etika Bisnis Dawam Rahardjo dan Etika Bisnis Islam (Naqvi, Beekun dan Shahata) Aspek Dawam Rahardjo Naqvi Beekun Shahata Sumber Nilai Nilai Fundamental Ekonomi Islam Etika Islam Etika Islam Syariat Islam Nilai-nilai Dasar Etika Bisnis Tauhid Khilafah Musyawarah Ihsan Tauhid Keseimbangan Kebajikan Kehendak Bebas Tanggung Jawab Tauhid Keseimbangan Kehendak Bebas Tanggung Jawab Kebajikan Tauhid Kesadaran Moral Tanggung Jawab Amanah Positifsme Taat Fastabiqul khairat Ta‘aruf Keseimbangan Amanah 52 Dawam Rahardjo, Islam dan transformasi Sosial Ekonomi (Jakarta: LSAF, 1999), 106-123. 106 Pemikiran Etika Bisnis Dawam Rahardjo (Ade Fauzi) Amar ma‘ruf nahi munkar Wa tawa@ s}aubi alhaqq wa tawa@ s}aubi als}s}abr Pendekatan Taqwa Islah Keadilan Sosio-historis Filosofis Tafsir Ekonomi Corak Deskriptif Normatif Aplikatif Deskriptif Normatif Aplikatif Deskriptif Aplikatif Manajemen Fiqih mu‘amalah Kode Etik Modern Normatif Aplikatif Cangkupan Mikro Meso Makro Makro Meso Mikro Interpretasi Tauhid Teoposentris Demokratisasi ekonomi Tauhid Teoposenstris Tauhid Teoposenstris Tauhid Teoposentris Khilafah Pengelola (manajer) sumber daya Keseimbangan Semua yang ada di semesta adalah milik Allah Distribusi kekayaan, keadilan sosial Maksimalisasi kebahagiaan manusia Keseimbangan Asas tidak berlebihan Asas persamaan Asas pemerataan distribusi Kebajikan Kemurahan hati dan kebaikan Musyawarah Gotong toyong Kehendak bebas Kebebasan absolut milik Allah, sedangkan manusia relatif Kehendak bebas Kebebasan manusia bersifat voluntir dan bersumber dari anatomi pengambilan pemilihan yang benar Tanggung Jawab Solidaritas sosial Fastabiq al-khaira@t Tanggung jawab Tanggung jawab individu Tanggung jawab sosial Tanggung jawab Tanggungjawab moral Amanah Memenuhi perjanjian Optimisme dalam kebaikan Filosofis Ekonomi Filosofis Manajemen Fiqih 107 Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 11, No. 1, Januari 2015: 95-116 Ta‘aruf Impersonal Economic Relationship Kebajikan Keseimbangan Competition and Corporation Kebajikan Mendahulukan tindakan yang menguntungkan orang lain (voluntir) Taqwa Evaluasi diri Taat Tunduk kepada hukum Amanah: Profesionalisme Amar ma‘ruf nahi munkar: Integritas Wa tawa@ s}aubi alhaqqi wa tawa@ s}aubial-s}s}abr: Transparansi Taqwa: Menjaga diri dari sikap yang merusak dan merugikan Kesadaran moral Islah: Rasionalitas Keadilan: Anti monopoli Relevansi Pemikiran Etika Bisnis Dawam Rahardjo dengan Dunia Bisnis Modern Metamorfosis Etika Bisnis menjadi Ekologi Dalam diskusi publik tentang pembangunan, istilah ekologi dan ekonomi sering ditempatkan secara bersebarangan. Ketika ekologi dijadikan dasar argumentasi penyelamatan lingkungan, ekonomi diposisikan sebagai alasan bagi manusia untuk merusak lingkungan. Padahal ekologi dan ekonomi mempunyai akar kata yang sama, yaitu oikos, yang artinya rumah tangga. Yang satu mendekatinya secara logos yang berorientasi pengetahuan, yang lainnya mendekatinya secara namein, yang berorientasi pada pengaturan. Objek ekologi dan ekonomi sebenarnya sama, yaitu rumah tangga atau dalam konteks ini adalah tempat untuk kita tinggal dan hidup.53 Dewasa ini terdapat persepsi umum mengenai jenis budaya dan agama. Pertama adalah agama dan budaya yang sejalan dengan prinsip-prinsip ekonomi. Dan ke dua, agama dan budaya yang bertentangan dengan prinsip-prinsip ekologi, setidaknya 53 Agus S. Ekomadyo, Kota Ekologinomis: Sinergi Ekologi dan Ekonomi dalam Pembangunan Kota. http://iplbi.or.id/2013/06/kota-ekologinomis-sinergi-ekologi-dan-ekonomi-dalam-pembangunan-kota/. diakses tanggal 29 Desember 2014. 108 Pemikiran Etika Bisnis Dawam Rahardjo (Ade Fauzi) memberikan legitimasi terhadap berlangsungnya perusakan lingkungan hidup. Agama samawi berada pada kelompok pertama karena menempatkan manusia di atas alam, sebagaimana tercermin dalam teologi-teologinya. Kelompok kedua adalah agama-agama bumi yang terdapat pada suku-suku primitif. Pemasalahan kerusakan lingkungan juga bersifat transideologi, transreligi dan transnasional.54 United Nation Environment Programme (UNEP) memberikan pengertian ekonomi hijau sebagai kegiatan perekonomian yang mampu meningkatkan kesejahteraan dan keadilan sosial di satu sisi, tetapi di sisi lain mampu menghilangkan dampak negatif pertumbuhan ekonomi terhadap lingkungan dan kelangkaan sumber daya alam. 55 Green Economy adalah instrumen penting dalam menjalankan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, yaitu ekonomi menjadi subsistem dari lingkungan, bukan meletakan lingkungan di bawah kepentingan ekonomi.56 Menurut Carlos Davidson, ada tiga paradigma mengenai hubungan antara perkembangan ekonomi dan lingkungan. Peradigma pertama, Limit, kerusakan lingkungan adalah dampak langsung dari perkembangan ekonomi. Paradigma ini banyak dianut oleh para ahli biologi, ahli lingkungan hidup, dan ekonom ekologi. Paradigma ini juga yang dianut oleh Malthus (1836) dan Maedow (1972) dan Daly (1996). Kedua, Tapestry, kerusakan lingkungan dipengaruhi oleh prilaku ekonomi pada level yang berbeda-beda sesuai dengan stuktur produksi dan konsumsi. Ketiga, Optimist, paradigmaa ini disebut juga ekonomi neoklasik. Perkembangan ekonomi bisa jadi tidak berdampak negatif pada kerusakan lingkungan, seperti penggunaan teknologi industri atau bisa berdampak negatif pada kerusakan lingkungan hanya pada level tertentu atau pada masa peralihan. Lanjutnya, Carlos mengungkapkan ada faktor lain yang mempengaruhi hubungan antara lingkungan dan perkembangan ekonomi, yaitu kepentingan politik (political interest) yang mengendalikan arah kebijakan-kebijakan pemerintah terhadap pelestarian lingkungan hidup dan perkembangan ekonomi.57 Jika mengacu pada paradigma ini, maka paradigma Dawam mengenai hubungan antara perkembangan ekonomi dan lingkungan hidup termasuk paradigmaa kompleks yang mencakup ke tiga paradigmaa di atas (limit, tapestry, optimist), karena satu sisi ia berargumen bahwa ada hubungan timbal balik antara sumber daya alam dan pertumbuhan ekonomi, namun di sisi lain ia juga berargumen pada dasarnya ada lima faktor yang mempengaruhi hubungan antara alam dan ekonomi, yaitu: perkembangan teknologi industri, persaingan bebas, kolonialisme, sikap hidup sekuler dan urbanisasi.58 Perhatian dunia terhadap masalah-masalah lingkungan hidup sudah dituangkan sejak 40 tahun yang lalu, dengan diselenggarakannya Konfrensi PBB tentang lingkungan 54 55 2014. Dawam Rahardjo, Islam dan Transformasi Sosial-Ekonomi (Jakarta: LSAF, 1999), 89-90. www.unep.org/wed/greeneconomy, Towards Green Economy. Diakses tanggal 29 Desember 56 Emil Salim, Ratusan Bangsa Merusak Satu Bumi (Jakarta: Kompas, 2010), 135. Carlos Davidson, ‚Economic Growth and the Environment: Alternative to the Limits Paradigma,‛ BioScience, Vol. 50 No. 5, May 2000. 58 M. Dawam Rahardjo, Islam dan Transformasi Sosial-Ekonomi (Jakarta: LSAF, 1999), 106-110. 57 109 Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 11, No. 1, Januari 2015: 95-116 hidup di Stockholm pada tahun 1972 dan Deklarasi Rio tahun 1992. Deklarasi ini berpegangan pada satu prinsip bahwa manusia adalah pusat perhatian pada pembangunan bekelanjutan, karena mereka berhak mendapatkan kesehatan dan produktivitas hidup yang berharmoni dengan alam.59 Dunia saat ini menghadapi dua masalah besar, yaitu masalah peningkatan ekonomi, pelestarian fungsi lingkungan dan pengelolaan sumber daya alam. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi masalah ini baik secara lokal, regional maupun global, namun degradasi lingkungan terus terjadi dan bersifat sistemik. Seperti kebakaran hutan yang terjadi merupakan konsekuensi logis dari anomali iklim dan meluasnya kebijakan perluasan Hutan Tanaman Industri (HTI) menggantikan hutan alam dan perubahan lahan sawah menjadi lahan non pertanian.60 Dalam konteks Indonesia, mantan Menteri Negara Lingkungan Hidup, Prof. Dr. Balthasar Kambuaya, MBA, dalam kunjungannya di Nusa Tenggara Timur (NTT), mengatakan bahwa di tengah krisis ekonomi global, Indonesia harus mampu mempertahankan pertumbuhan ekonominya yang positif dan harus bersifat berkelanjutan. Pembangunan yang berkelanjutan sejatinya dicapai dengan meminimalkan degradasi lingkungan dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas ekonomi. Dampak dari pembangunan ini sudah terlihat dari beberapa indikator degradasi lingkungan baik pada air, udara, lahan dan hutan. Permasalahan deforestasi (penggundulan) hutan, seperti penebangan liar (illegal logging) dapat mengakibatkan erosi lahan, terancamnya aneka satwa, hingga mengakibatkan global warming. Menurut data kementrian kehutanan, pada tahun 2009, luas kawasan hutan Indonesia mencapai 138 juta hektar. Dengan laju defortasi hutan periode 2005-2009 mencapai 5,4 juta hektar. Selain itu, perubahan iklim dapat mengancam kehidupan manusia khususnya di ngara yang memiliki banyak pantai. Begitu juga pada sektor pertanian, seperti kekeringan lahan dan berkurangnya lahan produktif. Oleh karena itu harus dilakukan mitigasi melalui pengendalian berbagai aktivitas yang dapat menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang ditargetkan sebesar 26% di tahun 2020.61 Peralihan lahan produktif yang tidak sesuai dengan ekosistem atau kontur tanah dapat menyebabkan kerusakan. Ada sebuah penelitian yang menemukan bahwa nilai ekonomi total ekosistem rawa non-pasang surut pada wilayah Kalimantan Selatan sekitar 227.020.000.000 rupiah per tahun per 10.000 hektar atau setara dengan USD 2,389.65 per hektar per tahun. Dari nilai tersebut, hanya 7,14% dari mereka adalah nilai-nilai ekonomi. Sementara itu, nilai-nilai ekologis bisa memperoleh sekitar 92,07 % dari total nilai. Angka ini juga mencerminkan bahwa akan ada nilai sumber daya alam dan kerusakan lingkungan dari ekosistem rawa non-pasang surut di samping biaya sosial yang akan 59 Giorgio Baruchello dan Rachael Lorna Johnstone, ‚Comment on Right and Value: Committee on Economi, Social and Cultural Right Addresses the Environment,‛ Studies in Social Justice, Volume 7, Issue 1, 2013, 175-179. 60 Ida Nurlida, ‚Konsep Ekonomi Hijau (Green Economy) dalam pengelolaan dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam di Indonesia Untuk Mendukung Pembangunan Berkelanjutan,‛ https://www.academia.edu/6717553/Konsep_Ekonomi_Hijau_Green_Economic_dalam_Pengelolaan_dan_P emanfaatan_Sumber_Daya_Alam_di_Indonesia_untuk_mendukung_Pembangunan_Berkelanjutan?login=ad [email protected]&email_was_taken=true . Diakses 29 Desember 2014. 61 Majalah Ekonomi Syariah Universitas Trisakti, Vol. 11 No.2, 1434 H., 7-8. 110 Pemikiran Etika Bisnis Dawam Rahardjo (Ade Fauzi) timbul, jika rencana konversi lahan rawa menjadi perkebunan kelapa sawit seluas 10.000 hektar dilaksanakan. Oleh karena itu, pemerintah harus bertanggung jawab dan memainkan peran penting untuk melindungi dan melestarikan alam untuk kepentingan khalayak yang lebih luas.62 Dalam tatanan global, terjadi perubahan paradigma baru mengenai pembagunan ekonomi berbasis lingkungan atau ‚ekonomi hijau‛. Pemerintah Indonesia telah memberikan respon dengan mengeluarkan undang-undang 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-undang ini memberikan ruang cukup banyak untuk mengembangkan ekonomi hijau melalui instrument ekonomi lingkungan. Selain itu undang-undang 32 Tahun 2009 memberikan mandat dalam melakukan pengelolaan lingkungan hidup dengan memberhatikan aspek perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum. Dalam lingkup Perseroan Terbatas, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas. Langkah kecil yang dapat dilakukan adalah dengan kegiatan sederhana seperti upaya tanam dan pelihara pohon dengan menggunakan tiga prinsip, reduce, reuse, dan recycle. Hemat dalam penggunaan energi serta mencari alternatif model transportasi ramah lingkungan. 63 Dengan dua instrument hukum, baik Undang-Undang (UU) maupun Peraturan Pemerintah, penegakan ekonomi hijau bisa berjalan dengan lebih terorganisir dan professional. Selain itu dua instrument ini bisa menjadi landasan operasional para pelaku usaha dan bisnis untuk selalu menjaga lingkungan hidup, baik dalam sekala mikro, meso dan makro. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana aksesibilitas sebuah komunitas, keterbatasan alam, dan ekosistem sekitar mempengaruhi tipe strategi pengembangan ekonomi yang harus dicapai. Di Amerika strategi yang digunakan dalam pengembangan ekonomi adalah dengan melibatkan komunitas-komunitas yang secara langsung maupun tidak langsung berkontribusi menciptakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan pendapatan penduduk. Ada sekitar 101 komunitas yang mencakup wilayah Oregon dan Washinghton. Dari tahun 80-an, komunitas-komunitas ini memegang peran yang signifikan terhadap perkembangan ekonomi di Amerika pada level lokal. Strategi yang mereka gunakan ada dua, yaitu rekrutmen industri (industrial recruitment) dan pengembangan diri (self-development). Rekrutmen industri berupaya untuk menarik perusahaan-perusahaan industri dari luar untuk pindah ke komunitas. Upaya yang dilakukan meliputi ketentuan dari abatements (potongan biaya) pajak, pinjaman berbunga rendah, dan akses mudah ke tanah murah untuk pembangunan infrastruktur. Daya tarik perekrutan industri adalah dari kemampuannya untuk menghasilkan sejumlah besar pekerjaan dalam waktu yang relatif singkat. Aksesbilitas memiliki peran yang signifikan 62 Hamdani, Imam Hanafi, Anwar Fitrianto, Luthfi Arsyad, dan Budi Setaiawan, ‚EconomicEcological Value of Non-Tidal Swamp Ecosistem: Case Study in Tapin District, Kalimantan, Indonesia ‛ Modern Applied Science, vol. 8, no. 1, 2014. 63 Majalah Ekonomi Syariah Universitas Trisakti, vol. 11, no. 2, 1434 H. 111 Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 11, No. 1, Januari 2015: 95-116 dalam perkembangan diri, seperti revitalisasi bisnis di pusat kota, mempromosikan pariwisata lokal, dan mempertahankan atau memperluas usaha pribadi.64 Dari uraian di atas, apa yang disuarakan Dawam mengenai ekologi atau green economy, sangat relevan dengan perkembangan pemikiran dan paradigmaa modern tentang hubungan perkembangan ekonomi dan pelestarian alam. Pada banyak kasus pengrusakan alam, seperti diforestasi hutan, pengalihan lahan yang tidak sesuai dengan ekosistem, pengalihan lahan produktif menjadi lahan nonproduktif, pencemaran air, udara dan tanah. Pengrusakan sangat memberikan dampak negatif, bahkan bersifat sistemik yang mencangkup beberapa sektor, seperti ekonomi, lingkungan, politik dan sosial. Lebih hebatnya lagi dapat memberikan dampak psikis, seperti tingginya kasus bunuh diri65 dan meningkatnya angka kematian pada anak-anak dari masyarkat yang hidup di daerah yang mengalami ketidakseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan kehancuran alam.66 Oleh karenanya perlu dilakukan kebijakan yang sinergi di setiap level, baik pemerintah, pelaku industri dan masyarakat guna mencapai pertumbuhan ekonomi yang selaras dengan pelestarian alam. Profesionalisme dan Amanah Manajerial Konsep profesionalisme dan amanah manajerial dalam pemikiran etika bisnis Dawam dapat diinduksikan dalam sistem Good Corporate Governance (GCG). GCG secara definitif, seperti yang dikutip dari Monks (2003) merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan yang menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder. Ada dua hal yang ditekankan dalam konsep ini: pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar dan tepat pada waktunya. Kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder. Esensi dari corporate governance adalah peningkatan kinerja perusahaan melalui supervisi atau pemantauan kinerja manajemen dan adanya akuntabilitas manajemen terhadap pemangku kepentingan lainnya, berdasarkan kerangka aturan dan peraturan yang berlaku.67 Konsep GCG baru popular di Asia. Konsep ini relatif berkembang sejak tahun 1990-an. Konsep GCG baru dikenal di Inggris pada tahun 1992. Negara-negara maju yang tergabung dalam kelompok OECD (kelompok Negara-negara maju di Eropa Barat dan Amerika Utara) mempraktikkan pada tahun 1999. Adapun sejarah corporate governace Indonesia berhubungan erat dengan krisis finansial Asia Selatan 1997. Krisis mulai dari Thailand, terus menyerbu Philipina, Indonesia, Malaysia dan Korea Selatan (Kingsley 64 Jessica Crowe, ‚The Role of Natural Capital on The Pursuit and Implementation of Economic Development,‛Sociological Perpectives, Vol. 51, Issue 4, 2008, 827-851. 65 K. Hawton, L. Harriss, K. Hodder, S. Simkin dan D. Gunnell, ‚The Influence of the Economic and Social Environment on Deliberate Self-Harm and Suicide: an Ecological and Person-Based Study,‛ Psychological Medicine, 31, 2001, 827-836. 66 Jennifer S. Fraunz, ‚Child Mortalitu and Environmetn in Developing Countries,‛ Popul Environt, 27, 2006, 264-28. 67 Thomas S. Kaihatu, ‚Good Corporate Governance dan Penerapannya di Indonesia,‛ Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol.8, No. 1, Maret 2006, 1-9. 112 Pemikiran Etika Bisnis Dawam Rahardjo (Ade Fauzi) 2004: 501). Bencana ini sungguh sesuatu yang tidak terduga. Tragedi itu datang melanda hanya beberapa bulan setelah the World Bank mengeluarkan laporannya tentang macan ekonomi Asia, yang menginspirasi negara berkembang lainnya. The International Monetary Funds (IMF) datang membawa bantuan. Lembaga ini menawarkan bantuan bersyarat. Mereka berkenan memberikan pinjaman asalkan pemerintah Indonesia bersedia memenuhi beberapa persyaratan. Satu diantaranya, komitmen untuk memperbaiki sistim corporate governance. Di mata IMF saat itu sistim corporate governance Indonesia menjadi salah satu titik lemah bangunan perekonomian Indonesia. Akhirnya sebagaimana yang terbaca di dalam 5 Letters of Intent pemerintah Indonesia kepada IMF, Indonesia setuju dengan seluruh persyaratan yang diajukan IMF. Dana segarpun mengucur deras. Dari perspektif sejarah, kelahiran Corporate Governance di Indonesia tidaklah berdasarkan inisiatif lokal. Konsep itu lahir di Indonesia karena perintah orang luar (IMF). Indonesia mengadopsi corpo GCG ini juga yang digunakan pemerintah Indonesia untuk keluar dari krisis 1998.68 Ada empat komponen utama yang diperlukan dalam konsep good corporate governance yang dikutip dari Kaen (2003), yaitu: fairness, transparency, accountability, dan responsibility. Keempat komponen tersebut penting karena penerapan prinsip good corporate governance secara konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan dan juga dapat menjadi penghambat aktivitas rekayasa kinerja yang mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan.69 Prinsip-prinsip ini dapat di interpretasikan sebagai berikut: 1) Transparency (keterbukaan informasi), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan. 2) Accountability (akuntabilitas), yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem, dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. 3) Responsibility (pertanggungjawaban), yaitu kesesuaian (kepatuhan) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku. 4) Independency (kemandirian), yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara professional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manajemen yang tidak sesuai dengan peraturan dan perundangan-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. 5) Fairness (kesetaraan dan kewajaran), yaitu perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hakhak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku. 68 Miko Kamal, Konsep Corporate Governance di Indonesia: Kajian atas Kode Corporate Governance, Jurnal Manajemen dan Teknologi, vol. 10, no. 2, 2011. 69 Thomas S. Kaihatu, Good Corporate Governance dan Penerapannya di Indonesia, 1-9. 113 Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 11, No. 1, Januari 2015: 95-116 Dalam Buku Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia yang dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) tahun 2006 dalam Bab III tentang Etika Bisnis dan Pedoman Perilaku dinyatakan bahwa dalam pelaksanaan GCG di Indonesia harus didasari tiga prinsip dasar: 1) perusahaan harus memiliki nilai perusahaan yang menggambarkan sikap moral perusahaan, 2) dalam merealisasikan sikap moral, perusahaan harus memiliki rumusan etika bisnis yang disepakati oleh organ perusahaan (pemegang saham, dewan komisaris, direksi) dan semua karyawan, 3) nilainilai dan rumusan etika bisnis perusahaan perlu dituangkan dan dijabarkan lebih lanjut dalam pedoman perilaku agar dapat dipahami dan diterapkan. SIMPULAN Dalam konsepsi etika bisnis, Dawam memiliki perbedaan dengan Naqvi, Beekun dan Shahatah. Dawam mendasari pemikiran etika bisnisnya dari nilai-nilai fundamental ekonomi Islam yang kemudian diasimilasikan dengan budaya lokal Indonesia yang terkandung dalam Pancasila. Sedangkan ketiga tokoh lainnya, mendasari pemikiran etika bisnisnya dari etika Islam.Nilai-nilai dasar yang ditawarkan Dawam Rahardjo, berupa tauhid, khilafah, musyawarah, ihsan, fastabiq al-khaira@t, keseimbangan, amanah, amar ma’ru@f nahi munkar, wa tawa@ s}aubi al-haqq wa tawa@s}aubi al-s}abr, dan taqwa. Nilai-nilai tersebut sangat sesuai dengan etika bisnis Islam, karena nilai-nilai ini bersumber dari alQur’an dan dipahami dengan teori dan pendekatan ilmu ekonomi. Nilai-nilai normatif ini kemudia diaktualisasikan dalam bentuk etika terapan berupa ekologi, profesionalisme dan amanah manajerial. Etika terapan ini sangat relevan diimplementasikan dalam dunia bisnis modern. DAFTAR PUSTAKA Allhoff, Fritz. ‚What Are Applied Ethics?‛Sci Eng Ethics, 17, 2011. Apressyan, Ruben G.‛Business Ethics in Russia‛, Journal of Business Ethics, Vol. 16, No. 14, 1997. Bartens, Kess. Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta: Kanisius 2000. Baruchello, Giorgio. dan Rachael Lorna Johnstone, ‚Comment on Right and Value: Committee on Economi, Social and Cultural Right Addresses the Environment,‛Studies in Social Justice, Volume 7, Issue 1, 2013. Beekun, Rafik Issa. Islamic Business Ethichs. International Institute of Islamic Thought, 1996. Beekun, Rafik Issa. Islamic Business Ethics. Virginia: International Instritute of Islamic Thought, 1997. Bungin, Burhan. Analisis Data Penelitian Kualitatif: Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta: Raja Grafindo, 2012. Crowe, Jessica. ‚The Role of Natural Capital on The Pursuit and Implementation of Economic Development,‛Sociological Perpectives, Vol. 51, Issue 4, 2008. 114 Pemikiran Etika Bisnis Dawam Rahardjo (Ade Fauzi) Davidson, Carlos. ‚Economic Growth and the Environment: Alternative to the Limits Paradigma,‛ BioScience, Vol. 50 No. 5, May 2000. Effendy, Bahtiar. Islam dan Negara Transformasi Pemikiran dan Praktik Politik Islam di Indonesia. Jakarta: Paramadina, 1998. Ekomadyo, Agus S. ‚Kota Ekologinomis: Sinergi Ekologi dan Ekonomi dalam Pembangunan Kota.‛ http://iplbi.or.id/2013/06/kota-ekologinomis-sinergi-ekologi- dan-ekonomi-dalam-pembangunan-kota/. Fraunz, Jennifer S. ‚Child Mortalitu and Environmetn in Developing Countries,‛ Popul Environt, 27, 2006. Hamdani, Imam Hanafi, Anwar Fitrianto, Luthfi Arsyad, dan Budi Setaiawan, ‚Economic-Ecological Value of Non-Tidal Swamp Ecosistem: Case Study in Tapin District, Kalimantan, Indonesia‛ Modern Applied Science, vol. 8, no. 1, 2014. Hawton, K., L. Harriss, K. Hodder, S. Simkin dan D. Gunnell, ‚The Influence of the Economic and Social Environment on Deliberate Self-Harm and Suicide: an Ecological and Person-Based Study,‛ Psychological Medicine, 31, 2001. Kaihatu, Thomas S. ‚Good Corporate Governance dan Penerapannya di Indonesia,‛Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol.8, No. 1, Maret 2006. Kamal, Miko. ‚Konsep Corporate Governance di Indonesia: Kajian atas Kode Corporate Governance‛ Jurnal Manajemen dan Teknologi, vol. 10, no. 2, 2011. Kazi Ashraf U. and Abdel K. Halabi, ‚The Influence of Quran and Islamic Financial Transactions and Banking,‛Arab Law Quarterly, Vol. 20, No. 3, 2006. Khan, Muhammad Akram. Ajaran Nabi Muhammad SAW Tentang Ekonomi: Kumpulan Hadis-hadis Pilihan Tentang Ekonomi. Bank Muamalat. Laszlo. Zsolnai, ‚Towards Ethical Business,‛Society and Economy, Vol. 25, No. 2, ‚Business Ethic and Ethical Business‛, 2003. Majalah Ekonomi Syariah Universitas Trisakti, Vol. 11 No.2, 1434 H. Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000. Musa, M. Adli. Islamic Business Ethics and Finance: An Exploratory Study of Islamic Banks in Malaysia, International Conference on Islamic Economics and Finance. Naqvi, Syed Nawab Haidar. ‚Ethical Vondations on Islamic Economic‛, Islamic Studies, Vol. 17, No. 2, Summer 1978, 105-136. Naqvi, Syed Nawab Haidar. Ethic and Economics: An Islamic Synthesis. London: The Islamic Foundation, 1981. Nata, Abuddin. Metodologi Studi Islam. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012. 115 Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 11, No. 1, Januari 2015: 95-116 Nugroho, Alois A. Dari Etika Bisnis ke Etika Ekobisnis. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2001. Nurlida, Ida ‚Konsep Ekonomi Hijau (Green Economy) dalam pengelolaan dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam di Indonesia Untuk Mendukung Pembangunan Berkelanjutan,‛ dalam https://www.academia.edu/6717553/Konsep_Ekonomi_Hijau_Green_Economic_d alam_Pengelolaan_dan_Pemanfaatan_Sumber_Daya_Alam_di_Indonesia_untuk_ [email protected]&email_wa s_taken=true . Rahardjo, Dawam. Etika Ekonomi dan Manajemen. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1990. Rahardjo, Dawam. Islam dan transformasi Sosial Ekonomi. Jakarta: LSAF, 1999. Rahardjo, M. Dawam. ‚Menuju Sistem Perekonomian Indonesia‛, Jurnal UNISIA, Vol. XXXII No. 72, Desember 2009. Rahardjo, M. Dawam. Ensiklopedia Al-Qur’an, Tafsir Sosial Berdasarkan konsep-Konsep Kunci. Jakarta: Paramadina, 2002. Rahardjo, M. Dawam. Etika Ekonomi dan Manajemen. Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990. Rahardjo, M. Dawam. Islam dan Transformasi Sosial-Ekonomi. Jakarta: LSAF, `1999. Rahardjo, M. Dawam. Peranan Etika Islam dalam Pembangunan SDM: Menyongsong Tahun 2020. Makalah ini disampaikan pada Seminar Nasional HUT-31 KAHMI, tanggal 16 September 1997 di Jakarta. Rice, Gillian. ‚Islamic Ethic and Implications in Business‛, Journal of Business Ethic, Vol. 18, 1999. Robin, D. ‚Toward an Applied Meaning for Ethics in Business,‛Journal of Business Ethics, Vol. 89, No. 1, September 2009. Salim, Emil. Ratusan Bangsa Merusak Satu Bumi. Jakarta: Kompas, 2010. Shahata, Hussain. Business Ethics in Islam. Cairo: al-Falah Fondation, 1999. Shahatah, Husain. Business Ethics in Islam. Egypt: al-Falah Fondation, 1999. Taka, Iwao ‚Business Ethics in Japan‛, Journal Ethics, Vol. 16, No. 14, 1997. www.unep.org/wed/greeneconomy, Towards Green Economy. Xiaohe, Lu. ‚Business Ethic in China‛, Journal of Business Ethics, Vol. 16, No. 14, 1997. Zubair, Achmad Charris. ‚Membangun Kesadaran Etika Multikulturalisme di Indonesia‛, Jurnal Filsafat, Jilid 34, No. 2, Agustus 2003. 116