UB Tambah Dua Guru Besar Hortikultura Universitas Brawijaya (UB) mengukuhkan dua orang Guru Besar ilmu hortikultura pada Selasa (8/11/2016). Kedua orang Guru Besar tersebut adalah Prof. Dr. Ir. Mudji Santosa, MS dan Prof. Dr. Ir. Moch. Dawam Maghfoer, MS. Prosesi pengukuhan keduanya dilakukan di Gedung Widyaloka UB. Dalam pengukuhannya, Mudji Santosa mengangkat pidato berjudul “Sistem Tumpangsari Tanaman Hortikultura Untuk Meningkatkan Pendapatan Petani Miskin di Desa”. Sementara Moch. Dawam Maghfoer mengangkat pidato berjudul “Pemanfaatan Mikroba Dalam Upaya Meningkatkan Produktivitas Tanaman Sayuran”. Keduanya menambah jumlah Guru Besar di UB menjadi 226 orang. Tumpangsari untuk Kesejahteraan Petani Penggunaan sistem tumpangsari dengan pemilihan jenis tanaman yang tepat dapat menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi bagi petani miskin di desa. Disampaikan Mudji, tumpangsari adalah sebuah sistem pertanian di mana pepohonan (bisa tanaman hutan atau buah-buahan) ditanam secara tercampur dengan satu atau lebih tanaman semusim. Dalam penelitiannya, Mudji menggunakan tumpangsari dari pohon jati, tanaman kopi, pisang, tebu, ubi kayu, ubi jalar, dan rumput gajah. Penelitian ini dilakukan di lahan seluas 2500 m2 yang terletak di lereng Gunung Butak, sekitar 32 km dari Kota Malang. Dari aneka model tumpangsari, Guru Besar ke-52 di Fakultas Pertanian ini menggunakan pola berderet dan berbaris, dimana pola berderet digunakan untuk pohon jati sebagai tanaman pokok sedangkan pola berbaris untuk tanaman kopi. Tanaman pisang diletakkan di pinggir-pinggir kebun dengan rumput gajah. Sedangkan tanaman tebu, ubi kayu dan ubi jalar ditanam dengan sistem gulud. Tumpangsari ini menurutnya memberi hasil panen yang cukup baik. Selain itu, petani juga bisa menggemukkan dua sapi potong dimana urine dan fesesnya digunakan sebagai pupuk organik. Mudji menyampaikan, panen tanaman kopi, tebu dan ubikayu dilakukan setahun sekali sementara ubijalar 3 bulan sekali. Pisang dipanen sesuai umur tanaman saat bisa dipanen, sedangkan rerumputan dipanen setiap hari secara bergilir saat dibutuhkan untuk pakan ternak. Sapi peliharaan bisa dijual setiap 3 bulan sekali untuk dibelikan sapi baru. Pada umur sekitar delapan tahun, pohon jati bisa dipanen dengan lingkar batang sekitar 80 cm dan ketinggian 8-12 m. Dengan harga taksasi Rp. 300 ribu, maka 200 pohon mendapatkan Rp. 60 juta. Dalam penelitian ini, petani memperoleh pendapatan mencapai Rp. 73.916.000 per 0.250 ha per tahun atau setara Rp. 6.160.000 per keluarga per bulan. Sehingga pendapatan per kapitanya mencapai Rp. 1.540.000 per bulan atau diatas pendapatan petani miskin. Melalui hal ini, Mudji berharap bisa berkontribusi dalam pengurangan angka kemiskinan di Indonesia yang ditarget mencapai 12.5 juta penduduk miskin pada 2019. Alumni Doktor Ekofisiologi Universitas Padjadjaran ini menambahkan, peran pemerintah daerah maupun pihak lain yang tertarik membangun desa dan menanggulangi kemiskinan diperlukan terutama pada daerah-daerah kantong kemiskinan yang sekaligus berperan sebagai tempat pembinaan. Di wilayah penelitian ini, pengembangan usaha tani dilakukan dengan mensosialisasikan peran koperasi sebagai wadah aktivitas petani disamping membentuk organisasi kelompok tani untuk berbagi informasi tentang aktivitas peningkatan produksi tanaman mereka. Mikroba Untuk Peningkatan Produksi Tanaman Sayuran Sayuran merupakan salah satu tanaman pangan utama yang penting untuk dikonsumsi karena kaya mineral, vitamin, serat serta mengandung banyak protein dan karbohidrat. Disampaikan Dawan Maghfoer, pertumbuhan konsumsi sayuran pada 2003-2006 di Indonesia mengalami peningkatan rerata per kapita sebesar 0.7% per tahun, sehingga pada tahun 2050 konsumsi sayuran per kapita diperkirakan akan mencapai 49.63 kg per kapita. Untuk memenuhi konsumsi ini, dengan proyeksi pertumbuhan penduduk mencapai 400 juta pada 2050, maka kebutuhan sayur mencapai 19.852.000 ton. Dengan peningkatan populasi penduduk yang semakin besar, Menurut Guru Besar Fakultas Pertanian ke-51 ini, pertanian memiliki tugas berat untuk mencukupi kebutuhan pangan melalui peningkatan produksi. Namun di sisi lain, pertanian juga menghadapi keterbatasan lahan, sarana serta dituntut untuk tetap menjaga lingkungan sehingga menghasilkan produksi yang berkelanjutan. Selama ini, peningkatan produksi tanaman sayuran menggunakan pupuk kimia yang menimbulkan kerusakan lingkungan dan membahayakan kesehatan manusia. Dalam beberapa tahun ini, penggunaan berbagai pupuk organik, pupuk hayati dan biopestisida sedang dianjurkan untuk digunakan. Diantara fokus dunia sekarang, menurut Dawam adalah pengembangan sistem pengelolaan hara`terpadu yang mempertahankan atau meningkatkan produktivitas tanah melalui pemanfaatan berbagai sumber hara seperti pupuk kimia, pupuk organik dan pupuk hayati dalam satu keselarasan. Salah satu bagian penting dalam sistem pengelolaan hara terpadu adalah pemanfaatan mikroba yang menguntungkan sebagai pupuk hayati. Bakteri yang bermanfaat bagi perkembangan tanaman adalah Rhizobacteria Pemacu Pertumbuhan Tanaman atau popular disebut sebagai Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR). Contoh bakteri yang bermanfaat tersebut adalah Rhizobium, Azospirillum, Pseudomonas, Flavobacterum, Arthobacter dan Bacillus. Disampaikan Dawam, bakteri ini dapat diaplikasikan sebagai pupuk hayati dibidang pertanian khususnya tanaman sayur sehingga dapat meningkatkan hasil panen. Disampaikan Doktor Ilmu Pertanian Universitas Padjadjaran ini, setidaknya ada empat mekanisme PGPR dalam memperbaiki pertumbuhan tanaman yakni sintesis unsur hara tanaman atau fithohormon, mobilisasi senyawa tanah, melindungi tanaman dalam kondisi stress serta pertahanan terhadap pathogen tanaman. Inokulasi PGPR merupakan formulasi yang mengandung satu atau lebih bakteri yang menguntungkan. Hasil-hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pemanfaatan berbagai mikroba dapat meningkatkan produktivitas sayuran secara berkelanjutan. Diantaranya penelitian Dawam dalam pengendalian penyakit pada tanaman kentang menggunakan aplikasi Pseudomonas fluorescens sendiri atau dikombinasikan dengan Streptomyces sp. dan Trichoderma viride + Streptomyces sp. Aplikasi ini bisa mengurangi penyakit pada tanaman kentang hingga 50% sehingga serangan penyakit pada tanaman kentang berkurang dan produksinya meningkat hingga 80%. Penelitian lainnya dilakukan Dawam untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman terung melalui aplikasi pupuk hayati EM4. Peningkatan ini terjadi karena peningkatan proses dekomposisi bahan organik sehingga unsur hara dari pupuk organik dapat dimanfaatkan oleh tanaman. [denok/Humas UB]