I. 1.1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan iklim merupakan proses alam yang mempengaruhi perubahan terhadap iklim secara langsung maupun tidak langsung akibat aktivitas manusia yang mengubah komposisi atmosfer global serta variabilitas alami iklim alami selama periode waktu tertentu (Adger, et. al., 2003). Perubahan pola dan intensitas unsur iklim pada periode waktu yang dapat dibandingkan rata-rata dalam kurun waktu 30 tahun (WMO, 1989). Periode jeda hujan dan kemarau panjang sebagai salah satu akibat perubahan iklim. Peningkatan perubahan iklim (El-Niño dan LaNiña) sangat mempengaruhi musim dan pola tanam, ketidakpastian waktu, produktivitas, dan kegagalan panen. Berdasarkan IPCC (2007), selama kurun waktu 100 tahun (1906-2005) tercatat kenaikan suhu udara sebesar 0,74o C ± 0,18o dan kenaikan bisa mencapai 2oC dari rentang suhu minimum dan maksimum harian. Penurunan suhu juga diteliti oleh BMKG (2012) pada tahun 2004-2011 suhu udara rata-rata mengalami penurunan sebesar 0,024oC dengan suhu rata-rata tertinggi tahun 2010 (26,3oC) dan terendah tahun 2007 (25,5oC). Hadi dan Susilowati (2011) menjelaskan bahwa mundurnya awal musim hujan selama 30 hari telah menurunkan produksi padi di Jawa Barat dan Jawa Tengah sebesar 6,5%, dan Bali sebesar 11%. Penurunan produksi pangan 10,019,5% akan terjadi selama 40 tahun yang akan datang, sehingga berdampak pada harga penjualan produksi pangan yang melonjak tajam (Boer dan Arora, 2009). Selain itu, menjelang tahun 2050, tanpa upaya adaptasi perubahan iklim secara nasional diperkirakan produksi tanaman pangan strategis akan menurun 20,3%- 1 2 27,1% untuk padi, 13,6% untuk jagung, 12,4 % untuk kedelai, dan 7,6% untuk tebu dibandingkan dengan kondisi tahun 2006 (ICCSR, 2010). Periode jeda hujan dan kemarau panjang merupakan salah satu dari perubahan iklim. Menurut Fosu, et. al. (2010), periode jeda hujan merupakan salah satu anomali dari perubahan iklim yang memiliki dampak serius terhadap lingkungan, ekonomi, dan sosial. Selain itu, kemarau panjang ditandai dengan sedikitnya curah hujan yang terjadi pada bulan-bulan tertentu (CIFOR, 2008) mempengaruhi pergeseran produksi tanaman, harga hasil produksi, dan perubahan struktur pola konsumsi. Kompleksitas permasalahan periode jeda hujan dan kemarau panjang sebagai dampak dari perubahan iklim mempengaruhi pola perlakuan dan pengetahuan masyarakat terhadap hutan. Salah satu solusi kebijakan dalam pengurangan masalah tersebut adalah aplikasi sistem tumpangsari untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tumpangsari sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan baru di bidang pertanian dan kehutanan yang telah dikembangkan pesanggem di daerah beriklim subtropis. Sistem tumpangsari merupakan gabungan ilmu kehutanan dengan agronomi yang memadukan usaha kehutanan dengan pembangunan perdesaan untuk menciptakan keselarasan antara intensifikasi pertanian dan pelestarian hutan (Warsana, 2009). Menurut Budiman (2013), pengembangan sistem tumpangsari dengan menggunakan input rendah, diperlukan pengkajian interdisipliner (holistic) untuk menghasilkan rekomendasi penyelesaian masalah yang kompleks terhadap variabel ekologi serta kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar hutan. Keberlanjutan sistem tumpangsari tidak hanya 3 berhubungan dengan aspek produktivitas saja, melainkan aspek ekonomi dan pemeliharaan sumberdaya pertanian jangka panjang. Strategi adaptasi akan muncul dalam teknologi tumpangsari berdasarkan pengalaman dan pengetahuan lokal di sekitar masyarakat. Kawasan hutan di Resort Pengelolaan Hutan (RPH) Menggoran, Bagian Daerah Hutan (BDH) Playen, Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Yogyakarta telah dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar hutan yang berada di bawah tegakan kayu putih. Masyarakat sekitar hutan atau pesanggem bersama pengelola kawasan telah melakukan modifikasi pengelolaan melalui sistem tumpangsari. Sistem tumpangsari yang berlangsung telah dilestarikan dengan pengelolaan berdasarkan kearifan lokal masyarakat sekitar hutan sehingga kawasan hutan terjaga keutuhannya. Akan tetapi, menurut KPH (2012) masih banyak petak-petak tegakan kayu putih yang memiliki kerapatan di bawah normal (dkn < 0,5) artinya masih banyak tanah kosong seluas 1.603,9 ha (38,14%) daripada tegakan normal 104,7 ha (2,49%). IPCC (2011) menyatakan bahwa adaptasi terhadap anomali iklim mengacu pada penyesuaian dalam sistem alam atau aktivitas manusia sebagai respon terhadap rangsangan iklim aktual yang diperkirakan memiliki efek yang secara nyata merugikan atau berpeluang menguntungkan. Pengambilan data curah hujan tahun 2014 mendukung penyajian informasi aktual yang mudah diambil dari masyarakat baik dari segi pengetahuan lokal maupun daya ingat mengenai dampak dan upaya masyarakat dalam analisis periode jeda hujan. Sedangkan pengambilan data curah hujan bulanan tahun 1984-2014 mendukung penyajian data dalam analisis kemarau panjang selama 30 tahun. Menurut WMO (1989), standart 4 prosedur umum dalam mengkalkulasikan dan mendeskripsikan perubahan iklim dianalisis selama kurang lebih 30 tahun. Oleh karena itu, diperlukan penelitian mendalam mengenai strategi adaptasi dalam perubahan iklim terutama oleh masyarakat di sekitar hutan kayu putih KPH Yogyakarta. 1.2 Permasalahan Penelitian Berdasarkan latar belakang, maka permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Apakah periode jeda hujan tahun 2014 dan kemarau panjang tahun 1984-2014 memiliki dampak terhadap kehidupan masyarakat sekitar hutan? 2. Bagaimana pengetahuan lokal pesanggem yang berkembang dalam upaya adaptasi bencana perubahan iklim khususnya periode jeda hujan dan kemarau panjang? 3. Bagaimana strategi adaptif masyarakat sekitar hutan terhadap perubahan iklim dalam manajemen bencana? 1.3 Tujuan Berdasarkan latar belakang dan permasalahan penelitian, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Menganalisis periode jeda hujan tahun 2014 dan kemarau panjang tahun 19842014 melalui indikator curah hujan 2. Menganalisis pengetahuan lokal pesanggem sebagai strategi adaptif terhadap bencana perubahan iklim khususnya periode jeda hujan dan kemarau panjang 5 1.4 Manfaat Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Nilai-nilai pengetahuan lokal tentang strategi tumpangsari dapat didokumentasikan sebagai rujukan tertulis sebagai dasar pertimbangan pengelolaan kehutanan berbasis tumpangsari 2. Strategi sistem tumpangsari dapat dijadikan rujukan untuk menyusun strategi pengelolaan sumberdaya alam yang adaptif, prospektif, dan berkelanjutan 1.5 Keaslian Penelitian Penelitian tentang strategi adaptif masyarakat yang hidup di sekitar hutan telah banyak dilakukan, tetapi penelitian strategi adaptif masyarakat sekitar hutan terhadap periode jeda hujan dan kemarau panjang dalam perubahan iklim belum pernah dilakukan. Pembuktian terhadap keaslian penelitian selanjutnya akan dibandingkan dengan beberapa penelitian terdahulu. Jauhari (2005) menganalisis pendapatan dan partisipasi masyarakat terhadap kegiatan tumpangsari kayu putih. Seipalla (2007) mengkaji tumpangsari di lahan kayu putih terhadap keberlanjutan kegiatan konservasi. Dresani (2013) meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi strategi adaptif pesanggem terhadap perubahan iklim. Ketiga penelitian tersebut memiliki kesamaan dalam strategi adaptif khususnya dalam sistem tumpangsari. Retnowati (2014) meneliti mengenai pengetahuan lokal masyarakat yang dengan mempertimbangkan iklim mikro dan aspek topografis. Perbedaan dengan penelitian Ambaraji (2015) terletak pada tujuan, metode, dan hasil yang akan dicapai. Bahan perbandingan dengan penelitian sebelumnya ditunjukkan dalam Tabel 1.1. . Tabel 1.1 Perbandingan Dengan Penelitian Sebelumnya No Nama 1 Ahmad Nasrudin Al Jauhari (2005) Judul Analisis Pendapatan dan Partisipasi Masyarakat terhadap Kegiatan Tumpangsari Kayu Putih: Studi Kasus di BDH Paliyan, Gunungkidul Yogyakarta Metode Deskriptif kuantitatif dan pengumpulan data responden dilakukan secara proportional random sampling Hasil Rata-rata penambahan pendapatan petani peserta tumpangsari kayu putih sebesar Rp. 1.489.665,00/tahun. Sumbangan pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat sebesar 98% sedangkan terhadap produksi tanaman palawija sebesar 52,1 % Persamaan Metode penelitian, yaitu deskriptif kuantitatif 2 Billy Seipalla (2007) Deskriptif dengan pendekatan kuantitatif (positifisme) dan kualitatif (fenomenologis) Aktivitas tumpangsari yang dilaksanakan dapat menjamin keberlanjutan konservasi dalam peningkatan produktivitas tanah, mencegah kebakaran, dan meningkatkan pendapatan petani 3 Ubai Dresani (2013) Kajian Tumpangsari di Lahan Kayu Putih (Malaleuca leucadendron, LINN) terhadap Keberlanjutan Kegiatan Konservasi di Kabupaten Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku Faktor-faktor yang Mempengaruhi Strategi Adaptif Petani Terhadap Perubahan Iklim di Kabupaten Sleman dan Gunungkidul Perbedaan Analisis yang dilakukan mencakup pendapatan, partisipasi masyarakat, pengaruh pola tumpangsari terhadap periode jeda hujan dan kemarau panjang. Cakupan lokasi penelitian adalah BDH Playen Metode penelitian, Aspek keberlanjutan yaitu deskriptif dan konservasi tumpangsari kuantitatif lebih spesifik dalam strateginya terhadap pola jeda hujan dan kemarau panjang Metode chi square, regresi logit Faktor yang mempengaruhi petani melakukan strategi adaptasi terhadap perubahan iklim adalah besarnya nilai produksi ternak, terjadi kekeringan lahan yang diolah, dan keberadaan sumber air irigasi permanen Menganalisis mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi strategi adaptif petani terhadap perubahan iklim Metode yang dilakukan berupa deskriptif kuantitatif. Tingkat spesifikasi perubahan iklim hanya pada periode jeda hujan dan kemarau panjang 6 Lanjutan Tabel 1.1 No Nama 4 Arry Retnowati (2014) Judul Cultural and Risk Based Water and Land Management in Karst Areas: An Understanding of Local Knowledge in Gunungkidul, Java, Indonesia 5 Strategi Adaptif Kombinasi Masyarakat Sekitar kualitatif dan Hutan Terhadap Periode kuantitatif Jeda Hutan dan Kemarau Panjang dalam Perubahan Iklim di RPH Menggoran, BDH Playen, KPH Yogyakarta Hireng Ambaraji Metode Kualitatif, analisis spasial dengan Information Communication Technologies (ICT) Hasil Pengetahuan lokal dari masyarakat di kawasan Karst Gunungkidul perlu disesuaikan dengan perubahan alam, akan tetapi pranata mangsa membantu masyarakat dalam ketrampilan mengelola sumber daya alam, memanajemen masyarakat dalam mgidentifikasi bahaya alam dan mengurangi risiko kekurangan air Formulasi stategi adaptif masyarakat sekitar hutan terhadap periode jeda hujan dan kemarau panjang dalam kurun waktu 30 tahun Persamaan Menanajemen perubahan musim, menganalisis pengetahuan lokal terutama pranata mangsa, dan lokasi penelitian di Kabupaten Gunungkidul Perbedaan Metode yang digunakan hanya kualitatif, penelitian dilakukan tidak di kawasan karst, melainkan di RPH Menggoran, BDH Playen, KPH Yogyakarta Lokus penelitian tentang sistem tumpangsari sebagai strategi adaptif masyarakat sekitar hutan Karakteristik bencana berupa periode jeda hujan dan kemarau panjang sebagai ancaman yang mempengaruhi penghidupan masyarakat sekitar hutan 7 8