analisis kajian landasan pendidikan “afi `agama warisan` : korban

advertisement
ANALISIS KAJIAN LANDASAN PENDIDIKAN
“AFI ‘AGAMA WARISAN’ : KORBAN SEKULERISME
PENDIDIKAN”
(diajukan untuk memenuhi salah satu tugas
Mata Kuliah Landasan Pendidikan yang diampu oleh Arie Rakhmat Riyadi, M.Pd.)
Disusun Oleh.
1604003
Ridjal Zuhri Madjid
DEPARTEMEN PENDIDIKAN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2017
ARTIKEL
Sekelumit Kisah Gadis SMA Bernama Afi Faradisa Menulis 'Agama
Warisan'
Kondisi lingkungan yang panas lagi nyaris tercerai berai karena isu SARA
menggerakkan Asa Firda Inayah alias Afi Nihaya Faradisa memposting tulisan
berjudul “Warisan” di dunia maya.
"Latar belakang saya menulis karena melihat kondisi lingkungan saya yang nyaris
tercerai berai, yang suasananya panas, baik di dunia media sosial maupun nyata
karena isu SARA," kisah Afi sapaan Asa Firda Inayah yang baru lulus bangku
sekolah menengah atas ini. Ia melihat panasnya perhelatan Pilkada DKI Jakarta
menjalar ke daerah, termasuk di Banyuwangi, tempat ia tinggal. Dia merasakan dan
melihat sendiri, bagaima isu SARA yang dihembuskan berdampak pada
pertemanannya sendiri. "KTP-nya Banyuwangi, bukan Jakarta, ribut soal Pilkada
Jakarta," ujarnya.
Akun miliknya sempat tidak bisa diakses pada Rabu (17/5/2017) karena diblok
oleh Facebook akibat banyak yang melaporkannnya. Namun, Facebook akhirnya
kembali membuka akun itu atas permintaan dari pembacanya.
Tulisannya tersebut ia beri judul 'Warisan', melalui tulisannya itu, Afi mengajak
seluruh bangsa Indonesia untuk menjaga toleransi khususnya di media sosial yang
rawan dengan gesekan-gesekan antar penggunanya. Afi, menyoroti soal identitas,
seperti agama, suku, ras, maupun kebangsaan merupakan warisan dari orangtua.
Melalui tulisannya, Afi juga mengajak pada seluruh rakyat Indonesa untuk
menghayati Pancasila, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, dan juga semboyan
Bhinneka Tunggal Ika bahkan sampai kehidupan toleransi beragama tetap terjaga.
Berikut potongan tulisan Afi yang ia tuangkan di akun Facebook pribadinya tersebut.
WARISAN
Ditulis oleh Afi Nihaya Faradisa
“Kebetulan saya lahir di Indonesia dari pasangan muslim, maka saya beragama
Islam. Seandainya saja saya lahir di Swedia atau Israel dari keluarga Kristen atau
Yahudi, apakah ada jaminan bahwa hari ini saya memeluk Islam sebagai agama
saya? Tidak. Saya tidak bisa memilih dari mana saya akan lahir dan di mana saya
akan tinggal setelah dilahirkan. Kewarganegaraan saya warisan, nama saya warisan,
dan agama saya juga warisan….Setelah beberapa menit kita lahir, lingkungan
menentukan agama, ras, suku, dan kebangsaan kita….Sejak masih bayi saya
didoktrin bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar….Maka, Bayangkan
jika kita tak henti menarik satu sama lainnya agar berpindah agama, bayangkan jika
masing-masing umat agama tak henti saling beradu superioritas seperti itu, padahal
tak akan ada titik temu….Bayangkan juga seandainya masing-masing agama
menuntut agar kitab sucinya digunakan sebagai dasar negara. Maka, tinggal tunggu
saja kehancuran Indonesia kita. Karena itulah yang digunakan negara dalam
mengambil kebijakan dalam bidang politik, hukum, atau kemanusiaan bukanlah
Alquran, Injil, Tripitaka, Weda, atau kitab suci sebuah agama, melainkan Pancasila,
Undang-Undang Dasar '45, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Dalam perspektif
Pancasila, setiap pemeluk agama bebas meyakini dan menjalankan ajaran
agamanya, tapi mereka tak berhak memaksakan sudut pandang dan ajaran
agamanya untuk ditempatkan sebagai tolok ukur penilaian terhadap pemeluk agama
lain. Hanya karena merasa paling benar, umat agama A tidak berhak mengintervensi
kebijakan suatu negara yang terdiri dari bermacam keyakinan…”
Dilansir dari laman :
http://www.tribunnews.com/nasional/2017/05/30/sekelumit-kisah-gadis-sma-bernam
a-afi-faradisa-menulis-agama-warisan
KAJIAN TEORI
A. Landasan Psikologis Pendidikan
Landasan pesikologis pendidikan adalah kajian tentang dasar dasar
psikologis yang dapat menjadi landasan teori maupun praktek pendidikan.
Bentuk psikologi pendidikan ada 3 yaitu :
1. Psikologi Perkembangan
Psikologi perkembangan menurut Rouseau membagi masa perkembangan
anak atas empat tahap yaitu :
· Masa bayi dari 0 – 2 tahun sebagian besar merupakan perkembangan fisik.
· Masa anak dari 2 – 12 tahun yang dinyatakan perkembangannya baru
seperti hidup manusia primitif.
· Masa pubertas dari 12 – 15 tahun, ditandai dengan perkembangan pikiran
dan kemauan untuk berpetualang.
· Masa adolesen dari 15 – 25 tahun, pertumbuhan seksual menonjol, sosial,
kata hati, dan moral. Remaja ini sudah mulai belajar berbudaya.
2. Psikologi Belajar
Secara psikologis, belajar dapat didefinisikan sebagai “suatu usaha yang
dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
secara sadar dari hasil interaksinya dengan lingkungan” (Slameto, 1991:2).
Definisi ini menyiratkan dua makna. Pertama, bahwa belajar merupakan suatu
usaha untuk mencapai tujuan tertentu yaitu untuk mendapatkan perubahan
tingkah laku. Kedua, perubahan tingkah laku yang terjadi harus secara sadar.
3. Psikologi Sosial
Menurut Hollander (1981) psikologi sosial adalah psikologi yang
mempelajari
psikologi
seseorang
di
masyarakat,
yang
mengkombinasikan ciri-ciri psikologi dengan ilmu sosial untuk mempelajari
pengaruh masyarakat terhadap individu dan antar individu (dikutip Pidarta,
2007:219).
Pembentukan kesan pertama terhadap orang lain memilki tiga kunci utama
yaitu :
1)
Kepribadian orang itu. Mungkin kita pernah mendengar tentang orang
itu sebelumnya atau cerita-cerita yang mirip dengan orang itu, terutama
tentang kepribadiannya.
2)
Perilaku orang itu. Ketika melihat perilaku orang itu setelah berhadapan,
maka hubungkan dengan cerita-cerita yang pernah didengar.
3)
Latar belakang situasi. Kedua data di atas kemudian dikaitkan dengan
situasi pada waktu itu, maka dari kombinasi ketiga data itu akan keluarlah
kesan pertama tentang orang itu.
B. Landasan Historis Pendidikan
Pendidikan nasional merupakan pendidikan yang berdasarkan pancasila dan
UUD 1945, yang berakar pada nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan
tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
Pendidikan Nasional di Indonesia tidak terlepas dari pandangan landasan
pendidikan sebelumnya. Pandangan pencapaian pendidikan bagi manusia selalu
berkaca kepada pendidikan di masa lampau. Hal ini, membuktikan bahwa sejarah
pendidikan dapat dijadikan sebagai acuan pembanding untuk memajukan
pendidikan di masa yang akan datang di suatu bangsa. Untuk itu, dalam peper ini
penulis berkeinginan untuk menulis tentang landasan historis pendidikan yang
terjadi di Indonesia.
Berikut ini adalah uraian dan rincian perjalanan sejarah pendidikan Indonesia:
1. Zaman Pengaruh Hindu dan Budha
2. Zaman Pengaruh Islam (Tradisional)
3. Zaman Kolonial Portugis, Belanda
4. Zaman Kemerdekaan (Awal)
5. Zaman ‘Orde Lama’
6. Zaman ‘Orde Baru’
7. Zaman ‘Reformasi’
C. Landasan Yuridis Pendidikan
Landasan yuridis pendidikan Indonesia adalah seperangkat konsep peraturan
perundang-undangan yang menjadi titik tolak sistem pendidikan Indonesia, yang
menurut Undang-Undang Dasar 1945 meliputi, Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia, Ketetapan MPR, Undang-Undang Peraturan Pemerintah
pengganti
undang-undang, peraturan pemerintah, Keputusan Presiden, peraturan pelaksanaan
lainnya, seperti peraturan Menteri, Instruksi Menteri, dan lain-lain.
Undang undang dasar 1945 merupakan hukum tertinggi di indonesia. Semua
peraturan harus tunduk kepada undang undang termasuk pendidikan. Pendidikan
bangsa Indonesia sendiri telah diatur dalam UUD 1945 dan hal ini diperjelas
dengan dirumuskannya norma-norma pokok yang harus menjiwai usaha
pendidikan dan pengembangan kebudayaan yang akan dilaksanakan oleh
penyelenggara negara. Norma-norma itu tersirat dan tersurat dalam Bab XIII Pasal
31 dan 32 UUD 1945.
Pasal 31 UUD 1945 sebagai berikut :
Ayat 1 : Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.
Ayat 2 : Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar pemerintah
wajib membiyayainya.
Ayat 3 : Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan
serta akhlak yang mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, yang diatur dengan undang-undang.
Ayat 4 :
Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya
dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta
dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi
kebutuhan penyelenggaraan pendid ikan nasional.
Ayat 5 : Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk
kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Pasal 32 UUD 1945 sebagai berikut :
Ayat 1 : Memajukan kebudayaan nasional serta memberi kebebasan kepada
masyarakat untuk mengembangkannya.
PEMBAHASAN
Menurut pendapat saya tentang kasus ini, kasus dimana seorang remaja membuat
tulisan tentang ‘Agama Warisan’ di laman facebooknya yang menimbulkan pro dan
kontra di masyarakat Indonesia. Afi Nihaya Faradisa adalah seorang remaja umur 18
tahun yang sedang mengalami masa Adolesen (berdasarkan psikologi perkembangan),
masa dimana terjadi pertumbuhan sosial, moral dan mulai belajar berbudaya. Maka
dari itu wajar jikalau Afi peka terhadap lingkungannya terutama Indonesia.
Berdasarkan pernyataan Afi di laman facebooknya, penulis menilai Afi merasakan
situasi dan kondisi saat ini di Indonesia yang sedang kurang harmonisnya antar
sesama anak bangsa sehingga membuat Afi ingin mengeluarkan isi hatinya dengan
menulis sebuah pesan yang tujuannya ingin menyadarkan anak bangsa akan
persatuan. Berdasarkan psikologi belajar, Afi memperoleh perubahan tingkah laku
dari hasil interkasi lingkungannya dengan secara sadar, lingkungan mempengaruhi
pola pikir Afi, dari mulai lingkungan keluarga, sekolah hingga masyarakat.
Lingkungan yang paling pertama dan sangat berpengaruh adalah lingkungan keluarga.
Karena lingkungan keluarga tingkat religiusitasnya rendah sehingga rentan dengan
paham sekulerisme (paham dari barat (Eropa)) yaitu memisahkan antara agama
dengan kehidupan sehari-hari. Berdasarkan psikologi sosial, dengan tiga kunci utama
dalam mebentuk kesan pertama penulis terhadap Afi, (1) Kerpribadian Afi, penulis
mendengar dari sekilas berita, penulis berkesan dengan Afi karena sifat kritisnya
terhadap situasi dan kondisi baru baru ini di Indonesia. (2) Perilaku Afi, namun
setelah diikuti dan didalami tulisan tersebut berdasarkan pemahaman saya yang
disandarkan kepada islam, tulisan tersebut ada yang kurang sesuai dengan ajaran
agama islam. (3) Latar belakang Afi, setelah mendalami isi tulisan, penulis mencoba
mencari latar belakang Afi, dan memang keluarga sangat mendukung Afi,
pemerintah saat ini mendukung Afi yang padahal tingkat religius keluarga Afi
terbilang rendah sehingga penulis berkesimpulan bahwa Afi terkena paham
sekulerisme.
Berdasarkas historis pendidikan, dalam melihat dan mempelajari masalah
pendidikan saat ini tak lupa kita kaitkan dengan pendidikan sebelumnya, karena
biasanya tidak beda jauh dari sebelumnya. Penulis menyoroti masalah Afi ini dengan
mengaitkan bahwa Afi adalah produk dari pendidikan saat ini, dan penulis menilai
perilaku Afi adalah sekuler sehingga mau tidak mau pendidikan saat ini
dikategorikan sekuler. Maka dari itu kita perlu tahu dari mana datangnya paham ini.
Paham ini datang dari Eropa. Kemudian karena pada zaman itu marak dengan
kolonial atau ekspnsi, sehingga paham nya pun menyebar luas beriringan dengan
ekspansi. Indonesia adalah salah satu nya, bisa kita lihat di kajian teori bagian
landasan historis pendidikan. Indonesia mengalami beberapa zaman, zaman hindu
budha yang kental dengan sinkretisme. Kemudian disusul zaman islam, dimana
pendidikan islam memiliki tujuan yang sama dengan tujuan hidup islam untuk
mengabdi kepada ajaran Allah SWT sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad S.A.W
untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Islam dengan ajaran agamanya
mengatur kehidupan sehari-hari dari mulai ibadah, ekonomi hingga politik. Hidup di
atas aturan Tuhan. Kemudian zaman kolonial asing, di sinilah cikal bakal munculnya
paham sekulerisme di Indonesia. Pendidikan yang dibawa Belanda bersifat sekuler,
di sekolah negeri tidak diperbolehkan diberikan pelajaran agama (ketetapan Raja
tahun 1871). Dan seterusnya hingga saat ini, kita masih bisa merasakan hasil dari
pendidikan yang dibawa belanda.
Berdasarkan landasan yuridis pendidikan, menurut penulis sistem pendidikan
indonesia masih menganut sistem sekulerisme, karena tidak menempatkan agama
menjadi dasar dari perumusan sistem pendidikan nasional. Afi adalah salah satu
contoh produk dari sekulerisasi pendidikan. Afi menganggap agama adalah warisan,
menganggap semua agama adalah benar, dan ini lah cerminan sistem pendidikan
nasional kita. Justru ketika kita menganggap semua agama benar akan terjadi
kerusuhan atau huru hara di negeri ini. Dan sekali lagi, Afi mendapatkan kesempatan
spesial bertemu dengan Presiden Jokowi dan Menteri Agama, maka dapat
disimpulkan juga Pemerintahan kita saat ini menganut paham sekulerisme.
Download