1 PENGGABUNGAN GUGATAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM

advertisement
1
PENGGABUNGAN GUGATAN
PERBUATAN MELAWAN HUKUM (ONRECHMATIGEDAAD) DAN
CIDERA JANJI (WANPRESTASI) .
(Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung RI No.2443K/Pdt/2008 jo
Putusan Pengadilan Tinggi Semarang No. 88/Pdt/2008/PT.Smg jo Putusan
Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor : 46/Pdt.G/2007/PN.Pwt)
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan guna memperoleh gelar
sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jendral Soedirman
Purwokerto
Disusun Oleh
ARMY EKONANTO
NIM : EIE006045
KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
2012
2
SKRIPSI
PENGGABUNGAN GUGATAN
PERBUATAN MELAWAN HUKUM (ONRECHMATIGEDAAD) DAN
CIDERA JANJI (WANPRESTASI) .
(Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung RI No.2443K/Pdt/2008 jo
Putusan Pengadilan Tinggi Semarang No. 88/Pdt/2008/PT.Smg jo Putusan
Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor : 46/Pdt.G/2007/PN.Pwt)
Oleh
ARMY EKONANTO
NIM. EIE 006045
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan
guna memperoleh gelar sarjana hukum
pada Fakultas Hukum Universitas Jendral Soedirman Purwokerto
Diterima dan disahkan
Pada tanggal. ................................
Para Penguji/Pembimbing
Penguji I/
Pembimbing I
Penguji II/
Pembimbing II
Penguji III/
Pembimbing III
Drs.Antonius Sidik M,S.H,M.S. Sanyoto, S.H,M.Hum Rahadi Wasi Bintoro,S.H,M.H
Nip. 19580905 198601 1001 Nip.19610123 198601 1001 Nip.;19800812 200501 1002
Mengetahui
Dekan
Dr. Angkasa, S.H.M.Hum.
NIP. 19640923 198901 1001
3
HALAMAN MOTO DAN PERSEMBAHAN
Semua bunga esok hari ada dalam benih hari ini.
Semua hasil esok hari ada dalam pikiran hari ini.
Aristoteles.
Kupersembahkan skripsi ini untuk :
Anak – anakku :
RIDZAL NIKONANTO
MIRZA NIKONANTO
HAMZAH NIKONANTO
Isteriku :
ENY ADISUSANTI.
4
ABSTRAK
Hukum positif (HIR) tidak mengatur penggabungan gugatan. Tetapi
Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 1875K/Pdt/1984 tanggal 24 April
1986 menyebutkan penggabungan gugatan Perbuatan Melawan Hukum
(onrechtmatigedaad) dengan perbuatan ingkar janji (wanprestasi) tidak
dapat dibenarkan dalam tertib beracara dan harus diselesaikan secara
tersendiri pula,. Sebaliknya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Purwokerto
dalam Putusan Nomor 46/Pdt.G/2007/PN.Pwt. yang dikuatkan Mahkamah
Agung dalam putusannya Nomor 2443K/Pdt/2008 mengabulkan
penggabungan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatigedaad)
dan perbuatan cidera janji (wanprestasi). Penelitian ini untuk mengetahui
bagaimana penerapan hukum hakim dan akibat hukum dikabulkan gugatan
dalam putusan Pengadilan Negeri Purwokerto tersebut. Metode penelitian
dengan pendekatan yuridis normatif, jenis penelitian kualitatif dengan
mengolah dan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari membaca,
mencatat peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan dan berbagai
literatur perpustakaan (library research), serta doktrin hukum perdata.
Berdasarkan metode yang digunakan, hasil penelitian bahwa Pengadilan
Negeri Purwokerto dan Mahkamah Agung dalam penerapan hukumnya
telah benar sesuai dengan doktrin yang menyebutkan, beberapa tuntutan
dapat dikumulasikan dalam satu gugatan apabila antara tuntutan-tuntutan
yang digabungkan itu terdapat hubungan erat atau ada koneksitas dan
hubungan erat ini harus dibuktikan berdasarkan fakta-faktanya. Hal tersebut
sejalan dengan putusan Mahkamah Agung Nomor 575K/Pdt/1983. Yang
membolehkan melakukan penggabungan (samenvoeging) baik dalam bentuk
Subyektif dan Obyektif, asal terdapat hubungan erat (innerlijk
samenhangen). Hakim menjatuhkan hukuman atas Perbuatan Melawan
Hukum dan Wanprestasi kepada Tergugat, untuk membayar ganti kerugian
Materiil yang nyata-nyata diderita dan kerugian Imateriil berupa
pembayaran sejumlah uang.
Kata Kunci : Kumulasi Gugatan, gugatan PMH dan Wanprestasi.
5
Abstract.
Positive law (HIR) doesn’t regulate a marger lawsuit. But the jurisprudence
of the Supreme Court No.1875K/Pdt/1984 dated 24 April 1986 said the
marger lawsuit between Unlawful Acts (onrechmatigedaad) and broken
promises action (wanprestasi) can not be justified in an orderly proceedings
and must by completed separately. insteed,The judge of Purwokerto District
Court in verdict No. 46/Pdt.G/2007/PN.Pwt confirmed by the Verdict of the
Supreme Court No.2443K/Pdt/2008, grant a merger lawsuit between
Unlawful Acts (onrechmatigedaad) and broken promises action
(wanprestasi). This research is to determine how the law application use by
the judge and the legal cosequences by the granted lawsuit in the
Purwokerto District Verdict. The research method is normative juridical
approach. Qualitatif research type by processing and using secondary data
obtained from reading, noting legislation, court verdict and the literature of
library (library research), as well as civil law doctrine. Based on the
methode used. The research result is that the aplication law used by
Purwokerto District Court and Supreme Court was correct according the
doctrine that says, a few claim can be cumullated in one lawsuit if between
the claim there is a close relation or there’s connecting. And this close
relation must be evidenced by the facts. This is consistent with the Verdict
of Supreme Court No. 575K/Pdt/1983 May marge (samenvoeging) either in
the from of subjective and objective as long, there is a close relation
(innerlijk samenhangen). The judge sentenced according to the acts whice
are Unlawful Act and wanprestasi, , the defendant was sentenced to pay the
materiil and immateriil compensation in the form of money payment.
Keywords
:Lawsuit
cumulation,
Lawsuit
Unlawful
Acts
(onrechmatigedaad) and broken promises action (wanprestasi).
6
PRAKATA
Segala puja dan puji syukur keharirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia yang telah Ia berikan, serta tak lupa sholawat dan salam dihaturkan
kepada Nabi Besar Muhamad Saw dan hanya atas ridlanya penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penggabungan Gugatan Perbuatan
Melawan Hukum (onrechmatigedaad) dan Cidera Janji (wanprestasi)
(Tinjauan Yuridis terhadap putusan Mahkamah Agung RI No.443K/Pdt/2008
jo Putusan Pengadilan Tinggi Semarang No. 88/Pdt/2008/PT.Smg jo Putusan
Pengadilan Negeri Purwokerto No. 46/Pdt.G/2007/PN.Pwt) ” sebagai syarat
dalam meraih gelar Sarjana Hukum di Universitas Jenderal Soedirman.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai
pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Sehingga pada kesempatan
ini penulis ingin menyamapaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Angkasa, S.H, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum
Universsitas Jenderal Soedirman.
2. Ibu HJ. Rochani Urip Salami, S.H.,M.S, selaku Pejabat Dekan lama
Fakultas Hukum Universsitas Jenderal Soedirman.
3. Ibu Dwi Hapsari, S.H,M.H. . sebagai Pembimbing Akademik atas
bimbingannya.
4. Bapak Drs. Antonius Sidik M,S.H, M.S, sebagai Pembimbing I yang
telah memberikan bimbingan, dorongan saran dan petunjuk.
7
5. Bapak Sanyoto, S.H.,M.Hum. sebagai Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan, dorongan saran dan petunjuk
6. Bapak Rahadi Wasi Bintoro,S.H,M.H. selaku penguji seminar dan
skripsi atas saran dan petunjuknya.
7. Ketua Pengadilan Negeri Purwokerto yang telah memberikan ijin
kepada Penulis untuk melaksanakan penelitian serta semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, yang tidak dapat
penulis sebutkan satu perastu.
Akhirnya penulis menyadari meskipun telah berusaha sebaik-baiknya dan
semaksimal mungkin, namun karena keterbatasan kemampuan dan berbagai
kendala yang menjadikan skripsi ini kurang sempurna. Oleh karena itu saran
dan kritik dari para pembaca sangat diharapkan dan semoga skripsi ini dapat
bermanfaat, khusus bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Purwokerto, 27 Nopember 2012.
Penulis
8
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................... ii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................... iii
ABSTRAK ........................................................................................ iv
ABSTRACT ......................................................................................... v
PRAKATA .......................................................................................... vi
DAFTAR ISI ....................................................................................... vii
BAB
I. PENDAHULUAN. ........................................................ 1
A. Latar Belakang ......................................................... 1
B. Perumusan Masalah ................................................. 6
C. Tujuan Penelitian ..................................................... 7
D. Kegunaan Penelitian ................................................. 8
BAB
II. TINJAUAN PUSTAKA. .............................................. 10
A. Perikatan .................................................................. 10
B. Perbuatan Melawan Hukum .................................... 20
C. Pengertian dan Azas-azas Hukum Acara Perdata .... 38
D. Gugatan .................................................................. 45
1. Pengertian Gugatan ............................................. 45
2. Pegabungan Gugatan .......................................... 53
9
BAB
III. METODE PENELITIAN ........................................... 57
BAB
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ..................................................... 59
B. Pembahasan ........................................................... 155
BAB
V. PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................... 184
B. Saran .......................................................................... 184.
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 186.
10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah.
Negara Indonesia adalah negara hukum sebagaimana diatur dalam
ketentuan pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. Negara Indonesia
berdasar atas hukum (rechtsstaat) tidak berdasarkan kekuasaan belaka
(Machtsstaat) sebagai konsekuensi yuridis maka segala tindakan setiap warga
negara dan aparatur pemerintahannya harus berdasarkan hukum. Keberadaan
hukum bukan semata-mata sebagai pedoman untuk di baca, dilihat atau
diketahui saja, melainkan untuk dilaksanakan dan ditaati. Hal tersebut karena
hukum merupakan kaidah atau norma yang berkedudukan dan berfungsi
sebagai penyelaras atas konflik dan pertentangan antar manusia yang lahir
karena eksisnya interaksi sosial yang hidup dalam masyarakat.
Hakekat hukum, Prof. Wirjono Prodjodikoro memberikan difinisi
hukum adalah rangkaian peraturan-peraturan mengenai tingkah laku orangorang sebagai anggota-anggota masyarakat yang bertujuan untuk mengadakan
keselamatan, kebahagiaan dan tata tertib di dalam masyarakat.1 Kaedah hukum
dimaksud berdasarkan isinya dapat digolongkan menjadi hukum publik
(publikrecht) dan hukum privat (privatrecht). Ketentuan hukum publik pada
asasnya merupakan peraturan hukum yang mengatur tentang kepentingan
umum, dan ketentuan hukum privat mengatur tentang kepentingan perorangan
atau disebut hukum perdata.
1
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Perdata di Indonesia. Sumur. Bandung. 1984, hal 14.
11
Ruang lingkup hukum perdata dapat digolongkan menjadi hukum
perdata materiil dan hukum perdata formil atau dikenal dengan hukum acara
perdata.2
Asas hukum acara perdata menyatakan bahwa inisiatif untuk
mengajukan tuntutan hak diserahkan sepenuhnya kepada yang berkepentingan.
Penggugat yang merasa haknya dilanggar dalam mengajukan gugatan terhadap
Tergugat dapat menggabungkan tuntutan sekaligus dalam satu gugatan.
Penggabungan beberapa gugatan dalam satu gugatan disebut juga kumulasi
gugatan atau samenvoeging van vordering. Penggabungan dari lebih satu
tuntutan hukum kedalam satu gugatan.
Tujuan
diterapkannya
kumulasi
gugatan
adalah
untuk
menyederhanakan proses persidangan dan menghindarkan putusan yang
saling bertentangan. Penyederhanaan ini menurut Yahya Harahap tidak lain
bertujuan untuk mewujudkan peradilan yang sederhana. Pendapat senada
dikemukakan Abdul Manan yang mengatakan bahwa dengan penggabungan
gugatan ini, maka asas peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan dapat
terlaksana.
Pada hakekatnya kumulasi gugatan merupakan penggabungan dari
pada tuntutan hak dari suatu perkara. Dalam hukum acara perdata dikenal ada
dua bentuk kumulasi, yaitu kumulasi Subyektif dan kumulasi obyektif.
2
Lilik Mulyadi. Hukum Acara Perdata Menurut Teori dan Praktek Peradilan Indonesia,
Djambatan, Jakarta, 2002, hal 1.
12
a. Kumulasi Subyektif (Penggabungan Subyeknya).3
Maksudnya adalah bahwa dalam suatu perkara, seorang penggugat
melawan beberapa tergugat, atau beberapa penggugat melawan seorang
tergugat, atau apabila kedua belah pihak masing-masing terdiri lebih dari
satu orang.Dalam Pasal 127 HIR (Herziene Indonesish Reglement) dan
pasal 151 RBg (Rechtreglement Buitengewesten), serta beberapa pasal
dalam Rv (Reglement op de Burgelijk Rechtvordering) dan BW
(Burgerlijk Wetboek) terdapat aturan yang membolehkan adanya kumulasi
subyektif, dimana penggugat dapat mengajukan gugatan terhadap
beberapa tergugat.
b. Kumulasi Obyektif (Penggabungan dari obyek atau tuntutan).
Penggugat mengajukan beberapa tuntutan sekaligus dalam satu perkara
atau gugatan. Penggugat dalam mengajukan gugatan ke pengadilan tidak
hanya mengajukan satu tuntutan saja tetapi disertai dengan tuntutan lain
yang sebenarnya dapat diajukan secara tersendiri terpisah dari gugatan
yang diajukan.
Pada prinsipnya setiap gugatan harus berdiri sendiri. Masing-masing
gugatan diajukan dalam surat gugatan yang terpisah secara tersendiri, dan
diperiksa serta diputus dalam proses pemeriksaan dan putusan yang terpisah
dan berdiri sendiri. Akan tetapi dalam hal dan batas-batas tertentu dibolehkan
3
Sri Wardah dan Bambang Sutiyoso, Hukum Acara Perdata dan Perkembangan di Indonesia,
Gama Media, 2007, Yogyakarta, hal. 74.
13
melakukan penggabungan gugatan dalam satu surat gugat, apabila satu gugatan
dengan gugatan yang lain terdapat hubungan erat atau koneksitas.4
Kumulasi
Obyektif
pada
tuntutan
gugatan,
umumnya
tidak
disyaratkan bahwa tuntutan-tuntutan itu harus ada hubungannya yang erat satu
sama lain. Dalam tiga hal kumulasi obyektif itu tidak dibolehkan, yaitu :
1. Kalau untuk suatu tuntutan (gugatan) tertentu diperlukan suatu acara
khusus (gugat cerai), sedangkan tuntutan yang lain harus diperiksa
menurut acara biasa (gugatan untuk memenuhi perjanjian) maka kedua
tuntutan itu tidak boleh digabung dalam satu gugatan.
2. Demikian pula apabila hakim tidak wenang (secara relatif) untuk
memeriksa salah satu tuntutan yang diajukan bersama-sama dalam satu
gugatan dengan tuntutan lain. Maka kedua tuntutan itu tidak boleh
diajukan bersama-sama dalam satu gugatan.
3. Tuntutan tentang bezit tidak boleh diajukan bersama-sama dengan tuntutan
tentang Eigendom dalam satu gugatan (pasal 103 Rv). 5
Mahkamah Agung atas hal tersebut dengan putusan perkara Nomor
1875 K/Pdt/1984 tanggal 24 April 1986 disebutkan Penggabungan gugatan
Perbuatan Melawan Hukum (Onrechmatigedaad) dengan perbuatan ingkar
janji (Wanprestasi) tidak dapat dibenarkan dalam tertib beracara dan harus
diselesaikan secara tersendiri pula.
Gugatan antara PT. GRAHA CIPTA GUNA (Penggugat) yang
berkedudukan di Purwokerto dengan Pemerintah Republik Indonesia cq
Pemerintah Kabupaten Banyumas cq Bupati Banyumas (Tergugat) dengan
pokok perkara yang dapat diabstraksikan sebagai berikut :
Pada tanggal 7 Maret 1986 telah terjadi perjanjian antara PT. Graha
Cipta Guna (Penggugat) yang berkedudukan di Purwokerto dengan
4
5
Mahkamah Agung RI, Pedoman PelaksanaanTtugas dan Administrasi Pengadilan Jilid II,
Jakarta, 1994, hal.125.
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty Yogyakarta, 1982. Hal 47.
14
Pemerintah RI Cq Pemerintah Kabupaten Banyumas Cq Bupati Banyumas
(Tergugat).
Dalam perjanjian tersebut disepakati Tergugat memberi ijin
kepada Penggugat atas biaya penggugat untuk mendirikan bangunan di atas
tanah milik Tergugat seluas 20.637 m2 yang terletak di Komplek Pertokoan
Kebondalem termasuk Kelurahan Purwokerto Lor Kecamatan Purwokerto
Timur Kabupaten Banyumas. Penggugat diharuskan atau diwajibkan
membangun 2 (dua) unit sekolah dasar, membangun 1 (satu) unit Kantor
Perwakilan Pendidikan dan Kebudayaan, serta membangun 15 (lima belas)
unit kios Komplek Pasar Sarimulyo Kebondalem.
Penggugat telah melaksanakan pembangunan di Komplek Pertokoan
Kebondalem di atas lahan milik Pemerintah Banyumas seluas 20.637 m2,
akan tetapi sebelum pembangunan tersebut selesai, Tergugat menempatkan
Pedagang Kaki Lima (PKL) dalam obyek sengketa yang telah dibebaskan dan
dikosongkan oleh Penggugat sampai sekarang, di mana di atas sebagian obyek
sengketa tersebut oleh Tergugat telah didirikan bangunan-bangunan sebagai
tempat berjualan bagi para pedagang kaki lima (PKL).
Atas perbuatan tergugat tersebut, Penggugat mengajukan gugatan
perbuatan melawan hukum dan cidera janji kepada tergugat melalui
Pengadilan Negeri Purwokerto.
Hakim dalam putusan perdata No. 46/Pdt.G/2007/PN.Pwt antara lain
memutuskan
mengabulkan
gugatan
Penggugat
untuk
sebagian
dan
menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum dan cidera
janji
yang sangat merugikan Penggugat. Putusan pengadilan Negeri
15
Purwokerto tersebut telah dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Semarang dalam
putusannya No. 88/Pdt/2008/PT Smg dengan amarnya antara lain menyatakan
menerima permohonan banding dari kuasa hukum Tergugat / Pembanding dan
membatalkan putusan Pengadilan Negeri Purwokerto tanggal 6 Pebruari 2008
Nomor 46/Pdt.G/2007/PN.Pwt dan mengadili sendiri menerima eksepsi dari
Tergugat/Pembanding dan dalam pokok perkara menyatakan gugatan
Penggugat tidak dapat diterima.
Selanjutnya dalam pemeriksaan kasasi,
Mahkamah Agung dalam putusnnya No. 2443 K/Pdt/2008, telah membatalkan
putusan Pengadilan Tinggi Semarang dan mengabulkan gugatan Penggugat
untuk sebagian.
Berdasar uraian tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dalam penyusunan skripsi dengan judul “ Penggabungan Gugatan Perbuatan
Melawan Hukum (Onrechtmatigedaad) dan Cidera Janji (Wanprestasi)
(Tinjauan Yuridis terhadap
Putusan Mahkamah Agung RI No.
2443K/Pdt/2008
Pengadilan
Jo
88/Pdt/2008/PT.Smg
Putusan
jo
Putusan
Pengadilan
Tinggi
Semarang
No.
Negeri
Purwokerto
No.
46/Pdt.G/2007/PN.Pwt.) ”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana penerapan hukum Hakim dalam penggabungan gugatan
perbuatan melawan hukum (Onrechmatigedaad) dan gugatan cidera janji
(Wanprestasi) atas Putusan Mahkamah Agung RI No. 2443K/Pdt/2008 jo
16
Putusan Pengadilan Tinggi Semarang No. 88/Pdt/2008/PT Smg jo Putusan
Pengadilan Negeri Purwokerto No. 46/Pdt.G/2007/PN.Pwt) ?
2. Bagaimana akibat hukum atas dikabulkannya penggabungan gugatan
perbuatan
melawan
hukum
(Onrechmatigedaad)
dan
cidera
janji
(Wanprestasi) ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui, menjelaskan dan
menganalisis :
1.
Penerapan hukum Hakim dalam penggabungan gugatan perbuatan
melawan
hukum
(Onrechmatigedaad)
dan
gugatan
cidera
janji
(Wanprestasi) atas Putusan Mahkamah Agung RI No. 2443K/Pdt/2008 jo
Putusan Pengadilan Tinggi Semarang No. 88/Pdt/2008/PT Smg jo Putusan
Pengadilan Negeri Purwokerto No. 46/Pdt.G/2007/PN.Pwt).
2.
Akibat hukum dikabulkannya penggabungan gugatan perbuatan melawan
hukum (Onrechmatigedaad) dan gugatan cidera janji (Wanprestasi) atas
Putusan Mahkamah Agung RI No. 2443K/Pdt/2008 jo Putusan Pengadilan
Tinggi Semarang No. 88/Pdt/2008/PT Smg jo Putusan Pengadilan Negeri
Purwokerto No. 46/Pdt.G/2007/PN.Pwt).
D. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan teoritis
Dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan
ilmu hukum yang berkaitan dengan Hukum Acara Perdata khususnya
mengenai penggabungan gugatan dalam satu surat gugatan.
17
2. Kegunaan praktis
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi pihakpihak yang membutuhkan, misalnya untuk penulisan ilmiah
ataupun
untuk penulisan skripsi yang menyangkut Hukum Acara Perdata
khususnya mengenai penggabungan gugatan dalam satu surat gugatan.
18
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perikatan
Hukum perikatan adalah bagian dari hukum harta kekayaan. Dalam
sistematika ilmu pengetahuan hukum, harta kekayaan diatur dalam buku III
yang meliputi hubungan antara orang dan benda, hubungan antara orang dan
orang. Dalam sistematika KUHPerdata yang mengatur hubungan antara orang
dan benda diatur dalam buku II tentang benda.
Hukum yang mengatur
hubungan antara orang dan orang diatur dalam buku III tentang perikatan.
1. Pengertian Perikatan
Perikatan merupakan terjemahan dari istilah aslinya dalam
bahasa Belanda verbintenis. Perikatan artinya hal yang mengikat antara
orang yang satu dan orang yang lain. Hal yang mengikat itu adalah
peristiwa Hukum yang dapat berupa perbuatan, misalnya jual beli, hutang
piutang, dapat berupa kejadian misalnya kelahiran, kematian, dapat berupa
keadaan misalnya pekarangan berdampingan, rumah bersusun. Peristiwa
Hukum tersebut menciptakan hubungan Hukum.6
R. Subekti memberikan definisi perikatan adalah hubungan
hukum dalam lapangan hukum kekayaan, disatu pihak ada hak dan di lain
pihak ada kewajiban.7
Para pihak didalam hubungan Hukum mempunyai hak dan
kewajiban secara timbal balik. Pihak yang satu mempunyai hak untuk
menuntut sesuatu dari pihak yang lain, dan pihak yang lain itu wajib
memenuhi tuntutan itu dan sebaliknya.
6
7
Pihak yang berhak menuntut
Ibid., hal. 198
Subekkti R., Pokok-pokok Hukum Perdata, PT Intermasa, Jakarta, 1983, hal. 122.
19
sesuatu disebut kreditur, sedangkan pihak yang wajib memenuhi tuntutan
disebut debitur. Sesuatu yang dituntut disebut prestasi.
Prestasi adalah obyek perikatan, yaitu sesuatu yang dituntut oleh
kreditur terhadap debitur, atau sesuatu yang wajib dipenuhi oleh debitur
terhadap kreditur. Prestasi adalah harta kekayaan yang diukur atau dinilai
dengan uang.8 Prestasi itu bisa berupa kewajiban untuk menyerahkan
sesuatu, melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.9
Berdasar uraian tersebut dapat dikatakan bahwa perikatan adalah
hubungan Hukum yang timbul karena adanya peristiwa Hukum yang dapat
berupa perbuatan, kejadian, keadaan dan obyek hubungan Hukum itu
adalah harta kekayaan yang dapat dinilai dengan uang. Pihak yang berhak
menuntut sesuatu disebut kreditur dan pihak yang wajib memenuhi
tuntutan disebut debitur. Dengan demikian dapat dirumuskan pula bahwa
perikatan adalah hubungan Hukum mengenai harta kekayaan yang terjadi
antara debitur dan kreditur.
2. Hapusnya Perikatan
Pasal 1381 KUHPerdata menyatakan sebagai berikut :
“Perikatan-perikatan hapus : karena pembayaran; karena
penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau
penitipan; karena pembaharuan hutang; karena perjumpaan
hutang atau kompensasi; karena percampuran hutang; karena
pembebasan hutangnya; karena musnahnya barang yang
terhutang; karena kebatalan atau pembatalan; karena berlakunya
suatu syarat batal yang diatur dalam bab kesatu buku ini; karena
8
9
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2000, hal.
199
Satrio J., Hukum Perikatan Perikatan Pada Umumnya, Alumni, Bandung, 1999, hal. 28
20
lewatnya waktu, hal mana akan diatur dalam suatu bab
tersendiri”.
Menurut ketentuan Pasal 1381 KUHPerdata, maka ada sepuluh
hal yang mengakibatkan berakhirnya/hapusnya suatu perikatan, yaitu
karena :
a) Pembayaran
Menurut Abdulkadir Muhammad yang dimaksud dengan
pembayaran tidak saja meliputi penyerahan sejumlah uang melainkan
juga penyerahan suatu benda. Dengan kata lain perikatan berakhir
karena pembayaran dan penyerahan suatu benda.10
Jadi dalam hal obyek perikatan adalah sejumlah uang maka
perikatan berakhir dengan pembayaran uang, apabila obyek perikatan
adalah suatu benda, maka perikatan berakhir setelah penyerahan
benda. Dalam hal obyek perikatan adalah pembayaran uang dan
penyerahan benda secara timbal balik, perikatan baru berakhir setelah
pembayaran dan penyerahan benda.
b) Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau
penitipan
Pasal 1404 KUHPerdata menyatakan :
“Jika si berpiutang menolak pembayaran, maka si berhutang
dapat melakukan penawaran pembayaran tunai apa yang
dihutangnya, dan jika si berpiutang menolaknya, menitipkan
uang atau berangnya kepada Pengadilan.
10
Abdulkadir Muhammad, Op cit, hal. 218
21
Penawaran yang demikian, diikuti dengan penitipan,
membebaskan si berhutang, dan berlaku baginya sebagai
pembayaran, asal penawarann itu telah dilakukan dengan cara
menurut undang-undang, sedangkan apa yang dititipkan secara
itu tetap atas tanggungan si berpiutang”.
Sesuai ketentuan Pasal 1404 KUHPerdata maka apabila debitur
telah melakukan penawaran pembayaran dengan perantaraan Notaris
atau Jurusita, kemudian kreditur menolak penawaran tersebut, atas
penolakan kreditur itu kemudian debitur menitipkan pembayaran itu
kepada Panitera Pengadilan Negeri untuk disimpan, dengan demikian
perikatan menjadi hapus.
Ketentuan Pasal 1405 KUHPerdata selanjutnya mengatur
mengenai syarat-syarat agar penawaran pembayaran sah, yaitu :
1)
2)
3)
4)
5)
6)
Dilakukan kepada kreditur atau kuasanya
Dilakukan oleh debitur yang wenang membayar
Mengenai semua uang pokok, bunga, biaya yang telah ditetapkan
Waktu yang ditetapkan telah tiba
Syarat dengan mana hutang dibuat, telah terpenuhi
Penawaran pembayaran dilakukan di tempat yang telah ditetapkan
atau di tempat yang telah disetujui
7) Penawaran pembayaran dilakukan oleh Notaris atau Jurusita
disertai dengan dua orang saksi.11
c) Pembaharuan hutang
Pasal 1413 KUHPerdata menyatakan sebagai berikut
“Ada tiga macam jalan untuk melaksanakan pembaharuan
hutang :
1) Apabila seorang yang berhutang membuat suatu perikatan hutang
baru guna orang yang menghutangkan kepadanya, yang
menggantikan hutang yang lama, yang dihapuskan karenanya.
11
Ibid., hal 219
22
2) Apabila seorang berhutang baru ditunjuk untuk menggantikan
orang berhutang lama, yang oleh si berpiutang dibebaskan dari
perikatannya.
3) Apabila sebagai akibat suatu persetujuan baru, seorang berpiutang
baru ditunjuk untuk menggantikan orang berpiutang lama, terhadap
siapa si berhutang dibebaskan dari perikatannya”.
Menurut
ketentuan
Pasal
1413
KUHPerdata,
maka
pembaharuan hutang terjadi dengan jalan mengganti hutang lama
dengan hutang baru, debitur lama dengan debitur baru dan kreditur
lama dengan kreditur baru.
Dalam hal hutang lama diganti dengan hutang baru terjadilah
penggantian obyek perjanjian yang disebut novasi obyektif, dan hutang
lama menjadi hapus. Dalam hal terjadi penggantian orangnya
(subyeknya), maka jika diganti debiturnya disebut novasi subyektif
pasif, jika yang diganti krediturnya disebut novasi subyektif aktif,
kedua penggantian tersebut mengakibatkan hutang lama hapus.12
d) Perjumpaan hutang atau kompensasi
Dikatakan ada perjumpaan hutang apabila hutang piutang
debitur dan kreditur secara timbal balik dilakukan perhitungan, dengan
perhitungan ini hutang piutang lama menjadi hapus.
Menurut Pasal 1427 KUHPerdata, perjumpaan hutang harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1) Berupa sejumlah uang atau benda yang dapat dihabiskan dari jenis
dan kualitas yang sama.
2) Hutang tersebut harus sudah dapat ditagih.
3) Hutang itu seketika dapat ditentukan atau ditetapkan jumlahnya.
Pada intinya semua hutang dapat diperjumpakan, kecuali (Pasal
1429 KUHPerdata :
12
Loc cit.
23
1) Apabila dituntut pengembalian suatu benda yang secara melawan
dirampas dari pemiliknya, misalnya dengan pencurian.
2) Apabila dituntut pengembalian barang sesuatu yang dititipkan atau
dipinjamkan.
3) Terhadap suatu hutang yang bersumber pada tunjangan nafkah
yang telah dinyatakan tidak dapat disita.
e) Percampuran hutang
Menurut ketentuan Pasal 1436 KUHPerdata, percampuran
hutang terjadi apabila kedudukan kreditur dan debitur menjadi satu,
artinya berada dalam satu tangan. Percampuran hutang tersebut terjadi
demi . Dalam percampuran hutang ini hutang piutang menjadi lenyap.
Percampuran hutang terjadi misalnya A sebagai ahli waris
mempunyai hutang kepada B sebagai pewaris, kemudian B meninggal
dunia dan ahli waris A menerima warisan termasuk juga hutang atas
dirinya sendiri. Dalam hal ini hutang lenyap demi hukum.
f) Pembebasan hutangnya
Pembebasan hutang dapat terjadi apabila kreditur dengan tegas
menyatakan tidak menghendaki lagi prestasi dari debitur dan
melepaskan haknya atas pembayaran atau pemenuhan perikatan.
Dengan pembebasan ini perikatan menjadi lenyap atau hapus.
g) Musnahnya barang yang terhutang
Menurut ketentuan Pasal 1444 KUHPerdata apabila benda
tertentu yang menjadi obyek perikatan itu musnah, tidak dapat lagi
diperdagangkan, atau hilang di luar kesalahan debitur dan sebelum
lalai ia menyerahkannya pada waktu yang telah ditentukan, maka
24
perikatannya menjadi hapus. Tetapi bagi mereka yang memperoleh
benda itu secara tidak sah, misalnya karena pencurian maka musnah
atau hilangnya benda itu tidak membebaskan debitur (orang yang
mencuri itu) untuk mengganti harganya.
Meskipun debitur lalai menyerahkan benda itu, ia pun akan
bebas dari perikatan itu, apabila ia dapat membuktikan bahwa
hapusnya atau musnahnya benda itu disebabkan oleh suatu kejadian di
luar kekuasaannya dan benda itu juga akan menemui nasib yang sama,
meskipun sudah berada di tangan kreditur.
h) Karena kebatalan atau pembatalan
Pasal 1446 KUHPerdata menyatakan :
“Semua perikatan yang dibuat oleh orang-orang belum dewasa
atau orang-orang yang ditaruh di bawah pengampuan adalah
batal demi Hukum, dan atas penuntutan yang dimajukan oleh
atau dari pihak mereka harus dinyatakan batal, semata-mata
atas dasar kebelumdewasaan atau pengampuannya.
Perikatan-perikatan yang dibuat oleh orang-orang perempuan
yang bersuami dan oleh orang-orang belum dewasa yang telah
mendapat suatu pernyataan persamaan dengan orang dewasa,
hanyalah batal demi Hukum, sekedar perikatan-perikatan
tersebut melampaui kekuasaan mereka”.
Menurut ketentuan Pasal 1446 KUHPerdata, yang dimaksud
hanyalah mengenai soal pembatalan saja, tidak mengenai kebatalan.
Syarat-syarat untuk pembatalan yang disebutkan adalah syarat-syarat
subyektif yang ditentukan dalam pasal 1320 KUHPerdata. Jika syaratsyarat subyektif tidak dipenuhi, maka perikatan itu tidak batal,
melainkan dapat dibatalkan.
25
Perikatan-perikatan
yang
tidak
memenuhi
syarat-syarat
subyektif dapat dimintakan pembatalannya kepada Hakim dengan dua
cara, yaitu :
(1) Dengan cara aktif, yaitu menuntut pembatalan kepada
Hakim dengan mengajukan gugatan.
(2) Dengan cara pembelaan, yaitu menunggu sampai digugat
di muka Hakim untuk memenuhi perikatan, dan baru
diajukan alasan tentang kekurangan perikatan itu.13
Undang-undang memberikan pembatasan waktu 5 (lima) tahun
(Pasal 1445 KUHPerdata) untuk pembatalan secara aktif, sedangkan
untuk pembatalan sebagai pembelaan tidak diadakan pembatasan
waktu.14
i) Berlakunya suatu syarat batal
Yang dimaksud dengan syarat di sini adalah ketentuan isi
perjanjian yang disetujui oleh kedua belah pihak, syarat mana jika
terpenuhi mengakibatkan perikatan itu menjadi batal (nietig, void),
sehingga perikatan menjadi hapus. Syarat ini disebut syarat batal.
Syarat batal pada asasnya selalu berlaku syurut, yaitu sejak perikatan
itu dilahirkan. Perikatan yang batal dipulihkan dalam keadaan semula
seolah-olah tidak pernah terjadi perikatan.
j) Lewatnya waktu (daluwarsa)
Pasal 1946 KUHPerdata menyatakan :
“Daluwarsa adalah suatu alat untuk memperoleh sesuatu atau
untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu
13
14
Subekti R (2), Hukum Perjanjian, PT Pembimbing Masa, Jakarta, 1963, hal.88
Abdulkadir Muhammad, Op cit., hal. 222
26
waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh
undang-undang”.
Ketentuan Pasal 1946 KUHPerdata dapat diketahui ada 2 (dua)
macam lampau waktu, yaitu :
(1)
Lampau waktu untuk memperoleh hak milik atas suatu benda
disebut acquisitieve verjaring.
(2)
Lampau waktu untuk dibebaskan dari suatu perikatan atau
dibebaskan dari tuntutan, disebut extinctieve verjaring.15
3. Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian
Perjanjian dirumuskan dalam Pasal 1313 KUHPerdata, suatu
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang atau lebih lainnya.
Menurut Abdulkadir Muhammad ketentuan tersebut kurang
tepat, karena ada beberapa kelemahan yaitu :
a) Hanya menyangkut sepihak saja. Hal ini diketahui dari rumusan kata
kerja mengikatkan diri, sifatnya hanya dating dari satu pihak saja, tidak
dari kedua belah pihak. Seharusnya rumusan itu ialah saling
mengikatkan diri, jadi ada konsensus antara dua pihak.
b) Kata perbuatan mencakup juga tanpa konsensus. Dalam pengertian
perbuatan termasuk juga tindakan penyelenggaraan kepentingan
(Zaakwaarneming), tindakan melawan hukum yang tidak mengandung
suatu konsensus. Seharusnya dipakai istilah persetujuan.
c) Pengertian perjanjian terlalu luas, karena menyangkut juga perjanjian
kawin yang diatur dalam bidang hukum keluarga. Padahal yang
dimaksud adalah hubungan antara debitur dan kreditur mengenai harta
kekayaan. Perjanjian yang diatur dalam buku III KUHPerdata
sebenarnya hanya meliputi perjanjian yang bersifat kebendaan, bukan
bersifat kepribadian (personal).
15
Ibid., hal. 223
27
d) Tanpa menyebut tujuan. Dalam rumusan pasal itu tidak disebutkan
tujuan mengadakan perjanjian, sehingga pihak-pihak mengikatkan diri
itu tidak jelas untuk apa.16
Berdasar alasan-alasan tersebut, maka menurut Abdulkadir
Muhammad, perjanjian dapat dirumuskan sebagai berikut : “Perjanjian
adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling
mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal mengenai harta
kekayaan.17
4. Perikatan Yang Lahir Dari Undang-Undang
Perikatan dalam bagian ini adalah perikatan yang lahir dari
undang-undang sebagai akibat dari perbuatan orang, jadi bukan orang
yang berbuat itu menetapkan adanya perikatan, melainkan undang-undang
yang menetapkan adanya perikatan.
Perbuatan orang dilasifikasikan menjadi dua yaitu perbuatan
yang sesuai dengan hukum dan perbuatan yang tidak sesuai dengan
hukum.18
Perikatan
dikemukakan
yang
mengenai
lahir
karena
kewajiban
undang-undang
anak
terhadap
saja
orang
dapat
tuanya
sebagaimana diatur dalam Pasal 312 KUHPerdata.
Dalam peristiwa tersebut perikatan antara anak dan orang tuanya
atau keluarga sedarah dalam garis ke atas muncul karena semata-mata
16
Ibid., hal. 225
Loc cit
18
Ibid., hal. 245
17
28
mereka kebetulan mempunyai kedudukan sebagai anak dan orang tua dan
undang-undang menentukan begitu.19
Perikatan yang lahir karena undang-undang disertai dengan
perbuatan manusia yang sesuai dengan hukum (rechtmatig) sebagai
contohnya adalah apa yang diatur dalam Pasal 1354 KUHPerdata tentang
zaakwarneming dan pembayaran tak terhutang (Pasal 1359 KUHPerdata).
Sedangkan sebagai contoh perikatan yang lahir karena undangundang disertai perbuatan manusia yang bersifat melawan hukum adalah
onrechmatige daad yang mendapat pengaturannya dalam Pasal 1365
KUHperdata.
B. Perbuatan Melawan Hukum
Pengaturan perbuatan melawan hukum dalam KUHPerdata hanya
diatur dalam beberap pasal yaitu Pasal 1365 sampai dengan Pasal 1380
KUHPerdata, akan tetapi kenyataan dilapangan banyak sekali gugatan yang
diajukan karena perbuatan melawan hukum.
Pasal 1365 KUHPerdata merumuskan sebagai berikut :
Tiap perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian pada
orang lain, mewajibkan orang yang bersalah menimbulkan kerugian
itu, mengganti kerugian tersebut.
Istilah perbuatan melawan hukum dalam bahasa Belanda disebut
dengan onrechtmatige daad atau dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah
tort. Istilah tort berasal dari kata torquere atau tortus dalam bahasa Perancis,
19
Satrio J., Op cit., hal. 41
29
seperti kata wrong berasal dari kata Perancis wrung yang berarti salah atau
kerugian.20
Dalam bidang hukum kata tort berkembang sedemikian rupa sehingga
berarti kesalahan perdata yang bukan berasal dari prestasi kontrak.
Jadi
serupa dengan pengertian perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad)
dalam system hukum Belanda atau di negara-negara Eropa Kontinental
lainnya.21
Menurut Hoge Raad ada 4 (empat) kriteria perbuatan melawan hukum,
yaitu :
1.
2.
3.
4.
Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku.
Melawan hak subyektif orang lain.
Melawan kaidah tatasusila.
Bertentangan dengan asas kepatuhan, ketertiban, ketelitian serta sikap hatihati yang seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan dengan sesame
warga masyarakat atau terhadap harta benda orang lain.22
Syarat-syarat perbuatan melawan hukum menurut Pasal 1365 KUHPerdata,
yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
Adanya suatu perbuatan
Perbuatan tersebut melawan hukum
Adanya kesalahan dari pihak pelaku
Adanya kerugian bagi korban
Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian.23
Sedangkan menurut Abdulkadir Muhammad, bahwa suatu perbuatan
dikatakan perbuatan melawan hukum apabila memenuhi empat unsur, yaitu :
1. Perbuatan itu harus melawan hukum (onrechmatig)
20
Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2000, hal. 2.
Ibid., hal. 2.
22
Bambang Heryanto, Perbuatan Melawan Hukum, Fakultas Hukum Unsoed, Purwokerto, 2004,
21
23
Munir Fuady, Opcit., hal. 10
21
30
2. Perbuatan itu harus menimbulkan kerugian
3. Perbuatan itu harus dilakukan dengan kesalahan
4. Antara perbuatan dan kerugian yang timbul harus ada hubungan kausal.24
Dapat dikatakan suatu perbuatan itu merupakan perbuatan melawan
hukum, maka unsur-unsur tersebut harus dipenuhi, apabila salah satu unsur
tidak terpenuhi, maka tidak dapat dikatakan perbuatan melawan hukum.
Penjelasan bagi masing-masing unsur dari perbuatan melawan hukum,
adalah sebagai berikut :
1. Adanya suatu perbuatan
Perbuatan positif yang dalam bahasa Belanda disebut daad (Pasal
1365 KUHPerdata) dan perbuatan negative yang dalam bahasa aslinya
yaitu nalatigheid (kelalaian) atau onvoorzigtigheid (kurang hati-hati)
seperti ditentukan dalam Pasal 1366 KUHPerdata. Dengan demikian Pasal
1365 KUHPerdata untuk orang yang betul-betul berbuat sedangkan Pasal
1366 KUHPerdata untuk orang yang tidak berbuat. Pelanggaran kedua
Pasal ini mempunyai akibat hukum yang sama, yaitu mengganti kerugian.
2. Perbuatan tersebut melawan hukum
Mahkamah Agung Belanda sebelum tahun 1919 merumuskan
perbuatan melawan hukum sebagai suatu perbuatan yang melanggar hak
orang lain atau jika orang berbuat bertentangan dengan kewajiban
hukumnya sendiri.25
24
25
Abdulkadir Muhammad, Op cit., hal. 252
Ibid., hal. 253
31
Dalam rumusan tersebut yang harus dipertimbangkan hanya hak
dan kewajiban hukum berdasarkan undang-undang. Perbuatan itu harus
melanggar hak orang lain atau bertentangan dengan kewajiban hukumnya
sendiri yang diberikan oleh undang-undang. Dengan demikian melawan
hukum
(onrechtmatige)
sama
dengan
melanggar
undang-undang
(onwetmatig). Ini merupakan penafsiran yang sempit mengenai perbuatan
melawan hukum.
Mahkamah Agung Belanda (Hoge Raad /HR) sejak tahun 1919
telah meninggalkan penafsiran yang sempit dan menganut paham yang
luas mengenai perbuatan melawan hukum.
Dalam rumusan tersebut
ternyata unsur kesusilaan telah dimasukan dalam lapangan hukum,
sehingga perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan atau kesopanan
dapat juga diberantas dengan jalan hukum berdasarkan perbuatan melawan
hukum Pasal 1365 KUHPerdata.26 Dengan demikian sejak tahun 1919,
unsur melawan hukum diartikan dalam arti yang seluas-luasnya, yakni
meliputi hal-hal sebagai berikut :
a)
b)
c)
d)
e)
Perbuatan yang melanggar undang-undang yang berlaku
Yang melanggar hak orang lain yang dijamin oleh hukum, atau
Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku, atau
Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan (geode zeden), atau
Perbuatan yang bertentangan dengan sikap yang baik dalam
bermasyarakat untuk memperhatikan kepentingan orang lain.27
3. Adanya kesalahan dari pihak pelaku
26
27
Ibid., hal. 255
Munir Fuady, Op cit., hal. 11
32
Pengertian kesalahan di sini adalah pengertian dalam hukum
perdata, bukan dalam hukum pidana.
Kesalahan dalam Pasal 1365
KUHPerdata mengandung semua gradasi dari kesalahan dalam arti sengaja
sampai pada kesalahan dalam arti tidak sengaja (lalai).
Pasal 1365 KUHPerdata mensyaratkan adanya kesalahan dalam
suatu perbuatan melawan hukum, maka perlu diketahui bagaimanakah
cakupan dari unsur-unsur kesalahan tersebut. Suatu tindakan dianggap
oleh hukum mengandung unsur kesalahan sehingga dimintakan tanggung
jawab secara hukum jika memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :
a) Ada unsur kesengajaan,
b) Ada unsur kelalaian (culpa)
c) Tidak
ada
alasan
pembenar
atau
alasan
pemaaf
(rechtvaardigingsgrond), seperti keadaan overmacht, membela diri,
tidak waras dan lain-lain.28
Dalam perkembangannya terjadi perbedaan pendapat diantara ahli hukum,
mengenai perlu tidaknya dipersyaratkan unsur kesalahan di samping unsur
melawan hukum. Dalam suatu perbuatan melawan hukum, apakah tidak
cukup dengan unsur melawan hukum saja. Dalam prakteknya terdapat
tiga aliran, yaitu :
1) Aliran yang menyatakan cukup hanya unsur melawan hukum saja
Aliran ini menyatakan bahwa unsur melawan hukum terutama
dalam arti yang luas, sudah inklusif unsur kesalahan di dalamnya,
28
Ibid., hal. 12
33
sehingga tidak diperlukan lagi unsur kesalahan terhadap suatu
perbuatan melawan hukum. Di Belanda penganut aliran ini adalah
Van Oven.
2) Aliran yang menyatakan cukup hanya unsur kealahan saja
Sebaliknya aliran ini menyatakan bahwa dengan unsur
kealahan, sudah mencakup juga unsur perbuatan melawan hukum di
dalamnya, sehingga tidak diperlukan lagi unsur melawan hukum,
terhadap suatu perbuatan melawan hukum, penganutnya misalnya Van
Goudever.
3) Aliran yang menyatakan diperlukan, baik unsur melawan hukum
maupun unsur kesalahan.
Aliran ketiga mengajarkan bahwa suatu perbuatan melawan
hukum meski mensyaratkan unsur melawan hukum dan unsur kealahan
sekaligus, karena dalam unsur melawan hukum saja belum tentu
mencakup unsur kesalahan. Penganut aliran ini misalnya Meyers.
4. Adanya kerugian bagi korban
Akibat perbuatan melawan hukum adalah timbulnya kerugian bagi
korban, kerugian tersebut harus diganti oleh orang-orang yang dibebankan
oleh hukum untuk mengganti kerugian tersebut. segi yuridis, konsep ganti
rugi dalam hukum dikenal doktrin 2 (dua) bidang hukum, yaitu :
1) Konsep ganti rugi karena wanprestasi kontrak
34
2) Konsep ganti rugi karena perikatan berdasarkan undang-undang
termasuk ganti rugi karena perbuatan melawan hukum.29
Bentuk ganti rugi terhadap perbuatan melawan hukum yang
dikenal oleh hukum adalah sebagai berikut :
a) Ganti rugi nominal
b) Ganti rugi kompensasi
c) Ganti rugi penghukuman.30
Penjelasan untuk masing-masing kategori tersebut, yaitu :
a) Ganti rugi nominal
Jika ada perbuatan melawan hukum yang serius, seperti
perbuatan yang mengandung unsur
kesengajaan, tetapi tidak
menimbulkan kerugian nyata bagi korban, maka kepada korban dapat
diberikan sejumlah uang tertentu sesuai dengan rasa keadilan tanpa
menghitung berapa sebenarnya kerugian tersebut. Inilah yang disebut
dengan ganti rugi nominal.
b) Ganti rugi kompensasi
Ganti rugi kompensasi merupakan ganti rugi yang merupakan
pembayaran kepada korban atas dan sebesar kerugian yang benarbenar telah dialami oleh pihak korban dari suatu perbuatan melawan
hukum. Karena itu ganti rugi seperti ini disebut juga dengan ganti rugi
aktual. Misalnya ganti rugi atas segala biaya yang dikeluarkan oleh
29
30
Bambang Heryanto, Op cit., hal. 144
Munir Fuady, Op cit., hal. 134
35
korban, kehilangan keuntungan/gaji, sakit dan penderitaan, termasuk
penderitaan mental seperti stress, malu, jatuh nama baik dan lain-lain.
c) Ganti rugi penghukuman
Ganti rugi penghukuman merupakan suatu ganti rugi dalam
jumlah besar yang melebihi dari jumlah kerugian yang sebenarnya.
Besarnya ganti rugi tersebut dimaksudkan sebagai hukuman bagi si
pelaku. Ganti rugi penghukuman ini layak diberikan kepada kasuskasus kesengajaan yang berat atau sadis.
terhadap
penganiayaan
berat
atas
Misalnya diterapkan
seseorang
tanpa
rasa
perikemanusiaan.
KUHPerdata yang merupakan salah satu sumber hukum perdata di
Indonesia mengatur kerugian dang anti rugi dalam hubungannya dengan
perbuatan melawan hukum dengan 2 (dua) pendekatan sebagai berikut :
1) Ganti rugi umum
2) Ganti rugi khusus.31
Ganti rugi umum adalah ganti rugi yang berlaku untuk semua
kasus, baik untuk kasus-kasus wanprestasi kontrak, maupun kasus-kasus
yang berkenaan dengan perikatan lainnya termasuk karena perbuatan
melawan hukum.
Ketentuan tentang ganti rugi yang umum oleh KUHPerdata diatur
dalam bagian keempat dari buku III, mulai dari Pasal 1234 sampai dengan
31
Ibid., hal. 136
36
Pasal 1252. dalam hal ini untuk ganti rugi tersebut, KUHPerdata secara
konsisten untuk ganti rugi digunakan istilah Biaya, Rugi dan Bunga.32
Biaya adalah setiap cost atau uang atau apa pun yang dapat dinilai
dengan uang yang telah dikeluarkan secara nyata oleh pihak yang
dirugikan, sebagai akibat wanprestasi dari kontrak atau sebagai akibat dari
tidak dilaksanakannya perikatan lainnya, termasuk perikatan karena
adanya perbuatan melawan hukum, misalnya biaya perjalanan, konsumsi,
biaya akta notaris dan lain-lain.
Rugi adalah keadaan berkurang nilai kekayaan kreditur sebagai
akibat dari adanya wanprestasi dari kontrak atau sebagai akibat dari tidak
dilaksanakannya perikatan lainnya, termasuk perikatan karena adanya
perbuatan melawan hukum.
Bunga adalah suatu keuntungan yang seharusnya diperoleh tetapi
tidak jadi diperoleh oleh pihak kreditur karena adanya wanprestasi dari
kontrak atau sebagai akibat dari tidak dilaksanakannya perikatan lainnya,
termasuk perikatan karena adanya perbuatan melawan hukum. Dengan
demikian pengertian bunga dalam Pasal 1243 KUHPerdata lebih luas dari
pengertian bunga dalam istilah sehari-hari, yang hanya berarti bunga yang
hanya ditentukan dengan persentase dari hutang pokoknya.
Dengan demikian ganti rugi akibat wanprestasi meliputi tiga unsur
yaitu biaya, kerugian yang sesungguhnya, dan keuntungan yang
diharapkan (bunga). Sedangkan unsur-unsur yang dipakai adalah uang.
Dalam perbuatan melawan hukum, unsur-unsur kerugian dan ukuran
penilaiannya dengan uang dapat diterapkan secara analogis. Dengan
demikian penggantian kerugian dalam perbuatan melawan hukum
32
Loc cit
37
didasarkan pada kemungkinan-kemungkinan adanya tiga unsur tersebut
dan kerugian dihitung dengan sejumlah uang.33
Selain dari ganti rugi umum yang diatur mulai dari Pasal 1243
KUHPerdata, KUHPerdata juga mengatur ganti rugi khusus yakni ganti
rugi khusus terhadap kerugian yang timbul dari perikatan-perikatan
tertentu.
Dalam hubungan dengan ganti rugi yang terbit dari suatu
perbuatan melawan hukum, selain dari ganti rugi dalam bentuk umum,
KUHPerdata juga menyebutkan pemberian ganti rugi terhadap hal-hal
sebagai berikut :
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
Ganti rugi untuk semua perbuatan melawan hukum (Pasal 1365)
Ganti rugi untuk perbuatan yang dilakukan oleh orang lain (Pasal
1366 dan 1367)
Ganti rugi untuk pemilik binatang (Pasal 1368)
Ganti rugi untuk pemilik gedung yang ambruk (Pasal 1369)
Ganti rugi untuk keluarga yang ditinggalkan oleh orang yang
dibunuh (Pasal 1370)
Ganti rugi karena orang telah luka atau cacat anggota badan (Pasal
1371)
Ganti rugi karena tindakan penghinaan (Pasal 1380).34
Ganti rugi akibat perbuatan melawan hukum khususnya terhadap
tubuh orang juga dapat diberikan jika terdapat salah satu dari unsur-unsur
sebagai berikut :
a) Kerugian secara ekonomis, misalnya pengeluaran biaya pengobatan
dan rumah sakit.
b) Luka atau cacat terhadap tubuh korban
c) Adanya rasa sakit secara fisik
33
34
Ibid., hal 256.
Ibid., hal. 137
38
d) Sakit secara mental, seperti stres, sangat sedih, rasa bermusuhan yang
berlebihan, cemas dan berbagai gangguan mental/jiwa lainnya.35
5. Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian
Hubungan kausal antara perbuatan yang dilakukan dengan
kerugian yang terjadi juga merupakan syarat dari suatu perbuatan melawan
hukum.
Adanya hubungan kausal dapat disimpulkan dari kalimat Pasal
1365
KUHPerdata
yaitu
perbuatan
yang
karena
kesalahannya
menimbulkan kerugian. Kerugian itu harus timbul sebagai akibat dari
perbuatan orang itu. Jika tidak ada perbuatan, tidak ada akibat yaitu
kerugian.
Teori aanprakelijkheid atau yang dalam bahasa Indonesia dapat
disebut dengan teori tanggung gugat adalah teori untuk menentukan siapakah
yang harus menerima gugatan karena adanya suatu perbuatan melawan
hukum. Pada umumnya yang harus digugat menerima tanggung gugat jika
terjadi suatu perbuatan melawan hukum adalah pihak pelaku perbuatan
melawan hukum itu sendiri. Artinya dialah yang harus digugat ke pengadilan
dan dia pulalah yang harus membayar ganti rugi sesuai putusan pengadilan.
Tetapi adakalanya seseorang yang melakukan perbuatan melawan
hukum akan tetapi orang lain yang harus bertanggung jawab atas perbuatan
tersebut. Terhadap tanggung gugat atas perbuatan melawan hukum yang
dilakukan oleh orang lain ini dalam ilmu hukum dikenal dengan teori tanggung
jawab pengganti.36
Teori tanggung gugat atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh
orang lain dapat dibagi kepada 3 (tiga) kategori, yaitu :
1. Teori tanggung jawab atasan
2. Teori tanggung jawab pengganti yang bukan dari atasan atas orang-orang
dalam tanggungannya
35
36
Ibid., hal. 138
Ibid., hal. 16
39
3. Teori tanggung jawab pengganti dari barang-barang yang berada di bawah
tanggungannya.37
KUHPerdata memperinci bebrapa pihak yang harus menerima
tanggung gugat dari perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pihak
lain, yaitu :
1. Orang tua atau wali bertanggung gugat atas tindakan yang dilakukan oleh
anak-anak di bawah tanggungannya atau di bawah perwaliannya (Pasal
1367)
2. Majikan bertanggung gugat atas tindakan yang dilakukan oleh
pekerjaannya (Pasal 1367).
3. Guru-guru bertanggung gugat atas tindakan murid-muridnya (Pasal 1367).
4. Kepala-kepala tukang bertanggung gugat atas tindakan yang dilakukan
oleh tukang-tukangnya (Pasal 1367).
5. Pemilik binatang bertanggung gugat atas tindakan yang dilakukan oleh
binatang piaraannya itu (Pasal 1368).
6. Pemakai binatang bertanggung gugat atas tindakan yang dilakukan oleh
binatang yang dipakainya itu (Pasal 1368)
7. Pemilik sebuah gedung bertanggung gugat atas ambruknya gedung karena:
a. Kelalaian dalam pemeliharannya.
b. Karena cacat dalam pembangunan ataupun dalam tatanannya
(Pasal 1369).38
Dalam perkembangannya timbul pertentangan diantara para sarjana
apakah selain 7 (tujuh) kriteria tersebut, KUHPerdata tidak memperkenankan
tanggung gugat atas tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh orang lain.
Padahal di dalam ketentuannya Pasal 1367 ayat (1) KUHPerdata bersifat
umum, yaitu :
Seorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang
disebabkan perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang
disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau
disebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah
pengawasannya.
37
38
Ibid., hal. 17
Ibid., hal. 18
40
Ada 2 (dua) golongan pendapat sarjana mengenai tanggung gugat atas
tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh orang lain, yaitu :
1. Golongan yang berpendapat bahwa ketujuh kategori tersebut sudah
definitif, sehingga tidak mungkin lagi ditambah.
2. Golongan yang berpendapat bahwa ketentuan dalam Pasal 1367
KUHPerdata ayat (1) tersebut merupakan ketentuan yang berdiri sendiri
terpisah dengan ketentuan-ketentuan berikutnya, konsekuensinya adalah
bahwa ketujuh kategori yang disebutkan setelah Pasal 1367 ayat (1)
tersebut hanyalah contoh-contoh saja (tidak limitatif), sehingga mungkin
ada tanggung gugat di luar ketujuh kategori tersebut.39
C. Cidera Janji (Wanprestasi)
Lahirnya tanggung jawab hukum perdata berdasarkan wanprestasi
diawali dengan adanya perjanjian yang melahirkan hak dan kewajiban. Dalam
hubungan hukum berdasarkan perjanjian apabila pihak yang melanggar
kewajiban (debitur) tidak melaksanakan kewajiban atau melanggar kewajiban
yang dibebankan kepadanya maka ia dapat dikatakan lalai (wanprestasi) dan
atas dasar itu dapat dimintakan pertanggunjawaban hukum berdasar
wanprestasi.
Tanggung jawab hukum dengan dasar wanprestasi didasari adanya
hubungan kontrak/perjanjian.Aturan mengenai hukum perjanjian di Indonesia
diatur dalam KUHPerdata buku ketiga tentang perikatan.
Definisi perjanjian diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata yang
merumuskan bahwa persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu
orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.40
39
40
Loc cit
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir Dari Perjanjian, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2008, hal. 2
41
Doktrin pun banyak memberi definisi tentang perjanjian.
Van Dunne
mengartikan perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau
lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.41
H. Salim HS mendefinisikan kontrak atau perjanjian sebagai
hubungan hukum antara subyek hukum yang satu dengan subyek hukum yang
lain dalam bidang hukum harta kekayaan, di mana subyek hukum yang satu
berhak atas prestasi dan begitu juga subyek hukum yang lain berkewajiban
untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakatinya.42
Berdasar pengertian di atas maka hukum kontrak dapat diartikan
sebagai hukum terhadap janji-janji.
Janji-janji yang dibuat kemudian
mengikat para pihak dan menimbulkan hak dan kewajiban diantara mereka.
KUHPerdata menentukan bahwa suatu perjanjian adalah sah dan mempunyai
kekuatan mengikat apabila telah memenuhi syarat-syarat sebagaimana diatur
dalam Pasal 1320 KUHPerdata yaitu :
1. Adanya kesepakatan;
2. Kecakapan;
3. Atas suatu hal tertentu;
4. Sebab (causa) yang halal.
Pada saat perjanjian sah, maka mengikat para pihak yang
membuatnya. Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata menyatakan:
41
Salim HS, H. Abdullah dan Wiwiek Wahyuningsih, Perancangan Kontrak dan Memorandum of
Understanding, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hal. 8
42
Ibid., hal. 9
42
Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
para pihak yang membuatnya.
Janji-janji dalam konsep hukum perikatan adalah prestasi. Rumusan
prestasi diatur dalam Pasal 1234 KUHPerdata, yaitu berupa :
1.
Memberikan sesuatu;
2.
Berbuat sesuatu
3.
Tidak berbuat sesuatu.
Salah satu pihak dalam perikatan apabila tidak melaksanakan
prestasinya maka dikatakan wanprestasi. Wanpretasi adalah pelaksanaan
perjanjian yang tidak tepat waktunya atau dilakukan tidak menurut
selayaknya atau sama sekali tidak melaksanakan perjanjian.43 dengan
demikian wanprestasi dapat berbentuk :
1. Debitur tidak memenuhi prestasi pada waktunya (terlambat)
2. Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali
3. Debitur memenuhi prestasi dengan tidak baik (tidak sesuai dengan yang
diperjanjikan).44
Tindakan wanprestasi dapat terjadi karena kesengajaan, kelalaian atau
tanpa kesalahan (tanpa kesengajaan atau kelalaian).
Konsekuensi keadaan wanprestasi adalah pihak yang dirugikan dapat
menuntut pihak yang melakukan wanprestasi berupa penggantian kerugian
dengan perhitungan-perhitungan tertentu berupa biaya, rugi, dan bunga
43
44
M. Yahya Harahap (2), Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986, hal. 60
Setiawan R, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Binacipta, Bandung, 1977, hal. 13, 15
43
dan/atau pengakhiran kontrak. Yang dimaksud biaya adalah setiap
pengeluaran yang dikeluarkan secara nyata oleh pihak yang dirugikan sebagai
akibat adanya wanprestasi.
Sedangkan yang dimaksud dengan kerugian
adalah berkurangnya nilai kekayaan debitur sebagai akibat adanya
wanprestasi dari pihak debitur. Selanjutnya yang dimaksud dengan bunga
adalah kehilangan keuntungan yang seharusnya diperoleh tetapi tidak jadi
diperoleh oleh kreditur karena tindakan wanprestasi dari debitur.45
Debitur apabila melakukan wanprestasi dapat dituntut untuk :
1. Pemenuhan perjanjian;
2. Pemenuhan perjanjian ditambah ganti rugi;
3. Ganti rugi;
4. Pembatalan perjanjian timbal balik;
5. Pembatalan dengan ganti rugi.46
Kewajiban membayar ganti rugi (schade vergoeding) tersebut tidak
timbul seketika terjadi kelalaian, melainkan baru efektif setelah debitur
dinyatakan lalai (ingebrekestelling) dan tetap tidak melaksanakan prestasinya,
sebagaimana diatur dalam Pasal 1243 KUHPerdata.
Pasal 1243 KUHPerdata merumuskan :
Penggantian biaya, rugi, dan bunga karena tak dipenuhinya suatu
perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah
dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau
jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat
diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah
dilampaukannya.
45
Munir Fuady (2), Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Bisnis), Citra Aditya Bakti, Bandung,
hal. 138.
46
Setiawan, Opcit., hal. 14
44
Mengenai bentuk pernyataan lalai diatur dalam Pasal 1238
KUHPerdata yang merumuskan :
Si berhutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan
sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya
sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si berhutang akan harus
dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.
Pasal 1238 KUHPerdata tersebut di atas pada pokoknya mengatur
tentang :
a. Pernyataan lalai tersebut harus berbentuk surat perintah atau akta lain yang
sejenis, yaitu suatu salinan dari tulisan yang telah dibuat lebih dahulu oleh
juru sita dan diberikan kepada yang bersangkutan;
b. Berdasarkan kekuatan perjanjian itu sendiri;
c. Jika teguran kelalaian sudah dilakukan barulah menyusul peringatan atau
aanmaning atau yang biasa disebut somasi.
Somasi adalah peringatan agar debitur melaksanakan kewajibannya
sesuai dengan teguran kelalaian yang telah disampaikan kreditur kepadanya.
Dalam somasi tersebut kreditur menyatakan kehendaknya bahwa perjanjian
harus dilaksanakan dalam batas waktu tertentu.47
Pasal 1246 KUHPerdata merumuskan :
Biaya, rugi dan bunga yang oleh siberpiutang boleh dituntut akan
penggantiannya, terdirilah pada umumnya ats rugi yang telah
dideritanya dan untung yang sedianya harus dapat dinikmatinya,
dengan tak mengurangi pengecualian-pengecualian serta perubahanperubahan yang akan disebut di bawah ini.
Ketentuan Pasal 1246 KUHPerdata mengatur tentang ganti rugi apa
saja yang dapat diminta kreditur atas dasar wanprestasi tersebut, yaitu :
47
Ibid., hal. 15-17
45
a. Ongkos (biaya/kosten)
b. Kerugian nyata yang diderita kreditur (schaden)
c. Bunga (interessen)
d. Keuntungan yang seharusnya akan diperoleh48
Ganti rugi adalah ganti dari kerugian yang nyata berupa sejumlah
uang, tidak bisa yang lain, yang diakibatkan langsung oleh wanprestasi
berupa ongkos (kosten), kerugian (schaden) dan bunga (interessen).49
Kerugian yang dapat dituntut haruslah kerugian yang menjadi akibat
langsung dari wanprestasi, artinya antara kerugian dan wanprestasi harus ada
hubungan sebab akibat, dalam hal ini kreditur harus dapat membuktikan :
1. Besarnya kerugian yang dialami
2. Bahwa faktor penyebab kerugian tersebut adalah wanprestasi karena
kelalaian debitur, bukan karena faktor diluar kemampuan debitur.50
Pasal 1250 KUHPerdata merumuskan :
Dalam tiap-tiap perikatan yang semata-mata berhubungan dengan
pembayaran sejumlah uang, penggantian biaya, rugi dan bunga
sekedar disebabkan karena terlambatnya pelaksanaan, hanya terdiri
atas bunga yang ditentukan oleh undang-undang dengan tidak
mengurangi peraturan undang-undang khusus.
Penggantian biaya, rugi dan bunga tersebut wajib dibayar, dengan
tidak usah dibuktikannya sesuatu kerugian oleh si berpiutang.
Penggantian biaya, rugi dan bunga itu hanya harus dibayar terhitung
mulai dari ia diminta dimuka Pengadilan, kecuali dalam hal-hal
dimana undang-undang menetapkan bahwa ia berlaku demi hukum.
48
HA Mukhsin Asyrof, Membedah Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi, Varia Peradilan
Tahun XXIV No. 286, Mahkamah Agung RI, Jakarta, 2009, hal. 45
49
M. Yahya Harahap (2), Opcit., hal. 66-67
50
Ibid., hal. 71
46
Kerugian yang dapat dituntut akibat wanprestasi apabila perjanjian
berupa pembayaran sejumlah uang adalah bunga menurut undang-undang
sebagaimana disebut dalam Pasal 1250 KUHPerdata, yang besarnya menurut
Stb. 1848 No. 22 jo 1849 No. 63 sebesar 6 persen pertahun, dan dalam hal ini
kreditur tidak perlu / tidak dibebani kewajiban pembuktian, cukup jika
debitur telah nyata terlambat membayar, kreditur dapat menuntut ganti rugi
berupa bunga.51
D. Asas-asas Hukum Acara Perdata
Asas-asas hukum acara perdata dalam praktek peradilan di Indonesia adalah
sebagai berikut :
1. Asas Hakim bersifat menunggu
Dalam hukum acara perdata, inisiatif untuk mengajukan tuntutan
diserahkan sepenuhnya kepada pihak yang berkepentingan yang merasa
dan dirasa bahwa haknya telah dilanggar orang lain. Apabila tuntutan
tidak diajukan para pihak yang berkepentingan maka tidak ada hakim yang
mengadili perkara yang bersangkutan (nemo judex sine actore). Hakim
dalam hal ini tidak boleh mempengaruhi para pihak agar mengajukan suatu
gugatan, konkretnya hakim bersikap menunggu apakah suatu perkara akan
diajukan atau tidak. 6
51
6
Ibid., hal. 65-74
Lilik Mulyadi, Hukum Acara Perdata Menurut Teori dan Praktekl Peradilan Indonesia,
Djambatan, Jakarta, 2002, hal. 17
47
Jadi tuntutan hak yang mengajukan adalah pihak yang berkepentingan
sedang hakim bersikap menunggu datangnya tuntutan hak diajukan
kepadanya (iudex ne procedat ex officio).7
Sikap menunggu dari hakim juga menyangkut luas pokok sengketa, ruang
lingkup gugatan serta kelanjutan pokok perkara, bahwa hanya para pihak
yang berhak menentukan sehingga untuk itu hakim hanya bertitik tolak
kepada peristiwa yang diajukan para pihak (secundum allegat iudicare).8
Ketentuan tersebut sejalan dengan Pasal 4 ayat (2) Undang-undang No. 48
Tahun 2009 yang berbunyi :
Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala
hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana,
cepat, dan biaya ringan.
2. Asas Hakim pasif (lijdelijkheid van rehcter)
Hakim di dalam memeriksa perkara perdata bersikap pasif dalam arti
bahwa ruang lingkup atau luas pokok sengketa yang diajukan kepadanya
untuk diperiksa pada asasnya ditentukan oleh para pihak yang berperkara
dan bukan oleh hakim. Hakim hanya membantu para pencari keadilan dan
berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk tercapainya
peradilan. Akan tetapi sebaliknya, hakim harus aktif dalam memimpin
7
Sudikno Mertokusumo, Op. cit., hal. 11
8
Lilik Mulyadi, Op. cit., hal. 18
48
sidang, melancarkan jalannya persidangan, membantu kedua belah pihak
dalam mencari kebenaran.9
Asas hakim pasif memberikan batasan kepada hakim untuk tidak dapat
mencegah apabila gugatan tersebut dicabut atau para pihak akan
melakukan perdamaian (Pasal 130 HIR) atau hakim hanya mengadili luas
pokok sengketa yang diajukan para pihak dan dilarang mengabulkan atau
menjatuhkan putusan melebihi dari apa yang dituntut (Pasal 178 ayat (2)
dan ayat (3) HIR)10
3. Asas Pengadilan yang terbuka untuk umum (openbaarheid van
rechtspraak)
Asas ini diatur dalam Pasal 13 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Undangundang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Pasal 13 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Undang-undang No.48 Tahun 2009
berbunyi :
(1) Semua sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk
umum, kecuali undang-undang menentukan lain.
(2) Putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan
hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
(3) Tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) mengakibatkan putusan batal demi hukum.
Berdasarkan ketentuan pasal-pasal tersebut di atas, maka sifat terbukanya
pengadilan baik dalam tahap pemeriksaan maupun dalam tahap
pembacaan putusan. Apabila putusan diucapkan dalam sidang yang tidak
dinyatakan terbuka untuk umum berarti putusan itu tidak sah dan tidak
9
Sudikno Mertokusumo, Op. cit., hal. 12
10
Lilik Mulyadi, Op. cit., hal. 18
49
mempunyai kekuatan hukum serta mengakibatkan batalnya putusan itu
menurut hukum.
Tujuan dari asas ini adalah untuk memberi perlindungan hak-hak asasi
manusia dalam bidang peradilan serta untuk lebih menjamin obyektifitas
peradilan dengan mempertanggungjawabkan pemeriksaan yang fair, tidak
memihak serta putusan yang adil kepada masyarakat.11
4. Asas mendengar kedua belah pihak yang berperkara (horen van beide
partijen)
Hukum acara perdata merupakan bagian dari hukum privat yang mengatur
kepentingan perorangan (bijzondere belangen), karena sifat yang demikian
konsekuensi yuridisnya dalam perkara perdata maka ketentuan hukum
acara perdata menentukan bahwa hakim dalam mengadili perkara haruslah
bertindak adil dengan memperlakukan kedua belah pihak yang berperkara
dalam kapasitas yang sama, tidak ada memihak salah satu pihak sehingga
untuk itu diperlukan pemeriksaan dan didengar secara bersama-sama di
depan persidangan, tepatnya pengadilan mengadili menurut hukum dengan
tidak membedakan orang.
Asas ini dinyatakan dengan tegas dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-undang
No. 48 Tahun 2009 yang berbunyi :
Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membedabedakan orang.
11
Sudikno Mertokusumo, Op. cit., hal. 14
50
5. Asas Putusan harus disertai alasan-alasan
Asas ini diatur dalam Pasal 50 ayat (1) Undang-undang No. 48 tahun 2009
yang berbunyi :
Putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan,
juga memuat pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan
yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan
dasar untuk mengadili.
Alasan-alasan atau argumentasi itu dimaksudkan sebagai pertanggungan
jawab hakim dari pada putusannya terhadap masyarakat, para pihak,
pengadilan yang lebih tinggi dan ilmu hukum, sehingga oleh karenanya
mempunyai nilai obyektif.
Karena adanya alasan-alasan itulah maka
putusan mempunyai wibawa dan bukan karena hakim tertentu yang
menjatuhkannya.58
6. Asas Pemeriksaan dalam dua instansi (onderzoek in twee instanties)
Pengertian pemeriksaan dalam dua instansi dilakukan oleh Pengadilan
Negeri dan Pengadilan Tinggi yang merupakan kekuasaan kehakiman di
Lingkungan Peradilan Umum dan kemudian berpuncak kepada Mahkamah
Agung sebagai Peradilan Negara Tertinggi. Pengadilan Negeri merupakan
Pengadilan Tingkat Pertama dan Pengadilan Tinggi merupakan Pengadilan
Tingkat Banding.
Dengan demikian Pengadilan Negeri bertugas serta berwenang memeriksa,
memutus dan menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata di tingkat
58
Sudikno Mertokusumo, Op. cit., hal. 15
51
pertama sedangkan Pengadilan Tinggi bertugas dan berwenang mengadili
perkara pidana dan perkara perdata di tingkat Banding.
Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi memeriksa perkara perdata
berdasarkan faktanya (judex facti), sehingga dengan demikian menurut
asas-asas umum
hukum
acara perdata Indonesia
lazim disebut
pemeriksaan dalam dua instansi (onderzoek in twee instanties).59
7. Asas Pengawasan putusan pengadilan lewat kasasi (toezicht op de
rehstspraak door middel van cassatie)
Pengawasan putusan pengadilan lewat kasasi dilakukan oleh Mahkamah
Agung Republik Indonesia yaitu terhadap putusan judex facti di mana
dilakukan oleh Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi.
Asas ini diatur dalam Pasal 39 ayat (1) Undang-undang No. 48 Tahun
2009 yang berbunyi :
Pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan pada
semua badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung
dalam menyelenggarakan kekuasaan kehakiman dilakukan oleh
Mahkamah Agung.
Karena sifat pengawasan putusan pengadilan lewat kasasi dilakukan oleh
Mahkamah Agung RI sebagaimana tersebut di atas, maka apabila
dijabarkan lebih lanjut asas ini mengandung 2 (dua) unsur penting, yaitu :
59
Lilik Mulyadi, Op. cit., hal. 23
52
a) Berdasarkan ketentuan Pasal 30 ayat (1) Undang-undang No. 5 Tahun
2004 dan perubahan dengan Undang-undang No.3 Tahun 2009 tentang
Mahkamah Agung, maka dalam tingkat kasasi Mahkamah Agung
dapat membatalkan putusan atau penetapan pengadilan-pengadilan dari
semua lingkungan peradilan karena :
1. tidak berwenang mengadili atau melampaui batas wewenang
2. salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku
3. lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan
perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan
batalnya putusan yang bersangkutan.60
b) Karena
Mahkamah
Agung
hanya
melakukan cara
mengadili
sebagaimana ketentuan Pasal 30 ayat (1) Undang-undang No. 5 Tahun
2004 dan perubahan dengan Undang-undang No.3 Tahun 2009 tentang
Mahkamah Agung, maka dapat disebutkan lebih jauh bahwa
Mahkamah Agung bukanlah peradilan (instansi) tingkat tiga. Hal ini
disebabkan mengenai fakta-fakta tidak termasuk penilaian Mahkamah
Agung dalam tingkat kasasi, sehingga Mahkamah Agung memisahkan
masalah
fakta
(feitijleke
vragen)
dengan
masalah
hukum
(rechstvragen). Jadi Mahkamah Agung terikat pada fakta-fakta yang
telah diputus oleh pengadilan tingkat akhir (judex facti) di mana
tentang penguraian duduknya perkara tidak akan diperiksa ulang.61
8. Asas Peradilan dengan membayar biaya (niet kosteloze rehtspraak)
Biaya perkara meliputi biaya kepaniteraan, biaya pemanggilan para pihak,
biaya pemberitahuan, biaya materai, dan biaya administrasi. Sedangkan
60
61
Ibid., hal. 24
Ibid., hal. 26
53
bagi yang tidak mampu membayar biaya perkara dapat mengajukan
permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat dengan berperkara
secara cuma-cuma (prodeo). Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 237
HIR yang berbunyi :
Orang-orang yang demikian, yang sebagai penggugat atau sebagai
tergugat hendak berperkara akan tetapi tidak mampu membayar
biaya perkara, dapat diberikan izin untuk berperkara dengan tak
berbiaya.
9. Asas sederhana, cepat dan biaya ringan
Pengertian sederhana adalah acara yang jelas, mudah dipahami, dan tidak
berbelit-belit, makin sedikit dan sederhana formalitas-formalitas yang
diwajibkan atau diperlukan dalam beracara di muka pengadilan makin
baik.62
Kata cepat menunjuk pada jalanya peradilan, terlalu banyak formalitas
merupakan hamabatan bagi jalannya peradilan. Dalam hal ini bukan hanya
jalannya peradilan dalam pemeriksaan di muka sidang saja, tetapi juga
penyelesaiannya dari berita acara pemeriksaan di persidangan sampai pada
penandatanganan putusan oleh hakim dan pelaksanannya. Cepatnya
jalannya peradilan akan meningkatkan kewibawaan pengadilan dan
menambah kepercayaan masyarakat kepada pengadilan.63
62
63
Sudikno Mertokusomo, Opcit., hal. 24
Loccit
54
Tujuan biaya ringan adalah agar dapat dipikul oleh masyarakat, biaya
perkara yang tinggi kebanyakan menyebabkan pihak yang berkepentingan
enggan untuk mengajukan tuntutan hak kepada pengadilan.64
E. Gugatan
1.
Pengertian Surat Gugatan
Seseorang yang merasa bahwa haknya telah dilanggar oleh orang
lain, kemudian penyelesian damai secara kekeluargaan tidak tercapai
maka salah satu jalan dapat ditempuh oleh mereka adalah perkara
tersebut diajukan kepada Pengadilan Negeri yang berwenang, yaitu
dengan dibuatnya surat gugatan perdata. Kemudian tugas dan
kewenangan badan peradilan di bidang perdata adalah menerima,
memeriksa dam mengadili serta menyelesaikan sengketa diantara para
pihak yang berperkara.
Surat gugatan adalah suatu permohonan yang disampaikan
kepada Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang, mengenai suatu
tuntutan terhadap pihak lainnya dan harus diperiksa menurut tata cara
tertentu oleh Pengadilan, serta kemudian diambil putusan terhadap
gugatan tersebut.65
64
65
Loccit
Darwan Prinst, Strategi Menyusun dan Menangani Gugatan Perdata, PT. Citra Aditya Bhakti,
Bandung, 1992, hal. 2.
55
Sudikno Mertokusumo menyebut surat gugatan dengan tuntutan
hak sebagai tindakan yang bertujuan untuk memperoleh perlindungan
yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah “eigenrichting”.66
Menurut ketentuan Bab I Pasal 1 angka 2 Rancangan UndangUndang Hukum Acara Perdata selaku future law merumuskan gugatan
sebagai tuntutan hak yang mengandung sengketa dan diajukan ke
pengadilan untuk mendapat putusan.67
M. Yahya Harahap memberi pengertian tentang gugatan perdata
adalah gugatan contentiosa yang mengandung sengketa di antara pihak
yang berperkara yang pemeriksaannya diberikan dan diajukan kepada
pengadilan dengan posisi para pihak :
a. yang mengajukan penyelesaian sengketa disebut dan bertindak
sebagai penggugat (plaintiff / planctus, the party who institutes a legal
action or claim);
b. sedangkan yang ditarik sebagai pihak lawan dalam penyelesaiannya
disebut dan berkedudukan sebagai tergugat (defendant, the party
against whom a civil action is brought);68
Berdasar uraian tersebut di atas, ciri yang melekat pada gugatan perdata
adalah :
1. permasalahan hukum yang diajukan ke pengadilan mengandung
sengketa (disputes, differences);
2. sengketa terjadi di antara para pihak, paling kurang di antara dua
pihak;
3. berarti gugatan perdata bersifat partai (party), dengan komposisi pihak
yang satu bertindak dan berkedudukan sebagai penggugat dan pihak
yang lain berkedudukan sebagai tergugat.69
66
Sudikno Mertokusumo, Opcit, hal. 38.
Lilik Mulyadi, Opcit., hal. 38
68
M. Yahya Harahap,Opcit,, hal. 47.
69
Loccit.
67
56
Selain adanya dua pihak yang disebut penggugat dan tergugat,
praktek pengadilan juga mengenal adanya turut tergugat, yaitu ditujukan
kepada seseorang yang tidak menguasai sesuatu barang akan tetapi demi
formalitas gugatan harus dilibatkan dalam petitum sebagai pihak yang
tunduk dan taat pada putusan hakim.70
Praktek pengadilan juga menegenal adanya gugatan insidentil
berupa interventie, yaitu masuknya pihak ketiga dalam perkara sedang
berjalan di mana pihak ketiga (interveentient). Interventie dapat berupa
voeging van personen/partijen, yaitu masuknya pihak ketiga karena
memihak penggugat/tergugat dan tidak memihak siapa-siapa yang lazim
dikenal dengan istilah tussenkomst.
Selain itu dikenal juga istilah
vrijwaring atau garantie/penanggungan, yaitu ditariknya pihak ketiga ke
dalam sengketa ketika sedang berlanagsung. Interventie dan vrijwaring
diperkenankan apabila pihak ketiga sungguh-sungguh mempunyai
kepentingan dan kepentingannya akan terganggu jika ia tidak ikut dalam
proses perkara itu.71
Bentuk dari surat gugatan tersebut dapat dilakukan secara lisan
maupun secara tertulis. Surat gugatan secara lisan diatur dalam Pasl 120
HIR, Pasal 144 Rbg).
Pasal 120 HIR merumuskan :
“Bilamana penggugat buta huruf maka surat gugatannya dapat
dimasukkan dengan lisan kepada Ketua Pengadilan Negeri, yang
mencatat gugatan itu atau menyuruh mencatatnya”.
70
71
Lilik Mulyadi, Opcit., hal. 38
Ibid., hal. 39
57
Ketentuan Pasal 120 HIRdibuat pada tahun 1941 yang pada saat
itu
benar-benar
realistis,
mengakomodasi
kepentingan
anggota
masyarakat yang buta huruf. Mereka dapat mengajukan gugatan secara
lisan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang oleh Undang-undang
diwajibkan untuk mencatat menyuruh mencatat gugat lisan dan
selanjutnya Ketua Pengadilan Negeri memformulasikan dalam bentuk
tertulis. Selain itu ketentuan tersebut melepaskan rakyat kecil yang tidak
mampu menunjuk seorang kuasa atau pengacara, karena tanpa bantuan
pengacara dapat memperoleh bantuan pertolongan dari Ketua pengadilan
Negeri untuk membuat gugatan yang diinginkannya. 72
Surat gugatan dalam bentuk tertulis diatur dalam Pasal 118 HIR
(Pasal 142 Rbg). Pasal 118 HIR berbunyi :
1. Gugatan perdata yang pada tingkat pertama masuk kekuasaan
pengadilan negeri, harus dimasukan dengan surat permintaan yang
ditandatangani oleh penggugat atau oleh wakilnya menurut pasal 123,
kepada ketua pengadilan negeri di daerah hukum siapa tergugat
bertempat diam atau jika tidak diketahui tempat diamnya, tempat
tinggal sebetulnya.
2. Jika tergugat lebih dari seorang, sedang mereka tidak tinggal di dalam
itu dimajukan kepada ketua pengadilan negeri di tempat tinggal salah
seorang dari tergugat itu yang dipilih oleh penggugat. Jika tergugattergugat satu sama lain dalam perhubungan sebagai perutang utama
dan penanggung, maka penggugat itu dimasukkan kepada ketua
pengadilan negeri di tempat orang yang berutang utama dari salah
seorang dari pada orang berutang utama itu, kecuali dalam hal yang
ditentukan pada ayat 2 dari pasl 6 dari reglemen tentang aturan hakim
dan mahkamah serta kebijaksanaan kehakiman (RO).
3. Bilamana tempat diam dari tergugat tidak dikenal, lagi pula tempat
tinggal sebetulnya tidak diketahui, atau jika tergugat tidak dikenal,
maka surat gugatan itu dimasukkan kepada ketua pengadilan negeri
ditempat tinggal penggugat atau salah seorang dari pada penggugat,
72
Ibid, hal. 48
58
atau jika surat gugat itu tentang barang gelap, maka surat gugat itu
dimasukkan kepada ketua pengadilan di daerah hukum siapa terletak
barang itu.
4. Bila dengan surat syah dipilih dan ditentukan suatu tempat
berkedudukan, maka penggugat, jika ia suka, dapat memasukkan surat
gugat itu kepada ketua pengadilan negeri dalam daerah hukum siapa
terletak tempat kedudukan yang dipilih itu.
Soepomo berpendapat bahwa pada dasarnya ketentuan Pasal 118
HIR dan Pasal 120 Rbg tidak menetapkan syarat formulasi atau isi
gugatan.73
Dalam perkembangan praktek ada kecenderungan yang
menuntut formulasi gugatan yang jelas, hal-hal yang harus dirumuskan
dalam surat gugatan :
a.
Permohonan tersebut diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri
sesuai dengan kompetensi relatif
Surat gugatan secara formil harus ditujukan dan dialamatkan kepada
PN sesuai dengan kompetensi relatif, harus tegas dan jelas PN yang
dituju, karena apabila gugatan salah alamat atau tidak sesuai dengan
kompetensi relatif mengakibatkan gugatan mengandung cacat formil
karena gugatan disampaikan kepada PN yang berada di luar wilayah
hukum yang berwenang untuk memeriksa dan mengadilinya
sehingga gugatan dinyatakan tidak dapat diterima (niet onvankelijke
verklaard) atas alasan hakim tidak berwenang mengadili.74
b.
Surat gugatan diberi tanggal
Pencantuman tanggal dalam surat gugatan memang tidak diatur
dalam Pasal 118 HIR, sehingga ditinjau dari segi hukum :
1) pencantuman tidak imperatif dan tidak merupakan syarat formil
surat gugatan
2) dengan demikian kelalaian atas pencantuman tanggal tidak
mengakibatkan surat gugatan mengandung cacat formal;
73
74
Soepomo, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, Pradnya Paramita, Jakarta, 1993, hal. 24
M. Yahya Harahap, Opcit., hal. 52
59
3) surat gugatan yang tidak mencantumkan tanggal, sah menurut
hukum sehingga tidak dapat dijadikan dasar untuk menyatakan
gugatan tidak dapat diterima.75
c.
Ditandatangani penggugat atau kuasa
Tandatangan dengan tegas disebut sebagai syarat formil surat
gugatan, Pasal 118 ayat (1) HIR menyatakan bahwa gugatan perdata
harus dimasukkan ke Pengadilan Negeri sesuai dengan kompetensi
relatif dan dibuat dalam bentuk surat permohonan (surat permintaan)
yang ditandatangani oleh penggugat atau oleh kuasanya.
Penggugat yang tidak dapat menulis, dapat membubuhkan cap
jempol di atas surat gugatan sebagai pengganti tandatangan.
Menurut St. 1919-776, cap jempol berupa cap ibu jari tangan
disamakan dengan tanda tangan (handtekening), akan tetapi agar
benar-benar sah sebagai tanda tangan, harus dipenuhi syarat cap
jempol tersebut dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang (camat,
hakim, atau panitera).76
d.
Identitas para pihak
Penyebutan identitas dalam surat gugatan merupakan syarat formil
keabsahan gugatan, surat gugatan yang tidak menyebut identitas para
pihak, apalagi tidak menyebut identitas tergugat, meneyebabkab
gugatan tidak sah dan dianggap tidak ada.77
e.
75
Ibid., hal. 52
Ibid., hal. 53
77
Loccit
76
Fudanmentum petendi
60
Fundamentum petendi, berarti dasar gugatan atau dasar tuntutan
(grondslag van de lis).78 Dalam praktek peradilan terdapat beberapa
istilah yang akrab digunakan yaitu positum atau bentuk jamak
disebut posita gugatan dan dalam bahasa Indonesia disebut dalil
gugatan.79
Posita atau dalil gugatan merupakan landasan pemeriksaan dan
penyelesaian perkara. Pemeriksaan dan penyelesaian tidak boleh
menyimpang dari dalil gugatan, juga sekaligus memikulkan beban
wajib bukti kepada penggugat untuk membuktikan dalil gugatan
sesuai yang digariskan Pasal 1865 KUHPerdata dan Pasal 163 HIR,
yang menegaskan setiap orang yang mendalilkan sesuatu hak, atau
guna meneguhkan haknya maupun membantah hak orang lain
diwajibkan membuktikan hak atau peristiwa tersebut.80
Perumusan fundamentum petendi atau posita atau dalil gugatan
terdapat 2 (dua) teori, yaitu :
1. Teori substantierings theorie, yang mengajarkan dalil gugatan
tidak cukup hanya merumuskan peristiwa hukum yang menjadi
dasar tuntutan, tetapi juga harus menjelaskan fakta-fakta yang
mendahului peristiwa hukum yang menjadi penyebab timbulnya
peristiwa hukum tersebut.
78
Sudikno Mertokusumo, Opcit, hal. 35
M. Yahya Harahap, Opcit., hal. 57
80
Loccit
79
61
2. Teori
individualisasi
(individualisering
theorie),
yang
menjelaskan peristiwa atau kejadian hukum yang dikemukakan
dalam gugatan, harus dengan jelas memperlihatkan hubungan
hukum (rechtsverhouding) yang menjadi dasar tuntutan, namun
tidak perlu dikemukakan dasar dan sejarah terjadinya hubungan
hukum, karena hal itu dapat diajukan berikutnya dalam proses
pemeriksaan sidang pengadilan.81
f.
Petitum gugatan
Syarat formil gugatan adalah petitum, supaya gugatan sah, dalam arti
tidak mengandung cacat formil harus mencantumkan petitum
gugatan yang berisi pokok tuntutan penggugat, berupa deskripsi
yang jelas menyebut satu persatu dalam akhir gugatan tentang halhal apa saja yang menjadi pokok tuntutan penggugat yang harus
dinyatakan dan dibebankan kepada tergugat. Dengan kata lain
petitum gugatan berisi tuntutan atau permintaan kepaa pengadilan
untuk dinyatakan dan ditetapkan sebagai hak penggugat atau
hukuman kepada tergugat atau kepada kedua belah pihak.82
Pada praktek peradilan mengenai aneka tuntutan atau petitum dapat
dikategorikan dengan penyebutan tuntutan primair, dan subsidair,
atau ada juga dengan formulasi “dalam provisi, dalam pokok perkara
81
82
M. Yahya Harahap, Opcit., hal. 57.
Ibid., hal. 63
62
dan subsidair atau hanya terdiri dari tuntutan primair saja tanpa
diiringi tuntutan subsidair.83
Dalam surat gugatan maka petitum harus dimintakan secara tegas
dan bila tidak demikian maka gugatan menjadi obscuur libel dan
tidak sempurna karena itu gugatan tidak dapat diterima.84
2.
Penggabungan Gugatan
Pengertian penggabungan gugatan atau kumulasi gugatan
(samenvoeging van vorderings) yaitu penggabungan dari lebih satu
tuntutan hukum ke dalam satu gugatan.85
Pada prinsipnya setiap gugatan harus berdiri sendiri, masingmasing gugatan diajukan dalam surat gugatan yang terpisah secara
tersendiri, dan diperiksa serta diputus dalam proses pemeriksaan dan
putusan yang terpisah dan berdiri sendiri. Akan tetapi dalam hal dan
batas-batas tertentu dibolehkan melakukan penggabungan gugatan dalam
satu surat gugatan apabila antara satu gugatan dengan gugatan yang lain
terdapat hubungan erat atau koneksitas.86
Hukum positif tidak mengatur penggabungan gugatan, baik
HIR,
maupun Rbg, begitu pula dalam Rv tidak mengatur tentang
penggabungan gugatan secara tegas dan tidak pula melarang. Pasal 103
Rv melarang pegabungan gugatan atau kumulasi gugatan (samenvoeging
83
Lilik Mulyadi, Opcit.,hal. 57
Loccit
85
M. Yahya Harahap, Opcit., hal. 102
86
Mahkamah Agung RI, Opcit, hal. 125
84
63
van vordering) hanya terbatas pada menggabungkan antara tuntutan hak
menguasai (bezit) dengan tuntutan hak milik. Dengan demikian secara a
contrario (in the opposite sense), Rv membolehkan penggabungan
gugatan.87
Meskipun HIR dan Rbg maupun Rv tidak mengaturnya,
peradilan sudah lama menerapkannya. Soepomo menunjukan salah satu
putusan raad justisie Jakarta pada tanggal 20 juni 1939 yang
memperbolehkan penggabungan gugatan, asal antara gugatan-gugatan itu
terdapat hubungan erat (innerlijke samenhang).88
Hukum acara perdata mengenal dua bentuk kumulasi, yaitu
kumulasi Subyektif dan kumulasi obyektif. 89
c. Kumulasi Subyektif (Penggabungan Subyeknya).
Maksudnya adalah bahwa dalam suatu perkara, seorang penggugat
melawan beberapa tergugat, atau beberapa penggugat melawan
seorang tergugat, atau apabila kedua belah pihak masing-masing
terdiri lebih dari satu orang.
Dalam pasal 127 HIR dan pasal 151 RBg, serta beberapa pasal dalam
Rv dan BW terdapat aturan yang membolehkan adanya kumulasi
subyektif, dimana penggugat dapat mengajukan gugatan terhadap
beberapa tergugat.
87
M. Yahya Harahap, Opcit, hal. 102.
Soepomo, Opcit., hal. 20
89
Sri Wardah dan Bambang Sutiyoso, Opcit., hal. 74.
88
64
Atas gugatan kumulatif subyektif ini tergugat dapat mengajukan
keberatan agar diajukan secara sendiri-sendiri atau sebaliknya justru
tergugat menghendaki agar pihak lain diikutsertakan dalam gugatan
yang bersangkutan karena adanya koneksitas. Keinginan tergugat
untuk mengikut sertakan pihak lain ini dituangkan dalam eksepsi
“
masih adanya pihak lain yang harus ditarik sebagai pihak yang
berkepentingan”. Tangkisan semacam ini disebut “ excepsio plurium
litis consurtium “.
Pada kumulasi subyektif yang semacam ini harus memenuhi syarat,
yaitu bahwa tuntutan itu harus ada hubungan yang erat satu sama lain
(koneksitas). Tuntutan yang tidak ada hubungan hukumnya harus
digugat tersendiri.
d. Kumulasi Obyektif (Penggabungan dari obyek atau tuntutan).
Penggugat mengajukan beberapa tuntutan sekaligus dalam satu
perkara atau gugatan. Penggugat dalam mengajukan gugatan ke
pengadilan tidak hanya mengajukan satu tuntutan saja tetapi disertai
dengan tuntutan lain yang sebenarnya dapat diajukan secara tersendiri
terpisah dari gugatan yang diajukan.
Sehubungan dengan penggabungan, perlu dikemukakan salah satu
putusan MA Nomor 2990K/Pdt/1990 tanggal 23 Mei 1992 yang memberi
gambaran acuan penerapan.
Putusan tersebut mengatakan bahwa
penggabungan gugatan yang terjadi dalm perkara ini dapat dibenarkan
atas alasan :
65
a. Pertama, gugatan yang digabung sejenis yaitu para penggugat terdiri
dari deposan PT. Bank Pasar Dwiwindu (sebagai tergugat), kasus di
mana para deposan secara kumulatif menuntut pengembalian
deposito;
b. Kedua, penyelesaian hukum dan kepentingan yang dituntut para
penggugat adalah sama, menuntut pengembalian deposito;
c. Ketiga, hubungan hukum antara penggugat dan tergugat adalah sama,
yaitu sebagai deposan berhadapan dengan tergugat sebagai penerima
deposito;
d. Keempat, pembuktian adalah sama dan mudah sehingga tidak
mempersulit pemeriksaan secara kumulasi.90
Bertitik tolak dari pertimbangan putusan tersebut, dapat
dikemukanan syarat pokok kumulasi gugatan, yaitu :91
1. Terdapat hubungan erat
2. Terdapat hubungan hukum
Manfaat dan tujuan penggabungan gugatan menurut M. Yahya
harahap ada beberapa hal, yaitu :92
a. Mewujudkan peradilan sederhana
b. Menghindari putusan yang saling bertentangan
Ada tiga hal kumulasi obyektif tidak diperbolehkan, yaitu :
1. Kalau untuk suatu tuntutan (gugatan) tertentu diperlukan suatu acar
khusus (gugat cerai) sedangkan tuntutan yang lain harus diperiksa
menurut acara biasa (gugatan untuk memenuhi perjanjian), maka
kedua tuntutan itu tidak boleh digabungkan dalam satu gugatan.
2. Demikian pula apabila hakim tidak wenang (secara relatif) untuk
memeriksa salah satu tuntutan yang diajukan bersama-sama dalam
90
M. Yahya Harahap, Opcit., hal. 105
Ibid., hal. 105-106
92
M. Yahya harahap, Opcit., hal. 104
91
66
satu gugatan dengan tuntutan lain, maka kedua tuntutan itu tidak
boleh diajukan bersama-sama dalam satu gugatan.
3. Tuntutan tentang bezit tidak boleh diajukan bersama-sama dengan
tuntutan tentang eigendom dalam satu gugatan (Pasal 103 Rv).93
93
Sudikno Mertokusumo, Opcit., hal. 47
67
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang dipakai adalah yuridis normatif, yaitu
pendekatan yang menggunakan konsep legistifis positifis.
Konsep ini
memandang hukum sebagai norma yang tertulis yang dibuat dan diundangkan
oleh pejabat yang berwenang. Konsep ini juga memandang hukum sebagai
sistim normatif yang mandiri, bersifat tertutup dan terlepas dari kehidupan
masyarakat.94
2. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum klinis
(clinical legal research), yaitu penelitian yang bertujuan menemukan hukum in
abstrakto dalam perkara in konkreto,95 khususnya dalam putusan Mahkamah
Agung RI No. 2443K/Pdt/2008 Jo Putusan Pengadilan Tinggi Semarang No.
888/Pdt/2008/PT.Smg jo Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto No.
46/Pdt.G/2007/PN.Pwt.
3. Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data skunder, yaitu :
a. Putusan Pengadilan.
1. Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto No.46/Pdt.G/2007/PN.Pwt.
2. Putusan Pengadilan Tinggi Semarang No. 88/Pdt/2008/PT.Smg.
3. Putusan Mahkamah Agung RI No. 2443K/Pdt/2008.
94
95
Ronny Hanitijo Sumitro, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1988, hal.
13-14.
Ibid., hal 22
68
b. Peraturan Perundang-undangan.
1. HIR (Herziene Indonesish Reglement)/ Hukum Acara Perdata.
2. BW (Burgerlijk Wetboek) / Kitab Undang Undang Hukum Perdata.
c. Buku literatur yang berhubungan dengan penelitian.
d. Doktrin Hukum Acara Perdata yang ada kaitannya dalam penelitian.
4. Metode Pengumpulan Data
Data sekunder diperoleh dari studi pustaka membaca, mencatat
peraturan-peraturan perundang-undangan, dan hal-hal yang berkaitan dengan
penelitian yaitu :
a. Putusan Mahkamah Agung RI No. 2443K/Pdt/2008 Jo Putusan Pengadilan
Tinggi Semarang No. 888/Pdt/2008/PT.Smg jo Putusan Pengadilan Negeri
Purwokerto No. 46/Pdt.G/2007/PN.Pwt.
b.
Peraturan Perundang-undangan
c.
Buku literatur yang berhubungan dengan penelitian
d.
Doktrin Hukum Perdata yang ada kaitannya dalam penelitian
5. Metode Penyajian Bahan Hukum.
Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk uraian yang disusun secara
sistimatis.
6. Analisis Bahan Hukum.
Data yang diperoleh dianalisis secara normatif kualitatif, yaitu
menjabarkan dan menafsirkan data berdasarkan norma-norma dan teori-teori
dalam bidang hukum perdata.
69
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini diperoleh dari data sekunder yaitu Putusan
Mahkamah Agung RI No. 2443 K/Pdt/2008 jo. Putusan Pengadilan Tinggi
Semarang
No.
88/Pdt/2008/PT.Smg.
jo.
Putusan
Pengadilan
Negeri
Purwokerto No. 46/Pdt.G/2007/PN.Pwt.
Berdasarkan penelitian terhadap data sekunder, diperoleh data-data
sebagai berikut :
1. Para pihak yang berperkara
YOHANES WIDIANA, Direktur Utama PT. Graha Cipta Guna
berkedudukan di Jl. Dr. Angka (Komplek Tirta Kembar) Purwokerto,
selanjutnya disebut sebagai Penggugat, dalam hal ini diwakili kuasanya
yaitu : ARIF SARIFUDIN, SH, ARIS MUNADI, SH, AGOES JATMIKO,
SH, SUSILO WARDANI, SH., SE. M. Hum., ELY KRISTIANI, SH. M.
Hum., Masing-masing Advokat berkantor di Bumi Area Indah Blok
VIII Nomor 12 Purwokerto, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 1
Oktober 2007.
------------------- M e l a w a n --------------------PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA, CO. PEMERINTAH
KABUPATEN
BANYUMAS,
CO.
BUPATI
BANYUMAS,
Berkedudukan di Jalan Kabupaten Nomor : 1 Purwokerto dalam hal ini
70
diwakili
oleh
kuasanya
masing-masing
bernama
:
BAMBANG
WIDOYOKO, SH, HERNI SULASTRI, SH., ETIK PRASODJO, SH.,
BAMBANG ARIS SUJARWO, SH., ENY SRIYANI, SH., Masing mas ing
Pegawai
Kant or
Bagian
Hukum
S et da
Kabupaten
Banyumas, Jalan Kabupaten Nomor 1 Purwokerto, berdasarkan Surat
Kuasa Khusus tanggal 23 Oktober 2007 serta diwakili masing-masing :
NUROHMAN, SH., ANSORI, SH., SUNARKO, SH., SUNARWAN, SH.
M.Hum., SUPRIHARTINI, SH., Sebagai Pengacara Negara , berdmarkan
Surat Kuasa khusus tanggal 7 Nopember 2007, untuk selanjutnya disebut
sebagai TERGUGAT.
2. Tentang duduk perkara
Menimbang, bahwa Penggugat dengan surat gugatannya tertanggal
1 Oktober 2007 yang telah didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri
Purwokerto pada tanggal 1 Oktober 2007 di bawah Nomor : 46 / Pdt.G /
2007 / PN. Pwt. dan Renvooi (Pengubahan Gugatan) tertanggal 14
Nopember 2007 pada pokoknya berbunyi sebagai berikut :
1.1 Bahwa pada tahun 1986 Penggugat dan Tergugat sepakat untuk
mengadakan perjanjian mendirikan bangunan yang dituangkan dalam
Surat Perjanjian tanggal 7 Maret 1986.
1.2 Bahwa berdasarkan Perjanjian mendirikan bangunan sebagaimana
tersebut dalam positas angka I di atas, Tergugat memberi ijin kepada
Penggugat atas biaya Penggugat untuk mendirikan bangunan di atas
tanah milik Tergugat seluas 20.637 m2 (dua puluh ribu enam ratus
71
tiga puluh tujuh meter persegi) yang terletak di Komplek
Pertokoan Kebondalem di Kelurahan Purwokerto Lor, Kecamatan
Purwokerto Timur,,Kabupifen Banyumas yang terdiri dari :
1.2.1.Taman Hiburan Rakyat dengan lugs 9.105 m2 (Sembilan ribu
seratus lima meter persegi) yang terdiri dari :
a. Permainan anak-anak disesuaikan dengan kebutuhan
b. Permainan Ketangkasan
c. Panggung Hiburan
1.2.2.Prasarana Jalan Lingkungan, Penerangan, Penghijauan
dan Tempat Parkir Kendaraan dengan luas 7.266 m2 (tujuh
ribu dua ratus enam puluh enam meter persegi).
1.2.3.Pertokoan berikut Rumah Tinggal bertingkat, Supermarket
bertingkat dengan luas 4.266 m2 (empat ribu dua rates enam
puluh enam meter persegi), dengan batas-batas sebagai berikut :
Sebelah Utara
: Jalan Jend. Gatot Subroto
Sebelah Barat
: Jalan K.H. Syafe
Sebelah Selatan
: Jalan K.H. Syafei ;
Sebelah Timur : Jalan Letjend. Suprapto
Selanjutnya disebut sebagai : OBYEK SENGKETA
1.3 Bahwa atas pembangunan sebagaimana tersebut dalam posita angka
1.2 angka (1.2.1), (1.2.2) dan (1.2.2)
di atas,
Penggugat
memperoleh Hak Pengelolaan dari Tergugat untuk mengelola
bangunan-bangunan tersebut yaitu :
72
a. Taman Hiburan Rakyat selama 20 ( dua puluh) tahun
b. Pertokoan, Toko berikut Rumah Tinggal bertingkat dan Supermarket
bertingkat selama 30 ( tiga puluh) tahun
c. Perkiosan selama 15 ( lima belas) tahun
1.4 Bahwa disamping ijin yang diberikan sebagaimana tersebut dalam
posita angka 2 di atas, untuk keperluan pembangunan tersebut Tergugat
memberi ijin pula kepada Penggugat atas biaya Penggugat untuk
membongkar kios-kios Pasar Sarimulyo, bangunan Sekolah Dasar I
dan IV Purwokerto Lor, serta Kantor Perwakilan Pendidikan dan
Kebudayaan Ranting Purwokerto Lor dengan kewajiban Penggugat yaitu
sebagai berikut :
a. Membangun 2 (dua) unit Sekolah Dasar
b. Membangun 1 (satu) unit Kantor Perwakilan Pendidikan dan
Kebudayaan
c. Membangun 15 (lima belas) unit kios di Komplek Pasar Sarimulyo
Kebondalem
1.5 Bahwa atas kewajiban Penggugat sebagaimana tersebut dalam posita,
angka, 4 huruf a, b dan c di atas, maka Penggugat telah melaksanakan
kewajibannya yaitu :
a. Penggugat telah membangun 2 (dua) unit Sekolah Dasar yang terletak
di Jl. Jatiwinangun Gang Sadewo No. 1 Purwokerto, sekarang menjadi
Sekolah Dasar Al-Irsyad 02;
b. Penggugat telah membangun 1 (satu) unit Kantor Perwakilan
73
Pendidikan dan Kebudayaan yang terletak di JI. Dr. Suparno No. 17
Purwokerto, sekarang menjadi Kantor Dinas Pendidikan Unit
Pendidikan
Kecamatan
Purwokerto
Timur
Pemerintah
Kabupaten Banyumas;
c. Penggugat telah membangun 15 (lima belas) unit kios yang
terletak di JL KH. Syafei Purwokerto;
1.6 Bahwa setelah kewajiban Penggugat sebagaimana tersebut dalam posita,
angka 5 huruf a,
b dan c di atas dipenuhi dengan baik, kemudian
PENGGUGAT MEMBEBASKAN DAN MENGOSONGKAN OBYEK
SENGKETA sebagaimana tersebut dalam posita angka 2 di atas dengan
biaya dari Penggugat;
1.7
Bahwa
setelah
Obyek
Sengketa
tersebut
dibebaskan
dan
dikosongkan, kemudian Penggugat mulai melakukan pembangunan
sebagaimana tersebut dalam posita angka 1.2 angka (1.2.1), (1.2.2) dan
(1.23) di atas;
1.8 Bahwa namun sebelum pembangunan tersebut selesai, Tergugat
melakukan perbuatan yang menyebabkan Penggugat tidak dapat
melaksanakan pembangunan yaitu dengan cara pada tahun 1987
Tergugat menjadikan obyek sengketa yang telah dibebaskan dan
dikosongkan oleh penggugat, sebagai lokasi penempatan para Pedagang
Kaki Lima ( PKL ) sampai sekarang dimana di atas sebagian obyek
sengketa tersebut oleh tergugat telah didirikan bangunan-bangunan
sebagai tempat berjualan bagi para pedagang kaki lima (PKL);
74
1.9 Bahwa selain perbuatan Tergugat sebagaimana tersebut dalam posita
angka 8 di atas, Tergugat sebenarnya mempunyai kewenangan dan
kemampuan untuk memindahkan Para Pedagang Kaki Lima ( PKL )
yang telah ditempatkan dari sebagian Obyek Sengketa dalam
keadaan kosong, akan tetapi Tergugat tidak melakukan dan justru
mengambil keuntungan dari Para Pedagang Kaki Lima ( PKL ) tersebut
sampai saat ini;
1.10 Bahwa perbuatan Tergugat sebagaimana tersebut dalam posita angka 8
dan 9 di atas merupakan perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad)
dan perbuatan cidera janji (wanprestasi) yang sangat merugikan
Penggugat yaitu :
1.10.1 Perbuatan Melawan Hukum (Onrechtmatigedaad)
Bahwa perbuatan Tergugat yang menjadikan sebagian Obyek
Sengketa sebagai lokasi penempatan Para Pedagang Kaki Lima (
PKL ) adalah kapasitasnya sebagai Organ Dalam Badan Hukum
Publik ( Penguasa / Pemerintah ) yang melakukan tindakan
hukum administrasi pemerintahan ( beschikking ) dan perbuatan
Tergugat tersebut telah melanggar hak atas harta kekayaan
Penggugat atas Obyek Sengketa;
Bahwa Tergugat sebagai Organ Dalam Badan Huku m
Publik (Penguasa / Pemerintah) yang mempunyai kewajiban
untuk memindahkan Para Pedagang Kaki Lima ( PKL ) yang
ditempatkan dari sebagian Obyek Sengketa dalam keadaan
kosong, pada kenyataannya sampai saat
ini tidak mau
75
melaksanakan (melalaikan) kewajiban tersebut;
Bahwa penempatan Para Pedagang Kaki Lima ( PKL ) di atas
sebagian Obyek Sengketa tidak pemah diperjanjikan antara
Penggugat dan Tergugat ;
1.10.2 Perbuatan Cidera Janji (Wanprestasi )
Bahwa disamping Tergugat berkapasitas sebagai Organ
Dalam Badan Hukum Publik (Penguasa / Pemerintah), Tergugat
berkapasitas pula sebagai pihak partikelir dalam perjanjian di
mana segala tindakan hukum maupun akibat hukum yang timbul
dari
perjanjian
tersebut
tunduk
kepada
hukum
perdata
(privaatrechts) in concreto Pasal 1320 jo 1338 KUH Perdata
sehingga kedudukan Tergugat sebagai organ dalam badan hukum
publik yang mempunyai kapasitas pemegang hak dan kewajiban
sebagai subyek hukum perdata ;
Bahwa Tergugat yang menjadikan Obyek Sengketa sebagai lokasi
penempatan Para Pedagang kaki Lima ( PKL ) tanpa seijin dari
Penggugat, Tergugat telah melakukan wanprestasi yaitu : telah
melanggar pasal 1 surat perjanjian tanggal 7 maret 1986
sebagaimana tersebut dalam posita angka 1 di atas, dengan
tidak melakukan prestasinya untuk menyediakan tanah seluas
20.637 m2 (dua puluh ribu enam ratus tiga puluh tujuh meter
persegi) sehingga obyek sengketa kurang dari luas yang
diperjanjikan;
76
1.11 Bahwa atas perbuatan Tergugat sebagaimana tersebut dalam posita,
angka 8 dan 9 di atas, Penggugat telah menanyakan mengenai
penyelesaian kepada Tergugat di luar Pengadilan ( non litigasi ), akan
tetapi Tergugat tidak mengindahkannya;
1.12 Bahwa atas perbuatan Tergugat sebagaimana tersebut dalam posita,
angka 8 dan 9 di atas, maka Penggugat mengalami kerugian materiil
yaitu dalam hal ini keseluruhan investasi Penggugat yang telah
digunakan untuk melaksanakan kewajiban Penggugat sebagaimana
tersebut dalam posita. angka 4 dan 5 dan hilangnya hak pengelolaan
yang menjadi hak Penggugat sampai saat ini, maka Penggugat
mengalami kerugian meteriil sesuai dengan perhitungan bunga bank
terhitung mulai tahun 1987 sampai dengan tahun 2007 ( sampai
dengan Tergugat menawarkan Penyelesaian Sengketa, dalam, surat No.
180/11515 tanggal 11 September 2007 ) dengan suku bunga yang
berlaku nifilai tahun 1987 sampai dengan Juni 2007 sebagai NILAI
WAJAR PENGGANTIAN yaitu :
1.12.1 2 (dua) unit Sekolah Dasar yang terletak di A Jatiwinangun Gang
Sadewo No. 1 Purwokerto, sekarang menjadi Sekolah Dasar AlIrsyad 02 sebagaimana, tersebut dalam posita, angka 5 huruf a
sebesar Rp.3.279.135.616,- ( tiga milyar dua ratus tujuh puluh
Sembilan juts seratus tiga puluh lima ribu enam ratus enam
belas rupiah);
1.12.2 1 (satu) unit Kantor Perwakilan Pendidikan dan Kebudayaan yang
77
terletak di Jl. Dr. Suparno No. 17 Purwokerto, sekarang menjadi
Kantor Dinas Pendidikan Unit Pendidikan Kecamatan Purwokerto
Timor Pemerintah Kabupaten Banyumas sebagaimaaa tersebut
dalam posita angka 5 huruf b sebesar Rp.2.148.101.123,- (dua
milyar seratus empat puluh delapan juta, seratus satu ribu seratus
dua, puluh tiga rupiah);
1.12.3 Bangunan komplek Kebondalem yang terdiri dari :
a. 15 (lima belas) unit kios yang terletak di JI. KH. Syafei
Purwokerto, sebagaimana tersebut dalam posita angka 1.5
huruf c;
b. Bangunan Taman Hiburan Rakyat dan pertokoan tiga lantai
Sebesar Rp. 18.983.646.284,- ( delapan belas milyar sembilan
ratus delapan puluh tiga juts enam ratus empat puluh enam
ribu dua ratus delapan puluh empat rupiah);
Total kerugian Penggugat sebagai nilai wajar penggantian
adalah sebesar Rp.3.279.135.616,- + Rp.2.148.101.123,- +
Rp.18.983.646.284,- = Rp.24.410.883.023,- ( dua puluh empat
milyar empat ratus sepuluh juts delapan ratus, delapan puluh figa,
ribu dua puluh tiga rupiah);
1.13 Bahwa Penggugat juga, mengalami kerugian meteriil yaitu kerugian yang
dialami dalam hal ini t ot al kerugian Penggugat sebagai nila i
wajar penggant ian sebagaimana tersebut dalam posita, angka. 13,
dengan adanya, gugatan ini maka, Penggugat mengalami Opportunity
78
Loss sebesar 6 % per tahun x Rp.24.410.883.023,- = Rp.
1.464.652.981,38,- (satu milyar empat ratus enam puluh empat juts
enam ratus lima puluh dua ribu sembilan ratus delapan puluh saturupiah
tiga puluh delapan sen) setiap tahun terhitung tahun 2007 sampai
dengan Tergugat melaksanakan isi putusan ini;
1.14 Bahwa Penggugat juga mengalami kerugian immaterial yaitu nama baik
Penggugat sebagai badan hukum Perseroan Terbatas yang ternama di
Wilayah Kota Purwokerto menjadi tercemar karena, dianggap oleh
Public
Penggugat
tidak
mau
melaksanakan
perjanjian
untuk
membangun Obyek Sengketa, yaitu sebesar Rp.20.000.000.000,- (dua
puluh milyar rupiah);
1.15 Bahwa Tergugat
juga harus dihukum untuk
meneruskan
perjanjian yang belum terlaksanan sebagaimana, dalam posita. angka 1
di atas dengan ketentuan yaitu :
a. Tergugat berkewajiban untuk mengosongkan seketika, dan tanpa
syarat obyek sengketa. dari Para Pedagang Kaki Lima ( PKL ) ;
b. Tergugat berkewajiban untuk memberikan kepada. Penggugat atas hak
pengelolaan di atas Obyek Sengketa, yang belum dilaksanakan
sebagaimana tersebut dalam posita, angka 1 di atas selama 30 (tiga
puluh) tahun;
1.16 Bahwa oleh karena gugatan ini didasarkan pada bukti-bukti yang
otentik maka, Penggugat mohon agar putusan ini dapat dilaksanakan
terlebih dahulu (Uitvoerbaar bij Voorraad ) walaupun ada upaya hukum
79
banding, kasasi, perlawanan ( verzet ) maupun upaya hukum lainnya;
1.17 Bahwa untuk menjamin agar Tergugat melaksanakan isi putusan ini,
maka kami mohon agar Tergugat dihukum untuk membayar uang paksa.
( dwangsom ) kepada. Penggugat sebesar Rp. 100.000.000,- ( seratus juts
rupiah ) setiap hari terhitung sejak putusan ini mempunyai kekuatan
hukum tetap ( in kracht van gewijsde verklaaring ) sampai dengan
Tergugat melaksanakan isi putusan ini;
3. Petitum
Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut diatas maka. Penggugat mohon
kepada Ketua Pengadilan Negeri Purwokerto untuk menerima, memeriksa
gugatan ini, selanjutnya memberikan putusan sebagai berikut :
3.1 Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
3.2 Menyatakan hukumnya bahwa per janjian mendirikan bangunan yang
dituangkan dalam Surat Per anjian tanggal 7 Maret 1986 adalah Sah;
3.3 Menyatakan hukumnya bahwa Tergugat memberi ijin kepada Penggugat
atas biaya Penggugat untuk mendirikan bangunan di atas tanah milik
Tergugat seluas 20.637 m2 ( dua puluh ribu enam ratus tiga puluh tujuh
meter persegi ) yang terletak di belakang berlokasi di komplek pertokoan
Kebondalem di Kelurahan. Purwokerto Lor, Kecamatan Purwokerto
Timur, Kabupaten Banyumas yang terdiri dari :
3.3.1 Taman Hiburan Rakyat dengan luas 9.105 m2 ( sembilan ribu
seratus lima meter persegi ) yang terdiri dari :
a. Permainan anak-anak disesuaikan dengan kebutuhan
80
b. Permainan ketangkasan
c. Panggung Hiburan ;
3.3.2 Prasarana Jalan Lingkungan, Penerangan, Penghijauan dan
Temnpat Parkir kendaraan dengan luas 7.266 m2 ( tujuh ribu
dua ratus enam puluh enam meter persegi);
3.3.3Pertokoan berikut rumah tinggal bertingkat, Supermarket
bertingkat dengan luas 4.266 m2 ( empat ribu dua ratus enam
puluh enam meter persegi), dengan batas-batas sebagai berikut
Sebelah Utara. : Jalan Jend. Gatot Subroto
Sebelah Banat : Jalan K.H. Syafei;
Sebelah Selatan : Jalan K.H. Syafei;
Sebelah Timur : Jalan Letjend. Suprapto, selanjutnya disebut obyek
sengketa;
3.4 Menyatakan hukumnya bahwa Penggugat memperoleh hak pengelolaan
dari Tergugat untuk mengelola bangunan-bangunan tersebut yaitu :
a. Taman Hiburan Rakyat selama, 20 (dua puluh) tahun ;
b. Pertokoan, Toko, berikut rumah tinggal bertingkat dan
Supermarket bertingkat selama 30 ( tiga puluh) tahun ;
c. Perkiosan selama, 15 ( lima belas tahun) ;
3.5 Menyatakan
hukumnya
bahwa
Penggugat
telah
melaksanakan
kewajibannya yaitu :
a. Penggugat telah membangun 2 (dua) unit Sekolah Dasar yang terletak
di
Jl. Jatiwinangun Gang Sadewo No. 1 Purwokerto, sekarang
81
menjadi Sekolah Dasar Al-Irsyad 02 ;
b. Penggugat telah membangun 1 (satu) unit Kantor Perwakilan
Pendidikan dan Kebudayaan yang terletak di A Dr. Suparno No. 17
Purwokerto, sekarang menjadi Kantor Dinas Pendidikan Unit
Purwokerto Timur Pemerint ah Kabupaten Banyumas;
c. Penggugat telah membangun 15 (lima belas) unit kios yang
terletak di JI. KH. Syafei Purwokerto ;
3.6 Menyatakan hukumnya bahwa Tergugat telah melakukan perbuatan
melawan
hukum
(onrechtmatigedaad)
dan
cidera
janji
(Wanprestasi) yang sangat merugikan Penggugat ;
3.7 Menghukum Tergugat untuk membayar kerugian materiil kepada,
penggugat sebesar Rp. 24.410.883.023,- ( dua puluh empat milyar
empat ratus sepuluh juta delapan ratus delapan puluh tiga ribu dua puluh
tiga, rupiah) dengan perincian sebagai berikut :
a. 2 (dua) unit Sekolah Dasar yang terletak di Jl. Jatiwinangun Gang
Sadewo No. 1 Purwokerto, sekarang menjadi Sekolah Dasar AlIrsyad 02 sebagaimana tersebut dalam positas angka 5 huruf a
sebesar Rp.3.279.135.616,- ( tiga milyar dua, ratus tujuh puluh
sembilan juta seratus tiga puluh lima ribu enam ratus enam
belas rupiah);
b. 1 (satu) unit Kantor Perwakilan Pendidikan dan Kebudayaan yang
teiletak di R. Dr. Suparno No. 17 Purwokerto, sekarang menjadi
Kantor Dinas Pendidikan Unit Pendidikan Kecamatan Purwokerto,
82
Timur Pemerintah Kabupaten Banyumas sebagaimana tersebut
dalam posita, angka 5 huruf b sebesar Rp.2.148.101.123,- (dua
milyar seratus empat puluh delapan juta, seratus satu ribu seratus
dua, puluh tiga rupiah);
c. Bangunan komplek Kebondalem yang terdiri dari, 15 (lima belas)
unit kios yang terletak di Jl. KH. Syafei, Purwokerto
sebagaimana tersebut dalam posita, angka 5 huruf c, - Bangunan
Taman Hiburan Rakyat dan pertokoan tiga lantai sebesar Rp.
18.983.646.284,- ( delapan betas milyar sembilan ratus delapan, puluh
tiga juts enam ratus empat puluh enam ribu dua ratus delapan
puluh empat rupiah);
3.8 Menghukum Tergugat untuk membayar kerugian bunga. ( Opportunity
Loss ) sebesar 6 % per tahun. x Rp.24.410.883.023,- = Rp.
1.464.652.981,3 8,- ( satu milyar empat ratus enam puluh empat juta,
enam ratus litna puluh dua ribu sembilan ratus delapan puluh satu
rupiah tiga puluh delapan sen ) terhitung sejak tahun 2007 sampai dengan
Tergugat melaksanakan isi putusan ini;
3.9 Menyatakan hukumnya, bahwa. Penggugat jugs mengalami kerugian
immaterial yaitu nama baik Penggugat sebagai badan hukum
Perseroan Terbatas yang ternama di Wilayah Kota Purwokerto
menjadi tercemar karena dianggap, oleh Public Penggugat tidak mau
melaksanakan per anjian untuk membangun, obyek sengketa, yaitu.
sebesar Rp.20.000.000.000,- ( dua puluh milyar rupiah);
83
3.10 Menghukum Tergugat untuk membayar kerugian immaterial kepada
Penggugat yaitu sebesar Rp.20.000.000.000,- ( dua puluh milyar rupiah);
3.11Menghukum Tergugat untuk meneruskan pelaksanaan perjanjian
sebagaimana dalam posita angka. 1 di atas dengan ketentuan yaitu. :
a. Tergugat berkewajiban untuk mengosongkan obyek sengketa. dari
Para Pedagang Kaki Lima ( PKL );
b. Tergugat berkewajiban untuk memberikan kepada. Penggugat atas hak
pengelolaan di atas Obyek Sengketa yang belum dilaksanakan
sebagaimana, tersebut dalam posita angka. 1 di atas selama 30 (tiga
puluh) tahun;
3.12 Menyatakan hukumnya bahwa oleh karena gugatan ini didasarkan
pada bukti-bukti yang otentik maka, Penggugat mohon agar
putusan ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu ( Uitvoerbaar bij
Voorraad ) walaupun ada upaya, hukum banding, kasasi, perlawanan (
verzet ) maupun upaya hukum lainnya;
3.13 Menghukum Tergugat untuk membayar uang paksa ( Dwangsom )
kepada Penggugat sebesar Rp. 100.000.000,- ( seratus juta rupiah)
setiap hari terhitrung sejak putusan ini mempunyai kekuatan hukum
tetap ( in kracht van gewijsde verklaaring ) sampai dengan Tergugat
melaksanakan isi putusan ini;
3.14 Menghukum Tergugat untuk membayar segala biaya yang timbul dalam
perkara ini; atau
Apabila Pengadilan berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya.
84
4. Jawaban tergugat
4.1. Dalam Eksepsi
4.1.1 Eksepsi Absolut
Pengadilan Negeri Purwokerto tidak berwenang memeriksa
dan mengadili dalam perkara ini, karena dalam posita gugat
angka 10 huruf a disebutkan bahwa perbuatan T e r g u g a t ya n g
d ia ng g a p
t e la h
me lakuka n
p e r bu a t a n
me lawa n
hu k u m (Onrechtmatigadaad) adalah perbuatan Tergugat yang
menjadikan obyek sengketa sebagai lokasi penempatan Pedagang
Kaki Lima adalah dalam kapasitasnya sebagai Organ dalam
Badan Hukum Publik (Penguasa/Pemerintah) yang melakukan
tindakan hukum administrasi pemerintah (Beschikking) yang
dianggap perbuatan Tergugat tersebut telah merugikan Penggugat
Oleh karena obyek gugatan merupakan perbuatan hukum
Tergugat dalam Wilayah Hukum Administrasi Negara, maka
yang berwenang untuk memeriksa dan mengadili dalam perkara
ini adalah Peradilan Tata Usaha Negara Semarang;
4.1.2 Eksepsi Relatip
Surat
Gugatan
Penggugat
t idak
memenuhi
syarat
subst ansial suatu gugatan sebagaimana diatur dalam Pasal 8
RV, yaitu :---------------------------------------------------------------a.
Dalam posita gugat angka 2.10 huruf a disebutkan
bahwa gugatan Penggugat didasarkan pada perbuatan
melawan hukum (Onrechtmatigadaad) dan perbuatan
85
cidera janji (Wanprestasi) yang dianggap sangat merugikan
Penggugat. Namur demikian, gugatan Penggugat pada
intinya adalah didasarkan pada perjanjian kerjasama
pengelolaan pertokoan kompleks Kebondalem antara
Penggugat dan Tergugat, sehingga mestinya gugatan harus
didasarkan pada wanprestasi bukan didasarkan pada
perbuatan melawan hukum ( Onrechtmatigadaad );
b.
Dalam posita gugat angka 2.10, Penggugat menyatakan
bahwa perbuatan Tergugat pada posita angka 2.8 dan 2.9
dianggap sebagai perbuatan melawan hukum, namun
Penggugat
tidak
menyebutkan
atau
menguraikan
kualifikasi perbuatan Tergugat yang dianggap telah
melakukan perbuatan melawan hukum, yaitu apakah
melanggar hak subyektif orang lain, melanggar UndangUndang, bertindak sewenang-wenang, lalai mengontrol
peker jaan bawahan, atau melanggar ketentuan apa yang
oleh Penggugat tidak dijelaskan secara rinci;
c.
Bahwa gugatan Penggugat didasarkan pada perbuatan
melawan hukum, namun Penggugat sebelumnya tidak
pemah memberikan teguran (somasi) kepada Tergugat,
sehingga gugatan Penggugat tersebut belum waktunya untuk
diajukan ;
86
d.
Bahwa gugatan Penggugat dibuat secara tidak cermat,
karena gugatan Penggugat salah satunya didasarkan pada
perbuatan melawan hukum (Onrechtmatige Daad). Gugatan
dengan dasar perbuatan melawan hukum (Onrechtinatige
Daad) hanya dapat diajukan kepada subyek hukum orang
pribadi, bukan diajukan untuk Badan Hukum Publik
(Pemerintah). Mestinya karena yang digugat adalah
Pemerintah Daerah, maka gugatan harus didasarkan pada
perbuatan melawan hukum oleh Penguasa (Onrechtmatige
Overheids Daad);
e.
Bahwa karena gugatan Penggugat disamping didasarkan
pada
adanya
wanprestasi,
juga
didasarkan
pada
perbuatan melawan hukum, maka mestinya gugatan
Penggugat juga harus ditujukan kepada Para Pedagang
Kaki Lima di Pertokoan Kompleks Kebondalem Purwokerto
yang menempati sebagian obyek sengketa;
f.
Bahwa gugatan Penggugat tidak lengkap, karena
perjanjian yang dicantumkan dalam gugatannya adalah
hanya perjanjian kerja sama pengelolaan pertokoan
kompleks Kebondalem Purwokerto yang ditanda tangani
tanggal 7 Maret 1986, sedangkan perjanjian tahun 1986
tersebut
telah
diubah
dengan
perjanjian
kerjasama
pengelolaan pertokoan kompleks Kebondalem Purwokerto
87
yang ditanda tangani tanggal 21 Maret 1988, dimana dalam
ketentuan pasal 13 ayat (1) dan ayat (2) menyebutkan
bahwa:
(1) Perjanjian
ini
merupakan
bagian
yang
tak
terpisahkan dengan perjanjian tanggaal 7 Maret
1986;
(2) Dengan berlakunya perjanjian ini, maka untuk surat
perjanjian tanggal 7 Maret 1986 antara PIHAK
KESATU dan PIHAK KEDUA pada pasal 6 ayat (1)
huruf a, pasal 9 dan pasal 11 ayat (2) dinyatakan tidak
berlaku . Karena gugatan Penggugat disamping
didasarkan pada perbuatan melawan bukum, juga
didasarkan
pada
wanprestasi
dari
pelaksanaan
perjanjian tersebut diatas, maka perjanjian tertanggal
21 Maret 1988 harus juga dicantumkan dalam gugatan,
karena merupakan perjanjian yang tidak terpisahkan
dari perjanjian tertanggal 7 Maret 1986. Dengan
tidak dicantumkannya perjanjian tertanggal 21 Maret
1988 dalam gugatannya, maka surat gugatan tersebut
tidak lengkap ;
Bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas, maka. Tergugat mohon
dengan hormat kepada Majelis Hakim berkenan untuk
a.
Menerima. Eksepsi Tergugat ;
88
b.
Memutus dan menyatakan hukumnya, bahwa surat gugatan
Penggugat tidak jelas, sangat kabur, tidak lengkap, tidak cermat,
dan / atau premature, sehingga, gugatan yang demikian itu tidak
sempuma. dan tidak memenuhi syarat substansial suatu gugatan,
sehinga harus dinyatakan tidak diterima;
c.
Menghukurn Penggugat untuk membayar biaya perkara ini
4.2 Dalam Pokok Perkara
4.2.1 Bahwa. Tergugat mohon agar uraian dalam eksepsi sepanjang
diperlukan dianggap termuat kembali pada pokok perkara;
4.2.2 Bahwa. Tergugat menolak seluruh dalil gugatan Penggugat, kecuali
yang diakui secara tegas;
4.2.3 Bahwa Tergugat menolak dalil Penggugat pada posita gugat angka 2.1,
karena perjanjian yang ditanda tangani tanggal 7 Maret 1986
adalah bukan perjanjian mendirikan bangunan, tetapi perjanjian
kerjasama pengelolaan pertokoan kompleks Kebondalem Purwokerto
dalam bentuk Bangun Serah Kelola, yaitu pejanjian kerjasama
antara Tergugat dan Penggugat, dimana. Tergugat menyediakan tanah,
sedangkan Penggugat atas biaya sendiri membangun fisik bangunan
pertokoan di atas tanah milik / dikuasai oleh Tergugat, setelah
bangunan selesai dikarenakan, kepemilikan atas bangunan tersebut
diserahkan kepada Tergugat, dan sebagai kompensasi atas telah
dibangunnya pertokoan atas biaya sendiri oleh Penggugat,
kepada penggugat diberikan hak pengelolaan atas bangunan
89
tersebut selama waktu yang telah diatur dalam perjanjian. Bahwa
disamping itu perajanjian yang ditanda tangani tanggal 7 Maret
1986 telah diubah dengan perjanjian yang ditanda tangani tanggal 21
Maret 1988, sehingga apabila. Penggugat hanya mencantumkan
pejanjian tertanggal 7 Maret 1986 adalah tidak benar. Oleh karena
itu dalil Penggugat pada posita angka 2.1 harus ditolak ;
4.2.4 Bahwa Tergugat menolak dengan tegas dalil Penggugat dalam
posita gugat angka 2.2, karena obyek sengketa yang diatur dalam
perjanjian kerjasama yang ditanda tangani tanggal 7 Maret 1986
seluas 20.637 m2 (dua puluh ribu enam ratus tiga puluh tujuh meter
persegi) dengan rincian :
(1) Taman Hiburan Rakyat dengan luas 9.105 m2 (sembilan ribu
seratus lima meter persegi) yang terdiri dari : Permainan anakanak disesuaikan dengan kebutuhan, Permainan Ketangkasan,
Panggung Hiburan ;
(2) Prasarana Jalan Lingkungan, Penerangan, Penghijauan dan
Tempat Parkir Kendaraan dengan luas 7.266 m2 ( tujuh ribu dua
ratus enam puluh enam meter persaegi);
(3) Pertokoan berikut Rumah Tinggal bertingkat, Supermarket
bertingkat dengan luas 4.266 m2 (empat ribu dua ratus enam
puluh enam meter persegi);
Telah diubah dengan perjanjian tertanggal 21 Maret 1988.
Perubahan tersebut menyangkut luas tanah untuk pembangunan
90
Taman Hiburan Rakyat di atas tanah milik / dikuasai Tergugat yang
tadinya seluas 9.105 m2 ( sembilan ribu seratus lima meter persegi )
dengan rincian :
a. Bangunan Taman Hiburan Rakyat dan Prasarana Lingkungan,
Jalan, Penghijauan, Pertamanan dan Peneranagan, seluas 7.725 m2;
b. Prasarana. Jalan Lingkungan, Penerangan, Penghijauan dan
Tempat Parkir Kendaraan, seluas 7.266 m2;
c. Pertokoan, Toko berikut Rumah Tinggal bertingkat, Supermarket
bertingkat, seluas 4.266 m2, Jumlah seluas 19.257 m2
Disamping itu Tergugat menolak dengan tegas dalil Penggugat pada
posita gugat angka 2.1 yang menyebutkan mengenai batas-batas
obyek sengketa, karena batas-batas obyek sengketa sebagaimana
dimaksud dalam perjanjian tertanggal 7 Maret 1986 adalah
sebagai berikut :
Sebelah Utara
:Bangunan
Ruko
milik
Pemerintah
Daerah
Kabupaten Banyumas;
Sebelah Barat
: Jl. K.H. Syafei ;
Sebelah Selatan : Jl. K.H. Syafei ;
Sebelah Timur
: Bangunan Ruko milik Pemerintah Daerah
Kabupaten Banyumas ;
4.2.5 Bahwa Tergugat menolak dengan tegas dalil Penggugat pada
posita gugat angka 3, karena sesuai dengan perjanjian tertanggal 7
Maret 1986 jo perjanjian tanggal 21 Maret 1988, Penggugat
91
memperoleh hak pengelolaan dari Tergugat untuk bangunanbangunan tersebut pada jawaban Tergugat angka 4 dengan rincian
sebagai berikut :
a. Taman Hiburan Rakyat selama 30 tahun ;
b. Pertokoan, Toko berikut Rumah Tinggal bertingkat dan Supermarket
bertingkat selama. 30 tahun ;
c. Perkiosan selama, 15 tahun
4.2.6 Bahwa. Tergugat mengakui betul sebagaimana, didalilkan oleh
Penggugat pada posita, gugat angka 4 dan 5, bahwa sesuai dengan
pejanjian kerjasama pengelolaan pertokoan kompleks Kebondalem
Purwokerto tertanggal 7 Maret 1986 jo perjanjian tanggal 21 Maret
1988, Penggugat berkewajiban untuk membangun :
a.
2 (dua) unit Sekolah Dasar ;
b.
1 (satu) unit Kantor Perwakilan Pendidikan dan Kebudayaan
c.
15 (lima belas) unit Kios di Kompleks Pasar Sarimulyo
Kebondalem
Dan atas kewajiban tersebut Penggugat atas biaya sendiri untuk
kepentingan Tergugat
telah
melaksanakan
apa,
yang
menjadi
kewajibannya sebagaimana diatur di dalam perjanjian tersebut di atas;
4.2.7 Bahwa, Tergugat menolak dengan tegas dalil Penggugat pada
posita gugat angka 2.6 yang menyebutkan bahwa Penggugat
membebaskan dan mengosongkan obyek sengketa dengan biaya,
dari Penggugat, karena kenyataan yang ada, sesuai dengan perjanjian
92
tanah yang menjadi obyek sengketa tersebut, adalah milik / dikuasai
oleh Tergugat, dan dalam kaitannya dengan perjanjian kerjasama
pengelolaan pertokoan kompleks Kebundalem, pihak Penggugat tidak
membebaskan hak atas tanah tersebut di atas, tetapi hanya membongkar
bangunan kios-kios Sarimulyo dan bangunan Sekolah dasar I dan IV
serta. Kantor Perwakilan Pendidikan dan Kebudayaan Rant ing
Purwokerto Lor, yang selanjutnya setelah semua bangunan dibongkar
oleh Penggugat, Penggugat berkewajiban segera mambangun bangunan
sebagaimana
yang
telah
diatur
dalam
perjanjian
kerjasama
pengelolaan pertokoan kompleks Kebondalem tertanggal 7 Maret
1986 jo perjanjian tanggal 21 Maret 1988;
4.2.8 Bahwa. Tergugat menolak dengan tegas dalil Penggugat pada posita
gugat angka 2.7 karena sebagaimana telah didalilkan oleh Tergugat
dalam Jawaban angka 7 tersebut di atas, bahwa, Penggugat tidak pernah
melakukan pembebasan atas tanah yang diatasnya, didirikan bangunan
sebagaimana diatur dalam perjanjian kerjasama tersebut diatas.
Yang dilakukan oleh Penggugat adalah hanya membongkar bangunan
berupa.
Gedung
S eko lah
Dasar ,
Kant or
Perwakila n
P endid ikan dan Kebuda yaan Ra nt ing Purwokerto Lor dan kios
pasar Sarimulyo dan kemudian membangun bangunan sebagaimana
telah diatur dalam perjanjian kerjasama, tersebut diatas;
4.2.9 Bahwa, Tergugat menolak dengan tegas dalil Penggugat pada posita,
gugat angka 2.8, karena kebijakan Tergugat dalam menempatkan
93
Pedagang Kaki Lima adalah di atas tanah diluar dari tanah yang
menjadi obyek perjanjian kerjasama ( obyek sengketa );
4.2.10 Bahwa Tergugat menolak dengan tegas dalil Penggugat pada
posita gugat angka 2.9, karena penempatan Pedagang Kaki Lima
adalah diatas tanah milik / dikuasai oleh Tergugat dan diluar dari
obyek peranjian (obyek sengketa), sehingga Tergugat tidak ada
kewajiban hukum unt uk memindahkan Para Pedagang Kaki
Lima unt uk kepentingan Pihak Penggugat;
4.2.11 Bahwa Tergugat menolak dengan tegas dalil Penggugat pada posita
gugat angka 2.10, karena Tergugat sama sekali tidak pernah melakukan
perbuatan melawan hukum oleh Penguasa (Onrechtmatige Overheids
Daad) maupun cidera janji (Wanprestasi), karena penempatan
Pedagang Kaki Lima diatas tanah / dikuasai Tergugat adalah diluar dari
obyek perjanjian kerjasama dan sama sekali tidak melanggar
hukum,
baik
pelanggaran terhadap hak subyektif dari Pihak
Penggugat, melanggar Undang-Undang ataupun bertindak sewenangwenang;
4.2.12 Bahwa Tergugat menolak dengan tegas dalil Penggugat pada posita
gugat angka 11, karena berdasarkan fakta hukum yang ada justru
Pihak Tergugatlah melalui surat tertanggal 28 Desember 2005
Nomor Surat : 503/7384 meminta penjelasan kepada Penggugat atas
terhentinya pembangunan bangunan gedung THR yang diatur di dalam
pedanjian kerjasama pengelolaan pertokoan kompleks Kebondalem
94
tertanggal 7 Maret 1986 jo perjanjian tanggal 21 Maret 1988. atas
surat Tergugat tersebut, pihak Penggugat melalui suratnya tertanggal
14 Maret 2006 Nomor Surat : 016/GCG/111/2006 memberikan jawaban
bahwa terhentinya pembangunan gedung THR yang mangkrak tersebut
disebabkan oleh Tergugat membuat Proyek Pedagang kaki Lima di
lokasi yang menjadi obyek perjanjian kerjasama. Kemudian Pihak
Penggugat menyusuli surat tertanggal 20 Juli 2006 Nomor :
005/GCGNII/2006 perihal evaluasi pelaksanaan perjanjian yang
isinya menganggap Tergugat tidak mentaati isi perjanjian dengan tetap
membiarkan Pedagang Kaki Lima, sekaligus dilampiri hasil Audit
Keuangan terhadap pelaksanaan
perjanjian
dengan
disertai
permohonan agar Tergugat memberikan tanggapan atas hasil audit
tersebut. Atas permohonan tanggapan tersebut, Tergugat menanggapi
melalui surat tanggal 19 Agustus 2006 Nomor : 180/4950
perihal tanggapan terhadap hasil audit PT. Graha Cipta Guna yang
isinya pada intinya adalah memberikan penjelasan bahwa Tergugat
sepakat untuk membicarakan mengenai terhentinya pembangunan
gedung THR yang belum terselesaikan perlu adanya evaluasi secara
menyeluruh terhadap seluruh perjanjian yang dimaksud. Namun karena
Tergugat belum melaksanakan evaluasi / audit, maka permintaan
tanggapan terhadap hasil audit yang
telah
dilakukan
oleh
Penggugat, belum dapat ditanggapi oleh Tergugat. Tergugat akan
segera menanggapi hasil audit tersebut setelah Tergugat melakukan
95
evaluasi / audit Selanjutnya Tergugat mengajukan permohonan
kepada Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Jawa Tengah melaui surat
tanggal 4 Oktober 2006 Nomor : 511.3 / 4950 perihal mohon bantuan
evaluasi pelaksanaan perjanjian kerja sama. Pada, surat permohonan
tersebut Tergugat pada intinya mohon bantuan kepada Kepala
Perwakilan BPKP Provinsi Jawa Tengah untuk mengevaluasi
pelaksanaan perjanjian kerjasama pengelolaan tersebut, sehingga dapat
diketahui secara obyektif mengenai hak dan kewajiban masing-masing
pihak yang sudah atau belum. dilaksanakan/diterima, yang pada,
akhirnya dapat diketahui nilai wajar atas asset kemitraan dengan Pihak
Penggugat tersebut. Menanggapi surat permohonan Tergugat
tersebut pada tanggal 7 Nopember 2006 Kepala Perwakilan BPKP
Provinsi Jawa Tengah memberikan jawaban secara lisan yang
disampaikan pada acara audiensi antara Tim yang ditugaskan oleh
Tergugat dengan Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Jawa Tengah. Dari
audiensi tersebut diperoleh jawaban bahwa Perwakilan BPKP
Provinsi
Jawa
Tengah
pada
prinsipnya
siap
membantu
menyelesaaikan permasalahan pelaksanaan perjanjian, namun
harus ada kesepakatan terlebih dahulu antara Pihak Tergugat dengan
Penggugat yang menunjuk BPKP sebagai mediator. Kemudian antara
Penggugat dan Tergugat sepakat menunjuk Kepala Perwakilan BPKP
Provinsi Jawa Tengah selaku mediator me la lu i
Keput usa n
Ber sa ma a nt ar a T er gugat dengan P e nggugat t angga l 2
96
Desember
2006
Nomor
001/GCG.PO/XIII/2006
:
tentang
180
/
133.IX
Penunjukan
/
2006
Perwakilan
---
BPKP
Provinsi Jawa Tengah selaku mediator. Menindak lanjuti penunjukan
tersebut, Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Jawa Tengah pada. tanggal
5 s/d 10 Pebruari 2007 telah mengirimkan Tim untuk melakukan survey
pendahuluan. Namur sebelum hasil survey pendahuluan oleh Tim
Perwakilan BPKP Provinsi Jawa Tengah disampaikan kepada Tergugat,
pada tanggal 20 Maret 2007 Penggugat mengirimkan kembali surat
perihal konfirmasi mengenai surat perjanjian tanggal 7 Maret 1986
dan Addendum Surat Perjanjian Nomor : 89/1988 tanggal 21 Maret
1988 yang pada intinya Penggugat meminta kepada Tergugat untuk
menghormati perjanjian yang telah disepakati bersama dan Penggugat
bersedia dengan iktikad baik untuk menyelesaikan permasalahan
tersebut guna mencari solusi yang paling menguntungkan. Selanjutnya
pada, tanggal 17 April 2007 Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Jawa
Tengah mengirimkan surat kepada Tergugat melalui surat Nomor : S- I
429/PWII/5/2007
perihal
hasil
survey
pendahuluan
evaluasi
pelaksanaan perjanjian kerjasama yang isinya bahwa berdasarkan hasil
survey pendahuluan yang telah dilakukan oleh Perwakilan BPKP
Provinsi Jawa Tengah banyak sekali data yang berhubungan
dengan kerjasama antara Tergugat
dengan Penggugat sulit
diperoleh/ditemukan mengingat transaksi tersebut terjadi pada periode
1980 sampai dengan 1988, sehingga menyarankan agar masalah
97
tersebut dapat diselesaikan oleh Tergugat dan Penggugat sesuai
dengan
Peraturan
Perundang-Undangan
yang
berlaku.
Menindaklanjuti surat Kepala Perwakilan BPKP tersebut, pada tanggal
11 September 2007 Tergugat mengirimkan surat kepada Penggugat
perihal penyelesaian pelaksanaan perjanjian kerjasama Bangun
Serah Kelola Kompleks Pertokoan Kebondalem yang pada intinya
menjelaskan bahwa dari hasil survey pendahuluan yang telah
dilakukan ternyata BPKP Perwakilan Provinsi Jawa Tengah tidak
bersedia melanjutkan evaluasi, dengan alasan bahwa data yang
berhubungan dengan perjanjian tersebut sulit
diperoleh /
ditemukan, dan menyarankan agar permasalahan tersebut dapat
diselesaikan oleh Tergugat dan Penggugat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, dan pada surat tersebut
Tergugat menawarkan kepada Penggugat untuk membahas
dalam rangka merevitaslisasi bangunan THR melalui Adendum,
Perjanjian Kerjasama;
4.2.13Bahwa Tergugat menolak dengan tegas dalil Penggugat pada, posita
gugat angka 2.12, karena sebagaimana telah dijelaskan dalam jawaban
Tergugat angka 2.11 Tergugat sama sekali tidak pernah melakukan
perbuatan melawan hukum ( Onrechtmatige Overheids Daad ) dan atau
melakukan ingkar janji ( Wanprestasi ). Justru. Penggugatlah yang
sebenarnya telah melakukan wanprestasi dengan tidak menyelesaikan
pembangunan gedung Taman Hiburan Rakyat ( THR) sebagaimana
98
telah diatur di dalam perjanjian kerjasama pengelolaan pertokoan
kompleks Kebondalem Purwokerto, tertanggal 7 Maret 1986 jo
perjanjian tanggal 21 Maret 1988 sebagai kewajiban yang harus
dilaksanakan oleh Pihak Penggugat. Mengenai dalil Penggugat bahwa,
Penggugat mengalami kerugian materiil dengan hilangnya hak
pengelolaan yang menjadi hak Penggugat itu semata-mata karena,
Penggugat sendiri yang tidak menyelesaikan pembangunan gedung
THR (mangkrak), sehingga pemberian hak pengelolaan atas bangunan
tersebut oleh Tergugat kepada Penggugat belum dapat dilakukan.
Tergugat sesuai dengan isi perjanjian, baru akan memberikan atau
menyerahkan hak pengelolaan atas, bangunan gedung THR
tersebut apabila, Penggugat telah menyelesaikan kewajibannya
dengan menyelesaikan pembangunan gedung THR yang sampai
sekarang
be lu m
t er selesaikan
( mang kr ak).
Mengenai
t unt ut an gant i r ugi sebesar Rp.24.410.883.023,- ( dua puluh
empat milyar empat ratus sepuluh juta delapan ratus delapan puluh tiga
ribu dua puluh tiga rupiah) dengan rincian :
a. Penggantian terhadap 2 (dua) unit Sekolah Dasar yang terletak di JI.
Jatiwinangun No. 1 Purwokerto sebesar Rp.3.279.135.616,- ( tiga
milyar dua ratus tujuh puluh Sembilan juta seratus tiga puluh lima
ribu enam ratus enam belas rupiah);
b. Penggantian terhadap, 1 (satu) Kantor Perwakilan Pendidikan dan
Kebudayaan yang terletak di Jl. Dr. Suparno No. 7 Purwokerto
99
sebesar Rp.2.148.101.123,- ( dua milyar seratus empat puluh
delapan juta seratus satu ribu seratus dua puluh tiga rupiah );
c. Penggantian bangunan kompleks Kebondalem yang terdiri dari :
1.
15 ( lima belas) unit loos yang terletak di JI. KH. Safei
Purwokerto;
2. Bangunan Taman Hiburan Rakyat dan Pertokoan 3 ( tiga ) lantai
sebesar Rp.18.983.646.284,- (delapan belas milyar sembilan
ratus delapan puluh tiga juta enam ratus empat puluh enam ribu
dua ratus delapan puluh empat rupiah) ;
Adalah tidak berdasarkan pada hukum, karena :
1. 2 (dua) unit Sekolah Dasar yang terletak di Jalan Jatiwinangun yang
menurut Penggugat senilai Rp.3.279.135.616,- ( tiga milyar dua
ratus tujuh puluh sembilan juta seratus tiga puluh lima ribu
enam ratus enam belas rupiah ) tersebut diatas adalah merupakan
kewajiban dari Pihak Penggugat yang telah diatur dalam perjanjian,
sedangkan Tergugat atas pemenuhan kewajiban yang telah dilakukan
oleh Penggugat tersebut, Tergugat telah memberikan hak pengelolaan
atas bangunan berupa : Toko Type A 11 (sebelas) unit, untuk waktu
30 tahun, Toko Type B 9 (Sembilan) unit, untuk waktu 30 tahun,
Toko Type C 8 (delapan) unit, untuk waktu 30 tahun, Ruko Type D 12
( dua belas) unit, untuk waktu 30 tahun, - Ruko Type E 8 ( delapan)
unit, untuk waktu 30 tahun, Supermarket bertingkat 1 (satu) unit,
untuk waktu 30 tahun.
2. Bangunan Taman Hiburan Rakyat dan Pertokoan 3 lantai secara utuh
100
belum terselesaikan pembangunannya. Namun ada beberapa
bangunan dalam kompleks bangunan THR yang berupa toko
yang
sudah
selesai
dikerjakan
namun
belum
diserahkan
kepemilikannya kepada Pihak Tergugat sesuai dengan isi perjanjian,
tetapi bangunan tersebut sudah dikelola dan dimanfaatkan secara
ekono mis o leh P ihak P enggugat . Sedangkan banguna n
yang belu m terselesaikan berupa bangunan berlantai 3 (tiga) sampai
sekarang masih dibiarkan terbengkelai (mangkrak). Disamping itu,
ketentuan tentang Bangunan THR dan pertokoan 3 ( tiga ) lantai
diatur dalam perjanjian tertanggal 21 Maret 1988 yang oleh
Penggugat justru perjanjiannya tidak disebutkan dalam posita
gugatan;
3. Untuk 15 (lima belas) unit kios yang terletak di Jalan KH. Syafei
Purwokerto, kepada Pihak Penggugat telah diberikan hak pengelolaan
dan hak tersebut telah dikelola dan dimanfaatkan secara ekonomis
oleh Penggugat untuk waktu selama 15 tahun dari tahun 1988 sampai
dengan tahun 2003 sesuai dengan isi dari perjanjian ; Dengan
demikian, maka tuntutan ganti rugi tersebut sama sekali tidak
berdasarkan
pada
hukum,
pengelolaan
pertokoan
khususnya
kompleks
perjanjian
Kebondalem
kerjasama
Purwokerto
t ert anggal 7 Maret 1986 jo perjanjian t anggal 21 Maret 1988,
sehingga dalil Penggugat tersebut harus ditolak ;
101
4.2.14 Bahwa Tergugat menolak dengan tegas dalil Penggugat pada posita,
gugat angka 2.13, karena, sebagaimana telah dijelaskan dalam
jawaban Tergugat angka 4.2.11 dan 4.2.13, bahwa Tergugat sama
sekali tidak pernah melakukan perbuatan melawan hukum ataupun
wanprestasi yang menimbulkan kerugian bagi Pihak Penggugat,
sehingga tuntutan ganti r u g i
opportunity
loss
s e be s a r
secara
6%
m a t er i i l
per
berupa,
t a hu n
x
Rp.24.410.883.023,- = Rp.1.464.652.981,38,- (satu milyar empat
ratus enam puluh empat juta enam ratus lima puluh dua ribu sembilan
ratus delapan puluh satu rupiah tiga puluh delapan sen) adalah sama
sekali tidak berdasar pada hukum dan harus ditolak;
4.2.15 Bahwa Tergugat menolak dengan tegas dalil Penggugat pada, posita
gugat angka 2.14, karena, Tergugat sebagaimana telah dijelaskan
dalam jawabannya, angka 4.2.11, 4.2.13 dan 4.2.14 sama, sekali
tidak pernah melakukan perbuatan melawan hukum atau cidera
janji ( wanprest asi), sehingga t unt ut an gant i r ugi secar a
immat er ial se besar Rp.20.000.000.000,- ( dua puluh milyar
rupiah) adalah tidak berdasarkan pada hukum, sehingga harus
ditolak;
4.2.16 Bahwa Tergugat menolak dengan tegas dalil Penggugat pada posita
gugatan angka 2.15, karena sebagaimana telah dijelaskan dalam
jawaban Tergugat angka 9, bahwa tanah dimana di atasnya berdiri
bangunan untuk Pedagang Kaki Lima, adalah di luar tanah yang
102
menjadi obyek perjanjian atau obyek sengketa , sehingga Tergugat
tidak punya, kewajiban untuk mengosongkan seketika dan tanpa
syarat tanah yang di atasnya berdiri bangunan Pedagang Kaki Lima.
Oleh karena itu dalil Penggugat tersebut di atas harus ditolak;
4.2.17 Bahwa Tergugat menolak dengan tegas dalil Penggugat pada posita
gugat angka 16, karena sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah
Agung Nomor : 06 / 1975 tanggal 1 Desember 1975 dan dipertegas
dengan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor : 03/ 1978 tanggal 1
April 1978, maka diminta, kepada Ketua, Pengadilan Negeri agar
tidak menjatuhkan keputusan Uitvoerbaar bij Vooraad walaupun
syarat-syarat dalam pasal 180 ayat (1) HIR telah terpenuhi karena
dimungkinkan akan menimbulkan kesulitan . hanya dalam hal-hal
yang bersifat tidak dapat dihindari, keputusan demikian yang
sangat eksepsional sifatnya dapat dijatuhi. Dalam hal inipun
hendaknya diingat bahwa, putusan itu diberikan apabila ada
conservatoir beslag yang harga barang - barang yang disita tidak
mencukupi. Sedangkan terhadap obyek sengketa, sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara sebagaimana tersebut dalam jawaban Tergugat I Nomor 9,
tidak dapat disita oleh pihak manapun juga, sehingga permohonan
Penggugat harus ditolak karena sangat tidak beralasan;
4.2.18 Bahwa Tergugat menolak dengan tegas dalil Penggugat dalam posita
gugatan angka 2.17, karena pembayaran uang paksa ( dwangsom)
103
hanya bisa diajukan karena tidak dipenuhinya suatu perjanjian.
Sesuai dengan pasal 225 HIR permintaan tentang dwangsom
dapat diajukan dalam gugatan untuk melaksanakan suatu persetujuan
berdasarkan Pasal 1267 BW. Karena gugatan yang diajukan oleh
Penggugat terhadap Tergugat adalah didasarkan pada perbuatan
melawan hukum, maka permohonan dwangsom tersebut sangat
tidak berdasar hukum sehingga harus ditolak;
4.2.19 Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, maka. Tergugat mohon
dengan hormat kepada Majelis Hakim berkenan untuk :
a. Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya, atau setidaktidaknya menyatakan gugatan tidak dapat diterima;
b. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara
5. Alat-Alat Bukti
5.1. Bukti Penggugat
5.1.1 Penggugat mengajukan alat bukti surat yaitu P.1 s/d P.72;
5.1.2 Penggugat mengajukan 5 (lima) orang saksi 1.BAMBANG
LUSMONO EDY, 2.SENO HADIANTO, 3.WILIAM, 4.
JAFAR TANJUNG dan 5. TALIM HADI SUWITO;
5.2. Bukti Tergugat
5.2.1 Tergugat mengajukan alat bukti surat yaitu T.1 s/d T.46;
5.2.2 Tergugat mengajukan 5 (lima) orang saksi 1.SUCIPTO,
2.SUP ARDI, 3.S UP RIYONO, 4. Ir S UBAGIO dan 5.
Drs. LUSINO ;
104
6. Putusan Pengadilan Negeri
6.1 Pertimbangan Hukum Hakim Dalam Eksepsi absolut dan Relatif
6.1.1 Menimbang dalam jawabannya Tergugat telah mengemukakan
eksekpsi absolut dan eksepsi relatif;
6.1.2 Menimbang,
bahwa tentang eksepsi Absolut/Kompetensi.
Absolut Pengadilan Negeri telah memutus dengan Putusan Sela
tanggal 13 Desember 2007 Nomor 46/Pdt.G/2007/PN. Pwt,
Yang amar pokoknya berbunyi sebagai berikut :
-
Menyatakan Eksepsi Tergugat tidak dapat diterima;
-
Menyatakan Pengadilan Negeri Purwokerto berwenang
merneriksa dan mengadili Perkara ini;
-
Mernerintahkan kedua belah pihak untuk melanjutkan
pemeriksaan perkara ini;
-
Menangguhkan biaya perkara ini sampai putusan akhir;
6.1.3 Menimbang, bahwa tentang Eksepsi Relatip, Pengadilan Negeri
mempertimbangkan sebagai berikut ;
6.1.4 Surat gugatan Penggugat tidak me-menuhi syarat substan-sial
suatu gugatan sebagaimana diatur dalam pasal 8 RV, yaitu :
a. Dalam posita gugat angka 2.10 huruf a disebutkan bahwa
gugatan Penggugat didasarkan pada perbuatan melawan
hukum (onrechtmatigadaad) dan perbuatan cidera janji
(wanprestasi) yang dianggap sangat merugikan Penggugat.
Namun demikian gugatan Penggugat pada intinya adalah
105
didasarkan
pada
perjanjian
kerjasama
pengelolaan
pertokoan kompleks Kebondalem, antara Penggugat dan
Tergugat, sehingga- mestinya gugatan harus didasarkan pada
wanprestasi bukan didasarkan pada perbuatan melawan
hukum (onrechtmatigadaad );
b. Dalam posita gugat angka 2.10, Penggugat menyatakan
bahwa perbuatan Tergugat pada posita angka 2.8 dan 2.9
dianggap sebagai perbuatan melawan hukum, namun.
Penggugat tidak menyebutkan atau menguraikan kualifikasi
perbuatan
Tergugat
yang
dianggap
telah
melakukan
perbuatan melawan hukum, yaitu apakah melanggar hak
subyektif orang lain, melanggar Undang Undang, bertindak
sewenang-wenang, lalai mengontrol pekerjaan bawahan,
atau melanggar ketentuan apa yang oleh Penggugat
tidak dijelaskan secara rinci;
c. Bahwa gugatan Penggugat didasarkan pada perbuatan
melawan hukum, namun Penggugat sebelumnya tidak pemah
memberikan teguran ( somasi) kepada Tergugat, sehingga
gugat Penggugat tersebut belum waktunya untuk diajukan;
d. Bahwa gugatan Penggugat dibuat secara tidak cermat karena
gugatan Penggugat salah satunya didasarkan pada perbuatan
melawan hukum ( Onrechtmatigadaad ). Gugatan dengan
dasar perbuatan melawan hukum ( Onrechtmatigadaad) hanya
106
dapat ditujukan untuk badan Hukum Publik ( Pemerintah )
mestinya karena yang digugat adalah Pemerintah Daerah
maka gugatan harus didasarkan pada perbuatan melawan
hukum oleh Penguasa ( Onrechtmatige Overheids Daad ) ;
e. Bahwa karena gugatan Penggugat disamping didasarkan pada
adanya wanprestasi, juga didasarkan pada perbuatan melawan
hukum, maka mestinya gugatan Penggugat juga harus
ditujukan kepada Para Pedagang Kaki Lima di Pertokoan
komplek Kebondalem Purwokerto yang menempati sebagian
dari obyek sengketa;
f. Bahwa gugatan Penggugat tidak lengkap, karena perjanjian
yang dicantumkan dalam gugatannya adalah hanya perjanjian
keda sama pengelolaan pertokoan komplek Kebondalem
Purwokerto yang ditanda tangani tanggal 7 Maret 1986,
sedangkan perjanjian tahun 1986 tersebut telah diubah dengan
perjanjian
kerjasama
pengelolaan
pertokoan
komplek
Kebondalem Purwokerto yang ditanda tangani tanggal 21
Maret 1988, dimana dalam ketentuan pasal 13 ayat (1) dan
ayat (2) menyebutkan bahwa :
(1) Perjanjian ini merupakan bagian yang tak terpisahkan
dengan perjanjian tanggal 7 Maret 1986;
(2) Dengan berlakunya perjanjian ini, maka untuk surat
perjanjian tanggal 7 Maret 1986 antara PIHAK KESATU
107
dan PIHAK KEDUA pada pasal 6 ayat (1) huruf a, pasal 9
dan pasal 11 ayat (2) dinyatakan tidak berlaku, karena
gugatan Penggugat disamping didasarkan pada perbuatan
melawan hukum, juga didasarkan pada wanprestasi dari
pelaksanaan perjanjian tersebut
di atas, maka
perjanjian tertanggal 21 Maret 1988 harus juga
dicantumkan
perjanjian
dalam
yang
gugatan,
karena
merupakan
tidak terpisahkan dari pedanjian
tertanggal 7 Maret 1986. dengan tidak dicantumkannya
perjanjian tertanggal 21 Maret 1988 dalam gugatannya,
maka surat gugatan tersebut tidak lengkap;
6.1.5 Menimbang, bahwa atas Eksepsi Tergugat tersebut diatas,
Penggugat dalam Repliknya telah menanggapi Eksepsi Tergugat
yang pada pokoknya sebagai berikut :
a. Bahwa Penggugat menolak dengan tegas eksepsi Tergugat
huruf a dan b yang menyatakan bahwa mestinya gugatan
harus didasarkan pada wanprestasi bukan berdasarkan
pada perbuatan melawan hukum (Onrechtmatigedaad)
dan Penggugat tidak menguraikan kualifikasi perbuatan
melawan hukum Tergugat ;
b. Bahwa Penggugat menolak dengan tegas eksepsi
Relatif Tergugat huruf c yang mengatakan bahwa atas
perbuatan
melawan
hukum Tergugat
belurm pernah
108
menerima somasi dari Penggugat, bahwa pernyataan Tergugat
tersebut menunjukkan Pula bahwa Tergugat tidak memahami
mengenai somasi yaitu tuntutan hak atas perbuatan melawan
hukum tidak perlu somasi terlebih dahulu karena yang dapat
disomasi terlebih dahulu hanya terbatas atas hak karena
wanprestasi
c. Bahwa Penggugat menolak dengan tegas eksepsi Relatif
huruf d, dengan alasan. bahwa tidak ada perbedaan yang
esensial antara onreehtmatigedaad dengan onrechtmatige
overheidsdaad
karena keduanya memiliki unsur-
unsur yang sama dan tidak ada perbedaan sama
sekali.
Yang
berbeda
yang
menjadi
Pedoman
Tergagat untuk menyatakan gugatan Penggugat tidak
cermat
hanyalah
adanya
perbedaan
istilah
Onrechtmatigedaad adalah perbuatan melawan hukum,
sedangkan onrechtmatige overheidsdaad adalah perbuatan
melawan hukum yang khusus dimana yang menjadi pihak
Tergugat adalah Pejabat Publik (Penguasa) ;
d. Bahwa, Penggugat menolak dengan tegas eksepsi
relatif Tergugat huruf e yang menyatakan bahwa Para
Pedagang Kaki Lima yang menempati sebagian obyek
sengketa harus digugat. Bahwa dari eksepsi Tergugat,
jelas sekali terlihat bahwa Tergugat bermaksud menolak
109
gugatan Penggugat dengan cara berlindung di balik Para
pedagang Kaki Lima padahal, Para Pedagang Kaki Lima
tidak memiliki kualifikasi Legal Persona Standi In Judicio;
e. Bahwa Penggugat menolak dengan tegas eksepsirelatif Tergugat huruf f yang menyatakan bahwa
gugatan Penggugat tidak lengkap karena perjanjian
telahdiubah dengan perjanjian Nomor - 89/1988 tanggal
21 Maret. 1988, bahwa memang ada perjanjian selain
yang
dijadikan
dasar
gugatan
Penggugat
yaitu
Addendum Surat Perjanjian No mor 89/1988 tanggal
21
maret
1988,
akan
tetapi
dengan
t idak
dimasukkannya perjanjian tersebut ke dalam gugatan tidak
menjadikan gugatan tidak lengkap;
6.1.6 Menimbang, bahwa setelah Majelis meneliti, mencermati dan
menelaah Eksepsi relatif Tergugat dan tanggapan Eksepsi
tersebut dalam Replik Penggugat berkesimpulan bahwa
Eksepsi tersebut telah memasuki materi perkara yaitu
perjanjian tanggal 7 Maret 1986 sehingga perlu pembuktian
dengan alat-alat bukti di persidangan
6.1.7 Menimbang, bahwa oleh karena Eksepsi Relatip Tergugat
memasuki materi perkara dan perlu pembuktian sehingga cukup
beralasan menurut hukum eksepsi Tergugat harus dinyatakan
tidak dapat diterima ;
110
Dalam Pokok Perkara
6.1.8 Menimbang, bahwa segala apa yang telah terurai dalam
pertimbangan eksepsi harus termasuk dan merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dalam pertimbangan dalam pokok
perkara;
6.1.9 Menimbang, bahwa atas gugatan Penggugat, Tergugat telah
menyangkal
akan
kebenaran
dalil
gugatan
Penggugat
sehingga dengan demikian Penggugat dibebani dan wajib
membuktikan kebenaran dalil gugatannya;
6.1.10
Menimbang, bahwa Penggugat untuk menguatkan dalil
gugatannya telah mengajukan bukti surat berupa foto copy
bermeterai cukup diberi tanda P.1 sampai dengan P. 72. dan
mengajukan saksi-saksi di bawah su mpah masing masing bernama : 1. BAMBANG LUSMONO EDY, 2.
SENO HADIANTO, 3. WILIAM, 4. JAFAR TANJUNG
dan 5. TALIM HADI SUWITO, sedangkan Tergugat untuk
menguatkan dalil sangkalannya telah mengajukan bukti surat
berupa foto copy bermeterai cukup diberi tanda T.1 sampai
dengan T.46 serta mengajukan saksi-saksi dibawah sumpah
masing-masing ber nama : 1. S UCI PTO, 2.S UP ARDI, 3.
SUP RIYONO, 4. Ir SUBAGIO dan 5. Drs. LUSINO ;
6.1.11
Menimbang, bahwa Penggugat dalam gugatannya pada
pokoknya :
111
a. Bahwa antara Penggugat dengan Tergugat telah
sepakat mengadakan Perjanjian mendirikan bangunan
yang dituangkan dalam Surat Perjanjian tanggal 7 Maret
1986 (bukti P-1 = buktri T- I);
b. Bahwa dalam isi Per anjian P-1 = T-1 telah diatur
dimana Tergugat memberi ijin kepada Penggugat atas
biaya Penggugat untuk mendirikan bangunan di atas
tanahlmilik Tergugat seluas 20.637 m2 yang terletak di
komplek
pertokoan
Kebondalem
di
Kelurahan
Purwokerto Lor, Kecamatan Purwokerto Timor, Kabupaten
Banyumas yang terdiri dari : Taman
Hiburan
Rakyat
dengan luas 9.105 m2, Prasarana Jalan Lingkungan,
Penerangan, Penghijauan dan Tempat Parkin Kendaraan
dengan luas 7.266 m2, Pertokoan berikut Rumah Tinggal
bertingkat, Supermarket bertingkat dengan luas 4.266 m2;
c. Bahwa Penggugat memperoleh hak pengelolaan dari
Tergugat untuk mengelola bangunan-bangunan tersebut
yaitu : Taman Hiburan Rakyat selama 20 (dua pulub) lahun,
Pertokoan, Toko berikut Rumah Tinggal bertingkat dan
Supermarket bertingkat selama 30 (tiga puluh) tahun,
Perkiosan selama 15 (lirna belas) tahun;
d. Bahwa pembangunan belum selesai Tergugat melakukan
menempatkan Pedagang Kaki Lima dilokasi di atas tanah
112
yang akan didirikan bangunan oleb Penggugat;
e. Bahwa Tergugat tidak menyediakan tanah seluas 20.637 m2
sehingga
obyek
sengketa
kurang
dari
luas
yang
diperjanjikan;
6.1.12
Menimbang, bahwa Tergugat telah menyangkal karena
Surat perjanjiann tanggal 7 Maret 1986 telah diubah dengan
perjanjian yang ditanda tangani tanggal 21 Maret 1988 ( bukti
T-2 ) sehingga terjadi perubahan yaitu untuk pembangunan
Taman Hiburan Rakyat di atas tanah milik / dikuasai Tergugat
yang tadinya 9.105 m2 kemudian diubah menjadi 7.725 m2 jadi
luas keseluruhan. obyek sengketa adalah 19.257 m2;
6.1.13
Menimbang, bahwa yang menjadi
Pangkal dari pokok
persoalan ini adalah pihak Penggugat berpendirian Surat
perjanjian tanggal 7 Maret 1986 ( P-1 ) sedangkan Tergugat
berpendirian Perjanjian tanggal 7 Maret 1986 telah
diubah dengan Surat perjanjian Nomor : 89/1988 tanggal 2l
Maret 1988 ( bukti T-2);
6.1.14
Menimbang, bahwa Majelis perlu mempertimbangkan
terlebih dahulu tentang Surat Perjanjian tanggal 7 Maret
1986 ( bukti P-1 = T-1 ) dan Surat Perjanjian tanggal 21
Maret 1988 ( bukti T-2 ), apakah telah meemenuhi syaratnya
suatu perjanjian sebagaimana ketentuan Pasal 1320 BW;
6.1.15
Menimbang, bahwa bunyi Pasal 1320 BW yaitu untuk
113
sahnya suatu, perjanjian diperlukan empat syarat :
1. Sepakat-mereka yang mengikatkan dirinya,;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. Sesuatu hal tertentu;
4. Suatu sebab yang halal
6.1.16
Menimbang,
bahwa
berpedoman
ketentuan
tersebut
perjanjian antara Penggugat dengan Tergugat tertanggal 7
Maret 1986 ( bukti P-1 = bukti T-1 ) menurut Majelis telah
memenuhi syarat Perjanjian sebingga Majelis berpendapat
bahwa surat perjanjian tanggal 7 Maret 1986 yang ditanda
tangani oleh Penggugat dengan Tergugat tidak mengandung
cacat hukum sehingga menurut hukum harus dinyatakan sah;
6.1.17
Menimbang, bahwa sekarang Majelis mempertimbangkan
Surat Perjanjian Nomor : 89/1988 tanggal 21 Maret 1988 apakah
sah menurut Hukum ?
6.1.18
Menimbang, bahwa setelah Majelis mencermati dan
memeriksa dengan seksama ternyata Surat Perjanjian tanggal 7
Maret 1986 ( bukti P-1 = bukti T-1) dalam pasai I berbunyi :
Pihak Kesatu memberikan ijin .kepada Pihak Kedua dan karena
itu pihak Kedua memperoleh ijin dari Pihak Kesatu atas biaya
Pihak Ke-dua untuk membangun di atas tanah milik Pihak
Kesatu seluas 20.637 m2 terletak di belakang Komplek
Pertokoan Kebondalem Kelurahan Purwokerto Lor, Kecamatan
114
Purwokerto Timur, sebagaimana garnbar terlampir, yaitu terdiri
dari :
(1) Taman. Hiburan Rakyat luas 9.105 m2 yang terdiri dari :
a. Permainan anak-anak sesuai dengan kebutuhan
b. Permainan Ketangkasan;
c. Panggung hiburan;
(2) Prasarana jalan lingkungan, penerangan, penghijauan dan
tempat parkir kendaraan dengan luas 7.266 m2
(3) Pertokoan, Toko berikut rumah tinggal bertingkat,
Supermarket bertingkat dengan luas 4.266 m2
6.1.19
Menimbang, bahwa Surat perjanjian tanggal 21 Maret
1988 No. 89/1998 ( T-2 ) dalam pasal I berbunyi : Pihak Kesatu
memberikan ijin kepada Pihak Kedua dan karena itu Pihak
Kedua memperoleh Ijin dan Pihak Kesatu atas biaya Pihak
Kedua untuk membangun Taman Hiburan Rakyat ( THR ) di
atas tanah milik Pihak Kesatu seluas 7.725 m2 terletak di
kompleks pertokoan Kebondalem, Kelurahan Purwokerto Lor,
Kecamatan Purwokerto Timur, sebagaimana Garmbar Denah
terlampir, yaitu terdiri dari :
(1) Bangunan Taman Hiburan Rakyat 3 (tiga) tingkat yaitu :
a. Lantai Pertarna berupa Plaza ;
b. Lantai Kedua berupa tempat permainan anak-anak,
permainan ketangkasan,elektronik, kesenian dan lain-lain;
115
c. Lantai ketiga berupa gedung serba guna yang merupakan
panggung tertutup
(2) Prasarana lingkungan jalan, penghijauan, pertamanan dan
penerangan di atas lahan dimaksud;
6.1.20
Menimbang, bahwa dalam perjanjian pokok tanggal 7 Maret
1986 dimana luas tanah milik Tergugat 20.637 m2 dengan
perincian Taman Hiburan Rakyat luas 9.105 m2 sedangkan
Surat Perjanjian tanggal 21 Maret 1988 No.89/1-988 luas Taman
Hiburan Rakyat 7.725 m2 dan perbedaan tersebut tidak dijelaskan.
Selisih luas 2.620 m2. disebabkan karena apa rusak, karena
bencana alam karena tanahnya ambles/hilang atau tanah di
gunakan untuk penempatan Para Pedagang Kaki Lima dan
sebagainya, karena tidak jelas untuk peruntukannya hal ini
menyimpang dari Rumusan Pasal 1 Perjanjian pokok tanggal 7
Maret 1986 yang mengakibatkan tidak terlaksananya proyek
secara keseluruhannya;
6.1.21
Menimbang . bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut
Surat Perjanjian tanggal 21 Maret 1988 No. 89/1988 Majelis
berpendapat mengandung unsur kekhilafan. Hal ini dapat
dicermati dalam Perjanjian Pokok tanggal 7 Maret 1986 setelah
masa 2 (dua) tahun dengan Perjanjian tanggal 21 Maret 1988
No. 89/1988 terjadi perubahan pokok / perbedaan luas, yaitu,
tanah milik Tergugat seluns 20.637 m2 dengan rincian :
116
Taman Hiburan Rakyat dengan luas 9.105 m2 (bukti P-1 = T-1)
dan Taman Hiburan Rakyat diatas tanah milik Pihak Kesatu (
Tergugat ) seluas 7.725 m2 ( bukti T-2) sehingga Penggugat
tidak dapat menyelesaikan pembangunan proyek Taman
Hiburan Rakyat tersebut;
6.1.22
Menimbang, bahwa dalam pasal 1322 BW disebutkan
kekhilafan tidak mengakibatkan batalnya suatu perjanjian
selain apabila kekhilafan itu tejadi mengenai hakikat barang
yang menjadi pokok perjanjian;
6.1.23
Menimbang,
bahwa
dari
uraian
pertimbangan-
pertimbangan tersebut, maka, petitum punt B bahwa, Per
janjian mendirikan yang dituangkan dalam Surat Perjanjian
tanggal 7 Maret 1986 adalah sah dapat dikabulkan;
6.1.24
Menimbang, bahwa oleh karena Surat Perjanjian tanggal 7
Maret 1986 dinyatakan Sah menurut Hukum maka petitum
poin C dan punt D beralasan menurut hukum dapat
dikabulkan pula;
6.1.25
Menimbang, bahwa dari hasil pemeriksaan sidang di lokasi
obyek sengketa pada hari Kamis tanggal 17 januari 2008, fakta
Hukum menunjukkan bahwa Penggugat telah melaksanakan
kewajiban :
a. Membangun 2 (dua) unit Sekolah Dasar yang terletak di Jalan
Jatiwinangun Gang Sadewo No. 1 Purwokerto sekarang
117
menjadi Sekolah Dasar Al Irsyad 02 hal ini telah dibenarkan
oleh Tergugat;
b. Membangun 1 (satu) unit Kantor Perwakilan Pendidikan dan
Kebudayaan yang terletak di Jalan Dr. Suparno No. 17
Purwokerto, sekarang Kantor Dinas Pendidikan Unit
Pendidikan Kecamatan Purwokerto Timur, Kabupaten
Basnyumas, hal ini telah dibenarkan pihak Tergugat;
c. Membangun 15 (lima belas) unit kios yang terletak di JI.
KH. Syafei Purwokerto, hal ini telah dibenarkan oleh
Tergugat;
6.1.26
Menimbang, bahwa, berdasarkan uraian pertimbangan
tersebut diatas menurut Majelis cukup beralasan menurut
hukum petitum punt E dapat dikabulkan;
6.1.27
Menimbang, bahwa terhadap petitum punt F yang
menyatakan hukumnya Tergugat telah melakukan perbuatan
melawan
hukum
(Onrechtmatigedaad)
dan
cidra
janji
(wanprestasi ) yang sangat merugikan Penggugat;
6.1.28
Menimbang, bahwa menur ut Penggugat dima na
T er gugat t elah menempatkan Para Pedagang Kaki Lima
diatas sebagian obyek sengketa, dan telah didirikan
bangunan-banngunan sebagai tempat berjualan bagi Para
Pedagang Kaki Lima (PKL), sedangkan penempatan PKL diatas
sebagian obyek sengketa, tidak pernah diperjanjikan antara
118
Penggugat dan Tergugat;
6.1.29
Menimbang, bahwa terhadap hal tersebut Tergugat
telah menyangkal karena Tergugat sama sekali t idak
pemah
melakukan
perbuatan
melawan
hukum
(Onrechtmatige Overheids Daad ) karena penempatan Pedagang
Kaki Lima di atas tanah / dikuasai Tergugat adalah diluar
obyek perjanjian kerjasama dan sama sekali tidak
melanggar
hukum,
baik
pelanggaran
terhadap
hak
Subyektif dari Pihak Penggugat melanggar Undang Undang
ataupun bertindak sewenang-wenang;
6.1.30
Menimbang, bahwa Majelis perlu mempertimbangkan
perbuatan melawan hukum dalam Hukum Privat sebagaimana
diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata ( BW ) bahwa tiap
perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada
orang
lain,
mewajibkan
orang
yang
karena
salahnya
menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut;
6.1.31
Menimbang, bahwa Penggugat mengajukan bukti Surat
berupa foto copy yang diberi tanda bukti P-2 sampai dengan P69 Nama Para Pedagang yang memiliki Surat Ijin Penempatan
(SIP) telah dibubuhi meterai secukupnya dan tidak ada aslinya,
namun Tergugat tidak keberatan dan dari keterangan saksi
Bambang Lusmono Edy menerangkan dibawah sumpah bahwa
bangunan gedung THR terhenti tahun 1987 karena ada para
119
Pedagang Kaki Lima di lokasi tersebut . demikian saksi Fajar
Tanjung dan saksi Talim Hadi Suwito dibawah sumpah
menerangkan sejak tahun 1986 sebagai Pedagang Kaki Lima di
lokasi Kebondalem dan memperoleh Surat Ijin Penempatan dan
setiap tahunnya diperpanjangnya. Sedangkan Saksi Sucipto
dibawah sumpah telah menerangkan yang membangun tempat /
lapak Pedagang Kaki Lima di lokasi Kebondalem Purwokerto
tahun 1986 sebanyak ± 30 kios, demikian pula saksi Drs. Lusino
menerangkan Pedagang Kaki Lima di lokasi Kebondalem + 30
kios, namun ada bangunan yang liar berjumalah + 60 orang;
6.1.32
Menimbang, bahwa pemeriksaan sidang di tempat lokasi
obyek sengketa, di komplek Kebondalem Purwokerto temyata
Pedagang Kaki Lima berada di tengah dan kios Para Pedagang
Kaki Lima lebih dari 60 kios. Dan teryata Tergugat
tidak dapat menunjukkan areal Pedagang Kaki Lima berada
diluar obyek sengketa;
6.1.33
Menimbang, bahwa berdasarkan hal hal yang telah
dipertimbangkan, secara nyata Tergugat menempatkan Para
Pedagang Kaki Lima tanpa persetujuan Penggugat sehingga
pembangunan THR sejak tahun 1987 tidak terselesaikan hingga
sekarang dan merugikan, Penggugat mencari solusi jalan
keluar menyelesaikan permasalahan ini sebagaimana
bukt i T-27 sampai dengan T-30 namun sampai saat ini
120
belum ada penyelesaaian yang menurut Hikmat Majelis sangat
tidak
menguntungkan
baik
Tergugatyang
mengakibatkan
hambatan investasi pembangunan daerah lebih-lebih bagi Para
Pengembang seperti Penggugat;
6.1.34
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut
diatas Majelis berpendapat
bahwa
penempatan Para,
Pedagang Kaki Lima oleh Tergugat tersebut merupakan
perbuatan melawan hukum yang merugikan orang lain dalam
hal ini Pihak Penggugat tidak dapat melaksanakan pembangunan
proyek Taman Hiburan Rakyat;
6.1.35
Menimbang,
bahwa
Penggugat
dalam
posita
menyatakan bahwa selain Tergugat melakukan perbuatan
melawan
hukum
sekaligus
melakukan
wanprestasi,
sedangkan Tergugat menyatakan sama sekali tidak pernah
melakukan perbuatan melawan hukum maupun cidra janji
(wanprestasi) karena penempatan Pedagang Kaki Lima di atas /
dikuasai
Tergugat
adalah
diluar
obyek
perjanjian
kerjasama dan sama sekali tidak melanggar hukum;
6.1.36
Menimbang, bahwa sebagaimana dalam pertimbangan-
pertimbangan di atas serta hasil sidang pemeriksaan di lokasi
obyek yang disengketakan yang dilaksanakan pada tanggal 17
Januari 2008 ternyata tempat Para Pedagang Kaki Lima berada
ditengah dan Tergugat tidak dapat menunjukkan lokasinya
121
diluar obyek perjanjian pokok tanggal 7 Maret 1986 (diluar
luas areal 20.637 m2), sedangkan Penggugat menunjukkan
bahwa pembangunan obyek Taman Hiburan Rakyat terhenti
karena adanya lokasi Para Pedagang Kaki Lima yang tadinya
hanya 30 kios sekarang sudah lebih dari 60 kios PKL;
6.1.37
Menimbang,
bahwa
dengan
ditempatkan
Para
Pedagang Kaki Lima ditempat obyek sengketa, sehingga
Tergugat tidak melakukan Prestasinya untuk menyediakan
lahan / tanah seluas 20.637 m2 tidak terpenuhi sebagaimana
termaksud dalam Pasal 1 Perjanjian Pokok tanggaal 7 Maret
1986 yang menurut Majelis Tergugat telah melakukan
Wanprestasi;
6.1.38
Menimbang,
bahwa
sebagaimana
telah
dipertimbangkan maka cukup beralasan menurut hukum
petitum F dapat dikabulkan;
6.1.39
Me n i mb a ng ba hw a t e r ha d a p p e t it u m p o int G
o l e h M a j e l i s mempertimbangkan sebagai berikut :
a. Bahwa Petitum Penggugat punt G yaitu menghukum
Tergugat untuk membayar kerugian materiil kepada
Penggugat sebesar Rp.24.410.883.023,- dengan perincian
sebagai berikut :
1. 2 (dua) unit Sekolah Dasar yang terletak di Jl.
Jatiwinangun Gang Sadewo No. 1 P ur wokert o,
122
sekar ang me njad i S eko la h Dasar Al- I r s yad 02
sebesar Rp.3.279.135.616,- ( tiga milyar dua ratus
tujuh puluh sembilan jute seratus tiga puluh lima ribu
enam ratus enam belas rupiah);
2. 1 (satu) unit Kantor Perwakilan Pendidikan dan
Kebudayaan yang terletak di JI Dr. Suparno No. 17
Purwokerto, sekarang menjadi Kantor Dinas Pendidikan
Unit
Pendidikan
Pemerintah
Kecamatan
Kabupaten
Purwokerto
Banyumas,
Timur
sebesar
Rp.2.148.101.123,- (dua, milyar seratus empat puluh
delapan juta seratus satu ribu seratus dua puluh tiga
rupiah) ;
3. Bangunan komplek Kebondalem yang terdiri dari : 15
(lima belas) unit kios yang terletak di J1. KH. Syafei,
Purwokerto, Bangunan Taman Hiburan Rakyat dan
pertokoan tiga lantai. Sebesar Rp. 18.983.646.284,- (
delapan belas milyar sembilan ratus delapan puluh tiga
juta enam ratus empat pulub, enam ribu dua ratus
delapan puluh empat rupiah );
6.1.40
Menimbang,
bahwa Tergugat
mengatakan sama
sekali t idak pernah melakukan perbuatan melawan hukum
dan atau melakukan ingkar janji, dan Penggugat mengalami
kerugian materiil dengan hilangnya hak pengelolaan yang
123
menjadi
hak
Penggugat
Penggugat
sendiri
pembangunan
gedung
itu
semata
yang
t idak
THR,
sehingga
mata
karena
menyelesaaikan
pemberian
hak
pengelolaan atas bangunan tersebut oleh Tergugat kepada
Penggugat belum dapat dilaksanakan dan Tergugat berupaya
untuk berusaha menyelesaikan sebagaimana, surat bukti diberi
tanda T-31 sampai dengan T-38 tersebut namun tidak dapat
terselesaikan;
6.1.41
Menimbang,
bahwa
Penggugat
yang
t elah
membangun proyek di Kebondalem dengan iktikad baik
telah menyelesaikan dengan baik, karena ada penempatan Para
Pedagang
Kaki Lima di komplek obyek
pembangunan
Taman
Hiburan
Rakyat
Kebondalem,
belum
dapat
diselesaaikan , hal ini terlihat dalam pemeriksaan sidang di
lokasi obyek sengketa, tanggal 17 Januari 2008 secara fakta
kalau tempat lokasi Para Pedagang Kaki Lima berada di tengah
tengah obyek sengketa demikian pula Terminal Angkutan Kota
sehingga tahun 1987 bangunan Taman Hiburan Rakyat terhenti,
yang menurut Majelis seyogyanya Pihak Tergugat merespon
dengan iktikad baik memindahkan Para Pedagang Kaki Lima
tersebut bukan untuk menambah Pedagang kaki Lima di lokasi
tersebut;
6.1.42
Menimbang, bahwa atas terhentinya bangunan Taman
124
Hiburan Rakyat dan Hak Pengelolaan Penggugat belum
terlaksana sementara Penggugat telah mengeluarkan dana
untuk membangun pertokoan dan prasarananya dengan bukti P70 dan P-75 yaitu penilaian asset bangunan dan sarana,
perlengkapannya PT. Graha Cipta Guna yang dilakukan PT
Surveyer Indonesia Perwakilan semarang (P-70) dan laporan
kompilasi PT Graha Cipta Guna, dari Akuntan Publik Kanto
Tong Frans & Darmawan dengan nilai Rp.24.410.883.023,- (P71);
6.1.43
Menimbang, bahwa meskipun Tergugat untuk menghindar
dari hal tersebut dengan mengajukan bukti T - 46 Surat
Keputusan Bupati Kepala Daerah Timgkat II Banyumas No.
911.3/352/1986 tentang pembentukan Tim Penertiban Pedagang
Kaki Lima di Kota Admistratip Purwokerto tanggal 21 Juni 1986
justru tidak efektif karena, kenyataan Para pedagang Kaki Lima
lebih banyak dari semula 30 kios menjadi lebih dari 60 kios, hal
ini menunjukkan Tergugat sebagai Bupati Banyumas tidak
menunjukkan Iktikad baik justru sebaliknya;
6.1.44
Menimbang,
bahwa
berdasarkan
pertimbangan
pertimbangan tersebut menurut Majelis cukup beralasan
menurut hukum petitum punt G harus dikabulkan;
6.1.45
Menimbang, bahwa Penggugat dalam petitum punt H yaitu
menghukum Tergugat unt uk membayar ker ugian bung a
125
( Opportunity Loss ) sebesar 6% x Rp.24.410.883.023 =
Rp.1.464.652.981,38 terhitung sejak tahun 2007 sampai
dengan Tergugat melaksanakan isi putusan ini;
6.1.46
Menimbang, bahwa oleh karena petitum punt G gugatan
dikabulkan, maka petitum point H ini cukup beralasan menurut
hukum dapat dikabulkan;
6.1.47
Menimbang, bahwa Petitum Point I dan Point J dari
Penggugat merupakan satu kesatuan dalam petitum sehingga
Majelis mempertimbangkan sebagai berikut;
6.1.48
Menimbang
bahwa
Penggugat
menuntut
kerugian
Immaterial yaitu nama baik Penggugat sebagai Badan Hukum
Perseroan Terbatas yang ternama di Wilayah Kota Purwokerto
tercemar karena dianggap oleh Publik Penggugat tidak mau
melaksanakan perajanjian untuk membangun obyek sengketa
yaitu sebesar Rp.20.000.000.000,- dan Tergugat dlhukum
untuk membayar kerugian Imatenil kepada Penggugat yaitu
sebesar Rp.20.000.000.000,6.1.49
Menimbang, bahwa Tergugat tidak membantah bahwa
Penggugat sebagai Badan Hukum Perseroan Terbatas yang
ternama di Wilayah Kota Purwokerto menjadi tercemar karena
dianggap oleh Publik Penggugat tidak melaksanakan perjanjian
untuk
membangun
obyek
sengketa
sehingga
Publik
mengetahui bahwa, Penggugat sebagai Pengusaha sukses
126
akan
tercemar
namanya
tidak
dapat
melaksanakan
kewajibannya;
6.1.50
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut
maka petitum-punt I dan J hanya dapat mengabulkan sesuai
kepantasan dan pihak Tergugat lebih representative unt uk
me ndukung
t er laksananya
pr o yek
pembanguna n
dengan nila i sebesar Rp.2.000.000.000,- ;
6.1.51
Menimbang, bahwa Majelis terhadap petitum punt K
berpendapat
bahwa
untuk
pembangunan
berkesinambungan untuk meningkatkan kesejaht eraan
dan meningkatkan kegiatan Investasi di Daerah cukup
beralasan menurut hukum antara, Penggugat dan Tergugat
untuk meneruskan perjanjian pokok tanggal 7 Maret 1986 dapat
dikabulkan yaitu :
a. Tergugat
berkewajiban untuk mengosongkan obyek
sengketa dari Pedagang Kaki Lima ( PKL );
b. Tergugat
berkewajiban
untuk
memberikan
kepada
Penggugat atas hak pengelolaan di atas obyek sengketa
yang belum dilaksanakan yang lamanya sesuai dengan
per anjian pokok tanggal 7 Maret 1986 ;
6.1.52
Menimbang, bahwa terhadap petitum. punt L yang
menyatakan hukumnya putusan ini dapat dilaksanakan terlebih
dahulu ( Uitvoerbaar bij voorraad ) walaupun ada upaya
127
hukum banding, kasasi, perlawanan ( verzet ) maupun
upaya hukum lainnya Majelis mempertimbangkan bahwa
petitum
tersebut
tidak
memenuhi
syarat
untuk
menjatuhkan putusan serta, merta sehingga cukup beralasan
untuk ditolak;
6.1.53
Menimbang, bahwa petitum gugatan Penggugat punt M.
yaitu. Menghukum Tergugat untuk me mba yar ua ng pak s a
( d wang som)
ke pad a
P e ngg ugat
se bes ar
Rp.
100.000.000,- setiap hari terhitung sejak putusan ini mempunyai
kekuatan hukum tetap ( in kracht van gewijsde verklaaring )
sampai dengan Tergugat melaksanakan isi putusan ini;
6.1.54
Menimbang,
bahwa
Tergugat
menolaknya
karena
pembayaran uang paksa (dwangsom) hanya bisa diajukan karena
tidak terpenuhinya suatu perjanjian, Majelis berpendapat
sebagaimana pertimbangan-pertimbangan di atas dan untuk
menjadi perhatian Tergugat untuk meningkatkan Investasi di
Daerah sehingga Pembangunan Daerah bisa berjalan maka
cukup beralasan Tergugat dihukum untuk membayar uang paksa
hanya dikabulkan sebesar Rp.1.000.000,- per hari terhitung
putusan ini memperoleh kekuatan hukum yang tetap sampai
dengan Tergugat melaksanakan isi putusan ini;
6.1.55
Menimbang, bahwa oleh karena gugatan Penggugat
dikabulkan untuk sebagian, dan Tergugat di pihak yang kalah,
128
dihukum pula untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam
perkara ini;
6.1.56
Memperhatikan ketentuan pasal 1320 BW, Pasal 1365 BW.
Serta Peraturan Perundang Undangan yang bersangkutan.
6.2 Amar Putusan Pengadilan Negeri
6.2.1 Dalam Eksepsi
Menyatakan eksepsi Tergugat tidak dapat diterima;
6.2.2 Dalam Pokok Perkara
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan hukumnya bahwa perjanjian mendirikan bangunan
yang dituangkan dalam Surat Perjanjian tanggal 7 maret 1986
adalah sah;
3. Menyatakan hukumnya bahwa Tergugat memberi ijin kepada
Penggugat atas biaya Penggugat untuk mendirikan bangunan di
atas tanah milik Tergugat seluas 20.637 m2(dua puluh ribu enam
ratus tiga puluh tujuh meter persegi ) yang terletak di belakang
berlokasi di kompleks pertokoan Kebondalem di Kelurahan
Purwokerto Lor Kecamatan Purwokerto Timur, Kabupaten
Banyumas yang terdiri dari :
a. Taman Hiburan Rakyat dengan luas 9.105 m2 ( sembilan ribu
seratus lima meter persegi) yang terdiri dari :
(1) Permainan anak-anak disesuaikan dengan kebutuhan;
(2) Prasarana Jalan Lingkungan, Penerangan, Penghijauan dan
Tempat Parkir Kendaraan dengan luas 7.266 m2 ( tujuh ribu
dua ratus enam puluh enam, meter persegi )
129
(3) Pertokoan
berikut
rumah
tinggal
bertingkat,
Supermarket bertingkat, luas 4.266 m2 ( empat ribu dua
ratus enam puluh enam meter persegi ) dengan batas-batas
sebagai berikut :
sebelah Utara : Jalan Jend. Gatot Subroto
sebelah Barat : Jalan KH. Syafei
sebelah Selatan
: Jalan KH. Sfyafei
sebelah Timur : Jalan Let end. Suprapto
4. Menyatakan hukumnya bahwa Penggugat memperoleh hak
pengelolaan dari Tergugat untuk mengelola bangunan-bangunan
tersebut yaitu :
a. Taman Hiburan Rakyat selama 20 ( dua puluh) tahun
b. Pertokoan, Toko berikut rumah tinggal bertingkat dan
Supermarket bertingkat selama, 30 (tiga puluh) tahun ;
c. Perkiosan selama, 15 ( lima belas tahun) ;
5. Menyatakan hukumnya bahwa Penggugat telah melaksanakan
kewajibannya yaitu :
a. Penggugat telah membangun 2 (dua) unit Sekolah Dasar yang
terletak di Jl. Jatiwinangun Gang Sadewo No. 1 Purwokerto,
sekarang menjadi Sekolah Dasar Al-Irsyad 02;
b. Penggugat telah membangun 1 (satu) unit Kantor Perwakilan
Pendidikan dan Kebudayaan yang terletak di Jl. Dr. Suparno No.
17 Purwokerto, sekarang menjadi Kantor Dinas Pendidikan
Unit ,
Purwokerto
Timur
Pernerintah-
Kabupaten
Banyumas;
c. Penggugat telah membangun 15 (lima belas) unit kios yang
terletak di Jl. KH. Syafei Purwokerto;
6. Menyatakan hukumnya
bahwa Tergugat
telah melakukan
130
perbuatan melawan hukum ( onrechtmatigedaad ) dan cidera
janji ( Wanprestasi ) yang sangat merugikan Penggugat;
7. Menghukum Tergugat untuk membayar kerugian materiil kepada
Penggugat sebesar Rp. 24.410.883.023,- ( dua puluh empat milyar
empat ratus sepuluh juta delapan puluh tiga ribu dua puluh tiga
rupiah ) dengan perincian sebagai berikut :
a. 2 (dua) unit Sekolah Dasar yang terletak di Jl. Jatiwinangun
Gang Sadewo No. 1 Pur wokert o, sekar ang me njad i
S eko la h
Dasar
Al- I r syad
02
sebesa r
Rp.3.279.135.616,- (tiga milyar dua ratus tujuh puluh sembilan
juta seratus tiga puluh lima ribu enam ratus enam belas rupiah);
b. 1 (satu) unit Kantor Perwakilan Pendidikan dan Kebudayaan
yang terletak di Jl. Dr. Suparno No. 17 Purwokerto, sekarang
menjadi Kantor Dinas Pendidikan Unit Pendidikan Kecamatan
Purwokerto Timur, Pemerintah Kabupaten Banyumas sebesar
Rp.2.148.101.123,- (dua milyar seratus empat puluh delapan
juta seratus satu ribu seratus dua puluh tiga rupiah);
c. Bangunan komplek Kebondalem yang terdiri dari :
- 15 ( lima belas ) unit kios yang terletak di Jl. KH. Syafei,
Purwokerto sebagaimana tersebut dalam posita angka 2.5
huruf c ;
- Bangunan Taman Hiburan Rakyat dan pertokoan tiga lantai,
Sebesar Rp. 18.983.646.284,- ( delapan belas milyar sembilan
131
ratus delapan puluh tiga juta enam ratus, empat puluh
enam ribu dua ratus delapan puluh empat rupiah);
8. Menghukum
Tergugat
untuk
membayar
kerugian
bunga
(Opportunity Loss) sebesar 6 % per tahun x Rp.24.410.883.023,= Rp.1.464.652.981,38,- (satu milyar empat ratus enam -puluh
empat juta enam ratus lima puluh dua ribu sembilan ratus delapan
puluh satu rupiah tiga puluh delapan sen) terhitung sejak tahun
2007 sampai dengan Tergugat melaksanakan isi putusan ini;
9. Menyatakan hukumnya bahwa Penggugat juga mengalami kerugian
immaterial yaitu nama baik . Penggugat sebagai badan hukum
Perseroan Terbatas yang ternama di Wilayah Kota Purwokerto
menjadi tercemar karena dianggap oleh Publik Penggugat tidak
mau melaksanakan perjanjian untuk membangun obyek sengketa,
oleh karena itu menghukum Tergugat untuk membayar kerugian
Immaterial kepada Penggugat sebesar Rp.2.000.000.000,- ( dua
milyar rupiah);
10. Menghukum
Tergugat
untuk
meneruskan
pelaksanaan
perjanjian dengan ketentuan yaitu :
a.
Tergugat berkewajiban untuk mengosongkan obyek sengketa
dari Para Pedagang Kaki Lima (PKL);
b.
Tergugat berkewajiban untuk memberikan kepada Penggugat
atas hak pengelolaan di atas obyek sengketa sesuai Surat
Perjanjian tanggal 7 Maret 1986.;
11. Menghukum Tergugat untuk membayar uang paksa ( Dwangsom )
kepada Penggugat sebesar Rp. 1.000.000,- ( satu juta rupiah ) setiap
132
hari terhitung sejak putusan ini memperoleh kekuatan hukum yang
tetap sampai dengan Tergugat melaksanakan isi putusan ini;
12. Menghukum Tergugat untuk membayar semua biaya yang timbul
dalam perkara ini yang hingga kini ditaksir sebesar Rp. 219.000,- (
dua ratus Sembilan belas ribu rupiah);
13. Menolak gugatan Penggugat selebihnya;
6.2.3. Demikian diputuskan di Purwokerto pada hari Kamis Tanggal 31
Januari 2008 dalam rapat permusyawaratan Majelis, oleh H.
SUDIARTO,SH.MH,
sebagai
Ketua
Majelis,
MUSLICH
BAMBANG LUQMONO, SH.MHum dan KASDIYONO,SH.MH,
masing-masing sebagai Hakim Anggota, putusan mana diucapkan
pada hari Rabu tanggal 6 Pebruari 2008 dalam persidangan yang
terbuka untuk umum oleh Ketua Majelis tersebut dan didampingi
Para Hakim Anggota dengan dibantu oleh SRI BANOWO,SH.
Panitera Pengganti Pengadilan Negeri Purwokerto dihadiri oleh
Kuasa Penggugat dan Kuasa Tergugat ;
7. Putusan Pengadilan Tinggi Semarang
7.1 Pertimbangan Hukum Pengadilan Tinggi Semarang
Dalam eksepsi :
7.1.1 Menimba ng, bahwa mengena i pert imbangan huku m
d an kesimpulan Hakim Tingkat Pertama dalam Eksepsi,
Pengadilan Tinggi tidak sependapat;
133
7.1.2 Menimbang, bahwa didalam jawabannya tertanggal 21
Nopember
2007,
pihak
Tergugat
/
Pembanding
telah
mengajukan eksepsi yang pada pokoknya menyatakan :
1. Bahwa Pengadilan Negeri Purwokerto tidak berwenang
mengadili perkara
ini,
karena
obyek
perkara
merupakan perbuatan hukum Tergugat dalam wilayah
hukum administrasi Negara;
2. Bahwa gugatan Penggugat tidak cermat, rancu dan kabur
karena mencampur adukkan antara wanprestasi dan
perbuatan melawan hukum dari Tergugat;
3. Bahwa gugatan Penggugat tidak lengkap karena hanya
didasarkan pada perjanjian tanggal 7 Maret 1986,
padahal
perjanjian
tersebut
telah
dirubah
dan
diperbaharui dengan perjanjian tanggal 21 Maret 1988 di
mana keduanya merupakan suatu perjanjian yang tidak
terpisahkan;
7.1.3 Menimbang, bahwa setelah meneliti dan mencermati Surat
gugatan
Penggugat/Terbanding
ternyata
bahwa
Penggugat/Terbanding mempersoalkan tidak dipenuhinya/
tidak dipatuhinya kesepakatan yang pernah dibuat dan ditanda
tangani oleh pihak Penggugat/ Terbanding dengan pihak
Tergugat/Pembanding tertanggal 7 Maret 1986, dimana
Surat
tersebut
dijadikan
landasan
oleh
pihak
134
Penggugat/Terbanding untuk mengajukan gugatan dalam
perkara ini;
71.4 Menimbang, bahwa didalam salah satu eksepsinya pihak
Tergugat/Pembanding menyatakan bahwa gugatan Penggugat
tidak lengkap/sempurna, sebab perjanjian t anggal 7
Maret
1986
t ersebut
telah
diperbaharuhi
/dirubah
dengan perjanjian tertanggal 21 Maret 1988 dimana
dalam
salah
satu
pasainya
menyebutkan
bahwa
perjanjian tertanggal 21 Maret 1988 merupakan perjanjian
yang tidak terpisahkan dengan perjanjian tertanggal 7 Maret
1986;
7.1.5 Menimbang,
bahwa
berdasarkan
atas
pengakuan
Tergugat/Pembanding yang dihubungkan dengan Surat
bukt i T1 serta tidak dibantah kebenarannya oleh pihak
Penggugat/Terbanding ternyata benar bahwa Surat perjanjian
tertanggal 7 Maret 1986 (T1) yang dijadikan dasar dalam
gugatan perkara ini telah dirubah/diperbaharui dengan
Surat perjanjian tertanggal 21 Maret 1988 (T2) dimana didalam
salah satu pasalnya disebutkan secara jelas bahwa Surat
perjanjian tertanggal 21 Maret 1988 adalah merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dengan perjanjian tertanggal 7 Maret
1986;
135
7.1.6 Menimbang, bahwa oleh karena itu Pengadilan Tinggi
berpendapat bahwa gugatan Penggugat dalam perkara ini,
seharusnya mendasarkan pada kedua Surat perjanjian tersebut
yaitu Surat perjanjian tertanggal 7 Maret 1986 dan Surat
perjanjian tanggal 21 Maret 1988;
7.1.7 Menimbang,
bahwa
berdasarkan
pertimbangan
sebagaimana tersebut diatas, maka menurut Pengadilan
Tinggi eksepsi dari pihak Tergugat/Pembanding cukup
beralasan dan karenanya eksepsi tersebut dapat diterima;
Dalam Pokok Perkara :
7.1.8
Menimbang,
bahwa
o leh
kar ena
eksepsi
dar i
T er gugat /Pembanding tersebut dapat diterima maka gugatan
pokok perkara tidak perlu dipertimbangkan lebih lanjut dan
harus dinyatakan tidak dapat diterima pula;
7.1.9 Menimbang, bahwa Penggugat/Terbanding sebagai pihak
yang kalah maka itu harus dihukum pula untuk membayar biaya
perkara dalam kedua tingkat peradilan;
7.1.10 Mengingat peraturan hukum dari perundang-undangan
yang berlaku khususnya Undang Undang Nomor 4 Tahun
2004 Jo Undang Undang Nomor 8 Tahun 2004 dan HIR;
7.2 Amar Putusan Pengadilan Tinggi Semarang
7.2.1 Menerima permohonan banding dari Kuasa Hukum
136
Tergugat/Pembanding;
7.2.2 Membatalkan
putusan
Pengadilan
Neger i
Purwokerto tanggal 6 Pebruari 2008, Nomor
46/Pdt.G/2007/PN.Pwt. yang dimohonkan banding
tersebut :
DALAM EKSEPSI :
7.2.3 Menerima eksepsi dari Tergugat/Pembanding;
DALAM POKOK PERKARA :
7.2.4 Menyatakan gugatan Penggugat / Terbanding tidak dapat
diterima;
7.2.5 Menghukum Penggugat / Terbanding untuk membayar biaya
perkara dalam kedua tingkat peradilan yang dalam tingkat
banding ditetapkan sebesar Rp. 350.000,- (tiga ratus lima puluh
ribu rupiah)
8. Putusan Mahkamah Agung
8.1 Pertimbangan Hukum Mahkamah Agung
8.1.1 Menimbang, bahwa permohonan kasasi a quo beserta
alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak
lawan dengan seksama, diajukan dalam tenggang
waktu dan dengan cara yang ditentukan dalam undangundang, maka oleh karena itu permohonan kasasi tersebut
formal dapat diterima;
137
8.1.2 Menimbang, bahwa alasan-alasan yang diajukan oleh
Pemohon Kasasi/Penggugat dalam memori kasasinya
tersebut pada pokoknya ialah :
1. Bahwa Pemohon Kasasi berpendapat Pengadilan
Negeri Purwokerto telah menjatuhkan putusan
tanggal 6 Februari 2008, Nomor 46/Pdt.G/2007PN.Pwt
telah sesuai dengan hukumnya yaitu :
a. Bahwa putusan Pengadilan Negeri Purwokerto yang
menyatakan eksepsi Tergugat tidak dapat diterima
adalah benar dan telah sesuai dengan hukumnya
dengan dasar pertimbangan sebagai berikut :
1. Menimbang,
bahwa
setelah
Majelis
menelit i, mencermat i dan menelaah eksepsi
relative Tergugat dan tanggapan eksepsi tersebut
dalam replik Penggugat berkesimpulan bahwa
eksepsi tersebut telah memasuki perkara yaitu
perjanjian tanggal 7 Maret 1986 sehingga
perlu pembuktian dengan alat-alat bukti di
persidangan;
2. Menimbang, bahwa oleh karena eksepsi relative
Tergugat memasuki materi perkara dan perlu
pembuktian
sehingga
cukup
beralasan
menurut hukum eksepsi Tergugat harus
138
dinyatakan tidak dapat diterima;
b. Bahwa putusan Pengadilan Negeri Purwokerto
yang menyatakan perjanjian mendirikan bangunan
yang dituangkan dalam Surat Perjanjian tanggal 7
Maret 1986 adalah sah, adalah benar dan telah
sesuai
dengan
hukumnya
dengan
dasar
pertimbangan sebagai berikut :
1. Menimbang,
bahwa
setelah
Majelis
mencermati dan memeriksa dengan seksama
ternyata surat perjanjian tanggal 7 Maret 1986
(bukti P-1 = bukti T-1) dalam Pasal 1 berbunyi
: Pihak kesatu memberikan ijin kepada Pihak
Kedua dan karena itu Pihak Kedua memperoleh
ijin dari Pihak Kesatu atas biaya Pihak Kedua
untuk membangun di atas tanah milik Pihak
Kesatu
seluas
belakang
20.637
m2
terletak
Komplek
di
Pertokoan
Kebondalem, Kelurahan Purwokerto Lor,
Kecamatan Purwokerto Timur, sebagaimana
Gambar terlampir, yaitu terdiri dari :
(1) Taman Hiburan Rakyat luas 9.105vm2 yang
terdiri dari :
a. Permainan anak-anak sesuai dengan
139
kebutuhan
b. Permainan Ketangkasan
c. Panggung Hiburan
(2)Prasarana jalan lingkungan, penerangan,
penghijauan dan tempat parkir kendaraan
dengan luas 7.266 m2;
(3) Pertokoan Toko berikut rumah tinggal
bertingkat, Supermarket bertingkat dengan
luas 4.266 m2;
2. Menimbang, bahwa Surat Perjanjian Nomor
.89/1988 tanggal 21 Maret 1988 (T-2) dalam
Pasal 1 berbunyi : Pihak Kesatu memberikan ijin
kepada Pihak Kedua dan karena itu Pihak Kedua
memperoleh ijin dari Pihak Kesatu atas biaya
Pihak Kedua untuk membangun Taman Hiburan
Rakyat (THR) di atas tanah milik Pihak Kesatu
seluas 7.725 M2 t erlet ak di Ko mpleks
Pertokoan
Kebondalem,
Kelurahan
Purwokerto Lor, Kecamatan Purwokerto Timur,
sebagaimana Gambar Denah terlampir, yaitu
terdiri dari :
(1) Bangunan Taman Hiburan Rakyat 3 (tiga)
tingkat yaitu
140
a. Lantai pertama berupa plaza ;
b. Lant ai
kedua
per ma inan
ber upa
anak- anak,
t empat
permainan
ketangkasan, elektronik, kesenian clan
lain-lain ;
c. Lantai ketiga berupa gedung serba guna
yang merupakan panggung tertutup ;
(2)Prasarana
penghijauan,
lingkungan
jalan,
pertamanan
dan
penerangan di atas tanah dimaksud;
3. Menimbang, bahwa .dalam perjanjian pokok
tanggal 7 Maret 1986 di mana tanah milik
Tergugat
20.637
m2
dengan
perincian
Taman Hiburan Rakyat luas 9.105 m2 sedangkan
Surat Perjanjian Nomor : 89/1988 tanggal 21
Maret 1988 luas Taman Hiburan Rakyat 7.725
m2 dan terdapat
perbedaan tersebut
tidak
dijelaskan. Selisih luas 2.260 m2 disebabkan
karena apa rusak, karena bencana alam,
karena tanahnya ambles/hilang atau tanah
digunakan untuk penempatan Para Pedagang
Kaki Lima dan sebagainya, karena tidak jelas
untuk peruntukkannya hal ini menyimpang dari
141
Rumusan Pasal 1 Perjanjian Pokok tanggal 7
Maret
1986
yang
mengakibatkan
tidak
terlaksananya proyek secara keseluruhan;
4. Menimbang
berdasarkan
pertimbangan
tersebut Surat Perjanjian tanggal 21 Maret
1988
Nomor
berpendapat
:
89/1988
mengandung
Majelis
unsur
kekhilafan. Hal ini dapat dicermat i dalam
Perjanjian Pokok tanggal 7 Maret 1986 setelah
masa 2 (dua) tahun dengan Perjanjian tanggal 21
Maret 1988 Nomor : 89/1988 terjadi perubahan
pokok/perbedaan luas, yaitu tanah Tergugat
seluas 20.367 m2 dengan rincian : Taman
Hiburan Rakyat dengan 9.105 m2 bukti P-1 =
T-1) dan Taman Hiburan Rakyat di atas tanah
milik Pihak kesatu (Tergugat) seluas 7.72.5 m2
(bukti T-2) sehingga Penggugat tidak dapat
menyelesaikan pembangunan proyek Taman
Hiburan Rakyat tersebut;
5. Menimbang, bahwa dalam Pasal 1322 BW
disebutkan
batalnya
kekhilafan
suatu
tidak
perjanjian
mengakibatkan
selain
apabila
kekhilafan itu terjadi mengenai hakikat barang
142
yang menjadi pokok perjanjian;
6. Menimbang,
bahwa
dari
pertimbangan-pertimbangan
pet it um
point
B
uraian-uraian
t ersebut ,
bahwa
maka
perjanjian
mendir ikan bangunan yang dituangkan dalam
surat perjanjian tanggal 7 Maret 1986 adalah
sah dapat dikabulkan;
7. Menimbang, bahwa oleh karena surat perjanjian
tanggal 7 Maret 1986 dinyatakan sah menurut
hukum maka petitum poin C dan poin D
beralasan menurut hukum dapat dikabulkan pula ;
c. Bahwa putusan Pengadilan Negeri Purwokerto yang
menyatakan Penggugat telah melaksanakan
kewajibannya, adalah benar dan telah sesuai dengan
hukumnya dengan dasar pertimbangan sebagai
berikut :
1. Menimbang, bahwa dari hasil pemeriksaan sidang
di lokasi obyek sengketa pada hari Kamis tanggal
17 Januari 2008, fakta hokum menunjukan bahwa
Penggugat telah melaksanakan kewajiban :
(1) Membangun 2 (dua) unit Sekolah Dasar yang
terletak di Jalan Jatiwinangun Gang Sadewo
No.1 Purwokerto, sekarang menjadi Seko lah
143
Dasar
Al-Irsyad
02
hal
ini
t elah
dibenarkan oleh Tergugat;
(2)Membangun 1 (satu) unit Kantor Perwakilan
Pendidikan
clan
Ke bu da ya a n
ya ng
t er let ak d i Ja la n Dr . S upar no No. 17
Purwokerto, sekarang menjadi Kantor Dinas
Pendidikan Unit Purwokerto Timur Kabupaten
Banyumas, hal ini telah dibenarkan pihak
Tergugat;
(3) Membangun 15 (lima betas) unit kios yang
terletak di Jalan KH. Syafei Purwokerto, hal ini
telah dibenarkan oleh Tergugat;
2. Menimbang,
bahwa
berdasarkan
uraian
pertimbangan tersebut di atas menurut Majelis
cukup beralasan menurut hukum petitum
point E dapat dikabulkan ;
d. Bahwa
putusan
Pengadilan
Negeri
Purwokerto yang menyatakan Tergugat telah
melakukan
perbuatan
(onrechtmatigeclaad)
melawan
dan
hukum
cidera
janji
(wanprestasi) yang sangat merugikan Penggugat
adalah benar dan telah sesuai dengan hukumnya
dengan dasar pertimbangan sebagai berikut :
144
1. Menimbang,
bahwa
Majelis
perlu
mempertimbangkan perbuatan melawan hukum
dalam hukum privat sebagaimana diatur dalam
Pasal 1365 KUHPerdata (BW) bahwa tiap
perbuatan melanggar hukum yang membawa
kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang
yang karena salahnya menerbitkan kerugian
itu, mengganti kerugian tersebut;
2. Menimbang, bahwa Penggugat mengajukan
bukti surat berupa fotokopi yang diberi
tanda P-2 sampai dengan P-69 nama para
pedagang yang memiliki Surat Ijin Penempatan
(SIP) telah dibubuhi meterai secukupnya dan
tidak
ada
aslinya,
namun
Tergugat
tidak
keberatan dan dari keterangan saksi Bambang
Roosmono
sumpah
Edy
bahwa
menerangkan
bangunan
di
gedung
bawah
THR
terhenti tahun 1987 karena ada para pedagang
kaki lima di lokasi tersebut. Demikian saksi
Fajar Tanjung dan saksi Talim Hadi Suwito di
bawah sumpah menerangkan sejak tahun 1986
sebagai pedagang kak i
lima
di
lo kasi
Kebo ndale m dan me mpero leh S u r at I jin
145
Penempatan dan setiap tahunnya diperpanjang.
Sedangkan saksi Sucipto di bawah sumpah telah
menerangkan yang membangun tempat/lapak
pedagang kaki lima di lokasi Kebondalem
Purwokerto tahun 1986 sebanyak, ± 30-kios,
demikian pula saksi Drs. Lusino menerangkan
pedagang kaki lima di lokasi Kebondalem ± 30
kios, namun ada bangunan yang liar berjumlah ±
60 orang;
3. Menimbang, bahwa pemeriksaan sidang di lokasi
obyek
sengketa
di
komplek
Kebondalem
Purwokerto temyata pedagang kaki lima berada di
tengah dan Kios para pedagang kaki lima lebih
dari 60 kios. Dan ternyata Tergugat tidak dapat
menunjukkan areal pedagang kaki lima berada di
luar obyek sengketa;
4. Menimbang, bahwa berdasarkan hal-hal yang
telah dipertimbangkan, secara nyata Tergugat
menempatkan para pedagang kaki lima tanpa
persetujuan
Penggugat
sehingga
pembangunan THR sejak tahun 1987 tidak
terselesaikan hingga sekarang dan merugikan
Penggugat mencar i
solusi
jalan
keluar
146
menyelesaikan
permasalahan
ini
sebagaimana bukti T-27 sampai dengan T-30
namun sampai saat ini belum ada penyelesaian
yang menurut hikmat Majelis sangat tidak
menguntungkan
baik
mengakibatkan
Tergugat
hambatan
pembangunan daerah
lebih-lebih
yang
investasi
bagi
para
pengembang seperti Penggugat ;
5. Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan
tersebut di atas Majelis berpendapat bahwa
penempatan Para Pedagang Kaki Lima oleh
Tergugat tersebut merupakan perbuatan melawan
hukum yang merugikan orang lain dalam hal ini
Pihak Penggugat tidak dapat melaksanakan
pembangunan proyek Taman Hiburan Rakyat;
6. Menimbang,
bahwa
Penggugat
selain
perbuat an
dalam
Tergugat
melawan
posit a
melakukan
huku m
sekaligus
melakukan wanprestasi, sedangkan Tergugat
menyatakan
sama
sekali
tidak
pernah
melakukan perbuatan melawan hukum maupun
cidera janji (wanprestasi) karena penempatan
pedagang kaki lima di atas tanah/ dikuasai
147
Tergugat adalah di luar obyek perjanjian
kerjasama dan sama sekali tidak melanggar
hukum;
7. Menimbang,
bahwa
sebagaimana
dalam
pertimbangan-pertimbangan di at as sert a hasi l
sidang pemer iksaan di lokasi obyek yang
disengketakan
yang
dilaksanakan
pada
tanggal 17 Januari 2008 ternyata tempat para
pedagang kaki lima berada di tengah dan
Tergugat tidak dapat menunjukkan lokasinya di
luar obyek perjanjian pokok tanggal 7 Maret
1986 (di luar luas areal 20.637 m2), sedangkan
Penggugat menunjukkan bahwa pembangunan
obyek Taman Hiburan Rakyat terhenti karena
adanya lokasi para pedagang kaki lima yang
tadinya hanya 30 kios sekarang sudah lebih dari
60 kios PKL;
8. Menimbang bahwa dengan ditempatkan Para
Pedagang
Kaki
Lima
di
t empat
obyek
Tergugat
t idak
sengkat a,
sehingga
melakukan
Prestasinya untuk menyediakan
lahan/tanah seluas 20.637 m2 tidak terpenuhi
sebagaimana termaksud dalam Pasal 1 Perjanjian
148
Pokok tanggal 7 Maret 1986 yang menurut
Majelis Tergugat telah melakukan wanprestasi;
9. Menimbang,
bahwa
sebagaimana
telah
dipertimbangkan maka cukup beralasan menurut
hukum petitum F dapat dikabulkan ;
e. Bahwa putusan Pengadilan Negeri Purwokerto yang
menghukum Tergugat untuk membayar kerugian
materiil
kepada
Penggugat
sebesarRp.
24.410.883.023,-, adalah benar dan telah sesuai
dengan hukumnya dengan dasar pertimbangan
sebagai berikut :
1. Menimbang,
bahwa
atas
terhent inya
bangunan Taman Hiburan Rakyat clan Hak
Pengelolaan
Penggugat
belum
terlaksana
sementara Penggugat telah mengeluarkan dana
untuk membangun pertokoan clan prasarananya
dengan bukti P-70 dan P-75 yaitu dilakukan PT.
Surveyor Indonesia Perwakilan Semarang (P-70)
dan Laporan Kompilasi PT. Graha Cipta Guna
dari Akuntan Publik Kanto Toni Frans &
Darmawan dengan nilai Rp.24.410.883.023,- (P71);
2. Menimbang, bahwa meskipun Tergugat untuk
149
menghindar
dari
hal
tersebut
dengan
mengajukan bukti T-46 Surat Keputusan
Bupati Kepala Daerah Tingkat II Banyumas
No.911.3/352/1986 tentang pembent ukan T i m
Penert iban P eclagang Kak i Lima d i Ko t a
Administratif Purwokerto tanggal 21 Juni
1986
justru
tidak
efektif
karena
kenyataannya para pedagang kaki lima lebih
banyak dari semula 30 kios menjadi lebih
dari 60 kios, hal ini menunjukkan Tergugat
sebagai Bupati Banyumas tidak menunjukkan
itikad balk justru sebaliknya;
f. Bahwa
putusan
Pengadilan
Negeri
Purwokerto yang menghukum Tergugat untuk
meneruskan pelaksanaan perjanjian adalah benar
dan telah sesuai dengan hukumnya dengan dasar
pertimbangan sebagai berikut :
1. Menimbang
bahwa
Majelis
terhadap
petitum poin K berpendapat bahwa untuk
pembangunan
berkesinambungan
untuk
meningkatkan kesejahteraan dan meningkatkan
kegiatan investasi di daerah cukup beralasan
menurut hukum antara Penggugat dan Tergugat
150
untuk meneruskan perjanjian pokok tanggal 7
Maret 1986 dapat dikabulkan yaitu :
a. Tergugat
berkewajiban
mengosongkan
obyek
untuk
sengketa
dari
pedagang kaki lima (PKL) ;
b. Tergugat berkewajiban untuk memberikan
kepada Penggugat atas hak pengelolaan di
atas
obyek
sengketa
yang
belum
dilaksanakan yang lamanya sesuai dengan
perjanjian pokok tanggal 7 Maret 1986;
g. Bahwa dengan demikian pertimbangan Pengadilan
Negeri Purwokerto, telah benar sesuai dengan
hukumnya;
2. Bahwa Pengadilan Tinggi Semarang dalam putusan
tanggal
26
Mei
2008
No.88/Pdt/2008/PT.Smg
menyatakan : "Menimbang, bahwa berdasarkan atas
pengakuan Tergugat/Pembanding yang dihubungkan
dengan surat bukti T1 serta tidak dibantah kebenarannya
oleh pihak Penggugat/Terbanding ternyata benar bahwa
surat perjanjian tertanggal 7 Maret 1986 (T1) yang
dijadikan dasar dalam gugatan perkara ini telah
dirubah/diperbaharui
dengan
surat
perjanjian
tertanggal 21 Maret 1988 (T2) di mana di dalam
151
salah satu pasalnya disebutkan secara jelas bahwa surat
perjanjian tertanggal 21 Maret 1988 adalah merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dengan perjanjian tertanggal
7 Maret 1986;
a.
Bahwa berdasarkan pertimbangan Pengadilan Tinggi
Semarang tersebut, surat perjanjian tanggal 21 Maret
1988 adalah merupakan satu kesatuan dan bagian
yang tidak terpisahkan dengan perjanjian tanggal
7 Maret 1986, maka Penggugat/ Terbanding/
Pemohon
Kasasi
berpendapat
bahwa
perjanjian tanggal 7 Maret 1986 ( perjanjian pokok )
adalah tetap sah dan mengikat sedangkan perjanjian
tanggal 21 Maret 1988 merupakan bagian dari
perjanjian pokok yang tidak berdiri sendiri;
b.
Bahwa Pengadilan Tinggi Semarang selanjutnya
mempertimbangkan
"Menimbang,
bahwa
oleh
karena itu Pengadilan Tinggi berpendapat bahwa
gugatan Penggugat dalam perkara ini seharusnya
mendasarkan pada kedua surat perjanjian tersebut
yaitu surat perjanjian tertanggal 7 Maret 1986 dan
surat perjanjian tanggal 21 Maret 1988 ".
c.
Bahwa Pengadilan Negeri Purwokerto telah
memeriksa
dalam
pokok
perkara
mengenai
152
Perjanjian Pokok tanggal 7 Maret 1986 (bukti P-1)
maupun Surat Perjanjian t anggal 21 Maret
1988 Nomor : 89/1988 (bukt i T-2) dan
menyatakan bahwa kedua perjanjian tersebut adalah
sah.
d. Bahwa oleh karena it u put usan Pengadilan
Tinggi Semarang yang menyatakan gugatan
Penggugat/Terbanding/Pemohon Kasasi tidak dapat
diterima adalah salah dalam menerapkan hukumnya
dengan
alasan
bahwa
gugatan
Penggugat/Terbanding/Pemohon Kasasi yang
mendasarkan kepada perjanjian tanggal 7 Maret
1986 (perjanjian pokok) adalah sah.
3.
Bahwa
keberatan
Penggugat/Terbanding/Pemohon
dengan
putusan
Pengadilan
Kasasi
Tinggi
Semarang dengan alasan bahwa putusan Pengadilan
Tinggi Semarang No.88/Pdt/2008/PT.Smg tanggal 26
Mei 2008 adalah salah dalam menerapkan hukumnya
karena hanya memeriksa eksepsi (formalitas gugatan)
dengan mengadopsi pokok perkara sedangkan pokok
perkara yang sudah diperiksa oleh Pengadilan Negeri
Purwokerto tidak diperiksa sama sekali.
a. Bahwa Surat Perjanjian Nomor 89/1988 tanggal
153
21 Maret 1988 telah dimunculkan dalam
persidangan
oleh
Tergugat/
Pembanding/
Termohon Kasasi dalam pengajuan bukti T-2 dan
telah
diperiksa
dalam
pokok
perkara
di
persidangan oleh Majelis Hakim Pemeriksa Perkara
a quo.
b.
Bahwa
suat u
put usan
yang
dinyat akan
t idak dapat dit er ima (Ni et Ontvankelijke
Verklaard)
adalah
suatu
putusan
yang
didasarkan pada eksepsi yang bertujuan agar
pengadilan menyatakan tidak dapat menerimaatau
tidak
berwenang
memeriksa
perkara
sebagaimana tersebut dalam Pasal 1454, Pasal
1930, Pasal 1941 KUHPerdata serta Pasal 133 dan
Pasal 136 HIR.
c. Bahwa menurut M. Yahya Harahap, tujuan pokok
pengajuan
eksepsi
adalah
agar
pengadilan
mengakhir i proses pemeriksaan t anpa lebih
lanjut
memeriksa
Pengakhiran
yang
materi
pokok
perkara.
diminta
melalui
eksepsi
negative,
yang
bertujuan agar pengadilan :
 menjatuhkan
putusan
menyatakan gugatan tidak dapat diterima (niet
154
ontvankelijk)" ;
 berdasarkan putusan negatif itu, pemeriksaan
perkara
diakhiri
tanpa
menyinggung
penyelesaian materi pokok perkara.
Dalam hal seperti itu, putusan yang dijatuhkan
bersifat negatif dalam bentuk menyatakan gugatan
dalam pokok perkara tidak dapat diterima. Dengan
demikian, putusan yang dijatuhkan semata-mata
berdasarkan cacat formil, sesuai dengan eksepsi
yang diajukan Tergugat. Sedang mengenai materi
pokok perkara, belum dan tidak disentuh,dalam
putusan
(M.Yahya
Harahap,
Hukum
Acara
Perdata, 2005 : halaman 428).
d. Bahwa mengenai eksepsi Tergugat/ Pembanding/
Termohon Kasasi yang menyatakan gugatan tidak
lengkap telah dipertimbangkan oleh Pengadilan
Negeri Purwokerto dengan.menyatakan eksepsi
tidak dapat diterima dengan pertimbangan :
1.
Menimbang, bahwa setelah Majelis meneliti,
mencermati
dan
menelaah
eksepsi
relatif
Tergugat dan tanggapan eksepsi tersebut dalam
replik
Penggugat
berkesimpulan
bahwa
eksepsi tersebut telah memasuki perkara
155
yait u per janjian - t anggal 7 Maret 1986
sehingga per lu pembuktian dengan alat-alat
bukti di persidangan;
2. Menimbang, bahwa oleh karena eksepsi relatif
Tergugat memasukimateri perkara dan perlu
pembuktian
menuruthukum
sehingga
eksepsi
cukup
Tergugat
beralasan
harus
dinyatakan tidak dapat diterima
e. Bahwa berdasarkan hukum acara perdata yang
berlaku, Pengadilan Negeri yang telah memeriksa
baik formalitas gugatan (eksepsi) maupun pokok
perkara, apabila putusan Pengadilan Negeri
tersebut dilakukan upaya hukum banding, maka
Pengadilan Tinggi harus memeriksa pula di tingkat
banding terhadap eksepsi maupun pokok perkara
secara keseluruhan dan t idak
boleh
hanya
memer iksa eksepsi saja dengan mengabaikan
pertimbangan pokok perkara. Di samping itu,
kesalahan penerapan hukum dari Pengadilan Tinggi
Semarang adalah mengadopsi pertimbangan pokok
perkara dari Pengadilan Negeri Purwokerto untuk
memutuskan eksepsi sedangkan pokok perkara itu
sendiri dikesampingkan.
156
4. Bahwa pertimbangan Pengadilan Tinggi Semarang terlalu
sumir dan tidak mempertimbangkan fakta-fakta hukum
yang
terbukti
di
Pengadilan
Negeri
Purwokerto.
Pengadilan Tinggi Semarang seharusnya memeriksa
pokok perkara yang memuat Perjanjian Pokok tanggal 7
Maret 1986 (bukti P-1) maupun Surat Perjanjian tanggal
21 Maret 1988 Nomor : 89/1988 (bukti T-2). Bahwa yang
diubah secara tegas dalam Addendum Surat Perjanjian
Nomor : 89/1988 tanggal 21 Maret 1988 adalah mengenai
jangka waktu pendirian bangunan, jangka waktu hak
pengelolaan dan pajak. Tidak ada satupun klausula
yang secara tegas mengubah luas lahan obyek sengketa
secara keseluruhan sehingga luas obyek sengketa yang
terclapat dalam Perjanjian tanggal 7 Maret 1986 masih
mengikat yaitu seluas 20.637 m2.
a. Bahwa yang dimaksud adanya perbedaan luas
lahan adalah luas lahan Taman Hiburan Rakyat
seluas 9.105 m2 (sembilan ribu seratus lima meter
persegi)
sebagaimana
tersebut
dalam
perjanjian
tanggal 7 Maret 1986, sedangkan yang tertulis
kemudian dalam Addendum Surat Perjanjian Nomor : 89/1988 tanggal 21 Maret 1988 - adalah luas
lahan Taman Hiburan Rakyat seluas 7.725 m2 (tujuh
157
ribu tujuh ratus dua puluh lima meter persegi). Bahwa
Luas lahan Taman Hiburan Rakyat seluas 7.725 m2
(tujuh ribu tujuh ratus dua puluh lima meter persegi)
sebagaimana
tersebut
dalam
Addendum
Surat
Perjanjian Nomor :-89/1988 tanggal 21 Maret
1988 adalah hanya terbatas pada luas bangunan
Taman Hiburan Rakyat karena konstruksinya dibangun
3 (tiga) lantai. Sedangkan untuk luas lahan prasarana
lingkungan,
jalan, penghijauan, pertamanan dan
penerangan khusus untuk bangunan Taman Hiburan
Rakyat didirikan di atas sisa lahan Taman Hiburan
Rakyat sehingga bangunan Taman Hiburan Rakyat
maupun prasarana lingkungan dan prasarana lain
masih mengacu kepada perjanjian tanggal 7 Maret
1986 yaitu berada di atas lahan seluas 9.105 m2
(sembilan ribu seratus lima meter persegi). Dengan
demikian perubahan tersebut hanya terbatas
dalam perubahan volume pekerjaan dalam bangunan
Taman Hiburan Rakyat dan bukan perubahan secara
prinsipil mengenai essensi perjanjian pokok itu
sendiri.
b. Bahwa pada prinsipnya, yang menjadi pokok gugatan
Penggugat/
Terbanding/Pemohon
Kasasi
bukan
158
mengenai lahan yang menjadi obyek sengketa, akan
tetapi
Penggugat/Terbanding/Pemohon
Kasasi
menitikberatkan permasalahan gugatan pada perbuatan
Tergugat/Pembanding/Termohon Kasasi.
c. Bahwa pokok gugatan Penggugat/Terbanding/Pemohon
Kasasi telah dipertimbangkan oleh Pengadilan Negeri
Purwokerto yaitu : "Menimbang, bahwa berdasarkan
pertimbangan tersebut di atas Majelis berpendapat
bahwa penempatan para Pedagang Kaki Lima oleh
Tergugat tersebut merupakan perbuatan melawan
hukum yang merugikan orang lain dalam hal ini Pihak
Penggugat tidak dapat melaksanakan pembangunan
proyek Taman Hiburan Rakyat".
d. Bahwa di samping itu berdasarkan hasil sidang
pemeriksaan di lokasi obyek yang disengketakan
yang dilaksanakan pads tanggal 17 Januari 2008
temyata tempat para pedagang kaki lima berada di
tengah dan Tergugat tidak dapat menunjukkan
lokasinya di luar obyek perjanjian pokok tanggal 7
Maret 1986 (di luar lugs areal 20.637 m2), sedangkan
Penggugat menunjukkan bahwa pembangunan obyek
Taman Hiburan Rakyat terhenti karena adanya lokasi
para pedagang kaki lima;
159
8.1.3 Menimbang, bahwa mengenai alasan-alasan ke 1 sampai
dengan ke 4, bahwa alasan-alasan tersebut dapat dibenarkan
dengan alasan :
a. Perpanjangan kontrak tanggal 7 Maret 1986 tetap
mengikat tanah seluas 20.673 m2 karena addendum
21 Maret 1988 hanya tentang jangka waktu pendirian'
bangunan; hak pengelolaan dan pajak tidak mengubah
lahan obyek secara keseluruhan;
b. Perubahan hanya terbatas volume pekerjaan dalam
bangunan
Taman
perubahan
Hiburan
pr ins ipil
Rakyat
mengenai
bukan
esens i
perpanjangan kontrak ;
c. Dengan demikian permasalahan pokok adalah
terletak bahwa Tergugat telah menempatkan para
PKL (Pedagang Kaki Lima) di atas sebagian obyek
sengketa secara melawan hukum karena tidak ada
persetujuan dari Pemohon Kasasi clan sekaligus
bertentangan dengan perjanjian kedua belah pihak;
8.1.4 Me ni m ba ng, ba hw a ber da sar ka n p er t imba nga n
d i at as, me nu r ut p e nd a pat M a hk a ma h Ag u ng
t e r d a pat
cu k up
per mohonan
a la s a n
kasasi
dar i
unt uk
mengabulka n
Pemohon
Kasasi
:
YOHANES WIDIANA DIREKTUR UTAMA PT.GRAHA
160
CIPTA GUNA dan mengadili sendiri perkara ini dengan
amar putusan sebagaimana yang akan disebutkan dibawah
ini;
8.2 Amar Putusan Mahkamah Agung
DALAM EKSEPSI :
8.2.1 Menyatakan Eksepsi Tergugat tidak dapat diterima
DALAM POKOK PERKARA :
8.2.2 Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
8.2.3 Menyatakan bahwa perjanjian mendirikan bangunan yang
dituangkan dalam Surat Perjanjian tanggal 7 Maret 1986
adalah sah;
8.2.4Menyatakan
Penggugat
bahwa
atas
Tergugat
biaya
memberi
Penggugat
untuk
ijin
kepada
mendirikan
bangunan di atas tanah milik Tergugat seluas 20.637 m2
(dua puluh ribu enam ratus tiga puluh tujuh meter persegi)
yang terletak di belakang berlokasi di kompleks
pertokoan Kebondalem di Kelurahan Purwokerto
Lor,
Kecamatan
Purwokerto
Timur,
Kabupaten
Banyumas yang terdiri dari :
1. Taman Hiburan Rakyat dengan luas 9.105 m2 (sembilan
ribu seratus lima meter persegi) yang terdiri dari :
a. Permainan anak-anak disesuaikan dengan kebutuhan
b. Prasarana
Jalan
Lingkungan,
Penerangan,
161
Penghijauan clan Tempat Parkir Kendaraan dengan
luas 7.266 m2 (tujuh rubu dua ratus enam puluh
enam meter persegi).
c. Pertokoan
berikut
rumah
tinggal
bertingkat,
Supermarket bertingkat luas 4.266 m 2 ( empat ribu
dua rat us enam puluh enam met er persegi),
dengan batas-batas sebagai berikut :
sebelah Utara
: Jalan Jend. Gatot Subroto
sebelah Barat
: Jalan KH. Syafei
sebelah Selatan
: Jalan KH. Syafei
sebelah Timur
: Jalan Letjend. Suprapto
8.2.5 Menyatakan
bahwa
Penggugat
memperoleh
hak
pengelolaan dari Tergugat untuk mengelola bangunanbangunan tersebut yaitu :
a. Taman Hiburan Rakyat selama 20 (dua puluh) tahun
b. Pertokoan,
Toko
berikut
rumah
tinggal
bertingkat dan Supermarket bertingkat selama 30
(tiga puluh) tahun
c.
8.2.6
Perkiosan selama 15(lima belas tahun)
Menyatakan
bahwa
Penggugat
telah
melaksanakan
kewajibannya yaitu :
a. Penggugat telah membangun 2 (dua) unit Sekolah
Dasar yang terletak di Jalan Jatiwinangun Gang
162
Sadewo No:1 Purwokerto, sekarang menjadi Sekolah
Dasar Al-Irsyad 02 ;
b. Penggugat telah membangun 1 (satu) unit Kantor
Perwakilan Pendidikan dan Kebudayaan yang terletak
di Jalan Dr. Suparno No. 17 Purwokerto, sekarang
menjadi
Kantor
Dinas
Pendidikan
Unit
Purwokerto Timur Pemerintah Kabupaten Banyumas
c. Penggugat telah membangun 15 (lima belas) unit kios
yang terletak di Jalan KH. Syafei Purwokerto;
8.2.7 Menyatakan bahwa Tergugat telah melakukan perbuatan
melawan hukum (onrechtmatigedaad) dan cidera janji
(Wanprestasi) yang sangat merugikan Penggugat;
8.2.8Menghukum Tergugat untuk membayar kerugian materiil
kepada Penggugat sebesar Rp. 24.410.883.023,- (dua
puluh empat milyar empat ratus sepuluh juta delapan
ratus delapan puluh tiga ribu dua puluh tiga rupiah)
dengan perincian sebagai berikut :
2 (dua) unit Sekolah Dasar yang terletak di Jalan
Jatiwinangun Gang Sadewo
No.1 Purwokerto,
sekarang menjadi Sekolah Dasar Al Irsyad 02 sebesar
Rp.3.279.135.616,- (tiga milyar dua ratus tujuh puluh
sembilan juta seratus tiga puluh lima ribu enam ratus
enam belas rupiah)
163
1 (satu) unit Kantor Perwakilan Pendidikan dan
Kebudayaan yang terletak di Jalan Dr. Suparno
No. 17 Purwokerto, sekarang menjadi Kantor
Dinas Pendidikan Unit
Pendidikan Kecamatan
Purwokerto Timur Pemerintah Kabupaten Banyumas
sebesar Rp.2.148.101.123,- (dua milyar seratus
empat puluh delapan juta seratus satu ribu seratus
dua puluh tiga rupiah);
Bangunan komplek Kebondalem yang terdiri dari :
- 15 (lima belas) unit kios yang terletak di Jalan
KH.Syafei,Purwokerto
sebagaimana
tersebut
dalam posita angka 5 huruf c ;
 Bangunan
Taman
pertokoan
Hiburan
tiga
Rp.18.983.646.284,-
Rakyat
lantai
(delapan
dan
Sebesar
belas
milyar
sembilan ratus delapan puluh tiga juta enam ratus
empat puluh .enam ribu dua ratus delapan puluh
empat rupiah);
8.2.9 Menghukum Tergugat untuk membayar kerugian bunga
(Opportunity
Lost)
sebesar
6
%
per
tahun
x
Rp.24.410.883.023,- = Rp.1.464. 652.981,38,- (satu
milyar empat ratus enam puluh empat juta enam ratus
lima puluh dua ribu sembilan ratus delapan puluh satu
164
rupiah tiga puluh delapan sen) terhitung sejak tahun
2007 sampai dengan Tergugat melaksanakan isi putusan
ini;
8.2.10Menyatakan bahwa Penggugat juga mengalami kerugian
immaterial yaitu nama baik Penggugat sebagai badan
hukum Perseroan Terbatas yang ternama di Wilayah Kota
Purwokerto menjadi tercemar karena dianggap oleh Publik
Penggugat tidak mau melaksanakan perjanjian untuk
membangun
obyek
menghukum
Tergugat
sengketa,
untuk
oleh
karena
membayar
itu
kerugian
Immaterial kepada Penggugat sebesar Rp.2.000.000.000,(dua milyar rupiah);
8.2.11Menghukum Tergugat untuk meneruskan pelaksanaan
perjanjian dengan ketentuan yaitu :
a. Tergugat berkewajiban untuk mengosongkan obyek
sengketa dari para Pedagang Kaki Lima (PKL)
b. Tergugat
berkewajiban untuk memberikan kepada
Penggugat atas hak pengelolaan di atas obyek sengketa
sesuai Surat Perjanjian tanggal 7 Maret 1986 ;
8.2.12 Menghukum Tergugat untuk membayar uang paksa
(Dwangsom) kepada Penggugat sebesar Rp.1.000.000,- (satu
juta rupiah) setiap hari terhitung sejak putusan ini
memperoleh kekuatan hukum tetap sampai dengan Tergugat
165
melaksanakan isi putusan ini;
8.2.13 Menolak gugatan Penggugat selebihnya;
8.2.14Menghukum Termohon Kasasi/Tergugat untuk membayar
biaya perkara dalam semua tingkat peradilan yang
dalam tingkat kasasi ini ditetapkan sebesar Rp.500.000,(lima ratus ribu rupiah);
B. Pembahasan.
3. Tentang penerapan hukum Hakim dalam penggabungan gugatan
perbuatan melawan hukum (Onrechmatigedaad) dan gugatan cidera
janji
(Wanprestasi)
2443K/Pdt/2008
jo
atas
Putusan
Putusan
Mahkamah
Pengadilan
Tinggi
Agung
RI
No.
Semarang
No.
88/Pdt/2008/PT Smg jo Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto No.
46/Pdt.G/2007/PN.Pwt).
Penggabungan gugatan di dalam praktek dikenal ada 2 (dua) bentuk
yaitu :
12
a. Kumulasi subyektif, pada bentuk ini dalam satu surat gugatan terdapat
beberapa orang penggugat atau beberapa orang tergugat. Variasi yang
tejadi bisa beberapa orang penggugat dengan seorang tergugat atau satu
orang penggugat dengan beberapa orang tergugat atau dapat juga terjadi
beberapa orang penggugat dengan beberapa orang tergugat.
b. Kumulasi obyektif, bentuk ini penggugat menggabung beberapa gugatan
dalam satu surat gugatan, jadi yang menjadi faktor kumulasi adalah
gugatan.
12
M Yahya Harahap, opcit, hal 106-107.
166
Kumulasi gugatan baik subyektif maupun obyektif pada hakekatnya
merupakan penggabungan (kumulasi) dari tuntutan hak dan harus dibedakan
dengan konkursus yang merupakan kebersamaan adanya beberapa tuntutan
hak. Konkursus terjadi apabila seseorang penggugat mengajukan gugatan
yang mengandung beberapa tuntutan yang kesemuanya menuju pada satu
akibat hukum yang sama, dengan dipenuhi atau dikabulkannya salah satu
dari tuntutan itu maka tuntutan lainnya sekaligus terpenuhi.
Manfaat dan tujuan adanya penggabungan gugatan yaitu : 97
1) Mewujudkan peradilan yang sederhana
Melalui sistem penggabungan beberapa gugatan dalam satu gugatan
dapat dilaksanakan penyelesaian beberapa perkara melalui proses
tunggal dan dipertimbangkan serta diputuskan dalam satu putusan,
sebaliknya jika masing-masing digugat secara terpisah dan berdiri
sendiri, terpaksa ditempuh proses penyelesaian terhadap masing-masing
perkara. Dalam keadaan yang seperti itu proses pemeriksaan memakan
waktu dan biaya yang mahal.
2) Menghindari putusan yang saling bertentangan
Melalui sistem penggabungan dapat dihindari munculnya putusan yang
saling bertentangan dalam kasus yang sama. Oleh karena itu apabila
terdapat koneksitas antara beberapa gugatan cara yang efektif
menghindari terjadinya putusan yang saling beretentangan dengan jalan
menempuh sistem kumulasi atau penggabungan gugatan.
Subekti seagaimana dikutip dari bukunya Soepomo berpendapat bahwa
untuk menghindari terjadinya putusan yang saling bertentangan
mengenai kasus yang memiliki koneksitas apabila pada Pengadilan
Negeri tertentu terdapat dua atau beberapa perkara yang saling
berhubungan serta para pihak yang terlibat sama, lebih tepat perkara itu
digabung menjadi satu, sehingga diperiksa oleh satu majelis saja.98
Tujuan dan manfaat penggabungan gugatan juga dapat dilihat dalam
Putusan Mahkamah Agung Nomor 575 K/Pdt/1983, dan dalam Putusan
Mahkamah Agung RI Nomor 880 K/Sip/1970., dalam pertimbangannya
secara tersirat dikemukakan manfaat dan tujuan penggabungan. Antara lain
97
98
Ibid, hal. 104
Soepomo, Opcit., hal. 74
167
dijelaskan bahwa benar HIR dan Rbg tidak mengatur kumulasi gugatan,
akan tetapi apabila antara masing-masing gugatan terdapat hubungan erat,
penggabungan tiga, atau beberapa perkara dapat dibenarkan untuk
memudahkan proses dan menghindari terjadinya kemungkinan putusanputusan yang saling bertentangan. Penggabungan yang seperti itu dianggap
bermanfaat ditinjau dari segi acara (procesuel doelmatig).99
Untuk dapat dikabulkanya kumulasi gugatan, harus memenuhi syarat
pokok, yaitu :
a. Terdapat hubungan erat
Menurut Soepomo, antara gugatan-gugatan yang digabung harus ada
hubungan batin (innerlijke samenhang).100
Dalam syarat ini dapat dicontohkan putusan Mahkamah Agung RI
Nomor 2990 K/Pdt/1990 yang memberi gambaran acuan penerapan
penggabungan gugatan. Dalam putusan tersebut mengatakan bahwa
penggabungan gugatan yang terjadi dalam perkara ini dapat dibenarkan
atas alasan :
1) Pertama, gugatan yang digabung sejenis yaitu para penggugat terdiri
dari deposan PT. Bank Pasar Dwiwindu (sebagai Tergugat), kasus di
mana para deposan secara kumulatif menuntut pengembalian
deposito.
2) Kedua, penyelesaian hukum dan kepentingan yang dituntut para
Penggugat adalah sama, menuntut pengembalian deposito.
3) Ketiga, hubungan hukum antara para penggugat dan tergugat adalah
sama, yaitu sebagai deposan berhadapan dengan tergugat sebagai
penerima deposito.
4) Keempat, pembuktian adalah sama dan mudah, sehingga tidak
mempersulit pemeriksaan secara kumulasi.101
99
M. Yahya Harahap, Opcit., hal. 103
Soepomo, Opcit., hal. 28
101
M. Yahya Harapah, Opcit., hal. 105
100
168
b. Terdapat hubungan hukum antara para penggugat atau antara para
tergugat. Jika dalam kumulasi subyektif yang diajukan beberapa orang
sedangkan diantara mereka maupun terhadap obyek perkara sama sekali
tidak ada hubungan hukum, gugatan wajib diajukan secara terpisah dan
berdiri sendiri.
Kumulasi gugatan tidak dibenarkan atau dilarang oleh hukum
apabila :102
1. Pemilik obyek gugatan berbeda
Penggugat mengajukan gugatan kumulasi terhadap beberapa obyek, dan
masing-masing obyek gugatan dimiliki oleh pemilik yang berbeda atau
berlainan. Penggabungan yang demikian baik secara subyektif maupun
secara obyektif tidak dapat dibenarkan.
2. Gugatan yang digabungkan tunduk pada hukum acara yang berbeda
Penggabungan gugatan bertitik tolak pada prinsip perkara yang
digabungkan tunduk pada hukum acara yang sama, tidak dibenarkan
menggabungkan beberapa gugatan yang tunduk pada hukum acara yang
berbeda.
3. Gugatan tunduk pada kompetensi absolut yang berbeda
Beberapa gugatan yang maing-masing tunduk kepada kewenangan
absolut yang berbeda penggabungan tidak dapat dibenarkan.
4. Gugatan rekonvensi tidak ada hubungan dengan gugatan konvensi
Sesuai dengan ketentuan Pasl 132 ayat (1) HIR, tergugat berhak
mengajukan gugatan rekonvensi, sehingga terjadi penggabungan antara
konvensi dan rekonvensi, akan tetapi harus ada hubungan yang erat
antara keduanya, apabila tidak terdapat hubungan erat antara konvensi
dan rekonvensi, penggabungan yang dilakukan tergugat melalui gugatan
rekonvensi tidak dibenarkan.
Kumulasi obyektif dalam tiga hal itu tidak dibolehkan, yaitu : 103
4. Kalau untuk suatu tuntutan (gugatan) tertentu diperlukan suatu acara
khusus (gugat cerai), sedangkan tuntutan yang lain harus diperiksa
102
103
Ibid., hal. 108-109
Sudikno Mertokusumo, Opcit,hal 47.
169
menurut acara biasa (gugatan untuk memenuhi perjanjian) maka kedua
tuntutan itu tidak boleh digabung dalam satu gugatan.
5. Demikian pula apabila hakim tidak wenang (secara relatif) untuk
memeriksa salah satu tuntutan yang diajukan bersama-sama dalam satu
gugatan dengan tuntutan lain. Maka kedua tuntutan itu tidak boleh
diajukan bersama-sama dalam satu gugatan.
6. Tuntutan tentang bezit tidak boleh diajukan bersama-sama dengan
tuntutan tentang Eigendom dalam satu gugatan (pasal 103 Rv).
Berdasarkan data 1.10 dapat didiskrepsikan bahwa Penggugat telah
mengajukan penggabungan gugatan (kumulasi obyektif) yaitu perbuatan
melawan hukum dan wanprestasi. Perbuatan melawan hukum dari Tergugat
yaitu dengan menjadikan sebagian Obyek Sengketa sebagai lokasi
penempatan Para Pedagang Kaki Lima ( PKL ) dan perbuatan Tergugat
tersebut telah melanggar hak atas harta kekayaan Penggugat atas Obyek
Sengketa. Tergugat sebagai Organ Dalam Badan Hukum Publik
(Penguasa / Pemerintah) yang mempunyai kewajiban untuk memindahkan
Para Pedagang Kaki Lima ( PKL ) yang ditempatkan di sebagian Obyek
Sengketa
dalam
keadaan
kosong,
pada
kenyataannya
tidak
mau
melaksanakan (melalaikan) kewajiban tersebut. Penempatan Para Pedagang
Kaki Lima ( PKL ) di atas sebagian Obyek Sengketa tidak pemah
diperjanjikan antara Penggugat dan Tergugat ;
Tergugat juga telah melakukan wanprestasi yaitu dengan menjadikan Obyek
Sengketa sebagai lokasi penempatan Para Pedagang Kaki Lima ( PKL )
170
tanpa seijin dari Penggugat, Tergugat telah melakukan wanprestasi, telah
melanggar pasal 1 surat perjanjian tanggal 7 maret 1986 sebagaimana
tersebut dalam posita angka 1.1 di atas, dengan t idak melakukan
prestasinya untuk menyediakan tanah seluas 20.637 m2 (dua puluh ribu
enam ratus tiga puluh tujuh meter persegi) sehingga obyek sengketa kurang
dari yang diperjanjikan.
Data 1.1, 1.2, 1.3, 1.4 dapat didiskrispsikan bahwa antara Penggugat
dan Tergugat telah terjadi kesepakatan tertanggal 7 Maret 1986 yaitu
Penggugat mempunyai hak mendirikan bangunan dan hak pengelolaan
diatas tanah milik Tergugat seluas 20.637 m2 (dua puluh ribu enam ratus
tiga puluh tujuh meter persegi) berupa Taman Hiburan Rakyat selama 20
(dua puluh) tahun, Pertokoan, Toko berikut Rumah Tinggal bertingkat dan
Supermarket bertingkat selama 30 ( tiga puluh) tahun dan Perkiosan selama
15 (lima belas) tahun dengan ketentuan Tergugat memberi ijin kepada
Tergugat
untuk membongkar kios-kios Pasar Sarimulyo, bangunan
Sekolah Dasar I dan IV Purwokerto Lor, serta Kantor Perwakilan Pendidikan
dan Kebudayaan Ranting Purwokerto Lor dan kewajiban Penggugat untuk
membangun 2 (dua) unit Sekolah Dasar, membangun 1 (satu) unit Kantor
Perwakilan Pendidikan dan Kebudayaan, membangun 15 (lima belas) unit
kios di Komplek Pasar Sarimulyo Kebondalem.
Data 1.5 Penggugat telah melaksanakan kewajiban Penggugat
sebagaimana tersebut dalam data angka, 1.4 huruf a, b dan c.
Data 4.2.3, Bahwa Tergugat menolak dalil Penggugat pada posita
171
gugat angka 2.1, karena perjanjian yang ditanda tangani tanggal 7 Maret
1986 adalah bukan perjanjian mendirikan bangunan, tetapi perjanjian
kerjasama pengelolaan pertokoan kompleks Kebondalem Purwokerto
dalam bentuk Bangun Serah Kelola, yaitu perjanjian kerjasama antara
Tergugat dan Penggugat, dimana. Tergugat menyediakan tanah, sedangkan
Penggugat atas biaya sendiri membangun fisik bangunan pertokoan di atas
tanah milik / dikuasai oleh Tergugat, kepada penggugat diberikan hak
pengelolaan atas bangunan tersebut selama waktu yang telah diatur dalam
perjanjian. Bahwa disamping itu perajanjian yang ditanda tangani
tanggal 7 Maret 1986 telah diubah dengan perjanjian yang ditanda tangani
tanggal
21
Maret
1988,
sehingga
apabila.
Penggugat
hanya
mencantumkan pejanjian tertanggal 7 Maret 1986 adalah tidak benar.
Oleh karena itu dalil Penggugat pada posita angka 2.1 harus ditolak ;
Data 6.1.14, 6.1.15 dan 6.1.16 majelis Hakim Pengadilan Negeri
Purwokerto telah mempertimbangkan sebagai berikut :
Menimbang, bahwa Majelis perlu mempertimbangkan terlebih
dahulu tentang Surat Perjanjian tanggal 7 Maret 1986 (bukti P-1 = T-1)
dan Surat Perjanjian tanggal 21 Maret 1988 ( bukti T-2 ), apakah telah
memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana ketentuan Pasal 1320 BW;
Menimbang, bahwa bunyi Pasal 1320 BW yaitu untuk sahnya
suatu, perjanjian diperlukan empat syarat :
1. Sepakat-mereka yang mengikatkan dirinya,;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Sesuatu hal tertentu;
172
4. Suatu sebab yang halal;
Menimbang, bahwa berpedoman ketentuan tersebut perjanjian antara
Penggugat dengan Tergugat tertanggal 7 Maret 1986 ( bukti P-1 = bukti
T-1 ) menurut Majelis telah memenuhi syarat Perjanjian sebingga
Majelis berpendapat bahwa surat perjanjian tanggal 7 Maret 1986 yang
ditanda tangani oleh Penggugat dengan Tergugat tidak mengandung
cacat hukum sehingga menurut hukum harus dinyatakan sah;
Pertimbangan tersebut telah dibenarkan pula oleh Mahkamah Agung
sesuai dengan data 8.1.2 angka 1 huruf b ke-1 dan 2;
Data
6.1.20., 6.1.21., 6.1.22 Majelis Hakim Pengadilan Negeri
Purwokerto telah mempertimbangkan bahwa surat perjanjian tanggal 21
Maret 1988 nomor 89/1988 terdapat kekhilafan yang diakibatkan karena
adanya perbedaan luas obyek perjanjian sehingga sesuai dengan ketentuan
Pasal 1322 BW disebutkan kekhilafan tidak mengakibatkan batalnya suatu
perjanjian selain apabila kekhilafan itu terjadi mengenai hakikat barang
yang menjadi pokok perjanjian, pertimbangan tersebut telah dibenarkan oleh
Mahkamah Agung sesuai dengan data 8.1.2 angka huruf b ke-4.
Dari data 6.1.25., Majelis Hakim Pengadilan Negeri Purwokerto
telah mempertimbangkan bahwa berdasar pemeriksaan di lokasi pada hari
Kamis tanggal 17 Januari 2008, ternyata Penggugat telah melaksanakan
kewajibannya sesuai surat perjanjian tanggal 7 Maret 1986.
Data 1.7, 1.8 dan 1.9 dapat didiskripsikan bahwa setelah Obyek
Sengketa tersebut dibebaskan dan dikosongkan, kemudian Penggugat
173
mulai melakukan pembangunan sebagaimana tersebut dalam data angka 1.2
angka (1.2.1), (1.2.2) dan (1.23), akan tetapi pembangunan tersebut belum
selesai, Tergugat melakukan perbuatan yang menyebabkan Penggugat
tidak dapat melaksanakan pembangunan yaitu dengan cara pada tahun
1987 Tergugat menjadikan obyek sengketa yang telah dibebaskan dan
dikosongkan oleh penggugat, sebagai lokasi penempatan para Pedagang
Kaki Lima (PKL) dimana di atas sebagian obyek sengketa tersebut oleh
Tergugat telah didirikan bangunan-bangunan sebagai tempat berjualan bagi
Para Pedagang Kaki Lima (PKL), dan Tergugat sebenarnya mempunyai
kewenangan dan kemampuan untuk memindahkan Para Pedagang Kaki
Lima (PKL) yang telah ditempatkan di sebagian Obyek Sengketa dalam
keadaan kosong, akan tetapi Tergugat tidak melakukan dan justru
mengambil keuntungan dari Para Pedagang Kaki Lima (PKL) tersebut
sampai saat ini ;
Data 1.10 Bahwa perbuatan Tergugat sebagaimana tersebut dalam
posita angka 8 dan 9 di atas merupakan perbuatan melawan hukum
(onrechtmatigedaad) dan perbuatan cidera janji (wanprestasi) yang sangat
merugikan Penggugat yaitu :
1.10.1 Perbuatan Melawan Hukum (Onrechtmatigedaad)
Bahwa perbuatan Tergugat yang menjadikan sebagian Obyek
Sengketa sebagai lokasi penempatan Para Pedagang Kaki Lima (
PKL ) adalah kapasitasnya sebagai Organ Dalam Badan Hukum
Publik ( Penguasa / Pemerintah ) yang melakukan tindakan
hukum administrasi pemerintahan ( beschikking ) dan perbuatan
174
Tergugat tersebut telah melanggar hak atas harta kekayaan
Penggugat atas Obyek Sengketa;
Bahwa Tergugat sebagai Organ Dalam Badan Huku m
Publik (Penguasa / Pemerintah) yang mempunyai kewajiban
untuk memindahkan Para Pedagang Kaki Lima ( PKL ) yang
ditempatkan dari sebagian Obyek Sengketa dalam keadaan
kosong, pada kenyataannya sampai saat
ini tidak mau
melaksanakan (melalaikan) kewajiban tersebut;
Bahwa penempatan Para Pedagang Kaki Lima ( PKL ) di atas
sebagian Obyek Sengketa tidak pemah diperjanjikan antara
Penggugat dan Tergugat ;
1.10.2 Perbuatan Cidera Janji (Wanprestasi )
Bahwa disamping Tergugat berkapasitas sebagai Organ
Dalam Badan Hukum Publik (Penguasa / Pemerintah), Tergugat
berkapasitas pula sebagai pihak partikelir dalam perjanjian di
mana segala tindakan hukum maupun akibat hukum yang timbul
dari
perjanjian
tersebut
tunduk
kepada
hukum
perdata
(privaatrechts) in concreto Pasal 1320 jo 1338 KUH Perdata
sehingga kedudukan Tergugat sebagai organ dalam badan hukum
publik yang mempunyai kapasitas pemegang hak dan kewajiban
sebagai subyek hukum perdata ;
Bahwa Tergugat yang menjadikan Obyek Sengketa sebagai lokasi
penempatan Para Pedagang Kaki Lima ( PKL ) tanpa seijin dari
Penggugat, Tergugat telah melakukan wanprestasi yaitu : telah
175
melanggar pasal 1 surat perjanjian tanggal 7 maret 1986
sebagaimana tersebut dalam posita angka 1 di atas, dengan
tidak melakukan prestasinya untuk menyediakan tanah seluas
20.637 m2 (dua puluh ribu enam ratus tiga puluh tujuh meter
persegi) sehingga obyek sengketa kurang dari luas yang
diperjanjikan;
Data 4.2.10 Bahwa Tergugat menolak dengan tegas dalil
Penggugat pada posita gugat angka 2.9, karena penempatan Pedagang
Kaki Lima adalah diatas tanah milik / dikuasai oleh Tergugat dan diluar
dari obyek perjanjian (obyek sengketa), sehingga Tergugat tidak ada
kewajiban hukum untuk memindahkan Para Pedagang Kaki Lima
untuk kepentingan Pihak Penggugat;
Data 4.2.11 Bahwa Tergugat menolak dengan tegas dalil Penggugat
pada posita gugat angka 2.10, karena Tergugat sama sekali tidak pernah
melakukan perbuatan melawan hukum oleh Penguasa (Onrechtmatige
Overheids
Daad)
maupun
cidera
janji
(Wanprestasi),
karena
penempatan Pedagang Kaki Lima diatas tanah / dikuasai Tergugat adalah
diluar dari obyek perjanjian kerjasama dan sama sekali tidak
melanggar hukum, baik pelanggaran terhadap hak subyektif dari Pihak
Penggugat, melanggar Undang-Undang ataupun bertindak sewenangwenang;
Berdasarkan data 6.1.30., 6.1.31., 6.1.32., 6.1.33., dan 6.1.34
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Purwokerto mempertimbangkan sebagai
176
berikut :
6.1.30 Menimbang,
perbuatan
bahwa Majelis
melawan
perlu
hukum
mempertimbangkan
dalam
Hukum
Privat
sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata ( BW )
bahwa tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa
kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena
salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian
tersebut;
6.1.31 Menimbang, bahwa Penggugat mengajukan bukti Surat
berupa foto copy yang diberi tanda bukti P-2 sampai dengan
P-69 Nama Para Pedagang yang memiliki Surat Ijin
Penempatan (SIP) telah dibubuhi meterai secukupnya dan
tidak ada aslinya, namun Tergugat tidak keberatan dan dari
keterangan
saksi
BAMBANG
LUSMONO
EDY
menerangkan dibawah sumpah bahwa bangunan gedung
THR terhenti tahun 1987 karena ada para Pedagang Kaki
Lima di lokasi tersebut . demikian saksi FAJAR
TANJUNG dan saksi TALIM HADI SUWITO dibawah
sumpah menerangkan sejak tahun 1986 sebagai Pedagang
Kaki Lima di lokasi Kebondalem dan memperoleh Surat Ijin
Penempatan
Sedangkan
dan
Saksi
setiap
tahunnya
SUCIPTO
dibawah
diperpanjangnya.
sumpah
telah
menerangkan yang membangun tempat / lapak Pedagang
177
Kaki Lima di lokasi Kebondalem Purwokerto tahun 1986
sebanyak ± 30 kios, demikian pula saksi Drs. LUSINO
menerangkan Pedagang Kaki Lima di lokasi Kebondalem +
30 kios, namun ada bangunan yang liar berjumlah + 60 orang;
6.1.32 Menimbang, bahwa pemeriksaan sidang di tempat lokasi
obyek sengketa pada hari Kamis tanggal 17 Januari 2008, di
komplek Kebondalem Purwokerto temyata Pedagang Kaki
Lima berada di tengah dan kios Para Pedagang Kaki Lima
lebih dari 60 kios. Dan teryata Tergugat tidak dapat
menunjukkan areal Pedagang Kaki Lima berada diluar obyek
sengketa;
6.1.33 Menimbang, bahwa berdasarkan hal hal yang telah
dipertimbangkan, secara nyata Tergugat menempatkan
Para Pedagang Kaki Lima tanpa persetujuan Penggugat
sehingga pembangunan THR sejak tahun 1987 tidak
terselesaikan hingga sekarang dan merugikan, Penggugat
mencari
solusi
jalan
keluar
menyelesaikan
permasalahan ini sebagaimana bukt i T-27 sampai
dengan T-30 namun sampai saat ini belum ada
penyelesaaian yang menurut Hikmat Majelis sangat tidak
menguntungkan
baik
Tergugat
yang
mengakibatkan
hambatan investasi pembangunan daerah lebih-lebih bagi
178
Para Pengembang seperti Penggugat;
6.1.34 Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut
diatas Majelis berpendapat bahwa penempatan Para,
Pedagang Kaki Lima (PKL) oleh Tergugat tersebut
merupakan perbuatan melawan hukum yang merugikan
orang lain dalam hal ini Pihak Penggugat tidak dapat
melaksanakan pembangunan proyek Taman Hiburan Rakyat;
6.1.35 Menimbang,
bahwa
Penggugat
menyatakan
bahwa
selain
perbuatan
melawan
hukum
dalam
posita
Tergugat
melakukan
sekaligus
melakukan
wanprestasi, sedangkan Tergugat menyatakan sama
sekali tidak pernah melakukan perbuatan melawan
hukum maupun cidra janji (wanprestasi) karena penempatan
Pedagang Kaki Lima di atas / dikuasai Tergugat adalah
diluar obyek perjanjian kerjasama dan sama sekali
tidak melanggar hukum;
6.1.36 Menimbang, bahwa sebagaimana dalam pertimbanganpertimbangan di atas serta hasil sidang pemeriksaan di lokasi
obyek yang disengketakan yang dilaksanakan pada hari
Kamis tanggal 17 Januari 2008 ternyata tempat Para
Pedagang Kaki Lima (PKL) berada ditengah dan Tergugat
tidak
dapat
menunjukkan
lokasinya
diluar
obyek
perjanjian pokok tanggal 7 Maret 1986 (diluar luas areal
179
20.637 m2), sedangkan Penggugat menunjukkan bahwa
pembangunan obyek Taman Hiburan Rakyat terhenti karena
adanya lokasi Para Pedagang Kaki Lima yang tadinya hanya
30 kios sekarang sudah lebih dari 60 kios PKL;
6.1.37 Menimbang,
Pedagang
bahwa
Kaki
dengan
Lima
ditempatkan
ditempat
obyek
Para
sengketa,
sehingga Tergugat tidak melakukan Prestasinya untuk
menyediakan lahan / tanah seluas 20.637 m2 tidak terpenuhi
sebagaimana termaksud dalam Pasal 1 Perjanjian Pokok
tanggaal 7 Maret 1986 yang menurut Majelis Tergugat telah
melakukan Wanprestasi;
Pertimbangan tersebut telah diperkuat oleh Mahkamah Agung
berdasarkan
Data 8.1.3 Menimbang, bahwa mengenai alasan-alasan ke 1 sampai
dengan ke 4, bahwa alasan-alasan tersebut dapat
dibenarkan dengan alasan :
a. Perpanjangan kontrak tanggal 7 Maret 1986
tetap mengikat tanah seluas 20.673 m2 karena
addendum 21 Maret 1988 hanya tentang jangka
waktu pendirian' bangunan; hak pengelolaan dan
pajak
tidak
mengubah
lahan
obyek
secara
keseluruhan;
b. Perubahan hanya terbatas volume pekerjaan dalam
180
bangunan
Taman
perubahan
Hibur an
pr ins ipil
Rakyat
bukan
mengenai
esens i
permasalahan
pokok
perpanjangan kontrak ;
c. Dengan
adalah
demikian
terletak
bahwa
Tergugat
telah
menempatkan para PKL (Pedagang Kaki Lima) di
atas sebagian obyek sengketa secara melawan
hukum karena tidak ada persetujuan dari Pemohon
Kasasi dan sekaligus bertentangan dengan perjanjian
kedua belah pihak;
Data 8.2.7 Menyatakan bahwa Tergugat telah melakukan perbuatan
melawan hukum (onrechtmatigedaad) dan cidera janji
(wanprestasi) yang sangat merugikan Penggugat;
Dari hasil penelitian tersebut di atas diketahui bahwa Majelis Hakim
Pengadilan Negeri Purwokerto memutus perkara yang isinya dikuatkan oleh
Mahkamah Agung telah mengabulkan gugatan Penggugat dalam posita
angka 1.10 maupun petitum angka 3.6 menggabungkan tuntutan
perbuatan melawan hukum dengan tuntutan Wanprestasi dikuatkan
oleh
Mahkamah
Agung
adalah
sesuai
Yurisprudensi
tetap
Mahkamah Agung dalam perkara perdata No. 1875 K/Pdt/1984
tanggal 24 April 1986 menyatakan “ Penggabungan tuntutan
perbuatan melawan hukum dengan tuntutan wanprestasi di dala m
satu surat gugatan , t idak dapat dibenarkan menurut tertib
181
beracara
masing-masing
tuntutan
harus
diselesaikan
dala m
gugatan tersendiri”.
Perkara a quo dalil gugatan P e n g g u g a t t e nt a ng p e r i s t i w a
k o nk r it n ya a d a l a h s a m a ya it u t e nt a ng a d a n ya Perjanjian
kerjasama antara Tergugat dengan Penggugat. Akan tetapi Tergugat telah
menempatkan para Pedagang Kaki Lima (PKL) di atas sebagian obyek
sengketa secara melawan hukum karena tidak ada persetujuan dari
Penggugat sekaligus bertentangan dengan perjanjian kedua belah pihak.
Perkara yang diajukan Penggugat penggabungan tuntutan Perbuatan
Melawan Hukum dan Cidera janji/ wanprestasi adalah komulasi o b ye k t i f
b e r p e d o ma n p a d a u r a i a n p e r bu a t a n m a t e r i i l ya n g s a m a
da la m da lil gug at a n Pe nggu gat , se hin gga je la s t idak ad a
p e r t e nt a ng a n a nt a r a d a l i l gugatan dan tidak menyulitkan dalam
proses pemeriksaan perkara.
Penggabungan dalam perkara aquo tidak melanggar tentang
ketentuan larangan penggabungan gugatan. Di mana menurut doktrin ada
tiga hal yang dilarang untuk menggabungkan suatu gugatan, yaitu : kalau
untuk suatu tuntutan (gugatan) tertentu diperlukan suatu acara khusus (gugat
cerai), sedangkan tuntutan yang lain harus diperiksa menurut acara biasa
(gugatan untuk memenuhi perjanjian) maka kedua tuntutan itu tidak boleh
digabung dalam satu gugatan, demikian pula apabila hakim tidak wenang
(secara relatif) untuk memeriksa salah satu tuntutan yang diajukan bersamasama dalam satu gugatan dengan tuntutan lain. Maka kedua tuntutan itu
182
tidak boleh diajukan bersama-sama dalam satu gugatan, tuntutan tentang
bezit tidak boleh diajukan bersama-sama dengan tuntutan tentang Eigendom
dalam satu gugatan (pasal 103 Rv). 13
Putusan
tersebut
juga
sejalan
dengan
Yurisprudensi
No.
575K/Pdt/1983 tanggal 20 Juni 1984. bahwa penggabungan gugatan pada
prinsipnya diperbolehkan dan tidak bertentangan dengan hukum acara, hanya
saja menurut Soepomo agar penggabungan itu sah dan memenuhi syarat harus
terdapat hubungan erat (innerlicke samenhangen) atau terdapat hubungan
hukum. Dalam perkara a quo penggabungan tuntutan / kumulasi obyektif
berpedoman pada pihak-pihak yang sama yaitu Pemerintah RI cq Pemerintah
Kabupaten Banyumas cq Bupati Banyumas sebagai Tergugat dengan Yohanes
Widiana sebagai Penggugat dan obyek perkara yang sama yaitu tanah seluas
20.637 m2 yang dikenal kompleks pertokoan Kebondalem. Sehingga tuntutan
bisa dikumulasi.
Dalam praktik pemberlakuan Yurisprudensi menurut Sudikno ada 2
(dua) asas yang dikenal, yaitu :
1. asas precedent dan
2. asas bebas.
Ad. 1. Asas Precedent (stare decisis et non queta movere) banyak dianut
oleh negara-negara Anglo Saxon yang berpendapat : bahwa para
hakim terikat atau tidak boleh menyimpang dari putusan-putusan
yang terlebih dahulu dari hakim yang lebih tinggi atau sederajat
tingkatannya.
13
Sudikno Mertokusumo, Opcit,hal 47.
183
Ad. 2. Asas bebas, dalam sistem continental pada asasnya hakim tidak
terikat pada asas precedent atau putusan hakim terdahulu mengenai
persoalan hukum yang serupa dengan yang diputuskannya.
Pada asasnya sistem hukum kita hakim tidak terikat pada atau harus
mengikuti putusan mengenai perkara yang sejenis yang pernah dijatuhkan
oleh Mahkamah Agung atau Pengadilan Tinggi atau yang telah pernah
diputuskannya sendiri ( asas the binding force of precedent ).
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tersebut maka
pertimbangan-pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Purwokerto dan
Mahkamah
Agung
dihubungkan
dengan
ketentuan
undang-undang,
Yurisprudensi dan doktrin yang berlaku pertimbangan hakim yang telah
mengabulkan penggabungan gugatan perbuatan melawan hukum dan
wanprestasi adalah sudah tepat dan benar.
2. Tentang akibat hukum dikabulkannya penggabungan gugatan perbuatan
melawan
hukum
(Onrechmatigedaad)
dan
gugatan
cidera
janji
(Wanprestasi) dalam Putusan Mahkamah Agung RI No. 2443K/Pdt/2008
jo Putusan Pengadilan Tinggi Semarang No. 88/Pdt/2008/PT Smg jo
Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto No. 46/Pdt.G/2007/PN.Pwt).
Tujuan pemeriksaan di pengadilan adalah untuk memperoleh
putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap, artinya suatu putusan hakim
184
yang tidak dapat diubah lagi, dan dengan putusan tersebut, hubungan hukum
kedua belah pihak yang berperkara ditetapkan untuk selama-lamanya
dengan maksud apabila tidak ditaati secara sukarela dipaksakan dengan
bantuan alat-alat Negara.
Sebelum Hakim menjatuhkan putusan, hakim akan menerima,
memeriksa, dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang
diajukan. Untuk dapat menyelesaikan atau mengakhiri suatu perkara, hakim
harus terlebih dahulu mengetahui secara obyektif tentang duduk perkara
yang sebenarnya sebagai dasar putusannya.
Putusan hakim dalam hukum acara perdata dapat digolongkan
menjadi 2 (dua) golongan, yaitu putusan sela dan putusan akhir. Putusan
sela adalah putusan yang dijatuhkan sebelum hakim memutus perkaranya
dengan tujuan untuk memungkinkan atau mempermudah kelanjutan
perkara. Jadi putusan sela merupakan putusan yang diambil oleh hakim
sebelum menjatuhkan putusan akhir, sedangkan putusan akhir adalah
putusan yang mengakhiri pemeriksaan suatu perkara di Pengadilan. 14105
Putusan menurut sifatnya amar atau dictum dapat dibedakan menjadi
3 (tiga) macam, yaitu :
1. putusan declaratoir, yaitu yang amarnya menyatakan keadaan sebagai
suatu keadaan yang sah menurut hukum, dan
105
M. Nur Rasaaid,Opcit hal 49.
185
2. putusan konstitutif, yaitu yang amarnya menciptakan suatu keadaan
hukum baru.
3. putusan condemnatoir, yaitu yang amarnya berbunyi “menghukum dan
seterusnya.106
Putusan hakim yang dapat dieksekusi atau dilaksanakan hanyalah
putusan yang amar atau diktumnya bersifat condemnatoir saja, artinya
mengandung suatu penghukuman, sedangkan putusan yang amarnya bersifat
declaratoir atau konstitutif tidak memerlukan adanya eksekusi.
Penggugat
2443K/Pdt/2008
dalam
jo
Putusan
Putusan
88/Pdt/2008/PT Smg jo
Mahkamah
Pengadilan
Tinggi
Agung
RI
No.
Semarang
No.
Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto No.
46/Pdt.G/2007/PN.Pwt., telah mengajukan tuntutan penggabungan gugatan
perbuatan melawan hukum dan wanprestasi (kumulasi obyektif).
Wanpretasi adalah pelaksanaan perjanjian yang tidak tepat waktunya
atau dilakukan tidak menurut selayaknya atau sama sekali tidak
melaksanakan perjanjian.107
Wanprestasi dapat berbentuk :
1. Debitur tidak memenuhi prestasi pada waktunya (terlambat)
2. Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali
3. Debitur memenuhi prestasi dengan tidak baik (tidak sesuai dengan yang
diperjanjikan).108
106
Subekti opcit hal 129.
M.Yahya Harahap (2) segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni,Bandung,1986,hal.60.
108
Setiawan R,Op.cit, hal 13,15.
107
186
Dari ketentuan tersebut, wanprestasi lahir dari adanya suatu hubungan
hukum berdasarkan perjanjian. Apabila pihak yang melanggar kewajiban
(debitur) tidak melaksanakan kewajiban atau melanggar kewajiban yang
dibebankan kepadanya maka ia dapat dikatakan lalai (wanprestasi) dan atas
dasar itu dapat dimintakan pertanggunjawaban hukum berdasar wanprestasi.
Debitur apabila melakukan wanprestasi dapat dituntut untuk :
1. Pemenuhan perjanjian;
2. Pemenuhan perjanjian ditambah ganti rugi;
3. Ganti rugi;
4. Pembatalan perjanjian timbal balik;
5. Pembatalan dengan ganti rugi.109
Ganti rugi adalah ganti dari kerugian yang nyata berupa sejumlah
uang, tidak bisa yang lain, yang diakibatkan langsung oleh wanprestasi
berupa ongkos (kosten), kerugian (schaden) dan bunga (interessen).110
Kerugian yang dapat dituntut haruslah kerugian yang menjadi akibat
langsung dari wanprestasi, artinya antara kerugian dan wanprestasi harus ada
hubungan sebab akibat, dalam hal ini kreditur harus dapat membuktikan :
1. Besarnya kerugian yang dialami
2. Bahwa faktor penyebab kerugian tersebut adalah wanprestasi karena
kelalaian debitur, bukan karena faktor diluar kemampuan debitur.111
Pasal 1365 KUHPerdata merumuskan sebagai berikut :
109
Ibid,hal 14.
M.Yahya Harahap(2) Opcit, hal 66-67
111
Ibid. Hal 71.
110
187
Tiap perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian pada
orang lain, mewajibkan orang yang bersalah menimbulkan kerugian
itu, mengganti kerugian tersebut.
Syarat-syarat perbuatan melawan hukum menurut Pasal 1365
KUHPerdata, yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
Adanya suatu perbuatan
Perbuatan tersebut melawan hukum
Adanya kesalahan dari pihak pelaku
Adanya kerugian bagi korban
Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian.112
Hubungan kausal antara perbuatan yang dilakukan dengan kerugian
yang terjadi merupakan syarat dari suatu perbuatan melawan hukum. Adanya
hubungan kausal dapat disimpulkan dari kalimat Pasal 1365 KUHPerdata
yaitu perbuatan yang karena kesalahannya menimbulkan kerugian. Kerugian
itu harus timbul sebagai akibat dari perbuatan orang itu. Jika tidak ada
perbuatan, tidak ada akibat yaitu kerugian.
Ganti rugi akibat wanprestasi meliputi tiga unsur yaitu biaya,
kerugian yang sesungguhnya, dan keuntungan yang diharapkan (bunga).
Sedangkan unsur-unsur yang dipakai adalah uang.
Dalam perbuatan
melawan hukum, unsur-unsur kerugian dan ukuran penilaiannya dengan uang
dapat diterapkan secara analogis. Dengan demikian penggantian kerugian
dalam
perbuatan
melawan
hukum
didasarkan
pada
kemungkinan-
kemungkinan adanya tiga unsur tersebut dan kerugian dihitung dengan
sejumlah uang.113
112
113
Munir Fuady,Opcit,hal 10.
Ibid, hal 256.
188
Pasal 1365 KUHPerdata sebagai dasar hukum Perbuatan Melawan
Hukum :
 Tidak menyebut bagaimana bentuk ganti ruginya.
 Juga tidak menyebutkan rincian ganti rugi ;
 Dengan demikian dapat dituntut :
a. ganti rugi nyata (actual loss) yang dapat diperhitungkan secara
rinci, obyektif, dan konkret, disebut kerugian materiil ;
b. kerugian imateriil berupa ganti rugi pemulihan kepada keadaan
semula atau restoration to original condisition.114
Berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh data sebagai berikutData 1.5 dapat diketahui bahwa Penggugat telah melaksanakan
kewajiban Penggugat yaitu telah membangun 2 (dua) unit Sekolah Dasar
yang terletak di Jl, Jatiwinangun Gang Sadewo No. 1 Purwokerto, sekarang
menjadi Sekolah Dasar Al-Irsyad 02, telah membangun 1 (satu) unit Kantor
Perwakilan Pendidikan dan Kebudayaan yang terletak di JI. Dr. Suparno No.
17 Purwokerto, sekarang menjadi Kantor Dinas Pendidikan Unit
Pendidikan Kecamatan Purwokerto Timur Pemerintah Kabupaten
Banyumas, dan Penggugat telah membangun 15 (lima belas) unit kios
yang terletak di JL KH. Syafei Purwokerto.
Data 1.8, 1.9 dan 1.10 dapat diketahui bahwa Tergugat melakukan
perbuatan yang menyebabkan Penggugat tidak dapat
melaksanakan
pembangunan yaitu dengan cara pada tahun 1987 Tergugat menempatkan
114
Yahya Harahap,Opcit.hal 455.
189
para Pedagang Kaki Lima di atas sebagian obyek sengketa dan sebenarnya
Tergugat mempunyai kewenangan dan kemampuan untuk memindahkan para
Pedagang Kaki Lima tersebut, akan tetapi tergugat tidak melakukan dan
justru mengambi keuntungan dari para Pedagang Kaki Lima terebut sampai
saat ini. Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum dan Cidera
Janji yang sangat merugikan Penggugat.
Data 1.12 dan 1.14 dapat diketahui bahwa atas perbuatan tergugat,
maka Penggugat mengalami kerugian berupa :
 Kerugian
materiil yaitu dalam hal ini keseluruhan investasi
Penggugat yang telah digunakan untuk melaksanakan kewajiban
Penggugat
dan
kerugian
Immateriil
serta
hilangnya
hak
pengelolaan yang menjadi hak Penggugat. Penggugat mengalami
kerugian meteriil sesuai dengan perhitungan bunga bank
terhitung mulai tahun 1987 sampai dengan tahun 2007. Total
kerugian Penggugat sebagai nilai wajar penggantian adalah
sebesar Rp.3.279.135.616,- ditambah Rp.2.148.101.123,- ditambah
Rp.18.983.646.284,- = Rp.24.410.883.023,- ( dua puluh empat
milyar empat ratus sepuluh juta delapan ratus, delapan puluh tiga,
ribu dua puluh tiga rupiah) dan
 Kerugian imateriil yaitu nama baik . Penggugat sebagai badan
hukum Perseroan Terbatas yang ternama di Wilayah Kota
Purwokerto menjadi tercemar karena dianggap oleh Publik
190
Penggugat tidak mau melaksanakan perjanjian untuk membangun
obyek sengketa ;
Data 6.2.2.7., dapat diketahui bahwa akibat perbuatan Tergugat
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Purwokerto telah menghukum Tergugat
untuk membayar kerugian materiil kepada Penggugat sebesar Rp.
24.410.883.023,- ( dua puluh empat milyar empat ratus sepuluh juta delapan
puluh tiga ribu dua puluh tiga rupiah) sebagai ganti rugi materiil atas
pelaksanaan kewajiban yang telah dilakukan oleh Penggugat dan atas
kerugian hak pengelolaan dan telah diperkuat oleh Mahakmah Agung RI
sesuai dengan data 8.2.8.
Data 6.2.2.8., dapat diketahui bahwa Majelis Hakim Pengadilan
Negeri Purwokerto telah menghukum Tergugat untuk membayar kerugian
bunga (Opportunity Lost) sebesar 6 % per tahun x Rp.24.410.883.023,- =
Rp.1.464.652.981,38,- ( satu milyar empat ratus enam -puluh empat juta
enam ratus lima puluh dua ribu sembilan ratus delapan puluh satu rupiah
tiga puluh delapan sen ) terhitung sejak tahun 2007 sampai dengan Tergugat
melaksanakan isi putusan ini.
Data 6.2.2.9 Majelis Hakim Pengadilan Negeri Purwokerto telah
menyatakan bahwa Pengugat juga mengalami kerugian immaterial yaitu
nama baik . Penggugat sebagai badan hukum Perseroan Terbatas yang
ternama di Wilayah Kota Purwokerto menjadi tercemar karena dianggap
oleh Publik Penggugat
tidak mau melaksanakan perjanjian untuk
membangun obyek sengketa, oleh karena itu menghukum Tergugat untuk
191
membayar
kerugian
Immaterial
kepada
Penggugat
sebesar
Rp.2.000.000.000,- ( dua milyar rupiah);
Data 6.2.2.10 Majelis Hakim Pengadilan Negeri Purwokerto telah
menghukum Tergugat untuk meneruskan pelaksanaan perjanjian dengan
ketentuan yaitu : tergugat berkewajiban untuk mengosongkan obyek
sengketa dari Para Pedagang Kaki Lima (PKL) dan tergugat berkewajiban
untuk memberikan kepada Penggugat atas hak pengelolaan di atas obyek
sengketa sesuai Surat Perjanjian tanggal 7 Maret 1986.
Data 6.2.2.11 Majelis Hakim Pengadilan Negeri Purwokerto telah
menghukum Tergugat untuk membayar uang paksa (Dwangsom) kepada
Penggugat sebesar Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) setiap hari terhitung
sejak putusan ini memperoleh kekuatan hukum yang tetap sampai dengan
Tergugat melaksanakan isi putusan ini ;
Apabila kita cermati bardasarkan hasil penelitian tersebut di atas,
maka dapat dikatakan bahwa amar putusan tersebut yang mengabulkan
penggabungan tuntutan perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) dan
cidera janji (wanprestasi) akibat hukumnya hakim menghukum Tergugat
membayar ganti rugi yaitu adanya kerugian materiil yang dialami Penggugat
berupa biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk melaksanakan obyek
perjanjian, kerugian adanya bunga atau keuntungan yang akan didapatkan dan
kerugian Immateriil tentang nama baik serta hilangnya hak pengelolaan, dan
meneruskan pelaksanaan perjanjian.
192
Amar putusan menyangkut mengenai kewajiban Tergugat untuk
mengosongkan obyek sengketa dari para pedagang kaki lima. Hal ini dapat
dipahami bahwa sejak ditandatangani perjanjian hak pengelolaan antara
Penggugat dan Tergugat, maka yang mempunyai hak pengelolaan atas tanah
seluas 20.637 m2 adalah Penggugat, sehingga Tergugat tidak mempunyai hak
untuk menempatkan PKL di obyek perjanjian selama waktu yang
diperjanjikan. Dengan Tergugat menempatkan PKL di obyek perjanjian
adalah suatu perbuatan melawan hukum sehingga diharuskan mengosongkan
obyek sengketa tersebut;
193
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan terhadap Putusan Mahkamah Agung RI
No. 2443 K/Pdt./2008 jo. Putusan Pengadilan Tinggi Semarang No.
88/Pdt./2008/PT. Smg., jo. Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto No.
46/Pdt.G/2007/PN.Pwt, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Penerapan hukum Hakim Mahkamah Agung RI dan Hakim Pengadilan
Negeri Purwokerto yang telah mengabulkan penggabungan gugatan
perbuatan melawan hukum dan wanprestasi adalah sudah tepat tidak
bertentangan dengan undang-undang dan sesuai dengan Yurisprudensi
serta pendapat dari Supomo bahwa untuk penggabungan gugatan
disyaratkan adanya hubungan yang erat (innerlicke samenhangen).
2. Akibat hukum dikabulkannya penggabungan tuntutan perbuatan melawan
hukum dan wanprestasi dalam putusan tersebut di atas, hakim
menjatuhkan hukuman atas Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi
kepada Tergugat untuk membayar ganti kerugian Materiil yang nyatanyata diderita dan kerugian Imateriil berupa pembayaran sejumlah uang.
B. S a r a n
Pada asasnya sistem hukum kita hakim tidak terikat pada atau harus
mengikuti putusan mengenai perkara yang sejenis yang pernah dijatuhkan
oleh Mahkamah Agung atau Pengadilan Tinggi atau yang telah pernah
diputuskannya sendiri ( asas the binding force of precedent ) namun
sepertinya tidak konsisten apabila hakim memutuskan suatu perkara yang
194
sejenis bertentangan dengan putusan sebelumnya , hal ini terkadang justru
menimbulkan adanya ketidakpastian hukum. Hal yang cukup bijaksana yang
dapat dilakukan oleh hakim dalam rangka menghasilkan putusan yang
obyektif adalah bahwa hakim harus mengikuti dan memahami nilai-nilai
hukum yang hidup dalam masyarakat. Hakim harus memiiki keberanian
ketika harus memberikan suatu putusan meningglkan yurisprudensi yang ada
apabila yurisprudensi tersebut dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan
keadaan kehidupan masyarakat.
Pengetahuan hakim dalam melakukan interpretasi dan kecermatan
dalam memberikan pertimbangan hukum sangat penting, karena putusan
hakim harus dapat dipertanggung jawabkan kepada masyarakat dan ilmu
hukum.
195
DAFTAR PUSTAKA
Fuady, Munir , Perbuatan Melawan Hukum, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2000.
Heryanto, Bambang, Perbuatan Melawan Hukum, Fakultas Hukum Unsoed,
Purwokerto, 2004,
Muhammad, Abdulkadir, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bhakti,
Bandung, 2000.
Mulyadi, Lilik, Hukum Acara Perdata Menurut Teori dan Praktek Peradilan
Indonesia, Dajmbatan, Jakarta, 2002.
Mertokusumo, Sudikno M, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty,
Yogyakarta, 2002
M, Karjadi, Reglemen Indonesia Yang Diperbaharui S. 1941 N0. 44, Politeia,
Bogor, 1992
Prodjodikoro, Wirjono, Hukum Acara Perdata di Indonesia, Sumur, Bandung,
1984.
Prinst, Darwan , Strategi Menyusun dan Menangani Gugatan Perdata, Citra
Aditya Bhakti, Bandung, 2002.
Rasaid,M. Nur , Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 1999
R. Soesilo, RIB/HIR Dengan Penjelasan, Politeia, Bogor, 1985R.
R. Subekti, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta,1991
R. Subekti, R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Pradnya
Paramita, Jakarta, 1989
Satrio J., Hukum Perikatan Perikatan Pada Umumnya, Alumni, Bandung, 1999
Soepomo, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, Pradnya Paramita, Jakarta,
1993
Soemitro, Ronny Hanitijo, Metodologi Penelitian dan Jurimetri, Ghalia
Indonesia, Jakarta, 1988.
Wardah, Sri dan Bambang Sutiyoso, Hukum Acara Perdata dan Perkembangan di
Indonesia, Gama Media, Yogyakarta, 2007.
196
Download