BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Berdasarkan Intensive Care Nursery House Staff Manual, 2004 prevalensi bayi berat lahir ekstrim rendah (BBLER) dengan berat badan (BB) <1000 gram berkisar antara 0,1-0,5%. Tingkat survival BBLER sebesar 13,8% pada bayi dengan berat badan lahir <500 gram, 51% pada bayi dengan berat badan lahir 500-749 gram, dan 84,5% pada bayi dengan berat badan lahir 750-1000 gram. Tingkat kesintasan semakin meningkat semenjak peggunaan surfaktan dan pemberian steroid pada ibu yang berisiko melahirkan bayi ekstrim prematur. (1;2) Pada penelitian yang dilakukan Valcamonico et al. pada 183 BBLER dilaporkan bahwa sindrom distres respirasi paling sering dijumpai (76,6%), diikuti Displasia bronkopulmoner (DBP) sebesar 19,5%, duktus arteriosus paten sebesar 29,7%, necrotizing enterocolitis (NEC) sebesar 5,5%. Pada follow-up Retinopathy of prematurity (ROP) terjadi pada 26,6%, perdarahan intraventrikular sebanyak 14,8% dan periventrikular leukomalacia (PVL) sebanyak 14,1%. (3) Managemen pada BBLER sedikit berbeda dengan bayi dengan berat badan lahir lebih besar, dimana pada saat resusitasi pasien langsung dimasukkan ke dalam suatu polyethylene wrap segera setelah lahir untuk mencegah kehilangan panas. Bayi berat lahir ekstrim rendah dirawat di dalam inkubator di ruangan neonatal intensive care unit (NICU). Kejadian RDS paling sering terjadi pada BBLER akibat defisiensi surfaktan sehingga setelah pasien lahir langsung diberikan pemasangan terapi oksigen menggunakan nasal continuous positive airway pressure (NCPAP) atau nasal intermittent mandatory ventilation (NIMV) untuk mencegah atelektasis, dan segera diberikan terapi surfaktan melalui ventilasi mekanik. Pemberian oksigen ini akan meningkatkan survival BBLER akan tetapi penggunaan oksigen dengan cara tersebut memberikan oksigen dengan konsentrasi tinggi dan barotrauma yang dapat mengakibatkan terjadinya DBP. Bayi-bayi BBLER yang dapat bertahan setelah perawatan di NICU, memerlukan kewaspadaan ekstra dari petugas kesehatan, dengan perhatian pada sekuele medis dan skrining perkembangan. Hal ini berkaitan dengan belum matangnya fungsi organ-organ pada BBLER. Permasalahan pada BBLER yang mungkin timbul adalah gangguan pertumbuhan, gangguan perkembangan terutama perkembangan kognitif, kemampuan belajar, gangguan perhatian, bicara dan bahasa, gangguan neuromotor, dan perkembangan neurobehaviour. Selain itu juga bisa Diajukan pada laporan akhir kasus Longitudinal MS-PPDS I IKA FK-UGM Yogyakarta 1 didapatkan gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, permasalahan gizi, pertumbuhan gigi, masalah gastrointestinal, meningkatnya risiko Cerebral palsy (CP) dan retardasi mental. Karena permasalahan yang mungkin timbul tersebut, maka perlu pemantauan yang lebih ketat pada pasien BBLER. Pasien yang dijadikan subyek pemantauan adalah BBLER yang lahir di RSUP dr. Sardjito dan bertempat tinggal di Yogyakarta sehingga relatif dekat, mudah dijangkau, dan pemantauan lebih mudah dilakukan. b. Deskripsi Kasus Singkat IDENTITAS PASIEN Nama : By. Ny. EY Nama ayah : Tn. FGI Umur/Tanggal lahir : 63 hari/ 8 April 2014 Umur : 29 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Pendidikan : S1 Alamat : Banguntapan, Bantul, DIY Pekerjaan : PNS Masuk RS : 8 April 2014 Nama ibu : Ny. EY No CM : 0.73.06.32 Umur : 29 tahun Tanggal diperiksa : 10 Juni 2014 Pendidikan: S1 Usia saat ini Pekerjaan : PNS : 63 hari Seorang bayi perempuan usia 63 hari, masih dirawat di Instalasi Maternal Perinatal pada hari perawatan ke 64. Keluhan utama pada saat masuk adalah bayi kecil yang lahir kurang bulan. Dari alloanamnesis dengan ibu bayi, dokter dan perawat, serta catatan medis didapatkan keterangan bahwa bayi lahir di RSUP Dr. Sardjito dari seorang ibu P1A0 umur 29 tahun umur kehamilan 36+1 minggu. Ibu mengetahui hamil sejak usia kehamilan 6 minggu, dengan hari pertama menstruasi terakhir (HPM) 29 September 2013 dan hari perkiraan lahir (HPL) 4 Mei 2014. Selama kehamilan ibu kontrol teratur ke SpOG sebulan sekali dan 2 kali sebulan saat minggu-minggu terakhir menjelang persalinan. Berat badan ibu sejak awal hamil sampai dengan menjelang persalinan naik sampai dengan 10 kg (berat badan 60 kg dan tinggi badan 161 cm). Ibu mendapatkan vaksinasi Tetanus toxoid (TT) 2 x dan konsumsi vitamin dan zat besi selama kehamilan. Tidak ada riwayat perdarahan, infeksi saluran kencing, demam, muntah berlebihan dan hipertensi selama kehamilan. Saat umur kehamilan 28 minggu berdasarkan hasil Diajukan pada laporan akhir kasus Longitudinal MS-PPDS I IKA FK-UGM Yogyakarta 2 ultrasonography (USG) tampak plasenta menebal/bermasalah yang menyebabkan gangguan nutrisi dan oksigenasi ke janin sehingga tejadi Intra Uterine Growth Restriction (IUGR), sehingga diputuskan oleh dokter untuk memberikan ibu obat untuk pematangan paru janin dan dilakukan terminasi saat usia kehamilan 36 minggu melalui operasi SC. Tidak ada ketuban pecah dini dan air ketuban jernih. Saat lahir bayi langsung menangis, dilakukan resusitasi sampai tahap tindakan awal dan pemberian oksigen aliran bebas, nilai APGAR menit pertama 7, menit kelima 9, dan menit keenam puluh 10, BB lahir 876 gram, PB lahir 34,0 cm, LK 28,0 cm, LD 20,0 cm, LLA 6,0 cm, LP 21,0 cm, CR 20,0 cm. Informasi dari bagian obsgyn bahwa saat lahir tali pusat tampak tersimpul. Bayi mendapatkan injeksi vitamin K 1 mg IM segera setelah lahir. Setelah persalinan ibu dirawat selama 4 hari dan kondisi membaik. Gambar 1.1 Silsilah keluarga pasien Pemeriksaan fisik bayi segera setelah lahir: gerakan bayi tampak aktif, tanda vital stabil dengan nadi 140 x/menit, suhu 36 0C, RR 56 x/menit tipe abdominal. Kulit tidak tampak sianosis, kepala mesocephal, konjungtiva mata tidak anemis, sklera tidak ikterik, tidak tampak discharge pada mata, hidung ataupun telinga, mulut/lidah tidak sianosis, tonus leher (+), dada Diajukan pada laporan akhir kasus Longitudinal MS-PPDS I IKA FK-UGM Yogyakarta 3 simetris, retraksi tidak ada, bunyi jantung terdengar suara 1 tunggal, suara 2 split tak konstan, suara paru vesikular normal, perut supel, tali pusat segar, hati dan limpa tak teraba, tampak ada anus dan alat kelamin perempuan, ekstremitas tampak eutrofi, reflek primitive (+). Dubowitz score 44 setara dengan umur kehamilan 36 minggu 2 hari. Hasil pemeriksaan laboratorium darah saat lahir: AL 17.540/uL, Hb 15,2 g/dL, Hct 44,7%, AT 49.000/uL, golongan darah A Rhesus +, CRP kuantitatif <5 mg/dL, bilirubin total 3,5 mg/dL, bilirubin indirek 0,21 mg/dL, albumin 3,3 mg/dL, GDS 19 mg/dL, kalsium 1.96 mEq/L, natrium 145 mEq/L, kalium 4.6 mEq/L, kloride 107 mEq/L, IT 0,098. Hasil pemeriksaan morfologi darah tepi kesan kelainan morfologi eritrosit dan peningkatan respon eritropoietik, leukopenia dengan reaktivitas netrofil dan limfosit, trombositopenia. Hasil kultur darah tidak tumbuh kuman dan kultur Umbilical vein catheter (UVC) tumbuh kuman Enterobacter cloacae. Pada usia 0 hari bayi dirawat dalam inkubator dengan suhu yang disesuaikan dengan usianya. Dilakukan pemasangan UVC, mendapatkan total parenteral nutrition (TPN), tidak diberikan terapi oksigen lanjutan seperti nasal kanul, NCPAP maupun NIMV karena Down score 0. Sejak usia 0 hari bayi mengalami sepsis early onset dan mendapatkan antibiotika lini pertama: ampisilin sulbactam dan amikasin, dimana antibiotika tersebut sesuai dengan hasil uji kultur UVC Enterobacter cloacae. Pada usia 1-2 hari mulai diberikan trophic feeding dengan ASI dan enteral ASI naik bertahap. Saat usia 3 hari bayi mengalami hiperbilirubinemia indirek dan dilakukan fototerapi 36 jam selama 2 siklus dan evaluasi kadar bilirubin total pasca fototerapi normal. Antibiotika lini pertama yang diberikan pada saat anak usia 14 hari distop karena klinis sepsis membaik. Sejak usia 0 hari bayi mengalami hipoglikemia dengan kadar gula darah sewaktu (GDS) 19 mg/dL dan hipokalsemia dengan kalsium 1,96 mEq/L, dilakukan manajemen hipoglikemia dan koreksi calcium, dan saat usia 2 hari hasil evaluasi GDS dan kalsium normal. Pada saat usia 8 hari dilakukan skrining pendengaran dan penglihatan, pemeriksaan Otoaucistic emission (OAE) oleh bagian Telinga hidung tenggorokan (THT) dengan hasil kedua telinga refer (curiga kelainan fungsi kloaka), disarankan pemeriksaan OAE ulang 3 bulan lagi dan pemeriksaan Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA). Pemeriksaan Retinopathy of prematurity (ROP) oleh bagian mata dengan hasil tidak ada ROP. Pada usia 22 hari mulai diberikan fisioterapi oral karena reflek isap telannya belum baik, dan usia 24 hari mulai diberikan suplementasi zat besi dan multivitamin. Pada usia 36 hari bayi turun inkubator dan kanggoro mother care (KMC) dilakukan lebih sering. Saat usia 39 hari bayi mendapatkan Diajukan pada laporan akhir kasus Longitudinal MS-PPDS I IKA FK-UGM Yogyakarta 4 transfusi PRC karena anemia dengan target HCT 45%. Pada usia 42 hari bayi kembali mengalami klinis sepsis dan didiagnosis sebagai sepsis late onset, dilakukan pemeriksaan kultur darah ulang, diberikan antibiotika lini pertama, suplementasi zat besi sementara distop. Saat usia bayi 48 hari kultur darah keluar dengan jenis bakteri Klebsiella pneumonia, diberikan antibiotika ciprofloxacin sesuai hasil kultur sampai dengan 13 hari dan klinis membaik. Pada usia 58 hari bayi mengalami klinis sepsis episode ke 3, dilakukan pemeriksaan kultur darah ulang dan diberikan antibiotika lini pertama. Bayi juga diberikan oksigenasi nasal kanul 1 liter/menit karena Down score 2 dan dilakukan pemeriksaan Rontgen thorak dengan kesan thymus prominen, infiltrate paracardial dan perihiler bilateral, masih mungkin mengarah ke DBP derajat 2 dengan konfigurasi cor normal. Gambar 1.2 Rontgen thorax DBP Berdasarkan hasil Rontgen yang menunjukkan adanya DBP tersebut, sejak usia 59 hari bayi diberi oksigen blender. Kebutuhan kalori dinaikkan sampai dengan 180 kcal/kgBB/hari (ASI 12 x 30cc ≈ 168 kcal/kgBB/hari) dengan penambahan Human milk fortifier (HMF) 2 x 1 sachet (1 sachet dalam 30 cc ASI ≈ 4 kcal/25cc). Bayi juga mendapat transfusi PRC ulang karena anemia. Antibiotika lini pertama setelah pemberian 7 hari saat bayi usia 63 hari distop karena kultur darah kuman tak tumbuh, klinis sepsis membaik dan pasien sudah tidak mendapatkan oksigen karena Down score 0, serta mulai diberikan suplementasi zat besi. Bayi saat berusia 65 hari HMF dinaikkan menjadi 3 x 1 sachet perhari untuk meningkatkan kebutuhan kalori. Bayi diperbolehkan pulang saat usia 68 hari, pemberian ASI dinaikkan menjadi 12 x 30-35cc dengan Diajukan pada laporan akhir kasus Longitudinal MS-PPDS I IKA FK-UGM Yogyakarta 5 kondisi baik, syarat pulang terpenuhi dan BB pulang 1550 gram, serta kontrol ke poli laktasi dalam waktu 2 x 24 jam. Riwayat penyakit keluarga yaitu adanya riwayat asma pada ayah kandung dan kakek dari pihak ibu, namun riwayat kencing manis, penyakit jantung, dan tekanan darah tinggi tidak ada. Pemberian nutrisi pada anak terutama ASI sesuai kebutuhan cairan 200cc/kgBB/hari dengan cara menetek dan disendoki 30-35 cc tiap 2 jam dengan kalori 168 kcal/kg/hari + Human Milk Fortified (HMF) 3 x 1 sachet dalam 30 cc ASI untuk meningkatkan kalori sampai dengan 180 kcal/kgBB/hari. Target kenaikan BB 15 gram perhari sampai dengan BB 2,5-3 kg. Untuk perkembangan motorik kasar, bayi belum bisa melakukan gerakan seimbang dan mengangkat kepala saat usia 63 hari, suspek keterlambatan motorik kasar. Direncanakan fisioterapi 2x seminggu dan evaluasi perkembangan tiap 3 bulan. Untuk motorik halus bayi bisa ikut lewati garis tengah saat usia 63 hari. Untuk perkembangan bahasa bayi sudah bisa bereaksi terhadap bel dan bersuara saat usia 63 hari. Untuk perkembangan sosial, bayi sudah bisa menatap muka dan tersenyum spontan saat usia 63 hari. Bayi tinggal bersama bapak, ibu, kakek, nenek dari pihak ibu, paman dan bibi (adik kandung ibu) di rumah ukuran 100 m2, dinding dari batu bata, lantai dari ubin/keramik, atap dari genteng. Rumah terdiri dari 5 kamar tidur, 2 kamar mandi/ WC, dapur dan ruang tamu. Cahaya dan ventilasi rumah cukup dan tidak lembab. Air minum dari air mineral, dan sumber air untuk keperluan sehari-hari dari sumur, jarak septic tank dari dapur >5 meter. Penghasilan orang tua sebagai PNS sebulan lebih dari 5 juta rupiah. Pemeriksaan fisik anak saat diambil sebagai kasus panjang ditemukan berat badan 1540 gram, panjang badan 37 cm, lingkar kepala 32.5 cm, lingkar dada 28 cm, lingkar perut 29 cm, dan lingkar lengan atas 6.5 cm. Profil antropometri anak: BB/PB <-3 SD, BB/U <-3 SD, PB/U <3 SD, LLA/U < -3SD, LK/U <-3SD dengan kesimpulan status antropometri anak adalah severely stunted, severely underweight, severely malnourished, dan mikrosefali. Diajukan pada laporan akhir kasus Longitudinal MS-PPDS I IKA FK-UGM Yogyakarta 6 (4) Gambar 1.3 Growth chart untuk bayi kurang bulan Pada pemeriksaan kepala didapatkan ubun-ubun membuka datar. Wajah tidak tampak dismorfik, konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik, gerakan bola mata baik, kedua telinga tidak didapatkan discharge, hidung tidak didapatkan sekret. Gigi belum tumbuh. Pada leher tidak didapatkan pembesaran kelenjar getah bening. Bunyi jantung I normal dan II split tak konstan, tidak terdengar bising dan tidak terdengar irama derap. Suara napas dasar vesikular, tidak terdapat suara tambahan, tidak didapatkan retraksi. Perut tampak datar, bising usus normal, dinding perut lemas/supel, turgor dan elastisitas baik, tidak teraba hepar dan lien. Akral hangat, Diajukan pada laporan akhir kasus Longitudinal MS-PPDS I IKA FK-UGM Yogyakarta 7 nadi kuat dan perfusi perifer baik. Gerakan ekstremitas bebas, refleks fisiologis positif normal, refleks patologis tidak ada, tonus normal, eutrofi. Pada pemeriksaan integumentum, abses/phlebitis di lengan bawah kiri sudah membaik, kaki kiri juga sudah membaik dan tidak bengkak maupun kemerahan, tidak tampak akral sianosis maupun pucat. c. Tujuan Untuk mengetahui luaran jangka panjang BBLER dengan DBP, melakukan pengamatan jangka panjang, dan memberikan intervensi dini jika diperlukan untuk mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas. d. Manfaat Manfaat untuk pasien adalah dengan pemantauan dan intervensi yang baik diharapkan pasien BBLER dapat bertahan hidup dan permasalahan pada BBLER yang mungkin timbul dapat dideteksi sedini mungkin sehingga intervensi dini dapat dilakukan dan diharapkan dapat memberikan prognosis yang lebih baik. Dengan kewaspadaan dini terhadap kemungkinan permasalahan yang muncul pada bayi BBLER, dan dilakukannya penanganan yang menyeluruh dan berkesinambungan, anak dapat tumbuh kembang secara optimal dan mencapai kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Manfaat untuk keluarga dan lingkungan adalah keluarga mendapatkan pemahaman tentang BBLER dengan kondisi lain yang menyertai dan permasalahan-permasalahan yang mungkin terjadi padanya, kewaspadaan dini terhadap permasalahan yang mungkin timbul, tatalaksana dan prognosis anak sehingga dapat berperan aktif (bersama dengan petugas kesehatan) dalam memantau pertumbuhan dan perkembangan anak dalam semua aspek. Kasus ini diangkat sebagai kasus longitudinal, adalah merupakan bentuk kerjasama antara petugas kesehatan dengan keluarga dalam melakukan pemantauan terhadap pertumbuhan, perkembangan dan permasalahan yang mungkin timbul pada BBLER, dan dalam tatalaksananya. Manfaat untuk peserta PPDS antara lain menambah pengetahuan tentang kewaspadaan dini terhadap permasalahan yang akan timbul pada BBLER dan protokol yang harus dijalani dalam melakukan pemantauan terhadap petumbuhan dan perkembangan BBLER dan mendapatkan kesempatan mengelola pasien BBLER yang mampu bertahan hidup dan berhasil keluar dari perawatan di NICU Diajukan pada laporan akhir kasus Longitudinal MS-PPDS I IKA FK-UGM Yogyakarta 8 Manfaat bagi rumah sakit antara lain dengan melakukan pemantauan dan tatalaksana yang sesuai dengan protokol untuk bayi BBLER yang bisa bertahan hidup, yang mencakup pertumbuhan dan perkembangannya secara menyeluruh dan berkesinambungan, akan bisa meningkatkan mutu pelayanan RS. Diajukan pada laporan akhir kasus Longitudinal MS-PPDS I IKA FK-UGM Yogyakarta 9