BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman satwa liar, salah satunya adalah babi hutan. Babi hutan adalah babi liar yang hidup di hutan, sekaligus merupakan nenek moyang dari babi peliharaan atau babi ternak. Babi hutan memiliki sifat yang agresif (Groves 1981, dalam Suripto, 1994:3). Babi liar yang menurunkan babi ternak tersebut sudah dipelihara manusia sejak lima ribu tahun lalu dan kini keturunannya beraneka ragam jenis serta bentuknya, dan telah menyebar keseluruh dunia. Babi hutan tersebar di Afrika utara, Asia, dan Eropa. Di Indonesia mereka tersebar luas habitatnya di pulau Sumatra, Kalimantan, Papua, Sulawesi, Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara (Koen Setyawan, 2012:8). Salah satunya babi celeng atau babi hutan biasa (sus scrofa), babi celeng juga merupakan babi hutan yang hidup di pulau Jawa dan Sumatera. Pada umumnya karakteristik celeng juga tidak berbeda jauh pada babi hutan lainnya. Jenis babi hutan yang ada di Indonesia lainnya yaitu babi hutan Sulawesi (sus celebensis), babi berjenggot (sus barbatus), babi bagong atau babi hutan jawa atau orang-orang biasa menyebutnya juga babi celeng (sus verucosus), dan (babyroussa babirussa) babirusa (Suripto, 1994:5). Jenis babi hutan lainnya Bushpig, pygmy hog, giant forest hog adalah sekian dari beberapa jenis babi hutan di Afrika dan Asia (http://id.wikipedia.org/wiki/Babi_hutan). Sejarah ajaran agama hindu pada masa satya yuga, babi hutan dianggap sebagai wrahara awatara. Wrahara awatara adalah awatara ketiga dari dewa Wisnu 1 2 yang berwujud babi hutan. Dalam cerita tersebut, dewa Wisnu sedang mengalami pertempuran sengit antara raksasa hiranyaksha yang akan menenggelamkan planet bumi ke dalam lautan kosmik, suatu tempat antah berantah diruang angkasa. Saat itu dewa wisnu menjelma menjadi babi hutan dengan taring panjangnya mencuat yang sedang mengangkat planet bumi. Babi hutan dalam cerita sejarah tersebut terdapat keunikan tersendiri, yang menjadikan babi hutan yang dimaksud tidak hewan babi hutan biasa (https://puramedangkamulan.wordpress.com/pelangi/agama-hindu/). Karakteristik celeng selain memiliki sifat rakusnya tak tertandingi hewan apapun, celeng juga memiliki bentuk tubuh yang unik yang salah satunya terdapat pada gigi taring dan moncong hidung yang panjang, sehingga banyak dijadikan objek karya seni. Semenjak jaman orde baru terdapat banyak karya-karya seni yang kritis terhadap situasi politik pada waktu itu. Salah satunya yang menjadikan celeng sebagai objek karya seni adalah Djoko pekik. Seniman yogyakarta kelahiran 1937 dipurwodadi inilah salah satu dari sekian banyaknya seniman yang mengusung objek celeng dalam karya seni lukisnya. Karya-karyanya yang kritis terhadap situasi politik saat itu, pada tahun 1998 Djoko Pekik menyandang julukan pelukis satu milyar dengan karyanya ’’Indonesia 1998 Berburu Celeng’’ yang mengusung objek celeng dalam karya seni lukisnya. Ketertarikan penulis untuk menjadikan celeng sebagai tema dalam karya seni lukis dikarenakan celeng memiliki karakter yang rakusnya tak tertandingi hewan apapun dari sisi pola hidupnya serta memiliki bentuk tubuh unik yang terdapat pada moncong hidung dan gigi taring celeng jantan. Dengan demikian, penulis tertarik untuk memvisualisasikan keunikan tersebut menggunakan teknik deformasi dengan 3 tujuan merubah karakter bentuk celeng terlihat lucu untuk dituangkan pada karya seni lukis. B. Batasan Masalah Penulis memfokuskan pada karakteristik celeng untuk divisualisasikan ke dalam karya seni lukis. Hal ini dijadikan sebagai landasan pokok dalam batasan masalah, agar permasalahan yang diciptakan penulis tidak keluar dari tema yang diambil. C. Rumusan Masalah 1. Mendiskripsikan celeng sebagai tema dalam karya seni lukis? 2. Bagaimana menentukan subject matter celeng kedalam karya seni lukis? 3. Bagaimana memvisualisasikan karakteristik celeng kedalam bentuk karya seni lukis? D. Tujuan Penulisan 1. Mendeskripsikan celeng sebagai tema ke dalam bentuk karya seni lukis 2. Merumuskan konsep karya melalui karakteristik celeng kedalam karya seni lukis 3. Memvisualisasikan karakteristik celeng ke dalam bentuk karya seni lukis 4 E. Manfaat Penulisan 1. Menambah wawasan pengetahuan tentang celeng dalam sisi karakteristiknya. 2. Menambah wawasan inspirasi tentang karakteristik celeng bagi para pembaca serta penikmat seni dalam karya seni lukis. 3. Bagi penulis, melalui penulisan ini berharap pada penikmat seni dan masyarakat umum serta lembaga-lembaga seni dapat mengetahui tentang karakteristik celeng secara umum untuk jauh lebih mengenal karakterkarakter celeng. 4. Memahami konsep karya seni lukis yang penulis uraikan di penulisan ini.