II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Jahe Tanaman jahe (Zingiber

advertisement
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Botani Jahe
Tanaman jahe (Zingiber official Rosc.,^ merupakan tanaman herba tahunan
dengan batang semu yang tegak.
Tingginya berkisar 0,3-0,7 meter dengan akar
rimpang yang biasa bertahan lama di dalam tanah (Paimin dan Murhananto, 2002).
Menurut Rukmana (2000) Jahe dalam system taksonomi tumbuhan diklasifikasikan
dalam Kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas
Monocotyledonae, Ordo Zingiberales, famili Zingiberaceae, subfamili Zingiberoidae,
genus Zingiber dan spesies Zingiber Officinale Rose.
Tanaman jahe terdiri atas akar (rimpang), batang, daun dan bunga. Rimpang
jahe merupakan bagian terpenting karena selain sebagai alat perkembangbiakan juga
sebagai penghasil minyak atsiri.
Suswanto (1991) menyatakan, rimpang jahe
memiliki warna bervariasi mulai dari putih kekuningan, kuning hingga jingga
ataupun merah.
Harmono dan Handoko (2005) menjelaskan bahwa varietas jahe dapat
dibedakan menjadi tiga jenis berdasarkan bentuk, ukuran dan warna rimpangnya
yaitu jahe putih atau jahe kuning besar, jahe putih atau kuning kecil dan jahe merah.
2.1.1. Jahe Putih atau Jahe Kuning Besar
Jahe ini disebut dengan jalie gajah atau jahe badak karena ukuran rimpangnya
yang besar dan gemuk, ruas rimpang lebih menggembung dibandingkan dengan
kedua varietas lainnya. Memiliki wama rimpang kuning atau kuning muda, seratnya
sedikit lembut, aromanya kurang tajam dan rasanya kurang pedas. Jenis jahe ini
dapat dikonsumsi baik saat masih muda maupun sudah tua dan dapat dimanfaatkan
dalam bentuk jahe segar atau olahan (dalam bentuk makanah atau minuman).
2.1.2. Jahe Putih atau Jahe Kuning Kecil
Tipe jahe ini disebut juga dengan jahe sunti atau jahe empirit. Ruasnya kecil,
berbentuk agak pipih, warna putih, sifatnya lembut dan aromanya tidak tajam. Jahe
ini dipanen setelah berumur tua, kandungan minyak atsirinya besar daripada jahe
5
gajah schingga rasanya lebih pedas dan seratnya lebih tinggi. Jahe ini cocok. untuk
ramuan obat-obatan atau untuk diekstrak menjadi oleoresin minyak atsiri.
2.1.3. Jahe Merah
Rimpang jahe ini memiliki ukuran paling kecil dibandingkan dengan kedua
klon lainnya, berwarna merah sampai jingga muda, seratnya kasar, aromanya tajam
dan dan rasanya sangat pedas. Sama halnya dengan jahe putih kecil, jahe merali
selalu dipanen setelah berumur tua. Jehe ini memiliki kandungan minyak atsiri paling
tinggi dibandingkan klon laimiya sehingga cocok untuk ramuan obat-obatan.
Tanaman jahe
biasanya diperbanyak dengan cara vegetatif yaitu dengan
menggunakan rimpangnya.
Menurut Hariyanto dan Indo (1990) secara umum,
semakin besar rimpang jahe yang dipakai sebagai bibit akan semakin besar pula hasil
rimpang yang dihasilkan. Namun berdasarkan perhitungan ekonomis, ukuran bibit
sebaikya mempunyai panjang 3-7 cm dengan bobot 2-80 gram. Bibit tidak memar
atau lecet dan sedikitnya mengandung 2 mata ruas yang baik.
2.2.Komposisi Kimia Jahe
Komposisi kimia dari jahe ditentukan oleh keadaan tanaman, varietas jahe,
keadaan lingkungan tempat tumbuh dan umur panen. Jumlah perubahan komponen
rimpang dapat juga terjadi selama perlakuan panen, pengeringan dan penyimpanan
jahe kering (Astuti, 2008). Secara umum komponen utama yang terkandung dalam
rimpang jahe antara lain air, pati, minyak atsiri, minyak yang tidak mudah menguap
(fixel oil), abu dan serat kasar. Beberapa komponen tersebut terdapat dalam kantongkantong atau kelenjar minyak yang tersebar diseluruh bagian rimpang.
Rimpang jahe mengandung nutrisi (gizi) yang cukup tinggi. Rimpang jahe
kering mengandung pati sekitar 58%, protein 8%, oleoresin 3-5% yang didalamnya
terdapat gingerol 33%) dan minyak atsiri 1-5% (Astuti, 2008).
setiap 100 gram rimpang jahe segar dapat dilihat pada Tabel 1.
Sementara dalam
6
Tabcl 1. Kandungan Encrgi dan Zat Gizi dalam Rimpang Jahe per 100 gram
Energi dan Zat Gizi
Kandungan
Kadar air
86,00%
Energi
51,00 kal
Protein
1,50 g
Lemak
1,00 g
Karbohidrat
10,10g
Kalsium
21,00 mg
Fosfor
39,00 mg
Zat besi
1,00 mg
Vitamin A
30,00 SI
Vitamin B l
0,02 mg
Vitamin C
4,00 mg
Sumber. Departemen Kesehatan Rl, 1975 dalam Astuti (2008)
Menurut Wijayakusuma (2004), kandungan kimia jahe antara lain: asetates,
bisabolene, caprilate, d-a-phallandrene, d-camphene, d-borneol, famisol, kurkumin,
khavinol, linalool, metil heptenone, n-nonylaldehide, sineol, zingerol zingiberene,
vitamin A,B, dan C, asam organik tepung kanji, serat, sitral, allicin, alliin,
diallydisulfida, damar, glukominol, resin, geraniol, shogaol, albizzin, zengediasetat,
metilzingediol.
2.3. Manfaat Jahe
Tanaman jahe termasuk salah satu komoditas pertanian yang cukup luves jika
saja diandalkan atau dilibatkan dalam kegiatan agroindustri karena ada 3 cabang
industri yang dapat menggunakan jahe, yaitu Industri farmasi atau Obat-obatan,
Industri Pangan (makanan atau minuman) dan Industri Penyulingan Minyak atsiri
serta oleoresin.
Jahe dapat digunakan untuk menyembuhkan berbagai macam
penyakit seperti kurang nafsu makan, kepala pusing, encok, batuk kering, masuk
angin, terkilir bengkak-bengkak, muntah-muntah, kolera dan difteri (Paimin dan
Murhananto, 2002).
7
2.4. Vitamin C(Asam Asiiorbat)
Vitamin C mempunyai sifat sebagai antioksidan yang dapat melindungi
moleku-moiekul yang sangat diperlukan tubuli, seperti protein, lipid, karbohidrat dan
asam nukleat dari kerusakan oleh rsdiksl bebas dan reaktif oksigen spesies (Higdon,
2004). Vitamin C juga dibutuhkan untuk memelihara kehamilan, mengatur kontrol
kapiler darah secara memadai, mencegah hemoroid, mengurangi resiko diabetes
(Sardi, 2004).
2.5. Gula
Menurut (Widyani dan Suciaty, 2008) menjelaskan bahwa, gula sama dengan
karbohidrat, tetapi umumnya pengertian gula mengacu pada karbohidrat yang
memiliki rasa manis, berukuran kecil dan dapat larut. Kata gula pada umumnya
digunakan sebagai padanan kata untuk sakarosa (sukrosa). Pada bagian ini pengertian
gula mengacu pada karbohidrat yang memiliki rasa manis, berukuran kecil dan dapat
larut (dalam air). Kemudian Rasa manis yang biasa dijumpai pada tanaman terutama
disebabkan oleh tiga jenis gula, yaitu sakarosa, fruktosa dan glukosa. Gula-gula ini
berada secara sendiri-sendiri ataupun dalam bentuk campuran satu dengan yang lain.
Madu merupakan larutan yang terdiri dari glukosa, fruktosa dan sakarosa dalam air,
dengan komposisi sekitar 80% gula dan 20% air. Komposisi sesungguhnya sangat
tergantung pada asal tanaman. Dalam pembuatan bir, pati (karbohidrat berukuran
besar yang tidak manis) dari biji-bijian terpecah menjadi karbohidrat yang berukuran
lebih kecil, salah satunya adalah gula malt (maltosa) yang memiliki sedikit rasa
manis.
Selanjutnya Menurut (Widyani dan Suciaty, 2008) satu-satunya gula utama
yang dihasilkan oleh hewan adalah laktosa, yaitu gula yang terdapat dalam seniua
susu hewan. Seluruh gula yang dicerna oleh hewan akan diubah di dalam hati
menjadi glukosa, oleh karena itu gula di dalam darah hewan (dengan kata lain di
dalam daging) adalah glukosa. Karena laktosa memiliki tingkat kemanisan yang
lebih rendah dibandingkan fruktosa dan sakarosa, susu tidak memiliki rasa manis,
meskipun kadar gulanya cukup tinggi (4,5% pada susu sapi, 7% pada ASI).
8
Selain lima jenis gula utama ini, terdapat ratusan jenis karbohidrat berukuran
kecil laimiya yang terdapat pada tanaman dan susu, tetapi tidak satupun yang berasa
sangat manis dan menarik secara komersial (Widyani dan Suciaty, 2008).
2.6 Blanching Bahan Pangan
Blanching adalah pemanasan bahan pangan dengan air panas atau uap panas
secara langsung pada suhu kurang dari 100°C selama kurang dari 10 menit (Pato dan
Yusmarini, 2004). Tujuan Blansing adalah untuk menginaktifkan enzim yang tidak
diinginkan, untuk melayukan tanaman agar mudah dikemas, menghilangkan gas dari
jaringan.
Bahan pangan segar mengandung beberapa zat gizi yaitu: karbohidrat,
protein, lemak, vitamin, dan mineral. Kandungan gizi ini dapat rusak selama proses
pengolahan balian pangan mentah menjadi bahan pangan siap saji. Besarnya
kerusakan kandungan gizi dapat disebabkan kesalahan dalam pengolahan dan juga
dapat terjadi dari beberapa perlakuan selama proses pengolahan seperti penggunaan
panas dan air (Sediaoetama, 1985).
Air berfungsi sebagai bahan yang dapat mendispersikan berbagai senyawa
yang ada dalam bahan pangan. Air dapat berfungsi sebagai pelarut bagi beberapa
bahan pangan dan dapat melarutkan beberapa jenis vitamin, mineral, dan senyawasenyawa cita rasa. (DeMan, 1997)
Pato dan Yusmarini (2004) menjelaskan bahwa proses blansing dengan
menggunakan media air panas akan menyebabkan kandungan vitamin yang larut
dalam air akan menurun. Besarnya penurunan kandungan vitamin yang larut dalam
air tergantung pada : 1) luas permukaan, 2) konsentrasi zat terlarut dalam air panas,
dan 3) pengadukan air.
Penggunaan panas dalam blansing juga dapat merusak beberapa vitamin.
Beberapa pro vitamin tidak stabil pada suhu tinggi seperti Vitamin A, asam askorbat
(Vitamin C), biotin, karoten (pro Vitamin A ) , dan Vitamin D (DeMan, 1997).
Kerusakan vitamin akibat pemanasan dapat dilihat pada Tabel 3.
9
Tabel 3. Kestabilan Vilainiii Selama Pemanasan
Vitamin
Kehilangan maksimum akibat pemasakan (%)
Vitamin A
40
Asam askorbat (C)
100
Biotin
60
Karotena (pro-A)
30
Kolina
5
Kobalamin (B-12)
10
Vitamin D
40
Asam folat
100
Inositol
95
Vitamin K
5
Niasin (PP)
75
Asam pontotenat
50
Asam p-amino benzoate
5
Piridoksin (B-6)
40
Riboflavin (B-2)
75
Tiamin (B-1)
80
Tokoferol (E)
55
Sumber: Maris dan Karmas dalam DeMan (1997).
Penggunaan panas dan waktu dalam proses pemanasan bahan pangan sangat
berpengaruh pada bahan pangan. Beberapa jenis bahan pangan seperti halnya susu
dan kapri serta daging, sangat peka terhadap susu tinggi karena dapat merusak warna
maupun rasanya. Sebaliknya, komoditi lain misalnya jagung dan kedelai dapat
menerima panas yang hebat karena tanpa banyak mengalami perubahan. Pada
umumnya semakin tinggi jumlah panas yang di berikan semakin banyak mikroba
yang mati. Pada proses pengalengan, pemanasan di tujukan untuk membunuh seluruh
mikroba yang mungkin dapat menyebabkan pembusukan makanan dalam kaleng
tersebut, selama penanganan dan penyimpanan. Pada proses pasteurisasi, pemanasan
di tujukan untuk memusnahkan sebagian besar mikroba pembusuk, sedangkan
sebagian besar mikroba yang tertinggal dan masih hidup terus di hambat
pertumbuhanya dengan penyimpanan pada suhu rendah atau dengan cara lain
10
misalnya dengan bahan pengawel. Proses pengawetan dapat di kelompokan menjadi
3 yaitu: pasteurisasi, pemanasan pada 100*^ C dan pemanasan di atas lOO" C. Jadi
proses akhir dari pembuatan jahe instan ini adalah Blanching. Blanching dilakukan
dengan menggunakan oven dengan suhu sesuai dengan perkikuan yaitu 90°C dengan
lamaBlanching yaitu 15 menit. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 2,
2.6.Syarat Mutu Serbuk Minuman Jahe Instan
Jahe instan merupakan minuman berbentuk serbuk yang dapat dikonsumsi
atau diminum hanya dengan menambalikan air tanpa dimasak bersamanya, dibuat
melalui ekstrciksi dan pemekatan sari jahe dengan penambahan tepung gula.
Disaniping itu, syarat mutu yang harus dipenuhi sebagai serbuk minuman
jahe instant tradisional. Berikut tabel persyaratan mutu serbuk minuman tradisional
berdasarkan SNI 01-4320-1996.
Tabel 2. Syarat Mutu Serbuk Minuman Tradisional.
No
1.
1.1
1.2
1.3
2.
3.
4.
5.
5.1
5.2
6
6.1
6.2
6.3
6.4
7.
8.
8.1
8.2
8.3
Kriteria uji
Keadaan
Warna
Bau
Rasa
Air, b/b
Abu, b/b
Jumlah gula
Bahan tambahan makanan
Pemanis buatan
- Sakarin
- Siklamat
Pewarna tambahan
Cemaran logam
Timbal (Pb)
Tembaga (Cu)
Seng (Zn)
Timbal (Sn)
Merkuri (Hg)
Cemaran arsen (As)
Cemaran mikroba
Angka Lenipeng Total
Conform
Sumber: (SNl-01-4320-1996)
Satuan
%
%
%
Persyai'atan
Normal
Normal, khas rempah
Normal, khas rempah
Maksimal 3,0
Maksimal 1,5
Maksimal 85,0 %
Tidak boleh ada
Tidak boleh ada
Sesuai SNI 01-022
mg/kg
nig/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
Koloni/gr
APM/gr
Maksimal 0,2
Maksimal 2,0
Maksimal 50
Maksimal 40
Tidak boleh ada
Maksimal 0,1
3 X 103
<3
Download