Keputusan Menteri Keuangan No: 456/KMK.04/2002 tentang Perpanjangan Jangka Waktu Impor Mesin, Barang dan Bahan yang Mendapatkan Fasilitas Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 135/KMK.01/2000 Menimbang : Mengingat : a. bahwa dalam kondisi perekonomian saat ini, pelaksanaan importasi barang dan bahan untuk industri memerlukan jangka waktu yang cukup memadai; b. bahwa sehubungan kondisi tersebut, jangka waktu importasi barang dan bahan untuk industri dalam rangka pembangunan dan pengembangan yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 135/KMK.01/2000 tentang Keringanan Bea Masuk Atas Impor Mesin, Barang dan Bahan, Dalam Rangka Pembangunan/ Pengembangan Industri/Industri Jasa, perlu diberikan perpanjangan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b di atas, perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang perpanjangan jangka waktu impor mesin, barang dan bahan yang mendapatkan fasilitas berdasarkan keputusan Menteri Keuangan nomor 135/ KMK.01/2000 tentang Keringanan Bea Masuk Atas Impor Mesin, Barang dan Bahan, Dalam Rangka Pembangunan / Pengembangan Industri / Industri Jasa; 1. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2818) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1970 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2943); 2. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2853) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1970 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2944); 3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274); 4. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1986 tentang Kewenangan Pengaturan, Pembinaan, dan Pengembangan Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3330); 6. Keputusan Presiden Nomor 228/M Tahun 2001; 7. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 440/KMK.05/1996 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Besarnya Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 569/KMK.01/1999; 8. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 135/KMK.01/2000 tentang Keringanan Bea Masuk Atas Impor Mesin, Barang Dan Bahan, Dalam Rangka Pembangunan / Pengembangan Industri / Industri Jasa sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 28/KMK.01/2001; MEMUTUSKAN Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERPANJANGAN JANGKA WAKTU IMPOR MESIN, BARANG DAN BAHAN YANG MENDAPATKAN FASILITAS BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 135/KMK.01/2000 TENTANG KERINGANAN BEA MASUK ATAS IMPOR MESIN, BARANG DAN BAHAN, DALAM RANGKA PEMBANGUNAN / PENGEMBANGAN INDUSTRI / INDUSTRI JASA. Pasal 1 Perusahaan yang telah memperoleh fasilitas keringanan Bea Masuk atas impor mesin berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 135/KMK.01/2000 dan belum merealisir seluruh impornya, diberikan perpanjangan waktu impor sesuai dengan jangka waktu penyelesaian proyek sebagaimana tercantum dalam Surat Persetujuan Penanaman Modal Perusahaan yang bersangkutan. Pasal 2 Perusahaan yang telah memperoleh fasilitas keringanan Bea Masuk atas impor barang dan bahan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 135/KMK.01/2000 dan belum merealisir seluruh impornya dalam jangka waktu 2 (dua) tahun, diberikan perpanjangan waktu impor selama 1 (Satu) tahun terhitung sejak tanggal Surat Keputusan Perpanjangan yang diterbitkan sejak berlakunya Keputusan Menteri Keuangan ini, dengan ketentuan perpanjangan jangka waktu impor tidak menambah jumlah/volume barang dan bahan yang diberikan fasilitas sesuai dengan Surat Keputusan Pemberian Fasilitas. Pasal 3 (1) Fasilitas perpanjangan waktu ini tidak berlaku terhadap: a. importasi, barang dan bahan yang dilakukan antara tanggal 1 Mei 2002 sampai dengan tanggal mulai berlakunya Keputusan Menteri Keuangan ini, setelah berakhirnya jangka waktu pengimporan berdasarkan Surat Keputusan Pemberian Fasilitas. b. importasi komoditi gula. (2) Dalam hal importasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dilakukan dengan membayar bea masuk, atas bea masuk yang telah dibayar tidak dapat dimintakan pengembalian. (3) Atas jumlah barang dan bahan yang diimpor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dapat dikecualikan dari jumlah impor yang diberikan fasilitas perpanjangan jangka waktu impor sebagaimana dimaksud dalam ayat (2). Pasal 4 Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 30 Oktober 2002 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Ttd, BOEDIONO KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 363/KMK.03/2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 155/KMK.03/2001 TENTANG PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI YANG DIBEBASKAN ATAS IMPOR DAN ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 155/KMK.03/2001 tentang Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai Yang Dibebaskan atas Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata CaraPerpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undangundang Nomor 16 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3984); 2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4083) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2002 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4217); 4. Keputusan Presiden Nomor 228/M Tahun 2001; 5. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 155/KMK.03/2001 tentang Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai Yang Dibebaskan atas Impor dan atau Perolehan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis; MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 155/KMK.03/2001 TENTANG PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI YANG DIBEBASKAN ATAS IMPOR DAN ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS. Pasal I Beberapa ketentuan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 155/KMK.03/2001 tentang Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai Yang Dibebaskan Atas Impor atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis, diubah sebagai berikut: 1. Ketentuan dalam Pasal 1 angka 1 huruf a, huruf e dan huruf f dihapus, sehingga keseluruhan Pasal 1 berbunyi sebagai berikut: "Pasal 1 1. Dalam Keputusan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan: Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis adalah: a.dihapus; b.makanan ternak, unggas, dan ikan, dan atau bahan baku untuk pembuatan makanan ternak, unggas, dan ikan; c.barang hasil pertanian yang dipetik langsung, diambil langsung atau disadap langsung dari sumbernya termasuk hasil pemrosesannya yang dilakukan dengan cara tertentu yang diserahkan oleh petani atau kelompok petani; d.bibit dan atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, penangkaran atau perikanan; e.dihapus; f.dihapus; g. air bersih yang dialirkan melalui pipa atau dialirkan dengan cara lain baik oleh Perusahaan Air Minum milik Pemerintah maupun swasta; dan h.listrik, kecuali untuk perumahan dengan daya diatas 6600 Watt. 2.Barang Hasil pertanian adalah barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang: a. pertanian; b. perkebunan; c. kehutanan; d. peternakan; e. perburuan atau penangkapan, maupun penangkaran; f. perikanan baik dari penangkapan atau budidaya. 3.Pemrosesan barang hasil pertanian yang dilakukan dengan cara tertentu adalah: a.direndam, dikupas, disucihamakan, dipisahkan dari kulit atau biji atau pelepah, dipecah/digiling, disayat, dibelah, dikeringkan, diperam, dicuci, dirajang, digaruk, disisir, direbus, dibekukan, dan atau dikemas dengan cara sangat sederhana untuk tujuan melindungi barang yang bersangkutan, untuk hasil usaha dibidang pertanian atau perkebunan. b.ditebang, dipangkas cabang dan rantingnya, dikupas kulit dari batangnya dan dipotong menjadi kayu bulat atau gelondongan, untuk hasil usaha dibidang kehutanan. c.dengan cara apapun sebelum dipotong atau disembelih, untuk hasil usaha dibidang peternakan atau penangkaran. d.dengan cara apapun sebelum dikuliti, untuk hasil usaha dibidang perburuan penangkapan. e.didinginkan/dibekukan, digarami, dikeringkan/diasap, direbus, dan atau dikemas dengan cara sangat sederhana untuk tujuan melindungi barang yang bersangkutan, untuk hasil usaha dibidang perikanan. 4.Petani adalah orang yang melakukan kegiatan usaha dibidang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, perburuan atau penangkapan, penangkaran, penangkapan atau budidaya perikanan." 2.Ketentuan dalam Pasal 2 dihapus. 3.Ketentuan dalam Pasal 4 ayat (1) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 4 berbunyi sebagai berikut: "Pasal 4 (1) Atas impor dan atau penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf b dan d pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. (2)Atas penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf c, g, dan h dibebaskan dari pengenaan PajaPertambahan Nilai." 4.Ketentuan dalam Pasal 5 ayat (1), dan (3) dan ayat (6) dihapus, ayat (2) dan ayat (5) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 5 berbunyi sebagai berikut: "Pasal 5 (1) (2) Dihapus Orang atau badan yang melakukan impor dan atau menerima penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf b dan d, dan Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf c, g, dan h tidak diwajibkan mempunyai Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pajak. (3) (4) Dihapus Atas impor Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai tidak diperlukan Surat Setoran Pajak. (5) Pemberitahuan Impor Barang (PIB) atas impor Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dibubuhi cap "PPN DIBEBASKAN SESUAI PP NOMOR 12 TAHUN 2001 SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN PP NOMOR 43 TAHUN 2002" oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.(6) Dihapus"5. Ketentuan dalam Pasal 8 dihapus. Pasal II 1. 2. Pajak Pertambahan Nilai yang terutang pada saat impor dan atau pada saat perolehan Barang Kena Pajak berupa barang modal yaitu mesin dan peralatan pabrik, baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, tidak termasuk suku cabang, dan bahan baku berupa kertas uang dan logam uang yang dipergunakan oleh Bank Indonesia dan atau Perum Peruri untuk pembuatan uang kertas rupiah dan uang logam rupiah yang telah mendapat pembebasan Pajak Pertambahan Nilai berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai harus disetor ke kas negara apabila: a. dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak impor dan atau perolehan Barang Kena Pajak berupa barang modal yaitu mesin dan peralatan pabrik baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang, ternyata digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula atau dipindahtangankan kepada pihak lain, baik sebagian atau seluruhnya; b. Barang Kena Pajak berupa bahan baku kertas uang dan logam uang yang dipergunakan oleh Bank Indonesia dan atau Perum Peruri untuk pembuatan uang kertas rupiah dan uang logam rupiah, ternyata digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula, baik sebagian atau seluruhnya. Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagaimana dimaksud dalam angka 1 harus disetorkan ke kas negara dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak Barang Kena Pajak tersebut dipindahtangankan atau digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula, dengan ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk selama-lamanya 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung mulai saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai yang dibebaskan, sampai dengan dilakukannya penyetoran. 3. Kepada Pengusaha Kena Pajak yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam angka 2, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebesar Pajak Pertambahan Nilai yang dibebaskan ditambah sanksi administrasi berupa bunga 2% (dua persen) sebulan untuk selamalamanya 24 (dua puluh empat bulan), dihitung mulai saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai yang dibebaskan sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar. 4. Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 3 merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan. Pasal III Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Agustus 2002. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 31 Juli 2002 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd BOEDIONO KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 155/KMK.03/2001 TENTANG PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI YANG DIBEBASKAN ATAS IMPOR DAN ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Pelaksanaan dan Penatausahaan Pajak Pertambahan Nilai Yang Dibebaskan atas Impor dan atau Perolehan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis; Mengingat : 1.Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3984); 2.Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undangundang Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986); 3.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 143 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 259, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4061); 4.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4083); 5. Keputusan Presiden Nomor 234/M Tahun 2000; MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI YANG DIBEBASKAN ATAS IMPOR DAN ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK TERTENTU YANG BERSIFAT STRATEGIS. Pasal 1 Dalam Keputusan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan : 1.Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis adalah : a.barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik yang diperlukan secara langsung dalam proses menghasilkan Barang Kena Pajak, baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang; b.makanan ternak, unggas, dan ikan, dan atau bahan baku untuk pembuatan makanan ternak, unggas, dan ikan; c.barang hasil pertanian yang dipetik langsung, diambil langsung atau disadap langsung dari sumbernya termasuk hasil pemrosesannya yang dilakukan dengan cara tertentu yang diserahkan oleh petani atau kelompok petani; d.bibit dan atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, penangkaran atau perikanan; e.bahan baku perak dalam bentuk butiran (granule) dan atau perak dalam bentuk batangan; f.bahan baku berupa kertas uang dan logam uang yang dipergunakan oleh Bank Indonesia dan atau Perum Peruri untuk pembuatan uang kertas rupiah dan uang logam rupiah; g.air bersih yang dialirkan melalui pipa atau dialirkan dengan cara lain baik oleh Perusahaan Air Minum milik Pemerintah maupun Swasta; dan h.listrik, kecuali untuk perumahan dengan daya di atas 6600 Watt. 2.Barang hasil pertanian adalah barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang : a. pertanian; b. perkebunan; c. kehutanan; d. peternakan; e. perburuan atau penangkapan maupun penangkaran; f. perikanan baik dari penangkapan atau budidaya. 3.Pemrosesan barang hasil pertanian yang dilakukan dengan cara tertentu adalah : a.direndam, dikupas, disucihamakan, dipisahkan dari kulit atau biji atau pelepah, dipecah/digiling, disayat, dibelah, dikeringkan, diperam, dicuci, dirajang, digaruk, disisir, direbus, dibekukan, dan atau dikemas dengan cara sangat sederhana untuk tujuan melindungi barang yang bersangkutan, untuk hasil usaha di bidang pertanian atau perkebunan. b.ditebang, dipangkas cabang dan rantingnya, dikupas kulit dari batangnya dan dipotong menjadi kayu bulat atau gelondongan, untuk hasil usaha di bidang kehutanan. c.dengan cara apapun sebelum dipotong atau disembelih, untuk hasil usaha di bidang peternakan atau penangkaran. d.dengan cara apapun sebelum dikuliti, untuk hasil usaha di bidang perburuan atau penangkapan. e.didinginkan/dibekukan, digarami, dikeringkan/diasap, direbus, dan atau dikemas dengan cara sangat sederhana untuk tujuan melindungi barang yang bersangkutan, untuk hasil usaha di bidang perikanan. 4. Petani adalah orang yang melakukan kegiatan usaha di bidang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, perburuan atau penangkapan, penangkaran, penangkapan atau budidaya perikanan. Pasal 2 (1)Mesin dan peralatan pabrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf a adalah yang digunakan secara langsung dalam proses menghasilkan Barang Kena Pajak, oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak tersebut. (2)Peralatan pabrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah peralatan yang tidak terpisahkan dan merupakan satu kesatuan untuk mengoperasikan pabrik. Pasal 3 (1)Hasil dari kegiatan usaha di bidang pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a meliputi : a.hasil tanaman pertanian palawija umbi-umbian seperti talas, ubi kayu, ubi jalar, dan sejenisnya; b.hasil tanaman pertanian kacang-kacangan seperti kacang tanah, kacang hijau, kacang polong, dan sejenisnya; c.hasil tanaman pertanian biji-bijian seperti, shorgum/cantel, gandum, dan sejenisnya; d.hasil tanaman pertanian sayur-sayuran seperti kubis, wortel, lobak, bawang merah, bawang putih, kacang panjang, petai, labu, tomat, ketimun, dan sejenisnya; e.hasil tanaman pertanian buah-buahan seperti rambutan, jeruk, duku, pepaya, pisang, semangka, dan sejenisnya; f.hasil tanaman pertanian tanaman hias seperti bunga anggrek, mawar, melati, supplier, palem, dan sejenisnya; g.hasil tanaman pertanian lainnya yang belum termasuk pada huruf a sampai dengan huruf f. (2)Hasil dari kegiatan usaha di bidang perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf b meliputi : a.hasil tanaman perkebunan yang berupa buah seperti kelapa sawit, kopi, kakao, lada, pala, panili, kapuk, dan sejenisnya; b.hasil tanaman perkebunan yang berupa bunga seperti cengkih, bunga matahari, kenanga, dan sejenisnya; c.hasil tanaman perkebunan yang berupa daun seperti tembakau, teh, nilam, sereh wangi, kayu putih, agave, rumput gajah, murbai dan sejenisnya; d.hasil tanaman perkebunan yang berupa getah seperti karet, kemenyan, dan sejenisnya; e.hasil tanaman perkebunan yang berupa kulit seperti kina, kayu manis, soga, dan sejenisnya; f.hasil tanaman perkebunan yang berupa batang seperti tebu, rosela, rami, yute, dan sejenisnya; g.hasil tanaman perkebunan yang berupa rimpang seperti jahe, kunyit, temulawak, lengkuas, dan sejenisnya; h.hasil tanaman perkebunan yang berupa akar seperti akar wangi, kelembak, dan sejenisnya; i.hasil tanaman perkebunan lainnya yang belum termasuk pada huruf a sampai dengan huruf h. (3)Hasil dari kegiatan usaha di bidang kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf c meliputi : a.hasil hutan kayu seperti jati, pinus, mahoni, sonokeling, jeunjing, cendana, akasia, eukaliptus, kamper, borneo, meranti, keruing, ramin, dan sejenisnya; b.hasil hutan kayu seperti rotan, bambu, damar, jelutung, sarang burung walet, akar-akaran, dan sejenisnya; c.hasil hutan lainnya yang belum termasuk pada huruf a dan huruf b. (4)Hasil dari kegiatan usaha di bidang peternakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf d meliputi : a.ternak besar seperti sapi potong, sapi perah, kerbau, kuda, dan sejenisnya; b.ternak kecil seperti kambing potong, kambing perah, domba, babi, dan sejenisnya; c.aneka ternak seperti kelinci, lebah, ulat sutera, ular, anjing, kucing, dan sejenisnya; d.ternak unggas seperti ayam, itik, burung puyuh, burung merpati, kalkun, entok, dan sejenisnya, serta telur yang dihasilkannya; e.ternak lainnya yang belum termasuk pada huruf a sampai dengan huruf d. (5) Hasil dari kegiatan usaha di bidang perburuan, penangkapan, dan penangkaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf e meliputi : a.hasil perburuan/penangkapan satwa liar; b.hasil penangkaran satwa liar. (6)Hasil dari kegiatan usaha di bidang perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf f adalah kegiatan usaha di bidang perikanan laut dan perikanan darat meliputi : a.hasil penangkapan/pengambilan biota laut seperti ikan tuna, ikan cakalang, ikan hiu, udang laut, kepiting, ikan hias laut, kerang, rumput laut, tanaman hias laut, dan sejenisnya; b.hasil budidaya biota laut seperti ikan, kerang mutiara, penyu, teripang, rumput laut, tanaman hias laut, dan sejenisnya; c.hasil penangkapan/pengambilan/budidaya biota laut lainnya yang belum termasuk pada huruf a dan huruf b. d.hasil penangkapan/pengambilan/budidaya biota air tawar seperti ikan mas, gurame, belida, lele, patin, siput, kura-kura, katak, buaya, belut, ikan hias, dan sejenisnya; e.hasil penangkapan/pengambilan/budidaya biota air payau seperti ikan bandeng, udang, kakap putih, kepiting, dan sejenisnya; f.hasil penangkapan/pengambilan/budidaya biota air tawar lainnya atau air payau lainnya yang belum termasuk pada huruf d dan huruf e. Pasal 4 (1)Atas impor dan atau penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf a, b, d, e, dan f dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. (2)Atas penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf c, g, dan h dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Pasal 5 (1)Untuk memperoleh fasilitas pembebasan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, khusus bagi Pengusaha Kena Pajak yang mengimpor dan atau menerima penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal1 angka 1 huruf a, diwajibkan mempunyai Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pajak. (2)Orang atau badan atau Bank Indonesia atau Perum Peruri yang melakukan impor dan atau menerima penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf b, huruf d, huruf e dan huruf f, dan penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf c, huruf g, dan huruf h tidak diwajibkan mempunyai Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pajak. (3)Permohonan untuk memperoleh Surat Ketarangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan melampirkan dokumen impor dan atau dokumen pembelian yang bersangkutan. (4)Atas impor Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai tidak diperlukan Surat Setoran Pajak. (5)Pemberitahuan Impor Barang (PIB) atas impor Barang Kena Pajak Tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) diberikan cap "Dibebaskan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001" oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. (6) Atas permohonan Surat Keterangan Bebas Pajak Pertambahan Nilai, Direktur Jenderal Pajak memberikan keputusan dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja setelah surat permohonan diterima lengkap. Pasal 6 (1)Terhadap : a.petani yang semata-mata melakukan penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf c dan atau huruf d; atau b.perusahaan air minum yang semata-mata melakukan penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf g; atau c.perusahaan listrik yang semata-mata melakukan penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf h,tidak diwajibkan melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. (2)Perusahaan Listrik yang : a.melakukan penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf h dan melakukan penyerahan listrik untuk perumahan dengan daya di atas 6600 watt; atau b.sepenuhnya hanya melakukan penyerahan listrik untuk perumahan dengan daya di atas 6600 watt; harus dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Pasal 7 Pajak Masukan atas impor dan atau atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang digunakan untuk menghasilkan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan. Pasal 8 (1)Pajak Pertambahan Nilai yang terutang pada saat impor dan atau pada saat perolehan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf a dan huruf f harus disetor ke kas negara apabila : a.dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak impor dan atau perolehan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf a, ternyata digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula atau dipindahtangankan kepada pihak lain, baik sebagian atau seluruhnya; b.Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf f, digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula, baik sebagian atau seluruhnya. (2)Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus disetorkan ke kas negara dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak Barang Kena Pajak tersebut dipindahtangankan atau digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula, dengan ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk selama-lamanya 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung mulai saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai yang dibebaskan, sampai dengan dilakukannya penyetoran. (3)Kepada Pengusaha Kena Pajak yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebesar Pajak Pertambahan Nilai yang dibebaskan ditambah sanksi administrasi berupa bunga 2% (dua persen) sebulan untuk selama-lamanya 24 (dua puluh empat bulan), dihitung mulai saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai yang dibebaskan sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar. Pasal 9 (1)Pajak Pertambahan Nilai terutang yang telah dipungut atas impor dan atau penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis yang dilakukan pada atau setelah tanggal 1 Januari 2001 sampai dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001, harus disetorkan ke kas negara sesuai ketentuan yang berlaku. (2)Pajak Pertambahan Nilai terutang yang telah dipungut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dimintakan pengembalian oleh importir atau pembeli, sepanjang belum dikreditkan, dengan mengajukan permohonan pengembalian kepada Direktur Jenderal Pajak. (3)Permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan melampirkan bukti-bukti pendukung. Pasal 10 Ketentuan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan ini diatur lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak dan Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai sesuai dengan bidangnya masing-masing, baik secara bersama-sama ataupun secara sendiri-sendiri. Pasal 11 Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan mempunyai daya laku surut sejak tanggal 1 Januari 2001. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 April 2001 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA ttd PRIJADI PRAPTOSUHARDJO