PEMBERIAN MAKAN PADA KELOMPOK RENTAN DALAM SITUASI DARURAT (yuniz) I. PENDAHULUAN Salah satu situasi kedaruratan yang sering menimbulkan banyak korban, adalah kejadian bencana, yang merupakan suatu keadaan yang tidak diinginkan dan biasanya terjadi secara mendadak disertai dengan jatuhnya banyak korban. Kejadian bencana di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Data bencana di Indonesia menyebutkan antara tahun 2003-2005 telah terjadi 1.429 kejadian bencana, dimana bencana hidrometeorologi merupakan bencana yang paling sering terjadi, yaitu 53,3 % dari total kejadian bencana di Indonesia. Disamping bencana alam, Indonesia memiliki potensi munculnya bencana akibat ulah manusia sebagai risiko dari beberapa kegiatan yang memiliki potensi timbulnya bencana, antara lain penebangan hutan yang tidak terkendali, pembakaran hutan, proses industri, dan sebagainya. Bencana tersebut antara lain banjir, longsor dan pencemaran lingkungan dan sebagainya. Disisi lain, Indonesia memiliki jumlah penduduk yang besar, yaitu lebih dari 220 juta jiwa dengan persebaran yang tidak merata, terdiri berbagai macam suku/etnis, agama/kepercayaan, budaya, politik yang dapat menjadi pemicu munculnya konflik horizontal maupun vertikal yang pada akhirnya akan menimbulkan permasalahan kemanusiaan. Salah satu permasalahan yang sampai saat ini masih dihadapi dalam upaya penanggulangan bencana terutama untuk memenuhi kebutuhan dasar bagi masyarakat dan korban bencana adalah kebutuhan pangan, khususnya yang terkait dengan pemenuhan nilai gizi yang memenuhi standar minimal terutama pada kelompok rentan. II. PEMBERIAN MAKAN DALAM SITUASI DARURAT Penyebab langsung kekurangan gizi adalah penyakit dan atau asupan makan yang tidak mencukupi, yang pada akhirnya diakibatkan oleh tidak cukupnya pangan, kesehatan, ataupun perawatan pada tingkat rumah tangga atau masyarakat. Dalam penanganan gizi pada situasi darurat, respons untuk mencegah dan memperbaiki kekurangan gizi memerlukan pencapaian standar-standar minimum tidak hanya dari sisi makanan saja namum juga termasuk pelayanan kesehatan, pasokan air dan sanitasi, hingga hunian dan penampungan Pada dasarnya tujuan pemberian pangan dalam situasi darurat adalah: a. Bertahan hidup b. Mempertahankan/memperbaiki status gizi, utamanya pada kelompok rentan c. Menyelamatkan aset produksi d. Menghindari migrasi missal e. Menjamin tersedianya pangan dalam jumlah yang cukup unuk seluruh penduduk. f. Mendorong rehabilitasi keadaan secara swadaya masyarakat g. Mengurangi kerusakan sistem produksi pangan dan pemasarannya Prinsip dasar yang wajib dipenuhi dalam pemberian pangan dalam situasi darurat meliputi koordinasi, bantuan spesifik, makanan untuk umum berdasarkan pemenuhan 2100 kalori, waktu pendistribusian yang tepat, standarisasi jumlah kebutuhan bahan makanan, partisipasi masyarakat, serta pemantauan dan evaluasi termasuk penetapan target. Kelompok yang paling sering menanggung risiko dalam situasi darurat adalah perempuan, anak-anak, orang lanjut usia, penyandang cacat, dan penyandang HIV/AIDS (ODHA). Dalam konteks tertentu, orang juga bisa menjadi rentan karena alasan asal etnis, afiliasi keagamaan, politik, atau pengungsian. Kerentanan tertentu mempengaruhi kemampuan orang untuk menghadapi dan bertahan hidup dalam suatu bencana, dan mereka yang paling beririko harus diidentifikasi dalam setiap konteks. Berikut ini merupakan standar tandar bantuan gizi untuk kelompok berisiko: - - Bayi berumur kurang dari enam bulan harus diberi ASI secara eksklusif atau dalam kasus-kasus khusus dapat diberikan susu pengganti ASI yang tepat dalam jumlah yang memadai. Anak-anak berumur 6-24 bulan mempunyai akses terhadap makanan tambahan yang bergizi dan sarat energi. Perempuan yang hamil atau menyusui mempunyai akses terhadap gizi dan bantuan tambahan Perhatian khusus diberikan untuk melindungi, meningkatkan dan mendukung perawatan gizi bagi wanita usia subur. - - - Informasi, pendidikan dan pelatihan yang tepat tentang gizi diberikan kepada para professional yang relevan, juru rawat, dan lembaga-lembaga yang bergerak dalam praktek pemberian makan bayi dan anak. Akses kaum lanjut usia untuk mendapatkan makanan yang bergizi dan dukungan gizi yang tepat dilindungi, ditingkatkan, dan didukung. Keluarga yang mempunyai anggota keluarga sakit kronis, termasuk mereka yang menderita HIV/AIDS dan anggota keluarga yang mempunyai kecacatan tertentu mempunyai akses terhadap makanan bergizi yang tepat dan dukungan gizi yang memadai. Terbangun system berbasis komunitas untuk menjamin perawatan individu-individu yang rentan secara semestinya. Dalam bahasan berikutnya akan lebih didalami mengenai pemberian makan pada masing-msing kelompok rentan yang banyak dijumpai khususnya di Indonesia pada situasi darurat, dalam hal ini adalah bayi dan balita, ibu hamil dan menyusui, serta lansia. III. BAYI DAN ANAK Morbiditas dan mortalitas bayi dan anak umumnya meningkat selama situasi darurat, sehingga diperlukan intervensi yang spesifik untuk melindungi dan mencapai pemberian makan yang optimal A. Pemberian Makanan Bayi ASI eksklusif merupakan makanan terbaik untuk bayi dibawah 6 bulan. Bayi yang diberi ASI eksklusif seharusnya tidak mendapatkan makanan prelaktasi, air, makanan selingan, ataupun makanan tambahan. Hingga saat ini tingkat pemberian ASI eksklusif masih sangat rendah sehingga menjadi sangat penting untuk mempromosikan dan mendukung pemberian ASI terutama ketika praktik kebersihan dan perawatan tidak berjalan dan terdapat risiko infeksi yang tinggi, salah satunya dalam situasi darurat. Namun demikian, ada kasus-kasus pengecualian ketika seorang bayi tidak dapat disusui secara eksklusif (misalnya karena ibu meninggal, atau bayi terlanjur sepenuhnya mendapat susu pengganti). Dalam kasus tersebut perlu digunakan jumlah pengganti ASI yang mencukupi sesuai standar Codex Alimentarius dan dianjurkan untuk menyusu ulang sedapat mungkin. Pengganti ASI bisa berbahaya karena sulitnya proses persiapan secara aman, termasuk botol susu yang tidak direkomendasikan karena tidak higienis, dan sulitnya air bersih dalam kondisi darurat. Dalam penggunaan pengganti ASI, petugas kesehatan diwilayah yang bersangkutan wajib mengawasi penggunaannya dengan aman dengan pendistribusian yang mengacu pada Kode Internasional tentang Pemasaran Pengganti ASI termasuk bila ada peraturan pemerintah setempat. Pada intinya, panduan prinsi pemberian makan pada bayi 0-6 bulan dalam situasi darurat adalah sebagai berikut: 1. Semua bayi harus tetap diberi ASI - bayi memiliki hak untuk mendapat ASI sejak lahir - harus ada upaya maksimal pemberian ASI meskipun ibu mengalami masalah - upaya relaktasi harus dilakukan terlebih dahulu sebelum mengambil alternatif pemberian susu formula 2. Ciptakan lingkungan yang optimal sebagai dukungan pemberian ASI, lanjutkan sampai 2 thn 3. Penggunaan PASI (cth. susu formula) dikendalikan dengan pedoman: - pemberian PASI hanya diberikan pada bayi yang sudah tidak mungkin mendapat ASI, dengan nilai gizi yang mencukupi, diberikan dengan cangkir - pemberian PASI dibawah pengawasan nakes - pemberian PASI bagi bayi tertentu tidak boleh menggangu proses pemberian ASI disekitarnya - rekomendasi penggunaan cangkir, bukan botol susu untuk meminimalisir risiko diare B. Pemberian Makanan untuk Anak Balita Pemberian ASI harus berlanjut paling tidak selama dua tahun pertama anak. Pada usia enam bulan, anak-anak memerlukan makanan yang padat energy sebagai tambahan ASI. Sejumlah 30% dari kandungan energi dalam menu balita disarankan berasal dari sumber lemak. Apabila anak usia 6-24 bulan tidak mempunyai akses terhadap ASI, makan makanan yang diberikan harus memenuhi untuk mencukupi kebutuhan gizi mereka. Harus diupayakan cara untuk mempersiapkan makanan pelengkap yang tepat untuk anak – anak terutama dibawah usia 24 bulan. Hal ini dimungkinkan dengan pengadaan komoditas makanan khusus atau pengadaan peralatan, bahan bakar, dan air. Dari sisi kebutuhan suplementasi, balita wajib mendapatkan vitamin A sesuai dengan program yang sudah berjalan. IV. IBU HAMIL DAN MENYUSUI Risiko yang terkait dengan tidak memadainya asupan gizi pada ibu hamil dan menyusui mencakup komplikasi kehamilan, kematian ibu, kelahiran bayi dengan berat badan kurang, dan pemberian ASI yang tidak lengkap. Dengan demikian angka-angka yang dimunculkan dalam perencanaan untuk pemberian jatah umum harus mempertimbangkan kebutuhan tambahan bagi ibu hamil dan menyusui. Ibu hamil dan menyusui harus mendapatkan suplemen zat besi setiap hari. Disamping itu para ibu yang baru melahirkan juga perlu dipastikan telah mendapat kapsul vitamin A sesuai program yang sudah berjalan. Jadi, prinsip yang harus terpenuhi pada pemberian makan bagi ibu hamil dan menyusui dalam situasi darurat adalah: 1. Ibu hamil mendapatkan tambahan sejumlah 285 kkal/hari 2. Ibu menyusui ++ 500 kkal/hari 3. Pemberian mikronutrient sesuai keadaan kehamilan 4. Minimal 2.100 kalori terpenuhi V. LANSIA Lansia merupakan salah satu kelompok rentan yang masih seringkali terabaikan. Padahal faktor – faktor risiko gizi yang mengurangi akses lansia ke makanan karena proses menua termasuk penyakit dan kecacatan, stress psikologis, serta keadaan darurat justru membutuhkan perhatian khusus dalam pemberian makanannya. Dengan demikian, angka rata-rata dalam pemberian jatah umum perlu mempertimbangkan kebutuhan gizi bagi lansia ditambah perhatian khusus dalam perawatan mereka. Secara lebih rinci, prinsip dalam pemberian makan bagi lansia dalam keadaan darurat adalah sebagai berikut: 1. Lansia harus mampu mengakses sumber-sumber pangan termasuk bantuan pangan dengan lebih mudah. 2. Makanan disesuaikan dengan kondisi lansia serta mudah disiapkan dan dikonsumsi. 3. Makanan yang diberikan pada lansia harus memenuhi kebutuhan protein tambahan serta vitamin dan mineral. VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSIAPAN, PENGOLAHAN, DAN PEMBERIAN MAKANAN PADA KELOMPOK RENTAN DALAM SITUASI DARURAT A. Budaya dan Kebiasaan Makan Setempat Pemberian makanan dalam situasi darurat hendaknya tetap memperhatikan apa saja jenis bahan makanan yang umum dikonsumsi oleh masyarakat diwilayah darurat dan bagaimana mereka biasa mengolah bahan tersebut untuk dikonsumsi. Bila makanan yang diberikan tidak memperhatikan pola kebiasaan setempat, setinggi apapaun nilai gizinya maka daya terima masyarakat akan rendah dan hal ini berbahaya terutama bagi kelompok rentan. B. Cadangan Bahan Makanan Kering Bahan makanan kering menjadi penting dalam situasi darurat, terutama pada masa awal bencana untuk mempertahankan kondisi fisik dan menghindari kelaparan. C. Bahan Bakar Keadaan darurat mengakibatkan terbatasnya bahan bakar untuk memasak. Padahal umumnya dalam situasi darurat masyarakat mengungsi dan tinggal bersama diwilayah yang relatif aman secara berkelompok sehingga bahan bakar dalam jumlah besar menjadi sangat dibutuhkan untuk memasak dalam jumlah yang banyak. Memperhatikan hal diatas, maka diperlukan pemilihan jenis bahan makanan yang lebih mudah masak atau matang. Sebagai contoh kacangkacangan kering membutuhkan waktu lama untuk proses pemasakan sehingga perlu dihindari untuk pemasakan dalam jumlah besar. Saat ini penyediaan bahan bakar dalam jumlah besar dengan kompor khusus yang hemat bahan bakar sudah dimiliki oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan digunakan pada dapur-dapur darurat di tenda pengungsian. D. Sarana penunjang Pemberian makanan berhubungan dengan banyak aspek, tidak terbatas pada makanan itu sendiri saja. Untuk menyelenggarakan makanan terutama bagi kelompok yang rentan, sarana penunjang menjadi bagian penting yang harus diperhatikan agar pengolahan terjamin kebersihannya. Penyediaan air bersih sebagai sarana penunjang wajib dipenuhi untuk standar persiapan hingga pengolahan makanan dalam situasi darurat. Dengan penyediaan air bersih, risiko untuk kontaminasi penyakit bisa dikurangi bahkan dihindari. Selain air bersih, penggunaan alat masak juga menjadi bagian penting mengingat proses persiapan hingga pengolahan pasti membutuhkan alat. Alat-alat dalam penyediaan makanan harus terstandar dan aman digunakan. VII. MONITORING DAN TINDAK LANJUT Pemberian makanan dalam situasi darurat terutama pada kelompok rentan tidak terbatas kewajiban sampai individu dari kelompok rentan menerima makanan yang diberikan, namun perlu pengawasan serta tindak lanjut untuk memastikan tujuan dari pemberian makanan seperti telah dibahas diatas dapat tercapai. Pengawasan atau monitoring dapat dilakukan pada proses pendistribusian bantuan dan pendistribusian makanan di level komunitas dan bahkan sampai tingkat rumah tangga. Pada tahap tindak lanjut tetap perlu diupayakan bahwa korban bencana memahami apa kebutuhan mereka dalam hal makanan dan bagaimana akses pencapaiannya, serta kewaspadaan pasca bencana untuk mencegah masalah gizi yang muncul. VIII. KESIMPULAN A. Kelompok rentan membutuhkan perhatian khusus dalam pemberian makan pada situasi darurat yang sesuai dengan kebutuhan mereka masing-masing dan berbeda dengan golongan umum lainnya. B. Pemberian makan perlu memperhatikan faktor kebiasaan masyarakat diwilayah bencana, ketersediaan bahan pangan serta sarana penunjang dan pola pengolahan makanan C. Perlu pengawasan terhadap bantuan pangan terutama susu formula IX. DAFTAR PUSTAKA Food and Nutrition Needs in Emergency. WHO 2002 Pedoman Pelaksanaan Penanganan Gizi dalam Situasi Darurat. Kemkes RI 2010 Piagam Kemanusiaan dan Standar Minimum dalam Respons Bencana, Proyek SPHERE, 2004 The Management of Nutrition in Major Emergencies.WHO, Geneva, 2000 The Food and Nutrition Handbook.WFP, 2000.