BAB II PEMBELAJARAN DAN ILMU TAUHID A. Pembelajaran 1. Pengertian Pembelajaran Pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang berupaya untuk membelajarkan peserta belajar secara terintegrasi dengan memperhitungkan faktor lingkungan belajar, karakteristik peserta, karakteristik bidang studi, serta berbagai strategi pembelajaran, baik penyampaian, pengelolaan, maupun pengorganisasian. Pembelajaran tidak sama dengan pengajaran. Pengajaran lebih mengarah pada pemberian pengetahuan dari guru kepada peserta belajar yang kadang kala berlangsung secara sepihak.1 Pembelajaran bertujuan untuk membantu proses belajar peserta didik, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun, sedemikian rupa untuk mendukung dan mempengaruhi terjadinya proses belajar peserta didik yang bersifat internal. Pembelajaran berupaya mengubah peserta didik dari yang belum memiliki ilmu pengetahuan menjadi peserta didik yang memiliki ilmu pengetahuan, dari pribadi yang belum mencerminkan perilaku yang baik menjadi pribadi yang mencerminkan perilaku yang baik.2 1 Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran: Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif, cet. ke-3 (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm. v. 2 Aunurrahman, Belajar dan Pembelajaran, cet. ke-4 (Jakarta: Alfabeta, 2010), hlm. 34. 19 20 2. Proses Pembelajaran Dalam pendidikan, proses pembelajaran merupakan inti dari kegiatan pembelajaran. Segala sesuatu yang telah diprogramkan akan dilaksanakan dalam proses belajar mengajar. Dalam kegiatan belajar mengajar akan melibatkan semua komponen pengajaran. Kegiatan belajar mengajar akan menentukan sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai.3 Dalam kegiatan belajar mengajar, guru dan peserta belajar terlibat dalam sebuah interaksi dengan materi atau bahan pelajaran sebagai mediumnya. Dalam interaksi tersebut, peserta belajarlah yang lebih aktif dari pada guru. Guru hanya sebagai motivator dan fasilitator. Keaktifan tersebut meliputi aspek fisik dan mental, baik secara individual maupun kelompok sosial.4 Pada umumnya, dalam kegiatan belajar mengajar terdapat suatu prosedur yang diatur untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Prosedur tersebut tidak lain adalah langkah-langkah sistematik dan relevan dengan tujuannya.5 Dalam hal ini setidaknya perlu ditetapkan tentang tujuannya, proses pembelajarannya, serta pemanfaatan setiap komponen pembelajarannya, khususnya ialah sumber materi pelajarannya.6 3 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, cet. ke-5 (Jakarta: Rineke Cipta, 2013), hlm. 44. 4 Zaenal Mustakim, Strategi dan Metode Pembelajaran, cet. ke-3 (Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2013), hlm. 52. 5 Ibid., hlm. 63. 6 Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), cet. ke-3 (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 196-197. 21 a. Tujuan Tujuan adalah suatu cita-cita yang ingin dicapai dari pelaksanaan suatu kegiatan. Tidak ada suatu kegiatan yang diprogram tanpa suatu tujuan. Sebagai unsur penting dalam suatu kegiatan, maka tujuan tidak bisa diabaikan, demikian juga dalam pembelajaran. suatu tujuan pembelajaran menyatakan suatu hasil yang diharapkan, baik dari pengajaran maupun prosesnya. Tujuan pembelajaran hendaknya saling berhubungan satu sama lain, juga berkaitan dari yang luas sampai kepada yang sempit dan dari yang umum kepada yang khusus.7 Dalam proses pembelajaran, tujuan merupakan komponen pertama yang harus ditetapkan yang berfungsi sebagai indikator keberhasilan pembelajaran. Tujuan ini pada dasarnya merupakan rumusan tingkah laku dan kemampuan yang harus dicapai dan dimiliki oleh peserta belajar setelah ia menyelesaikan pengalaman dan kegiatan belajar dalam proses pembelajaran. Isi tujuan pembelajaran pada hakikatnya adalah hasil belajar yang diharapkan.8 Tingkah laku yang dimaksud dalam tujuan pembelajaran tersebut mencakup seluruh aspek pribadi peserta belajar, yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.9 b. Materi atau Bahan Pelajaran Materi atau bahan pelajaran adalah substansi yang akan disampaikan dalam proses belajar mengajar. Tanpa bahan pelajaran 7 Zaenal Mustakim, op. cit., hlm. 50-51. Nunuk Suryani dan Leo Agung S, Strategi Belajar Mengajar (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2012), hlm. 39-40. 9 Hanafiah dan Cucu Suhana, Konsep Strategi Pembelajaran, cet. ke-3 (Bandung: Refika Aditama, 2012), hlm. 20. 8 22 proses belajar mengajar tidak akan berjalan.10 Dapat dinyatakan bahwa materi atau bahan pelajaran merupakan sesuatu yang harus dicerna oleh peserta belajar agar kemampuan yang diharapkan dapat tercapai. Menurut Nana Sujana yang dikutip oleh Nunuk Suryani, menyatakan bahwa materi atau bahan pelajaran harus sesuai dan menunjang tercapainya tujuan pembelajaran, sesuai dengan urutan tujuan, dan hendaknya memperhatikan kesinambungan (kontinuitas).11 Sumbersumber yang digunakan hendaknya dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.12 c. Sumber Pelajaran Sumber pelajaran adalah bahan atau materi untuk menambah ilmu pengetahuan yang mengandung hal-hal baru bagi si peserta belajar. Sebab, pada hakikatnya belajar adalah untuk mendapatkan halhal baru (perubahan). Sumber-sumber bahan pelajaran merupakan sesuatu yang terdapat asal bahan pengajaran untuk belajar seseorang. Oleh karena itu, sumber belajar dapat diperoleh dari beberapa macam, antara lain manusia, buku atau perpustakaan, media massa, alam atau lingkungan, dan media pendidikan.13 d. Alat atau Media Alat atau media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai alat bantu dalam pelaksanaan proses belajar 10 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, op. cit., hlm. 43. Nunuk Suryani dan Leo Agung S, op. cit., hlm. 41. 12 Wina Sanjaya, op. cit., hlm. 206. 13 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, op. cit., hlm. 48-50. 11 23 mengajar, untuk mencapai tujuan pembelajaran. Media dapat membantu kemudahan belajar bagi peserta didik dan kemudahan mengajar bagi guru. Media dapat meningkatkan keefektifan belajar mengajar, yang berfungsi menggugah minat selama proses belajar, dan menciptakan situasi belajar yang lebih baik, karena tidak membosankan dan tidak monoton.14 Media pengajaran hendaknya dipandang sebagai sumber belajar yang digunakan dalam usaha memecahkan masalah yang dihadapi dalam proses belajar mengajar.15 e. Metode Metode pembelajaran adalah suatu cara yang ditempuh guru dalam menyampaikan bahan ajar kepada peserta didik secara tepat dan cepat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, sehingga diperoleh hasil yang maksimal.16 Metode digunakan oleh guru untuk mengkreasi lingkungan belajar dan mengkhususkan aktivitas di mana guru dan peserta didik terlibat selama proses pembelajaran berlangsung.17 Berikut ini beberapa macam metode pembelajaran yang umum digunakan dalam kegiatan pembelajaran. 1) Metode Ceramah Metode ceramah adalah cara penyajian pembelajaran yang dilakukan oleh guru dengan penuturan atau penjelasan lisan secara langsung terhadap peserta belajar. Metode ini digunakan untuk 14 Nunuk Suryani dan Leo Agung S, op. cit., hlm. 44. M. Basyiruddin Usman dan Asnawir, Media Pembelajaran, cet. ke-1 (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hlm. 19. 16 Zaenal Mustakim, op. cit., hlm. 113. 17 Abdul Majid, Strategi Pembelajaran (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 21. 15 24 menyampaikan keterangan, informasi atau uraian tentang suatu pokok persoalan secara lisan. 2) Metode Demonstrasi Metode demonstrasi adalah cara penyajian pelajaran dengan memperagakan atau mempertunjukkan kepada peserta belajar tentang suatu proses, situasi, atau benda tertentu yang sedang dipelajari, baik sebenarnya ataupun tiruan, yang sering disertai dengan penjelasan lisan. 3) Metode Bercerita Metode bercerita ialah suatu cara mengajar dengan bercerita. Pada hakikatnya, metode ini sama dengan metode ceramah karena informasi yang disampaikan melalui penuturan atau penjelajsan lisan. Dalam metode bercerita, baik guru maupun peserta belajar dapat berperan sebagai penutur. Guru dapat menugaskan peserta belajar untuk menceritakan tentang peristiwa ataau topik tertentu. 4) Metode Tanya Jawab Metode tanya jawab merupakan cara penyajian bahan pelajaran melalui bentuk pertanyaan yang perlu dijawab, baik dari guru kepada peserta belajar, ataupun dari peserta belajar kepada guru. Dengan meetode ini, dapat dikembangkan keterampilan mengamati, menginterpretasi, mengklasifikasikan, kesimpulan, menerapkan dan mengkomunikasikan. membuat 25 5) Metode Diskusi Metode diskusi adalah cara penyajian pelajaran di mana peserta belajar dihadapkan kepada suatu masalah yang perlu dibahas dan dipecahkan bersama. Pada dasarnya, diskusi ialah tukar menukar informasi, pendapat dan pengalaman untuk memperoleh pengertian bersama yag lebih jelas dan lebih teliti tentang sesuatu. 6) Metode Pembiasaan Metode pembiasaan merupakan proses untuk membuat seseorang menjadi terbiasa. Metode ini merupakan cara yang efektif dan efisisen dalam menanamkan kompetensi kognitif, afektif dan psikomotorik peserta belajar dengan sendirinya. 7) Metode Latihan Metode latihan ialah cara belajar untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan tertentu, sebagai sarana untuk memelihara kebiasaan-kebiasaan yang baik, sehingga memperoleh suatu ketangkasan, ketepatan, kesempatan dan keterampilan. 8) Metode Resitasi Metode resitasi (penugasan) adalah metode penyajian bahan di mana guru memberikan tugas tertentu agar peserta belajar melakukan kegiatan belajar. Tugas dan resitasi tidak sama dengan pekerjaan rumah, namun jauh lebih luas. Tugas tersebut dapat dilaksanakan di rumah, sekolah, perpustakaan, atau tempat lainnya. 26 9) Metode Pemecahan Masalah Metode pemecahan masalah bukan hanya sekadar metode mengajar, tetapi juga merupakan suatu metode berpikir. Karena dalam pemecahan masalah dapat menggunakan metode-metode lainnya, yang dimulai dengan mencari data sampai kepada menarik kesimpulan.18 10) Metode Debat Debat merupakan bentuk adu pendapat antar-individu atau kelompok yang berbeda pendapat. Debat tidak dimaksudkan untuk memperoleh kesepakatan seperti diskusi pada umumnya. Debat dapat menggali pendapat, pandangan, visi dan misi yang mendalam dibanding dengan diskusi dengan bentuk curah pendapat.19 Dengan metode ini dapat melibatkan setiap peserta belajar bukan hanya para pelaku debatnya saja.20 f. Prosedur Pembelajaran Untuk mencapai tujuan secara optimal, maka dalam pembelajaran diperlukan prosedur atau langkah-langkah sistematis dan relevan. Prosedur kegiatan belajar mengajar hendaknya dapat memberikan peluang bagi peserta belajar untuk mencari, mengolah dan menemukan sendiri pengetahuan di bawah bimbingan guru. Secara umum, prosedur pembelajaran dilakukan melalui tiga tahap: 18 Zaenal Mustakim, op. cit., hlm. 118-133. Suprijanto, Pendidikan Orang Dewasa: dari Teori hingga Aplikasi (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hlm. 128. 20 Hisyam Zaini, Bermawi Munthe dan Sekar Ayu Aryani, Strategi Pembelajaran Aktif (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008), hlm. 38. 19 27 1) Kegiatan Pendahuluan Pada tahap pendahuluan, kegiatan yang dilakukan adalah menciptakan kondisi awal pembelajaran. Tujuannya adalah untuk menciptakan kesiapan belajar, yaitu dengan memberikan stimulus sebagai refleksi terhadap materi pada pertemuan sebelumnya, dan membangkitkan motivasi belajar. 2) Kegiatan Inti Hal-hal yang dilakukan pada tahap ini yaitu menyampaikan tujuan pembelajaran, menyampaikan alternatif kegiatan belajar yang akan ditempuh, dan membahas materi. 3) Kegiatan Akhir Pada tahap ini, dilakukan penilaian akhir, analisis akhir, tindak lanjut, mengemukakan topik yang akan dibahas pada pertemuan yang akan datang, dan menutup kegiatan belajar mengajar.21 B. Ilmu Tauhid 1. Pengertian dan Ruang Lingkup Ilmu Tauhid Ditinjau dari sudut bahasa (etimologi), kata Tauhid berasal dari bahasa Arab, yang merupakan bentuk kata maṣdar dari asal kata waḥḥadayuwaḥḥidu, yang memiliki arti mengesakan atau menunggalkan. Sehingga, dari pengertian etimologi tersebut dapat diketahui bahwa dalam Tauhid 21 Zaenal Mustakim, op. cit., hlm. 63-65. 28 mengandung makna meyakinkan (mengi’tikadkan) bahwa Allah adalah “satu” tidak ada syarikat bagi-Nya.22 Ditinjau dari sudut istilah (terminologi), ada beberapa tokoh memberikan pengertian terhadap ilmu Tauhid. Menurut pendapat tokoh yang dikutip oleh Mulyono, yakni Syekh Muhammad Abduh, mengatakan bahwa ilmu Tauhid adalah ilmu yang membahas tentang wujud Allah dan sifat yang harus ada pada-Nya (wajib), sifat yang boleh ada pada-Nya (jaiz), dan sifat yang tidak boleh ada pada-Nya (mustahil), juga membahas tentang para Rasul untuk menegaskan tugas risalahnya, serta sifat yang harus ada padanya, sifat yang boleh ada padanya, dan sifat yang tidak boleh ada padanya.23 Dalam buku Sahilun Nasir, Menurut Ibnu Khaldun menerangkan bahwa Ilmu Tauhid ialah ilmu yang berisi alasan-alasan mempertahankan kepercayaan iman, dengan mempergunakan dalil-dalil pikiran dan berisi bantahan-bantahan terhadap orang-orang yang menyeleweng dari kepercayaan salaf dan ahli sunnah.24 Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa yang ilmu Tauhid dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari ke-Esaan Tuhan (Allah SWT) dan kerasulan utusan-Nya, dengan dalil-dalil yang berisi alasan-alasan yang meyakinkan untuk mempertahankan keimanan dari 22 Mulyono dan Bashori, Studi Ilmu Tauhid/Kalam (Malang: UIN-Maliki Press, 2010), hlm. 13-14. 23 Ibid., hlm. 14. 24 Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam): Sejarah, Ajaran, dan Perkembangannya (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm. 2-3. 29 berbagai argumen yang menyeleweng. Dalil-dalil yang dimaksud adalah dalil naqli (al-Qur’an dan Hadits) dan dalil aqli (akal atau pikiran). Di samping istilah ilmu Tauhid, ada yang menyebutnya dengan ilmu Kalam, ilmu Ushuluddin, ilmu Aqaid, dan Teologi Islam. Perbedaan tersebut bukan berarti menunjukkan pengertian yang berbeda-beda, akan tetapi hanya menitikberatkan dari segi masing-masing nama ilmu tersebut dalam Islam, sesuai dengan bidang keahlian ulamanya.25 Dari penjabaran tentang pengertian ilmu Tauhid tersebut, dapat diambil beberapa hal yang berkaitan dengan pembelajaran. Pertama, lingkup materi pembelajaran ilmu Tauhid adalah membahas tentang wujud Allah SWT beserta tentang sifat dan perbuatan-Nya, dan kerasulan utusanNya beserta sifat dan perbuatannya. Kedua, dalam mempelajari ilmu Tauhid menggunakan sumber dari al-Qur’an dan Hadits, serta akal sebagai penalaran logika. Ketiga, pembelajaran ilmu Tauhid menekankan agar peserta belajar memiliki landasan berpikir yang kuat dalam keimanannya, yang tentu saja dibangun dari proses pembelajarannya. 2. Sumber Ilmu Tauhid Sebagaimana diuraikan di atas, maka sumber ilmu Tauhid adalah dari dalil naqli dan dalil aqli. Dalil naqli ialah berasal dari al-Qur’an dan Hadits, sedangkan dalil aqli ialah akal atau penalaran logika, yang diperoleh dari hasil melalui proses berpikir akal sehat. Antara dalil naqli dan dalil aqli tersebut memiliki keterkaitan dan saling menguatkan. 25 Mulyono dan Bashori, op. cit., hlm. 24-26. 30 Dalil aqli merupakan pemikiran manusia. Dalam hal ini dapat berupa pemikiran umat Islam sendiri maupun pemikiran yang berasal dari luar umat Islam. Umat Islam menggunakan akal atas dasar perintah Allah dalam ayat-ayat al-Qur’an, yang mana terdapat kata tafakkar, tafaquh, nazhar, tadabbar, tadzakkar, fahima, ulul albab, ulul ilm, ulul bashar, dan ulunnuha. Sedangkan pemikiran yang berasal dari luar umat Islam berupa pemikiran yang telah menjadi peradaban lalu ditransfer dan diasimilasikan dengan pemikiran umat Islam. Selain itu dapat pula berupa pemikiran yang bersifat akademis, seperti filsafat, sejarah dan sains.26 3. Fungsi Ilmu Tauhid a. Dalam bidang I’tiqadiyah 1) Memberikan dasar dan landasan mental yang kuat bagi keimanan seorang muslim terhadap ke-Esaan Allah SWT. 2) Memberikan penerangan yang bersifat dakwah terhadap orangorang non-muslim untuk diajak beriman secara Tauhid yang tidak bercampur kemusyrikan, dengan cara yang baik dan bijaksana. b. Dalam bidang Ijtihad 1) Menjelaskan dan membahas objek ilmu Tauhid secara ilmiah, dengan berdasarkan dalil naqli yang shahih, dan dikuatkan oleh dalil aqli yang tidak bertentangan dari ajaran Islam. 2) Melengkapi landasan ilmiah bagi keimanan para muslim, yang sekaligus berarti mempersenjatai mereka dengan dalil-dalil ilmiah. 26 Novan Ardy Wiyani, Ilmu Kalam (Yogyakarta: Teras, 2013), hlm. 8-11. 31 Dengan demikian agar orang-orang Islam memiliki kekebalan dan kemampuan terhadap unsur yang akan menggoyahkan keimanan mereka dalam bidang i’tiqadiyah.27 Fungsi-fungsi dalam dua bidang tersebut saling terjalin antara bidang yang satu dengan bidang yang lainnya. Jika diamati, fungsi-fungsi ilmu Tauhid yang diuraikan tersebut mendorong kepada umat Islam agar memiliki keimanan yang benar dengan landasan mental dan pemikiran ilmiah yang kuat, serta mengajak kepada kebenaran dan kebaikan tersebut dengan cara yang baik dan bijaksana. Oleh karena beriman itu adalah kewajiban tiap individu, maka sikap tersebut harus dimiliki dalam diri tiap-tiap orang muslim. Hal ini dapat diupayakan melalui pembelajaran. Di mana dalam pembelajaran terjadi proses pembentukan individu agar memiliki ilmu pengetahuan dan berkepribadian yang baik, dengan strategi yang tepat. 4. Metode Pemikiran dalam Kajian Ilmu Tauhid Secara umum, ilmu Tauhid dikaji dengan beberapa metode sebagai berikut: a. Metode Rasional Metode ini menganggap rasio sebagai alat yang dominan dalam memahami tentang akidah – ilmu Tauhid, sehingga teks-teks wahyu harus diterima secara rasional. 27 Mulyono dan Bashori, op. cit., hlm. 29-30. 32 b. Metode Tekstual Metode ini merupakan metode berpikir yang berpegang teguh pada teks-teks wahyu secara harfiah, tanpa memberikan peranan pada akal. c. Metode Moderat Metode ini merupakan metode perpaduan antara metode rasional dan metode tekstual, yang berusaha menerapkan kedua metode tersebut secara seimbang. d. Metode Dialektis Metode ini merupakan metode debat untuk mempertahankan kebenaran pendapat sendiri dan mematahkan pendapat lawan, baik secara rasional (yang banyak dipergunakan) maupun tekstual. e. Metode Intuitif Metode ini merupakan metode yang dipergunakan para sufi untuk memperoleh pengetahuan (ma’rifat) yang langsung dari Tuhan, dengan menjalani hidup sebagai sufi.28 5. Pendekatan yang dapat Digunakan dalam Pembelajaran Ilmu Tauhid Dalam pembelajaran ilmu Tauhid dapat digunakan beberapa pendekatan sebagai berikut: a. Pendekatan teologis (naqli), yaitu pendekatan pengkajian ilmu Tauhid dengan menukil dalil-dalil yang ada dalam al-Qur’an dan Hadits. 28 M. Zurkani Jahja, Teologi Al-Ghazali: Pendekatan Metodologi, cet. ke-1 (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hlm. 52-54. 33 b. Pendekatan filosofis (aqli), yaitu memberikan argumen-argumen tentang konsep-konsep Tauhid berdasarkan rasionalitas, yang sering juga didasarkan pada dalil-dalil naqli yang ada. c. Pendekatan teoritik, yaitu pendekatan dalam pengkajian ilmu Tauhid didukung oleh teori-teori ilmu pengetahuan, baik yang berumpun pada ilmu-ilmu MIPA, maupun pada rumpun ilmu Sosial. d. Pendekatan kontekstual dan aplikatif, yaitu pendekatan dalam pengkajian ilmu Tauhid didukung oleh ilmu-ilmu terapan seperti kedokteran, teknologi, sosiologi, psikologi, ekonomi dan sebagainya.29 29 Mulyono dan Bashori, op. cit., hlm. 200-201.