19 BAB II PEMBELAJARAN DAN ILMU TAUHID A. Pembelajaran 1

advertisement
BAB II
PEMBELAJARAN DAN ILMU TAUHID
A. Pembelajaran
1. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang berupaya untuk
membelajarkan
peserta
belajar
secara
terintegrasi
dengan
memperhitungkan faktor lingkungan belajar, karakteristik peserta,
karakteristik bidang studi, serta berbagai strategi pembelajaran, baik
penyampaian, pengelolaan, maupun pengorganisasian. Pembelajaran tidak
sama dengan pengajaran. Pengajaran lebih mengarah pada pemberian
pengetahuan dari guru kepada peserta belajar yang kadang kala
berlangsung secara sepihak.1
Pembelajaran bertujuan untuk membantu proses belajar peserta
didik, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun,
sedemikian rupa untuk mendukung dan mempengaruhi terjadinya proses
belajar peserta didik yang bersifat internal. Pembelajaran berupaya
mengubah peserta didik dari yang belum memiliki ilmu pengetahuan
menjadi peserta didik yang memiliki ilmu pengetahuan, dari pribadi yang
belum mencerminkan perilaku yang baik menjadi pribadi yang
mencerminkan perilaku yang baik.2
1
Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran: Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang
Kreatif dan Efektif, cet. ke-3 (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm. v.
2
Aunurrahman, Belajar dan Pembelajaran, cet. ke-4 (Jakarta: Alfabeta, 2010), hlm. 34.
19
20
2. Proses Pembelajaran
Dalam pendidikan, proses pembelajaran merupakan inti dari
kegiatan pembelajaran. Segala sesuatu yang telah diprogramkan akan
dilaksanakan dalam proses belajar mengajar. Dalam kegiatan belajar
mengajar akan melibatkan semua komponen pengajaran. Kegiatan belajar
mengajar akan menentukan sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan
dapat tercapai.3
Dalam kegiatan belajar mengajar, guru dan peserta belajar terlibat
dalam sebuah interaksi dengan materi atau bahan pelajaran sebagai
mediumnya. Dalam interaksi tersebut, peserta belajarlah yang lebih aktif
dari pada guru. Guru hanya sebagai motivator dan fasilitator. Keaktifan
tersebut meliputi aspek fisik dan mental, baik secara individual maupun
kelompok sosial.4
Pada umumnya, dalam kegiatan belajar mengajar terdapat suatu
prosedur yang diatur untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Prosedur tersebut tidak lain adalah langkah-langkah sistematik dan relevan
dengan tujuannya.5 Dalam hal ini setidaknya perlu ditetapkan tentang
tujuannya, proses pembelajarannya, serta pemanfaatan setiap komponen
pembelajarannya, khususnya ialah sumber materi pelajarannya.6
3
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, cet. ke-5 (Jakarta:
Rineke Cipta, 2013), hlm. 44.
4
Zaenal Mustakim, Strategi dan Metode Pembelajaran, cet. ke-3 (Pekalongan: STAIN
Pekalongan Press, 2013), hlm. 52.
5
Ibid., hlm. 63.
6
Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), cet. ke-3 (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 196-197.
21
a. Tujuan
Tujuan adalah suatu cita-cita yang ingin dicapai dari
pelaksanaan suatu kegiatan. Tidak ada suatu kegiatan yang diprogram
tanpa suatu tujuan. Sebagai unsur penting dalam suatu kegiatan, maka
tujuan tidak bisa diabaikan, demikian juga dalam pembelajaran. suatu
tujuan pembelajaran menyatakan suatu hasil yang diharapkan, baik
dari pengajaran maupun prosesnya. Tujuan pembelajaran hendaknya
saling berhubungan satu sama lain, juga berkaitan dari yang luas
sampai kepada yang sempit dan dari yang umum kepada yang khusus.7
Dalam proses pembelajaran, tujuan merupakan komponen
pertama yang harus ditetapkan yang berfungsi sebagai indikator
keberhasilan pembelajaran. Tujuan ini pada dasarnya merupakan
rumusan tingkah laku dan kemampuan yang harus dicapai dan dimiliki
oleh peserta belajar setelah ia menyelesaikan pengalaman dan kegiatan
belajar dalam proses pembelajaran. Isi tujuan pembelajaran pada
hakikatnya adalah hasil belajar yang diharapkan.8 Tingkah laku yang
dimaksud dalam tujuan pembelajaran tersebut mencakup seluruh aspek
pribadi peserta belajar, yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.9
b. Materi atau Bahan Pelajaran
Materi atau bahan pelajaran adalah substansi yang akan
disampaikan dalam proses belajar mengajar. Tanpa bahan pelajaran
7
Zaenal Mustakim, op. cit., hlm. 50-51.
Nunuk Suryani dan Leo Agung S, Strategi Belajar Mengajar (Yogyakarta: Penerbit
Ombak, 2012), hlm. 39-40.
9
Hanafiah dan Cucu Suhana, Konsep Strategi Pembelajaran, cet. ke-3 (Bandung: Refika
Aditama, 2012), hlm. 20.
8
22
proses belajar mengajar tidak akan berjalan.10 Dapat dinyatakan bahwa
materi atau bahan pelajaran merupakan sesuatu yang harus dicerna
oleh peserta belajar agar kemampuan yang diharapkan dapat tercapai.
Menurut Nana Sujana yang dikutip oleh Nunuk Suryani, menyatakan
bahwa materi atau bahan pelajaran harus sesuai dan menunjang
tercapainya tujuan pembelajaran, sesuai dengan urutan tujuan, dan
hendaknya memperhatikan kesinambungan (kontinuitas).11 Sumbersumber yang digunakan hendaknya dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran.12
c. Sumber Pelajaran
Sumber pelajaran adalah bahan atau materi untuk menambah
ilmu pengetahuan yang mengandung hal-hal baru bagi si peserta
belajar. Sebab, pada hakikatnya belajar adalah untuk mendapatkan halhal baru (perubahan). Sumber-sumber bahan pelajaran merupakan
sesuatu yang terdapat asal bahan pengajaran untuk belajar seseorang.
Oleh karena itu, sumber belajar dapat diperoleh dari beberapa macam,
antara lain manusia, buku atau perpustakaan, media massa, alam atau
lingkungan, dan media pendidikan.13
d. Alat atau Media
Alat atau media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat
digunakan sebagai alat bantu dalam pelaksanaan proses belajar
10
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, op. cit., hlm. 43.
Nunuk Suryani dan Leo Agung S, op. cit., hlm. 41.
12
Wina Sanjaya, op. cit., hlm. 206.
13
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, op. cit., hlm. 48-50.
11
23
mengajar, untuk mencapai tujuan pembelajaran. Media dapat
membantu kemudahan belajar bagi peserta didik dan kemudahan
mengajar bagi guru. Media dapat meningkatkan keefektifan belajar
mengajar, yang berfungsi menggugah minat selama proses belajar, dan
menciptakan
situasi
belajar
yang
lebih
baik,
karena
tidak
membosankan dan tidak monoton.14 Media pengajaran hendaknya
dipandang sebagai sumber belajar yang digunakan dalam usaha
memecahkan masalah yang dihadapi dalam proses belajar mengajar.15
e. Metode
Metode pembelajaran adalah suatu cara yang ditempuh guru
dalam menyampaikan bahan ajar kepada peserta didik secara tepat dan
cepat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, sehingga diperoleh
hasil yang maksimal.16 Metode digunakan oleh guru untuk mengkreasi
lingkungan belajar dan mengkhususkan aktivitas di mana guru dan
peserta didik terlibat selama proses pembelajaran berlangsung.17
Berikut ini beberapa macam metode pembelajaran yang umum
digunakan dalam kegiatan pembelajaran.
1) Metode Ceramah
Metode ceramah adalah cara penyajian pembelajaran yang
dilakukan oleh guru dengan penuturan atau penjelasan lisan secara
langsung terhadap peserta belajar. Metode ini digunakan untuk
14
Nunuk Suryani dan Leo Agung S, op. cit., hlm. 44.
M. Basyiruddin Usman dan Asnawir, Media Pembelajaran, cet. ke-1 (Jakarta: Ciputat
Pers, 2002), hlm. 19.
16
Zaenal Mustakim, op. cit., hlm. 113.
17
Abdul Majid, Strategi Pembelajaran (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 21.
15
24
menyampaikan keterangan, informasi atau uraian tentang suatu
pokok persoalan secara lisan.
2) Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi adalah cara penyajian pelajaran dengan
memperagakan atau mempertunjukkan kepada peserta belajar
tentang suatu proses, situasi, atau benda tertentu yang sedang
dipelajari, baik sebenarnya ataupun tiruan, yang sering disertai
dengan penjelasan lisan.
3) Metode Bercerita
Metode bercerita ialah suatu cara mengajar dengan
bercerita. Pada hakikatnya, metode ini sama dengan metode
ceramah karena informasi yang disampaikan melalui penuturan
atau penjelajsan lisan. Dalam metode bercerita, baik guru maupun
peserta belajar dapat berperan sebagai penutur. Guru dapat
menugaskan peserta belajar untuk menceritakan tentang peristiwa
ataau topik tertentu.
4) Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab merupakan cara penyajian bahan
pelajaran melalui bentuk pertanyaan yang perlu dijawab, baik dari
guru kepada peserta belajar, ataupun dari peserta belajar kepada
guru. Dengan meetode ini, dapat dikembangkan keterampilan
mengamati,
menginterpretasi,
mengklasifikasikan,
kesimpulan, menerapkan dan mengkomunikasikan.
membuat
25
5) Metode Diskusi
Metode diskusi adalah cara penyajian pelajaran di mana
peserta belajar dihadapkan kepada suatu masalah yang perlu
dibahas dan dipecahkan bersama. Pada dasarnya, diskusi ialah
tukar menukar informasi, pendapat dan pengalaman untuk
memperoleh pengertian bersama yag lebih jelas dan lebih teliti
tentang sesuatu.
6) Metode Pembiasaan
Metode pembiasaan merupakan proses untuk membuat
seseorang menjadi terbiasa. Metode ini merupakan cara yang
efektif dan efisisen dalam menanamkan kompetensi kognitif,
afektif dan psikomotorik peserta belajar dengan sendirinya.
7) Metode Latihan
Metode latihan ialah cara belajar untuk menanamkan
kebiasaan-kebiasaan tertentu, sebagai sarana untuk memelihara
kebiasaan-kebiasaan yang baik, sehingga memperoleh suatu
ketangkasan, ketepatan, kesempatan dan keterampilan.
8) Metode Resitasi
Metode resitasi (penugasan) adalah metode penyajian
bahan di mana guru memberikan tugas tertentu agar peserta belajar
melakukan kegiatan belajar. Tugas dan resitasi tidak sama dengan
pekerjaan rumah, namun jauh lebih luas. Tugas tersebut dapat
dilaksanakan di rumah, sekolah, perpustakaan, atau tempat lainnya.
26
9) Metode Pemecahan Masalah
Metode pemecahan masalah bukan hanya sekadar metode
mengajar, tetapi juga merupakan suatu metode berpikir. Karena
dalam pemecahan masalah dapat menggunakan metode-metode
lainnya, yang dimulai dengan mencari data sampai kepada menarik
kesimpulan.18
10) Metode Debat
Debat merupakan bentuk adu pendapat antar-individu atau
kelompok yang berbeda pendapat. Debat tidak dimaksudkan untuk
memperoleh kesepakatan seperti diskusi pada umumnya. Debat
dapat menggali pendapat, pandangan, visi dan misi yang mendalam
dibanding dengan diskusi dengan bentuk curah pendapat.19 Dengan
metode ini dapat melibatkan setiap peserta belajar bukan hanya
para pelaku debatnya saja.20
f. Prosedur Pembelajaran
Untuk
mencapai
tujuan
secara
optimal,
maka
dalam
pembelajaran diperlukan prosedur atau langkah-langkah sistematis dan
relevan. Prosedur kegiatan belajar mengajar hendaknya dapat
memberikan peluang bagi peserta belajar untuk mencari, mengolah dan
menemukan sendiri pengetahuan di bawah bimbingan guru. Secara
umum, prosedur pembelajaran dilakukan melalui tiga tahap:
18
Zaenal Mustakim, op. cit., hlm. 118-133.
Suprijanto, Pendidikan Orang Dewasa: dari Teori hingga Aplikasi (Jakarta: Bumi
Aksara, 2007), hlm. 128.
20
Hisyam Zaini, Bermawi Munthe dan Sekar Ayu Aryani, Strategi Pembelajaran Aktif
(Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008), hlm. 38.
19
27
1) Kegiatan Pendahuluan
Pada tahap pendahuluan, kegiatan yang dilakukan adalah
menciptakan kondisi awal pembelajaran. Tujuannya adalah untuk
menciptakan kesiapan belajar, yaitu dengan memberikan stimulus
sebagai refleksi terhadap materi pada pertemuan sebelumnya, dan
membangkitkan motivasi belajar.
2) Kegiatan Inti
Hal-hal yang dilakukan pada tahap ini yaitu menyampaikan
tujuan pembelajaran, menyampaikan alternatif kegiatan belajar
yang akan ditempuh, dan membahas materi.
3) Kegiatan Akhir
Pada tahap ini, dilakukan penilaian akhir, analisis akhir,
tindak lanjut, mengemukakan topik yang akan dibahas pada
pertemuan yang akan datang, dan menutup kegiatan belajar
mengajar.21
B. Ilmu Tauhid
1. Pengertian dan Ruang Lingkup Ilmu Tauhid
Ditinjau dari sudut bahasa (etimologi), kata Tauhid berasal dari
bahasa Arab, yang merupakan bentuk kata maṣdar dari asal kata waḥḥadayuwaḥḥidu, yang memiliki arti mengesakan atau menunggalkan. Sehingga,
dari pengertian etimologi tersebut dapat diketahui bahwa dalam Tauhid
21
Zaenal Mustakim, op. cit., hlm. 63-65.
28
mengandung makna meyakinkan (mengi’tikadkan) bahwa Allah adalah
“satu” tidak ada syarikat bagi-Nya.22
Ditinjau dari sudut istilah (terminologi), ada beberapa tokoh
memberikan pengertian terhadap ilmu Tauhid. Menurut pendapat tokoh
yang dikutip oleh Mulyono, yakni Syekh Muhammad Abduh, mengatakan
bahwa ilmu Tauhid adalah ilmu yang membahas tentang wujud Allah dan
sifat yang harus ada pada-Nya (wajib), sifat yang boleh ada pada-Nya
(jaiz), dan sifat yang tidak boleh ada pada-Nya (mustahil), juga membahas
tentang para Rasul untuk menegaskan tugas risalahnya, serta sifat yang
harus ada padanya, sifat yang boleh ada padanya, dan sifat yang tidak
boleh ada padanya.23
Dalam buku Sahilun Nasir, Menurut Ibnu Khaldun menerangkan
bahwa Ilmu Tauhid ialah ilmu yang berisi alasan-alasan mempertahankan
kepercayaan iman, dengan mempergunakan dalil-dalil pikiran dan berisi
bantahan-bantahan
terhadap
orang-orang
yang
menyeleweng
dari
kepercayaan salaf dan ahli sunnah.24
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa yang ilmu
Tauhid dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari ke-Esaan Tuhan
(Allah SWT) dan kerasulan utusan-Nya, dengan dalil-dalil yang berisi
alasan-alasan yang meyakinkan untuk mempertahankan keimanan dari
22
Mulyono dan Bashori, Studi Ilmu Tauhid/Kalam (Malang: UIN-Maliki Press, 2010),
hlm. 13-14.
23
Ibid., hlm. 14.
24
Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam): Sejarah, Ajaran, dan
Perkembangannya (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm. 2-3.
29
berbagai argumen yang menyeleweng. Dalil-dalil yang dimaksud adalah
dalil naqli (al-Qur’an dan Hadits) dan dalil aqli (akal atau pikiran).
Di samping istilah ilmu Tauhid, ada yang menyebutnya dengan
ilmu Kalam, ilmu Ushuluddin, ilmu Aqaid, dan Teologi Islam. Perbedaan
tersebut bukan berarti menunjukkan pengertian yang berbeda-beda, akan
tetapi hanya menitikberatkan dari segi masing-masing nama ilmu tersebut
dalam Islam, sesuai dengan bidang keahlian ulamanya.25
Dari penjabaran tentang pengertian ilmu Tauhid tersebut, dapat
diambil beberapa hal yang berkaitan dengan pembelajaran. Pertama,
lingkup materi pembelajaran ilmu Tauhid adalah membahas tentang wujud
Allah SWT beserta tentang sifat dan perbuatan-Nya, dan kerasulan utusanNya beserta sifat dan perbuatannya. Kedua, dalam mempelajari ilmu
Tauhid menggunakan sumber dari al-Qur’an dan Hadits, serta akal sebagai
penalaran logika. Ketiga, pembelajaran ilmu Tauhid menekankan agar
peserta belajar memiliki landasan berpikir yang kuat dalam keimanannya,
yang tentu saja dibangun dari proses pembelajarannya.
2. Sumber Ilmu Tauhid
Sebagaimana diuraikan di atas, maka sumber ilmu Tauhid adalah
dari dalil naqli dan dalil aqli. Dalil naqli ialah berasal dari al-Qur’an dan
Hadits, sedangkan dalil aqli ialah akal atau penalaran logika, yang
diperoleh dari hasil melalui proses berpikir akal sehat. Antara dalil naqli
dan dalil aqli tersebut memiliki keterkaitan dan saling menguatkan.
25
Mulyono dan Bashori, op. cit., hlm. 24-26.
30
Dalil aqli merupakan pemikiran manusia. Dalam hal ini dapat
berupa pemikiran umat Islam sendiri maupun pemikiran yang berasal dari
luar umat Islam. Umat Islam menggunakan akal atas dasar perintah Allah
dalam ayat-ayat al-Qur’an, yang mana terdapat kata tafakkar, tafaquh,
nazhar, tadabbar, tadzakkar, fahima, ulul albab, ulul ilm, ulul bashar, dan
ulunnuha. Sedangkan pemikiran yang berasal dari luar umat Islam berupa
pemikiran yang telah menjadi peradaban lalu ditransfer dan diasimilasikan
dengan pemikiran umat Islam. Selain itu dapat pula berupa pemikiran yang
bersifat akademis, seperti filsafat, sejarah dan sains.26
3. Fungsi Ilmu Tauhid
a. Dalam bidang I’tiqadiyah
1) Memberikan dasar dan landasan mental yang kuat bagi keimanan
seorang muslim terhadap ke-Esaan Allah SWT.
2) Memberikan penerangan yang bersifat dakwah terhadap orangorang non-muslim untuk diajak beriman secara Tauhid yang tidak
bercampur kemusyrikan, dengan cara yang baik dan bijaksana.
b. Dalam bidang Ijtihad
1) Menjelaskan dan membahas objek ilmu Tauhid secara ilmiah,
dengan berdasarkan dalil naqli yang shahih, dan dikuatkan oleh
dalil aqli yang tidak bertentangan dari ajaran Islam.
2) Melengkapi landasan ilmiah bagi keimanan para muslim, yang
sekaligus berarti mempersenjatai mereka dengan dalil-dalil ilmiah.
26
Novan Ardy Wiyani, Ilmu Kalam (Yogyakarta: Teras, 2013), hlm. 8-11.
31
Dengan demikian agar orang-orang Islam memiliki kekebalan dan
kemampuan terhadap unsur yang akan menggoyahkan keimanan
mereka dalam bidang i’tiqadiyah.27
Fungsi-fungsi dalam dua bidang tersebut saling terjalin antara
bidang yang satu dengan bidang yang lainnya. Jika diamati, fungsi-fungsi
ilmu Tauhid yang diuraikan tersebut mendorong kepada umat Islam agar
memiliki keimanan yang benar dengan landasan mental dan pemikiran
ilmiah yang kuat, serta mengajak kepada kebenaran dan kebaikan tersebut
dengan cara yang baik dan bijaksana. Oleh karena beriman itu adalah
kewajiban tiap individu, maka sikap tersebut harus dimiliki dalam diri
tiap-tiap orang muslim. Hal ini dapat diupayakan melalui pembelajaran. Di
mana dalam pembelajaran terjadi proses pembentukan individu agar
memiliki ilmu pengetahuan dan berkepribadian yang baik, dengan strategi
yang tepat.
4. Metode Pemikiran dalam Kajian Ilmu Tauhid
Secara umum, ilmu Tauhid dikaji dengan beberapa metode sebagai
berikut:
a. Metode Rasional
Metode ini menganggap rasio sebagai alat yang dominan dalam
memahami tentang akidah – ilmu Tauhid, sehingga teks-teks wahyu
harus diterima secara rasional.
27
Mulyono dan Bashori, op. cit., hlm. 29-30.
32
b. Metode Tekstual
Metode ini merupakan metode berpikir yang berpegang teguh
pada teks-teks wahyu secara harfiah, tanpa memberikan peranan pada
akal.
c. Metode Moderat
Metode ini merupakan metode perpaduan antara metode
rasional dan metode tekstual, yang berusaha menerapkan kedua
metode tersebut secara seimbang.
d. Metode Dialektis
Metode ini merupakan metode debat untuk mempertahankan
kebenaran pendapat sendiri dan mematahkan pendapat lawan, baik
secara rasional (yang banyak dipergunakan) maupun tekstual.
e. Metode Intuitif
Metode ini merupakan metode yang dipergunakan para sufi
untuk memperoleh pengetahuan (ma’rifat) yang langsung dari Tuhan,
dengan menjalani hidup sebagai sufi.28
5. Pendekatan yang dapat Digunakan dalam Pembelajaran Ilmu Tauhid
Dalam pembelajaran ilmu Tauhid dapat digunakan beberapa
pendekatan sebagai berikut:
a. Pendekatan teologis (naqli), yaitu pendekatan pengkajian ilmu Tauhid
dengan menukil dalil-dalil yang ada dalam al-Qur’an dan Hadits.
28
M. Zurkani Jahja, Teologi Al-Ghazali: Pendekatan Metodologi, cet. ke-1 (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1996), hlm. 52-54.
33
b. Pendekatan filosofis (aqli), yaitu memberikan argumen-argumen
tentang konsep-konsep Tauhid berdasarkan rasionalitas, yang sering
juga didasarkan pada dalil-dalil naqli yang ada.
c. Pendekatan teoritik, yaitu pendekatan dalam pengkajian ilmu Tauhid
didukung oleh teori-teori ilmu pengetahuan, baik yang berumpun pada
ilmu-ilmu MIPA, maupun pada rumpun ilmu Sosial.
d. Pendekatan kontekstual dan aplikatif, yaitu pendekatan dalam
pengkajian ilmu Tauhid didukung oleh ilmu-ilmu terapan seperti
kedokteran, teknologi, sosiologi, psikologi, ekonomi dan sebagainya.29
29
Mulyono dan Bashori, op. cit., hlm. 200-201.
Download