8 BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pajak Penghasilan Penghasilan

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1. Pajak Penghasilan
Penghasilan yang telah diperoleh oleh setiap wajib pajak yang memiliki
NPWP (nomor pokok wajib pajak) wajib dikenakan pajak yaitu pajak penghasilan.
Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan pada subjek pajak atas
penghasilan yang diperolehnya pada tahun pajak, dapat pula dikenakan pajak
untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak, dapat pula dikenakan pajak untuk
penghasilan dalam bagian tahun pajak bila kewajiban pajak subjektifnya dimulai
atau berakhir tahun pajak.
Berikut definisi dari beberapa ahli mengenai Pajak Penghasilan :
a. Menurut Resmi (2003), adalah sebagai berikut :
Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas
penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak (p.74).
b. Menurut Kesit (2001), adalah sebagai berikut :
Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap penghasilan yang
diperoleh oleh wajib pajak (badan usaha) atas kegiatan yang dilakukan di
Indonesia (p.1).
c. Menurut Hartanto (2003), adalah sebagai berikut :
Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan atau dipungut hanya atas
penghasilan (yang berasal dari harta atau modal), dan bukan pajak yang
dipungut atau dikenakan atas harta dan modal (p.136).
8
d. Sementara itu, Standar Akuntansi Keuangan (2002) memnberikab definisi
sebagai berikut :
Pajak penghasilan adalah pajak yang dihitung berdasarkan peraturan
perpajakan dan pajak dikenakan atas penghasilan kena pajak perusahaan.
II.2. Konsep Dasar Penghasilan
Untuk bisa menetapkan jumlah pajak yang harus dibayar atau terutang oleh
wajib pajak, terlebih dahulu harus ditentukan jumlah penghasilan dari wajib pajak
yang bersangkutan. Terdapat 3 (tiga) konsep panghasilan yaitu :
a. Konsep Ekonomi
Berdasarkan konsep ekonomik kenaikan nilai sumber-sumber ekonomi yang
dimiliki atau dikuasai oleh suatu entitas atau tambahan kemampuan ekonomis
dipandang sebagai penghasilan. Asal tahu sumber kenaikan nilai, daya beli atau
tambahan kemampuan ekonomis itu sendiri dianggap tidak relevan, sehingga
hadiah atau warisan yang diterima oleh suatu entitas misalnya, harus dipandang
sehingga penghasilan (konsep ekonomik tentang penghasilan berbeda dengan
konsep akuntansi, yang mendefinisikan penghasilan hanya terbatas pada
keuntungan yang diperoleh dari harta atau modal dan imbalan yang diterima
dari jasa tenaga kerja).
b. Konsep Akuntansi
Dalam konsep akuntansi menggunakan pendekatan transaksi konsep harga
pertukaran sehingga dasar pengukuran penghasilan sebagai akibat harga nilai
9
atau perubahan nilai barang atau jasa yang didapat atau terjasi dalam suatu
transaksi atau peristiwa dapat diakui sebagai suatu penghasilan. Suatu
penghasilan termasuk keuntungan dianggap belum diperoleh atau belum
derealisasikan sampai dengan penghasilan dan atau keuntungan dapat
diasosiasikan dengan transaksi atau peristiwa tertentu yang bias mengakibatkan
timbulnya penghasilan dan atau keuntungan tersebut. Artinya jasa sudah
diberikan atau barang sudah harus dijual, diserahkan, ditukarkan, dan atau
dikonversikan menjadi barang atau jasa yang lain terlebih dahulu sebelum
jumlah penghasilan dan atau keuntungan dianggap telah diperoleh, atau dapat
direalisasikan. Pada hakekatnya penghasilan adalah nilai barang dan jasa yang
dikonsumsikan dalam suatu periode ditambah kenaikan nilai kekayaan modal
dalam periode terkaitnya dalam mengukur perubahan nilai kekayaan atau
modal konsep akuntansi harga pertukaran (harga histories atau nilai perolehan
dan bukan nilai atau harga yang sekarang berlaku).
c. Konsep Fiskal
Undang-undang pajak penghasilan (No.17 Tahun 2000) Pajak Penghasilan
adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh
wajib pajak, baik yang dari dalam negeri maupun dari luar negeri yang dapat
dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak, dengan nama
dan dalam apapun. Subyek dan obyek pajak pajak penghasilan merupakan dua
konsep yang menetukan jenis, saat, dan jumlah penghasilan beserta kewajiban
pajaknya. Wajib pajak berkewajiban membayar pajak penghasilan melekat
pada subyek pajak dan pajak atas penghasilan juga dipungut atau dikenakan
10
subyeknya. Namun dalam hal tertentu kewajiban untuk membayar pajak
penghasilan yang dianggap melekat peda sumber atau obyeknya sehingga
pajak penghasilan dipungut atau dikenakan pada sumber atau obyeknya.
II.3. Subyek Pajak Penghasilan
Subyek pajak secara teoritis adalah pihak yang menjadi sasaran atau yang
dimaksud oleh Undang-undang untuk membayar pajak atau memikul beban pajak.
Dalam Undang-undang pajak penghasilan pasal 2 ayat (1) ada 4 pihak yang
ditentukan sebagai subyek pajak yaitu :
a. Orang pribadi
Menurut Undang-undang Pajak Penghasilan tahun 2000 orang pribadi adalah
manusia yang masih hidup.
Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.
b. Badan
Menurut Undang-undang Pajak Penghasilan tahun 2000 badan adalah orang
pribadi atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha
maupun yang tidak melakukan usaha dengan nama dan dalam bentuk apapun
yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, persero lainnya,
BUMN/BUMD, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, perkumpulan,
persekutuan, yayasan, organisasi masa, organisasi politik dan organisasi sejenis
lembaga bentuk usaha tetap dan organisasi bentuk usaha lainnya.
11
c. Bentuk Usaha Tetap
Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang
pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia
tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu dua belas bulan untuk
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa:
1. Tempat kedudukan manajemen;
2. Cabang perusahaan;
3. Kantor perwakilan;
4. Gedung kantor;
5. Pabrik;
6. Bengkel;
7. Pertambangan dan penggalian sumber alam, wilayah kerja pengeboran
yang digunakan untuk eksplorasi pertambangan;
8. Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;
9. Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
10. Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau oleh orang lain,
sepanjang dilakukan lebih dari enem puluh hari dalam jangka waktu dua
belas bulan;
11. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak
bebas;
12. Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi
atau menanggung risiko di Indonesia;
12
Penghasilan yang bukan subyek pajak penghasilan, sesuai dengan pasal 3
Undang-undang pajak penghasilan yaitu :
a. Badan perwakilan Negara asing;
b. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain
dari Negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang
bekerja pada dan yang bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat
bukan warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau
memperoleh penghasilan lain diluar jabatan atau pekerjaannya tersebut, serta
Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;
c. Organisasi-organisasi yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan
dengan syarat :
1. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut;
2. Tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah
yang dananya berasal dari iuran para anggota;
d. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat bukan warga Negara Indonesia
dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjan lain untuk
memperoleh penghasilan di Indonesia.
II.4. Obyek Pajak Penghasilan
Pasal 4 ayat (1) Undang-undang pajak penghasilan Tahun 2000
menentukan bahwa yang menjadi obyek pajak adalah penghasilan yaitu setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik
13
yang berasal dari indonesia maupun yang berasal dari luar Indonesia, yang dapat
dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Sesuai dengan pasal 4 ayat
(1) UU No.17 tahun 2000 obyek pajak penghasilan, termasuk:
a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang di terima
atau di peroleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus,
gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali
ditentukan lain dalam undang-undang ini;
b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
c. Laba usaha;
d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk;
1. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan
badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
2. Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan badan lainnya karena
pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota;
3. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, atau pengambilalihan usaha;
4. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau
sumbangan kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan
atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan
Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
14
e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai
biaya;
f. Bunga
termasuk
premium,
diskonto,
dan
imbalan
karena
jaminan
pengambalian utang;
g. Deviden, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk deviden dari
perusahan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha
koperasi;
h. Royalti;
i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan pengguna harta;
j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu
yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
l. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing;
m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
n. Premi asuransi;
o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri
dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
p. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak;
Menurut Undang-undang pajak penghasilan No.17 tahun 2000 pasal 2 butir
(b) memberikan definisi sebagai berkut:
Badan adalah sekumpulan dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan
terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik Negara atau
daerah, dengan nama dan dalam bentuk apapun firma, kongsi, koperasi, dana
15
pension, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi politik
atau organisasi sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya
termasuk reksadana.
Sesuai dengan Undang-undang pajak penghasilan No.17 tahun 2000 pasal 5
ayat (1) yang menjadi objek pajak penghasilan badan yaitu:
a. Penghasilan dari usaha atau kegiatan badan usaha berikut harta yang dimiliki
maupun yang dikuasainya.
b. Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan penjualan barang atau
pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang
dilakukan di Indonesia dalam arti kantor pusat mempunyai hubungan langsung
dengan konsumennya di Indonesia.
c. Penghasilan yang diterima atau diperoleh sepanjang terdapat hubungan efektif
antara badan usaha dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan
yang dimaksud.
Objek pajak penghasilan badan mencakup juga hal yang diuraikan dalam
Undang-undang perpajakan No.17 tahun 2000 pasal 4 ayat (1).
II.4.1 Penghasilan yang bukan obyek pajak
Penghasilan yang bukan obyek pajak diatur dalam pasal 4 ayat (3):
a. 1. Bantuan sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil
zakat atau lembaga amil zakat yang di bentuk atau yang disahkan
oleh pemerintah dan para penerima zakat yang berhak;
2. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan
pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk
16
koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan; sepanjang tidak
ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan antara pihak-pihak bersangkutan;
b. Warisan
c. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau
sebagai pengganti penyertaan modal;
d. Pengganti atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan yang
wajib dibayar pajak atau pemerintah;
e. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan
dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna, dan asuransi beasiswa;
f. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan
terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik
negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyerataan modal pada
badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia
dengan syarat;
1. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
2. Bagi perseroan terbatas, Badan Usaha Milik Negara dan Badan
Usaha Milik Daerah yang menerima deviden, kepemilikan saham
pada badan yang memberikan deviden paling rendah 25 % (dua
puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor dan harus
mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan saham tersebut;
17
g. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendidiriannya
telah disahkan oleh Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi
kerja maupun pegawai;
h. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun
sebagaimana di maksud pada angka 7, dalam bidang-bidang tertentu
yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan;
i. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer yang modalnya terbagi atas saham–saham, persekutuan,
perkumpulan, firma, dan kongsi;
j. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana
selama 5 (lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau
pemberian ijin usaha;
k. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura
berupa bagian di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha
tersebut;
1. Merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan
kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan; dan
2. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.
II.4.2. Obyek pajak penghasilan final
Pajak penghasilan final diatur dalam pasal 4 ayat (2) Undangundang No.17 tahun 2000. Pengenaan pajaknya dengan peraturan
pemerintah, penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan final tidak
perlu digabung dengan penghasilan lainnya, jumlah pajak penghasilan final
18
baik yang dipotong sendiri atau dipotong oleh pihak lain tidak dapat
dikreditkan, biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh penghasilan
yang dikenakan pajak penghasilan final tidak dapat dikurangkan. Adapun
penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan final adalah sebagai berikut:
a. Bunga dan diskonto obligasi yang diperdagangkan dan atau dilaporkan
perdagangannya di bursa efek (PP No.6 Tahun 2002).
Yang dimaksud dengan obligasi yang diperdagangkan dan atau
dilaporkan perdagangannya di bursa efek adalah obligasi korporasi dan
obligasi pemerintah atau surat utang negara lebih dari satu tahun yang
diperdagangkan dan atau dilaporkan perdagangannya di bursa efek
Indonesia.
Tarif pemotongan pajak penghasilan:
1. 20 % bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap
2. 20 % atau sesuai tarif dalam P3B (perjanjian penghindaraan pajak
berganda), bagi wajib pajak penduduk atau berkedudukan diluar
negeri.
Dasar pengenaan pemotongan pajak penghasilan:
1. Bunga obligasi dengan kupon: jumlah bruto bunga sesuai dengan
masa kepemilikan obligasi.
2. Diskonto obligasi dengan kupon: selisih harga jual atau nilai
nominal diatas harga perolehan obligasi, tidak termasuk kupon
berjalan.
3. Diskonto obligasi tanpa bunga: selisih lebih harga jual atau nilai
nominal diatas harga perolehan obligasi.
19
Pengecualian aturan:
Pemotongan pajak penghasilan tidak bersifat final apabila
penerima penghasilan adalah orang pribadi dalam negeri yang seluruh
penghasilannya termasuk penghasilan bunga dan diskonto obligasi
tersebut dalam satu tahun pajak tidak melebihi jumlah penghasilan
tidak kena pajak (PTKP).
Tidak dilakukan pemotongan jika penerima penghasilan adalah:
1. Bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di
Indonesia.
2. Dana pensiun yang pendirian atau pembentukannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan.
3. Reksadana yang terdaftar pada BAPEPAM selama lima tahun
pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha.
b. Penghasilan dari transaksi penjualan saham di bursa efek (PP Nomor 41
Tahun 1994 dan PP Nomor 14 Tahun 1997).
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan
dari transaksi penjualan saham di bursa efek dipungut pajak
penghasilan yang bersifat final.
Besarnya pajak penghasilan:
1. 0,1 % dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan.
2. Pemilik saham pendiri dikenakan tambahan pajak penghasilan
sebesar 0,5 % dari nilai saham perusahaan pada saat penutupan
bursa di akhir tahun 1996.
20
3. Dalam hal saham perusahaan diperdagangkan di bursa efek setelah
1 Januari 1997, maka nilai saham sebagai dasar pengenaan tarif 0,5
% ditetapkan sebesar harga saham pada saat penawaran umum
perdana.
c. Bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI (PP Nomor 131 Tahun
2000).
Tarif yang dikenakan adalah sebesar 20 % dari jumlah bruto.
Termasuk dalam pengertian bunga adalah bunga yang diterima atau
diperoleh dari deposito atau tabungan yang ditempatkan di luar negeri
melalui bank yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia
atau cabang bank luar negeri di Indonesia.
Dikecualikan dari pemotongan ini adalah:
1. Bunga dari deposito dan tabungan serta diskonto dari Sertifikat
Bank Indonesia sepanjang jumlah deposito dan tabungan serta
Sertifikat Bank Indonesia tersebut tidak melebihi Rp 7.500.000
(tujuh juta lima ratus ribu rupiah) dan bukan merupakan jumlah
yang dipecah-pecah.
2. Bunga data diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang
didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia.
3. Bunga deposito dan tabungan serta diskonto dari sertifikat Bank
Indonesia yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sepanjang
dananya diperoleh dari sumber pendapatan sebagaimana dimaksud
21
dalam pasal 29 undang-undang nomor 11 tahun 1992 tentang dana
pensiun.
4. Bunga tabungan pada bank yang ditunjuk pemerintah dalam rangka
pemilikan rumah sederhana dan sangat sederhana, kavling siap
bangun untuk rumah sederhana sesuai dengan ketentuan yang
berlaku, untuk dihuni sendiri.
d. Penghasilan berupa hadiah atas undian (PP Nomor 132 Tahun 2000).
1. Yang dimaksud dengan hadiah undian adalah hadiah dengan nama
dan bentuk apapun yang diperoleh orang pribadi atau badan yang
diberikan melalui undian.
2. Besarnya pajak penghasilan yang wajib dipotong atau dipungut
adalah 25 % dari jumlah bruto hadiah undian.
3. Yang wajib memotong dan memungut pajak penghasilan adalah
penyelenggara undian.
e. Penghasilan atas sewa tanah dan atau bangunan (PP Nomor 5 Tahun
2000).
1. Sewa tanah dan bangunan yang dimaksud berupa:
Tanah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung kantor,
rumah kantor, toko, rumah toko, gudang industri.
2. Tarif pemotongan pajak penghasilan final:
Bagi orang pribadi dan badan adalah 10 % dari jumlah bruto.
f. Penghasilan jasa konstruksi (PP Nomor 140 Tahun 2000).
22
Pengusaha jasa kontruksi yang memenuhi kualifikasi usaha kecil
(berdasarkan
sertifikat
yang
dikeluarkan
oleh
lembaga
yang
berwenang) serta yang mempunyai nilai pengadaan sampai dengan Rp
1 Milyar (satu milyar rupiah).
1. Jika pengguna jasa berstatus sebagai pemotong pajak penghasilan
final (badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, badan usaha
tetap, dan orang pribadi yang ditunjuk sebagai pemotong pajak
penghasilan), maka pada saat pembayaran atau terutangnya uang
muka dan termin, pengguna jasa tersebut harus memotong pajak
penghasilan final sebesar:
a) 4 % (empat persen) dari jumlah bruto yang diterima atau
diperoleh wajib pajak dalam negeri atau wajib pajak badan
usaha tetap penyedia jasa perencanaan konstruksi.
b) 2 % (empat persen) dari jumlah bruto yang diterima atau
diperoleh wajib pajak dalam negeri atau wajib pajak badan
usaha tetap penyedia jasa pelaksanaan konstruksi.
c) 4 % (empat persen) dari jumlah bruto yang diterima atau
diperoleh wajib pajak dalam negeri atau wajib pajak badan
usaha tetap penyedia jasa pengawasan konstruksi.
2. Jika pengguna jasa tidak berstatus sebagai pemotong pajak
penghasilan final, maka pada saat menerima atau memperoleh uang
muka dan termin, penyedia jasa harus membayar atau menyetorkan
sendiri pajak penghasilan final ke kas Negara sebesar sebagaimana
tersebut diatas.
23
g. Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan oleh
wajib pajak orang pribadi dalam negeri, wajib pajak badan dalam
Negeri berbentuk yayasan dan organisasi sejenis (PP Nomor 27 Tahun
1996 Dan PP Nomor 79 Tahun 1999).
Pengertian pengalihan adalah penjualan, tukar menukar atau ruislag,
perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang,
hibah atau cara lain yang disepakati dengan pihak lain termasuk dengan
pihak
pemerintah
guna
pelaksanaan
pembangunan,
termasuk
pembangunan untuk kepentingan umum, baik yang memerlukan
persyaratan khusus, maupun yang tidak memerlukan persyaratan
khusus.
Dasar pengenaan pajaknya adalah:
1. Harga jual atau jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan
atau bangunan, tidak termasuk PPN atau
2. NJOP PBB (Nilai Jual Objek Pajak Bumi dan Bangunan) mana
yang lebih tinggi dari keduanya.
Besarnya tarif pajak penghasilan atas pengalihan dari pengalihan hak
atas tanah dan atau bangunan adalah 5 % dari DPP.
24
II.5. Tarif Pajak Penghasilan
Sesuai dengan pasal 17 Undang-undang pajak penghasilan tahun 2000
besarnya tarif pajak penghasilan bagi wajib pajak orang pribadi dalam negeri dan
badan dalam negeri atau bentuk usaha tetap adalah sebagai berikut:
TABEL 2.1
Tarif Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak
Sampai dengan Rp. 50.000.000
10 %
Diatas Rp. 50.000.000 s /d Rp. 100.000.000
15 %
Diatas Rp. 100.000.000
30 %
II.6. Pajak Penghasilan Terutang
Bagi wajib pajak dalam negeri yang menyelenggarakan pembukuan,
Gunadi menyatakan bahwa penghasilan kena pajak dihitung dengan mengurangkan
penghasilan sebagai objek pajak pasal 4 ayat (1) dengan biaya sebagaimana
ditetapkan dalam pasal 6 ayat (1) Undang-undang pajak penghasilan No.17 tahun
2000 dan perhitungan pajak penghasilan badan terutang ditentukan dari
penghasilan kena pajak dikalikan tarif pajak sesuai pasal 17 Undang-undang pajak
penghasilan No.17 tahun 2000.
Pada akhir tahun pajak, bagi wajib pajak dalam negeri diwajibkan untuk
melakukan perhitungan pajak yang terutang atas seluruh penghasilan yang diterima
atau diperoleh dalam tahun pajak yang bersangkutan, kecuali atas penghasilan
yang telah dipotong pajak dan bersifat final. Kemudian pajak yang terutang pada
25
akhir tahun pajak tersebut dikurangi dengan kredit pajak untuk tahun pajak yang
bersangkutan. Pengertian kredit pajak, menurut Suandi (2002) adalah sebagai
berikut:
Kredit pajak adalah pajak yang dibayar sendiri oleh wajib pajak, ditambah
dengan pokok pajak yang terutang dalam Surat Tagihan (STP) karena pajak
penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar, ditambah dengan
pajak yang dipotong, atau dipungut, ditambah dengan pajak atas penghasilan
yang dibayar atau terutang di luar negeri, dikurangi dengan pengembalian
pendahuluan kelebihan pajak, yang dikurangkan dari pajak terutang.
II.7. Laporan Keuangan Komersial
II.7.1. Pengertian Dan Tujuan
Menurut Zaki Baridwan Laporan Keuangan adalah merupakan
ringkasan pembukuan dari transaksi-transaksi keuangan yang terjadi
selama tahun yang bersangkutan.
Adapun tujuan laporan keuangan menurut Ikatan Akuntan
Indonesia dalam Standar Akuntansi Keuangan (kerangka dasar penyusunan
dan penyajian laporan keuangan) adalah menyediakan informasi yang
menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan
suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam
pengambilan keputusan ekonomi.
II.7.2. Unsur Dan Kandungan Laporan Keuangan Komersial
Unsur-unsur laporan keuangan menurut Ikatan Akuntan Indonesia
dalam Standar Akuntansi Keuangan (kerangka dasar penyusunan dan
penyajian laporan keuangan) sebagai berikut:
“Laporan Keuangan menggambarkan dampak keuangan dari
transaksi dan peristiwa lain yang diklafisikasikan dalam beberapa
kelompok besar menurut karakteristik ekonominya. kelompok besar ini
26
merupakan unsur laporan keuangan. Unsur yang berkaitan secara langsung
dengan pengukuran posisi keuangan adalah aktiva, kewajiban, dan ekuitas.
Sedang unsur yang berkaitan dengan pengukuran kinerja dalam laporan
laba rugi adalah penghasilan dan beban. Laporan perubahan posisi
keuangan biasanya mencerminkan berbagai unsur laporan laba rugi dan
perubahan dalam berbagai unsur neraca; dengan demikian, kerangka dasar
ini tidak mengidentifikasi unsur laporan perubahan posisi keuangan secara
khusus”.
Menurut Niswonger, Warren, Reeve, Fess(2000) (yang
diterjemahkan oleh Alfonsusu Sirait dan Helda Gunawan), memberikan
definisi neraca sebagai berikut :
“ Neraca adalah suatu daftar aktiva, kewajiban, dan modal pemilik
perusahaan pada periode tertentu” (p.25).
Kandungan dalam neraca meliputi:
a. Aktiva, adalah sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai
akibat dari peristiwa masa lalu dan dimana manfaat ekonomi atas aktiva
tersebut dimasa depan diharapkan agar diperoleh perusahaan. Aktiva
terdiri atas aktiva lancar, ivestasi, aktiva tetap, aktiva tidak berwujud,
aktiva lain-lain.
b. Kewajiban, merupakan hutang perusahaan masa kini yang timbul dari
peristiwa masa lalu, penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus
kas keluar dari sumber daya perusahaan yang mengandung menfaat
ekonomi. Kewajiban terdiri atas hutang jangka pendek dan hutang
jangka panjang.
c. Ekuitas, adalah hak residual atas aktiva perusahaan setelah dikurangi
semua kewajiban. Ekuitas terdiri atas modal saham, agio saham, laba
ditahan.
27
Laporan laba rugi yaitu ikhtisar dari pendapatan dan beban sebuah
perusahaan dalam periode tertentu.
Kandungan yang terdapat dalam laporan laba rugi menurut
Skousen, Stice yaitu penghasilan yang mencakup beban yang timbul dalam
pelaksanaan aktivitas perusahaan yang biasa maupun kerugian.
Laporan perubahan ekuitas yaitu ikhtisar perubahan modal pemilik
suatu perusahaan yang telah terjadi dalam suatu periode tertentu.24 Laporan
perubahan ekuitas mengandung transaksi modal, saldo, akumulasi laba dan
rugi pada awal dan akhir periode serta perubahannya dari rekonsiliasi
antara nilai tercatat dari masing-masing jenis, agio, dan (dari) cadangan
pada awal dan akhir periode.
Catatan
atas
laporan
keuangan
menurut
Skousen,
Stice,
mengandung informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan
kebijakan akuntansi yang dipilih dan diterapkan pada peristiwa dan
transaksi yang penting, informasi tambahan yang tidak disajikan dalam
laporan keuangan tapi diperlukan dalam rangka penyajian secara wajar.
II.7.3. Penghasilan Dan Beban (Biaya) Menurut Akuntansi
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia dalam Standar Akuntansi
Keuangan, PSAK No.23, yang dimaksud dengan penghasilan yaitu:
“Penghasilan adalah peningkatan manfaat ekonomi selama suatu periode
akuntansi tertentu dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau
penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak
berasal dari kontribusi penanam modal”.
28
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia dalam buku SAK pada kerangka dasar
penyusunan dan penyajian laporan keuangan, definisi beban ádalah sebagai
berikut :
beban adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode
akuntansi dalam bentuk arus keluar dan berkurangnya aktiva atau
terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak
menyangkut pembagian kepada penanam modal. Beban yang timbul dalam
pelaksanaan aktivitas perusahaan yang biasa meliputi beban pokok
penjualan, gaji dan penyusutan. Beban tersebut biasanya berbentuk arus
keluar atau berkurangnya aktivitas kas, persediaan dan aktiva tetap.
Sedangkan kerugian mencerminkan pos lain yang memenuhi definisi beban
yang timbul dari aktivitas perusahaan yang biasa.
Beban yang diakui menurut akuntansi yaitu:
a. Beban diakui saat penurunan manfaat ekonomi masa depan yang
berkaitan dengan penurunan aktiva atau peningkatan kewajiban telah
terjadi dan dapat diukur dengan andal.
b. Beban diakui dalam laba rugi atas dasar hubungan langsung antara
biaya yang timbul dari pos penghasilan tertentu yang diperoleh.
Biaya adalah aliran keluaran atau pemakaian aktiva suatu entitas,
atau penambahan utang suatu entitas (atau kombinasi keduanya) selama
satu periode, yang berasal dari pengiriman atau produksi barang,
penyerahan jasa, atau pelaksanaan kegiatan utama perusahaan secara terus
menerus.
29
II.8. Laporan Keuangan Fiskal
II.8.1. Pengertian
Laporan keuangan fiskal merupakan laporan yang disusun sesuai
peraturan perpajakan dan digunakan untuk keperluan penghitungan pajak.
Undang-undang pajak tidak mengatur secara khusus bentuk dari laporan
keuangan, hanya memberikan pembatasan untuk hal-hal tertentu baik
dalam pengakuan penghasilan dan biaya.
II.8.2. Unsur Dan Kandungan Laporan Keuangan Fiskal
Unsur laporan keuangan fiskal :
a. Neraca fiskal.
b. Perhitungan laba rugi dan perubahan laba yang ditahan.
c. Penjelasan laporan keuangan fiskal.
d. Rekonsiliasi laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal.
e. Ikhtisar kewajiban pajak.
Perhitungan laba rugi fiskal adalah laporan yang menggambarkan
hasil usaha atau pekerjaan bebas wajib pajak selama satu tahun pajak yang
disusun dari pembukuan wajib pajak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan dan sesuai dengan prinsip akuntansi
Indonesia.
Dalam menyajikan perhitungan laba rugi fiskal, terdapat 6 hal yang
perlu diperhatikan, yaitu:
a. Harus dipisahkan antara penghasilan dan biaya dalam rangka usaha
dengan penghasilan dan biaya diluar usaha.
b. Harus memuat unsur-unsur penghasilan dan biaya wajib pajak.
30
c. Rincian penghasilan diakui menurut jenis atau sifat penghasilan, rincian
biaya dilakukan menurut sifat atau tujuan biaya.
d. Disusun dalam bentuk urutan ke bawah.
e. Laba bersih mencerminkan seluruh pos laba dan rugi selama satu tahun.
f. Koreksi masa lalu yang tidak mempengaruhi perhitungan pajak tahun
sebelumnya disajikan sebagai penyesuaian atas saldo laba ditahan
sehingga tidak memerlukan perbaikan SPT yang lalu.
II.8.3. Penghasilan Dan Beban (Biaya) Menurut Undang-Undang Perpajakan
Berdasarkan pasal 4 Undang-undang pajak penghasilan tahun 2000
yang dikenakan pajak adalah objek pajak yakni: penghasilan, yaitu setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak,
baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat
dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun antara lain gaji,
honorarium, laba usaha, bunga, dividen, royalti dan imbalan lainnya.
Pengertian biaya menurut Undang-undang PPh No.17 tahun 2000
pasal 6 ayat 1 adalah merupakan pengorbanan ekonomis untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan termasuk biaya
pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan dan jasa termasuk
upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi dan tunjangan yang diberikan
dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalti, biaya perjalan, biaya pengolahan
limbah, piutang yang nyata tidak dapat ditagih, premi asuransi, biaya
administrasi dan pajak kecuali pajak penghasilan.
31
Biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto (deductible)
dan dapat dipajaki (taxable) dalam menghitung penghasilan kena pajak
bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap menurut Undangundang PPh No.17 tahun 2000 pasal 6 ayat 1 adalah sebagai berikut:
a. Besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan
bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto
dikurangi:
1. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan
termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan
pekerjaan dan jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus,
gratifikasi dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang, bunga,
sewa, royalty, biaya perjalan, biaya pengolahan limbah, piutang
yang nyata tidak dapat ditagih, premi asuransi, biaya administrasi
dan pajak kecuali pajak penghasilan.
2. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan
amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya
lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun.
3. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan.
4. Kerugian karena penjualan atau penagihan harta yang dimiliki atau
digunakan
dalam
perusahaan
atau
yang
dimiliki
untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
5. Kerugian dari selisih kurs mata uang asing.
32
6. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di
Indonesia.
7. Biaya beasiswa, magang dan pelatihan.
8. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat :
a) Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi
komersial.
b) Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadialn
Negeri atau Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara
(BUPLN) atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan
piutang atau pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang
bersangkutan.
c) Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; dan
d) Wajib pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat
ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak.
b. Apabila penghasilan bruto setelah dikurangi biaya fiskal didapat
kerugian,
maka
kerugian
tersebut
dikompensasikan
dengan
penghasilan, mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan
5 (lima) tahun.
c. Kepada orang pribadi sebagai wajib pajak dalam negeri diberikan
pengurang berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak
Biaya yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto
(undeductible expenses) dan tidak dapat dipajaki (un taxable) dalam
menghitung penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan
33
bentuk usaha tetap menurut Undang-undang PPh No.17 tahun 2000 pasal 9
ayat 1 adalah sebagai berikut:
a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen,
termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada
pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
b. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi
pemegang saham, sekutu atau anggota.
c. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali cadangan tak
tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi,
cadangan untuk usaha asuransi, dan cadangan biaya reklamasi untuk
usaha pertambangan, yang ketentuan dan syarat-syaratnya ditetapkan
dengan Keputusan Menteri Keuangan.
d. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna dan asuransi beasiswa yang dibayar oleh wajib pajak orang
pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut
dihitung sebagai penghasilan bagi wajib pajak yang bersangkutan.
e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan, kecuali penyediaan
makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian imbalan
dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang
berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan.
34
f. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang
saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai
imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan.
g. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan kecuali
zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan wajib pajak orang
pribadi pemeluk agama Islam dan atau wajib pajak badan dalam negeri
yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amal zakat atau
lembaga amal zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.
h. Pajak penghasilan, yang dimaksud dengan pajak penghasilan dalam
ketentuan ini adalah pajak penghasilan yang terutang oleh pajak yang
bersangkutan.
i. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi
wajib pajak atau orang yang menjadi tanggungannya.
j. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan firma atau perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham.
k. Sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan serta sanksi
pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundangundangan dibidang perpajakan.
l. Pengeluaran
untuk
mendapatkan,
menagih,
dan
memelihara
penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun dan
tidak boleh untuk dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui
penyusutan atau amortisasi.
35
II.9. Perbedaan Laporan Keuangan Komersial dan Laporan Keuangan Fiskal
Penyebab perbedaan laporan keuangan komersial dan laporan keuangan
fiskal terjadi karena hal berikut ini :
a. Perbedaan prinsip akuntansi.
Beberapa prinsip akuntansi telah diakui secara umum tetapi tidak diakui dalam
fiskal, yaitu:
1. Prinsip Konservatisme. Penilaian persediaan akhir dengan Lower of Cost or
Market dan penilaian piutang dengan nilai taksiran realisasi bersih diakui
dalam akuntansi komersial tetapi tidak diakui dalam fiskal.
2. Prinsip harga perolehan. Dalam akuntansi komersial, penentuan harga
perolehan untuk barang yang diproduksi sendiri boleh memasukan unsur
biaya tenaga kerja yang berupa natura. Dalam fiskal pengeluaran dalam
bentuk natura tidak diakui sebagai pengurangan atau biaya.
b. Perbedaan metode dan prosedur akuntansi.
1. Metode Penilaian Persediaan. Akuntansi komersial memperbolehkan
memilih beberapa metode menghitung harga perolehan seperti average
method, FIFO, LIFO. Dalam fiskal hanya diperbolehkan memilih dua
metode, yaitu average dan masuk FIFO.
2. Metode penyusutan dan amortisasi. Dalam akuntansi memperbolehkan
memilih metode penyusutan. Dalam fiskal pemilihan metode penyusutan
lebih terbatas meliputi metode garis lurus dan saldo menurun untuk
kelompok harta berwujud non-bangunan sedangkan untuk harta bangunan
dibatasi pada metode garis lurus saja.
36
3. Metode penghapusan piutang. Dalam akuntansi komersial penghapusan
piutang
ditentukan
berdasarkan
metode
cadangan.
Dalam
fiskal
penghapusan fiskal dilakukan pada saat suatu piutang nyata-nyata tidak
dapat ditagih dengan syarat-syarat tertentu yang diatur dalam peraturan
perpajakan.
c. Perbedaan perlakuan dari pengakuan penghasilan dan biaya.
1. Penghasilan tertentu diakui dalam akuntansi komersial tetapi bukan
merupakan objek pajak penghasilan. Dalam laporan keuangan fiskal,
penghasilan tersebut harus dikeluarkan dari total penghasilan kena pajak
atau dikurangkan dari laba menurut akuntansi komersial.
2. Penghasilan tertentu diakui dalam akuntansi komersial tetapi pengenaan
pajaknya bersifat final. Dalam laporan keuangan fiskal, penghasilan
tersebut harus dikeluarkan dari total penghasilan kena pajak atau
dikurangkan dari laba menurut akuntansi.
3. Pengeluaran tertentu diakui dalam akuntansi komersial sebagai biaya atau
pengurang penghasilan, tetapi dalam fiskal, pengeluaran tersebut tidak
boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.
Prinsip-prinsip akuntansi yang menjadi fokus perbedaan tujuan pelaporan
antara pelaporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal:
a. Pengakuan penghasilan dan beban.
Untuk pembayaran natura atau pengeluaran kenikmatan untuk
karyawan, secara ekonomis pengeluaran ini merupakan unsur untuk
memperoleh penghasilan tetapi perlakukan pajak terhadap pengeluaran ini
tidak diperkenanakan sebagai beban pengurangan penghasilan. Demikian
37
halnya dengan penyusutan aktiva tetap diakui sebagai beban dimulai ketika
tahun pengeluaran, walaupun aktiva tetap tersebut belum dimanfaatkan untuk
mendapatkan penghasilan.
b. Konservatisme.
Laporan keuangan komersial bersifat konservatif terhadap suatu
transaksi yang belum teralisir menjadi suatu fakta. Dalam praktek akuntansi,
sifat demikian diimplementasikan dengan pembentukan penyisihan atas resiko
kerugian yang mungkin diderita, tanpa pengakuan atas suatu klaim atau potensi
keuntungan yang belum direalisasikan.
Dalam kasus ini, administrasi pajak kurang tertarik kepada estimasi dan
perhitungan angka-angka yang belum terjadi secara nyata, tetapi lebih
cenderung untuk menganut realitas dengan meneliti secara seksama tiap
element pengurang basis pengenaan pajak.
c. Realisasi.
Penghasilan menurut prinsip akuntansi hanya dapat diakui setelah
transaksi atau realisasi. Kekayaan yang masih dalam bentuk potensi tidak dapat
dicatat sebagai penghasilan. Potensi tersebut akan beralih menjadi penghasilan
hanya jika telah laku dijual. Dalam prinsip perpajakan penghasilan dicatat
apabila telah terjadi transaksi penjualan. Hal ini ditunnjukan dalam pengertian
penghasilan menurut pajak, pada kalimat “setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh”. Berkaitan dengan konsep realisasi,
pengertian “diterima” artinya sama dengan pengertian yang digariskan dalam
stelsel kas, sedangkan “diperoleh” artinya sama dengan pengertian yang
digariskan dalam stelsel akrual.
38
d. Materialitas.
Akuntansi bisnis dimaksudkan untuk menyajikan data yang relevan
dengan konsep materialitas ini. Sebagai contah, perusahaan membeli gelas dan
alat-alat perlengkapan lainnya yang dapat digunakan lebih dari satu tahun,
karena nilainya relatif kecil dan alasan kepraktisan, maka harga pembelian
perlengkapan tersebut diakui sebagai biaya dan tidak dikapitalisasikan. Hal ini
tidak berlaku dalam perpajakan karena perhitungan penghasilan kena pajak
dilakukan berdasarkan fakta yang benar dan sesungguhnya. Dalam perpajakan
tidak diperkenankan untuk mengabaikan data meskipun jumlahnya relatif kecil,
dari jumlah rupiah terbesar sampai terkecil harus dimasukan dalam
perhitungan. Ketidaktepatan perhitungan PKP sebagai akibat penyimpangan
data merupakan kesalahan yang menyebabkan dikenakan sanksi perpajakan.
II.10. Rekonsiliasi Laporan Keuangan Komersial dan Laporan Keuangan Fiskal
Menurut Achmad Tjahjono dan M. Fakhri Hussein (2001), definisi
rekonsiliasi fiscal ádalah sebagai berikut :
“Rekonsiliasi fiskal adalah penyesuaian atas laba usaha menurut akuntansi
komersial dengan akuntansi pajak dalam rangka menghitung besarnya laba usaha
kena pajak”(p.557).
Akuntansi perpajakan atau akuntansi pajak adalah membandingkan
Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dengan ketentuan Undang-undang pajak
penghasilan dan peraturan pelaksanaan, kemudian dibuat atau disusun persamaan
dan perbedaannya. Perbedaannya diklasifikasikan antara beda tetap dan beda
waktu. Pembukuan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan berlaku umum dan
39
menghasilkan
laporan
keuangan
komersial.
Untuk
tujuan
menghitung
penghasilan kena pajak, laporan keuangan komersial tersebut dilakukan koreksi
fiskal menjadi laporan keuangan fiskal. Proses tersebut disebut rekonsiliasi
laporan keuangan fiskal.
Laporan keuangan fiskal dapat berbeda dengan laporan keuangan
komersial karena adanyan perbedaan dalam pengakuan penghasilan dan biaya.
Perbedaan tersebut dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a. Perbedaan
Tetap
(permanent
difference),
yakni
transaksi-transaksi
pendapatan dan biaya tertentu yang boleh diakui akuntansi tapi tidak diakui
oleh pajak (peraturan perpajakan) atau sebaliknya. Contohnya: penghasilan
bunga dari bank, penghasilan dividen , penghasilan sumbangan atau hibah,
biaya sumbangan, natura, biaya representasi yang tidak ada daftar
nominatifnya.
b. Perbedaan Waktu / Sementara / Temporer (time difference/temporary
diferrence), yakni perbedaan waktu pengakuan pendapatan atau biaya untuk
penghitungan laba. Adanya suatu transaksi pendapatan atau biaya yang sudah
diakui akuntansi tetapi menurut pajak belum dan sebaliknya. Contoh: biaya
penyusutan aktiva tetap, amortisasi, pengakuan kerugian piutang dan
kerugian penilaian persediaan.
40
Download