BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemasaran 2.1.1 Definisi Pemasaran Pemasaran merupakan bagian terpenting dalam menjalankan suatu kegiatan bisnis. Sejumlah orang beranggapan bahwa pemasaran hanyalah seputar kegiatan menjual dan mengiklankan. Padahal sebenarnya, aktivitas penjualan dan mengiklankan produk hanyalah puncak dari kegiatan pemasaran. Didalam American Marketing Association (Kotler, 2007) menjelaskan pemasaran atau marketing sebagai an organizational function and a set of processes for creating, communicating, and delivering value to customers and for managing customer relationships in ways that benefit the organization and its stakeholders. Dalam hal ini, marketing atau pemasaran diartikan sebagai fungsi organisasi dan seperangkat proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan, dan memberikan nilai kepada pelanggan dan untuk mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan para pemangku kepentingan. Pada point lain, marketing dikatakan juga sebagai a societal process by which individuals and groups obtain what they need and want through creating, offering, and freely exchanging products and services of value with others yang berarti proses sosial dimana individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan, penawaran, dan bebas bertukar produk dan jasa dari nilai dengan orang lain. Adapun didalam bukunya yang berjudul Essentials of Marketing (Lamb, Hair, & McDaniel, 2009) menyatakan Marketing sebagai the process of planning and executing the conception, pricing promotional and distribution of ideas, goods and service to create exchanges that satisty individual and organizational objectives atau proses perencanaan dan pelaksanaan konsep, penetapan harga promosi dan distribusi gagasan, barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memuaskan tujuan individu dan tujuan organisasi. Sedangkan menurut Kotler (2008) mendefinisikan pemasaran (marketing) sebagai proses dimana perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan dengan tujuan untuk menangkap nilai dari pelanggan sebagai imbalannya. Berbeda halnya dengan Daryanto (2011) yang menyebutkan pemasaran sebagai suatu proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan mereka dengan menciptakan, menawarkan, dan bertukar sesuatu yang bernilai satu sama lain. Berdasarkan definisi yang diadaptasi dari beberapa ahli tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan mengenai pengertian marketing, yaitu sebagai suatu kegiatan, proses, dan tindakan yang dilakukan oleh suatu grup organisasi, perusahaan, ataupun individu dalam proses membuat, menawarkan, dan menukar nilai satu produk atau jasa dengan tujuan memuaskan individu atau organisasi. 2.1.2 Pemasaran Internasional Dalam pembahasan mengenai bidang pemasaran atau marketing, terdapat bahasan yang lebih luas yaitu pemasaran internasional atau international marketing. Didefinisikan didalam bukunya Paul dan Kapoor (2008) menjelaskan pemasaran internasional sebagai proses memfokuskan sumber daya perusahaan pada peluang pemasaran internasional, apakah jika bersaing dalam pasar domestik melawan perusahaan-perusahaan internasional lain atau bahkan ketika perusahaan melampaui batas nasional untuk barang dan jasa. Selain itu, pemasaran internasional seperti yang diadopsi dari American Marketing Association (AMA) mengartikan pemasaran internasional sebagai proses multinasional dari konsep perencanaan dan pelaksanaan, penetapan harga, promosi, dan distribusi barang dan jasa yang ideal untuk menciptakan pertukaran yang dapat memuaskan tujuan individu dan organisasi. Pemasaran internasional tidak terlepas dari kegiatan jual beli (ekspor dan impor) yang dilakukan antar negara untuk saling mencari keuntungan, dan memenuhi kebutuhan dinegaranya masing-masing. Ekspor diartikan menurut Berata (2014) sebagai kegiatan perdagangan suatu perusahaan untuk mengeluarkan barang dari wilayah pabean suatu negara dan memperdagangkannya di wilayah pabean negara lain. Pada kutipan lain, didalam buku yang sama, ekspor diartikan juga sebagai arus barang dan jasa dari dalam negeri ke luar negeri. Sedangkan impor, menurut Berata (2014) merupakan kegiatan perdagangan suatu perusahaan untuk memasukkan barang dari luar negeri untuk diperdagangkan atau diperjual belikan di dalam negeri. Impor dikatakan juga sebagai arus barang dan jasa dari luar negeri ke dalam negeri. 3 Penulis menyimpulkan bahwa perdagangan yang melibatkan kedua belah pihak negara dapat dikatakan sebagai perdagangan internasional, dimana hal tersebut mencakup kegiatan ekspor dan impor barang dan jasa. Begitu pun halnya dengan kegiatan ekspor dan impor, yang membutuhkan pemasaran internasional agar barang dan jasa tersebut dapat dikenal dan dipasarkan kepada masyarakat dinegara yang akan dituju. 2.2 Merek (Brand) 2.2.1 Definisi Merek (Brand) Merek atau Brand merupakan identitas suatu produk yang terdapat didalam benak masing-masing konsumen. Setiap perusahaan berlomba-lomba untuk menciptakan identitas produk mereka didalam benak konsumen atau masyarakat, agar masyarakat memiliki kesan tersendiri ketika melihat dan mendengar nama merek produk tersebut. Michael Hockeny menyebutkan didalam buku yang berjudul More Than a Name (Davis & Baldwin, 2005) It is about creating an entity in the consumer’s mind so that they can see it. They can see a representation but behind this representation what they actually have is a whole series of images, beliefs, and actions. Effective branding is the means by which a brand can stay in a market longer and more profitably because it’s been created properly. Ini adalah tentang menciptakan sebuah entitas dalam benak konsumen sehingga mereka dapat melihatnya. Mereka dapat melihat representasi tetapi di balik representasi ini apa yang mereka benar-benar memiliki adalah seluruh rangkaian gambar, keyakinan, dan tindakan. Branding yang efektif adalah sarana yang merek dapat tinggal di pasar lama dan lebih menguntungkan karena sudah dibuat dengan benar Sedangkan Kotler (2008) mengidentifikasikan merek atau brand sebagai “a name, term, sign, symbol, or design, or a combination of them, intended to identity the goods and services of one seller or group of sellers and to differentiate them from those of competition.” brand merupakan sebuah nama, simbol, design, ataupun kombinasi dari segala sesuatu yang digunakan untuk mengidentifikasi sesuatu (produk, tempat, orang, perusahaan, negara, organisasi dan sebagainya). Menurut Wheeler, (2013) ”A brand is the nucleus of sales and markerting activities, generating increased awareness and loyalty, when managed strategically”. Sebuah merek adalah inti dari penjualan dan kegiatan markerting, menghasilkan peningkatan kesadaran dan loyalitas, ketika diatur secara strategis. Pada point lainnya dikatakan juga Brand adalah sebuah janji, ide besar, dan harapan yang berada dalam pikiran setiap customer tentang sebuah product, service atau perusahaan. Kunci penciptaan sebuah merek kemasan, atau atribut-atribut lain yang membedakan sebuah produk dengan produk lainnya. Komponen-komponen yang berbeda dari merek yang berfungsi sebagai pembeda dikenal dengan kemampuan memilih nama, logo, simbol, desain istilah elemen merek. Secara teknis, ketika seseorang menciptakan nama baru, logo, atau simbol sebuah produk baru, ia telah menciptakan sebuah merek. Maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa merek atau brand merupakan suatu nama yang biasanya dibuat oleh perusahaan berikut dengan symbol, logo, dan desain lainnya, dimana secara khusus diciptakan untuk dapat menarik perhatian konsumen, dan menanamkan citra produk atau jasa didalam benak konsumen. 2.2.2 Fungsi Merek Menurut David Haigh dalam buku Designing Brand Identity (Wheeler, 2013) merek memiliki tiga fungsi: Navigation Brand Reassurance Engagement Gambar 2.1 Fungsi Merek Sumber: (Wheeler: 2013) a. Navigation Merek membantu konsumen untuk memilih apa yang diperlukan atau dicari dari berbagai pilihan produk maupun jasa yang tersedia di masyarakat. b. Reassurance Merek membantu mengkomunikasikan informasi dan kualitas yang berada di dalam produk atau jasa serta meyakinkan 5 konsumen bahwa mereka telah membuat keputusan pembelian yang tepat. c. Engagement Merek mendorong konsumen untuk dapat mengidentifikasi merek tertentu melalui bahasa, ciri khas, dan asosiasi yang muncul antara konsumen dan produk atau jasa yang ditawarkan. Sebuah merek merupakan sesuatu yang lebih dari sekedar produk, karena mempunyai sebuah dimensi yang menjadi differensiasi dengan produk lain yang sejenis. Differensiasi tersebut harus rasional dan terlihat secara nyata dengan proforma suatu produk dari sebuah merek atau lebih simbolis, emosional, dan tidak kasat yang mewakili sebuah merek. 2.2.3 Syarat Memilih Merek Menentukan nama merek tentunya memerlukan pertimbangan yang sangat jauh dan berhati-hati, agar nama merek yang akan diberikan tidak memberikan kesan negative terhadap produk dimata konsumen. Maka dalam memilih nama merek, perlu diperhatikan beberapa hal seperti yang telah disebutkan oleh Alma (2007) didalam bukunya, yaitu: 1. Mudah diingat Dalam memilih sebuah nama merek sebaiknya mudah diingat, baik katakatanya maupun gambarnya atau kombinasinya, sebab dengan demikian konsumen akan lebih mudah mengingatnya. 2. Menimbulkan kesan positif Dalam memberikan nama merek harus menimbulkan kesan positif terhadap barang dan jasa yang dihasilkan. 3. Tepat untuk promosi Selain kedua syarat di atas, maka untuk merek atau cap tersebut sebaliknya dipilihkan yang bilamana dipakai untuk promosi sangat baik. Merek-merek yang mudah diingat dan dapat menimbulkan kesan positif untuk promosi tersebut nama yang indah dan menarik serta gambar-gambar yang bagus juga memegang peranan penting. Jadi di sini untuk promosi selain mudah diingat dan menimbulkan kesan positif usahakan agar merek tersebut enak untuk diucapkan dan baik untuk dipandang. 2.2.4 Elemen Merek (Brand Elements) Kotler (2008) menjelaskan bahwa ada enam kriteria dalam pemilihan brand elements, yaitu: 1. Memorability Bentuk elemen merek harus dengan mudah dikenali dan dapat dengan mudah diingat kembali. 2. Meaningfulness Dapat dijabarkan dengan jelas arti dari elemen merek tersebut secara deskriptif dan juga secara persuasif tentang hubungan-nya terhadap sebuah produk. 3. Likable Bentuk, warna, atau nama harus dirumuskan secara menarik agar dapat mendapat perhatian konsumen dan juga memiliki nilai estetika yang baik. 4. Transferable Sebuah elemen merek sebaiknya bisa digunakan untuk kepentingan bisnis yang lebih besar lagi, sebagai contoh brand extension atau line extension. Sebuah elemen merek juga harus dapat digunakan lintas geografi. 5. Adaptability Kriteria kelima untuk elemen merek adalah memiliki lintas waktu yang fleksible, atau dapat dengan mudah dilakukan pembaharuan atau update. 6. Protectability Setelah melakukan pemilihan elemen merek, maka hasil pilihan tersebut harus dilindungi secara hukum maupun citra kompetitif secara internasional. 2.2.5 Pendekatan Merek (Chernatony, 2010) didalam bukunya yang berjudul From Brand Vision to Brand Evaluation menyebutkan bahwa dalam membangun sebuah merek, diperlukan beberapa pendekatan, yaitu: 1. Brand Opportunities (Peluang Merek) harus diciptakan melalui riset konsumen dan internal perusahaan (staff) 2. Customers are important (Konsumen adalah penting), dan demikian pula pemegang saham perusahaan. 3. Merek merupakan aset yang sungguh-sungguh ada dan terintegrasi. Dalam hal ini harus diupayakan agar tidak muncul kesenjangan antara 7 nilai merek yang dijanjikan dan nilai-nilai staf perusahaan sebagai perangkat yang terkait langsung dengan merek tersebut. 4. Merek diarahkan oleh CEO perusahaan dan timnya. Tanggung jawab tidak hanya bertumpu di pundak manajer merek. 2.2.6 Tingkatan Merek Brand atau merek, harus memiliki kemampuan untuk membedakan diri dari produk pesaing lainnya. Didalam bukunya, Kotler (2007) menyebutkan makna brand dapat dibedakan menjadi enam tingkatan yaitu: 1. Atribut Brand akan mengingatkan orang pada atribut-atribut tertentu. Memberikan suatu gambaran tentang sifat produk dari merek itu sendiri. 2. Manfaat Suatu merek lebih dari serangkaian atribut. Pelanggan tidak membeli atribut tetapi membeli manfaat dan atribut harus diterjemahkan menjadi manfaat fungsional dan emosional. Sebagai contoh, atribut “tahan lama“ bisa diterjemahkan ke dalam manfaat fungsional, “saya tidak akan membeli mobil baru dalam beberapa tahun.“ 3. Nilai Brand mencerminkan sesuatu mengenai nilai-nilai pembeli. Produsen harus mengenali secara spesifik kelompok pembeli dengan nilainya sesuai dengan manfaat yang diberikan oleh brand tersebut. Nilai perusahaan tersebut lah yang membedakan perusahaan dengan pesaingnya. 4. Budaya Brand mewakili budaya tertentu, pencerminan dari himpunan simbol, nilai, perilaku perusahaan tertentu. Secara internal, budaya merek menjadi penuntun semua perilaku dan tindakan karyawan (mitra internal) perusahaan harus cocok dengan budaya merek yang tercermin dari merek itu sendiri. Secara eksternal, budaya merek ini akan menjadi pertimbangan utama bagi konsumen untuk membeli merek produk yang memiliki simbol, nilai-nilai dan perilaku yang sesuai dengan budaya, nilai-nilai, dan perilaku mereka sendiri. 5. Kepribadian Brand akan menarik bagi orang yang memiliki keseuaian antara gambaran dirinya dengan Citra Merek. Merek memproyeksikan kepribadian tertentu, konsumen mungkin memvisualisasikan sebuah mobil mahal sebagai sebuah sosok eksekutif muda yang kaya. Merek akan menarik orang-orang yang diinginkan sesuai dengan image merek. 6. Pemakai Brand juga menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan produk tersebut. Merek memberi kesan mengenai jenis konsumen yang membeli atau menggunakan produk. Saat kita membayangkan suatu produk, kita dapat menebak jenis konsumen apa yang ungkin bisa menjadi konsumen produk tersebut. 2.3 Citra Merek (Brand Image) 2.3.1 Definisi Brand Image Menurut Shimp (2007), Brand Image atau citra merek didasari oleh berbagai ketertarikan yang dikembangkan oleh konsumen setiap waktu, brand, seperti manusia dapat berupa gagasan yang memiliki masing-masing personality. Suatu Brand Image yang positif akan membuat konsumen menyukai suatu produk dengan merek yang bersangkutan dikemudian hari, sedangkan bagi produsen Brand Image yang baik dapat membantu kegiatan perusahaan dalam proses pemasaran. Berbeda dengan Kotler (2008) yang menyatakan citra merek sebagai anggapan dan kepercayaan yang dibentuk oleh konsumen seperti yang direfleksikan dalam hubungan yang terbentuk dalam ingatan konsumen. Sedangkan Menurut Tjiptono (2005) Brand Image merupakan serangkaian asosiasi yang dipersepsikan oleh individu sepanjang waktu, sebagai hasil pengalaman langsung maupun yang tidak langsung atas sebuah merek. Dari definisi diatas, penulis mengambil kesimpulan bahwa pengertian dari citra merek adalah suatu bentuk ingatan dan anggapan didalam benak konsumen yang didasari oleh pengalaman menggunakan satu barang atau jasa yang memiliki nama merek. Citra merek merupakan bentuk sifat dari sebuah barang yang memiliki merek, dimana merek dapat dikatakan sebagai identitas produk, jasa, atau perusahaan, sedangkan citra merek adalah bagaimana sifat produk tersebut dimata konsumen. 9 2.3.2 Elemen Brand Image Menurut Joe Kent Kerby, didalam bukunya (Lamb, Hair, & McDaniel, 2009) ada beberapa elemen yang terkandung didalam Brand Image suatu produk yaitu: 1. Ketahanan (tenacity) berkaitan dengan kualitas dan Citra Merek produk itu sendiri. 2. Kesesuaian (congruence) berkaitan dengan kesesuaian antara Citra Merek dan karakteristik brand. 3. Keseksamaan (precision) menentukan berapa akurat dan jelasnya image yang ingin ditampilkan. 4. Konotasi (connotative) merupakan pendapat konsumen dari kepribadian produk yaitu dari semua karakteristik merek produk sejenis yang diterima, konsumen menemukan brand produk yang satu berbeda dengan brand produk yang lainnya. 2.3.3 Indikator Brand Image Citra merek memiliki sejumlah indikator yang digunakan untuk mengetahui seberapa besar dan seberapa sukses nilai dari citra yang diberikan oleh nama dari sebuah merek. Didalam penelitian ini, sebagai pengukuran terhadap Brand Image, maka digunakan indikator berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Xian Guo Li, Xia Wang, dan Yu Juan Cai (2011) yaitu sebagai berikut: 1. Corporate Image (Citra pembuat) Sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap perusahaan yang membuat suatu barang atau jasa. Citra pembuat meliputi: popularitas, kredibilitas, jaringan perusahaan, serta pemakai itu sendiri/ penggunanya. 2. User Image (Citra pemakai) Sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap pemakai yang menggunakan suatu barang atau jasa. Meliputi: pemakai itu sendiri, serta status sosialnya. 3. Product Image (Citra produk) Sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap suatu barang atau jasa. Meliputi: atribut dari produk, manfaat bagi konsumen, serta jaminan. 2.4 Kepuasan Pelanggan (Customer Satisfaction) 2.4.1 Definisi Kepuasan Pelanggan Dimasa yang sekarang, persaingan didalam dunia bisnis yang semakin ketat membuat setiap perusahaan berkeinginan untuk menciptakan produk yang dapat memuaskan pelanggan. Pelanggan yang puas adalah salah satu kunci keberhasilan perusahaan dalam mendapatkan nilai lebih dimata konsumen. Kotler (2012) mendefinisikan kepuasan sebagai hasil dari perasaan seseorang senang atau kecewa dari membandingkan performa produk dengan ekspektasi pelanggan. Menurut Kotler (2012) kepuasaan pelanggan adalah sejauh mana kinerja suatu produk yang dirasakan sesuai dengan harapan pelanggan. Alexander (2006) mengartikan kepuasan pelanggan sebagai a measure of how your organization’s total product performs in relation to a set of customer requirements atau ukuran seberapa totalitas kinerja produk organisasi anda dalam kaitannya dengan satu set kebutuhan pelanggan. Menurut Lupiyoadi (2006) kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian (disconfirmation) yang dirasakan antara harapan sebelumnya dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut penulis menyimpulkan bahwa secara umum pengertian kepuasan pelanggan adalah suatu rasa baik perasaan positif maupun negative yang dihasilkan oleh konsumen setelah melakukan pembelian produk atau jasa, dan membandingkan kinerja produk atau jasa tersebut pada ekspektasi pelanggan sebelum melakukan pembelian. 2.4.2 Tingkatan Kepuasan Pelanggan Terdapat 5 level kepuasan pelanggan menurut Kotler (2009) yaitu: 1 Level One Pelanggan meninggalkan perusahaan dan menjelek-jelekkan perusahaan. 2 Level Two to Four Pelanggan cukup puas tetapi masih mudah untuk berpindah bila ada tawaran yang lebih baik datang. 3 Level Five Pelanggan sangat senang dan bersedia membeli kembali dan bahkan mempromosikan perusahaan ke orang lain dari mulut kemulut kepada orang lain. 11 2.4.3 Faktor yang mempengaruhi Kepuasan Pelanggan Ada 5 faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan menurut Irawan (2009), yaitu: a) Kualitas Produk Pelanggan akan merasa puas apabila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas. Konsumen rasional selalu menuntut produk yang berkualitas pada setiap pengorbanan yang dilakukan untuk memperoleh produk tersebut. Dalam hal ini kualitas produk yang baik akan membarikan nilai tambah di benak konsumen. b) Kualitas pelayanan Kualitas pelayanan di bidang jasa akan membuat pelanggan merasa puas apabila mereka mendapatkan pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang mereka harapkan. Pelanggan yang puas akan menunjukkan kemungkinan untuk kembali membeli produk atau jasa yang sama. Pelanggan yang puas cenderung akan memberikan persepsi terhadap produk atau jasa sebuah perusahaan. c) Emosional Pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan produk dengan merek tertentu yang cenderung mempunyai tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Kepuasan yang diperoleh bukan karena kualitas dari produk tetapi nilai sosial atau self-esteem yang membuat pelanggan menjadi puas terhadap merek tertentu. d) Harga Produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan harga yang relatif murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada konsumennya. Elemen ini mempengaruhi konsumen dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin mahal harga suatu produk atau jasa, maka pelanggan atau konsumen memiliki nilai ekspektasi yang lebih tinggi. e) Kemudahan Pelanggan akan semakin puas apabila relatif mudah, nyaman, dan efisien dalam mendapatkan produk atau pelayanan. 2.4.4 Indikator Kepuasan Pelanggan Seperti yang dikutip dari penelitian oleh Lin Chien-Hsiung (2011) dalam jurnalnya yang berjudul “A study on the relations between the Brand Image and Customer Satisfaction in catering businesses” terdapat empat indikator pengukur kepuasan pelanggan, yaitu: 1. Expectations Harapan konsumen terhadap suatu barang atau jasa telah dibentuk sebelum konsumen membeli barang atau jasa tersebut. Pada saat proses pembelian dilakukan, konsumen berharap bahwa barang atau jasa yang mereka terima sesuai dengan harapan, keinginan dan keyakinan mereka. Barang atau jasa yang sesuai dengan harapan konsumen akan menyebabkan konsumen merasa puas. 2. Performance Pengalaman konsumen terhadap kinerja aktual barang atau jasa ketika digunakan tanpa dipengaruhi oleh harapan mereka. Ketika kinerja actual barang atau jasa berhasil maka konsumen akan merasa puas 3. Comparison Hal ini dilakukan dengan membandingkan harapan kinerja barang atau jasa sebelum membeli dengan persepsi kinerja aktual barang atau jasa tersebut. Konsumen akan merasa puas ketika harapan sebelum pembelian sesuai atau melebihi perepsi mereka terhadap kinerja aktual produk 4. Confirmation/disconfirmation Harapan konsumen dipengaruhi oleh pengalaman mereka terehadap penggunaan merek dari barang atau jasa yang berbeda dari orang lain. Confirmation terjadi bila harapan sesuai dengan kinerja aktual produk. sebaliknya disconfirmation terjadi ketika harapan lebih tinggi atau lebih rendah dari kinerja aktual produk. konsumen akan merasa puas ketika tejadi confirmation / discofirmation. 2.5 Minat Berperilaku (Behavioral Intention) Didalam penelitian yang dilakukan oleh Edwin Japarianto (2006), yang berjudul Budaya dan Behavior Intention Mahasiswa Dalam Menilai Service Quality Universitas Kristen Petra, Behavioral Intention didefinisikan sebagai suatu indikasi 13 dari bagaimana orang bersedia untuk mencoba dan seberapa banyak sebuah usaha yang mereka rencanakan untuk dikerahkan dalam upaya menunjukan perilaku. Sedangkan menurut Mowen (2012) dalam ensiklopedia, keinginan konsumen untuk berperilaku menurut cara tertentu dalam rangka memiliki, membuang dan menggunakan produk atau jasa. Jadi konsumen dapat membentuk keinginan untuk mencari informasi, memberitahukan orang lain tentang pengalamamannya dengan sebuah produk, membeli sebuah produk atau jasa tertentu, atau membuang produk dengan cara tertentu. Berdasarkan beberapa pendapat menurut para ahli diatas, penulis kemudian menyimpulkan definisi Behavioral Intention sebagai minat atau keinginan konsumen untuk menentukan perilaku di masa depan setelah mengkonsumsi barang atau jasa. Perilaku tersebut mencerminkan kepuasan pelanggan setelah menggunakan barang atau jasa, bisa berdampak positif, dimana konsumen akan kembali lagi, dan bisa berdampak negative, dimana konsumen akan beralih ke barang atau jasa lain. 2.5.1 Dimensi Minat Berperilaku (Behavioral Intention) Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Gulden Turhan dan Ahmet Ozbek (2013) terdapat tiga aspek dalam minat berperilaku atau Behavioral Intention yaitu: 1. Recommendation Suatu niat perilaku yang mendorong teman-teman atau kerabat agar menggunakan barang atau jasa perusahaan atau merekomendasikan perusahaan tersebut pada orang lain, dengan begitu secara tidak langsung mereka telah melakukan pemasaran untuk perusahaan dan membawa konsumen untuk perusahaan. 2. Repurchase Intention Suatu niat berperilaku menggunakan suatu produk sebanyak dua kali atau lebih. Mereka adalah yang melakukan penggunaan atas produk yang sama banyak dua kali, atau membeli dua macam produk yang berbeda dalam dua kesempatan. 3. Pay More Suatu niat berperilaku yang timbul akibat kepuasan konsumen terhadap badan usaha walaupun terjadi perubahan harga menjadi lebih tinggi tetapi konsumen tetap ingin membayar dengan harga tinggi. 2.6 Kerangka Berpikir Kerangka berpikir didalam penelitian ini dibuat untuk mengevaluasi variable Citra Merek pada consumer satisfaction, dan terhadap Minat Berperilaku Konsumen. Berikut ini merupakan gambaran dari kerangka berpikir penelitian: H3 Citra Merek H1 • Corporate Image User Image Product Image H2 Minat Berperilaku Konsumen (Y) (X) • • Kepuasan Pelanggan • • • • Expectations Performance Comparison Confirmation/Disconfirmation (Z) • • • Recommendation Repurchase Intention Pay More Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Sumber: Penulis 2.7 Rancangan Uji Hipothesis Berdasarkan variable-variable yang ada pada model penelitian di atas, dan disesuaikan dengan tujuan penelitian, penulis menjabarkan beberapa hipotesis sebagai berikut: 1. Hipotesa 1 a. Ho: Tidak ada pengaruh antara Citra Merek (X) terhadap Kepuasan Pelanggan (Y) pada produk tas merek lokal dan produk tas merek impor. b. Ha: Ada pengaruh antara Citra Merek (X) terhadap Kepuasan Pelanggan (Y) pada produk tas merek lokal dan produk tas merek impor. 2. Hipotesa 2 a. Ho: Tidak ada pengaruh antara Kepuasan Pelanggan (Y) terhadap Minat Berperilaku Konsumen (Z) pada produk tas merek lokal dan produk tas merek impor. 15 b. Ha: Ada pengaruh antara Kepuasan Pelanggan (Y) terhadap Minat Berperilaku Konsumen (Z) pada produk tas merek lokal dan produk tas merek impor. 3. Hipotesa 3 a. Ho: Tidak ada pengaruh antara Citra Merek (X) terhadap Minat Berperilaku Konsumen (Z) pada produk tas merek lokal dan produk tas merek impor. b. Ha: Ada pengaruh antara Citra Merek (X) terhadap Minat Berperilaku Konsumen (Z) pada produk tas merek lokal dan produk tas merek impor. 17