3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perairan inlet Waduk Koto Panjang Provinsi Riau. Pengambilan sampel ikan serta pengukuran parameter fisika, kimia dan biologi perairan dilakukan setiap bulan sekali, dimulai dari bulan April hingga Agustus 2010. Sampel ikan dan air yang diambil setiap bulannya langsung dianalisis. Sedangkan pembuatan preparat histologi gonad ikan dilakukan pada bulan November 2010. Analisis sampel ikan dan plankton dilakukan di Laboratorium Biologi Perikanan, Laboratorium Layanan Terpadu Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Pembuatan preparat histologi dilakukan oleh BRKP (Balai Riset Kelautan Perikanan) di Sempur, Bogor. Parameter kualitas air dianalisa di Laboratorium Ekologi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. 3.2 Alat dan Bahan Pemakaian alat digunakan untuk pengukuran beberapa parameter, baik parameter fisika, kimia dan biologi di lapangan dan laboratorium. Pengukuran di lapangan bersifat in situ sedangkan di laboratorium bersifat ex situ, yang bersifat in situ antara lain pengukuran suhu, kedalaman dan kecepatan arus (parameter fisika), pH dan DO (parameter kimia). Sedangkan untuk parameter biologi bersifat in situ untuk pengambilan sampel air plankton dan ex situ untuk pengamatan planktonnya. Parameter kimia lainnya seperti : alkalinitas, nitrat dan orthoposphat dikerjakan di laboratorium, begitu juga dengan pengukuran kekeruhan (parameter fisika). Sedangkan untuk bahan yang dipakai selama pengamatan, ada yang bersifat in situ dan ada juga bersifat ex situ. Untuk in situ antara lain lugol (pengawetan plankton), bahan-bahan titrasi pengukuran oksigen terlarut dan formalin berkonsentrasi 4 % (pengawetan ikan) dan 10 % (pengawetan gonad untuk proses histologi). Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian di lapangan dan di laboratorium disajikan pada Tabel 1 di bawah ini: Tabel 1. Alat dan bahan pengamatan ikan sampel No Alat dan Bahan 1. Alat Langgai kelambu (tangguk besar) 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 1. 2. 3. 4. Kegunaan Menangkap ikan bunga air di semua stasiun Penggaris Alat ukur ikan Timbangan digital dengan Menimbang berat dan gonad ikan ketelitian 0.01 dan 0.001 gram serta saluran pencernaan Satu set alat bedah Membedah ikan untuk melihat dan mengambil gonad (seksual primer) dan saluran pencernaan (makanan) Dissecting mikroskop Menentukan TKG gonad ikan Cawan petri Tempat telur Hand Tally Counter Alat bantu menghitung telur Gelas ukur dengan kapasitas 5 ml Mengukur volume saluran pencernaan Mikroskop okuler Mengamati dan indentifikasi plankton serta makanan ikan Objek glass dan cover glass Tempat dan penutup pengamatan makanan ikan di mikroskop Plankton net (5 mikro) Mengambil plankton dari perairan Sedgwick Rafter Counting Cell Penghitungan kelimpahan plankton Tongkat berskala Mengukur kedalaman sungai Termometer raksa Mengukur suhu perairan Bola pimpong dan tali Mengukur kecepatan arus Spektrofotometer Mengukur kekeruhan, alkalinitas, nitrat dan orthoposphat Kertas dan papan indikator Mengukur pH Bahan Formalin 4 %, dan 10 % Mengawetkan ikan dan gonadnya Lugol Pengawet Plastik/toples Tempat sampel ikan Botol plastik Tempat sampel air dan plankton 3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Penentuan Stasiun Pengambilan Ikan Contoh Penentuan stasiun penelitian didasarkan pada distribusi ikan Bunga Air C goniognathus di perairan inlet Waduk Koto Panjang. Lokasi ini dianggap mewakili kondisi umum perairan. Ada 5 stasiun pengambilan sampel, mulai dari perairan Transision dan Riverine . Kriteria tersebut diwakili oleh perairan waduk hingga sungai: Stasiun I = Perairan Muara Takus daerah transision dengan posisi N 00º 20’ 20.9” dan E 100º 38’ 39.4” merupakan daerah perluasan waduk, di sekitar perairan terdapat kebun karet, bambu dan tumbuhan perdu lainnya serta merupakan daerah penangkapan ikan oleh nelayan dengan kedalaman ±5 meter. Perairannya sedikit berarus, air keruh ketika hujan datang dan subratnya lumpur berpasir. Stasiun II = Perairan Gunung Bungsu merupakan daerah riverine (inlet Waduk Koto Panjang) dengan posisi S 00º 56’ 46.3” dan E 100º 22’ 13.5”. Pada lokasi ini memiliki lubuk dengan kedalaman ±30 meter, substrat pasir berlumpur, berarus, air keruh dan di sekitar perairan terdapat kebun sawit dan karet. Stasiun III = Terusan Perairan Gunung Bungsu juga merupakan riverine dengan posisi N 00º 18” 225.6’ dan E 100º 36’ 58.5, vegetasi di sekitar lokasi yaitu karet, sawit dan bambu serta rerumputan. Kedalamannya ±5 meter, bersubstrat pasir kerikil, arus kuat serta air jernih ketika tidak sedang hujan. Stasiun IV = Perairan Tanjung merupakan daerah riverine memiliki arus yang deras dengan posisi N 00º 18’ 10.9” dan E 100º 36’ 43.08”, memiliki substrat pasir kerikil, arus kuat, dan jernih serta di sekitar perairan banyak ditumbuhi pohon. Stasiun V = Terusan perairan Tanjung memiliki arus yang deras, bersubstrat pasir dengan posisi N 00º 17’ 26.1” dan E 100º 37’ 12.1”. Merupakan pusat penangkapan ikan C. goniognathus serta di sekitar lokasi terdapat kebun sawit dan pepohonan besar. Stasiun penelitian dapat dilihat pada peta berikut : Gambar 3. Lokasi pengamatan dan pengambilan ikan C. goniognathus St I: Muara Takus, St II: Gunung Bungsu I, St III: Gunung Bungsu II, St IV: Tanjung I dan St V: perbatasan Tanjung II (Sumber : LPRSI, 2006 dengan modifikasi) Gunung Bungsu II dan Tanjung I merupakan stasiun tambahan setelah dilakukan pengambilan sampel sebanyak 3 kali ke lapangan. Pada pengambilan ke 1, 2 dan 3 sampel ikan hanya didapatkan di Tanjung II saja, selanjutnya untuk melengkapi kekurangan data maka dilakukan penambahan 2 lokasi yang berjarak 2 km dari Gunung Bungsu I dan 2 km lagi dari Gunung Bungsu I ke arah lokasi Tanjung II, masing-masing dinamakan Gunung Bungsu II dan Tanjung I. 3.3.2 Kegiatan di Lapangan 3.3.2.1 Pengambilan Ikan Contoh Penelitian ini dilakukan selama 5 bulan, dengan mengambil data hasil tangkapan dari nelayan setiap bulannya. Ikan ditangkap dengan alat tangkap langgai kelambu yang dioperasikan di tiap lokasi penelitian. Ikan yang dianalisis adalah semua ikan yang tertangkap selama penelitian setelah diadakan penyeleksian dengan cara pengacakan. Ikan yang tertangkap dengan usaha yang sama, diacak dengan pengambilan ikan contoh sebanyak 50 % tiap lokasinya. Langgai kelambu adalah nama alat tangkap tradisional di daerah setempat dengan menggunakan kain kelambu sebagai jaringnya dengan ukuran < ¼ inch. Langgai kelambu sebagai alat tangkap aktif, dapat disebut juga tangguk besar yang panjangnya berukuran 2 - 3 meter, kantong tempat ikan 30 cm, selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4 berikut : Gambar 4. Sketsa langgai kelambu (Sumber :Data primer) Sampel ikan yang didapat segera dikumpulkan ke dalam toples yang berisi formalin 4%. Kemudian segera dibawa ke laboratorium untuk analisa selanjutnya. 3.3.2.2 Pengukuran Parameter Fisika, Kimia dan Biologi Pengukuran parameter fisika, kimia dan biologi dilakukan setiap turun ke lokasi penelitian. Sampel air terdiri dari parameter fisika, kimia dan biologi. Parameter fisika antara lain: pengukuran suhu, kecepatan arus, kedalaman, dan pengambilan sampel air untuk kekeruhan. Parameter kimia terdiri dari: alkalinitas, nitrat, ortophosphat dan oksigen terlarut. Khusus untuk parameter oksigen terlarut analisis yang dilakukan adalah titrasi, pengecekan oksigen terlarut langsung dilakukan di lapangan dengan menggunakan beberapa bahan kimia sebagai campuran sampel air. Sedangkan pengamatan parameter alkalinitas, kekeruhan, ortophosphat dan nitrat dilakukan di laboratorium. Hal ini dilakukan sebagai data penunjang sampel ikan. Cara dan alat yang digunakan dalam pengukuran habitat perairan dapat dilihat pada Tabel 1. Parameter biologi yaitu pengambilan air sampel plankton diambil di setiap lokasi penelitian pada saat pengambilan sampel ikan dengan menggunakan plankton net. Pengambilan sampel plankton dilakukan dengan menyaring air sebanyak 100 liter. Pengambilan dilakukan dengan menggunakan ember yang berukuran 10 liter, dituangkan ke dalam plankton net yang pada ujungnya dikaitkan dengan tabung sebagai wadah penampung sampel plankton. Kemudian air sisa saringan dimasukan kedalam botol plastik berukuran 100 ml, diberi pengawet (lugol) dan diberi label. 3.3.3 Kegiatan di Laboratorium 3.3.3.1 Pengukuran Panjang dan Berat Sebelum diukur panjang total, ikan terlebih dahulu ditaruh di atas tisu agar menghasilkan berat yang tidak berbeda jauh dengan berat aslinya. Panjang total diukur mulai dari ujung mulut hingga ujung cagak ekor menggunakan penggaris dengan ketelitian 1 mm. Berat ikan ditimbang dengan timbangan sartorius dengan ketelitian 0.01 gram. Hal ini dilakukan untuk mencari hubungan panjang berat dan faktor kondisi ikan. 3.3.3.2 Pembedahan Ikan Setelah pengukuran panjang total dan berat total, ikan segera dibedah. Alat yang digunakan adalah satu set alat bedah, tubuh ikan dibedah dengan gunting mulai dari bagian anus hingga belakang operculum, kemudian diambil organ reproduksi, dan alat pencernaan. Saluran pencernaan diambil untuk keperluan menganalisis kebiasaan makanan sedangkan organ reproduksi diambil untuk keperluan reproduksi ikan. 3.3.3.3 Pengamatan dan Pengukuran Organ Ikan Organ ikan yang diambil ada dua organ yaitu alat pencernaan (lambung dan usus) dan organ reproduksi (gonad). Hal-hal yang dilakukan untuk pengamatan dan pengukuran organ tersebut sebagai berikut : 3.3.3.3.1 Alat Pencernaan Pengukuran panjang usus Pengukuran panjang usus dimulai dari ujung lambung hingga anus menggunakan penggaris dengan ketelitian 1 mm. Pengukuran panjang usus ini bertujuan untuk mengetahui panjang usus relatif. Pengukuran volume isi lambung Alat pencernaan yang masih berisi ditimbang menggunakan sartorius dengan ketelitian 0.0001 gram. Kemudian isinya dikeluarkan, dipisahkan ke cawan petri untuk selanjutnya alat pencernaan yang kosong ditimbang kembali. Kemudian dilakukan pengurangan antara lambung berisi dengan lambung kosong untuk mendapatkan volume isi lambung. Pengukuran isi alat pencernaan dilakukan untuk mengetahui ISC (Index of Somatic Content). Analisis isi lambung Isi alat pencernaan yang sudah didapatkan kemudian di beri air supaya mudah untuk menganalisa jenis makanannya, sampel diambil dengan pipet tetes kemudian dianalisa dengan menggunakan mikroskop okuler pembesaran 4x10. Untuk pertama kalinya jenis makanan dikenali terlebih dahulu, dipisahkan kemudian dicatat apa aja jenisnya selanjutnya ditentukan skor sesuai dengan besar kecilnya jenis makanan tersebut. Untuk analisa isi lambung ini diambil 3 tetes untuk satu sampel. Analisa isi lambung dilakukan untuk mengetahui komposisi makanan pada ikan C. goniognathus. Identifikasi makanan dengan menggunakan buku identifikasi (Yunfang 1995). 3.3.3.3.2 Organ Reproduksi Pengamatan gonad Organ reproduksi diamati secara seksama baik secara makroskopis dan mikroskopis (dissecting mikroskop), kemudian ditentukan jenis kelaminnya baik itu jantan maupun betina. Pengamatan jenis kelamin dilakukan untuk menentukan nisbah kelamin. Pengamatan struktur gonad secara anatomi dan histologi Gonad yang sudah ditentukan jenis kelamin sebelumnya dilihat secara seksama dengan menggunakan dissecting mikroskop. Gonad untuk histologi diambil dari gonad segar, langsung dari lapangan kemudian dimasukan ke dalam wadah yang berisi pengawet formalin merck 10 %. Setelah 24 jam gonad dipindahkan ke wadah berformalin 4 % untuk selanjutnya diberikan perlakukan sesuai dengan tahap-tahap pembuatan preparat histologi. Pengamatan struktur gonad secara anatomi dan histologi berguna untuk menentukan TKG (Tingkat Kematangan Gonad) tersebut. Adapun acuan dalam penentuan tingkat kematangan gonad yaitu menurut Effendi (1979), dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Tingkat Kematangan Gonad Ikan Belanak (Mugil dussumieri) modifikasi dari Cassei (Effendi dan Subardja 1977) dalam Effendi (1979). Tingkat Kematangan I II III IV V Betina Jantan Ovari seperti benang, panjang Testes seperti benang, lebih sampai kedepan rongga tubuh. pendek (terbatas) dan terlihat Warna jernih. Permukaan licin ujungnya dirongga tubuh. Warna putih Ukuran ovari lebih besar. Ukuran testes lebih besar. Perwarnaa lebih gelap Perwarnaan putih seperti susu. kekuning-kuningan. Telur Bentuk lebih jelas dari pada belum terlihat jelas dengan tingkat I mata Ovari berwarna kuning. Secara Permukaan testes tampak morfologi telur mulai kelihatan bergerigi. Warna makin putih, butirnya dengan mata testes makin besar. Dalam keadaan diawet mudah putus Ovari makin besar, telur ber Seperti pada tingkat III tampak warna kuning, mudah lebih jelas. Testes semakin dipisahhkan. Butir minyak pejal. tidak tampak, mengisi ½ - 2/3 rongga perut, usus terdesak. Ovari berkerut, dinding tebal, Testes bagian belakang kempis butir telur sisa terdapat didekat dan di bagian dekat pelepasan pelepasan. Banyak telur seperti masih berisi. pada tingkat II Penimbangan bobot gonad Gonad yang sudah dikeluarkan saat pembedahan kemudian diitimbang dan bibandingkan dengan berat ikan untuk ditentukannya IKG (Indeks Kematangan Gonad). Penghitungan jumlah telur Gonad yang termasuk kelompok Tingkat Kematangan Gonad IV pada ikan betina diletakkan ke cawan petri, dipisahkan dari kulit pembungkus kemudian dihitung secara langsung dengan bantuan hand tally counter. Penghitungan jumlah telur dilakukan untuk mengetahui fekunditas ikan tersebut. Pengukuran diameter telur Sampel telur diambil pada bagian anterior, tengah dan posterior telur dengan bantuan mikroskop micrometer perbesaran 4x10, diameter telur dihitung satu persatu, guna penentuan pola pemijahan berdasarkan modus penyebaran, telur. Menurut Effendie (2002) jika proses pemijahan berlangsung dalam waktu yang panjang atau telur yang dikeluarkan sedikit demi sedikit dan terdapat beberapa modus ukuran disebut pemijahan sebagian (partial spawning) sedangkan jika pemijahan berlangsung dalam waktu yang singkat atau telur yang dikeluarkan secara total dan hanya terdapat satu modus ukuran disebut pemijahan total (total spawning). 3.3.3.4 Fisika, Kimia dan Biologi Perairan Analisis untuk parameter perairan seperti: kekeruhan (turbidymeter), nitrat dan orthoposphat (spektrofotometer), serta alkalinitas (titrasi) dilakukan di Laboratorium. Identifikasi Plankton Sampel air plankton (100 ml) diambil 8 – 10 tetes dituangkan ke Sedgwick Rafter Counting Cell berukuran 50x20x1 mm3, pencacahan sel menggunakan metode sapuan. Kemudian plankton mulai dianalisa dan diidentifikasi menggunakan buku petunjuk Presscot (1970) dan Mizuno (1979). Setelah itu dihitung kelimpahan dan indeks keanekaragamannya sesuai rumus yang berlaku. 3.4 Analisis Data 3.4.1 Kebiasaan Makanan 3.4.1.1 Panjang Usus Relatif Rasio panjang usus dihitung dengan rumus sebagai berikut: Panjang usus relatif = Keterangan : PU = panjang total ikan (mm) PT = panjang usus ikan (mm) 3.4.1.2 Indeks Kepenuhan Lambung Indeks kepenuhan lambung atau Index of Stomach Content (ISC) ditentukan untuk mengetahui tingkat konsumsi pakan relatif sampel ikan. ISC ditentukan dengan menggunakan perhitungan menurut Sphatura dan Gophen (1982) dalam Sulistiono (1998) yaitu: ISC = Keterangan: ISC = Index of Stomach Content (%) SCW = Berat isi lambung (gram) BW = Berat total ikan (gram) 3.4.1.3 Komposisi Makanan dan Indeks Pilihan Analisis komposisi makanan dilakukan dengan menggunakan indeks bagian terbesar (Index of propenderence) oleh (Natarajan dan Jhingran 1961) dalam (Effendie 1979) dengan rurmus sebagai berikut : IP = ∑ x 100 Keterangan: Vi Oi ∑ IP = persentasi volume satu macam makanan (%) = persentase frekuensi kejadian satu macam makanan (%) = frekuensi kejadian seluruh macam makanan (%) = Index of Preponderence (%) Indek pilihan (index of electivity) yang dicari berdasarkan Le Brasseur (1970) dalam Effendi (1979) menggunakan indek pilihan yang dianjurkan oleh Ivlev yaitu : E = Dimana : E ri pi = indek electivity (+1 sampai -1) = jumlah relatif macam-macam organisme yang dimakan = jumlah relatif macam organisme dalam perairan 3.4.2 Pertumbuhan 3.4.2.1 Sebaran Frekuensi Panjang Kelompok ukuran ikan C. goniognathus diidentifikasi atau dipisahkan menggunakan metode Battacharya (Sparre dan Venema 1999). Sebaran frekuensi panjang total dan diameter telur dapat dihitung dengan menggunakan rumus Sturges (Walpole 1992), yaitu sebagai berikut : • Menentukan nilai maksimum dan minimum dari keseluruhan data • Menghitung jumlah kelas ukuran dengan rumus : K = 1 + (3.32 log n); K = Jumlah kelas ukuran; n = jumlah data pengamatan. • Menghitung rentang data/wilayah ; Wilayah = Data terbesar – data terkecil • Menghitung lebar kelas : Lebar kelas = • Menentukan limit bawah kelas yang pertama dan limit atas kelasnya. Limit atas kelas diperoleh dengan menambahkan lebar kelas pada limit bawah kelas. • Mendaftarkan semua limit kelas untuk setiap selang kelas • Menentuakan nilai tengah bagi masing-masing selang dengan merataratakan limit kelas • Menentukan frekuensi bagi masing-masing kelas • Menjumlahkan frekuensi dan memeriksa apakah hasilnya sama dengan banyaknya total pengamatan. 3.4.2.2 Hubungan Panjang Total dan Bobot Ikan Analisis hubungan panjang bobot ikan menggunakan uji regresi dengan rumus sebagai berikut (Effendie 1979): W = aLb Keterangan: W = Berat tubuh ikan (gram) L = Panjang ikan (mm), a dan b = konstanta Hubungan parameter panjang total dengan bobot ikan dapat dilihat dari nilai b yang dihasilkan. Nilai b sebagai penduga kedekatan hubungan kedua parameter, yaitu: Nilai b=3, menunjukan pola pertumbuhan isometrik (pola pertumbuhan panjang sama dengan pola pertumbuhan berat) Nilai b ≠ 3, menunjukan pola pertumbuhan allometrik : Jika b > 3, maka allometrik positif (pertumbuhan berat lebih dominan) Jika b < 3, maka allometrik negatif (pertumbuhan panjang lebih dominan) Untuk lebih menguatkan pengujian dalam menentukan keeratan hubungan kedua parameter (nilai b), dilakukan uji t dengan rumus berikut (Walpole 1992) : T hit = Keterangan : Sb1 = Simpangan baku b1 b0 = Intercept b1 = Slope sehingga diperoleh hipotesis : H0 : b = 3 (isometrik) H1 : b ≠ 3 (allometrik) Setelah itu, nilai thitung dibandingkan dengan nilai ttabelsehingga keputusan yang dapat diambil adalah sebagai berikut : t hitung > ttabel, maka Tolak H0 thitung > ttabel, maka Gagal Tolak H0 Apabila pola pertumbuhan allometrik maka dilanjutkan dengan hipotesis sebagai berikut : Allometrik positif H0 : b ≤ 3 (isometrik) H1 : b > 3 (allometrik) Allometrik negatif H0 : b ≥ 3 (isometrik) H1 : b < 3 (allometrik) Keeratan hubungan panjang berat ikan ditunjukkan oleh koefesien korelasi (r) yang diperoleh dari rumus √ : dimana R adalah koefesien determinasi. Nilai mendekati 1 (r > 0.7) menggambarkan hubungan yang erat antara keduanya, dan nilai menjauhi 1 (r > 0.7) menggambarkan hubungan yang tidak erat antara keduanya (Walpole 1992). 3.4.2.3 Faktor Kondisi Faktor kondisi dihitung dengan menggunakan persamaan Panderal Index dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Effendie 1979): K= Keterangan: K = Faktor kondisi W = Berat tubuh (gram) L = Panjang total (mm) a dan b = konstanta regresi 3.4.2.4 Pendugaan Parameter Pertumbuhan Plot-Walford merupakan salah satu metode paling sederhana dalam menduga parameter pertumbuhan L∞ dan K dari persamaan von Bertalanffy dengan interval waktu pengambilan contoh yang sama (King 1995). Berikut ini adalah persamaan pertumbuhan von Bertalanffy. [-K(t-to)] Lt = L∞ (1-e ) Keterangan : Lt = Panjang ikan pada saat umur t (satuan waktu) L∞ = Panjang maksimum secara teoritis (panjang asimtotik) K = Koefisien pertumbuhan (per satuan waktu) t0 = Umur teoritis pada saat panjang sama dengan nol Penurunan plot Ford-Walford didasarkan pada persamaan pertumbuhan von Bertalanffy dengan t0sama dengan nol, maka persamaannya menjadi sebagai berikut : [-K(t-to)] Lt = L∞(1-e Lt = L∞ - L∞ e L∞ - Lt = L∞ e ) (1) [-Kt] [-Kt] (2) Setelah Lt+1disubtitusikan ke dalam persamaan (1) maka diperoleh perbedaan persamaan baru tersebut dengan persamaan (1) seperti berikut : [-K(t+1)] Lt t+1 – Lt [-Kt] = L∞ (1-e ) - L∞ e ) [-K(t+1)] [-Kt] = -L∞ e + L∞ e [-Kt] [-K] = L∞ e (1-e ) (3) Persamaan (2) disubtitusikan ke dalam persamaan (3) sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut : Lt+1 – Lt [-Kt] [-K] = L∞ e (1-e ) [-K] [-K] = L∞ (1-e ) – L1 + Lt e [-K] = L∞ (1-e ) + Lt e [-K] (4) Persamaan (4) bentuk persamaan linier dan jika Lt (sumbu x) diplotkan terhadap Lt+1 (sumbu y) maka garis lurus yang berbentuk akan memiliki kemiringan (slope) (b) =e [-K] . Lt dan Lt+1 merupakan panjang pada saat t dan yang dipisahkan oleh interval waktu yang konstan (Pauly 1984). Nilai L∞ dan K didapatkan dari hasil perhitungan dengan metode ELEFAN I (Electronic Length Frequencys Analisis) yang terdapat dalam program FISAT II. Umur teoritis ikan pada saat lebar sama dengan nol dapat diduga secara terpisah menggunakan persamaan empiris Pauly (Pauly 1983 diacu dalam Amir 2006) sebagai berikut. Log (-t0) = 0.3922 – 0.2752 (Log L∞) – 1.038 (Log K) 3.4.2.5 Mortalitas dan Laju Eksploitasi Penentuan mortalitas total dengan menggunakan teknik Kuosien Z/K dan modisikasinya dikembangkan oleh Beverton dan Holt (1957). Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa sampel ikan diperoleh dari populasi yang stabil dengan penambahan baru dan laju mortalitas yang konstan serta mengikuti model pertumbuhan von Bertalanffy. Nilai Z/K dapat diduga jika nilai-nilai L∞, Lc dan L diketahui dengan persamaan : ( ) ( ) atau jika L’ diketahui dapat digunakan rumus : ( ) ( ) Keterangan: Z K L∞ L Lc L’ = mortalitas total = koefesien pertumbuhan von Bertalanffy = panjang asimtotik pada persamaan pertumbuhan von Bertalanffy = rata-rata panjang ikan dalam kelompok umur tertentu = panjang ikan pertama tertangkap alat = panjang ikan terkecil dalam sampel dengan jumlah sudah dapat diperhitungkan Laju mortalitas alami (M) diduga menggunakan rumus empiris Pauly (1980) diacu dalam Sparre dan Venema (1999) : Ln M = -0.0152-0.279 ln L∞ + 0.6543 ln K + 0.463 ln T M = e(lnM) Keterangan : M = mortalitas alami L∞ = panjang asimtotik pada persamaan pertumbuhhan von Bertalanffy T = rata-rata suhu permukaan air (oC) bulanan Laju mortalitas penangkapan (F) ditentukan dengan : F=Z–M Laju eksploitasi ditentukan dengan membandingkan mortalitas penangkapan (F) terhadap mortalitas total (Z) (Pauly 1984) : E= Laju mortalitas penangkapan (F) atau laju eksploitasi optimum menurut Gulland (1971) dalam Pauly (1984) adalah : Foptimum = M dan Eoptium = 0.5 3.4.3 Reproduksi 3.4.3.1 Nisbah Kelamin Nisbah kelamin diketahui berdasarkan jumlah ikan jantan dan betina yang tertangkap pada setiap sampling. Jenis kelamin ditentukan setelah dilakukan pembedahan sampel ikan tersebut. Matjik dan Sumertajaya (2002): X= Keterangan : X = nisbah kelamin J = jumlah ikan jantan (ekor) B = jumlah ikan betina (ekor). Untuk menguji apakah perbandingannya sama (1:1) diantara kedua 2 kelamin atau tidak, maka digunakan uji statistik Chi-kuadrat (χ ) sebagai berikut (Steel and Torrie 1993). 2 χ = n oi ei 2 i 1 ei Keterangan : X2 = Nilai peubah acak X2 yang sebaran penarikan contohnya mendekati sebaran Chi-kuadrat oi = Jumlah frekuensi ikan jantan dan betina ke-i yang diamati ei = Jumlah frekuensi harapan dari ikan jantan dan betina yaitu frekuensi ikan jantan ditambah frekuensi ikan betina dibagi dua 3.4.3.2 Indeks Kematangan Gonad Indeks kematangan gonad (IKG) diketahui dengan pengukuran bobot ikan dan berat gonad ikan jantan dan ikan betina menggunakan timbangan digital yang mempunyai ketelitian 0,0001. Indeks kematangan gonad diukur dari semua ikan hasil tangkapan. Indeks kematangan gonad ditentukan dengan rumus sebagai berikut menurut (Effendie 1979) : IKG = Bg x 100 Bi Keterangan: IKG = Indeks Kematangan Gonad (%) Bg = Berat gonad (gram) Bi = Berat ikan (gram) 3.4.3.3 Ukuran Pertama Kali Matang Gonad Pendugaan ukuran pertama kali matang gonad dengan menggunakan metode Sperma Karber (Udupa 1986 dalam Mustakin 2008). Kriteria matang gonad adalah pada TKG III, IV dan V. Adapun rumusnya adalah sebagai berikut: Log M = Xk + ( ∑ ) Keterangan: Xk Xn Xi pi ri ni qi = Logaritma nilai tengah pada saat ikan matang gonad 100% = Selisih logaritma nilai tengah kelas = Logaritma nilai tengah kelas = ri/ni = Jumlah ikan matang gonad pada kelas ke i = Jumlah ikan pada kelas ke i = 1 – pi Ragam = X2 ∑ [ ] Pada selang kepercayaan 95% yaitu = m ± Z α/2 √ 3.4.4 Fisika dan Biologi Perairan 3.4.4.1 Kondisi Kualitas Perairan Hasil pengukuran parameter fisika, kimia dan biologi perairan di setiap lokasi pengamatan dibuat skoring dan pembobotan. Pembobotan diberikan kepada 10 parameter yang telah didapatkan dengan pemberian nilai 10 tiap parameternya. Kemudian penentuan nilai dengan pembuatan skor 1 – 5 terhadap nilai rata-rata kisaran parameter yang telah diukur (Komunikasi pribadi Dr. Ridwan Affandi, DEA ). 3.4.4.2 Kelimpahan Plankton Analisis kelimpahan plankton menggunakan rumus APHA (2005) : N=n x x Keterangan: N n a v A Vc V = kelimpahan plankton (sel/liter) = Jumlah plankton yang tercacah (sel) = luas gelas penutup (mm2) = volume air terkonsentrasi (ml) = Luas satu lapangan pandang (mm2) = volume air dibawah gelas penutup (ml) = volume air yang disaring (l)