KOMPETENSI INSTRUKTUR PADA BALAI LATIHAN KERJA (BLK) DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI KEPULAUAN RIAU NASKAH PUBLIKASI Oleh : ROSMAWATY NIM : 100563201147 PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNGPINANG 2016 KOMPETENSI INSTRUKTUR PADA BALAI LATIHAN KERJA (BLK) DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI PROVINSI KEPULAUAN RIAU Program Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji ROSMAWATY Abstrak Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Latihan Kerja (UPTD BLK) dalam mendorong terciptanya tenaga kerja yang mempunyai keahlian sangat dibutuhkan dalam membantu pemerintah mengurangi angka pengangguran. Tenaga kerja yang terlatih sangat diperlukan terutama di era teknologi. Dalam rangka meningkatkan kualitas tenaga kerja maka BLK berkewajiban memberikan pelatihan kepada para pemuda. Fenomena yang terjadi dilapangan adalah peserta tidak mendapatkan materi yang sesuai dengan kebutuhan. Kebanyakan dari materi hanyalah motivasi yang diberikan dari instruktur. Pendidikan yang didapatkan dengan waktu yang singkat tidak menjamin materi yang diajarkan dapat diserap dengan baik oleh peserta, karena pelatihan diadakan 30 hari dengan waktu 240 jam dan dalam satu hari materi diberikan 8 jam sekaligus ini membuat banyak peserta mengeluhkan tidak dapat menyerap materi dengan baik. Tidak hanya itu fenomena yang jelas terjadi adalah pemberi materi yang di siapkan dari instruktur terkadang tidak sesuai bidangnya sehingga materi yang disampaikan kurang maksimal. Kemudian masih ada instruktur yang mengajar belum memiliki sertifikat keahlian. Tujuan penelitian ini pada dasarnya adalah mengetahui Kompetensi Instruktur Pada Balai Latihan Kerja (BLK) Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Provinsi Kepulauan Riau. Dalam pembahasan skripsi ini menggunakan penelitian deskriptif kualitatif. Informan dalam penelitian ini diambil menggunakan teknik Purposive sampling. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dalam bekerja belum ada kesesuaian antara pendidikan instruktur dengan bidang pekerjaan. Beberapa bidang bahkan diduduki oleh orang-orang yang tidak memiliki dasar sekalipun. Hal ini tentu saja membuat rendahnya tingkat kemampuan instruktur. Karena pekerjaan yang dihadapi dilapangan tidak sesuai dengan yang ia dapatkan saat berada dibangku formal. Sehingga kembali membutuhkan pelatihan secara khusus agar ketidaksesuaian bidang kerja antara pendidikan dan bidang kerja dapat ditutupi dengan mendapatkan pengetahuan lewat pelatihan yang diadakan untuk menunjang kemampuan kerja instruktur. Namun kembali menjadi permasalan adalah pelatihan tidak dapat diikuti oleh semua instruktur. Kemudian faktor yang juga ikut mempengaruhi kompetensi kerja instruktur adalah faktor internal yaitu motif. Motif juga merupakan salah satu faktor penghambat kompetensi instruktur. Para instruktur merasa bahwa dalam setiap pekerjaan sebaiknya harus lebih dihargai dengan salah satu contohnya adalah memberikan insentif. Namun kenyataannya belum ada insentif yang diberikan kepada instruktur sehubungan dengan pelaksanaan setiap pekerjaan. Kemudian masih ada instruktur yang belum mentaati peraturan kedinasan secara baik. Kata Kunci : Kompetensi, Instruktur 1 I. PENDAHULUAN bidang kerja masing-masing. Namun selama ini, calon tenaga kerja hanya mengandalkan ijasah pendidikan formal tanpa memiliki kemampuan khusus, sehingga banyak calon tenaga kerja yang tidak diterima oleh lapangan kerja karena kurang berkompeten. Pembangunan di bidang ketenagakerjaan merupakan salah satu tonggak keberhasilan pembangunan masyarakat umumnya yang akan menciptakan masyarakat yang adil, makmur, aman dan sejahtera. Jika pelaksanaan pembangunan di bidang ketenagakerjaan tidak dapat terlaksana dengan baik maka akan menciptakan komunitas pengangguran di setiap aspek kehidupan. Sumber daya manusia (SDM) menjadi faktor penting dalam menunjang keberhasilan pembangunan. Kegiatan pengembangan SDM akan memberikan sumbangan yang besar pada peningkatan kualitas SDM yang selanjutnya akan mempengaruhi peningkatan produksi dan kesejahteraan masyarakat melalui penigkatan pendapatan individu sebagai pelaku ekonomi. Peningkatan kualitas SDM dilakukan melalui jalur diantaranya pendidikan dan pelatihan serta pengembangan keterampilan di tempat kerja. Pelatihan merupakan jalur penigkatan kualitas SDM yang lebih menekankan ke pembentukan dan pengembangan profesionalisme Dalam era globalisasi, tenaga kerja yang terampil dan mempunyai keahlian merupakan suatu syarat dapat bersaing memasuki dunia kerja. Sehubungan dengan permintaan dunia kerja terhadap tenaga kerja yang terampil dan mempunyai kualitas tenaga kerja yang tinggi maka peningkatan kualitas SDM khususnya tenaga kerja dilakukan melalui berbagai jalur diantaranya melalui pendidikan, pelatihan dan pengembangan ditempat kerja. Selanjutnya sasaran yang ingin dicapai dari pengembangan bidang pelatihan tenaga kerja adalah meningkatkan kualitas tenaga kerja didaerah ini yang akan mampu menciptakan dan mendukung perluasan lapangan pekerjaan, penanggulangan pengangguran melalui pelatihan kerja yang dilakukan bersama dengan pemerintah dan masyarakat sehingga sumbangannya terhadap pertumbuhan ekonomi semakin dominan. Semakin banyaknya tenaga kerja yang belum mendapat pekerjaan dari tahun ke tahun. Hal tersebut karena lapangan kerja saat ini tidak hanya melihat calon tenaga kerja yang memiliki ijasah pendidikan formal, tetapi juga keterampilan yang merupakan persyaratan lain yang dibutuhkan oleh lapangan kerja sesuai dengan 2 atau kompetensi. Akibat tidak tersedianya Balai Latihan Kerja (BLK) untuk kota Tanjungpinang ini,maka dalam penyelenggaraan pelatihan kerja pemerintah kota Tanjungpinang secara kelembagaan dibawah naungan Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Provinsi Kepulauan Riau yang memiliki tugas pada bidang sosial diprioritaskan untuk peningkatan kualitas SDM dan aparat bidang kesejahteraan kemandirian, peningkatan profesionalisme pembinaan potensi dan sumber kesejahteraan sosial, peningkatan pengetahuan dan keterampilan penanganan masalah kesejahteraan sosial, serta peningkatan kepedulian sosial. Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Latihan Kerja (UPTD BLK) dalam mendorong terciptanya tenaga kerja yang mempunyai keahlian sangat dibutuhkan dalam membantu pemerintah mengurangi angka pengangguran. Tenaga kerja yang terlatih sangat diperlukan terutama di era teknologi. Dalam rangka meningkatkan kualitas tenaga kerja maka BLK berkewajiban memberikan pelatihan kepada para pemuda. Pelatihan kerja adalah upaya untuk menjembatani lulusan pendidikan dengan dunia kerja. Pelatihan dimaksudkan untuk peningkatan tenaga kerja serta perluasan lapangan usaha. Melalui program-program pelatihan kerja ini, siswa atau peserta yang dilatih suatu saat dapat diharapkan dapat mengembangkan diri sehingga mampu memasuki dunia kerja yang memang membutuhkan tenaga terampil dan siap kerja. Kompetensi Kerja adalah spesifikasi dari sikap, pengetahuan, dan keterampilan atau keahlian serta penerapannya secara efektif dalam pekerjaan sesuai dengan standar kerja yang dipersyaratkan. Sertifikasi Kompetensi adalah proses pemberian sertifikat kompetensi yanag dilakukan secara sistematis dan obyektif melalui Uji Kompetensi yang mengacu pada Standar Kompetensi Kerja baik yang bersifat Nasional, Khusus maupun Internasional. Dengan memiliki Sertifikat Kompetensi maka seseorang akan mendapatkan bukti pengakuan tertulis atas kompetensi kerja yang dikuasainya. Sertifikasi Profesi dapat dilaksanakan oleh LSP (Lembaga Sertifikasi Profesi) yang telah dilisensi oleh BNSP (Badan Nasional Sertifikasi Profesi). Untuk memperoleh sertifikat kompetensi instruktur. Harus melalui uji kompetensi yang diselenggarakan oleh BNSP melalui LSP selama 3 hari yang didanai oleh pemerintah pusat. Khusus untuk instruktur harus mengikuti diklat dasar terlebih dahulu sebelum mendapatkan sertifikat kompetensi ini. Kompetensi berdasarkan unit-unit tertentu. Namun pelaksanaannya tidak dapat dipastikan waktunya karena tergantung anggaran pusat. 3 Untuk memiliki sertifikat kompetensi ini tidak hanya diperuntukkan bagi pegawai negeri sipil ataupun instruktur di lingkungan pemerintahan. Tetapi juga bisa diikuti oleh masyarakat umum namun pembiayaan dibebankan kepada dirinya atau secara mandiri. Fenomena saat ini adalah tidak semua instruktur memiliki sertifikat kompetensi, hal ini tentu saja akan berdampak pada proses pelatihan karena menurut aturan setiap instruktur harus memiliki sertifikat kompetensi. Gejala permasalahan yang terjadi dilapangan adalah peserta tidak mendapatkan materi yang sesuai dengan kebutuhan. Kebanyakan dari materi hanyalah motivasi yang diberikan dari instruktur. Pendidikan yang didapatkan dengan waktu yang singkat tidak menjamin materi yang diajarkan dapat diserap dengan baik oleh peserta, karena pelatihan diadakan 30 hari dengan waktu 240 jam dan dalam satu hari materi diberikan 8 jam sekaligus ini membuat banyak peserta mengeluhkan tidak dapat menyerap materi dengan baik. Tidak hanya itu fenomena yang jelas terjadi adalah pemberi materi yang di siapkan dari instruktur terkadang tidak sesuai bidangnya sehingga materi yang disampaikan kurang maksimal. Kemudian masih ada instruktur yang mengajar belum memiliki sertifikat keahlian. Maka peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul “Kompetensi Instruktur Pada Balai Latihan Kerja (Blk) Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Provinsi Kepulauan Riau. II. LANDASAN TEORI 1. Kompetensi Kerja Didalam kompetensi kerja terdapat motif dan konsep diri yang merujuk pada sikap dan nilai-nilai. Berikut ini akan dijelaskan definisi tentang motif, sikap, dan nilai menurut pendapat ahli. Menurut Sobirin (2007:167) mendefinisikan nilai : “nilai adalah keyakinan yang dipegang teguh seseorang atau sekelompok orang mengenai tindakan dan tujuan yang seharusnya dijadikan landasan atau identitas dalam organisasi.” Definisi kompetensi menurut Palan (2007:6) bahwa : “kompetensi adalah karakteristik yang mendasari perilaku yang menggambarkan motif, karakteristik pribadi (ciri khas), konsep diri, nilai-nilai, pengetahuan dan keahlian yang dibawa seseorang yang berkinerja unggul (superior performance) ditempat kerja. Kemudian Zastrow (dalam Hikmat, 2001:54) mengemukakan bahwa : “Kompetensi (Competency) merupakan suatu kemampuan (ability) dalam memadukan perasaan, pikiran dan segenap tingkah laku yang diterima (Acceptable behavior), sehingga mampu mengadaptasikan dirinya 4 dalam berbagai lingkungan yang senantiasa berubah secara dinamis dan mampu memenuhi kebutuhan serta memecahkan masalah yang dihadapi melalui langkah-langkah yang tepat.” Berdasarkan definisi di atas dijelaskan secara tegas bahwa kompetensi berisi seperangkat pengetahuan, keterampilan, atau keahlian dan sikap (kepribadian) yang diperoleh dari kegiatan pembelajaran baik formal di lembaga-lembaga pendidikan maupun lembaga nonformal melalui pengalaman kerja dan pelatihan, karena melalui kegiatan tersebut akan diperoleh pengetahuan, terbentuk sikap dan dimilikinya keterampilan tertentu yang sesuai dengan bidang pekerjaannya. Hal ini mendapat dukungan dari Katz dan Rosenweigh dalam Thoha (2008:222) bahwa: “Kompetensi tergantung pada keterampilan dan pengetahuan (ability depends upon both skill and knowledge)” : dua unsur yaitu pengetahuan dan keterampilan pencerminan dari kemampuan yang diperoleh dari pendidikan formal dan nonformal yang dapat menunjang peningkatan kecakapan. Melalui pendidikan akan membentuk dan menambah pengetahuan seseorang untuk mengerjakan sesuatu dengan lebih cepat dan tepat.” Selanjutnya kompetensi menurut Simanjuntak (2005:10) adalah bahwa : “kompetensi individu adalah kemampuan dan keterampilan melakukan kerja” Kemudian Simanjuntak (2005:15) menyatakan bahwa : “Faktor-faktor yang mempengaruhi kompetensi setiap orang yaitu: Kemampuan dan keterampilan yang terdiri dari: kebugaran fisik dan kesehatan jiwa, pendidikan, pelatihan, pengalaman kerja. Motivasi, sikap, dan etos kerja Sehingga dapat dijelaskan bahwa pribadi atau instruktur yang berkompeten menggambarkan potensi, persepsi dan kreativitas seseorang yang senantiasa ingin menyumbangkan kemampuan agar bermanfaat bagi diri sendiri, lingkungan maupun organisasinya. Jadi, orang yang berkompeten adalah orang yang dapat memberikan sumbangan yang nyata dan berarti bagi lingkungan sekitarnya. Imaginatif dan inovatif dalam dalam mendekati persoalan hidupnya serta kepandaian (kreatif) dalam mencapai tujuan hidupnya. Pada saat yang bersamaan, orang yang seperti ini akan selalu bertanggung jawab dan responsive dalam hubunganya dengan orang lain (kepemimpinan). Instruktur seperti ini merupakan aset organisasi, yang selalu berusaha untuk meningkatkan diri dalam organisasi dan akan menunjang pencapaian produktivitas organisasi. Menurut Bacal (2004:19) bahwa ”instruktur bekerja dengan sangat baik ketika mereka : a) memiliki sasaran yang jelas, b) percaya bahwa mereka dapat mencapai sasaran- 5 sasaran tersebut, dan c) tahu apa yang akan mereka terima bila mereka mencapai sasaran tersebut.” Selanjutnya Koehn (2004:31) menyebutkan ”Pekerjaan pada awalnya memerlukan pelatihan sifatnya harus intelektual, yang menyangkut pengetahuan dan sampai tahap tertentu kesarjanaan, yang berbeda dari sekedar keahlian, sebagaimana terbadakan dari kecakapan semata; pekerjaan itu dikerjakan sebagaian besar untuk orang lain, dan bukan hanya demi diri sendiri saja, dan imbalan uang tidak diterima sebagai ukuran keberhasilan.” Kemudian Ratminto (2008:24) menyebutkan “kompetensi petugas pemberi harus ditetapkan dengan tepat berdasarkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap, dan perilaku yang dibutuhkan.” Suatu organisasi yang baik harus memiliki visi dan misi serta rencana strategis untuk dilaksanakan dan merupakan pedoman untuk setiap aktifitas suatu organisasi. Dengan ditentukannya misi dan visi berarti organisasi menetapkan aturan dasar organisasi dalam melaksanakan kegiatan. Selain itu untuk tercapainya kesamaan persepsi diantara berbagai tingkatan sebagai pelaku–pelaku dalam kegiatan organisasi, perlu adanya kejelasan tentang visi yang harus dicapai organisasi. Menurut Handoko (1995:168) “Pengorganisasian merupakan suatu proses untuk merancang struktur formal, mengelompokkan dan mengatur serta membagi tugas-tugas atau pekerjaan diantara para anggota organisasi, agar tujuan organisasi dapat dicapai dengan efisien”. Suatu organisasi pemerintah bagian humas dan protokol Provinsi Kepulauan Riau memiliki tugas untuk yang berhubungan dengan kesejahteraan masyarakat untuk itu keberadaan orang-orang yang ada serta aktifitas yang dikerjakan harus memiliki nilai efektif dan efisien. Pada dasarnya peningkatan kemampuan seseorang instruktur akan melahirkan seorang yang profesional dibidangnya. Demikian halnya faktor-faktor penentu kemampuan kerja seseorang menurut Handoko (2008:243) dapat diukur dengan “Faktor pendidikan formal, faktor latihan dan pengalaman kerja”. Merujuk pada beberapa pendapat tersebut, kemampuan meningkatkan prestasi instruktur dapat dicapai melalui proses tertentu untuk membantu mencapai tujuan organisasi, sehingga proses ini terkait dengan berbagai tujuan organisasi. Agar setiap perencanaan yang dibuat lebih berdaya guna dan berhasil guna baik untuk daerah maupun untuk masyarakat secara luas. Menurut Handoko (2008:23) “Perencanaan (planning) adalah 1) pemilihan atau penetapan tujuantujuan organisasi dan 2) penentuan strategi, kebijaksanaan, proyek, program, prosedur, metoda, sistem, 6 anggaran dan standar yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan”. Menurut Mangkunegara (2006:9) mengatakan “Peningkatan kualitas dapat dicapai melalui pengalaman, pendidikan, pelatihan, dan pengembangan”. Kompetensi kerja (Task Competency) sangat berpengaruh terhadap produktivitas suatu organisasi yang harus dimiliki dan terus dikembangkan para anggota dalam segala situasi yang menuntut kemampuan untuk mernjalankan tugas dengan sebaik-baiknya, agar memperoleh hasil produksi yang sesuai dengan apa yang diharapkan. Berdasarkan pendapat tersebut bahwa kompetensi kerja instruktur atau anggota organisasi merupakan persoalan yang vital yang harus dimilki oleh setiap instruktur atau anggota organisasi, agar dengan tingkat kompetensinya yang tinggi tersebut dapat didayagunakan untuk kemajuan organisasi dalam mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan bersama. Seseorang akan mampu melakukan suatu tindakan apabila memiliki kemampuan dan keterampilan serta pengetahuan baik itu melalui pendidikan formal maupun nonformal. Hal ini mendapat dukungan dari Katz dan Rsenweigh dalam Thoha (2008:222) bahwa: “Kemampuan tergantung pada keterampilan dan pengetahuan (ability depends upon both skill and knowledge): dua unsur yaitu pengetahuan dan keterampilan merupakan pencerminan dari kemampuan yang diperoleh dari pendidikan formal, informal dan non formal yang dapat menunjang peningkatan kecakapan. Melalui pendidikan akan membentuk dan menambah pengetahuan seseorang untuk mengerjakan sesuatu dengan lebih cepat dan tepat”. Sebelum membahas lebih jauh mengenai kemampuan instruktur, ada baiknya terlebih dahulu dilihat, makna dari administrasi. Menurut Siagian (2008:2) Definisi adminstrasi yaitu: “ Keseluruhan proses kerjasama antara dua orang atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan”. Sedangkan Administrasi Negara menurut Gie (1998 : 13) berpendapat bahwa “administrasi merupakan segenap rangkaian kegiatan penataan dan pengaturan terhadap pekerjaan pokok yang dilakukan oleh sekelompok orang dalam bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan”. Lebih lanjut dikatakan oleh Nawawi (1990 : 5) bahwa “ administrasi adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan sebagai proses pengendalian usaha kerjasama sekelompok manusia untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditetetapkan sebelumnya”. Berdasarkan pendapat ahli di atas tentang administrasi negara, maka dapat disimpulkan bahwa 7 administrasi negara itu merupakan rangkaian yang dilakukan secara bersama satu orang atau lebih aparatur negara dalam mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya, dimana administrasi itu terdiri dari tiga unsur pokok yaitu dilakukan oleh sekelompok orang lebih dari satu orang, berlangsung dalam suatu jalinan kerjasama dan dimaksudkan untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan. Maka dari itu untuk mencapai segala tujuan yang telah ditetapkan maka sebuah organisasi yang menampung sekelompok orang untuk memperhatikan kompetensi para pelaksana pekerjaan pada organisasi tersebut. Dengan kompetensi instruktur maka tujuan akan dapat tercapai dengan lebih baik 2. Pelatihan Pengertian pelatihan menurut Andrew F.Sikula dalam Mangkunegara, (2000:43) mendefinisikan pelatihan sebagai berikut: “Training is a short term educational process utilizing systematic and organized procedure by which non managerial personel learn tecnical knoeledge ang skill for a definite pyrpose”. Pelatihan adalah sesuatu proses pendidikan jangka pendek dengan menggunakan prosedur yang sistematis dan terorganisir, sehingga karyawan operasional belajar pengetahuan teknik pengerjaan dan keahlian untuk tujuan tertentu. Begitu pula dengan halnya Mathis (2002:5), yang memberikan definisi mengenai “Pelatihan adalah suatu proses dimana orang-orang mencapai kemampuan tertentu untuk membantu mencapai tujuan organisasi oleh karna itu, proses ini terikat dengan berbagai tujuan organisasi, pelatihan dapat dipandang secara sempit ataupun luas”. Dengan demikian yang di kemukakan oleh Ambar Teguh Sulistiani dan Rosidah (2003:175), yang memberikan definisi mengenai Pelatihan adalah proses pendidikan jangka pendek dengan menggunakan prosedur sistematik pengubahan perilaku para pegawai dalam satu arah guna meningkatkan tujuantujuan organisasional. Sedangkan menurut Bedjo Siswanto (2000:141) mengemukakan bahwa Pelatihan adalah manajemen pendidikan dan pelatihan secara menyeluruh mencakup fungsi yang terkandung di dalamnya, yakni perencanaan, pengaturan, pengendalian dan penilaian kegiatan umum maupun latihan keahlian, serta pendidikan dan latihan khusus bagi para pegawai pengaturannya meliputi kegiatan formulasi, kebutuhan pemberian servis yang memuaskan, bimbingan, perijinan dan penyelaan. Faktorfaktor yang menunjang kearah Efektivitas Pelatihan menurut Veithzal Rivai (2004:240) antara lain: 1. Materi atau isi pelatihan 2. Metode pelatihan 3. Pelatih (instruktur/trainer) 4. Peserta 8 pelatihan 5. Sarana pelatihan 6. Evaluasi pelatihan. 3. Instruktur Trainer / Pelatih Pelatih dapat berupa individu atau kelompok yang memberikan beragam pelatihan seperti yang diungkapkan oleh Hasibuan, bahwa “Pelatih atau instruktur yaitu seseorang atau tim yang memberikan latihan/pendidikan kepada karyawan. (Hasibuan, 2005:73). Pelatih sebagai komunikator dalam kegiatan pelatihan ini memiliki peranan dalam memberikan pelatihan sebagaimana yang diungkapkan oleh H. Malayu S.P. Hasibuan, bahwa Pelatih (trainer) memberikan peranan penting terhadap kemajuan kemampuan para karyawan yang akan dikembangkan. (Hasibuan, 2005:73). Analoui (2004) menyatakan bahwa trainers atau educators memegang peranan penting dalam perkembangan dan perubahan organisasi, meraih tujuan dan kompetensi serta pengetahuan dan kemampuan yang dibutuhkan peserta. Seorang trainer mempunyai pengaruh terhadap peserta pelatihan. Menurut Poon Teng Fat (2003) trainer yang baik adalah trainer yang dapat menciptakan suasana pembelajaran kondusif sehingga peserta termotivasi untuk menyerap informasi yang disampaikan. Analoui (2004) menguraikan pula tentang daftar kemampuan yang perlu dimiliki seorang trainer agar pelatihan lebih efektif, yaitu (1) pengetahuan yang upto-date dan kemampuan tehnikal dan sosial (2) Menguasai cara pembelajaran yang sesuai (3) Dapat beradaptasi dengan kebutuhan peserta dan lingkungan budaya organisasi (4) Kepekaan atas aspek diluar organisasi seperti politik atau kondisi sosial ekonomi (5) Perhatian atas kualitas dan kuantitas materi yang akan ditransfer. Masalah sumber daya manusia sangat sulit dan kompleks karena manusia mempunyai pikiran, perasaan, harga diri, sifat dan latar belakang, perilaku, keinginan dan kebutuhan yang berbeda-beda, oleh karena itu manajemen harus dapat mengarahkan dan mempengaruhi karyawan agar dapat bekerja secara optimal sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai. Ketepatan metode pelatihan berarti ketepatan cara penyampaian yang digunakan selama pelatihan itu berlangsung. Training yang tidak terlepas dari pengembangan kemampuan, pengukuran tujuan yang jelas, dan perubahan sikap dapat diterapkan dengan beberapa pilihan metode sesuai dengan lingkungan pelatihan (Anwar Prabu , 2001). III. METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian jenis Deskriptif. Menurut Sugiyono (2012:6) mengatakan bahwa : “Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan terhadap 9 variable mandiri yaitu tanpa membuat perbandingan atau menggabungkan dengan variable lain.” Alasan pemilihan penelitian deskriptif karena bentuknya sangat sedarhana dengan mudah di pahami tanpa perlu memerlukan teknik statiska yang kompleks. Dalam penelitian ini dapat mengeksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan yang diteliti. Pada suatu penelitian deskriptif, tidak menggunakan dan tidak melakukan pengujian hipotesis. Dalam kaitannya dengan penelitian yang dimaksud untuk mendapatkan informasi yang seluas-luasnya adalah untuk mengungkapkan berbagai fenomena-fenomena yang berkaitan dengan masalah penelitian yaitu Kompetensi Instruktur Pada Balai Latihan Kerja (BLK) Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Provinsi Kepulauan Riau. mengetahui dari masalah penelitian. Dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling, Purposive sampling merupakan teknik penentuan sampel dengan pertimbangan khusus sehingga layak dijadikan sampel. karena peneliti akan memilih subjek yang memiliki pengetahuan dan informasi tentang fenomena yang tengah diteliti Informan menurut Arikunto (2006:145) informan adalah orang yang akan memberikan informasi. Informan dalam peneltian ini adalah orang-orang yang mengetahui tentang kompetensi instruktur di lapangan, 1 orang instruktur bubut logam, 1 orang instruktur teknik pendingin, 1 orang instruktur listrik, 1 orang instruktur otomotif, dan 1 orang instruktur las. Dan key informan dalam penelitian adalah 1 orang Kepala UPTD Balai Latihan Kerja 4. Sumber dan Jenis Data a. Data primer Data primer merupakan data yang masih mentah yang masih perlu diolah serta harus dianalisa. Data premier ini adalah data yang harus diolah secara langsung dari informan dan lokasi penelitian. Data yang dimaksud merupakan data yang diperoleh secara langsung dari hasil tanggapan informan yakni data hasil wawancara baik dengan informan, mengenai Kompetensi Instruktur Pada Balai Latihan Kerja (BLK) 2. Lokasi Penelitian Adapun lokasi penelitian ini adalah Balai Latihan Kerja Provinsi Kepulauan Riau, mengingat Balai latihan kerja sering melakukan pelatihan bagi masyarakat, dan pemuda untuk meningkatkan kemadirian para peserta. 3. Informan Adapun informan dalam penelitian ini disesuaikan dengan kebutuhan penelitian yang dianggap 10 Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Provinsi Kepulauan Riau. Kompetensi Instruktur Pada Balai Latihan Kerja (BLK) Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Provinsi Kepulauan Riau yang meliputi pengetahuan instruktur, keterampilan instruktur, konsep diri dan nilai-nilai yang ada pada diri instruktur, karekteristik diri instruktur, dan motif kelima hal tersebut merupakan karekteristik yang mempengaruhi kompetensi kerja seorang instruktur. b. Data sekunder Data sekunder adalah data pendukung yang melengkapai data premier, yang diperoleh dari dokumen-dokumen atau laporan tertulis. Data sekunder adalah data baku yang sudah tersedia baik di perpustakaan maupun likasi penelitian, Data yang ingin diambil adalah, gambaran umum, Visi Misi, Tugas Pokok dan Fungsi, Struktur Organisasi, absensi, data instruktur dan semua dokumen yang dapat menunjang penelitian ini berkaitan dengan Kompetensi Instruktur Pada Balai Latihan Kerja (BLK) Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Provinsi Kepulauan Riau. b. Wawancara Wawancara digunakan sebagai teknik dan alat pengumpulan data secara langsung terhadap informan guna memperoleh informasi yang mendukung masalah penelitian dengan berpedoman pada daftardaftar pertanyaan dengan sistem yang berguna untuk memberikan arahan dan pedoman bagi peneliti dalam melakukan tanya jawab secara langsung. Teknik wawancara adalah wawancara tidak terstruktur menurut Moleong (2011:191), dimana pertanyaan biasanya tidak disusun terlebih dahulu, disesuaikan dengan keadaan dan ciri informan. 5. Teknik dan Alat Pengambilan Data Untuk mendapat data yang dibutuhkan, maka dalam penelitian ini digunakan teknik pengambilan data, yaitu : a. Observasi Peneliti melakukan pengamatan secara langsung di lapangan terhadap gejala-gejala yang tampak pada objek penelitian di Balai Latihan Kerja Provinsi Kepulauan Riau dengan menggunakan daftar cheklis yang merupakan daftar pengecek yang berisi gejala-gejala tertentu yang akan diteliti yang berhubungan dengan faktor yang mempengaruhi c. Studi dokumentasi Menurut Arikunto (2006:158) “Dalam melaksanakan dokumentasi peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian dan sebagainya”. Adapun dokumentasi dalam hal ini dapat dilakukan dengan mengumpulkan dokumen-dokumen 11 yang berhubungan dengan penelitian, membuat catatan-catatan yang ditemui dilapangan serta mengambil beberapa gambar yang berhubungan dengan kompetensi instruktur. Alat yang digunakan dalam metode ini yaitu catatan harian serta kamera yang digunakan untuk mengambil gambar. Kerja (BLK) Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Provinsi Kepulauan Riau dan akan diklasifikasi kedalam sub-sub pembahasan. IV. PEMBAHASAN A. Karakteristik Informan Sebelum membahas tentang “Kompetensi Instruktur Pada Balai Latihan Kerja (BLK) Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Provinsi Kepulauan Riau”, hendaklah kita dapat melihat bagaimana karakteristik dari informan yang menjadi atau yang membantu penelitian ini dengan hasil sebenarbenarnya. Dari beberapa karakteristik informan yag dapat kita lihat disini adalah dari segi jenis kelamin, tingkat pendidikan, masa kerja dan jabatan. Adapun karakteristik informan adalah sebagai berikut: 1. Jenis Kelamin Dari karakteristik informan berdasarkan jenis kelamin dapat kita lihat melalui penjelasan tabel dibawah ini: Tabel IV. 1 Karakteristik Informan Berdasarkan Jenis Kelamin G. Analisa Data Teknik analisa data dalam penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif. Menurut Jenice McDurry (Moleong, 2011 : 248) tahapan analisis data kualitatif adalah : 1. Membaca atau mempelajari data, menandai kata-kata kunci dan gagasan yang ada dalam data. 2. Mempelajari kata-kata kunci itu, berupaya menemukan tema-tema yang berasal dari data 3. Menuliskan model yang ditemukan 4. Koding yang telah dilakukan Dari definisi tersebut dapatlah dipahami bahwa ada yang mengemukakan proses, ada pula yang menjelaskan tentang komponen-komponen yang perlu ada dalam sesuatu analisis data. Dalam penyajian secara kualitatif, peneliti akan menguraikan fakta-fakta yang menggambarkan kondisi kongkrit tentang Kompetensi Instruktur Pada Balai Latihan No Jenis kelamin Frekwensi (Orang) Persent ase (%) Laki-laki 4 80 Perempuan Jumlah 1 5 20 100 1. 2. Sumber data: Hasil Penelitian Wawancara, 2015 Dari yang berjenis kelamin lakilaki yang tampak pada pemapaparan 12 tabel berjumlah 4 orang atau apabila jumlah ini dipersenkan maka hasilnya adalah 80 persen, sedangkan informan yang berjenis kelamin perempuan hanya 1 orang atau apabila jumlah ini dipersenkan maka hasilnya adalah 20 persen, maka apabila keseluruhan informan disatukan antara jenis kelamin lakilaki dan perempuan akan mendapatkan hasil 100 persen atau dijumlahkan akan mendapatkan hasil keseluruhan jumlah informan yaitu 5 orang. Pegawai laki-laki maupun perempuan memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing dalam pelaksanaan pekerjaannya. Pegawai laki-laki dianggap lebih sigap lincah ataupun hanya sedikit hambatan dalam bekerja, namun pegawai perempuan dinilai lebih cermat dan teliti dalam bekerja. Dari kedua perbedaan ini diharapkan dapat membantu untuk menjawab penelitian ini dengan memberikan jawaban tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan instruktur di Balai Latihan Kerja. Dari Tabel IV.2 dapat diketahui bahwa seluruh secara keseluruhan memiliki umur yang di atas 30 tahun dan diharapkan dengan pengalaman dalam bekerjanya bisa menjawab seluruh pertanyaan yang diajukan mengenai faktor yang mempengaruhi kemampuan instruktur. Dengan melihat data tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa berdasarkan tingkat umur seluruh informan masih dalam keadaan produktif sehingga dapat memberikan keterangan yang berguna dalam penelitian ini berkaitan dengan kompetensi pegawai, sehingga informasi yang diberikan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Kualitas tenaga kerja dapat ditentukan dengan melihat tingkat usia yang produktif. 3. Tingkat Pendidikan Dari karakteristik informan berdasarkan tingkat pendidikan dapat kita lihat melalui penjelasan tabel dibawah ini: Tabel IV. 3 Karakteristik Informan Berdasarkan Tingkat Pendidikan 2. Umur Dari karakteristik informan berdasarkan umur dapat kita lihat melalui penjelasan tabel dibawah ini: No. 1. 2. Tabel IV.2 Karakteristik Informan Berdasarkan Umur No. 1. 2. 3. Umur 21 Tahun s/d 30 Tahun 31 Tahun s/d 40 Tahun > 40 Tahun Jumlah Frekwensi (Orang) Persentase (%) 0 0 2 40 3 5 60 100 Tingkat Pendidikan Frekwensi (Orang) Persentase (%) Strata-1 Stra Strata2 4 80 1 20 Jumlah 5 100 Sumber data: Hasil Penelitian Wawancara, 2015 Tabel IV.3 menjelaskan bahwa informan yang memiliki pendidikan Strata-1 berjumlah 4 orang atau sekitar 80 persen dan yang memiliki pendidikan Strata-2 berjumlah 1 orang juga yang aman jika dipersenkan menjadi 20 persen. Sumber data: Hasil penelitian wawancara, 2015 13 Dengan data tersebut yang menunjukkan bahwa seluruh informan berpendidikan sarjana sehingga sangat berkompeten dengan tingkat pendidikan yang tinggi. Dengan pendidikan yang tinggi para pegawai akan lebih mampu untuk memahami setiap tugas yang diberikan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Serta diharapkan dapat memahami wawancara yang diajukan mengenai permasalahan dalam penelitian ini. Tingkat pendidikan yang tinggi mendukung hasil wawancara yang akan peneliti lakukan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan semakin tinggi pemahaman mereka dalam menghadapi sesuatu hal, dalam hal ini yang berkaitan dengan kompetensi kerja pegawai. Seperti yang didapatkan dari hasil penelitian ini para informan mampu menjawab penelitian dengan menganalisa terlebih dahulu mengenai kompetensi pegawai yang ditanyakan dan dihubungkan dengan fenomena yang terjadi sehingga jawaban yang didapatkan dianggap sudah baik karena dalam menjawab pertanyaan mengenai kompetensi pegawai tersebut informan menganalisa terlebih dahulu tentang apa yang telah dilaksanakan. 1. Pengetahuan Yaitu Pengetahuan merujuk pada informasi dan hasil pekerjaan. kemampuan atau ilmu yang didapatkan oleh seorang instruktur yang diperoleh melalui bangku pendidikan yang pernah dijalaninya baik itu formal maupun informal kemudian ditunjang dengan diklatdiklat pengembangan perencanaan dan pembangunan instruktur yang ada pada organisasi, hal ini dapat dilihat dari inikator: a. Pendidikan Formal, yaitu kemampuan dan pengetahuan seorang instruktur yang diperoleh melalui tamatan pendidikan yang dimiliki. Instruktur dalam melaksanakan tugasnya harus sesuai dengan tugas dan fungsi yang ditetapkan Balai Latihan Kerja. Kemudian tugas tersebut harus terlaksana dengan baik Adapun tugas-tugas yang telah diberikan harus dilaksanakan sesuai dengan tanggung jawab masingmasing instruktur. Instruktur dalam melaksanakan tugas harus didukung oleh kemampuan kerjanya sesuai dengan pengetahuan yang didapat dari keahlian serta pendidikan yang ada pada instruktur tersebut. Untuk itu diperoleh jawaban dari salah seorang instruktur WAL yang menyebutkan bahwa masih ada instruktur yang bekerja tidak sesuai dengan pendidikan formal yang diperolehnya. Biasanya instruktur yang ada disini bekerja dengan pengalaman saja. Kembali ditegaskan oleh Pernyataan yang disampaikan oleh salah seorang instruktur SI yang mengatakan bahwa : “sekarang jarang sekali instruktur ditempatkan sesuai dengan 14 pendidikannya, karena instruktur juga kerap kali mendapatkan pelatihan-pelatihan yang akan menambah pengetahuannya pada bidang yang ditempatinya, jarang ditemukan instruktur bekerja sesuai dengan pendidikan yang diperolehnya” Dari hasil wawancara yang dilakukan maka diketahui instruktur yang ada masih belum sesuai antara pendidikan yang didapatnya secara formal dengan bidang tugas yang diberikan. Hal di atas dapat ditutupi dengan pelatihan-pelatihan yang diberikan dari instansi terhadap instruktur-instruktur sesuai dengan tugas yang diberikan dan tempat yang dia duduki ini untuk menambah pengetahuan instruktur. Karena tidak semua instruktur berada pada posisi yang sesuai dengan pendidikan yang diperolehnya. Kesesuaian pekerjaan yang erat antara pendidikan dan pekerjaan di bidang penelitian dan bidang tertentu di pemerintahan untuk beberapa bidang pekerjaan memang diperlukan, tapi untuk kebanyakan bidang yang lain, apalagi bila aspek manajerialnya tinggi, persyaratan kesesuaian pendidikan dan bidang kerja seringkali diabaikan. Setelah bekerja, unsur pelatihan sangat berperan dalam pengembangan karir seseorang. Perkembangan ilmu dan teknologi yang amat pesat membuat globalisasi menjadi suatu hal yang tidak terelakkan. Sedangkan globalisasi mendatangkan dampak yang amat serius bagi masyarakatbangsa yang tidak siap menghadapinya. Sebab, akibat globalisasi, persaingan untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik akan semakin tajam dan bahkan boleh jadi menjadi kejam. Hal tersebut dikarenakan pada masa lalu, terutama karena masih mungkinnya dilakukan proteksi oleh pemerintah setempat, persaingan untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik relatif terbatas pada ruang tertentu, misalnya dalam satu desa, daerah atau paling tinggi dalam satu negara. Di era globalisasi, persaingan harus berlangsung antar masyarakat dunia, sehingga masyarakat-bangsa yang tidak siap menghadapi persaingan yang demikian akan terpinggirkan. Untuk dapat eksis dalam masyarakat dunia yang mengglobal, setiap warga masyarakat-bangsa harus siap bersaing, Meskipun begitu, kesiapan saja tidak mempunyai arti banyak, jika tidak didukung oleh kualitas sumberdaya manusia yang memadai. Sehubungan dengan itu, penyiapan kualitas sumberdaya manusia yang memadai adalah tanggung jawab pendidikan. Sedangkan pendidikan itu sendiri dapat diselenggarakan jalur pendidikan formal (sekolah) dan jalur pendidikan nonformal dan informal Peneliti kembali menanyakan kepada informan selanjutnya dan dapat dianalisa dari hasil wawancara 15 yang telah peneliti lakukan dengan informan AS yaitu ia mengatakan bahwa : “Kalau dilihat sekarang ini memang jarang sekali ditemui instruktur yang bekerja memang sesuai dengan pengetahuan yang didapatkannya dari pendidikan formal. Sekarang ini sesuai dengan kebutuhan saja serta pengalaman”. Ditinjau dari perspektif teoritis, bnyak ilmuwan sosial berpendapat bahwa pendidikan adalah sebuah koridor penting untuk meningkatkan status ekomoni seseorang, pendidikan meningkatkan pendapatan dengan meningkatkan keterampilan dan produktivitas. ketidaksesuaian pendidikan dengan pekerjaan memiliki efek yang relevan pada efisiensi investasi publik dan swasta di bidang pendidikan dengan mempengaruhi upah serta pada hasil pasar tenaga kerja lainnya seperti ketidakpuasan kerja dan perputaran tenaga kerja. Jawaban yang tidak jauh berbeda diperoleh peneliti ketika mewawancarai informan RTP dari hasil wawancaranya dapat dianalisa Balai Latihan Kerja ini hanya bekerja dengan pengalaman saja, melihat dan belajar sendiri, jarang yang memang benar-benar pernah mendapatkan ilmunya sejak dibangku formal. Untuk mendapatkan imformasi yang lebih jelas tentang adanya kesesuian antara pendidikan dan pekerjaannya, ditanyakan pula secara langsung pada RTP, maka jawaban yang diperoleh sebagai berikut : “Dalam bekerja semua instruktur dituntut untuk bertanggungjawab terhadap pekerjaannya. Sama halnya dengan di Balai Latihan Kerja ini memang tidak banyak yang sesuai antara bidang dan pendidikannya, tetapi itu tidaklah menjadi alasan. Mereka bisa belajar, melihat atau bertanya. Memang ada kesulitan yang akan dihadapi awalnya karena bekerja dilapangan kadang tidak sesuai dengan teori yang pernah kita dapatkan saat sekolah dulu. Hanya saja apabila kita bekerja sesuai dengan pendidikan yang pernah didapatkan tentunya kita sudah tau dasar-dasarnya tidak belajar dari awal lagi. Inilah juga yang dapat menimbulkan masalah, karena kurangnya pengetahuan, kemampuan instruktur pun akan menurun terhadap suatu hal.” Senada dengan yang disampaikan oleh informan sebelumnya RR mengatakan bahwa di Balai Latihan Kerja masih ada instruktur yang diletakkan tidak sesuai dengan pendidikan yang didapatkannya selama iya dibangku formal, sebagian instruktur mengatakan tidak ada dampaknya namun sebagian lagi mengatakan bahwa kesesuai antara bidang kerja dan pendidikan adalah salah satu hal yang penting untuk seorang instruktur. Berdasarkan hasil wawancara dengan semua informan, diperkuat pula dengan pernyataan key informan, adapun hasil 16 wawancara yang dapat diberikan adalah sebagai berikut : “memang saya akui sangat sulit menempatkan seorang instruktur dengan pendidikannya, namun ini bukan kewenangan kantor melainkan kewenangan BKD, jadi memang banyak instruktur yang harus belajar kembali, karena tidak pernah ia pelajari sebelumnya” Mangkuprawira (2003:135) berpendapat bahwa pelatihan bagi pegawai adalah sebuah proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar pegawai semakin trampil dan mampu dalam melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik sesuai dengan standar. Definisi lebih lanjut menurut Mangkuprawira yaitu memberikan perbedaan pada pengertian pelatihan dan pendidikan. Pelatihan lebihmerujuk pada pengembangan keterampilam dalam bekerja yang dapat digunakan dengan segera, sedangkan pendidikan memberikan pengetahuan tentang subyek tertentu, tetapi sifatnya lebih umum, terstruktur untuk jangka waktu yang jauh lebih panjang Maka dapat dianalisa bahwa dari hasil observasi di lapangan yaitu instruktur kesuaian antara bidang pekerjaan dan pendidikan belum berjalan baik. Beberapa bidang bahkan diduduki oleh orang-orang yang tidak memiliki dasar formal sekalipun. Sesuai dengan data keinstrukturan yang ada di Balai Latihan Kerja yang kebanyakan adalah tamatan pendidikan S1 tetapi orang-orang tersebut tidak diletakan sesuai dengan pendidikan yang didapatnya di bangku formal. Hal ini tentu saja membuat rendahnya tingkat kemampuan instruktur. Karena pekerjaan yang dihadapi dilapangan tidak sesuai dengan yang ia dapatkan saat berada dibangku formal. Sehingga kembali membutuhkan pelatihan secara khusus agar ketidaksesuaian bidang kerja antara pendidikan dan bidang kerja dapat ditutupi dengan mendapatkan pengetahuan lewat pelatihan yang diadakan untuk menunjang kemampuan kerja instruktur. b. Pendidikan Informal, yaitu suatu bentuk kegiatan pengembangan instruktur untuk memahami pengetahuan tekhnis yang diberikan melalui diklat dan pelatihan instruktur. Suatu bentuk kegiatan pengembangan instruktur untuk memahami pengetahuan tekhnis yang diberikan dalam melaksanakan pekerjaan yang telah diberikan bertujuan untuk meningkatkan kerja instruktur dalam menjalankan tugasnya sebagai abdi masyarakat. Untuk mendapatkan keterangan yang kongkrit tentang kemampuan instruktur sehubungan dengan pelatihan yang didapatkan adalah Apakah instruktur pernah mengikuti pelatihan yang berhubungan dengan pekerjaan yang diberikan. Maka 17 jawaban yang diperoleh WAL sebagai berikut ”pelatihan memang sering diadakan dan jika memang memungkinkan beberapa instruktur didisposisikan untuk mengikutinya, agar menambah pengetahuan dan dapat berbagi pengetahuan kepada yang lain” Kemudian disampaikan hal senada dengan informan SI yang mengatakan “Pelatihan pasti ada. Tetapi jarang sekali sesuai dengan bidang pekerjaan yang benar diduduki oleh instruktur. Kadang pelatihan atau sosialisasi yang diberikan hanya bersifat umum. Tidak pernah diadakan pelatihan khusus” Berdasarkan jawaban yang telah diperoleh dari informan di atas menunjukkan bahwa pelatihan memang sering diadakan pada instansi pemerintah. Begitu juga untuk Balai Latihan Kerja kadang beberapa instrukturnya didisposiskan untuk mengikuti pelatihan-pelatihan. Hanya saja terkadang pelatihan yang diberikan jauh dari bidang yang mereka tempati. Pelatihan biasanya bersifat umum saja. Seperti yang diungkapkan oleh salah seorang instruktur AS yang mengatakan bahwa Tugas dan fungsi para instruktur sebenarnya sangat khusus dan juga membutuhkan pelatihanpelatihan khusus untuk menunjang kemampuan. Kembali Dijelaskan pula jawaban dari salah seorang instruktur RTP mengatakan tentang permasalahan tersebut dan dapat dianalisa bahwa : “Sebenarnya pelatihan itu sudah sering namun tidak merata, biasanya yang mengikuti pelatihan orang itu-itu saja. Dan yang dipilih tidak berdasarkan kebutuhan sehingga kalau ada instruktur yang menghadiri pelatihan sampai disitu saja jarang bisa diaplikasikan langsung ke pelaksanaan pekerjaannya”. Manfaat pelatihan sudah pasti sangat berpengaruh besar terhadap perusahaan itu sendiri dan juga instruktur pada khususnya. Untuk Balai Latihan Kerja yang mempunyai orientasi jangka panjang, sangat memerlukan pelatihan untuk instrukturnya yang dilakukan secara kontinyu dan terprogram sesuai dengan kebutuhan masing-masing divisi atau pun tim kerja di dalam divisi dan management. Perusahaan berharap dengan pelatihan yang dilakukan dapat meningkatkan efisiensi dan perkembangan usaha, sedangkan untuk instruktur akan membuat sumber daya yang meningkatkan keterampilan, keahlian, inovasi dan kinerja yang tinggi dalam bekerja. Kemudian Informan RR menjelaskan kembali, berikut petikan wawancara yang dilakukan : “kalau saya lihat selama ini Instruktur kami sering sekali 18 mengikuti pelatihan, namun memang tidak merata, biasanya yang ikut itu-itu saja. Dan pada saat selesai pelatihan mereka tidak kembali menyampaikan ilmu yang mereka dapatkan. Maka dari itu saya rasa harusnya merata dan bergantian” Dari hasil observasi yang dilakukan maka dapat dilihat bahwa pelatihan sudah ada di adakan hal ini dapat dilihat dari beberapa undangan serta surat tugas yang diberikan oleh instruktur untuk mengikuti pelatihan. Instruktur yang ditunjuk untuk mengikuti pelatihan biasanya disesuaikan dengan bidang kerjanya agar tepat sasaran, namun dari beberapa instruktur juga mengatakan selama ini yang biasa ikut pelatihan adalah orangnya itu-itu saja. Dari hasil penelitian dan didukung oleh pernyataan key informan dapat disimpulkan bahwa instruktur pelatihan sudah pernah dilakukan hanya saja sangat disayangkan bahwa tidak semua instruktur dapat merasakan hal tersebut. Padahal pelatihan sangatlah penting untuk Balai Latihan Kerja, dilihat dari data keinstrukturan bahwa dengan umur instruktur yang rata-rata masih produktif akan lebih baik jika diberikan pelatihanpelatihan guna menunjang kemampuan kerja instruktur pada Balai Latihan Kerja.. Sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2013 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Pelatihan Kerja Nasional Di Daerah memaparkan bahwa kelembagaan pelatihan kerja selain dikelola oleh instruktur pelatihan kerja dan tenaga pengelola pelatihan yang kompeten juga mengimplementasikan manajemen tata kelola lembaga pelatihan kerja, atau telah diakreditasi oleh Lembaga Akreditasi Lembaga Pelatihan Kerja (LALPK). 2. Keterampilan Yaitu Keterampilan/keahlian merujuk kepada kemampuan seseorang instruktur untuk melakukan suatu kegiatan. a. Instruktur memiliki kemampuan di bidangnya Dalam melakukan pelatihan kerja oleh Balai Latihan Kerja banyak hal yang harus disiapkan agar tujuan dari setiap program yang dilaksanaka dapat tercapai. Pembinaan tenaga kerja sebagai komponen penting dalam proses pelatihan perlu dilakukan terus menerus oleh berbagai pihak yang terkait dalam menjalankan fungsi pembinaan. Upaya untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja dilakukan dengan mengadakan pelatihan kerja yang bertujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan kompetensi, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan kepakaran tertentu sesuai dengan pekerjaan. Salah satu komponen penting dalam peningkatan kualitas tenaga kerja 19 adalah instruktur yang bertugas melaksanakan kegiatan pelatihan dan pembelajaran serta pengembangan pelatihan. Seperti hasil wawancara dengan beberapa informan WAL yang mengatakan: “dalam pelaksaan pelatihan kerja oleh Balai Latihan Kerja bahwa narasumber yang menjadi instruktur sudah sangat berkompeten dibidangnya” Kemudian ditambahkan pula dengan informan SI yang mengatakan : “Tidak hanya itu ditambahkan pula bahwa instruktur yang dipilih adalah orang-orang yang memiliki pengalaman” Dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh Balai latihan kerja dalam memberikan pelatihan sudah mempersiapkan sesuatunya dengan baik termasuk dalam pemilihan instruktur. Dapat diketahui bahwa selama ini untuk memilih instruktur dibutuhkan waktu yang panjang. Butuh waktu yang lama untuk menentukan instruktur yang tepat dalam setiap bidangnya. Karena poin penting dari pelatihan adalah adanya instruktur yang berkualitas. Jabatan instruktur termasuk dalam rumpun jabatan pendidikan lainnya yang bertugas melakukan kegiatan yang berkaitan dengan penelitian, peningkatan atau pengembangan konsep, teori, dan metode operasional, di bidang pendidikan dan pengajaran umum, serta pendidikan dan pelatihan yang tidak berhubungan dengan pengajaran sekolah formal, memberikan saran tentang metode dan bantuan pengajaran, menelaah serta memeriksa hasil kerja yang telah dicapai oleh instruktur dalam penerapan kurikulum, memberikan pelatihan penggunaan teknologi tinggi. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat dan hal tersebut berakibat meningkatnya tuntutan pasar kerja global, termasuk Kota Tanjungpinang menghadapi tantangan untuk menyediakan tenaga kerja yang kompeten, profesional dan produktif untuk menghadapi tantangan tersebut dapat dilakukan melalui pendidikan, pelatihan kerja dan pengembangan di tempat kerja. Dalam penyelenggaraan pelatihan kerja di Kota Tanjungpinang yang dilakukan oleh Balai latihan kerjaKota Tanjungpinang diperlukan tersedianya Sumber Daya pelatihan yang meliputi program pelatihan, Instruktur, Fasilitas, Sistem, Metode serta pembiayaan dari lima unsur tersebut Instruktur mempunyai peran yang sangat menentukan dalam keberhasilan suatu pelatihan. Namun kondisi instruktur saat ini sebagian besar belum menjalankan fungsinya secara profesional dengan memiliki sertifikat kompetensi , hal ini disebabkan mekanisme untuk mencapainya masih belum jelas dan dimiliki instruktur secara benar. 20 Seperti yang diungkapkan oleh AS yang mengatakan : “saya tidak tahu persis apakah mereka berpengalaman atau tidak, professional atau tidak, namun selama ini saya rasa instruktur yang didatangkan cukup baik” Profesi seorang instruktur merupakan tuntutan yang tidak boleh dihindari, karena keberadaan lembaga pelatihan yang mempunyai standar kompetensi keterampilan Instruktur merupakan jaminan kualitas keterampilan yang dihasilkan pada siswanya, dan harus mampu mempunyai daya saing tinggi dalam proses pelatihan yang selama ini mengacu pada program konvensional yang belum biasa memenuhi kebutuhan industri. Dari hasil wawancara dengan seluruh informan yaitu RTP, dan RR maka dapat diketahui bahwa Instruktur pendidikan dan pelatihan yang disiapkan oleh Balai latihan kerjaKota Tanjungpinang memiliki pengalaman yang baik, baik itu dalam pemberian materi pelatihan maupuan dalam dunia ketenaga kerjaann. Key informan memberikan penjelasan terhadap hal tersebut, ia mengatakan : “ Untuk saat ini instruktur yang dipilih sudah sesuai namun memang diakui oleh beberapa instruktur untuk mendapatkan instruktur yang pas dalam pelatihan agar dapat mencapai sasaran” Dari hasil observasi maka dapat dianalisa bahwa Selama ini instruktur yang digunakan adalah orang yang sudah sering diikutsertakan seperti guru, dosen, bahkan pengusaha, yang menyulitkan adalah tidak ada kualifikasi khusus dalam menentukan instruktur semua diserahkan kepada pihak Dinas sehingga dinas yang bertanggungjawab mencari instruktur yang dianggap dapat memberikan ilmunya kepada para tenaga kerja agar tepat sasaran. b. Mampu bekerja sesuai dengan aturan yang berlaku Lembaga pelatihan pemerintah (UPT Pelatihan Kerja) merupakan penggerak terdepan didalam menjalankan programprogram kegiatan pelatihan untuk melatih tenaga kerja yang kompeten dan produktif sehingga mampu mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan di Indonesia khususnya didaerah-daerah seperti Kota Tanjungpinang. Pengembangan kompetensi merupakan salah satu kunci untuk meningkatkan daya saing dan produktivitas tenaga kerja dan lembaga pelatihan harus menjadi penguat kompetensi dan pengembangan produk–tivitas tenaga kerja. Lembaga Pelatihan yang ada mau tidak mau harus bersinergi dengan Lembaga Pendidikan dalam rangka link and match untuk mengembangkan kurikulum berbasis 21 kompetensi yang disesuaikan dengan kebutuhan dunia usaha dan pasar kerja. Selama ini banyak kesempatan atau lowongan kerja yang tersedia tidak dapat diisi oleh lulusan pendidikan dan pencari kerja dan ini dikarenakan ketidaksesuaian kompetensi dan keahlian angkatan kerja dengan pasar kerja. Instruktur menjadi salah satu hal yang paling berperan dalam hal ini. Para instruktur harus mampu bekerja sesuai dengan aturan agar dapat mendukung tercapainya tujuan dari balai latihan kerja ini. Wawancara ditujukan kepada informan WAL berkenaan dengan kesediaan untuk menjalankan pekerjaan dengan peraturan yang telah ditentukan, ia mengatakan : “dalam bekerja memang sudah ada aturannya, dan kami semua memang diharapkan mampu menunjukkan hal positif bagi peserta paling tidak untuk disiplin kerja, datang dengan tepat waktu” Jawaban diperoleh oleh informan berinisial SI ia mengatakan bahwa : “saya rasa ada yang masih kurang memperhatikan aturan seperti jam kerja, kemudian tata cara saat mengajar, namun kalau dilihat secara umum saya rasa sudah cukup baik dan semua mampu untuk bekerja sesuai aturan, lagipun kami kan selalu diawasi” Dari dua informan di atas dan dari hasil observasi yang dilakukan bahwa memang benar ditemukan masih ada pegawai yang tidak memakai atribut lengkap serta datang dan pulang kantor sesuai dengan peraturan yang telah ditentukan. Untuk kembali memperoleh jawaban tentang mampu bekerja sesuai dengan aturan maka wawancara kembali dilakukan kepada AS : “disini kan tidak selalu ada pelatihan biasanya kalau tidak ada pelatihan baru sedikit santai kalau tidak semua harus mematuhi dan memberikan teladan bagi peserta contoh kecilnya adalah disiplin” Senada dengan yang disampaikan di atas, Informan RR menambahkan : “dalam disiplin waktu beberapa dari kami memang kurang bersedia dalam menjalankan sesuai dengan aturan yang sudah ada. Mungkin karena kami berada di UPT kurang diawasi jadi beberapa pegawai bersikap sesuka hati tanpa melihat peraturan yang ada” Dari jawaban informan di atas dan dari hasil observasi yang dilakukan bahwa memang benar didapati bahwa bersedianya pegawai dalam menjalankan pekerjaan dengan peraturan yang telah ditentukan, apalagi dalam disiplin waktu pegawai lebih senang melihat keadaan dilapangan daripada menjalankan peraturan yang ada seperti jika siang sudah sepi maka pegawai biasanya dapat meninggalkan kantor. Padahal hal ini tidak boleh dilakukan karena sudah ada peraturan yang ditentukan jam 22 berapa pegawai harus masuk dan pegawai boleh pulang walaupun ada atau tidak pelatihan. Begitu juga dengan berpakaian masih ada pegawai yang kurang menaati peraturan. Dengan berperannya Instruktur latihan kerja dalam menentukan pentingnya keberadaan UPT Pelatihan Kerja yang mempunyai program-program pelatihan mengacu kepada Standart Kompetensi Kerja Nasional maka keberadaan UPT-PK dapat berperan untuk menghasilkan Tenaga Kerja terampil dan kompeten baik untuk penempatan di dalam Negeri maupun luar Negeri, sehingga peranan Instruktur Pelatihan Kerja sangat penting untuk menentukan programprogram pelatihan berbasis kompetensi. ini instruktur melaksanakan pekerjaan yang diberikan. Pelatihan merupakan salah satu kunci untuk membawa seseorang atau suatu organisasi menjadi lebih baik dan efektif dalam mencapai tujuannya. Evaluasi yang dilakukan pada setiap program adalah evaluasi terhadap aspek-aspek yang menunjukkan respon selama pelatihan berlangsung. Evaluasi peserta merupakan suatu cara untuk mengetahui peningkatan pengetahuan dan keterampilan melalui Pretest dan Post Test. Bagi peserta training, evaluasi training dapat memberikan feedback berupa seberapa signifikannya training tersebut mempunyai impact bagi pekerjaannya, perubahan bagi dirinya, kecocokan program dan manfaat-manfaat lainnya. Evaluasi istruktur pelatihan adalah untuk memberikan feedback tentang apakah peserta puas dengan isi program training, kedalaman meteri training, caranya mengajar, caranya mendelivery ilmunya dan sebagainya. Adapun jawaban yang diperoleh dari semua informan sebagai berikut WAL mengatakan bahwa ”seluruh instruktur dalam melaksanakan pekerjaan sudah baik hanya saja memang ada beberapa dari instruktur yang dalam melaksanakan pekerjaannya masih belum mampu bekerja dengan baik” 3. Konsep diri dan nilai-nilai Yaitu Konsep diri dan nilainilai merujuk pada sikap, nilai-nilai, dan citra diri seseorang. Hal ini dapat dilihat dari : a. Sikap instruktur dalam melaksanakan pekerjaannya seperti bersungguh-sungguh dalam merasakan pekerjaan dengan penuh tanggungjawabnya. Melaksanakan pekerjaan, yaitu kecakapan yang dimiliki oleh seorang instruktur dan juga ditunjang dengan kreatif pada diri instruktur dalam menjalankan tugas-tugasnya. Pertanyaan yang berikan kepada informan adalah bagaimana selama 23 Jawaban senada didapatkan peneliti dari seorang instruktur SI yang mengatakan bahwa masih ada beberapa instruktur saja yang belum mampu melaksanakan tugasnya dengan baik. Tapi sebagian besar mereka dalam melaksanakan pekerjaan sudah baik. Karena pekerjaan yang dibebankan adalah tanggungjawab. Kinerja oraganisasi pada dasarnya merupakan tanggung jawab setiap individu yang bekerja dalam organisasi, sehingga dapat dikatakan kinerja organiasasi merupakan cerminan dari kinerja individu, dimana kinerja individu dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pengetahuan, keterampilan, kemampuan, motivasi dan peran. Pada umumnya, instruktur bekerja dalam kelompok atau tim. Lima tanggung jawab utama yang harus dipenuhi oleh individu dalam organisasi untuk mencapai kinerja yang diinginkan antara lain memberikan komitmen terhadap pencapaian tujuan, meminta umpan balik (feedback) atas kinerja yang telah ia lakukan, melakukan komunikasi secara terbuka dan teratur dengan pimpinannya, mendapatkan data kinerja dan membagi data itu kepada pihak lain menyiapkan diri untuk dilakukan evaluasi atas kinerja yang telah ia capai. Tanggung jawab yang diberikan atasan kepada bawahan arus ada umpan balik, pemimpin harus bisa memberikan arahan dan bimbingan terkait dengan hasil kinerja seorang pewawai/instruktur yang telah diselesaikan. Hal ini dilakukan agar instruktur/instruktur dapat mengetahui kesalahan (bila ada) agar kesalahan tersebut tidak terulang kembali dalam penyelesaian tugas-tugas berikutnya. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam melaksanakan pekerjaan sebenarnya seluruh instruktur sudah mampu melaksanakan pekerjaannya dengan baik. Hanya saja memang masih ada instruktur-instruktur yang dalam melaksanakan pekerjaannya belum mampu melaksanakan dengan baik. Biasanya instruktur-instruktur tersebut selalu mangkir dalam pekerjaannya. Ini sejalan dengan pernyataan informan berikutnya. Dijelaskan pula dengan jawaban dari instruktur AS dan dapat dianalisa bahwa ”disetiap bagian pasti ada instruktur yang dalam melaksanakan pekerjaannya belum dapat dikatakan baik. Kadang pula ada beberapa dari instruktur yang mangkir dari pekerjaan. Seperti dalam bagian meliput kegiatan, pasti yang turun kelapangan hanya itu-itu saja padahal dalam setiap bidang tidak mungkin hanya diisi 1 orang. Diisi beberapa orang dianggap dalam melaksanakan pekerjaan 24 akan meringankan dan akan membantu” Bicara dalam melaksanakan pekerjaan, pasti jawabnya sudah baik. memang semua sudah bekerja sesuai tugas pokok dan fungsi yang telah diberikan, tetapi 1 atau 2 orang masih ditemukan belum dapat melaksanakan dengan baik pekerjaan mereka. Tetapi secara keseluruhan semua sudah cukup baik. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa seluruh instruktur sudah dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Walaupun masih ada beberapa instruktur yang mangkir dalam pekerjaan. Tetapi menurut kedua informan di atas tampak tidak ada permasalahan khusus berkaitan dalam kemampuan instruktur dalam melaksanakan pekerjaannya. Menjadi instruktur, memang tidaklah mudah. Banyak pekerjaan yang harus diselesaikan dengan aturan-aturan yang mengikat. Semua kepentingan itu pada akhirnya juga bertumpu dan berguna bagi para instruktur. Permasalahannya, banyak instruktur yang sering mengeluh dan tidak mau belajar. Belajar untuk menyadari secara sungguh-sungguh, bahwa semuannya penting, terlebih demi kemajuan dirinya dan kemajuan tempat ia bekerja. Jika seorang instruktur mau belajar secara menyeluruh dalam proses karyanya, biasanya jarang ditemukan instruktur yang susah beradaptasi dalam lingkup kerjanya. Wawancara kembali dilakukan kepada AS yang mengatakan bahwa: “kalau yang saya lihat masih ada instruktur yang tidak dapat bertanggungjawab atas pekerjaannya, hal ini bisa dilihat setiap pekerjaan yang dilakukan tidak pernah beres” Instruktur pada dasarnya dihadirkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Instruktur dituntut untuk dapat melayani masyarakat dengan sebaik-baiknya. Instruktur harus mampu bekerja dengan sungguh-sungguh dan menjadikan pekerjaan sebagai sebuah tanggungjawab bukan hanya menjalankan suatu kewajiban, seperti yang diungkapkan oleh RTP dan RR yang mengatakan: kebanyakan instruktur apalagi yang sudah jadi instruktur banyak yang bekerja sudah tidak produktif lagi, bermalas-malasan dan kurang rasa tanggungjawab. Apalagi jika pimpinan tidak ada mereka memilih untuk mencari kegiatan sendiri daripada harus menyelesaikan pekerjaan. Sejalan dengan permasalahan di atas maka ditanyakan juga secara langsung kepada key informan dengan penjelasan yang diperoleh yaitu : “semua sudah mampu melaksanakan pekerjaan dengan baik. Setiap instruktur memang sangat dituntut untuk mampu melaksanakan tugasnya dengan baik tidak dibagian 25 kami saja, bahkan disetiap bagian. Karena jika dalam melakukan pekerjaan instruktur sudah baik maka akan dapat diukur sejauh mana tingkat kemampuan instruktur tersebut.” Balai latihan kerja menyadari bahwa instruktur adalah asset yang harus dijaga dan dikembangkan, bukan sebagai orang yang hanya bekerja, selalu membuat rencana yang terarah terhadap perkembangan dan kesejahteraan instruktur, setiap instruktur memiliki beban kerja masing-masing tugas dari pimpinan untuk mengingatkan kemudian mengawasi agar pekerjaan mereka selalu tepat pada sasaran. Dari hasil observasi juga ditemukan bahwa masih ada instruktur yang belum dapat bertanggungjawab atas pekerjaan. Meninggalkan pekerjaan dengan alasan pribadi. Kemudian tidak dapat memanfaatkan waktu dengan baik sehingga masih ada pekerjaan yang bertumpuk dan tidak dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Dengan adanya jawaban informan di atas dan diperkuat oleh pernyataan key informan maka dapat disimpulkan bahwa instruktur sudah mampu melaksanakan pekerjaannya dengan baik. Dan berusaha untuk melaksanakan pekerjaannya dengan baik pula. Karena kemampuan instruktur juga dapat dilihat dari bagaimana seorang instruktur dapat melaksanakan pekerjaan yang telah diberikan kepadanya dengan baik. Seperti halnya suatu komitmen, seseorang yang memiliki amanah untuk melakukan pekerjaan tertentu biasanya bersikap hati-hati. Termasuk kalau sedang bekerjasama dengan mitra kerja lainnya. Setiap kesalahan walau sekecil apapun harus bisa dipertanggung jawabkan. Konteksnya dalam meraih mutu kerja, efektifitas dan efisiensi kerja. Semakin bertanggung jawab dibarengi dengan semakin kuatnya komimen maka semakin berhasil seseorang melaksanakan pekerjaannya sesuai harapan. Untuk itu maka pimpinan seharusnya mampu mengkondisikan agar setiap instruktur bersikap .tanggung jawab. Sistem imbalan/penghargaan dan hukuman kaitannya dengan tanggung jawab sangat penting diterapkan. Suatu ketika tanggung jawab itu sendiri sudah merupakan bagian dari kebutuhan tiap individu organisasi atau sudah terinternalisasi. 4. Karakteristik pribadi Yaitu Karakteristik pribadi merujuk pada karakteristik fisik dan konsistensi tanggapan terhadap situasi dan informasi. a. Instruktur cepat tanggap dalam menghadapi perubahan yang ada saat melaksanakan pekerjaan seperti adanya peraturan baru. Mengatasi permasalahan yang timbul merupakan kemampuan seorang instruktur dalam menyelesaikan masalah yang timbul atau didapat pada saat menjalani 26 pekerjaan dan ditunjang dengan penggunaan alat-alat kantor. Agar mendapatkan informasi yang jelas tentang kemampuan instruktur sehubungan dengan kemampuan instruktur dalam mengatasi permasalahan yang timbul maka peneliti menanyakan kembali dengan beberapa informan. Pertanyaan dijawab oleh informan pertama WAL diperoleh jawaban bahwa ” ”setiap organisasi memiliki permasalahan berbeda-beda. Mulai dari atasan dengan bawahan, teman sekantor, bahkan dalam menggunakan peralatan kantor. Hal ini tentu biasa dan harus dimaklumi. Dan dari pengamatan setiap instruktur disini sudah dapat mengatasi setiap permasalahan yang ada. Jadi memang tidak ada kendala yang berarti” Ditambahkan pula dengan jawaban yang diperoleh dari seorang instruktur SI yang menjelaskan bahwa permasalahan yang biasa timbul itu berbeda-beda setiap instruktur. Tapi memang dapat dilihat tidak ada masalah yang berarti semua instruktur dapat menjalankan fungsinya masingmasing jadi memang di rasa dalam menghadapi permasalahan semua instruktur sudah dapat melakukan perannya dengan baik sehingga tidak menimbulkan permasalahan dengan instruktur lainnya. Masalah di tempat kerja adalah sesuatu dalam kehidupan dan selalu tak terelakkan. Memahami masalah di tempat kerja sangat penting dalam upaya untuk menyelesaikannya. Lingkungan yang tidak menyenangkan di tempat kerja adalah penyebab utama stres bagi instruktur suasana yang nyaman di tempat kerja. Salah satu masalah pertama yang sering terjadi di tempat kerja biasanya dengan orang yang gagal untuk memberikan kinerja yang diharapkan, dan mungkin juga berulang kali. Hal ini bisa menjadi masalah besar, karena jika satu orang tidak mencapai target, maka akan mempengaruhi juga anggota tim lain. Masalah besar lain di tempat kerja berkaitan dengan tanggung jawab dan kewenangan yang berhubungan dalam mengambil keputusan. Setiap pegawai dituntut untuk sadar terhadap setiap perkembangan yang ada. Kemampuan untuk menerima perkembangan teknologi dan pengetahuan merupakan suatu hal yang akan menjadi tolak ukur pelaksanaan kerja yang dilakukan. Apakah para pegawai mampu menghadapi setiap perubahan atau tidak mau melakukan perubahan. Namun kenyataan yang dapat dilihat adalah tidak semua pegawai mampu mengikuti perkembangan teknologi. Ada pegawai yang tidak dapat mengoperasikan komputer dan memilih bekerja secara manual dengan cara lama.Wawancara kembali dilakukan kepada AS dan RTP yang selanjutnya yang mengatakan bahwa semua sudah dilakukan dengan baik tidak hanya 27 juga bisa timbul saat seorang instruktur melaksanakan tugasnya yaitu dengan peralatan kantor yang tidak bisa dan tidak paham untuk mereka operasionalkan. Hal tersebut termasuk menjadi sebuah kendala yang dihadapi seorang instruktur dalam bekerja” pekerjaan tetapi juga dalam mengatasi permasalahan instruktur sudah dapat mengahadapinya dengan baik Kemampuan instruktur tidak hanya dilihat dari bagaiman seorang instruktur dalam melaksanakan pekerjaannya tetapi juga dilihat bagaimana seorang instruktur mampu mengahadapi persoalan yang timbul saat ia melaksanakan pekerjaannya. Masalah yang timbul pun beragam mulai dari atasan, lingkunagn kerja, teman sejawat atau dalam menggunakan peralatan kantor. Seseorang ketika memutuskan diri untuk bekerja atau bergabung dalam suatu kelompok bisa disebabkan karena terdorong untuk memenuhi salah satu atau beberapa kebutuhan tersebut. Misalnya ada orang yang bekerja hanya karena ingin dapat banyak teman, atau ingin menjadi pemimpin dan mengatur orang lain atau ingin menunjukkan kemampuan/prestasinya. Persoalannya, dalam perjalanan karier atau kehidupannya dalam bekerja, ternyata tidak semuanya berjalan dengan mulus. Banyak hambatan dan rintangan muncul yang berpotensi menyebabkan timbulnya masalah yang serius dalam kantor. Wawancara kembali dilakukan kepada instruktur RR berikut ini, ia mengatakan bahwa : “persoalan tidak hanya datang dari perseorangan Dari hasil wawancara yang dilakukan maka dapat dianalisa bahwa instruktur sudah dapat mengatasi permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan pekerjaanya. Permasalahan yang datang tentu saja beragam. Untuk memperkuat data maka diberikan wawancara kepada key informan dengan pertanyaan yang diajukan sama dengan beberapa informan di atas, Adapun jawaban yang diberikan sebagai berikut: “tidak ada permasalahan berarti yang timbul. Setiap ada permasalahan instruktur sudah mampu mengatasinya dengan baik selama ini. Jika permasalahan timbul dengan perorangan biasanya mereka menyelesaikan dengan cukup bijak. Kalau permasalahan timbul dalam pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan seperti dalam penggunaan kantor ini dapat di atasi dengan saling membantu. Jadi sejauh ini tidak ada masalah yang berarti”. Dari hasil observasi yang dilakukan maka dapat dilihat bahwa masih ada instruktur yang belum dapat menguasai pekerjaan yang diberikan, belum mahir dalam 28 menggunakan peralatan kantor. Namun hal tersebut tidak menjadi permasalahan karena antara instruktur sudah dapat saling membantu. Berdasarkan hasil wawancara dilapangan. Dapat ditarik kesimpulan bahwa selama ini instruktur pada Balai Latihan Kerja dalam mengatasi permasalahan yang timbul sudah berjalan dengan baik. Hal ini ditunjukan dari instruktur dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dan saling membantu jika instruktur yang lain menghadi permasalahan. Jadi kemampuan instruktur dalam mengatasi permasalahan yang timbul sudah berjalan baik. Permasalahan pada setiap organisasi sangat biasa ditemui. Kesimpulan yang didapat adalah pada Balai Latihan Kerja yang rata-rata usia instruktur masih terbilang muda, hampir sebagian besar instruktur berumur dibawah 50 tahun. Hal ini tentu saja banyak hal yang akan memicu permasalahan. Baik permasalahan yang timbul dari organisasi, sampai dari internal instruktur. Tetapi hal ini dapat di atasi karena pada Balai latihan kerja bekerja sama dan saling terbuka saat menghadi permasalahan yang timbul. Hal ini mencerminkan baiknya kemampuan instruktur dalam menyelesaikan suatu masalah yang timbul. 5. Motif. Motif merupakan emosi, hasrat, kebutuhan psikologis, atau dorongan-dorongan lain yang memicu tindakan. Selain itu dalam melakukan suatu pekerjaan atau perbuatan yang bersifat sadar, seseorang selalu didorong oleh maksud atau motif tertentu, baik yang obyektif maupun subyektif. Motif atau dorongan dalam melakukan sesuatu pekerjaan itu sangat besar pengaruhnya terhadap moral kerja dan hasil kerja. Seseorang bersedia melakukan sesuatu pekerjaan bilamana motif yang mendorongnya cukup kuat yang pada dasarnya tidak mendapat saingan atau tantangan dari motif lain yang berlawanan. Demikian pula sebaliknya orang lain yang tidak didorong oleh motif yang kuat akan meninggalkan atau sekurangkurangnya tidak bergairah dalam melakukan sesuatu pekerjaan. Semua faktor yang telah disebutkan di atas pada dasarnya merupakan bentuk-bentuk motif yang mendorong seseorang melakukan pekerjaannya secara bersunguh-sungguh. Dalam hubungan itu dapat dibedakan dua jenis motif yakni Motif intrinsik, yakni dorongan yang terdapat dalam pekerjaan yang dilakukan. Misalnya : bekerja karena pekerjaan itu sesuai dengan bakat dan minat, dapat diselesaikan dengan baik karena memiliki pengetahuan dan ketrampilan dalam menyelesaikannya dan lain-lain. Motif ekstrinsik, yakni dorongan yang berasal dari luar pekerjaan yang 29 sedang dilakukan. Misalnya : bekerja karena upah atau gaji yang tinggi mempertahankan kedudukan yang baik, merasa mulia karena pengabdian dan sebagainya. Hal ini dapat dilihat dari indikator : a. Adanya insentif dalam setiap pelaksanaan pekerjaan yang selesai dengan baik dan tepat waktu Insentif yang diberikan kepada instruktur agar dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik. Hal ini dilakukan sebagai upaya memenuhi kepentingan pribadi maupun organisasi. Insentif dalam melaksanakan pekerjaan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kinerja instruktur dalam bekerja dan merupakan bentuk apresiasi terhadap apa yang dilakukan dalam pekerjaannya. Dalam menjalankan kebijakan, insentif yang diberikan kepada para implementor merupakan salah satu upaya yang dilakukan agar para implementor atau pelaksana kebijakan dapat menjalankan kebijakan dengan sebaik-baiknya dengan imbalan insentif yang sesuai dengan pekerjannya. Dalam hal ini diajukan pertanyaan mengenai insentif kepada informan WAL dalam wawancara sebagai berikut : “untuk insentif tidak ada, hanya saja kalau uang-uang transport sesekali ada misalnya ada kegiatan di luar kantor, tapi kalau untuk individu instruktur tidak ada” Sudah selayaknya PNS sebagai aparatur penyelenggara negara tidak memandang upah seperti tenaga kerja/instruktur di sektor swasta, tenaga kerja sektor swasta membutuhkan insentif (atau semacam bonus) karena hasil kerjanya berpengaruh terhadap jumlah produksi dan jumlah penjualan barang yang dipasarkan, hasil akhirnya adalah meningkatkan laba perusahaan, ada hubungan kausalitas yang erat antara kualitas kerja dengan jumlah produksi dan jumlah penjualan. Insentif akan diperoleh bilamana jumlah produksi atau jumlah penjualan melebihi target. Kalau memenuhi target saja maka tidak ada insentif, apalagi kalau target tidak dipenuhi, bisa jadi kemungkinan tunjangan akan ditiadakan. Di luar penilaian subyketif dan obyektif seorang PNS yang diukur untuk kenaikan pangkat, target seorang PNS diukur cukup dengan menggunakan etika. tugas seorang PNS itu sudah jelas secara jabatan struktural ataupun jabatan fungsionalnya. Apa yang menjadi seharusnya tersebut adalah takaran seorang PNS itu berhasil menjalankan tugasnya, artinya kalau memang sudah berhasil menyelesaikan pekerjaannya dengan sukses maka itulah yang benar. Jawaban yang hampir sama juga disampaikan oleh informan SI dalam wawancara sebagai berikut: 30 “saya rasa tidak ada ya, untuk insentif khusus instruktur gak ada saya rasa, kecuali kalau ada kegiatan saja baru ada” Pentingnya pemberian insentif kepada instruktur merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kerja instruktur agar pekerjaan yang dilakukan dapat mencapai hasil yang maksimal. dibutuhkan juga peran dari instruktur mampu menjalankan pekerjaan dan setiap program dengan baik agar tujuan dari instansi ini dapat tercapai. Namun, hal ini tidak terlepas pula dari upaya agar instruktur termotivasi untuk bekerja lebih baik yang mana salah satunya adalah dengan memberikan insentif kepada instruktur agar dapat bekerja dengan baik dan semaksimal mungkin. Pemeliharaan (maintenance) instruktur harus mendapat perhatian yang sungguhsungguh dari pimpinan. Jika pemeliharaan instruktur kurang diperhatikan, semangat kerja, sikap dan loyalitas instruktur akan menurun. Absensi meningkat, disiplin akan menurun, sehingga pengadaan, pengembangan, kompensasi, dan pengintegrasian yang telah dilakukan dengan baik dan biaya yang besar kurang berarti untuk menunjang tercapainya tujuan perusahaan. Untuk selanjutnya pertanyaan kembali dilontarkan kepada informan AS yang mengatakan bahwa: “untuk insentif khusus ya tidak ada, kecuali honor mengajar” Kompensasi atau imbalan jasa sebenaranya mempunya arti yang lebih luas dari upah atau gaji. Kompensasi atau imbalan jas sebenarnya mempunyai arti yang lebih luas dari upah atau gaji. Kompensasi justru mencakup upah atau gaji, tunjangan-tunjangan baik berupa uang, maupun natura, fasilitas atau kemudahan dan hakhak istimewa lainnya seperti tunjangan representasi untuk eksekutif, rumah dinas, cuti khusus, keanggotaan dalam klub khusus dan lain-lain. Menurut Alex S. Nitisemito (1991 : 149) Pengertian kompensasi adalah balas jasa yang diberikan oleh perusahaan kepada pegawainya yang dapat dinilai dengan uang dan mempunyai kecenderungan diberikan secara tetap. Namun jika dilihat dari Balai Latihan Kerja tidak ada insentif yang pasti dan terencana. Insentif diberikan jika ada kegiatan. Insentif adalah upah yang diberikan misalnya ketika terlibat dalam panitia dan kegiatan lainnya. Adapun pengupahan insentif adalah memberikan gaji atau upah yang berbeda namun ditentukan karena perbedaan prestasi kerja. Perbedaan upah tersebut merupakan tambahan upah (bonus) karena adanya kelebihan presatasi yang membedakan dengan orang lain. Pengupahan ini dimaksudkan untuk 31 meningkatkan motivasi kerja instruktur yang juga akan berdampak pada produktivitas instruktur. dan mempertahankan instruktur yang berprestasi, untuk tetap berada dalam organisasi. Insentif merupakan salah-satu teknik yang disarankan untuk mengatasi masalah sikap para pelaksana kebijakan dengan memanipulasi insentif. Pada dasarnya orang bergerak berdasarkan kepentingan dirinya sendiri, maka memanipulasi insentif oleh para pembuat kebijakan mempengaruhi tindakan para pelaksana kebijakan. Dengan cara menambah keuntungan atau biaya tertentu mungkin akan menjadi faktor pendorong yang membuat para pelaksana menjalankan perintah dengan baik. Hal ini dilakukan sebagai upaya memenuhi kepentingan pribadi atau organisasi Selanjutnya pernyataan informan RTP dalam wawancara sebagai berikut : “insentif tidak ada, kalau ada kegiatan lah baru ada, kalau hanya ngawas atau turun ke lapangan saya rasa nggak ada lah” Prestasi para pegawai, terutama ditimbulkan oleh dua hal yaitu kemampuan dan daya dorong. Kemampuan seseorang ditetitukan oleh kualifikasi yang dimilikinya, seperti pendidikan, pengalaman dan sifat-sifat pribadi, sedangkan daya dorong dipengaruhi oleh sesuatu dalam diii seseorang dan hal-hal diluar dirinya. Daya dorong yang ada dalana diri seseorang, sering disebut motif. Daya dorong diluar diri seseorang ditimbulkan oleh pemimpin dan faktor-faktor lain yang turut mempengaruhinya. Pemimpin harus dapat memilih sarana atau alat yang sesuai untuk meningkatkan semangat kerja kaiyawan tanpa membawa pengarah negatif terhadap organisasi atau perusahaan yang dipimpinnya. Insentif merupakan imbalan yang diberikan pada pegawai karena mencapai prestasi yang diharapkan oleh perusahaan, pemberian insentif dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas dan mempertahankan pegawai yang berprestasi. Oleh sebab itu insentif sebagi bagian dari keuntungan, terutama sekali diberikan pada pekerja yang bekerja secara baik atau yang berprestasi. Jadi dapat dikatakan bahwa insentif merupakan suatu bentuk perangsang yang diberikan kepada karywan agar dapat bekerja dengan kemampuan yang optimal dan mengarahkan pegawai pada perilaku yang diinginkan perusahaan dalam rangka untuk mencapai tujuan. Pemberian insentif sangat tergantung pada kebijaksanaan perusahaan dan prestasi yang dicapai masing-masing pegawai. Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa insentif adalah sebagai suatu dorongan yang sengaja diberikan kepada pegawai dengan tujuan untuk membangun, 32 memelihara, dan memperkuat harapan-harapan pegawai agar dalam diri mereka timbul semangat yang lebih besar berprestasi bagi organisasi. Pertanyaan kembali disampaikan informan kunci (Key Informan) dalam wawancara yang menjawab sebagai berikut : “intensif yang diberikan kepada instruktur secara khusus tidak ada, hanya kalau mengadakan kegiatan yang berhubungan dengan kebijakan ini maka kita akan mengeluarkan uang kegiatan sebagaimana mestinya” Dalam pelaksanaan kebijakan pentingnya pemberian insentif merupakan salah satu upaya agak instruktur dapat bekerja dengan baik serta dapat memlaksanakan kebijakan agar dapat berjalan sesuai dengan tujuannya. Berdasarkan jawaban yang diberikan oleh informan dan informan kunci di atas dapat diketahui bahwa tidak adanya insentif yang diberikan kepada instruktur dalam menjalankan kebijakan tersebut. Hal senada juga disampaikan oleh informan lainnya dalam wawancara bahwa tidak adanya insentif yang diberikan kepada instruktur dalam pelaksanaan kebijakan tersebut. Dari hasil obserasi yang dilakukan juga diketahui bahwa insentif yang diberikan kepada instruktur sehubungan dengan pelaksanaan kebijakan tidak ada, hal ini dapat diketahui dari pernyataan informan yang mengatakan bahwa tidak adanya insentif yang diberikan sehubungan dengan pelaksanaan pekerjaan di Balai Latihan Kerja Provinsi Kepulauan Riau. b. Adanya kepatuhan terhadap aturan yang berlaku seperti disiplin waktu dan berpakaian Menurut Hasibuan (2005: 193194) Kedisiplinan merupakan fungsi operatif MSDM yang terpenting karena semakin baik disiplin pegawai, semakin tinggi prestasi kerja yang dapat dicapainya. Tanda disiplin pegawai baik, sulit bagi organisasi perusahaan mencapai hasil yang optimal. Disiplin yang baik mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab seseorang terhadap tugastugas yang diberikan kepadanya. Hal ini mendorong gairah kerja, semangat kerja, dan terwujudnya tujuan perusahaan, pegawai, dan masyarakat. Oleh karena itu, setiap manajer selalu berusaha agar para bawahannya mempunyai disiplin yang baik. Seorang manajer dikatakan efekif dalam kepemimpinannya, jika para bawahannya berdisiplin baik. Untuk memelihara dan meningkatkan kedisiplinan yang baik adalah hal yang sulit, karena banyak faktor yang mempengaruhinya. Disiplin dalam bekerja dalam pelaksanaan tugas sangat mempengarui hasil kerja instruktur. Dengan adanya kedisiplinan instruktur yang tinggi dalam bekerja maka akan memberikan dampak baik 33 pada upaya peningkatan kinerja pagawai. Pertanyaan mengenai kedisiplinan dalam bekerja dalam dijawab oleh instruktur WAL sebagai berikut : “kalau masalah disiplin saya rasa sudah cukup baik ya, instruktur sudah bekerja sesuai dengan tugasnya masing-masing, hanya saja yang masih terlihat masalah waktu, walaupun tidak semuanya tapi masih ada instruktur yang tidak menepati waktu masuk dan pulang kerja” (Wawancara, Rabu 18 Juni 2014) Jawaban yang sama juga dapat diketahui dari informan SI yang dalam wawancara mengemukakan bahwa : “masih ada juga instruktur yang tidak disiplin, tapi tidak semuanya, ada lah hanya beberapa” (Wawancara, Rabu 18 Juni 2014) Pentingnya disiplin kerja instruktur dalam pelaksanaan tugas sangatlah penting diperhatikan oleh setiap instansi dalam hal ini Balai Latihan Kerja yang mana dengan adanya disiplin instruktur dalam bekerja akan memberkan dampak yang baik bagi Balai Latihan Kerja sendiri dan juga bagi peningkatan kinerja instruktur. Dari jawaban kedua informan di atas dapat diketahui bahwa pada Balai Latihan Kerja saat ini masih terdapat instruktur yang tidak disiplin dalam bekerja, hal ini diketahui dari instruktur tidak tepat waktu dalam hal masuk dan pulang kerja yang mana dalam pelaksanaan kerja disiplin waktu perlu untuk diperhatikan agar memberikan dampak baik terhadap kinerja instruktur tersebut. Dengan adanya disiplin instruktur terhadap waktu masuk dan pulang kerja maka akan dapat memberikan pengaruh terhadap kinerja instruktur yang mana jika instruktur datang tepat pada waktunya maka pekerjaan akan dapat dikerjakan lebih cepat. Jawaban sama yang diungkap instruktur lainnya sebagai AS dalam wawancara yang mana dapat dilihat dari : “masih ada juga instruktur yang tidak disiplin dalam bekerja akan tetapi tidak semua instruktur” Berdasarkan pernyataan tersebut makin menguatkan bahwa instruktur masih ada yang tidak disiplin dalam bekerja yang mana hal ini nantinya akan berdampak terhadap kinerja instruktur yang mana dengan adanya disiplin instruktur maka pekerjaan akan dapat diselesaikan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan yang nantinya akan memberikan dampak baik terhadap peningkatan kinerja instruktur. Dari hasil observasi yang dilakukan maka ditemukan bahwa masih ada instruktur yang tidak disiplin seperti pada saat jam masuk atau jam pulang. Masih ada instruktur yang datang siang dan pulang lebih awal hal ini tentu saja membuat 34 masyarakat mengeluh karena diharapkan saat dalam waktu kerja instruktur harusnya berada di kantor. Untuk mendapatkan jawaban yang lebih baik lagi pertanyaan kembali ditanyakan kepada selaku informan kunci yang menyatakan bahwa: “saya rasa sudah baik ya, kalau pun ada yang tidak disiplin itu saya rasa tidak semuanya ya” Dari jawaban seluruh informan dan observasi yang dilakukan dapat diketahui bahwa masih adanya instruktur dalam menjalan tugasnya yang tidak disiplin, hal ini perlu menjadi perhatian bagi instruktur untuk disiplin dalam bekerja yang nantinya akan memberikan dampak terhadap kinerja instruktur pada Balai Latihan Kerja. Pada awalnya mungkin disiplin itu penting karena suatu pemaksaan namun karena adanya pembiasaan dan proses latihan yang terus-menerus maka disiplin dilakukan atas kesadaran dalam diri sendiiri dan diraskan sebagai kebutuhan dan kebiasaan. Diharapkan untuk dikemudian hari, disiplin ini meningkat menjadi kebiasaan berfikir baik, positif bermakna dan memandang jauh kedepan disiplin bukan hanya soal mengikuti dan mentaati peraturan, melainkan sudah meningkat menjadi kebiasaan berfikir baik, positif bermakna dan memandang jauh kedepan disiplin bukan hanya soal mengikuti dan mentaati peraturan, melainkan sudah meningkat menjadi disiplin berfikir yang mengatur dan mempengaruhi seluruh aspek kehidupannya. Disiplin yang disertai ancaman sanksi atau hukuman sangat penting karena dapat memberikan dorongan kekuatan untuk mentaati dan mematuhinya tanpa ancaman, sanksi atau hukuman, dorongan ketaatan dan kepatuhan dapat menjdai lemah serta motivasi untuk mengikuti aturan yang berlaku menjadi kurang. Wawancara kembali dilakukan kepada RTP tentang Adanya kepatuhan terhadap aturan yang berlaku seperti disiplin waktu dan berpakaian, berikut petikan wawancara yang dilakukan : “masih ada beberapa dari kami yang tidak patuh terhadap aturan. Apalagi disiplin waktu datang sering terlambat dan pulang ingin yang paling cepat. Namun selama ini tidak ada yang menegur” Diungkapkan kembali dengan RR yang mengatakan : “biasanya yang tidak patuh terhadap aturan adalah instruktur yang sudah tua. Susah mau ditegur. Makanya yang punya kuasa sebenarnya adalah pimpinan” Disiplin kelompok akan tercapai jika disiplin diri telah tumbuh dalam diri pegawai. Artinya kelompok akan menghasilkan pekerjaan yang optimal jika masingmasing anggota kelompok akan memberikan andil sesuai hak dan tanggung jawabnya. Selain itu disiplin kelompok juga memberikan andil bagi pengembangan disiplin diri bagi pengembangan disiplin diri. 35 Misalnya, jika budaya atau iklim dalam organisasi tersebut merupakan disiplin kerja yang tinggi, maka mau tidak mau pegawai akan membiasakan dirinya mengikuti irama kerja pegawai lainnya. Pegawai dibiasakan bertindak dengan cara berdisiplin. Kebiasaan bertindak disiplin ini merupakan awal terbentuknya kesadaran. Kaitan antara disiplin diri dan disiplin kelompok seperti dua sisi dari satu mata uang. Kedua mata uang, keduanya saling melengkapi dan manunjang, dan bersifat komplementer. Disiplin diri tidak dapat dikembangkan secara optimal tanpa dukungan disiplin kelompok, sebaliknya disiplin kelompok tidak dapat ditegakan tanpa adanya dukungan disiplin pribadi. V. KESIMPULAN SARAN A. Kesimpulan Dari hasil penelitian pada bab sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ada Komptensi instruktur Pada Balai Latihan Kerja (BLK) Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Provinsi Kepulauan Riau belum berjalan baik, hal ini dapat dilihat sebagai berikut : 1. 2. Pada dimensi pengetahuan diketahui bahwa Dari hasil wawancara yang dilakukan maka diketahui instruktur yang ada masih belum sesuai antara pendidikan yang didapatnya 36 secara formal dengan bidang tugas yang diberikan. Hal di atas dapat ditutupi dengan pelatihanpelatihan yang diberikan dari instansi terhadap instrukturinstruktur sesuai dengan tugas yang diberikan dan tempat yang dia duduki ini untuk menambah pengetahuan instruktur. Karena tidak semua instruktur berada pada posisi yang sesuai dengan pendidikan yang diperolehnya. instruktur pelatihan sudah pernah dilakukan hanya saja sangat disayangkan bahwa tidak semua instruktur dapat merasakan hal tersebut. Padahal pelatihan sangatlah penting untuk Balai Latihan Kerja, dilihat dari data keinstrukturan bahwa dengan umur instruktur yang rata-rata masih produktif akan lebih baik jika diberikan pelatihan-pelatihan guna menunjang kemampuan kerja instruktur pada Balai Latihan Kerja Pada dimensi keterampilan diketahui bahwa Namun kondisi instruktur saat ini sebagian besar belum menjalankan fungsinya secara profesional dengan memiliki sertifikat kompetensi. Sertifikasi kompetensi kerja adalah proses pemberian sertifikat kompetensi yang dilakukan secara sistematis dan objektif melalui uji kompetensi sesuai Standar Kompetensi Kerja Nasional 3. 4. 5. Indonesia, Standar Internasional dan/atau Standar Khusus. Sertifikat kompetensi kerja adalah bukti tertulis yang diterbitkan oleh lembaga sertifikasi profesi terakreditasi yang menerangkan bahwa seseorang telah menguasai kompetensi kerja tertentu sesuai dengan SKKNI. Pada dimensi konsep diri dan nilai-nilai diketahui bahwa sebenarnya seluruh instruktur sudah mampu melaksanakan pekerjaannya dengan baik. Hanya saja memang masih ada instruktur-instruktur yang dalam melaksanakan pekerjaannya belum mampu melaksanakan dengan baik. Biasanya instruktur-instruktur tersebut selalu mangkir dalam pekerjaannya Pada dimensi karekteristik pribadi diketahui bahwa masih ada instruktur yang belum dapat menguasai pekerjaan yang diberikan, belum mahir dalam menggunakan peralatan kantor. Namun hal tersebut tidak menjadi permasalahan karena antara instruktur sudah dapat saling membantu. Berdasarkan hasil wawancara dilapangan Pada dimensi motif diketahui bahwa Balai Latihan Kerja tidak ada insentif yang pasti dan terencana. Insentif diberikan jika ada kegiatan. Insentif adalah upah yang diberikan misalnya ketika terlibat dalam panitia dan kegiatan lainnya, instruktur masih ada yang tidak disiplin dalam bekerja yang mana hal ini nantinya akan berdampak terhadap kinerja instruktur B. Saran Adapun saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut : 1. Perlu adanya kajian ulang penempatan istruktur. Penempatan instruktur juga seharusnya di dasari oleh pertimbangan pendidikan formal yang didapatkan sehingga terdapat kesesuaian antara bidang kerja dan pendidikan 2. Instruktur harus diberikan pelatihan secara merata sesuai dengan kebutuhan tugas pokok dan fungsinya masing-masing untuk mendukung pelaksanaan kerjanya saat sedang memberikan pelatihan kepada para peserta. 3. Lakukan pengawasan agar semua dapat berjalan sesuai dengan aturannya. Pengawasa baik dari kepala Balai Latihan Kerja maupun dari Balai Latihan Kerja (BLK) Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Provinsi Kepulauan Riau. 37 Bandung: Humaniora Utama Press (HUP). VI. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Koehn, Daryl. 2004. Landasan Etika Profesi. Yogyakarta, Kanisius. As'ad, M, 2003, Psikologi Industri : Seri Sumber Daya Manusia,. Yogyakarta: Liberty. Malayu S.P Hasibuan. 1996, Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: CV. Haji Masagung. Bacal, Robert. 2004. How to Manage Performance (24 Poin Penting Untuk Meningkatkan Kinerja). Jakarta, Gramedia. Mangkunegara, Anwar Prabu. 2006. Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Bandung: PT Refika Aditama. Bambang, Swasto. 2003. Perkembangan Sumber Daya Manusia. Malang: Bayu Media. Moenir, 2002. Manajemen Pelayanan Umum Indonesia.Bumi Aksara Gibson, Vancevich, Donell, 1998. Organisasi dan Manajemen, Edisi Keempat,. Erlangga, Jakarta. Moleong , 2005. Metodologi Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Hadari Nawawi. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara. Jakarta _____________. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Bisnis Yang Kompetitif, Cetakan Ke-4, Gajah Mada Univercity Press, Yogyakarta. Ndraha, Taliziduhu. 1999. Teori Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta. R. Handoko, T Hani, 2008, Manajemen Edisi 2, Yogyakarta: BPFE Yogyakarta. Palan , 2007. Competency Management. PPM Indonesia : Jakarta Ratminto dan Atik. 2008. Manajemen Pelayanan. Yogyakarta, Pustaka Pelajar. Hikmat, R. Harry. 2001. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. 38 Rasyid, Rias. 2000. Pokok-Pokok Pemerintahan. PT Raja Grafindo Persada : Jakarta Zainun, Buchari. 1996. Manajemen dan Motivasi. Jakarta: Balai Pustaka. Robbins, Stephen P. 2006. Prilaku Organisasi. Jakarta: PT Indeks, Kelompok Gramedia. Simamora, Henry. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi III. Yogyakarta, STIE YKPN. Sobirin. 2007. Budaya Organisasi (Pengertian, Makna dan Aplikasinya Dalam Kehidupan Organisasi). Yogyakarta. UPP, STIM, YKPN Sudarmanto. 2009. Kinerja dan Pengembangan Kompetensi SDM. Yogyakarta, Pustaka Pelajar. Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: CV. Alfabeta. Thoha, Miftah. 2008. Perilaku Organisasi : Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: Raja Grafindo Persada Widjaja, 1995. Administrasi Keinstrukturan. Jakarta. Raja Graļ¬ndo Persada. Wijaya Tunggal. 1993. Manajemen Suatu Pengantar. Jakarta : Rineka Cipta 39