1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan mata

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan mata sangatlah penting karena penglihatan tidak dapat
digantikan dengan apapun, maka mata memerlukan perawatan yang baik.
Kebutaan yang diakibatkan karena katarak merupakan masalah kesehatan secara
global yang harus segera ditangani, karena mengabaikan masalah mata dan
penglihatan dapat mengakibatkan kebutaan dan kehilangan fungsi mata. Penyakit
umum pada mata dapat digolongkan dalam beberapa kelompok, salah satu
penyebab dari kebutaan di seluruh dunia adalah katarak. Katarak adalah dimana
keadaan suatu lensa mata yang pada awalnya jernih menjadi keruh (Sidarta,
2014).
Berbagai studi melaporkan jumlah prevalensi katarak penyebab umumnya
adalah akibat penuaan yaitu usia 65- 74 tahun sebanyak 50%. Jumlah prevalensi
ini meningkat pada usia di atas 75 tahun (Vaughan, 2009). Pada tahun 2006,
World Health Organization dalam estimasi global terbaru yaitu 314 juta orang di
dunia mengalami gangguan penglihatan dan 45 juta nya menderita kebutaan
(Trithias, 2012).
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen RI (2013),
menunjukkan bahwa prevalensi kebutaan nasional sebesar 3.099.346 dan 0,4
persen jauh lebih kecil dibanding prevalensi kebutaan tahun 2007 (0,9%).
Proporsi terjadinya katarak tertinggi di Sulawesi Utara (3,7%) diikuti oleh Jambi
1
2
(2,8%) dan Bali (2,7%). Proporsi terendah ditemukan di DKI Jakarta (0,9%)
diikuti Sulawesi Barat (1,1%). Alasan utama penderita katarak belum dilakukan
operasi adalah karena ketidaktahuan (51,6%), ketidakmampuan (11,6%), dan
ketidakberanian (1,6%).
Banyak usaha yang dilakukan untuk mencegah atau memperlambat
progresivitas terjadinya katarak, tetapi tata laksana yang masih dilakukan adalah
dengan pembedahan. Pembedahan katarak saat ini semakin banyak, diantaranya
operasi katarak Ekstrakapsular (EKEK), operasi katarak Intrakapsular (EKIK),
dan Phacoemulsifikasi. Salah satu tehnik pembedahan yang menggunakan
vibrator ultrasonik (laser) yaitu pembedahan dengan metode phacoemulsifikasi,
karena operasi ini tidak membutuhkan banyak jahitan di bagian kornea atau
sklera anterior (Bruce, 2005). Operasi mata khususnya katarak telah meningkat
dari 60% sampai 93% lebih di berbagai Negara dan hal ini di respon langsung
oleh perawat mata (Royal College of Nursing, 2009).
Pengetahuan dan sikap masyarakat di Indonesia terhadap kesehatan mata
masih memprihatinkan, kurangnya pemahaman masyarakat disebabkan oleh
berbagai hal diantaranya kurangnya akses informasi mengenai penyebab dan
pengobatan katarak. Kejadian tersebut dapat menyebabkan terlambatnya
penderita katarak dalam pengobatannya, yang pada akhirnya dapat membuat
gangguan penglihatan yang seharusnya dapat segera ditangani menjadi
kadaluwarsa. Hingga saat ini banyak ditemukannya kasus kebutaan pada
penderita katarak karena masih banyak yang tidak dioperasi (Vaughan, 2009).
3
Berdasarkan wawancara dengan Kepala Bidang Rekam Medis Rumah
Sakit Mata Solo, pasien yang melakukan pembedahan katarak sejumlah 3581
pasien dalam kurun waktu 1 tahun pada bulan Oktober 2014 sampai dengan
September tahun 2015.
Berdasarkan observasi dari peneliti, sebelum dilakukan operasi pasien
pre operasi katarak biasanya diliputi oleh perasaan cemas, tegang, gelisah,
perasaan takut, dan sering bertanya kepada perawat apakah proses operasinya
berlangsung lama. Tingkat kecemasan dan respon pasien berbeda-beda antara
satu dengan yang lainnya. Respon fisiologis secara umum berhubungan dengan
adanya nadi meningkat, refleks-refleks meningkat, gangguan tidur, wajah tegang,
jantung berdebar-debar, kelemahan, sering berkemih, sesak nafas, dan tekanan
darah meningkat (Fitria, Sriati, Hernawaty, 2013).
Berdasarkan studi pendahuluan terhadap 10 responden pasien yang akan
dilakukan tindakan operasi katarak dengan phacoemulsifikasi di Rumah Sakit
Mata Solo, saat dilakukan wawancara oleh peneliti tentang pengetahuan tindakan
operasi phacoemulsifikasi. Didapatkan 4 responden mengatakan tidak tahu sama
sekali
tentang
tindakan
phacoemulsifikasi.
Tiga
responden
dapat
mendeskripsikan tentang tindakan operasi katarak namun merasa cemas,
sedangkan 3 responden lainnya tidak mengetahui tentang tindakan operasi
katarak namun merasa biasa saja tidak mengalami perasaan cemas dan
beranggapan semata karena ingin berobat dan dapat melihat kembali.
Kecemasan merupakan suatu perasaan yang tidak santai atau samar-samar
karena rasa ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai dengan suatu respons
4
(sumber sering kali tidak diketahui oleh individu). Secara umum proses
terjadinya masalah pasien yang mengalami kecemasan biasanya dimulai dari
gangguan citra tubuh, kurangnya pengetahuan mengenai masalah yang sedang
dihadapi atau pasien sudah mampu menghadapi masalah namun koping yang
ditampilkan belum efektif sehingga dapat menimbulkan rasa cemas (Fitria, Sriati,
Hernawaty, 2013).
Diperkirakan jumlah pasien yang mengalami gangguan kecemasan baik
akut maupun kronis mencapai 5% dari jumlah penduduk, antara wanita dan pria
dengan perbandingan 2 banding 1. Didapatkan hasil perkiraan antara 2%- 4%
diantara penduduk di dalam kehidupannya pernah mengalami gangguan cemas
(Hawari, 2011). Masih kurangnya pengetahuan pasien katarak terhadap tindakan
operasi katarak dengan phacoemulsifikasi berpengaruh terhadap hubungan
tingkat kecemasan pasien.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian
mengenai
hubungan
antara
tingkat
pengetahuan
tindakan
phacoemulsifikasi dengan kecemasan pada pasien katarak di Rumah Sakit Mata
Solo.
B. Rumusan Masalah
Banyaknya keluhan yang timbul karena kurangnya informasi serta
pengetahuan pasien tentang pembedahan katarak menggunakan metode
phacoemulsifikasi berdampak pada tingkat kecemasan pasien yang dapat
menimbulkan respon fisiologis, sehingga pelaksanaan operasi menjadi terhambat
5
dan terjadi kemungkinan penundaan operasi. Dapat dirumuskan suatu
permasalahan dalam penelitian ini, yaitu: “Bagaimana hubungan tingkat
pengetahuan tindakan phacoemulsifikasi dengan kecemasan pada pasien katarak
di Rumah Sakit Mata Solo?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum :
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara
tingkat pengetahuan tindakan phacoemulsifikasi dengan kecemasan pada
pasien katarak di Rumah Sakit Mata Solo.
2. Tujuan Khusus :
a. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat tentang tindakan
operasi katarak dengan teknik phacoemulsifikasi di Rumah Sakit Mata
Solo.
b. Untuk mengetahui kecemasan pada pasien katarak terhadap tindakan
phacoemulsifikasi di Rumah Sakit Mata Solo.
c. Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan tindakan
phacoemulsifikasi dengan kecemasan pada pasien katarak di Rumah Sakit
Mata Solo.
6
D. Manfaat Penelitian
Dari penelitian di atas adapun manfaat dari penelitian ini, diharapkan
dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat dan bahan acuan dalam
memperkaya
dan
memperluas
ilmu
pengetahuan
bahwa
kurangnya
pengetahuan terhadap tindakan operasi katarak menggunakan metode
phacoemulsifikasi mempengaruhi tingkat kecemasan pada pasien.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan penelitian ini dapat sebagai bahan pertimbangan khususnya
bagi managemen Rumah Sakit dalam meningkatkan edukasi bagi pasien
katarak terhadap tindakan operasi katarak.
b. Bagi Perawat
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi masukan bagi rekan- rekan
sejawat perawat dalam meningkatkan pelayanan, edukasi terhadap pasien
dan meningkatkan kualitas kerja.
c. Bagi Pasien
Diharapkan dengan penelitian ini peningkatan pengetahuan pasien dan
kecemasan pasien terhadap tindakan pembedahan katarak teratasi secara
lebih baik.
7
E. Keaslian Penelitian
Ada beberapa penelitian- penelitian sebelumnya yang meneliti dari salah
satu variabel yang penulis teliti saat ini, diantaranya:
1. Rahmi, Arditya (2007), meneliti tentang Hubungan pengetahuan dengan
sikap terhadap operasi katarak pada pasien katarak senilis di RSUP Dr.
Kariadi Semarang. Penelitian ini dilaksanakan mencakup bidang Ilmu
Kesehatan Mata serta sosiologi Medik tentang perilaku kesehatan. Metode
penelitian ini adalah penelitian analitik dengan rancangan potong lintang
(cross sectional) di Unit Rawat Jalan SMF Mata RS Dr. Kariadi Semarang
pada bulan Maret- April 2007. Tehnik pengambilan sample adalah simple
random sampling dengan jumlah sample 50 orang penderita katarak. Pada
saat sebelum penelitian dilakukan, uji validitas kuesioner dilakukan dengan
expert validity test dan didapatkan skor >0.5 pada semua pertanyaan, sedang
pada uji Reliabilitas digunakan Cronbach Alfa, nilai dari Cronbach Alfa
adalah >0.7. pada kuesioner datadiolah dengan komputer serta dianalisis
secara uji korelasi Spearman. Hasil dari penelitian dapat disimpulkan bahwa
proporsi terbesar dari tingkat pengetahuan pasien katarak senilis di RS Dr.
Kariadi Semarang adalah tingkat pengetahuan sedang dan terdapatnya
hubungan yang bermakna antara katarak senilis terhadap operasi katarak.
2. Maloring, Kaawon, Onibala (2014), meneliti tentang Hubungan pengetahuan
dan sikap dengan kepatuhan perawatan pada pasien post operasi katarak di
Balai Kesehatan Mata Masyarakat Sulawesi utara. Penelitian ini bersifat
observasi analitik dengan pendekatan cross sectional study pada 10-18 Juli
8
2014 dengan jumlah sample 63 responden. Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini telah diuji validitas dengan uji chi square (x2) menunjukkan
adanya hubungan pengetahuan dan kepatuhan perawatan post operasi katarak
di Balai kesehatan Mata Masyarakat Sulawesi Utara ( = 0,00 < α = 0,05).
Hubungan sikap dengan kepatuhan perawatan post operasi katarak ( = 0,011
< α = 0,05).
3. Setiawan (2013), meneliti tentang Hubungan antara pengetahuan tentang
operasi katarak dan tingkat ekonomi penderita katarak dengan sikap tentang
operasi katarak pada penderita katarak lanjut usia di wilayah kerja Puskesmas
Sukoharjo. Rancangan penelitian ini menggunakan proportional random
sampling dan instrument penelitian menggunakan kuesioner berupa
pengetahuan, tingkat ekonomi dan sikap. Alat analisis menggunakan Fisher
exact , dari hasil penelitian diketahui 18 responden (45%) pengetahuan tinggi,
22 responden (22,5%) dengan kategori pengetahuan rendah. Dari 22 lansia
(55%) dengan tingkat ekonomi tinggi, 18 responden (45%) tingkat ekonomi
rendah. Terdapat 17 lansia (42,5%) dengan sikap yang baik, 23 responden
(57,5%) dengan kategori sikap yang buruk. Hasil dari penelitian ini adalah
terdapat antara pengetahuan tentang operasi katarak dengan sikap tentang
operasi katarak serta hubungan antara pendapatan responden per hari dengan
sikap tentang operasi katarak pada penderita katarak lanjut usia.
4. Sani, Ikhsan, Adriani (2013), meneliti tentang perbedaan tekanan intraokuler
pra bedah dan pasca bedah phacoemulsifikasi pada pasien katarak di Klinik
Mata Kambang Jambi pada tahun 2013. Penelitian ini menggunakan analitik
9
kuantitatif dengan rancangan studi eksperimental semu (quasi experimental)
dan rancangan waktu (time series design). Jumlah sample dalam penelitian ini
berjumlah 48 sampel dan teknik pengambilan sample dilakukan dengan
menggunakan teknik consecutive sampling. Kriteria inklusi dalam penelitian
ini adalah pasien yang dilakukan operasi katarak dengan teknik
phacoemulsifikasi pada bulan April sampai dengan bulan Juni tahun 2013
dengan usia ≥ 30 tahun, TIO pra operasi dalam rentang normal (10-21
mmHg), pasien tanpa riwayat hipertensi berat, diabetes mellitus, dan tidak
ada riwayat menderita glaukoma. Pasien dengan durasi operasi lebih dari 15
menit, timbul komplikasi pada saat tindakan operasi dan tidak datang untuk
kontrol atau follow up dieksklusikan. Pengumpulan data yang dilakukan
dengan melihat dari hasil pemeriksaan tekanan intraokular pada data rekam
medis pasien yang dilakukan operasi katarak dengan phacoemulsifikasi. Uji
statistik yang digunakan adalah dengan uji t- berpasangan dengan nilai p yang
dianggap bermakna p <0,05.
Download