hubungan pemberian mp asi dengan status gizi bayi usia 6

advertisement
HUBUNGAN PEMBERIAN MP ASI DENGAN STATUS GIZI BAYI USIA 6-24
BULAN DI PUSKESMAS CURUG KABUPATEN TANGERANG
Melfin Julianti Gulo1Tri Nurmiyati2
ABSTRAK
Di Indonesia angka balita kurang gizi 165 juta, di provinsi Banten 8.737 balita menderita
gizi buruk, di kabupaten Tangerang (2012) penderita gizi buruk 349 balita. Di wilayah
puskesmas Curug, status gizi kurang 167 balita, dan status gizi buruk 12 balita. Tujuan
penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan pemberian MP ASI dengan status
gizi bayi usia 6-24 bulan berdasarkan usia pemberian, frekuensi dan jenis MP ASI. Jenis
penelitian bersifat analitik, dengan pendekatan cross sectional menggunakan data primer
dan sekunder. Populasi adalah semua bayi berusia 6-24 bulan di posyandu anggrek bulan
IV. Penelitian ini menggunakan total populasi yang berjumlah 40 responden. Analisa data
menggunakan analisa univariat dan bivariat dengan uji chi square. Dari 40 responden,
berdasarkan usia pemberian MP ASI 6-24 bulan sebanyak (100%) berstatus gizi baik
dengan p value (0,418), pemberian MP ASI dengan frekuensi yang sesuai tahap usia
sebanyak (93,8%) berstatus gizi baik dengan p value (0,104), pemberian MP ASI dengan
jenis makanan sesuai tahap usia sebanyak (95,2%) berstatus gizi baik dengan p value
(0,564). Hasil uji statistik didapatkan tidak ada hubungan yang signifikan antara usia
pemberian, frekuensi dan jenis MP ASI yang diberikan dengan status gizi bayi usia 6-24
bulan di Posyandu Anggrek Bulan IV Wilayah puskesmas Curug Kabupaten Tangerang.
Diharapkan agar ibu tidak memberikan MP ASI selain dari ASI pada usia 0-6 bulan.
Karena pemberian MP ASI yang terlalu dini walaupun anak memiliki status gizi yang
baik akan tetapi beresiko terjadinya alergi, diare, konstipasi dan lain sebagainya.
Kata kunci: MP ASI, Status Gizi
ABSTRACT
In Indonesia, malnourished children under five years old about 165 million.In Banten,
one of province in Indonesia have 8,737 malnourished children under five years old, and
in the district of Tangerang (2012) 349 severely malnourished children under five years
old. In Primary Health Care Curug, 167 children under five years old have
malnutritionand 12 infants have poor nutritional. The purpose of this study was
conducted to determine the relationship giving complementary feeding and nutritional
status of infants aged 6-24 months, and the other variable of this studi were age of the
time of complementary feeding, frequency and type of complementary feeding. Cross
sectional approach and bivariate analysis (chi square test) is performed to find the
relationshipbase on primary and secondary data.The population is all infants aged 6-24
month at Posyandu Anggrek Bulan IV(total population:40 respondents). The children had
received complementary feedingas at age 6-24 month have well nourished (100%, p value
0.418), 80% children who received appropriate complementary feeding as their age had
well nourished (93.8% p value 0.104), children had received complementary feeding with
appropriate food types as their age(95,2% p value 0.564). Statistically analysis found no
significant relationship between all the variable. It is expected that the mother does not
give complementary feeding other than breast milk at 0-6 months of age. Because the
1
2
Akademi Kebidanan Bina Husada Tangerang
Akademi Kebidanan Bina Husada Tangerang
8
Jurnal Bina Cendekia Kebidanan Vol 1 No 1
April 2015
provision of complementary feeding is too early even though the child have a good
nutritional status but the risk of allergies, diarrhea, constipation, and so forth.
Keywords: complementary feeding, Nutritional Status
PENDAHULUAN
Banyak peneliti yang menaruh
perhatian terhadap perkembangan otak
dimana sangat erat hubungannya dengan
perkembangan mental dan kemampuan
berpikir.
Jaringan otak anak yang
tumbuh normal akan mencapai 80%
berat otak dewasa sebelum berusia 3
tahun.
Terdapat masa kritis dalam
perkembangan otak manusia dimana
pada masa ini otak berkembang cepat
akan sangat rawan terhadap gizi kurang
dan ini berada sejak 2 bulan dalam
kandungan sampai dengan usia 2
tahun.1Kurang gizi yang dialami anakanak di bawah usia 2 tahun, biasanya
menyebabkan anak gampang sakit.
Selain itu, perkembangan tubuh anak
hingga dewasa tak optimal, daya tahan
tubuh lemah, kemampuan motorik
rendah, produktivitas rendah, dan
kemampuan daya saing juga rendah.
Hasil
penelitian
membuktikan
Intelligence Quotients (IQ) anak-anak
usia 5-15 tahun (yang pernah mengalami
gizi
buruk
dini)
perkembangan
intelektual serta perkembangan fisiknya
banyak dipengaruhi oleh status gizi
selama masa bayi sampai masa
prasekolah. Apabila pada masa ini
terjadi gangguan gizi kurang dapat
menimbulkan kelainan fisik maupun
mental. Gizi bayi sendiri sebagai faktor
tidak langsung maupun langsung
penyebab kematian bayi.
Penyakit
diare, infeksi saluran akut, pneumonia,
muntah dan susah buang air besar
merupakan pembunuh (killing diseases)
utama pada bayi. Selain itu, kekurangan
zat gizi pada masa bayi dapat
mengganggu
pertumbuhan
dan
perkembangan bayi. Perkiraan terbaru
menunjukkan bahwa 8,5 juta bayi usia
kurang dari 6 bulan di seluruh dunia
mengalami resiko kekurangan gizi. 1-3
Kementerian
Perencanaan
Pembangunan Nasional mencatat lebih
dari 8 juta anak Indonesia mengalami
kekurangan gizi. Saat ini Indonesia
masih menjadi penyumbang angka anak
pendek dan kurang gizi di dunia, yang
jumlah totalnya mencapai 165 juta.2
Secara nasional prevalensi berat
kurang pada tahun 2010 adalah 17,9%
yang terdiri dari 4,9% gizi buruk dan
13,0% gizi kurang. Dari 33 propinsi di
Indonesia 18 propinsi yang memiliki
prevalensi berat kurang di atas angka
prevalensi nasional yaitu berkisar antara
30,5% di propinsi Nusa Tenggara Barat
dan 18,5% di propinsi Banten. Urutan
ke 18 propinsi tersebut dari yang
tertinggi sampai terendah adalah
(1)Nusa Tenggara Barat, (2)Nusa
Tenggara Timur, (3)Kalimantan Barat,
(4)Kalimantan Tengah, (5)Sulawesi
Tengah, (6)Papua Barat, (7)Gorontalo,
(8)Maluku,
(9)Sulawesi
Selatan,
(10)Aceh,
(11)Maluku
Utara,
(12)Kalimantan Selatan, (13)Sulawesi
Tenggara,
(14)Sumatera
Utara,
(15)Sulawesi
Barat,
(16)Sumatera
Selatan, (17)Jambi dan (18)Banten.4
Menurut Kementerian Kesehatan
(Kemenkes) tahun 2013 sedikitnya
8.737 bayi lima tahun (balita) atau
sekitar 1,04% dari 837.857 balita
terpantau di Provinsi Banten menderita
gizi buruk. Presentase jumlah penderita
gizi buruk ini mengalami peningkatan
sebesar 0,14 % dibandingkan tahun
sebelumnya, sebesar 1,18 % atau sekitar
7.589 balita gizi buruk terutama di
wilayah Kabupaten Lebak.5
Menurut
Statistik
Daerah,
Kabupaten Tangerang (2012), di
Kabupaten Tangerang masih ada sekitar
0,95 % status gizi balita buruk dan
8,17% status gizi balita kurang. Pada
tahun 2010 untuk keadaan gizi balita di
9
Jurnal Bina Cendekia Kebidanan Vol 1 No 1
Kabupaten Tangerang, dari 240.989
balita yang ditimbang terdapat balita
sebesar 89,84% dalam keadaan gizi
baik, 0,95% gizi buruk, 8,17% gizi
kurang dan 1,04% gizi lebih. Kabupaten
Tangerang persentase balita penderita
gizi buruk mendekati 15 persen dan 30
persen adalah balita dengan penyakit
bawaan, seperti kelainan otak, kelainan
jantung dan infeksi kronis.
Balita
dengan gizi buruk pada tahun 2012
sebanyak 349 dari 250 ribu balita.
Kasus gizi buruk menimpa sebanyak
349 balita di 29 Kecamatan di
Kabupaten Tangerang, di tiga wilayah
lainnya, yakni Kecamatan Jambe,
Kecamatan Kemiri dan Kecamatan
Mekar Baru.6
Keadaan gizi buruk ini semakin
meningkat terutama pada bayi prematur,
bayi berat lahir rendah, bayi yang lahir
di pedesaan, ibu bayi yang status sosial
ekonomi rendah, status pendidikan ibu
yang rendah, daerah kemiskinan,
rendahnya tingkat pemberian ASI
eksklusif dan meningkatnya pemberian
makanan campuran di usia dini yang
mengekspos bayi terhadap kontaminasi
dan makanan dengan nutrisi yang
rendah.7
Menurut WHO dan United
Nations Children’s Fund (UNICEF),
lebih dari 50% kematian anak balita
terkait dengan keadaan kurang gizi, dan
dua pertiga diantara kematian tersebut
terkait dengan praktik pemberian makan
yang kurang tepat pada bayi dan anak,
seperti tidak dilakukan inisiasi menyusu
dini dalam satu jam pertama setelah
lahir
dan
pemberian
makanan
pendamping air susu ibu (MP ASI) yang
terlalu
cepat
atau
terlambat
diberikan.8Menurut Riskesdas
tahun
2010, presentasi pola pemberian MP
ASI dini usia dibawah 6 bulan menurut
kelompok umur yaitu bayi usia 0 bulan
diberikan MP ASI 55,1%, bayi usia 1
bulan 63,1%, bayi usia 2 bulan 65,2%,
bayi usia 3 bulan 70,2%, bayi usia 4
bulan 70,7%, dan bayi usia 5 bulan
April 2015
83,2%. Di Indonesia angka tertinggi
pemberian air putih pada bayi adalah
terjadi di Sumatera Utara 30,7%,
pemberian air gula dan madu di
Gorontalo 38,5%, pemberian pisang di
Aceh 14,3%, sedangkan di Banten
sendiri pemberian air putih 14,9%,
pemberian madu 37,7%, dan pemberian
pisang 10,6%.4
Berdasarkan penelitian Soedibyo
dan Winda tahun 2007, pemberian MP
ASI terlalu dini dapat menimbulkan
beberapa masalah yaitu berpotensi untuk
tersedak dan tidak dapat tidur nyenyak
pada malam hari, dapat mengakibatkan
bayi lebih sering menderita diare, bayi
mudah alergi terhadap zat makanan
tertentu, bila makanan yang diberikan
kurang bergizi dapat mengakibatkan
anak menderita kurang gizi atau terjadi
malnutrisi,
dapat
pula
terjadi
overfeeding.9
SK Menteri Kesehatan RI Nomor
273/Menkes/SK/IV/1997 telah mengatur
tentang pemberian MP ASI, yaitu bahwa
pemberian ASI secara eksklusif bagi
bayi sampai dengan berumur 6 bulan,
yang diteruskan hingga umur 2 tahun
dengan pemberian MP ASI harus
dilakukan dengan baik dan benar karena
setelah anak berusia 6 bulan sesuai
dengan proses pertumbuhan dan
perkembangan bayi, maka ASI harus
ditambah dengan cairan lain dan
makanan padat untuk memberikan gizi
yang memadai. Cairan dan makanan
padat itu biasanya disebut MP ASI,
diberikan sampai anak berusia 2 tahun.10
MP ASI merupakan makanan atau
minuman yang mengandung zat gizi
yang diberikan kepada bayi atau anak
usia 6-24 bulan guna memenuhi
kebutuhan gizi selain dari ASI.
Pemberian MP ASI yang baik dan benar
kepada bayi usia 6-24 bulan merupakan
salah satu upaya memulihkan status gizi
bayi untuk lebih seimbang. Kriteria
makanan tambahan yang baik meliputi
makanan yang menyediakan energi,
protein, vitamin dan mineral (terutama
10
Jurnal Bina Cendekia Kebidanan Vol 1 No 1
vitamin A, vitamin C, zat besi, seng,
kalsium dan asam folat) serta makanan
tersebut disenangi oleh bayi.5
Tidak semua pemberian MP ASI
hanya mulai diberikan pada usia 6-24
bulan saja, pemberian MP ASI sebelum
usia 6 bulan (4-6 bulan) bisa diberikan
bila memang ASI tidak mencukupi
kebutuhan bayi lagi, hal ini ditandai
dengan pertambahan berat badan bayi
yang kurang meskipun pemberian ASI
sudah tepat.
Meskipun makanan
tambahan diberikan, ASI harus menjadi
makanan utama pada tahun pertama
bayi dan menjadi makanan penting pada
tahun kedua.11
Pemberian makan yang baik sejak
lahir hingga usia 2 tahun merupakan
salah satu upaya mendasar untuk
menjamin pencapaian kualitas tumbuh
kembang sekaligus memenuhi hak
anak.8, 12
Oleh karena itu upaya mengatasi
masalah kekurangan gizi pada bayi dan
anak balita melalui pemberian makanan
bayi dan anak yang baik dan benar,
menjadi
agenda
penting
demi
menyelamatkan generasi masa depan.12
Salah satu rekomendasi dalam
Global Strategy on Infant and Child
Feeding, pola pemberian makan terbaik
bagi bayi dan anak sejak lahir sampai
umur 24 bulan sebagai berikut :
(1)Menyusui segera dalam waktu satu
sampai dua jam pertama setelah bayi
lahir (IMD), (2)Menyusui secara
eksklusif sejak lahir sampai bayi berusia
6 bulan, (3)Mulai memberikan MP ASI
yang baik dan benar sejak bayi berusia 6
bulan; dan (4)Tetap menyusui sampai
anak berusia 24 bulan atau lebih.
Berdasarkan
hasil
Bulan
Penimbangan Balita (BPB) tahun 2013,
jumlah balita di wilayah Puskesmas
Curug sebanyak 9.360 anak, dengan
April 2015
jumlah balita yang berstatus gizi kurang
167 balita (1,78%), jumlah balita yang
berstatus gizi buruk 12 balita (0,12%),
dan balita yang berstatus gizi baik
berjumlah 9.138 (97,62%). Berdasarkan
latar belakang di atas, peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian di Posyandu
Anggrek Bulan IV wilayah Puskesmas
Curug Kabupaten Tangerang, peneliti
ingin mengetahui bagaimana hubungan
pemberian MP ASI dengan status gizi
bayi usia 6-24 bulan di Posyandu
Anggrek Bulan IV tahun 2014.
METODE PENELITIAN
Rancangan
penelitian
yang
digunakan adalah penelitian survei
analitik.13Penelitian ini mengkorelasikan
pemberian MP ASI terhadap status gizi
bayi usia 6-24 bulan dengan pendekatan
cross sectional dan menggunakan data
primer dan sekunder. Lokasi penelitian
dilakukan di Posyandu Anggrek Bulan
IV
wilayah
Puskesmas
Curug
Kabupaten Tangerang. Pengumpulan
data dilaksanakan tanggal 07 Januari
2014. Sampel penelitian diambil dari
total populasi sebanyak 40 orang yaitu
seluruh bayi usia 6-24 bulan yang
datang di Posyandu Anggrek Bulan IV
pada tanggal 07 januari 2014.14 Status
Gizi
Bayi
Usia
6-24
bulan
dikategorikan menjadi tiga yaitu Gizi
dikatakan baik bila (-2 SD s/d 2 SD),
kurang (-3 SD s/d < -2 SD) dan Lebih
(>2 SD). Analisis univariat dilakukan
untuk mengetahui distribusi frekuensi
dari karakteristik status gizi bayi usia 624 bulan dan analisis bivariat dilakukan
menggunakan uji statistic chi square
untuk mengetahui hubungan pemberian
MP ASI dengan status gizi bayi usia 624 bulan.15
11
Jurnal Bina Cendekia Kebidanan Vol 1 No 1
April 2015
HASIL PENELITIAN
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Status Gizi Bayi Usia 6-24 bulan
Status Gizi
Frekuensi
Persentasi (%)
Baik ( - 2 SD s/d 2 SD )
37
92,5
Kurang ( - 3 SD s/d < - 2 SD )
1
2,5
Lebih ( > 2 SD )
2
5,0
Total
40
100
Dari tabel 1 dapat diketahui
bahwa mayoritas responden berstatus
gizi baik
yaitu sebanyak 92,5 %, status gizi
kurang 2,5 %, dan status gizi lebih 5,0%.
Tabel 2.Distribusi Frekuensi Status Gizi Bayi Usia 6-24 bulan berdasarkan Usia
Pemberian, Frekuensi dan Jenis MP ASI
Variabel
Usia Pemberian
4-6 bulan
6-24 bulan
Frekuensi
Sesuai
Tidak sesuai
Jenis MP ASI
Sesuai
Tidak sesuai
Dari tabel 2 diketahui bahwa
mayoritas anak diberikan MP ASI pada
usia 4-6 bulan yaitu sebanyak 65%,
mayoritas anak diberikan MP ASI
Frekuensi
Persentase (%)
26
14
65,0 %
35,0 %
32
8
80 %
20 %
21
19
52,5 %
47,5 %
dengan frekuensi yang sesuai tahap usia
sebanyak 80% dan mayoritas anak
diberikan jenis MP ASI yang sesuai
dengan tahap usia sebanyak 52,5%.
Tabel 3Hubungan Pemberian MP ASI dengan Status Gizi Bayi Usia 6-24 bulan
berdasarkan Usia Pemberian MP ASI
.
Usia
pemberian
4-6 bulan
6-24 bulan
Baik
F
23
14
%
88,5%
100%
Status Gizi
Kurang
Lebih
F
%
f
%
1
3,8%
2
7,7%
0
0%
0
0%
Berdasarkan tabel 3 diketahui
bahwa responden yang diberikan
makanan tambahan pada usia 6-24 bulan
Nilai P
Jumlah
N
%
26
100%
14
100%
0,418
yang berjumlah 14 anak (100%)
berstatus gizi baik. Hasil uji statistik
diperoleh nilai p = 0,418 > α (0,05)
9
Jurnal Bina Cendekia Kebidanan Vol 1 No 1
maka dapat di simpulkan bahwa Ha
ditolak artinya tidak ada hubungan
antara usia pertama pemberian MP ASI
April 2015
dengan status gizi bayi usia 6-24 bulan
di Posyandu Anggrek bulan IV.
Tabel 4 Hubungan Pemberian MP ASI dengan Status Gizi Bayi Usia 6-24 bulan
berdasarkan Frekuensi
Nilai
Status Gizi
P
Frekuensi
Baik
Kurang
Lebih
Jumlah
0,104
f
%
F
%
F
%
N
%
Sesuai
30 93,8%
0 0%
2 6,2%
32
100%
Tidak sesuai
7
87,5%
1 12,5%
0 0%
8
100%
Berdasarkan tabel 4 diketahui
bahwa responden yang diberikan MP
ASI dengan frekuensi yang sesuai
dengan tahap usia sebanyak 30 anak
(93,8%) berstatus gizi baik. Hasil uji
statistik diperoleh nilai p = 0,104 > α
(0,05) maka dapat di simpulkan bahwa
Ha
ditolak
artinya
tidak
ada
hubunganantara frekuensi pemberian
MP ASI dengan status gizi bayi usia 624 bulan di Posyandu Anggrek bulan IV.
Tabel 5Hubungan Pemberian MP ASI dengan Status Gizi Bayi usia 6-24 bulan
berdasarkan Jenis MP ASI
Nilai
Status
Gizi
P
Jenis makanan
tambahan
Baik
Kurang
Lebih
Jumlah
0,564
f
%
F
%
f
%
N
%
Sesuai
20 95,2%
0 0%
1
4,8%
21
100%
Tidak sesuai
17 89,5%
1 5,3%
1
5,3%
19
100%
Berdasarkan tabel 5 diketahui
bahwa responden yang diberikan MP
ASI dengan jenis makanan yang sesuai
dengan tahap usia sebanyak 21 anak
dengan 20 anak (95,2%) berstatus gizi
baik. Hasil uji statistik diperoleh nilai p
= 0, 564 > α (0,05) maka dapat di
simpulkan bahwa Ha ditolak artinya
tidak adahubungan antara jenis MP ASI
dengan status gizi bayi usia 6-24 bulan
di Posyandu Anggrek bulan IV.
10
Jurnal Bina Cendekia Kebidanan Vol 1 No 1
PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian yang dilakukan
di Posyandu Anggrek bulan IV wilayah
Puskesmas Curug tanggal 07 Januari 2014
diperoleh hasil, dari 40 responden
sebanyak 37 anak (92,5%) berstatus gizi
baik, sebanyak 1 anak (2,5%) berstatus
gizi kurang, sebanyak 2 anak (5,0%)
berstatus gizi lebih dan tidak ada
responden yang berstatus gizi buruk.
Menurut Widodo (2009), pemberian
MP ASI adalah makanan selain ASI dan
susu formula, di mana seiring dengan
pertumbuhan bayi kebutuhan akan energi,
protein dan zat gizi lainnya pun makin
bertambah, sehingga perlu makanan
tambahan untuk kekurangannya.11
Pemberian MP ASI yang tepat dan benar
dapat dimulai pada usia 6 bulan, karena
pada usia ini bayi memulai gerakan
mengunyah serta menggerakan rahang ke
atas dan ke bawah serta sudah mampu
menggenggam dengan telapak tangan.5
Berdasarkan penelitian Soedibyo
dan Winda (2007) di RS Cipto
Mangunkusumo Jakarta, penambahan MP
ASI harus di mulai pada usia 6 bulan, nilai
gizi MP ASI harus adekuat seperti
kandungan dalam ASI, bersih, rasa dan
bentuk yang menarik dalam jumlah yang
cukup. Makanan pendamping tidak
menggantikan ASI, tetapi secara bertahap
menambahkan sesuai kebutuhan gizi bayi.
Keberhasilan pemberian MP ASI ini di
pengaruhi juga oleh perkembangan fungsi
sistem syaraf, saluran cerna dan ginjal
bayi.
Pemberian makanan pada bayi
adalah topik yang kompleks karena
berdampak tidak hanya pada kesehatan
dan status gizi bayi, tetapi juga pada
perkembangan psikologis dan untuk
membentuk kebiasaan makan yang benar.
Kebiasaan makan yang benar dapat
berpengaruh pada kesehatan dan status
gizi anak di kemudian hari. Di sisi lain,
pemberian makan pada bayi juga di
pengaruhi oleh sikap dan nilai yang
diyakini orangtua dan sangat berkaitan erat
dengan hubungan sosial dan budaya.9
Berdasarkan hasil penelitian ini,
mayoritas anak usia 6-24 bulan di
Posyandu Anggrek bulan IV berstatus gizi
baik.
Hal ini berhubungan karena
April 2015
sebagian besar ibu dari responden
berpengetahuan baik dan terampil dalam
memberikan MP ASI pada anak.
Dari 40 responden yang ada, 14
anak mulai diberikan makanan tambahan
pada usia 6-24 bulan dan (100%) berstatus
gizi baik.
Hasil uji statistik yang
dilakukan, tidak ada hubungan yang
signifikan antara usia pertama pemberian
MP ASI dengan status gizi bayi usia 6-24
bulan di posyandu Anggrek bulan IV
wilayah Puskesmas Curug kabupaten
Tangerang.
Berdasarkan
hasil
penelitian
Rohmani (2010) di kota Semarang, hasil
uji korelasi Spearman, antara usia pertama
pemberian MP ASI dengan status gizi
(dengan indek BB/U) di dapatkan tidak
adanya korelasi / korelasi negatif antara
usia pertama pembesian MP ASI denga
status gizi balita (p = 0,881; p > α).16
Teori Almatsier (2011) secara
berangsur sesudah usia 6 bulan bayi
diberikan makanan tambahan untuk
memenuhi kebutuhan energi dan zat-zat
gizi serta membantu perkembangan
kemampuan mengunyah dan menelan
bayi. Jika sebelum usia 6 bulan bayi
belum siap mencerna makanan dengan
baik dan jika dipaksa diberikan dapat
menyebabkan kram usus, konstipasi dan
alergi.1
Berdasarkan
hasil
penelitian
didapatkan usia pertama pemberian MP
ASI di Posyandu Anggrek bulan IV tidak
mempunyai hubungan yang bermakna
dengan status gizi bayi usia 6-24 bulan,
hal ini dikarenakan pemberian MP ASI
kebersihannya terjaga, MP ASI diberikan
sesuai dengan kebutuhan bayi saja dan
makanan yang diberikan mudah untuk
dicerna bayi.
Berdasarkan hasil penelitian dari 40
responden 32 anak diberikan makanan
tambahan dengan frekuensi yang sesuai
dengan tahap usia yaitu sebanyak 30 anak
(93,8%).
Hasil uji statistik yang
dilakukan, tidak ada hubungan yang
signifikan antara frekuensi pemberian MP
ASI dengan status gizi bayi usia 6-24
bulan di Posyandu Anggrek bulan IV
wilayah Puskesmas Curug kabupaten
Tangerang.
11
Jurnal Bina Cendekia Kebidanan Vol 1 No 1
Berdasarkan
penelitian
Kusumaningsih (2009) di Kecamatan
Ungaran Barat, bayi yang diberi MP ASI
yang sesuai dengan frekuensi berstatus
gizi baik, namun sebagian bayi dari setiap
responden (41,7%) yang diberi MP ASI
tidak sesuai dengan frekuensi tetap
berstatus gizi baik.17
Menurut Widodo (2009) usia 6-24
bulan bayi diberikan makanan tambahan
sebanyak 3 kali sehari jika masih
menyusui dengan makanan selingan 2 kali
sehari.11
Berdasarkan
hasil
penelitian
didapatkan frekuensi pemberian MP ASI
di Posyandu Anggrek bulan IV tidak
mempunyai hubungan yang bermakna
dengan status gizi bayi usia 6-24 bulan,
hal ini dikarenakan orang tua anak
memiliki keterampilan yang memadai
dalam pemilihan waktu, jumlah dan cara
pemberian makanan pada anak mereka.
Berdasarkan hasil penelitian dari 40
responden, 21 anak yang diberikan
makanan tambahan dengan jenis MP ASI
yang sesuai tahap usia dan sebanyak 20
anak (95,2%) berstatus gizi baik. Hasil uji
statistik yang dilakukan, tidak ada
hubungan yang signifikan antara jenis
makanan tambahan yang diberikan dengan
status gizi bayi usia 6-24 bulan di
posyandu Anggrek bulan IV wilayah
Puskesmas Curug kabupaten Tangerang.
Menurut Maryuni (2010) jenis
makanan tambahan untuk bayi usia 6
bulan makanan lumat seperti, bubur
tepung, bubur beras (encer) yang di
lumatkan, untuk bayi usia 7-12 bulan
makanan lembek seperti, bubur beras
(padat), nasi lembik, ketupat dengan
disertai lauk pauk seperti tempe, tahu
beserta sayuran yang diberikan secara
bertahap, umur 12-24 bulan dapat
diperkenalkan makanan keluarga secara
bertahap.18
Berdasarkan penelitian Sakti dkk
(2013) di kota Makassar, hasil analisis
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
yang signifikan antara pemberian jenis
makanan pendamping ASI dengan status
gizi anak usia 6-23 bulan berdasarkan
kategori BB/U.
Hasil penelitian
menunjukkan jenis MP ASI berdasarkan
konsistensi tidak berhubungan dengan
April 2015
status gizi anak. Hal ini dikarenakan dari
hasil penelitian didapatkan bahwa kualitas
MP ASI yang diberikan kurang masih
memadai.19
Berdasarkan
hasil
penelitian
didapatkan jenis pemberian MP ASI di
posyandu Anggrek bulan IV tidak
mempunyai hubungan yang bermakna
dengan status gizi bayi usia 6-24 bulan,
hal ini dikarenakan pemberian jenis MP
ASI benar-benar dihaluskan dan lumatkan
terlebih dahulu, makanan yang dihaluskan
atau dilumatkan tidak akan mengurangi
nilai gizi yang terkandung dalam
makanan, dan makanan yang baru
diperkenalkan satu persatu dengan tetap
memperhatikan kemungkinan alergi anak
terhadap makanan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Setelah melakukan penelitian pada
bayi usia 6-24 bulan di Posyandu Anggrek
Bulan IV Wilayah Puskesmas Curug
tanggal 07 Januari 2014, peneliti
menyimpulkan hasil penelitian sebagai
berikut hampir semua anak (92,5%)
berstatus gizi baik, 2,5% berstatus gizi
kurang dan 5,0% berstatus gizi lebih.
Tidak ada hubungan bermakna antara usia
pertama pemberian MP ASI, frekuensi
pemberian MP ASI dan jenis MP ASI
yang diberikan dengan status gizi bayi usia
6-24 bulan di Posyandu Anggrek Bulan IV
wilayah Puskesmas Curug.
Diharapkan dengan dilakukannya
penelitian ini, pihak tenaga kesahatan yang
terdapat di wilayah Posyandu Anggrek
Bulan IV lebih banyak lagi memberikan
informasi kepada ibu yang mempunyai
anak usia 0-6 bulan agar tidak
memberikan makanan tambahan apapun
selain dari ASI. Karena pemberian MP
ASI yang terlalu dini walaupun anak
memiliki status gizi yang baik tetapi
beresiko terjadinya alergi, diare, konstipasi
dan lain sebagainya
Diharapkan
agar
pendidikan
meningkatkan
mutu
pembelajaran
sehingga mahasiswi dimasa yang akan
datang bisa lebih baik lagi dalam
melakukan penelitian khususnya terkait
dengan hubungan pemberian MP ASI
dengan status gizi bayi.
12
Jurnal Bina Cendekia Kebidanan Vol 1 No 1
Diharapkan dapat melanjutkan
penelitian mengenai hubungan pemberian
MP ASI dengan status gizi bayi usia 624bulan ini terutama tentang variabel yang
terkait sebagai perbandingan untuk
penelitian selanjutnya.
Diharapkan
dapat
melakukan
penelitian selanjutnya tentang dampak dan
resiko pemberian MP ASI terlalu dini bagi
anak usia 6-24 bulan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Almatsier S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama;
2009.
2. ______. Mid-upper arm circumference
at age of routine infant vaccination to
identify infants at elevated risk of
death. World Health Organization
[Internet]. 2013. Available from:
http://www.who.int/bulletin/volumes/9
0/12/12-109009/en/.
3. Siswono. Jumlahnya Meningkat, 8.737
Balita di Banten Alami Gizi Buruk.
2011.
Available
from:
http://gizi.depkes.go.id/jumlahnyameningkat-8-737-balita-di-bantenalami-gizi-buruk.
4. ______. Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS).
Jakarta:
Badan
Penelitian
dan
Pengembangan
Kesehatan Kementerian Republik
Indonesia; 2010.
5. ______. Pedoman Umum Pemberian
Makanan Pendamping Air Susu Ibu
(MP-ASI) Lokal. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia; 2006.
6. ______. Statistik Daerah Kabupaten
Tangerang. 2012.
7. Firman NT, Witjaksono F. Tiga Faktor
Penyebab
Obesitas
dan
Berat
Kurus2012.
Available
from:http://www.pesona.co.id/sehat/ke
sehatan/tiga.faktor.penyebab.obesitas/
002/002/22.
8. ______. Menkes Buka Konas Persagi
dan Temu Ilmiah Internasional
Persatuan Ahli Gizi Indonesia. Tahun
20142014.
Available
from:
http://www.depkes.go.id/article/view/
14120300002/menkes-buka-konaspersagi-dan-temu-ilmiahinternasional-persatuan-ahli-giziindonesia-tahun-2014.html.
April 2015
9. Soedibyo S, Winda F. Pemberian
Makanan Pendamping Air Susu Ibu
pada Bayi yang berkunjung ke unid
pediatri rawat jalan. Sari Pediatri.
2007;8(4):270-5. Epub 4 Maret 2007.
10. ______. Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia. Jakarta: Badan
Pusat Statistik, Badan Kependudukan
dan Keluarga Berencana Nasional,
Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, MEASURE DHS, ICF
International; 2012.
11. Widodo R. Pemberian Makanan,
Suplemen dan Obat pad Anak. Jakarta:
Penerbit Buku Buku Kedokteran EGC;
2009.
12. ______. Soal 8 Juta Anak Kurang
Gizi, Iin Kata Menkes. 2013.
Available
from:
http://www.tempo.co/read/news/2013/
07/17/173497219/Soal-8-Juta-AnakKurang-Gizi-Ini-Kata-Menkes.
13. Arikunto S. Prosedur Penelitian.
Jakarta: Rineka Cipta; 2010.
14. Nursalam. Konsep dan Penerapan
Metode Penelitian Ilmu Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika; 2008.
15. Notoatmodjo S. Netodologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta;
2012.
16. Afiana R. Pemberian makanan
pendamping ASI (MP ASI) pada anak
usia 1-2 tahun di keseluruhan Lamper
Tengah Kecamatan Semarang Selatan,
Kota Semarang. Jurnal Unimus. 2010.
17. Kusumaningsih TP. Hubungan antara
pemberian makanan pendamping ASI
dengan status gizi pada bayi usia 6-12
bulan di desa Gogik Kecamatan
Ungaran Barat. 2009. Available from:
http://download.portalgaruda.org/articl
e.php?article=66331&val=4798&title
=.
18. Maryuni A. Ilmu Kesehatan Anak
dalam Kebidanan. Jakarta: Trans Info
Media; 2010.
19. Sakti RE, Hadju V, Rochimiwati SN.
Hubungan pola pemberian MP-ASI
dengan status gizi anak usia 6-23
bulan di Wilayah Pesisir Kecamatan
Tallo kota Makassar. 2013. Available
from:
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/
handle/123456789/5480/JURNAL_M
13
Jurnal Bina Cendekia Kebidanan Vol 1 No 1
April 2015
KMI_
RISKY
EKA
SAKTI
(K21109274).pdf?sequence=1.
14
Download