HUBUNGAN PEMBERIAN MP ASI DENGAN STATUS GIZI BAYI USIA 6-24 BULAN DI PUSKESMAS CURUG KABUPATEN TANGERANG Melfin Julianti Gulo1Tri Nurmiyati2 ABSTRAK Di Indonesia angka balita kurang gizi 165 juta, di provinsi Banten 8.737 balita menderita gizi buruk, di kabupaten Tangerang (2012) penderita gizi buruk 349 balita. Di wilayah puskesmas Curug, status gizi kurang 167 balita, dan status gizi buruk 12 balita. Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan pemberian MP ASI dengan status gizi bayi usia 6-24 bulan berdasarkan usia pemberian, frekuensi dan jenis MP ASI. Jenis penelitian bersifat analitik, dengan pendekatan cross sectional menggunakan data primer dan sekunder. Populasi adalah semua bayi berusia 6-24 bulan di posyandu anggrek bulan IV. Penelitian ini menggunakan total populasi yang berjumlah 40 responden. Analisa data menggunakan analisa univariat dan bivariat dengan uji chi square. Dari 40 responden, berdasarkan usia pemberian MP ASI 6-24 bulan sebanyak (100%) berstatus gizi baik dengan p value (0,418), pemberian MP ASI dengan frekuensi yang sesuai tahap usia sebanyak (93,8%) berstatus gizi baik dengan p value (0,104), pemberian MP ASI dengan jenis makanan sesuai tahap usia sebanyak (95,2%) berstatus gizi baik dengan p value (0,564). Hasil uji statistik didapatkan tidak ada hubungan yang signifikan antara usia pemberian, frekuensi dan jenis MP ASI yang diberikan dengan status gizi bayi usia 6-24 bulan di Posyandu Anggrek Bulan IV Wilayah puskesmas Curug Kabupaten Tangerang. Diharapkan agar ibu tidak memberikan MP ASI selain dari ASI pada usia 0-6 bulan. Karena pemberian MP ASI yang terlalu dini walaupun anak memiliki status gizi yang baik akan tetapi beresiko terjadinya alergi, diare, konstipasi dan lain sebagainya. Kata kunci: MP ASI, Status Gizi ABSTRACT In Indonesia, malnourished children under five years old about 165 million.In Banten, one of province in Indonesia have 8,737 malnourished children under five years old, and in the district of Tangerang (2012) 349 severely malnourished children under five years old. In Primary Health Care Curug, 167 children under five years old have malnutritionand 12 infants have poor nutritional. The purpose of this study was conducted to determine the relationship giving complementary feeding and nutritional status of infants aged 6-24 months, and the other variable of this studi were age of the time of complementary feeding, frequency and type of complementary feeding. Cross sectional approach and bivariate analysis (chi square test) is performed to find the relationshipbase on primary and secondary data.The population is all infants aged 6-24 month at Posyandu Anggrek Bulan IV(total population:40 respondents). The children had received complementary feedingas at age 6-24 month have well nourished (100%, p value 0.418), 80% children who received appropriate complementary feeding as their age had well nourished (93.8% p value 0.104), children had received complementary feeding with appropriate food types as their age(95,2% p value 0.564). Statistically analysis found no significant relationship between all the variable. It is expected that the mother does not give complementary feeding other than breast milk at 0-6 months of age. Because the 1 2 Akademi Kebidanan Bina Husada Tangerang Akademi Kebidanan Bina Husada Tangerang 8 Jurnal Bina Cendekia Kebidanan Vol 1 No 1 April 2015 provision of complementary feeding is too early even though the child have a good nutritional status but the risk of allergies, diarrhea, constipation, and so forth. Keywords: complementary feeding, Nutritional Status PENDAHULUAN Banyak peneliti yang menaruh perhatian terhadap perkembangan otak dimana sangat erat hubungannya dengan perkembangan mental dan kemampuan berpikir. Jaringan otak anak yang tumbuh normal akan mencapai 80% berat otak dewasa sebelum berusia 3 tahun. Terdapat masa kritis dalam perkembangan otak manusia dimana pada masa ini otak berkembang cepat akan sangat rawan terhadap gizi kurang dan ini berada sejak 2 bulan dalam kandungan sampai dengan usia 2 tahun.1Kurang gizi yang dialami anakanak di bawah usia 2 tahun, biasanya menyebabkan anak gampang sakit. Selain itu, perkembangan tubuh anak hingga dewasa tak optimal, daya tahan tubuh lemah, kemampuan motorik rendah, produktivitas rendah, dan kemampuan daya saing juga rendah. Hasil penelitian membuktikan Intelligence Quotients (IQ) anak-anak usia 5-15 tahun (yang pernah mengalami gizi buruk dini) perkembangan intelektual serta perkembangan fisiknya banyak dipengaruhi oleh status gizi selama masa bayi sampai masa prasekolah. Apabila pada masa ini terjadi gangguan gizi kurang dapat menimbulkan kelainan fisik maupun mental. Gizi bayi sendiri sebagai faktor tidak langsung maupun langsung penyebab kematian bayi. Penyakit diare, infeksi saluran akut, pneumonia, muntah dan susah buang air besar merupakan pembunuh (killing diseases) utama pada bayi. Selain itu, kekurangan zat gizi pada masa bayi dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan bayi. Perkiraan terbaru menunjukkan bahwa 8,5 juta bayi usia kurang dari 6 bulan di seluruh dunia mengalami resiko kekurangan gizi. 1-3 Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional mencatat lebih dari 8 juta anak Indonesia mengalami kekurangan gizi. Saat ini Indonesia masih menjadi penyumbang angka anak pendek dan kurang gizi di dunia, yang jumlah totalnya mencapai 165 juta.2 Secara nasional prevalensi berat kurang pada tahun 2010 adalah 17,9% yang terdiri dari 4,9% gizi buruk dan 13,0% gizi kurang. Dari 33 propinsi di Indonesia 18 propinsi yang memiliki prevalensi berat kurang di atas angka prevalensi nasional yaitu berkisar antara 30,5% di propinsi Nusa Tenggara Barat dan 18,5% di propinsi Banten. Urutan ke 18 propinsi tersebut dari yang tertinggi sampai terendah adalah (1)Nusa Tenggara Barat, (2)Nusa Tenggara Timur, (3)Kalimantan Barat, (4)Kalimantan Tengah, (5)Sulawesi Tengah, (6)Papua Barat, (7)Gorontalo, (8)Maluku, (9)Sulawesi Selatan, (10)Aceh, (11)Maluku Utara, (12)Kalimantan Selatan, (13)Sulawesi Tenggara, (14)Sumatera Utara, (15)Sulawesi Barat, (16)Sumatera Selatan, (17)Jambi dan (18)Banten.4 Menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tahun 2013 sedikitnya 8.737 bayi lima tahun (balita) atau sekitar 1,04% dari 837.857 balita terpantau di Provinsi Banten menderita gizi buruk. Presentase jumlah penderita gizi buruk ini mengalami peningkatan sebesar 0,14 % dibandingkan tahun sebelumnya, sebesar 1,18 % atau sekitar 7.589 balita gizi buruk terutama di wilayah Kabupaten Lebak.5 Menurut Statistik Daerah, Kabupaten Tangerang (2012), di Kabupaten Tangerang masih ada sekitar 0,95 % status gizi balita buruk dan 8,17% status gizi balita kurang. Pada tahun 2010 untuk keadaan gizi balita di 9 Jurnal Bina Cendekia Kebidanan Vol 1 No 1 Kabupaten Tangerang, dari 240.989 balita yang ditimbang terdapat balita sebesar 89,84% dalam keadaan gizi baik, 0,95% gizi buruk, 8,17% gizi kurang dan 1,04% gizi lebih. Kabupaten Tangerang persentase balita penderita gizi buruk mendekati 15 persen dan 30 persen adalah balita dengan penyakit bawaan, seperti kelainan otak, kelainan jantung dan infeksi kronis. Balita dengan gizi buruk pada tahun 2012 sebanyak 349 dari 250 ribu balita. Kasus gizi buruk menimpa sebanyak 349 balita di 29 Kecamatan di Kabupaten Tangerang, di tiga wilayah lainnya, yakni Kecamatan Jambe, Kecamatan Kemiri dan Kecamatan Mekar Baru.6 Keadaan gizi buruk ini semakin meningkat terutama pada bayi prematur, bayi berat lahir rendah, bayi yang lahir di pedesaan, ibu bayi yang status sosial ekonomi rendah, status pendidikan ibu yang rendah, daerah kemiskinan, rendahnya tingkat pemberian ASI eksklusif dan meningkatnya pemberian makanan campuran di usia dini yang mengekspos bayi terhadap kontaminasi dan makanan dengan nutrisi yang rendah.7 Menurut WHO dan United Nations Children’s Fund (UNICEF), lebih dari 50% kematian anak balita terkait dengan keadaan kurang gizi, dan dua pertiga diantara kematian tersebut terkait dengan praktik pemberian makan yang kurang tepat pada bayi dan anak, seperti tidak dilakukan inisiasi menyusu dini dalam satu jam pertama setelah lahir dan pemberian makanan pendamping air susu ibu (MP ASI) yang terlalu cepat atau terlambat diberikan.8Menurut Riskesdas tahun 2010, presentasi pola pemberian MP ASI dini usia dibawah 6 bulan menurut kelompok umur yaitu bayi usia 0 bulan diberikan MP ASI 55,1%, bayi usia 1 bulan 63,1%, bayi usia 2 bulan 65,2%, bayi usia 3 bulan 70,2%, bayi usia 4 bulan 70,7%, dan bayi usia 5 bulan April 2015 83,2%. Di Indonesia angka tertinggi pemberian air putih pada bayi adalah terjadi di Sumatera Utara 30,7%, pemberian air gula dan madu di Gorontalo 38,5%, pemberian pisang di Aceh 14,3%, sedangkan di Banten sendiri pemberian air putih 14,9%, pemberian madu 37,7%, dan pemberian pisang 10,6%.4 Berdasarkan penelitian Soedibyo dan Winda tahun 2007, pemberian MP ASI terlalu dini dapat menimbulkan beberapa masalah yaitu berpotensi untuk tersedak dan tidak dapat tidur nyenyak pada malam hari, dapat mengakibatkan bayi lebih sering menderita diare, bayi mudah alergi terhadap zat makanan tertentu, bila makanan yang diberikan kurang bergizi dapat mengakibatkan anak menderita kurang gizi atau terjadi malnutrisi, dapat pula terjadi overfeeding.9 SK Menteri Kesehatan RI Nomor 273/Menkes/SK/IV/1997 telah mengatur tentang pemberian MP ASI, yaitu bahwa pemberian ASI secara eksklusif bagi bayi sampai dengan berumur 6 bulan, yang diteruskan hingga umur 2 tahun dengan pemberian MP ASI harus dilakukan dengan baik dan benar karena setelah anak berusia 6 bulan sesuai dengan proses pertumbuhan dan perkembangan bayi, maka ASI harus ditambah dengan cairan lain dan makanan padat untuk memberikan gizi yang memadai. Cairan dan makanan padat itu biasanya disebut MP ASI, diberikan sampai anak berusia 2 tahun.10 MP ASI merupakan makanan atau minuman yang mengandung zat gizi yang diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI. Pemberian MP ASI yang baik dan benar kepada bayi usia 6-24 bulan merupakan salah satu upaya memulihkan status gizi bayi untuk lebih seimbang. Kriteria makanan tambahan yang baik meliputi makanan yang menyediakan energi, protein, vitamin dan mineral (terutama 10 Jurnal Bina Cendekia Kebidanan Vol 1 No 1 vitamin A, vitamin C, zat besi, seng, kalsium dan asam folat) serta makanan tersebut disenangi oleh bayi.5 Tidak semua pemberian MP ASI hanya mulai diberikan pada usia 6-24 bulan saja, pemberian MP ASI sebelum usia 6 bulan (4-6 bulan) bisa diberikan bila memang ASI tidak mencukupi kebutuhan bayi lagi, hal ini ditandai dengan pertambahan berat badan bayi yang kurang meskipun pemberian ASI sudah tepat. Meskipun makanan tambahan diberikan, ASI harus menjadi makanan utama pada tahun pertama bayi dan menjadi makanan penting pada tahun kedua.11 Pemberian makan yang baik sejak lahir hingga usia 2 tahun merupakan salah satu upaya mendasar untuk menjamin pencapaian kualitas tumbuh kembang sekaligus memenuhi hak anak.8, 12 Oleh karena itu upaya mengatasi masalah kekurangan gizi pada bayi dan anak balita melalui pemberian makanan bayi dan anak yang baik dan benar, menjadi agenda penting demi menyelamatkan generasi masa depan.12 Salah satu rekomendasi dalam Global Strategy on Infant and Child Feeding, pola pemberian makan terbaik bagi bayi dan anak sejak lahir sampai umur 24 bulan sebagai berikut : (1)Menyusui segera dalam waktu satu sampai dua jam pertama setelah bayi lahir (IMD), (2)Menyusui secara eksklusif sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan, (3)Mulai memberikan MP ASI yang baik dan benar sejak bayi berusia 6 bulan; dan (4)Tetap menyusui sampai anak berusia 24 bulan atau lebih. Berdasarkan hasil Bulan Penimbangan Balita (BPB) tahun 2013, jumlah balita di wilayah Puskesmas Curug sebanyak 9.360 anak, dengan April 2015 jumlah balita yang berstatus gizi kurang 167 balita (1,78%), jumlah balita yang berstatus gizi buruk 12 balita (0,12%), dan balita yang berstatus gizi baik berjumlah 9.138 (97,62%). Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di Posyandu Anggrek Bulan IV wilayah Puskesmas Curug Kabupaten Tangerang, peneliti ingin mengetahui bagaimana hubungan pemberian MP ASI dengan status gizi bayi usia 6-24 bulan di Posyandu Anggrek Bulan IV tahun 2014. METODE PENELITIAN Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian survei analitik.13Penelitian ini mengkorelasikan pemberian MP ASI terhadap status gizi bayi usia 6-24 bulan dengan pendekatan cross sectional dan menggunakan data primer dan sekunder. Lokasi penelitian dilakukan di Posyandu Anggrek Bulan IV wilayah Puskesmas Curug Kabupaten Tangerang. Pengumpulan data dilaksanakan tanggal 07 Januari 2014. Sampel penelitian diambil dari total populasi sebanyak 40 orang yaitu seluruh bayi usia 6-24 bulan yang datang di Posyandu Anggrek Bulan IV pada tanggal 07 januari 2014.14 Status Gizi Bayi Usia 6-24 bulan dikategorikan menjadi tiga yaitu Gizi dikatakan baik bila (-2 SD s/d 2 SD), kurang (-3 SD s/d < -2 SD) dan Lebih (>2 SD). Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi dari karakteristik status gizi bayi usia 624 bulan dan analisis bivariat dilakukan menggunakan uji statistic chi square untuk mengetahui hubungan pemberian MP ASI dengan status gizi bayi usia 624 bulan.15 11 Jurnal Bina Cendekia Kebidanan Vol 1 No 1 April 2015 HASIL PENELITIAN Tabel 1. Distribusi Frekuensi Status Gizi Bayi Usia 6-24 bulan Status Gizi Frekuensi Persentasi (%) Baik ( - 2 SD s/d 2 SD ) 37 92,5 Kurang ( - 3 SD s/d < - 2 SD ) 1 2,5 Lebih ( > 2 SD ) 2 5,0 Total 40 100 Dari tabel 1 dapat diketahui bahwa mayoritas responden berstatus gizi baik yaitu sebanyak 92,5 %, status gizi kurang 2,5 %, dan status gizi lebih 5,0%. Tabel 2.Distribusi Frekuensi Status Gizi Bayi Usia 6-24 bulan berdasarkan Usia Pemberian, Frekuensi dan Jenis MP ASI Variabel Usia Pemberian 4-6 bulan 6-24 bulan Frekuensi Sesuai Tidak sesuai Jenis MP ASI Sesuai Tidak sesuai Dari tabel 2 diketahui bahwa mayoritas anak diberikan MP ASI pada usia 4-6 bulan yaitu sebanyak 65%, mayoritas anak diberikan MP ASI Frekuensi Persentase (%) 26 14 65,0 % 35,0 % 32 8 80 % 20 % 21 19 52,5 % 47,5 % dengan frekuensi yang sesuai tahap usia sebanyak 80% dan mayoritas anak diberikan jenis MP ASI yang sesuai dengan tahap usia sebanyak 52,5%. Tabel 3Hubungan Pemberian MP ASI dengan Status Gizi Bayi Usia 6-24 bulan berdasarkan Usia Pemberian MP ASI . Usia pemberian 4-6 bulan 6-24 bulan Baik F 23 14 % 88,5% 100% Status Gizi Kurang Lebih F % f % 1 3,8% 2 7,7% 0 0% 0 0% Berdasarkan tabel 3 diketahui bahwa responden yang diberikan makanan tambahan pada usia 6-24 bulan Nilai P Jumlah N % 26 100% 14 100% 0,418 yang berjumlah 14 anak (100%) berstatus gizi baik. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,418 > α (0,05) 9 Jurnal Bina Cendekia Kebidanan Vol 1 No 1 maka dapat di simpulkan bahwa Ha ditolak artinya tidak ada hubungan antara usia pertama pemberian MP ASI April 2015 dengan status gizi bayi usia 6-24 bulan di Posyandu Anggrek bulan IV. Tabel 4 Hubungan Pemberian MP ASI dengan Status Gizi Bayi Usia 6-24 bulan berdasarkan Frekuensi Nilai Status Gizi P Frekuensi Baik Kurang Lebih Jumlah 0,104 f % F % F % N % Sesuai 30 93,8% 0 0% 2 6,2% 32 100% Tidak sesuai 7 87,5% 1 12,5% 0 0% 8 100% Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwa responden yang diberikan MP ASI dengan frekuensi yang sesuai dengan tahap usia sebanyak 30 anak (93,8%) berstatus gizi baik. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,104 > α (0,05) maka dapat di simpulkan bahwa Ha ditolak artinya tidak ada hubunganantara frekuensi pemberian MP ASI dengan status gizi bayi usia 624 bulan di Posyandu Anggrek bulan IV. Tabel 5Hubungan Pemberian MP ASI dengan Status Gizi Bayi usia 6-24 bulan berdasarkan Jenis MP ASI Nilai Status Gizi P Jenis makanan tambahan Baik Kurang Lebih Jumlah 0,564 f % F % f % N % Sesuai 20 95,2% 0 0% 1 4,8% 21 100% Tidak sesuai 17 89,5% 1 5,3% 1 5,3% 19 100% Berdasarkan tabel 5 diketahui bahwa responden yang diberikan MP ASI dengan jenis makanan yang sesuai dengan tahap usia sebanyak 21 anak dengan 20 anak (95,2%) berstatus gizi baik. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0, 564 > α (0,05) maka dapat di simpulkan bahwa Ha ditolak artinya tidak adahubungan antara jenis MP ASI dengan status gizi bayi usia 6-24 bulan di Posyandu Anggrek bulan IV. 10 Jurnal Bina Cendekia Kebidanan Vol 1 No 1 PEMBAHASAN Dari hasil penelitian yang dilakukan di Posyandu Anggrek bulan IV wilayah Puskesmas Curug tanggal 07 Januari 2014 diperoleh hasil, dari 40 responden sebanyak 37 anak (92,5%) berstatus gizi baik, sebanyak 1 anak (2,5%) berstatus gizi kurang, sebanyak 2 anak (5,0%) berstatus gizi lebih dan tidak ada responden yang berstatus gizi buruk. Menurut Widodo (2009), pemberian MP ASI adalah makanan selain ASI dan susu formula, di mana seiring dengan pertumbuhan bayi kebutuhan akan energi, protein dan zat gizi lainnya pun makin bertambah, sehingga perlu makanan tambahan untuk kekurangannya.11 Pemberian MP ASI yang tepat dan benar dapat dimulai pada usia 6 bulan, karena pada usia ini bayi memulai gerakan mengunyah serta menggerakan rahang ke atas dan ke bawah serta sudah mampu menggenggam dengan telapak tangan.5 Berdasarkan penelitian Soedibyo dan Winda (2007) di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta, penambahan MP ASI harus di mulai pada usia 6 bulan, nilai gizi MP ASI harus adekuat seperti kandungan dalam ASI, bersih, rasa dan bentuk yang menarik dalam jumlah yang cukup. Makanan pendamping tidak menggantikan ASI, tetapi secara bertahap menambahkan sesuai kebutuhan gizi bayi. Keberhasilan pemberian MP ASI ini di pengaruhi juga oleh perkembangan fungsi sistem syaraf, saluran cerna dan ginjal bayi. Pemberian makanan pada bayi adalah topik yang kompleks karena berdampak tidak hanya pada kesehatan dan status gizi bayi, tetapi juga pada perkembangan psikologis dan untuk membentuk kebiasaan makan yang benar. Kebiasaan makan yang benar dapat berpengaruh pada kesehatan dan status gizi anak di kemudian hari. Di sisi lain, pemberian makan pada bayi juga di pengaruhi oleh sikap dan nilai yang diyakini orangtua dan sangat berkaitan erat dengan hubungan sosial dan budaya.9 Berdasarkan hasil penelitian ini, mayoritas anak usia 6-24 bulan di Posyandu Anggrek bulan IV berstatus gizi baik. Hal ini berhubungan karena April 2015 sebagian besar ibu dari responden berpengetahuan baik dan terampil dalam memberikan MP ASI pada anak. Dari 40 responden yang ada, 14 anak mulai diberikan makanan tambahan pada usia 6-24 bulan dan (100%) berstatus gizi baik. Hasil uji statistik yang dilakukan, tidak ada hubungan yang signifikan antara usia pertama pemberian MP ASI dengan status gizi bayi usia 6-24 bulan di posyandu Anggrek bulan IV wilayah Puskesmas Curug kabupaten Tangerang. Berdasarkan hasil penelitian Rohmani (2010) di kota Semarang, hasil uji korelasi Spearman, antara usia pertama pemberian MP ASI dengan status gizi (dengan indek BB/U) di dapatkan tidak adanya korelasi / korelasi negatif antara usia pertama pembesian MP ASI denga status gizi balita (p = 0,881; p > α).16 Teori Almatsier (2011) secara berangsur sesudah usia 6 bulan bayi diberikan makanan tambahan untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat-zat gizi serta membantu perkembangan kemampuan mengunyah dan menelan bayi. Jika sebelum usia 6 bulan bayi belum siap mencerna makanan dengan baik dan jika dipaksa diberikan dapat menyebabkan kram usus, konstipasi dan alergi.1 Berdasarkan hasil penelitian didapatkan usia pertama pemberian MP ASI di Posyandu Anggrek bulan IV tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan status gizi bayi usia 6-24 bulan, hal ini dikarenakan pemberian MP ASI kebersihannya terjaga, MP ASI diberikan sesuai dengan kebutuhan bayi saja dan makanan yang diberikan mudah untuk dicerna bayi. Berdasarkan hasil penelitian dari 40 responden 32 anak diberikan makanan tambahan dengan frekuensi yang sesuai dengan tahap usia yaitu sebanyak 30 anak (93,8%). Hasil uji statistik yang dilakukan, tidak ada hubungan yang signifikan antara frekuensi pemberian MP ASI dengan status gizi bayi usia 6-24 bulan di Posyandu Anggrek bulan IV wilayah Puskesmas Curug kabupaten Tangerang. 11 Jurnal Bina Cendekia Kebidanan Vol 1 No 1 Berdasarkan penelitian Kusumaningsih (2009) di Kecamatan Ungaran Barat, bayi yang diberi MP ASI yang sesuai dengan frekuensi berstatus gizi baik, namun sebagian bayi dari setiap responden (41,7%) yang diberi MP ASI tidak sesuai dengan frekuensi tetap berstatus gizi baik.17 Menurut Widodo (2009) usia 6-24 bulan bayi diberikan makanan tambahan sebanyak 3 kali sehari jika masih menyusui dengan makanan selingan 2 kali sehari.11 Berdasarkan hasil penelitian didapatkan frekuensi pemberian MP ASI di Posyandu Anggrek bulan IV tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan status gizi bayi usia 6-24 bulan, hal ini dikarenakan orang tua anak memiliki keterampilan yang memadai dalam pemilihan waktu, jumlah dan cara pemberian makanan pada anak mereka. Berdasarkan hasil penelitian dari 40 responden, 21 anak yang diberikan makanan tambahan dengan jenis MP ASI yang sesuai tahap usia dan sebanyak 20 anak (95,2%) berstatus gizi baik. Hasil uji statistik yang dilakukan, tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis makanan tambahan yang diberikan dengan status gizi bayi usia 6-24 bulan di posyandu Anggrek bulan IV wilayah Puskesmas Curug kabupaten Tangerang. Menurut Maryuni (2010) jenis makanan tambahan untuk bayi usia 6 bulan makanan lumat seperti, bubur tepung, bubur beras (encer) yang di lumatkan, untuk bayi usia 7-12 bulan makanan lembek seperti, bubur beras (padat), nasi lembik, ketupat dengan disertai lauk pauk seperti tempe, tahu beserta sayuran yang diberikan secara bertahap, umur 12-24 bulan dapat diperkenalkan makanan keluarga secara bertahap.18 Berdasarkan penelitian Sakti dkk (2013) di kota Makassar, hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pemberian jenis makanan pendamping ASI dengan status gizi anak usia 6-23 bulan berdasarkan kategori BB/U. Hasil penelitian menunjukkan jenis MP ASI berdasarkan konsistensi tidak berhubungan dengan April 2015 status gizi anak. Hal ini dikarenakan dari hasil penelitian didapatkan bahwa kualitas MP ASI yang diberikan kurang masih memadai.19 Berdasarkan hasil penelitian didapatkan jenis pemberian MP ASI di posyandu Anggrek bulan IV tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan status gizi bayi usia 6-24 bulan, hal ini dikarenakan pemberian jenis MP ASI benar-benar dihaluskan dan lumatkan terlebih dahulu, makanan yang dihaluskan atau dilumatkan tidak akan mengurangi nilai gizi yang terkandung dalam makanan, dan makanan yang baru diperkenalkan satu persatu dengan tetap memperhatikan kemungkinan alergi anak terhadap makanan. KESIMPULAN DAN SARAN Setelah melakukan penelitian pada bayi usia 6-24 bulan di Posyandu Anggrek Bulan IV Wilayah Puskesmas Curug tanggal 07 Januari 2014, peneliti menyimpulkan hasil penelitian sebagai berikut hampir semua anak (92,5%) berstatus gizi baik, 2,5% berstatus gizi kurang dan 5,0% berstatus gizi lebih. Tidak ada hubungan bermakna antara usia pertama pemberian MP ASI, frekuensi pemberian MP ASI dan jenis MP ASI yang diberikan dengan status gizi bayi usia 6-24 bulan di Posyandu Anggrek Bulan IV wilayah Puskesmas Curug. Diharapkan dengan dilakukannya penelitian ini, pihak tenaga kesahatan yang terdapat di wilayah Posyandu Anggrek Bulan IV lebih banyak lagi memberikan informasi kepada ibu yang mempunyai anak usia 0-6 bulan agar tidak memberikan makanan tambahan apapun selain dari ASI. Karena pemberian MP ASI yang terlalu dini walaupun anak memiliki status gizi yang baik tetapi beresiko terjadinya alergi, diare, konstipasi dan lain sebagainya Diharapkan agar pendidikan meningkatkan mutu pembelajaran sehingga mahasiswi dimasa yang akan datang bisa lebih baik lagi dalam melakukan penelitian khususnya terkait dengan hubungan pemberian MP ASI dengan status gizi bayi. 12 Jurnal Bina Cendekia Kebidanan Vol 1 No 1 Diharapkan dapat melanjutkan penelitian mengenai hubungan pemberian MP ASI dengan status gizi bayi usia 624bulan ini terutama tentang variabel yang terkait sebagai perbandingan untuk penelitian selanjutnya. Diharapkan dapat melakukan penelitian selanjutnya tentang dampak dan resiko pemberian MP ASI terlalu dini bagi anak usia 6-24 bulan. DAFTAR PUSTAKA 1. Almatsier S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 2009. 2. ______. Mid-upper arm circumference at age of routine infant vaccination to identify infants at elevated risk of death. World Health Organization [Internet]. 2013. Available from: http://www.who.int/bulletin/volumes/9 0/12/12-109009/en/. 3. Siswono. Jumlahnya Meningkat, 8.737 Balita di Banten Alami Gizi Buruk. 2011. Available from: http://gizi.depkes.go.id/jumlahnyameningkat-8-737-balita-di-bantenalami-gizi-buruk. 4. ______. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Republik Indonesia; 2010. 5. ______. Pedoman Umum Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Lokal. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2006. 6. ______. Statistik Daerah Kabupaten Tangerang. 2012. 7. Firman NT, Witjaksono F. Tiga Faktor Penyebab Obesitas dan Berat Kurus2012. Available from:http://www.pesona.co.id/sehat/ke sehatan/tiga.faktor.penyebab.obesitas/ 002/002/22. 8. ______. Menkes Buka Konas Persagi dan Temu Ilmiah Internasional Persatuan Ahli Gizi Indonesia. Tahun 20142014. Available from: http://www.depkes.go.id/article/view/ 14120300002/menkes-buka-konaspersagi-dan-temu-ilmiahinternasional-persatuan-ahli-giziindonesia-tahun-2014.html. April 2015 9. Soedibyo S, Winda F. Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu pada Bayi yang berkunjung ke unid pediatri rawat jalan. Sari Pediatri. 2007;8(4):270-5. Epub 4 Maret 2007. 10. ______. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, MEASURE DHS, ICF International; 2012. 11. Widodo R. Pemberian Makanan, Suplemen dan Obat pad Anak. Jakarta: Penerbit Buku Buku Kedokteran EGC; 2009. 12. ______. Soal 8 Juta Anak Kurang Gizi, Iin Kata Menkes. 2013. Available from: http://www.tempo.co/read/news/2013/ 07/17/173497219/Soal-8-Juta-AnakKurang-Gizi-Ini-Kata-Menkes. 13. Arikunto S. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta; 2010. 14. Nursalam. Konsep dan Penerapan Metode Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika; 2008. 15. Notoatmodjo S. Netodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2012. 16. Afiana R. Pemberian makanan pendamping ASI (MP ASI) pada anak usia 1-2 tahun di keseluruhan Lamper Tengah Kecamatan Semarang Selatan, Kota Semarang. Jurnal Unimus. 2010. 17. Kusumaningsih TP. Hubungan antara pemberian makanan pendamping ASI dengan status gizi pada bayi usia 6-12 bulan di desa Gogik Kecamatan Ungaran Barat. 2009. Available from: http://download.portalgaruda.org/articl e.php?article=66331&val=4798&title =. 18. Maryuni A. Ilmu Kesehatan Anak dalam Kebidanan. Jakarta: Trans Info Media; 2010. 19. Sakti RE, Hadju V, Rochimiwati SN. Hubungan pola pemberian MP-ASI dengan status gizi anak usia 6-23 bulan di Wilayah Pesisir Kecamatan Tallo kota Makassar. 2013. Available from: http://repository.unhas.ac.id/bitstream/ handle/123456789/5480/JURNAL_M 13 Jurnal Bina Cendekia Kebidanan Vol 1 No 1 April 2015 KMI_ RISKY EKA SAKTI (K21109274).pdf?sequence=1. 14