IKLH PROVINSI SULAWESI BARAT TAHUN 2016 @2016 Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Barat Diterbitkan Oleh : Bidang Penaatan dan Komunikasi Lingkungan Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Barat Komp. Perkantoran Gubernur Sulawesi Barat Wings 6 Lt. 2, Jl. Abd. Malik Pattana Endeng, Rangas-Mamuju, Sulbar Telp./Fax : 0426 – 2325098 Website : http//:blh.sulbarprov.go.id; email : [email protected] Pelindung : Gubernur Sulawesi Barat Pengarah : Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Barat Penanggung Jawab : dr. Hj. Fatimah, MM (Kepala Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Barat} Ketua Pelaksana : Ir. Riri M. Gosse, MT (Kabid. Penaatan dan Komunikasi Lingkungan BLH Prov. Sulbar) Tim Penyusun : 1. Yohanis, ST, MM 2. Desiana Malino, S.Si 3. Fransiscus Pakiding, SE Tim Pengumpul Data Edmon Desti La’lang, ST; Mildayati, S.Si; Mahsidin; Nurhana Editor : Desiana Malino, S.Si PETA PROVINSI SULAWESI BARAT KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena perkenaannyalah kesempatan untuk sehingga melaksanakan kita masih kegitan diberi Penyusunan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Barat tahun 2016 dan dapat selesai dengan baik. Kerusakan lingkungan hidup yang terjadi saat ini masih mengakibatkan kerugian bagi perikehidupan masyarakat, tidak hanya dari sisi ekonomi namun juga hingga merenggut jiwa manusia. Upaya mengurangi laju kerusakan lingkungan dan pemulihan kualitas lingkungan terus dilakukan tidak saja oleh pemerintah namun dilakukan pula oleh semua elemen masyarakat. Untuk mengetahui tingkat pencapaian upaya-upaya tersebut, Kementerian Lingkungan Hidup pada tahun 2009 mulai mengembangkan alat ukur sederhana yang disebut dengan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH). Kegiatan Penyusunan Dokumen IKLH diharapkan dapat berjalan secara kontiniu sehingga kualitas lingkungan hidup di Sulawesi Barat ini dapat dipantau secara terus menerus. Mengingat parameter lingkungan yang cukup kompleks, maka IKLH merupakan alat yang sangat berguna dan sederhana namun tetap mempertahankan makna atau esensi dari masing-masing indikatornya. Pada tahap ini masih difokuskan pada media lingkungan: air, udara dan lahan/hutan. Akhirnya pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada semua pihak yang telah mendukung pelaksanaan kegiatan ini serta memberikan data-data yang dibutuhkan sehingga Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Barat tahun 2016 dapat tersusun. Semoga kerjasama yang baik ini dapat terus berlanjut di masa mendatang. Mamuju, Desember 2016 Kepala BLH Prov. Sulbar, dr. Hj. FATIMAH, MM NIP. 19590419 198703 2 004 i DAFTAR ISI Kata Pengantar ……………………………….…………………………………………………………….. i Daftar Isi …………………………………………………………………………………………………………. ii Daftar Tabel ……………………………………………………………………………………………………. iii Bab I Pendahuluan I. Latar Belakang ……………………………………..………………………………………………. 1 II. Tujuan ……………………………………………………..………………………………………….. 3 III. Dasar Pelaksanaan …………………………………..………………………………………….. 3 IV. Ruang Lingkup ……………………………………………………………………………………. 3 V. Pembiayaan …………………………………………...…………………………………………….. 4 Bab II Kerangka Penyusunan IKLH I. Landasan Teori ………………………………………….……………………………………….. 5 II. Indikator dan Parameter ………………………………………………………………………. 9 III. Mekanisme Pelaksanaan Kegiatan ………………………………………………………. 13 Bab III Hasil Perhitungan dan Analisis I. Indeks Pencemaran Air ……………………………………………………………………….. 15 II. Indeks Pencemaran Udara …………………………………………………………………… 17 III. Indeks Tutupan Hutan …………………………………………………………………………. 19 IV. Indeks Kualitas Lingkungan ........………………………………………………………. 20 Bab IV Penutup I. Kesimpulan ………………………………………………………………………………………….. 26 II. Rekomendasi ………………………………………..……………………………………………… 27 Daftar pustaka …………………………………………………………………………………………………. 29 Lampiran-Lampiran ii DAFTAR TABEL Tabel 1. Indikator dan Parameter EQI ................................................................................ 6 Tabel 2. Indikator dan Parameter IKLH ................................................................................ 7 Tabel 3. Indeks Pencemaran Air per-Kabupaten se-Prov. Sulbar .......................... 16 Tabel 4. Perbandingan IPA Tahun 2015 - 2016................................................................. 16 Tabel 5. Rekap rerata konsentrasi NO2 dan So2, Perhitungan IP & IPU ............... 17 Tabel 6. Perbandingan Nilai IPU Tahun 2015 - 2016....................................................... 18 Tabel 7. Perhitungan persentase TH Tahun 2016 .......................................................... 19 Tabel 8. Rekap Indeks Tutupan Hutan Tahun 2016 ..................................................... 20 Tabel 9. Perbandingan Indeks Tutupan Hutan Tahun 2015 - 2016 .......................... 20 Tabel 10. Rekap IPA, IPU dan ITH Tahun 2016 per Kab. Se-Prov. Sulbar .............. 21 Tabel 11. Rekap hasil perhitungan IKLH per-Kab. Se-Prov. Sulbar .......................... 22 Tabel 12. Perbandingan Nilai IKLH Kabupaten Tahun 2015 - 2016 ....................... 23 Tabel 13. Data Luas Administrasi & Jumlah Penduduk ................................................. Per Kabupaten Se-Provinsi Sulawesi Bararat ................................................ 24 Tabel 14. Rekap perhitungan Nilai IKLH Prov. Sulbar Tahun 2016 .......................... 24 Tabel 15. Perbandingan Nilai IKLH 2012, 2013, 2014, 2015 dan 2016.......................... 25 iii BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG Selama ini untuk mengukur kualitas lingkungan umumnya dilakukan secara parsial berdasarkan media, yaitu air, udara, dan lahan sehingga sulit untuk menilai apakah kondisi lingkungan hidup di suatu wilayah bertambah baik atau sebaliknya. Salah satu cara untuk mereduksi banyak data dan informasi adalah dengan menggunakan indeks. Studi-studi tentang indeks lingkungan telah banyak dilakukan terutama oleh perguruan tinggi di luar negeri, seperti Yale University dan Columbia University yang menghasilkan Environmental Sustainability Index (ESI), dan Virginia Commonwealth University yang menghasilkan Environmental Quality Index (EQI). Salah satu studi yang menarik adalah yang dipublikasikan pada tahun 2008 oleh Yale University dan Columbia University yang berkolaborasi dengan World Economic Forum dan Joint Research Center of the European Commission. Studi tersebut menghasilkan indeks yang disebut sebagai Environmental Performance Index (EPI), dan berdasarkan indeks tersebut Indonesia menempati urutan ke 102 dari 149 negara dengan nilai 66,2. Di Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) sejak tahun 2007 telah mengembangkan Indeks Kualitas Lingkungan (IKL) untuk 30 ibukota provinsi. Selain itu pada tahun 2009 Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) bekerja sama dengan Dannish International Development Agency (DANIDA) juga mulai mengembangkan indeks lingkungan berbasis provinsi yang pada dasarnya merupakan modifikasi dari EPI. Provinsi Sulawesi Barat sebagai Provinsi yang masih dalam tahap perkembangan sedang giat-giatnya menggalakkan pembangunan diberbagai sector. Hal ini tentunya dapat memberikan dampak terhadap lingkungan agar upaya pembangunan tersebut dapat berkelanjutan, maka setiap sector pembangunan harus memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan agar 1 pembangunan tetap berjalan dan kualitas lingkungan dapat terjaga dengan baik. Penyusunan indeks kualitas lingkungan hidup terkait erat dengan Misi yaitu penerapan kebijakan yang berpihak pada pemanfaatan sumber daya alam dan pengelolaan Lingkungan Hidup yang berkelanjutan. Misi ini terkait dengan upaya pemanfaatan sumber daya alam yang bijaksana dan kebijakan yang menjamin daya dukung lingkungan untuk melaksanakan pembangunan yang berkelanjutan. Misi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Sulawesi Barat (RPJMN) Tahun 2012 – 2016 yang merupakan tahapan kedua dari rencana pembangunan jangka panjang daerah Provinsi Sulawesi Barat 2006-2011, yaitu terpeliharanya kualitas lingkungan hidup yang ditunjukkan dengan membaiknya indeks kualitas lingkungan hidup dalam 5 tahun ke depan. Indeks kualitas lingkungan dapat dimanfaatkan untuk mengukur keberhasilan program-program pengelolaan lingkungan. Selain sebagai sarana untuk mengevaluasi efektifitas program-program pengelolaan lingkungan, indeks kualitas lingkungan mempunyai peranan dalam hal : 1. Membantu perumusan kebijakan. 2. Membantu dalam mendisain program lingkungan. 3. Mempermudah komunikasi dengan publik sehubungan dengan kondisi lingkungan. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah antara lain mengamanatkan bahwa urusan lingkungan hidup merupakan salah satu urusan yang diserahkan kepada daerah. Dengan adanya indeks kualitas lingkungan, terutama yang berbasis daerah, diharapkan dapat menjadi masukan bagi para pengambil keputusan baik di tingkat pusat maupun daerah untuk menentukan arah kebijakan pengelolaan lingkungan di masa depan. 2 II. TUJUAN Tujuan disusunnya indeks kualitas lingkungan hidup (IKLH) adalah: 1. Memberikan informasi kepada para pengambil keputusan di tingkat pusat dan daerah tentang kondisi lingkungan di daerah sebagai bahan evaluasi kebijakan pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. 2. Sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada publik tentang pencapaian target program-program pemerintah di bidang pengelolaan lingkungan hidup. III.DASAR PELAKSANAAN Sebagai dasar dalam pelaksanaan penyusunan Indeks Kulaitas Lingkungan Hidup (IKLH) adalah : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2004 tentang Pembentukan Provinsi Sulawesi Barat 2. Undang-Undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 5. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara. 6. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air 7. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Barat Nomor 04 Tahun 2014 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. IV. RUANG LINGKUP Kerangka Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) yang diadopsi oleh KLH adalah yang dikembangkan oleh Virginia Commonwealth University (VCU) dan BPS dengan menggunakan kualitas air sungai, kualitas udara, dan tutupan hutan sebagai indikator. Karena keterbatasan data, kualitas lingkungan di 3 wilayah pesisir dan laut serta kondisi keanekaragaman hayati tidak dimasukkan dalam perhitungan IKLH. Sebagai pembanding atau target untuk setiap indikator adalah standar atau ketentuan yang berlaku berdasarkan peraturan perundangan yang dikeluarkan oleh pemerintah, seperti ketentuan tentang baku mutu air dan baku mutu udara ambien. Berdasarkan ketersediaan data untuk setiap indikator sebagaimana tersebut di atas, maka indeks yang dihasilkan untuk Provinsi Sulawesi Barat adalah untuk 5 Kabupaten, antara lain Kabupaten Mamasa, Kabupaten Polewali, Kabupaten Majene, Kabupaten Mamuju Utara, dan Kabupaten Mamuju masih tergabung dengan Kabupaten Mamuju Tengah karena untuk perhitungan indeks kualitas air Kabupaten Mamuju Tengah masih tergabung dengan Kabupaten Mamuju sedangkan tahun indeks adalah 2016 karena data yang digunakan adalah data tahun 2016. Penggabungan data untuk Kabupaten Mamuju dan Mamuju Tengah diakibatkan karena pemantauan kualitas air untuk Kabupaten Mamuju Tengah belum dilaksanakan baik oleh Kabupaten maupun Provinsi. Analisis lebih lanjut dari IKLH provinsi ini adalah dengan membandingkan nilai indeks provinsi tahun 2012, 2013, 2014, 2015 dan 2016, serta membandingkan nilai indeks dengan kepadatan penduduk untuk melihat korelasinya. V. PEMBIAYAAN Dalam penyusunan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Barat untuk tahun 2016 ini menggunakan biaya yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2016 pada pos anggaran Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Barat 4 BAB II KERANGKA PENYUSUNAN IKLH I. LANDASAN TEORI Kualitas lingkungan hidup di suatu wilayah dapat diketahui dengan melakukan perhitungan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) dengan mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu kualitas air, kualitas udara dan tutupan hutan. Studi-studi tentang indeks lingkungan telah banyak dilakukan terutama oleh perguruan tinggi di luar negeri. Beberapa studi indeks lingkungan yang telah dipublikasikan antara lain Environmental Sustainability Index (ESI), Environmental Performance Index (EPI), dan Virginia Environmental Quality Index (VEQI). Dari ketiga indeks tersebut, EQI atau VEQI lebih layak diadopsi untuk mengukur kondisi lingkungan di Indonesia. Selain karena lebih sederhana dan mudah dipahami, juga karena data yang tersedia relatif lengkap dan kontinu. 1. Environmental Quality Index (EQI) Diuji coba di negara bagian Virginia, Amerika Serikat, EQI yang dikembangkan oleh VCU pada dasarnya mengukur kecenderungan kualitas atau kondisi lingkungan dari medianya (air, udara, dan lahan), beban pencemar toksik, perkembangbiakan burung (keanekaragaman hayati), dan pertumbuhan penduduk. EQI merupakan gabungan 7 indikator, dan beberapa indikator terdiri dari parameter-parameter sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1. Indikator dan parameter ditetapkan oleh komite teknis yang dibentuk oleh tim penyusun EQI. Komite ini terdiri dari para pakar, serta wakil-wakil dari pemerintah negara bagian dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Penetapan bobot pada awalnya dilakukan dengan tehnik Delphi, yaitu berdasarkan pendapat dari akademisi, industriawan, LSM, dan pemerintah 5 negara bagian. Selanjutnya hasil survey tersebut diagregasikan menjadi bobot rata-rata untuk setiap indikator dan parameter. Tabel 1. Indikator dan Parameter EQI No. Indikator 1 Kualitas Udara 2 Kualitas Air Permukaan (Indeks Kesesuaian Habitat) Kualitas Air Permukaan (Nutrien) Parameter SO2 O3 NO2 PB TSP PM CO Bobot 18 18 18 16 13 12 12 11 13 13 Nitrogen 50 Phosphorous 50 3 4 5 6 7 Pembuangan Bahan Beracun Lahan Basah Perkembangbiakan Burung Populasi Tutupan Hutan 11 15 15 10 5 2. Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Pada tahun 2009 KLH bekerja sama dengan DANIDA menunjuk tim konsultan untuk menyusun indeks kualitas lingkungan. Tim konsultan kemudian mengajukan konsep yang merupakan adopsi dari EPI. Selain itu BPS juga sejak tahun 2008 mengembangkan indeks kualitas lingkungan perkotaan. Dari berbagai seminar yang diadakan oleh BPS dan focus discussion group (FGD) yang diadakan oleh KLH bekerjasama dengan DANIDA, akhirnya diputuskan untuk mengadopsi konsep indeks yang dikembangkan oleh BPS dan VCU yang dimodifikasi. Konsep IKLH, seperti yang dikembangkan oleh BPS, hanya mengambil tiga indikator kualitas lingkungan yaitu kualitas air sungai, kualitas udara, dan tutupan hutan. Berbeda dengan BPS, IKLH dihitung pada tingkat provinsi 6 sehingga akan didapat indeks tingkat nasional. Perbedaan lain dari konsep yang dikembangkan oleh BPS dan VCU adalah setiap parameter pada setiap indikator digabungkan menjadi satu nilai indeks. Penggabungan parameter ini dimungkinkan karena ada ketentuan yang mengaturnya, seperti: a. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air. Pedoman ini juga mengatur tatacara penghitungan indeks pencemaran air (IPA). b. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor Kep- 45/MENLH/10/ 1997 tentang Indeks Pencemar Udara. Tabel 2. Indikator dan Parameter IKLH No. Indikator 1 Kualitas Udara Parameter SO2 NO2 2 Kualitas Air Sungai pH TDS TSS DO BOD COD NO2 NO3 NH3 Fosfat Fenol Detergen 3 Tutupan Hutan Bobot Keterangan 1/3 0.5 0.5 1/3 Dihitung Nilai Indeks Pencemaran Air (IPA) 1/3 Hutan Primer Hutan Sekunder Total Luas Hutan Primer dan Sekunder Khusus untuk parameter kualitas air, karena akan diperbandingkan dengan indeks tahun-tahun sebelumnya, maka yang akan dihitung tetap tujuh parameter, yaitu TSS, DO, COD, BOD, Total Phospat, Fecal Coli dan Total Coli. 7 Perhitungan IKLH untuk setiap kabupaten dilakukan dengan menggunakan formula sebagai berikut: IKLH = 30% IPA x 30% IPU x 40% ITH 3 dimana: IKLH_Provinsi = indeks kualitas lingkungan tingkat provinsi IPA = indeks pencemaran air sungai IPU = indeks pencemaran udara ITH = indeks tutupan hutan Ketiga indikator tersebut dianggap mempunyai tingkat kepentingan yang sama untuk setiap provinsi, sehingga bobot untuk setiap indikator ditetapkan masing-masing 1/3. Setelah mendapatkan nilai IKLH untuk setiap Kabupaten, maka dihitung indeks provinsi dengan menggunakan rumus sebagai berikut : PopulasiKabupaten LuasKabupaten 5 Populasi Pr ovinsi Luas Pr ovinsi IKLH _ Pr ovinsi IKLH x Kabupaten 2 i 1 Perhitungan nilai indeks kualitas air dan udara mengacu pada baku mutu atau standar yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah (baku mutu air dan baku mutu udara ambien). Sedangkan untuk indeks tutupan lahan/hutan menggunakan standar luas kawasan hutan di setiap provinsi yang ditetapkan oleh Menteri Kehutanan. Karena luas kawasan hutan yang ditetapkan baru ada untuk 30 provinsi, maka bagi provinsi-provinsi pemekaran nilai indeks setiap indikatornya digabungkan dengan provinsi induknya. 8 II. INDIKATOR DAN PARAMETER 1. Kualitas Air Sungai Air, terutama air sungai mempunyai peranan yang sangat strategis dalam kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Data dari BPS menunjukkan bahwa pada tahun 2007 sekitar 3 persen rumah tangga di Indonesia menjadikan sungai sebagai sumber air minum. Selain itu air sungai juga menjadi sumber air baku untuk berbagai kebutuhan lainnya, seperti industri, pertanian dan pembangkit tenaga listrik Di lain pihak sungai juga dijadikan tempat pembuangan berbagai macam limbah sehingga tercemar dan kualitasnya semakin menurun. Karena peranannya tersebut, maka sangat layak jika kualitas air sungai dijadikan indikator kualitas lingkungan hidup. Selain kualitasnya, sebenarnya ketersediaan air sungai (debit air) juga perlu dijadikan indikator. Namun karena data yang tidak tersedia, maka debit air untuk sementara tidak dimasukkan sebagai indikator. Perhitungan indeks untuk indikator kualitas air sungai dilakukan berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air. Dalam pedoman tersebut dijelaskan antara lain mengenai penentuan status mutu air dengan metoda indeks pencemaran (Pollution Index – PI). Menurut definisinya PIj adalah indeks pencemaran bagi peruntukan j yang merupakan fungsi dari Ci/Lij, dimana Ci menyatakan konsentrasi parameter kualitas air i dan Lij menyatakan konsentrasi parameter kualitas air i yang dicantumkan dalam baku peruntukan air j. Dalam hal ini peruntukan yang akan digunakan adalah klasifikasi mutu air kelas II berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. 9 Formula penghitungan indeks pencemaran adalah : dimana: (Ci/Lij)M adalah nilai maksimum dari Ci/Lij (Ci/Lij)R adalah nilai rata-rata dari Ci/Lij Evaluasi terhadap PIj adalah sebagai berikut: a. Memenuhi baku mutu atau kondisi baik jika 0 ≤ PIj ≤ 1,0 b. Tercemar ringan jika 1,0 < PIj ≤ 5,0 c. Tercemar sedang jika 5,0 < PIj ≤ 10,0 d. Tercemar berat jika PIj > 10,0. Pada prinsipnya nilai PIj > 1 mempunyai arti bahwa air sungai tersebut tidak memenuhi baku peruntukan air j, dalam hal ini mutu air kelas II. Penghitungan indeks kualitas air dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Setiap lokasi dan waktu pemantauan kualitas air sungai dianggap sebagai satu sampel; b. Hitung indeks pencemaran setiap sampel untuk parameter TSS, DO, COD, BOD, Total Phospat, Fecal Coli dan Total Coli; c. Hitung persentase jumlah sampel yang mempunyai nilai PIj > 1, terhadap total jumlah sampel pada tahun yang bersangkutan. d. Melakukan normalisasi dari rentang nilai 0% - 100% (terbaik – terburuk) jumlah sampel dengan nilai PIj > 1, menjadi nilai indeks dalam skala 0 – 100 (terburuk – terbaik). Untuk pengambilan sampel air sungai dipilih dari masing-masing Kabupaten dengan kriteria bahwa sungai tersebut merupakan sungai lintas kabupaten atau merupakan sungai prioritas yang akan dikendalikan pencemarannya. 10 Pemantauan untuk setiap sungai dilakukan 5 kali dalam satu tahun dengan 6 titik lokasi pengambilan sampel sehingga dihasilkan paling tidak 30 sampel kualitas air sungai untuk setiap sungai dalam setahun. 2. Kualitas Udara Kualitas udara, terutama di kota-kota besar dan metropolitan, sangat dipengaruhi oleh kegiatan transportasi. Pada tahun 2008 kegiatan transportasi di Indonesia diperkirakan mengemisikan CO2, CH4, dan N2O masing-masing sebesar 83 juta ton, 24 ribu ton, dan 3,9 ribu ton. Data kualitas udara didapatkan dari pemantauan di 5 ibukota kabupaten dengan menggunakan metoda passive sampler pada lokasi-lokasi yang mewakili daerah permukiman, industri, dan padat lalulintas kendaraan bermotor. Sedangkan parameter yang diukur adalah SO2 dan NO2. Pengukuran kualitas udara yang dilakukan pada lokasi tersebut dianggap mewakili kualitas udara tahunan untuk masing-masing parameter. Selanjutnya nilai konsentrasi rata-rata tersebut dikonversikan menjadi nilai indeks dalam skala 0 – 100 untuk setiap ibukota provinsi. Formula untuk konversi tersebut adalah : Perhitungan nilai indeks pencemaran udara (IPU) dilakukan dengan formula sebagai berikut: dimana: IPU = Indeks Pencemaran Udara IPNO2 = Indeks Pencemar NO2 IPSO2 = Indeks Pencemar SO2 11 3. Tutupan Hutan/Lahan Hutan merupakan salah satu komponen yang penting dalam ekosistem. Selain berfungsi sebagai penjaga tata air, hutan juga mempunyai fungsi mencegah terjadinya erosi tanah, mengatur iklim, dan tempat tumbuhnya berbagai plasma nutfah yang sangat berharga bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Berdasarkan data dari program Menuju Indonesia Hijau (MIH), klasifikasi hutan terbagi atas hutan primer dan hutan sekunder. Hutan primer adalah hutan yang belum mendapatkan gangguan atau sedikit sekali mendapat gangguan manusia. Sedangkan hutan sekunder adalah hutan yang tumbuh melalui suksesi sekunder alami pada lahan hutan yang telah mengalami gangguan berat seperti lahan bekas pertambangan, peternakan, dan pertanian menetap. Untuk menghitung indeks tutupan hutan yang pertama kali dilakukan adalah menjumlahkan luas hutan primer dan hutan sekunder untuk setiap provinsi. Nilai indeks didapatkan dengan formula: Jadi, 50 ITH 100 84,3 THx100 x 54,3 dimana: ITH = indeks tutupan hutan %TH = Persentase Tutupan Hutan Meskipun kerapatan hutan sekunder lebih kecil dari hutan primer namun secara alami hutan sekunder mulai membentuk hutan kembali meskipun 12 prosesnya sangat lambat. Selain itu ada juga upaya-upaya yang dilakukan manusia untuk mempercepat proses penghutanan kembali hutan sekunder. Membandingkan luas hutan primer dan hutan sekunder yang bersumber dari program MIH dengan luas kawasan hutan yang ditetapkan oleh Menteri Kehutanan barangkali kurang tepat karena mungkin lokasinya yang berbeda. Namun yang penting adalah bahwa perbandingan tersebut sedikit memberikan gambaran tentang seberapa besar kerusakan hutan yang terjadi di Indonesia. III.MEKANISME PELAKSANAAN KEGIATAN Untuk meminimalisir penggunaan anggaran dalam penyusunan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup, maka diperlukan mekanisme kerja yang melibatkan bidangbidang serta instansi terkait lingkungan hidup. Adapun mekanisme untuk memperoleh data untuk penyusunan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup adalah sebagai berikut : 1. Analisis kualitas air sungai Untuk perhitungan kualitas air sungai menggunakan hasil perhitungan yang dilakukan oleh bidang pengendalian pencemaran dan pengelolaan imbah yang telah melakukan uji parameter di beberapa sungai di masing-masing kabupaten se-Sulawesi Barat. Hasil perhitungan tersebut yang digunakan dalam menghitung Indeks Pencemaran Air. 2. Analisis kualitas udara Demikian halnya dengan perhitungan kualitas udara, juga mengambil hasil perhitungan kualitas udara yang dilaksanakan oleh bidang pengendalian pencemaran dan pengelolaan limbah. Hasil perhitungan kualitas udara tersebut yang diambil di masing - masing kabupaten digunakan untuk menghitung Indeks Pencemaran Udara. 13 3. Perhitungan tutupan hutan/lahan Perhitungan tutupan hutan menggunakan perhitungan tutupan hutan dari Dinas Kehutanan dan RTRW Provinsi Sulawesi Barat. Selain data dari intern Badan Lingkungan Hidup, juga dilakukan permintaan data dari Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Barat. Untuk mencocokkan parameter tutupan hutan/lahan dari Dinas Provinsi, juga dilakukan pengambilan data langsung ke Kabupaten 14 BAB III HASIL PERHITUNGAN DAN ANALISIS I. INDEKS PENCEMARAN AIR Indeks pencemaran air Provinsi Sulawesi Barat untuk tahun 2016 dihitung berdasarkan hasil pemantauan kualitas air sungai di 5 (lima) kabupaten. Pemantauan kualitas air sungai di Kabupaten Mamuju Utara, Mamuju, Polewali Mandar dan Kabupaten Mamasa di laksanakan oleh Bidang Pengendalian Pencemaran dan Pengelolaan Limbah BLH Provinsi Sulawesi Barat sedangkan untuk pemantauan kualitas air sungai di Kabupaten Majene dilaksanakan oleh BLHP Kabupaten Majene. Pemantauan kualitas air sungai di Kabupaten Mamuju Utara dilakukan di sungai lariang, di Kabupaten Polewali Mandar di sungai Mandar dan di Kabupaten Mamasa dilakukan di sungai Mamasa. Periode pemantauan ketiga sungai tersebut 5 kali dalam setahun dengna jumlah titik sampling 6 titik sampling. Pemantauan kualitas air sungai di Kabupaten Mamuju dilakukan di dua sungai yaitu sungai karama dan sungai kali mamuju dengan periode pemantauan 2 kali dalam setahun dengan jumlah titik sampling masing-masing sungai sebanyak 3 titik sampling. Pemantauan kualitas air sungai di Kabupaten Majene dilaksanakan di 5 sungai, yaitu sungai Mangge, sungai tersebut hanya dilakukan satu kali pemantauan dalam setahun. Dari pelaksanaan pemantauan yang dilaksanakan oleh Provinsi maupun Kabupaten masih kurang baik dari periode pemantauan maupun dari titik sampling sehingga masih kurang menggambarkan kondisi kualitas air sungai secara merata seperti dilaksanakan oleh kabupaten Majene yang hanya melakukan periode pemantauan hanya sekali dalam setahun dengan jumlah titik sampling setiap sungai hanya satu titik. Jumlah sungai yang dipantau sebanyak 10 sungai dengan jumlah titik sampling sebanyak 97 titik sampling. Pada Tabel 3 berikut merupakan hasil perhitungan Indeks Pencemaran air per Kabupaten. 15 Tabel 3. Indeks Pencemaran Air Per-Kabupaten se-Prov. Sulbar No. Provinsi/Kabupaten Nilai IPA 1 Mamuju Utara 40,00 2 Mamuju/Mamuju Tengah 48,33 3 Majene 50,00 4 Polewali Mandar 42,00 5 Mamasa 48,86 6 Sulawesi Barat 45,84 Berdasarkan hasil perhitungan, maka dapat disimpulkan bahwa kualitas air sungai dengan tingkat pencemaran paling tinggi adalah Kabupaten Mamuju Utara nilai IPA 40,00. Dari data Indek Pencemaran Air di semua Kabupaten masih berada pada level yang tercemara berat dengan nilai IPA yang rendah, sehingga mempengaruhi IPA untuk skala Provinsi yang hanya 45,84 Berikut pada tabel 4 merupakan perbandingan nilai IPA tahun 2015 dengan 2016 : Tabel 4. Perbandingan IPA Tahun 2015 – 2016 No. Provinsi/Kabupaten 2015 2016 1 Kabupaten Mamuju Utara 55,33 40,00 2 Kabupaten Mamuju/Mamuju Tengah 66,67 48,33 3 Kabupaten Majene 50,00 50,00 4 Kabupaten Polewali Mandar 64,00 42,00 5 Kabupaten Mamasa 50,00 48,86 6 Provinsi Sulawesi Barat 57,20 45,84 Berdasarkan tabel tersebut diatas, pada Kabupaten Majene pada Tahun 2016 tetap jika dibandingkan Tahun 2015 pada kondisi waspada. Untuk Kabupaten Mamuju Utara, Kabupaten Mamuju/Mamuju tengah, Kabupaten Polewali 16 Mandar dan Kabupaten Mamasa nilai IPA Tahun 2016 mengalami penurunan jika dibandingkan dengan Tahun 2015 dari level sangat kurang menjadi waspada. Dengan melihat data indeks kualitas air di tiga Kabupaten dan Indeks kualitas air Provinsi Sulawesi Barat maka pemerintah Provinsi Sulawesi Barat khususnya Badan Lingkungan Hidup perlu melakukan kegiatan yang dapat mengurangi dan mengendalikan pencemaran air sehingga kualitas air bisa dapat diperbaiki. II. INDEKS PENCEMARAN UDARA Pengambilan sampel dilakukan dengan metode passive sampler yang dilaksanakan oleh bidang Pengendalian Pencemaran dan Pengelolaan Limbah BLH Provinsi Sulawesi Barat bekerjasama dengan lingkungan hidup kabupaten. Hasil sampling tersebut dikirim ke Laboratorium Kementerian Lingkungan Hidup (PUSAREDAL) untuk dianalisis. Pengambilan sampel udara ambien dilaksanakan di 6 Kabupaten se - Sulawesi Barat pada 4 (empat) titik sampling setiap kabupaten. Lokasi atau titik pengambilan sampel mewakili lokasi transportasi, industri/agro industri, pemukinan dan perkantoran/komersial. Pada tabel 5 berikut merupakan rekap mengenai rerata konsentrasi NO 2 dan SO2 tiap kabupaten dan perhitungan IP dan IPU. Tabel 5. Rekap rerata konsentrasi NO2 dan SO2 , perhitungan IP dan IPU No. Provinsi/Kabupaten Kabupaten Mamuju 1 Utara Kabupaten Mamuju, 2 Mamuju Tengah 3 Kabupaten Majene Kabupaten Polewali 4 Mandar 5 Kabupaten Mamasa Provinsi Sulawesi 6 Barat Kon.NO2 Kon.SO2 IPNO2 IPSO2 IPU 9,29 9,23 99,67 98,85 99,26 10,29 9,79 99,64 98,78 99,21 2,08 9,72 99,93 98,78 99,35 10,46 9,29 99,63 98,84 99,23 10,43 6,57 99,63 99,63 99,41 8,51 49,03 99,79 98,88 99,29 17 Berdasarkan tabel tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa nilai indeks pencemaran udara Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2016 ini masih bagus yakni mencapai nilai 99,29. Jika ditinjau berdasarkan masing-masing kabupaten, maka Kabupaten Mamasa masih menduduki peringkat pertama sebagai Kabupaten dengan tingkat pencemaran udara terendah, sedangkan Kabupaten Mamuju/Mamuju tengah pada peringkat terakhir. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa tingkat pencemaran udara masih sangat didominasi dari emisi gas buang kendaraan bermotor. Kesimpulan ini diambil berdasarkan hasil perhitungan kualitas udara pada lokasi transportasi. Berikut perbandingan nilai indeks kualitas udara untuk tahun 2015 dan 2016. Tabel 6. Perbandingan Nilai IPU Tahun 2015 - 2016 No. Provinsi/Kabupaten 2015 2016 1 Kabupaten Mamuju Utara 96,42 99,26 2 Kabupaten Mamuju, Mamuju Tengah 95,46 99,21 3 Kabupaten Majene 97,85 99,35 4 Kabupaten Polewali Mandar 97,85 99,23 5 Kabupaten Mamasa 97,06 99,41 6 Provinsi Sulawesi Barat 96,68 99,29 Berdasarkan tabel tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa indeks pencemaran udara pada tahun 2016 Provinsi Sulawesi Barat mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan Tahun 2015. Indeks kualitas udara di Provinsi Sulawesi Barat masih dalam kondisi baik hal ini didukung dengan indeks kualitas di tiap kabupaten yang semuanya masih dalam kondisi baik. 18 III.INDEKS TUTUPAN HUTAN Pada hakekatnya tutupan hutan dan lahan secara tidak langsung memiliki kontribusi besar dalam perubahan kualitas air sungai dan pencemaran udara. Jika persentase luas hutan masih lebih besar dari total luas wilayah suatu daerah, dapat disimpulkan bahwa kualitas lingkungan di daerah tersebut masih cukup baik. Jika kualitas hutan masih terjaga, maka secara tidak langsung ikut menjaga kualitas air sungai dan tingkat pencemaran udara. Sebaliknya, jika semakin banyak alih fungsi hutan akan menimbulkan pencemaran air sungai dan udara. Untuk perhitungan indeks tutupan hutan maka diperlukan data hutan primer dan hutan sekunder yang kemudian dijumlahkan. Data hutan primer dan hutan sekunder per Kabupaten se-Provinsi Sulawesi Barat yang diperoleh dari BPKH VII Makassar Tahun 2015 yang kemudian dibandingkan dengan luas wilayah administrasi setiap kabupaten maka diperoleh persentase tutupan hutan setiap kabupaten. Berikut tabel 7 perhitungan persentase tutupan hutan per Kabupaten se-Provinsi Sulawesi Barat. Tabel 7. Perhitungan Persentase TH Tahun 2016 Kabupaten Mamuju Utara Mamuju, Mamuju Tengah Majene Polman Mamasa Provinsi Sulawesi Barat Luas Wilayah Administrasi (Km2) 3.043,75 8.014,06 947,84 1.775,65 3.005,88 16.787,18 Luas Tutupan Hutan (Km2) 1.358,60 4.717,15 292,73 351,79 1.466,21 8.186,48 Persentase TH 44,636 58,861 30,884 19,812 48,778 48,766 Dari hasil perhitungan persentase Tutupan Hutan maka dapat diperoleh Indeks Tutupan Hutan per-Kabupaten dengan melakukan konversi persentase yang merupakan perbandingan luas tutupan hutan dengan luas wilayah dengan menggunakan rumus perhitungan sebagai berikut : 50 ITH 100 84,3 THx100 x 54,3 19 Tabel 8 berikut merupakan rekap hasil perhitungan Indeks Tutupan Hutan perKabupaten se-Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2016. Tabel 8. Rekap Indeks Tutupan Hutan Tahun 2015 Kabupaten No ITH 1 Mamuju Utara 63,48 2 Mamuju, Mamuju Tengah 76,58 3 Majene 50,81 4 Polewali Mandar 40,62 5 Mamasa 67,29 6 Provinsi Sulawesi Barat 67,28 Berikut perbandingan indeks tutupan hutan untuk tahun 2015 dan tahun 2016. Tabel 9. Perbandingan Indeks Tutupan Hutan Tahun 2015 & 2016 Kabupaten No 2015 2016 1 Mamuju Utara 65,07 63,48 2 Mamuju, Mamuju Tengah 77,27 76,58 3 Majene 53,17 50,81 4 Polewali Mandar 36,56 40,62 5 Mamasa 66,79 67,29 6 Provinsi Sulawesi Barat 66,96 67,28 Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa nilai indeks tutupan hutan yang paling rendah di Kabupaten Polewali Mandar, yaitu 40,62 dan Indeks tutupan hutan yang masih tinggi terdapat di Kabupaten Mamuju/Mamuju Tengah, yaitu 76,58. IV. INDEKS KUALITAS LINGKUNGAN Perhitungan Indeks kualitas lingkungan memiliki sifat kompaatif yang berarti nilai satu kabupaten relatif terhadap kabupaten lainnya. Hasil perhitungan indeks kualitas lingkungan bukan semata-mata untuk melihat peringkat IKLH 20 per-Kabupaten akan tetapi bagaimana setiap kabupaten saling bersinergi untuk memperbaiki kualitas lingkungan sehingga dapat mengangkat ualitas lingkungan Provinsi Sulawesi Barat. Indeks kualitas lingkungan hidup Provinsi Sulawesi Barat dihitung berdasarkan hasil perhitungan Indeks Pencemaran Air, Indeks Pencemaran Udara dan Indeks Tutupan Hutan yang masing-masing kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat maka di peroleh IKLH setiap Kabupaten, dan setiap kabupaten memberikan konstribusi berdasarkan jumlah penduduk dan luas wilayahnya terhadap total jumlah Provinsi sehingga diperoleh nilai IKLH Provinsi Sulawesi Barat. Nilai indeks kualitas lingkungan masing-masing kabupaten diperoleh dengan rumus perhitungan sebagai berikut : IKLH = 30% IPA x 30% IPU x 40% ITH 3 Pada tabel 10 merupakan rekap indeks pencemaran air, indeks pencemaran udara dan indeks tutupan hutan setiap kabupaten se-provinsi Sulawesi Barat. Tabel 10. Rekap IPA, IPU dan ITH Tahun 2016 per Kabupaten se-Prov. Sulbar No. Provinsi/Kabupaten IPA IPU ITH 1 Mamuju Utara 40,00 99,26 63,48 2 Mamuju, Mamuju Tengah 48,33 99,21 76,58 3 Majene 50,00 99,35 50,81 4 Polewali Mandar 42,00 99,23 40,62 5 Mamasa 48,86 99,41 67,29 Dari rumus perhitungan diatas dengan memasukkan setiap nilai IPA, IPU dan ITH, maka Indeks Kualitas Lingkungan setiap kabupaten se - provinsi Sulawesi Barat dapat dilihat melalui tabel 11. 21 Tabel 11. Rekap hasil perhitungan IKLH per-Kabupaten se-Provinsi Sulbar No. 1 2 Provinsi/Kabupaten Mamuju Utara Mamuju dan Mamuju Tengah IPA IPU ITH IKLH 12,00 29,78 25,39 67,17 14,50 29,76 30,63 74,89 3 Majene 15,00 29,81 20,32 65,13 4 Polewali Mandar 12,60 29,77 16,25 58,62 5 Mamasa 14,66 29,82 26,92 71,40 Berdasarkan tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa Indeks Kualitas Lingkungan di Kabupaten Mamuju/Mamuju Tengah menempati peringkat pertama dengan nilai IKLH 74,89 pada kondisi baik, Kabupaten Mamasa dengan nilai IKLH 71,40 berada pada kondisi baik. Untuk Kabupaten Mamuju Utara dengan nilai IKLH 67,17 berada pada kondisi cukup, sedangkan Kabupaten Majene dan Polewali Mandar berada pada kondisi kurang dengan nilai IKLH masing-masing 65,13 dan 58,62. Rendahnya nilai IKLH pada Kabupaten Polewali Mandar sangat dipengaruhi oleh Indeks Tutupan Hutan (ITH), dengan nilai ITH yang paling rendah jika dibandingkan dengan Kabupaten yang lain. Adanya penurunan IKLH disetiap Kabupaten juga dipengaruhi oleh penurunan Indeks Pencemaran Air yang semuanya mengalami penurunan dibandingkan dengan Tahun 2015 kecuali di Kabupaten Majene dengan nilai IPA yang tetap. Pada tabel 12 merupakan perbandingan IKLH Kabupaten antara Tahun 2015 dan 2016. 22 Tabel 12. Perbandingan Nilai IKLH Kabupaten Tahun 2015 – 2016 No. Kabupaten IKLH 2015 IKLH 2016 1 Mamuju Utara 71,57 67,50 2 Mamuju dan Mamuju Tengah 79,53 74,97 3 Majene 65,62 65,45 4 Polewali Mandar 63,18 57,97 5 Mamasa 70,83 71,19 Dari tabel 12 dapat disimpulkan terjadinya perubahan nilai IKLH setiap kabupaten hal ini dipangaruhi oleh adanya perubahan nilai IPA, IPU da ITH. Penurunan nilai IKLH paling signifikan terdapat di Kabupaten Polewali Mandar masuk pada nilai sangat kurang, hal ini dipengaruhi oleh penurunan nilai Indeks Pencemaran Air yang sangat signifikan. Nilai IKLH Kabupaten Mamuju Utara, Mamuju/Mamuju Tengah, Mamasa masuk pada kondisi cukup sedangkan untuk Kabupaten Majene masuk pada kondisi kurang. Untuk semua Kabupaten mengalami penurunan dibandingkan dengan Tahun 2015 kecuali Kabupaten Mamasa mengalami sedikit kenaikan dibandingkan dengan Tahun 2015. Dengan melihat nilai IKLH disetiap kabupaten yang masih rendah maka sangat diharapkan kerjasama semua sektor dalam memperbaiki kualitas lingkungan hidup di daerahnya. Untuk menghitung Indeks Kualitas Lingkungan (IKLH) Provinsi maka digunakan rumus : PopulasiKabupaten LuasKabupaten 5 Populasi Pr ovinsi Luas Pr ovinsi IKLH _ Pr ovinsi IKLH x Kabupaten 2 i 1 23 Dari rumus tersebut setiap kabupaten memberikan konstribusi berdasarkan jumlah penduduk dan luas wilayahnya terhadap total jumlah Provinsi. Tabel 13 berikut merupakan data luas wilayah dan jumlah penduduk dari setiap Kabupaten se-Provinsi Sulawesi Barat. Tabel 13 : Data Luas Administrasi & Jumlah Penduduk per Kabupaten se-Provinsi Sulawesi Barat No. Kabupaten Luas (km2)*) Jumlah Penduduk (1) (2) (3) (4) 1 Mamuju Utara 3.043,75 156.460 2 Mamuju / Mamuju Tengah 8.014,06 387.180 3 Majene 947,84 163.900 4 Polewali Mandar 1.775,65 422.790 5 Mamasa 3.005,88 151.830 16.787,18 1.282.160 Total Pada tabel 14 berikut merupakan hasil perhitungan perbandingan antara jumlah penduduk masing-masing terhadap jumlah penduduk provinsi dan luas masing-masing kabupaten terhadap luas wilayah provinsi sehingga dapat diperoleh nilai IKLH Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2016. Tabel 14. Perhitungan Nilai IKLH Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2016 No. Kabupaten IKLH Kab Populasi Kab/Populasi Prov. Luas Kab/Luas Prov. NILAI IKLH Prov. (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1 Mamuju Utara 67,17 0,122028452 0,18131396 10,18775474 2 Mamuju / Mamuju Tengah 74,89 0,301974793 0,47739168 29,18493616 3 Majene 65,13 0,12783116 0,05646213 6,001418957 4 Polewali Mandar 58,62 0,329748237 0,10577417 12,76450842 5 Mamasa 71,40 0,118417358 0,17905807 10,61942646 6 Provinsi Sulbar 68,75804474 24 Dari data diatas dengan menggunakan rumus perhitungan IKLH Provinsi maka diperoleh nilai IKLH Provinsi 68,76. Pada tabel 15 dapat dilihat Perbandingan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Barat. Tabel 15. Perbandingan Nilai IKLH 2012, 2013, 2014, 2015 dan 2016 No. Nilai IKLH 2012 2013 2014 2015 1 Provinsi Sulawesi Barat 84,13 89.76 79.53 72,08 2016 68,76 Dari tabel dapat disimpulkan bahwa nilai Indeks Kualitas Lingkungan Hidup dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan. Berdasarkan rentang nilai IKLH maka provinsi Sulawesi Barat masuk dalam kategori cukup. Hal ini dipengaruhi oleh adanya penurunan disemua sektor yang berpengaruh yaitu air, udara dan tutupan hutan. Dengan melihat hasil ini maka Provinsi Sulawesi Barat harus meningkatkan kinerja dalam pengelolaan sumber daya sehingga dapat menghasilkan kualitas lingkungan yang lebih baik. 25 BAB IV PENUTUP I. KESIMPULAN Indeks kualitas lingkungan hidup di suatu daerah sangat dipengaruhi oleh faktor pencemaran air, udara dan jumlah tutupan hutan/lahan. Semakin rendah tingkat pencemaran air dan udara serta semakin luas tutupan hutan/lahan maka kualitas lingkungan di daerah tersebut akan semakin baik. Oleh karena itu, untuk menjaga kualitas lingkungan hidup, maka semua pihak harus terlibat aktif dalam menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup. Perubahan kualitas lingkungan hidup di daerah juga dipengaruhi dengan pertambahan jumlah penduduk serta pembukaan usaha baru yang memanfaatkan serta mengalifungsikan hutan lindung. Oleh karena itu, pemerintah harus secara bijaksana dalam melakukan pemberian izin kepada setiap usaha/kegiatan khususnya dalam pengelolaan hutan sehingga jumlah tutupan hutan jika dibandingkan dengan luas daerah masih seimbang. Pada tahun 2016, nilai IKLH setiap Kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat sebagian besar mengalami penurunan, di Kabupaten Mamasa sedikit mengalami kenaikan. Secara keseluruhan di Nilai IKLH Provinsi Sulawesi Barat pada Tahun 2016 yaitu 68,76 masuk dalam kategori cukup mengalami penurunan dibandingkan dengan Tahun 2015 yaitu 72,08. Hal ini dipengaruhi oleh adanya penurunan disemua sektor yang berpengaruh yaitu air, udara dan tutupan hutan. Dengan adanya perhitungan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup sehingga diperoleh suatu nilai yang dapat digunakan untuk melihat kategori kualitas lingkungan di suatu daerah maka diharapkan dapat mempermudah semua pemangku kepentingan (stakeholder) mulai dari pemerintah dan masyarakat (publik) untuk memahami kondisi lingkungannya. Dengan mengetahui kondisi lingkungan maka bagi pemerintah dapat digunakan sebagai bahan evaluasi 26 dalam pemuatan kebijakan pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dan bagi masyarakat (publik) dengan adanya pemahaman aakan kondisi lingkungan dapat membantu pemerintah untuk terlibat secara langsung dalam pengelolaan lingkungan hidup. II. REKOMENDASI Berdasarkan kesimpulan tersebut diatas, maka direkomendasikan beberapa hal sebagai berikut : 1. Dalam penyusunan tata ruang kota, pemerintah harus memperhitungkan penempatan pemukiman warga yang berada di sekitar bantaran sungai untuk mengurangi tingkat pencemaran air dari limbah rumah tangga. 2. Pemerintah daerah dalam perlu untuk memperhatikan program pengendalian pencemaran air agar nilai indeks kualitas air disetiap daerah dapat mengalami kenaikan. 3. Perlu ada kebijakan dalam pengendalian kualitas udara khususnya dari sumber-sumber yang berpotensi menimbulkan pencemaran seperti pembakaran sampah serta asap pabrik dan kendaraan bermotor. 4. Pemerintah harus meminimalisir pemberian izin kepada perusahaan yang akan melakukan usaha/kegiatan dengan memanfaatkan fungsi hutan dan lahan sehingga kelestarian hutan tetap terjaga. 5. Pemerintah harus memperhatikan pengembangan kebijakan untuk mengembalikan fungsi kawasan hutan khususnya dalam program tutupan lahan di Kabupaten Majene dan Kabupaten Polewali Mandar. 6. Kegiatan ini dapat berjalan secara kontiniu karena selain merupakan kegiatan wajib yang harus dilaksanakan, juga sekaligus dapat digunakan sebagai bahan pengambilan kebijakan dalam bidang pengelolaan lingkungan hidup. 7. Hasil perhitungan yang dilakukan pada Tahun 2016 masih membutuhkan pembenahan dan penyempurnaan keterwakilan dan keakuratan sumber 27 data. Oleh karena itu dibutuhkan untuk pemantauan kualitas air dan udara maka dibutuhkan metode dan pengambilan sampel yang lebih akurat, selain itu dibutuhkan penambahan titik pengambilan sampel air sungai seperti di kabupaten Mamuju Tengah yang belum dilakukan pemantauan kualitas air sungai. 8. Untuk pemantauan kualitas air sungai di Kabupaten Majene, jumlah sungai yang dipantau sudah memadai akan tetapi perlu dilakukan beberapa kali periode pamantauan dalam setahun dan sebaiknya dilakukan penambahan titik sampling air. 9. Untuk mendapatkan indeks kualitas air yang mewakili dapat kondisi kualitas air di Provinsi Sulawesi Barat dibutuhkan penambahan jumlah sungai yang terpantau setiap kabupaten dengan jumlah titik dan periode pengambllan yang sesuai dengan ketentuan. 28 Daftar Pustaka Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. (1997). Keputusan Kepala Bapedal Nomor 107 Tahun 1997 Tentang Perhitungan dan Pelaporan serta Informasi Indeks Standar Pencemar Udara. Jakarta: Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Barat. (2015). Laporan Pemantauan Kualitas Air Sungai. Mamuju: Bidang Pengendalian Pencemaran dan Pengelolaan Limbah Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Barat. (2015). Laporan Pemantauan Kualitas Udara Perkotaan. Mamuju: Bidang Pengendalian Pencemaran dan Pengelolaan Limbah BAPPEDA Provinsi Sulawesi Barat. (2014). Materi Teknis Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2014-2034. Daniel C. Esty, C. K. (2008). 2008 Environmental Performance Index. New Haven: Yale Center for Environmental Law and Policy. Kementerian Negara Lingkungan Hidup. (1999). Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia. Kementerian Negara Lingkungan Hidup. (2001). Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencedmaran Air. Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia. Kementerian Negara Lingkungan Hidup. (2003). Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 Tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air. Jakarta: Kementerian Negara Lingkungan Hidup. VCU Center for Environmental Studies. (2000, December 6). Virginia Environmental Quality Index. Dipetik March 10, 2009, dari Virginia Commonwealth University: http://www.veqi.vcu.edu/index.htm 29 KABUPATEN MAMUJU UTARA INDEKS KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP, NILAI : 67,17 IPA IPU ITH 40,00 99,26 63,48 Data umum : Luas wilayah : 3.043,75 (km2) Jumlah penduduk : 163,90,00 (ribu jiwa) Kepadatan penduduk : 51 (jiwa/km2) Jumlah kecamatan : 12 Kecamatan Jumlah Desa/Kelurahan : 63 Desa/kecataman PDRB perkapita*) : 6.036,57 (Billion Rupiah) *) data statistik tahun 2015 (Angka Sementara) 1 Data Indikator Kualitas Air Parameter Nilai Indikator KMA II – PP 82/2001 Minimal Maksimal TSS 4,18 743,42 50 COD 1,825 21,16 25 DO 3,8 27,5 4 BOD 0,12 12,9 3 Total Phospat 0,16 8,51 0,2 Fecal Coliform 7,8 160.000 1000 Total Coliform 220 160.000 5000 Data Indikator Kualitas Udara Parameter Rerata Hasil Keterangan NO2 9,29 PP 41 Tahun 1999 SO2 9,23 PP 41 Tahun 1999 Data Indikator Tutupan Hutan Luas Wilayah (Km2) 3.043,75 Luas Tutupan Hutan (Km2) 1.358,60 Persentase Tutupan Hutan (%) 44,636 2 KABUPATEN MAMUJU/ MAMUJU TENGAH INDEKS KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP, NILAI : 74,89 IPA IPU ITH 48,33 99,21 76,58 Data umum : 208.451,85 (km2) Luas wilayah : Jumlah penduduk : 387.180 (Ribu jiwa) Kepadatan penduduk : 46,5 (jiwa/km2) Jumlah kecamatan : Jumlah Desa/Kelurahan : PDRB perkapita*) : 16 Kecamatan 153 Desa/kecamatan 8.272,06 ( Billion Rupiah) *) data statistic tahun 2015 (Angka Sementara) 3 Data Indikator Kualitas Air Parameter Nilai Indikator KMA II – PP 82/2001 Minimal Maksimal TSS 2,63 238,71 50 COD 1,825 1,825 25 DO 3,3 5,2 4 BOD 0,59 1,8 3 Total Phospat 0,22 3,36 0,2 Fecal Coliform 480 92000 1000 Total Coliform 2400 92000 5000 Data Indikator Kualitas Udara Parameter Rerata Hasil Keterangan 10,29 9,79 PP 41 Tahun 1999 PP 41 Tahun 1999 NO2 SO2 Data Indikator Tutupan Hutan Luas Wilayah (Km2) Luas Tutupan Hutan (Km2) Persentase Tutupan Hutan (%) 8.014,06 4.717,`5 58,861 4 KABUPATEN MAJENE INDEKS KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP, NILAI : 65,13 IPA IPU ITH 50,00 99,35 50,81 Data umum : 947,84 (km2) Luas wilayah : Jumlah penduduk : 163.900 (Ribu jiwa) Kepadatan penduduk : 173 (jiwa/ km2) Jumlah kecamatan : 8 kecamatan Jumlah Desa/Kelurahan : 82 Desa/kelurahan PDRB perkapita*) : 2.823,02 ( Billion Rupiah) *) data statistik tahun 2015 (Data Sementara) 5 Data Indikator Kualitas Air Parameter Nilai Indikator KMA II – PP 82/2001 Minimal Maksimal TSS 9,3 9,3 50 COD 32 32 25 DO 8,57 8,57 4 BOD 1,22 1,22 3 Total Phospat 2,4 2,4 0,2 Fecal Coliform 9300 9300 1000 Total Coliform 9300 9300 5000 Data Indikator Kualitas Udara Parameter Rerata Hasil Keterangan 2,08 9,73 PP 41 Tahun 1999 PP 41 Tahun 1999 NO2 SO2 Data Indikator Tutupan Hutan Luas Wilayah (Km2) Luas Tutupan Hutan (Km2) Persentase Tutupan Hutan (%) 947,84 292,73 30,884 6 KABUPATEN POLEWALI MANDAR INDEKS KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP, NILAI : 58,62 IPA IPU ITH 42,00 99,23 40,62 Data umum : 1.775,65 (km2) Luas wilayah : Jumlah penduduk : 422.790 (Ribu jiwa) Kepadatan penduduk : 209 (jiwa/ km2) Jumlah kecamatan : 16 kecamatan Jumlah Desa/Kelurahan : 167 Desa/kelurahan PDRB perkapita*) : 7.276,50 (Billion Rupiah) *) data statistik tahun 2015 (Data Sementara) 7 Data Indikator Kualitas Air Parameter Nilai Indikator KMA II – PP 82/2001 Minimal Maksimal TSS 1,39 126,42 50 COD 1,689 22,521 25 DO 3,5 4,5 4 BOD 0,48 10,8 3 Total Phospat 0,13 2,785 0,2 Fecal Coliform 33 160000 1000 Total Coliform 150 160000 5000 Data Indikator Kualitas Udara Parameter Rerata Hasil Keterangan NO2 10,46 PP 41 Tahun 1999 SO2 9,29 PP 41 Tahun 1999 Data Indikator Tutupan Hutan Luas Wilayah (Km2) Luas Tutupan Hutan (Km2) Persentase Tutupan Hutan (%) 1.775,65 351,79 19,812 8 KABUPATEN MAMASA INDEKS KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP, NILAI : 71,40 IPA IPU ITH 48,86 99,29 67,29 Data umum : 3.005,88 (km2) Luas wilayah : Jumlah penduduk : 151.830 (Ribu jiwa) Kepadatan penduduk : 52 (jiwa/ km2) Jumlah kecamatan : 17 kecamatan Jumlah Desa/Kelurahan : 181 Desa/kelurahan PDRB perkapita*) : 1.762,29 ( Billion Rupiah) *) data statistik tahun 2015 (Data Sementara) 9 Data Indikator Kualitas Air Parameter Nilai Indikator KMA II – PP 82/2001 Minimal Maksimal TSS 1,37 266,27 50 COD 1,825 66,283 25 DO 3,8 5,2 4 BOD 0,40 7,65 3 Total Phospat 0,027 6,13 0,2 Fecal Coliform 6,8 160000 1000 Total Coliform 6,8 11000 5000 Data Indikator Kualitas Udara Parameter Rerata Hasil Keterangan NO2 10,43 PP 41 Tahun 1999 SO2 6,57 PP 41 Tahun 1999 Data Indikator Tutupan Hutan Luas Wilayah (Km2) Luas Tutupan Hutan (Km2) Persentase Tutupan Hutan (%) 3.005,88 1.466,21 48,766 10 v NILAI IKLH PROVINSI SULAWESI BARAT Berdasarkan rumus : 30% IPA x 30% IPU x 40% ITH IKLH = 3 maka diperoleh nilai IKLH kabupaten sebagai berikut : No. Provinsi/Kabupaten IPA IPU ITH 1 Mamuju Utara 40,00 99,26 63,48 2 Mamuju dan Mamuju Tengah 48,33 99,21 76,58 3 Majene 50,00 99,35 50,81 4 Polewali Mandar 42,00 99,23 40,62 5 Mamasa 48,86 99,41 67,29 6 Provinsi Sulawesi Barat 45,84 99,29 59,76 No. Provinsi/Kabupaten IPA IPU ITH IKLH 1 Mamuju Utara 12,00 29,78 25,39 67,17 2 Mamuju dan Mamuju Tengah 14,50 29,76 30,63 74,89 3 Majene 15,00 29,81 20,32 65,13 4 Polewali Mandar 12,60 29,77 16,25 58,62 5 Mamasa 14,66 29,82 26,92 71,40 6 Provinsi Sulawesi Barat 13,75 29,79 23,90 67,44 11 DATA PENDUDUK SULAWESI BARAT TAHUN 2016 No. Kabupaten Luas (km2)*) Jumlah Penduduk (1) (2) (3) (4) 1 Mamuju Utara 3.043,75 156.460 2 Mamuju / Mamuju Tengah 8.014,06 387.180 3 Majene 947,84 163.900 4 Polewali Mandar 1.775,65 422.790 5 Mamasa 3.005,88 151.830 16.916,72 16.787,18 Total Sumber : Sulbar dalam Angka 2016 (BPS Provinsi Sulawesi Barat) dari nilai IKLH setiap Kabupaten, dapat dihitung nilai IKLH Provinsi Sulawesi Barat berdasarkan perhitungan : PopulasiKabupaten LuasKabupaten 5 Populasi Pr ovinsi Luas Pr ovinsi IKLH _ Pr ovinsi IKLH x Kabupaten 2 i 1 Maka diperoleh nilai IKLH Provinsi sebagai berikut : No. Kabupaten IKLH Kab Populasi Kab/Populasi Prov. Luas Kab/Luas Prov. NILAI IKLH Prov. (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1 Mamuju Utara 67,17 0,122028452 0,18131396 10,18775474 2 Mamuju / Mamuju Tengah 74,89 0,301974793 0,47739168 29,18493616 3 Majene 65,13 0,12783116 0,05646213 6,001418957 4 Polewali Mandar 58,62 0,329748237 0,10577417 12,76450842 5 Mamasa 71,40 0,118417358 0,17905807 10,61942646 6 Provinsi Sulbar 68,75804474 12 13 Bidang Penaatan dan Komunikasi Lingkungan Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Barat 2016