13 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Danau Matano, Sulawesi Selatan. Sampling dilakukan setiap bulan selama satu tahun yaitu mulai bulan September 2010 sampai dengan Agustus 2011. Sampling dilakukan pada sembilan stasiun penelitian (Gambar 2). Metode dan Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei post facto. Stasiun penelitian ditetapkan berdasarkan pertimbangan: (1) merupakan habitat ikan T. antoniae, (2) kondisi stasiun penelitian memungkinkan untuk operasional pelaksanaan sampling, dan (3) stasiun penelitian dapat mewakili keragaman habitat ikan T. antoniae. Berdasarkan pertimbangan ini ditetapkan sembilan stasiun penelitian yang dibagi dalam tiga zona. Secara spasial pembagian zona ini mewakili tiga bagian danau yaitu: (1) Zona yang mewakili wilayah danau bagian hulu, (2) zona yang mewakili wilayah danau bagian tengah, dan (3) zona yang mewakili wilayah danau bagian hilir. Gambar 2. Danau Matano dan stasiun sampling. Ket.: Zona hulu: (1) Sungai Lawa, (2) Paku, (3) Pulau Wotu Pali; Zona tengah: (4) Bubble Beach, (5) Salonsa, (6) Tanah Merah; dan Zona hilir: (7) Otuno, (8) Sungai Petea dan (9) Sungai Soluro 14 Deskripsi Stasiun Penelitian Sembilan stasiun penelitian di Danau Matano ditetapkan sebagai tempat pengambilan sampel ikan, serta parameter fisik, kimiawi dan biologis perairan. Masing-masing stasiun memiliki ciri dan karakter berbeda. Zona Hulu Zona hulu adalah zona yang terdapat di bagian barat Danau Matano. Tiga stasiun penelitian di zona ini yaitu stasiun Sungai Lawa, Stasiun Paku, dan Stasiun Pulau Wotu Pali. Secara umum zona hulu mewakili kawasan yang relatif belum banyak terganggu. Hutan dan lahan yang ada di sekitarnya belum dijadikan lahan tambang. Ciri-ciri ketiga stasiun penelitian di zona ini dideskripsikan sebagai berikut. 1. Stasiun Sungai Lawa Sungai Lawa merupakan sungai utama yang sepanjang tahun mengalirkan airnya masuk ke Danau Matano. Lokasi yang dipilih sebagai tempat pengambilan sampel berada di bagian sebelah kanan muara sungai. Perairan litoral di tempat ini mempunyai kedalaman berkisar antara 0,50 – 3,0 m dengan jarak tepi danau ke bibir tubir berkisar antara 20 – 25 m. Pada kondisi air surut terendah, sebagian daerah litoral mengering berubah menjadi daratan. 2. Stasiun Paku Stasiun Paku berada di sisi selatan danau. Bagian daratan di sepanjang pinggiran danau adalah daerah rawa. Kontur dasar perairan relatif datar dan meluas ke tengah danau. Kedalaman perairan di daerah litoral stasiun ini berkisar antara 0,30 dan 6,0 m; kisaran jarak tepi danau ke bibir tubir adalah 30 – 40 m. 3. Stasiun Pulau Wotu Pali Pulau Wotu Pali adalah salah satu pulau dalam gugusan pulau yang terletak di sisi selatan bagian barat Danau Matano. Pulau ini terdiri atas batuan besar, dengan daerah litoral pulau yang relatif sempit (kisaran bibir tubir 5,0 – 7,0 m dari tepi danau), dengan kisaran kedalaman 0,75 – 4,0 m. Dasar perairan yang kedalamannya lebih dari 5 m di sekitar pulau ini terdapat banyak pecahan 15 tembikar. Menurut cerita masyarakat setempat, pulau ini adalah pulau yang terbentuk akibat kejadian tektonik dan pulau ini merupakan bagian dari daratan yang tenggelam (kata “wotu pali” dari bahasa daerah setempat berarti batu yang terbalik atau daratan yang terbalik). Zona tengah Zona tengah adalah daerah yang mewakili bagian tengah danau yang terletak di sisi bagian selatan dan utara danau. Daerah di sisi selatan danau merupakan daerah permukiman, pusat kota dan kawasan industri pertambangan nikel. Sementara sisi utara danau merupakan kawasan bekas perkebunan dan daerah rawa. 4. Stasiun Bubble Beach Stasiun Bubble Beach adalah sebuah teluk yang berada di sisi selatan danau (sebelah barat Pantai Kupu-kupu). Lokasi ini disebut Bubble Beach karena dari dasar perairannya banyak keluar gelembung gas. 5. Stasiun Pantai Salonsa Pantai Salonsa terletak di depan kompleks permukiman perumahan karyawan PT Inco. Pantai ini diperuntukkan sebagai salah satu taman rekreasi pantai. Sebagai tempat rekreasi lokasi ini ramai dikunjungi masyarakat pada hari-hari libur. Selain itu tempat ini dimanfaatkan sebagai tempat menambatkan rakit wisata (raft). 6. Stasiun Tanah Merah Stasiun Tanah Merah terletak di bagian tengah sisi utara Danau Matano. Stasiun ini adalah sebuah teluk kecil dengan daerah dangkal yang relatif luas. Perairan di daerah litoral memiliki kisaran kedalaman 0,50 – 2,00 m. Jarak tepi pantai ke bibir tubir 40 – 60 m. Substrat dasar bervariasi mulai dari lumpur sampai pasir dengan formasi batuan besar di dekat bibir tubir. Zona hilir Zona hilir adalah kawasan bagian Timur Danau Matano. Zona ini memiliki teluk yang relatif besar dengan beberapa pulau yang ada di dalamnya. Terdapat dua sungai di zona ini, yaitu Sungai Soluro di sisi utara dan Sungai Petea di 16 bagian paling timur danau. Sungai Soluro adalah sungai yang mengalirkan airnya masuk ke danau, sementara Sungai Petea adalah sungai yang mengalirkan air keluar dari danau (out let). Sebuah bendungan yang berfungsi untuk mengatur kestabilan muka air danau terletak di Sungai Petea. Zona ini juga mewakili daerah yang lahan atasnya merupakan lahan tambang terbuka. Terdapat tiga stasiun penelitian di zona ini dengan ciri sebagai berikut. 7. Stasiun Otuno Stasiun Otuno terletak di sisi selatan bagian timur Danau Matano. Daerah ini adalah sebuah teluk dekat gugusan pulau di daerah Otuno. Kisaran kedalaman perairan litoral 0,50 – 3.0 m. Jarak bibir tubir dari tepi 20 - 30 m. Substrat dasar perairan bervariasi mulai dari substrat tanah keras, berpasir sampai berbatu. 8. Stasiun Sungai Petea Stasiun Sungai Petea terdapat di bagian timur Danau Matano. Stasiun penelitian berada di sisi utara danau kurang lebih 500 m dari out-let Danau Matano. Kedalaman perairan dari tepi danau ke arah tengah 0,50 – 3,00 m. 9. Stasiun Sungai Soluro Stasiun Sungai Soluro terletak di sisi utara bagian timur Danau Matano, dengan jarak kurang lebih 30 m sebelah kanan muara Sungai Soluro. Perairan dangkal di lokasi ini relatif sempit dengan kedalaman 0,50 m – 3,00 m. Jarak dari tepi danau ke bibir tubir 15 – 20 m. Pengambilan Sampel Ikan Pengambilan sampel ikan dilakukan dengan menggunakan alat tangkap yang dirancang, yaitu pukat pantai berkantong berukuran panjang 10 meter dan lebar 3 meter. Pukat pantai ini dioperasikan di daerah pinggiran pada kedalaman 0,5 – 3 m. Pengambilan sampel dilakukan pada pagi hari (pukul 07:00 – 10:00). Ikan-ikan yang tertangkap di setiap lokasi segera dipisahkan menurut jenis kelamin dan dihitung jumlahnya. Sampel ikan disimpan di dalam wadah dengan media berpengawet formalin 4%. Perlakuan pengawetan dilakukan dengan mengikuti prosedur berikut: (1) Semua ikan yang tertangkap segera diukur panjang total dengan 17 menggunakan jangka sorong (vernier caliper) sampai 0,01 mm terdekat; bobot tubuh ditimbang dengan menggunakan timbangan digital sampai 0,001 gram terdekat dan diberi label; dan (2) Ikan-ikan kemudian dimasukkan ke dalam wadah sampel berformalin dalam posisi baring. Sampel dibawa ke laboratorium, kemudian dilakukan pembedahan untuk pemeriksaan gonad dan isi lambung. Pengamatan Tingkah Laku Reproduksi T. antoniae di Perairan Tingkah laku reproduksi ikan diamati secara kualitatif di bawah air. Pengamat melakukan snorkeling di daerah pemijahan ikan. Aktivitas reproduksi ikan di daerah itu dicatat pada kertas tahan air. Pengambilan Sampel Vegetasi Perairan Sampel vegetasi perairan dikumpulkan dan kemudian diidentifikasi jenisnya menggunakan buku kunci identifikasi dari Pancho & Soerdjani (1978), Fassett (1960) dan Whitten et al. (2002). Selanjutnya sampel dideskripsikan keberadaannya di perairan. Pengukuran Parameter Fisik Kimiawi dan Hidrologi Perairan Danau Pengukuran parameter fisik kimiawi perairan dilakukan secara in situ menggunakan water quality test-kit merek Horiba. Pengukuran dilakukan pada badan air pada kedalaman 0,5 m di bawah permukaan air. Parameter yang diukur in situ adalah suhu (⁰C), oksigen terlarut (mg l-1) dan pH. Padatan tersuspensi total (mg l-1) dan padatan terlarut total (mg l-1) diperiksa di laboratorium. Transparansi perairan diukur dengan mengukur jarak pandang di dalam air secara horisontal terhadap bidang berwarna putih berukuran 30 cm x 30 cm. Fluktuasi tinggi muka air danau di atas permukaan laut (dpl) dan curah hujan rata-rata harian (mm) di sekitar danau dianalisis berdasarkan data yang dikoleksi secara periodik dari 4 stasiun pemantau PT. INCO yang ada di sekitar Danau Matano. 18 Analisis Data Variabel Lingkungan Habitat Perairan Data hasil pengukuran parameter lingkungan dibandingkan antar lokasi dan antar musim, serta dihubungkan dengan kelimpahan ikan menggunakan analisis multivariate dengan perangkat lunak Minitab 14. Substrat dasar dan vegetasi yang terdapat di dalam habitat T. antoniae dideskripsikan fungsi dan peruntukannya bagi ikan. Kelas Ukuran, Hubungan Panjang-Berat dan Pertumbuhan Kelas ukuran (kohort) ikan yang dikoleksi dianalisis dengan menggunakan metode Bhattacharya. Metode ini adalah suatu teknik pemisahan data sebaran frekuensi panjang ke dalam beberapa distribusi normal dari distribusi total. Puncak masing-masing distribusi normal merupakan modus dari frekuensi panjang dari setiap bulan (kohort), kohort akan bergerak ke kanan pada bulan berikutnya, pergeseran ini adalah pertambahan panjang atau tumbuh (Sulistiono et al. 2001). Dalam penelitian ini penilaian kelompok-kelompok umur dilakukan dengan menggunakan aplikasi perangkat lunak FiSAT (Gayanilo & Pauly 1997). Analisis hubungan panjang-berat mengikuti Ricker (1975) dengan rumus umum: W = aLb Keterangan: W L a b = = = = berat ikan (g) panjang ikan (mm) suatu konstanta, dan koefisien alometrik Menurut Bagenal &Tesch (1978), koefisien allometrik (b) lebih besar atau lebih kecil dari 3,0 menunjukkan pertumbuhan allometrik. Sementara nilai b > 3 menunjukkan pertumbuhan allometrik positif, dan b<3 menunjukkan pertumbuhan allometrik negatif, tetapi jika b = 3,0 pertumbuhan disebut isometrik. 19 Penerapan rumus hubungan panjang-berat ini dilakukan secara terpisah antara ikan jantan dan betina karena pada jenis ikan ini masing-masing jenis kelamin diduga mempunyai model pertumbuhan yang berbeda. Selanjutnya untuk menguji perbedaan antara jenis kelamin digunakan uji-t dengan menggunakan alat bantu perangkat lunak Minitab 14. Model pertumbuhan T. antoniae diduga dengan persamaan Von Bertalanffy: Lt = L∞ (1 – e-K(t-to)) Keterangan: Lt = panjang ikan pada waktu t, L∞ = panjang maksimum, K = koefisien pertumbuhan, dan t0 = umur teoritis saat panjang ikan sama dengan 0. Selanjutnya parameter pertumbuhan K, L∞ dan t0 diperkirakan dengan menggunakan metode ELEFAN I (Sparre & Venema 1992; Gayanilo & Pauly 1997) yang terdapat dalam aplikasi perangkat lunak FiSAT II. Faktor Kondisi Relatif Faktor kondisi relatif mengikuti LeCren (1951) dengan rumus umum: W FK = ______ Ŵ Keterangan: FK = faktor kondisi relatif, W = berat ikan (g), ŵ = berat yang diharapkan, diperkirakan dengan menggunakan regresi panjang-berat sebagai berikut: ŵ = aLb Apabila FK > 1 berarti individu atau populasi berada dalam kondisi lebih baik, dan FK < 1 berarti individu atau populasi dalam kondisi lebih buruk. 20 Variabel reproduksi Nisbah kelamin T.antoniae memiliki dimorfisme seksual yang jelas oleh karena itu penentuan jenis kelamin dilakukan berdasarkan pengamatan morfologi. Nisbah kelamin ditentukan dengan cara perbandingan jumlah ikan jantan dan betina per stasiun penelitian, bulan sampling dan kelas ukuran panjang. Perhitungan nisbah menggunakan rumus: M X = ____ F Keterangan: X = nisbah kelamin, M = jumlah ikan jantan (ekor) dan F = jumlah ikan betina (ekor). Keseimbangan perbandingan ikan jantan dan ikan betina diuji dengan uji statistik Chi-kuadrat (χ²) (Steel & Torrie 1989) sebagai berikut: (O – E) ² χ²hitung = Σ E Keterangan: O = frekuensi pengamatan, dan E = frekuensi harapan. Kematangan gonad Penentuan kematangan gonad dinilai dari tingkat kematangan gonad (TKG) yang dilakukan secara morfologis dan histologis. Secara morfologis yaitu dengan menilai bentuk, ukuran, warna dan perkembangan isi gonad. Sementara secara histologis, yaitu dengan menilai fase-fase perkembangan oosit dan spermatosit. Selanjutnya perkembangan kematangan gonad dibagi dalam beberapa tingkat kematangan. Penilaian fase-fase perkembangan oosit dan spermatosit secara histologis mengacu pada kategori-kategori yang dikemukakan oleh Treasurer & Holiday (1981), Nagahama (1983), Rodriguez et al. (1995) dan Goodbred et al. (1997). 21 Gonad dikeluarkan dari perut ikan yang masih segar, lalu ditimbang dan diperiksa tingkat kematangannya secara makroskopis. Kemudian gonad diawetkan di dalam larutan Bouin selama 24–36 jam, dan disimpan dalam etanol 70%. Sampel didehidrasi dengan etanol, dicuci dengan xylene dan dipindahkan pada paraffin. Gonad diiris dengan ketebalan 10 µm, diletakkan pada kaca preparat dan dihidrasi kembali dengan etanol. Irisan-irisan ini kemudian diberi warna (metode Y haematoxylin dan eosin) dan diamati pada mikroskop binokuler (Lampiran 1). Tingkat kematangan gonad (TKG) jantan dan betina ditentukan secara makroskopis dan mikroskopis. Tingkat kematangan gonad T. antoniae dari beberapa stasiun sampling ditentukan dan dibandingkan antara periode pengambilan sampel. Indeks kematangan gonad (IKG) dihitung mengikuti rumus (Effendie 1979): BG IKG = ________ X 100 BT Keterangan: IKG = indeks kematangan gonad, BG = berat gonad (g) dan BT = berat tubuh (g). Kemudian nilai rata-rata IKG antar stasiun dan antar waktu sampling dianalisis menggunakan uji keragaman (ANOVA) yang tersedia dalam perangkat lunak Minitab 14. Fekunditas Fekunditas adalah jumlah telur induk betina dewasa pada saat tahap matang. Fekunditas dihitung dengan cara menghitung semua telur (fekunditas total) yang terdapat di dalam gonad. Nilai fekunditas kemudian dihubungkan dengan ukuran ikan untuk mendapatkan kecenderungan, sehingga pendugaan fekunditas dapat dilakukan. Hubungan fekunditas total dengan panjang tubuh ikan dinyatakan dalam persamaan: 22 F = aLb Keterangan: F = fekunditas (butir), L = panjang ikan (mm), a dan b adalah konstanta. Ukuran ikan pertama kali matang gonad Ukuran ikan pertama kali matang gonad dapat dikaji dari ukuran ikan terkecil yang mempunyai kematangan gonad tingkat IV. Musim dan daerah pemijahan Pendugaan musim pemijahan dilakukan dengan menghitung jumlah (dalam persen) ikan yang mempunyai kematangan gonad tingkat III dan IV dari seluruh ikan pada saat pengambilan sampel. Perhitungan ini kemudian dibandingkan antar periode pengambilan sampel. Nilai persentase yang tinggi dari ikan-ikan dengan TKG III dan IV dianggap sebagai puncak-puncak musim pemijahan. Untuk menentukan daerah pemijahan dilakukan penghitungan jumlah (dalam persen) ikan yang mempunyai kematangan gonad tingkat III dan IV pada setiap stasiun pengambilan sampel. Penghitungan ini kemudian dibandingkan antar lokasi. Nilai persentase tertinggi dari ikan-ikan dengan TKG III dan IV pada stasiun tertentu dianggap sebagai daerah pemijahan. Diameter telur dan pola pemijahan Pengamatan diameter telur menggunakan mikroskop binokuler yang dilengkapi dengan mikrometer okuler. Telur–telur yang diamati diambil dari ovari ikan-ikan yang berada pada kondisi TKG III, IV dan V. Ovari kemudian dibagi dalam tiga bagian, yaitu bagian posterior, median dan anterior; selanjutnya telur-telur yang terdapat pada masing-masing bagian dihitung jumlahnya dan diukur diameternya. Hasil pengukuran kemudian diplot ke dalam diagram untuk mendapatkan bentuk sebaran ukuran diameter telur yang akan digunakan menduga pola pemijahan.