BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian 2.1.1. Tekanan Darah Tekanan darah adalah kekuatan yang memungkinkan darah mengalir dalam pembuluh darah untuk beredar dalam seluruh tubuh. Darah berfungsi sebagai pembawa oksigen serta zat-zat lain yang dibutuhkan oleh seluruh jaringan tubuh supaya dapat hidup dan dapat melaksanakan masing-masing tugasnya.11 Tekanan Darah Sistolik (TDS) menunjukkan tekanan pada arteri bila jantung berkontraksi (denyut jantung) atau tekanan maksimum dalam arteri pada suatu saat. TDS dinyatakan oleh angka yang lebih besar jika dibaca pada alat pengukur tekanan darah. TDS normal 90-120 mmHg. Tekanan Darah Diastolik (TDD) menunjukkan tekanan darah dalam arteri bila jantung berada dalam keadaan relaksasi di antara dua denyutan. TDD dinyatakan dengan angka yang lebih kecil jika dibaca pada alat pengukur tekanan darah. TDD normal 60-80 mmHg. Tingginya TDS berhubungan dengan curah jantung, sedangkan TDD berhubungan dengan besarnya resistensi perifer.12 2.1.2. Hipertensi Hipertensi adalah tekanan darah darah yang berlebihan dan hampir konstan pada arteri. Tekanan dihasilkan oleh kekuatan jantung ketika memompa darah.12 WHO-ISH (1999) mengklasifikasikan derajat tekanan darah tinggi yaitu :13 a. Optimal bila tekanan darah 90/60-120/80 mmHg, Universitas Sumatera Utara b. Normal bila tekanan darah 120/80-130/85 mmHg, c. Normal tinggi bila tekanan darah sistolik 130-139 mmHg dan tekanan darah diastolik 85-89, d. Hipertensi derajat 1 (ringan) bila tekanan darah sistolik 140-159 mmHg dan tekanan darah diastolik 90-99 mmHg, e. Hipertensi derajat 2 (sedang) bila tekanan darah sistolik 160-179 mmHg dan tekanan darah diastolik 100-109 mmHg, f. Hipertensi derajat 3 (berat) bila tekanan darah ≥ 180/110, g. Hipertensi sistolik (Isolated Systolic Hypertension) bila tekanan darah sistolik ≥ 140 dan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg. Kaplan (1985) membedakan hipertensi berdasarkan usia dan jenis kelamin, yaitu :14 a. Laki-laki, usia ≤ 45 tahun dikatakan hipertensi apabila tekanan darah ≥ 130/90 mmHg b. Laki-laki, usia > 45 tahun dikatakan hipertensi apabila tekanan darah ≥ 145/95 mmHg c. Perempuan, dikatakan hipertensi apabila tekanan darah ≥ 160/95 mmHg Hipertensi adalah salah satu penyebab kematian nomor satu. Komplikasi pembuluh darah yang disebabkan hipertensi dapat menyebabkan penyakit jantung koroner, infark (penyumbatan pembuluh darah yang menyebabkan kerusakan jaringan) jantung, stroke, dan gagal ginjal. Komplikasi pada organ tubuh menyebabkan angka kematian yang tinggi. Gangguan kerja organ selain Universitas Sumatera Utara menyebabkan penderita, keluarga dan negara harus mengeluarkan lebih banyak biaya pengobatan dan perawatan, tentu pula menurunkan kualitas hidup penderita.8 Prevalensi hipertensi meningkat sejalan dengan perubahan gaya hidup seperti merokok, obesitas, inaktivatas fisik, dan stres psikososial. Hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat (public health problem) dan akan menjadi masalah yang lebih besar jika tidak ditanggulangi sejak dini.8 2.2. Klasifikasi Hipertensi 2.2.1 Berdasarkan Penyebab a. Hipertensi Primer (Hipertensi Esensial) Hipertensi primer atau hipertensi esensial adalah suatu peningkatan persisten tekanan arteri yang dihasilkan oleh ketidakteraturan mekanisme kontrol homeostatik normal tanpa penyebab sekunder yang jelas. Hipertensi essensial meliputi lebih kurang 95% dari seluruh penderita hipertensi dan 5% sisanya disebabkan oleh hipertensi sekunder. 15 b. Hipertensi Sekunder (Hipertensi non Esensial) Hipertensi sekunder atau hipertensi non esensial adalah hipertensi yang dapat diketahui penyebabnya. Hipertensi sekunder meliputi lebih kurang 5% dari total penderita hipertensi. Contoh kelainan yang menyebabkan hipertensi sekunder adalah sebagai hasil dari salah satu atau kombinasi dari akibat stres yang parah, penyakit atau gangguan ginjal, kehamilan dan pemakaian hormon pencegah kehamilan, pemakaian obat- Universitas Sumatera Utara obatan seperti heroin, kokain, dan sebagainya, cedera di kepala atau perdarahan di otak yang berat, dan tumor atau sebagai reaksi dari pembedahan.16 2.2.2 Berdasarkan TDS dan TDD Menurut The Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC-7) tahun 2003 hipertensi dibedakan berdasarkan Tekanan Darah Sistolik (TDS) dan Tekanan Darah Diastolik (TDD) sebagai berikut :15 a. Normal bila tekanan darah sistolik 90-120 mmHg dan diastolik 60-80 mmHg b. Prehypertension bila tekanan darah sistolik 120-139 mmHg dan diastolik 8089 mmHg c. Hipertensi stadium 1 bila tekanan darah sistolik 140-159 mmHg dan diastolik 90-99 mmHg d. Hipertensi stadium 2 bila tekanan darah sistolik≥ 160 mmHg dan diastolik ≥ 100 mmHg Bila tekanan darah penderita hipertensi berbeda dengan klasifikasi sebagai contoh TDS 170 mmHg sedangkan TDD 90 mmHg maka derajat hipertensi ditentukan dari tekanan sistolik (TDS) karena merupakan tekanan yang terjadi ketika jantung berkontraksi memompakan darah.15 2.2.3 Berdasarkan Gejala-gejala Klinik a. Hipertensi Benigna Pada hipertensi benigna, tekanan darah sistolik maupun diastolik belum begitu meningkat, bersifat ringan atau sedang dan belum tampak kelainan atau Universitas Sumatera Utara kerusakan dari target organ seperti mata, otak, jantung, dan ginjal. Juga belum nampak kelainan fungsi dari alat-alat tersebut yang sifatnya berbahaya. b. Hipertensi Maligna Disebut juga accelerated hypertension, adalah hipertensi berat yang disertai kelainan khas pada retina, ginjal, dan kelainan serebral. Pada retina terjadi kerusakan sel endotelial yang akan menimbulkan obliterasi atau robeknya retina.17 Apabila diagnosis hipertensi maligna ditegakkan, pengobatan harus segera dilakukan. Diupayakan tekanan darah sistolik mencapai 120-139 mmHg. Hal ini perlu dilakukan karena insidensi terjadinya perdarahan otak atau payah jantung pada hipertensi maligna sangat besar.14 c. Hipertensi ensefalopati Merupakan komplikasi hipertensi maligna yang ditandai dengan gangguan pada otak. Secara klinis bermanifestasi dengan sakit kepala yang hebat, nausea, dan muntah. Tanda gangguan serebral seperti kejang ataupun koma, dapat terjadi apabila tekanan darah tidak segera diturunkan. Keadaan ini biasanya timbul apabila tekanan diastolik melebihi 140 mmHg. Hipertensi berat yang diikuti tanda-tanda payah jantung, perdarahan otak, perdarahan pasca operasi merupakan keadaan kedaruratan hipertensi yang memerlukan penanganan secara seksama.14 2.3 Gejala Klinis Hipertensi seringkali muncul tanpa gejala hingga menimbulkan komplikasi lanjut yang berbahaya. Secara umum gejala yang dikeluhkan oleh penderita hipertensi Universitas Sumatera Utara yaitu sakit kepala, rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk, perasaan berputar serasa ingin jatuh, berdebar atau detak jantung terasa cepat, dan telinga berdengung.14 Pada survei hipertensi di Indonesia oleh Sugiri, dkk (1995), tercatat gejalagejala sebagai berikut : pusing, mudah marah, telinga berdengung, sesak nafas, rasa berat ditengkuk, mudah lelah, dan mata berkunang-kunang serta sukar tidur merupakan gejala yang banyak dijumpai. Gejala lain akibat komplikasi hipertensi, seperti gangguan penglihatan, gangguan saraf (neurology), gejala gagal jantung, dan gejala lain akibat gangguan fungsi ginjal sering dijumpai.13 2.4 Diagnosis Seperti lazimnya pada penyakit lain, diagnosis hipertensi ditegakkan berdasarkan data anamnese, pemeriksaan jasmani, pemeriksaan laboratorium maupun pemeriksaan penunjang. Pada 70-80% kasus hipertensi esensial didapatkan riwayat hipertensi di dalam keluarga, walaupun hal ini belum dapat memastikan diagnosis hipertensi esensial. Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tua maka dugaan hipertensi esensial lebih besar.14 Pada wanita, keterangan mengenai hipertensi pada kehamilan, riwayat persalinan, pengggunaan pil kontrasepsi, diperlukan dalam anamnesis. Selain itu, data mengenai penyakit penyerta yang timbul bersamaan seperti diabetes melitus (kencing manis), gangguan hyperthyroid, rematik, gangguan ginjal, serta faktor resiko terjadinya hipertensi seperti rokok, alkohol, stres, dan data obesitas (kegemukan) perlu diberitahukan kepada dokter yang memeriksa.13,14 Universitas Sumatera Utara Pemeriksaan yang lebih teliti, perlu dilakukan pada organ target, untuk menilai komplikasi hipertensi. Identifikasi pembesaran jantung, tanda payah jantung, pemeriksaan funduskopi, tanda gangguan neurologi dapat membantu menegakkan diagnosis komplikasi akibat hipertensi. Pemeriksaan fisik lain secara rutin perlu dilakukan untuk mendapatkan tanda kelainan lain yang mungkin ada hubungan dengan hipertensi. 13,14 2.5 Komplikasi Pada umumnya komplikasi terjadi pada hipertensi berat apabila terjadinya kenaikan tekanan darah yang mendadak tinggi. Beberapa negara mempunyai pola komplikasi yang berbeda-beda. Di Jepang, gangguan serebrovaskular lebih mencolok dibandingkan kelainan organ yang lain, sedangkan di Amerika dan Eropa komplikasi jantung lebih banyak ditemukan. Di Indonesia belum terdapat data mengenai hal ini, akan tetapi komplikasi serebrovaskular dan komplikasi jantung sering ditemukan.14 Alat tubuh yang sering terserang hipertensi adalah mata, ginjal, jantung, dan otak. Pada mata berupa perdarahan retina, gangguan penglihatan sampai dengan kebutaan. Payah jantung merupakan kelainan yang sering ditemukan pada hipertensi berat di samping kelainan koroner dan miokard. Pada otak sering terjadi perdarahan, akibat pecahnya mikroaneurisma yang dapat mengakibatkan kematian. Kelainan yang lain yang dapat terjadi adalah proses tromboemboli dan serangan iskemia otak sementara (transient ischaemic attack).13,14 Universitas Sumatera Utara 2.6. Epidemiologi Hipertensi 2.6.1. Distribusi dan Frekuensi Hipertensi a. Orang Menurut Indonesian Society of Hypertension tahun 2007, secara umum prevalensi hipertensi di Indonesia pada orang dewasa berumur lebih dari 50 tahun adalah antara 15% dan 20%. Survei faktor resiko penyakit kardiovaskuler oleh WHO di Jakarta menunjukkan di Indonesia prevalensi hipertensi berdasarkan jenis kelamin dengan tekanan darah 160/90 masing-masing pada pria adalah pada tahun 1988 sebesar 13,6%, pada tahun 1993 sebesar 16,5%, dan pada tahun 2000 sebesar 12,1%. Sedangkan pada wanita prevalensi pada tahun 1988 mencapai 16%, pada tahun 1993 sebesar 17%, dan pada tahun 2000 sebesar 12,2%.8 b. Tempat Prevalensi terendah hipertensi adalah pada suku Asmat di Lembah Balim Jaya (0,6%) kemungkinan karena suku Asmat tinggal di daerah pegunungan dan pola hidup dan konsumsi pangan yang masih bersifat alami dan tertinggi pada suku Sunda di Sukabumi, Jawa Barat kemungkinan karena pola hidup masyarakat yang banyak mengonsumsi makanan cepat saji (fast food). Dikawasan Jawa Bali sedikit lebih tinggi (17%) dibandingkan dengan sumatera dan kawasan timur Indonesia.16 Menurut penelitian Susalit E. (1991) menunjukkan bahwa masyarakat perkotaan lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan masyarakat pedesaan. Dalam laporannya menunjukkan prevalensi hipertensi pada masyarakat pinggiran Universitas Sumatera Utara kota Jakarta sebesar 14,2%, sedangkan prevalensi hipertensi di Sukabumi sebesar 28,6%.12 Penduduk yang tinggal di daerah pesisir lebih rentan terhadap penyakit hipertensi karena tingkat mengonsumsi garam lebih tinggi dibandingkan daerah pegunungan yang lebih banyak mengonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan.16 c. Waktu SKRT tahun 1995 mencatat prevalensi hipertensi di Indonesia adalah 8,3%. SKRT tahun 2001 mencatat jumlah kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh darah di Indonesia sebesar 26,3%.8 Survei Kesehatan Nasional (Surkesnas) 2001 mencatat proporsi hipertensi pada pria sebesar 27% dan wanita sebesar 29%. Sedangkan hasil SKRT 2004 menunjukkan proporsi hipertensi pada pria sebesar 12,2% dan wanita 15,5%.8 2.6.2. Faktor Risiko Hipertensi a. Faktor Risiko yang Tidak Dapat Diubah 1. Umur Penderita hipertensi esensial sebagian besar timbul pada usia 24-45 tahun hanya 20% yang menimbulkan kenaikan tekanan darah di bawah usia 20 tahun dan di atas 50 tahun. Menurut Kaplan (1991) prevalensi penderita hipertensi umumnya paling tinggi dijumpai pada usia > 40 tahun. Penderita kemungkinan mendapat komplikasi (kelainan) pembuluh darah otak 6-10 kali lebih besar pada usia 30-40 tahun. 16 Universitas Sumatera Utara 2. Jenis Kelamin Prevalensi penderita hipertensi lebih sering ditemukan pada kaum pria daripada kaum wanita, hal ini disebabkan secara hormonal laki-laki lebih berisiko terjadi hipertensi. Pada saat mengatasi masalah pria cenderung emosi dan mencari jalan pintas seperti merokok, mabuk minum-minuman alkohol, dan pola makan yang tidak baik sehingga tekanan darahnya dapat meningkat. Sedangkan pada wanita dalam mengatasi masalah atau stres, masih dapat mengatasinya dengan tenang dan lebih stabil. Sugiri (1990) dalam penelitiannya menemukan di Sumatera Barat lebih banyak penderita hipertensi pada pria (18,6%) daripada wanita (17,4%)11 Dari umur 55 s/d 74 tahun, perempuan lebih banyak menderita hipertensi dibanding laki-laki. Tekanan darah cenderung meningkat pada wanita setelah menopause daripada sebelum menopause, hal ini disebabkan oleh faktor psikologis dan adanya perubahan dalam diri wanita tersebut.16 3. Genetika Faktor-faktor genetika telah lama dikatakan penting dalam genesis dari hipertensi. Salah satu tindakan penyelidikan yang dilakukan adalah menilai korelasi tekanan darah dalam keluarga (familial aggregation) individu dengan orang tua yang menderita hipertensi. Beevers dan O’Brien (1994) menyatakan bahwa faktor keturunan akan menyumbang sebesar 60% untuk terjadinya hipertensi. Lebih jauh diutarakan bahwa apabila salah satu saudaranya hipertensi maka resiko hipertensi sebesar 30%.16 Universitas Sumatera Utara 4. Ras atau suku bangsa Orang berkulit hitam dari semua umur lebih besar peluang terjadi hipertensi daripada orang berkulit putih. Perbedaan ini paling besar terjadi pada umur 55-64 tahun. Pada kelompok umur ini prevalensi dari hipertensi pada orang berkulit hitam dua kali lebih besar daripada orang berkulit putih. Pada umur≥ 75 tahun 54% orang berkulit hitam terjadi hipertensi, berbeda halnya hanya 38% kejadian hipertensi pada orang berkulit putih.18 b. Faktor Risiko Hipertensi yang Dapat Dihindarkan atau Diubah 1. Lemak dan kolesterol Pola makan penduduk yang tinggal di kota-kota besar berubah dimana fastfood dan makanan yang kaya kolesterol menjadi bagian yang dikonsumsi seharihari. Mengurangi diet lemak dapat menurunkan tekanan darah 6/3 mmHg dan bila dikombinasikan dengan meningkatkan konsumsi buah dan sayuran dapat menurunkan tekanan darah sebesar 11/6 mmHg. Makan ikan secara teratur sebagai cara mengurangi berat badan akan meningkatkan penurunan tekanan darah pada penderita gemuk dan memperbaiki profil lemak.13 2. Konsumsi Garam Diet tinggi garam dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah dan prevalensi hipertensi. Efek diperkuat dengan diet kalium yang rendah. Penurunan diet natrium dari 180 mmol (10,5 gr) perhari menjadi 80-100 mmol (4,7-5,8 perhari) menurunkan tekanan darah sistolik 4-6 mmHg. Tetapi pengaruh lebih kuat pada Universitas Sumatera Utara orang kulit hitam, obesitas dan umur tua. WHO-ISH (1999) membuat tujuan diet rendah natrium ialah sampai < 100 mmol (5,8 gr) perhari atau < 6 gr NaCl perhari. 13 3. Minuman beralkohol Terdapat hubungan linier antara konsumsi alkohol, tingkat tekanan darah dan prevalensi hipertensi pada masyarakat. Alkohol menurunkan efek obat antihipertensi, tetapi efek presor ini menghilang dalam 1-2 minggu dengan mengurangi minum alkohol sampai 80%. Pada penderita hipertensi konsumsi alkohol dibatasi 20-30 gr etanol perhari untuk pria dan 10-20 gr etanol perhari pada wanita. 13 4. Kelebihan Berat Badan (Overweight) Dari data observasional WHO tahun 1996, regresi multivariat dari tekanan darah menunjukkan sebuah peningkatan 2-3 mmHg tekanan darah sistolik dan 1-3 mmHg tekanan darah diastolik pada setiap 10 kg kenaikan berat badan. Mereka yang memiliki lemak yang bertumpuk di daerah sekitar pinggang dan perut (bentuk buah apel) lebih mungkin terkena tekanan darah tinggi bila dibandingkan dengan mereka yang memiliki kelebihan lemak di paha dan panggul.12 Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah kombinasi antara tinggi dan berat badan untuk mengukur kadar kegemukan yang melibatkan seluruh berat badan. Perhitungannya adalah sebagai berikut : Indeks Massa Tubuh (IMT) = Berat Badan ( Kg ) Tinggi Badan (m) x Tinggi Badan (m) Dimana dikatakan kurus bila IMT≤ 20, berat badan sehat bila IMT 20 -25, kawasan peringatan bila IMT 25-27 dan obesitas bila IMT ≥ 27.20 Universitas Sumatera Utara 5. Rokok dan Kopi Berhenti merokok merupakan perubahan gaya hidup yang paling kuat untuk mencegah penyakit kardiovaskuler dan nonkardiovaskuler pada penderita hipertensi. Merokok dapat menghapuskan efektifitas beberapa obat antihipertensi, misalnya pengobatan hipertensi yang menggunakan terapi beta blocker dapat menurunkan risiko penyakit jantung dan stroke hanya bila pemakainya tidak merokok.20 Kopi juga berakibat buruk pada jantung. Kopi mengandung kafein yang meningkatkan debar jantung dan naiknya tekanan darah. Meminum kopi lebih dari empat cangkir kopi sehari dapat meningkatkan tekanan darah sistolik sekitar 10 mmHg dan tekanan darah diastolik sekitar 8 mmHg.21 6. Stres Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatik yang dapat meningkatkan tekanan darah secara intermitten. Apabila stres menjadi berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah menetap tinggi. Hal ini secara pasti belum terbukti, akan tetapi pada binatang percobaan dibuktikan bahwa pemaparan terhadap stres membuat binatang menjadi hipertensi.20,23 7. Olahraga Olahraga lebih banyak dihubungkan dengan pengobatan hipertensi karena olahraga isotonik (seperti bersepeda, jogging, aerobik) yang teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan dapat menurunkan tekanan darah. Olahraga juga dikaitkan dengan peran obesitas pada hipertensi. Dengan kurangnya olahraga kemungkinan timbulnya obesitas akan meningkat dan apabila asupan garam bertambah akan mudah timbul hipertensi.20,23 Universitas Sumatera Utara 2.7. Pencegahan Hipertensi Pencegahan Premordial16 2.7.1 Pencegahan premordial yaitu upaya pencegahan munculnya faktor predisposisi terhadap hipertensi dimana belum tampak adanya faktor yang menjadi risiko. Upaya ini dimaksudkan dengan memberikan kondisi pada masyarakat yang memungkinkan pencegahan terjadinya hipertensi mendapat dukungan dasar dari kebiasaan, gaya hidup dan faktor lainnya, misalnya menciptakan kondisi sehingga masyarakat merasa bahwa rokok itu suatu kebiasaan yang kurang baik dan masyarakat mampu bersikap positif terhadap bukan perokok, merubah pola konsumsi masyarakat yang sering mengonsumsi makanan cepat saji. Pencegahan Primer19,20,24 2.7.2 Pencegahan primer dilakukan dengan pencegahan terhadap faktor risiko yang tampak pada individu atau masyarakat. Sasaran pada orang sehat yang berisiko tinggi dengan usaha peningkatan derajat kesehatan yakni meningkatkan peranan kesehatan perorangan dan masyarakat secara optimal dan menghindari faktor resiko timbulnya hipertensi. Pencegahan primer penyebab hipertensi adalah sebagai berikut : a. Mengurangi/menghindari setiap perilaku yang memperbesar resiko, yaitu menurunkan berat badan bagi yang kelebihan berat badan dan kegemukan, menghindari meminum minuman beralkohol, mengurangi/membatasi asupan natrium/garam, berhenti merokok bagi perokok, mengurangi/menghindari makanan yang mengandung makanan yang berlemak dan kolesterol tinggi Universitas Sumatera Utara b. Peningkatan ketahanan fisik dan perbaikan status gizi, yaitu melakukan olahraga secara teratur dan terkontrol seperti senam aerobik, jalan kaki, berlari, naik sepeda, berenang, dan lain-lain, diet rendah lemak dan memperbanyak mengonsumsi buah-buahan dan sayuran, mengendalikan stres dan emosi 2.7.3 Pencegahan Sekunder19,20,24 Sasaran utama adalah pada mereka terkena penyakit hipertensi melalui diagnosis dini serta pengobatan yang tepat dengan tujuan mencegah proses penyakit lebih lanjut dan timbulnya komplikasi. Pencegahan bagi mereka yang terancam dan menderita hipertensi adalah sebagai berikut : a. Pemeriksaan berkala 1. Pemeriksaan/pengukuran tekanan darah secara berkala oleh dokter secara teratur merupakan cara untuk mengetahui apakah kita menderita hipertensi atau tidak 2. Mengendalikan tensi secara teratur agar tetap stabil dengan atau tanpa obatobatan anti hipertensi b. Pengobatan/perawatan 1. Pengobatan yang segera sangat penting dilakukan sehingga penyakit hipertensi dapat segera dikendalikan 2. Menjaga agar tidak terjadi komplikasi akibat hiperkolesterolemia, diabetes melitus dan lain-lain Universitas Sumatera Utara 3. Menurunkan tekanan darah ke tingkat yang wajar sehingga kualitas hidup penderita tidak menurun 4. Memulihkan kerusakan organ dengan obat antihipertensi, baik tungggal maupun majemuk 5. Memperkecil efek samping pengobatan 6. Menghindari faktor resiko penyebab hipertensi seperti yang disebutkan di atas 7. Mengobati penyakit penyerta seperti diabetes melitus, kelainan pada ginjal, hipertiroid, dan sebagainya yang dapat memperberat kerusakan organ. 2.7.4 Pencegahan Tersier19,20,24 Tujuan utama adalah mencegah proses penyakit lebih lanjut dan mencegah cacat/kelumpuhan dan kematian karena penyakit hipertensi. Pencegahan tersier penyakit hipertensi adalah sebagai berikut : a. Menurunkan tekanan darah ke tingkat yang normal sehingga kualitas hidup penderita tidak menurun b. Mencegah memberatnya tekanan darah tinggi sehingga tidak menimbulkan kerusakan pada jaringan organ otak yang mengakibatkan stroke dan kelumpuhan anggota badan c. Memulihkan kerusakan organ dengan obat antihipertensi. Universitas Sumatera Utara