Aurelia aurita - IPB Repository

advertisement
KANDUNGAN MINERAL MAKRO-MIKRO DAN
VITAMIN B12 UBUR-UBUR (Aurelia aurita)
SEGAR DAN KERING
DETTI PUJIYANTI
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
KANDUNGAN MINERAL MAKRO-MIKRO DAN
VITAMIN B12 UBUR-UBUR (Aurelia aurita)
SEGAR DAN KERING
DETTI PUJIYANTI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi berjudul “Kandungan Mineral
Makro-Mikro dan Vitamin B12 Ubur-ubur Segar dan Kering” adalah benar
merupakan hasil karya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber
data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dan karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2013
Detti Pujiyanti
C34090016
ABSTRAK
DETTI PUJIYANTI. Kandungan Mineral Makro-Mikro dan Vitamin B12
Ubur-ubur (Aurelia aurita) Segar dan Kering. Dibimbing oleh NURJANAH dan
AGOES MARDIONO JACOEB.
Aurelia aurita adalah jenis ubur-ubur yang banyak terdapat di pantai utara
Cirebon. Ubur-ubur merupakan biota perairan yang diduga memiliki kandung gizi
tinggi. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan kandungan mineral makro
dan mikro serta vitamin B12 pada ubur-ubur (Aurelia aurita) segar dan kering.
Kandungan mineral kalsium (Ca), magnesium (Mg), natrium (Na), kalium (K),
besi (Fe), tembaga (Cu), seng (Zn), dan iodium (I) turun setelah diolah menjadi
payung ubur-ubur kering. Kandungan mineral makro paling tinggi pada ubur-ubur
segar dan kering adalah natrium yaitu 180092,1 ppm berat kering (bk) dan
111209,4 ppm (bk), dan yang paling rendah adalah kalsium yaitu 5750,2 ppm (bk)
dan 11,1 ppm (bk). Kandungan mineral mikro paling tinggi pada payung uburubur segar dan kering adalah iodium yaitu 8291,5 ppm (bk) dan 1800 ppm (bk),
dan yang paling rendah adalah tembaga yaitu 1,1 ppm (bk) dan 0,6 ppm (bk).
Kandungan vitamin B12 payung ubur-ubur segar adalah 396,6 µm/100g (bk) dan
turun menjadi 63,5 µm/100g (bk) pada payung ubur-ubur kering.
Kata kunci: ubur-ubur (Aurelia aurita), proksimat, mineral, vitamin B12
ABSTRACT
DETTI PUJIYANTI. The Contents of Macro-Micro Mineral and Vitamin B12 in
Fresh and Dried Jellyfish (Aurelia aurita). Supervised by NURJANAH and
AGOES MARDIONO JACOEB
Aurelia aurita is a type of jellyfish that much found at the northern coast of
Cirebon. The jellyfish is the aquatic biota that is expected has a high nutrition
contents. The purpose of this research is to determine the contents of macro and
micro mineral and vitamin B12 in fresh and dried jellyfish (Aurelia aurita). The
mineral content of calcium (Ca), magnesium (Mg), sodium (Na), potassium (K),
iron (Fe), copper (Cu), zinc (Zn), and iodium (I) decrease after processed into
dried jellyfish umbrella. The highest of macro mineral content in fresh and dried
jellyfish is sodium, 180092.1 ppm dry basis (db) and 111209.4 ppm (db), and the
lowest is calcium, 5750.2 ppm (db) and 11.1 ppm (db). The highest of micro
mineral content in fresh and dried jellyfish is iodium, 8291.5 ppm (db) and 1800
ppm (db), and the lowest is copper 1,1 ppm (db) and 0.6 ppm (db). The content of
vitamin B12 on fresh jellyfish umbrella is 396.6 µm/100g (db) and decrease to
63.5 µm/100g (db) in dried jellyfish umbrella.
Keywords: jellyfish (Aurelia aurita), proximate, minerals, vitamin B12
Judul Skripsi : Kandungan Mineral Makro-Mikro dan Vitamin B12 Ubur-ubur
(Aurelia aurita) Segar dan Kering
Nama
: Detti Pujiyanti
NIM
: C34090016
Program Studi : Teknologi Hasil Perairan
Disetujui oleh
Dr. Ir. Nurjanah, MS.
Pembimbing I
Dr. Ir. Agoes M Jacoeb, Dipl.- Biol.
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil.
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat
dan anugerah-NYA penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga Maret 2013 dengan judul
Kandungan Mineral Makro-Mikro dan Vitamin B12 Ubur-ubur (Aurelia aurita)
Segar dan Kering.
Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penulisan skripsi ini, terutama kepada :
1. Ibu Dr. Ir. Nurjanah, MS. selaku dosen pembimbing I skripsi, atas segala
bimbingan dan pengarahan yang diberikan kepada penulis.
2. Bapak Dr. Ir. Agoes Mardiono Jacoeb, Dipl.- Biol. selaku dosen pembimbing
II dan sebagai Ketua Komisi Pendidikan Departemen Teknologi Hasil
Perairan.
3. Ibu Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, MSi selaku dosen penguji atas segala saran dan
kritik yang diberikan kepada penulis untuk menyempurnakan skripsi.
4. Bapak Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil selaku Ketua Departemen
Teknologi Hasil Perairan.
5. Staf dosen dan administrasi Departemen Teknologi Hasil Perairan.
6. Mamah dan Bapak yang telah memberikan cinta, kasih sayang, dukungan
serta doanya kepada penulis. Mela Kardila dan Gita adik tersayang yang telah
memberikan semangat dan doanya.
7. Luthfi Nurmawan atas pengertian dan dukungan yang diberikan.
8. Teman seperjuangan Amel dan Nisa (Acil), serta teman-teman THP 46 (Alto),
THP 44, 45, 47, dan 48 atas segala bantuan dan motivasinya.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
memerlukannya.
Bogor, Juni 2013
Detti Pujiyanti
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR LAMPIRAN
v
PENDAHULUAN
1 Latar Belakang
1 Perumusan Masalah
1 Tujuan Penelitian
2 Manfaat Penelitian
2 Ruang Lingkup Penelitian
2 METODE
2 Bahan
2 Alat
3 Prosedur Analisis Penelitian
3
Preparasi Bahan Baku
3
Pengolahan Ubur-ubur Kering
4
Analisis Proksimat
4
Analisis Kadar Abu Tidak Larut Asam
4
Analisis Mineral
4
Analisis Vitamin B12
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
6 Karakteristik Bahan Baku
6 Rendemen Ubur-ubur (Aurelia aurita)
7 Komposisi Kimia Payung Ubur-ubur (Aurelia aurita)
7
Kandungan Mineral Payung Ubur-ubur (Aurelia aurita)
9
Kandungan Vitamin B12 Payung Ubur-ubur (Aurelia aurita)
KESIMPULAN DAN SARAN
13 14 Kesimpulan
14
Saran
14 DAFTAR PUSTAKA
14 LAMPIRAN
17
RIWAYAT HIDUP
19
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
Komposisi kimia payung ubur-ubur (Aurelia aurita) segar dan kering
Kandungan mineral pada beberapa organisme perairan basis basah (bb)
Kandungan mineral pada beberapa organisme perairan basis kering (bk)
Kandungan mineral makro basis kering (bk) payung ubur-ubur segar
dan kering
5 Kandungan mineral mikro basis kering (bk) payung ubur-ubur segar
dan kering
8 10
10
12
13
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
Diagram alir penelitian
Ubur-ubur segar dan ubur-ubur kering
Rendemen ubur-ubur (Aurelia aurita)
Kandungan vitamin B12 pada payung ubur-ubur segar dan kering
3 7 7 13 DAFTAR LAMPIRAN
1 Kromatogram vitamin B12
2 Dokumentasi penelitian
17 17 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya perairan dengan
potensi perikanan yang melimpah. Salah satu biota perairan yang belum
termanfaatkan secara optimal dan memiliki nilai ekonomis adalah ubur-ubur
(Aurelia aurita). Tubuh ubur-ubur bagian atas seperti payung yang transparan
disertai tentakel yang menjulur dari sisi payung (Trimaningsih 2008). Ubur-ubur
banyak ditemukan di perairan Indonesia dengan jenis yang beragam. Hasil
pengolahan ubur-ubur dapat meningkatkan pendapatan nelayan dan menjadi
sumber devisa negara melalui ekspor. Negara tujuan komoditi ekspor ubur-ubur
diantaranya adalah Jepang, Hongkong, Taiwan, Singapura, dan Korea Selatan.
Ubur-ubur diekspor dalam bentuk segar atau bentuk olahan, misal ubur-ubur
kering. Nilai produksi ubur-ubur menurut data statistik di Indonesia pada tahun
2010 adalah 674.000 ton (KKP 2011).
Ubur-ubur adalah biota perairan yang diduga memiliki kandungan gizi
cukup tinggi. Beberapa ahli biologi kelautan, yaitu Doyle et al. (2007) dan
Rackmil et al. (2009) telah meneliti komposisi proksimat ubur-ubur jenis
Aurelia aurita. Lane et al. (1965) meneliti konsentrasi asam amino serta Vega dan
Ogalde (2008) meneliti bioaktivitas dan aktivitas antioksidan ubur-ubur. Fakuda
dan Naguna (2001), Aji (2011) meneliti asam lemak ubur-ubur. Saptarini et al.
(2011) mengamati daerah penangkapan ubur-ubur di Indonesia. Manuputty (1988),
Sugiarto (2003), Solihat (2004), dan Trimaningsih (2008) meneliti biologi dan
pengolahan ubur-ubur. Rackmil et al. (2009) meneliti komposisi mineral makro
dan mikro ubur-ubur jenis Aurelia aurita dan Templeman et al. (2009) meneliti
mineral makro dan mikro ubur-ubur jenis Cassiopea sp. Informasi komposisi
mineral makro dan mikro serta vitamin B12 ubur-ubur jenis Aurelia aurita di
perairan Indonesia berdasarkan habitat, kondisi lingkungan dan musim
penangkapan yang berbeda dengan hasil penelitian Rackmil et al. (2009) dan
Templeman et al. (2009) serta hasil pengolahannya belum diketahui, sehingga
diperlukan penelitian mengenai kandungan mineral makro dan mikro serta
vitamin B12 pada ubur-ubur segar dan kering.
Perumusan Masalah
Penelitian ubur-ubur di luar negeri telah banyak dilakukan namun di
perairan Indonesia baru mengenai aspek biologi, sebaran, daerah penangkapan,
dan pengolahannya. Komposisi gizi ubur-ubur di perairan Indonesia baik dalam
keadaan segar maupun yang telah diolah belum diketahui, padahal komoditi hasil
perairan merupakan salah satu sumber bahan pangan yang memiliki banyak
kandungan gizi, diantaranya mengandung protein, lemak, asam amino,
karbohidrat, vitamin, dan mineral, oleh karena itu diperlukan informasi
kandungan gizi ubur-ubur diantaranya adalah kandungan mineral makro dan
mikro serta vitamin B12 sehingga menjadi sumber pangan hewani yang
pemanfaatannya luas.
2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kandungan mineral makro dan
mikro sertra vitamin B12 ubur-ubur (Aurelia aurita) segar dan kering.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai kandungan gizi,
mineral makro dan mikro, serta vitamin B12 ubur-ubur (Aurelia aurita) segar dan
kering.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah pengambilan contoh, analisis komponen
gizi, analisis mineral makro dan mikro, analisis vitamin B12, analisis data, serta
panulisan laporan.
METODE
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai Maret 2013.
Preparasi dan analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Pengetahuan Bahan
Baku Industri Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Analisis mineral di
Laboratorium Pengujian Nutrisi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor. Analisis kandungan vitamin B12 dilakukan di Laboratorium Pasca Panen
Cimanggu.
Bahan
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubur-ubur
(Aurelia aurita) dari pantai Cirebon. Bahan yang digunakan untuk proses
pengeringan ubur-ubur adalah air, garam, dan tawas. Bahan-bahan yang
digunakan untuk analisis proksimat adalah akuades, selenium (Merck), H2SO4
(Merck), NaOH (Merck), HCl (Merck), asam borat (H3BO3) (Merck), kertas
saring, kapas, dan pelarut heksana (Merck). Bahan yang digunakan untuk analisis
mineral adalah akuades, kertas saring Whatman, HNO3 (Merck), H2SO4 (Merck),
HClO4 (Merck), NaOH, KI (Merck), H3PO4 (Merck), dan HCl. Analisis vitamin
B12 menggunakan bahan-bahan akuades dan DTPA ([[(Carboxymethyl)imino]bis(ethylenenitrilo)]-tetra-acetic acid).
3
Alat
Alat yang digunakan untuk preparasi ubur-ubur adalah penggaris,
timbangan digital Tanita, pisau, toples, dan aluminium foil. Alat yang digunakan
untuk analisis proksimat adalah timbangan analitik Sartonius tipe TE1502S,
cawan porselen, oven Yamato tipe DV-41, sudip, desikator (analisis kadar air);
tabung reaksi, gelas erlenmeyer, tabung soxhlet, pemanas Sibata tipe SB-6
(analisis kadar lemak); tabung kjeldahl, destilator, buret (analisis kadar protein);
tanur Yamato tipe FM 38 dan desikator (analisis kadar abu). Pengujian mineral
dilakukan
dengan
menggunakan
alat
AAS
(Atomic
Absorption
Spectrophotometer) Shimadzu tipe AA-7000, Spektrofotometer UV 6500, gelas
erlenmeyer, corong, labu takar 50 ml, hot plate, dan botol plastik. Analisis
vitamin B12 terdiri dari tahap ektraksi, injeksi, dan perekam hasil analisis yang
tercetak dalam kromatogram. Analisis vitamin B12 menggunakan alat HPLC
(High Performance Liquid Chromatografy) varian 940-LC, tabung reaksi, dan
penghomogenisasi ultrasonik (Lampiran 2).
Prosedur Analisis Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan pengambilan sampel ubur-ubur
(Aurelia aurita) di pantai Cirebon, preparasi sampel, penghitungan rendemen serta
analisis kimia yang terdiri atas analisis proksimat, analisis mineral, dan analisis
vitamin B12. Penelitian ini dilakukan dengan dua perlakuan yaitu analisis pada
ubur-ubur segar dan ubur-ubur segar yang diberi perlakuan pemberian garam dan
tawas. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Ubur-ubur (Aurelia aurita)
Preparasi sampel
Bagian Payung (daging)
Segar
Kering
Analisis
Proksimat
Analisis
Vitamin B12
Analisis
Mineral
Gambar 1 Diagram alir penelitian
4
Preparasi bahan baku
Sampel ubur-ubur (Aurelia aurita) diukur morfometrik dan beratnya. Tahap
selanjutnya adalah pemisahan bagian payung (daging) ubur-ubur segar dari jeroan
dan tentakelnya. Bagian payung yang diperoleh kemudian dipisahkan menjadi dua
bagian untuk perlakuan payung segar dan kering.
Pengolahan ubur-ubur kering (Manuputty 1988)
Pengolahan ubur-ubur kering terdiri dari tujuh tahap. Tahap pertama
dilakukan dengan perendaman bagian payung sebanyak 3300 gram dalam air
tawar sebanyak 10 L dengan campuran tawas 50 gram selama 3-5 jam atau sampai
terlihat adanya lapisan tebal berwarna putih pada sub-umbrella.
Tahap ke-2, payung yang telah dibersihkan dari lapisan tebal berwarna putih,
disusun pada wadah yang lain dengan bagian sub-umbrella ke atas dan dibiarkan
selama 3-4 hari. Diantara tumpukan payung diberi tawas 120 gram dan garam 600
gram.
Tahap ke-3 payung dipindahkan ke wadah lain, setelah kurang lebih 50%
cairan tereduksi, kemudian diberi campuran tawas 60 gram dan garam 80 gram
selama 3 hari. Tahap ke-4 payung dipindahkan pada wadah berikutnya setelah
cairan tereduksi sebanyak kurang lebih 70%, kemudian ditambah tawas 30 gram
dan garam 40 gram.
Tahap ke-5 payung yang telah pipih disusun dalam wadah berikutnya dan
diberi garam 300 gram. Setelah 3 hari, diberi perlakuan seperti pada tahap 4.
Tahap ke-6 payung yang telah berbentuk lempengan disusun dalam wadah yang
lain, kemudian ditaburi garam 200 gram. Larutan garam dimasukkan pada wadah
hingga mencapai 4/5 bagian dari wadah tersebut. Bagian atas ditutup dan diberi
pemberat agar mengurangi cairan dari lempengan payung. Selanjutnya pada tahap
ke-7 lempengan payung dipindahkan ke wadah bersih.
Analisis proksimat
Analisis proksimat payung ubur-ubur segar dan kering, meliputi analisis
kadar air, lemak, kadar protein, dan kadar abu yang mengacu pada AOAC 2005,
serta analisis karbohidrat dilakukan dengan cara by difference.
Kadar abu tidak larut asam (SNI 2000)
Analisis kadar abu tidak larut asam dimulai dengan abu yang diperoleh pada
analisis kadar abu, dididihkan dengan 25 mL HCl encer selama lima menit. Abu
tidak larut asam disaring menggunakan kertas saring bebas abu. Proses tersebut
dilanjutkan dengan menambahkan air panas hingga bebas klorida. Kertas saring
kemudian dimasukkan dalam oven hingga kering. Kertas saring tersebut
selanjutnya dimasukkan ke dalam cawan yang telah ditimbang kemudian
dipijarkan di ruang asam sampai tidak berasap. Cawan tersebut kemudian
dimasukkan ke dalam tanur selama enam jam. Cawan selanjutnya didinginkan
dalam desikator, kemudian ditimbang.
Perhitungan kadar abu tidak larut asam:
Kadar abu tidak larut asam (%) = abu (g) x 100%
sampel (g)
5
Analisis mineral
Analisis mineral dilakukan untuk mengetahui jenis mineral makro dan
mikro serta konsentrasinya pada bagian payung ubur-ubur (Aurelia aurita) segar
dan kering.
a. Analisis mineral Ca, Na, Mg, K, Fe, Zn, dan Cu
Prinsip analisis mineral adalah mendestruksi dan melarutkan mineral yang
ada dalam sampel ke dalam pelarut berupa asam encer kemudian ditentukan jenis
dan kuantitas mineral dalam sampel tersebut. Sampel sebanyak 1 gram
dimasukkan ke dalam erlenmeyer, ditambah 10 mL HNO3 3 N dan didiamkan
selama satu jam pada suhu ruang di ruang asam. Sampel dipanaskan pada hot
plate selama 4-6 jam dengan suhu rendah. Pemanasan dihentikan kemudian
sampel ditutup dan dibiarkan selama semalam. Sampel ditambah H2SO4 sebanyak
0,8 mL dan dipanaskan kembali selama satu jam. Campuran HCl dan HNO3
ditambahkan ke dalam sampel sebanyak 5-6 tetes dengan perbandingan larutan
2:1. Buffer kalium borat ditambahkan pula ke dalam sampel dengan perbandingan
1:1.
Pemanasan dilanjutkan hingga campuran berubah warna dari cokelat ke
kuning muda. Campuran sampel yang telah berwarna kuning muda dipanaskan
selama 10-15 menit, kemudian didinginkan dan dipanaskan kembali hingga
sampel larut. Sampel diencerkan menjadi 50 mL dalam labu takar. Sampel
disaring dengan kertas Whatman kemudian larutan disuntikan ke dalam Atomic
Absorbtion Spektrophotometer (AAS) merk Shimadzu tipe AA 7000.
b. Analisis mineral iodium
Sampel sebanyak 2 gram diabukan dalam tanur selama 7 jam pada suhu
o
500 C, sisa pengabuan yang telah dingin ditambah akuades hingga 50 mL dan
ditambah 1 mL larutan L3 (larutan yang dibuat dari 3,32 gram KI serta 1 mL
NaOH 0,1M yang dibuat hingga 100 mL dengan akuades) dan 1 mL larutan L4
(larutan yang dibuat dari 6,2 mL H3PO4 yang dibuat hingga 100 mL dengan
akuades) kemudian ditera hingga 10 mL. Sampel didiamkan hingga berubah
warna menjadi kehijauan kemudian diukur menggunakan spektrofotometer UV
6500 pada panjang gelombang 352 nm.
Perhitungan kadar iodium:
I=CxVxF
B
Keterangan: C = konsentrasi larutan sampel yang terbaca dari kurva standar
V = volume sampel (mL)
Fp = faktor pengenceran
B = berat sampel (g)
Analisis vitamin B12 (Kobalamin)
Prinsip analisis vitamin B12 yang dilakukan adalah ekstraksi vitamin B12
dengan air. Sampel ubur-ubur ditimbang sebanyak 3-7 gram. Sampel dibuat
hingga 25 mL dengan akuades dan di homogenisasi dengan ultrasonic, lalu
didiamkan sampai dingin dan disaring dengan kertas Whatman kemudian
dimasukkan dalam labu erlemeyer 125 mL. DTPA ditambahkan pada sampel
sebanyak 0,8 gram yang telah dilarutkan dengan akuades hingga 100 mL. Sampel
6
dikocok selama satu menit kemudian diambil sebanyak 0,45 µ filter disuntikkan
pada chromatogram (Lampiran 1) HPLC varian 940-LC.
Perhitungan kadar vitamin B12:
Kadar vitamin B12 =
area sampel x [standar vit B12] x volume akhir (mL) x fp
area standar
bobot sampel (g)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Bahan Baku
Sampel payung ubur-ubur yang digunakan pada penelitian ini memiliki ciri
tekstur kenyal, berwarna putih transparan, serta tubuhnya mengeluarkan cairan
berupa lendir. Berdasarkan hasil identifikasi sampel di departemen Manajemen
Sumberdaya Perairan, sampel tergolong Aurelia aurita. Ubur-ubur yang telah
diolah memiliki penampakan warna kekuningan dengan tekstur yang lebih
kompak dan sangat elastis serta memiliki bau khas ubur-ubur. Hasil pengolahan
tersebut sesuai dengan SNI 2707.1:2010 mengenai spesifikasi ubur-ubur hasil
pengolahan yang memiliki mutu baik. Tekstur payung ubur-ubur kering yang
elastis desebabkan oleh penambahan tawas pada proses pengolahan. Menurut
Ratnasari (2002) reaksi kimia yang terjadi antara tawas selama proses perendaman
dengan bahan baku adalah:
1) Al2(SO4)3 + 4H2O
tawas
air
2Al(OH)2 + 4H+ + 3SO4-2
2) Al(OH)2 + protein
Al3+ + 2OH- + protein
Ion trivalent Al3+ diduga membentuk kompleks dengan senyawa-senyawa
pada daging ubur-ubur, sehingga tekstur payung ubur-ubur kering menjadi lebih
elastis. Penyusutan bobot pada payung ubur-ubur kering mencapai 68%. Hal
tersebut disebabkan oleh adanya penambahan garam dan tawas yang pada
prinsipnya untuk menarik cairan tubuh dan menghilangkan lendir. Sejalan dengan
pernyataan Trimaningsih (2008) bahwa tawas berfungsi untuk memperoleh
penyusutan minimum agar lapisan ektoderm (lapisan kulit atau daging) ubur-ubur
menjadi pipih dan kenyal serta garam yang berfungsi sebagai bahan pengawet dan
pengering ubur-ubur. Tawas yang digunakan pada larutan perendaman adalah 5%
dari bobot payung ubur-ubur. Menurut Edyarti (1984) diacu dalam
Sugiarto (2003) penggunaan tawas pada perendaman ubur-ubur adalah 2-7%,
sehingga penggunaan tawas sebanyak 5% masih dalam kisaran aman untuk
digunakan. Hasil penelitian Haribi dan Yusrin (2005) menyatakan bahwa variasi
konsentrasi tawas 4%, 6%, 8%, 10% dan 12% yang digunakan untuk merendam
ikan dengan variasi lama waktu perendaman ikan tidak menimbulkan variasi
7
dalam penyerapan daging ikan terhadap ion aluminium. Menurut hasil penelitian
Haribi et al. (2009) konsentrasi larutan tawas sebagai perendam makanan (ikan)
yang mencapai 10%, tidak semuanya diakumulasi oleh makanan tersebut, karena
sebagian besar tawas berikatan dengan koloid pada larutan perendam. Ubur-ubur
yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 2.
(a)
(b)
Gambar 2 (a) Ubur-ubur segar (b) Ubur-ubur kering
Rendemen Ubur-ubur (Aurelia aurita)
Rendemen adalah persentase bagian bahan baku yang dapat dimanfaatkan.
Rendemen ubur-ubur meliputi payung, tentakel, dan jeroan, yang nilainya
disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3 Rendemen ubur-ubur (Aurelia aurita)
Gambar 3 menunjukkan bahwa rendemen daging yang meliputi payung dan
tentakel memiliki persentase paling besar. Rendemen payung sebesar 59%,
rendemen tentakel 37% dan jeroan sebesar 4%. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Solihat (2004) bahwa ubur-ubur memiliki rendemen daging yang
paling besar. Besarnya rendemen yang dapat dimanfaatkan menjadikan ubur-ubur
sebagai komoditas perairan bernilai ekonomis tinggi.
Komposisi Kimia Payung Ubur-ubur (Aurelia aurita)
Kandungan gizi atau komposisi kimia bahan pangan meliputi air, abu,
protein, lemak, dan karbohidrat. Komposisi kimia payung ubur-ubur segar dan
kering dapat dilihat pada Tabel 1.
8
Tabel 1 Komposisi kimia payung ubur-ubur (Aurelia aurita) segar dan kering
Parameter
Payung ubur-ubur segar (%)
Payung ubur-ubur kering (%)
basis basah
94,78
1,91
basis basah
68,67
12,81
0,26
basis kering
11,09
0,30
7,13
35,40
0,96
18,07
Kadar air
Kadar abu
Kadar abu tidak
larut asam
Kadar protein
1,86
Kadar lemak
0,69
Karbohidrat
0,75
basis kering
36,59
35,63
13,22
14,37
19,79
Kadar air
Kadar air payung ubur-ubur segar adalah 94,78%. Hasil tersebut tidak
berbeda jauh dengan hasil penelitian Doyle et al. (2007) bahwa kadar air payung
ubur-ubur jenis Cyanea capillata sebesar 96,1% ± 0,2, kadar air payung ubur-ubur
jenis Rhizostoma octopus sebesar 96,5% ± 0,8, dan kadar air payung ubur-ubur
Chrysaora hysoscella sebesar 96,1% ± 0,2. Tingginya kadar air payung ubur-ubur
diduga karena ubur-ubur termasuk organisme perairan yang seluruh siklus
hidupnya di air. Kadar air payung ubur-ubur kering mengalami penurunan
menjadi 68,67%. Penurunan kadar air payung dapat disebabkan oleh proses
pengeringan yang meningkatkan energi air sehingga lebih aktif dan keluar dari
sampel dan adanya penambahan garam. Hasil penelitian Rahmani et al. (2007)
pada ikan asin gabus menyatakan bahwa semakin lama daging ikan direndam
dalam larutan garam maka air yang keluar dari bahan semakin banyak. Kadar air
yang menurun disebabkan juga oleh penurunan kelarutan protein pada konsentrasi
garam tinggi sehingga protein terpisah sebagai endapan (salting out). Hal ini
menyebabkan penurunan kemampuan protein dalam mengikat air.
Kadar abu
Kadar abu payung ubur-ubur segar hasil analisis adalah 36,59% bk. Hasil
tersebut berbeda dengan penelitian Rackmil et al. (2009) yang menyatakan kadar
abu ubur-ubur jenis Aurelia aurita adalah 69,88%. Hal tersebut diduga karena
adanya perbedaan bagian yang dianalisis, pada penelitian bagian yang dianalisis
adalah bagian payung sementara pada literatur adalah keseluruhan tubuh uburubur serta adanya perbedaan kondisi lingkungan. Kadar abu payung ubur-ubur
setelah diolah mengalami penurunan menjadi 19,79% bk. Hal tersebut disebabkan
tawas memiliki sifat dapat menarik partikel-partikel lain sehingga diduga
penambahan tawas pada proses pengolahan dapat menurunkan kadar abu.
Kadar abu tidak larut asam
Kadar abu tidak larut asam pada payung ubur-ubur kering adalah 0,26% bb.
Menurut SNI 2354.1:2010 jumlah abu tidak larut asam pada ubur-ubur kering
maksimal adalah 0,3%. Persentase jumlah kadar abu tidak larut asam
menunjukkan adanya kontaminasi logam, pasir, atau silika yang tidak dapat larut
dalam asam yang diduga menempel ketika proses pengolahan seperti pada proses
penjemuran.
9
Kadar protein
Kadar protein payung ubur-ubur segar hasil analisis adalah 35,63% bk. Hasil
tersebut berbeda dengan hasil penelitian Rackmil et al. (2009) yang menyatakan
bahwa kadar protein pada ubur-ubur adalah 9,20%. Hal tersebut diduga karena
perbedaan wilayah penangkapan dan fase pertumbuhan sehingga kandungan
protein berbeda. Kadar protein payung ubur-ubur kering mengalami penurunan
menjadi 35,40% bk. Penurunan kandungan protein tersebut tidak terlalu signifikan
jika dibandingkan dengan payung ubur-ubur segar, sesuai dengan hasil penelitian
Nurrahman dan Isworo (2002) bahwa protein tidak mengalami penurunan terlalu
banyak pada bahan seiring dengan bertambahnya konsentrasi tawas yang
digunakan pada proses pengolahan. Hal tersebut disebabkan karena sifat protein
bila terkena asam yang berasal dari larutan dapat mengalami penggumpalan.
Sejalan dengan penelitian Voskresenky (1965) diacu dalam Ratnasari (2002)
proses perendaman ikan dalam larutan tawas akan mengakibatkan molekulmolekul air yang terdapat dalam jaringan tubuh bahan mengalami hidrasi keluar
dan terjadi proses pengkerutan, serta menyebabkan denaturasi larutan koloidal
protein dan terjadi koagulasi yang mengakibatkan tekstur bahan menjadi lebih
padat dan keras.
Kadar lemak
Kadar lemak payung ubur-ubur segar sebesar 13,22% bk. Hasil tersebut
berbeda dengan penelitian Rackmil et al. (2009) yang menyatakan kadar lemak
pada ubur-ubur jenis Aurelia aurita adalah 2,05%. Hal tersebut diduga karena
perbedaan wilayah dan waktu penangkapan sehingga kadar lemak yang
terkandung pada ubur-ubur tidak sama. Kadar lemak mengalami penurunan pada
payung ubur-ubur kering menjadi 0,96% bk. Menurut Haryati (2006) hal tersebut
disebabkan oleh terjadinya proses hidrolisis yang menyebabkan asam lemak dan
minyak akan tampak lebih encer dan mudah rusak, sehingga akan keluar dari
bahan.
Karbohidrat
Karbohidrat pada analisis komposisi kimia (proksimat) dihitung secara
by difference. Kandungan karbohidrat pada payung ubur-ubur segar sebesar
14,37% bk dan pada payung ubur-ubur kering mengalami peningkatan menjadi
18,07% bk. Hal tersebut disebabkan oleh kadar abu, protein, dan lemak pada
payung ubur-ubur kering turun sehingga kadar karbohidrat akan meningkat secara
proposional.
Kandungan Mineral Payung Ubur-ubur (Aurelia aurita)
Kandungan mineral payung ubur-ubur segar pada hasil analisis dinyatakan
dalam basis basah dan kering. Komposisi mineral payung ubur-ubur segar dapat
dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3.
10
Tabel 2 Kandungan mineral pada beberapa organisme perairan basis basah (bb)
dalam konsentrasi ppm
Jenis mineral
Mineral makro
Kalsium (Ca)
Magnesium (Mg)
Natrium (Na)
Kalium (K)
Mineral mikro
Besi (Fe)
Seng (Zn)
Tembaga (Cu)
Iodium (I)
a
Payung ubur-ubur
(Aurelia aurita)
Segar
Payung ubur-ubur
(Cassiopea sp.)
segara
300,2±5,06
1155,9±12,53
9400,8±102,41
302,5±0,44
372±29
1050±79
-
2,7±0,07
1,5±0,11
0,1±0,03
432,8±2,85
1,79±0,65
1,25±178
0,12±9
-
Rumput laut
(Sargassum sp.)b
38500
13000
612,7
160
Sumber: Templeman et al. (2009); Azad et al. (2007).
Tabel 3 Kandungan mineral pada beberapa organisme perairan basis kering (bk)
dalam konsentrasi ppm
Jenis mineral
Mineral makro
Kalsium (Ca)
Magnesium (Mg)
Natrium (Na)
Kalium (K)
Mineral mikro
Besi (Fe)
Seng (Zn)
Tembaga (Cu)
Iodium (I)
a
Payung ubur-ubur
(Aurelia aurita)
Segar
Ubur-ubur
(Aurelia sp.)
segar (utuh)a
5750,2
22144,2
180092,1
5794,4
8380 ± 160
27900 ± 210
244000 ±4400
11700 ± 500
830,3 ± 11,59
1781,8 ± 9,37
8486,3 ± 68,55
4005,3 ± 14,87
119 ± 2
72,8 ± 2,5
6,08 ± 0,52
-
Tidak terdeteksi
225,1 ± 8,20
Tidak terdeteksi
16,5 ± 0,09
52,7
29,1
1,1
8291,5
Cumi-cumi
(Loligo sp.)b
Sumber: Rackmil et al. (2009); bSantoso et al. (2008).
Kandungan natrium payung ubur-ubur segar paling besar dan kandungan
kalsium lebih rendah jika dibandingkan dengan mineral makro yang lainnya.
Kandungan natrium dan kalsium hasil analisis adalah 9400,8±102,41 ppm dan
300,2±5.06 ppm. Kandungan natrium dan kalsium payung ubur ubur-ubur segar
basis kering adalah 180092,1 ppm dan 5750,2 ppm. Berbeda dengan hasil
penelitian Rackmil et al. (2009) yang menyatakan kandungan natrium basis kering
pada ubur-ubur (Aurelia sp.) segar adalah 244000 ± 4400 ppm dan kandungan
kalsium basis kering sebesar 8380 ± 160 ppm. Perbedaan kandungan natrium dan
kalsium tersebut diduga karena perbedaan wilayah pengambilan sampel dan
kondisi lingkungan.
11
Hasil analisis kandungan mineral mikro menunjukkan bahwa kandungan
iodium paling banyak jika dibandingkan dengan mineral mikro yang lainnya.
Kandungan iodium payung ubur-ubur segar basis basah adalah 432,8±2,85 ppm.
Kandungan iodium ubur-ubur segar basis kering sebesar 8291,5 ppm. Kandungan
iodium yang tinggi diduga karena ubur-ubur memiliki kemampuan untuk
mengakumulasi mineral iodium lebih banyak dibandingkan dengan mineral mikro
yang lainnya. Menurut Alexander et al. (1967) diacu dalam Zicker dan
Schoenherr (2012) iodium lebih cepat diabsorpsi dalam perut dengan
bioavailabilitas lebih dari 90%. Konsentrasi iodium pada air laut menurut
Zimmerman (2009) adalah 50-60 µg/L, sehingga kandungan iodium pada uburubur tinggi. Hasil tersebut berbeda dengan penelitian Azad et al. (2007) yang
menunjukkan kandungan iodium pada rumput laut (Sargassum sp.) sebesar
160 ppm (bb) dan pada penelitian Santoso et al. (2008) kandungan iodium cumicumi sebesar 16,5 ± 009 ppm (bk). Menurut Santoso et al. (2008) perbedaan kadar
mineral pada suatu organisme dapat disebabkan oleh perbedaan dari jenis
makanan yang dikonsumsi oleh kedua biota tersebut dan kondisi lingkungan
tempat hidup.
Mineral makro payung ubur-ubur segar dan kering
Tabel 4 menunjukkan bahwa kandungan kalsium, magnesium, natrium, dan
kalium payung ubur-ubur kering lebih rendah dibandingkan payung ubur-ubur
segar. Kandungan kalsium payung ubur-ubur segar sebesar 5750,2 ppm (bk) dan
turun menjadi 11,1 ppm (bk) pada payung ubur-ubur kering. Kandungan
magnesium payung ubur-ubur segar adalah 22144,2 ppm (bk) dan turun menjadi
3652,6 ppm (bk) pada payung ubur-ubur kering. Hal tersebut diduga karena
adanya penambahan garam pada proses perendaman payung ubur-ubur kering
sehingga kandungan kalsium dan magnesium menurun. Sejalan dengan hasil
penelitian Saksono (2002) pada garam yang mengandung pengotor kalsium dan
magnesium, ketika dicuci dengan air garam maupun air bersih dapat menurunkan
kadar kalsium dan magnesium pada garam tersebut. Adanya penambahan tawas
menyebabkan kalsium dan magnesium dalam bahan mengendap menjadi kalsium
sulfat dan magnesium sulfat. Kalsium memiliki peranan struktural untuk
memberikan kekuatan pada kerangka tubuh (Nordin 1997). Menurut WHO (1994)
kekurangan kalsium karena asupan yang tidak memadai akan mengakibatkan
osteoporosis yaitu penyakit tulang yang ditandai dengan berkurangnya massa
tulang, meningkatkan kerapuhan tulang dan kerentanan terhadap fraktur.
Magnesium diperlukan untuk aktivasi sebagian besar ATPase. Kekurangan
magnesium dapat menyebabkan penyakit hipertensi, sklerosis dan migren
(Johnson 2001).
Kandungan natrium payung ubur-ubur segar adalah 180092,1 ppm (bk) dan
turun menjadi 111.209,4 ppm (bk) pada payung ubur-ubur kering. Hal yang sama
terjadi pada kandungan mineral kalium yang mengalami penurunan dari
5794,4 ppm (bk) menjadi 2959 ppm (bk). Menurut Nurrahman dan Isworo (2002)
tawas memiliki kandungan ion sulfat yang dapat memberikan suasana asam pada
larutan. Salah satu faktor yang menyebabkan penurunan kandungan mineral pada
pengolahan bahan pangan adalah pH, sehingga diduga penambahan tawas pada
proses pengolahan dapat menurunkan kandungan natrium dan kalium payung
ubur-ubur kering (Sediaoetama 2004).
12
Natrium merupakan kation utama pada cairan ekstraselular dalam tubuh dan
merupakan nutrisi yang penting untuk plasma, keseimbangan asam-basa,
transmisi impuls saraf dan fungsi sel normal (Holbrook et al. 1984 diacu dalam
WHO 2012). Peran kalium pada tubuh adalah sebagai saluran untuk
mengendalikan membran rangsangan, mengoptimalkan struktural fungsi dan
regulasi (Potassium Channel Structures 2002).
Tabel 4 Kandungan mineral makro payung ubur-ubur segar dan kering (ppm)
basis kering (bk)
Jenis mineral makro
Kalsium (Ca)
Magnesium (Mg)
Natrium (Na)
Kalium (K)
Payung ubur-ubur
(Aurelia aurita) segar
5750,2
22144,2
180092,1
5794,4
Payung ubur-ubur
(Aurelia aurita) kering
11,1
3652,6
111209,4
2959
Mineral mikro payung ubur-ubur segar dan kering
Hasil analisis kandungan mineral mikro pada Tabel 5 menunjukkan
kandungan besi, seng, tembaga, dan iodium mengalami penurunan pada payung
ubur-ubur kering. Kandungan besi payung ubur-ubur segar adalah 52,7 ppm (bk)
dan turun menjadi 20,1 ppm (bk). Mineral seng payung ubur-ubur segar adalah
29,1 ppm (bk) dan turun menjadi 14,4 ppm (bk). Kandungan tembaga ubur-ubur
segar adalah 1,1 ppm (bk) dan turun menjadi 0,6 ppm (bk) pada payung ubur-ubur
kering. Kandungan mineral iodium payung ubur-ubur segar adalah
8291,5 ppm (bk) dan turun menjadi 1800 ppm (bk) pada payung ubur-ubur kering.
Hal tersebut diduga karena adanya penambahan garam dan tawas pada proses
pengolahan payung ubur-ubur kering. Menurut Santoso et al. (2006), mineral
pada makanan dapat berubah struktur kimianya pada waktu proses pengolahan
atau akibat interaksi dengan bahan lain.
Zat besi dalam tubuh berperan penting dalam berbagai reaksi biokimia,
antara lain dalam memproduksi sel darah merah. Kekurangan zat besi dapat
menyebabkan anemia pada tubuh. Seng merupakan komponen penting pada
struktur dan fungsi membran sel, sebagai antioksidan, dan melindungi tubuh dari
serangan lipid peroksidase. Seng berperan dalam sintesis dan transkripsi protein,
yaitu dalam regulasi gen. Tembaga merupakan unsur esensial. Kekurangan unsur
tembaga dapat menghambat pertumbuhan dan pembentukan hemoglobin.
gangguan pada tulang, kemandulan, depigmentasi pada rambut dan bulu,
gangguan saluran pencernaan, serta lesi pada syaraf otak dan tulang belakang.
Iodin merupakan komponen esensial tiroksin dan kelenjar tiroid. (Arifin 2008).
13
Tabel 5 Kandungan mineral mikro payung ubur-ubur segar dan kering (ppm)
basis kering (bk)
Jenis mineral mikro
Besi (Fe)
Seng (Zn)
Tembaga (Cu)
Iodium (I)
Payung ubur-ubur
(Aurelia aurita)
Segar
52,7
29,1
1,1
8291,5
Payung ubur-ubur
(Aurelia aurita)
kering
20,1
14,4
0,6
1800
Kandungan Vitamin B12 Payung Ubur-ubur (Aurelia aurita)
Vitamin B12 payung ubur-ubur segar adalah 396,6 μg /100g (bk) dan
mengalami penurunan menjadi 63,5 μg /100g (bk) pada payung ubur-ubur kering.
Hal tersebut disebabkan oleh adanya proses pengolahan pada payung ubur-ubur
kering yang meliputi pencucian, penjemuran, serta perendaman dengan
penambahan garam dan tawas. Menurut Eitenmiller et al. (2008) vitamin B12 bisa
hilang pada saat proses pencucian, perebusan atau pembersihan daging selama
memasak. Vitamin B12 termasuk vitamin yang larut dalam air, berfungsi
membantu menjaga kesehatan sel saraf dan sel darah merah, serta untuk replikasi
DNA (Karmi et al. 2011). Menurut Bobroff (2008) kebutuhan vitamin B12 untuk
laki-laki dan wanita usia lebih dari 19 tahun adalah 2,4 μg/hari dan untuk ibu
hamil sebesar 2,6 μg/hari. Kekurangan vitamin B12 dapat menyebabkan anemia.
Grafik kandungan vitamin B12 ubur-ubur segar dan kering dapat dilihat pada
Gambar 4.
396,6
63,5
(a)
(b)
Gambar 4 Kandungan vitamin B12 payung ubur-ubur (a) segar dan (b) kering
14
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Mineral makro dan mikro yang dianalisis mengalami penurunan setelah
diolah menjadi payung ubur-ubur kering. Kandungan mineral makro payung uburubur segar dan kering paling tinggi adalah natrium yaitu sebesar 180092,1 ppm
(bk) dan 111209,4 ppm (bk) dan yang paling rendah adalah kalsium sebesar
5750,2 ppm (bk) dan 11,1 ppm (bk). Kandungan mineral mikro payung ubur-ubur
segar dan kering paling tinggi adalah iodium yaitu sebesar 8291,5 ppm (bk) dan
1800 ppm (bk) dan yang paling rendah adalah tembaga sebesar 1,1 ppm (bk) dan
0,6 ppm (bk). Kandungan vitamin B12 payung ubur-ubur segar adalah
396,6 µm/100g dan turun setelah diolah menjadi payung ubur-ubur kering yaitu
63,5 µm/100g.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh pengolahan uburubur kering terhadap karakteristik protein, lemak, dan kelarutan mineral serta
bioavailabilitas mineral baik secara in vitro maupun in vivo.
DAFTAR PUSTAKA
Aji DU. 2011. Profil Asam lemak ubur-ubur (Aurelia aurita) sebagai sumber
bahan baku hasil perairan kaya manfaat [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Method of
Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist. Arlington:
The Association of Official Analytical Chemist, Inc.
Arifin Z. 2008. Beberapa unsur mineral esensial mikro dalam sistem biologi dan
metode analisisnya. J Litbang Pertanian. 27(3):99-105.
Azad BU, Alauddin M, Islam MS, Hoque MR, Chowdhury Z. 2007. Study on
biochemical composition of brown seaweeds collected from Saint Martin’s
Island of Bangladesh. EJSR. 17(1):97-105.
Bobroff L B. 2008. Facts about Vitamin B12. [komunikasi singkat]. 1-2.
Doyle TK, Houghton JDR, McDevitt R, Davenport, Hays GC. 2007. The energy
density of jellyfish: Estimates from bomb-calorimetry and proximatecomposition. JEMBE. 343:239–252.
Eitenmiller RR, Lin L, Landen Jr. 2008. Vitamin Analysis for The Health and
Food Science. New York (USA): CRC Press.
Fukuda Y and Naganuma T. 2001. Potential dietary affects on the fatty acid
composition of the common jellyfish Aurelia aurita. J Mar Biol. 138:10291035.
15
Haribi R, dan Yusrin. 2005. Konsentrasi Aluminium pada Ikan Asap yang
Direndam dalam Larutan Tawas. Dirjen Dik Ti Departemen Pendidikan
Nasional. Jakarta (ID).
Haribi R, Darmawati S, Hartiti T. 2009. Kelainan fungsi hati dan ginjal tikus putih
(Rattus norvegicus, L.) akibat suplementasi tawas dalam pakan.
J Kes. 2(2):11-19.
Haryati S. 2006. Optimalisasi penggunaan bawang putih sebagai pengawet alami
dalam pengolahan ikan asin jambal roti [tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Johnson S. 2001. The multifaceted and widespread pathology of
magnesium
deficiency.
Med
Hypotheses.
56(2):163–170.doi:
10.1054/mehy.2000.1133.
Karmi O, Zayed A, Baraghethi S, Qadi M, Ghanem R. 2011. Measurement of
vitamin B12 concentration: A review on available methods. JIIOAB.
2(2):23-32.
[KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan, Ditjen Perikanan Tangkap (ID). 2011.
Statistik Perikanan Tangkap Indonesia 2010. [internet]. [diunduh 7
Februari 2013]. Tersedia pada http//www.dkp.go.id.
Lane CE, Pringle E, Bergere AM. 1965. Amino acids in extracellular fluids of
Physalia physalis and Aurelia aurita. Compar Biochem Physiol. 15:259262.
Manuputty A. 1988. Ubur-ubur (Scyphomedusae) dan cara pengolahannya. Balai
Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI. J Oseanol. 8(2): 49-61.
Nordin BEC. 1997. Calcium in health and nutrition. Fd Nutr Agric. 20: 13-23.
Nurrahman dan Isworo JT. 2002. Peran tawas terhadap peruraian protein ikan
tongkol. J Unimus. 1(1): 274-285.
Potassium Channel Structures. 2002. Nature Reviews. 3:115-121.doi:
10.1038/nrn727.
Rackmil M, Messbauer A, Morgano M, DeNardo D, Ellen S. 2009. Investigations
into the nutritional composition of moon jellyfish Aurelia aurita. J Drum
and Croaker. 40:34-47.
Rahmani, Yunianta, Martati E. 2007. Pengaruh metode penggaraman basah
terhadap karakteristik produk ikan asin gabus (Ophiocephalus striatus).
J Tek Pertan. 8(3):142-152.
Ratnasari I. 2002. Kajian penggunaan kation ligan untuk peningkatan tekstur ikan
mas (Cyprinus carpio Lin.) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Saksono N. 2002. Studi pengaruh proses pencucian garam terhadap komposisi dan
stabilitas yodium garam konsumsi. Makara Teknologi. 6(1):7-16.
Santoso J, Gunji S, Yoshie-Stark Y, Suzuki T. 2006. Mineral contents of
Indonesian seaweeds and mineral solubility affected by basic cooking.
Food Sci Technol Res. 12(1):59-66.
Santoso J, Nurjanah, Irawan A. 2008. Kandungan dan kelarutan mineral pada
cumi cumi Loligo sp dan udang vannamei Litopenaeus vannamei. J Ilmuilmu Perairan dan Perikanan Indones. 15(1): 7-12.
Saptarini D, Aunurohim, Hayati R. 2011. Komposisi, Kelimpahan dan Distribusi
Ubur-ubur (Scyphozoa) di Pesisir Timur Surabaya. Jurusan Biologi,
Fakultas Matematikan dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi
Sepuluh Nopember Surabaya.
16
Sediaoetama AD. 2004. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi. Jakarta (ID):
Dian Rakyat.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2000. Kadar Abu Tidak Larut Asam
2354.1:2010. Jakarta (ID): BSN.
2010. Ubur-ubur Asin - Bagian 1: Spesifikasi 2707.1: 2010. Jakarta (ID):
BSN.
Solihat SH. 2004. Pemanfaatan ubur-ubur (Aurelia sp.) sebagai salah satu upaya
diversifikasi pembuatan kerupuk ikan [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Sugiarto H. 2003. Perikanan ubur-ubur. Warta Oseanografi. 17(2):14-16.
Templeman MA, Kingsford MJ. 2009. Trace element accumulation in Cassiopea
sp. (Scyphozoa) from urban marine environments in Australia.
J Marenvres. 1-12.doi: 10.1016/j.marenvres.2009.08.001.
Trimaningsih. 2008. Mengenal Ubur-ubur. Warta Oseanografi-LIPI. 22(4): 32-38.
Vega MA and Ogalde JP. 2008. First results on qualitative characteristics and
biological activity of nematocyst extracts from Chrysaora plocamia
(Cnidaria, Scyphozoa). J Aquat Res. 36(1):83-86.doi:10.3856/vol36.
[WHO] World Healt Organization. 1994. Assessment of Fracture Risk and Its
Application to Screening for Postmenopausal Osteoporosis. Geneva.
Technical Report Series 843.
2012. Sodium Intake For Adults And Children. Geneva.
Zicker S and Schoenherr B. 2012. The Role of Iodine in Nutrition and
Metabolism. [internet]. [diunduh 23 Mei 2013]. Tersedia pada
http//www.vetlearn.com.
Zimmerman MB. 2009. Iodine deficiency. Endocr Rev. 30:376-408.
17
Lampiran 1 Kromatogram vitamin B12
Kromatogram vitamin B12 payung ubur-ubur segar
Kromatogram vitamin B12 paung ubur-ubur kering
Lampiran 2 Dokumentasi penelitian
Cawan pada kadar air
AAS pada analisis mineral
18
HPLC pada abalisis vitamin
B12
Analisis pada kadar lemak
Analisis kadar abu
Spektrofotometer pada
analisis mineral
19
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 9 Oktober 1990 dari ayah
bernama Jajang dan ibu yang bernama Dadah. Penulis merupakan anak pertama
dari tiga bersaudara. Penulis menempuh pendidikan formal dimulai dari TK 1
Sukapura kemudian melanjutkan ke SD Negeri 1 Sukapura, Tasikmalaya dan
lulus pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan sekolah di
SLTP Negeri 1 Sukaraja, Tasikmalaya dan lulus pada tahun 2006. Penulis
melanjutkan pendidikannya di SMA Negeri 1 Tasikmalaya dan lulus pada tahun
2009.
Penulis diterima sebagai mahasiswi Institut Pertanian Bogor (IPB) pada
tahun 2009 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Departemen
Teknologi Hasil Perairan (THP), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama
menjalani pendidikan akademik di Institut Pertanian Bogor penulis pernah
mengikuti organaisasi FPC periode 2010/2011. Penulis juga pernah menjadi
Asisten Luar Biasa mata kuliah Avertebrata Air selama dua periode yaitu periode
2011/2012 dan 2012/2013, serta menjadi asisten mata kuliah Pengetahuan dan
Karakteristik Bahan Baku Industri Hasil Perairan periode 2012/2013.
Download