HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK DENGAN MOTIVASI BELAJAR ANAK Hodijah 10502105 ABSTRAK Keberhasilan anak dalam kegiatan belajar pada masa usia sekolah sangat dipengaruhi oleh berbagai motivasi, dan salah satu diantaranya adalah motivasi belajar. Menurut Brophy dalam Woolfolk (2004), motivasi belajar adalah suatu kecenderungan siswa untuk melakukan kegiatan akademi yang berarti dan berguna, untuk meraih hasil yang baik dari kegiatan tersebut. Dengan motivasi belajar, setiap anak memotivasi dirinya untuk belajar bukan hanya untuk mengetahui tetapi lebih kepada untuk memahami hasil pembelajaran tersebut. Motivasi belajar anak dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Wlodkowski dan Jaynes (2004), diantaranya adalah budaya sebagai dasar ataupun acuan yang dipegang dari setiap individu untuk berperilaku di lingkungannya, keluarga tempat individu bernanung dan berinteraksi dengan anggota keluarga yang memberikan pengaruh satu dengan lainnya, sekolah atau institusi yang merupakan tempat dimana terjadinya proses pembelajaran, dan kepribadian dari individu tersebut. Intensitas komunikasi merupakan tingkat kedalaman penyampaian pesan dari individu sebagai anggota keluarga kepada yang lainnya (Djamarah, 2004). Intensitas komunikasi mencakup aspek-aspek seperti : kejujuran, keterbukaan, pengertian, percaya, yang mutlak diantara kedua belah pihak dan dukungan (Olson, 1992). Intensitas komunikasi dapat diukur dari apap-apa dan siapa yang dibicarakan, pikiran, perasaan, objek tertentu, orang lain atau dirinya sendiri. Intensitas komunikasi dalam keluarga adalah penting, karena dapat mempererat hubunganhubungan keluarga dan dapat memberikan rasa aman pada mereka, situasi demikian juga dapat membantu perkembangan motivasi belajarnya ( Gunarsa, 2004) Oleh karena fenomena ini sangat dekat dengan keseharian peneliti karena berada dalam ruang lingkup dunia pendidikan maka peneliti ingin menguji apakah ada hubungan antara intensitas komunikasi orang tua dan anak dengan motivasi belajar anak. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VI SD Negeri Kalimulya I Depok berjumlah 60 orang. Metode pengumpulan data dilakukan dengan metode angket yaitu skala intensitas komunikasi dan skala motivasi belajar dengan menggunakan teknik analisis korelasi. Analisis data dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS Ver.11.5 for Windows Berdasarkan hasil penelitian diketahui hasil analisis data yang dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment dari Pearson (1-Tailed), diketahui bahwa koefisien korelasi yang diperoleh r = 0,364 dengan taraf signifikansi sebesar 0, 002 (P<0,05) hasil tersebut menunjukkan ada korelasi positif yang signifikan yang menyatakan bahwa ada hubungan antara intensitas komunikasi orang tua dan anak dengan motivasi belajar anak. Keywords : Intensitas komunikasi, Motivasi belajar 1.PENDAHULUAN Pendidikan anak dewasa ini semakin menjadi perhatian utama dan prioritas para orang tua. Karena bagaimanapun pendidikan adalah hal mutlak yang harus di jalani setiap manusia, baik anak-anak, remaja, dewasa maupun orang tua. Pendidikan dimulai dalam lingkungan keluarga kemudian sekolah. Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang merupakan unit sentral tersendiri menjadi pusat lembaga yang dipercaya oleh orang tua untuk mendidik anak-anaknya dalam jangka waktu cukup lama. Orang tua menyerahkan beban dan tugas pendidikan ke sekolah karena diyakini dapat membimbing dan mengarahkan anak-anaknya dalam belajar. Setiap orang tua menginginkan anak-anaknya berprestasi baik di sekolah, di tempat kursus dan lain sebagainya. Seiring dengan hal itu banyak pertanyaan yang timbul mengapa orang tua khawatir anak-anaknya tidak berprestasi, apakah motivasi belajarnya rendah atau mutu pendidikan di sekolah yang kurang baik atau aktifitas orang tua yang terlalu sibuk sehingga sedikit waktu untuk belajar bersama mereka. Sebuah data dari dinas pendidikan menunjukkan sekitar 27 % anak-anak di seluruh Indonesia putus sekolah sebelum lulus sekolah menengah (SMU). Beberapa laporan panel dan komisi nasional yang mengkaji pendidikan umum di indonesia setuju bahwa prestasi sekolah anak-anak berada di bawah standar. Alasan utama yang dikemukakan banyak diantara mereka kurang memiliki motivasi belajar di sekolah (Kompas, 22 Juli 2005). Menurut Woolfolk (2004), siswa yang bermotivasi untuk belajar adalah sisiwa yang cenderung untuk menemukan aktifitas akademi yang berarti dan bermanfaat, serta berusaha untuk mendapatkan manfaat yang diharapakan dari aktifitas-aktifitas akademi tersebut. Pendapat lain menambahkan, bahwa motivasi belajar mempunyai peranan yang khas dalam meningkatkan gairah, merasa senang, semangat untuk belajar, dan berfungsi sebagai pendorong usaha dalam mencapai prestasi (Sprinthall & Sprinthall, 1990). Namun demikian dalam masyarakat kita makna belajar tereduksi menjadi hanya berupa aktifitas di dalam kelas, harus ada buku, guru, dan siswa serta target-target yang harus dikuasai. Dengan pemahaman ini, maka kata belajar menjadi sangat membosankan yang dimunculkan bukan motivasi internal, tetapi motivasi eksternal (Republika, tanggal 15 Januari 2005). Anak yang memiliki motivasi belajar tinggi akan mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar (Sprinthall & Sprinthall 1990). Anak dengan motivasi belajar tinggi memiliki ciri-ciri seperti tekun menghadapi tugas, ulet menghadapi kesulitan, menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah, lebih senang bekerja mandiri, cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin, senang mencari dan memecahkan soal-soal. Perbedaan motivasi belajar pada setiap anak dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah komunikasi dalam keluarga. Penelitian pertama yang dilakukan oleh Henderson (dalam Wlodkowski dan Jaynes 2004), menunjukkan bahwa mulai dari pelajar tingkat dasar hingga perguruan tinggi mendapatkan banyak keuntungan dari keluarga yang menekankan dan mendorong kegiatan belajar disekolah. Upaya untuk membangun motivasi belajar anak memiliki pengaruh yang mendalam pada setiap tingkat perkembangan anak, yang tetap bertahan hingga perguruan tinggi dan kehidupan setelahnya. Penelitian kedua yang dilakukan oleh Bloom (dalam Wlodkowski dan Jaynes 2004) terhadap sejumlah professional muda (usia 28 tahun sampai 35 tahun) yang berhasil dalam kariernya seperti ahli matematika, neurology, pianis menunjukkan ciri-ciri yang sama yaitu adanya keterlibatan dan dorongan orang tua mereka dalam belajar. Salah satu dorongan yang mempengaruhi yaitu melalui komunikasi yang mendalam. Olson (1992), membedakan komunikasi dalam lima taraf, yaitu taraf basa basi, membicarakan orang lain, menyatakan gagasan dan pendapat, mengungkapkan isi hati atau perasaan dan komunikasi puncak. Intensitas komunikasi yang dalam dapat tercapai apabila taraf komunikasi telah mencapai komunikasi puncak, yang ditandai dengan kejujuran, keterbukaan, pengertian dan saling percaya yang mutlak diantara kedua belah pihak dan tidak ada lagi ganjalan-ganjalan seperti rasa takut, rasa khawatir, karena kepercayaan itu disia-siakan dan dukungan. Adapun intensitas komunikasi yang dangkal, berada pada taraf basa basi. yaitu komunikasi yang terjadi dalam waktu yang sangat singkat, dalam hitungan menit. Pada taraf ini komunikasi tidak terjadi dalam arti yang sebenarnya, sebab setiap pihak tidak membuka diri untuk lebih jauh membicarakan sesuatu. Berbeda dengan intensitas komunikasi yang dangkal dalam keluarga, di mana komunikasi itu tidak disertai dengan kejujuran, keterbukaan, percaya, tidak memberikan dukungan dan hanya sekedar saling bertukar informasi, tidak saling membuka diri antara orang tua dan anak. Hal ini menyebabkan anak kurang dapat bertanggung jawab terhadap tugas yang harus dikerjakannya, kurang bekerja keras, tidak menyukai umpan balik, dan tidak tertantang untuk menyelesaikan tugas secepat mungkin, serta kurang mampu menetapkan tujuan realistik yang sesuai dengan kemampuannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudono (2000), yang mengemukakan bahwa untuk memotivasi anak agar gairah belajarnya meningkat ialah dengan mengakui kebutuhan sosial mereka dan membuat mereka merasa berguna. Hal ini dapat terwujud jika orang tua mampu membina hubungan yang baik melalui komunikasi yang intensif dan diwarnai suasana santai dengan saling berbagi, saling mendengarkan dan mengungkapkan isi hati. Sebaliknya jika orang tua tidak mampu mempertahankan kesinambungan komunikasi yang intensif dengan anak, maka motivasi belajarpun dapat terhambat. Komunikasi merupakan hal yang dilakukan oleh setiap orang dalam kehidupan, terkadang dianggap sederhana, namun untuk mencapai tujuan komunikasi yang efektif tidak semudah yang kita bayangkan. Berdasarkan penjelasan diatas, maka penulis tertarik untuk menguji secara empiris apakah ada hubungan antara intensitas komunikasi orang tua dan anak dengan motivasi belajar anak. 2. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Motivasi Belajar Menurut Hillgard & Russel dalam Soemanto (1998), motivasi dapat diartikan sebagai proses perubahan tenaga dalam diri seseorang, yang ditandai oleh dorongan efektif dan reaksi-reaksi mencapai tujuan. Sedangkan menurut Woodworth & Marquis dalam Abror (1993), mengatakan bahwa motivasi adalah satu set motif atau kesiapan yang menjadikan individu cenderung melakukan kegiatan-kegiatan tertentu dan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Menurut kebanyakan definisi, motivasi mengandung tiga komponen pokok, yaitu menggerakkan, yang berarti menimbulkan kekuatan pada individu, mengarahkan, yang berarti menyalurkan tingkah laku terhadap sesuatu, menopang tingkah laku manusia, yakni lingkungan sekitar harus menguatkan (Reinforce) intensitas, dan arah dorongan-dorongan dan kekuatan-kekuatan individu (Purwanto, 2003). Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah dorongandorongan dari dalam diri seseorang, yang menjadikan individu cenderung melakukan kegiatan-kegitan tertentu dan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu pula. Menurut Brophy (dalam Woolfolk, 2004) motivasi belajar adalah suatu kecenderungan siswa untuk melakukan kegiatan akademi yang berarti dan berguna, untuk meraih hasil yang baik dari kegiatan tersebut. Menurut Winkle (dalam Abror 1993), motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak psikis di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegitan belajar itu demi mencapai suatu tujuan. Menurut Wlodkowski & Jaynes (2004), bahwa motivasi belajar merupakan suatu proses internal yang ada dalam diri seseorang yang memberikan gairah atau semangat dalam belajar, mengandung usaha untuk mencapai tujuan belajar, dimana terdapat pemahaman dan pengembangan belajar. Dari uraian diatas, yang dimaksud dengan motivasi belajar dari penelitian ini adalah keseluruhan daya penggerak psikis dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga anak tidak hanya belajar namun juga menghargai dan menikmati belajarnya. B. Jenis - Jenis Motivasi Sprinthall & Sprinthall (1990), menggolongkan motivasi ke dalam dua bagian : a. Motivasi Intrinsik Motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena berasal dari dalam diri siswa sendiri yang dapat mendorongnya melakukan tindakan belajar, yang termasuk dalam motivasi intrinsik siswa adalah perasaan menyenangi materi, dan kebutuhannya terhadap materi tersebut. Misalnya, untuk kehidupan masa depan siswa yang bersangkutan. b. Motivasi ekstrinsik Motivasi ekstrinsik adalah hal dan keadaan yang datang dari luar diri siswa yang juga mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar, seperti pujian dan hadiah, peraturan atau tata tertib sekolah, suri tauladan orang tua, guru, dan seterusnya. Merupakan contoh konkret motivasi ekstrinsik yang dapat menolong siswa dalam belajar. Namun demikian Sprinthall & Sprinthall (1990), menyimpulkan bahwa dalam proses interaksi belajar-mengajar, baik motivasi intrinsik maupun motivasi ekstrinsik diperlukan untuk mendorong anak agar tekun belajar. C. Aspek-Aspek Motivasi Belajar Worrel dan Stillwel (dalam Harliana 1998), mengemukakan beberapa aspekaspek yang membedakan motivasi belajar tinggi dan rendah, yaitu : a. Tanggung jawab b. Tekun terhadap tugas, berkonsentrasi untuk menyelesaikan tugas dan tidak mudah menyerah c. Memiliki sejumlah usaha, bekerja keras dan menghabiskan waktu untuk kegiatan belajar d. Memperhatikan umpan balik e. Waktu penyelesaian tugas f. Menetapkan tujuan yang realistis Menurut Sardiman (2004) menerangkan bahwa motivasi yang ada pada diri setiap orang memiliki ciri-ciri atau karakteristik sebagai berikut : a. Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus-menerus dalam waktu yang lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai). b. Ulet menghadapi kesulitan (ulet dalam memecahkan berbagai masalah dan hambatan, tidak lekas putus asa). c. Tidak memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat puas dengan prestasi yang telah dicapainya). d. Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah “untuk orang dewasa” (peka dan responsif terhadap berbagai masalah umum, misalnya masalah pembangunan, agama, politik, ekonomi, keadilan, pemberantasan korupsi, penentangan terhadap setiap tindak kriminal, amoral, dan sebagainya). e. Lebih senang bekerja mandiri. f. Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin (hal-hal yang bersifat mekanis, berulang-ulang begitu saja, sehingga kurang kreatif). g. Dapat mempertahankan pendapat (kalau sudah yakin akan sesuatu dan dipandangnya cukup rasional). h. Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini itu. i. Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal. D. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar Menurut Dimyati & Mudjiono (1999), terdapat beberapa unsur yang mempengaruhi motivasi belajar siswa, antara lain: a. Cita-cita atau aspirasi siwa. b. Kemampuan siswa c. Unsur-unsur dinamis dalam belajar dan pembelajaran Menurut Wlodkowski & Jaynes (2004), motivasi belajar dipengaruhi beberapa faktor, antara lain : a. Budaya b. Keluarga c. Sekolah E.Pengertian Intensitas Komunikasi Orang Tua dan Anak Menurut Susanto (dalam Prabowo, 1997). Komunikasi mengandung pengertian memberitahukan dan menyebarkan, untuk menggugah partisipasi orang lain, agar hal-hal yang diberitahukan itu menjadi milik bersama (Commoness) Menurut Berelson & Steiner (dalam Effendy, 2002). Komunikasi adalah proses yang disampaikan, bukan hanya sekedar informasi, tetapi juga gagasan, emosi, dan keterampilan. Menurut Miller (dalam Effendy 2002), memperluas pengertian komunikasi dengan tujuan perubahan perilaku, ini berarti bahwa komunikasi menurutnya bukan hanya sekedar upaya memberitahu, tetapi juga upaya mempengaruhi agar seseorang atau sejumhlah orang melakukan kegiatan atau tindakan tertentu. Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan proses penyampaian informasi dari individu ke individu lain, dengan tujuan perubahan perilaku dan mempengaruhi orang lain agar melakukan kegiatan atau tindakan tertentu. Menurut Chaplin (2000), Intensitas yaitu kedalaman atau reaksi emosional dan kekuatan yang mendukung suatu pendapat atau sikap. keluarga lainnya Menurut Gunarsa (2004), bahwa intensitas komunikasi dapat diukur dari apa-apa dan siapa yang saling dibicarakan, pikiran, perasaan, objek tertentu, orang lain atau dirinya sendiri. Ditambahkannya lagi, bahwa intensitas komunikasi yang mendalam ditandai oleh kejujuran, keterbukaan, dan saling percaya, sehingga menimbulkan respon dalam bentuk perilaku atau tindakan. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa intensitas komunikasi orang tua dan anak adalah tingkat kedalaman dalam penyampaian pesan dari orang tua kepada anak, atau dari anak kepada orang tua yang dikuti oleh kejujuran, kepercayaan, keterbukaan, penerimaan, dukungan sehingga menimbulkan respon dalam bentuk perilaku. E. Aspek-Aspek Komunikasi Interpersonal Dalam Keluarga Olson (1992), berpendapat bahwa komunikasi interpersonal dalam keluarga mengandung beberapa aspek keterampilan yaitu : a. Aspek keterampilan mendengar atau listening skills, yaitu meliputi kemampuan berempati dan mendengar dengan penuh perhatian b. Aspek keterampilan berbicara atau speaking skills, yaitu meliputi berbicara untuk diri sendiri dan tidak untuk berbicara untuk orang lain c. Keterbukaan diri atau self disclosure d. Aspek kejelasan atau Clarity e. Aspek kontinuitas atau continuity tracking, yaitu kemampuan seseorang untuk tetap bertahan dalam suatu topik pembicaraan f. Aspek respek atau respect g. Aspek hormat atau regard Olson (1992), membedakan komunikasi dalam lima taraf, yaitu taraf basa basi, membicarakan orang mengungkapkan isi hati lain, menyatakan gagasan dan pendapat, atau perasaan dan komunikasi puncak. Sedangkan intensitas komunikasi yang mendalam berada pada taraf komunikasi puncak F. Faktor-Faktor yang mempengaruhi intensitas komunikasi dalam keluarga Menurut Djamarah (2004), ada beberapa faktor yang mempengaruhi intensitas komunikasi dalam keluarga a. Citra diri dan citra orang lain b. Suasana Psikologis c. Lingkungan Fisik d. Kepemimpinan e. Bahasa f. Perbedaan Usia 3. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif melakukan penelitian dengan cara menyebar angket atau kuesioner kepada subjek yang dituju. Dalam penelitian ini menggunakan skala intensitas komunikasi orangtuaanak dan skala motivasi belajar. Subjek dalam penelitian ini adalah anak sekolah dasar, dengan jenis kelamin 26 anak laki-laki dan 34 anak perempuan berusia 11-13 tahun, kelas 6 SD Negeri Kalimulya 1. 4. HASIL PENELITIAN a. Uji Normalitas Dari hasil uji normalitas menggunakan Kolmogorov Smirnov pada skala intensitas komunikasi orang tua dan anak diperoleh signifikansi = 0,200 (P>0,05), hal ini menunjukkan bahwa distribusi skor intensitas komunikasi pada subjek penelitian adalah normal. Sedangkan hasil uji normalitas pada skala motivasi belajar diperoleh signifikansi = 0,200 (P>0,05), hal ini menunjukkan bahwa distribusi skor motivasi belajar pada subjek penelitian adalah normal. b. Uji Linearitas Hasil uji linearitas pada intensitas komunikasi orang tua dan anak dengan motivasi belajar anak menunjukkan hasil yang linear dengan nilai F = 8,858, dan nilai signifikansinya sebesar 0,004 (P<0,05). Dengan demikian dapat dikatakan ada hubungan yang linier antara intensitas komunikasi orang tua dan anak dengan motivasi belajar anak. 4. Hasil Analisis Data Dari hasil analisis data yang dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment dari Pearson (1-tailed), diketahui bahwa koefisien korelasi yang diperoleh r = 0,364 dengan taraf signifikansi sebesar 0,002 (P<0,05 ). Hasil tersebut menunjukan ada hubungan positif yang signifikan antara intensitas komunikasi orang tua dan anak dengan motivasi belajar anak. Dengan demikian hipotesis yang berbunyi bahwa terdapat hubungan positif antara intensitas komunikasi orang tua dan anak dengan motivasi belajar anak diterima. Berdasarkan hasil analisis data, terdapat hubungan positif yang signifikan antara intensitas komunikasi orang tua dan anak dengan motivasi belajar anak. Hal ini berarti jika seorang siswa/siswi memiliki intensitas komunikasi antara orang tua dan anak, maka akan menghasilkan motivasi belajar yang tinggi. Sebaliknya jika seorang siswa/siswi kurang memiliki intensitas komunikasi antara orang tua dan anak maka akan menghasilkan motivasi belajar yang rendah. Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat dari Wlodkowski & Jaynes (2004), yang mengatakan bahwa suasana hubungan yang harmonis dan komunikasi yang mendalam diantara keluarga acapkali menjadi sumber yang mempengaruhi motivasi belajar dan dorongan berprestasi pada anak. Bahkan dari sini anak tidak hanya dapat belajar, namun juga menghargai dan menikmati arti belajar. Sementara itu Sudono (2000), mengemukakan bahwa untuk memotivasi anak agar gairah belajarnya meningkat ialah dengan mengakui kebutuhan sosial mereka dan membuat mereka merasa berguna. Hal ini dapat terwujud jika orang tua mampu membina hubungan yang baik melalui komunikasi yang intensif dan diwarnai suasana santai dengan saling berbagi, saling mendengarkan dan mengungkapkan isi hati. Dari hasil penelitian ini juga diketahui perbandingan mean empirik dan mean hipotetik variabel intensitas komunikasi dan variabel motivasi belajar yang dapat dilihat pada tabel 6 dibawah ini. Tabel 6 Mean Empirik dan Mean Hipotetik Skala Mean Empirik Mean Hipotetik Standar Deviasi Intensitas Komunikasi 113,05 92,5 18,5 Motivasi Belajar 127,15 92,5 18,5 Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa pada variabel intensitas komunikasi, mean empirik sebesar 113,05 yang lebih tinggi dari mean hipotetik + 1 SD (92,5+18,5), hal ini menunjukkan bahwa subjek dalam penelitian ini memiliki intensitas komunikasi yang mendalam dengan orang tua mereka. Hal ini kemungkinan karena adanya hubungan komunikasi mengenai pendidikan di rumah yang dilakukan oleh orang tua dan pendidikan di sekolah yang dilakukan oleh pendidik, yaitu dengan adanya buku penghubung yang berupa laporan harian dimana buku penghubung tersebut berisi laporan dan informasi tentang kegiatan harian, kemajuan perkembangan motorik, kreatifitas siswa, perilaku, tanggung jawab dan lain sebagainya. Hal tersebut diatas menjadi pekerjaan rumah bagi orang tua dan dapat lebih memperhatikan kebutuhan psikologis buah hati mereka yang diwujudkan melalui komunikasi yang intensif antara orang tua dan anak. Faktor lain yang kemungkinan mempengaruhi intensitas komunikasi orang tua dan anak karena adanya PTA (ParentsTeachers Assosiation) adalah suatu wadah dimana semua pendidik berkumpul, pendidik disini dimaksudkan yaitu orang tua dan guru. PTA berfungsi sebagai media komunikasi guru dan orang tua, selain itu juga menjadikan tanggung jawab pendidikan bukan hanya kepada guru di sekolah tetapi menjadi tanggung jawab orang tua pula di rumah. Selain dalam pendidikan, PTA juga sangat berperan di lembaga tersebut seperti ikut pertisipasi dalam kegiatan-kegiatan sekolah seperti peringatanhari besar islam, hari besar nasional, fieldtrip dan kegiatan lain yang bersifat kemasyarakatan. Adapun pada variabel motivasi belajar mean empirik sebesar 127,15 yang lebih tinggi dari mean hipotetik + 1 SD (92,5+18,5). Hal ini menunujukkan bahwa subjek penelitian memiliki motivasi belajar yang tinggi. Menurut Gunarsa (2004), Untuk dapat belajar secara sungguh-sungguh seseorang harus mempunyai motivasi belajar terlebih dahulu yang timbul karena keinginannya sendiri. Karena dalam kegiatan belajar berlangsung, dan keberhasilannya bukan hanya ditentukan oleh aspek inteligensi saja, tetapi juga aspek psikologis lainnya salah satunya yaitu motivasi belajar. Faktor lain yang kemungkinan mempengaruhi tingginya motivasi belajar adalah adanya syarat kelulusan untuk kelas VI pada Tahun Ajaran 2006/2007 adalah > 5,01 dengan nilai rata-rata > 6,0 untuk 5 mata pelajara UAN yaitu matematika, bahasa Indonesia, IPA, IPS, PPKn. Sementara untuk kelas II, III,V,dan VI menggunakan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) sedangkan untuk kelas I dan IV menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), pada setiap mata pelajaran terdapat nilai minimum untuk ulangan harian maupun ujian semester. Nilai minimum tersebut berbeda tiap mata pelajaran. Apabila siswa belum mencapai nilai minimum tersebut, maka diharuskan mengikuti remidial atau pengulangan dari guru mata pelajaran yang bersangkutan sampai mencapai nilai minimum tersebut. Adanya syarat kelulusan yang tinggi kemungkinan bisa menjadi motivasi ekstrinsik bagi siswa. Faktor lain yang mempengaruhi tingginya motivasi belajar siswa kemungkinan adalah karena siswa SD Negeri Kalimulya I merupakan siswa pilihan dan telah melalui proses seleksi ketika mendaftar pada SD Negeri Kalimulya I. 4. SARAN Berdasarkan hasil penelitian, maka peneliti dapat memberikan saran-saran sebagai berikut: 1. Untuk menciptakan intensitas komunikasi yang mendalam, orang tua dapat memperhatikan aspek-aspek intensitas komunikasi seperti keterbukaan, pengertian, kejujuran, kepercayaan serta dukungan untuk menciptakan intensitas komunikasi yang mendalam antara orang tua dan anak sehingga selalu tercipta hubungan harmonis antara keduanya. 2. Dari hasil penelitian diketahui bahwa terdapat factor-faktor lain yang menentukan motivasi belajar. Dengan demikian dinilai perlu untuk disarankan kepada peneliti lain untuk meneliti faktor-faktor lain yang mempengaruhi motivasi belajar diluar faktor intensitas komunikasi, seperti faktor sekolah, budaya, dan juga individu itu sendiri. 3. Untuk penelitian selanjutnya, penulis menyarankan untuk mencoba meneliti sekolah yang umum atau bukan kategori sekolah unggulan. 5. DAFTAR PUSTAKA Abror,R. 1993. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Berk, L.E. 2005. Developmental Psychology : Infants, children and adolescents. 5th ed. USA: Pearson Education Chaplin, C.P. 2000. Kamus Lengkap Psikologi. Alih Bahasa : Kartini Kartono. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Dimyati dan Mudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta Djamarah, S.B. 2004. Pola Komunikasi Orang tua dan Anak Dalam Keluarga : sebuah Perspektif Pendidikan Islam. Cet. I. Jakarta: Rineka Cipta Effendy, O.U. 2002. Hubungan Masyarakat; suatu Studi Komunikologis cet. 6, Bandung: Remaja Rosda Karya Gunarsa, S.D dan Gunarsa, Y.S.D. 2004. Psikologi Praktis Anak, Remaja dan Keluarga, Cet. 7 Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia Olson, D.H (ed). (1992). Familiy Inventories (Manual) : Family Social Science USA: University Of Minnessota Prabowo, H. 1997. Psikologi Pendidikan. Depok : Universitas Gunadarma. Sardiman, A.M. 2004. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar Ed.1, Cet.II. Jakarta: Raja Grafindo Persada Soemanto, W. 1998. Psikologi Pendidikan : Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan cet. 4. Jakarta: Rineka Cipta Sprinthall, N.A, Sprinthall, R.C, 1990, Educational Psychology : A Developmental approach ed.5. New York: Mc. Grawhill. Sudono. 2000. Keluarga Kunci Sukses Anak, cet.I. Jakarta: Kompas Tubbs, S.L dan Moss, S. 2001. Human Communication ; prinsip-prinsip dasar. Alih Bahasa Dedy Mulyana. Bandung: Remaja Rosda Karya Wlodkowski, RJ & Jaynes, J.H. 2004. Motivasi Belajar cet. I. Depok: Cerdas Pustaka Woolfolk, A.E, 2004, Educational Psychology 9th ed. United State of America: Mc. Grawhill Yusuf. S. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Cetakan ke-4.Bandung: PT. Remaja Rosda Karya