Pembiusan Lobster Air Tawar Capit Merah

advertisement
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kualitas Air
Kualitas air merupakan salah satu faktor yang menentukan keberlangsungan
hidup lobster air tawar. Dalam hal ini digunakan air laboratorium yang sudah
diendapkan untuk pemeliharaan lobster air tawar selama penelitian dan digunakan
untuk media dalam proses pemingsanan lobster serta air yang umum untuk
budidaya lobster air tawar. Hasil analisis kualitas air laboratorium dan air dari
tempat budidaya lobster air tawar disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Analisis kualitas air laboratorium dan air dari tempat budidaya lobster air
tawar
Parameter
Suhu
pH
DO
Alkalinitas
Kesadahan
Conductivity
Kolam Budidaya
26
7,34
5,37
154,2
147,74
147,5
Laboratorium
27
7,40
6,31
94
103,42
122,6
Standar
25-29*
7-9*
5-7*
50-200*
20-300**
40-825***
Satuan
o
C
ppm
ppm
mg/l
µS/cm
Sumber:
* = Lukito dan Prayugo (2007)
** = Rouse (1977)
*** = Achmadi (2005)
Hasil analisis kualitas air media pemeliharaan lobster air tawar berguna
untuk mengetahui kondisi kualitas air yang baik untuk media pemeliharaan lobster
air tawar sebelum dilakukan pemingsanan sehingga dapat dipastikan lobster dapat
hidup dalam keadaan normal. Berdasarkan hasil analisis kualitas air laboratorium
yang digunakan sebagai media pemeliharaan dan pemingsanan untuk lobster air
tawar selama penelitian menunjukkan bahwa suhu sebesar 27 oC. pH 7,40, DO
6,31 ppm, Alkalinitas 94, dan kesadahan sebesar 103,42 mg/l. Hasil analisis ini
menunjukkan bahwa kondisi air laboratorium sebagai media pemeliharaan dan
pemingsanan memenuhi standar (Lukito dan Prayugo 2007) dan baik untuk
perkembangan lobster air tawar (Rouse 1977).
Dalam proses pemingsanan menggunakan arus listrik yang paling
berpengaruh adalah konduktivitas listrik yaitu banyaknya muatan listrik yang
dihantarkan tiap satuan luas oleh satuan gradien potensial dalam satu satuan waktu
22
(Wikipedia 2005 diacu dalam Achmadi 2005).
Berdasarkan hasil analisis
konduktivitas air kolam budidaya dan air laboratorium berturut-turut sebesar
147,5 µS/cm dan 122,6 µS/cm. Nilai konduktivitas air kolam budidaya yang
tinggi dibandingkan air laboratorium disebabkan besarnya kandungan bahan
tersuspensi yang terlarut.
Hasil analisis ini juga menunjukkan bahwa
konduktivitas air laboratorium yang digunakan sebagai media pemingsanan
tergolong rendah karena kisaran daya hantar listrik air tawar dapat mencapai
40–825 µS/cm. Menurut Lines dan Kestin (2004), semakin tinggi konduktivitas
listrik air maka semakin rendah medan listrik yang dibutuhkan untuk
memingsankan biota perairan. Selain itu, konduktivitas air berhubungan dengan
sejumlah mineral atau konsentrasi ionik (konduksi elektrolit) yang dipengaruhi
oleh pertukaran anion, salinitas, dan keasaman (pH) (Dzhokic et al. 2008).
4.2 Pengaruh Tegangan terhadap Aktivitas Lobster Air Tawar
Penentuan lama penyetruman terbaik dilakukan pada pengaruh lama
penyetruman dan besarnya tegangan listrik terhadap kondisi lobster yang
menghasilkan fase pingsan berat yaitu dengan lama penyetruman 1, 2 dan 3 menit.
Selanjutnya dilakukan pengamatan tingkah laku lobster terhadap berbagai
tingkatan tegangan listrik secara visual selama pemingsanan dan setelah
penyetruman. Tegangan listrik yang diujikan mulai dari 0 sampai 240 volt dengan
skala 15 volt.
Hasil pengamatan pengaruh lama penyetruman dan besarnya
tegangan listrik terhadap kondisi lobster ditampilkan pada Tabel 4.
Tabel 4 Pengaruh lama penyetruman dan besarnya tegangan listrik terhadap
kondisi lobster
Lama
penyetruman
(menit)
1
2
3
Fase pingsan berat lobster setelah penyetruman
Tegangan
Posisi
Kondisi
Respon
(volt)
Tubuh terbalik
Lemah
Rendah
255
Tubuh terbalik Lemah, diam
Rendah
225
Tubuh terbalik Lemah, diam
Rendah
180
Semakin lama penyetruman, semakin rendah tegangan yang digunakan
untuk proses pemingsanan lobster. Hal ini tampak bahwa aktivitas lobster hingga
mengalami pingsan berat menunjukkan posisi, kondisi, dan respon yang sama,
23
tetapi lama penyetruman 1 menit membutuhkan tegangan sebesar 255 volt,
2 menit sebesar 225 volt, dan 3 menit sebesar 180 volt.
Berdasarkan hasil percobaan dapat ditentukan bahwa lama penyetruman
3 menit membutuhkan tegangan pemingsanan yang lebih rendah daripada lama
penyetruman 1 dan 2 menit. Oleh sebab itu, penggunaan lama penyetruman
selama 3 menit dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya.
Pengamatan terhadap respon aktivitas lobster air tawar pada setiap tingkatan
tegangan dilakukan secara visual selama dan setelah penyetruman. Perlakuan
penggunaan arus listrik pada lobster akan menimbulkan suatu efek stimulan yang
dapat mengganggu keseimbangan pada otak. Selanjutnya lobster akan menjadi
mati rasa dan lama-kelamaan akan pingsan. Pada Lampiran 1 disajikan secara
rinci respon aktivitas lobster terhadap berbagai tingkatan tegangan penyetruman.
Hasil pengamatan respon aktivitas lobster air tawar secara umum pada setiap
interval tegangan ditampilkan pada Tabel 5.
Tabel 5 Respon aktivitas lobster air tawar pada setiap selang tegangan
Tegangan
(volt)
0-60
60-105
105-180
180-210
210-240
Fase respon
lobster
Aktivitas lobster air tawar
Kondisi lobster
setelah penyetruman
Normal
Kondisi normal, kaki renang, kaki
jalan, dan chelliped (capit) bergerak
aktif, respon terhadap rangsangan luar
tinggi.
Normal, aktivitas
lobster aktif
Panik
Lobster gelisah/kejut, menyentaknyentakkan kaki-kakinya, tubuh
mundur ke belakang. Setelah panik
lobster terlihat kejang, ekor melipat ke
arah abdomen, respon masih tinggi dan
lobster masih bergerak aktif
Normal, aktivitas
lobster aktif
Pingsan ringan
(light sedation)
Lobster mulai hilang keseimbangan,
gerakan lobster melambat diselingi
dengan ekor melipat ke dalam, kondisi
lobster kejang, respon terhadap
rangsangan luar rendah
Limbung, aktivitas
lobster lemah
Pingsan berat
(deep sedation)
Posisi lobster terbalik, gerak kaki
renang, kaki jalan, dan chelliped (capit)
lemah, kondisi lobster kejang, respon
terhadap rangsangan luar rendah dan
tenang
Posisi lobster
terbalik, aktivitas
lobster lemah
Kehilangan
keseimbangan
Keseimbangan lobster tidak ada atau
roboh, posisi tubuh rebah/terbalik dan
ekor melipat ke dalam, kaku tidak
bergerak dan dalam keadaan kejang,
respon terhadap rangsangan tidak ada
kecuali dengan tekanan kuat
Posisi lobster
terbalik, kondisi
lobster kaku, tidak
bergerak
24
Pada tegangan awal pembiusan (0-60 volt), lobster air tawar secara umum
tidak mengalami perubahan yakni masih dalam taraf normal.
Lobster hanya
mengalami sesekali kejutan kemudian aktivitas lobster normal kembali dengan
ditandai posisi tubuh normal, respon terhadap rangsangan luar tinggi, dan gerak
renang, kaki jalan dan chelliped aktif.
Kondisi setelah penyetruman juga
menunjukkan lobster dalam keadaan normal dengan ditandai aktivitas lobster
aktif.
Aktivitas lobster mengalami perubahan ketika diberikan tegangan 60-105
volt.
Lobster menunjukkan kondisi panik, aktivitasnya gelisah dengan
menyentak-nyentakkan kakinya, tubuh mundur ke belakang. Setelah panik lobster
terlihat kejang, tetapi respon terhadap gangguan luar masih cukup tinggi dan
pergerakannya masih aktif. Setelah penyetruman selama 3 menit lobster masih
menunjukkan kondisi normal.
Hal tersebut menunjukkan bahwa arus listrik yang diberikan pada selang
tegangan 60-105 volt selama tiga menit belum mampu mengganggu sistem
keseimbangan fungsi saraf. Selain itu, diduga kondisi konduktivitas air sebagai
media penyetruman masih dalam taraf yang rendah dan juga kemampuan lobster
beradaptasi terhadap perubahan lingkungannya masih cukup tinggi.
Respon lobster air tawar mengalami perubahan aktivitas tampak ketika
diberi tegangan 105-180 volt.
Hal ini ditunjukkan lobster mulai hilang
keseimbangan, gerakan mulai melambat, dan respon terhadap rangsangan luar
rendah. Kondisi lobster setelah penyetruman tampak limbung dan aktivitasnya
lemah.
Kondisi tersebut menggambarkan bahwa lobster sedang dalam taraf
pingsan ringan (light sedation). Pada tegangan antara 105-180 volt diduga sudah
mampu menggangu sistem keseimbangan kationik dalam otak lobster.
Lobster menunjukkan aktivitas lebih lanjut ketika diberi tegangan 180-210
volt. Posisi tubuh lobster dalam keadaan terbalik, gerak renang, kaki jalan dan
chelliped dalam kondisi lemah dan respon terhadap rangsangan luar rendah dan
tenang.
Setelah penyetruman, posisi tubuh terbalik dan aktivitas lobster
cenderung lemah. Hal tersebut menunjukkan bahwa lobster dalam taraf pingsan
berat (deep sedation).
25
Perlakuan tegangan listrik antara 210-240 volt menyebabkan keseimbangan
lobster hilang kemudian roboh. Hal tersebut ditunjukkan dengan posisi tubuh
rebah/terbalik dan ekor melipat ke dalam, gerak kaki tidak ada, dan respon
terhadap rangsangan luar tidak ada kecuali dengan tekanan kuat.
Pemberian
tegangan antara 210-240 volt mengakibatkan lobster kehilangan keseimbangan
sehingga kemampuan renang maupun gerak jalan lobster terganggu. Kondisi
tersebut dapat mengancam kelangsungan hidup lobster, bila tegangan ditingkatkan
lebih dari 240 volt.
Pemberian tegangan 180-210 volt mampu menimbulkan efek anestetik yang
dapat mengganggu keseimbangan kationik dalam otak lobster sehingga
menyebabkan lobster mati rasa akibat sistem syaraf yang tidak berfungsi.
Menurut Kiranadi (2005) diacu dalam Achmadi (2005), adanya gangguan berupa
sengatan listrik dapat mengganggu permeabilitas membran sel syaraf yang
mengakibatkan keluarnya sejumlah kation (K+) dan masuknya sejumlah anion
(Cl-) sehingga potensial membran menjadi negatif. Dalam keadaan demikian
lobster kehilangan kesadarannya (insensible).
Selain itu, gangguan keseimbangan ionik dalam otak dapat mempengaruhi
sistem kerja syaraf motorik dan pernapasan lobster. Kuschinsky dan Lullman
(1973) menyatakan bahwa gangguan keseimbangan ionik dalam otak ikan
menyebabkan insang tidak dapat berfungsi secara normal dan proses distribusi
oksigen yang terlarut dalam air ke dalam sel-sel darah dan insang tergangggu
sehingga kadar oksigen terlarut juga sangat rendah.
Dapat dikatakan bahwa
pembiusan (anestesi) akan menyebabkan penurunan laju respirasi pada lobster.
Hal ini didukung pada penelitian Ikasari et al. (2008), bahwa penurunan laju
respirasi dan laju produksi amonia berhubungan dengan aktivitas lobster selama
pembiusan.
Hasil pengamatan respon aktivitas lobster air tawar terhadap berbagai
tingkatan tegangan listrik menunjukkan bahwa tidak semua anggota sampel
lobster air tawar yang diujikan memberikan respon yang bersamaan untuk setiap
perlakuan yang sama.
Hal ini karena daya tahan lobster uji yang berbeda
sekalipun jenis, usia, morfologis, habitat, serta cara penanganan sama. Daya
26
tahan tubuh tiap-tiap individu lobster juga dapat dipengaruhi oleh faktor sex,
keturunan, dan kefaalan tiap-tiap individu.
Berdasarkan hasil pengamatan respon aktivitas lobster air tawar akibat
pengaruh tegangan listrik menunjukkan bahwa tegangan 180 sampai 210 volt
dapat digunakan untuk pembius/pemingsanan lobster air tawar dalam transportasi
sistem kering karena pada tegangan tersebut kondisi lobster dalam taraf pingsan
berat. Kondisi tersebut diharapkan lobster akan mengalami waktu pingsan yang
cukup lama dalam media kemasan kering yang lembab. Hal ini sesuai dengan
penjelasan Mc Farland (1959) bahwa fase pingsan berat (deep sedation)
merupakan fase yang sangat dianjurkan untuk pemingsanan biota perairan karena
pada fase ini aktivitas biota relatif terhenti. Hal ini ditunjukkan oleh posisi tubuh
terbalik dan aktivitas lobster cenderung lemah serta respon terhadap rangsangan
luar rendah dan tenang. Pada fase ini konsumsi oksigen dari lobster berada pada
kadar dasar (basal rate) agar tetap hidup.
4.3 Kelulusan Hidup
Berdasarkan hasil penelitian pendahulan bahwa tegangan 180, 195 dan 210
volt dapat digunakan sebagai pembiusan lobster. Dalam hal ini perlakuan kontrol
(0 volt) juga ikut diujikan sebagai perbandingan.
Tingkat kelulusan hidup lobster ditentukan setelah lobster dibugarkan dalam
media air selama 1 jam. Lobster air tawar yang dipingsankan dengan tegangan
0, 180, 195, dan 210 volt dalam media kemasan serbuk gergaji menghasilkan
tingkat kelulusan hidup yang berbeda sebagaimana dicantumkan pada
Lampiran 2. Pada Tabel 6 disajikan tingkat kelulusan hidup rata-rata lobster air
tawar pada tegangan pemingsanan dan lama penyimpanan berbeda.
Tabel 6 Tingkat kelulusan hidup rata-rata lobster air tawar pada tegangan
pemingsanan dan lama penyimpanan yang berbeda
Voltase
(volt)
0
180
195
210
12 jam
100 %
100 %
100 %
100 %
SR (Survival rate) lobster air tawar (%)
24 jam
36 jam
48 jam
100 %
100 %
100 %
100 %
80 %
80 %
100 %
100 %
100 %
100 %
100 %
100 %
60 jam
80 %
80 %
90 %
90 %
27
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tingkat kelulusan hidup rata-rata
lobster air tawar pada penyimpanan sampai jam ke-24 dengan tegangan 0, 180,
195, dan 210 volt menghasilkan kelulusan hidup sebesar 100%.
Pada lama
penyimpanan jam ke-36 dan jam ke-48, perlakuan tegangan kontrol, 195, dan 210
volt menghasilkan kelulusan hidup lobster sebesar 100%, sedangkan tegangan 180
volt menghasilkan kelulusan hidup lobster sebesar 80%.
Ketika lama
penyimpanan memasuki jam ke-60 jam kelulusan hidup lobster mengalami
penurunan yaitu menjadi 90% pada perlakuan tegangan 195 dan 210 volt dan
sebesar 80% pada perlakuan kontrol.
Pemingsanan lobster air tawar menggunakan tegangan 195 dan 210 volt
dalam penyimpanan sistem kering menghasilkan nilai kelulusan hidup yang lebih
tinggi dibandingkan dengan pemingsanan tanpa penyetruman dan tegangan 180
volt. Kelulusan hidup lobster semakin menurun seiring dengan meningkatnya
lama penyimpanan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penurunan tingkat kelulusan hidup
lobster air tawar tersebut disebabkan sebagian lobster yang dibius telah tersadar
pada saat penyimpanan sehingga aktivitas maupun metabolismenya meningkat.
Aktivitas dan metabolisme lobster yang semakin tinggi menuntut ketersediaan
oksigen yang tinggi pula sedangkan ketersediaan oksigen dalam media kemasan
sangat terbatas sehingga lobster dapat mengalami kekurangan oksigen yang
berakibat pada kematian (Suryaningrum et al. 2005). Selain itu, juga disebabkan
oleh suhu media kemasan yang meningkat.
Hasil analisis statistik menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)
faktorial pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa perlakuan tegangan
pemingsanan dan lama penyimpanan serta interaksi keduanya tidak memberikan
pengaruh yang berbeda nyata (p>0,05) terhadap kelulusan hidup lobster air tawar.
Kelulusan hidup lobster air tawar pada tegangan pemingsanan ditampilkan pada
Gambar 4.
28
100
100a 100a 100a 100a
100a 100a 100a 100a
100a
100a 100a
100a 100a
90a 90a
80a
Kelulusan hidup (%)
100a
80a
80a 80a
80
60
40
20
0
12
24
36
48
60
Lama penyimpanan (jam)
Gambar 4 Kelulusan hidup lobster air tawar pada tegangan pemingsanan
0 volt,
180 volt,
195 volt, dan
210 volt
Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf
superscript yang sama (a) menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05)
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa kelulusan hidup lobster air tawar
selama penyimpanan 24 jam sebesar 100% untuk semua perlakuan. Kondisi ini
karena perlakuan 180, 195 dan 210 volt lobster masih dalam keadaan insensible
(mati rasa) dengan didukung suhu media kemasan yang sesuai (± 12 oC), sehingga
lobster tidak dituntut untuk memenuhi kebutuhan respirasi dan aktivitas
metabolisme yang berlebih. Pada saat lobster dalam keadaan tanpa air, rongga
karapasnya masih mengandung air sehingga lobster masih mampu menyerap
oksigen yang terdapat di air yang ada dalam rongga karapas. Selain itu, pada
perlakuan kontrol yang tidak dilakukan proses imotilisasi membuktikan bahwa
tingginya kemampuan hidup lobster air tawar di luar media air dalam lingkungan
yang lembab sehingga memungkinkan lobster dapat bertahan hidup hingga waktu
penyimpanan 24 jam. Pada Tabel 7 ditampilkan secara umum kondisi lobster air
tawar selama penyimpanan pada berbagai tegangan pemingsanan.
29
Tabel 7 Kondisi lobster air tawar selama penyimpanan pada berbagai tegangan
pemingsanan
Tegangan
(volt)
12 jam
Kondisi lobster air tawar selama penyimpanan
24 jam
36 jam
48 jam
Kondisi sadar
Kondisi sadar
(lemah), posisi
Kondisi sadar
(normal),
(lemah), posisi berubah,
posisi
sedikit
berubah,
berubah,
aktivitas,
respon lemah
respon ada
respon lemah
60 jam
0
Kondisi
pingsan, posisi
tidak berubah,
respon tidak
ada
180
Kondisi
pingsan, posisi
tidak berubah,
respon tidak
ada
Kondisi sadar
(lemah), posisi
berubah,
respon lemah
Kondisi sadar
(normal),
posisi
berubah,
respon ada
Kondisi sadar
(normal),
posisi
berubah,
respon tinggi
Kondisi sadar
(normal),
posisi
berubah,
respon tinggi
195
Kondisi
pingsan, posisi
tidak berubah,
respon tidak
ada
Kondisi
pingsan, posisi
tidak berubah,
respon tidak
ada
Kondisi sadar
(lemah), posisi
berubah,
respon lemah
Kondisi sadar
(normal),
posisi
berubah,
respon ada
Kondisi sadar
(normal),
posisi
berubah,
respon ada
210
Kondisi
pingsan, posisi
tidak berubah,
respon tidak
ada
Kondisi sadar
(lemah), posisi
berubah,
respon lemah
Kondisi sadar
(lemah), posisi
berubah,
respon lemah
Kondisi sadar
(normal),
posisi
berubah,
respon ada
Kondisi sadar
(normal),
posisi
berubah,
respon ada
Kondisi sadar
(normal),
posisi
berubah,
respon tinggi
Kondisi lobster selama penyimpanan berubah seiring dengan lama
penyimpanan yang dilakukan. Kondisi lobster dengan pembiusan menggunakan
tegangan 195 dan 210 volt menunjukkan lobster dalam kondisi telah sadar, posisi
di dalam kemasan berubah, dan respon yang tinggi setelah 60 jam penyimpanan.
Selain itu, Kondisi lobster dengan pembiusan menggunakan perlakuan kontrol
(0 volt) dan 180 volt menunjukkan lobster dalam kondisi yang telah sadar, posisi
di dalam kemasan berubah namun respon lobster tidak tinggi atau ada. Hal ini
menandakan bahwa kondisi lobster dengan pembiusan menggunakan tegangan
195 dan 210 volt menunjukkan reaksi yang tidak jauh berbeda dengan perlakuan
kontrol (0 volt) dan 180 volt setelah 60 jam penyimpanan. Akan tetapi, pada
pembiusan menggunakan tegangan 195 dan 210 volt menghasilkan kelulusan
hidup yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kontrol dan 180 volt.
Hasil penelitian juga menunjukkan lobster yang sadar ketika berada di
dalam kemasan meronta-ronta akibat stres dan dapat menyebabkan kematian
selama penyimpanan dengan sistem kering.
Wibowo dan Soekarto (1993)
menjelaskan bahwa ketika lobster berangsur-angsur pulih kesadarannya, proses
30
metabolismenya semakin meningkat dan kebutuhan oksigen untuk respirasi juga
akan meningkat.
Jika oksigen yang dibutuhkan sangat sedikit, lobster akan
menjadi lemas dan kemudian mati.
Tingkat kelulusan hidup lobster pada perlakuan kontrol (0 volt) tidak
berbeda nyata (p>0,05) dengan perlakuan lainnya (180, 195 dan 210 volt). Hal ini
dapat diartikan bahwa tanpa adanya perlakuan pemingsanan menggunakan arus
listrik, lobster dapat disimpan dalam periode waktu yang sama.
Berdasarkan penelitian ini dapat dikatakan bahwa penggunaan arus listrik
masih belum efektif untuk digunakan sebagai alat pemingsanan lobster air tawar
dalam transportasi sistem kering, karena tidak memberikan efek pingsan yang
lebih lama dibandingkan dengan tanpa penyetruman.
Pengaruh arus listrik
sebagai media pemingsanan lobster air tawar hanya dapat digunakan dalam
pra-penanganan dalam proses pengemasan.
4.4 Perubahan suhu media pengisi kemasan
Kelulusan hidup lobster air tawar selama transportasi sistem kering
menggunakan media pengisi kemasan berupa serbuk gergaji dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor, antara lain kelembaban media pengisi kemasan, kondisi
lobster sebelum pemingsanan, suhu media pengisi kemasan, dan gangguan fisik
dari luar kemasan. Suhu merupakan salah satu faktor utama yang menentukan
keberhasilan dalam transportasi lobster air tawar hidup sistem kering. Perubahan
suhu media serbuk gergaji selama penyimpanan ditampilkan pada Gambar 5.
24
Suhu (°C)
22
20
18
16
14
12
10
0
12
24
36
48
60
Lama penyimpanan (jam)
Gambar 5 Perubahan suhu media serbuk gergaji selama penyimpanan
31
Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu media semakin meningkat
sejalan dengan waktu penyimpanan yang dibutuhkan. Pada Gambar 5 tampak
bahwa hingga jam ke-60 suhu media serbuk gergaji dalam kemasan sudah
mencapai 23,88 oC dari suhu awal 12 oC. Pada penyimpanan jam ke-60 mortalitas
lobster dengan perlakuan kontrol sebesar 20%, tegangan 180 volt sebesar 20%,
195 dan 210 volt masing-masing sebesar 10%.
Peningkatan suhu ini terjadi karena penetrasi udara luar yang lebih tinggi ke
dalam kemasan sehingga dapat meningkatkan suhu media serbuk gergaji (Kumum
2006). Nitibaskara et al. (2006) menambahkan bahwa pola suhu media pengisi
kemasan sangat dipengaruhi oleh suhu awal bahan pengisi dan suhu lingkungan.
Jika suhu awal bahan pengisi dan suhu lingkungan luar terlalu tinggi, maka
kenaikan suhu kemasan akan lebih cepat terjadi.
Stabilitas suhu media serbuk gergaji dalam kemasan juga memegang
peranan yang sangat penting.
Perubahan suhu yang sangat besar dapat
mengakibatkan kematian lobster. Suryaningrum et al. (2007) menjelaskan bahwa
media yang digunakan untuk transportasi harus bersifat lembab dengan suhu di
dalam kemasan dipertahankan berkisar antara 12,9 oC - 25,4 oC. Pada kisaran
suhu tersebut metabolisme lobster masih berada pada taraf yang rendah dan
transportasi lobster lebih lama serta kelulusan hidupnya tinggi.
Arie (2000)
menambahkan bahwa derajat metabolisme biota perairan berpengaruh terhadap
kebutuhan oksigen dan sebanding dengan kenaikan suhu. Bila suhu lingkungan
tinggi, derajat metabolisme lobster juga akan tinggi sedangkan bila suhu
lingkungan rendah, derajat metabolisme lobster pun akan rendah.
4.5 Penyusutan Bobot
Penimbangan bobot lobster air tawar setelah penyimpanan bertujuan untuk
mengetahui penurunan bobot yang terjadi selama penyimpanan.
Perhitungan
penyusutan bobot dilakukan berdasarkan selisih bobot akhir terhadap bobot awal
sebelum penyimpanan. Penyusutan bobot selama penyimpanan ditunjukkan pada
Gambar 6.
Susut (%)
32
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
12
24
36
48
60
Lama penyimpanan (jam)
Gambar 6 Penyusutan bobot lobster air tawar selama penyimpanan pada tegangan
pemingsanan
0 volt,
180 volt,
195 volt, dan
210 volt
Hasil pengamatan secara umum menunjukkan bahwa semakin lama waktu
penyimpanan maka semakin besar penyusutan bobot yang terjadi. Pada gambar 6
terlihat bahwa semua perlakuan tegangan (0, 180, 195, dan 210 volt) mengalami
penyusutan bobot pada lobster air tawar seiring dengan lamanya penyimpanan.
Penyusutan bobot lobster air tawar yang tertinggi terjadi pada perlakuan kontrol
(0 volt) yaitu sebesar 6,19-9,56% sedangkan penyusutan terendah pada perlakuan
tegangan 180 volt yaitu antara 1,98-6,35%. Penurunan bobot lobster air tawar
pada perlakuan tegangan 195 dan 210 volt tidak berbeda jauh dengan perlakuan
kontrol yaitu masing-masing berkisar antara 5,65%-9,13% dan 5,68-9,47%.
Hasil analisis statistik menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)
faktorial pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa perlakuan tegangan
pemingsanan dan lama penyimpanan memberikan pengaruh yang berbeda nyata
(p<0,05) terhadap penyusutan bobot lobster air tawar, akan tetapi tidak terdapat
pengaruh interaksi yang berbeda nyata (p>0,05) antara setiap perlakuan tegangan
pemingsanan dengan lama penyimpanan (Lampiran 4). Hal ini berarti bahwa
bobot lobster untuk semua perlakuan yang diujikan mengalami penurunan seiring
bertambahnya waktu penyimpanan.
Hasil uji lanjut Duncan untuk perlakuan
tegangan pemingsanan ditampilkan pada Gambar 7.
33
Penyusutan bobot (%)
10
8,13±1,43b
8
7,86±2,39b
7,23±1,30b
6
4,71±1,81a
4
2
0
0
180
195
210
Tegangan pemingsanan (volt)
Gambar 7 Rata-rata penyusutan bobot lobster dengan perlakuan tegangan
pemingsanan selama penyimpanan
Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf
superscript yang berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
Hasil
uji
lanjut
Duncan
untuk
perlakuan
tegangan
pemingsanan
menunjukkan bahwa penyusutan bobot lobster pada perlakuan tegangan 180 volt
hingga 60 jam penyimpanan sebesar 4,71±1,81%, lebih rendah daripada
penyusutan bobot lobster pada perlakuan kontrol, tegangan 195, dan 210 volt
yaitu masing-masing sebesar 8,13±1,43%; 7,23±1,30%, dan 7,86±2,39%. Hal ini
menunjukkan bahwa perlakuan tegangan 180 volt sebagai tegangan pemingsanan
menghasilkan penyusutan bobot yang lebih baik dibandingkan perlakuan kontrol,
tegangan 195, dan 210 volt.
Besarnya penyusutan bobot yang terjadi pada perlakuan tegangan 195 dan
210 volt dapat disebabkan oleh besarnya tegangan yang diberikan selama
pemingsanan berlangsung.
Adanya gangguan berupa sengatan listrik selama
pemingsanan dapat mengganggu permeabilitas membran sel syaraf.
Dalam
keadaan tersebut, lobster banyak membutuhkan energi untuk menahan laju
sengatan yang diterima. Selain itu, lobster yang mati pada perlakuan tegangan
180 volt laju penyusutan bobotnya relatif terhenti.
Besarnya penyusutan bobot yang terjadi pada perlakuan kontrol (0 volt)
disebabkan karena tidak adanya proses imotilisasi pada lobster sehingga aktivitas
dan proses metabolisme lobster di awal penyimpanan tetap tinggi. Tingginya
metabolisme lobster akan menghasilkan kebutuhan energi yang tinggi untuk
34
aktivitas.
Selain itu, kondisi lobster yang panik akibat proses aklimatisasi
terhadap lingkungan baru memerlukan energi yang lebih banyak (Suryaningrum
et al. 2008). Salah satu sumber energi yang digunakan adalah oksigen (Winarno
2003).
Menurut Berka (1986), apabila biota perairan berada dalam keadaan
panik,
maka akan
mengonsumsi
oksigen
mendekati
batas
maksimum.
Selanjutnya, hasil uji lanjut Duncan untuk perlakuan lama penyimpanan
ditampilkan pada Gambar 8.
10
8,73±1,72c
Penyusutan bobot (%)
7,98±1,40b,c
8
6,48±1,66b
6
6,88±1,73b
4,87±2,47a
4
2
0
12
24
36
48
60
Lama penyimpanan (jam)
Gambar 8 Rata-rata penyusutan bobot lobster dengan perlakuan lama
penyimpanan
Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf
superscript yang berbeda (a,b,c) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perlakuan lama penyimpanan
memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap penyusutan bobot lobster air.
Penyusutan bobot lobster dalam media serbuk gergaji pada penyimpanan jam
ke-12 berbeda nyata dengan penyimpanan jam ke-24, 36, 48, dan 60.
Pada
perlakuan lama penyimpanan jam ke-24 dan 36 berbeda nyata dengan perlakuan
lama penyimpanan jam ke-60, akan tetapi tidak yang berbeda nyata dengan lama
penyimpanan jam ke-48.
Penyusutan bobot dengan lama penyimpanan jam
ke-12, 24, 36, 48, dan 60 masing-masing sebesar 4,87±2,47%; 6,48±1,66%;
6,88±1,73%; 7,98±1,40%; dan 8,73±1,72%.
Selama penyimpanan, lobster mengalami penyusutan bobot. Semakin lama
penyimpanan maka semakin besar penurunan bobotnya.
Kondisi ini dapat
disebabkan saat lobster akan dikemas terlebih dahulu dipuasakan selama 24 jam
35
sehingga mengakibatkan berkurangnya kotoran yang ada pada organ pencernaan
lobster.
Selain itu, selama waktu penyimpanan lobster tidak diberi pakan
sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan bobot.
Idealnya dalam pemasaran lobster, penurunan bobot tidak boleh melebihi
dari 5% (Suryaningrum et al. 2007). Durasi lama penyimpanan lobster dalam
sistem kering hingga 24 jam menghasilkan penurunan bobot >5%. Hal ini berarti
bahwa dalam transportasi lobster air tawar sistem kering dapat menimbulkan
penurunan bobot lebih dari 5% dengan pengemasan di atas waktu 24 jam.
Adanya perubahan suhu yang cukup besar (terlihat pada Gambar 5) mulai
dari awal penyimpanan sampai akhir penyimpanan dapat mempengaruhi
penyusutan bobot lobster tersebut. Tingginya suhu ini akan menyebabkan lobster
sadar dan aktivitasnya tinggi, baik aktivitas fisik maupun metabolisme. Tingginya
metabolisme lobster akan menghasilkan kebutuhan energi yang tinggi pula untuk
aktivitas sehingga oksigen yang digunakan untuk merombak ATP untuk
menghasilkan energi juga sangat tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa tingginya
aktivitas selama pengemasan akibat lobster tersadar mengakibatkan penurunan
bobotnya.
Download