4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas air merupakan salah satu faktor yang menentukan keberlangsungan hidup lobster air tawar. Dalam hal ini digunakan air laboratorium yang sudah diendapkan untuk pemeliharaan lobster air tawar selama penelitian dan digunakan untuk media dalam proses pemingsanan lobster serta air yang umum untuk budidaya lobster air tawar. Hasil analisis kualitas air laboratorium dan air dari tempat budidaya lobster air tawar disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Analisis kualitas air laboratorium dan air dari tempat budidaya lobster air tawar Parameter Suhu pH DO Alkalinitas Kesadahan Conductivity Kolam Budidaya 26 7,34 5,37 154,2 147,74 147,5 Laboratorium 27 7,40 6,31 94 103,42 122,6 Standar 25-29* 7-9* 5-7* 50-200* 20-300** 40-825*** Satuan o C ppm ppm mg/l µS/cm Sumber: * = Lukito dan Prayugo (2007) ** = Rouse (1977) *** = Achmadi (2005) Hasil analisis kualitas air media pemeliharaan lobster air tawar berguna untuk mengetahui kondisi kualitas air yang baik untuk media pemeliharaan lobster air tawar sebelum dilakukan pemingsanan sehingga dapat dipastikan lobster dapat hidup dalam keadaan normal. Berdasarkan hasil analisis kualitas air laboratorium yang digunakan sebagai media pemeliharaan dan pemingsanan untuk lobster air tawar selama penelitian menunjukkan bahwa suhu sebesar 27 oC. pH 7,40, DO 6,31 ppm, Alkalinitas 94, dan kesadahan sebesar 103,42 mg/l. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa kondisi air laboratorium sebagai media pemeliharaan dan pemingsanan memenuhi standar (Lukito dan Prayugo 2007) dan baik untuk perkembangan lobster air tawar (Rouse 1977). Dalam proses pemingsanan menggunakan arus listrik yang paling berpengaruh adalah konduktivitas listrik yaitu banyaknya muatan listrik yang dihantarkan tiap satuan luas oleh satuan gradien potensial dalam satu satuan waktu 22 (Wikipedia 2005 diacu dalam Achmadi 2005). Berdasarkan hasil analisis konduktivitas air kolam budidaya dan air laboratorium berturut-turut sebesar 147,5 µS/cm dan 122,6 µS/cm. Nilai konduktivitas air kolam budidaya yang tinggi dibandingkan air laboratorium disebabkan besarnya kandungan bahan tersuspensi yang terlarut. Hasil analisis ini juga menunjukkan bahwa konduktivitas air laboratorium yang digunakan sebagai media pemingsanan tergolong rendah karena kisaran daya hantar listrik air tawar dapat mencapai 40–825 µS/cm. Menurut Lines dan Kestin (2004), semakin tinggi konduktivitas listrik air maka semakin rendah medan listrik yang dibutuhkan untuk memingsankan biota perairan. Selain itu, konduktivitas air berhubungan dengan sejumlah mineral atau konsentrasi ionik (konduksi elektrolit) yang dipengaruhi oleh pertukaran anion, salinitas, dan keasaman (pH) (Dzhokic et al. 2008). 4.2 Pengaruh Tegangan terhadap Aktivitas Lobster Air Tawar Penentuan lama penyetruman terbaik dilakukan pada pengaruh lama penyetruman dan besarnya tegangan listrik terhadap kondisi lobster yang menghasilkan fase pingsan berat yaitu dengan lama penyetruman 1, 2 dan 3 menit. Selanjutnya dilakukan pengamatan tingkah laku lobster terhadap berbagai tingkatan tegangan listrik secara visual selama pemingsanan dan setelah penyetruman. Tegangan listrik yang diujikan mulai dari 0 sampai 240 volt dengan skala 15 volt. Hasil pengamatan pengaruh lama penyetruman dan besarnya tegangan listrik terhadap kondisi lobster ditampilkan pada Tabel 4. Tabel 4 Pengaruh lama penyetruman dan besarnya tegangan listrik terhadap kondisi lobster Lama penyetruman (menit) 1 2 3 Fase pingsan berat lobster setelah penyetruman Tegangan Posisi Kondisi Respon (volt) Tubuh terbalik Lemah Rendah 255 Tubuh terbalik Lemah, diam Rendah 225 Tubuh terbalik Lemah, diam Rendah 180 Semakin lama penyetruman, semakin rendah tegangan yang digunakan untuk proses pemingsanan lobster. Hal ini tampak bahwa aktivitas lobster hingga mengalami pingsan berat menunjukkan posisi, kondisi, dan respon yang sama, 23 tetapi lama penyetruman 1 menit membutuhkan tegangan sebesar 255 volt, 2 menit sebesar 225 volt, dan 3 menit sebesar 180 volt. Berdasarkan hasil percobaan dapat ditentukan bahwa lama penyetruman 3 menit membutuhkan tegangan pemingsanan yang lebih rendah daripada lama penyetruman 1 dan 2 menit. Oleh sebab itu, penggunaan lama penyetruman selama 3 menit dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya. Pengamatan terhadap respon aktivitas lobster air tawar pada setiap tingkatan tegangan dilakukan secara visual selama dan setelah penyetruman. Perlakuan penggunaan arus listrik pada lobster akan menimbulkan suatu efek stimulan yang dapat mengganggu keseimbangan pada otak. Selanjutnya lobster akan menjadi mati rasa dan lama-kelamaan akan pingsan. Pada Lampiran 1 disajikan secara rinci respon aktivitas lobster terhadap berbagai tingkatan tegangan penyetruman. Hasil pengamatan respon aktivitas lobster air tawar secara umum pada setiap interval tegangan ditampilkan pada Tabel 5. Tabel 5 Respon aktivitas lobster air tawar pada setiap selang tegangan Tegangan (volt) 0-60 60-105 105-180 180-210 210-240 Fase respon lobster Aktivitas lobster air tawar Kondisi lobster setelah penyetruman Normal Kondisi normal, kaki renang, kaki jalan, dan chelliped (capit) bergerak aktif, respon terhadap rangsangan luar tinggi. Normal, aktivitas lobster aktif Panik Lobster gelisah/kejut, menyentaknyentakkan kaki-kakinya, tubuh mundur ke belakang. Setelah panik lobster terlihat kejang, ekor melipat ke arah abdomen, respon masih tinggi dan lobster masih bergerak aktif Normal, aktivitas lobster aktif Pingsan ringan (light sedation) Lobster mulai hilang keseimbangan, gerakan lobster melambat diselingi dengan ekor melipat ke dalam, kondisi lobster kejang, respon terhadap rangsangan luar rendah Limbung, aktivitas lobster lemah Pingsan berat (deep sedation) Posisi lobster terbalik, gerak kaki renang, kaki jalan, dan chelliped (capit) lemah, kondisi lobster kejang, respon terhadap rangsangan luar rendah dan tenang Posisi lobster terbalik, aktivitas lobster lemah Kehilangan keseimbangan Keseimbangan lobster tidak ada atau roboh, posisi tubuh rebah/terbalik dan ekor melipat ke dalam, kaku tidak bergerak dan dalam keadaan kejang, respon terhadap rangsangan tidak ada kecuali dengan tekanan kuat Posisi lobster terbalik, kondisi lobster kaku, tidak bergerak 24 Pada tegangan awal pembiusan (0-60 volt), lobster air tawar secara umum tidak mengalami perubahan yakni masih dalam taraf normal. Lobster hanya mengalami sesekali kejutan kemudian aktivitas lobster normal kembali dengan ditandai posisi tubuh normal, respon terhadap rangsangan luar tinggi, dan gerak renang, kaki jalan dan chelliped aktif. Kondisi setelah penyetruman juga menunjukkan lobster dalam keadaan normal dengan ditandai aktivitas lobster aktif. Aktivitas lobster mengalami perubahan ketika diberikan tegangan 60-105 volt. Lobster menunjukkan kondisi panik, aktivitasnya gelisah dengan menyentak-nyentakkan kakinya, tubuh mundur ke belakang. Setelah panik lobster terlihat kejang, tetapi respon terhadap gangguan luar masih cukup tinggi dan pergerakannya masih aktif. Setelah penyetruman selama 3 menit lobster masih menunjukkan kondisi normal. Hal tersebut menunjukkan bahwa arus listrik yang diberikan pada selang tegangan 60-105 volt selama tiga menit belum mampu mengganggu sistem keseimbangan fungsi saraf. Selain itu, diduga kondisi konduktivitas air sebagai media penyetruman masih dalam taraf yang rendah dan juga kemampuan lobster beradaptasi terhadap perubahan lingkungannya masih cukup tinggi. Respon lobster air tawar mengalami perubahan aktivitas tampak ketika diberi tegangan 105-180 volt. Hal ini ditunjukkan lobster mulai hilang keseimbangan, gerakan mulai melambat, dan respon terhadap rangsangan luar rendah. Kondisi lobster setelah penyetruman tampak limbung dan aktivitasnya lemah. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa lobster sedang dalam taraf pingsan ringan (light sedation). Pada tegangan antara 105-180 volt diduga sudah mampu menggangu sistem keseimbangan kationik dalam otak lobster. Lobster menunjukkan aktivitas lebih lanjut ketika diberi tegangan 180-210 volt. Posisi tubuh lobster dalam keadaan terbalik, gerak renang, kaki jalan dan chelliped dalam kondisi lemah dan respon terhadap rangsangan luar rendah dan tenang. Setelah penyetruman, posisi tubuh terbalik dan aktivitas lobster cenderung lemah. Hal tersebut menunjukkan bahwa lobster dalam taraf pingsan berat (deep sedation). 25 Perlakuan tegangan listrik antara 210-240 volt menyebabkan keseimbangan lobster hilang kemudian roboh. Hal tersebut ditunjukkan dengan posisi tubuh rebah/terbalik dan ekor melipat ke dalam, gerak kaki tidak ada, dan respon terhadap rangsangan luar tidak ada kecuali dengan tekanan kuat. Pemberian tegangan antara 210-240 volt mengakibatkan lobster kehilangan keseimbangan sehingga kemampuan renang maupun gerak jalan lobster terganggu. Kondisi tersebut dapat mengancam kelangsungan hidup lobster, bila tegangan ditingkatkan lebih dari 240 volt. Pemberian tegangan 180-210 volt mampu menimbulkan efek anestetik yang dapat mengganggu keseimbangan kationik dalam otak lobster sehingga menyebabkan lobster mati rasa akibat sistem syaraf yang tidak berfungsi. Menurut Kiranadi (2005) diacu dalam Achmadi (2005), adanya gangguan berupa sengatan listrik dapat mengganggu permeabilitas membran sel syaraf yang mengakibatkan keluarnya sejumlah kation (K+) dan masuknya sejumlah anion (Cl-) sehingga potensial membran menjadi negatif. Dalam keadaan demikian lobster kehilangan kesadarannya (insensible). Selain itu, gangguan keseimbangan ionik dalam otak dapat mempengaruhi sistem kerja syaraf motorik dan pernapasan lobster. Kuschinsky dan Lullman (1973) menyatakan bahwa gangguan keseimbangan ionik dalam otak ikan menyebabkan insang tidak dapat berfungsi secara normal dan proses distribusi oksigen yang terlarut dalam air ke dalam sel-sel darah dan insang tergangggu sehingga kadar oksigen terlarut juga sangat rendah. Dapat dikatakan bahwa pembiusan (anestesi) akan menyebabkan penurunan laju respirasi pada lobster. Hal ini didukung pada penelitian Ikasari et al. (2008), bahwa penurunan laju respirasi dan laju produksi amonia berhubungan dengan aktivitas lobster selama pembiusan. Hasil pengamatan respon aktivitas lobster air tawar terhadap berbagai tingkatan tegangan listrik menunjukkan bahwa tidak semua anggota sampel lobster air tawar yang diujikan memberikan respon yang bersamaan untuk setiap perlakuan yang sama. Hal ini karena daya tahan lobster uji yang berbeda sekalipun jenis, usia, morfologis, habitat, serta cara penanganan sama. Daya 26 tahan tubuh tiap-tiap individu lobster juga dapat dipengaruhi oleh faktor sex, keturunan, dan kefaalan tiap-tiap individu. Berdasarkan hasil pengamatan respon aktivitas lobster air tawar akibat pengaruh tegangan listrik menunjukkan bahwa tegangan 180 sampai 210 volt dapat digunakan untuk pembius/pemingsanan lobster air tawar dalam transportasi sistem kering karena pada tegangan tersebut kondisi lobster dalam taraf pingsan berat. Kondisi tersebut diharapkan lobster akan mengalami waktu pingsan yang cukup lama dalam media kemasan kering yang lembab. Hal ini sesuai dengan penjelasan Mc Farland (1959) bahwa fase pingsan berat (deep sedation) merupakan fase yang sangat dianjurkan untuk pemingsanan biota perairan karena pada fase ini aktivitas biota relatif terhenti. Hal ini ditunjukkan oleh posisi tubuh terbalik dan aktivitas lobster cenderung lemah serta respon terhadap rangsangan luar rendah dan tenang. Pada fase ini konsumsi oksigen dari lobster berada pada kadar dasar (basal rate) agar tetap hidup. 4.3 Kelulusan Hidup Berdasarkan hasil penelitian pendahulan bahwa tegangan 180, 195 dan 210 volt dapat digunakan sebagai pembiusan lobster. Dalam hal ini perlakuan kontrol (0 volt) juga ikut diujikan sebagai perbandingan. Tingkat kelulusan hidup lobster ditentukan setelah lobster dibugarkan dalam media air selama 1 jam. Lobster air tawar yang dipingsankan dengan tegangan 0, 180, 195, dan 210 volt dalam media kemasan serbuk gergaji menghasilkan tingkat kelulusan hidup yang berbeda sebagaimana dicantumkan pada Lampiran 2. Pada Tabel 6 disajikan tingkat kelulusan hidup rata-rata lobster air tawar pada tegangan pemingsanan dan lama penyimpanan berbeda. Tabel 6 Tingkat kelulusan hidup rata-rata lobster air tawar pada tegangan pemingsanan dan lama penyimpanan yang berbeda Voltase (volt) 0 180 195 210 12 jam 100 % 100 % 100 % 100 % SR (Survival rate) lobster air tawar (%) 24 jam 36 jam 48 jam 100 % 100 % 100 % 100 % 80 % 80 % 100 % 100 % 100 % 100 % 100 % 100 % 60 jam 80 % 80 % 90 % 90 % 27 Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tingkat kelulusan hidup rata-rata lobster air tawar pada penyimpanan sampai jam ke-24 dengan tegangan 0, 180, 195, dan 210 volt menghasilkan kelulusan hidup sebesar 100%. Pada lama penyimpanan jam ke-36 dan jam ke-48, perlakuan tegangan kontrol, 195, dan 210 volt menghasilkan kelulusan hidup lobster sebesar 100%, sedangkan tegangan 180 volt menghasilkan kelulusan hidup lobster sebesar 80%. Ketika lama penyimpanan memasuki jam ke-60 jam kelulusan hidup lobster mengalami penurunan yaitu menjadi 90% pada perlakuan tegangan 195 dan 210 volt dan sebesar 80% pada perlakuan kontrol. Pemingsanan lobster air tawar menggunakan tegangan 195 dan 210 volt dalam penyimpanan sistem kering menghasilkan nilai kelulusan hidup yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemingsanan tanpa penyetruman dan tegangan 180 volt. Kelulusan hidup lobster semakin menurun seiring dengan meningkatnya lama penyimpanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penurunan tingkat kelulusan hidup lobster air tawar tersebut disebabkan sebagian lobster yang dibius telah tersadar pada saat penyimpanan sehingga aktivitas maupun metabolismenya meningkat. Aktivitas dan metabolisme lobster yang semakin tinggi menuntut ketersediaan oksigen yang tinggi pula sedangkan ketersediaan oksigen dalam media kemasan sangat terbatas sehingga lobster dapat mengalami kekurangan oksigen yang berakibat pada kematian (Suryaningrum et al. 2005). Selain itu, juga disebabkan oleh suhu media kemasan yang meningkat. Hasil analisis statistik menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa perlakuan tegangan pemingsanan dan lama penyimpanan serta interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p>0,05) terhadap kelulusan hidup lobster air tawar. Kelulusan hidup lobster air tawar pada tegangan pemingsanan ditampilkan pada Gambar 4. 28 100 100a 100a 100a 100a 100a 100a 100a 100a 100a 100a 100a 100a 100a 90a 90a 80a Kelulusan hidup (%) 100a 80a 80a 80a 80 60 40 20 0 12 24 36 48 60 Lama penyimpanan (jam) Gambar 4 Kelulusan hidup lobster air tawar pada tegangan pemingsanan 0 volt, 180 volt, 195 volt, dan 210 volt Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript yang sama (a) menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05) Sebagaimana telah dikemukakan bahwa kelulusan hidup lobster air tawar selama penyimpanan 24 jam sebesar 100% untuk semua perlakuan. Kondisi ini karena perlakuan 180, 195 dan 210 volt lobster masih dalam keadaan insensible (mati rasa) dengan didukung suhu media kemasan yang sesuai (± 12 oC), sehingga lobster tidak dituntut untuk memenuhi kebutuhan respirasi dan aktivitas metabolisme yang berlebih. Pada saat lobster dalam keadaan tanpa air, rongga karapasnya masih mengandung air sehingga lobster masih mampu menyerap oksigen yang terdapat di air yang ada dalam rongga karapas. Selain itu, pada perlakuan kontrol yang tidak dilakukan proses imotilisasi membuktikan bahwa tingginya kemampuan hidup lobster air tawar di luar media air dalam lingkungan yang lembab sehingga memungkinkan lobster dapat bertahan hidup hingga waktu penyimpanan 24 jam. Pada Tabel 7 ditampilkan secara umum kondisi lobster air tawar selama penyimpanan pada berbagai tegangan pemingsanan. 29 Tabel 7 Kondisi lobster air tawar selama penyimpanan pada berbagai tegangan pemingsanan Tegangan (volt) 12 jam Kondisi lobster air tawar selama penyimpanan 24 jam 36 jam 48 jam Kondisi sadar Kondisi sadar (lemah), posisi Kondisi sadar (normal), (lemah), posisi berubah, posisi sedikit berubah, berubah, aktivitas, respon lemah respon ada respon lemah 60 jam 0 Kondisi pingsan, posisi tidak berubah, respon tidak ada 180 Kondisi pingsan, posisi tidak berubah, respon tidak ada Kondisi sadar (lemah), posisi berubah, respon lemah Kondisi sadar (normal), posisi berubah, respon ada Kondisi sadar (normal), posisi berubah, respon tinggi Kondisi sadar (normal), posisi berubah, respon tinggi 195 Kondisi pingsan, posisi tidak berubah, respon tidak ada Kondisi pingsan, posisi tidak berubah, respon tidak ada Kondisi sadar (lemah), posisi berubah, respon lemah Kondisi sadar (normal), posisi berubah, respon ada Kondisi sadar (normal), posisi berubah, respon ada 210 Kondisi pingsan, posisi tidak berubah, respon tidak ada Kondisi sadar (lemah), posisi berubah, respon lemah Kondisi sadar (lemah), posisi berubah, respon lemah Kondisi sadar (normal), posisi berubah, respon ada Kondisi sadar (normal), posisi berubah, respon ada Kondisi sadar (normal), posisi berubah, respon tinggi Kondisi lobster selama penyimpanan berubah seiring dengan lama penyimpanan yang dilakukan. Kondisi lobster dengan pembiusan menggunakan tegangan 195 dan 210 volt menunjukkan lobster dalam kondisi telah sadar, posisi di dalam kemasan berubah, dan respon yang tinggi setelah 60 jam penyimpanan. Selain itu, Kondisi lobster dengan pembiusan menggunakan perlakuan kontrol (0 volt) dan 180 volt menunjukkan lobster dalam kondisi yang telah sadar, posisi di dalam kemasan berubah namun respon lobster tidak tinggi atau ada. Hal ini menandakan bahwa kondisi lobster dengan pembiusan menggunakan tegangan 195 dan 210 volt menunjukkan reaksi yang tidak jauh berbeda dengan perlakuan kontrol (0 volt) dan 180 volt setelah 60 jam penyimpanan. Akan tetapi, pada pembiusan menggunakan tegangan 195 dan 210 volt menghasilkan kelulusan hidup yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kontrol dan 180 volt. Hasil penelitian juga menunjukkan lobster yang sadar ketika berada di dalam kemasan meronta-ronta akibat stres dan dapat menyebabkan kematian selama penyimpanan dengan sistem kering. Wibowo dan Soekarto (1993) menjelaskan bahwa ketika lobster berangsur-angsur pulih kesadarannya, proses 30 metabolismenya semakin meningkat dan kebutuhan oksigen untuk respirasi juga akan meningkat. Jika oksigen yang dibutuhkan sangat sedikit, lobster akan menjadi lemas dan kemudian mati. Tingkat kelulusan hidup lobster pada perlakuan kontrol (0 volt) tidak berbeda nyata (p>0,05) dengan perlakuan lainnya (180, 195 dan 210 volt). Hal ini dapat diartikan bahwa tanpa adanya perlakuan pemingsanan menggunakan arus listrik, lobster dapat disimpan dalam periode waktu yang sama. Berdasarkan penelitian ini dapat dikatakan bahwa penggunaan arus listrik masih belum efektif untuk digunakan sebagai alat pemingsanan lobster air tawar dalam transportasi sistem kering, karena tidak memberikan efek pingsan yang lebih lama dibandingkan dengan tanpa penyetruman. Pengaruh arus listrik sebagai media pemingsanan lobster air tawar hanya dapat digunakan dalam pra-penanganan dalam proses pengemasan. 4.4 Perubahan suhu media pengisi kemasan Kelulusan hidup lobster air tawar selama transportasi sistem kering menggunakan media pengisi kemasan berupa serbuk gergaji dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kelembaban media pengisi kemasan, kondisi lobster sebelum pemingsanan, suhu media pengisi kemasan, dan gangguan fisik dari luar kemasan. Suhu merupakan salah satu faktor utama yang menentukan keberhasilan dalam transportasi lobster air tawar hidup sistem kering. Perubahan suhu media serbuk gergaji selama penyimpanan ditampilkan pada Gambar 5. 24 Suhu (°C) 22 20 18 16 14 12 10 0 12 24 36 48 60 Lama penyimpanan (jam) Gambar 5 Perubahan suhu media serbuk gergaji selama penyimpanan 31 Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu media semakin meningkat sejalan dengan waktu penyimpanan yang dibutuhkan. Pada Gambar 5 tampak bahwa hingga jam ke-60 suhu media serbuk gergaji dalam kemasan sudah mencapai 23,88 oC dari suhu awal 12 oC. Pada penyimpanan jam ke-60 mortalitas lobster dengan perlakuan kontrol sebesar 20%, tegangan 180 volt sebesar 20%, 195 dan 210 volt masing-masing sebesar 10%. Peningkatan suhu ini terjadi karena penetrasi udara luar yang lebih tinggi ke dalam kemasan sehingga dapat meningkatkan suhu media serbuk gergaji (Kumum 2006). Nitibaskara et al. (2006) menambahkan bahwa pola suhu media pengisi kemasan sangat dipengaruhi oleh suhu awal bahan pengisi dan suhu lingkungan. Jika suhu awal bahan pengisi dan suhu lingkungan luar terlalu tinggi, maka kenaikan suhu kemasan akan lebih cepat terjadi. Stabilitas suhu media serbuk gergaji dalam kemasan juga memegang peranan yang sangat penting. Perubahan suhu yang sangat besar dapat mengakibatkan kematian lobster. Suryaningrum et al. (2007) menjelaskan bahwa media yang digunakan untuk transportasi harus bersifat lembab dengan suhu di dalam kemasan dipertahankan berkisar antara 12,9 oC - 25,4 oC. Pada kisaran suhu tersebut metabolisme lobster masih berada pada taraf yang rendah dan transportasi lobster lebih lama serta kelulusan hidupnya tinggi. Arie (2000) menambahkan bahwa derajat metabolisme biota perairan berpengaruh terhadap kebutuhan oksigen dan sebanding dengan kenaikan suhu. Bila suhu lingkungan tinggi, derajat metabolisme lobster juga akan tinggi sedangkan bila suhu lingkungan rendah, derajat metabolisme lobster pun akan rendah. 4.5 Penyusutan Bobot Penimbangan bobot lobster air tawar setelah penyimpanan bertujuan untuk mengetahui penurunan bobot yang terjadi selama penyimpanan. Perhitungan penyusutan bobot dilakukan berdasarkan selisih bobot akhir terhadap bobot awal sebelum penyimpanan. Penyusutan bobot selama penyimpanan ditunjukkan pada Gambar 6. Susut (%) 32 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 12 24 36 48 60 Lama penyimpanan (jam) Gambar 6 Penyusutan bobot lobster air tawar selama penyimpanan pada tegangan pemingsanan 0 volt, 180 volt, 195 volt, dan 210 volt Hasil pengamatan secara umum menunjukkan bahwa semakin lama waktu penyimpanan maka semakin besar penyusutan bobot yang terjadi. Pada gambar 6 terlihat bahwa semua perlakuan tegangan (0, 180, 195, dan 210 volt) mengalami penyusutan bobot pada lobster air tawar seiring dengan lamanya penyimpanan. Penyusutan bobot lobster air tawar yang tertinggi terjadi pada perlakuan kontrol (0 volt) yaitu sebesar 6,19-9,56% sedangkan penyusutan terendah pada perlakuan tegangan 180 volt yaitu antara 1,98-6,35%. Penurunan bobot lobster air tawar pada perlakuan tegangan 195 dan 210 volt tidak berbeda jauh dengan perlakuan kontrol yaitu masing-masing berkisar antara 5,65%-9,13% dan 5,68-9,47%. Hasil analisis statistik menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa perlakuan tegangan pemingsanan dan lama penyimpanan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05) terhadap penyusutan bobot lobster air tawar, akan tetapi tidak terdapat pengaruh interaksi yang berbeda nyata (p>0,05) antara setiap perlakuan tegangan pemingsanan dengan lama penyimpanan (Lampiran 4). Hal ini berarti bahwa bobot lobster untuk semua perlakuan yang diujikan mengalami penurunan seiring bertambahnya waktu penyimpanan. Hasil uji lanjut Duncan untuk perlakuan tegangan pemingsanan ditampilkan pada Gambar 7. 33 Penyusutan bobot (%) 10 8,13±1,43b 8 7,86±2,39b 7,23±1,30b 6 4,71±1,81a 4 2 0 0 180 195 210 Tegangan pemingsanan (volt) Gambar 7 Rata-rata penyusutan bobot lobster dengan perlakuan tegangan pemingsanan selama penyimpanan Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript yang berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) Hasil uji lanjut Duncan untuk perlakuan tegangan pemingsanan menunjukkan bahwa penyusutan bobot lobster pada perlakuan tegangan 180 volt hingga 60 jam penyimpanan sebesar 4,71±1,81%, lebih rendah daripada penyusutan bobot lobster pada perlakuan kontrol, tegangan 195, dan 210 volt yaitu masing-masing sebesar 8,13±1,43%; 7,23±1,30%, dan 7,86±2,39%. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan tegangan 180 volt sebagai tegangan pemingsanan menghasilkan penyusutan bobot yang lebih baik dibandingkan perlakuan kontrol, tegangan 195, dan 210 volt. Besarnya penyusutan bobot yang terjadi pada perlakuan tegangan 195 dan 210 volt dapat disebabkan oleh besarnya tegangan yang diberikan selama pemingsanan berlangsung. Adanya gangguan berupa sengatan listrik selama pemingsanan dapat mengganggu permeabilitas membran sel syaraf. Dalam keadaan tersebut, lobster banyak membutuhkan energi untuk menahan laju sengatan yang diterima. Selain itu, lobster yang mati pada perlakuan tegangan 180 volt laju penyusutan bobotnya relatif terhenti. Besarnya penyusutan bobot yang terjadi pada perlakuan kontrol (0 volt) disebabkan karena tidak adanya proses imotilisasi pada lobster sehingga aktivitas dan proses metabolisme lobster di awal penyimpanan tetap tinggi. Tingginya metabolisme lobster akan menghasilkan kebutuhan energi yang tinggi untuk 34 aktivitas. Selain itu, kondisi lobster yang panik akibat proses aklimatisasi terhadap lingkungan baru memerlukan energi yang lebih banyak (Suryaningrum et al. 2008). Salah satu sumber energi yang digunakan adalah oksigen (Winarno 2003). Menurut Berka (1986), apabila biota perairan berada dalam keadaan panik, maka akan mengonsumsi oksigen mendekati batas maksimum. Selanjutnya, hasil uji lanjut Duncan untuk perlakuan lama penyimpanan ditampilkan pada Gambar 8. 10 8,73±1,72c Penyusutan bobot (%) 7,98±1,40b,c 8 6,48±1,66b 6 6,88±1,73b 4,87±2,47a 4 2 0 12 24 36 48 60 Lama penyimpanan (jam) Gambar 8 Rata-rata penyusutan bobot lobster dengan perlakuan lama penyimpanan Keterangan : Angka-angka pada histogram yang diikuti dengan huruf superscript yang berbeda (a,b,c) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05) Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perlakuan lama penyimpanan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap penyusutan bobot lobster air. Penyusutan bobot lobster dalam media serbuk gergaji pada penyimpanan jam ke-12 berbeda nyata dengan penyimpanan jam ke-24, 36, 48, dan 60. Pada perlakuan lama penyimpanan jam ke-24 dan 36 berbeda nyata dengan perlakuan lama penyimpanan jam ke-60, akan tetapi tidak yang berbeda nyata dengan lama penyimpanan jam ke-48. Penyusutan bobot dengan lama penyimpanan jam ke-12, 24, 36, 48, dan 60 masing-masing sebesar 4,87±2,47%; 6,48±1,66%; 6,88±1,73%; 7,98±1,40%; dan 8,73±1,72%. Selama penyimpanan, lobster mengalami penyusutan bobot. Semakin lama penyimpanan maka semakin besar penurunan bobotnya. Kondisi ini dapat disebabkan saat lobster akan dikemas terlebih dahulu dipuasakan selama 24 jam 35 sehingga mengakibatkan berkurangnya kotoran yang ada pada organ pencernaan lobster. Selain itu, selama waktu penyimpanan lobster tidak diberi pakan sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan bobot. Idealnya dalam pemasaran lobster, penurunan bobot tidak boleh melebihi dari 5% (Suryaningrum et al. 2007). Durasi lama penyimpanan lobster dalam sistem kering hingga 24 jam menghasilkan penurunan bobot >5%. Hal ini berarti bahwa dalam transportasi lobster air tawar sistem kering dapat menimbulkan penurunan bobot lebih dari 5% dengan pengemasan di atas waktu 24 jam. Adanya perubahan suhu yang cukup besar (terlihat pada Gambar 5) mulai dari awal penyimpanan sampai akhir penyimpanan dapat mempengaruhi penyusutan bobot lobster tersebut. Tingginya suhu ini akan menyebabkan lobster sadar dan aktivitasnya tinggi, baik aktivitas fisik maupun metabolisme. Tingginya metabolisme lobster akan menghasilkan kebutuhan energi yang tinggi pula untuk aktivitas sehingga oksigen yang digunakan untuk merombak ATP untuk menghasilkan energi juga sangat tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa tingginya aktivitas selama pengemasan akibat lobster tersadar mengakibatkan penurunan bobotnya.