PENGARUH BIAYA BAHAN BAKU DAN BIAYA TENAGA KERJA LANGSUNG TERHADAP EFESIENSI BIAYA PRODUKSI PADA PERUSAHAAN PT. ANGGREK HITAM DENGAN PERIODE TAHUN 2013-2015 Disusun Oleh: Theresia Detty Natalo Roher NIM. 12000798 TUGAS AKHIR PROGRAM STUDI AKUNTANSI AKADEMI AKUNTANSI PERMATA HARAPAN BATAM 2016 ABSTRAK PENGARUH BIAYA BAHAN BAKU DAN BIAYA TENAGA KERJA LANGSUNG TERHADAP EFESIENSI BIAYA PRODUKSI PT. ANGGREK HITAM BATAM Oleh : Theresia Detty Natalo Roher Dosen Pembimbing : Hermaya Ompusunggu, SE.,MAk Biaya dengan adanya efisiensi dalam bahan baku dan tenaga kerja langsung dapat mempengaruhi biaya produksi menjadi lebih efisiensi pula. Karena besarnya bahan baku dan tenaga kerja langsung berpengaruh secara signifikan terhadap besarnya biaya produksi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung memiliki pengaruh yang signifikan terhadap efisiensi biaya produksi. Populasi dan Sampel dalam penelitian ini adalah biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya produksi yang terjadi dalam PT. Anggrek Hitam Batam pada tahun 2013 sampai tahun 2015 dan pengujian Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model regresi linier berganda. Berdasarkan pengujian diatas Uji Hipotesis dengan perangkat uji-t menunjukkan bahwa Biaya Bahan Baku berpengaruh terhadap Efisiensi Biaya Produksi dengan kata lain H o ditolak dan Ha diterima. Uji Hipotesis dengan perangkat uji-t menunjukkan bahwa Biaya Tenaga Kerja Langsung tidak berpengaruh terhadap Efisiensi Biaya Produksi dengan kata lain H o diterima dan Ha ditolak. Untuk Uji Hipotesis secara simultan dengan perangkat uji-F menyatakan kedua variable biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung secara bersama-sama berpengaruh terhadap efisiensi biaya produksi dengan kata lain Ho ditolak dan Ha diterima. Kata kunci : Biaya Bahan Baku, Biaya Tenaga Kerja Langsung dan Efisiensi Biaya Produksi 1 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejalan dengan semakin pesatnya persaingan usaha dewasa ini serta era globalisasi yang tidak mungkin dapat hindari adalah merupakan suatu tantangan sekaligus keharusan bagi perusahaan untuk selalu meningkatkan produktivitas, persaingan perusahaan yang semakin ketat, kenaikan hargaharga kebutuhan pokok tentunya mempengaruhi harga kebutuhan bahan baku, mesin maupun suku cadang yang digunakan dalam kegiatan operasional perusahaan sehingga sangat mengganggu kondisi keuangan perusahaan. Salah satu hal yang perlu diperhatikan oleh perusahaan dalam menghadapi persaingan adalah dapat menekan biaya yang ada dalam operasi perusahaan. Dalam hal ini perusahaan harus dapat menghasilkan produk yang bermutu sesuai dengan selera dan kebutuhan konsumen tetapi harga jual produk tersebut sesuai dengan harga pasar yang wajar. Usaha yang perlu dilakukan perusahaan untuk dapat memperoleh harga jual yang wajar yaitu dengan mengendalikan biaya produksinya. Pemimpin perusahaan harus mengikuti perkembangan jaman dan perubahan yang tejadi pada segala aspek di lingkungan sehingga mampu mempertahankan kelangsungan hidup. Perusahaan memperoleh laba jika hasil penjualan lebih besar dari biaya yang dikeluarkan. Dengan berkembangnya perusahaan, secara otomatis organisasi perusahaan ikut berkembang. Hal ini akan mengakibatkan masalah yang timbul di dalam perusahaan akan semakin luas dan komplek. Apabila 3 keadaan tersebut didiamkan akan mengakibatkan keterbatasan manajemen dalam mengatur system kerja dan financial perusahaan. Untuk memecahkan masalah tersebut, tentunya pimpinan dalam mengambil kebijakan tidak hanya internal perusahaan, tetapi juga eksternal perusahaan. Pada perusahaan industri, umumnya biaya produksi memegang peranan yang sangat penting, hal ini dikarenakan jumlah biaya produksi relative lebih besar dibanding jumlah biaya-biaya lainnya yaitu biaya administrasi dan biaya pemasaran. Oleh karena itu perlu diadakan perencanaan dan pengendalian biaya produksi agar perusahaan dapat berproduksi secara efektif dan efisien. Ketersediaan bahan baku menjadi bagian yang paling penting di dalam proses produksi dan harus ada pada saat dibutuhkan, selain itu faktor yang paling penting adalah ketersediaan mesin-mesin yang siap dioperasikan untuk mengubah bahan baku menjadi barang jadi yang siap di jual. Dengan adanya bahan baku dengan kualitas baik maka akan memberikan kualitas keluaran yang baik pula. Keberhasilan suatu perusahaan dalam pengolahan bahan baku tersebut tergantung dari upaya perusahaan untuk mencari dan memilih dengan teliti bahan baku yang akan digunakan dalam proses produksi. Dengan kualitas bahan baku yang semakin baik maka akan mengurangi terjadinya kesalahan produksi maupun proses produksi ulang. Untuk mendapatkan bahan baku yang bermutu baik maka dilakukan pengujian atau pengetesan bahan baku, maka dapat diketahui bahan baku yang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh perusahaan dan mana yang tidak sesuai. Bila mutu bahan baku 4 sesuai dengan standar yang ditetapkan maka diharapkan adanya produk yang bermutu baik. Indonesia dengan perairan yang luas, membutuhkan sarana transportasi kapal yang mampu menjangkau pulau-pulau yang jumlahnya mencapai lebih dari 17.508 buah. Sebagai sebuah negara kepulauan, Indonesia memiliki potensi transportasi laut yang sangat besar. Kapal-kapal besar sampai tradisional tidak hanya menjadi moda transportasi, tetapi juga berperan sebagai pemersatu NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Oleh karena itu, pemerintah sangat mendukung industri galangan kapal yang menyokong kebutuhan transportasi laut yang sangat tinggi. Pemerintah mematok pertumbuhan Industri galangan kapal Indonesia bisa tumbuh 15% pada tahun 2012 (I Wayan Yoga, 2012). Data Kementerian Perindustrian menyebutkan, saat ini ada 250 galangan kapal yang sebagian besar adalah galangan kapal dalam skala kecil dan 4 buah galangan kapal milik pemerintah yaitu : PT Dok & Perkapal Kodja Bahari, PT PAL Indonesia, PT Dok dan Perkapalan Surabaya dan PT Industri Kapal Indonesia. Perusahaan galangan dalam negeri yang berjumlah 250 tersebut tersebar di Indonesia, 37% berada di pulau Jawa, 26% di Sumatra, 25% di Kalimantan dan 12% berada di kawasan timur Indonesia, dengan kapasitas pembangunan kapal terpasang sebesar 140.000 GT per tahun. Namun demikian rata-rata produksi kapal per tahun sebesar 85.000 GT sedangkan rata-rata reparasi kapal baru mencapai 65.000 GT per tahun (Aulia, 2008). Sebenarnya potensi pasar galangan kapal dalam negeri sangatlah besar. Hal ini salah satunya 5 dapat dilihat dari tingginya kebutuhan angkutan perdagangan internasional dan antar pulau yang mencapai volume 400 juta ton per tahun. Namun demikian hanya 18,08% yang menggunakan kapal berbendera Indonesia. Hal ini terjadi karena ketidakmampuan perusahaan membeli armada kapal dari galangan pelayaran nasional untuk kapal dalam negeri. (http://fullerena.blogspot.com/2013/04/potensi-industri-galangan-kapal di.html#ixzz2QbEEwiy5). Sebagai gambaran, menginstruksikan Instruksi penerapan asas Presiden Nomor cabotage secara 5 Tahun konsekuen 2005 untuk mengoptimalkan pemberdayaan industri pelayaran nasional. Sektor perindustrian diinstruksikan mendorong tumbuh berkembangnya industri perkapalan, termasuk industri perkapalan rakyat, baik usaha besar, menengah, kecil, maupun koperasi. Pembangunan, pemeliharaan, dan reparasi kapal yang biaya pengadaannya dibebankan kepada APBN/APBD wajib dilaksanakan pada industri perkapalan nasional, dengan tetap memperhatikan ketentuan peraturan perundangan mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah. Data Kementerian Perhubungan tahun 2010 menyebutkan, terdapat 9.835 unit kapal barang di Indonesia dengan daya angkut mencapai 12,3 juta ton bobot mati. Kondisi terkini, terdapat tidak kurang dari 10.500 kapal barang dan angkutan manusia yang beredar di laut Indonesia. Jumlah itu belum termasuk kapal yang dimiliki oleh para nelayan. Kapal yang berjumlah 10.500 unit tersebut nantinya harus melakukan doking tiap 18-20 bulan sekali untuk pemeliharaan dan perbaikan, sehingga hal tersebut menjadikan peluang pasar 6 tetap untuk pemeliharaan dan perbaikan (Transmedia, 2012). Dengan demikian, Indonesia mendapat nilai lebih ekonominya. Selain memberikan manfaat dari proses docking tersebut, akan ada peningkatan pada beban dasar untuk menggerakan industri komponen kapal di Indonesia. Ini akan meningkatkan beban dasar demi untuk menggerakan industri komponen kapal di Indonesia. (http://fullerena.blogspot.com/2013/04/potensi-industri-galangan-kapaldi.html#ixzz2QbKatEN6) Menurut Mulyadi (2007: 14), biaya produksi dibagi menjadi: (1) Biaya bahan langsung, (2) Tenaga kerja langsung, (3) Biaya overhead pabrik. Elemen yang paling penting agar perusahaan dapat merencanakan dan mengendalikan biaya produksi adalah bahan baku, sehingga sesuai dengan tujuan diadakan perencanaan dan pengendalian serta perusahaan dapat menyelenggarakan persediaan bahan baku yang tepat. Jumlah biaya bahan baku dengan biaya tenaga kerja langsung merupakan biaya utama (prime cost) yaitu biaya yang secara langsung berpengaruh terhadap jumlah produk. Sedangkan jumlah biaya tenaga kerja tidak langsung dengan biaya overhead pabrik disebut biaya konversi yaitu biaya yang dibutuhkan untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi. Kemampuan dalam mengendalikan operasi dipakai perusahaan secara efektif dan efisien dijadikan terutama sebagai yang evaluasi menyangkut dengan peningkatan laba yang manajemen perusahaan pengambilan keputusan oleh pimpinan. Berdasarkan dan sebagai dasar hasil penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Zamzami (2012) bahwa kualitas produk mempunyai pengaruh lebih dominan terhadap efisiensi biaya produksi dibanding dengan 7 kualitas bahan baku dikarenakan hasil produk tersebut menjadi patokan sebagai perbaikan yang terus menerus untuk menjadi acuan lebih baik. Tenaga kerja merupakan penduduk yang berada dalam usia kerja yang dianggap dapat bekerja dan sanggup bekerja. Tenaga kerja merupakan salah satu factor dominan dalam suatu perusahaan. Pemanfaatan jam tenaga kerja langsung harus diperhatikan dan diupayakan untuk menciptakan kondisi kerja yang efektif dan efisien, terutama jika dihubungkan dengan tenaga kerja langsung terlibat dalam proses produksi (Maudyana, 2007: 2). Dengan adanya efisiensi dalam bahan baku dan tenaga kerja langsung dapat mempengaruhi biaya produksi menjadi lebih efisiensi pula. Karena besarnya bahan baku dan tenaga kerja langsung berpengaruh secaras signifikan terhadap besarnya biaya produksi. PT. Anggrek Hitam bergerak dibidang manufaktur yang berproduksi berdasarkan kontrak/pesanan (job order) untuk memproduksi kapal tangker, kapal Self Propelled Urea Barge (pengangkut pupuk), kapal Self Propelled Barges (kapal kargo), Anchor Handling Tug Supply Vessel (kapal untuk kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi) atau reparasi kapal. Sehubungan dengan penelitian pada PT. Anggrek Hitam sebagai tujuan objek penelitian, dimana kendala yang dialami perusahaan ini pada efisiensi biaya produksi yang terkait dengan biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung dengan kata lain bahwa penetapan anggaran biaya produksi dan realisasinya, di perusahaan ini menjadi dasar penetapan anggaran biaya produksi masih perlu ditinjau kembali sesuai dengan jenis – jenis biaya yang 8 akan dikeluarkan agar pengalokasiannya tidak melebihi anggaran yang telah ditetapkan. Dari uraian di atas penulis tertarik mengadakan penelitian dengan judul “Pengaruh biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung terhadap efesiensi biaya produksi pada perusahaan PT. Anggrek Hitam dengan periode tahun 2013-2015” dengan memilih perusahaan PT. Anggrek Hitam Batam sebagai tempat penelitian penulis. 1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang yang telah penulis uraikan di atas maka yang menjadi rumusan masalah yang diangkat oleh penulis adalah sebagai berikut : 1. Apakah biaya bahan baku berpengaruh signifikan terhadap efesiensi biaya produksi? 2. Apakah biaya tenaga kerja langsung berpengaruh signifikan terhadap efesiensi biaya produksi? 3. Apakah biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung secara bersamasama berpengaruh signifikan terhadap efesiensi biaya produksi pada perusahaan PT. Anggrek Hitam? 1.3 Batasan Masalah Agar penelitian ini tidak terlalu luas dan lebih terarah maka perlu adanya batasan penelitian tentang biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung terhadap biaya produksi pada PT. Anggrek Hitam yang beralamat di Jalan Raya Pelabuhan Kabil, Batam yang laporan keuangannya diambil untuk periode tahun 2013-2015. 9 Disamping faktor di atas ada beberapa faktor lainnya yang mempengaruhi biaya produksi tetapi tidak diteliti yaitu : 1. Biaya overhead pabrik 2. Anggaran penjualan 3. Modal kerja 4. Kapasitas pabrik termasuk peralatan yang digunakan 5. Transportasi dan pengangkutan 1.4 Tujuan penelitian Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui apakah biaya bahan baku berpengaruh signifikan terhadap efesiensi biaya produksi pada perusahaan PT. Anggrek Hitam. 2. Untuk mengetahui apakah biaya tenaga kerja langsung berpengaruh signifikan terhadap efesiensi biaya produksi pada perusahaan PT. Anggrek Hitam. 3. Untuk mengetahui apakah biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap efesiensi biaya produksi pada perusahaan PT. Anggrek Hitam. 1.5 Manfaat penelitian 1.5.1 Manfaat teoritis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan keilmuwan di bidang akuntansi dan bermanfaat bagi perusahaan untuk dijadikan sebagai masukan dan bahan pertimbangan dalam mengetahui dampak pengaruh biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja terhadap efesiensi biaya produksi. 10 1.5.2 Manfaat praktis a. Bagi peneliti : Penelitian ini diharapkan untuk mengetahui sejauh mana teori-teori yang didapat selama perkuliahan dan bermanfaat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai masalah yang terjadi dalam suatu perusahaan. b. Bagi perusahaan: Sebagai dasar pertimbangan, referensi, dan masukan bagi pihak manajemen perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya. c. Bagi akademik: Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan diharapkan menjadi sumber informasi yang dapat memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan serta menambah koleksi kepustakaan dan agar dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi penelitian berikutnya. d. Bagi pihak lainnya: Sebagai bahan masukan dan sumber informasi dalam melakukan penelitian selanjutnya sehingga hasilnya dapat lebih baik dari penelitian terdahulu. BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian biaya bahan baku Pengertian bahan baku langsung adalah bahan yang menjadi bagian yang diperlukan untuk melengkapi produk jadi suatu perusahaan dan dapat ditelusur dengan mudah ke produk jadi tersebut. Jadi bahan baku ini merupakan elemen biaya produksi langsung. Rudiyanto (2006: 17) mendefinisikan biaya bahan baku sebagai berikut : “biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan baku yang telah digunakan untuk menghasilkan suatu produk jadi tertentu dalam volume tertentu” sementara itu, William K.Carter yang diterjemahkan oleh Krista S.E.Ak, (2009: 40) mendefinisikan biaya bahan baku langsung sebagai berikut : “ semua biaya bahan baku yang membentuk bagian integral dari produk jadi dan dimasukan secara eksplisit dalam perhitungan biaya produk” Sedangkan menurut Sunarto (2010: 5) biaya bahan baku adalah harga pokok bahan yang dipakai dalam produksi untuk membuat barang. Biaya bahan baku merupakan bagian dari harga pokok barang jadi yang akan dibuat. Menurut Hanggana (2006: 11) pengertian bahan baku adalah sesuatu yang digunakan untuk membuat barang jadi, bahan pasti menempel menjadi satu dengan barang jadi. Dalam sebuah perusahaan bahan baku dan bahan penolong 10 11 memiliki arti yang sangat penting, karena menjadi modal terjadinya proses produksi sampai hasil produksi. Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa biaya adalah suatu pengorbanan atau penyerahan sumber-sumber daya atau ekonomi yang diukur dalam satuan uang yang telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu di masa mendatang. Menurut prinsip akuntansi yang lazim semua biaya yang terjadi untuk memperoleh bahan baku dan untuk menempatkannya dalam keadaan siap untuk diolah, merupakan elemen harga pokok bahan baku yang dibeli. Contoh bahan langsung yang dipakai antara lain: pelat baja (steel plate) yang dipakai untuk membuat sebuah kapal. 2.1.1.1 Perolehan dan Penggunaan Bahan Baku Proses produksi dan kebutuhan bahan baku bervariasi sesuai dengan ukuran dan jenis industri dari perusahaan, pembelian dan penggunaan bahan baku biasanya meliputi langkah-langkah : 1. Untuk setiap produk atau variasi produk, insinyur menentukan rute (routing) untuk setiap produk, yang merupakan urutan operasi yang dilakukan, dan sekaligus menetapkan daftar bahan baku yang diperlukan, yang merupakan daftar kebutuhan bahan baku untuk setiap langkah dalam urutan operasi tersebut. 2. Anggaran produksi (production budge) menyedikan rencana utama, darimana rincian mengenai bahan baku dikembangkan. 12 3. Bukti permintaan pembelian atau (purchase requisition) menginformasikan agen pembelian mengenai jumlah dan jenis bahan baku yang dibutuhkan. 4. Pesanan pembelian (purchase order) merupakan kontrak atas jumlah yang harus dikirimkan. 5. Laporan penerimaan (receiving report) mengesahkan jumlah yang diterima, dan mungkin juga melaporkan hasil pemeriksaan dan pengujian mutu. 6. Bukti permintaan bahan baku (material requisition) memberikan wewenang bagi gudang untuk mengirimkan jenis dan jumlah tertentu dari bahan baku ke department tertentu pada waktu tertentu. 7. Kartu catatan bahan baku (material record card) mencatat setiap penerimaan dan pengeluaran dari setiap jenis bahan baku dan berguna sebagai catatan persediaan perpetual. 2.1.1.2 Perencanaan dan Pengendalian Bahan Baku Tujuan dasar dari pengendalian persediaan bahan baku adalah kemampuan untuk mengirimkan pesanan pada saat yang tepat pada pemasok terbaik untuk memperoleh kuatitas yang tepat pada harga dan kualitas yang tepat. Pada umumnya persediaan bahan baku akan digunakan untuk menunjang pelaksanaan proses produksi yang bersangkutan tersebut. Dengan demikian maka besarnya persediaan bahan baku akan disesuaikan dengan kebutuhan bahan baku untuk pelaksanaan proses produksi. Jadi untuk menentukan berapa banyak bahan baku yang akan dibeli oleh suatu 13 perusahaan pada suatu periode akan tergantung pada berapa besarnya kebutuhan perusahaan tersebut akan bahan baku untuk keperluan proses produksi. Menurut Rangkuti (2007: 14) ada 5 macam teknik yang biasa digunakan perusahaan untuk menghitung pengendalian persediaan, yaitu dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Metode Analisis ABC Metode ini sangat berguna dalam memfokuskan perhatian manajemen terhadap penentuan jenis barang yang paling penting dalam sistem inventori yang bersifat multisistem. 2. Metode Pengendalian/ Pengawasan Persediaan (EOQ) Pengendalian persediaan merupakan salah satu fungsi manajemen yang dapat dipecahkan dengan menerapkan metode kuantitatif. Konsep ini dapat diterapkan baik untuk industri skala kecil maupun industri skala besar. 3. Pengendalian Persediaan dalam Kondisi Tidak Tentu dan Ada Pemesanan Kembali Model ini dapat sesuai apabila permintaan diketahui berasal dari sejumlah besar sumber yang independen. Secara spesifik, hal ini sering terjadi dalam persediaan berupa barang – barang yang telah jadi (finished goods), tetapi jarang ditemukan pada bahan mentah atau bahan setengah jadi yang memerlukan proses pengolahan lebih lanjut. 4. Pengendalian Persediaan dalam kondisi tidak tentu dan tidak ada pemesanan kembali 14 Bagian ini akan membahas pemecahan masalah persedian yang kondisinya tidak memungkinkan untuk pemesanan kembali. Produk tersebut secara ekonomi tidak dapat disimpan dalam waktu yang relatif lama. 5. Sistem Persediaan Just In Time Sistem Just In Time mengacu kepada kartu yang mengizinkan satu departemen dari satu organisasi untuk menghasilkan jumlah minimum dari suatu jenis barang dalam menjawab reaksi dari persyaratan departemen lain. Idenya adalah dengan menggunakan relatif sangat kecil order (atau produksi), dengan relatif Low Order Points, sehingga pemenuhan persediaan dapat datang just in time. Adapun metode pengendalian bahan baku, metode siklus pesanan dan metode minimum-maksimum dibahas berikut ini: 1. Metode siklus pesanan (order cyling method) atau metode tinjauan siklus (cycle review method) Memeriksa secara periodik status jumlah bahan baku yang tersedia untuk setiap item atau kelas perusahaan yang berbeda menggunakan periode waktu yang berbeda (misalnya 30, 60 atau 90 hari) antar tinjauan dan dapat menggunakan siklus yang berbeda untuk jenis bahan baku yang berbeda. 2. Metode minimum – maksimum ( min – max method) Didasarkan pada pernyantaan bahwa jumlah dari sebagian besar item persediaan berada pada kisaran batas tertentu. Jumlah maksimum untuk setiap item ditetapkan. Tingkat minimum sudah 15 memasukkan margin pengaman yang diperlukan untuk mencegah terjadinya kehabisan persediaan selama sikluspemesanan kembali. Tingkat minimum menentukan titik pemesanan kembali, dan jumlah pesanan sama dengan selisih antara tingkat maksimum dengan tingkat minimum. Metode ini dapat didasarkan pada observasi fisik, atau dapat dimasukan kedalam sistem akuntansi. 3. Metode dua tempat Dalam metode ini, setiap item persediaan disimpan dalam 2 tempat, tumpukan atau kumpulan. Tempat pertama berisi persediaan yang mencukupi untuk penggunaan yang terjadi selama periode antara penerimaan suatu pesanan dengan penempatan pesanan berikutnya. Tempat yang kedua berisi jumlah normal yang digunakan dari tanggal pemesanan sampai dengan tanggal pengiriman plus persediaan pengaman. Apabila persediaan di tempat yang pertama kosong dan persediaan di tempat kedua mulai digunakan, maka bukti permintaan pembelian untuk pemasokan baru di buat. 4. Pengendalian selektif Dalam pengendalian selektif, yang juga disebut dengan rencana ABC, signifikansi biaya dari setiap item dievaluasi. Item diklasifikasikan ke dalam tiga kategori. Item yang nilainya tinggi dan merupakan item penting, disebut item A, berada dalam tingkat pengendaliaan yang paling ketat. Item yang nilainya menengah, disebut item B, berada dalam tingkat pengendalian yang moderat. 16 Item yang bukan merupakan item yang penting dikendalikan menggunakan pengendaliaan fisik yang sederhana, seperti metode dua tempat. 2.1.1.3 Metode Perhitungan Biaya Bahan Baku Karena dalam satu periode akuntansi seringkali terjadi fluktuasi harga, maka harga beli bahan baku juga berbeda dari pembelian yang satu dengan pembelian yang lain. Oleh karena itu persediaan bahan baku yang ada digudang mempunyai harga pokok persatuan yang berbeda-beda, meskipun jenisnya sama. Hal ini menimbulkan masalah dalam penentuan harga pokok bahan baku yang dipakai dalam produksi. Untuk mengatasi masalah ini diperlukan berbagai macam metode harga pokok bahan baku yang dipakai dalam produksi (materials costing method), diantaranya adalah: 1. Metode identifikasi khusus Dalam metode ini, setiap jenis bahan baku yang ada di gudang harus diberi tanda pada harga pokok per satuan berapa bahan baku tersebut dibeli. Setiap pembelian bahan baku yang harga per satuannya berbeda dengan harga per satuan bahan baku yang sudah ada di gudang harus dipisahkan penyimpanannya dan diberi tanda pada harga berapa bahan tersebut dibeli. Dalam metode ini, tiap-tiap jenis bahan baku yang ada di gudang jelas identitas harga pokoknya, sehingga setiap pemakaian bahan baku dapat diketahui harga pokok per satuannya secara tepat. 17 Kesulitan yang timbul dari pemakaian metode ini adalah terletak dalam penyimpanan bahan baku di gudang. Meskipun jenis bahan bakunya sama, namun jikaharga pokok per satuannya berbeda, bahan baku tersebut harus disimpan secara terpisah, agar mudah identifikasi pada saat pemakaiannya nanti. Metode ini merupakan metode yang paling teliti dalam penentuan harga pokok bahan baku yang dipakai dalam produksi, namun sering kali tidak praktis. Metode ini sangat efektif dipakai apabila bahan baku yang yang dibeli bukan merupakan barang standard dan dibeli untuk memenuhi pesanan tertentu. Perusahaan yang memakai metode harga pokok pesanan seringkali memakai metode identifikasi khusus untuk bahan baku yang tidak disediakan dalam persediaan gudang (yang hanya secara incidental dibeli untuk memenuhi spesifikasi pemesan) dan memakai metode penentuan harga pokok yang lain untuk bahan baku yang biasa dipakai dalam produksi. 2. Metode masuk pertama keluar pertama (FIFO) Metode masuk pertama, keluar pertama menentukan biaya bahan baku dengan anggapan bahwa harga pokok per satuan bahan baku yang pertama masuk dalam gudang dipergunakan untuk menentukan harga bahan baku yang pertama kali dipakai. Perlu ditekanakan disini bahwa untuk menentukan biaya bahan baku, anggapan aliran biaya tidak harus sesuai dengan aliran fisik bahan baku dalam produksi. 18 3. Metode masuk terakhir keluar pertama (LIFO) Metode masuk terakhir , keluar pertama menentukan harga pokok bahan baku yang dipakai dalam produksi dengan anggapan bahwa harga pokok per satuan bahan baku yang terakhir masuk dalam persediaan gudang, dipakai untuk menentukan harga pokok bahan baku yang pertama kali dipakai dalam produksi. 4. Metode rata-rata bergerak (Moving Average method) Dalam metode ini, persediaan bahan baku yang ada di gudang dihitung harga pokok rata-ratanya, dengan cara membagi total harga pokok dengan jumlah satuannya. Setiap kali terjadi pembelian yang harga pokok per satuannya berbeda dengan harga pokok rata-rata persediaan yang ada di gudang, harus dilakukan perhitungan harga pokok rata-rata per satuan yang baru. Bahan baku yang dipakai dalam proses produksi dihitung harga pokoknya dengan mengalikan jumlah satuan bahn baku yang dipakai dengan harga pokok rata-rata per satuan bahan baku yang ada di gudang. Metode ini disebut juga dengan metode rata-rata tertimbang, karena dalam menghitung rata-rata harga pokok persediaan bahan baku, metode ini menggunakan kuantitas bahan baku sebagai angka penimbangnya. 5. Metode biaya standart Dalam metode ini, bahan baku yang dibeli dicatat dalam kartu persediaan sebagai harga standar yaitu harga taksiran yang mencerminkan harga yang diharapkan akan terjadi di masa yang akan datang. Harga standar merupakan harga yang diperkirakan untuk tahun anggaran tertentu. Pada 19 saat dipakai, bahan baku dibebankan kepada produk pada harga standar tersebut. Jurnal yang dibuat pada saat pembelian bahan baku adalah sebagai berikut: Persediaan bahan baku xx Selisih harga xx Untuk mencatat bahan baku yang dibeli sebesar harga standar Selisih harga xx Utang dagang xx Untuk mencatat harga sesungguhnya bahan baku yang dibeli. Selisih harga standar dengan harga sesungguhnya tampak dalam rekening selisih harga setiap akhir bulan saldo rekening selisih harga dibiarkan tetap terbuka, dan disajikan dalam laporan keuangan bulanan. Hal ini dilakukan karena saldo rekening selisih harga setiap akhir bulan mungkin saling mengkompensasi, sehingga hanya pada akhir tahun saja saldo rekening selisih harga perlu ditutup ke rekening lain. 6. Metode rata-rata harga pokok bahan baku pada akhir bulan. 2.1.2 Pengertian Biaya Tenaga Kerja Biaya tenaga kerja merupakan salah satu dari unsur-unsur biaya produksi. Biaya tenaga kerja dapat dipahami dan di jelaskan sebagai berikut : Rudiyanto (2006: 17) mendefinisikan biaya tenaga kerja langsung sebagai berikut: “biaya yang dikeluarkan untuk membayar pekerja yang terlibat secara langsung dalam proses produksi”. Sementara itu, William K.Carter yang diterjemahkan oleh Krista (2009: 40) memberikan definisi biaya tenaga kerja 20 langsung sebagai berikut: “ biaya tenaga kerja yang melakukan konversi bahan baku langsung menjadi produk jadi dan dapat dibebankan secara layak ke produk tertentu” Setiap perusahaan dalam melaksanakan proses produksi tidak dapat hanya mengandalkan pemanfaatan fasilitas dengan teknologi modern, karena sistem produksi membutuhkan jasa tenaga kerja untuk memperlancar proses produksi yang akan bermanfaat bagi masyarakat. Tenaga kerja merupakan salah satu faktor yang terpenting dalam proses produksi untuk menghasilkan barang maupun jasa disamping faktor produksi modal, teknologi dan sumberdaya alam. Ruch, Fearon dan Witers mengatakan “Production/operation cannot fuction without people. The human resources fuction is to recruitment train workers to fill production process according to the job design and skill assessment performed by work-study analyts”. Tenaga kerja dibutuhkan untuk melakukan transformasi dari bahan mentah menjadi barang jadi yang dikehendaki oleh perusahaan. Tenaga kerja adalah orang yang melaksanakan dan menggerakkan segala kegiatan, menggunakan peralatan dengan teknologi dalam menghasilkan barang dan jasa yang bernilai ekonomi untuk memenuhi kebutuhan manusia. Skala usaha akan mempengaruhi besar kecilnya tenaga kerja yang dibutuhkan. Biasanya perusahaan kecil akan membutuhkan jumlah tenaga kerja yang sedikit, dan sebaliknya perusahaan besar lebih banyak membutuhkan tenaga kerja. Dalam analisis ketenagakerjaan sering dikaitkan dengan tahapan pekerjaan dalam perusahaan, hal seperti ini sangat penting untuk melihat alokasi sebaran 21 penggunaan tenaga kerja selama proses produksi sehingga kelebihan tenaga kerjapada kegiatan tertentu dapat dihindari. Penggunaan tenaga kerja sebagai variabel dalam proses produksi lebih ditentukan oleh pasar tenaga kerja, dalam hal ini dipengaruhi oleh upah tenaga kerja serta harga outputnya (Nopirin 2011: 133). Menurut Gitosudarmo (2008: 30), tenaga kerja adalah usaha-usaha manusia diarahkan pada penciptaan barang dan jasa. Tenaga kerja dalam tugasnya termotivasi dan akan berproduksi lebih giat lagi bila diberi imbalan atau diberi upah yang memadai. Selain itu perusahaan perlu memperhatikan kepuasan tenaga kerja dengan memberikan penghargaan, tunjangan sehingga mereka terpacu untuk meningkatkan produktivitas. 2.1.2.1 Jenis Tenaga Kerja Untuk kepentingan penyusunan anggaran dan perhitungan biaya maka biasanya tenaga kerja dapat dibagi menjadi : 1. Tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang secara langsung terlibat dalam proses produksi dan biayanya dikaitkan pada biaya produksi atau pada barang yang dihasilkan. Menurut Mulyadi (2012: 7) biaya tenaga kerja langsung adalah gaji/upah tenaga kerja yang dipekerjakan untuk memperoses bahan menjadi barang jadi. 2. Sedangkan menurut Mulyadi (2012: 7) tenaga kerja tak langsung adalah tenaga kerja yang tidak terlibat langsung pada proses produksi dan biayanya dikaitkan pada overhead pabrik. 22 2.1.2.2 Pengelolaan Tenaga Kerja dalam Operasi Salah satu tujuan pengelolaan tenaga kerja adalah untuk meningkatkan produksi. Tujuan-tujuan dalam operasi lainnya mencakup biaya, kualitas, keandalan dan fleksibilitas. Tujuan manajemen tenaga kerja adalah untuk mengoptimalkan pelaksanaan kerja karena adanya berbagai batasan yang melingkupi operasi organisasi. Faktor yang harus diperhatikan adalah kesejahteraan karyawan, faktor ini menyangkut tingkat upah yang diperoleh sebagai sumber penghasilan, sedangkan untuk memelihara tenaga kerja yang dimiliki dapat dilakukan dengan memotivasi pekerja dengan pemberian insentif dan pemberian jaminan sosial. Menurut Schroeder (2008) mengelola manusia atau tenaga kerja adalah suatu hal yang sangat penting dalam operasi, karena tidak ada sesuatu yang dapat diselesaikan tanpa manusia yang mengerjakan. Mengelola tenaga kerja yang baik dan efisien adalah kunci keberhasilan dari bagian operasi. 2.1.3 Pengertian Biaya Produksi Sebelum membahas mengenai biaya produksi dan bagaimana cara pengambilan keputusan dalam menerima atau menolak suatu pesanan khusus ada baiknya dibahas terlebih dahulu pengertian biaya produksi, sebab istilah “biaya produksi” acap kali digunakan pada analisis perhitungan biaya produksi. Berikut ini adalah definisi yang dikutip dari beberapa sumber : 23 Menurut Mulyadi (2012: 13) biaya produksi merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi yang siap untuk dijual. Menurut Hansen dan Mowen (2009: 47) biaya produksi adalah biaya yang berkaitan dengan pembuatan barang dan penyediaan jasa. Sedangkan menurut Sutrisno (2009) biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan untuk mengolah bahan baku menjadi produk selesai. Biaya ini dikeluarkan oleh departemen produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik. Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa biaya produksi adalah suatu pengorbanan atau penyerahan sumber-sumber daya atau ekonomi yang diukur dalam satuan uang yang telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu di masa mendatang. Bahan langsung dapat digolongkan ke dalam kelompok biaya utama (prime cost). Upah pekerja langsung dan overhead pabrik dapat digabungkan ke dalam biaya konversi (conversion cost) yang mencerminkan biaya pengubahan bahan langsung menjadi barang jadi. 2.1.3.1 Klasifikasi Biaya Produksi Klasifikasi biaya produksi adalah proses pengelompokan secara sistematis atas keseluruhan elemen yang ada ke dalam golongan-golongan tertentu yang lebih ringkas untuk dapat memberi informasi yang lebih penting. Adapun klasifikasi atau penggolongan biaya produksi adalah sebagai berikut : 24 1. Penggolongan Biaya Menurut Obyek Pengeluaran Penggolongan biaya yang paling sederhana adalah penggolongan atas dasar obyek pengeluaran, yaitu berupa penjelasan mengenai obyek suatu pengeluaran. Dalam perusahaan manufaktur dapat dibagi menjadi tiga golongan biaya, yaitu biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik. 2. Penggolongan Biaya Menurut Fungsi Pokok Dalam Perusahaan Biaya dapat digolongkan berdasarkan fungsi-fungsi dimana biaya tersebut terjadi. Pada perusahaan manufaktur terdapat beberapa fungsi, yaitu fungsi produksi, fungsi pemasaran, fungsi administrasi dan umum, sehingga biaya-biaya yang terjadi bila dikaitkan dengan fungsi pokok perusahaan manufaktur tersebut dapat digolongkan menjadi : a. Biaya Produksi Biaya produksi yaitu biaya-biaya yang terjadi untuk pengolahan bahan baku menjadi produk jadi. Biaya produksi ini terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik. b. Biaya Administrasi Dan Umum Biaya administrasi dan umum yaitu biaya-biaya yang terjadi berkaitan dengan penyusunan kebijaksanaan dan pengarahan perusahaan secara keseluruhan atau biaya-biaya yang terjadi untuk mengkoordinasi kegiatan produksi dan pemasaran produk. 25 c. Biaya pemasaran Yaitu biaya-biaya yang terjadi untuk melaksanakan pemasaran produk. Biaya ini berhubungan dengan usaha untuk memperoleh pesanan. Untuk memperoleh pesanan, perusahaan mengeluarkan biaya, seperti biaya iklan, biaya promosi dan biaya gaji karyawan yang melaksanakan kegiatan pemasaran. Sedangkan untuk memenuhi pesanan, perusahaan mengeluarkan biaya angkutan dari gudang perusahaan ke gudang pembeli. 3. Penggolongan Biaya Menurut Hubungan Biaya Dengan Sesuatu Yang Dibiayai Biaya dapat dihubungkan dengan sesuatu yang dibiayai maka biayabiaya dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu : a. Biaya langsung adalah biaya yang terjadi dan penyebab satusatunya adalah sesuatu yang dibiayai. b. Biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadi tidak hanya disebabkan oleh sesuatu yang dibiayai. Perbedaan biaya langsung maupun tidak langsung dikaitkan dengan produk sangat diperlukan bila perusahaan menghasilkan lebih dari satu macam produk dan manajemen menghendaki penentuan harga pokok per jenis produk tersebut. Dalam hubungannya dengan produk, biaya produksi dibagi menjadi tiga unsur, yaitu bahan langsung, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik (biaya produksi tidak langsung). 26 1) Penggolongan biaya menurut perilaku dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan Di dalam pengendalian biaya dan pengambilan keputusan, biaya ini digolongkan sebagai : a. Biaya tetap, yaitu biaya yang jumlah totalnya tetap tidak terpengaruh adanya perubahan volume kegiatan dalam batas-batas tertentu. b. Biaya variabel, yaitu biaya yang jumlah totalnya berubah-ubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan. c. Biaya semivariabel, yaitu biaya yang jumlah totalnya berubah tidak sesuai dengan perubahan volume kegiatan. 2) Penggolongan Biaya Atas Dasar Jangka Waktu Manfaatnya Atas dasar jangka waktu manfaatnya, biaya dapat dibagi menjadi dua, yaitu pengeluaran modal dan pengeluaran pendapatan. Pengeluaran modal merupakan biaya yang mempunyai manfaat lebih dari satu periode akuntansi (biasanya periode akuntansi adalah satu tahun kalender). Sedangkan pengeluaran pendapatan merupakan biaya yang hanya mempunyai manfaat dalam periode akuntansi terjadinya pengeluaran tersebut. 2.1.3.2 Tujuan Penentuan Biaya Produksi Tujuan dalam penentuan biaya produksi yaitu: a. Untuk menetapkan jumlah biaya produksi secara tepat. Bukti-bukti transaksi untuk mendukung adanya pengeluaran biaya dikumpulkan dan digunakan sebagai dasar pencatatan atas terjadinya 27 biaya. Jumlah yang berhubungan dengan biaya produksi dikumpulkan dan dicatat tersendiri sebagai dasar penentuan biaya produksi. Pengumpulan bukti, pencatatan dan penentuan atas terjadinya biaya produksi yang tepat akan menghasilkan penetapan biaya produksi yang tepat pula. b. Membantu manajemen mengadakan pengendalian biaya yang tepat. Adanya pengumpulan bukti transaksi, pencatatan dan penentuan biaya produksi yang tepat dapat membantu manajemen mengadakan pengawasan atas pengeluaran biaya tersebut. Pengawasan tersebut dengan membandingkan antara biaya yang sesungguhnya dan biaya yang ditentukan di muka atau standar yang kemudian dapat diambil kebijaksanaan tindakan apabila timbul penyimpangan dari standarnya. c. Membantu manajemen dalam pengambilan keputusan jangka pendek Perhitungan biaya produksi pada perusahaan yang semakin kompleks, menjadi alat yang tidak dapat ditinggalkan oleh manajemen. Harga pokok dinilai sebagai suatu ukuran efisiensi dari kegiatan produksi perusahaan. Tujuan penetapan biaya produksi yang lain bagi perusahaan yaitu untuk membantu pengambilan keputusan baik dalam hal pembelian bahan baku, pembelian mesin dan alat perlengkapan baru perusahaan, serta menentukan harga jual dan untuk menentukan dasardasar keuntungan yang dicapai perusahaan. 2.1.3.3 Unsur-unsur Biaya Produksi Biaya produksi adalah biaya untuk membuat barang. Nilai barang 28 yang dibuat akan mengandung biaya yang membentuk barang tersebut. Biaya tersebut adalah bahan baku langsung, tenaga kerja langsung dan overhead pabrik. Ketiga biaya ini merupakan unsur–unsur produksi. Menurut Mulyadi (2009: 8) unsur biaya dalam harga pokok produksi diklasifikasikan atas 3 ( tiga ) biaya, yaitu : 1. Biaya bahan baku ( Direct Material Cost) / Biaya bahan langsung a. Bahan baku langsung ( Direct Material ) b. Bahan penolong ( Indirect Material ) 2. Biaya tenaga kerja ( labour Cost ) / Biaya tenaga kerja langsung 3. Biaya overhead pabrik ( Factory Overhead Cost ) 2.2 Penelitian Terdahulu Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu No Nama Peneliti Judul Penelitian Variabel Kesimpulan (tahun) 1 Efi Analisis Pengaruh X1: Modal Herawati(2008) Faktor Modal, Baku, Koefisien determinasi Produksi X2: Bahan (R2) Bahan Baku menunjukan bahwa variabel bebas Tenaga X3: Tenaga yang diteliti mampu Kerja dan Mesin Kerja dan menjelaskan 97% terhadap Produksi Mesin terhadap Glycerine Glycerine dan sisanya pada Y: Produksi PT. Flora Sawita sebesar produksi 3% 29 Chemindo Medan dijelaskan oleh variabel bebas lainnya yang tidak diteliti. 2 Daniel Friantan Pengaruh Biaya X1 : Biaya Objek penelitian ini Tarigan (2012) Baku, Bahan Baku adalah Bahan Biaya Tenaga X2: Kerja Langsung Tenaga PT. PAL Biaya Indonesia dan data yang digunakan dan Biaya Subcon Kerja merupakan data time (eksternal) series Langsung dari tahun terhadap Efesiensi X3 : Biaya 2007Biaya Kapal produksi Subcon Chemical Y: 2010 dengan Teknik Biaya Regresi Linier Tanker pada PT. Produksi Berganda. PAL analisis menunjukkan (Persero) Indonesia Hasil bahwa biaya bahan baku memiliki pengaruh yang signifikan terhadap efisiensi biaya produksi, sedangkan biaya tenaga kerja langsung dan biaya 30 jasa subkontraktor tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap efisiensi biaya produksi. 3 Sulis Rahmawati (2014) Pengaruh H Bahan Baku, Bahan Baku pengujian diatas Biaya Kerja biaya X1 : Biaya Berdasarkan Tenaga X2 : Biaya Hipotesis Langsung Tenaga Terhadap Kerja Uji dengan perangkat uji-t menunjukkan bahwa Efesiensi Biaya Y: Biaya Biaya Bahan Baku produksi Kapal Produksi tidak berpengaruh Niaga pada PT. terhadap Efisiensi DOK Perkapalan Biaya Produksi Surabaya dengan kata lain Ho diterima dan Ha ditolak. Uji Hipotesis dengan perangkat ujit menunjukkan bahwa Biaya Tenaga Kerja Langsung berpengaruh terhadap 31 Efisiensi Biaya Produksi dengan kata lain Ho ditolak dan Ha diterima. Untuk Uji Hipotesis secara simultan dengan perangkat uji- menyatakan F kedua variable biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung secara bersama-sama berpengaruh terhadap efisiensi biaya produksi dengan kata lain Ho ditolak dan Ha diterima. 4 Pradipta Eka Analisis Pengaruh X1: Modal Besarnya R2 sebesar Permatasari Modal, Bahan X2: Bahan 0,98 (2015) Baku, Bahan Baku artinya 98 persen bakar dan Tenaga X3 : Bahan variasi produksi tahu Kerja Produksi terhadap bakar dapat dijelaskan oleh pada X4 : Tenaga variabel-variabel 32 Usaha Tahu di Kerja bebas (modal, bahan kota Semarang Y: Produksi tahun 2015 baku, bahan bakar, dan tenaga kerja) dan sisanya 2 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model. 5 Pinasih (2015) Pengaruh X1 : Biaya Kesimpulan Efesiensi Biaya Bahan Baku hasil Bahan Baku, X2 : Biaya adalah Biaya Tenaga Tenaga Kerja langsung Kerja terhadap Profit pada Rasio Y: Jaya Indah Furniture penelitian bahwa efisiensi biaya bahan baku dan Profit biaya Margin Margin PT dari efisiensi tenaga langsung kerja secara bersama-sama berpengaruh terhadap rasio profit margin pada tahun 2004 2002dengan koefisiensi determinasi 27.2%. sebesar 33 2.3 Kerangka Pemikiran Berdasarkan hal tersebut di atas maka peneliti menarik kesimpulan dalam kerangka pemikiran sebagai berikut : X1 Biaya Bahan Baku H1 H3 X2 Y Biaya Produksi H2 Biaya Tenaga Kerja Langsung 2.4 Hubungan Antar Variabel 2.4.1 Hubungan antara Biaya Bahan Baku (X1) terhadap Biaya Produksi (Y) Hubungan antara biaya bahan baku terhadap biaya produksi setiap perusahaan berbeda-beda, berdasarkan kerangka konseptual tersebut, terlihat bahwa hubungan antara variabel independen dan variabel dependen adalah hubungan kausatif (sebab akibat). Di mana variabel independen yang telah ditentukan yaitu Biaya Bahan Baku (X1) akan mempengaruhi variabel dependen Biaya Produksi (Y). Bahan Baku dapat terus berputar sejalan dengan aktivitas operasi perusahaan sehari-hari, oleh karena itu diperlukan adanya suatu pengendalian terhadap sumber dan penggunaan anggaran dari biaya produksi. Pengawasan terhadap sumber dan penggunaan anggaran produksi merupakan hal 34 yang penting bagi perusahaan yang ingin mempertahankan kontinuitas perusahaan. 2.4.2 Hubungan antara Biaya Tenaga Kerja Langsung (X2) terhadap Biaya Produksi (Y) Biaya Tenaga Kerja Langsung (X2) mempunyai hubungan yang cukup erat dengan Biaya Produksi (Y) karena Biaya produksi yang terdapat di perusahaan manufaktur terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik. Ketiga komponen biaya produksi tersebut dimasukkan ke dalam proses produksi sehingga menghasilkan suatu produk. 2.4.3 Hubungan antara Biaya Bahan Baku (X1) dan Biaya Tenaga Kerja Langsung (X2) terhadap Produksi (Y) Berdasarkan kerangka konseptual tersebut, terlihat bahwa hubungan antara variabel independen dan variabel dependen adalah hubungan kausatif (sebab akibat). Di mana variabel independen yang telah ditentukan yaitu Biaya Bahan Baku (X1) dan Biaya tenaga Kerja Langsung (X2) akan mempengaruhi variabel dependen Biaya Produksi (Y). Setiap perusahaan dapat menjalankan perusahaannya tidak dapat hanya mengandalkan kemampuan untuk membeli segala kebutuhan untuk kegiatan produksinya, namun juga harus memperhatikan kemampuan perusahaan dalam mengelola biaya produksinya. Jika perusahaan mampu mengelola biaya produksinya dengan baik maka perusahaan tersebut kemungkinan besar akan mendapatkan keuntungan. Tingkat laba yang diperoleh perusahaan dapat ditentukan oleh volume produksi yang dihasilkan, semakin banyak volume produksi yang dicapai maka semakin tinggi pula biaya 35 produksinya. Semakin banyak volume produksi yang dicapai maka semakin tinggi pula laba yang diperoleh perusahaan. 2.5 Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan maka hipotesis dalam penelitian ini adalah : H1 : Adanya pengaruh yang signifikan antara Biaya Bahan Baku terhadap Biaya Produksi. H2 : Adanya pengaruh yang signifikan antara Biaya Tenaga Kerja Langsung terhadap Biaya Produksi. H3 : Adanya pengaruh yang signifikan antara Biaya Bahan Baku dan Biaya Tenaga Kerja Langsung secara bersama-sama terhadap Biaya Produksi. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Populasi dan Sampel 3.1.1 Populasi Populasi menurut Suharyadi (2008: 7) adalah kumpulan dari semua kemungkinan orang-orang, benda-benda, dan ukuran lain, yang menjadi objek perhatian atau kumpulan seluruh objek yang menjadi perhatian”. Sedangkan menurut Sugiyono (2008: 115) “Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian diambil kesimpulannya”. Adapun populasi pada penelitian ini pada PT. Anggrek Hitam dengan alamat Jalan Raya Pelabuhan Kabil Batam dengan periode penelitian dari tahun 20132015. 3.1.2 Sampel Menurut Suharyadi (2008: 7), “sampel merupakan bagian dari populasi”. Sedangkan menurut Erlina dan Mulyani (2007: 74), “sampel adalah bagian populasi yang digunakan untuk memperkirakan karakteristik populasi”. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling, yaitu penarikan sampel dengan pertimbangan tertentu. Menurut Suharyadi (2008: 17) pertimbangan tersebut didasarkan pada kepentingan atau tujuan penelitian. 36 37 Adapun kriteria yang ditetapkan sebagai berikut : 1. Perusahaan yang dimaksud adalah PT Anggrek Hitam dengan alamat Jalan Raya Pelabuhan Kabil Batam dengan periode laporan keuangan dari tahun 2013-2015. 2. Data yang diambil periode tahun 2013-2015 berupa laporan keuangan tahunan yang sudah diaudit selama 3 tahun berturut-turut. Dari kriteria yang diajukan di atas didapat jumlah sampel 36 laporan keuangan bulanan dari perusahaan PT. Anggrek Hitam selama 3 tahun yakni tahun 2013-2015. 3.2 Data Penelitian 3.2.1 Jenis dan Sumber Data Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian assosiatif kausal, yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara dua variabel atau lebih (Sugiyono, 2007: 11). Jenis data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah data sekunder. Menurut Sugiyono (2008: 402) sumber data sekunder adalah “sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen”. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan keuangan perusahaan PT. Anggrek Hitam dengan variabel penelitian, yaitu : 1. Laporan laba-rugi perusahaan periode 2013-2015 2. Data pembelian bahan baku periode 2013-2015 3. Data tenaga kerja langsung perusahaan periode 2013-2015 38 3.2.2 Teknik Pengumpulan Data Menurut Sugiyono (2013: 224) teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang diteliti. Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari laporan keuangan PT. Anggrek Hitam yang beralamat di Jalan Raya Pelabuhan Kabil Batam. 3.3 Variabel penelitian 1. Variabel bebas (independent variable) Menurut Liana (2009: 91) variabel independen adalah variabel yang menjelaskan atau mempengaruhi variabel yang lain. Adapun variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Biaya bahan baku (X1) Bahan baku yaitu bahan baku utama yang digunakan dalam proses produksi pembuatan kapal perbulan dalam hitungan rupiah. Bahan baku utama dalam produksi kapal, yaitu baja (steel plate), pipa (pipe), kabel (cable), cat (paint), kabel elektro (welding electrode). Pengukuran dengan menggunakan satuan besarnya jumlah yaitu rupiah, dimana variabel bahan baku diukur dengan harga bahan baku yang digunakan dalam proses produksi perbulan. 39 b. Biaya Tenaga Kerja Langsung (X2) BiayaTenaga Kerja Langsung (X2) merupakan jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi pembuatan kapal untuk tiap masa produksi dalam satu bulan. Pengukuran menggunakan satuan jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk proses produksi perbulan. 2. Variabel terikat (dependent variable) Menurut Sugiono (2008: 59) “Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena adanya variabel bebas “. Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel dependen (Y) adalah biaya produksi. Biaya Produksi ini dihitung sebagai berikut: Biaya Produksi = Biaya Bahan Baku+Biaya Tenaga Kerja Langsung + Biaya Over Head Pabrik 3.4 Metode Analisa Data Dalam melakukan analisis data digunakan metode deskriptif kuantitatif, yaitu dengan mengumpulkan, mengolah dan menginterpretasikan hasil yang diperoleh. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis statistik, yaitu uji asumsi klasik, analisis regresi linear berganda, dan pengujian hipotesis. 3.4.1 Uji Asumsi Klasik Penggunaan analisis regresi dalam statistik harus bebas dari asumsi asumsi klasik. Adapun pengujian asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji normalitas, uji multikolinieritas, uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi. 40 3.4.1.1 Uji Normalitas Menurut Ghozali (2006: 110) “Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah variable dalam model regresi variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal”. Model regresi yang baik adalah yang memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Histogram atau pola distribusi data normal dapat digunakan untuk melihat normalitas data. Uji Kolmogrov Smirnov, dalam uji pedoman yang digunakan dalam pengambilan keputusan yaitu : a. Jika nilai signifikansi < 0,05 maka distribusi data tidak normal, b. Jika nilai signifikansi >0,05 maka distribusi data normal. Menurut Ghozali (2006: 112), pada prinsipnya normalitas data dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik atau dengan melihat histogram dari residualnya. Dasar pengambilan keputusan : 1. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. 2. Jika data menyebar jauh dari diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas. Untuk melihat apakah data yang dianalisis memiliki residual di sekitar nol (data normal) dengan menggunakan SPSS 20 for windows. 41 3.4.1.2 Uji Asumsi Autokorelasi Uji ini bertujuan untuk melihat apakah dalam suatu model regresi linier terdapat korelasi atau kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan periode t-1. Jika terjadi autokorelasi, maka terdapat problem autokorelasi. Menurut Ghozali (2009: 99) autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang tahun yang berkaitan satu dengan lainnya. Hal ini sering ditemukan pada data time series. Pada data cross section, masalah autokorelasi relatif tidak terjadi. Uji yang digunakan dalam penelitian untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi adalah dengan menggunakan uji Durbin-Watson (DW). Kriteria untuk penilaian terjadinya autokorelasi yaitu: 1. Nilai D-W lebih kecil dari -2 berarti ada korelasi positif, 2. Nilai D-W di antara -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi, 3. Nilai D-W lebih besar dari +2 berarti ada autokorelasi negative. 3.4.1.3 Uji Asumsi Heterokedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk melihat apakah didalam model regresi terjadi ketidaksamaan variabel pengganggu dari satu pengamatan dengan pengamatan yang lain. Menurut Ghozali (2009: 125) Model regresi yang baik adalah yang Homoskesdatisitas atau tidak terjadi Heteroskedastisitas. Cara memprediksi ada tidaknya heteroskedastisitas pada suatu model dapat dilihat dari pola gambar Scatterplot model tersebut. Analisis pada gambar Scatterplot yang menyatakan model regresi berganda tidak terdapat heteroskedastisitas jika: 1) Titik-titik data menyebar di atas, di bawah atau di sekitar angka nol. 2) Titik-titik data tidak mengumpul hanya di atas atau dibawah. 42 3) Penyebaran titik-titik data tidak boleh membentuk pola bergelombang melebar kemudian menyempit dan melebar kembali. 4) Penyebaran titik-titik data sebaiknya tidak berpola. 3.4.1.4 Uji Asumsi Multikolinieritas Menurut Ghozali (2009: 91), “uji ini bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. ” Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Multikolinieritas adalah situasi adanya korelasi variabel - variabel independen antara yang satu dengan yang lainnya. Jika terjadi korelasi sempurna diantara sesama variabel bebas, maka konsekuensinya adalah: 1. Koefisien-koefisien regresi menjadi tidak dapat ditaksir, 2. Nilai standar error setiap koefisien regresi menjadi tak terhingga. Ada tidaknya multikolinieritas dapat dideteksi dengan melihat nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF), serta dengan menganalisis matriks korelasi variabel-variabel independen. Nilai cut off yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah jika nilai VIF tidak lebih dari sepuluh dan nilai tolerance tidak kurang dari 0,1 maka model dapat dikatakan terbebas dari multikolinieritas. 3.4.2 Pengujian Hipotesis Menurut Rochaety (2007: 107) “ …dengan uji hipotesis kita memusatkan perhatian pada peluang kita membuat keputusan yang salah. Hipotesis diterima atau ditolak berdasarkan informasi yang terkandung dalam sampel tetapi 43 menggambarkan keadaan populasi”. Maka, untuk menguji apakah hipotesis yang diajukan diterima atau ditolak, digunakan uji t (t-test) dan uji F (F-test). 3.4.2.1 Uji Analisis Regresi Berganda Menurut Rochaety (2007: 142) “regresi berganda bertujuan untuk menghitung besarnya pengaruh dua atau lebih variabel bebas terhadap satu variabel terikat dan memprediksi variabel terikat dengan menggunakan dua atau lebih variabel bebas”. Model persamaannya adalah sebagai berikut : Y= a + b1X1 + b2X2 + e Keterangan : Y = variabel dependen yaitu biaya produksi a = intercept / koefisien yang menyatakan perubahan rata-rata variabel dependen untuk setiap variabel independen sebesar satu atau yang disebut konstanta. b1,b2 = angka arah atau koefisien regresi yang menunjukkan angka peningkatan ataupun penurunan variabel dependen yang didasarkan pada variabel independen. Bila b (+) maka terjadi kenaikan pada variabel dependen, dan bila b (-) maka akan terjadi penurunan pada variabel dependen dalam hal ini likuiditas. X1 = biaya bahan baku X2 = biaya tenaga kerja langsung e = error 44 3.4.2.2 Uji Parsial (t-test) Menurut Ghazali (2006: 84) “uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas / independen secara individual dalam menerangkan variabel dependen”. Uji t merupakan suatu cara untuk mengukur apakah suatu variabel independen bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen. Dalam pengujian ini dilakukan dengan menghitung serta membandingkan t hitung dengan t tabel yaitu dengan ketentuan sebagai berikut: Jika t- hitung > t- tabel untuk α = 5 % H0 diterima Jika t- hitung < t- tabel untuk α = 5 % H0 ditolak 3.4.2.3 Uji Simultan (F-test) Pengujian hipotesis secara simultan dilakukan dengan uji f. Menurut Ghazali (2006: 84) “uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen/terikat”. Uji F merupakan suatu cara untuk mengetahui apakah semua variabel independen bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen. Pengujian ini dilakukan dengan menghitung serta membandingkan F hitung dengan F tabel yaitu dengan ketentuan sebagai berikut : Jika F- hitung > F- tabel untuk α = 5 % H0 diterima Jika F- hitung < F- tabel untuk α = 5 % H0 ditolak