BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Kajian teori yang akan di bahas adalah sebagai berikut: (1) IPA (hakikat IPA, ruang lingkup pembelajaran IPA, tujuan pelajaran IPA, dan pembelajaran IPA di sekolah dasar), (2) model pembelajaran kooperatif (pengertian pembelajaran kooperatif, ciri-ciri model pembelajaran kooperatif, langkahlangkah pembelajaran kooperatif, serta kelebihan dan kekurangan model pembelajaran kooperatif), (3) model pembelajaran kooperatif tipe group investigation (pengertian group investigation, karakteristik group investigation, langkah-langkah group investigation, serta kelebihan dan kelemahan group investigation), (4) benda nyata, (5) hasil belajar IPA, (6) hubungan pembelajaran IPA, model kooperatif tipe group investigation berbantuan benda nyata dan hasil belajar IPA. 2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) 2.1.1.1 Hakikat IPA Hendro Darmojo dan Jenny R.E Kaligis (1992: 3), menyatkan bahwa: IPA atau Ilmu Pengetahuan Alam berarti “Ilmu” tentang “Pengetahuan Alam”. Ilmu artinya suatu pengetahuan yang benar. Pengetahuan yang benar artinya pengetahuan yang dibenarkan menurut tolok ukur kebenaran ilmu, yaitu rasional dan objektif. Rasional artinya masuk akal atau logis, diterima oleh akal sehat; sedangkan objektif artinya sesuai dengan objeknya, sesuai dengan kenyataannya, atau sesuai dengan pengalaman pengamatan melalui panca indera. Pengetahuan alam artinya pengetahuan tentang alam semesta dengan segala isinya. Pengetahuan itu sendiri artinya segala sesuatu yang diketahui oleh manusia. Jadi secara singkat IPA adalah pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta dengan segala isinya. Dalam KTSP 2006, dijelaskan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, 7 8 konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Menurut Powler dalam Usman Samatowa (2011: 3) juga menyatakan bahwa: IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil observasi dan eksperimen. Sistematis (teratur) artinya pengetahuan itu tersusun dalam suatu sistem, tidak berdiri sendiri, satu dengan yang lainnya saling berkaitan, saling menjelaskan sehingga seluruhnya merupakan satu kesatuan yang utuh. Sedangkan berlaku umum artinya pengetahuan itu tidak hanya berlaku untuk sebagian orang saja tetapi untuk semua apabila melakukan penelitian yang sama, maka akan memperoleh hasil yang sama. Selain itu, Nash 1963 (Hendro Darmojo, 1992: 3) menyatakan bahwa IPA itu adalah suatu cara atau metode untuk mengamati dunia ini bersifat analisis, lengkap, cermat, serta menghubungkannya antara suatu fenomena dengan fenomena yang lain sehingga keseluruhannya membentuk suatu perspektif yang baru tentang objek yang diamatinya. Sedangkan menurut Ahmad Susanto (2013: 167), sains atau IPA adalah usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat pada sasaran serta menggunakan prosedur dan dijelaskan dengan penalaran sehingga mendapatkan suatu kesimpulan. Berdasarkan pemaparan para ahli mengenai hakikat IPA, dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta yang tersusun secara sistematis, teratur, dan berlaku umum. Pembelajaran IPA di sekolah hendaknya memberikan pengalaman langsung kepada siswa untuk 9 menemukan sendiri sebagai proses lebih lanjut untuk mengembangkan dalam kehidupan sehari-hari. 2.1.1.2 Ruang Lingkup Pembelajaran IPA Berdasarkan KTSP 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) ruang lingkup mata pelajaran IPA meliputi aspek-aspek sebagai berikut: 1) Tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan serta kesehatan, 2) Benda / materi sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas, 3) Energi dan perubahannya meliputi gaya bunyi panas magnet listrik cahaya dan pesawat sederhana, 4) Bumi dan alam semesta meliputi tanah bumi tata surya dan benda-benda langit lainnya. Mata pelajaran IPA di kelas V Sekolah Dasar terdiri dari beberapa pokok bahasan yang dikelompokkan ke dalam beberapa Standar Kompetensi, yaitu: Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Ilmu Pengetahuan Alam Kelas 5 Sekolah Dasar Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Makhluk Hidup dan Proses Kehidupan 2. Memahami cara tumbuhan hijau membuat makanan 3. Mengidentifikasi cara makhluk hidup menyesuaikan diri dengan lingkungan Benda dan Sifatnya 4. Memahami hubungan antara sifat bahan dengan penyusunnya dan perubahan sifat benda sebagai hasil suatu proses 2.1 Mengidentifikasi cara tumbuhan hijau membuat makanan. 2.2 Mendeskripsikan ketergantungan manusia dan hewan pada tumbuhan hijau sebagai sumber makanan 3.1 Mengidentifikasi penyesuaian diri hewan dengan lingkungan tertentu untuk mempertahankan hidup 3.2 Mengidentifikasi penyesuaian diri tumbuhan dengan lingkungan tertentu untuk mempertahankan hidup 4.1 Mendeskripsikan hubungan antara sifat bahan dengan bahan penyusunnya, misalnya benang, kain, dan kertas. 4.2 Menyimpulkan hasil penyelidikan 10 tentang perubahan sifat benda, baik sementara maupun tetap Energi dan Perubahannya 5. Memahami hubungan antara 5.1 Mendeskripsikan hubungan antara gaya, gerak, dan energi, serta gaya, gerak dan energi melalui fungsinya percobaan (gaya gravitasi, gaya gesek, gaya magnet) 5.2 Menjelaskan pesawat sederhana yang dapat membuat pekerjaan lebih mudah dan lebih cepat; Cahaya dan Sifat-sifatnya 6. Menerapkan sifat-sifat 6.1 Mendeskripsikan sifat-sifat cahaya cahaya melalui kegiatan 6.2 Membuat suatu karya/model, membuat suatu karya/model misalnya periskop atau lensa dari bahan sederhana dengan menerapkan sifat-sifat cahaya Bumi dan Alam Semesta 7. Memahami perubahan yang 7.1 Mendeskripsikan proses terjadi di alam dan pembentukan tanah karena hubungannya dengan pelapukan penggunaan sumber daya 7.2 Mengidentifikasi jenis-jenis tanah alam 7.3 Mendeskripsikan struktur bumi 7.4 Mendeskripsikan proses daur air dan kegiatan manusia yang dapat mempengaruhinya 7.5 Mendeskripsikan perlunya penghematan air. 7.6 Mengidentifikasi peristiwa alam yang terjadi di Indonesia dan dampaknya bagi makhluk hidup dan lingkungan 7.7 Mengidentifikasi beberapa kegiatan manusia yang dapat mengubah permukaan bumi (pertanian, perkotaan, dsb) Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang akan dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Tabel 2.2 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Standar Kompetensi 6. Menerapkan sifat-sifat cahaya melalui kegiatan membuat suatu karya/model. Kompetensi Dasar 6.1 Mendeskripsikan sifat-sifat cahaya. 11 Materi esensial: Cahaya adalah gelombang elektro magnetik yang dapat ditangkap oleh mata. Sifat-sifat cahaya diantaranya adalah: (1) cahaya merambat lurus, (2) cahaya dapat menembus benda bening, (3) cahaya dapat dipantulkan, (4) cahaya dapat dibiaskan. Berbagai macam alat optik diantaranya adalah: (1) mata, (2) mikroskop, (3) lup, (4) teleskop, (5) kamera. 2.1.1.3 Tujuan Pelajaran IPA Tujuan mata pelajaran IPA di SD dalam kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 yaitu: 1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaanNya, 2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsepkonsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, 3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengarui antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat, 4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan, 5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam, 6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturan sebagai salah satu ciptaan Tuhan, dan 7) Memperoleh bakal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjudkan pendidikan ke SMP/MTs. 2.1.1.4 Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar Menurut Permendiknas No 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah. 12 Menurut Piaget dalam Heruman (2007: 1), anak SD berada pada fase operasional konkret dimana dalam proses pembelajaran, anak berpikir dengan memperhatikan benda konkret atau nyata terutama benda yang ada di sekitar lingkungan mereka. Kegiatan yang dilakukan dalam pembelajaran hendaknya disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan siswa. Pembelajaran IPA di sekolah dasar harus disesuaikan dengan karakteristik siswa. Siswa akan lebih mudah menerima pelajaran yang berkaitan dengan kehidupan mereka sehari-hari. Dalam pembelajaran IPA, siswa diarahkan untuk lebih aktif dan melakukan pengamatan langsung saat proses pembelajaran berlangsung agar siswa bisa mengembangkannya dalam kehidupan sehari-hari. Penggunaan benda-benda nyata yang ada di lingkungan siswa juga dapat membantu siswa membangun pengetahuannya sendiri dan memberikan pengalaman yang nyata dalam kehidupan siswa. 2.1.2 Model Pembelajaran Kooperatif 2.1.2.1 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Menurut Isjoni (2009: 22), pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar. Kolaboratif artinya setiap kelompok terdiri atas campuran kemampuan siswa, jenis kelamin dan suku. Menurut Hamdani (2011: 30), model pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar siswa dalam kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang dirumuskan. Dalam menyelesaiakan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pembelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum mengusai bahan pelajaran. Menurut Tukiran Taniredja (2011: 55) pembelajaran kooperatif merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Pembelajaran 13 kooperatif dikenal dengan pembelajaran secara berkelompok. Namun belajar kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok karena dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka di antara anggota kelompok. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tentang pengertian pembelajaran kooperatif, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang menggunakan grup kecil yang heterogen dimana siswa bekerja sama satu sama lain, berdiskusi dan saling berbagi ilmu pengetahuan, saling membantu memahami materi pembelajaran dan saling berkomunikasi. 2.1.2.2 Ciri-ciri Model Pembelajaran Kooperatif. Hamdani (2011: 31) mengemukakan ciri-ciri pembelajaran kooperatif antara lain: (1) setiap anggota memiliki peran, (2) terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa, (3) setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas cara belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya, (4) guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal kelompok, (5) guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan. Sementara Bennet (1995) dalam Isjoni (2009: 60) menyatakan ada lima unsur dasar yang dapat membedakan pembelajaran kooperatif dengan kerja kelompok yaitu: (1) positive interdependence (hubungan timbal balik), (2) interaction face to face (interaksi langsung antar siswa tanpa perantara), (3) adanya tanggung jawab pribadi mengenai materi pelajaran dalam anggota kelompok, (4) membutuhkan keluwesan, (5) meningkatkan keterampilan bekerja sama dalam memecahkan masalah. Roger dan David Johnson (Anita Lie, 2004: 31), mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai 14 hasil yang maksimal, lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Lima unsur tersebut adalah: (1) (2) (3) (4) (5) saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota, evaluasi proses kelompok 2.1.2.3 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Menurut Agus Suprijono (2009: 85), sintak model pembelajaran kooperatif terdiri dari 6 (enam) fase yaitu : Tabel 2.3 Fase Model Pembelajaran Kooperatif Fase-fase Perilaku Guru Fase 1: Present goals and set Menjelaskan tujuan pembelajaran Menyampaikan tujuan dan dan mempersiapkan peserta didik mempersiapkan peserta didik. siap belajar. Fase 2: Present information Mempresentasikan informasi Menyajikan informasi kepada peserta didik secara verbal. Fase 3: Organize students into Memberikan penjelasan kepada learning teams. peserta didik tentang cara Mengorganisir peserta didik ke pembentukan tim belajar dan dalam tim-tim belajar. membantu kelompok melakukan transisi yang efisien. Fase 4: Assist team work and study Membantu tim-tim belajar selama Membantu kerja tim dan belajar peserta didik mengerjakan tugasnya Fase 5: Test on the materials Menguji pengetahuan peserta didik Mengevaluasi mengenai berbagai materi pembelajaran atau kelompokkelompok mempresentasikan hasil kerjanya Fase 6: Provide recognition Mempersiapkan cara untuk Memberikan pengakuan atau mengakui usaha dan prestasi penghargaan individu maupun kelompok. 2.1.2.4 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif Jarolimek dan Parker (1993) dalam Isjoni (2009: 44), keunggulan yang diperoleh dalam pembelajaran kooperatif adalah: 15 (1) (2) (3) (4) (5) saling ketergantungan yang positif, adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu, siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas, suasana kelas yang rileks dan menyenangkan, terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa dengan guru, (6) memiliki banyak kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman emosi yang menyenangkan. Penggunaan pembelajaran kooperatif dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, memiliki berbagai kelebihan atau manfaat. Kelebihan berorientasi pada optimalnya kegiatan pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif melalui dukungan guru dan siswa dalam pembelajaran. Selain kelebihannya, pendekatan pembelajaran kooperatif juga memiliki kelemahan. Kelemahan model pembelajaran kooperatif bersumber pada dua faktor, yaitu faktor dari dalam (intern) dan faktor dari luar (ekstern). Faktor dari dalam, yaitu: (1) guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, di samping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan waktu, (2) agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai, (3) selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan yang sedang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, dan (4) saat diskusi kelas, terkadang didominasi seseorang, hal ini mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif. Kelebihan dan kelemahan dalam penggunaan model pembelajaran kooperatif sebagai strategi mengajar guru, dapat menjadi pertimbangan bagi guru dalam penggunaannya. Namun, faktor profesionalisme guru menggunakan model tersebut sangat menentukan dan kesadaran murid mengikuti pembelajaran melalui strategi kelompok. Sasaran pembelajaran adalah meningkatkan kemampuan belajar siswa sehingga penggunaan model ini akan memungkinkan siswa lebih aktif, kreatif, dan mandiri dalam belajar sesuai tuntutan materi pelajaran atau kurikulum. 16 2.1.3 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation 2.1.3.1 Pengertian Group Investigation Menurut Miftahul Huda (2013: 292), group investigation yang pertama kali dikembangkan oleh Sharan dan Sharan (1976) ini merupakan salah satu model dalam pembelajaran kelompok yang mengharuskan siswa untuk menggunakan skill berpikir level tinggi. Pada prinsipnya, group investigation sudah banyak diadopsi oleh berbagai bidang pengetahuan, baik humaniora maupun saintifik. Akan tetapi, dalam konteks pembelajaran kooperatif, group investigation tetap menekankan pada heterogenitas dan kerja sama antar siswa. Menurut Hamdani (2011: 90) group investigation melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Model ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok. Para guru yang menggunakan investigasi kelompok pada pembelajaran, umumnya membagi kelas menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok beranggotakan dua hingga enam siswa dengan karakteristik yang heterogen. Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap topik tertentu. Siswa memilih topik yang ingin dipelajari, mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai sub topik yang telah dipilih kemudian menyiapkan dan menyajikan laporan di depan kelas secara keseluruhan. Sejalan dengan pemikiran Miftahul Huda dan Hamdani, Isjoni (2009: 87) menemukakan bahwa group investigation merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling kompleks karena memadukan antara prinsip belajar kooperatif dengan pembelajaran yang berbasis konstruktivisme dan prinsip pembelajaran demokrasi. Group investigation dapat melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berpikir mandiri. Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran. Hal ini akan memberi peluang kepada siswa untuk lebih mempertajam gagasan dan guru akan mengetahui kemungkinan gagasan siswa yang salah sehingga guru dapat memperbaiki kesalahan siswa. 17 Group investigation sesuai untuk proyek-proyek studi yang terintegrasi yang berhubungan dengan hal-hal semacam penguasaan, analisis, dan mensintesiskan informasi sebagai upaya menyelesaikan masalah yang bersifat multi-aspek. Menurut Slavin dalam Rusman (2011: 221), group investigation sangatlah ideal bila diterapkan pada mata pelajaran IPA. Sebagai bagian dari investigasi, para siswa mencari informasi dari berbagai sumber baik di dalam maupun di luar kelas. Para siswa selanjutnya mengevaluasi dan mensintesiskan informasi yang disumbangkan oleh setiap anggota kelompok supaya dapat menghasilkan buah karya kelompok. 2.1.3.2 Karakteristik Group Investigation Menurut Sharan dan Sharan dalam Tukiran Taniredja (2011: 75) karakteristik unik dari group investigation ada pada empat fitur dasar yaitu: 1) Investigasi Investigasi dimulai saat guru memberikan masalah yang rumit kepada kelas. Proses investigasi menekankan inisiatif siswa, dibuktikan dengan pertanyaan yang mereka ajukan, dengan sumber-sumber yang mereka temukan, dan jawaban yang mereka rumuskan. Mereka bekerja dalam kelompok merubah informasi dan gagasan ke dalam pengetahuan baru melalui proses penafsiran. 2) Interaksi Interaksi di antara siswa penting bagi investigasi kelompok. Melalui interaksi dengan anggota kelompok, siswa saling memberikan dorongan, saling mengembangkan gagasan satu sama lain dan saling membantu memfokuskan perhatian mereka terhadap tugas. 3) Penafsiran Saat melakukan penelitian, siswa dalam kelompok mengumpulkan banyak informasi dari berbagai sumber yang berbeda. Bersama-sama mereka membuat penafsiran atas hasil penelitian mereka. 4) Motivasi Intrinsik Dengan mengarahkan siswa untuk menghubungkan masalah yang akan mereka selidiki berdasarkan keingintahuan, pengetahuan dan perasaan mereka, investigasi kelompok meningkatkan minat pribadi mereka untuk mencari informasi yang mereka perlukan. Penyelidikan mereka mendatangkan motivasi kuat lain yang muncul dari interaksi mereka dengan orang lain. 18 2.1.3.3 Langkah-langkah Group Investigation. Menurut Miftahul Huda (2013: 292) ada 6 tahap dalam sintak group investigation yaitu : (1) Tahap 1: Seleksi Topik Para siswa memilih berbagai subtopik. Mereka selanjutnya diorganisasikan ke dalam kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas yang beranggota 2 hingga 6 orang. (2) Tahap 2: Perencanaan Siswa dan guru merencanakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas, dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan subtopik yang telah dipilih pada langkah sebelumnya. (3) Tahap 3: Implementasi Siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah sebelumnya. Guru harus mendorong para siswa untuk melakukan penelitian dengan memanfaatkan berbagai sumber, baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. (4) Tahap 4: Analisis dan Sintesis Siswa menganalisis dan membuat sintesis atas berbagai informasi yang didapat lalu meringkasnya menjadi penyajian yang menarik di depan kelas. (5) Tahap 5: Penyajian Hasil Akhir Semua kelompok menyajikan presentasinya atas topik-topik yang telah dipelajari. Presentasi kelompok dikoordinir oleh guru. (6) Tahap 6: Evaluasi Para siswa dan guru melakukan evaluasi terhadap pekerjaan kelas. Evaluasi dapat dilakukan secara individu maupun kelompok, atau keduanya. Tahap-tahap pembelajaran yang menggunakan group investigation menurut Slavin (1995) dalam Siti Maesaroh (2005: 29-30) untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.4 19 Tabel 2.4 Tahapan Pembelajaran Kooperatif tipe Group Investigation Tahapan Kegiatan dalam Pembelajaran Guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk Tahap I Mengidentifikasi topik dan memberi kontribusi apa yang akan mereka membagi siswa ke dalam selidiki. Kelompok dibentuk berdasarkan kelompok heterogenitas. Kelompok akan membagi sub topik kepada Tahap II Merencanakan tugas seluruh anggota. Kemudian membuat perencanaan dari masalah yang akan diteliti, bagaimana proses dan sumber apa yang akan dipakai. Siswa mengumpulkan, menganalisis dan Tahap III Membuat penyelidikan mengevaluasi informasi, membuat kesimpulan dan mengaplikasikan bagian mereka ke dalam pengetahuan baru dalam mencapai solusi masalah kelompok. Setiap kelompok mempersiapkan tugas akhir yang Tahap IV Mempersiapkan tugas akan dipresentasikan di depan kelas. akhir Siswa mempresentasikan hasil kerjanya. Tahap V Mempresentasikan tugas Kelompok lain tetap mengikuti. akhir Soal ulangan mencakup seluruh topik yang telah Tahap VI Evaluasi diselidiki dan dipresentasikan 2.1.3.4 Kelebihan dan Kelemahan Group Investigation. Selain langkah-langkah yang dikemukakan oleh para ahli, group investigation juga mempunyai kelebihan dan kelemahan. Menurut Miftahul Huda (2011: 17) kelebihan metode group investigation adalah performa siswa lebih aktif dibandingkan dengan mereka yang bekerja dalam suasana tradisional ruang kelas yang mengikutsertakan seluruh anggotanya. Hal itu disebabkan para siswa yang bekerja pada kelompok-kelompok kecil memiliki rasa tanggung jawab yang lebih besar untuk membantu siswa-siswa lain dalam satu kelompok daripada mereka yang bekerja dalam kelompok-kelompok besar. Kekurangan dari pembelajaran group investigation yaitu memerlukan waktu yang cukup lama dan memerlukan koordinasi yang baik dari guru dikarenakan siswa mencari informasi-informasi yang mereka butuhkan tidak hanya dari buku namun juga melalui internet maupun sumber-sumber lain diluar 20 kelas. Selain itu, siswa yang tidak cocok dengan anggota kelompoknya akan kurang bisa memahami materi yang dipelajari. 2.1.4 Benda Nyata Nana Sujana (1997: 207), mengemukakan bahwa penggunaan benda nyata (real life materials) di dalam proses pembelajaran bertujuan untuk memperkenalkan suatu unit pelajaran tertentu, proses kerja suatu objek studi tertentu, atau bagian-bagian serta aspek-aspek lain yang dibutuhkan. Benda-benda nyata dapat memegang peranan penting dalam upaya menunjang proses belajar mengajar. Nana Sujana juga menambahkan hal-hal yang harus diperhatikan dalam memilih media pembelajaran yaitu: (1) benda-benda atau makhluk hidup apakah yang mungkin dimanfaatkan di kelas secara efisien, (2) bagaimana caranya agar semua benda itu berkesesuaian terhadap pola belajar siswa, (3) dari mana sumbernya untuk memperoleh benda-benda tersebut. Benda nyata atau benda sebenarnya pada dasarnya adalah benda yang digunakan supaya kegiatan belajar berlangsung dalam lingkungan yang sangat mirip dengan kondisi yang sebenarnya, sehingga proses pembelajarannya dapat lebih efektif. Penyajian materi pelajaran khususnya bagi siswa sekolah dasar akan lebih mudah dipahami apabila materi yang disajikannya bersifat konkrit. Hal ini mengingatkan kita bahwa tidak semua siswa sekolah dasar sanggup belajar dengan cara verbal yang abstrak dikarenakan perkembangan kognitif mereka masih pada taraf operasional konkret. Dapat disimpulkan bahwa manfaat benda nyata dalam pembelajaran adalah benda nyata dapat memberikan informasi yang konkret karena siswa bisa mengamati objek yang sedang dipelajari secara langsung, bukan hanya melalui teori saja. Siswa sekolah dasar berada pada fase operasional konkret di mana mereka belajar melalui hal-hal yang nyata dalam kehidupan sehari-hari. 2.1.5 Hasil Belajar IPA Menurut Agus Suprijono (2009: 5), hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. 21 Menurut Sudjana (1997: 49), hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar. Menurut Rusman (2012: 122) hasil belajar adalah sejumlah pengalaman yang diperoleh siswa yang mencakup ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Belajar bukan hanya penguasaan konsep teori mata pelajaran saja tetapi juga penguasaan kebiasaan, persepsi, kesenangan, minat, penyesuaian sosial, keterampilan, cita-cita, keinginan dan harapan. Menurut Bloom (Agus Suprijono, 2009: 6), hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Sedangkan menurut Lindgren, hasil belajar meliputi kecakapan informasi, pengertian dan sikap. Selain itu, Ahmad Susanto (2013: 5) mengemukakan bahwa hasil belajar yaitu perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar. Nawawi dalam Ahmad Susanto (2013: 5) juga mengemukakan bahwa hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah mata pelajaran tertentu. Hasil belajar yang diperoleh siswa, dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut Nana Sudjana (2013: 39) hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor dari dalam diri siswa dan faktor yang datang dari luar siswa atau faktor lingkungan. Faktor dari diri siswa adalah kemampuan yang dimiliki siswa itu sendiri. Faktor kemampuan sangat besar pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai. Menurut Carroll dalam Nana Sudjana (2013: 40) hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh lima faktor yaitu: (1) (2) (3) (4) (5) bakat, waktu yang tersedia untuk belajar, waktu yang diperlukan siswa untuk menjelaskan pelajaran, kualitas pengajaran, kemampuan individu. 22 Faktor bakat, waktu untuk belajar, dan kemampuan individu merupakan faktor dari dalam individu sedangkan faktor kualitas pengajaran adalah faktor dari luar. Pendapat yang senada juga dikemukakan oleh Wasliman (2007) dalam Ahmad Susanto (2013: 12) bahwa hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhi, baik faktor internal maupun eksternal. Faktor internal meliputi kecerdasan, minat, perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap, kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan kesehatan. Sedangkan faktor eksternal meliputi keluarga, sekolah, dan masyarakat. Untuk mengetahui apakah hasil belajar yang dicapai telah sesuai dengan yang dikehendaki dapat diketahui melalui evaluasi. Selain itu, dengan dilakukan evaluasi atau penilaian ini dapat dijadikan tindak lanjut atau cara untuk mengukur tingkat penguasaan siswa. Alat evaluasi yang digunakan hendaknya disesuaikan dengan apa yang hendak diukur. Hasil belajar yang berupa aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotorik menggunakan alat penilaian yang berbeda-beda. Untuk aspek kognitif digunakan alat penilaian yang berupa tes, sedangkan untuk aspek afektif digunakan alat penilaian yaitu skala sikap (ceklist) untuk mengetahui sikap siswa dalam mengikuti pembelajaran, dan aspek psikomotorik digunakan lembar observasi. Berdasarkan uraian tentang hasil belajar, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan hasil akhir dari seluruh kegiatan siswa belajar di kelas dalam rangka mencapai suatu kompetensi yang dapat diukur dengan evaluasi akhir berupa tes, skala sikap, atau lembar observasi. Hasil belajar mata pelajaran IPA adalah akumulasi kegiatan belajar mengajar dalam bentuk pemberian ujian oleh guru sehingga akan diketahui hasil belajar dan mengajar yang dilakukan siswa dan guru pada mata pembelajaran IPA. 23 2.1.6 Hubungan Pembelajaran IPA, Model Kooperatif Tipe Group Investigation Berbantuan Benda Nyata dan Hasil Belajar IPA Menurut Permendiknas No 22 tahun 2006 tentang Standar Isi, pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuaannya berbeda. Dalam menyelesaiakan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pembelajaran. Menurut Hamdani (2011: 90) group investigation melibatkan siswa sejak perencanaan, baik menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Model ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok. Group investigation sesuai untuk proyek-proyek studi yang terintegrasi yang berhubungan dengan hal-hal semacam penguasaan, analisis, dan mensintesiskan informasi sebagai upaya menyelesaikan masalah yang bersifat multi-aspek. Sebagai bagian dari investigasi, para siswa mencari informasi dari berbagai sumber baik di dalam maupun di luar kelas. Para siswa selanjutnya mengevaluasi dan mensintesiskan informasi yang disumbangkan oleh setiap anggota kelompok supaya dapat menghasilkan buah karya kelompok. Benda nyata atau benda sebenarnya pada dasarnya adalah benda yang digunakan supaya kegiatan belajar berlangsung dalam lingkungan yang sangat mirip dengan kondisi yang sebenarnya, sehingga proses pembelajarannya dapat lebih efektif. Penyajian materi pelajaran khususnya bagi siswa sekolah dasar akan lebih mudah dipahami apabila materi yang disajikannya bersifat konkret. Hal ini mengingatkan kita bahwa tidak semua siswa sanggup belajar dengan cara verbal 24 yang abstrak dikarenakan perkembangan kognitif mereka masih pada taraf operasional konkret. Dari uraian tentang pembelajaran IPA, model pembelajaran kooperatif tipe group investigation berbantuan benda nyata dan hasil belajar, penulis menyimpulkan bahwa ada keterkaitan antara pembelajaran IPA, model pembelajaran kooperatif tipe group investigation berbantuan benda nyata dan hasil belajar IPA karena karakteristik IPA yang cenderung dilaksanakan dengan inkuiri ilmiah dapat dilaksanakan dengan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation. Model pembelajaran tersebut juga merupakan model dengan prinsip investigasi atau penemuan. Dengan bantuan benda nyata sebagai sumber informasi langsung maka dapat meminimalisir kekurangan dari model pembelajaran kooperatif tipe group investigation yang memerlukan waktu cukup lama untuk mencari informasi di luar kelas. Dengan pembelajaran yang menuntut keaktifan siswa maka akan membantu dalam pemahaman materi dan secara tidak langsung juga akan meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA. 2.2 Kajian Penelitian yang Relevan Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sugiyanto tahun 2012 dalam skripsinya yang berjudul ”Peningkatan Hasil Belajar Matematika Menggunakan Model Pembelajaran Group Investigation pada Siswa Kelas V SD Negeri 3 Rejosari Kecamatan Grobogan Kabupaten Grobogan Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012” menyatakan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar dengan menggunakan model group investigation. Hasil belajar pada siklus I diperoleh dari tes yang dilaksanakan pada akhir pertemuan siklus I dengan ketuntasan klasikal 71% atau 28 siswa yang tuntas, meningkat pada siklus 2 yaitu ketuntasan klasikal belajar siswa mencapai 92% atau 35 siswa tuntas dari 38 siswa. Berdasarkan penelitian Yulia Devi Anggurina tahun 2012 dalam skripsinya yang berjudul ” Peningkatan Keaktifan Siswa dan Hasil Belajar Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation Mata Pelajaran Kewirausahaan Kelas XI.6 di SMK Kristen Salatiga” menyatakan bahwa penggunaan metode pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dapat 25 meningkatkan keaktifan siswa dan hasil belajar siswa pada Mata Pelajaran kewirausahaan pokok bahasan Menganalisis Peluang Usaha kelas XI.6 Program Keahlian Multi Media Semester 1 Tahun Pelajaran 2011/2012 SMK Kristen Salatiga. Sebelum tindakan rata-rata hasil belajar yang disapai siswa sebesar 63,08 dan ketuntasan belajar sebesar 36,00 % . Rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I sebesar 87,88 dan ketuntasan belajar sebesar 96,00 %. Rata-rata hasil belajar siswa pada siklus II sebesar 94,92 dan ketuntasan belajar sebesar 100 %. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Untari tahun 2012 dalam skripsinya yang berjudul “Peningkatan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Alam Pokok Bahasan Energi Melalui Model Pembelajaran Kooperaatif Tipe Group Investigation pada Siswa Kelas IV SD Negeri Madyogondo 03 Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang Semester II Tahun Ajaran 2011/2012” menyatakan bahwa diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe group investigation dapat meningkatkan hasil belajar IPA pokok bahasan energy pada siswa kelas IV SD Negeri Madyogondo 03 Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang Semester II Tahun Ajaran 2011/2012. Terjadi peningkatan yang cukup signifikan yaitu pada siklus 1 terdapat 26 siswa (72,22 %) memenuhi KKM dan 10 siswa (27,78%) belum memenuhi KKM yang ditetapkan. Kemudian pada siklus II terjadi peningkatan sangat signifikan yaitu 34 siswa (94,44%) yang sudah memenuhi KKM dan hanya ada 2 siswa (5,56%) yang belum memenuhi KKM. Ini berarti bahwa penelitian telah berhasil, dibuktikan dengan indikator pencapaian yang diharapkan oleh peneliti yaitu sebanyak 80% siswa telah mencapai nilai ≥ 60. Dari ketiga penelitian yang telah dipaparkan, semua menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe group investigation dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Namun ketiganya belum mencari solusi dari kelemahan group investigation yaitu diperlukan waktu yang lama karena siswa mencari sumber belajar di dalam kelas dan diluar kelas. Lebih baik jika ketiga penelitian yang telah dipaparkan menggunakan bahan atau media yang dapat langsung dijadikan sumber informasi sebagai tambahan untuk mengatasi kelemahan dari group investigation. 26 2.3 Kerangka Berpikir Keberhasilan mengajar oleh seorang guru dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya penggunaan model dan media pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar. Model pembelajaran yang digunakan guru sebaiknya melibatkan siswa secara aktif agar tercipta suasana pembelajaran yang menyenangkan. Pada kondisi awal, cara mengajar guru masih bersifat konfensional dan siswa tidak terlibat secara aktif. Hal ini membuat hasil belajar siswa rendah. Selain itu, siswa juga merasa bosan dan kurang memahami materi yang disampaikan oleh guru. Maka dari itu, penulis akan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation berbantuan benda nyata untuk mengatasi permasalahan tersebut. Langkah-langkah group investigation berbantuan benda nyata adalah (1) seleksi topik, para siswa memilih berbagai subtopik dan membentuk kelompok 46 orang, (2) perencanaan, siswa dan guru merencanakan rencana pembelajaran, (3) implementasi, siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah sebelumnya kemudian guru membagikan benda nyata untuk membantu siswa mencari jawaban dari topik yang mereka bahas, (4) analisis dan sintesis, siswa menyusun hasil investigasi kelompok untuk dipresentasikan di depan kelas, (5) penyajian hasil akhir, perwakilan masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusinya dan kelompok lain boleh menanggapi, (6) evaluasi, guru memberikan evaluasi terhadap hasil presentasi masing-masing kelompok dan mengadakan evaluasi akhir pembelajaran. Setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation berbantuan benda nyata diharapkan hasil belajar siswa bisa meningkat dan siswa lebih bersemangat dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Berdasarkan latar belakang masalah dan kajian digambarkan bagan kerangka berpikir sebagai berikut. pustaka, dapat 27 Guru tidak melibatkan siswa agar aktif dalam pembelajaran Hasil belajar siswa mata pelajaran IPA rendah, di bawah KKM < 70 Kondisi Awal Siswa merasa bosan dan kurang memahami materi yang disampaikan oleh guru Tindakan Diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation berbantuan benda nyata yang dilaksanakan pada siklus I dan II. Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe group investigation berbantuan benda nyata: 1. Seleksi Topik. 2. Perencanaan. 3. Implementasi. 4. Analisis dan sintesis. 5. Penyajian hasil akhir. 6. Evaluasi. Kegiatan pembelajaran lebih menarik dan menyenangkan Siswa lebih aktif dan bisa menyerap pembelajaran dengan baik Kondisi Akhir Hasil belajar 85% siswa tinggi di atas KKM ≥70 Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir 2.4 Hipotesis Penelitian Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir, maka dapat dirumuskan hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation berbantuan benda nyata, diduga dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas V SDN 2 Tegalrejo Kecamatan Ngadirejo Kabupaten Temanggung Semester II Tahun Pelajaran 2013/2014.