perbandingan pengetahuan petugas dan pencapaian standar

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERBANDINGAN PENGETAHUAN PETUGAS DAN
PENCAPAIAN STANDAR PENGOLAHAN REKAM MEDIS
SEBELUM DAN SESUDAH PELATIHAN DI RSUD KABUPATEN
PACITAN
Tesis
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister
Kesehatan
Program Studi Kedokteran Keluarga
Oleh :
Kusuma Estu Werdani
NIM S541108051
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013
commit to user
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas menyusun tesis dengan
judul “Perbandingan Pengetahuan Petugas dan Pencapaian Standar Pengolahan
Rekam Medis Rawat Jalan di RSUD Kabupaten Pacitan”. Tesis ini disusun
sebagai tugas akhir perkuliahan di Program Studi Kedokteran Keluarga, Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dalam penyusunan tesisi ini penulis mengalami beberapa kesulitan, namun
berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan tersebut dapat teratasi. Oleh
karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, MS, Direktur Program Pascasarjana Universitas
Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin penelitian.
2. Dr. dr. Hari Wujoso, SpF, Ketua Program Studi Kedokteran Keluarga yang
telah mengesahkan proposal penelitian.
3. Prof. dr. Bhisma Murti, MPH, M.Sc, PhD, Dosen Pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan dan arahan selama penyusunan tesis ini.
4. dr. Ari Natalia Probandari, MPH, PhD, Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan dan arahan selama penyusunan tesis ini.
5. Isyah Ansori, S.Sos, Kepala Badan Kesbangpolinmas Kabupaten Pacitan
yang telah memberikan ijin penelitian di Kabupaten Pacitan.
6. dr. Sri Yuswanti, SpM, Direktur RSUD Kabupaten Pacitan yang telah
memberikan ijin penelitian dicommit
RSUD to
Kabupaten
Pacitan.
user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7. Suyatmi, SKM, M.Si, Kepala Bagian Rekam Medis yang telah memberikan
bimbingan dan dukungan selama pelaksanaan penelitian.
8. Kedua Orangtua serta Kakak dan Adik tercinta, yang senantiasa memberikan
dukungan dan doanya.
9. Rekan-rekan di bagian rekam medis yang bersedia untuk berperan serta
selama pelaksanaan penelitian.
10. Teman-teman seperjuangan di Program Studi Kedokteran Keluarga, Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta , atas kerjasama yang
sudah terjalin selama menempuh pendidikan.
11. Semua pihak yang telah membantu pelaksanaan penelitian hingga selesai
penyusunan tesisi ini.
Semoga amal kebaikan yang telah diberikan mendapatkan pahala dari Tuhan
Yang Maha Esa. Penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca.
Surakarta,
2013
Penulis
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa:
1. Tesis
yang
berjudul:
”Perbandingan
Pengetahuan
Petugas
dan
Pencapaian Standar Pengolahan Rekam Medis Sebelum dan Sesudah
Pelatihan di RSUD Kabupaten Pacitan” ini adalah karya penelitian saya
sendiri dan bebas plagiat, serta tidak terdapat karya ilmiah yang pernah
diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik, serta tidak
terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang
lain kecuali secara tertulis digunakan sebagai acuan dalam naskah ini dan
disebutkan dalam sumber acuan serta daftar pustaka. Apabila di kemudian
hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia
menerima
sanksi
sesuai
ketentuan
peraturan
perundang-undangan
(Permendiknas No 17, Tahun 2010).
2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah
lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author dan PPs
UNS sebagai institusinya. Apabila dalan waktu sekurang-kurangnya satu
semester (enam bulan sejak pengesahan Tesis) saya tidak melakukan
publikasi dari sebagian atau keseluruhan Tesis ini, maka Prodi Kedokteran
Keluarga PPs-UNS berhak mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang
diterbitkan oleh Prodi Kedokteran Keluarga PPs-UNS. Apabila saya
melakukan pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia
mendapatkan sanksi akademik yang berlaku.
Surakarta, ..... ................. .......
Mahasiswa,
Kusuma Estu Werdani
commit to user
vi
S541108051
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Kusuma Estu Werdani. S541108051. 2013. Perbandingan pengetahuan petugas
dan pencapaian standar pengolahan rekam medis sebelum dan sesudah
pelatihan di RSUD Kabupaten Pacitan. Tesis. Pembimbing I: Prof. dr. Bhisma
Murti, MPH, M.Sc, PhD, II: dr. Ari Natalia Probandari, MPH, PhD. Program
Studi Magister Kedokteran Keluarga. Program Pascasarjana. Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
Pencapaian standar pengolahan rekam medis yang masih rendah
merupakan dasar untuk memberikan pelatihan kepada para petugas rekam medis.
Metode pelatihan on the job training bertujuan untuk memberi kesempatan
petugas rekam medis mempraktekkan secara langsung materi pelatihan yang telah
diberikan. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pengetahuan petugas
dan pencapaian standar pengolahan rekam medis sebelum dan sesudah pelatihan.
Penelitian ini merupakan penelitian campuran kuantitatif kualitatif.
Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan quasi experimental pretest-postest
design, yang dipakai untuk mengukur pencapaian standar kelengkapan pengisian
identitas pasien dan coding rekam medis. Pendekatan kualitatif dipakai untuk
menggali pengetahuan petugas dan mendeskripsikan pencapaian standar filing
rekam medis. Analisis data kuantitatif dilakukan uji statistik Chi Square,
sedangkan data kualitatif dianalisis dengan teknik summative content analysis.
Hasil analisis kuantitatif menunjukkan kenaikan pencapaian kelengkapan
pengisian identitas pasien dari 22,22% menjadi 90,37% (nilai p= 0,000) dan
kenaikan dan kelengkapan coding rekam medis dari 18,52% menjadi 74,81%
(nilai p= 0,000). Hasil analisis kualitatif menunjukkan bahwa pengetahuan
petugas rekam medis telah bertambah daripada sebelumnya, dan pencapaian
standar filing rekam medis telah terpenuhi seluruhnya. Bahkan terjadi perubahan
paradigma dan sikap petugas rekam medis terhadap fungsi dan proses pencatatan
pada rekam medis untuk menunjang pelayanan di rumah sakit.
Kesimpulan penelitian ini adalah ada peningkatan pengetahuan petugas
dan pencapaian standar pengolahan rekam medis sesudah pelatihan. Oleh karena
itu, perlu dilakukan pelatihan secara periodik untuk menjaga kualitas pelayanan
rekam medis di rumah sakit.
Kata kunci: Pelatihan, Identitas pasien, Coding, Filing
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
Kusuma Estu Werdani. S541108051. 2013. Comparison of knowledge and
achievement standards officers processing medical records before and after
in hospitals Pacitan. Tesis. Advisor I: Prof. dr. Bhisma Murti, MPH, M.Sc, PhD,
II: dr. Ari Natalia Probandari, MPH, PhD. Master of Family Medicine. Eleven
March Graduate Program University of Surakarta.
Low achievement of medical record processing standard is a rationale to
provide a training for medical record officer. By on the job training method,
medical record officers have opportunity to develop the training matter by
practice. This study aimed to compare the achievement of knowledge officers and
medical record processing standards before and after training.
This research was a mixed methods study. The quantitative approach used
quasi-experimental pretest-posttest design, in order to measure the achievement
standard of completeness patient identification filling and medical record coding.
Qualitative research was used to measure the knowledge of officers and
achievement of medical record filing standard. Quantitative data was analyzed by
chi-square statistical test, while the qualitative data was analyzed by summative
content analysis techniques.
The results showed that increasing of patient identification filling from
22.22% up to 90.37% (p-value = 0.000) and increasing of medical records coding
completeness from 18.52% up to 74.81% (p-value = 0.000). The qualitative data
showed that knowledge officers about medical records have increased than before,
and achievement of medical record filing standard have fulfilled entirely. Even,
there was a change of officers’ paradigm and attitudes against the function and
process of medical records to support the hospital services.
The study concludes an increasing of knowledge among officers and
achievement of medical record processing standard after the training. Therefore,
training should be done periodically to sustain the quality of medical record
services in the hospital.
Keywords: Training, Patient Identification, Coding, Filing
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………...…....................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ...................... ...................... ................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………………...…......... iii
KATA PENGANTAR ...................... ...................... ..................... ...................... ................
iv
PERNYATAAN ...................... ...................... ..................... ...................... ........................
vi
ABSTRAK ...................... ...................... ..................... ...................... ...................... ...........
vii
ABSTRACT ...................... ...................... ..................... ...................... ...................... ........
viii
DAFTAR ISI ……………………………………………………...…................................... ix
DAFTAR TABEL ……………………………………………………...…....... …………... xii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………...…....... …………...
xiii
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………...…....... ………... xiv
BAB I.
BAB II.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ….…………………………………………………..
1
B. Perumusam Masalah Penelitian …..…………………………………………..
5
C. Tujuan Penelitian……………………………………………………...….......
5
D. Manfaat Penelitian ……………………………………………………………
6
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Rekam Medis
a. Pengertian Rekam Medis ………………………………………….
8
b. Tujuan Rekam Medis ……………………………………………...
9
c. Standar Pengolahan Rekam Medis di Rumah Sakit
to user
1) Isi Rekam Mediscommit
………………………………..........……........
ix
11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2) Alur Rekam Medis ……………………………….......................
14
3) Prosedur Penerimaan Pasien ………………………………........
19
4) Proses Pengolahan Rekam Medis ………………………………
21
2. Pelatihan
1) Konsep Pelatihan ………………………………………………….. 29
2) Penentuan Kebutuhan Pelatihan (Assessing Training Need)………. 30
3) Metode Pelatihan ..………………………………………………...
33
4) Efektivitas Program Pelatihan……………………………………..
37
B. Penelitian yang Relevan................................................................................
41
C. Kerangka Pikir ........................................................ ……………………… 46
D. Pernyataan Penelitian dan Hipotesis .............................................. …..…... 47
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ................................................. ……………………………. 48
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................. ……………...
49
C. Populasi dan Sampel ................................................. ………………………
49
D. Variabel Penelitian ................................................. ………………………...
51
E. Definisi Operasional ................................................. ……………………
51
F. Teknik Pengumpulan Data ................................................. ………………... 54
BAB IV
G. Instrumen Penelitian ................................................. ………………………
55
H. Validitas Data …………… ................................................. ……………..
55
I. Pengolahan Data Penelitian ................................................. ……………….
56
J. Analisis Data Penelitian ................................................. …………………..
57
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Karakteristik Rekam Medis ........................................... ……………….
59
2. Karakteristik Informan Penelitian ........................................... ……….
59----------
commit
to user Standar Pengolahan Rekam
3. Pengetahuan Petugas dan
Pencapaian
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Medis Sebelum Pelatihan
a. Pengetahuan Petugas ........................................... ………………….
60
b. Kelengkapan Pengisian Identitas Pasien ...........................................
63
c. Kelengkapan Coding Rekam Medis ........................................... …
64
d. Ketepatan Filing Rekam Medis ........................................... ………
64
4. Proses Pelatihan Rekam Medis ........................................... ……………. 66
5. Pengetahuan Petugas dan Pencapaian Standar Pengolahan Rekam ------------Medis Sesudah Pelatihan
---a. Pengetahuan Petugas ........................................... ………………….
67
b. Kelengkapan Pengisian Identitas Pasien ...........................................
70
c. Kelengkapan Coding Rekam Medis......................................... ……..
71
d. Ketepatan Filing Rekam Medis......................................... ………….
71
6. Perbandingan Pengetahuan Petugas dan Pencapaian Standar Pengolahan ------------Rekam Medis Sebelum dan Sesudah Pelatihan
---a. Pengetahuan Petugas ........................................... ………………….
74
b. Kelengkapan Pengisian Identitas Pasien ...........................................
79
c. Kelengkapan Coding Rekam Medis......................................... ……..
81
d. Ketepatan Filing Rekam Medis......................................... ………….
82
B. Pembahasan..............................................………………..…………………
84
C. Keterbatasan Penelitian ................................................. ………………….
91
KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN …………………..……………..
93
DAFTAR PUSTAKA ................................................. …………………..…………………
95
BAB V
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1
Kelengkapan Pengisian Identitas Pasien Rawat Jalan di RSUD
Kabupaten Pacitan Periode Mei-Juli 2012 ............................................... 3
Tabel 4.1
Karakteristik Peserta Pelatihan .......................................... ……………... 58
Tabel 4.2
Perbandingan Pengetahuan Umum Petugas tentang Rekam Medis
74
Sebelun dan Sesudah Pelatihan ......................................... ……………...
Perbandingan Pengetahuan Petugas tentang Prosedur Kelengkapan
Pengisian
Identitas
Pasien
Sebelum
dan
Sesudah
Pelatihan……………............................................. …………….........
75
Tabel 4.3
Tabel 4.4
Perbandingan Pengetahuan Petugas tentang Prosedur Kelengkapan
Coding
Rekam
Medis
Sebelum
dan
Sesudah
Pelatihan……………...……......................................... ……………….
76
Tabel 4.5
Perbandingan Pengetahuan Petugas tentang Prosedur Ketepatan Filing
Rekam
Medis
Sebelum
dan
Sesudah
Pelatihan……………...……………......................................... ………… 78
Tabel 4.6
Perbandingan Prosedur Ketepatan Filing Sebelum dan Sesudah
Pelatihan......................................... ……………....................................... 82
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Pikir .............. .......................................................................
44
Gambar 3.1 Desain Penelitian One-group Pretest Posttest Design................................. 46
Gambar 4.1 Perbandingan Kelengkapan Pengisian Identitas Pasien Sebelum dan
80
Sesudah Pelatihan…………......……………...……………...…………...
Gambar 4.2 Perbandingan Kelengkapan Coding Rekam Medis Sebelum dan Sesudah
Pelatihan……………...……………...……………...……………...……... 81
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1
Lembar Observasi Kelengkapan Pengisian Identitas Pasien ......................
98
Lampiran 2
Lembar Observasi Kelengkapan Coding Rekam Medis.... .........................
99
Lampiran 3
Lembar Observasi Ketepatan Filing Rekam Medis …................................
100
Lampiran 4
Pedoman Wawancara Pengetahuan Standar Pengolahan Rekam Medis …
101
Lampiran 5
Analisis Kualitatif Pengetahuan Petugas tentang Standar pengolahan
Rekam Medis Sebelum Pelatihan............................... ............................... 102
Analisis Kualitatif tentang Prosedur Ketepatan Filing Rekam Medis
Sebelum Pelatihan...................... .............................. ...................... ……
106
Lampiran 6
Lampiran 7
Analisis Kualitatif Pengetahuan Petugas tentang Standar pengolahan
Rekam Medis Sesudah Pelatihan...................... .............................. …..
107
Lampiran 8
Analisis Kualitatif tentang Prosedur Ketepatan Filing Rekam Medis
Sesudah Pelatihan...................... .............................. ...................... .......... 112
Lampiran 9
Perbandingan Pengetahuan Petugas tentang Pengolahan Rekam Medis
Sebelum dan Sesudah Pelatihan...................... .............................. …….
113
Lampiran 10 Perbandingan Ketepatan Filing Rekam Medis Sebelum dan Sesudah
Pelatihan...................... .............................. ……....................... ............... 116
Lampiran 11 Hasil Observasi Kelengkapan Pengisian Identitas Pasien Sebelum
Pelatihan ...................... .............................. ...................... ........................ 117
Lampiran 12 Hasil Observasi Kelengkapan Coding Penyakit Pasien Sebelum Pelatihan
121
Lampiran 13 Hasil Observasi Kelengkapan Pengisian Identitas Pasien Sesudah
Pelatihan .............................. ...................... ......................................
123
Lampiran 14 Hasil Observasi Kelengkapan Coding Penyakit Pasien Sesudah Pelatihan
127
Lampiran 15 Hasil Uji Statistik ………......................... ...................... ..........................
129
Lampiran 16 Lembar Persetujuan Menjadi Informan penelitian ……………………….. 131
Lampiran 17 Surat Permohonan Ijin Penelitian ...................... ...................... .................
132
Lampiran 18 Surat Ijin Kesbangpolinmas Kabupaten Pacitan ...................... ..................
133
Lampiran 19 Dokumentasi Foto Penelitian ...................... ...................... ........................
135
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Rekam medis merupakan bukti tertulis yang memuat segala tindakan
medis kepada pasien serta sumber data yang sangat vital dalam
penyelenggaraan sistem informasi manajemen di rumah sakit dan sangat
penting dalam proses pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen. Tujuan
pengelolaan rekam medis di rumah sakit adalah untuk menunjang tercapainya
tertib administrasi dalam rangka upaya mencapai tujuan rumah sakit, yaitu
peningkatan mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit, oleh sebab itu dalam
mengelola rekam medis, setiap rumah sakit harus selalu mengacu pada
pedoman atau petunjuk teknis pengelolaan rekam medis yang dibuat oleh
rumah sakit yang bersangkutan (Anggraini, 2007).
Adapun kegiatan penyelenggaraan rekam medis di rumah sakit terdiri
dari kegiatan penerimaan/registrasi pasien, pencatatan (recording) yang
meliputi sistem penomoran dan penamaan, pengolahan data medis yang
meliputi coding dan indeksing, penyimpanan/ penjajaran rekam medis
(filing), dan pengambilan kembali berkas rekam medis (retrievel), yangmana
semua
kegiatan
tersebut
harus
sesuai
dengan
Petunjuk
Teknis
Penyelenggaraan Rekam Medis Rumah Sakit yang telah ditetapkan (Dirjen
Yanmed, 2006).
commit to user
1
2
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada bagian rekam
medis di RSUD Kabupaten Pacitan, terlihat adanya penurunan produktivitas
kerja para pegawainya. Hal ini terlihat pada proses pengolahan rekam medis
yang tidak sesuai prosedur, antara lain pada kegiatan pengisian identitas
pasien, coding dan filing. Adanya permasalahan tersebut, juga sudah diteliti
oleh peneliti-peneliti sebelumnya, yaitu Mariana (2009) yang menemukan
dari 100 berkas rekam medis poli psikiatri RS Dr. H. Marzoeki Mahdi Mahdi
periode Januari – Mei 2009, ada 97% yang tidak diisi nomor ID, 59% tidak
ada nomor telepon, 92% tidak ada golongan darahnya. Hasanah (2008) juga
menemukan ketidaklengkapan pengisian rekam medis meliputi 51% status
pekerjaan, 100% status perkawinan, 100% jam pemeriksaan, 54% nama
dokter.
Dalam studi pendahuluan yang dilakukan di bagian rekam medis rawat
jalan RSUD Kabupaten Pacitan, peneliti menemukan ketidaklengkapan
pengisian data identitas pada 100 berkas rekam medis pasien yang diambil
secara acak, sebagaimana terlihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 1.1 Kelengkapan Pengisian Identitas Pasien Rawat Jalan di RSUD
Kabupaten Pacitan Periode Mei-Juli 2012
Identitas Pasien
Jumlah
Nama
Jenis Kelamin
Tanggal Lahir
Alamat
No. Telepon
Pekerjaan
Status Perkawinan
Agama
Nama Ibu
Nama Suami/ Istri
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
Diisi (%)
Tidak Diisi (%)
100
0
100
0
76
24
100
100
1
99
1
99
1
99
2
98
1
commit
to user 99
2
98
Petugas yang
mengisi
Tenaga RM
Tenaga RM
Tenaga RM
Tenaga RM
Tenaga RM
Tenaga RM
Tenaga RM
Tenaga RM
Tenaga RM
Tenaga RM
perpustakaan.uns.ac.id
3
digilib.uns.ac.id
Selama ini pengisian identitas pasien dianggap sebagai hal yang sepele
dan tidak terlalu penting, hal ini terlihat pada besarnya persentase identitas
pasien yang tidak diisi. Padahal, tidak lengkapnya pengisian identitas pasien
dapat menjadi penghambat dalam menyelesaikan administrasi. Berdasarkan
hasil wawancara peneliti dengan petugas administrasi, tidak adanya nomor
telepon dari pasien ataupun keluarga pasien juga pernah menjadi masalah
dikarenakan terjadi kesalahan perhitungan pada biaya perawatan pasien yang
bersangkutan. Dari aspek legalitas, tidak adanya penulisan nama dokter dan
waktu pemeriksaan tidak sesuai dengan yang ditetapkan pada Permenkes No.
269/ Menkes/ PER/ III/ 2008 pasal 5 (4) yang menyatakan tentang “Setiap
pencatatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan
dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikan
pelayanan kesehatan secara langsung”.
Peneliti juga menemukan 100 berkas rekam medis pasien rawat jalan
yang diambil secara acak, diperoleh 72% berkas rekam medis tersebut tidak
di-coding. Padahal secara prosedur kegiatan coding ini merupakan tanggung
jawab para petugas rekam medis. Pentingnya kegiatan coding ini yaitu untuk
memudahkan pelayanan pada penyajian informasi untuk menunjang fungsi
perencanaan, manajemen, dan riset bidang kesehatan.
Untuk kegiatan pengolahan filing (penyimpanan) rekam medis juga
seringkali tidak sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Berdasarkan
hasil observasi oleh peneliti, diketahui bahwa ada beberapa permasalahan
antara lain, pertama, pengambilan rekam medis sering dilakukan oleh petugas
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
4
digilib.uns.ac.id
di luar rekam medis ketika mereka memerlukan, kedua, tidak membuat
laporan tentang jumlah rekam medis yang dikeluarkan dari rak penyimpanan
setiap harinya, ketiga, tidak membuat laporan tentang rekam medis yang
salah simpan dan yang tidak ditemukan setiap harinya, padahal faktanya
hampir setiap hari pelayanan ditemukan ada 2-3 berkas rekam medis yang
tidak ditemukan, dan keempat, tidak mencatat berkas rekam medis yang
dipinjam.
Hasil wawancara peneliti dengan beberapa petugas rekam medis rawat
jalan, juga diketahui bahwa semua petugas belum pernah mengikuti pelatihan
tentang rekam medis. Selama ini mereka bekerja hanya berdasar pada
pengalaman saja. Adanya permasalahan yang telah diuraikan di atas, tidak
terlepas dari kurangnya pengetahuan, ketrampilan, dan pemaknaan tentang
arti pentingnya pengolahan rekam medis oleh para petugas.
Adapun salah satu upaya untuk mewujudkan mutu penyelenggaraan
rekam medis itu adalah melalui pelatihan sumber daya manusia, yang
memungkinkan dapat memanfaatkan segala kemampuan yang dimiliki oleh
pegawai (Cholifah, 2008). Pelatihan secara luas dipahami sebagai suatu
komunikasi yang diarahkan pada populasi tertentu yang bertujuan untuk
mengembangkan ketrampilan, mengubah perilaku dan meningkatkan
kompetensi. Pelatihan juga merupakan sarana untuk mengurangi penurunan
kualitas sumber daya manusianya (NIOSH, 1999).
Sehingga, adanya latar belakang permasalahan di atas mendorong
peneliti untuk mengadakan suatu pelatihan tentang rekam medis, yang
commit to user
5
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
difokuskan pada kelengkapan pengisian identitas pasien, coding, dan filing.
Selanjutnya, peneliti ingin mengetahui sejauhmana efektivitas pelatihan yang
telah dilaksanakan dapat meningkatkan pengetahuan petugas rekam medis
dan pencapaian standar pengolahan rekam medis, yang pada akhirnya akan
berdampak pada peningkatan produktivitas petugas serta perbaikan mutu
pelayanan di rumah sakit.
B. Perumusan Masalah Penelitian
1.
Bagaimana peningkatan pengetahuan sebelum dan sesudah pelatihan
terhadap petugas rekam medis?
2.
Apakah ada peningkatan pencapaian standar pengolahan rekam medis
tentang kelengkapan pengisian identitas pasien sebelum dan sesudah
pelatihan kepada petugas rekam medis?
3.
Apakah ada peningkatan pencapaian standar pengolahan rekam medis
tentang kelengkapan coding sebelum dan sesudah pelatihan kepada
petugas rekam medis?
4.
Apakah ada peningkatan pencapaian standar pengolahan rekam medis
tentang ketepatan filing sebelum dan sesudah pelatihan kepada petugas
rekam medis?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengukur efektivitas pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan
pencapaian standar pengolahan rekam medis di RSUD Kabupaten
Pacitan.
commit to user
6
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Tujuan Khusus
a. Menyusun konsep pelatihan pengolahan rekam medis tentang
kelengkapan pengisian identitas pasien, coding dan filing kepada
petugas rekam medis rawat jalan di RSUD Kabupaten Pacitan.
b. Mengukur pencapaian standar pengolahan rekam medis (kelengkapan
pengisian identitas pasien, coding dan filing) sebelum dilakukan
pelatihan kepada petugas rekam medis rawat jalan di RSUD
Kabupaten Pacitan.
c. Melaksanakan
pelatihan
pengolahan
rekam
medis
tentang
kelengkapan pengisian identitas pasien, coding dan filing kepada
petugas rekam medis rawat jalan di RSUD Kabupaten Pacitan.
d. Membandingkan pencapaian standar pengolahan rekam medis
(kelengkapan pengisian identitas pasien, coding dan filing) sebelum
dan sesudah dilakukan pelatihan kepada petugas rekam medis rawat
jalan di RSUD Kabupaten Pacitan.
e. Membandingkan pengetahuan sebelum dan sesudah dilakukan
pelatihan kepada petugas rekam medis rawat jalan di RSUD
Kabupaten Pacitan.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang intervensi pelatihan
terhadap penerapan standar pengolahan rekam medis tentang kelengkapan
pengisian identitas pasien, coding dan filing di rumah sakit.
commit to user
7
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Manfaat Praktis
Diharapkan dapat melakukan perbaikan terhadap pengolahan rekam medis
rawat jalan khususnya tentang kelengkapan pengisian identitas pasien,
coding dan filing di RSUD Kabupaten Pacitan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Rekam Medis
a. Pengertian Rekam Medis
Pengertian rekam medis dalam Permenkes No. 269/ Menkes/ PER/ III/
2008 adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang
identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain
yang telah diberikan kepada pasien. Dalam penjelasan pasal 46 ayat (1)
UU Praktik Kedokteran, yang dimaksud dengan rekam medis adalah
berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien,
pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah
diberikan kepada pasien.
Sedangkan menurut Hatta (2009), rekam medis merupakan kumpulan
fakta tentang kehidupan seseorang dan riwayat penyakitnya, termasuk
keadaan sakit, pengobatan saat ini dan saat lampau yang ditulis oleh
para praktisi kesehatan dalam upaya mereka memberikan pelayanan
kesehatan kepada pasien.
b. Tujuan Rekam Medis
Tujuan rekam medis adalah menunjang tercapainya tertib
administrasi dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan di
Rumah Sakit. Tanpa dukungan suatu sistem pengelolaan rekam medis
commit to user
8
9
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
baik dan benar tertib administrasi di rumah sakit, tidak akan berhasil
sebagaimana
yang
diharapkan.
Sedangkan
tertib
administrasi
merupakan salah satu faktor yang menentukan upaya pelayanan
kesehatan di rumah sakit.
Kegunaan rekam medis dapat dilihat dalam dua kelompok besar
yaitu yang paling berhubungan langsung dengan pelayanan pasien
(primer) dan yang berkaitan dengan lingkungan seputar pelayanan
pasien namun tidak berhubungan langsung secara spesifik (sekunder).
a. Tujuan utama (primer) rekam medis
1. Pasien, rekam medis merupakan alat bukti utama yang mampu
membenarkan adanya pasien dengan identitas yang jelas dan
telah mendapatkan berbagai pemeriksaan dan pengobatan di
sarana
pelayanan
kesehatan
dengan
segala
hasil
serta
konsekuensi biayanya.
2. Pelayanan pasien, rekam medis mendokumentasikan pelayanan
yang diberikan oleh tenaga kesehatan, penunjang medis dan
tenaga lain yang bekerja dalam berbagai fasilitas pelayanan
kesehatan. Rekaman yang rinci dan bermanfaat menjadi alat
penting dalam menilai dan mengelola risiko manajemen. Selain
itu rekam medis setiap pasien juga berfungsi sebagai tanda bukti
sah yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Oleh
karena itu rekam medis yang lengkap harus setiap saat tersedia
commit to user
10
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan
berisi
data/informasi
tentang
pemberian
pelayanan
kesehatan secara jelas.
3. Manajemen pelayanan, rekam medis yang lengkap memuat
segala aktivitas yang terjadi dalam manajemen pelayanan
sehingga digunakan dalam menganalisis berbagai penyakit,
menyusun pedoman praktik serta untuk mengevaluasi mutu
pelayanan yang diberikan
4. Menunjang pelayanan, rekam medis yang rinci akan mampu
menjelaskan aktivitas tentang penanganan sumber-sumber yang
ada pada organisasi pelayanan di rumah sakit.
5. Pembiayaan, rekam medis yang akurat mencatat segala
pemberian pelayanan kesehatan yang diterima pasien, sehingga
menentukan besarnya biaya yang harus dibayar.
b. Tujuan sekunder rekam medis
Tujuan sekunder rekam medis berkaitan dengan lingkungan
seputar pelayanan pasien meliputi kepentingan edukasi, riset,
peraturan dan pembuatan kebijakan, dan tidak berhubungan secara
spesifik antara pasien dan tenaga kesehatan.
1) Edukasi,
meliputi:
mendokumentasikan
pengalaman
profesional di bidang kesehatan, menyiapkan sesi pertemuan
dan presentasi, bahan pengajaran
2) Peraturan, meliputi: bukti pengajuan perkara ke pengadilan,
membantu pemasaran pengawasan, menilai kepatuhan sesuai
commit to user
11
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
standar pelayanan, sebagai dasar pemberian akreditasi bagi
profesional dan rumah sakit, membandingkan organisasi
pelayanan kesehatan
3) Riset, meliputi: mengembangkan produk baru, melaksanakan
riset klinis, menilai teknologi, studi keluaran pasien, studi
efektivitas serta analisis manfaat dan biaya pelayanan pasien,
mengidentifikasi populasi yang berisiko, mengembangkan
registrasi dan basis/pangkalan data (data base), menilai
manfaat dan biaya sistem rekaman.
4) Pengambilan kebijakan, meliputi: mengalokasikan sumbersumber, melaksanakan rencana strategis, memonitor kesehatan
masyarakat.
5) Industri, meliputi: melaksanakan riset dan pengembangan,
merencanakan strategi pemasaran.
c. Standar Pengolahan Rekam Medis di Rumah Sakit
1) Isi Rekam Medis
(a) Isi Rekam Medis
Menurut Permenkes no. 749a tahun 1989 tentang Rekam Medis
isi rekam medis adalah milik pasien. Sebagaimana yang terdapat
pada 15 yang menyatakan bahwa “Isi rekam medis untuk pasien
rawat jalan dapat dibuat sekurang-kurangnya memuat: identitas,
anamnese, diagnosis, dan tindakan/pengobatan”. Sedangkan untuk
rincian isinya ditetapkan pada pasal 16, yaitu “Isi rekam medis
commit to user
12
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
untuk pasien rawat nginap sekurang-kurangnya memuat : (a)
identitas pasien, (b) anamnesa, (c) riwayat penyakit, (d) hasil
pemeriksaan laboratorik, (e) diagnosis, (f) persetujuan tindakan
medik, (g) tindakan/pengobatan, (h) catatan perawat, (i) catatan
observasi klinis dan hasil pengobatan dan (j) resume akhir dan
evaluasi pengobatan” (PORMIKI, 2006).
Menurut Juwandi dalam Erfavira (2012), mengelompokkan
data pasien yang diperlukan dalam rekam medis menjadi empat,
yaitu:
(1)Data
pribadi,
merupakan
keterangan-keterangan
yang
diperlukan untuk identifikasi pasien. Data tersebut mencakup
nama pasien menurut identitas (KTP), tempat dan tanggal lahir,
jenis kelamin, status perkawinan, alamat pada saat pencatatan
dilakukan, keluarga terdekat, pekerjaan pasien, nama dokter
yang merawat, dan keterangan lainnya yang relevan.
(2)Data finansial, adalah keterangan yang berhubungan dengan
pembayaran biaya perawatan dan pengobatan pasien seperti
nama/ alamat majikan/ perusahaan tempat pasien bekerja,
perusahaan asuransi yang menanggung biaya perawatan dan
pengobatan pasien, tipe asuransi, nomor polisi, dan sebagainya.
(3)Data sosial, adalah keterangan mengenai kedudukan sosial
pasien, yaitu keterangan tentang kewarganegaraan/ keluarga
commit to user
13
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pasien, hubungan keluarga, agama, penghidupan pasien,
kegiatan masyarakat yang diikuti, dan sebagainya.
(4)Data Medis, merupakan rekam klinis dari pasien, rekaman
riwayat pengobatan yang diberikan selama perawatan dan
pengobatan.
(b) Ketentuan tentang Kelengkapan Isi Rekam Medis
(1) Ketentuan Umum
Ketentuan umum yang harus dipenuhi dalam melengkapi
rekam medis yaitu mencakup beberapa hal, pertama, setiap
tindakan atau konsultasi yang dilakukan terhadap pasien,
selambat-lambatnya dalam waktu 2x24 jam harus ditulis dalam
lembaran (formulir) rekam medis. Kedua, semua pencatatan
harus ditandatangani oleh dokter/ tenaga kesehatan lainnya
sesuai dengan kewenangannya dan ditulis nama terangnya serta
diberi tanggal. Ketiga, pencatatan yang dibuat oleh mahasiswa
kedokteran dan mahasiswa lainnya ditandatangani dan menjadi
tanggung jawab dokter yang merawat atau oleh dokter yang
membimbingnya. Keempat, pencatatan yang dibuat oleh
residens harus diketahui oleh dokter pembimbingnya. Kelima,
dokter yang merawat dapat memperbaiki kesalahan penulisan
dan melakukannya pada saat itu juga serta dibubuhi paraf, dan
keenam, penghapusan tulisan dengan cara apapun tidak
diperbolehkan.
commit to user
14
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(2) Kelengkapan Isi Rekam Medis
Dokumen rekam medis pasien rawat jalan, rawat inap dan
pasien gawat darurat, minimal memuat informasi pasien
tentang: (a) identitas pasien, (b) anamnesis yang berisi keluhan
utama, riwayat sekarang, riwayat penyakit yang pernah diderita
dan riwayat keluarga tentang penyakit yang mungkin
diturunkan/
kontak,
(c)
pemeriksaan
yang
meliputi
pemeriksakaan fisik, laboratorium dan khusus lainnya, (d)
diagnosis
yang
meliputi
diagnosis
awal/masuk/kerja,
diferensial diagnosis, diagnosis utama, diagnosis komplikasi
dan diagnosis lainnya, (e) pengobatan/tindakan, (f) persetujuan
tindakan/pengobatan, (g) catatan konsultasi, (h) catatan perawat
dan tenaga kesehatan lain, (i) catatan observasi klinik dan hasil
pengobatan, (j) resume akhir dan evaluasi pengobatan, dan (k)
pengorganisasian.
2) Alur Rekam Medis
a. Alur Rekam Medis Rawat Jalan
Pelayanan pertama kali diterima oleh pasien yaitu pada saat
mendaftar ke Tempat Pendaftaran Rawat Jalan. Untuk pasien baru,
petugas Tempat Pendaftaran Pasien Rawat Jalan terlebih dahulu
meng-input identitas sosial lengkap, sedangkan untuk pasien lama
petugas meng-input, antara lain: nama pasien, nomor rekam medis,
nomor registrasi, poliklinik yang dituju, keluhan yang dialami.
commit to user
15
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kemudian, petugas membuatkan kartu berobat (kartu pasien) untuk
diberikan kepada pasien baru yang harus dibawa apabila berobat
ulang, selanjutnya petugas akan menyiapkan berkas rekam medis
untuk pasien tersebut. Sedangkan untuk pasien lama, harus
memperlihatkan kartu berobatnya terlebih dahulu kepada petugas,
selanjutnya akan dipersiapkan berkas rekam medisnya. Apabila
pasien lupa tidak membawa kartu berobat, maka berkas rekam
medis dapat ditemukan dengan melihat nomor rekam medis melalui
pencarian pada KIUP atau pada database komputer bagi rumah
sakit yang sudah komputerisasi (Dirjen Yanmed, 2006).
Berkas rekam medis pasien dikirimkan ke poliklinik oleh
petugas rekam medis yang telah diberi kewenangan untuk
membawa berkas rekam medis. Petugas poliklinik mencatat pada
buku register pasien rawat jalan poliklinik, yang meliputi tanggal
kunjungan, nama pasien, nomor rekam medis, jenis kunjungan,
tindakan/ pelayanan yang diberikan. Selanjutnya, dokter uang
memeriksa akan mencatat riwayat penyakit, hasil pemeriksaan,
diagnosis, terapi yang ada relevansinya pada lembaran rekam
medis (catatan dokter poliklinik). Petugas poliklinik (perawat/
bidan) membuat laporan harian pasien rawat jalan (Dirjen Yanmed,
2006).
Setelah pemberian pelayanan kesehatan di poliklinik selesai
dilaksanakan, petugas poliklinik mengirimkan seluruh berkas
commit to user
16
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
rekam medis pasien rawat jalan berikut rekapitulasi harian pasien
rawat jalan, ke instalasi rekam medis paling lambat 1 jam sebelum
berakhir jam kerja. Selanjutnya petugas instalasi rekam medis
memeriksa kelengkapan pengisian rekam medis, jika ada yang
belum lengkap harus segera diupayakan kelengkapannya. Setelah
lengkap, petugas segera mengolah rekam medis untuk dimasukkan
ke dalam kartu indeks penyakit, kartu indeks operasi dan
sebagainya sesuai dengan penyakitnya. Secara rutin, petugas
instalasi rekam medis juga harus membuat rekapitulasi setiap akhir
bulan, untuk membuat laporan dan statistik rumah sakit.
Selanjutnya, berkas rekam medis pasien disimpan berdasarkan
nomor rekam medisnya (Dirjen Yanmed, 2006).
b. Alur Rekam Medis Rawat Inap
Untuk pasien yang akan rawat inap, akan mendapatkan surat
permintaan rawat inap dari dokter poliklinik. Jika pasien
sebelumnya diperiksa di Instalasi Gawat Darurat, maka terlebih
dahulu mendaftar ke bagian Pendaftaran Pasien Rawat Inap.
Selanjutnya, petugas memastikan ke ruang rawat inap untuk tempat
tidur yang akan ditempati. Apabila tempat tidur di ruang rawat inap
yang dimaksud masih tersedia, petugas menerima pasien dan
mencatat dalam buku register penerimaan pasien rawat inap: nama,
nomor rekam medis, identitas dan data social lainnya. Serta
commit to user
17
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menyiapkan data identitas pasien pada Lembaran Masuk (rekam
medis) (Dirjen Yanmed, 2006).
Untuk RS yang telah menggunakan sistem komputerisasi, pada
saat
pasien
mendaftar
untuk
dirawat,
petugas
langsung
memasukkan data pasien meliputi nomor rekam medis, nomor
registrasi, nomor kamar perawatan dan data-data penunjang
lainnya. Apabila diberlakukan sistem uang muka, khusus pasien
non askes dan dianggap mampu, pihak keluarga pasien diminta
menghubungi bagian keuangan untuk membayar uang muka
perawatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Petugas
penerimaan pasien rawat inap mengirimkan berkas rekam medis
bersama-sama dengan pasiennya ke ruang perawatan yang
dimaksud. Selanjutnya pasien diterima di ruang rawat inap dan
dicatat pada buku register (Dirjen Yanmed, 2006).
Dokter yang bertugas mencatat tentang riwayat penyakit, hasil
pemeriksaan fisik, terapi serta semua tindakan yang diberikan
kepada
pasien
pada
lembaran
rekam
medis
dan
menandatanganinya. Perawat/ bidan mencatat pengamatan terhadap
pasien dan pertolongan perawatan yang diberikan ke dalam catatan
perawat/ bidan dan membubuhkan tanda tangannya, serta mengisi
lembaran grafik tentang suhu, nadi dan pernapasan pasien. Selama
di Ruang Rawat Inap, perawat/ bidan menambahkan lembaran
rekam medis sesuai dengan pelayanan kebutuhan pelayanan yang
commit to user
18
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diberikan pada pasien. Selain itu, perawat/ bidan juga berkewajiban
membuat sensus harian yang memberikan gambaran mutasi pasien
mulai jam 00.00 sampai dengan jam 24.00. Sensus harian dibuat
rangkap tiga ditandatangani Kepala Ruang Rawat Inap, dikirim ke
Instalasi Rekam Medis, Tempat Pendaftaran Pasien Rawat Inap dan
satu lembar arsip Ruang Rawat Inap. Pengiriman sensus harian
paling lambat jam delapan pagi hari berikutnya (Dirjen Yanmed,
2006).
Petugas ruangan memeriksa kelengkapan berkas rekam medis
sebelum diserahkan ke instalasi rekam medis. Setelah pasien keluar
dari RS, berkas rekam medis pasien segera dikembalikan ke
instalasi rekam medis paling lambat 24 jam setelah pasien keluar,
secara lengkap dan benar. Petugas instalasi rekam medis mengolah
berkas rekam medis yang sudah lengkap, melewati proses-proses
pengkodean, analisa hingga penyimpanan kembali berkas rekam
medis yang kemudian diperoleh data hasil pengolahan yang dalam
bentuk laporan statistik RS. Petugas instalasi rekam medis
membuat rekapitulasi sensus harian setiap akhir bulan dan
mengirimkan ke Subbag Pencatatan dan Laporan untuk bahan
laporan RS (Dirjen Yanmed, 2006).
Instalasi rekam medis menyimpan berkas-berkas rekam medis
pasien menurut nomor rekam medisnya. Petugas instalasi rekam
medis akan mengeluarkan berkas rekam medis, apabila ada
commit to user
19
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
permintaan baik untuk keperluan pasien berobat ulang atau
keperluan lain. Setiap permintaan rekam medis harus menggunakan
formulir peminjaman. Formulir peminjaman rekam medis dibuat
rangkap tiga, satu copy ditempel pada rekam medis, satu copy
diletakkan pada rak penyimpanan sebagai tanda keluar, dan satu
copy sebagai arsip yang meminta (Dirjen Yanmed, 2006).
Rekam medis pasien yang tidak pernah berobat lagi ke RS
selama lima tahun terakhir, dinyatakan sebagai inactive record.
Berkas rekam medis yang sudah inactive record dikeluarkan dari
rak penyimpanan dan disimpan di gudang RS/ dimusnahkan.
Yang perlu diperhatikan juga, yaitu bagi pasien gawat darurat, baik
rawat jalan maupun rawat inap, pertolongan kepada pasien
didahulukan. Setelah pasien mendapatkan pertolongan yang
diperlukan, baru dilakukan pencatatan (Dirjen Yanmed, 2006).
3) Prosedur Penerimaan Pasien
Tata cara penerimaan pasien yang akan berobat ke poliklinik
ataupun yang akan dirawat adalah bagian dari sistem pelayanan
rumah sakit. Disinilah pelayanan pertama kali yang diterima oleh
pasien saat tiba di rumah sakit, maka tata cara penerimaan inilah
pasien akan mendapatkan kesan baik ataupun buruk dari pelayanan
suatu rumah sakit. Tata cara melayani pasien dapat dinilai baik jika
petugas bersikap ramah, sopan, tertib dan penuh tanggung jawab
(Dirjen Yanmed, 2006).
commit to user
20
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Pasien Baru
Pasien baru adalah pasien yang baru pertama kali datang ke
rumah sakit. Setiap pasien baru diterima di Tempat Penerimaan
Pasien (TPP) dan akan diwawancarai oleh petugas guna
mendapatkan informasi tentang data identitas sosial pasien yang
harus diisikan pada formulir Ringkasan Riwayat Klinik, yang
akan dijadikan sebagai dasar pembuatan Kartu Indeks Utama
Pasien (KIUP) dan database bagi rumah sakit yang telah
menggunakan sistem komputerisasi (Dirjen Yanmed, 2006).
Setiap pasien baru akan memperoleh nomor rekam medis
yang akan digunakan sebagai kartu pengenal, yang harus dibawa
setiap kali berkunjung ke rumah sakit yang sama, baik berobat
jalan maupun rawat inap. Kemudian, pasien dipersilahkan
menunggu di poliklinik yang dituju dan petugas rekam medis
mempersiapkan berkas rekam medisnya untuk dikirim ke
poliklinik tujuan pasien. Semua berkas rekam medis pasien
poliklinik yang telah selesai berobat harus kembali ke Instalasi
Rekam Medis, kecuali pasien yang harus dirawat, rekam
medisnya dikirim ke ruang perawatan (Dirjen Yanmed, 2006).
b. Pasien Lama
Pasien lama adalah pasien yang pernah datang sebelumnya ke
rumah sakit. Pasien mendatangi Tempat Penerimaan Pasien untuk
melakukan pendaftaran, baik pasien dengan perjanjian maupun
commit to user
21
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
datang atas kemauan sendiri. Pasien dengan perjanjian akan
langsung menuju poliklinik yang dituju karena berkas rekam
medis sudah dipersiapkan oleh petugas. Sedangkan untuk pasien
yang datang sendiri, menunggu sementara rekam medisnya
diambilkan di tempat penyimpanan. Setelah ditemukan, rekam
medis tersebut diantarkan ke poliklinik yang dituju (Dirjen
Yanmed, 2006).
4) Proses Pengolahan Rekam Medis
Dalam pengolahan rekam medis perlu memperhatikan beberapa
prosedur yang harus dipenuhi selama memprosesnya, yaitu meliputi:
1. Pemberian Kode (coding)
Pemberian kode adalah pemberian penetapan kode dengan
menggunakan huruf atau angka atau kombinasi huruf dalam angka
yang mewakili komponen data. Kegiatan dan tindakan serta
diagnosis yang ada di dalam rekam medis harus diberi kode dan
selanjutnya di-indeks agar memudahkan pelayanan pada penyajian
informasi untuk menunjang fungsi perencanaan, manajemen dan
riset bidang kesehatan. Kode klasifikasi penyakit oleh WHO
(World Health Organization) bertujuan untuk menyeragamkan
nama dan golongan penyakit, cidera, gejala dan faktor yang
mempengaruhi kesehatan. Sejak tahun 1993 WHO mengharuskan
negara anggotanya termasuk Indonesia menggunakan klasifikasi
penyakit revisi-10 (ICD-10, International Statistical Clasification
commit to user
22
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Diseasses and Health Problem 10 Revisi). ICD-10 menggunakan
kode kombinasi yaitu menggunakan abjad dan angka (alpha
numeric) (Dirjen Yanmed, 2006).
Kecepatan dan ketepatan pemberian kode dari suatu diagnosis
sangat tergantung kepada pelaksana yang menangani berkas rekam
medis tersebut, yaitu: (1) Tenaga medis dalam menetapkan
diagnosis; (2) Tenaga rekam medis sebagai pemberi kode; (3)
Tenaga kesehatan lainnya (Dirjen Yanmed, 2006).
Penetapan diagnosis seorang pasien merupakan kewajiban, hak
dan tanggung jawab dokter (tenaga medis) yang terkait, tidak boleh
diubah oleh karenanya diagnosis dalam rekam medis harus diisi
lengkap dan sesuai dengan ketetapan pada buku ICD-10. Tenaga
rekam medis sebagai seorang pemberi kode bertanggung jawab
atas keakuratan kode dari suatu diagnosis yang sudah ditetapkan
oleh tenaga medis. Oleh karenanya jika ada hal yang kurang jelas
atau
tidak
lengkap,
sebelum
kode
ditetapkan,
sebaiknya
dikomunikasikan terlebih dahulu pada dokter yang membuat
diagnosis tersebut. Setiap pasien yang telah selesai mendapatkan
pelayanan baik rawat jalan maupun rawat inap, maka dokter yang
memberikan pelayanan harus segera membuat diagnosis akhir
(Dirjen Yanmed, 2006).
Kompetensi yang dibutuhkan oleh perekam medis dalam
pengolahan coding rekam medis ini, antara lain: (a) memberi kode
commit to user
23
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penyakit pada diagnosa pasien yang terdapat pada berkas rekam
medis sesuai dengan ICD-10; (b) mengumpulkan kode diagnosa
pasien untuk memenuhi sistem pengelolaan, penyimpanan data,
pelaporan untuk kebutuhan analisis sebab tunggal penyakit yang
dikembangkan; (c) mengklasifikasikan data kode diagnosis yang
akurat bagi kepentingan informasi morbiditas dan sistem pelaporan
morbiditas yang diharuskan; (d) menyajikan informasi morbiditas
yang akurat dan tepat waktu bagi kepentingan monitoring KLB
epidemiologi dan lainnya; (e) mengelola indeks penyakit dan
tindakan guna kepentingan laporan medis dan statistik serta
permintaan informasi pasien secara tepat dan terperinci; (f)
menjamin
validitas
data
untuk
registrasi
penyakit;
(g)
mengembangkan dan mengimplementasikan petunjuk standar
coding dan pendokumentasian (Alhadi, 2004).
2. Tabulasi (Indeksing)
Indeksing adalah membuat tabulasi sesuai dengan kode yang
sudah dibuat ke dalam indeks-indeks (dapat menggunakan kartu
indeks atau komputerisasi). Di dalam kartu indeks tidak boleh
mencantumkan nama pasien. Proses tabulasi data yang dilakukan
secara manual dapat dengan mudah diaplikasikan melalui media
komputer, data dan informasi hasil pengelompokkan data sesuai
dengan kode yang dimaksud. Sehingga data dapat diproses dan
diperoleh hasil
yang di-inginkan. Proses
commit to user
tabulasi dengan
24
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
komputerisasi ini lebih mudah dan cepat serta lebih efektif dan
efisien (Dirjen Yanmed, 2006).
Jenis indeks yang biasa dibuat, yaitu:
a. Indeks pasien, yaitu satu tabulasi kartu katalog yang berisi
nama semua pasien yang pernah berobat di RS.
b. Indeks penyakit (diagnosis) dan operasi, yaitu tabulasi yang
berisi kode penyakit dan kode operasi pasien yang berobat di
RS.
c. Indeks dokter, yaitu satu tabulasi data yang berisi nama dokter
yangmemberikan pelayanan medik pada pasien.
3. Statistik dan Pelaporan Rumah Sakit
Laporan ekstern RS ditujukan kepada Direktorat Jenderal Bina
Pelayanan Medik Depkes RI, Dinkes Provinsi, Dinkes Kabupaten/
Kota. Pelaporan ekstern RS dibuat sesuai dengan kebutuhan
Depkes RI, yang meliputi data-data tentang: (1) kegiatan RS (RL1)
; (2) keadaan morbiditas pasien rawat inap RS (RL 2a); (3) keadaan
morbiditas pasien rawat inap survailans terpadu RS (RL 2a.1); (4)
keadaan morbiditas pasien rawat jalan RS (RL 2b) ; (5) keadaan
morbiditas pasien rawat jalan survailans terpadu RS (RL 2b.1); (6)
status imunisasi (RL 2c); (7) individual morbiditas pasien rawat
inap; (8) ketenagaan RS (RL3); (9) ketenagaan individual RS (RS
vertikal Depkes) (RL 4a); (10) peralatan medik RS (RL 5); (11)
commit to user
25
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kegiatan kesehatan lingkungan (RL5); (12) infeksi nosokomial RS
(RL6) (Dirjen Yanmed, 2006).
4. Sistem Penyimpanan Rekam Medis (filing system)
Meningkatnya
kompleksitas
pelayanan
kesehatan
menyebabkan pentingnya dilakukan penyimpanan terhadap berkas
rekam medis yang ada. Menurut Basbeth dalam Sandra (2009)
kurun waktu dimana rekam medis harus dipertahankan bergantung
pada kebutuhan untuk kelanjutan pelayanan kesehatan pada pasien
dan untuk tujuan penelitian, atau pendidikan, dan atau hukum dan
peraturan.
Dianjurkan
rumah
sakit
untuk
mempertahankan
pengelolaan rekam medis sebagai standar akreditasi. Sebelum
menentukan suatu sistem yang akan dipakai perlu terlebih dahulu
mengetahui bentuk pengurusan penyimpanan dalam pengelolaan
rekam medis.
1. Cara Penyimpanan
a) Sentralisasi
Penyimpanan rekam medis pasien dalam satu kesatuan,
baik catatan-catatan kunjungan poliklinik maupun catatancatatan selama pasien rawat inap di rumah sakit.
Kebaikan cara penyimpanan dengan sentralisasi ini yaitu,
dapat mengurangi terjadinya duplikasi dalam pemeliharaan
dan
penyimpanan,
mengurangi
jumlah
biaya
yang
dipergunakan untuk peralatan dan ruangan, tata kerja dan
commit to user
26
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
peraturan mengenai kegiatan pencatatan medis mudah
distandarisasikan, memungkinkan peningkatan efisiensi kerja
petugas penyimpanan serta mudah untuk menerapkan sistem
unit record. Sedangkan ada dua macam kekurangan cara
penyimpanan dengan sentralisasi, yaitu petugas menjadi lebih
sibuk, karena harus menangani unit rawat jalan dan rawat
inap dan tempat penerimaan pasien harus berjaga selama 24
jam (Dirjen Yanmed, 2006).
b) Desentralisasi
Ada pemisahan antara rekam medis poliklinik rawat
jalan dan rawat inap. Rekam medis rawat jalan disimpan di
satu tempat penyimpanan, sedangkan rekam medis rawat inap
di bagian pencatatan medis. Kebaikan cara penyimpanan
dengan desentralisasi, meliputi adanya efisiensi waktu,
sehingga pasien mendapat pelayanan lebih cepat dan beban
kerja yang dilaksanakan petugas lebih ringan. Untuk
kekurangan cara penyimpanan dengan sentralisasi, yaitu bisa
terjadi duplikasi dalam pembuatan rekam medis dan biaya
yang diperlukan untuk peralatan dan ruangan lebih banyak
(Dirjen Yanmed, 2006).
commit to user
27
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Sistem Penyimpanan Menurut Nomor
a) Sistem Nomor Langsung (straight numerical)
Penyimpanan rekam medis dalam rak penyimpanan secara
berturut sesuai dengan urutan nomornya.
b) Sistem Nomor Akhir (terminal digit)
Disini digunakan nomor-nomor dengan enam angka, yang
dikelompokkan menjadi tiga kelompok masing-masing terdiri
dari dua angka. Angka pertama adalah dua angka terletak
paling kanan, angka kedua adalah dua angka terletak di tengah,
dan dua angka terakhir adalah dua angka terletak paling kiri.
c) Sistem Angka Tengah (middle digit)
Dalam hal ini, angka yang terletak di tengah merupakan angka
pertama, pasangan angka di kiri menjadi angka kedua, dan
pasangan angka paling kanan menjadi angka ketiga (Dirjen
Yanmed, 2006).
3. Ketentuan dan Prosedur Penyimpanan
Ketentuan dasar yang membantu memperlancar pekerjaan
pengelolaan rekam medis, yaitu:
a) Pada saat rekam medis dikembalikan ke bagian rekam medis,
harus disortir, menurut nomor, sebelum disimpan.
b) Hanya petugas rekam medis yang dibenarkan menangani
rekam medis dalam hal pengambilan maupun penyimpanan.
commit to user
28
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c) Rekam medis yang sampulnya rusak atau lembarannya lepas,
harus segera diperbaiki untuk mencegah makin rusak/
hilangnya lembaran-lembaran yang diperlukan.
d) Pengamatan terhadap penyimpanan harus dilakukan secara
periodik, untuk menemukan salah simpan dan menemukan
kartu pinjaman yang rekam medisnya belum dikembalikan.
e) Rekam medis yang berkenaan dengan proses hukum, harus
disimpan di tempat khusus, di ruangan pimpinan bagian rekam
medis, sedangkan di tempat penyimpanan biasa diberi
petunjuk.
f) Petugas penyimpanan bertanggungjawab dalam memelihara
kerapian dan keteraturan penyimpanan rekam medis.
g) Rekam medis yang sedang proses/ dipakai oleh petugas rekam
medis, harus diletakkan di atas rak/ meja, jika setiap saat akan
dipergunakan.
h) Rekam medis yang sangat tebal, harus dijadikan dua atau tiga
jilid.
i) Kepala bagian penyimpanan harus membuat laporan rutin
kegiatan yang meliputi jumlah rekam medis yang dikeluarkan
setiap hari dari rak penyimpanan untuk memenuhi permintaan,
jumlah permintaan darurat, jumlah salah simpan dan jumlah
rekam medis yang tidak dapat ditemukan.
commit to user
29
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4. Fasilitas Fisik Ruang Penyimpanan
Alat penyimpanan yang baik, meliputi penerangan yang baik,
pengaturan suhu, pemeliharaan ruangan, perhatian terhadap
faktor-faktor keselamatan. Suatu kamar penyimpanan rekam
medis sangat membantu memelihara dan mendorong kegairahan
kerja dan produktivitas pegawai yang bekerja di dalamnya
(Mariana, 2009).
Ada alat penyimpanan rekam medis yang umum dipakai,
antara lain rak terbuka (open self file unit), lemari lima laci (five
drawer file cabinet) dan roll opac. Rak terbuka lebih dianjurkan
pemakaiannya, dikarenakan harganya lebih murah, petugas dapat
mengambil dan menyimpan rekam medis lebih cepat, serta
menghemat ruangan dengan menampung lebih banyak rekam
medis dan tidak terlalu ‘makan’ tempat (Dirjen Yanmed, 2006).
2. Pelatihan
a. Konsep Pelatihan
Pelatihan secara luas dipahami sebagai komunikasi yang diarahkan
pada populasi tertentu, yang bertujuan untuk mengembangkan
ketrampilan, mengubah perilaku, dan meningkatkan kompetensi. Secara
umum, pelatihan memfokuskan secara eksklusif pada apa yang perlu
diketahui (NIOSH, 1999).
Menurut Hamalik (2001), pelatihan secara operasional dapat
commit
to user
dirumuskan sebagai suatu
proses
yang meliputi serangkaian tindak
30
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(upaya) yang dilaksanakan dengan sengaja dalam bentuk pemberian
bantuan kepada tenaga kerja yang dilakukan oleh tenaga profesional
kepelatihan dalam satuan waktu yang bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan kerja peserta dalam bidang pekerjaan tertentu guna
meningkatkan efektivitas dan produktivitas dalam suatu organisasi.
Sedangkan menurut Sikula dalam Hasibuan (2003) pelatihan
adalah proses pendidikan jangka pendek dengan menggunakan
prosedur yang sistematis dan terorganisir, sehingga karyawan
operasional belajar pengetahuan teknik pengerjaan dan keahlian untuk
tujuan tertentu.
b. Penentuan Kebutuhan Pelatihan (Assessing Training Need)
Tujuan
penentuan
kebutuhan
pelatihan
ini
adalah
untuk
mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang relevan untuk
mengetahui dan menentukan perlu atau tidaknya pelatihan dalam
organisasi tersebut. Adapun kebutuhan akan pelatihan ini ada tiga hal,
yaitu (Gomes, 2002):
1) General treatment need, yaitu penilaian kebutuhan pelatihan bagi
semua
pegawai
dalam
suatu
klasifikasi
pekerjaan
tanpa
memperhatikan data mengenai kinerja dari seorang pegawai
tertentu.
2) Observable performance discrepancies, yaitu penilaian kebutuhan
pelatihan yang didasarkan pada hasil pengamatan terhadap berbagai
permasalahan, wawancara, daftar pertanyaan, dan evaluasi/
commit to user
31
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penilaian kinerja. Adanya permasalahan tersebut dikarenakan tidak
dipatuhinya standar pelaksanaan suatu pekerjaan.
3) Future human resources need, yaitu penilaian kebutuhan pelatihan
yang tidak berkaitan dengan ketidaksesuaian kinerja, tetapi
berkaitan dengan keperluan sumber daya manusia untuk waktu yang
akan datang karena dimungkinkan adanya perubahan-perubahan.
Jika pelatihan merupakan solusi terbaik, maka pimpinan harus
memutuskan program pelatihan yang bagaimana agar tepat untuk
dilaksanakan. Ketepatan metode pelatihan tergantung pada tujuan yang
hendak dicapai. Ada dua jenis sasaran pelatihan, yaitu: (a) knowledgecentered objectives, yaitu berkaitan dengan pertambahan pengetahuan
dan perubahan sikap; (b) performance-centered objectives, mencakup
syarat-syarat khusus pada metode, syarat penilaian, perhitungan,
perbaikan, dan sebagainya (Gomes,2002).
Pertimbangan kebutuhan pelatihan sebagai proses penyusunan
rancangan pelatihan, menurut Simamora dalam Rosandita (2006) dapat
ditentukan dalam tiga analisis, antara lain:
(1) Analisis organisasional, merupakan analisis pemeriksaan jenisjenis permasalahan yang dialami oleh organisasi.
(2) Analisis operasional, merupakan proses penentuan perilaku yang
disyaratkan dalam pemegang jabatan dan standar kinerja yang
harus dipenuhi.
commit to user
32
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(3) Analisis personal, bertujuan untuk mengetahui seberapa baik
karyawan melaksanakan pekerjaannya, berdasarkan perbandingan
kinerja aktual terhadap standar kinerja organisasional.
Suatu program pelatihan disusun berdasarkan asumsi, bahwa
pelatihan
merupakan
suatu
fungsi
manajemen,
setiap
orang
membutuhkan latihan dan setiap tenaga pemimpin harus mampu dan
bersedia bertindak sebagai pelatih. Implikasinya adalah, bahwa setiap
program pelatihan seyogyanya didukung dan dibantu oleh semua
tingkatan manajemen.
Menurut
Hamalik
(2001),
penyusunan
program
pelatihan
berdasarkan beberapa prinsip yaitu, pertama, program pelatihan harus
memiliki tujuan yang jelas sehubungan dengan upaya mencapai tujuan
organisasi, serta untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, dan
sikapnya. Kedua, program pelatihan disusun berdasarkan kebutuhan
lapangan dan tujuan tertentu. Ketiga, ruang lingkup program pelatihan
dientukan berdasarkan kebijakan dan tujuan guna menjadi landasan
kesepakatan dan kerjasama. Keempat, penetapan metode dan teknik
serta proses-proses dalam suatu pelatihan harus dikaitkan secara
langsung dengan upaya memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan
pelatihan itu. Kelima, berdasarkan kebutuhan dan tujuan manajemen,
maka setiap orang yang berada dalam manajemen tersebut harus
bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelatihan, sesuai dengan
peran dan fungsi masing-masing. Keenam, melakukan penjajagan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
33
digilib.uns.ac.id
kebutuhan pelatihan, mengembangkan program pelatihan, memberikan
pelayanan administrasi, dan pelaksanaan tindak lanjut pelatihan.
Ketujuh, pelatihan yang efektif berdasarkan pada prinsip belajar aktif,
perpaduan antara teori dan praktek, pengalaman lapangan di samping
belajar reseptif, dan modifikasi tingkah laku. Dan kedelapan,
penyelenggaraan pelatihan sebaiknya di dalam lingkungan pekerjaan,
sehingga benar-benar terkait dengan kebutuhan, kondisi dan situasi,
serta tuntutan pekerjaan sesungguhnya.
c. Metode Pelatihan
Metode pelatihan yang tepat tergantung pada tujuannya. Tujuan
atau sasaran pelatihan yang berbeda, berakibat pada pemakaian metode
pelatihan yang berbeda pula.
Berdasarkan tempat pelatihannya, metode pelatihan ada dua
macam, yang pertama, metode on-site yaitu pelatihan yang diberikan
pada saat situasi kerja sehari-hari. Peserta melakukan aktivitas pelatihan
sambil bekerja. Yang kedua, metode off-site yaitu pelatihan yang
diberikan di luar jam kerja.
Sedangkan menurut Bernandin dan Russel dalam Gomes (2002)
metode pelatihan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu
pertama, informational methods, merupakan metode yang biasanya
menggunakan pendekatan satu arah, yaitu melalui mana informasi
disampaikan dari pelatih kepada peserta. Metode ini mengajarkan halhal faktual, ketrampilan, atau sikap tertentu. Para peserta tidak
commit to user
34
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diberikan kesempatan untuk mempraktekkan apa yang diajarkan selama
pelatihan. Metode pelatihan ini sering disebut pelatihan tradisional,
yang bersifat direktif dan berorientasi pada guru (teacher oriented).
Teknik-teknik yang digunakan dalam metode ini, antara lain: kuliah,
presentasi audiovisual, self directed learning (Gomes, 2002).
Kedua, experiential methods adalah metode yang mengutamakan
komunikasi yang luwes, fleksibel, dan lebih dinamis baik dengan
instruktur maupun sesama peserta, dan bisa langsung menggunakan
alat-alat yang tersedia untuk menambah ketrampilannya. Pelatihan
dengan metode ini bersifat fasilitatif dan berorientasi pada peserta
(trainee-centered). Teknik-teknik yang digunakan dalam metode ini,
antara lain: diskusi kelompok, studi kasus permainan peran (role
playing) (Gomes, 2002).
Metode pelatihan menurut Sikula dalam Rosandita (2006) adalah
sebagai berikut:
1) On-The-Job Training (praktek di kantor)
On the job training (OT) atau disebut juga pelatihan dengan
instruksi pekerjaan sebagai suatu metode pelatihan dengan cara para
pekerja atau calon pekerja ditempatkan dalam kondisi pekerjaan
yang riil, dibawah bimbingan dan supervise dari karyawan yang telah
berpengalaman atau terlatih. Metode ini dibedakan menjadi dua cara,
yaitu secara informal, yaitu pelatih memerintahkan peserta latihan
memperhatikan orang lain yang melakukan pekerjaan, kemudian ia
commit to user
35
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
meminta untuk mempraktekkannya. Kemudian, secara formal, yaitu
supervisor menunjuk seorang pekerja senior untuk melakukan
pekerjaan tersebut dan selanjutnya peserta latihan meniru pekerjaan
yang diberikan oleh pekerja senior.
Adapun manfaat metode pelatihan ini, yaitu karyawan dapat
segera mengetahui apa yang menjadi tugas/tanggungjawabnya, dapat
relatif
lebih cepat beradaptasi dengan tugas dan pekerjaanya/
lingkungan kerjanya, mampu menguasai keterampilan relatif lebih
cepat (observasi, melihat, mengerjakan), mampu melaksanakan
pekerjaan berulang-ulang (kesempatan yang ada), lebih cepat
memperoleh tingkat terampil dan mahir.
2) Praktek di lapangan
Vestibule adalah metode latihan yang dilakukan di dalam kelas
atau bengkel untuk memperkenalkan pekerjaan kepada pekerja baru
dan melatih mereka mengerjakan pekerjan tersebut.
3) Penjelasan dan Peragaan
Metode latihan yang dilakukan dengan cara ini dilakukan
dengan cara
peragaan
dan penjelasan bagaimana cara-cara
mengerjakan suatu pekerjaan melalui contoh-contoh atau percobaan
yang demontrasi.
commit to user
36
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4) Simulasi
Simulasi merupakan situasi atau kejadian yang ditampilkan
semirip mungkin dengan situasi sebenarnya, tapi hanya merupakan
tiruan saja.
5) Masa Belajar Pertukangan
Metode ini adalah cara meningkatkan keahlian pertukangan
sehingga para pekerja yang bersangkutan dapat mempelajari segala
aspek dari pekerjaannya.
6) Classroom Methods
Metode pertemuan dalam kelas ini meliputi kuliah (lecture),
rapat (conference), program instruksi, studi kasus, role playing,
diskusi, seminar.
(b) Kuliah (lecture), metode ini banyak di dalam kelas. Pelatih yang
berperan aktif mengajarkan teori-teori, sedangkan peserta
mencatat dan mempersepsikannya. Teknik ini cenderung
komunikasi searah saja.
(c) Rapat (conference), metode ini mendorong pelatih dan peserta
untuk berperan aktif, sehingga terjadi komunikasi dua arah.
Dengan metode ini diharapkan peserta akan terlatih untuk
menerima dan mempersepsikan pendapat orang lain serta dapat
mengambil keputusan terhadap masalah yang dihadapi.
(d) Program instruksi, peserta dapat belajar sendiri karena langkahlangkah pengerjaannya sudah diprogram,
commit to user
yang meliputi
37
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pemecahan informasi tentang beberapa bagian kecil sehingga
dapat dibentuk program pengajaran yang mudah dipahami dan
saling berhubungan.
(e) Metode studi kasus, pelatih memberikan kasus kepada peserta,
dengan data yang disembunyikan, sehingga mendorong peserta
untuk mencari data/ informasi dari sumber eksternal dalam
memutuskan kasus yang dihadapinya.
(f) Role playing, beberapa peserta memainkan suatu peran dalam
sebuah organisasi tiruan, untuk mengembangkan keahlian
interaksi antar manusia.
(g) Metode diskusi, melatih peserta untuk berani memberikan
pendapat dan rumusannya, beserta cara-cara untuk meyakinkan
orang lain untuk mempercayainya. Melatih peserta untuk
bersedia menerima penyempurnaan dari orang lain dalam
member dan menerima informasi.
(h) Metode seminar, mengembangkan keahlian dan kecakapan
peserta dalam menilai dan memberikan saran-saran yang
konstruktif mengenai pendapat orang lain.
d. Efektivitas Program Pelatihan
Pada saat sekarang, proses evaluasi terhadap suatu pelatihan
merupakan komponen penting dari program pelatihan suatu organisasi.
Organisasi yang menyelenggarakan pelatihan tidak hanya bertanggung
jawab terhadap apa yang dipelajari karyawan, tetapi juga bertanggung
commit to user
38
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
jawab untuk memastikan bahwa para karyawan men-transfer
pengetahuannya untuk meningkatkan kinerja mereka (Carr, 2002).
Metode evaluasi harus ditentukan berdasarkan tujuan dari proses
pelatihan dan dapat memenuhi tuntutan dari stakeholder yang terlibat.
Setiap organisasi memiliki stakeholder, dan tidak semua membutuhkan
informasi yang sama. Persyaratan informasi tersebut ada dua macam,
yaitu: (a) apakah kompetensi telah dipelajari, dan; (b) apakah hasil
belajar telah diterapkan untuk perbaikan kinerja (Carr, 2002).
Menurut Blanchard dan James dalam Rosandita (2006), agar lebih
efektif, evaluasi pelatihan sebaiknya bersifat formatif dan difokuskan
pada pemberian informasi yang dapat memperbaiki pelatihan, bukan
bersifat sumatif yang dirancang untuk menentukan apakah pelatihan
akan sukses.
Untuk menentukan seberapa baik suatu pelatihan telah mencapai
tujuannya, anda perlu menguji berbagai hasil yang diperoleh dari
pelatihan tersebut. Empat hasil terbaik yang akan diuji adalah reaksi,
pembelajaran, perilaku, dan hasil. Dengan aturannya yaitu hasil reaksi
yang diketahui pertama kali dan mempengaruhi berapa banyak hal yang
dapat
dipelajari,
sedangkan
hasil
pembelajaran
mempengaruhi
banyaknya perilaku yang dapat merubah sikap kerja, perilaku dalam
pekerjaan akan berdampak pada pelatihan pada organisasi (Rosandita,
2006).
commit to user
39
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menurut Simamora dalam Rosandita (2006) pengukuran efektivitas
pelatihan, meliputi:
1) Reaksi. Evaluasi reaksi dilakukan dengan melihat reaksi peserta
tehadap pelatihan, yang mencakup aspek materi pelatihan, instruktur
pelatihan, metode pelatihan yang digunakan, dan fasilitas pelatihan.
Evaluasi ini penting, karena jika ada reaksi positif akan membantu
meyakinkan organisasi untuk mendukung pelaksanaan program,
penilaian dapat dijadikan informasi untuk melaksanakan program
selanjutnya, serta akan dapat memotivasi peserta untuk terus belajar.
2) Pembelajaran.
Evaluasi
pembelajaran
dinilai
berdasarkan
peningkatan pengetahuan, keahlian, sikap yang diperoleh sebagai
hasil dari pelatihan. Pelaksanaan evaluasi ini terkait dengan evaluasi
reaksi.
3) Perilaku. Evaluasi perilaku dilihat berdasarkan perubahan-perubahan
yang terjadi pada pekerjaan sebagai akibat dari pelatihan. Perubahan
perilaku tersebut dapat terjadi jika ada motivasi yang kuat dalam diri
peserta pelatihan.
4) Hasil. Evaluasi hasil merupakan dampak pelatihan pada efektivitas
organisasi secara keseluruhan. Hasil pelatihan ada dua macam, yaitu
hasil yang dapat diukur dan yang tidak dapat diukur.
Efektivitas dari penyampaian pelatihan membutuhkan informasi
tentang kompetensi yang telah dicapai dengan pendekatan mengenai
kefektifan prosedur pelatihan, ketepatan media, dan metode pengajaran
commit to user
40
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
akan menjadi informasi yang sangat berharga untuk melakukan
perbaikan. Adapun informasi tersebut dapat diperoleh melalui cara,
sebagai berikut:
1) Kuesioner
Kuesioner merupakan alat terstruktur yang dapat memberikan
informasi kuantitatif dan kualitatif tentang reaksi karyawan
terhadap acara pelatihan. Kuesioner harus fokus pada isi dan
penyampaian pelatihan. Bagian isi pelatihan harus mentargetkan
pertanyaan untuk memastikan apakah materi pelatihan memberikan
informasi yang berguna untuk pekerjaan dan apakah karyawan
mendapatkan pengetahuan yang lebih luas tentang materi pelatihan
tersebut. Bagian penyampaian pelatihan harus menentukan apakah
informasi yang disajikan dalam urutan yang logis, detail, pada
tingkatan dan format yang sesuai. Informasi ini akan membantu
panitia pelatihan untuk menentukan materi pelatihan yang mana
yang harus direvisi atau ditambah dan apakah media pelatihan yang
digunakan sudah sesuai dengan isi pelatihan (Carr, 2002).
2) Knowledge Review
Knowledge Review menawarkan cara yang objektif untuk
menentukan apakah isi pelatihan telah dipelajari oleh para
karyawan. Umumnya alat penilaian yang digunakan, yaitu dengan
memberi karyawan pertanyaan - pertanyaan dan menanggapinya
secara tertulis pada awal dan akhir acara pelatihan. Pertanyaancommit to user
41
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pertanyaan yang diberikan harus berkaitan dengan tujuan
pembelajaran dalam pelatihan. Hasil dari kegiatan ini dapat
digunakan untuk mengukur ketercapaian transfer pengetahuan
selama acara pelatihan. Informasi ini akan berguna untuk
meningkatkan materi pelatihan pada tahap selanjutnya (Carr,
2002).
3) Observasi
Observasi merupakan metode evaluasi yang menyediakan
informasi mengenai reaksi karyawan untuk pelatihan. Dalam
pelatihan harus memperhatikan interaksi karyawan,
tingkat
keterlibatan dengan instruktur pelatihan dan tanggapan terhadap isi
pelatihan. Observasi ini dapat digunakan untuk memberikan
informasi umum tentang struktur pelatihan. Observasi yang
terstruktur berfokus pada pemantauan terhadap hal-hal tertentu
dalam pelatihan dan umumnya menggunakan checklist tentang
poin-poin yang akan diamati (Carr, 2002).
B. Penelitian yang Relevan
Beberapa penelitian sebelumnya yang relevan dengan penelitian yang akan
dilakukan oleh peneliti, yaitu antara lain:
1.
Penelitian Meliala dan Sunartini (2004) yang berjudul Telaah Rekam
Medis Pendidikan Dokter Spesialis Sebelum dan Sesudah Pelatihan Di
Irna RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, memiliki tujuan penelitian untuk
mengidentifikasi kelengkapan rekam medis, dan untuk menganalisis
commit to user
42
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perbedaan pada kelengkapan rekam medis sebelum dan sesudah pelatihan
terprogram. Sebuah model eksperimen semu, setelah dan sebelum
penelitian tanpa kelompok kontrol, diadopsi dalam penelitian ini. Catatan
medis sebelum studi menjadi data base line, dan yang setelah pelatihan
akan menjadi data berikutnya untuk dibandingkan dengan sebelumnya.
Pelatihan diprogram sebagai variabel prediktor untuk mempengaruhi
kelengkapan rekam medis sebagai variabel kriteria, yang diwakili pada
penilaian dengan tempat tinggal sebagai trainee, yang memiliki tanggung
jawab dalam catatan pasien medis. Sebuah metode statistik digunakan
untuk menganalisa perbedaan spesifik kualitatif. Mendapatkan hasil
penelitian yaitu, dalam 30 bagian dari 92 rekor pasangan medis, diketahui
bahwa 4 dari mereka menurun setelah diterapkan. Tapi sisanya, telah
meningkat secara
signifikan.
Secara
statistik,
program
pelatihan
mempengaruhi kelengkapan rekam medis setelah program pelatihan,
dibandingkan dengan rekam medis penuh diisi sebelum program pelatihan,
dengan nilai t = 3,66 pada signifikansi sebesar 0,0012.
2.
Penelitian Chelton (2009) yang berjudul A qualitative study to evaluate the
effectiveness of simulation as a training method in implementation of
electronic medical records, mengungkapkan bahwa penggunaan catatan
medis elektronik yang telah dilakukan secara bertahap menimbulkan
kekuatiran dokter yang dapat mengganggu hubungan antara dokter-pasien.
Studi menunjukkan keprihatinan mereka terhadap hilangnya kontak mata
dengan pasien dan sambil memasukkan informasi ke komputer di hadapan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
43
digilib.uns.ac.id
pasien akan mengganggu komunikasi. Metode yang digunakan dengan
menghadirkan dokter untuk berpartisipasi dalam simulasi dengan pasien
standar yang akan direkam. Interaksi dan entry data ke dalam rekam medis
elektronik juga direkam dengan webcam dan oleh komputer dengan Morae
© kegunaan software pengujian untuk menentukan kemampuan mereka
dengan aplikasi rekam medis elektronik. Para dokter yang berpartisipasi
dilihat kaset video, mereka dibentuk ke dalam kelompok-kelompok kecil
dan melakukan simulasi kedua dengan mengubah metode komunikasinya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa simulasi adalah metode pelatihan
yang dapat membantu dokter untuk mengintegrasikan catatan elektronik
dalam berkomunikasi dengan pasien. Kesimpulannya adalah bahwa
komunikasi dengan pelatihan dalam pendidikan kedokteran harus
mencakup penggunaan komputer dan simulasi sebagai sarana yang
penting.
3.
Penelitian Ismail (2009) yang berjudul “Pengaruh Pelatihan Rekam Medis
Orientasi Masalah Terhadap Kelengkapan Pengisian Rekam Medis Rawat
Jalan Penyakit Anak RSUD Soa Sio Tidore” dengan metode penelitian
quasi experimental dengan desain one group pretest-postest design dan
subjek penelitian sebanyak 15 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kelengkapan pengisian data dasar/sosial oleh petugas registrasi, data
penunjang medis oleh petugas poliklinik dan data klinik oleh dokter
spesialis dan dokter umum mengalami peningkatan setelah pelatihan,
demikian juga halnya dengan pengetahuan, sikap dan perilaku.
commit to user
44
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4.
Penelitian Awliya (2007) yang berjudul “Evaluasi Angka Kelengkapan
Rekam Medis Dokter Pada Pasien Rawat Inap Sebelum Dan Sesudah
Pelatihan Di RSUD Banjarbaru Kalimantan Selatan Tahun 2007”, yang
menggunakan metode penelitian quasi eksperimental, dengan rancangan
one group pre test and post test design, dan melakukan intervensi berupa
pelatihan kepada dokter sebagai subjek penelitian, sebanyak 22 orang,
serta rekam medik 1 bulan sebelum pelatihan (112 berkas) dan 1 bulan
sesudah pelatihan (136 berkas), dengan menggunakan rancangan sampel
accidental sampling. Kelengkapan rekam medik, aspek hukum &
ketepatan waktu sebagai variabel dependen, serta variabel independen
meliputi pengetahuan dan pelatihan rekam medis. Penilaian menggunakan
check list (kelengkapan = 33 variabel, aspek hukum = 11 variabel) dan
kuesioner (23 pertanyaan), serta observasi pasif. Analisis menggunakan uji
statistik independent-samples t-test dan paired-samples t-test. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pada kelengkapan rekam medis didapatkan
perbedaan yang bermakna pada rekam medis sebelum pelatihan dan rekam
medis sesudah pelatihan (p=0,000), untuk aspek hukum rekam medis
terdapat perbedaan yang bermakna juga sebelum dan sesudah pelatihan
(p=0,000), sedang pemahaman dokter juga mendapatkan hasil yang
bermakna secara statistik sebelum dan sesudah pelatihan (p=0,026). Hal
ini menunjukkan bahwa ada akibat yang bernilai positif dari pemberian
intervensi berupa pelatihan pada kelengkapan rekam medis.
commit to user
45
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Perbedaan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti dengan beberapa
penelitian di atas yaitu tentang metode pelatihannya, yaitu dengan metode on
the job training, diharapkan akan dapat memberikan hasil yang optimal
dikarenakan peserta akan mendapatkan pembimbingan langsung sambil
mempraktekkannya. Sedangkan fokus penelitiannya yaitu untuk lebih
meningkatkan pencapaian standar pengolahan rekam medis, tidak hanya
tentang kelengkapan
pengisian identitas
pasien,
tetapi juga tentang
kelengkapan coding dan ketepatan filing. Dalam hal ini, pelatihan yang akan
dilakukan oleh peneliti memang tepat dibutuhkan oleh peserta dikarenakan
masih tingginya persentase masalah pengolahan rekam medis yang ada.
commit to user
46
C. Kerangka Pikir
Pelatihan
Rekam Medis
Tahap Reaksi:
- Metode pelatihan
- Instruktur pelatihan
- Materi pelatihan
- Fasilitas pelatihan
Tahap
Tahap
Pembelajaran:
Perilaku:
- Teori belajar
-
Motivasi
- Kompetensi
-
Kinerja
Tahap Hasil:
1. Pencapaian Standar
Pengolahan Rekam
Medis Rawat Jalan:
- Kelengkapan
pengisian identitas
- Kelengkapan coding
- Ketepatan filling
2. Peningkatan
Pengetahuan peserta
pelatihan
Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian
Keterangan:
: diteliti
: tidak diteliti
47
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
D. Pernyataan Penelitian dan Hipotesis
1.
Pernyataan Penelitian
Peningkatan pengetahuan petugas rekam medis sebelum dan sesudah
pelatihan.
2.
Hipotesis
a. Ada peningkatan pencapaian standar pengolahan rekam medis tentang
kelengkapan pengisian identitas pasien sebelum dan sesudah pelatihan
kepada petugas rekam medis.
b. Ada peningkatan pencapaian standar pengolahan rekam medis tentang
kelengkapan coding sebelum dan sesudah pelatihan kepada petugas
rekam medis.
c. Ada peningkatan pencapaian standar pengolahan rekam medis tentang
ketepatan filing sebelum dan sesudah pelatihan kepada petugas rekam
medis.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini merupakan metode
campuran antara kuantitatif dan kualitatif yang bersifat sejajar, dimana data
kuantitatif dan kualitatif dikumpulkan dalam waktu yang sama dan dianalisis
untuk saling melengkapi. Dalam penelitian ini, pendekatan secara kuantitatif
digunakan untuk mengukur kelengkapan pengisian identitas pasien dan
kelengkapan
coding,
sedangkan
pendekatan
secara
kualitatif
untuk
mengetahui dan mengukur sejauhmana pengetahuan petugas rekam medis
dan ketepatannya dalam melakukan filing rekam medis.
Pendekatan
penelitian
kuantitatif
menggunakan
metode
quasi
experimental, dengan model one-group pretest posttest design sebagaimana
dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Gambar 3.1
Desain Penelitian one-group pretest posttest design
Pre-test
Treatment
O1
X
Post-test
O2
Keterangan:
X = Treatment yang diberikan
O1 = Observasi yang dilakukan sebelum perlakuan (pretest)
O2 = Observasi yang dilakukan setelah perlakuan (posttest)
commit to user
48
perpustakaan.uns.ac.id
49
digilib.uns.ac.id
Perlakuan yang akan dilakukan oleh peneliti berupa sebuah konsep
pelatihan dengan metode on the job training yaitu pemberian materi pelatihan
dengan sekaligus mempraktekkan materi pelatihan tersebut langsung di dalam
pekerjaannya. Dipilihnya metode ini karena lebih efektif dan fleksibel dalam
pengaturan waktu pelatihannya. Perlakuan hanya dilakukan pada satu subyek
sebagai kelas eksperimen tanpa adanya kelas kontrol.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di bagian rekam medis rawat jalan RSUD Kabupaten
Pacitan. Waktu penelitian mulai bulan September 2012 sampai dengan bulan
Desember 2012.
C. Populasi dan Sampel
1. Penelitian Kuantitatif
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Populasi dalam
penelitian ini adalah berkas rekam medis rawat jalan pasien baru di RSUD
Kabupaten Pacitan dalam jangka waktu 1 bulan, jumlahnya rata-rata 200
berkas.
Sampel adalah bagian dari populasi. Pengambilan sampel harus
dilakukan sedemikian rupa sehingga diperoleh sampel yang benar-benar
dapat menggambarkan keadaan populasi yang sebenarnya. Dalam
penelitian ini, pengambilan sampel dilakukan melalui teknik simple
random sampling. dimana teknik ini memberikan peluang yang sama bagi
setiap anggota populasi yang dipilih menjadi anggota sampel. Adapun
rumus yang digunakan untuk menghitung sampel penelitian, adalah:
commit to user
50
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
n=
N
Ne2 + 1
Keterangan:
N = ukuran populasi
n = ukuran sampel
e = presisi yang ditetapkan/ taraf kesalahan (5%)
1 = angka konstanta
Berdasarkan rumus di atas, maka dari jumlah populasi yang ada,
diperoleh sampel sebanyak 135 berkas rekam medis rawat jalan pasien
baru sebagai subyek penelitiannya. Sampel rekam medis tersebut akan
diambil dua kali, sebelum pelatihan berjumlah 135 dan sesudah pelatihan
juga berjumlah 135, sehingga total sampel yang diambil adalah 270 berkas
rekam medis. Sampel tersebut digunakan untuk mengukur kelengkapan
pengisian identitas pasien dan kelengkapan coding.
2. Penelitian Kualitatif
Dalam penelitian kualitatif ini, subyek penelitiannya disebut sebagai
informan. Untuk informan utama dalam penelitian ini adalah seluruh
petugas rekam medis rawat jalan yang akan mengikuti pelatihan berjumlah
enam orang. Pemilihan subyek penelitian ini dengan cara purposive, yaitu
dipilih tergantung tujuan penelitian dan dengan pertimbangan tertentu,
yaitu orang yang dianggap paling tahu tentang apa yang diharapkan
peneliti.
Selain informan utama, dibutuhkan pula informan triangulasi untuk
pemeriksaan keabsahan data dan sebagai pembanding terhadap data yang
commit to user
51
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diperoleh sebelumnya. Adapun informan triangulasi dalam penelitian ini
adalah Kepala Seksi Rekam Medis RSUD Kabupaten Pacitan.
D. Variabel Penelitian
1. Penelitian Kuantitatif
a. Variabel bebas : Pelatihan Rekam Medis
b. Variabel terikat :
- Kelengkapan pengisian identitas pasien
- Kelengkapan coding
2. Penelitian Kualitatif
Variabel yang diteliti secara kualitatif adalah variabel pengetahuan peserta
pelatihan dan ketepatan filing dalam pengolahan rekam medis.
E. Definisi Operasional
1. Penelitian Kuantitatif
a. Variabel bebas : Pelatihan rekam medis
Definisi Operasional: Pemberian materi tentang pengolahan rekam
medis yang meliputi kelengkapan pengisian identitas pasien, coding,
dan filing, yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan
pencapaian standar pengolahan rekam medis. Dengan metode pelatihan
yaitu metode on the job training dengan praktek selama bekerja.
commit to user
52
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Variabel terikat
1) Kelengkapan Pengisian Identitas Pasien
a) Definisi operasional
Data identitas pasien yang ada dalam berkas rekam medis pasien
yang meliputi: nama, jenis kelamin, tanggal lahir, alamat, nomor
telepon, pekerjaan, status perkawinan, agama, nama ibu, nama
suami/ istri, diisi lengkap oleh petugas.
b) Alat ukur: check-list. Dikatakan lengkap jika 7-10 data identitas
diisi dan diberi skor 1, dan tidak lengkap jika < 7 data identitas
yang diisi dan diberi skor 0.
c) Skala data: kategorikal
2) Kelengkapan coding
a) Definisi operasional
Semua berkas rekam medis pasien diberi kode tepat sesuai
dengan diagnosis penyakit yang ditulis oleh dokter dengan
berpedoman
pada
International
Statistical
Clasification
Diseasses and Health Problem 10 Revisi (ICD-10).
b) Alat ukur: check-list. Dikatakan lengkap jika diagnosis penyakit
diberi kode dengan tepat memiliki skor 1, dan tidak lengkap jika
tidak diberi kode memiliki skor 0.
c) Skala pengukuran : kategorikal
commit to user
53
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Penelitian Kualitatif
a. Pengetahuan peserta pelatihan
1) Definisi operasional
Segala sesuatu yang diketahui oleh peserta pelatihan mengenai
rekam medis dan standar pengolahan rekam medis yang meliputi
kelengkapan pengisian identitas pasien, kelengkapan coding, dan
ketepatan filing.
2) Alat ukur: pedoman wawancara.
b. Ketepatan filling
1) Definisi operasional
Proses penyimpanan berkas rekam medis setiap hari pelayanan, yang
dilakukan secara tepat sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan,
yang meliputi:
(1) Sebelum disimpan, rekam medis disortir menurut nomornya
(2) Hanya petugas rekam medis yang melakukan pengambilan dan
penyimpanan rekam medis
(3) Membuat laporan tentang jumlah rekam medis yang dikeluarkan
dari rak penyimpanan setiap harinya
(4) Membuat laporan tentang jumlah rekam medis atas permintaan
darurat yang dikeluarkan dari rak penyimpanan setiap harinya
(5) Membuat laporan tentang jumlah rekam medis yang salah
simpan pada rak penyimpanan setiap harinya
commit to user
54
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(6) Membuat laporan tentang jumlah rekam medis yang tidak dapat
ditemukan pada rak penyimpanan setiap harinya
(7) Mencatat setiap berkas rekam medis yang dipinjam.
2) Alat ukur: lembar observasi dan pedoman wawancara.
F. Teknik Pengumpulan Data
1. Data Primer
a. Data Kuantitatif
Data primer dari pendekatan kuantitatif diperoleh dari lembar checklist
yang sudah disusun sesuai tujuan penelitian. Data ini langsung
diperoleh dari hasil penelitian dengan pengisian lembar observasi yang
meliputi data kelengkapan pengisian identitas pasien dan data
kelengkapan coding.
b. Data Kualitatif
Data primer dari pendekatan kualitatif diperoleh dari lembar observasi,
dan wawancara mendalam dengan informan penelitian, yang sudah
disusun sesuai tujuan penelitian. Data-data ini dikumpulkan untuk
mengukur pengetahuan petugas rekam medis dan ketepatan dalam
filing.
2. Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan penelusuran dokumendokumen. Selain itu, dokumentasi juga diperlukan dalam pengumpulan
data yang berupa foto, hasil rekaman, transkrip wawancara dan catatan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
55
digilib.uns.ac.id
lapangan. Data sekunder digunakan sebagai penunjang dan pelengkap dari
data primer yang ada relevansinya dengan keperluan penelitian.
G. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah lembar observasi,
kuesioner, dan pedoman wawancara. Lembar observasi berisi daftar tentang
kelengkapan pengisian identitas pasien dan kelengkapan coding. Lembar
observasi, kuesioner, dan pedoman wawancara digunakan untuk mengukur
pengetahuan petugas rekam medis dan ketepatan dalam melakukan filing.
H. Validitas Data
Uji validitas merupakan prosedur pengujian untuk melihat apakah alat ukur
yang dipakai dapat mengukur dengan cermat apa yang hendak diukur.
1. Kuantitatif
Dalam pendekatan kuantitatif, uji validitas yang digunakan adalah
validitas muka yang merujuk pada derajat kesesuaian antara penampilan
luar alat ukur dan atribut-atribut variabel yang ingin diukur, yang meliputi
kelengkapan pengisian identitas pasien dan kelengkapan coding.
2. Kualitatif
Dalam pendekatan kualitatif, uji validitas dilakukan dengan pendekatan
triangulasi, yaitu dengan memeriksa keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu di luar data untuk pengecekan. Dalam penelitian ini, triangulasi
dilakukan dengan pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan teori dan
sumber. Triangulasi teori dilakukan dengan membandingkan hasil
penelitian dengan standar yang telah ditetapkan. Sedangkan triangulasi
commit to user
56
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sumber dilakukan dengan wawancara mendalam kepada informan
triangulasi.
I. Pengolahan Data Penelitian
1. Kuantitatif
Data yang telah dikumpulkan dari hasil observasi akan diteliti dan
diperiksa ketepatan serta kelengkapannya dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
a. Editing, yang dilakukan untuk meneliti kembali checklist yang ada, bila
ada kekurangan dapat segera dilengkapi. Kegiatan ini meliputi
pemeriksaan atas pengisian lembar observasi.
b. Coding, adalah memberikan kode pada setiap variabel sebagai usaha
mengklasifikasikan jawaban yang ada menurut jenisnya, hal ini
dimaksudkan untuk mempermudah pengolahan data. Pemberian koding
dilakukan terhadap setiap item pernyataan dari lembar observasi,
dengan memberikan nama untuk setiap item pernyataan.
c. Entry data, yaitu penilaian data dengan memberikan skor untuk
pernyataan-pernyataan yang menyangkut variabel bebas dan terikat,
selanjutnya data akan dianalisis dengan menggunakan program SPSS.
d. Tabulasi, adalah kegiatan memasukkan data sesuai dengan tujuan
penelitian dan penyajiannya menggunakan tabel dan grafik pada
program komputer.
commit to user
57
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Kualitatif
Pengolahan data kualitatif dilakukan dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
a. Pengumpulan data. Data dikumpulkan dengan wawancara mendalam,
dan hasilnya dicatat dan disalin dalam bentuk transkrip.
b. Reduksi data, merupakan kegiatan merangkum dan memfokuskan pada
hal-hal penting, kemudian dicari tema dan polanya. Caranya dengan
memberi simbol pada transkrip yang diperoleh yang selanjutnya
dikelompokkan ke dalam kategori dan dicari hubungan antara kategori
tersebut.
c. Penyajian data. Data disajikan dalam bentuk naratif sesuai dengan
variabel penelitian dan diperkuat oleh dokumen-dokumen. Data juga
bisa disajikan dalam bentuk bagan, hubungan antar kategori, flowchart
dan sejenisnya.
d. Penarikan kesimpulan, dilakukan dengan membandingkan pertanyaan
penelitian dengan hasil penelitian. Kesimpulan awal masih bersifat
sementara dan akan berubah bila ditemukan bukti kuat yang
mendukung tahap pengumpulan data berikutnya.
J. Analisis Data Penelitian
Data yang diperoleh dari hasil observasi, kuesioner, dan hasil wawancara
mendalam, akan dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif yang dimaksudkan
untuk mengolah dan menemukan hasil yang dapat diinterpretasikan.
commit to user
58
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Analisis kuantitatif
Analisis data kuantitatif ini digunakan untuk mengukur variabel
kelengkapan pengisian identitas pasien dan kelengkapan coding, untuk
melihat perubahan yang terjadi dan memperbandingkan hasilnya sebelum
dan sesudah pelatihan. Adapun uji statistik yang digunakan adalah dengan
menggunakan uji Chi Square.
2. Analisis kualitatif
Analisis data kualitatif dilakukan dengan metode content analysis, yang
diawali dengan penyusunan hasil wawancara menjadi beberapa kategori,
kemudian
diringkas,
dan
selanjutnya
dilakukan
peng-coding-an
(pemberian kode) yang merupakan inti dari teks tersebut. Pengembangan
skema coding yang bagus akan memandu peneliti membuat keputusan
dalam menganalisis isi, serta menjadi pusat kepercayaan dalam penelitian
yang menggunakan content analysis. Selanjutnya, hasil tesebut akan
dilaporkan dan disajikan dalam gambaran deskriptif. Analisis ini
digunakan untuk mengambil kesimpulan dengan mengidentifikasi
karakteristik-karakteristik khusus atau pesan obyektif dan sistematis yang
ada di dalamnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Karakteristik Rekam Medis
Rekam medis yang dijadikan sebagai sampel penelitian berjumlah 135
sebelum pelatihan dan 135 sesudah pelatihan. Rekam medis berjumlah 135
sebelum pelatihan merupakan rekam medis pasien baru periode tanggal 1 27 Oktober 2012, yang melakukan kunjungan rawat jalan ke rumah sakit
sebelum pelatihan dilakukan. Sedangkan rekam medis berjumlah 135
sesudah pelatihan merupakan rekam medis pasien baru periode tanggal 2 –
25 November 2012, yang melakukan kunjungan rawat jalan setelah
pelatihan dilakukan. Jumlah rekam medis keseluruhan yang diteliti yaitu
270 berkas.
2. Karakteristik Informan Penelitian
Informan utama penelitian ini berjumlah empat orang yang terdiri dari
para petugas rekam medis rawat jalan, hal ini dikarenakan yang terlibat
dalam proses pengolahan rekam medis secara langsung adalah para
petugas
tersebut.
Seharusnya
informan
berjumlah
enam
orang,
dikarenakan satu orang informan sedang ditugaskan untuk menangani
proyek, dan satu orang informan sudah dipindahkan ke bagian lain pada
saat penelitian dilaksanakan. Berikut tabel karakteristik informan utama
penelitian:
commit to user
59
60
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.1
Karakteristik Peserta Pelatihan
Inisial
Umur
(Thn)
Jenis
Kelamin
Pendidikan
Masa Kerja di
Bagian Rekam
Medis
I-1
43
P
SMK
1 Tahun
I-2
49
P
SMA
12 Tahun
I-3
48
P
D3
15 Tahun
I-4
45
P
S1
5 Tahun
Jabatan
Petugas Pelaksana Rekam Medis
Rawat Jalan
Petugas Pelaksana Rekam Medis
Rawat Jalan
Petugas Pelaksana Rekam Medis
Rawat Jalan
Petugas Pelaksana Rekam Medis
Rawat Jalan
Dari tabel di atas diketahui bahwa semua informan adalah perempuan
dengan kisaran umur 43-49 tahun, dan pendidikan SMA, SMK, D3 dan
S1. Masa kerja informan juga bervariasi, yaitu antara 1 – 15 tahun. Semua
informan merupakan petugas pelaksana rekam medis rawat jalan yang
memiliki tugas untuk melakukan pendaftaran pasien, mengkode diagnosis
penyakit pasien (coding), serta melakukan penyimpanan (filing) berkas
rekam medis.
3. Pengetahuan Petugas dan Pencapaian Standar Pengolahan Rekam
Medis Sebelum Pelatihan
a. Pengetahuan Petugas
Untuk mengetahui pengetahuan para petugas tentang proses
pengolahan rekam medis ini, peneliti melakukan wawancara dengan
mengajukan pertanyaan yang meliputi empat hal, yaitu pengetahuan
umum tentang rekam medis, pengetahuan tentang prosedur kelengkapan
pengisian identitas pasien, pengetahuan tentang prosedur kelengkapan
commit to user
coding, dan pengetahuan tentang prosedur ketepatan filing, dengan
61
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pertanyaan berjumlah 13 pertanyaan yang bisa dikembangkan sesuai
kebutuhan penelitian.
1. Pengetahuan umum tentang rekam medis
Berdasarkan hasil wawancara yang sudah dilakukan, para
informan memiliki variasi pengetahuan tentang pengertian rekam
medis, yaitu ada yang mengasumsikan sebagai tempat dan sumber
data pasien. Untuk tujuan pengolahan rekam medis, selain untuk
memperjelas data identitas pasien beserta riwayat penyakit dan
pengobatannya, informan juga menyatakan dapat mempermudah
pembuatan
laporan
dan
pencarian
indeks
penyakit
pasien.
Sebagaimana kutipan wawancara berikut ini: “... mempermudah
membuat laporan, mempermudah mencari indek penyakit dari poli
maupun ruangan.” (Wawancara, I-2)
Sedangkan untuk pengetahuan tentang aspek yang terkandung di
dalam rekam medis, para informan belum mengetahuinya secara
jelas. Adapun jawabannya yaitu aspek sosial yang dikaitkan dengan
identitas pasien, serta aspek riwayat penyakit pasien.
2. Pengetahuan tentang prosedur kelengkapan pengisian identitas
pasien
Menurut para informan, prosedur pengisian identitas pasien
dilakukan dengan memasukkan data pasien beserta jaminan
kesehatannya jika ada, secara lengkap. Adapun kelengkapan data
pasien tersebut meliputi nama lengkap, jenis kelamin, tanggal lahir,
commit to user
62
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
alamat, nomor telepon, serta nomor registernya. Sedangkan manfaat
pengisian identitas pasien secara lengkap, menurut para informan
yaitu untuk mempermudah pencarian rekam medis pasien lama jika
hendak kontrol kembali, sehingga dapat meminimalkan kesalahan
data riwayat penyakit pasien tersebut.
3. Pengetahuan tentang prosedur kelengkapan coding
Hasil wawancara menunjukkan bahwa para informan memiliki
kesamaan persepsi tentang pengertian coding, yaitu kode diagnosa
penyakit, meskipun ada satu informan yang belum mengetahuinya.
Untuk prosedur pengisian coding pada rekam medis, informan
menyatakan bahwa penetapan diagnosa penyakit merupakan
tanggung jawab dokter, kemudian petugas rekam medis melakukan
pengecekan dan pemeriksaan sebelum melakukan coding dan
dimasukkan ke dalam komputer. Selain untuk mengetahui macam
kode diagnosa penyakit, pengolahan coding ini juga memiliki
manfaat untuk mempermudah pelaporan 10 besar penyakit,
sebagaimana pernyataan informan berikut: “…untuk mempermudah
membuat laporan 10 besar penyakit.” (Wawancara, I-2)
4. Pengetahuan tentang prosedur ketepatan filing
Para informan memiliki kesamaan persepsi tentang pengertian
filing, yaitu penyimpanan rekam medis secara teratur. Menurut para
informan tentang prosedur filing rekam medis, yaitu melakukan
coding terlebih dahulu sebelum menyimpan rekam medis tersebut
commit to user
63
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sesuai dengan nomor urutnya secara teratur, sebagaimana pernyataan
informan sebagai berikut: “..satu, pengembalian kartu diagnosa dari
poli diberi data coding, dua, dimasukkan pada filing yang sudah
diberi nomor secara teratur.” (Wawancara, I-3)
Pertanyaan tentang cara penyimpanan yang diterapkan, sebagian
informan tidak mengetahuinya, dan sebagian menyatakan bahwa
berdasarkan dua angka terakhir. Untuk manfaat pengolahan filing
rekam medis jika tepat sesuai prosedur, menurut para informan yaitu
selain mempermudah pencarian data pasien lama jika kontrol
kembali, juga untuk menjaga agar rekam medis tetap aman, tidak
hilang, dan tetap rapi. Sebagaimana pernyataan informan berikut:
“…agar berkas rekam medis aman tidak hilang dan rapi,
mempermudah pencarian bila pasien kontrol.” (Wawancara, I-2)
b. Kelengkapan Pengisian Identitas Pasien
Perhitungan kelengkapan pengisian identitas pasien dilakukan
terhadap 135 berkas rekam medis yang diambil secara acak, sebelum
pelatihan dilaksanakan. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan
oleh peneliti, diketahui bahwa dari 135 rekam medis yang diambil,
terdapat 105 rekam medis yang tidak diisi lengkap, atau sekitar 77,78%.
Rekam medis dikatakan tidak lengkap jika data pasien yang diisi kurang
dari tujuh dari sepuluh data yang harus dilengkapi. Sedangkan untuk
rekam medis yang diisi lengkap, atau 7-10 data pasien telah diisi, hanya
berjumlah 30 rekam medis, atau sekitar 22,22%.
commit to user
64
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Kelengkapan Coding Rekam Medis
Perhitungan kelengkapan coding juga dilakukan terhadap 135
berkas rekam medis yang sama dengan sebelumnya, yang sudah
dihitung kelengkapan pengisian identitas pasiennya. Berdasarkan hasil
observasi yang dilakukan oleh peneliti, diketahui bahwa dari 135 rekam
medis yang diambil, terdapat 110 rekam medis yang tidak di-coding,
atau sekitar 81,48%. Sedangkan rekam medis yang diberi kode
sebanyak 25, atau sekitar 18,52%.
d. Ketepatan Filing Rekam Medis
Untuk mengetahui kelengkapan filing rekam medis rawat jalan,
peneliti melakukan wawancara dengan salah satu petugas disertai
dengan melakukan observasi secara langsung selama lima hari kerja.
Pertanyaan untuk wawancara disusun berdasarkan prosedur filing
rekam medis, sebagaimana berikut ini:
1) Sebelum disimpan, rekam medis disortir menurut nomornya.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, diketahui
bahwa hal ini sudah dilakukan. Pada saat peneliti melakukan
observasi, juga diketahui bahwa memang para petugas sudah
melakukan penyortiran terlebih dahulu sebelum menyimpan rekam
medis tersebut ke dalam rak penyimpanan. Hal ini juga dipermudah
karena rak penyimpanan sudah disusun berdasarkan nomor urutnya.
2) Hanya petugas rekam medis yang melakukan pengambilan dan
penyimpanan rekam medis.
commit to user
65
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, diketahui
bahwa pengambilan tidak selalu dilakukan oleh petugas rekam
medis, tetapi terkadang jika ada pegawai rumah sakit yang sudah
tahu tempatnya akan mengambil rekam medisnya sendiri dengan
alasan agar lebih cepat. Sedangkan berdasarkan pengamatan peneliti
memang seperti itu, dikarenakan hal ini sudah menjadi kebiasaan
setiap kali datang berobat.
3) Membuat laporan tentang jumlah rekam medis yang dikeluarkan dari
rak penyimpanan setiap harinya.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, diketahui
bahwa prosedur ini tidak dilakukan dengan alasan tidak ada waktu,
dan adanya data di komputer sudah dianggap sebagai laporan. Dari
hasil pengamatan juga diketahui tidak ada pelaporan tentang jumlah
rekam medis yang keluar setiap harinya.
4) Membuat laporan tentang jumlah rekam medis atas permintaan
darurat yang dikeluarkan dari rak penyimpanan setiap harinya.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, diketahui
bahwa informan tidak mengetahui jika ada prosedur ini sehingga
tidak dilakukan.
5) Membuat laporan tentang jumlah rekam medis yang salah simpan
pada rak penyimpanan setiap harinya.
Berdasarkan hasil wawancara tentang prosedur ini, informan
menyampaikan bahwa petugas tidak menulis laporan rekam medis
commit to user
66
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang salah simpan ini, dengan asumsi jika mencatat tidak enak
dengan teman lain.
6) Membuat laporan tentang jumlah rekam medis yang tidak dapat
ditemukan pada rak penyimpanan setiap harinya.
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa prosedur ini
tidak dilakukan, sebagaimana informan menyampaikan bahwa tidak
membuat laporan tetapi hanya mengajak teman yang lain untuk
mencari status yang tidak ditemukan tersebut.
7) Mencatat setiap berkas rekam medis yang dipinjam.
Berdasarkan hasil wawancara, informan menyampaikan bahwa
sudah mencatat jika ada rekam medis yang dipinjam.
4. Proses Pelatihan Rekam Medis
Pelatihan dilakukan dengan konsep on the job training, yaitu peserta
pelatihan langsung bekerja di tempat untuk belajar atau mempraktekkan
materi yang sudah diberikan. Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan
ketrampilan, pengetahuan, kebiasaan kerja dan sikap karyawan.
Pada proses pelatihan yang dilaksanakan, peneliti berperan sebagai
pemberi
materi
dan
pengawas
pada
saat
para
peserta
sedang
mempraktekkan pekerjaannya. Peserta pelatihan berjumlah empat orang
yang kesemuanya adalah petugas pelaksana rekam medis rawat jalan.
Peneliti memberikan materi secara bertahap dan satu per satu kepada
setiap peserta selama periode tanggal 28 Oktober – 1 November 2012,
dikarenakan harus menyesuaikan jadwal piket petugas yang menerapkan
commit to user
67
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sistem shift. Hal ini juga bertujuan agar penyampaian materi lebih efektif
dan
fokus
dikarenakan
pelatihan
ini
akan
dilanjutkan
dengan
mempraktekkannya, sehingga peserta pelatihan dapat mengamati secara
langsung apa yang menjadi tanggung jawabnya, melihat apa yang harus
dikerjakan, mampu menunjukkan apa yang dikerjakan (salah dan benar)
kemudian mampu menjelaskan tentang apa yang dikerjakan, di samping
itu peneliti akan lebih mudah mengawasi dan melihat perkembangan
peserta pelatihan tersebut. Dikarenakan pengawasan hanya dilakukan oleh
peneliti sendiri.
5. Pengetahuan Petugas dan Pencapaian Standar Pengolahan Rekam
Medis Sesudah Pelatihan
a. Pengetahuan Petugas
Setelah memberikan pelatihan kepada para petugas, peneliti
melakukan wawancara lagi untuk mengetahui peningkatan pengetahuan
petugas. Adapun hasil wawancara tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pengetahuan umum tentang rekam medis
Para informan sudah memiliki kesamaan persepsi tentang
pengertian rekam medis yaitu berkas yang berisikan dokumen
tentang identitas pasien secara nyata. Sedangkan tujuan pengolahan
rekam medis, menurut para informan meliputi beberapa hal, yaitu
untuk mempermudah dan mempercepat pelayanan, mempermudah
pencarian identitas pasien, mengetahui diagnosa penyakit beserta
pengobatan dan biayanya, serta mempermudah pembuatan laporan
commit to user
68
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
untuk
menunjang
tertibnya
administrasi
dalam
manajemen
pelayanan. Sebagaimana pernyataan informan sebagai berikut:
“…tujuannya itu untuk menunjang tercapainya tertib administrasi
dalam meningkatkan pelayanan kesehatan di rumah sakit.”
(Wawancara, I-4)
Kemudian,
pengetahuan
informan
tentang
aspek
yang
terkandung di dalam rekam medis, meliputi aspek administrasi,
medis, hukum, dokumentasi, pembiayaan, dan penelitian.
2. Pengetahuan tentang prosedur kelengkapan pengisian identitas
pasien
Prosedur pengisian identitas pasien dilakukan secara tertib,
lengkap, dan jelas, sebagaimana yang telah diuraikan oleh para
informan. Untuk rincian data pasien yang harus diisi lengkap,
meliputi nama, alamat, tanggal lahir, nama orangtua, nama suami
atau istri, nomor telepon, serta kepemilikan jaminan kesehatan, baik
askes, jamkesmas, atau sejenisnya. Sedangkan manfaat dilakukannya
pengisian identitas pasien secara lengkap, para informan menyatakan
bahwa untuk menunjang pelayanan dalam hal pencarian data atau
informasi pasien pada rekam medis, sehingga dapat mentertibkan
pendokumentasian secara jelas. Sebagaimana pernyataan informan
berikut ini: “.. manfaatnya untuk mempermudah pelayanan, petugas
dengan identitas yang lengkap akan mempermudah, dengan adanya
itu untuk mentertibkan dokumentasi secara jelas..” (Wawancara, I-1)
commit to user
69
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5. Pengetahuan tentang prosedur kelengkapan coding
Coding memiliki arti yaitu penetapan kode penyakit pasien
dengan menggunakan huruf atau angka, sebagaimana pernyataan
para informan yang sudah memiliki kesamaan persepsi tentangnya.
Sedangkan prosedur pengisian coding pada rekam medis, menurut
para informan yaitu suatu penetapan diagnosa penyakit pasien oleh
tenaga medis (dokter), kemudian penetapan kode berdasarkan ICD10 oleh petugas rekam medis, sebagaimana pernyataan informan
berikut ini: “...pertama dilihat pemeriksaan dokter itu, diagnosanya
apa, trus saya masukkan dengan ICD-10 kodenya apa.” (Wawancara,
I-3)
Untuk manfaat pengolahan coding rekam medis dengan tepat,
para informan menyatakan bahwa untuk menunjang manajemen
pelayanan pasien dalam penyajian informasi 10 besar penyakit.
6. Pengetahuan tentang prosedur ketepatan filing
Pengertian filing rekam medis menurut para informan yaitu
penyimpanan rekam medis. Untuk prosedur ketepatan filing rekam
medis, para informan menyatakan beberapa hal, yaitu penyimpanan
harus dilakukan dengan baik, teliti, aman, dan teratur sesuai nomor
urutnya, pengambilan dan penyimpanan hanya boleh dilakukan oleh
petugas rekam medis, membuat laporan jika ada rekam medis yang
tidak ditemukan, serta jika ada rekam medis yang rusak harus segera
diperbaiki. Uraian ini didukung oleh pernyataan informan berikut
commit to user
70
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ini: “…prosedurnya ya pada saat rekam medis dikembalikan, disetor
menurut nomor yang akan disimpan, juga hanya petugas rekam
medis yang menangani pengambilan dan penyimpanannya, jika ada
rekam medis yang rusak juga harus segera diperbaiki biar gak
rusak..” (Wawancara, I-4)
Para informan juga sudah mengetahui cara penyimpanan yang
diterapkan selama ini, yaitu desentralisasi dengan sistem nomor
akhir. Untuk manfaat pengolahan filing rekam medis sesuai
prosedur, yaitu mempermudah pelayanan pasien dalam pencarian
rekam medis pasien lama untuk melihat riwayat penyakitnya serta
mempermudah dalam pengambilannya kembali.
b. Kelengkapan Pengisian Identitas Pasien
Perhitungan kelengkapan pengisian identitas pasien dilakukan
terhadap 135 berkas rekam medis pasien baru yang diambil secara acak,
sesudah pelatihan dilaksanakan. Berdasarkan hasil observasi yang
dilakukan oleh peneliti, diketahui bahwa dari 135 rekam medis yang
diambil, terdapat 122 rekam medis yang sudah diisi lengkap, atau
sekitar 90,37%. Rekam medis dikatakan lengkap jika data pasien yang
diisi lebih dari tujuh dari sepuluh data yang harus dilengkapi.
Sedangkan untuk rekam medis yang tidak diisi lengkap, atau <7 data
pasien yang diisi, hanya berjumlah 13 rekam medis, atau sekitar 9,63%.
commit to user
71
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Kelengkapan Coding Rekam Medis
Perhitungan kelengkapan coding juga dilakukan terhadap 135
berkas rekam medis yang sama dengan sebelumnya, yang sudah
dihitung kelengkapan pengisian identitas pasiennya. Perhitungan
dilakukan
sesudah
pelatihan
diberikan
kepada
para
petugas.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti, diketahui
bahwa dari 135 rekam medis yang diambil, terdapat 101 rekam medis
yang sudah di-coding, atau sekitar 74,81%. Sedangkan rekam medis
yang tidak diberi kode sebanyak 34, atau sekitar 25,19%.
d. Ketepatan Filing Rekam Medis
1) Sebelum disimpan, rekam medis disortir menurut nomornya.
Prosedur ini sudah tepat dilakukan oleh para petugas, yaitu
melakukan penyortiran terhadap rekam medis yang akan disimpan
setiap harinya. Penyortiran disesuaikan dengan nomor urut lemari
penyimpanan rekam medis.
2) Hanya petugas rekam medis yang melakukan pengambilan dan
penyimpanan rekam medis.
Setelah pelatihan diberikan, para petugas melakukan ketegasan
bahwa pengambilan rekam medis harus dilakukan oleh petugas
rekam medis itu sendiri. Petugas sudah mulai tanggap ketika ada
rekan rumah sakit hendak berobat dan meminta berkas rekam
medisnya. Berdasarkan observasi oleh peneliti, prosedur ini sudah
dilakukan dengan baik oleh semua petugas.
commit to user
72
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) Membuat laporan tentang jumlah rekam medis yang dikeluarkan dari
rak penyimpanan setiap harinya.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, diketahui
bahwa para petugas tidak membuat catatan ataupun laporan tentang
jumlah rekam medis yang keluar setiap harinya, dikarenakan catatan
itu sudah tersimpan di dalam komputer. Berdasarkan observasi,
jumlah rekam medis yang keluar tersebut dapat dikontrol dengan
adanya buku pengembalian rekam medis dari poliklinik setiap
harinya.
4) Membuat laporan tentang jumlah rekam medis atas permintaan
darurat yang dikeluarkan dari rak penyimpanan setiap harinya.
Prosedur ini sama dengan prosedur di atas, yaitu jumlah rekam
medis yang dikeluarkan untuk permintaan darurat tidak dilakukan
pencatatan karena sudah dapat dilihat di dalam komputer, dan dapat
dikontrol ketika rekam medis tersebut dikembalikan lagi.
5) Membuat laporan tentang jumlah rekam medis yang salah simpan
pada rak penyimpanan setiap harinya.
Peneliti membuatkan buku tersebut, dan para petugas sudah
melaksanakan pencatatan jika ada rekam medis yang salah simpan,
sehingga prosedur ini sudah dapat terlaksana dengan baik.
6) Membuat laporan tentang jumlah rekam medis yang tidak dapat
ditemukan pada rak penyimpanan setiap harinya.
commit to user
73
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Prosedur ini juga sudah dapat terlaksana dengan baik
sebagaimana prosedur sebelumnya. Karena peneliti juga sudah
membuat buku laporan tersebut, dan para petugas sudah melakukan
pencatatan jika ada rekam medis yang tidak dapat ditemukan,
sehingga prosedur ini sudah terlaksana dengan baik.
7) Mencatat setiap berkas rekam medis yang dipinjam.
Prosedur ini sudah dilaksanakan dengan baik oleh para petugas,
yaitu selalu mencatat jika ada rekam medis yang dipinjam.
Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti, juga sudah
dilaksanakan dengan baik.
commit to user
74
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
6. Perbandingan
Pengetahuan
Petugas
dan
Pencapaian
Standar
Pengolahan Rekam Medis Sebelum dan Sesudah Pelatihan
a. Pengetahuan Petugas
Perbandingan pengetahuan petugas sebelum dan sesudah pelatihan,
dapat dilihat pada tabel-tabel di bawah ini :
Tabel 4.2 Perbandingan Pengetahuan Umum Petugas tentang Rekam
Medis Sebelun dan Sesudah Pelatihan
Tabel 4.4 Perbandingan Pengetahuan Umum tentang Rekam Medis Sebelum dan Sesudah Pelatihan
Kategori
Sub Kategori Informan Perubahan
Pengetahuan Pengertian
Umum
Rekam Medis
tentang
Rekam
Medis
Tujuan
Pengolahan
Rekam Medis
Aspek dalam
Rekam Medis
Sebelum
-
Sesudah
I-1
+
dokumen tentang identitas
I-2
+
Tempat penyetoran
tempat penyimpanan dan penyetoran
rekam medis
I-3
-
sumber data
informasi data pasien
I-4
+
data pasien
I-1
+
I-2
-
I-3
-
berkas berisi catatan dokumen tentang
identitas pasien
- mempermudah pelayanan
- mempercepat pelayanan
memperjelas identitas pasien
- mengetahui pengobatan dan
pembiayaannya
- mempermudah pencarian rekam
- mempermudah pelaporan
medis
- mudah mencari indek
- mempermudah pembuatan laporan
penyakit
mengetahui data pasien,
diagnosa dan obat
mengetahui diagnosa penyakit pasien
mengetahui obat yang diberikan
riwayat penyakit
tercapainya tertib administrasi
mempermudah pendataan
menunjang pelayanan
I-4
+
I-1
+
sosial
I-2
+
-
I-3
+
-
administrasi, medis, dokumentasi.
I-4
+
riwayat penyakit
medis, administrasi, hukum, keuangan.
medis, pendidikan, penelitian,
dokumentasi, keuangan.
administrasi, medis, hukum, keuangan,
dokumentasi.
Adanya pelatihan yang diberikan kepada para petugas telah
berpengaruh terhadap perubahan cara pandang para petugas tentang
proses pengolahan rekam medis. Hal ini terlihat pada jawaban informan
commit to user
yang meningkat setelah pelatihan daripada sebelumnya. Pada sub-
75
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kategori tujuan pengolahan rekam medis, sebelum pelatihan petugas
memiliki asumsi yang hanya berkaitan dengan pasien dan penyakitnya
saja, dan setelah pelatihan sudah mulai berkembang ke arah pelayanan
serta pengobatan dan pembiayaannya. Dari hal ini terlihat bahwa para
petugas mengalami perubahan cara pandang tentang pengolahan rekam
medis yang semakin luas. Begitu pula tentang aspek yang terkandung di
dalam rekam medis, berdasarkan jawaban yang diberikan menunjukkan
bahwa petugas sudah berpandangan luas tentangnya daripada sebelum
pelatihan.
Tabel 4.3 Perbandingan Pengetahuan Petugas tentang Prosedur
Kelengkapan Pengisian Identitas Pasien Sebelum dan Sesudah
Pelatihan
Kategori
Sub Kategori Informan Perubahan
Pengetahuan
prosedur
tentang
pengisian
prosedur identitas pasien
kelengkapan pada rekam
pengisian
medis rawat
identitas
jalan
pasien
identitas pasien
yang harus diisi
lengkap
manfaat
pengisian
identitas pasien
yang lengkap
Sebelum
Sesudah
I-1
+
nama dan alamat
identitas lengkap
I-2
+
data pasien lengkap
pengisian identitas dengan tertib dan
lengkap
I-3
+
data pasien dan penyakit
pengisian identitas pasien harus jelas
I-4
+
data pasien dan jaminan
kesehatan
pengisian data pasien harus lengkap
I-1
+
jaminan kesehatan lengkap
nama, alamat, nomor telepon, tanggal
lahir, jaminan kesehatan
I-2
+
I-3
+
I-4
+
nama, tanggal lahir, alamat,
nomor telepon pasien.
nama, tempat tanggal lahir,
alamat, jenis kelamin, nomor
register.
nama, alamat, dan umur
pasien.
nama, tanggal lahir, alamat, nomor
telepon secara lengkap dan benar
nama, tanggal lahir, alamat, nama
orangtua, nama suami atau istrinya,
nomor telepon
nama, alamat, umur, nama orangtua,
nama suami atau istri, nomor hp
I-1
+
mempermudah pencarian
identitas
I-2
_
mempermudah pencarian
kartu diagnosa
mempermudah pencarian rekam
medis
I-3
+
mengetahui data pasien
mempermudah pencarian informasi
pasien
I-4
+
meminimalkan kesalahan
mempermudah pencarian data untuk
data riwayat penyakit pasien. pelayanan
commit to user
-
mempermudah pelayanan
- mentertibkan dokumentasi secara
jelas
76
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pengaruh pelatihan tidak hanya meningkatkan pengetahuan saja,
tetapi juga terjadi perubahan cara pandang petugas terhadap proses
pengolahan rekam medis, sebagaimana hasil wawancara pada tabel di
atas. Dari jawaban para petugas pada ketiga sub-kategori mengalami
perluasan pengetahuan tentangnya. Peningkatan pengetahuan petugas
terlihat pada jawaban sub-kategori prosedur pengisian identitas pasien
yang harus diisi secara lengkap, serta rinciannya identitas pasien yang
bertambah lengkap daripada sebelumnya. Pada sub-kategori manfaat
pengisian identitas pasien yang lengkap, diketahui bahwa ada
perubahan cara pandang yang tidak hanya bermanfaat untuk pencarian
identitas pasien saja, tetapi petugas sudah mulai berasumsi bahwa hal
tersebut juga bermanfaat untuk menunjang pelayanan dan penertiban
dokumentasi secara jelas.
Tabel 4.4 Perbandingan Pengetahuan Petugas tentang Prosedur
Kelengkapan Coding Rekam Medis Sebelum dan Sesudah Pelatihan
Kate gori
Sub Kategori Informan Perubahan
Pengetahuan
Pengertian
tentang
Coding Rekam
prosedur
Medis
kelengkapan
coding
prosedur
pengisian
coding rekam
medis
Se be lum
Se sudah
I-1
+
tidak tahu
I-2
+
kode penyakit.
I-3
+
kode diagnosa penyakit.
I-4
+
kode diagnosa penyakit.
penetapan kode penyakit dengan
huruf atau angka
I-1
+
tanggung jawab dokter
penetapan diagnosa oleh dokter, dan
pemberian kode sesuai nama penyakit
oleh petugas rekam medis
I-2
+
menge-cek rekam medis
yang kembali dan mengcoding diagnosa
penyakitnya
penetapan diagnosa tanggungjawab
dokter, tenaga rekam medis
bertanggungjawab memberi kode
I-3
+
mengetahui kode
penyakitnya
petugas melihat diagnosa dari dokter,
kemudian meng-kode sesuai dengan
ICD-10
+
peng-coding- an sesuai
diagnosa
dokter menetapkan diagnosa pasien,
kemudian petugas rekam medis
memberi kodenya, setiap hari
pelayanan
I-4
commit to user
nama-nama penyakit pasien
penetapan kode dengan huruf atau
angka.
penetapan diagnosa pasien sesuai
kodenya
77
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Lanjutan Tabel 4.4
Kategori
Sub Kategori Informan Perubahan
Pengetahuan manfaat coding
tentang
penyakit pada
prosedur
rekam medis
kelengkapan
coding
I-1
-
I-2
+
I-3
+
I-4
+
Sebelum
mengetahui nama penyakit
pasien
Sesudah
mengetahui penyakit pasien
mempermudah pelaporan 10 menunjang manajemen
besar penyakit
mengetahui kode diagnosa untuk pembuatan laporan 10 besar
penyakit
penyakit
mempermudah penyajian informasi
untuk menunjang manajemen
mengetahui macam penyakit
mempermudah pencarian data
penyakit
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa pengetahuan petugas
tentang prosedur kelengkapan coding rekam medis mengalami
peningkatan setelah pelatihan. Hal ini terlihat pada sub-kategori
pengertian coding, ada tambahan pengetahuan bahwa coding adalah
penetapan kode penyakit yang menggunakan huruf atau angka.
Di samping itu, dari jawaban di atas juga tersirat adanya perubahan
cara pandang pada sub-kategori prosedur coding rekam medis, yaitu
adanya kesadaran para petugas tentang pemberian kode sesuai ICD-10
pada diagnosa penyakit yang telah ditetapkan oleh dokter merupakan
tanggung jawabnya. Hal ini juga terbukti dengan adanya peningkatan
persentasi kelengkapan pengisian coding yang telah diukur oleh
peneliti. Perubahan cara pandang tersebut juga terlihat pada subkategori manfaat coding rekam medis, yang sebelumnya berasumsi
hanya untuk mengetahui diagnosa penyakit pasien saja, dan setelah
pelatihan mulai berasumsi untuk menunjang pelayanan.
commit to user
78
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.5 Perbandingan Pengetahuan Petugas tentang Prosedur
Ketepatan Filing Rekam Medis Sebelum dan Sesudah Pelatihan
Kategori
Sub Kategori Informan Perubahan
Pengetahuan Pengertian
tentang
Filing Rekam
prosedur
Medis
ketepatan
filing
Prosedur filing
berkas rekam
medis
Sebelum
Sesudah
I-1
+
tidak tahu
penyimpanan baik yang efisien
I-2
-
penyimpanan rekam medis.
penyimpanan rekam medis
I-3
+
penyimpanan rekam medis
secara teratur.
penyimpanan rekam medis sesuai
nomor belakang
I-4
-
penyimpanan rekam medis
penyimpanan rekam medis
I-1
+
mencatat pada rekam medis
penyimpanan yang teratur dan efisien
dan di-entry ke komputer
+
rekam medis di-coding
kemudian disimpan sesuai
nomor urut
I-2
penyimpanan hanya oleh petugas
rekam medis
penyimpanan dengan rapi, benar,dan
aman
menge-cek kelengkapan rekam medis
yang dikembalikan
I-3
+
rekam medis di-coding
kemudian disimpan secara
teratur
penyimpanan sesuai nomor masingmasing
membuat laporan rekam medis yang
tidak ditemukan
penyimpanan rekam medis sesuai
nomor
I-4
+
disimpan sesuai nomor urut
terkecil
pengambilan dan penyimpanan hanya
oleh petugas rekam medis
petugas memperbaiki rekam medis
yang rusak
Cara
penyimpanan
yang
diterapkan
Manfaat
penyimpanan
rekam medis
dengan tepat
sesuai prosedur
I-1
+
tidak tahu
penyimpanan sesuai nomor urutnya
I-2
+
tidak tahu
sistem desentralisasi dengan sistem
nomor akhir
I-3
+
nomor urut dua angka
belakang
sistem angka belakang
I-4
+
dua angka terakhir
sistem desentralisasi dengan nomor
akhir
I-1
+
mudah mencari untuk
pelaporan
mempermudah pelayanan pasien
I-2
-
I-3
-
I-4
-
menjaga agar rekam medis
aman, tidak hilang dan rapi mempermudah pencarian rekam
mempermudah pencarian medis pasien lama
kembali
mempermudah pencarian
data pasien
mempermudah pencarian
status penyakit
mempermudah pengambilan
mempermudah pencarian rekam
medis untuk mellihat riwayat penyakit
pasien lama
Perubahan cara pandang juga terjadi pada prosedur kelengkapan
filing rekam medis, sebagaimana yang ditunjukkan dari hasil
commit to user
79
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
wawancara pada sub-kategori prosedur filing rekam medis. Setelah
pelatihan, para petugas terlihat sudah memiliki kesadaran terhadap
beberapa prosedur filing rekam medis merupakan tanggung jawabnya,
yaitu meliputi pengambilan dan penyimpanan hanya dilakukan oleh
petugas secara benar dan teratur, melakukan penge-cek-an sebelum
disimpan, membuat laporan rekam medis yang tidak ditemukan, serta
memperbaiki rekam medis yang rusak. Perubahan ini juga terjadi pada
sub-kategori manfaat filing rekam medis secara tepat, petugas
berasumsi bahwa tidak hanya untuk memudahkan pencarian rekam
medis pasien saja, tetapi juga untuk menunjang pelayanan dalam
pencarian identitas pasien yang mengandung riwayat penyakit pasien.
Peningkatan pengetahuan juga terlihat pada sub-kategori cara
penyimpanan rekam medis yang diterapkan, setelah pelatihan petugas
sudah mulai mengetahui bahwa cara penyimpanannya adalah dengan
sistem desentralisasi dengan nomor akhir, daripada sebelumnya.
b. Kelengkapan Pengisian Identitas Pasien
Perbandingan pencapaian prosedur kelengkapan pengisian identitas
pasien rekam medis sebelum dan sesudah pelatihan, dapat dilihat di
bawah ini:
commit to user
80
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 4.1 Perbandingan kelengkapan pengisian identitas pasien
sebelum dan sesudah pelatihan
Sebelum pelatihan dilakukan, diketahui bahwa dari 135 rekam
medis, jumlah rekam medis yang tidak diisi lengkap sebesar 105 atau
sekitar 77,78%, sedangkan yang diisi lengkap hanya berjumlah 30
rekam medis, atau sekitar 22,22%. Setelah pelatihan diberikan, terjadi
peningkatan dalam hal kelengkapan pengisian identitas pasien, terlihat
bahwa dari 135 rekam medis, terdapat 122 rekam medis yang sudah
diisi lengkap, atau sekitar 90,37%, sedangkan untuk rekam medis yang
tidak diisi lengkap hanya berjumlah 13 rekam medis, atau sekitar
9,63%.
Dari hasil tersebut, juga dilakukan analisis dengan menggunakan uji
ChiSquare yang menunjukkan bahwa pada kelengkapan pengisian
identitas pasien pada rekam medis didapatkan perbedaan yang
bermakna pada rekam medis sebelum pelatihan dan sesudah pelatihan
dengan p-value =0,000 (<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada akibat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
81
digilib.uns.ac.id
yang bernilai positif dari pemberian intervensi berupa pelatihan
terhadap kelengkapan pengisian identitas pasien pada rekam medis.
c. Kelengkapan Coding Rekam Medis
Perbandingan pencapaian prosedur kelengkapan coding rekam medis
sebelum dan sesudah pelatihan, dapat dilihat di bawah ini:
Gambar 4.2 Perbandingan kelengkapan coding rekam medis sebelum
dan sesudah pelatihan
Sebelum pelatihan dilakukan, diketahui bahwa dari 135 rekam
medis, terdapat 110 rekam medis yang tidak di-coding, atau sekitar
81,48%. Sedangkan rekam medis yang diberi kode sebanyak 25, atau
sekitar 18,52%. Setelah pelatihan diberikan, terjadi peningkatan dalam
hal kelengkapan coding penyakit pasien, terlihat bahwa dari 135 rekam
medis, terdapat 101 rekam medis yang sudah di-coding, atau sekitar
74,81%. Sedangkan rekam medis yang tidak diberi kode sebanyak 34,
atau sekitar 25,19%.
Dari hasil tersebut, juga dilakukan analisis dengan menggunakan uji
commit to user
ChiSquare yang menunjukkan bahwa pada kelengkapan coding rekam
82
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
medis didapatkan perbedaan yang bermakna pada rekam medis sebelum
pelatihan dan sesudah pelatihan dengan p-value =0,000 (<0,05). Hal ini
menunjukkan bahwa ada akibat yang bernilai positif dari pemberian
intervensi berupa pelatihan terhadap kelengkapan coding rekam medis.
d. Ketepatan Filing Rekam Medis
Perbandingan pencapaian prosedur ketepatan filing sebelum dan
sesudah pelatihan, dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.6 Perbandingan Prosedur Ketepatan Filing Sebelum dan
Sesudah Pelatihan
Kategori
No
Sub Kategori
Ketepatan
filing
rekam
medis
1
Sebelum disimpan, rekam
medis disortir menurut
2
Hanya petugas rekam medis
yang melakukan pengambilan
dan penyimpanan rekam medis
Perubahan
-
+
3
4
5
6
7
Membuat laporan tentang
jumlah rekam medis yang
dikeluarkan dari rak
penyimpanan setiap harinya
Membuat laporan tentang
jumlah rekam medis atas
permintaan darurat yang
dikeluarkan dari rak
penyimpanan setiap harinya
Membuat laporan tentang
jumlah rekam medis yang
salah simpan pada rak
penyimpanan setiap harinya
Membuat laporan tentang
jumlah rekam medis yang tidak
dapat ditemukan pada rak
penyimpanan setiap harinya
Mencatat setiap berkas rekam
medis yang dipinjam
+
+
Sebelum
Sudah (I-3)
Sudah (I-2)
biar cepat mereka
mengambil sendiri.(I3)
orang rumah sakit,
mengambil sendiri
yang sudah tahu
tempatnya. (I-2)
Sesudah
Sudah (I-3)
Yang mengambil status
(rekam medis) kita
sendiri, tidak
membiarkan orang lain
untuk mengambil. (I-1)
Tidak ada waktunya.
(I-3)
Laporan ini sudah ada di
Data di komputer
komputer. (I-3)
sudah dianggap
laporan. (I-2)
Tidak tahu. (I-3)
Tidak dicatat. (I-2)
+
tidak mencatat. (I-3)
+
Tidak. Hanya
mengajak untuk
mencari. (I-3)
-
kalau ada yang
dipinjam dicatat. (I3)
Laporan sudah dapat
dilihat di komputer. (I-2)
pencatatan data yang
salah simpan dan tidak
ditemukan sudah
dilakukan. (I-3)
kalau ada yang dipinjam
dicatat. (I-3)
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa sub-kategori satu dan
commit to user
tujuh, tidak ada perubahan setelah pelatihan, dikarenakan memang
83
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sudah tepat dilakukan sebelumnya. Sedangkan untuk sub-kategori yang
lain terlihat mengalami perubahan ke arah positif, yaitu terpenuhinya
prosedur filing rekam medis tersebut. Sebagai pelengkap hasil
wawancara tersebut, peneliti juga melakukan observasi langsung ketika
para petugas sedang bekerja. Berdasarkan hasil observasi, sub-kategori
dua memang sudah tepat dilakukan, dimana para petugas memberi
ketegasan pada orang lain bahwa mereka tidak boleh melakukan
pengambilan rekam medis jika membutuhkan. Untuk sub-kategori tiga
dan empat, laporan ini tidak perlu dilakukan pencatatan secara manual,
dikarenakan data tersebut bisa dilihat di dalam komputer. Adapun
pengontrolan bisa dilakukan dengan menge-cek buku pengembalian
berkas rekam medis dari poliklinik setiap harinya, sehingga jika ada
rekam medis yang tidak dikembalikan atau hilang dapat ditelusuri
dengan mencocokkan data di komputer dengan buku pengembalian
tersebut. Sedangkan untuk sub-kategori lima dan enam, peneliti telah
membuatkan buku laporan tersebut, karena sebelumnya memang tidak
disediakan dari pihak manajemen.
Beberapa perubahan positif yang terjadi di atas, menunjukkan
bahwa selain terjadi peningkatan pengetahuan dan cara pandang
petugas terhadap prosedur filing rekam medis, juga ada perubahan sikap
kerja petugas untuk melaksanakan pekerjaan sesuai prosedur tersebut
dengan baik.
commit to user
84
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Pembahasan
Penelitian campuran yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan hasil
yang positif, yaitu adanya peningkatan pengetahuan dan pencapaian standar
pengolahan rekam medis setelah diberi pelatihan. Hasil analisis kualitatif
menunjukkan bahwa ada perubahan sikap dan cara pandang petugas terhadap
pencapaian standar pengolahan rekam medis. Hal ini yang membedakan
penelitian ini dengan penelitian sebelumnya, sebagaimana penelitian yang
dilakukan oleh Meliala dan Sunartini (2004) hanya menganalisis kelengkapan
rekam medis secara kuantitatif saja. Selain itu, meskipun metode pelatihan
dengan on the job training yang diberikan berbeda dengan penelitian
sebelumnya, tetapi dapat memberikan hasil positif yang sama, yaitu terjadi
peningkatan dalam pencapaian standar pengolahan rekam medis.
Dalam NIOSH (1999), dinyatakan bahwa pelatihan memiliki tujuan
untuk mengembangkan ketrampilan, mengubah perilaku, dan meningkatkan
kompetensi, serta memfokuskan secara eksklusif pada apa yang perlu
diketahui. Pelatihan ini juga diperlukan untuk meningkatkan kinerja petugas
agar dapat bekerja dengan baik sesuai dengan standar atau prosedur yang
telah ditetapkan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Mathis dan Jackson
dalam Sandra (2007) bahwa kinerja petugas itu mempengaruhi seberapa
banyak mereka memberi kontribusi kepada organisasi. Rendahnya persentase
pencapaian
standar
pengolahan
rekam
medis
di
RSUD
Pacitan,
mengindikasikan bahwa kinerja petugas juga masih rendah dalam melakukan
pengolahan rekam medis sebagai bentuk kontribusinya kepada organisasi.
commit to user
85
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Metode pelatihan yang diberikan dalam penelitian ini adalah on the job
training, dimana para peserta dikondisikan dalam situasi kerja secara riil,
sehingga mereka bisa langsung mempraktekkan materi pelatihan yang
diberikan. Pengawasan dari pelatih menjadi kontrol untuk kelancaran peserta
selama mempraktekkannya. Dengan metode ini, peserta dapat segera
mengetahui apa yang menjadi tugas/ tanggung jawabnya, serta mampu
menguasai keterampilan relatif lebih cepat. Rosandita (2006) menyatakan
bahwa seberapa baik suatu pelatihan telah mencapai tujuannya, perlu menguji
empat hal yaitu meliputi reaksi, pembelajaran, perilaku, dan hasil. Selama
proses pelatihan diberikan, para petugas memberikan reaksi yang positif,
dikarenakan memang mereka menyadari belum pernah mendapatkan
pengetahuan
tentang
rekam
medis
sebelumnya.
Sehingga
mereka
menganggap materi pelatihan yang diberikan merupakan suatu pembelajaran
yang bermanfaat untuk pekerjaannya dalam mengolah rekam medis. Selain
itu juga terlihat adanya perubahan sikap kerja yang positif, seperti kesadaran
atas tanggung jawabnya untuk mengolah rekam medis sesuai prosedur. Hal
ini juga didukung dengan hasil pencapaian standar pengolahan rekam medis
yang mengalami peningkatan dari sebelumnya.
Dalam analisis kualitatif, peneliti melakukan dengan pendekatan content
analysis. Menurut Hsieh & Shannon (2010), keberhasilan pada content
analysis tergantung pada proses coding, dengan dasar mengatur luasnya arti
di dalam teks kemudian diringkas menjadi kategori-kategori. Kategori ini
merupakan tema atau pola yang terlihat pada teks secara langsung, atau
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
86
digilib.uns.ac.id
diperoleh melalui analisis yang kemudian akan diketahui hubungan antar
kategori tersebut. Untuk memperdalam hasil dari content analysis, peneliti
melakukan pendekatan dengan summative content analysis, yang dimulai
dengan mengidentifikasi dan mengukur kandungan kata-kata atau isi dari
teks, yang di dalamnya terdapat pendekatan latent content analysis, yaitu
mengukur pesan tersembunyi yang terkandung di dalam teks. Analisis data
dimulai dengan mencari kejadian yang teridentifikasi pada teks yang telah
diperoleh. Hal ini juga dapat memberikan pandangan dasar ke dalam kata
yang digunakan sebenarnya. Sebagai bukti yang dapat dipercaya, tipe
pendekatan ini mengandalkan kredibilitas (Hsieh & Shannon, 2010). Untuk
mencapai kredibilitas tersebut, peneliti juga melakukan member check yang
bertujuan agar informan dapat memperbaiki apa yang tidak sesuai menurut
mereka, mengurangi atau menambahkan apa yang masih kurang. Member
check dilakukan selama penelitian berlangsung secara formal dan informal.
Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan berkaitan dengan
pengetahuan tentang standar pengolahan rekam medis, yang telah diproses
dengan pengkodean dan dianalisis dengan summative content analysis, dapat
diketahui bahwa sebagian besar petugas sudah mengalami peningkatan
pengetahuan setelah diberi pelatihan. Tidak hanya pengetahuannya saja yang
meningkat, tetapi juga terjadi perubahan cara pandang dan sikap terhadap
pengolahan rekam medis itu sendiri. Sebagaimana terbukti dengan adanya
peningkatan persentase pencapaian standar pengolahan rekam medis tersebut.
Di samping itu, peneliti juga melakukan pengamatan terus menerus terhadap
commit to user
87
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
proses pengolahan rekam medis yang sedang dilakukan oleh para petugas.
Sehingga, akan dapat menemukan mana yang perlu diamati dan mana yang
tidak perlu diamati sejalan dengan usaha pemerolehan data, yang pada
akhirnya dapat menjawab pertanyaan penelitian yang telah ditetapkan.
Sebelumnya perlu diketahui bahwa tujuan rekam medis adalah untuk
menunjang tercapainya tertib administrasi dalam rangka upaya peningkatan
pelayanan kesehatan di rumah sakit (Dirjen Yanmed, 2006). Tertib
administrasi ini adalah salah satu faktor yang menentukan keberhasilan
pelayanan kesehatan di rumah sakit, sehingga rangkaian pengolahan rekam
medis yang tepat sesuai prosedur sangat berperan penting. Rangkaian
pengolahan rekam medis rawat jalan di RSUD Pacitan yang meliputi
pengisian identitas pasien, coding, dan filing rekam medis belum tepat sesuai
prosedur, dimana persentase kelengkapan dan ketepatannya masih rendah.
Pengolahan rekam medis yang dilakukan secara seksama dan lebih
profesional merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang pemberian
pelayanan medis yang cepat, tepat, dan akurat. Setiap staf rumah sakit perlu
memahami pentingnya rekam medis dalam memberikan pelayanan, maka
rekam
medis
digunakan
sebagai
bukti
tertulis
yang
dapat
dipertanggungjawabkan oleh dokter dan tenaga kesehatan lainnya.
Menurut Alhadi (2004), kelengkapan pengisian identitas pasien ini
merupakan dasar untuk menentukan tindakan medis kepada pasien yang akan
terus dibutuhkan pada pemeriksaan selanjutnya. Kelengkapan pengisian ini
akan meminimalisir kesalahan baik pada pemberian tindakan medis maupun
commit to user
88
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
untuk penyelesaian administrasi selanjutnya. Sebagaimana yang terjadi di
RSUD Pacitan. kelengkapan pengisian identitas pasien masih sangat rendah
yaitu sekitar 22,22% atau berjumlah 30 dari 135 berkas yang dikumpulkan.
Setelah mendapatkan pelatihan, persentase kelengkapannya meningkat
menjadi 90,37% atau berjumlah 122 dari 135 berkas yang dikumpulkan. Hal
ini juga didukung dengan adanya hasil uji statistik Chi Square yang
menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,000 (<0,05), yang berarti bahwa ada
akibat yang bernilai positif dari pemberian intervensi berupa pelatihan
terhadap kelengkapan pengisian identitas pasien pada rekam medis. Begitu
pula penelitian yang dilakukan oleh Alhadi (2004), yang menganalisis
kelengkapan data identitas pasien di UGD RSU Datuberu Tekengon Aceh
Tengah, dengan petugas yang tidak berlatar belakang rekam medis dan tidak
pernah mengikuti pelatihan, skor kelengkapannya juga belum optimal, yaitu
hanya 5,4-7,6 dari 11 skor kelengkapan yang harus dipenuhi. Untuk menjaga
kredibiltas data penelitian, pengambilan data kelengkapan pengisian identitas
pasien ini tidak diberitahukan kepada informan penelitian. Sehingga, adapun
peningkatan persentase kelengkapan tersebut merupakan murni perbaikan diri
dari para petugas yang sudah memahami prosedur pengolahan rekam medis
sebagaimana yang telah diberikan pada saat pelatihan.
Selanjutnya, standar pengolahan coding rekam medis juga berpengaruh
dalam pemberian pelayanan kesehatan di rumah sakit secara keseluruhan.
Pemberian kode ini merupakan kegiatan klasifikasi penyakit dan tindakan
berdasarkan
kriteria
tertentu yang telah
commit to user
disepakati,
yaitu
dengan
89
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menggunakan ICD-10 untuk kode penyakit dan ICOPIM dan ICD-9-CM
untuk mengkode tindakan (Dirjen Yanmed, 2006). Apabila coding tidak
dilakukan tepat pada waktunya, maka berkas rekam medis belum bisa
disimpan dalam lemari penyimpanan dan selanjutnya akan mempersulit
proses pencarian berkas rekam medis tersebut, ketika pasien datang berobat
kembali. Dampak lebih lanjut dari keterlambatan coding adalah menyebabkan
laporan yang disampaikan oleh rumah sakit kepada Dinas Kesehatan tidak
akurat. Sebagaimana arti penting coding di atas, kelengkapan coding rekam
medis di RSUD Pacitan juga memiliki peran penting. Sebelum pelatihan
diberikan kepada para petugas, persentase pencapaian kelengkapan coding
rekam medis masih rendah, yaitu 18,52% atau berjumlah 25 dari 135 berkas
rekam medis yang dikumpulkan, sedangkan setelah pelatihan mengalami
kenaikan menjadi 74,81% atau berjumlah 101 dari 135 berkas rekam medis
yang dikumpulkan. Berdasarkan hasil uji statistik Chi Square juga
menunjukkan bahwa diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000 (<0,05), yang
berarti bahwa ada akibat yang bernilai positif dari pemberian intervensi
berupa pelatihan terhadap kelengkapan coding pada rekam medis. Pencapaian
ini memang belum optimal. Berdasarkan hasil observasi, ternyata ada
beberapa hal yang menghambat pencapaian tersebut, yaitu adanya
keterlambatan pengembalian berkas rekam medis dari poliklinik ke bagian
rekam medis setiap hari pelayanan dan tidak semua petugas dapat
mengoperasikan sistem coding di dalam komputer.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
90
digilib.uns.ac.id
Selanjutnya, dalam hal pencapaian standar filing rekam medis terlihat
sudah cukup baik karena telah mengalami perbaikan setelah diberikan
pelatihan daripada sebelumnya. Sebelum pelatihan, hanya dua dari tujuh
prosedur yang tepat dilakukan, sedangkan setelah pelatihan semua prosedur
tersebut sudah terpenuhi. Dalam hal ini, peneliti berperan untuk mengawasi
dan melakukan perbaikan pada proses pengolahan filing yang belum berjalan.
Peneliti telah membuatkan daftar laporan untuk rekam medis yang salah
simpan dan tidak ditemukan, yang sebelumnya dari pihak bagian rekam
medis tidak menyediakan laporan tersebut. Setelah pelatihan diberikan, para
petugas-pun melaksanakan ketetapan tersebut dengan baik, dikarenakan
memang telah ada perubahan cara pandang dan sikap terhadap pelaksanaan
filing rekam medis.
Menurut Mufattikhatus dalam Efravira (2012) bahwa kelengkapan
pengisian dalam rekam medis dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara
lain latar belakang pendidikan tenaga kesehatan, masa kerja, pengetahuan
tentang rekam medis, ketrampilan, motivasi, alat kerja, sarana kerja, waktu
kerja, pedoman tertulis, dan kepatuhan terhadap peraturan. Berdasarkan hasil
analisis statistik dan observasi yang telah dilakukan, memang menunjukkan
ada beberapa faktor yang mempengaruhi ketercapaian standar pengolahan
rekam medis seperti uraian di atas. Pertama, masih rendahnya persentase
pencapaian standar pengolahan rekam medis, memang dipengaruhi oleh latar
belakang pendidikan petugas yang bukan dari rekam medis. Kedua, adapun
petugas yang memiliki masa kerja yang lama tetapi belum pernah
commit to user
91
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mendapatkan pelatihan rekam medis juga tidak menghasilkan kinerja yang
optimal, dikarenakan pengetahuan tentang rekam medis yang masih kurang.
Ketiga, adanya pedoman tertulis tetapi tidak diikuti dengan persedian sarana
kerja (buku laporan rekam medis yang tidak ditemukan), juga akan
menghambat proses pencapaian tersebut. Dengan adanya intervensi berupa
pelatihan, meskipun materi yang diberikan belum mencakup prosedur rekam
medis secara keseluruhan, tetapi hal ini sudah memperlihatkan ada perubahan
sikap kerja dan cara pandang dari para petugas, serta telah terjadi peningkatan
pencapaian standar pengolahan rekam medis daripada sebelumnya. Hal ini
juga didukung dengan pernyataan yang diberikan oleh informan triangulasi,
yaitu Kepala Seksi Rekam Medis, bahwa masih rendahnya pengetahuan para
petugas tentang rekam medis memang sangat mempengaruhi kinerja para
petugas. Adapun pengalaman kerja yang sudah lama, tidak menjamin dapat
memberikan hasil pengolahan rekam medis yang optimal. Sebagaimana yang
dinyatakan oleh Hamalik (2001), adanya perbaikan proses tersebut bertujuan
untuk meningkatkan kemampuan kerja petugas dalam bidangnya, sehingga
dapat meningkatkan efektivitas dan produktivitas dalam pelayanan. Sehingga,
adanya proses pengolahan rekam medis yang lebih baik diharapkan dapat
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit secara keseluruhan.
C. Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian yang telah dilakukan, tidak dapat dipungkiri bahwa ada
beberapa hal yang membatasi peneliti, yaitu meliputi:
commit to user
92
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Pelatihan yang diberikan kepada para petugas rekam medis hanya
dilakukan sekali, dikarenakan keterbatasan waktu dan tenaga. Sehingga,
peneliti tidak dapat memastikan keberlanjutan dampak pelatihan tersebut
pada waktu yang akan datang. Peneliti hanya melihat dampak penelitian
tersebut dalam jangka waktu satu bulan setelah pelatihan diberikan.
2. Materi pelatihan yang diberikan belum mencakup keseluruhan prosedur
dari rekam medis, dikarenakan peneliti hanya meneliti beberapa prosedur
yang memiliki persentase pencapaian yang masih rendah, meliputi
kelengkapan pengisian identitas pasien, coding, dan filing rekam medis.
3. Beberapa sistem pelaporan rekam medis yang dibutuhkan untuk memenuhi
prosedur belum didukung dengan sistem komputerisasi yang baik, karena
masih menggunakan sistem manual sehingga mempersulit dalam
pengambilan data.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik berdasarkan hasil dan pembahasan yang
telah diuraikan di atas, yaitu meliputi:
1. Ada peningkatan pengetahuan petugas tentang standar pengolahan rekam
medis setelah pelatihan.
2. Ada peningkatan pencapaian standar kelengkapan pengisian identitas
pasien dalam rekam medis setelah pelatihan.
3. Ada peningkatan pencapaian standar kelengkapan coding rekam medis
setelah pelatihan.
4. Ada peningkatan pencapaian standar ketepatan filing rekam medis setelah
pelatihan.
B. Implikasi
1. Implikasi Teoritis
Implikasi teoritis dari penelitian ini adalah adanya pelatihan dengan
metode on the job training ternyata lebih sesuai dengan kondisi para
peserta yang sudah bekerja, karena lebih efektif dan efisien dalam
penyerapan materi yang diiringi dengan praktek di bawah pengawasan
yang intensif.
commit to user
93
94
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Implikasi Praktis
Implikasi praktis dari penelitian ini yaitu adanya perubahan cara pandang
dan sikap kerja dari para petugas yang lebih baik untuk memenuhi
tercapainya standar pengolahan rekam medis yang telah ditetapkan.
C. Saran
Adanya beberapa keterbatasan yang ditemukan oleh peneliti, dapat
menjadi dasar untuk memberikan beberapa saran, yaitu:
1. Diharapkan dari pihak manajemen rumah sakit lebih memperhatikan dan
mendukung untuk penyelenggaraan pelatihan-pelatihan yang dibutuhkan
secara periodik dan berkesinambungan, dalam rangka meningkatkan
kualitas pelayanan di rumah sakit.
2. Diharapkan sistem komputerisasi rumah sakit semakin dikembangkan,
terutama untuk memenuhi laporan-laporan rekam medis yang harus
dibutuhkan, sehingga kualitas data laporan juga valid.
3. Perlu adanya pengontrolan secara periodik dari kepala bagian rekam medis
terhadap ketercapaian standar pengolahan rekam medis yang telah
dilakukan oleh para petugas pelaksana di lapangan.
commit to user
Download