perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERBANDINGAN PENGETAHUAN PETUGAS DAN PENCAPAIAN STANDAR PENGOLAHAN REKAM MEDIS SEBELUM DAN SESUDAH PELATIHAN DI RSUD KABUPATEN PACITAN Tesis Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Kesehatan Program Studi Kedokteran Keluarga Oleh : Kusuma Estu Werdani NIM S541108051 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013 commit to user i perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KATA PENGANTAR Segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas menyusun tesis dengan judul “Perbandingan Pengetahuan Petugas dan Pencapaian Standar Pengolahan Rekam Medis Rawat Jalan di RSUD Kabupaten Pacitan”. Tesis ini disusun sebagai tugas akhir perkuliahan di Program Studi Kedokteran Keluarga, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dalam penyusunan tesisi ini penulis mengalami beberapa kesulitan, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan tersebut dapat teratasi. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, MS, Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin penelitian. 2. Dr. dr. Hari Wujoso, SpF, Ketua Program Studi Kedokteran Keluarga yang telah mengesahkan proposal penelitian. 3. Prof. dr. Bhisma Murti, MPH, M.Sc, PhD, Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penyusunan tesis ini. 4. dr. Ari Natalia Probandari, MPH, PhD, Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penyusunan tesis ini. 5. Isyah Ansori, S.Sos, Kepala Badan Kesbangpolinmas Kabupaten Pacitan yang telah memberikan ijin penelitian di Kabupaten Pacitan. 6. dr. Sri Yuswanti, SpM, Direktur RSUD Kabupaten Pacitan yang telah memberikan ijin penelitian dicommit RSUD to Kabupaten Pacitan. user iv perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 7. Suyatmi, SKM, M.Si, Kepala Bagian Rekam Medis yang telah memberikan bimbingan dan dukungan selama pelaksanaan penelitian. 8. Kedua Orangtua serta Kakak dan Adik tercinta, yang senantiasa memberikan dukungan dan doanya. 9. Rekan-rekan di bagian rekam medis yang bersedia untuk berperan serta selama pelaksanaan penelitian. 10. Teman-teman seperjuangan di Program Studi Kedokteran Keluarga, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta , atas kerjasama yang sudah terjalin selama menempuh pendidikan. 11. Semua pihak yang telah membantu pelaksanaan penelitian hingga selesai penyusunan tesisi ini. Semoga amal kebaikan yang telah diberikan mendapatkan pahala dari Tuhan Yang Maha Esa. Penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Surakarta, 2013 Penulis commit to user v perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa: 1. Tesis yang berjudul: ”Perbandingan Pengetahuan Petugas dan Pencapaian Standar Pengolahan Rekam Medis Sebelum dan Sesudah Pelatihan di RSUD Kabupaten Pacitan” ini adalah karya penelitian saya sendiri dan bebas plagiat, serta tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik, serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis digunakan sebagai acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber acuan serta daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (Permendiknas No 17, Tahun 2010). 2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author dan PPs UNS sebagai institusinya. Apabila dalan waktu sekurang-kurangnya satu semester (enam bulan sejak pengesahan Tesis) saya tidak melakukan publikasi dari sebagian atau keseluruhan Tesis ini, maka Prodi Kedokteran Keluarga PPs-UNS berhak mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Prodi Kedokteran Keluarga PPs-UNS. Apabila saya melakukan pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia mendapatkan sanksi akademik yang berlaku. Surakarta, ..... ................. ....... Mahasiswa, Kusuma Estu Werdani commit to user vi S541108051 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ABSTRAK Kusuma Estu Werdani. S541108051. 2013. Perbandingan pengetahuan petugas dan pencapaian standar pengolahan rekam medis sebelum dan sesudah pelatihan di RSUD Kabupaten Pacitan. Tesis. Pembimbing I: Prof. dr. Bhisma Murti, MPH, M.Sc, PhD, II: dr. Ari Natalia Probandari, MPH, PhD. Program Studi Magister Kedokteran Keluarga. Program Pascasarjana. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pencapaian standar pengolahan rekam medis yang masih rendah merupakan dasar untuk memberikan pelatihan kepada para petugas rekam medis. Metode pelatihan on the job training bertujuan untuk memberi kesempatan petugas rekam medis mempraktekkan secara langsung materi pelatihan yang telah diberikan. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pengetahuan petugas dan pencapaian standar pengolahan rekam medis sebelum dan sesudah pelatihan. Penelitian ini merupakan penelitian campuran kuantitatif kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan quasi experimental pretest-postest design, yang dipakai untuk mengukur pencapaian standar kelengkapan pengisian identitas pasien dan coding rekam medis. Pendekatan kualitatif dipakai untuk menggali pengetahuan petugas dan mendeskripsikan pencapaian standar filing rekam medis. Analisis data kuantitatif dilakukan uji statistik Chi Square, sedangkan data kualitatif dianalisis dengan teknik summative content analysis. Hasil analisis kuantitatif menunjukkan kenaikan pencapaian kelengkapan pengisian identitas pasien dari 22,22% menjadi 90,37% (nilai p= 0,000) dan kenaikan dan kelengkapan coding rekam medis dari 18,52% menjadi 74,81% (nilai p= 0,000). Hasil analisis kualitatif menunjukkan bahwa pengetahuan petugas rekam medis telah bertambah daripada sebelumnya, dan pencapaian standar filing rekam medis telah terpenuhi seluruhnya. Bahkan terjadi perubahan paradigma dan sikap petugas rekam medis terhadap fungsi dan proses pencatatan pada rekam medis untuk menunjang pelayanan di rumah sakit. Kesimpulan penelitian ini adalah ada peningkatan pengetahuan petugas dan pencapaian standar pengolahan rekam medis sesudah pelatihan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pelatihan secara periodik untuk menjaga kualitas pelayanan rekam medis di rumah sakit. Kata kunci: Pelatihan, Identitas pasien, Coding, Filing commit to user vii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ABSTRACT Kusuma Estu Werdani. S541108051. 2013. Comparison of knowledge and achievement standards officers processing medical records before and after in hospitals Pacitan. Tesis. Advisor I: Prof. dr. Bhisma Murti, MPH, M.Sc, PhD, II: dr. Ari Natalia Probandari, MPH, PhD. Master of Family Medicine. Eleven March Graduate Program University of Surakarta. Low achievement of medical record processing standard is a rationale to provide a training for medical record officer. By on the job training method, medical record officers have opportunity to develop the training matter by practice. This study aimed to compare the achievement of knowledge officers and medical record processing standards before and after training. This research was a mixed methods study. The quantitative approach used quasi-experimental pretest-posttest design, in order to measure the achievement standard of completeness patient identification filling and medical record coding. Qualitative research was used to measure the knowledge of officers and achievement of medical record filing standard. Quantitative data was analyzed by chi-square statistical test, while the qualitative data was analyzed by summative content analysis techniques. The results showed that increasing of patient identification filling from 22.22% up to 90.37% (p-value = 0.000) and increasing of medical records coding completeness from 18.52% up to 74.81% (p-value = 0.000). The qualitative data showed that knowledge officers about medical records have increased than before, and achievement of medical record filing standard have fulfilled entirely. Even, there was a change of officers’ paradigm and attitudes against the function and process of medical records to support the hospital services. The study concludes an increasing of knowledge among officers and achievement of medical record processing standard after the training. Therefore, training should be done periodically to sustain the quality of medical record services in the hospital. Keywords: Training, Patient Identification, Coding, Filing commit to user viii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ……………………………………………………...…....................... i HALAMAN PERSETUJUAN ...................... ...................... ................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………………...…......... iii KATA PENGANTAR ...................... ...................... ..................... ...................... ................ iv PERNYATAAN ...................... ...................... ..................... ...................... ........................ vi ABSTRAK ...................... ...................... ..................... ...................... ...................... ........... vii ABSTRACT ...................... ...................... ..................... ...................... ...................... ........ viii DAFTAR ISI ……………………………………………………...…................................... ix DAFTAR TABEL ……………………………………………………...…....... …………... xii DAFTAR GAMBAR…………………………………………………...…....... …………... xiii DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………...…....... ………... xiv BAB I. BAB II. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ….………………………………………………….. 1 B. Perumusam Masalah Penelitian …..………………………………………….. 5 C. Tujuan Penelitian……………………………………………………...…....... 5 D. Manfaat Penelitian …………………………………………………………… 6 TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Rekam Medis a. Pengertian Rekam Medis …………………………………………. 8 b. Tujuan Rekam Medis ……………………………………………... 9 c. Standar Pengolahan Rekam Medis di Rumah Sakit to user 1) Isi Rekam Mediscommit ………………………………..........……........ ix 11 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 2) Alur Rekam Medis ………………………………....................... 14 3) Prosedur Penerimaan Pasien ………………………………........ 19 4) Proses Pengolahan Rekam Medis ……………………………… 21 2. Pelatihan 1) Konsep Pelatihan ………………………………………………….. 29 2) Penentuan Kebutuhan Pelatihan (Assessing Training Need)………. 30 3) Metode Pelatihan ..………………………………………………... 33 4) Efektivitas Program Pelatihan…………………………………….. 37 B. Penelitian yang Relevan................................................................................ 41 C. Kerangka Pikir ........................................................ ……………………… 46 D. Pernyataan Penelitian dan Hipotesis .............................................. …..…... 47 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ................................................. ……………………………. 48 B. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................. ……………... 49 C. Populasi dan Sampel ................................................. ……………………… 49 D. Variabel Penelitian ................................................. ………………………... 51 E. Definisi Operasional ................................................. …………………… 51 F. Teknik Pengumpulan Data ................................................. ………………... 54 BAB IV G. Instrumen Penelitian ................................................. ……………………… 55 H. Validitas Data …………… ................................................. …………….. 55 I. Pengolahan Data Penelitian ................................................. ………………. 56 J. Analisis Data Penelitian ................................................. ………………….. 57 HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Karakteristik Rekam Medis ........................................... ………………. 59 2. Karakteristik Informan Penelitian ........................................... ………. 59---------- commit to user Standar Pengolahan Rekam 3. Pengetahuan Petugas dan Pencapaian x perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Medis Sebelum Pelatihan a. Pengetahuan Petugas ........................................... …………………. 60 b. Kelengkapan Pengisian Identitas Pasien ........................................... 63 c. Kelengkapan Coding Rekam Medis ........................................... … 64 d. Ketepatan Filing Rekam Medis ........................................... ……… 64 4. Proses Pelatihan Rekam Medis ........................................... ……………. 66 5. Pengetahuan Petugas dan Pencapaian Standar Pengolahan Rekam ------------Medis Sesudah Pelatihan ---a. Pengetahuan Petugas ........................................... …………………. 67 b. Kelengkapan Pengisian Identitas Pasien ........................................... 70 c. Kelengkapan Coding Rekam Medis......................................... …….. 71 d. Ketepatan Filing Rekam Medis......................................... …………. 71 6. Perbandingan Pengetahuan Petugas dan Pencapaian Standar Pengolahan ------------Rekam Medis Sebelum dan Sesudah Pelatihan ---a. Pengetahuan Petugas ........................................... …………………. 74 b. Kelengkapan Pengisian Identitas Pasien ........................................... 79 c. Kelengkapan Coding Rekam Medis......................................... …….. 81 d. Ketepatan Filing Rekam Medis......................................... …………. 82 B. Pembahasan..............................................………………..………………… 84 C. Keterbatasan Penelitian ................................................. …………………. 91 KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN …………………..…………….. 93 DAFTAR PUSTAKA ................................................. …………………..………………… 95 BAB V commit to user xi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.1 Kelengkapan Pengisian Identitas Pasien Rawat Jalan di RSUD Kabupaten Pacitan Periode Mei-Juli 2012 ............................................... 3 Tabel 4.1 Karakteristik Peserta Pelatihan .......................................... ……………... 58 Tabel 4.2 Perbandingan Pengetahuan Umum Petugas tentang Rekam Medis 74 Sebelun dan Sesudah Pelatihan ......................................... ……………... Perbandingan Pengetahuan Petugas tentang Prosedur Kelengkapan Pengisian Identitas Pasien Sebelum dan Sesudah Pelatihan……………............................................. ……………......... 75 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Perbandingan Pengetahuan Petugas tentang Prosedur Kelengkapan Coding Rekam Medis Sebelum dan Sesudah Pelatihan……………...……......................................... ………………. 76 Tabel 4.5 Perbandingan Pengetahuan Petugas tentang Prosedur Ketepatan Filing Rekam Medis Sebelum dan Sesudah Pelatihan……………...……………......................................... ………… 78 Tabel 4.6 Perbandingan Prosedur Ketepatan Filing Sebelum dan Sesudah Pelatihan......................................... ……………....................................... 82 commit to user xii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Kerangka Pikir .............. ....................................................................... 44 Gambar 3.1 Desain Penelitian One-group Pretest Posttest Design................................. 46 Gambar 4.1 Perbandingan Kelengkapan Pengisian Identitas Pasien Sebelum dan 80 Sesudah Pelatihan…………......……………...……………...…………... Gambar 4.2 Perbandingan Kelengkapan Coding Rekam Medis Sebelum dan Sesudah Pelatihan……………...……………...……………...……………...……... 81 commit to user xiii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Lembar Observasi Kelengkapan Pengisian Identitas Pasien ...................... 98 Lampiran 2 Lembar Observasi Kelengkapan Coding Rekam Medis.... ......................... 99 Lampiran 3 Lembar Observasi Ketepatan Filing Rekam Medis …................................ 100 Lampiran 4 Pedoman Wawancara Pengetahuan Standar Pengolahan Rekam Medis … 101 Lampiran 5 Analisis Kualitatif Pengetahuan Petugas tentang Standar pengolahan Rekam Medis Sebelum Pelatihan............................... ............................... 102 Analisis Kualitatif tentang Prosedur Ketepatan Filing Rekam Medis Sebelum Pelatihan...................... .............................. ...................... …… 106 Lampiran 6 Lampiran 7 Analisis Kualitatif Pengetahuan Petugas tentang Standar pengolahan Rekam Medis Sesudah Pelatihan...................... .............................. ….. 107 Lampiran 8 Analisis Kualitatif tentang Prosedur Ketepatan Filing Rekam Medis Sesudah Pelatihan...................... .............................. ...................... .......... 112 Lampiran 9 Perbandingan Pengetahuan Petugas tentang Pengolahan Rekam Medis Sebelum dan Sesudah Pelatihan...................... .............................. ……. 113 Lampiran 10 Perbandingan Ketepatan Filing Rekam Medis Sebelum dan Sesudah Pelatihan...................... .............................. ……....................... ............... 116 Lampiran 11 Hasil Observasi Kelengkapan Pengisian Identitas Pasien Sebelum Pelatihan ...................... .............................. ...................... ........................ 117 Lampiran 12 Hasil Observasi Kelengkapan Coding Penyakit Pasien Sebelum Pelatihan 121 Lampiran 13 Hasil Observasi Kelengkapan Pengisian Identitas Pasien Sesudah Pelatihan .............................. ...................... ...................................... 123 Lampiran 14 Hasil Observasi Kelengkapan Coding Penyakit Pasien Sesudah Pelatihan 127 Lampiran 15 Hasil Uji Statistik ………......................... ...................... .......................... 129 Lampiran 16 Lembar Persetujuan Menjadi Informan penelitian ……………………….. 131 Lampiran 17 Surat Permohonan Ijin Penelitian ...................... ...................... ................. 132 Lampiran 18 Surat Ijin Kesbangpolinmas Kabupaten Pacitan ...................... .................. 133 Lampiran 19 Dokumentasi Foto Penelitian ...................... ...................... ........................ 135 commit to user xiv perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rekam medis merupakan bukti tertulis yang memuat segala tindakan medis kepada pasien serta sumber data yang sangat vital dalam penyelenggaraan sistem informasi manajemen di rumah sakit dan sangat penting dalam proses pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen. Tujuan pengelolaan rekam medis di rumah sakit adalah untuk menunjang tercapainya tertib administrasi dalam rangka upaya mencapai tujuan rumah sakit, yaitu peningkatan mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit, oleh sebab itu dalam mengelola rekam medis, setiap rumah sakit harus selalu mengacu pada pedoman atau petunjuk teknis pengelolaan rekam medis yang dibuat oleh rumah sakit yang bersangkutan (Anggraini, 2007). Adapun kegiatan penyelenggaraan rekam medis di rumah sakit terdiri dari kegiatan penerimaan/registrasi pasien, pencatatan (recording) yang meliputi sistem penomoran dan penamaan, pengolahan data medis yang meliputi coding dan indeksing, penyimpanan/ penjajaran rekam medis (filing), dan pengambilan kembali berkas rekam medis (retrievel), yangmana semua kegiatan tersebut harus sesuai dengan Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Rekam Medis Rumah Sakit yang telah ditetapkan (Dirjen Yanmed, 2006). commit to user 1 2 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Pada studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada bagian rekam medis di RSUD Kabupaten Pacitan, terlihat adanya penurunan produktivitas kerja para pegawainya. Hal ini terlihat pada proses pengolahan rekam medis yang tidak sesuai prosedur, antara lain pada kegiatan pengisian identitas pasien, coding dan filing. Adanya permasalahan tersebut, juga sudah diteliti oleh peneliti-peneliti sebelumnya, yaitu Mariana (2009) yang menemukan dari 100 berkas rekam medis poli psikiatri RS Dr. H. Marzoeki Mahdi Mahdi periode Januari – Mei 2009, ada 97% yang tidak diisi nomor ID, 59% tidak ada nomor telepon, 92% tidak ada golongan darahnya. Hasanah (2008) juga menemukan ketidaklengkapan pengisian rekam medis meliputi 51% status pekerjaan, 100% status perkawinan, 100% jam pemeriksaan, 54% nama dokter. Dalam studi pendahuluan yang dilakukan di bagian rekam medis rawat jalan RSUD Kabupaten Pacitan, peneliti menemukan ketidaklengkapan pengisian data identitas pada 100 berkas rekam medis pasien yang diambil secara acak, sebagaimana terlihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1.1 Kelengkapan Pengisian Identitas Pasien Rawat Jalan di RSUD Kabupaten Pacitan Periode Mei-Juli 2012 Identitas Pasien Jumlah Nama Jenis Kelamin Tanggal Lahir Alamat No. Telepon Pekerjaan Status Perkawinan Agama Nama Ibu Nama Suami/ Istri 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 Diisi (%) Tidak Diisi (%) 100 0 100 0 76 24 100 100 1 99 1 99 1 99 2 98 1 commit to user 99 2 98 Petugas yang mengisi Tenaga RM Tenaga RM Tenaga RM Tenaga RM Tenaga RM Tenaga RM Tenaga RM Tenaga RM Tenaga RM Tenaga RM perpustakaan.uns.ac.id 3 digilib.uns.ac.id Selama ini pengisian identitas pasien dianggap sebagai hal yang sepele dan tidak terlalu penting, hal ini terlihat pada besarnya persentase identitas pasien yang tidak diisi. Padahal, tidak lengkapnya pengisian identitas pasien dapat menjadi penghambat dalam menyelesaikan administrasi. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan petugas administrasi, tidak adanya nomor telepon dari pasien ataupun keluarga pasien juga pernah menjadi masalah dikarenakan terjadi kesalahan perhitungan pada biaya perawatan pasien yang bersangkutan. Dari aspek legalitas, tidak adanya penulisan nama dokter dan waktu pemeriksaan tidak sesuai dengan yang ditetapkan pada Permenkes No. 269/ Menkes/ PER/ III/ 2008 pasal 5 (4) yang menyatakan tentang “Setiap pencatatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan secara langsung”. Peneliti juga menemukan 100 berkas rekam medis pasien rawat jalan yang diambil secara acak, diperoleh 72% berkas rekam medis tersebut tidak di-coding. Padahal secara prosedur kegiatan coding ini merupakan tanggung jawab para petugas rekam medis. Pentingnya kegiatan coding ini yaitu untuk memudahkan pelayanan pada penyajian informasi untuk menunjang fungsi perencanaan, manajemen, dan riset bidang kesehatan. Untuk kegiatan pengolahan filing (penyimpanan) rekam medis juga seringkali tidak sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Berdasarkan hasil observasi oleh peneliti, diketahui bahwa ada beberapa permasalahan antara lain, pertama, pengambilan rekam medis sering dilakukan oleh petugas commit to user perpustakaan.uns.ac.id 4 digilib.uns.ac.id di luar rekam medis ketika mereka memerlukan, kedua, tidak membuat laporan tentang jumlah rekam medis yang dikeluarkan dari rak penyimpanan setiap harinya, ketiga, tidak membuat laporan tentang rekam medis yang salah simpan dan yang tidak ditemukan setiap harinya, padahal faktanya hampir setiap hari pelayanan ditemukan ada 2-3 berkas rekam medis yang tidak ditemukan, dan keempat, tidak mencatat berkas rekam medis yang dipinjam. Hasil wawancara peneliti dengan beberapa petugas rekam medis rawat jalan, juga diketahui bahwa semua petugas belum pernah mengikuti pelatihan tentang rekam medis. Selama ini mereka bekerja hanya berdasar pada pengalaman saja. Adanya permasalahan yang telah diuraikan di atas, tidak terlepas dari kurangnya pengetahuan, ketrampilan, dan pemaknaan tentang arti pentingnya pengolahan rekam medis oleh para petugas. Adapun salah satu upaya untuk mewujudkan mutu penyelenggaraan rekam medis itu adalah melalui pelatihan sumber daya manusia, yang memungkinkan dapat memanfaatkan segala kemampuan yang dimiliki oleh pegawai (Cholifah, 2008). Pelatihan secara luas dipahami sebagai suatu komunikasi yang diarahkan pada populasi tertentu yang bertujuan untuk mengembangkan ketrampilan, mengubah perilaku dan meningkatkan kompetensi. Pelatihan juga merupakan sarana untuk mengurangi penurunan kualitas sumber daya manusianya (NIOSH, 1999). Sehingga, adanya latar belakang permasalahan di atas mendorong peneliti untuk mengadakan suatu pelatihan tentang rekam medis, yang commit to user 5 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id difokuskan pada kelengkapan pengisian identitas pasien, coding, dan filing. Selanjutnya, peneliti ingin mengetahui sejauhmana efektivitas pelatihan yang telah dilaksanakan dapat meningkatkan pengetahuan petugas rekam medis dan pencapaian standar pengolahan rekam medis, yang pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan produktivitas petugas serta perbaikan mutu pelayanan di rumah sakit. B. Perumusan Masalah Penelitian 1. Bagaimana peningkatan pengetahuan sebelum dan sesudah pelatihan terhadap petugas rekam medis? 2. Apakah ada peningkatan pencapaian standar pengolahan rekam medis tentang kelengkapan pengisian identitas pasien sebelum dan sesudah pelatihan kepada petugas rekam medis? 3. Apakah ada peningkatan pencapaian standar pengolahan rekam medis tentang kelengkapan coding sebelum dan sesudah pelatihan kepada petugas rekam medis? 4. Apakah ada peningkatan pencapaian standar pengolahan rekam medis tentang ketepatan filing sebelum dan sesudah pelatihan kepada petugas rekam medis? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengukur efektivitas pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan pencapaian standar pengolahan rekam medis di RSUD Kabupaten Pacitan. commit to user 6 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 2. Tujuan Khusus a. Menyusun konsep pelatihan pengolahan rekam medis tentang kelengkapan pengisian identitas pasien, coding dan filing kepada petugas rekam medis rawat jalan di RSUD Kabupaten Pacitan. b. Mengukur pencapaian standar pengolahan rekam medis (kelengkapan pengisian identitas pasien, coding dan filing) sebelum dilakukan pelatihan kepada petugas rekam medis rawat jalan di RSUD Kabupaten Pacitan. c. Melaksanakan pelatihan pengolahan rekam medis tentang kelengkapan pengisian identitas pasien, coding dan filing kepada petugas rekam medis rawat jalan di RSUD Kabupaten Pacitan. d. Membandingkan pencapaian standar pengolahan rekam medis (kelengkapan pengisian identitas pasien, coding dan filing) sebelum dan sesudah dilakukan pelatihan kepada petugas rekam medis rawat jalan di RSUD Kabupaten Pacitan. e. Membandingkan pengetahuan sebelum dan sesudah dilakukan pelatihan kepada petugas rekam medis rawat jalan di RSUD Kabupaten Pacitan. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang intervensi pelatihan terhadap penerapan standar pengolahan rekam medis tentang kelengkapan pengisian identitas pasien, coding dan filing di rumah sakit. commit to user 7 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 2. Manfaat Praktis Diharapkan dapat melakukan perbaikan terhadap pengolahan rekam medis rawat jalan khususnya tentang kelengkapan pengisian identitas pasien, coding dan filing di RSUD Kabupaten Pacitan. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Rekam Medis a. Pengertian Rekam Medis Pengertian rekam medis dalam Permenkes No. 269/ Menkes/ PER/ III/ 2008 adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Dalam penjelasan pasal 46 ayat (1) UU Praktik Kedokteran, yang dimaksud dengan rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Sedangkan menurut Hatta (2009), rekam medis merupakan kumpulan fakta tentang kehidupan seseorang dan riwayat penyakitnya, termasuk keadaan sakit, pengobatan saat ini dan saat lampau yang ditulis oleh para praktisi kesehatan dalam upaya mereka memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. b. Tujuan Rekam Medis Tujuan rekam medis adalah menunjang tercapainya tertib administrasi dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit. Tanpa dukungan suatu sistem pengelolaan rekam medis commit to user 8 9 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id baik dan benar tertib administrasi di rumah sakit, tidak akan berhasil sebagaimana yang diharapkan. Sedangkan tertib administrasi merupakan salah satu faktor yang menentukan upaya pelayanan kesehatan di rumah sakit. Kegunaan rekam medis dapat dilihat dalam dua kelompok besar yaitu yang paling berhubungan langsung dengan pelayanan pasien (primer) dan yang berkaitan dengan lingkungan seputar pelayanan pasien namun tidak berhubungan langsung secara spesifik (sekunder). a. Tujuan utama (primer) rekam medis 1. Pasien, rekam medis merupakan alat bukti utama yang mampu membenarkan adanya pasien dengan identitas yang jelas dan telah mendapatkan berbagai pemeriksaan dan pengobatan di sarana pelayanan kesehatan dengan segala hasil serta konsekuensi biayanya. 2. Pelayanan pasien, rekam medis mendokumentasikan pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan, penunjang medis dan tenaga lain yang bekerja dalam berbagai fasilitas pelayanan kesehatan. Rekaman yang rinci dan bermanfaat menjadi alat penting dalam menilai dan mengelola risiko manajemen. Selain itu rekam medis setiap pasien juga berfungsi sebagai tanda bukti sah yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Oleh karena itu rekam medis yang lengkap harus setiap saat tersedia commit to user 10 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id dan berisi data/informasi tentang pemberian pelayanan kesehatan secara jelas. 3. Manajemen pelayanan, rekam medis yang lengkap memuat segala aktivitas yang terjadi dalam manajemen pelayanan sehingga digunakan dalam menganalisis berbagai penyakit, menyusun pedoman praktik serta untuk mengevaluasi mutu pelayanan yang diberikan 4. Menunjang pelayanan, rekam medis yang rinci akan mampu menjelaskan aktivitas tentang penanganan sumber-sumber yang ada pada organisasi pelayanan di rumah sakit. 5. Pembiayaan, rekam medis yang akurat mencatat segala pemberian pelayanan kesehatan yang diterima pasien, sehingga menentukan besarnya biaya yang harus dibayar. b. Tujuan sekunder rekam medis Tujuan sekunder rekam medis berkaitan dengan lingkungan seputar pelayanan pasien meliputi kepentingan edukasi, riset, peraturan dan pembuatan kebijakan, dan tidak berhubungan secara spesifik antara pasien dan tenaga kesehatan. 1) Edukasi, meliputi: mendokumentasikan pengalaman profesional di bidang kesehatan, menyiapkan sesi pertemuan dan presentasi, bahan pengajaran 2) Peraturan, meliputi: bukti pengajuan perkara ke pengadilan, membantu pemasaran pengawasan, menilai kepatuhan sesuai commit to user 11 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id standar pelayanan, sebagai dasar pemberian akreditasi bagi profesional dan rumah sakit, membandingkan organisasi pelayanan kesehatan 3) Riset, meliputi: mengembangkan produk baru, melaksanakan riset klinis, menilai teknologi, studi keluaran pasien, studi efektivitas serta analisis manfaat dan biaya pelayanan pasien, mengidentifikasi populasi yang berisiko, mengembangkan registrasi dan basis/pangkalan data (data base), menilai manfaat dan biaya sistem rekaman. 4) Pengambilan kebijakan, meliputi: mengalokasikan sumbersumber, melaksanakan rencana strategis, memonitor kesehatan masyarakat. 5) Industri, meliputi: melaksanakan riset dan pengembangan, merencanakan strategi pemasaran. c. Standar Pengolahan Rekam Medis di Rumah Sakit 1) Isi Rekam Medis (a) Isi Rekam Medis Menurut Permenkes no. 749a tahun 1989 tentang Rekam Medis isi rekam medis adalah milik pasien. Sebagaimana yang terdapat pada 15 yang menyatakan bahwa “Isi rekam medis untuk pasien rawat jalan dapat dibuat sekurang-kurangnya memuat: identitas, anamnese, diagnosis, dan tindakan/pengobatan”. Sedangkan untuk rincian isinya ditetapkan pada pasal 16, yaitu “Isi rekam medis commit to user 12 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id untuk pasien rawat nginap sekurang-kurangnya memuat : (a) identitas pasien, (b) anamnesa, (c) riwayat penyakit, (d) hasil pemeriksaan laboratorik, (e) diagnosis, (f) persetujuan tindakan medik, (g) tindakan/pengobatan, (h) catatan perawat, (i) catatan observasi klinis dan hasil pengobatan dan (j) resume akhir dan evaluasi pengobatan” (PORMIKI, 2006). Menurut Juwandi dalam Erfavira (2012), mengelompokkan data pasien yang diperlukan dalam rekam medis menjadi empat, yaitu: (1)Data pribadi, merupakan keterangan-keterangan yang diperlukan untuk identifikasi pasien. Data tersebut mencakup nama pasien menurut identitas (KTP), tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, status perkawinan, alamat pada saat pencatatan dilakukan, keluarga terdekat, pekerjaan pasien, nama dokter yang merawat, dan keterangan lainnya yang relevan. (2)Data finansial, adalah keterangan yang berhubungan dengan pembayaran biaya perawatan dan pengobatan pasien seperti nama/ alamat majikan/ perusahaan tempat pasien bekerja, perusahaan asuransi yang menanggung biaya perawatan dan pengobatan pasien, tipe asuransi, nomor polisi, dan sebagainya. (3)Data sosial, adalah keterangan mengenai kedudukan sosial pasien, yaitu keterangan tentang kewarganegaraan/ keluarga commit to user 13 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id pasien, hubungan keluarga, agama, penghidupan pasien, kegiatan masyarakat yang diikuti, dan sebagainya. (4)Data Medis, merupakan rekam klinis dari pasien, rekaman riwayat pengobatan yang diberikan selama perawatan dan pengobatan. (b) Ketentuan tentang Kelengkapan Isi Rekam Medis (1) Ketentuan Umum Ketentuan umum yang harus dipenuhi dalam melengkapi rekam medis yaitu mencakup beberapa hal, pertama, setiap tindakan atau konsultasi yang dilakukan terhadap pasien, selambat-lambatnya dalam waktu 2x24 jam harus ditulis dalam lembaran (formulir) rekam medis. Kedua, semua pencatatan harus ditandatangani oleh dokter/ tenaga kesehatan lainnya sesuai dengan kewenangannya dan ditulis nama terangnya serta diberi tanggal. Ketiga, pencatatan yang dibuat oleh mahasiswa kedokteran dan mahasiswa lainnya ditandatangani dan menjadi tanggung jawab dokter yang merawat atau oleh dokter yang membimbingnya. Keempat, pencatatan yang dibuat oleh residens harus diketahui oleh dokter pembimbingnya. Kelima, dokter yang merawat dapat memperbaiki kesalahan penulisan dan melakukannya pada saat itu juga serta dibubuhi paraf, dan keenam, penghapusan tulisan dengan cara apapun tidak diperbolehkan. commit to user 14 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id (2) Kelengkapan Isi Rekam Medis Dokumen rekam medis pasien rawat jalan, rawat inap dan pasien gawat darurat, minimal memuat informasi pasien tentang: (a) identitas pasien, (b) anamnesis yang berisi keluhan utama, riwayat sekarang, riwayat penyakit yang pernah diderita dan riwayat keluarga tentang penyakit yang mungkin diturunkan/ kontak, (c) pemeriksaan yang meliputi pemeriksakaan fisik, laboratorium dan khusus lainnya, (d) diagnosis yang meliputi diagnosis awal/masuk/kerja, diferensial diagnosis, diagnosis utama, diagnosis komplikasi dan diagnosis lainnya, (e) pengobatan/tindakan, (f) persetujuan tindakan/pengobatan, (g) catatan konsultasi, (h) catatan perawat dan tenaga kesehatan lain, (i) catatan observasi klinik dan hasil pengobatan, (j) resume akhir dan evaluasi pengobatan, dan (k) pengorganisasian. 2) Alur Rekam Medis a. Alur Rekam Medis Rawat Jalan Pelayanan pertama kali diterima oleh pasien yaitu pada saat mendaftar ke Tempat Pendaftaran Rawat Jalan. Untuk pasien baru, petugas Tempat Pendaftaran Pasien Rawat Jalan terlebih dahulu meng-input identitas sosial lengkap, sedangkan untuk pasien lama petugas meng-input, antara lain: nama pasien, nomor rekam medis, nomor registrasi, poliklinik yang dituju, keluhan yang dialami. commit to user 15 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Kemudian, petugas membuatkan kartu berobat (kartu pasien) untuk diberikan kepada pasien baru yang harus dibawa apabila berobat ulang, selanjutnya petugas akan menyiapkan berkas rekam medis untuk pasien tersebut. Sedangkan untuk pasien lama, harus memperlihatkan kartu berobatnya terlebih dahulu kepada petugas, selanjutnya akan dipersiapkan berkas rekam medisnya. Apabila pasien lupa tidak membawa kartu berobat, maka berkas rekam medis dapat ditemukan dengan melihat nomor rekam medis melalui pencarian pada KIUP atau pada database komputer bagi rumah sakit yang sudah komputerisasi (Dirjen Yanmed, 2006). Berkas rekam medis pasien dikirimkan ke poliklinik oleh petugas rekam medis yang telah diberi kewenangan untuk membawa berkas rekam medis. Petugas poliklinik mencatat pada buku register pasien rawat jalan poliklinik, yang meliputi tanggal kunjungan, nama pasien, nomor rekam medis, jenis kunjungan, tindakan/ pelayanan yang diberikan. Selanjutnya, dokter uang memeriksa akan mencatat riwayat penyakit, hasil pemeriksaan, diagnosis, terapi yang ada relevansinya pada lembaran rekam medis (catatan dokter poliklinik). Petugas poliklinik (perawat/ bidan) membuat laporan harian pasien rawat jalan (Dirjen Yanmed, 2006). Setelah pemberian pelayanan kesehatan di poliklinik selesai dilaksanakan, petugas poliklinik mengirimkan seluruh berkas commit to user 16 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id rekam medis pasien rawat jalan berikut rekapitulasi harian pasien rawat jalan, ke instalasi rekam medis paling lambat 1 jam sebelum berakhir jam kerja. Selanjutnya petugas instalasi rekam medis memeriksa kelengkapan pengisian rekam medis, jika ada yang belum lengkap harus segera diupayakan kelengkapannya. Setelah lengkap, petugas segera mengolah rekam medis untuk dimasukkan ke dalam kartu indeks penyakit, kartu indeks operasi dan sebagainya sesuai dengan penyakitnya. Secara rutin, petugas instalasi rekam medis juga harus membuat rekapitulasi setiap akhir bulan, untuk membuat laporan dan statistik rumah sakit. Selanjutnya, berkas rekam medis pasien disimpan berdasarkan nomor rekam medisnya (Dirjen Yanmed, 2006). b. Alur Rekam Medis Rawat Inap Untuk pasien yang akan rawat inap, akan mendapatkan surat permintaan rawat inap dari dokter poliklinik. Jika pasien sebelumnya diperiksa di Instalasi Gawat Darurat, maka terlebih dahulu mendaftar ke bagian Pendaftaran Pasien Rawat Inap. Selanjutnya, petugas memastikan ke ruang rawat inap untuk tempat tidur yang akan ditempati. Apabila tempat tidur di ruang rawat inap yang dimaksud masih tersedia, petugas menerima pasien dan mencatat dalam buku register penerimaan pasien rawat inap: nama, nomor rekam medis, identitas dan data social lainnya. Serta commit to user 17 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id menyiapkan data identitas pasien pada Lembaran Masuk (rekam medis) (Dirjen Yanmed, 2006). Untuk RS yang telah menggunakan sistem komputerisasi, pada saat pasien mendaftar untuk dirawat, petugas langsung memasukkan data pasien meliputi nomor rekam medis, nomor registrasi, nomor kamar perawatan dan data-data penunjang lainnya. Apabila diberlakukan sistem uang muka, khusus pasien non askes dan dianggap mampu, pihak keluarga pasien diminta menghubungi bagian keuangan untuk membayar uang muka perawatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Petugas penerimaan pasien rawat inap mengirimkan berkas rekam medis bersama-sama dengan pasiennya ke ruang perawatan yang dimaksud. Selanjutnya pasien diterima di ruang rawat inap dan dicatat pada buku register (Dirjen Yanmed, 2006). Dokter yang bertugas mencatat tentang riwayat penyakit, hasil pemeriksaan fisik, terapi serta semua tindakan yang diberikan kepada pasien pada lembaran rekam medis dan menandatanganinya. Perawat/ bidan mencatat pengamatan terhadap pasien dan pertolongan perawatan yang diberikan ke dalam catatan perawat/ bidan dan membubuhkan tanda tangannya, serta mengisi lembaran grafik tentang suhu, nadi dan pernapasan pasien. Selama di Ruang Rawat Inap, perawat/ bidan menambahkan lembaran rekam medis sesuai dengan pelayanan kebutuhan pelayanan yang commit to user 18 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id diberikan pada pasien. Selain itu, perawat/ bidan juga berkewajiban membuat sensus harian yang memberikan gambaran mutasi pasien mulai jam 00.00 sampai dengan jam 24.00. Sensus harian dibuat rangkap tiga ditandatangani Kepala Ruang Rawat Inap, dikirim ke Instalasi Rekam Medis, Tempat Pendaftaran Pasien Rawat Inap dan satu lembar arsip Ruang Rawat Inap. Pengiriman sensus harian paling lambat jam delapan pagi hari berikutnya (Dirjen Yanmed, 2006). Petugas ruangan memeriksa kelengkapan berkas rekam medis sebelum diserahkan ke instalasi rekam medis. Setelah pasien keluar dari RS, berkas rekam medis pasien segera dikembalikan ke instalasi rekam medis paling lambat 24 jam setelah pasien keluar, secara lengkap dan benar. Petugas instalasi rekam medis mengolah berkas rekam medis yang sudah lengkap, melewati proses-proses pengkodean, analisa hingga penyimpanan kembali berkas rekam medis yang kemudian diperoleh data hasil pengolahan yang dalam bentuk laporan statistik RS. Petugas instalasi rekam medis membuat rekapitulasi sensus harian setiap akhir bulan dan mengirimkan ke Subbag Pencatatan dan Laporan untuk bahan laporan RS (Dirjen Yanmed, 2006). Instalasi rekam medis menyimpan berkas-berkas rekam medis pasien menurut nomor rekam medisnya. Petugas instalasi rekam medis akan mengeluarkan berkas rekam medis, apabila ada commit to user 19 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id permintaan baik untuk keperluan pasien berobat ulang atau keperluan lain. Setiap permintaan rekam medis harus menggunakan formulir peminjaman. Formulir peminjaman rekam medis dibuat rangkap tiga, satu copy ditempel pada rekam medis, satu copy diletakkan pada rak penyimpanan sebagai tanda keluar, dan satu copy sebagai arsip yang meminta (Dirjen Yanmed, 2006). Rekam medis pasien yang tidak pernah berobat lagi ke RS selama lima tahun terakhir, dinyatakan sebagai inactive record. Berkas rekam medis yang sudah inactive record dikeluarkan dari rak penyimpanan dan disimpan di gudang RS/ dimusnahkan. Yang perlu diperhatikan juga, yaitu bagi pasien gawat darurat, baik rawat jalan maupun rawat inap, pertolongan kepada pasien didahulukan. Setelah pasien mendapatkan pertolongan yang diperlukan, baru dilakukan pencatatan (Dirjen Yanmed, 2006). 3) Prosedur Penerimaan Pasien Tata cara penerimaan pasien yang akan berobat ke poliklinik ataupun yang akan dirawat adalah bagian dari sistem pelayanan rumah sakit. Disinilah pelayanan pertama kali yang diterima oleh pasien saat tiba di rumah sakit, maka tata cara penerimaan inilah pasien akan mendapatkan kesan baik ataupun buruk dari pelayanan suatu rumah sakit. Tata cara melayani pasien dapat dinilai baik jika petugas bersikap ramah, sopan, tertib dan penuh tanggung jawab (Dirjen Yanmed, 2006). commit to user 20 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id a. Pasien Baru Pasien baru adalah pasien yang baru pertama kali datang ke rumah sakit. Setiap pasien baru diterima di Tempat Penerimaan Pasien (TPP) dan akan diwawancarai oleh petugas guna mendapatkan informasi tentang data identitas sosial pasien yang harus diisikan pada formulir Ringkasan Riwayat Klinik, yang akan dijadikan sebagai dasar pembuatan Kartu Indeks Utama Pasien (KIUP) dan database bagi rumah sakit yang telah menggunakan sistem komputerisasi (Dirjen Yanmed, 2006). Setiap pasien baru akan memperoleh nomor rekam medis yang akan digunakan sebagai kartu pengenal, yang harus dibawa setiap kali berkunjung ke rumah sakit yang sama, baik berobat jalan maupun rawat inap. Kemudian, pasien dipersilahkan menunggu di poliklinik yang dituju dan petugas rekam medis mempersiapkan berkas rekam medisnya untuk dikirim ke poliklinik tujuan pasien. Semua berkas rekam medis pasien poliklinik yang telah selesai berobat harus kembali ke Instalasi Rekam Medis, kecuali pasien yang harus dirawat, rekam medisnya dikirim ke ruang perawatan (Dirjen Yanmed, 2006). b. Pasien Lama Pasien lama adalah pasien yang pernah datang sebelumnya ke rumah sakit. Pasien mendatangi Tempat Penerimaan Pasien untuk melakukan pendaftaran, baik pasien dengan perjanjian maupun commit to user 21 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id datang atas kemauan sendiri. Pasien dengan perjanjian akan langsung menuju poliklinik yang dituju karena berkas rekam medis sudah dipersiapkan oleh petugas. Sedangkan untuk pasien yang datang sendiri, menunggu sementara rekam medisnya diambilkan di tempat penyimpanan. Setelah ditemukan, rekam medis tersebut diantarkan ke poliklinik yang dituju (Dirjen Yanmed, 2006). 4) Proses Pengolahan Rekam Medis Dalam pengolahan rekam medis perlu memperhatikan beberapa prosedur yang harus dipenuhi selama memprosesnya, yaitu meliputi: 1. Pemberian Kode (coding) Pemberian kode adalah pemberian penetapan kode dengan menggunakan huruf atau angka atau kombinasi huruf dalam angka yang mewakili komponen data. Kegiatan dan tindakan serta diagnosis yang ada di dalam rekam medis harus diberi kode dan selanjutnya di-indeks agar memudahkan pelayanan pada penyajian informasi untuk menunjang fungsi perencanaan, manajemen dan riset bidang kesehatan. Kode klasifikasi penyakit oleh WHO (World Health Organization) bertujuan untuk menyeragamkan nama dan golongan penyakit, cidera, gejala dan faktor yang mempengaruhi kesehatan. Sejak tahun 1993 WHO mengharuskan negara anggotanya termasuk Indonesia menggunakan klasifikasi penyakit revisi-10 (ICD-10, International Statistical Clasification commit to user 22 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Diseasses and Health Problem 10 Revisi). ICD-10 menggunakan kode kombinasi yaitu menggunakan abjad dan angka (alpha numeric) (Dirjen Yanmed, 2006). Kecepatan dan ketepatan pemberian kode dari suatu diagnosis sangat tergantung kepada pelaksana yang menangani berkas rekam medis tersebut, yaitu: (1) Tenaga medis dalam menetapkan diagnosis; (2) Tenaga rekam medis sebagai pemberi kode; (3) Tenaga kesehatan lainnya (Dirjen Yanmed, 2006). Penetapan diagnosis seorang pasien merupakan kewajiban, hak dan tanggung jawab dokter (tenaga medis) yang terkait, tidak boleh diubah oleh karenanya diagnosis dalam rekam medis harus diisi lengkap dan sesuai dengan ketetapan pada buku ICD-10. Tenaga rekam medis sebagai seorang pemberi kode bertanggung jawab atas keakuratan kode dari suatu diagnosis yang sudah ditetapkan oleh tenaga medis. Oleh karenanya jika ada hal yang kurang jelas atau tidak lengkap, sebelum kode ditetapkan, sebaiknya dikomunikasikan terlebih dahulu pada dokter yang membuat diagnosis tersebut. Setiap pasien yang telah selesai mendapatkan pelayanan baik rawat jalan maupun rawat inap, maka dokter yang memberikan pelayanan harus segera membuat diagnosis akhir (Dirjen Yanmed, 2006). Kompetensi yang dibutuhkan oleh perekam medis dalam pengolahan coding rekam medis ini, antara lain: (a) memberi kode commit to user 23 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id penyakit pada diagnosa pasien yang terdapat pada berkas rekam medis sesuai dengan ICD-10; (b) mengumpulkan kode diagnosa pasien untuk memenuhi sistem pengelolaan, penyimpanan data, pelaporan untuk kebutuhan analisis sebab tunggal penyakit yang dikembangkan; (c) mengklasifikasikan data kode diagnosis yang akurat bagi kepentingan informasi morbiditas dan sistem pelaporan morbiditas yang diharuskan; (d) menyajikan informasi morbiditas yang akurat dan tepat waktu bagi kepentingan monitoring KLB epidemiologi dan lainnya; (e) mengelola indeks penyakit dan tindakan guna kepentingan laporan medis dan statistik serta permintaan informasi pasien secara tepat dan terperinci; (f) menjamin validitas data untuk registrasi penyakit; (g) mengembangkan dan mengimplementasikan petunjuk standar coding dan pendokumentasian (Alhadi, 2004). 2. Tabulasi (Indeksing) Indeksing adalah membuat tabulasi sesuai dengan kode yang sudah dibuat ke dalam indeks-indeks (dapat menggunakan kartu indeks atau komputerisasi). Di dalam kartu indeks tidak boleh mencantumkan nama pasien. Proses tabulasi data yang dilakukan secara manual dapat dengan mudah diaplikasikan melalui media komputer, data dan informasi hasil pengelompokkan data sesuai dengan kode yang dimaksud. Sehingga data dapat diproses dan diperoleh hasil yang di-inginkan. Proses commit to user tabulasi dengan 24 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id komputerisasi ini lebih mudah dan cepat serta lebih efektif dan efisien (Dirjen Yanmed, 2006). Jenis indeks yang biasa dibuat, yaitu: a. Indeks pasien, yaitu satu tabulasi kartu katalog yang berisi nama semua pasien yang pernah berobat di RS. b. Indeks penyakit (diagnosis) dan operasi, yaitu tabulasi yang berisi kode penyakit dan kode operasi pasien yang berobat di RS. c. Indeks dokter, yaitu satu tabulasi data yang berisi nama dokter yangmemberikan pelayanan medik pada pasien. 3. Statistik dan Pelaporan Rumah Sakit Laporan ekstern RS ditujukan kepada Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Depkes RI, Dinkes Provinsi, Dinkes Kabupaten/ Kota. Pelaporan ekstern RS dibuat sesuai dengan kebutuhan Depkes RI, yang meliputi data-data tentang: (1) kegiatan RS (RL1) ; (2) keadaan morbiditas pasien rawat inap RS (RL 2a); (3) keadaan morbiditas pasien rawat inap survailans terpadu RS (RL 2a.1); (4) keadaan morbiditas pasien rawat jalan RS (RL 2b) ; (5) keadaan morbiditas pasien rawat jalan survailans terpadu RS (RL 2b.1); (6) status imunisasi (RL 2c); (7) individual morbiditas pasien rawat inap; (8) ketenagaan RS (RL3); (9) ketenagaan individual RS (RS vertikal Depkes) (RL 4a); (10) peralatan medik RS (RL 5); (11) commit to user 25 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id kegiatan kesehatan lingkungan (RL5); (12) infeksi nosokomial RS (RL6) (Dirjen Yanmed, 2006). 4. Sistem Penyimpanan Rekam Medis (filing system) Meningkatnya kompleksitas pelayanan kesehatan menyebabkan pentingnya dilakukan penyimpanan terhadap berkas rekam medis yang ada. Menurut Basbeth dalam Sandra (2009) kurun waktu dimana rekam medis harus dipertahankan bergantung pada kebutuhan untuk kelanjutan pelayanan kesehatan pada pasien dan untuk tujuan penelitian, atau pendidikan, dan atau hukum dan peraturan. Dianjurkan rumah sakit untuk mempertahankan pengelolaan rekam medis sebagai standar akreditasi. Sebelum menentukan suatu sistem yang akan dipakai perlu terlebih dahulu mengetahui bentuk pengurusan penyimpanan dalam pengelolaan rekam medis. 1. Cara Penyimpanan a) Sentralisasi Penyimpanan rekam medis pasien dalam satu kesatuan, baik catatan-catatan kunjungan poliklinik maupun catatancatatan selama pasien rawat inap di rumah sakit. Kebaikan cara penyimpanan dengan sentralisasi ini yaitu, dapat mengurangi terjadinya duplikasi dalam pemeliharaan dan penyimpanan, mengurangi jumlah biaya yang dipergunakan untuk peralatan dan ruangan, tata kerja dan commit to user 26 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id peraturan mengenai kegiatan pencatatan medis mudah distandarisasikan, memungkinkan peningkatan efisiensi kerja petugas penyimpanan serta mudah untuk menerapkan sistem unit record. Sedangkan ada dua macam kekurangan cara penyimpanan dengan sentralisasi, yaitu petugas menjadi lebih sibuk, karena harus menangani unit rawat jalan dan rawat inap dan tempat penerimaan pasien harus berjaga selama 24 jam (Dirjen Yanmed, 2006). b) Desentralisasi Ada pemisahan antara rekam medis poliklinik rawat jalan dan rawat inap. Rekam medis rawat jalan disimpan di satu tempat penyimpanan, sedangkan rekam medis rawat inap di bagian pencatatan medis. Kebaikan cara penyimpanan dengan desentralisasi, meliputi adanya efisiensi waktu, sehingga pasien mendapat pelayanan lebih cepat dan beban kerja yang dilaksanakan petugas lebih ringan. Untuk kekurangan cara penyimpanan dengan sentralisasi, yaitu bisa terjadi duplikasi dalam pembuatan rekam medis dan biaya yang diperlukan untuk peralatan dan ruangan lebih banyak (Dirjen Yanmed, 2006). commit to user 27 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 2. Sistem Penyimpanan Menurut Nomor a) Sistem Nomor Langsung (straight numerical) Penyimpanan rekam medis dalam rak penyimpanan secara berturut sesuai dengan urutan nomornya. b) Sistem Nomor Akhir (terminal digit) Disini digunakan nomor-nomor dengan enam angka, yang dikelompokkan menjadi tiga kelompok masing-masing terdiri dari dua angka. Angka pertama adalah dua angka terletak paling kanan, angka kedua adalah dua angka terletak di tengah, dan dua angka terakhir adalah dua angka terletak paling kiri. c) Sistem Angka Tengah (middle digit) Dalam hal ini, angka yang terletak di tengah merupakan angka pertama, pasangan angka di kiri menjadi angka kedua, dan pasangan angka paling kanan menjadi angka ketiga (Dirjen Yanmed, 2006). 3. Ketentuan dan Prosedur Penyimpanan Ketentuan dasar yang membantu memperlancar pekerjaan pengelolaan rekam medis, yaitu: a) Pada saat rekam medis dikembalikan ke bagian rekam medis, harus disortir, menurut nomor, sebelum disimpan. b) Hanya petugas rekam medis yang dibenarkan menangani rekam medis dalam hal pengambilan maupun penyimpanan. commit to user 28 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id c) Rekam medis yang sampulnya rusak atau lembarannya lepas, harus segera diperbaiki untuk mencegah makin rusak/ hilangnya lembaran-lembaran yang diperlukan. d) Pengamatan terhadap penyimpanan harus dilakukan secara periodik, untuk menemukan salah simpan dan menemukan kartu pinjaman yang rekam medisnya belum dikembalikan. e) Rekam medis yang berkenaan dengan proses hukum, harus disimpan di tempat khusus, di ruangan pimpinan bagian rekam medis, sedangkan di tempat penyimpanan biasa diberi petunjuk. f) Petugas penyimpanan bertanggungjawab dalam memelihara kerapian dan keteraturan penyimpanan rekam medis. g) Rekam medis yang sedang proses/ dipakai oleh petugas rekam medis, harus diletakkan di atas rak/ meja, jika setiap saat akan dipergunakan. h) Rekam medis yang sangat tebal, harus dijadikan dua atau tiga jilid. i) Kepala bagian penyimpanan harus membuat laporan rutin kegiatan yang meliputi jumlah rekam medis yang dikeluarkan setiap hari dari rak penyimpanan untuk memenuhi permintaan, jumlah permintaan darurat, jumlah salah simpan dan jumlah rekam medis yang tidak dapat ditemukan. commit to user 29 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 4. Fasilitas Fisik Ruang Penyimpanan Alat penyimpanan yang baik, meliputi penerangan yang baik, pengaturan suhu, pemeliharaan ruangan, perhatian terhadap faktor-faktor keselamatan. Suatu kamar penyimpanan rekam medis sangat membantu memelihara dan mendorong kegairahan kerja dan produktivitas pegawai yang bekerja di dalamnya (Mariana, 2009). Ada alat penyimpanan rekam medis yang umum dipakai, antara lain rak terbuka (open self file unit), lemari lima laci (five drawer file cabinet) dan roll opac. Rak terbuka lebih dianjurkan pemakaiannya, dikarenakan harganya lebih murah, petugas dapat mengambil dan menyimpan rekam medis lebih cepat, serta menghemat ruangan dengan menampung lebih banyak rekam medis dan tidak terlalu ‘makan’ tempat (Dirjen Yanmed, 2006). 2. Pelatihan a. Konsep Pelatihan Pelatihan secara luas dipahami sebagai komunikasi yang diarahkan pada populasi tertentu, yang bertujuan untuk mengembangkan ketrampilan, mengubah perilaku, dan meningkatkan kompetensi. Secara umum, pelatihan memfokuskan secara eksklusif pada apa yang perlu diketahui (NIOSH, 1999). Menurut Hamalik (2001), pelatihan secara operasional dapat commit to user dirumuskan sebagai suatu proses yang meliputi serangkaian tindak 30 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id (upaya) yang dilaksanakan dengan sengaja dalam bentuk pemberian bantuan kepada tenaga kerja yang dilakukan oleh tenaga profesional kepelatihan dalam satuan waktu yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kerja peserta dalam bidang pekerjaan tertentu guna meningkatkan efektivitas dan produktivitas dalam suatu organisasi. Sedangkan menurut Sikula dalam Hasibuan (2003) pelatihan adalah proses pendidikan jangka pendek dengan menggunakan prosedur yang sistematis dan terorganisir, sehingga karyawan operasional belajar pengetahuan teknik pengerjaan dan keahlian untuk tujuan tertentu. b. Penentuan Kebutuhan Pelatihan (Assessing Training Need) Tujuan penentuan kebutuhan pelatihan ini adalah untuk mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang relevan untuk mengetahui dan menentukan perlu atau tidaknya pelatihan dalam organisasi tersebut. Adapun kebutuhan akan pelatihan ini ada tiga hal, yaitu (Gomes, 2002): 1) General treatment need, yaitu penilaian kebutuhan pelatihan bagi semua pegawai dalam suatu klasifikasi pekerjaan tanpa memperhatikan data mengenai kinerja dari seorang pegawai tertentu. 2) Observable performance discrepancies, yaitu penilaian kebutuhan pelatihan yang didasarkan pada hasil pengamatan terhadap berbagai permasalahan, wawancara, daftar pertanyaan, dan evaluasi/ commit to user 31 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id penilaian kinerja. Adanya permasalahan tersebut dikarenakan tidak dipatuhinya standar pelaksanaan suatu pekerjaan. 3) Future human resources need, yaitu penilaian kebutuhan pelatihan yang tidak berkaitan dengan ketidaksesuaian kinerja, tetapi berkaitan dengan keperluan sumber daya manusia untuk waktu yang akan datang karena dimungkinkan adanya perubahan-perubahan. Jika pelatihan merupakan solusi terbaik, maka pimpinan harus memutuskan program pelatihan yang bagaimana agar tepat untuk dilaksanakan. Ketepatan metode pelatihan tergantung pada tujuan yang hendak dicapai. Ada dua jenis sasaran pelatihan, yaitu: (a) knowledgecentered objectives, yaitu berkaitan dengan pertambahan pengetahuan dan perubahan sikap; (b) performance-centered objectives, mencakup syarat-syarat khusus pada metode, syarat penilaian, perhitungan, perbaikan, dan sebagainya (Gomes,2002). Pertimbangan kebutuhan pelatihan sebagai proses penyusunan rancangan pelatihan, menurut Simamora dalam Rosandita (2006) dapat ditentukan dalam tiga analisis, antara lain: (1) Analisis organisasional, merupakan analisis pemeriksaan jenisjenis permasalahan yang dialami oleh organisasi. (2) Analisis operasional, merupakan proses penentuan perilaku yang disyaratkan dalam pemegang jabatan dan standar kinerja yang harus dipenuhi. commit to user 32 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id (3) Analisis personal, bertujuan untuk mengetahui seberapa baik karyawan melaksanakan pekerjaannya, berdasarkan perbandingan kinerja aktual terhadap standar kinerja organisasional. Suatu program pelatihan disusun berdasarkan asumsi, bahwa pelatihan merupakan suatu fungsi manajemen, setiap orang membutuhkan latihan dan setiap tenaga pemimpin harus mampu dan bersedia bertindak sebagai pelatih. Implikasinya adalah, bahwa setiap program pelatihan seyogyanya didukung dan dibantu oleh semua tingkatan manajemen. Menurut Hamalik (2001), penyusunan program pelatihan berdasarkan beberapa prinsip yaitu, pertama, program pelatihan harus memiliki tujuan yang jelas sehubungan dengan upaya mencapai tujuan organisasi, serta untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, dan sikapnya. Kedua, program pelatihan disusun berdasarkan kebutuhan lapangan dan tujuan tertentu. Ketiga, ruang lingkup program pelatihan dientukan berdasarkan kebijakan dan tujuan guna menjadi landasan kesepakatan dan kerjasama. Keempat, penetapan metode dan teknik serta proses-proses dalam suatu pelatihan harus dikaitkan secara langsung dengan upaya memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan pelatihan itu. Kelima, berdasarkan kebutuhan dan tujuan manajemen, maka setiap orang yang berada dalam manajemen tersebut harus bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelatihan, sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing. Keenam, melakukan penjajagan commit to user perpustakaan.uns.ac.id 33 digilib.uns.ac.id kebutuhan pelatihan, mengembangkan program pelatihan, memberikan pelayanan administrasi, dan pelaksanaan tindak lanjut pelatihan. Ketujuh, pelatihan yang efektif berdasarkan pada prinsip belajar aktif, perpaduan antara teori dan praktek, pengalaman lapangan di samping belajar reseptif, dan modifikasi tingkah laku. Dan kedelapan, penyelenggaraan pelatihan sebaiknya di dalam lingkungan pekerjaan, sehingga benar-benar terkait dengan kebutuhan, kondisi dan situasi, serta tuntutan pekerjaan sesungguhnya. c. Metode Pelatihan Metode pelatihan yang tepat tergantung pada tujuannya. Tujuan atau sasaran pelatihan yang berbeda, berakibat pada pemakaian metode pelatihan yang berbeda pula. Berdasarkan tempat pelatihannya, metode pelatihan ada dua macam, yang pertama, metode on-site yaitu pelatihan yang diberikan pada saat situasi kerja sehari-hari. Peserta melakukan aktivitas pelatihan sambil bekerja. Yang kedua, metode off-site yaitu pelatihan yang diberikan di luar jam kerja. Sedangkan menurut Bernandin dan Russel dalam Gomes (2002) metode pelatihan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu pertama, informational methods, merupakan metode yang biasanya menggunakan pendekatan satu arah, yaitu melalui mana informasi disampaikan dari pelatih kepada peserta. Metode ini mengajarkan halhal faktual, ketrampilan, atau sikap tertentu. Para peserta tidak commit to user 34 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id diberikan kesempatan untuk mempraktekkan apa yang diajarkan selama pelatihan. Metode pelatihan ini sering disebut pelatihan tradisional, yang bersifat direktif dan berorientasi pada guru (teacher oriented). Teknik-teknik yang digunakan dalam metode ini, antara lain: kuliah, presentasi audiovisual, self directed learning (Gomes, 2002). Kedua, experiential methods adalah metode yang mengutamakan komunikasi yang luwes, fleksibel, dan lebih dinamis baik dengan instruktur maupun sesama peserta, dan bisa langsung menggunakan alat-alat yang tersedia untuk menambah ketrampilannya. Pelatihan dengan metode ini bersifat fasilitatif dan berorientasi pada peserta (trainee-centered). Teknik-teknik yang digunakan dalam metode ini, antara lain: diskusi kelompok, studi kasus permainan peran (role playing) (Gomes, 2002). Metode pelatihan menurut Sikula dalam Rosandita (2006) adalah sebagai berikut: 1) On-The-Job Training (praktek di kantor) On the job training (OT) atau disebut juga pelatihan dengan instruksi pekerjaan sebagai suatu metode pelatihan dengan cara para pekerja atau calon pekerja ditempatkan dalam kondisi pekerjaan yang riil, dibawah bimbingan dan supervise dari karyawan yang telah berpengalaman atau terlatih. Metode ini dibedakan menjadi dua cara, yaitu secara informal, yaitu pelatih memerintahkan peserta latihan memperhatikan orang lain yang melakukan pekerjaan, kemudian ia commit to user 35 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id meminta untuk mempraktekkannya. Kemudian, secara formal, yaitu supervisor menunjuk seorang pekerja senior untuk melakukan pekerjaan tersebut dan selanjutnya peserta latihan meniru pekerjaan yang diberikan oleh pekerja senior. Adapun manfaat metode pelatihan ini, yaitu karyawan dapat segera mengetahui apa yang menjadi tugas/tanggungjawabnya, dapat relatif lebih cepat beradaptasi dengan tugas dan pekerjaanya/ lingkungan kerjanya, mampu menguasai keterampilan relatif lebih cepat (observasi, melihat, mengerjakan), mampu melaksanakan pekerjaan berulang-ulang (kesempatan yang ada), lebih cepat memperoleh tingkat terampil dan mahir. 2) Praktek di lapangan Vestibule adalah metode latihan yang dilakukan di dalam kelas atau bengkel untuk memperkenalkan pekerjaan kepada pekerja baru dan melatih mereka mengerjakan pekerjan tersebut. 3) Penjelasan dan Peragaan Metode latihan yang dilakukan dengan cara ini dilakukan dengan cara peragaan dan penjelasan bagaimana cara-cara mengerjakan suatu pekerjaan melalui contoh-contoh atau percobaan yang demontrasi. commit to user 36 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 4) Simulasi Simulasi merupakan situasi atau kejadian yang ditampilkan semirip mungkin dengan situasi sebenarnya, tapi hanya merupakan tiruan saja. 5) Masa Belajar Pertukangan Metode ini adalah cara meningkatkan keahlian pertukangan sehingga para pekerja yang bersangkutan dapat mempelajari segala aspek dari pekerjaannya. 6) Classroom Methods Metode pertemuan dalam kelas ini meliputi kuliah (lecture), rapat (conference), program instruksi, studi kasus, role playing, diskusi, seminar. (b) Kuliah (lecture), metode ini banyak di dalam kelas. Pelatih yang berperan aktif mengajarkan teori-teori, sedangkan peserta mencatat dan mempersepsikannya. Teknik ini cenderung komunikasi searah saja. (c) Rapat (conference), metode ini mendorong pelatih dan peserta untuk berperan aktif, sehingga terjadi komunikasi dua arah. Dengan metode ini diharapkan peserta akan terlatih untuk menerima dan mempersepsikan pendapat orang lain serta dapat mengambil keputusan terhadap masalah yang dihadapi. (d) Program instruksi, peserta dapat belajar sendiri karena langkahlangkah pengerjaannya sudah diprogram, commit to user yang meliputi 37 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id pemecahan informasi tentang beberapa bagian kecil sehingga dapat dibentuk program pengajaran yang mudah dipahami dan saling berhubungan. (e) Metode studi kasus, pelatih memberikan kasus kepada peserta, dengan data yang disembunyikan, sehingga mendorong peserta untuk mencari data/ informasi dari sumber eksternal dalam memutuskan kasus yang dihadapinya. (f) Role playing, beberapa peserta memainkan suatu peran dalam sebuah organisasi tiruan, untuk mengembangkan keahlian interaksi antar manusia. (g) Metode diskusi, melatih peserta untuk berani memberikan pendapat dan rumusannya, beserta cara-cara untuk meyakinkan orang lain untuk mempercayainya. Melatih peserta untuk bersedia menerima penyempurnaan dari orang lain dalam member dan menerima informasi. (h) Metode seminar, mengembangkan keahlian dan kecakapan peserta dalam menilai dan memberikan saran-saran yang konstruktif mengenai pendapat orang lain. d. Efektivitas Program Pelatihan Pada saat sekarang, proses evaluasi terhadap suatu pelatihan merupakan komponen penting dari program pelatihan suatu organisasi. Organisasi yang menyelenggarakan pelatihan tidak hanya bertanggung jawab terhadap apa yang dipelajari karyawan, tetapi juga bertanggung commit to user 38 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id jawab untuk memastikan bahwa para karyawan men-transfer pengetahuannya untuk meningkatkan kinerja mereka (Carr, 2002). Metode evaluasi harus ditentukan berdasarkan tujuan dari proses pelatihan dan dapat memenuhi tuntutan dari stakeholder yang terlibat. Setiap organisasi memiliki stakeholder, dan tidak semua membutuhkan informasi yang sama. Persyaratan informasi tersebut ada dua macam, yaitu: (a) apakah kompetensi telah dipelajari, dan; (b) apakah hasil belajar telah diterapkan untuk perbaikan kinerja (Carr, 2002). Menurut Blanchard dan James dalam Rosandita (2006), agar lebih efektif, evaluasi pelatihan sebaiknya bersifat formatif dan difokuskan pada pemberian informasi yang dapat memperbaiki pelatihan, bukan bersifat sumatif yang dirancang untuk menentukan apakah pelatihan akan sukses. Untuk menentukan seberapa baik suatu pelatihan telah mencapai tujuannya, anda perlu menguji berbagai hasil yang diperoleh dari pelatihan tersebut. Empat hasil terbaik yang akan diuji adalah reaksi, pembelajaran, perilaku, dan hasil. Dengan aturannya yaitu hasil reaksi yang diketahui pertama kali dan mempengaruhi berapa banyak hal yang dapat dipelajari, sedangkan hasil pembelajaran mempengaruhi banyaknya perilaku yang dapat merubah sikap kerja, perilaku dalam pekerjaan akan berdampak pada pelatihan pada organisasi (Rosandita, 2006). commit to user 39 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Menurut Simamora dalam Rosandita (2006) pengukuran efektivitas pelatihan, meliputi: 1) Reaksi. Evaluasi reaksi dilakukan dengan melihat reaksi peserta tehadap pelatihan, yang mencakup aspek materi pelatihan, instruktur pelatihan, metode pelatihan yang digunakan, dan fasilitas pelatihan. Evaluasi ini penting, karena jika ada reaksi positif akan membantu meyakinkan organisasi untuk mendukung pelaksanaan program, penilaian dapat dijadikan informasi untuk melaksanakan program selanjutnya, serta akan dapat memotivasi peserta untuk terus belajar. 2) Pembelajaran. Evaluasi pembelajaran dinilai berdasarkan peningkatan pengetahuan, keahlian, sikap yang diperoleh sebagai hasil dari pelatihan. Pelaksanaan evaluasi ini terkait dengan evaluasi reaksi. 3) Perilaku. Evaluasi perilaku dilihat berdasarkan perubahan-perubahan yang terjadi pada pekerjaan sebagai akibat dari pelatihan. Perubahan perilaku tersebut dapat terjadi jika ada motivasi yang kuat dalam diri peserta pelatihan. 4) Hasil. Evaluasi hasil merupakan dampak pelatihan pada efektivitas organisasi secara keseluruhan. Hasil pelatihan ada dua macam, yaitu hasil yang dapat diukur dan yang tidak dapat diukur. Efektivitas dari penyampaian pelatihan membutuhkan informasi tentang kompetensi yang telah dicapai dengan pendekatan mengenai kefektifan prosedur pelatihan, ketepatan media, dan metode pengajaran commit to user 40 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id akan menjadi informasi yang sangat berharga untuk melakukan perbaikan. Adapun informasi tersebut dapat diperoleh melalui cara, sebagai berikut: 1) Kuesioner Kuesioner merupakan alat terstruktur yang dapat memberikan informasi kuantitatif dan kualitatif tentang reaksi karyawan terhadap acara pelatihan. Kuesioner harus fokus pada isi dan penyampaian pelatihan. Bagian isi pelatihan harus mentargetkan pertanyaan untuk memastikan apakah materi pelatihan memberikan informasi yang berguna untuk pekerjaan dan apakah karyawan mendapatkan pengetahuan yang lebih luas tentang materi pelatihan tersebut. Bagian penyampaian pelatihan harus menentukan apakah informasi yang disajikan dalam urutan yang logis, detail, pada tingkatan dan format yang sesuai. Informasi ini akan membantu panitia pelatihan untuk menentukan materi pelatihan yang mana yang harus direvisi atau ditambah dan apakah media pelatihan yang digunakan sudah sesuai dengan isi pelatihan (Carr, 2002). 2) Knowledge Review Knowledge Review menawarkan cara yang objektif untuk menentukan apakah isi pelatihan telah dipelajari oleh para karyawan. Umumnya alat penilaian yang digunakan, yaitu dengan memberi karyawan pertanyaan - pertanyaan dan menanggapinya secara tertulis pada awal dan akhir acara pelatihan. Pertanyaancommit to user 41 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id pertanyaan yang diberikan harus berkaitan dengan tujuan pembelajaran dalam pelatihan. Hasil dari kegiatan ini dapat digunakan untuk mengukur ketercapaian transfer pengetahuan selama acara pelatihan. Informasi ini akan berguna untuk meningkatkan materi pelatihan pada tahap selanjutnya (Carr, 2002). 3) Observasi Observasi merupakan metode evaluasi yang menyediakan informasi mengenai reaksi karyawan untuk pelatihan. Dalam pelatihan harus memperhatikan interaksi karyawan, tingkat keterlibatan dengan instruktur pelatihan dan tanggapan terhadap isi pelatihan. Observasi ini dapat digunakan untuk memberikan informasi umum tentang struktur pelatihan. Observasi yang terstruktur berfokus pada pemantauan terhadap hal-hal tertentu dalam pelatihan dan umumnya menggunakan checklist tentang poin-poin yang akan diamati (Carr, 2002). B. Penelitian yang Relevan Beberapa penelitian sebelumnya yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti, yaitu antara lain: 1. Penelitian Meliala dan Sunartini (2004) yang berjudul Telaah Rekam Medis Pendidikan Dokter Spesialis Sebelum dan Sesudah Pelatihan Di Irna RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, memiliki tujuan penelitian untuk mengidentifikasi kelengkapan rekam medis, dan untuk menganalisis commit to user 42 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id perbedaan pada kelengkapan rekam medis sebelum dan sesudah pelatihan terprogram. Sebuah model eksperimen semu, setelah dan sebelum penelitian tanpa kelompok kontrol, diadopsi dalam penelitian ini. Catatan medis sebelum studi menjadi data base line, dan yang setelah pelatihan akan menjadi data berikutnya untuk dibandingkan dengan sebelumnya. Pelatihan diprogram sebagai variabel prediktor untuk mempengaruhi kelengkapan rekam medis sebagai variabel kriteria, yang diwakili pada penilaian dengan tempat tinggal sebagai trainee, yang memiliki tanggung jawab dalam catatan pasien medis. Sebuah metode statistik digunakan untuk menganalisa perbedaan spesifik kualitatif. Mendapatkan hasil penelitian yaitu, dalam 30 bagian dari 92 rekor pasangan medis, diketahui bahwa 4 dari mereka menurun setelah diterapkan. Tapi sisanya, telah meningkat secara signifikan. Secara statistik, program pelatihan mempengaruhi kelengkapan rekam medis setelah program pelatihan, dibandingkan dengan rekam medis penuh diisi sebelum program pelatihan, dengan nilai t = 3,66 pada signifikansi sebesar 0,0012. 2. Penelitian Chelton (2009) yang berjudul A qualitative study to evaluate the effectiveness of simulation as a training method in implementation of electronic medical records, mengungkapkan bahwa penggunaan catatan medis elektronik yang telah dilakukan secara bertahap menimbulkan kekuatiran dokter yang dapat mengganggu hubungan antara dokter-pasien. Studi menunjukkan keprihatinan mereka terhadap hilangnya kontak mata dengan pasien dan sambil memasukkan informasi ke komputer di hadapan commit to user perpustakaan.uns.ac.id 43 digilib.uns.ac.id pasien akan mengganggu komunikasi. Metode yang digunakan dengan menghadirkan dokter untuk berpartisipasi dalam simulasi dengan pasien standar yang akan direkam. Interaksi dan entry data ke dalam rekam medis elektronik juga direkam dengan webcam dan oleh komputer dengan Morae © kegunaan software pengujian untuk menentukan kemampuan mereka dengan aplikasi rekam medis elektronik. Para dokter yang berpartisipasi dilihat kaset video, mereka dibentuk ke dalam kelompok-kelompok kecil dan melakukan simulasi kedua dengan mengubah metode komunikasinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa simulasi adalah metode pelatihan yang dapat membantu dokter untuk mengintegrasikan catatan elektronik dalam berkomunikasi dengan pasien. Kesimpulannya adalah bahwa komunikasi dengan pelatihan dalam pendidikan kedokteran harus mencakup penggunaan komputer dan simulasi sebagai sarana yang penting. 3. Penelitian Ismail (2009) yang berjudul “Pengaruh Pelatihan Rekam Medis Orientasi Masalah Terhadap Kelengkapan Pengisian Rekam Medis Rawat Jalan Penyakit Anak RSUD Soa Sio Tidore” dengan metode penelitian quasi experimental dengan desain one group pretest-postest design dan subjek penelitian sebanyak 15 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelengkapan pengisian data dasar/sosial oleh petugas registrasi, data penunjang medis oleh petugas poliklinik dan data klinik oleh dokter spesialis dan dokter umum mengalami peningkatan setelah pelatihan, demikian juga halnya dengan pengetahuan, sikap dan perilaku. commit to user 44 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 4. Penelitian Awliya (2007) yang berjudul “Evaluasi Angka Kelengkapan Rekam Medis Dokter Pada Pasien Rawat Inap Sebelum Dan Sesudah Pelatihan Di RSUD Banjarbaru Kalimantan Selatan Tahun 2007”, yang menggunakan metode penelitian quasi eksperimental, dengan rancangan one group pre test and post test design, dan melakukan intervensi berupa pelatihan kepada dokter sebagai subjek penelitian, sebanyak 22 orang, serta rekam medik 1 bulan sebelum pelatihan (112 berkas) dan 1 bulan sesudah pelatihan (136 berkas), dengan menggunakan rancangan sampel accidental sampling. Kelengkapan rekam medik, aspek hukum & ketepatan waktu sebagai variabel dependen, serta variabel independen meliputi pengetahuan dan pelatihan rekam medis. Penilaian menggunakan check list (kelengkapan = 33 variabel, aspek hukum = 11 variabel) dan kuesioner (23 pertanyaan), serta observasi pasif. Analisis menggunakan uji statistik independent-samples t-test dan paired-samples t-test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelengkapan rekam medis didapatkan perbedaan yang bermakna pada rekam medis sebelum pelatihan dan rekam medis sesudah pelatihan (p=0,000), untuk aspek hukum rekam medis terdapat perbedaan yang bermakna juga sebelum dan sesudah pelatihan (p=0,000), sedang pemahaman dokter juga mendapatkan hasil yang bermakna secara statistik sebelum dan sesudah pelatihan (p=0,026). Hal ini menunjukkan bahwa ada akibat yang bernilai positif dari pemberian intervensi berupa pelatihan pada kelengkapan rekam medis. commit to user 45 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Perbedaan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti dengan beberapa penelitian di atas yaitu tentang metode pelatihannya, yaitu dengan metode on the job training, diharapkan akan dapat memberikan hasil yang optimal dikarenakan peserta akan mendapatkan pembimbingan langsung sambil mempraktekkannya. Sedangkan fokus penelitiannya yaitu untuk lebih meningkatkan pencapaian standar pengolahan rekam medis, tidak hanya tentang kelengkapan pengisian identitas pasien, tetapi juga tentang kelengkapan coding dan ketepatan filing. Dalam hal ini, pelatihan yang akan dilakukan oleh peneliti memang tepat dibutuhkan oleh peserta dikarenakan masih tingginya persentase masalah pengolahan rekam medis yang ada. commit to user 46 C. Kerangka Pikir Pelatihan Rekam Medis Tahap Reaksi: - Metode pelatihan - Instruktur pelatihan - Materi pelatihan - Fasilitas pelatihan Tahap Tahap Pembelajaran: Perilaku: - Teori belajar - Motivasi - Kompetensi - Kinerja Tahap Hasil: 1. Pencapaian Standar Pengolahan Rekam Medis Rawat Jalan: - Kelengkapan pengisian identitas - Kelengkapan coding - Ketepatan filling 2. Peningkatan Pengetahuan peserta pelatihan Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian Keterangan: : diteliti : tidak diteliti 47 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id D. Pernyataan Penelitian dan Hipotesis 1. Pernyataan Penelitian Peningkatan pengetahuan petugas rekam medis sebelum dan sesudah pelatihan. 2. Hipotesis a. Ada peningkatan pencapaian standar pengolahan rekam medis tentang kelengkapan pengisian identitas pasien sebelum dan sesudah pelatihan kepada petugas rekam medis. b. Ada peningkatan pencapaian standar pengolahan rekam medis tentang kelengkapan coding sebelum dan sesudah pelatihan kepada petugas rekam medis. c. Ada peningkatan pencapaian standar pengolahan rekam medis tentang ketepatan filing sebelum dan sesudah pelatihan kepada petugas rekam medis. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini merupakan metode campuran antara kuantitatif dan kualitatif yang bersifat sejajar, dimana data kuantitatif dan kualitatif dikumpulkan dalam waktu yang sama dan dianalisis untuk saling melengkapi. Dalam penelitian ini, pendekatan secara kuantitatif digunakan untuk mengukur kelengkapan pengisian identitas pasien dan kelengkapan coding, sedangkan pendekatan secara kualitatif untuk mengetahui dan mengukur sejauhmana pengetahuan petugas rekam medis dan ketepatannya dalam melakukan filing rekam medis. Pendekatan penelitian kuantitatif menggunakan metode quasi experimental, dengan model one-group pretest posttest design sebagaimana dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Gambar 3.1 Desain Penelitian one-group pretest posttest design Pre-test Treatment O1 X Post-test O2 Keterangan: X = Treatment yang diberikan O1 = Observasi yang dilakukan sebelum perlakuan (pretest) O2 = Observasi yang dilakukan setelah perlakuan (posttest) commit to user 48 perpustakaan.uns.ac.id 49 digilib.uns.ac.id Perlakuan yang akan dilakukan oleh peneliti berupa sebuah konsep pelatihan dengan metode on the job training yaitu pemberian materi pelatihan dengan sekaligus mempraktekkan materi pelatihan tersebut langsung di dalam pekerjaannya. Dipilihnya metode ini karena lebih efektif dan fleksibel dalam pengaturan waktu pelatihannya. Perlakuan hanya dilakukan pada satu subyek sebagai kelas eksperimen tanpa adanya kelas kontrol. B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di bagian rekam medis rawat jalan RSUD Kabupaten Pacitan. Waktu penelitian mulai bulan September 2012 sampai dengan bulan Desember 2012. C. Populasi dan Sampel 1. Penelitian Kuantitatif Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah berkas rekam medis rawat jalan pasien baru di RSUD Kabupaten Pacitan dalam jangka waktu 1 bulan, jumlahnya rata-rata 200 berkas. Sampel adalah bagian dari populasi. Pengambilan sampel harus dilakukan sedemikian rupa sehingga diperoleh sampel yang benar-benar dapat menggambarkan keadaan populasi yang sebenarnya. Dalam penelitian ini, pengambilan sampel dilakukan melalui teknik simple random sampling. dimana teknik ini memberikan peluang yang sama bagi setiap anggota populasi yang dipilih menjadi anggota sampel. Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung sampel penelitian, adalah: commit to user 50 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id n= N Ne2 + 1 Keterangan: N = ukuran populasi n = ukuran sampel e = presisi yang ditetapkan/ taraf kesalahan (5%) 1 = angka konstanta Berdasarkan rumus di atas, maka dari jumlah populasi yang ada, diperoleh sampel sebanyak 135 berkas rekam medis rawat jalan pasien baru sebagai subyek penelitiannya. Sampel rekam medis tersebut akan diambil dua kali, sebelum pelatihan berjumlah 135 dan sesudah pelatihan juga berjumlah 135, sehingga total sampel yang diambil adalah 270 berkas rekam medis. Sampel tersebut digunakan untuk mengukur kelengkapan pengisian identitas pasien dan kelengkapan coding. 2. Penelitian Kualitatif Dalam penelitian kualitatif ini, subyek penelitiannya disebut sebagai informan. Untuk informan utama dalam penelitian ini adalah seluruh petugas rekam medis rawat jalan yang akan mengikuti pelatihan berjumlah enam orang. Pemilihan subyek penelitian ini dengan cara purposive, yaitu dipilih tergantung tujuan penelitian dan dengan pertimbangan tertentu, yaitu orang yang dianggap paling tahu tentang apa yang diharapkan peneliti. Selain informan utama, dibutuhkan pula informan triangulasi untuk pemeriksaan keabsahan data dan sebagai pembanding terhadap data yang commit to user 51 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id diperoleh sebelumnya. Adapun informan triangulasi dalam penelitian ini adalah Kepala Seksi Rekam Medis RSUD Kabupaten Pacitan. D. Variabel Penelitian 1. Penelitian Kuantitatif a. Variabel bebas : Pelatihan Rekam Medis b. Variabel terikat : - Kelengkapan pengisian identitas pasien - Kelengkapan coding 2. Penelitian Kualitatif Variabel yang diteliti secara kualitatif adalah variabel pengetahuan peserta pelatihan dan ketepatan filing dalam pengolahan rekam medis. E. Definisi Operasional 1. Penelitian Kuantitatif a. Variabel bebas : Pelatihan rekam medis Definisi Operasional: Pemberian materi tentang pengolahan rekam medis yang meliputi kelengkapan pengisian identitas pasien, coding, dan filing, yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pencapaian standar pengolahan rekam medis. Dengan metode pelatihan yaitu metode on the job training dengan praktek selama bekerja. commit to user 52 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id b. Variabel terikat 1) Kelengkapan Pengisian Identitas Pasien a) Definisi operasional Data identitas pasien yang ada dalam berkas rekam medis pasien yang meliputi: nama, jenis kelamin, tanggal lahir, alamat, nomor telepon, pekerjaan, status perkawinan, agama, nama ibu, nama suami/ istri, diisi lengkap oleh petugas. b) Alat ukur: check-list. Dikatakan lengkap jika 7-10 data identitas diisi dan diberi skor 1, dan tidak lengkap jika < 7 data identitas yang diisi dan diberi skor 0. c) Skala data: kategorikal 2) Kelengkapan coding a) Definisi operasional Semua berkas rekam medis pasien diberi kode tepat sesuai dengan diagnosis penyakit yang ditulis oleh dokter dengan berpedoman pada International Statistical Clasification Diseasses and Health Problem 10 Revisi (ICD-10). b) Alat ukur: check-list. Dikatakan lengkap jika diagnosis penyakit diberi kode dengan tepat memiliki skor 1, dan tidak lengkap jika tidak diberi kode memiliki skor 0. c) Skala pengukuran : kategorikal commit to user 53 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 2. Penelitian Kualitatif a. Pengetahuan peserta pelatihan 1) Definisi operasional Segala sesuatu yang diketahui oleh peserta pelatihan mengenai rekam medis dan standar pengolahan rekam medis yang meliputi kelengkapan pengisian identitas pasien, kelengkapan coding, dan ketepatan filing. 2) Alat ukur: pedoman wawancara. b. Ketepatan filling 1) Definisi operasional Proses penyimpanan berkas rekam medis setiap hari pelayanan, yang dilakukan secara tepat sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, yang meliputi: (1) Sebelum disimpan, rekam medis disortir menurut nomornya (2) Hanya petugas rekam medis yang melakukan pengambilan dan penyimpanan rekam medis (3) Membuat laporan tentang jumlah rekam medis yang dikeluarkan dari rak penyimpanan setiap harinya (4) Membuat laporan tentang jumlah rekam medis atas permintaan darurat yang dikeluarkan dari rak penyimpanan setiap harinya (5) Membuat laporan tentang jumlah rekam medis yang salah simpan pada rak penyimpanan setiap harinya commit to user 54 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id (6) Membuat laporan tentang jumlah rekam medis yang tidak dapat ditemukan pada rak penyimpanan setiap harinya (7) Mencatat setiap berkas rekam medis yang dipinjam. 2) Alat ukur: lembar observasi dan pedoman wawancara. F. Teknik Pengumpulan Data 1. Data Primer a. Data Kuantitatif Data primer dari pendekatan kuantitatif diperoleh dari lembar checklist yang sudah disusun sesuai tujuan penelitian. Data ini langsung diperoleh dari hasil penelitian dengan pengisian lembar observasi yang meliputi data kelengkapan pengisian identitas pasien dan data kelengkapan coding. b. Data Kualitatif Data primer dari pendekatan kualitatif diperoleh dari lembar observasi, dan wawancara mendalam dengan informan penelitian, yang sudah disusun sesuai tujuan penelitian. Data-data ini dikumpulkan untuk mengukur pengetahuan petugas rekam medis dan ketepatan dalam filing. 2. Data Sekunder Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan penelusuran dokumendokumen. Selain itu, dokumentasi juga diperlukan dalam pengumpulan data yang berupa foto, hasil rekaman, transkrip wawancara dan catatan commit to user perpustakaan.uns.ac.id 55 digilib.uns.ac.id lapangan. Data sekunder digunakan sebagai penunjang dan pelengkap dari data primer yang ada relevansinya dengan keperluan penelitian. G. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah lembar observasi, kuesioner, dan pedoman wawancara. Lembar observasi berisi daftar tentang kelengkapan pengisian identitas pasien dan kelengkapan coding. Lembar observasi, kuesioner, dan pedoman wawancara digunakan untuk mengukur pengetahuan petugas rekam medis dan ketepatan dalam melakukan filing. H. Validitas Data Uji validitas merupakan prosedur pengujian untuk melihat apakah alat ukur yang dipakai dapat mengukur dengan cermat apa yang hendak diukur. 1. Kuantitatif Dalam pendekatan kuantitatif, uji validitas yang digunakan adalah validitas muka yang merujuk pada derajat kesesuaian antara penampilan luar alat ukur dan atribut-atribut variabel yang ingin diukur, yang meliputi kelengkapan pengisian identitas pasien dan kelengkapan coding. 2. Kualitatif Dalam pendekatan kualitatif, uji validitas dilakukan dengan pendekatan triangulasi, yaitu dengan memeriksa keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu di luar data untuk pengecekan. Dalam penelitian ini, triangulasi dilakukan dengan pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan teori dan sumber. Triangulasi teori dilakukan dengan membandingkan hasil penelitian dengan standar yang telah ditetapkan. Sedangkan triangulasi commit to user 56 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id sumber dilakukan dengan wawancara mendalam kepada informan triangulasi. I. Pengolahan Data Penelitian 1. Kuantitatif Data yang telah dikumpulkan dari hasil observasi akan diteliti dan diperiksa ketepatan serta kelengkapannya dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Editing, yang dilakukan untuk meneliti kembali checklist yang ada, bila ada kekurangan dapat segera dilengkapi. Kegiatan ini meliputi pemeriksaan atas pengisian lembar observasi. b. Coding, adalah memberikan kode pada setiap variabel sebagai usaha mengklasifikasikan jawaban yang ada menurut jenisnya, hal ini dimaksudkan untuk mempermudah pengolahan data. Pemberian koding dilakukan terhadap setiap item pernyataan dari lembar observasi, dengan memberikan nama untuk setiap item pernyataan. c. Entry data, yaitu penilaian data dengan memberikan skor untuk pernyataan-pernyataan yang menyangkut variabel bebas dan terikat, selanjutnya data akan dianalisis dengan menggunakan program SPSS. d. Tabulasi, adalah kegiatan memasukkan data sesuai dengan tujuan penelitian dan penyajiannya menggunakan tabel dan grafik pada program komputer. commit to user 57 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 2. Kualitatif Pengolahan data kualitatif dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Pengumpulan data. Data dikumpulkan dengan wawancara mendalam, dan hasilnya dicatat dan disalin dalam bentuk transkrip. b. Reduksi data, merupakan kegiatan merangkum dan memfokuskan pada hal-hal penting, kemudian dicari tema dan polanya. Caranya dengan memberi simbol pada transkrip yang diperoleh yang selanjutnya dikelompokkan ke dalam kategori dan dicari hubungan antara kategori tersebut. c. Penyajian data. Data disajikan dalam bentuk naratif sesuai dengan variabel penelitian dan diperkuat oleh dokumen-dokumen. Data juga bisa disajikan dalam bentuk bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. d. Penarikan kesimpulan, dilakukan dengan membandingkan pertanyaan penelitian dengan hasil penelitian. Kesimpulan awal masih bersifat sementara dan akan berubah bila ditemukan bukti kuat yang mendukung tahap pengumpulan data berikutnya. J. Analisis Data Penelitian Data yang diperoleh dari hasil observasi, kuesioner, dan hasil wawancara mendalam, akan dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif yang dimaksudkan untuk mengolah dan menemukan hasil yang dapat diinterpretasikan. commit to user 58 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 1. Analisis kuantitatif Analisis data kuantitatif ini digunakan untuk mengukur variabel kelengkapan pengisian identitas pasien dan kelengkapan coding, untuk melihat perubahan yang terjadi dan memperbandingkan hasilnya sebelum dan sesudah pelatihan. Adapun uji statistik yang digunakan adalah dengan menggunakan uji Chi Square. 2. Analisis kualitatif Analisis data kualitatif dilakukan dengan metode content analysis, yang diawali dengan penyusunan hasil wawancara menjadi beberapa kategori, kemudian diringkas, dan selanjutnya dilakukan peng-coding-an (pemberian kode) yang merupakan inti dari teks tersebut. Pengembangan skema coding yang bagus akan memandu peneliti membuat keputusan dalam menganalisis isi, serta menjadi pusat kepercayaan dalam penelitian yang menggunakan content analysis. Selanjutnya, hasil tesebut akan dilaporkan dan disajikan dalam gambaran deskriptif. Analisis ini digunakan untuk mengambil kesimpulan dengan mengidentifikasi karakteristik-karakteristik khusus atau pesan obyektif dan sistematis yang ada di dalamnya. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Karakteristik Rekam Medis Rekam medis yang dijadikan sebagai sampel penelitian berjumlah 135 sebelum pelatihan dan 135 sesudah pelatihan. Rekam medis berjumlah 135 sebelum pelatihan merupakan rekam medis pasien baru periode tanggal 1 27 Oktober 2012, yang melakukan kunjungan rawat jalan ke rumah sakit sebelum pelatihan dilakukan. Sedangkan rekam medis berjumlah 135 sesudah pelatihan merupakan rekam medis pasien baru periode tanggal 2 – 25 November 2012, yang melakukan kunjungan rawat jalan setelah pelatihan dilakukan. Jumlah rekam medis keseluruhan yang diteliti yaitu 270 berkas. 2. Karakteristik Informan Penelitian Informan utama penelitian ini berjumlah empat orang yang terdiri dari para petugas rekam medis rawat jalan, hal ini dikarenakan yang terlibat dalam proses pengolahan rekam medis secara langsung adalah para petugas tersebut. Seharusnya informan berjumlah enam orang, dikarenakan satu orang informan sedang ditugaskan untuk menangani proyek, dan satu orang informan sudah dipindahkan ke bagian lain pada saat penelitian dilaksanakan. Berikut tabel karakteristik informan utama penelitian: commit to user 59 60 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Tabel 4.1 Karakteristik Peserta Pelatihan Inisial Umur (Thn) Jenis Kelamin Pendidikan Masa Kerja di Bagian Rekam Medis I-1 43 P SMK 1 Tahun I-2 49 P SMA 12 Tahun I-3 48 P D3 15 Tahun I-4 45 P S1 5 Tahun Jabatan Petugas Pelaksana Rekam Medis Rawat Jalan Petugas Pelaksana Rekam Medis Rawat Jalan Petugas Pelaksana Rekam Medis Rawat Jalan Petugas Pelaksana Rekam Medis Rawat Jalan Dari tabel di atas diketahui bahwa semua informan adalah perempuan dengan kisaran umur 43-49 tahun, dan pendidikan SMA, SMK, D3 dan S1. Masa kerja informan juga bervariasi, yaitu antara 1 – 15 tahun. Semua informan merupakan petugas pelaksana rekam medis rawat jalan yang memiliki tugas untuk melakukan pendaftaran pasien, mengkode diagnosis penyakit pasien (coding), serta melakukan penyimpanan (filing) berkas rekam medis. 3. Pengetahuan Petugas dan Pencapaian Standar Pengolahan Rekam Medis Sebelum Pelatihan a. Pengetahuan Petugas Untuk mengetahui pengetahuan para petugas tentang proses pengolahan rekam medis ini, peneliti melakukan wawancara dengan mengajukan pertanyaan yang meliputi empat hal, yaitu pengetahuan umum tentang rekam medis, pengetahuan tentang prosedur kelengkapan pengisian identitas pasien, pengetahuan tentang prosedur kelengkapan commit to user coding, dan pengetahuan tentang prosedur ketepatan filing, dengan 61 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id pertanyaan berjumlah 13 pertanyaan yang bisa dikembangkan sesuai kebutuhan penelitian. 1. Pengetahuan umum tentang rekam medis Berdasarkan hasil wawancara yang sudah dilakukan, para informan memiliki variasi pengetahuan tentang pengertian rekam medis, yaitu ada yang mengasumsikan sebagai tempat dan sumber data pasien. Untuk tujuan pengolahan rekam medis, selain untuk memperjelas data identitas pasien beserta riwayat penyakit dan pengobatannya, informan juga menyatakan dapat mempermudah pembuatan laporan dan pencarian indeks penyakit pasien. Sebagaimana kutipan wawancara berikut ini: “... mempermudah membuat laporan, mempermudah mencari indek penyakit dari poli maupun ruangan.” (Wawancara, I-2) Sedangkan untuk pengetahuan tentang aspek yang terkandung di dalam rekam medis, para informan belum mengetahuinya secara jelas. Adapun jawabannya yaitu aspek sosial yang dikaitkan dengan identitas pasien, serta aspek riwayat penyakit pasien. 2. Pengetahuan tentang prosedur kelengkapan pengisian identitas pasien Menurut para informan, prosedur pengisian identitas pasien dilakukan dengan memasukkan data pasien beserta jaminan kesehatannya jika ada, secara lengkap. Adapun kelengkapan data pasien tersebut meliputi nama lengkap, jenis kelamin, tanggal lahir, commit to user 62 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id alamat, nomor telepon, serta nomor registernya. Sedangkan manfaat pengisian identitas pasien secara lengkap, menurut para informan yaitu untuk mempermudah pencarian rekam medis pasien lama jika hendak kontrol kembali, sehingga dapat meminimalkan kesalahan data riwayat penyakit pasien tersebut. 3. Pengetahuan tentang prosedur kelengkapan coding Hasil wawancara menunjukkan bahwa para informan memiliki kesamaan persepsi tentang pengertian coding, yaitu kode diagnosa penyakit, meskipun ada satu informan yang belum mengetahuinya. Untuk prosedur pengisian coding pada rekam medis, informan menyatakan bahwa penetapan diagnosa penyakit merupakan tanggung jawab dokter, kemudian petugas rekam medis melakukan pengecekan dan pemeriksaan sebelum melakukan coding dan dimasukkan ke dalam komputer. Selain untuk mengetahui macam kode diagnosa penyakit, pengolahan coding ini juga memiliki manfaat untuk mempermudah pelaporan 10 besar penyakit, sebagaimana pernyataan informan berikut: “…untuk mempermudah membuat laporan 10 besar penyakit.” (Wawancara, I-2) 4. Pengetahuan tentang prosedur ketepatan filing Para informan memiliki kesamaan persepsi tentang pengertian filing, yaitu penyimpanan rekam medis secara teratur. Menurut para informan tentang prosedur filing rekam medis, yaitu melakukan coding terlebih dahulu sebelum menyimpan rekam medis tersebut commit to user 63 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id sesuai dengan nomor urutnya secara teratur, sebagaimana pernyataan informan sebagai berikut: “..satu, pengembalian kartu diagnosa dari poli diberi data coding, dua, dimasukkan pada filing yang sudah diberi nomor secara teratur.” (Wawancara, I-3) Pertanyaan tentang cara penyimpanan yang diterapkan, sebagian informan tidak mengetahuinya, dan sebagian menyatakan bahwa berdasarkan dua angka terakhir. Untuk manfaat pengolahan filing rekam medis jika tepat sesuai prosedur, menurut para informan yaitu selain mempermudah pencarian data pasien lama jika kontrol kembali, juga untuk menjaga agar rekam medis tetap aman, tidak hilang, dan tetap rapi. Sebagaimana pernyataan informan berikut: “…agar berkas rekam medis aman tidak hilang dan rapi, mempermudah pencarian bila pasien kontrol.” (Wawancara, I-2) b. Kelengkapan Pengisian Identitas Pasien Perhitungan kelengkapan pengisian identitas pasien dilakukan terhadap 135 berkas rekam medis yang diambil secara acak, sebelum pelatihan dilaksanakan. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti, diketahui bahwa dari 135 rekam medis yang diambil, terdapat 105 rekam medis yang tidak diisi lengkap, atau sekitar 77,78%. Rekam medis dikatakan tidak lengkap jika data pasien yang diisi kurang dari tujuh dari sepuluh data yang harus dilengkapi. Sedangkan untuk rekam medis yang diisi lengkap, atau 7-10 data pasien telah diisi, hanya berjumlah 30 rekam medis, atau sekitar 22,22%. commit to user 64 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id c. Kelengkapan Coding Rekam Medis Perhitungan kelengkapan coding juga dilakukan terhadap 135 berkas rekam medis yang sama dengan sebelumnya, yang sudah dihitung kelengkapan pengisian identitas pasiennya. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti, diketahui bahwa dari 135 rekam medis yang diambil, terdapat 110 rekam medis yang tidak di-coding, atau sekitar 81,48%. Sedangkan rekam medis yang diberi kode sebanyak 25, atau sekitar 18,52%. d. Ketepatan Filing Rekam Medis Untuk mengetahui kelengkapan filing rekam medis rawat jalan, peneliti melakukan wawancara dengan salah satu petugas disertai dengan melakukan observasi secara langsung selama lima hari kerja. Pertanyaan untuk wawancara disusun berdasarkan prosedur filing rekam medis, sebagaimana berikut ini: 1) Sebelum disimpan, rekam medis disortir menurut nomornya. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, diketahui bahwa hal ini sudah dilakukan. Pada saat peneliti melakukan observasi, juga diketahui bahwa memang para petugas sudah melakukan penyortiran terlebih dahulu sebelum menyimpan rekam medis tersebut ke dalam rak penyimpanan. Hal ini juga dipermudah karena rak penyimpanan sudah disusun berdasarkan nomor urutnya. 2) Hanya petugas rekam medis yang melakukan pengambilan dan penyimpanan rekam medis. commit to user 65 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, diketahui bahwa pengambilan tidak selalu dilakukan oleh petugas rekam medis, tetapi terkadang jika ada pegawai rumah sakit yang sudah tahu tempatnya akan mengambil rekam medisnya sendiri dengan alasan agar lebih cepat. Sedangkan berdasarkan pengamatan peneliti memang seperti itu, dikarenakan hal ini sudah menjadi kebiasaan setiap kali datang berobat. 3) Membuat laporan tentang jumlah rekam medis yang dikeluarkan dari rak penyimpanan setiap harinya. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, diketahui bahwa prosedur ini tidak dilakukan dengan alasan tidak ada waktu, dan adanya data di komputer sudah dianggap sebagai laporan. Dari hasil pengamatan juga diketahui tidak ada pelaporan tentang jumlah rekam medis yang keluar setiap harinya. 4) Membuat laporan tentang jumlah rekam medis atas permintaan darurat yang dikeluarkan dari rak penyimpanan setiap harinya. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, diketahui bahwa informan tidak mengetahui jika ada prosedur ini sehingga tidak dilakukan. 5) Membuat laporan tentang jumlah rekam medis yang salah simpan pada rak penyimpanan setiap harinya. Berdasarkan hasil wawancara tentang prosedur ini, informan menyampaikan bahwa petugas tidak menulis laporan rekam medis commit to user 66 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id yang salah simpan ini, dengan asumsi jika mencatat tidak enak dengan teman lain. 6) Membuat laporan tentang jumlah rekam medis yang tidak dapat ditemukan pada rak penyimpanan setiap harinya. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa prosedur ini tidak dilakukan, sebagaimana informan menyampaikan bahwa tidak membuat laporan tetapi hanya mengajak teman yang lain untuk mencari status yang tidak ditemukan tersebut. 7) Mencatat setiap berkas rekam medis yang dipinjam. Berdasarkan hasil wawancara, informan menyampaikan bahwa sudah mencatat jika ada rekam medis yang dipinjam. 4. Proses Pelatihan Rekam Medis Pelatihan dilakukan dengan konsep on the job training, yaitu peserta pelatihan langsung bekerja di tempat untuk belajar atau mempraktekkan materi yang sudah diberikan. Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan ketrampilan, pengetahuan, kebiasaan kerja dan sikap karyawan. Pada proses pelatihan yang dilaksanakan, peneliti berperan sebagai pemberi materi dan pengawas pada saat para peserta sedang mempraktekkan pekerjaannya. Peserta pelatihan berjumlah empat orang yang kesemuanya adalah petugas pelaksana rekam medis rawat jalan. Peneliti memberikan materi secara bertahap dan satu per satu kepada setiap peserta selama periode tanggal 28 Oktober – 1 November 2012, dikarenakan harus menyesuaikan jadwal piket petugas yang menerapkan commit to user 67 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id sistem shift. Hal ini juga bertujuan agar penyampaian materi lebih efektif dan fokus dikarenakan pelatihan ini akan dilanjutkan dengan mempraktekkannya, sehingga peserta pelatihan dapat mengamati secara langsung apa yang menjadi tanggung jawabnya, melihat apa yang harus dikerjakan, mampu menunjukkan apa yang dikerjakan (salah dan benar) kemudian mampu menjelaskan tentang apa yang dikerjakan, di samping itu peneliti akan lebih mudah mengawasi dan melihat perkembangan peserta pelatihan tersebut. Dikarenakan pengawasan hanya dilakukan oleh peneliti sendiri. 5. Pengetahuan Petugas dan Pencapaian Standar Pengolahan Rekam Medis Sesudah Pelatihan a. Pengetahuan Petugas Setelah memberikan pelatihan kepada para petugas, peneliti melakukan wawancara lagi untuk mengetahui peningkatan pengetahuan petugas. Adapun hasil wawancara tersebut adalah sebagai berikut: 1. Pengetahuan umum tentang rekam medis Para informan sudah memiliki kesamaan persepsi tentang pengertian rekam medis yaitu berkas yang berisikan dokumen tentang identitas pasien secara nyata. Sedangkan tujuan pengolahan rekam medis, menurut para informan meliputi beberapa hal, yaitu untuk mempermudah dan mempercepat pelayanan, mempermudah pencarian identitas pasien, mengetahui diagnosa penyakit beserta pengobatan dan biayanya, serta mempermudah pembuatan laporan commit to user 68 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id untuk menunjang tertibnya administrasi dalam manajemen pelayanan. Sebagaimana pernyataan informan sebagai berikut: “…tujuannya itu untuk menunjang tercapainya tertib administrasi dalam meningkatkan pelayanan kesehatan di rumah sakit.” (Wawancara, I-4) Kemudian, pengetahuan informan tentang aspek yang terkandung di dalam rekam medis, meliputi aspek administrasi, medis, hukum, dokumentasi, pembiayaan, dan penelitian. 2. Pengetahuan tentang prosedur kelengkapan pengisian identitas pasien Prosedur pengisian identitas pasien dilakukan secara tertib, lengkap, dan jelas, sebagaimana yang telah diuraikan oleh para informan. Untuk rincian data pasien yang harus diisi lengkap, meliputi nama, alamat, tanggal lahir, nama orangtua, nama suami atau istri, nomor telepon, serta kepemilikan jaminan kesehatan, baik askes, jamkesmas, atau sejenisnya. Sedangkan manfaat dilakukannya pengisian identitas pasien secara lengkap, para informan menyatakan bahwa untuk menunjang pelayanan dalam hal pencarian data atau informasi pasien pada rekam medis, sehingga dapat mentertibkan pendokumentasian secara jelas. Sebagaimana pernyataan informan berikut ini: “.. manfaatnya untuk mempermudah pelayanan, petugas dengan identitas yang lengkap akan mempermudah, dengan adanya itu untuk mentertibkan dokumentasi secara jelas..” (Wawancara, I-1) commit to user 69 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 5. Pengetahuan tentang prosedur kelengkapan coding Coding memiliki arti yaitu penetapan kode penyakit pasien dengan menggunakan huruf atau angka, sebagaimana pernyataan para informan yang sudah memiliki kesamaan persepsi tentangnya. Sedangkan prosedur pengisian coding pada rekam medis, menurut para informan yaitu suatu penetapan diagnosa penyakit pasien oleh tenaga medis (dokter), kemudian penetapan kode berdasarkan ICD10 oleh petugas rekam medis, sebagaimana pernyataan informan berikut ini: “...pertama dilihat pemeriksaan dokter itu, diagnosanya apa, trus saya masukkan dengan ICD-10 kodenya apa.” (Wawancara, I-3) Untuk manfaat pengolahan coding rekam medis dengan tepat, para informan menyatakan bahwa untuk menunjang manajemen pelayanan pasien dalam penyajian informasi 10 besar penyakit. 6. Pengetahuan tentang prosedur ketepatan filing Pengertian filing rekam medis menurut para informan yaitu penyimpanan rekam medis. Untuk prosedur ketepatan filing rekam medis, para informan menyatakan beberapa hal, yaitu penyimpanan harus dilakukan dengan baik, teliti, aman, dan teratur sesuai nomor urutnya, pengambilan dan penyimpanan hanya boleh dilakukan oleh petugas rekam medis, membuat laporan jika ada rekam medis yang tidak ditemukan, serta jika ada rekam medis yang rusak harus segera diperbaiki. Uraian ini didukung oleh pernyataan informan berikut commit to user 70 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id ini: “…prosedurnya ya pada saat rekam medis dikembalikan, disetor menurut nomor yang akan disimpan, juga hanya petugas rekam medis yang menangani pengambilan dan penyimpanannya, jika ada rekam medis yang rusak juga harus segera diperbaiki biar gak rusak..” (Wawancara, I-4) Para informan juga sudah mengetahui cara penyimpanan yang diterapkan selama ini, yaitu desentralisasi dengan sistem nomor akhir. Untuk manfaat pengolahan filing rekam medis sesuai prosedur, yaitu mempermudah pelayanan pasien dalam pencarian rekam medis pasien lama untuk melihat riwayat penyakitnya serta mempermudah dalam pengambilannya kembali. b. Kelengkapan Pengisian Identitas Pasien Perhitungan kelengkapan pengisian identitas pasien dilakukan terhadap 135 berkas rekam medis pasien baru yang diambil secara acak, sesudah pelatihan dilaksanakan. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti, diketahui bahwa dari 135 rekam medis yang diambil, terdapat 122 rekam medis yang sudah diisi lengkap, atau sekitar 90,37%. Rekam medis dikatakan lengkap jika data pasien yang diisi lebih dari tujuh dari sepuluh data yang harus dilengkapi. Sedangkan untuk rekam medis yang tidak diisi lengkap, atau <7 data pasien yang diisi, hanya berjumlah 13 rekam medis, atau sekitar 9,63%. commit to user 71 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id c. Kelengkapan Coding Rekam Medis Perhitungan kelengkapan coding juga dilakukan terhadap 135 berkas rekam medis yang sama dengan sebelumnya, yang sudah dihitung kelengkapan pengisian identitas pasiennya. Perhitungan dilakukan sesudah pelatihan diberikan kepada para petugas. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti, diketahui bahwa dari 135 rekam medis yang diambil, terdapat 101 rekam medis yang sudah di-coding, atau sekitar 74,81%. Sedangkan rekam medis yang tidak diberi kode sebanyak 34, atau sekitar 25,19%. d. Ketepatan Filing Rekam Medis 1) Sebelum disimpan, rekam medis disortir menurut nomornya. Prosedur ini sudah tepat dilakukan oleh para petugas, yaitu melakukan penyortiran terhadap rekam medis yang akan disimpan setiap harinya. Penyortiran disesuaikan dengan nomor urut lemari penyimpanan rekam medis. 2) Hanya petugas rekam medis yang melakukan pengambilan dan penyimpanan rekam medis. Setelah pelatihan diberikan, para petugas melakukan ketegasan bahwa pengambilan rekam medis harus dilakukan oleh petugas rekam medis itu sendiri. Petugas sudah mulai tanggap ketika ada rekan rumah sakit hendak berobat dan meminta berkas rekam medisnya. Berdasarkan observasi oleh peneliti, prosedur ini sudah dilakukan dengan baik oleh semua petugas. commit to user 72 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 3) Membuat laporan tentang jumlah rekam medis yang dikeluarkan dari rak penyimpanan setiap harinya. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, diketahui bahwa para petugas tidak membuat catatan ataupun laporan tentang jumlah rekam medis yang keluar setiap harinya, dikarenakan catatan itu sudah tersimpan di dalam komputer. Berdasarkan observasi, jumlah rekam medis yang keluar tersebut dapat dikontrol dengan adanya buku pengembalian rekam medis dari poliklinik setiap harinya. 4) Membuat laporan tentang jumlah rekam medis atas permintaan darurat yang dikeluarkan dari rak penyimpanan setiap harinya. Prosedur ini sama dengan prosedur di atas, yaitu jumlah rekam medis yang dikeluarkan untuk permintaan darurat tidak dilakukan pencatatan karena sudah dapat dilihat di dalam komputer, dan dapat dikontrol ketika rekam medis tersebut dikembalikan lagi. 5) Membuat laporan tentang jumlah rekam medis yang salah simpan pada rak penyimpanan setiap harinya. Peneliti membuatkan buku tersebut, dan para petugas sudah melaksanakan pencatatan jika ada rekam medis yang salah simpan, sehingga prosedur ini sudah dapat terlaksana dengan baik. 6) Membuat laporan tentang jumlah rekam medis yang tidak dapat ditemukan pada rak penyimpanan setiap harinya. commit to user 73 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Prosedur ini juga sudah dapat terlaksana dengan baik sebagaimana prosedur sebelumnya. Karena peneliti juga sudah membuat buku laporan tersebut, dan para petugas sudah melakukan pencatatan jika ada rekam medis yang tidak dapat ditemukan, sehingga prosedur ini sudah terlaksana dengan baik. 7) Mencatat setiap berkas rekam medis yang dipinjam. Prosedur ini sudah dilaksanakan dengan baik oleh para petugas, yaitu selalu mencatat jika ada rekam medis yang dipinjam. Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti, juga sudah dilaksanakan dengan baik. commit to user 74 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 6. Perbandingan Pengetahuan Petugas dan Pencapaian Standar Pengolahan Rekam Medis Sebelum dan Sesudah Pelatihan a. Pengetahuan Petugas Perbandingan pengetahuan petugas sebelum dan sesudah pelatihan, dapat dilihat pada tabel-tabel di bawah ini : Tabel 4.2 Perbandingan Pengetahuan Umum Petugas tentang Rekam Medis Sebelun dan Sesudah Pelatihan Tabel 4.4 Perbandingan Pengetahuan Umum tentang Rekam Medis Sebelum dan Sesudah Pelatihan Kategori Sub Kategori Informan Perubahan Pengetahuan Pengertian Umum Rekam Medis tentang Rekam Medis Tujuan Pengolahan Rekam Medis Aspek dalam Rekam Medis Sebelum - Sesudah I-1 + dokumen tentang identitas I-2 + Tempat penyetoran tempat penyimpanan dan penyetoran rekam medis I-3 - sumber data informasi data pasien I-4 + data pasien I-1 + I-2 - I-3 - berkas berisi catatan dokumen tentang identitas pasien - mempermudah pelayanan - mempercepat pelayanan memperjelas identitas pasien - mengetahui pengobatan dan pembiayaannya - mempermudah pencarian rekam - mempermudah pelaporan medis - mudah mencari indek - mempermudah pembuatan laporan penyakit mengetahui data pasien, diagnosa dan obat mengetahui diagnosa penyakit pasien mengetahui obat yang diberikan riwayat penyakit tercapainya tertib administrasi mempermudah pendataan menunjang pelayanan I-4 + I-1 + sosial I-2 + - I-3 + - administrasi, medis, dokumentasi. I-4 + riwayat penyakit medis, administrasi, hukum, keuangan. medis, pendidikan, penelitian, dokumentasi, keuangan. administrasi, medis, hukum, keuangan, dokumentasi. Adanya pelatihan yang diberikan kepada para petugas telah berpengaruh terhadap perubahan cara pandang para petugas tentang proses pengolahan rekam medis. Hal ini terlihat pada jawaban informan commit to user yang meningkat setelah pelatihan daripada sebelumnya. Pada sub- 75 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id kategori tujuan pengolahan rekam medis, sebelum pelatihan petugas memiliki asumsi yang hanya berkaitan dengan pasien dan penyakitnya saja, dan setelah pelatihan sudah mulai berkembang ke arah pelayanan serta pengobatan dan pembiayaannya. Dari hal ini terlihat bahwa para petugas mengalami perubahan cara pandang tentang pengolahan rekam medis yang semakin luas. Begitu pula tentang aspek yang terkandung di dalam rekam medis, berdasarkan jawaban yang diberikan menunjukkan bahwa petugas sudah berpandangan luas tentangnya daripada sebelum pelatihan. Tabel 4.3 Perbandingan Pengetahuan Petugas tentang Prosedur Kelengkapan Pengisian Identitas Pasien Sebelum dan Sesudah Pelatihan Kategori Sub Kategori Informan Perubahan Pengetahuan prosedur tentang pengisian prosedur identitas pasien kelengkapan pada rekam pengisian medis rawat identitas jalan pasien identitas pasien yang harus diisi lengkap manfaat pengisian identitas pasien yang lengkap Sebelum Sesudah I-1 + nama dan alamat identitas lengkap I-2 + data pasien lengkap pengisian identitas dengan tertib dan lengkap I-3 + data pasien dan penyakit pengisian identitas pasien harus jelas I-4 + data pasien dan jaminan kesehatan pengisian data pasien harus lengkap I-1 + jaminan kesehatan lengkap nama, alamat, nomor telepon, tanggal lahir, jaminan kesehatan I-2 + I-3 + I-4 + nama, tanggal lahir, alamat, nomor telepon pasien. nama, tempat tanggal lahir, alamat, jenis kelamin, nomor register. nama, alamat, dan umur pasien. nama, tanggal lahir, alamat, nomor telepon secara lengkap dan benar nama, tanggal lahir, alamat, nama orangtua, nama suami atau istrinya, nomor telepon nama, alamat, umur, nama orangtua, nama suami atau istri, nomor hp I-1 + mempermudah pencarian identitas I-2 _ mempermudah pencarian kartu diagnosa mempermudah pencarian rekam medis I-3 + mengetahui data pasien mempermudah pencarian informasi pasien I-4 + meminimalkan kesalahan mempermudah pencarian data untuk data riwayat penyakit pasien. pelayanan commit to user - mempermudah pelayanan - mentertibkan dokumentasi secara jelas 76 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Pengaruh pelatihan tidak hanya meningkatkan pengetahuan saja, tetapi juga terjadi perubahan cara pandang petugas terhadap proses pengolahan rekam medis, sebagaimana hasil wawancara pada tabel di atas. Dari jawaban para petugas pada ketiga sub-kategori mengalami perluasan pengetahuan tentangnya. Peningkatan pengetahuan petugas terlihat pada jawaban sub-kategori prosedur pengisian identitas pasien yang harus diisi secara lengkap, serta rinciannya identitas pasien yang bertambah lengkap daripada sebelumnya. Pada sub-kategori manfaat pengisian identitas pasien yang lengkap, diketahui bahwa ada perubahan cara pandang yang tidak hanya bermanfaat untuk pencarian identitas pasien saja, tetapi petugas sudah mulai berasumsi bahwa hal tersebut juga bermanfaat untuk menunjang pelayanan dan penertiban dokumentasi secara jelas. Tabel 4.4 Perbandingan Pengetahuan Petugas tentang Prosedur Kelengkapan Coding Rekam Medis Sebelum dan Sesudah Pelatihan Kate gori Sub Kategori Informan Perubahan Pengetahuan Pengertian tentang Coding Rekam prosedur Medis kelengkapan coding prosedur pengisian coding rekam medis Se be lum Se sudah I-1 + tidak tahu I-2 + kode penyakit. I-3 + kode diagnosa penyakit. I-4 + kode diagnosa penyakit. penetapan kode penyakit dengan huruf atau angka I-1 + tanggung jawab dokter penetapan diagnosa oleh dokter, dan pemberian kode sesuai nama penyakit oleh petugas rekam medis I-2 + menge-cek rekam medis yang kembali dan mengcoding diagnosa penyakitnya penetapan diagnosa tanggungjawab dokter, tenaga rekam medis bertanggungjawab memberi kode I-3 + mengetahui kode penyakitnya petugas melihat diagnosa dari dokter, kemudian meng-kode sesuai dengan ICD-10 + peng-coding- an sesuai diagnosa dokter menetapkan diagnosa pasien, kemudian petugas rekam medis memberi kodenya, setiap hari pelayanan I-4 commit to user nama-nama penyakit pasien penetapan kode dengan huruf atau angka. penetapan diagnosa pasien sesuai kodenya 77 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Lanjutan Tabel 4.4 Kategori Sub Kategori Informan Perubahan Pengetahuan manfaat coding tentang penyakit pada prosedur rekam medis kelengkapan coding I-1 - I-2 + I-3 + I-4 + Sebelum mengetahui nama penyakit pasien Sesudah mengetahui penyakit pasien mempermudah pelaporan 10 menunjang manajemen besar penyakit mengetahui kode diagnosa untuk pembuatan laporan 10 besar penyakit penyakit mempermudah penyajian informasi untuk menunjang manajemen mengetahui macam penyakit mempermudah pencarian data penyakit Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa pengetahuan petugas tentang prosedur kelengkapan coding rekam medis mengalami peningkatan setelah pelatihan. Hal ini terlihat pada sub-kategori pengertian coding, ada tambahan pengetahuan bahwa coding adalah penetapan kode penyakit yang menggunakan huruf atau angka. Di samping itu, dari jawaban di atas juga tersirat adanya perubahan cara pandang pada sub-kategori prosedur coding rekam medis, yaitu adanya kesadaran para petugas tentang pemberian kode sesuai ICD-10 pada diagnosa penyakit yang telah ditetapkan oleh dokter merupakan tanggung jawabnya. Hal ini juga terbukti dengan adanya peningkatan persentasi kelengkapan pengisian coding yang telah diukur oleh peneliti. Perubahan cara pandang tersebut juga terlihat pada subkategori manfaat coding rekam medis, yang sebelumnya berasumsi hanya untuk mengetahui diagnosa penyakit pasien saja, dan setelah pelatihan mulai berasumsi untuk menunjang pelayanan. commit to user 78 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Tabel 4.5 Perbandingan Pengetahuan Petugas tentang Prosedur Ketepatan Filing Rekam Medis Sebelum dan Sesudah Pelatihan Kategori Sub Kategori Informan Perubahan Pengetahuan Pengertian tentang Filing Rekam prosedur Medis ketepatan filing Prosedur filing berkas rekam medis Sebelum Sesudah I-1 + tidak tahu penyimpanan baik yang efisien I-2 - penyimpanan rekam medis. penyimpanan rekam medis I-3 + penyimpanan rekam medis secara teratur. penyimpanan rekam medis sesuai nomor belakang I-4 - penyimpanan rekam medis penyimpanan rekam medis I-1 + mencatat pada rekam medis penyimpanan yang teratur dan efisien dan di-entry ke komputer + rekam medis di-coding kemudian disimpan sesuai nomor urut I-2 penyimpanan hanya oleh petugas rekam medis penyimpanan dengan rapi, benar,dan aman menge-cek kelengkapan rekam medis yang dikembalikan I-3 + rekam medis di-coding kemudian disimpan secara teratur penyimpanan sesuai nomor masingmasing membuat laporan rekam medis yang tidak ditemukan penyimpanan rekam medis sesuai nomor I-4 + disimpan sesuai nomor urut terkecil pengambilan dan penyimpanan hanya oleh petugas rekam medis petugas memperbaiki rekam medis yang rusak Cara penyimpanan yang diterapkan Manfaat penyimpanan rekam medis dengan tepat sesuai prosedur I-1 + tidak tahu penyimpanan sesuai nomor urutnya I-2 + tidak tahu sistem desentralisasi dengan sistem nomor akhir I-3 + nomor urut dua angka belakang sistem angka belakang I-4 + dua angka terakhir sistem desentralisasi dengan nomor akhir I-1 + mudah mencari untuk pelaporan mempermudah pelayanan pasien I-2 - I-3 - I-4 - menjaga agar rekam medis aman, tidak hilang dan rapi mempermudah pencarian rekam mempermudah pencarian medis pasien lama kembali mempermudah pencarian data pasien mempermudah pencarian status penyakit mempermudah pengambilan mempermudah pencarian rekam medis untuk mellihat riwayat penyakit pasien lama Perubahan cara pandang juga terjadi pada prosedur kelengkapan filing rekam medis, sebagaimana yang ditunjukkan dari hasil commit to user 79 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id wawancara pada sub-kategori prosedur filing rekam medis. Setelah pelatihan, para petugas terlihat sudah memiliki kesadaran terhadap beberapa prosedur filing rekam medis merupakan tanggung jawabnya, yaitu meliputi pengambilan dan penyimpanan hanya dilakukan oleh petugas secara benar dan teratur, melakukan penge-cek-an sebelum disimpan, membuat laporan rekam medis yang tidak ditemukan, serta memperbaiki rekam medis yang rusak. Perubahan ini juga terjadi pada sub-kategori manfaat filing rekam medis secara tepat, petugas berasumsi bahwa tidak hanya untuk memudahkan pencarian rekam medis pasien saja, tetapi juga untuk menunjang pelayanan dalam pencarian identitas pasien yang mengandung riwayat penyakit pasien. Peningkatan pengetahuan juga terlihat pada sub-kategori cara penyimpanan rekam medis yang diterapkan, setelah pelatihan petugas sudah mulai mengetahui bahwa cara penyimpanannya adalah dengan sistem desentralisasi dengan nomor akhir, daripada sebelumnya. b. Kelengkapan Pengisian Identitas Pasien Perbandingan pencapaian prosedur kelengkapan pengisian identitas pasien rekam medis sebelum dan sesudah pelatihan, dapat dilihat di bawah ini: commit to user 80 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Gambar 4.1 Perbandingan kelengkapan pengisian identitas pasien sebelum dan sesudah pelatihan Sebelum pelatihan dilakukan, diketahui bahwa dari 135 rekam medis, jumlah rekam medis yang tidak diisi lengkap sebesar 105 atau sekitar 77,78%, sedangkan yang diisi lengkap hanya berjumlah 30 rekam medis, atau sekitar 22,22%. Setelah pelatihan diberikan, terjadi peningkatan dalam hal kelengkapan pengisian identitas pasien, terlihat bahwa dari 135 rekam medis, terdapat 122 rekam medis yang sudah diisi lengkap, atau sekitar 90,37%, sedangkan untuk rekam medis yang tidak diisi lengkap hanya berjumlah 13 rekam medis, atau sekitar 9,63%. Dari hasil tersebut, juga dilakukan analisis dengan menggunakan uji ChiSquare yang menunjukkan bahwa pada kelengkapan pengisian identitas pasien pada rekam medis didapatkan perbedaan yang bermakna pada rekam medis sebelum pelatihan dan sesudah pelatihan dengan p-value =0,000 (<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada akibat commit to user perpustakaan.uns.ac.id 81 digilib.uns.ac.id yang bernilai positif dari pemberian intervensi berupa pelatihan terhadap kelengkapan pengisian identitas pasien pada rekam medis. c. Kelengkapan Coding Rekam Medis Perbandingan pencapaian prosedur kelengkapan coding rekam medis sebelum dan sesudah pelatihan, dapat dilihat di bawah ini: Gambar 4.2 Perbandingan kelengkapan coding rekam medis sebelum dan sesudah pelatihan Sebelum pelatihan dilakukan, diketahui bahwa dari 135 rekam medis, terdapat 110 rekam medis yang tidak di-coding, atau sekitar 81,48%. Sedangkan rekam medis yang diberi kode sebanyak 25, atau sekitar 18,52%. Setelah pelatihan diberikan, terjadi peningkatan dalam hal kelengkapan coding penyakit pasien, terlihat bahwa dari 135 rekam medis, terdapat 101 rekam medis yang sudah di-coding, atau sekitar 74,81%. Sedangkan rekam medis yang tidak diberi kode sebanyak 34, atau sekitar 25,19%. Dari hasil tersebut, juga dilakukan analisis dengan menggunakan uji commit to user ChiSquare yang menunjukkan bahwa pada kelengkapan coding rekam 82 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id medis didapatkan perbedaan yang bermakna pada rekam medis sebelum pelatihan dan sesudah pelatihan dengan p-value =0,000 (<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada akibat yang bernilai positif dari pemberian intervensi berupa pelatihan terhadap kelengkapan coding rekam medis. d. Ketepatan Filing Rekam Medis Perbandingan pencapaian prosedur ketepatan filing sebelum dan sesudah pelatihan, dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 4.6 Perbandingan Prosedur Ketepatan Filing Sebelum dan Sesudah Pelatihan Kategori No Sub Kategori Ketepatan filing rekam medis 1 Sebelum disimpan, rekam medis disortir menurut 2 Hanya petugas rekam medis yang melakukan pengambilan dan penyimpanan rekam medis Perubahan - + 3 4 5 6 7 Membuat laporan tentang jumlah rekam medis yang dikeluarkan dari rak penyimpanan setiap harinya Membuat laporan tentang jumlah rekam medis atas permintaan darurat yang dikeluarkan dari rak penyimpanan setiap harinya Membuat laporan tentang jumlah rekam medis yang salah simpan pada rak penyimpanan setiap harinya Membuat laporan tentang jumlah rekam medis yang tidak dapat ditemukan pada rak penyimpanan setiap harinya Mencatat setiap berkas rekam medis yang dipinjam + + Sebelum Sudah (I-3) Sudah (I-2) biar cepat mereka mengambil sendiri.(I3) orang rumah sakit, mengambil sendiri yang sudah tahu tempatnya. (I-2) Sesudah Sudah (I-3) Yang mengambil status (rekam medis) kita sendiri, tidak membiarkan orang lain untuk mengambil. (I-1) Tidak ada waktunya. (I-3) Laporan ini sudah ada di Data di komputer komputer. (I-3) sudah dianggap laporan. (I-2) Tidak tahu. (I-3) Tidak dicatat. (I-2) + tidak mencatat. (I-3) + Tidak. Hanya mengajak untuk mencari. (I-3) - kalau ada yang dipinjam dicatat. (I3) Laporan sudah dapat dilihat di komputer. (I-2) pencatatan data yang salah simpan dan tidak ditemukan sudah dilakukan. (I-3) kalau ada yang dipinjam dicatat. (I-3) Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa sub-kategori satu dan commit to user tujuh, tidak ada perubahan setelah pelatihan, dikarenakan memang 83 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id sudah tepat dilakukan sebelumnya. Sedangkan untuk sub-kategori yang lain terlihat mengalami perubahan ke arah positif, yaitu terpenuhinya prosedur filing rekam medis tersebut. Sebagai pelengkap hasil wawancara tersebut, peneliti juga melakukan observasi langsung ketika para petugas sedang bekerja. Berdasarkan hasil observasi, sub-kategori dua memang sudah tepat dilakukan, dimana para petugas memberi ketegasan pada orang lain bahwa mereka tidak boleh melakukan pengambilan rekam medis jika membutuhkan. Untuk sub-kategori tiga dan empat, laporan ini tidak perlu dilakukan pencatatan secara manual, dikarenakan data tersebut bisa dilihat di dalam komputer. Adapun pengontrolan bisa dilakukan dengan menge-cek buku pengembalian berkas rekam medis dari poliklinik setiap harinya, sehingga jika ada rekam medis yang tidak dikembalikan atau hilang dapat ditelusuri dengan mencocokkan data di komputer dengan buku pengembalian tersebut. Sedangkan untuk sub-kategori lima dan enam, peneliti telah membuatkan buku laporan tersebut, karena sebelumnya memang tidak disediakan dari pihak manajemen. Beberapa perubahan positif yang terjadi di atas, menunjukkan bahwa selain terjadi peningkatan pengetahuan dan cara pandang petugas terhadap prosedur filing rekam medis, juga ada perubahan sikap kerja petugas untuk melaksanakan pekerjaan sesuai prosedur tersebut dengan baik. commit to user 84 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id B. Pembahasan Penelitian campuran yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan hasil yang positif, yaitu adanya peningkatan pengetahuan dan pencapaian standar pengolahan rekam medis setelah diberi pelatihan. Hasil analisis kualitatif menunjukkan bahwa ada perubahan sikap dan cara pandang petugas terhadap pencapaian standar pengolahan rekam medis. Hal ini yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya, sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Meliala dan Sunartini (2004) hanya menganalisis kelengkapan rekam medis secara kuantitatif saja. Selain itu, meskipun metode pelatihan dengan on the job training yang diberikan berbeda dengan penelitian sebelumnya, tetapi dapat memberikan hasil positif yang sama, yaitu terjadi peningkatan dalam pencapaian standar pengolahan rekam medis. Dalam NIOSH (1999), dinyatakan bahwa pelatihan memiliki tujuan untuk mengembangkan ketrampilan, mengubah perilaku, dan meningkatkan kompetensi, serta memfokuskan secara eksklusif pada apa yang perlu diketahui. Pelatihan ini juga diperlukan untuk meningkatkan kinerja petugas agar dapat bekerja dengan baik sesuai dengan standar atau prosedur yang telah ditetapkan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Mathis dan Jackson dalam Sandra (2007) bahwa kinerja petugas itu mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada organisasi. Rendahnya persentase pencapaian standar pengolahan rekam medis di RSUD Pacitan, mengindikasikan bahwa kinerja petugas juga masih rendah dalam melakukan pengolahan rekam medis sebagai bentuk kontribusinya kepada organisasi. commit to user 85 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Metode pelatihan yang diberikan dalam penelitian ini adalah on the job training, dimana para peserta dikondisikan dalam situasi kerja secara riil, sehingga mereka bisa langsung mempraktekkan materi pelatihan yang diberikan. Pengawasan dari pelatih menjadi kontrol untuk kelancaran peserta selama mempraktekkannya. Dengan metode ini, peserta dapat segera mengetahui apa yang menjadi tugas/ tanggung jawabnya, serta mampu menguasai keterampilan relatif lebih cepat. Rosandita (2006) menyatakan bahwa seberapa baik suatu pelatihan telah mencapai tujuannya, perlu menguji empat hal yaitu meliputi reaksi, pembelajaran, perilaku, dan hasil. Selama proses pelatihan diberikan, para petugas memberikan reaksi yang positif, dikarenakan memang mereka menyadari belum pernah mendapatkan pengetahuan tentang rekam medis sebelumnya. Sehingga mereka menganggap materi pelatihan yang diberikan merupakan suatu pembelajaran yang bermanfaat untuk pekerjaannya dalam mengolah rekam medis. Selain itu juga terlihat adanya perubahan sikap kerja yang positif, seperti kesadaran atas tanggung jawabnya untuk mengolah rekam medis sesuai prosedur. Hal ini juga didukung dengan hasil pencapaian standar pengolahan rekam medis yang mengalami peningkatan dari sebelumnya. Dalam analisis kualitatif, peneliti melakukan dengan pendekatan content analysis. Menurut Hsieh & Shannon (2010), keberhasilan pada content analysis tergantung pada proses coding, dengan dasar mengatur luasnya arti di dalam teks kemudian diringkas menjadi kategori-kategori. Kategori ini merupakan tema atau pola yang terlihat pada teks secara langsung, atau commit to user perpustakaan.uns.ac.id 86 digilib.uns.ac.id diperoleh melalui analisis yang kemudian akan diketahui hubungan antar kategori tersebut. Untuk memperdalam hasil dari content analysis, peneliti melakukan pendekatan dengan summative content analysis, yang dimulai dengan mengidentifikasi dan mengukur kandungan kata-kata atau isi dari teks, yang di dalamnya terdapat pendekatan latent content analysis, yaitu mengukur pesan tersembunyi yang terkandung di dalam teks. Analisis data dimulai dengan mencari kejadian yang teridentifikasi pada teks yang telah diperoleh. Hal ini juga dapat memberikan pandangan dasar ke dalam kata yang digunakan sebenarnya. Sebagai bukti yang dapat dipercaya, tipe pendekatan ini mengandalkan kredibilitas (Hsieh & Shannon, 2010). Untuk mencapai kredibilitas tersebut, peneliti juga melakukan member check yang bertujuan agar informan dapat memperbaiki apa yang tidak sesuai menurut mereka, mengurangi atau menambahkan apa yang masih kurang. Member check dilakukan selama penelitian berlangsung secara formal dan informal. Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan berkaitan dengan pengetahuan tentang standar pengolahan rekam medis, yang telah diproses dengan pengkodean dan dianalisis dengan summative content analysis, dapat diketahui bahwa sebagian besar petugas sudah mengalami peningkatan pengetahuan setelah diberi pelatihan. Tidak hanya pengetahuannya saja yang meningkat, tetapi juga terjadi perubahan cara pandang dan sikap terhadap pengolahan rekam medis itu sendiri. Sebagaimana terbukti dengan adanya peningkatan persentase pencapaian standar pengolahan rekam medis tersebut. Di samping itu, peneliti juga melakukan pengamatan terus menerus terhadap commit to user 87 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id proses pengolahan rekam medis yang sedang dilakukan oleh para petugas. Sehingga, akan dapat menemukan mana yang perlu diamati dan mana yang tidak perlu diamati sejalan dengan usaha pemerolehan data, yang pada akhirnya dapat menjawab pertanyaan penelitian yang telah ditetapkan. Sebelumnya perlu diketahui bahwa tujuan rekam medis adalah untuk menunjang tercapainya tertib administrasi dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan di rumah sakit (Dirjen Yanmed, 2006). Tertib administrasi ini adalah salah satu faktor yang menentukan keberhasilan pelayanan kesehatan di rumah sakit, sehingga rangkaian pengolahan rekam medis yang tepat sesuai prosedur sangat berperan penting. Rangkaian pengolahan rekam medis rawat jalan di RSUD Pacitan yang meliputi pengisian identitas pasien, coding, dan filing rekam medis belum tepat sesuai prosedur, dimana persentase kelengkapan dan ketepatannya masih rendah. Pengolahan rekam medis yang dilakukan secara seksama dan lebih profesional merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang pemberian pelayanan medis yang cepat, tepat, dan akurat. Setiap staf rumah sakit perlu memahami pentingnya rekam medis dalam memberikan pelayanan, maka rekam medis digunakan sebagai bukti tertulis yang dapat dipertanggungjawabkan oleh dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Menurut Alhadi (2004), kelengkapan pengisian identitas pasien ini merupakan dasar untuk menentukan tindakan medis kepada pasien yang akan terus dibutuhkan pada pemeriksaan selanjutnya. Kelengkapan pengisian ini akan meminimalisir kesalahan baik pada pemberian tindakan medis maupun commit to user 88 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id untuk penyelesaian administrasi selanjutnya. Sebagaimana yang terjadi di RSUD Pacitan. kelengkapan pengisian identitas pasien masih sangat rendah yaitu sekitar 22,22% atau berjumlah 30 dari 135 berkas yang dikumpulkan. Setelah mendapatkan pelatihan, persentase kelengkapannya meningkat menjadi 90,37% atau berjumlah 122 dari 135 berkas yang dikumpulkan. Hal ini juga didukung dengan adanya hasil uji statistik Chi Square yang menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,000 (<0,05), yang berarti bahwa ada akibat yang bernilai positif dari pemberian intervensi berupa pelatihan terhadap kelengkapan pengisian identitas pasien pada rekam medis. Begitu pula penelitian yang dilakukan oleh Alhadi (2004), yang menganalisis kelengkapan data identitas pasien di UGD RSU Datuberu Tekengon Aceh Tengah, dengan petugas yang tidak berlatar belakang rekam medis dan tidak pernah mengikuti pelatihan, skor kelengkapannya juga belum optimal, yaitu hanya 5,4-7,6 dari 11 skor kelengkapan yang harus dipenuhi. Untuk menjaga kredibiltas data penelitian, pengambilan data kelengkapan pengisian identitas pasien ini tidak diberitahukan kepada informan penelitian. Sehingga, adapun peningkatan persentase kelengkapan tersebut merupakan murni perbaikan diri dari para petugas yang sudah memahami prosedur pengolahan rekam medis sebagaimana yang telah diberikan pada saat pelatihan. Selanjutnya, standar pengolahan coding rekam medis juga berpengaruh dalam pemberian pelayanan kesehatan di rumah sakit secara keseluruhan. Pemberian kode ini merupakan kegiatan klasifikasi penyakit dan tindakan berdasarkan kriteria tertentu yang telah commit to user disepakati, yaitu dengan 89 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id menggunakan ICD-10 untuk kode penyakit dan ICOPIM dan ICD-9-CM untuk mengkode tindakan (Dirjen Yanmed, 2006). Apabila coding tidak dilakukan tepat pada waktunya, maka berkas rekam medis belum bisa disimpan dalam lemari penyimpanan dan selanjutnya akan mempersulit proses pencarian berkas rekam medis tersebut, ketika pasien datang berobat kembali. Dampak lebih lanjut dari keterlambatan coding adalah menyebabkan laporan yang disampaikan oleh rumah sakit kepada Dinas Kesehatan tidak akurat. Sebagaimana arti penting coding di atas, kelengkapan coding rekam medis di RSUD Pacitan juga memiliki peran penting. Sebelum pelatihan diberikan kepada para petugas, persentase pencapaian kelengkapan coding rekam medis masih rendah, yaitu 18,52% atau berjumlah 25 dari 135 berkas rekam medis yang dikumpulkan, sedangkan setelah pelatihan mengalami kenaikan menjadi 74,81% atau berjumlah 101 dari 135 berkas rekam medis yang dikumpulkan. Berdasarkan hasil uji statistik Chi Square juga menunjukkan bahwa diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000 (<0,05), yang berarti bahwa ada akibat yang bernilai positif dari pemberian intervensi berupa pelatihan terhadap kelengkapan coding pada rekam medis. Pencapaian ini memang belum optimal. Berdasarkan hasil observasi, ternyata ada beberapa hal yang menghambat pencapaian tersebut, yaitu adanya keterlambatan pengembalian berkas rekam medis dari poliklinik ke bagian rekam medis setiap hari pelayanan dan tidak semua petugas dapat mengoperasikan sistem coding di dalam komputer. commit to user perpustakaan.uns.ac.id 90 digilib.uns.ac.id Selanjutnya, dalam hal pencapaian standar filing rekam medis terlihat sudah cukup baik karena telah mengalami perbaikan setelah diberikan pelatihan daripada sebelumnya. Sebelum pelatihan, hanya dua dari tujuh prosedur yang tepat dilakukan, sedangkan setelah pelatihan semua prosedur tersebut sudah terpenuhi. Dalam hal ini, peneliti berperan untuk mengawasi dan melakukan perbaikan pada proses pengolahan filing yang belum berjalan. Peneliti telah membuatkan daftar laporan untuk rekam medis yang salah simpan dan tidak ditemukan, yang sebelumnya dari pihak bagian rekam medis tidak menyediakan laporan tersebut. Setelah pelatihan diberikan, para petugas-pun melaksanakan ketetapan tersebut dengan baik, dikarenakan memang telah ada perubahan cara pandang dan sikap terhadap pelaksanaan filing rekam medis. Menurut Mufattikhatus dalam Efravira (2012) bahwa kelengkapan pengisian dalam rekam medis dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain latar belakang pendidikan tenaga kesehatan, masa kerja, pengetahuan tentang rekam medis, ketrampilan, motivasi, alat kerja, sarana kerja, waktu kerja, pedoman tertulis, dan kepatuhan terhadap peraturan. Berdasarkan hasil analisis statistik dan observasi yang telah dilakukan, memang menunjukkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi ketercapaian standar pengolahan rekam medis seperti uraian di atas. Pertama, masih rendahnya persentase pencapaian standar pengolahan rekam medis, memang dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan petugas yang bukan dari rekam medis. Kedua, adapun petugas yang memiliki masa kerja yang lama tetapi belum pernah commit to user 91 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id mendapatkan pelatihan rekam medis juga tidak menghasilkan kinerja yang optimal, dikarenakan pengetahuan tentang rekam medis yang masih kurang. Ketiga, adanya pedoman tertulis tetapi tidak diikuti dengan persedian sarana kerja (buku laporan rekam medis yang tidak ditemukan), juga akan menghambat proses pencapaian tersebut. Dengan adanya intervensi berupa pelatihan, meskipun materi yang diberikan belum mencakup prosedur rekam medis secara keseluruhan, tetapi hal ini sudah memperlihatkan ada perubahan sikap kerja dan cara pandang dari para petugas, serta telah terjadi peningkatan pencapaian standar pengolahan rekam medis daripada sebelumnya. Hal ini juga didukung dengan pernyataan yang diberikan oleh informan triangulasi, yaitu Kepala Seksi Rekam Medis, bahwa masih rendahnya pengetahuan para petugas tentang rekam medis memang sangat mempengaruhi kinerja para petugas. Adapun pengalaman kerja yang sudah lama, tidak menjamin dapat memberikan hasil pengolahan rekam medis yang optimal. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Hamalik (2001), adanya perbaikan proses tersebut bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kerja petugas dalam bidangnya, sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan produktivitas dalam pelayanan. Sehingga, adanya proses pengolahan rekam medis yang lebih baik diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit secara keseluruhan. C. Keterbatasan Penelitian Dalam penelitian yang telah dilakukan, tidak dapat dipungkiri bahwa ada beberapa hal yang membatasi peneliti, yaitu meliputi: commit to user 92 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 1. Pelatihan yang diberikan kepada para petugas rekam medis hanya dilakukan sekali, dikarenakan keterbatasan waktu dan tenaga. Sehingga, peneliti tidak dapat memastikan keberlanjutan dampak pelatihan tersebut pada waktu yang akan datang. Peneliti hanya melihat dampak penelitian tersebut dalam jangka waktu satu bulan setelah pelatihan diberikan. 2. Materi pelatihan yang diberikan belum mencakup keseluruhan prosedur dari rekam medis, dikarenakan peneliti hanya meneliti beberapa prosedur yang memiliki persentase pencapaian yang masih rendah, meliputi kelengkapan pengisian identitas pasien, coding, dan filing rekam medis. 3. Beberapa sistem pelaporan rekam medis yang dibutuhkan untuk memenuhi prosedur belum didukung dengan sistem komputerisasi yang baik, karena masih menggunakan sistem manual sehingga mempersulit dalam pengambilan data. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat ditarik berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diuraikan di atas, yaitu meliputi: 1. Ada peningkatan pengetahuan petugas tentang standar pengolahan rekam medis setelah pelatihan. 2. Ada peningkatan pencapaian standar kelengkapan pengisian identitas pasien dalam rekam medis setelah pelatihan. 3. Ada peningkatan pencapaian standar kelengkapan coding rekam medis setelah pelatihan. 4. Ada peningkatan pencapaian standar ketepatan filing rekam medis setelah pelatihan. B. Implikasi 1. Implikasi Teoritis Implikasi teoritis dari penelitian ini adalah adanya pelatihan dengan metode on the job training ternyata lebih sesuai dengan kondisi para peserta yang sudah bekerja, karena lebih efektif dan efisien dalam penyerapan materi yang diiringi dengan praktek di bawah pengawasan yang intensif. commit to user 93 94 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 2. Implikasi Praktis Implikasi praktis dari penelitian ini yaitu adanya perubahan cara pandang dan sikap kerja dari para petugas yang lebih baik untuk memenuhi tercapainya standar pengolahan rekam medis yang telah ditetapkan. C. Saran Adanya beberapa keterbatasan yang ditemukan oleh peneliti, dapat menjadi dasar untuk memberikan beberapa saran, yaitu: 1. Diharapkan dari pihak manajemen rumah sakit lebih memperhatikan dan mendukung untuk penyelenggaraan pelatihan-pelatihan yang dibutuhkan secara periodik dan berkesinambungan, dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan di rumah sakit. 2. Diharapkan sistem komputerisasi rumah sakit semakin dikembangkan, terutama untuk memenuhi laporan-laporan rekam medis yang harus dibutuhkan, sehingga kualitas data laporan juga valid. 3. Perlu adanya pengontrolan secara periodik dari kepala bagian rekam medis terhadap ketercapaian standar pengolahan rekam medis yang telah dilakukan oleh para petugas pelaksana di lapangan. commit to user