BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Modernisasi seringkali dikaitkan dengan peregangan hubungan sosial. Ferdinand Tonnies mengungkapkan terjadinya pergeseran masyarakat yang memiliki hubungan kekeluargaan dan kontak langsung (gemeinschaft) menjadi lebih associational (gesselschaft) dimana kontrak dan bukti pembayaran (token) seperti uang mempersatukan orang (Lyon 1997). Di sisi lain modernisasi ditandai dengan kehadiran teknologi-teknologi komunikasi (Information and Communications Technologies) baru yang membantu menjembatani hubungan terpisah jarak dengan komunikasi jarak jauh. Information and Communications Technologies (ICTs) memfasilitasi kehadiran bentuk baru interaksi manusia yang kemudian dikenal sebagai cyberspace yaitu sebuah domain publik yang digerakkan oleh komputer yang tidak memiliki batasan teritorial ataupun atribut fisik (Loader 1997). oleh karena itu meskipun di satu sisi modernisasi dianggap sebagai peregang hubungan sosial tetapi di sisi lain, modernisasi memberikan harapan untuk memperbaiki hubungan sosial dan membangun kembali ikatan komunitas. Kemampuan internet yang memungkinkan banyak orang yang terpisah jarak untuk saling berkomunikasi, berinteraksi secara virtual (tanpa kehadiran fisik) dan membangun hubungan, memfasilitasi munculnya komunitas virtual. Komunitas virtual (virtual community) adalah istilah yang digunakan oleh Howard Rheingold (1993) untuk menjelaskan kumpulan sosial yang muncul dalam internet ketika ada cukup banyak orang untuk melanjutkan diskusi cukup lama untuk membentuk hubungan sosial. Komunitas virtual memiliki perbedaan dengan komunitas fisik karena anggota komunitas virtual terpisah secara geografis. Hal ini mendorong beberapa peneliti merasa pesimis dengan kemampuan komunitas virtual untuk membangun modal sosial. Best dan Krueger (2006) mengungkap adanya dua alasan yang menunjukkan bahwa modal sosial tidak dapat terbentuk dalam komunitas online. Alasan pertama adalah bahwa ikatan sosial online terlalu lemah untuk membentuk modal sosial. Alasan kedua adalah bahwa internet memungkinkan individu untuk memilih komunitas mereka sendiri menurut topik, aktivitas atau ideologi, sehingga komunitas virtual cenderung menyatukan orang-orang dengan pemikiran serupa yang menghambat pembentukan modal sosial. Sementara itu London (1997) mengungkap bahwa komunitas virtual seringkali disebut sebagai pseudocommunities atau komunitas palsu. Hal ini disebabkan karena komunitas virtual tidak memiliki banyak ciri mendasar dari komunitas fisik seperti percakapan tatap muka dan pertemuan-pertemuan yang tidak direncanakan dan yang terpenting, adalah konfrontasi dengan orang lain yang menganut nilai dan gaya hidup yang berbeda, sehingga komunitas virtual dipandang cenderung menjadi utopian. Komunitas virtual selain memiliki berbagai kelemahan namun juga memiliki potensi yang besar. Beberapa gerakan sosial terjadi dalam internet yang turut didukung oleh komunitas virtual. Dalam beberapa tahun terakhir, terdapat beberapa contoh kasus yang terjadi di Indonesia bahwa internet dapat membangun gerakan sosial yang sangat kuat. Diantaranya adalah dukungan terhadap Prita Mulyasari serta kasus Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melawan Polri (Lampiran 1). Komunitas virtual dengan berbagai potensinya diharapkan dapat memperbaiki komunitas yang mulai menghilang dalam dunia fisik. Howard Rheingold (Lyon 1997) memperkirakan kemunculan kembali komunitas sebagai ganti dari kehilangan di masa lalu. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk melihat komunitas virtual ditinjau dari kepemilikan pranata dan modal sosial. 1.2 Perumusan Masalah Komunitas virtual merupakan cara baru bagi orang di masa modernisasi untuk membentuk hubungan dengan orang lain. Fenomena ini layak diamati karena berbagai fungsi yang dapat dicapai dari komunitas virtual, termasuk kepentingan sosial dan bisnis. Penelitian ini mencoba meneliti keberadaan dan ketegasan pranata pengatur komunitas virtual. Hal tersebut dilakukan dengan asumsi bahwa kepemilikan pranata yang tegas akan membentuk ikatan yang kuat diantara anggota komunitas, karena pranata mampu menjaga keutuhan kelompok serta menjadi pegangan pengendalian sosial (Soekanto 2002). Selanjutnya komunitas yang kuat diharapkan mampu menghasilkan manfaat berupa modal sosial. Meskipun peneliti tidak menemukan literatur yang secara tegas menghubungkan pranata dengan kepemilikan modal sosial, akan tetapi penelitian Wade (Krishna 2000) menyebutkan bahwa efisiensi modal sosial lebih tinggi ketika tujuan sosial terdefinisi dengan baik dan secara obyektif disetujui. Sehingga diasumsikan jika pranata yang tegas yang berfungsi menjaga keutuhan kelompok memiliki hubungan dalam kepemilikan tujuan bersama oleh setiap anggota komunitas, yang pada akhirnya membentuk modal sosial yang lebih efisien. Penelitian ini bertujuan untuk melihat keberadaan komponen pranata dan modal sosial di dalam komunitas virtual, karena kedua komponen tersebut dianggap penting untuk membentuk komunitas yang kuat dan produktif. 1.3 Pertanyaan Penelitian Pertanyaan penelitian yang diajukan antara lain: 1. Bagaimana bentuk pranata di dalam komunitas virtual? 2. Apakah terdapat modal sosial di dalam komunitas virtual? 1.4 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian untuk menghasilkan: 1. Deskripsi pranata sosial di dalam komunitas virtual. 2. Deskripsi modal sosial di dalam komunitas virtual. 1.5 Kegunaan Penelitian 1. Bagi peneliti : dapat menambah wawasan mengenai komunitas virtual terutama terkait dengan kepemilikan modal sosial. 2. Bagi komunitas dan pengembang komunitas virtual: dapat digunakan sebagai data yang membantu mengembangkan komunitas virtual.