SNIPTEK 2015 ISBN: 978-602-72850-6-4 TRADISI LISAN SENI DONGENG WA KEPOH (KAJIAN BUDAYA DENGAN STUDI ANALISIS NARATIF PENDEKATAN TEORI STORYTELLING PADA POLA MENDONGENG WA KEPOH DALAM SERIAL SANDIWARA RADIO SI RAWING) Kusnul Hamidah Program Studi Penyiaran Akademi Komunikasi Bina Sarana Informatika [email protected] ABSTRACT - The problem in this research is about the storytelling of Wa Kepoh with the focus of the problem on how the storytelling pattern Wa Kepoh in introducing the Sundanese culture through the tale of 'Si Rawing'. In a fairy tale brought by Wa Kepoh can make the listeners come into the story that brought. The purpose of this research is to know how the technique of storytelling Wa Kepoh, know how Wa Kepoh choose the language used in storytelling, then know how to manage the tempo and intonation when storytelling and begaimana Wa kepoh understand the character of the listeners. This research method uses Walter Fisher's narrative analysis, qualitative approach with storytelling theory. The results of this study indicate that the pattern of storytelling Wa Kepoh include mastery of storytelling techniques such as voice, language, intonation and expression can be done very well, packing a very interesting packaged tales like mimicry and improvisation can make the listener become curious, and the figure of the storyteller itself ie Wa Kepoh. Keywords: Narrative Analysis, Storytelling, Storytelling Technique INTISARI - Permasalahan dalam penelitian ini yaitu mengenai pola mendongeng Wa Kepoh dengan fokus masalah pada bagaimana pola mendongeng Wa Kepoh dalam mengenalkan budaya sunda melalui dongeng ‘Si Rawing’. Dalam dongeng yang dibawakan oleh Wa Kepoh dapat membuat para pendengarnya ikut masuk kedalam cerita yang dibawakannya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana teknik mendongeng Wa Kepoh, mengetahui bagaimana Wa Kepoh memilih bahasa yang digunakannya dalam mendongeng, kemudian mengetahui bagaimana mengatur tempo dan intonasi saat mendongeng dan begaimana Wa kepoh memahami karakter dari para pendengarnya. Metode penelitian ini menggunakan analisis naratif Walter Fisher, pendekatan kualitatif dengan teori storytelling. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola mendongeng Wa Kepoh meliputi penguasaan teknik mendongeng seperti suara, bahasa, intonasi dan ekspresi dapat dilakukan dengan sangat baik, pengemasan dongeng yang dikemas sangat menarik seperti peniruan suara dan improvisasi dapat membuat pendengar menjadi penasaran, serta figur dari sang pendongeng itu sendiri yakni Wa Kepoh. Kata Kunci : Analisis Naratif, Storytelling, Teknik Mendongeng PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Mendongeng merupakan tradisi lisan yang perlu kita lestarikan, karena menjadi daya tarik tersendiri dalam menyampaikan pesan komunikasi. Dongeng dapat dianggap sebagai media perantara penyampaian pesan dengan penerima pesan. Disamping itu, manusia merupakan makhluk sosial yang memiliki kemampuan berkomunikasi menggunakan bahasa lisan maupun tulisan. Komunikasi yang dilakukan oleh manusia biasanya berupa penyampain pesan atau informasi. Manusia juga sebagai Homo Narrans atau makhluk pencerita, karena manusia dapat mendefinisikan pesan melalui rangkaian cerita-cerita tertentu, seperti dongeng. Tradisi lisan dapat diartikan sebagai kebiasaan atau adat istiadat yang berkembang dalam suatu komunitas masyarakat yang diwariskan dari generasi ke generasi lain melalui bahasa lisan seperti dongeng. Seperti yang dilakukan oleh pendongeng, pendongeng merupakan salah satu orang yang melestarikan salah satu tradisi budaya kita yaitu tradisi lisan melalui dongengnya. Berbicara dan menyimak pembicaraan atau mendengarkan sebuah dongeng merupakan ragam dalam komunikasi lisan atau komunikasi verbal. Bentuk komunikasi yang disampaikan dari komunikator kepada komunikan secara lisan maupun tulisan. Komunikasi verbal atau komunikasi lisan mempunyai peran yang sangat besar dalam ilmu komunikasi, karena ide-ide, pemikiran atau keputsan lebih mudah disampaikan secara lisan daripada tulisan. Dalam hal ini adalah Wa Kepoh sebagai seorang pendongeng yang berdongeng menggunakan media radio dan didengarkan oleh masyarakat. Dalam komunikasi verbal atau komunikasi lisan bahasa adalah lambang yang terpenting yang dapat disampaikan secara langsung dengan berbicara ataupun tertulis. Komunikasi verbal menggunakan kata-kata baik lisan maupun tulisan. Komunikasi verbal ini banyak digunakan dalam hubungan antar manusia. Melalui katakata kita mampu mengungkapkan perasaan, emosi, pemikiran, gagasan, dan menyampaikan sebuah informasi. KOM-59 SNIPTEK 2015 Mendongeng dengan menggunakan hati, tanpa menghafal naskah dan mahir dalam membuat karakterkarakter suara dan dapat diterima oleh masyarakat luas tidaklah mudah. Tetapi itulah hal yang bisa dilakukan oleh sang maestro Wa Kepoh sebagai salah satu pendongeng terkenal di tataran sunda. Dalam mendongeng Wa Kepoh selalu berdongeng dengan caranya sendiri, membaca naskah tetapi tidak terpaku kepada naskah dan selalu berimprovisasi tetapi tidak menyimpang dari naskah. Dalam mendongeng Wa Kepoh juga menggunakan bahasa sehari-hari yang beliau gunakan saat berbincang dengan keluarga dan temantemannya. Pada saat mendongeng tidak jarang para pendengarnya ikut terbawa oleh dongeng yang didongengkan oleh Wa Kepoh. Dongeng yang dibawakan oleh Wa Kepoh selalu saja membuat para pendengarnya ikut masuk kedalam cerita dan seolah apa yang didongengkan oleh Wa Kepoh adalah sebuah kenyataan. Seperti yang dialami oleh istrinya sendiri, saat mendengarkan Wa Kepoh mendongeng ia mengaku bahwa dirinya pernah ikut terbawa kedalam dongeng yang didongengkan oleh Wa Kepoh, sedangkan dirinya pun tau bahwa yang mendongeng saat itu adalah suaminya sendiri yaitu Wa Kepoh. Bahkan istrinya pun tau bagaimana cara Wa Kepoh saat mendongeng, karena tidak jarang apabila Wa Kepoh melakukan rekaman dirumah selalu didampingi oleh istrinya. Menurut pengakuan istrinya Wa Kepoh itu tidak pernah belajar mendongeng sebelumnya, beliau mendongeng dengan baik dan menarik itu dilakukan dengan kemampuannya sendiri secara otodidak. Dongeng sebagai budaya lisan tidak akan pernah hilang, karena akan diceritakan kepada anak-anak kita. Hanya bedanya terletak pada siapa yang mendongeng dan siapa yang mendengarkan. Pada zaman dahulu, dongeng dinikmati oleh semua masyarakat melalui siaran radio. Tetapi pada zaman sekarang ini sangat disayangkan bahwa tidak ada yang mendongeng seperti sang maestro Wa Kepoh kepada masyarakat luas melalui siaran radio maupun televisi. Budaya lisan merupakan salah satu budaya sangat penting, karena masyarakat yang pada umunya lebih suka mendengar. Wa Kepoh merupakan salah satu pendongeng yang mendongeng dengan sangat baik sehingga siapa saja yang mendengarkan dongengnya dapat masuk kedalam dongeng yang di dongengkan oleh Wa Kepoh, tetapi sangat disayangkan sekali bahwa tidak ada yang bisa meneruskan jejak Wa Kepoh di dalam mendongeng melalu media radio maupun televisi. Dongeng sunda jangan sampai hilang atau lenyap di tataran sunda ini, karena dongeng sunda sangat penting bagi orang sunda. Selain sangat penting bagi orang sunda, dongeng sunda juga merupakan salah satu pengenalan budaya sunda kepada budaya lain. Wa Kepoh bukanlah nama yang asing lagi di dunia hiburan saat itu di era 80-an, khususnya audio melalui radio. Wa Kepoh sangat pandai membuat berbagai karakter suara untuk menciptakan sebuah KOM-60 ISBN: 978-602-72850-6-4 cerita hingga begitu menarik. Karakter kakek-kakek, nenek-nenek, bapak-bapak, ibu-ibu, pemuda, remaja hingga anak kecil bisa ia tirukan. Melalui dongeng ‘Si Rawing’ Wa Kepoh menjadi dikenal oleh orang sunda. Dongeng ‘Si Rawing’ telah menjadi sumbangan kecil bagi pengenal bahasa sunda kepada masyarakat. Dongeng yang dibawakan oleh Wa Kepoh mempunyai kesan tersendiri kepada para pendengarnya, bahasa yang dipakai oleh Wa Kepoh saat mendongeng menggunakan bahasa sunda sehari-hari yang dimengerti oleh orang sunda. Media yang dipakai oleh Wa Kepoh untuk bercerita adalah radio. Walaupun masyarakat atau para pendengar tidak bisa melihat bagaimana ekspresi Wa Kepoh saat mendongeng, tetapi masyarakat yang mendengarkan dapat merasakan dan memahami apa yang didongengkan oleh Wa Kepoh. Bahasa, intonasi dan penekanannya membuat para pendengar mengerti dan dapat masuk ke dalam cerita dongeng tersebut. Efek dramatis dari dongeng radio justru terjadi ketika duel keras, saat sang tokoh dalam dongeng perang tanding dengan musuh, lengkap dengan segala jurus dan ilmuilmu kanuragan. Latar suara menjadi sedemikian panas, karena diiringi dengan musik pencak silat (kendang rampag) musik khas budaya sunda dan juga diiringi oleh suara-suara yang melatari tempat dimana adegan sedang berlangsung. Ada juga pekikan menjerit, meraung, tertawa atau malah sumpah serapah. Dalam dongeng pun terbetik ucapan lucu yang membuat pendengar tertawa terbahak-bahak. Dongeng yang dibawakan oleh Wa Kepoh setidaknya menjadi kenangan tersendiri bagi orang sunda kala itu. Semua orang sunda mengenal dongeng tentang kisah pendekar dari tanah sunda ini. Dari anakanak, bapak-bapak, ibu-ibu, sampai nenek dan kakek semua mengenal dongeng Wa Kepoh. Kisah petualangan pendekar, kasih sayang, hingga nilai-nilai kehidupan ada dalam kisah dongeng ‘Si Rawing’. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pola mendongeng Wa Kepoh. Untuk mendapatkan hal tersebut peneliti melakukan tahapan pengumpulan data dongeng Wa Kepoh dalam seri ‘Si Rawing’, kemudian peneliti mendengarkan dan menyimak bagaimana cara Wa Kepoh membawakan dongengnya. Secara epistimologis peneliti mencoba menjadi bagian dari pendengar dongeng Wa Kepoh. Telaah hasil penelitian akan menggunakan teori Storytelling. Wa Kepoh menggunakan media radio sebagai alat untuk menyampaikan dongeng dan menggunakan metode Storytelling untuk menyampaikan cerita kepada masyarakat. Storytelling merupakan sebuah seni bercerita yang dapat digunakan sebagai sarana menanamkan nila-nilai pada siapa saja yang mendengarkan. Tujuan dari Storytelling adalah untuk melatih daya tangkap dan konsentrasi kepada pendengarnya, dan mempunyai manfaat sebagai sarana yang baik dalam media pembelajaran, sarana untuk menyampaikan ide pemikiran, mambuat ide yang SNIPTEK 2015 disampaikan akan lebih mudah diingat kembali oleh para pendengar. Melalui Storytelling pendongeng tidak memaksa pendengar mengikuti alur pikiran atau konsep. Tetapi mengajak mereka untuk terlibat langsung membangun pemahaman terhadap ide dengan bahasa mereka sendiri. Dengan Storytelling, pendongeng tidak menjelaskan tetapi menciptakan penerimaan. Pendongeng menciptakan hubungan emosional dengan pendengar sehingga pendengar dapat lebih menerima ide pemikiran si pendongeng. Orang yang menyampaikan cerita melalui Storytelling harus mempunyai kemampuan Public Speaking yang baik, memahami karakter pendengar, meniru suara-suara, pintar mengatur nada dan inotasi. Storytelling dapat berhasil apabila pendengar mampu menangkap jalan cerita serta merasa terhibur. Selain itu, pesan moral dalam cerita juga dapat diperoleh oleh pendengar, dan dalam hal ini Wa Kepoh telah berhasil menggunakan metode Storytelling yang ceritanya dapat dimengerti dan menghibur bagi masyarakat yang mendengarkan ceritanya. Dongeng sunda merupakan salah satu sumbangan kecil bagi pengenalan bahasa sunda, apalagi jika dibarengi oleh pembawaan pencerita yang bercerita dengan sangat baik sehingga bisa membuat masyarakat ikut masuk kedalam cerita tersebut. Pada zaman sekarang ini, dongeng sunda sudah tidak ada. Seharusnya kita sebagai orang sunda bisa terus melestarikan salah satu budaya lisan yaitu dongeng sunda. Kita bisa melakukan hal yang dilakukan oleh salah satu maestro dongeng kita yang terkenal yakni Wa Kepoh, bisa memberikan pengetahuan melalui cerita yang dibawakan. Sang maestro kita memang tidak tergantikan, tetapi setidaknya kita mau berusaha belajar bagaiamana caranya mengambil hati para pendengar dengan cerita yang kita bawakan dari sang maestro kita. Kita sebagai orang sunda harusnya merasa bangga karena adanya salah satu peninggalan atau kenang-kenangan bagi warga sunda. Tetapi kita tidak bisa hanya berdiam diri saja, karena budaya kita telah tercampur oleh budaya asing, dan tidak menutup kemungkinan bahwa bangsa kita bisa mengikuti alur dari budaya asing. Maka dari itu seharusnya kita sebagai warga sunda harus bisa melestarikan budaya sunda. Pentingnya hal tersebut maka penelitian ini akan menggunakan pendekatan kualitatif karena pendekatan kualitatif merupakan proses penelitian yang bersifat seni (kurang terpola), hal ini juga sering disebut sebagai penelitian naturalistic karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting) dimana peneliti adalah instrumen kunci. Menggunakan metode naratif karena manusia yang pada dasarnya adalah makhluk pencerita maka peneliti ingin meneliti bagaimana Wa Kepoh mengenalkan budaya sunda melalui dongengnya. Paradigma yang akan dipakai yaitu paradigma konstruktivis karena peneliti akan mengkontruksi kembali bagaimana pola mendongeng Wa ISBN: 978-602-72850-6-4 Kepoh yang membuat pendengarnya bisa masuk kedalam cerita yang dibawakan oleh Wa Kepoh. BAHAN DAN METODE Budaya dan Tradisi Lisan Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki oleh sebuah kelompok dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari berbagai unsur dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari diri manusia, sehingga banyak orang yang cenderung menganggap bahwa budaya diwariskan secara genetis. Budaya merupakan suatu pola menyeluruh, bersifat kompleks, abstrak dan luas. Aspek budaya tidak sedikit juga menentukan perilaku manusia dalam berkomunikasi. Budaya merupakan suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya yang ada ini terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh, budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia. Kebudayaan didefinisikan sebagai keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami dan menginterprestasikan lingkungan dan pengalamannya, serta menjadi landasan bagi tingkah lakunya. Unsur kebudayaan dalam kamus besar Indonesia berarti bagian dari suatu kebudayaan yang dapat digunakan sebagai suatu analisi tertentu. Dengan adanya unsur tersebut, kebudayaan lebih mengandung makna totalitas dari pada sekedar perjumlahan unsur-unsur yang terdapat di dalamnya. Dalam Koentjaraningrat (2003: 74) J.J Honingman menyatakan bahwa ada tiga wujud kebudayaan, yaitu: 1. Ideas wujud tersebut menunjukkan wujud ide dari kebudayaan, sifatnya absrak, tak dapat diraba, dipegang ataupun difoto, dan tempatnya ada di alam pikiran warga masyarakat dimana kebudayaan yang bersangkutan itu hidup. Budaya ideal mempunyai fungsi mengatur, mengendalikan, dan member arah kepada tindakan, kelakuan dan perbuatan manusia dalam masyarakat sebagai sopan santun. Kebudayaan ideal ini bisa juga disebut adat istiadat KOM-61 SNIPTEK 2015 2. Activities Wujud tersebut dinamakan sistem sosial, karena menyangkut tindakan dan kelakuan berpola dari manusia itu sendiri. Wujud ini bisa diobservasi, difoto dan didokmentasikan karena dalam sistem sosial ini terdapat aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi dan berhubungan serta bergaul satu dengan lainnya dalam masyarakat. Bersifat konkret dalam wujud perilaku dan bahasa 3. Artifacts Wujud ini disebt juga kebudayaan fisik, dimana selurhnya merupakan hasil fisik. Sifatnya paling konkret dan bisa diraba, dilihat dan didokumentasikan Kebudayaan yang dimiliki oleh suatu bangsa merupakan keseluruhan hasil cipta, karsa, dan karya manusia. Indonesia sendiri sebagai Negara kepulauan dikenal dengan keberagaman budayanya, yang mana keanekaragaman itulah menunjukkan betapa pentingnya aspek kebudayaan bagi suatu negara. Karena jelas bahwa kebudayaan adalah suatu identitas dan jati diri bagi suatu bangsa dan negara. Komunikasi verbal adalah salah sat bentuk komunikasi yang ada didalam kehidupan manusia dalam hubungan atau interaksi sosialnya. Pengertian komunikasi verbal adalah bentuk komunikasi yang disampaikan komunikator kepada komunikan dengan lisan (oral) atau dengan tertulis (Written). Komunikasi verbal mempunyai peran penting atau sangat besar karena sebagian besar dengan komunikasi verbal, ideide, pemikiran atau keputsan lebih mudah disampaikan secara verbal dibandingkan non verbal. Komunikan juga lebih mudah memahami pesan-pesan yang disampaikan dengan komunikasi verbal ini. Pesan verbal hakikatnya merupakan ekspresi symbol yang kadang memiliki variasi makna. Timbulnya variasi makna itu biasanya disebabkan adanya perbedaan interpretasi dari orang-orang yang berbeda latar belakang sosial budaya. Dalam setiap bahasa, ada sistem symbol yang digunakan untuk berkomunikasi. (Suranto AW, 2010: 134). Manusia sebagai makhluk sosial memiliki kemampuan berkomunikasi menggunakan bahasa lisan maupun tulisan. Komunikasi yang dilakukan oleh manusia ada kalanya berupa penyampaian informasi, baik itu berupa informasi kekinian ataupun sebagai bentuk penyampaian informasi atas warisan masa lalu. Dalam masyarakat yang belum mengenal tulisan, bukan berarti mereka tidak punya kemampuan untuk merekam dan mewariskan pengalaman masa lalunya. Walaupun belum mengenal tulisan, akan tetapi proses pewarisan atas pengalaman masa lalu tersbeut dilakukan secara lisan, proses pewarisan pengalaman masa lalu secara lisan tesebut dikenal sebagai tradisi lisan. Tradisi lisan dapat diartikan sebagai kebiasaan atau adat yang berkembang dalam suatu komunitas masyarakat yang direkam dan diwariskan dari generasi KOM-62 ISBN: 978-602-72850-6-4 ke generasi melalui bahasa lisan. Dalam tradisi lisan terkandung kejadian-kejadian sejarah, adat istiadat, cerita, dongeng, peribahasa, lagu, mantra, nilai moral, dan nilai keagamaan. Perkembangan tradisi lisan terjadi dari mulut ke mulut sehingga menimbulkan benyak versi cerita. Menurut Suripan Sadi Hutomo (1991: 11), tradisi lisan itu mencakup beberapa hal, yakni: 1. Yang berupa kesusastraan lisan 2. Yang berupa teknologi tradisional 3. Yang berupa pengetahuan folklore di luar pusat-pusat istana dan kota metropolitan 4. Yang berupa unsure-unsur religi dan kepercayaan folklore di luar batas formal agama-agama besar 5. Yang berupa kesenian folklore di luar pusatpusat istana dan kota metropolitan, dan 6. Yang berupa hukum adat Pudentia dalam Suwardi Endraswara (2003: 247-249) memberikan pemahaman tentang hakikat kelisanan (orality) sebagai berikut: Tradisi lisan (oral tradition) mencakup segala hal yang berhubungan dengan sastra, bahasa, sejarah, biografi, dan berbagai pengetahuan serta jenis kesenian lain yang disampaikan dari mulut ke mulut. Jadi, tradisi lisan tidak hanya mencakup cerita rakyat, teka-teki, peribahasa, nyanyian rakyat, mitologi, dan legenda sebagaimana umumnya diduga orang, tetapi juga berkaitan dengan system kognitif kebudayaan, seperti: sejarah, hukum, dan pengobatan. Tradisi lisan adalah “segala wacana yang diucapkan atau disampaikan secara turun-menurun meliputi yang lisan dan yang beraksara” dan diartikan juga sebagai “sistem wacana yang bukan beraksara”. Tradisi lisan tidak hanya dimiliki oleh orang lisan saja. Implikasi kata “lisan” dalam pasangan lisantertulis berbeda dengan lisan-beraksara. Lisan yang pertama (oracy) mengandung maksud ‘keberaksaraan bersuara’, sedangkan lisan kedua (orality) mengandung maksud kebolehan bertutur secara beraksara. Kelisanan dalam masyarakat beraksara sering diartikan sebagai hasil dari masyarakat yang tidak terpelajar; sesuatu yang belum dituliskan; sesuatu yang dianggap belum sempurna atau matang, dan sering dinilai dengan kriteria keberaksaraan. Dalam tradisi lisan, peranan orang yang dituakan seperti keala suku atau ketua adat sangat penting. Mereka diberi kepercayaan oleh kelompoknya untuk memelihara dan menjaga tradisi yang diwariskan secara turun temurun. Suatu kelompok masyarakat dengan nilai, norma, tradisi, adat dan budaya yang sama mempunyai jejak-jejak masa lampaunya. Dalam masyarakat yang belum mengenal tulisan jejak-jejak masa lampaunya disebarluaskan dan diwariskan secara turun temurun kepada generasi berikutnya secara lisan sehingga SNIPTEK 2015 menjadi bagian dari tradisi lisan. Karya-karya dalam tradisi lisan merupakan bagian dari sebuah folklore. Tradisi lisan berfungsi sebagai alat “mnemonik” usaha untuk merekam, menyusun dan menyimpan pengetahuan demi pengajaran dan pewarisannya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Masyarakat pendukung tradisi lisan lebih mementingkan retorika ceritanya daripada kebenaran faktanya. Pewarisan ini dilakukan agar m asyarakat yang menjadi generasi berikutnya memilki rasa kepemilikan atau mencintai cerita masa lalunya. Tradisi lisan dalam bentuk pesanpesan verbal yang berupa pernyataan-pernyataan lisan yang diucapkan, dinyanyikan atau disampaikan melalui musik. Dongeng Menurut Kusumo (2011: 9), dongeng sering diidentikkan sebagai suatu cerita bohong, bualan, khayalan, atau cerita yang mengada-ada dan tidak ada manfaatnya bahkan ada yang menganggap dongeng sebagai cerita yang tidak masuk akal. Dongeng merupakan bentuk sastra lama yang bercerita tentang suatu kejadian yang penuh khayalan (fiksi) dan disampaikan secara turun temurun dari nenek moyang kita. Dari beragam dongeng yang ada, kita dapat mengelompokkan dongeng sebagai dongeng yang berhubungan dengan kepercayaan masyarakat (legenda), dongeng yang berkaitan dengan dunia binatang (fabel), dongeng yang berkaitan dengan fungsi pelipur lara, dongeng yang berkaitan dengan kepercayaan nenek moyang (mite), dongeng yang berkaitan dengan cerita rakyat. Pengelompokan dongeng sebagai dongeng yang berhubungan dengan kepercayaan masyarakat menurut Kusumo (2011: 9) yaitu: a. Legenda: Dongeng yang menceritakan asal mula terjadinya suatu tempat, gunung, dan sebagainya. Termasuk kedalam kelompoknya ini misalnya dongeng Tangkuban Perahu, Terjadinya Rawapening, Asal Mula Kota Banyuwangi, dan sebagainya. Biasanya, dongeng-dongeng semacam ini sangat akrab di masyarakat. b. Mite: Dongeng yang bercerita tentang dunia dewa-dewa dan berkaitan dengan kepercayaan masyarakat. Termasuk dalam kelompok ini misalnya dongeng Dewi Sri, Nyi Roro Kidul, dan sebagainya. c. Fabel: dongeng tentang kehidupan binatang yang digambarkan dan bisa bicara seperti manusia, biasanya bersifat sindiran, atau kiasan. Cerita-cerita fabel sangat luwes digunakan untuk menyindir perilaku manusia tanpa membuat manusia tersinggung. Termasuk dalam kelompok cerita ini antara lain Dongeng Kancil, Katak Hendak Jadi Lembu, Tupai dan Ikan Gabus, dan sebagainya. ISBN: 978-602-72850-6-4 d. e. Pelipur Lara: Dongeng ini agak berbeda dengan kelompok dongeng sebelumnya, dongeng pelipur lara biasanya disajikan sebagai pengisi waktu istirahat, dibawakan secara romantis, penuh humor, dan sangat menarik. Misalnya, di daerah Jawa Timur dikenal dengan Tukang Kentrung, di Sumatera Barat dikenal dengan sebutan Juru Pantun, di kalangan masyarakat Betawi dikenal adanya Sahibul Hikayat, sedangkan di Aceh disebut Toet. Cerita Rakyat: Pada umumnya, dongeng yang terkait dengan cerita rakyat diciptakan dengan suatu misi pendidikan yang penting bagi dunia anak-anak. Misalnya, menggugah sikap hormat terhadap orang tua, akibat keserakahan, kedurhakaan, dan sebagainya. Termasuk dalam kelompok dongeng ini misalnya kisah Malinkundang, Bawang Merah Bawang Putih, Timun Emas, dan sebagainya. Pada penelitian ini, peneliti mengambil cerita ‘Si Rawing’ yang dibawakan oleh maestro dongeng Wa Kepoh. Cerita ‘Si Rawing’ termasuk ke dalam kelompok cerita rakyat, karena dongeng ‘Si Rawing’ menceritakan tentang ketekunan seseorang untuk menjadi lebih kuat dan sikap rasa hormat kepada gurunya ditunjukan di dalam dongeng’Si Rawing’ ini. Manfaat Mendongeng Manfaat mendongeng dapat membantu anak untuk berimajinasi, karena imajinasi sangat penting bagi perkembangan daya pikir anak. Imajinasi akan membantu anak untuk berpikir kreatif dan pikiran anak itu akan terangsang untuk menggambarkan apa yang dia dengar. Seperti halnya dongeng ‘Si Rawing’ yang menceritakan tentang kisah seorang pemuda yang belajar bela diri untuk membantu orang-orang lemah dan sangat patuh dan hormat kepada gurunya. Cerita ini bermanfaat bagi pendengarnya karena didalam cerita ini mengandung unsur hiburan dan terdapat beberapa nasehat yang bermanfaat untuk menanamkan etika dan nilai-nilai kehidupan. Menurut Ki Heru Cakra (2012: 27), ada beberapa manfaat yang akan kita peroleh dengan mendongeng, antara lain : 1. Sebagai sarana untuk menyampaikan nasehat dan contoh suri tauladan dari khasanah dongeng-deongeng islami 2. Membentuk perilaku yang baik sesuai dengan misi yang terkandung didalamnya 3. Menyampaikan ajaran agama terutama Islam, baik sejarah Islam, kisah Nabi dan Rasul, orang-orang sholeh dan sebagainya 4. Sebagai sarana hiburan yang sederhana, efektif dan menarik KOM-63 SNIPTEK 2015 Manfaat dongeng lainnya yaitu disamping merupakan sarana hiburan, dongeng juga merupakan sarana untuk kepentingan pendidikan. Ditinjau dari segi kepentingan pendidikan ini, diketahui adanya beberapa manfaat dongeng bagi anak-anak seperti yang dikutip dari Ki Heru Cakra (2012: 27), yaitu: 1. Merangsang perkembangan berbahasa Melalui bahasa pengantar yang disampaikan secara baik dan benar, maka diharapkan anak akan terbiasa untuk berbahasa Indonesia secara baik dan benar pula 2. Merangsang perkembangan moral Dengan menampilkan tokoh-tokoh idola yang memiliki kualitas moral tinggi, memunhkinkan anak untuk meniru atau meneladani tokoh-tokoh tersebut 3. Merangsang kreativitas Dengan menciptakan hubungan yang dibangun lewat penyampaian dongengdongeng, maka komunikasi yang efektif bisa dijalin antara guru dan anak 4. Memperkenalkan norma-norma Lewat sikap dan perilaku tokoh dongeng, kepada anak dapat diperkenalkan normanorma yang berlaku di tempat mereka berada Memang secara tradisional dongeng sepertinya mudah dilakukan, asal ada dongengnya, ada yang mendongeng, dan ada yang mendengarkan. Biasanya dongeng turun-temurun mengenai legenda, wayang, dan fabel. Disampaikan oleh para orang tua ketika anaknya akan tidur, atau bisa dilakukan oleh orang yang dituakan anak-anak di kampung itu ketika saat longgar; istirahat di gubug sawah, atau mereka sedang istirahat bermain di pekarangan rumah. Terkadang dongeng juga disampaikan para guru mengaji di surau-surau, yang terakhir ini biasanya dongengnya tentang kisah para nabi, para aulia, atau dongeng keseharian yang dikaitkan dengan ajaran agama. Dongeng ‘Si Rawing’ Salah satu dongeng Sunda yang terkenal pada jamanya yaitu dongeng ‘Si Rawing’ yang dibawakan oleh seorang maestro dongeng di tataran sunda yaitu Wa Kepoh. ‘Si Rawing’ adalah lelaki bernama Darma yang kupingnya rawing (sobek) karena terkena sabetan golok Bah Bewok saat gerombolan Bah Bewok menyerang kampungya, tetapi Darma di selamatkan oleh kakekkakek yang bernama Ki Debleng, lalu Darma di angkat menjadi muridnya sampai Darma tumbuh menjadi pendekar yang tangguh dengan jurus terkenalnya yaitu (Sapta Hasta Praja) atau jurus ilmu, ilmu karuhun. ‘Si Rawing’ merupakan sosok yang sangat religius dan mempunyai misi membawa nilai-nilai kehidupan berbasis agama untuk di sebarkan kepada masyarakat. Di dalam kisah dongeng ‘Si Rawing’ ini, menceritakan tentang ‘Si Rawing’ yang sedang belajar ilmu silat kepada gurunya yaitu Ki Debleng. Ki Debleng KOM-64 ISBN: 978-602-72850-6-4 merupakan seorang guru silat yang sangat hebat dan bijaksana serta mempunyai kepribadian yang lucu dan menyenangkan. Serta Rawing yang selalu patuh kepada semua perintah dari Ki Debleng sehingga ‘Si Rawing’ dapat dengan cepat menguasai ilmu-ilmu yang diberikan oleh Ki Debleng kepadanya. Cerita ‘Si Rawing’ ini dibacakan oleh seorang maestro dongeng yakni Wa Kepoh. Wa Kepoh merupakan salah satu seorang juru dongeng yang terkenal di tataran Sunda. Selain dongeng Si Rawing, masih banyak karyakarya Wa Kepoh diantaranya Kasan Dara Sandra, Si Buntung Jago Tutugan, Doni Ajo, Ajag Bodas, Nyi Ganting, Marakayangan, Jaka Rentang, Si Baranyay, Lutung Kasarung. Keistimewaan dongeng Wa Kepoh adalah pada setiap dongeng-dongengnya, Wa Kepoh selalu menggunakan setting pada jaman Kolonis Belanda dan Jepang. Setiap ceritanya pun mengandung banyak hikmah di dalamnya. Pada jaman itu Wa Kepoh menjadi idola Warga Sunda, karena bahasa yang di pakai oleh Wa Kepoh saat mendongeng menggunakan bahasa sunda sehari-hari yang dimengerti oleh urang sunda. Suara Wa Kepoh yang ngebas dan cara mendongeng yang ekspresif begitu dikenal oleh warga urang sunda. Semua tokoh di dongeng Wa Kepoh semuanya di bawakan oleh Wa Kepoh sendiri. Karena Wa Kepoh juga bisa menirukan segala rupa suara, dia mahir menirukan suara perempuan cantik Nyi Centring Manik, suara Meunir Belanda dan juga pandai suara medok Orang Jawa. Wa Kepoh Wa Kepoh yakni seorang maestro dongeng yang terkenal di kancah budaya Jawa Barat. Suaranya yang khas dan cara mendongeng yang ekspresif dan juga bisa menirukan segala rupa suara membuat Wa Kepoh begitu dikenal oleh warga Bandung atau orang sunda. Wa Kepoh mahir menirukan suara perempuan cantik Nyi Centring Manik atau suara Meunir Belanda dan juga pandai suara medok orang Jawa. Cerita dongeng Wa Kepoh menceritakan kehidupan sehari-hari orang sunda. Keistimewaan dongeng Wa Kepoh adalah pada setiap dongeng-dongengnya, Wa Kepoh selalu menggunakan setting pada jaman Kolonis Belanda dan Jepang, dan ceritanya mengandung banyak hikmah. Wa Kepoh menjadi idola orang sunda pada zamannya, karena bahasa yang ia pakai saat mendongeng menggunakan bahasa sunda sehari-hari. Pad akhir dongengnya, Wa Kepoh selalu menutup dongengnya dengan kata “Eleuh….waktosna parantos seep….” yang membuat para pendengarnya penasaran akan lanjutan cerita berikutnya. Menurut Wa Kepoh, dongeng adalah media pendidikan yang baik untuk mengajarkan nilai-nilai kehidupan. Mungkin pada zaman sekarang sudah berubah, tetapi media dongeng bisa dikembangkan dalam media lain dimana masyarakat bisa menggali khazanah lokalitas. Wa Kepoh mempunyai banyak sekali karya cerita dongeng yang dia bawakan di acara radio pada SNIPTEK 2015 jaman itu. Diantaranya Kasan Dara Sandra, Si Buntung Jago Tutugan, Doni Ajo, Ajag Bodas, Nyi Ganting, Marakayangan, Jaka Rentang, Si Baranyay, Lutung Kasarung, dan yang paling terkenal dari dongeng Wa Kepoh adalah dongeng Si Rawing. Dalam hal ini, Wa Kepoh menyatakan bahwa selain sebagai sarana hiburan, dongeng “Si Rawing” telah menjadi sumbangan kecil bagi pengenal bahasa sunda kepada masyarakat. Dongeng yang dibawakan oleh Wa Kepoh setidaknya menjadi kenangan tersendiri bagi urang sunda kala itu. Dimana-mana orang sunda hampir semua mengenal dongeng tentang kisah pendekar dari tanah sunda ini yaitu ‘Si Rawing’. Dari anak-anak, bapak-bapak, ibu-ibu, sampai nenek dan kakek semua mengenal dongeng ‘Si Rawing’ yang di bawakan oleh Wa Kepoh. Kisah petualangan pendekar, kasih sayang, hingga nilai kehidupan ada dalam kisah dongeng ‘Si Rawing’. Media Massa Istilah media massa memberikan gambaran mengenai alat komunikasi yang bekerja dalam berbagai skala, mulai dari skala terbatas hingga dapat mencapai dan melibatkan siapa saja dalam masyarakat, dalam skala yang sangat luas. Istilah media massa mengacu kepada sejumlah media yang telah ada sejak puluhan tahun yang lalu tetap digunakan hingga saat ini seperti surat kabar, majalah, film, radio, televisi, dan internet. Karakteristik media massa menurut Denis McQuail dalam Morissan (2013: 480) : “Media massa memiliki sifat atau karakteristik yang mampu menjangkau massa dalam jumlah besar dan luas (universality of reach), bersifat publik dan mampu memberikan popularitas kepada siapa saja yang muncul di media massa. Karakteristik media tersebut memberikan konsekuensi bagi kehidupan politik dan budaya masyarakat kontemporer dewasa ini”. Dari perspektif politik, media massa telah menjadi elemen penting dalam proses demokratisasi karena menyediakan arena dan saluran bagi debat publik, menjadi calon pemimpin politik dikenal luas masyarakat dan juga berperan menyebarluaskan berbagai informasi dan pendapat. Dari perspektif budaya, media massa telah menjadi acuan utama untuk menentukan definisi-definisi terhadap suatu perkara dan media massa memberikan gambaran atas realitas sosial. Media massa juga menjadi perhatian utama masyarakat untuk mendapatkan hiburan dan menyediakan lingkungan budaya bersama bagi semua orang. Peran media massa yang besar tersbut menyebabkan media massa telah menjadi perhatian penting masyarakat bahkan sejak kemunculannya pertama kali. Media massa telah menjadi objek perhatian dan objek peraturan (regulasi). Media massa juga menjadi objek penelitian hingga menghasilkan berbagai teori komunikasi massa. Radio ISBN: 978-602-72850-6-4 Radio adalah teknologi yang digunakan untuk pengiriman sinyal dengan cara modulasi dan radiasi elektromagnetik (gelombang elektromagnetik). Gelombang ini melintas dan merambat melalui udara dan bisa juga merambat lewat ruang angkasa yang hampa udara. Pada penelitian ini, peneliti mengambil dongeng radio yang hanya bisa digunakan dengan bahasa lisan yang sifatnya satu arah. Pendengar hanya bisa mendengarkan suara tanpa bisa melihat bagaimana ekspresi yang dibawakan oleh pendongeng. Muhammad Mufid (2010: 25), mendefinisikan radio sebagai berikut : “Radio adalah tekonologi yang digunakan untuk pengiriman sinyal dengan cara modulasi dan radiasi elektromagnetik (gelombang elektromagnetik). Gelombang ini melintas dan merambat melalui udara dan bias juga merambat melalui ruang angkasa yang hampa udara, karena gelombang ini tidak memerlukan medium pengangkut (seperti molekul udara). Perkembangan radio dimulai dari penemuan phonograph (gramofon), yang juga bisa digunakan untuk memainkan rekaman, oleh Edison pada tahun 1877. Pada saat yang sama James Clerk Maxwell dan Helmholtz Hertz melakukan eksperimen elektromagnetik untuk mempelajari fenomena yang kemudian dikenal sebagai gelombang radio. Keduanya menemukan bahwa gelombang radio merambat dalam bentuk bulatan, sama seperti ketika kita menjatuhkan sesuatu pada air yang tenang. Riak gelombang yang dihasilkan akibat benda yang jatuh tersebut secara sederhana dapat menggambarkan bagaimana gelombang radio merambat. Jumlah gelombang radio diukur dengan satuan Hertz. Sebagai unsur dari proses komunikasi, dalam hal ini radio sebagai media massa mempunyai ciri dan sifat yang berbeda dengan media massa lainnya. Penyampaian pesan melalui radio siaran dilakukan dengan menggunakan bahasa lisan. Keuntungan radio siaran bagi komunikan adalah sifatnya yang santai. Masyarakat bisa menikmati acara siaran radio saat sedang makan, tidurtiduran, bekerja, bahkan sedang mengemudikan kendaraan. Karena sifatnya yang auditori, untuk didengarkan lebih mudah untuk menyampaikan pesan dalam bentuk cara yang menarik. Penyajian hal yang menarik dalam rangka penyampaian suatu pesan adalah penting, karena publik sifatnya selektif. Radio merupakan sumber informasi yang kompleks mulai dari fungsi tradisional, penyampaian berita dan informasi, perkembangan ekonomi, pendongkrak popularitas, hingga propaganda politik dan ideologi. Bagi pendengarnya radio adalah teman, sarana komunikasi, sarana imajinasi, dan pemberi informasi. Daya pikat untuk melancarkan pesan ini penting, artinya dalam proses komunikasi terutama melalui KOM-65 SNIPTEK 2015 media massa, disebabkan sifatnya satu arah (one way traffic communication). Komunikasi hanya dari komunikator kepada komunikan. Komunikator tidak mengetahui tanggapan komunikan. Kelemahan ini bagi radio ditambah lagi dengan sifatnya yang lain, yakni “sekilas dengar”. Pesan yang sampai pada khalayak hanya sekilas saja, begitu terdengar begitu hilang. Pendengar tidak mengerti atau ingin memperoleh penjelasan lebih jauh, tidak mungkin meminta kepada penyiar untuk mengulang lagi. Radio merupakan alat komunikasi yang menggunakan saluran bahasa dan bersifat masal. Radio juga dapat meningkatkan imajinasi dengan berbagai persepsi pendengar itu sendiri dan dapat menciptakan “theatre of mind”. Kajian Teori Storytelling Storytelling dapat dikatakan sebagai cabang dari ilmu sastra yang paling tua sekaligus yang terbaru. Meskipun tujuan dan syarat-syarat dalam storytelling berganti dari abad ke abad, dan dari kebudayaan satu ke kebudayaan lain, storytelling berkelanjutan untuk memenuhi dasar yang sama dari kebutuhan-kebutuhan secara sosial dan individu. Perilaku manusia nampaknya mempunyai impuls yang dibawa sejak lahir untuk menceritakan perasaan dan pengalaman-pengalaman yang mereka alami melalui bercerita. Cerita dituturkan untuk menciptakan kesan pada dunia. Menurut Pellowski dalam Boltman (2001: 1) mendefinisikan storytelling sebagai berikut: “Storytelling sebagai sebuah seni atau seni dari sebuah keterampilan bernarasi dari cerita-cerita dalam bentuk syair atau prosa, yang dipertunjukan atau dipimpin oleh satu orang di hadapan audience secara langsung dimana cerita tersebut dapat dinarasikan dengan cara diceritakan atau dinyanyikan, dengan atau tanpa musik, gambar, ataupun dengan iringan lain yang mungkin dapat dipelajari secara lisan, baik melalui sumber tercetak, ataupun melalui sumber rekaman mekanik”. Kegiatan storytelling ini penting untuk dilakukan terutama dalam masa tumbuh kembang anak. Selain itu, mendongeng memiliki banyak manfaat bukan hanya bagi anak tetapi juga bagi orang yang mendongengkannya. Storytelling adalah cara yang dilakukan untuk menyampaikan suatu cerita kepada para pendengar atau audience baik dalam bentuk kata-kata, gambar, foto, maupun suara. Storytelling juga bisa disebut sebagai teknik menyampaikan sebuah cerita dengan cara mendongeng. Storytelling menggunakan kemampuan penyaji untuk menyampaikan sebuah cerita dengan gaya, intonasi, dan alat bantu yang dapat menarik minat pendengar. Storytelling atau mendongeng sudah dikenal sejak zaman dahulu hingga saat ini. Mendongeng sebenarnya merupakan kegiatan yang sudah mengakar, biasanya dari orang tua yang menceritakan kepada anak- KOM-66 ISBN: 978-602-72850-6-4 anaknya sebelum tidur. Sama halnya dengan penelitian yang peneliti ambil mengenai dongeng ‘Si Rawing’ yang pada zaman dahulu sangat terkenal bahkan disemua kalangan umur. Penyajian storytelling yang digunakan pendongeng Wa Kepoh dikemas sangat menarik sehingga membuat para pendengarnya hanyut kedalam cerita tersebut. Metodelogi Penelitian Didalam melakukan penelitian, diperlukan metode penelitian untuk mengetahui dan meneliti secara sistematis untuk memahami dan memecahkan suatu masalah tertentu. Menurut Nasir (1988:51), “Metode penelitian merupakan cara utama yang digunakan peneliti untuk mencapai tujuan dan menentukan jawaban atas masalah yang diajukan. Creswell dalam Herdiansyah (2011:8) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai : Qualitative research is an inquiry process of understanding based on distinct methodological traditions of inquiry that explore a social or human problem. The researcher builds a complex, holistic picture, analizes word, report detailed views of informants, and conducts the study in a natural setting”. Creswell menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah suatu proses penelitian ilmiah yang lebih dimaksudkan untuk memahami masalah-masalah manusia dalam konteks sosial dengan menciptakan gambaran menyeluruh dan kompleks yang disajikan, melaporkan pandangan terperinci dari para sumber informasi, serta dilakukan dalam setting yang alamiah tanpa adanya intervensi apapun dari peneliti. Metode penelitian kualitatif sering disebut metode penelitian naturalistik (naturalistic research), karena penelitian dilakukan dalam kondisi yang alamiah (natural setting). Disebut juga penelitian etnografi, karena pada awalnya metode ini banyak digunakan untuk penelitian bidang antropologi budaya. Selain itu disebut sebagai metode kualitatif karena data yang terkumpul dan dianalisis lebih bersifat kualitatif. Pada penelitian kualitatif, penelitian dilakukan pada objek yang alamiah, maksudnya objek yang berkembang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti dan kehadiran peneliti tidak begitu mempengaruhi dinamika pada objek tersebut. Sebagaimana dikemukakan dalam penelitian kualitatif instrumennya adalah peneliti itu sendiri (humane instrument). Untuk dapat menjadi instrumen maka peneliti harus memiliki bekal teori dan wawasan yang luas, sehingga mampu bertanya, menganalisis, dan mengkonstruksi situasi sosial yang diteliti menjadi lebih jelas dan bermakna. KESIMPULAN Pada penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian kualitatif karena peneliti ingin benar-benar memahami masalah-masalah yang ada dalam konteks sosial mengenai bagaimana pola mendongeng Wa Kepoh SNIPTEK 2015 ISBN: 978-602-72850-6-4 yang bisa membuat para pendengarnya bisa masuk kedalam cerita yang di bawakan oleh Wa Kepoh dan seolah-olah cerita itu benar adanya. Peneliti melakukan penelitian ini dengan kondisi yang alamiah dan peneliti berperan sebagai instrumen kunci dengan bantuan orang lain dalam mengumpulkan data. Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif untuk menggali informasi sedalam mungkin pada latar yang alami sehingga data yang diperoleh benar-benar murni tanpa rekayasa. Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D REFERENSI Afsandiyar, Andi Yudha, 2007. Cara Pintar Mendongeng, Jakarta : Mizan Boltman, Angela, 2001. “Children’s Storytelling Technologies: Differences in Ellaboration and Recall”. http://itiseer.1st.psu.edo/563253.html Cakra, Ki Heru, 2012. Mendongeng Dengan Mata Hati. Surabaya : Mumtaz Eriyanto, 2013. Analisis Naratif (Dasar-dasar dan Penerapannya dalam Analisis Teks Berita Media), Bandung : Kencana Harimanto, Winarno, 2009. Ilmu Sosial Budaya Dasar, Jakarta : Bumi Aksara Herdiansyah, Haris, 2011. Metodelogi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu Sosial, Jakarta : Salemba Humanika Hutomo, Suripan Hadi, 1991. Mutiara yang Terlupakan: Pengantar Studi Sastra Lisan, Jawa Timur : HISKI Kusumastuti, Frida, Antoni, Nurudin, 2012. Hukum Media Massa, Banten : Universitas terbuka Morissan, 2013. Teori Komunikasi Individu Hingga Masa, Jakarta : Kencana Mufid, Muhammad, 2010. Komunikasi dan Regulasi Penyiaran, Jakarta : Kencana Rasadi, Ruslan, 2003. Metode Penelitian Publik Relations dan Komunikasi, Jakarta Sobur, Alex, 2014. Komunikasi Naratif (Paradigma, Analisis, dan Aplikasi), Bandung : Remaja Rosdakarya Stokes, Jane, 2003. How To Do Media and Cultural Studies (Panduan untuk Melaksanakan Penelitian dalam Kajian Media dan Budaya), Yogyakarta : Bentang Sugiyono, 2013. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung : Alfabeta KOM-67 SNIPTEK 2015 KOM-68 ISBN: 978-602-72850-6-4