sniptek 2015 isbn: 978-602-72850-6-4 tradisi lisan seni dongeng wa

advertisement
SNIPTEK 2015
ISBN: 978-602-72850-6-4
TRADISI LISAN SENI DONGENG WA KEPOH (KAJIAN BUDAYA DENGAN STUDI
ANALISIS NARATIF PENDEKATAN TEORI STORYTELLING PADA POLA
MENDONGENG WA KEPOH DALAM SERIAL SANDIWARA RADIO SI RAWING)
Kusnul Hamidah
Program Studi Penyiaran
Akademi Komunikasi Bina Sarana Informatika
[email protected]
ABSTRACT - The problem in this research is about the
storytelling of Wa Kepoh with the focus of the problem on
how the storytelling pattern Wa Kepoh in introducing the
Sundanese culture through the tale of 'Si Rawing'. In a
fairy tale brought by Wa Kepoh can make the listeners
come into the story that brought. The purpose of this
research is to know how the technique of storytelling Wa
Kepoh, know how Wa Kepoh choose the language used in
storytelling, then know how to manage the tempo and
intonation when storytelling and begaimana Wa kepoh
understand the character of the listeners. This research
method uses Walter Fisher's narrative analysis, qualitative
approach with storytelling theory. The results of this study
indicate that the pattern of storytelling Wa Kepoh include
mastery of storytelling techniques such as voice, language,
intonation and expression can be done very well, packing a
very interesting packaged tales like mimicry and
improvisation can make the listener become curious, and
the figure of the storyteller itself ie Wa Kepoh.
Keywords: Narrative Analysis, Storytelling, Storytelling
Technique
INTISARI - Permasalahan dalam penelitian ini yaitu
mengenai pola mendongeng Wa Kepoh dengan fokus
masalah pada bagaimana pola mendongeng Wa Kepoh
dalam mengenalkan budaya sunda melalui dongeng ‘Si
Rawing’. Dalam dongeng yang dibawakan oleh Wa Kepoh
dapat membuat para pendengarnya ikut masuk kedalam
cerita yang dibawakannya. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui bagaimana teknik mendongeng
Wa Kepoh, mengetahui bagaimana Wa Kepoh memilih
bahasa yang digunakannya dalam mendongeng,
kemudian mengetahui bagaimana mengatur tempo dan
intonasi saat mendongeng dan begaimana Wa kepoh
memahami karakter dari para pendengarnya. Metode
penelitian ini menggunakan analisis naratif Walter
Fisher, pendekatan kualitatif dengan teori storytelling.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola
mendongeng Wa Kepoh meliputi penguasaan teknik
mendongeng seperti suara, bahasa, intonasi dan ekspresi
dapat dilakukan dengan sangat baik, pengemasan
dongeng yang dikemas sangat menarik seperti peniruan
suara dan improvisasi dapat membuat pendengar
menjadi penasaran, serta figur dari sang pendongeng itu
sendiri yakni Wa Kepoh.
Kata Kunci : Analisis Naratif, Storytelling, Teknik
Mendongeng
PENDAHULUAN
Latar Belakang Penelitian
Mendongeng merupakan tradisi lisan yang perlu
kita lestarikan, karena menjadi daya tarik tersendiri
dalam menyampaikan pesan komunikasi. Dongeng dapat
dianggap sebagai media perantara penyampaian pesan
dengan penerima pesan. Disamping itu, manusia
merupakan makhluk sosial yang memiliki kemampuan
berkomunikasi menggunakan bahasa lisan maupun
tulisan. Komunikasi yang dilakukan oleh manusia
biasanya berupa penyampain pesan atau informasi.
Manusia juga sebagai Homo Narrans atau makhluk
pencerita, karena manusia dapat mendefinisikan pesan
melalui rangkaian cerita-cerita tertentu, seperti dongeng.
Tradisi lisan dapat diartikan sebagai kebiasaan
atau adat istiadat yang berkembang dalam suatu
komunitas masyarakat yang diwariskan dari generasi ke
generasi lain melalui bahasa lisan seperti dongeng.
Seperti yang dilakukan oleh pendongeng, pendongeng
merupakan salah satu orang yang melestarikan salah
satu tradisi budaya kita yaitu tradisi lisan melalui
dongengnya.
Berbicara dan menyimak pembicaraan atau
mendengarkan sebuah dongeng merupakan ragam dalam
komunikasi lisan atau komunikasi verbal. Bentuk
komunikasi yang disampaikan dari komunikator kepada
komunikan secara lisan maupun tulisan. Komunikasi
verbal atau komunikasi lisan mempunyai peran yang
sangat besar dalam ilmu komunikasi, karena ide-ide,
pemikiran atau keputsan lebih mudah disampaikan
secara lisan daripada tulisan. Dalam hal ini adalah Wa
Kepoh sebagai seorang pendongeng yang berdongeng
menggunakan media radio dan didengarkan oleh
masyarakat.
Dalam komunikasi verbal atau komunikasi lisan
bahasa adalah lambang yang terpenting yang dapat
disampaikan secara langsung dengan berbicara ataupun
tertulis. Komunikasi verbal menggunakan kata-kata baik
lisan maupun tulisan. Komunikasi verbal ini banyak
digunakan dalam hubungan antar manusia. Melalui katakata kita mampu mengungkapkan perasaan, emosi,
pemikiran, gagasan, dan menyampaikan sebuah
informasi.
KOM-59
SNIPTEK 2015
Mendongeng dengan menggunakan hati, tanpa
menghafal naskah dan mahir dalam membuat karakterkarakter suara dan dapat diterima oleh masyarakat luas
tidaklah mudah. Tetapi itulah hal yang bisa dilakukan
oleh sang maestro Wa Kepoh sebagai salah satu
pendongeng terkenal di tataran sunda. Dalam
mendongeng Wa Kepoh selalu berdongeng dengan
caranya sendiri, membaca naskah tetapi tidak terpaku
kepada naskah dan selalu berimprovisasi tetapi tidak
menyimpang dari naskah. Dalam mendongeng Wa Kepoh
juga menggunakan bahasa sehari-hari yang beliau
gunakan saat berbincang dengan keluarga dan temantemannya. Pada saat mendongeng tidak jarang para
pendengarnya ikut terbawa oleh dongeng yang
didongengkan oleh Wa Kepoh.
Dongeng yang dibawakan oleh Wa Kepoh selalu
saja membuat para pendengarnya ikut masuk kedalam
cerita dan seolah apa yang didongengkan oleh Wa Kepoh
adalah sebuah kenyataan. Seperti yang dialami oleh
istrinya sendiri, saat mendengarkan Wa Kepoh
mendongeng ia mengaku bahwa dirinya pernah ikut
terbawa kedalam dongeng yang didongengkan oleh Wa
Kepoh, sedangkan dirinya pun tau bahwa yang
mendongeng saat itu adalah suaminya sendiri yaitu Wa
Kepoh. Bahkan istrinya pun tau bagaimana cara Wa
Kepoh saat mendongeng, karena tidak jarang apabila Wa
Kepoh melakukan rekaman dirumah selalu didampingi
oleh istrinya. Menurut pengakuan istrinya Wa Kepoh itu
tidak pernah belajar mendongeng sebelumnya, beliau
mendongeng dengan baik dan menarik itu dilakukan
dengan kemampuannya sendiri secara otodidak.
Dongeng sebagai budaya lisan tidak akan pernah
hilang, karena akan diceritakan kepada anak-anak kita.
Hanya bedanya terletak pada siapa yang mendongeng
dan siapa yang mendengarkan. Pada zaman dahulu,
dongeng dinikmati oleh semua masyarakat melalui
siaran radio. Tetapi pada zaman sekarang ini sangat
disayangkan bahwa tidak ada yang mendongeng seperti
sang maestro Wa Kepoh kepada masyarakat luas melalui
siaran radio maupun televisi.
Budaya lisan merupakan salah satu budaya
sangat penting, karena masyarakat yang pada umunya
lebih suka mendengar. Wa Kepoh merupakan salah satu
pendongeng yang mendongeng dengan sangat baik
sehingga siapa saja yang mendengarkan dongengnya
dapat masuk kedalam dongeng yang di dongengkan oleh
Wa Kepoh, tetapi sangat disayangkan sekali bahwa tidak
ada yang bisa meneruskan jejak Wa Kepoh di dalam
mendongeng melalu media radio maupun televisi.
Dongeng sunda jangan sampai hilang atau lenyap di
tataran sunda ini, karena dongeng sunda sangat penting
bagi orang sunda. Selain sangat penting bagi orang sunda,
dongeng sunda juga merupakan salah satu pengenalan
budaya sunda kepada budaya lain.
Wa Kepoh bukanlah nama yang asing lagi di
dunia hiburan saat itu di era 80-an, khususnya audio
melalui radio. Wa Kepoh sangat pandai membuat
berbagai karakter suara untuk menciptakan sebuah
KOM-60
ISBN: 978-602-72850-6-4
cerita hingga begitu menarik. Karakter kakek-kakek,
nenek-nenek, bapak-bapak, ibu-ibu, pemuda, remaja
hingga anak kecil bisa ia tirukan. Melalui dongeng ‘Si
Rawing’ Wa Kepoh menjadi dikenal oleh orang sunda.
Dongeng ‘Si Rawing’ telah menjadi sumbangan kecil bagi
pengenal bahasa sunda kepada masyarakat. Dongeng
yang dibawakan oleh Wa Kepoh mempunyai kesan
tersendiri kepada para pendengarnya, bahasa yang
dipakai oleh Wa Kepoh saat mendongeng menggunakan
bahasa sunda sehari-hari yang dimengerti oleh orang
sunda.
Media yang dipakai oleh Wa Kepoh untuk
bercerita adalah radio. Walaupun masyarakat atau para
pendengar tidak bisa melihat bagaimana ekspresi Wa
Kepoh saat mendongeng, tetapi masyarakat yang
mendengarkan dapat merasakan dan memahami apa
yang didongengkan oleh Wa Kepoh. Bahasa, intonasi dan
penekanannya membuat para pendengar mengerti dan
dapat masuk ke dalam cerita dongeng tersebut. Efek
dramatis dari dongeng radio justru terjadi ketika duel
keras, saat sang tokoh dalam dongeng perang tanding
dengan musuh, lengkap dengan segala jurus dan ilmuilmu kanuragan. Latar suara menjadi sedemikian panas,
karena diiringi dengan musik pencak silat (kendang
rampag) musik khas budaya sunda dan juga diiringi oleh
suara-suara yang melatari tempat dimana adegan sedang
berlangsung. Ada juga pekikan menjerit, meraung,
tertawa atau malah sumpah serapah. Dalam dongeng pun
terbetik ucapan lucu yang membuat pendengar tertawa
terbahak-bahak.
Dongeng yang dibawakan oleh Wa Kepoh
setidaknya menjadi kenangan tersendiri bagi orang
sunda kala itu. Semua orang sunda mengenal dongeng
tentang kisah pendekar dari tanah sunda ini. Dari anakanak, bapak-bapak, ibu-ibu, sampai nenek dan kakek
semua mengenal dongeng Wa Kepoh. Kisah petualangan
pendekar, kasih sayang, hingga nilai-nilai kehidupan ada
dalam kisah dongeng ‘Si Rawing’.
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pola
mendongeng Wa Kepoh. Untuk mendapatkan hal
tersebut peneliti melakukan tahapan pengumpulan data
dongeng Wa Kepoh dalam seri ‘Si Rawing’, kemudian
peneliti mendengarkan dan menyimak bagaimana cara
Wa
Kepoh
membawakan
dongengnya.
Secara
epistimologis peneliti mencoba menjadi bagian dari
pendengar dongeng Wa Kepoh. Telaah hasil penelitian
akan menggunakan teori Storytelling.
Wa Kepoh menggunakan media radio sebagai
alat untuk menyampaikan dongeng dan menggunakan
metode Storytelling untuk menyampaikan cerita kepada
masyarakat. Storytelling merupakan sebuah seni
bercerita yang dapat digunakan sebagai sarana
menanamkan nila-nilai pada siapa saja yang
mendengarkan. Tujuan dari Storytelling adalah untuk
melatih daya tangkap dan konsentrasi kepada
pendengarnya, dan mempunyai manfaat sebagai sarana
yang baik dalam media pembelajaran, sarana untuk
menyampaikan ide pemikiran, mambuat ide yang
SNIPTEK 2015
disampaikan akan lebih mudah diingat kembali oleh para
pendengar.
Melalui Storytelling pendongeng tidak memaksa
pendengar mengikuti alur pikiran atau konsep. Tetapi
mengajak mereka untuk terlibat langsung membangun
pemahaman terhadap ide dengan bahasa mereka sendiri.
Dengan Storytelling, pendongeng tidak menjelaskan
tetapi
menciptakan
penerimaan.
Pendongeng
menciptakan hubungan emosional dengan pendengar
sehingga pendengar dapat lebih menerima ide pemikiran
si pendongeng. Orang yang menyampaikan cerita melalui
Storytelling harus mempunyai kemampuan Public
Speaking yang baik, memahami karakter pendengar,
meniru suara-suara, pintar mengatur nada dan inotasi.
Storytelling dapat berhasil apabila pendengar mampu
menangkap jalan cerita serta merasa terhibur. Selain itu,
pesan moral dalam cerita juga dapat diperoleh oleh
pendengar, dan dalam hal ini Wa Kepoh telah berhasil
menggunakan metode Storytelling yang ceritanya dapat
dimengerti dan menghibur bagi masyarakat yang
mendengarkan ceritanya.
Dongeng sunda merupakan salah satu
sumbangan kecil bagi pengenalan bahasa sunda, apalagi
jika dibarengi oleh pembawaan pencerita yang bercerita
dengan sangat baik sehingga bisa membuat masyarakat
ikut masuk kedalam cerita tersebut. Pada zaman
sekarang ini, dongeng sunda sudah tidak ada. Seharusnya
kita sebagai orang sunda bisa terus melestarikan salah
satu budaya lisan yaitu dongeng sunda. Kita bisa
melakukan hal yang dilakukan oleh salah satu maestro
dongeng kita yang terkenal yakni Wa Kepoh, bisa
memberikan pengetahuan melalui cerita yang
dibawakan. Sang maestro kita memang tidak tergantikan,
tetapi setidaknya kita mau berusaha belajar bagaiamana
caranya mengambil hati para pendengar dengan cerita
yang kita bawakan dari sang maestro kita.
Kita sebagai orang sunda harusnya merasa
bangga karena adanya salah satu peninggalan atau
kenang-kenangan bagi warga sunda. Tetapi kita tidak
bisa hanya berdiam diri saja, karena budaya kita telah
tercampur oleh budaya asing, dan tidak menutup
kemungkinan bahwa bangsa kita bisa mengikuti alur dari
budaya asing. Maka dari itu seharusnya kita sebagai
warga sunda harus bisa melestarikan budaya sunda.
Pentingnya hal tersebut maka penelitian ini akan
menggunakan pendekatan kualitatif karena pendekatan
kualitatif merupakan proses penelitian yang bersifat seni
(kurang terpola), hal ini juga sering disebut sebagai
penelitian naturalistic karena penelitiannya dilakukan
pada kondisi yang alamiah (natural setting) dimana
peneliti adalah instrumen kunci. Menggunakan metode
naratif karena manusia yang pada dasarnya adalah
makhluk pencerita maka peneliti ingin meneliti
bagaimana Wa Kepoh mengenalkan budaya sunda
melalui dongengnya. Paradigma yang akan dipakai yaitu
paradigma
konstruktivis
karena
peneliti
akan
mengkontruksi kembali bagaimana pola mendongeng Wa
ISBN: 978-602-72850-6-4
Kepoh yang membuat pendengarnya bisa masuk kedalam
cerita yang dibawakan oleh Wa Kepoh.
BAHAN DAN METODE
Budaya dan Tradisi Lisan
Budaya adalah suatu cara hidup yang
berkembang dan dimiliki oleh sebuah kelompok dan
diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk
dari berbagai unsur dan merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari diri manusia, sehingga banyak orang
yang cenderung menganggap bahwa budaya diwariskan
secara genetis. Budaya merupakan suatu pola
menyeluruh, bersifat kompleks, abstrak dan luas. Aspek
budaya tidak sedikit juga menentukan perilaku manusia
dalam berkomunikasi.
Budaya merupakan suatu cara hidup yang
berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok
orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya
yang ada ini terbentuk dari banyak unsur yang rumit,
termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa,
perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa,
sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak
terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang
cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis.
Ketika seseorang berusaha berkomunikasi
dengan orang-orang yang berbeda budaya dan
menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan
bahwa budaya itu dipelajari. Budaya adalah suatu pola
hidup menyeluruh, budaya bersifat kompleks, abstrak,
dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan
perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini
tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.
Kebudayaan didefinisikan sebagai keseluruhan
pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang
digunakan untuk memahami dan menginterprestasikan
lingkungan dan pengalamannya, serta menjadi landasan
bagi tingkah lakunya. Unsur kebudayaan dalam kamus
besar Indonesia berarti bagian dari suatu kebudayaan
yang dapat digunakan sebagai suatu analisi tertentu.
Dengan adanya unsur tersebut, kebudayaan lebih
mengandung makna totalitas dari pada sekedar
perjumlahan unsur-unsur yang terdapat di dalamnya.
Dalam Koentjaraningrat
(2003: 74) J.J
Honingman menyatakan bahwa ada tiga wujud
kebudayaan, yaitu:
1. Ideas
wujud tersebut menunjukkan wujud ide dari
kebudayaan, sifatnya absrak, tak dapat
diraba, dipegang ataupun difoto, dan
tempatnya ada di alam pikiran warga
masyarakat dimana kebudayaan yang
bersangkutan itu hidup. Budaya ideal
mempunyai
fungsi
mengatur,
mengendalikan, dan member arah kepada
tindakan, kelakuan dan perbuatan manusia
dalam masyarakat sebagai sopan santun.
Kebudayaan ideal ini bisa juga disebut adat
istiadat
KOM-61
SNIPTEK 2015
2.
Activities
Wujud tersebut dinamakan sistem sosial,
karena menyangkut tindakan dan kelakuan
berpola dari manusia itu sendiri. Wujud ini
bisa diobservasi, difoto dan didokmentasikan
karena dalam sistem sosial ini terdapat
aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi
dan berhubungan serta bergaul satu dengan
lainnya dalam masyarakat. Bersifat konkret
dalam wujud perilaku dan bahasa
3. Artifacts
Wujud ini disebt juga kebudayaan fisik,
dimana selurhnya merupakan hasil fisik.
Sifatnya paling konkret dan bisa diraba,
dilihat dan didokumentasikan
Kebudayaan yang dimiliki oleh suatu bangsa
merupakan keseluruhan hasil cipta, karsa, dan karya
manusia. Indonesia sendiri sebagai Negara kepulauan
dikenal dengan keberagaman budayanya, yang mana
keanekaragaman itulah menunjukkan betapa pentingnya
aspek kebudayaan bagi suatu negara. Karena jelas bahwa
kebudayaan adalah suatu identitas dan jati diri bagi suatu
bangsa dan negara.
Komunikasi verbal adalah salah sat bentuk
komunikasi yang ada didalam kehidupan manusia dalam
hubungan atau interaksi sosialnya. Pengertian
komunikasi verbal adalah bentuk komunikasi yang
disampaikan komunikator kepada komunikan dengan
lisan (oral) atau dengan tertulis (Written). Komunikasi
verbal mempunyai peran penting atau sangat besar
karena sebagian besar dengan komunikasi verbal, ideide, pemikiran atau keputsan lebih mudah disampaikan
secara verbal dibandingkan non verbal. Komunikan juga
lebih mudah memahami pesan-pesan yang disampaikan
dengan komunikasi verbal ini.
Pesan verbal hakikatnya merupakan ekspresi
symbol yang kadang memiliki variasi makna. Timbulnya
variasi makna itu biasanya disebabkan adanya
perbedaan interpretasi dari orang-orang yang berbeda
latar belakang sosial budaya. Dalam setiap bahasa, ada
sistem symbol yang digunakan untuk berkomunikasi.
(Suranto AW, 2010: 134).
Manusia sebagai makhluk sosial memiliki
kemampuan berkomunikasi menggunakan bahasa lisan
maupun tulisan. Komunikasi yang dilakukan oleh
manusia ada kalanya berupa penyampaian informasi,
baik itu berupa informasi kekinian ataupun sebagai
bentuk penyampaian informasi atas warisan masa lalu.
Dalam masyarakat yang belum mengenal tulisan, bukan
berarti mereka tidak punya kemampuan untuk merekam
dan mewariskan pengalaman masa lalunya. Walaupun
belum mengenal tulisan, akan tetapi proses pewarisan
atas pengalaman masa lalu tersbeut dilakukan secara
lisan, proses pewarisan pengalaman masa lalu secara
lisan tesebut dikenal sebagai tradisi lisan.
Tradisi lisan dapat diartikan sebagai kebiasaan
atau adat yang berkembang dalam suatu komunitas
masyarakat yang direkam dan diwariskan dari generasi
KOM-62
ISBN: 978-602-72850-6-4
ke generasi melalui bahasa lisan. Dalam tradisi lisan
terkandung kejadian-kejadian sejarah, adat istiadat,
cerita, dongeng, peribahasa, lagu, mantra, nilai moral, dan
nilai keagamaan.
Perkembangan tradisi lisan terjadi dari mulut ke
mulut sehingga menimbulkan benyak versi cerita.
Menurut Suripan Sadi Hutomo (1991: 11), tradisi lisan
itu mencakup beberapa hal, yakni:
1. Yang berupa kesusastraan lisan
2. Yang berupa teknologi tradisional
3. Yang berupa pengetahuan folklore di luar
pusat-pusat istana dan kota metropolitan
4. Yang berupa unsure-unsur religi dan
kepercayaan folklore di luar batas formal
agama-agama besar
5. Yang berupa kesenian folklore di luar pusatpusat istana dan kota metropolitan, dan
6. Yang berupa hukum adat
Pudentia dalam Suwardi Endraswara (2003:
247-249) memberikan pemahaman tentang hakikat
kelisanan (orality) sebagai berikut:
Tradisi lisan (oral tradition) mencakup segala
hal yang berhubungan dengan sastra, bahasa, sejarah,
biografi, dan berbagai pengetahuan serta jenis kesenian
lain yang disampaikan dari mulut ke mulut. Jadi, tradisi
lisan tidak hanya mencakup cerita rakyat, teka-teki,
peribahasa, nyanyian rakyat, mitologi, dan legenda
sebagaimana umumnya diduga orang, tetapi juga
berkaitan dengan system kognitif kebudayaan, seperti:
sejarah, hukum, dan pengobatan. Tradisi lisan adalah
“segala wacana yang diucapkan atau disampaikan secara
turun-menurun meliputi yang lisan dan yang beraksara”
dan diartikan juga sebagai “sistem wacana yang bukan
beraksara”. Tradisi lisan tidak hanya dimiliki oleh orang
lisan saja. Implikasi kata “lisan” dalam pasangan lisantertulis berbeda dengan lisan-beraksara. Lisan yang
pertama (oracy) mengandung maksud ‘keberaksaraan
bersuara’, sedangkan lisan kedua (orality) mengandung
maksud kebolehan bertutur secara beraksara. Kelisanan
dalam masyarakat beraksara sering diartikan sebagai
hasil dari masyarakat yang tidak terpelajar; sesuatu yang
belum dituliskan; sesuatu yang dianggap belum
sempurna atau matang, dan sering dinilai dengan kriteria
keberaksaraan.
Dalam tradisi lisan, peranan orang yang dituakan
seperti keala suku atau ketua adat sangat penting.
Mereka diberi kepercayaan oleh kelompoknya untuk
memelihara dan menjaga tradisi yang diwariskan secara
turun temurun.
Suatu kelompok masyarakat dengan nilai,
norma, tradisi, adat dan budaya yang sama mempunyai
jejak-jejak masa lampaunya. Dalam masyarakat yang
belum mengenal tulisan jejak-jejak masa lampaunya
disebarluaskan dan diwariskan secara turun temurun
kepada generasi berikutnya secara lisan sehingga
SNIPTEK 2015
menjadi bagian dari tradisi lisan. Karya-karya dalam
tradisi lisan merupakan bagian dari sebuah folklore.
Tradisi lisan berfungsi sebagai alat “mnemonik”
usaha untuk merekam, menyusun dan menyimpan
pengetahuan demi pengajaran dan pewarisannya dari
satu generasi ke generasi berikutnya. Masyarakat
pendukung tradisi lisan lebih mementingkan retorika
ceritanya daripada kebenaran faktanya. Pewarisan ini
dilakukan agar m asyarakat yang menjadi generasi
berikutnya memilki rasa kepemilikan atau mencintai
cerita masa lalunya. Tradisi lisan dalam bentuk pesanpesan verbal yang berupa pernyataan-pernyataan lisan
yang diucapkan, dinyanyikan atau disampaikan melalui
musik.
Dongeng
Menurut Kusumo (2011: 9), dongeng sering
diidentikkan sebagai suatu cerita bohong, bualan,
khayalan, atau cerita yang mengada-ada dan tidak ada
manfaatnya bahkan ada yang menganggap dongeng
sebagai cerita yang tidak masuk akal. Dongeng
merupakan bentuk sastra lama yang bercerita tentang
suatu kejadian yang penuh khayalan (fiksi) dan
disampaikan secara turun temurun dari nenek moyang
kita. Dari beragam dongeng yang ada, kita dapat
mengelompokkan dongeng sebagai dongeng yang
berhubungan dengan kepercayaan masyarakat (legenda),
dongeng yang berkaitan dengan dunia binatang (fabel),
dongeng yang berkaitan dengan fungsi pelipur lara,
dongeng yang berkaitan dengan kepercayaan nenek
moyang (mite), dongeng yang berkaitan dengan cerita
rakyat.
Pengelompokan dongeng sebagai dongeng yang
berhubungan dengan kepercayaan masyarakat menurut
Kusumo (2011: 9) yaitu:
a. Legenda: Dongeng yang menceritakan asal
mula terjadinya suatu tempat, gunung, dan
sebagainya.
Termasuk
kedalam
kelompoknya
ini
misalnya
dongeng
Tangkuban Perahu, Terjadinya Rawapening,
Asal Mula Kota Banyuwangi, dan sebagainya.
Biasanya, dongeng-dongeng semacam ini
sangat akrab di masyarakat.
b. Mite: Dongeng yang bercerita tentang dunia
dewa-dewa
dan
berkaitan
dengan
kepercayaan masyarakat. Termasuk dalam
kelompok ini misalnya dongeng Dewi Sri, Nyi
Roro Kidul, dan sebagainya.
c. Fabel: dongeng tentang kehidupan binatang
yang digambarkan dan bisa bicara seperti
manusia, biasanya bersifat sindiran, atau
kiasan. Cerita-cerita fabel sangat luwes
digunakan untuk menyindir perilaku
manusia
tanpa
membuat
manusia
tersinggung. Termasuk dalam kelompok
cerita ini antara lain Dongeng Kancil, Katak
Hendak Jadi Lembu, Tupai dan Ikan Gabus,
dan sebagainya.
ISBN: 978-602-72850-6-4
d.
e.
Pelipur Lara: Dongeng ini agak berbeda
dengan kelompok dongeng sebelumnya,
dongeng pelipur lara biasanya disajikan
sebagai pengisi waktu istirahat, dibawakan
secara romantis, penuh humor, dan sangat
menarik. Misalnya, di daerah Jawa Timur
dikenal dengan Tukang Kentrung, di
Sumatera Barat dikenal dengan sebutan Juru
Pantun, di kalangan masyarakat Betawi
dikenal adanya Sahibul Hikayat, sedangkan
di Aceh disebut Toet.
Cerita Rakyat: Pada umumnya, dongeng
yang terkait dengan cerita rakyat diciptakan
dengan suatu misi pendidikan yang penting
bagi dunia anak-anak. Misalnya, menggugah
sikap hormat terhadap orang tua, akibat
keserakahan, kedurhakaan, dan sebagainya.
Termasuk dalam kelompok dongeng ini
misalnya kisah Malinkundang, Bawang
Merah Bawang Putih, Timun Emas, dan
sebagainya.
Pada penelitian ini, peneliti mengambil cerita ‘Si
Rawing’ yang dibawakan oleh maestro dongeng Wa
Kepoh. Cerita ‘Si Rawing’ termasuk ke dalam kelompok
cerita rakyat, karena dongeng ‘Si Rawing’ menceritakan
tentang ketekunan seseorang untuk menjadi lebih kuat
dan sikap rasa hormat kepada gurunya ditunjukan di
dalam dongeng’Si Rawing’ ini.
Manfaat Mendongeng
Manfaat mendongeng dapat membantu anak
untuk berimajinasi, karena imajinasi sangat penting bagi
perkembangan daya pikir anak. Imajinasi akan
membantu anak untuk berpikir kreatif dan pikiran anak
itu akan terangsang untuk menggambarkan apa yang dia
dengar.
Seperti halnya dongeng ‘Si Rawing’ yang
menceritakan tentang kisah seorang pemuda yang
belajar bela diri untuk membantu orang-orang lemah dan
sangat patuh dan hormat kepada gurunya. Cerita ini
bermanfaat bagi pendengarnya karena didalam cerita ini
mengandung unsur hiburan dan terdapat beberapa
nasehat yang bermanfaat untuk menanamkan etika dan
nilai-nilai kehidupan.
Menurut Ki Heru Cakra (2012: 27), ada beberapa
manfaat yang akan kita peroleh dengan mendongeng,
antara lain :
1. Sebagai sarana untuk menyampaikan
nasehat dan contoh suri tauladan dari
khasanah dongeng-deongeng islami
2. Membentuk perilaku yang baik sesuai
dengan misi yang terkandung didalamnya
3. Menyampaikan ajaran agama terutama
Islam, baik sejarah Islam, kisah Nabi dan
Rasul, orang-orang sholeh dan sebagainya
4. Sebagai sarana hiburan yang sederhana,
efektif dan menarik
KOM-63
SNIPTEK 2015
Manfaat dongeng lainnya yaitu disamping
merupakan sarana hiburan, dongeng juga merupakan
sarana untuk kepentingan pendidikan. Ditinjau dari segi
kepentingan pendidikan ini, diketahui adanya beberapa
manfaat dongeng bagi anak-anak seperti yang dikutip
dari Ki Heru Cakra (2012: 27), yaitu:
1. Merangsang perkembangan berbahasa
Melalui bahasa pengantar yang disampaikan
secara baik dan benar, maka diharapkan
anak akan terbiasa untuk berbahasa
Indonesia secara baik dan benar pula
2. Merangsang perkembangan moral
Dengan menampilkan tokoh-tokoh idola
yang memiliki kualitas moral tinggi,
memunhkinkan anak untuk meniru atau
meneladani tokoh-tokoh tersebut
3. Merangsang kreativitas
Dengan menciptakan hubungan yang
dibangun lewat penyampaian dongengdongeng, maka komunikasi yang efektif bisa
dijalin antara guru dan anak
4. Memperkenalkan norma-norma
Lewat sikap dan perilaku tokoh dongeng,
kepada anak dapat diperkenalkan normanorma yang berlaku di tempat mereka
berada
Memang secara tradisional dongeng sepertinya
mudah dilakukan, asal ada dongengnya, ada yang
mendongeng, dan ada yang mendengarkan. Biasanya
dongeng turun-temurun mengenai legenda, wayang, dan
fabel. Disampaikan oleh para orang tua ketika anaknya
akan tidur, atau bisa dilakukan oleh orang yang dituakan
anak-anak di kampung itu ketika saat longgar; istirahat di
gubug sawah, atau mereka sedang istirahat bermain di
pekarangan
rumah.
Terkadang
dongeng
juga
disampaikan para guru mengaji di surau-surau, yang
terakhir ini biasanya dongengnya tentang kisah para
nabi, para aulia, atau dongeng keseharian yang dikaitkan
dengan ajaran agama.
Dongeng ‘Si Rawing’
Salah satu dongeng Sunda yang terkenal pada
jamanya yaitu dongeng ‘Si Rawing’ yang dibawakan oleh
seorang maestro dongeng di tataran sunda yaitu Wa
Kepoh. ‘Si Rawing’ adalah lelaki bernama Darma yang
kupingnya rawing (sobek) karena terkena sabetan golok
Bah Bewok saat gerombolan Bah Bewok menyerang
kampungya, tetapi Darma di selamatkan oleh kakekkakek yang bernama Ki Debleng, lalu Darma di angkat
menjadi muridnya sampai Darma tumbuh menjadi
pendekar yang tangguh dengan jurus terkenalnya yaitu
(Sapta Hasta Praja) atau jurus ilmu, ilmu karuhun. ‘Si
Rawing’ merupakan sosok yang sangat religius dan
mempunyai misi membawa nilai-nilai kehidupan
berbasis agama untuk di sebarkan kepada masyarakat.
Di dalam kisah dongeng ‘Si Rawing’ ini,
menceritakan tentang ‘Si Rawing’ yang sedang belajar
ilmu silat kepada gurunya yaitu Ki Debleng. Ki Debleng
KOM-64
ISBN: 978-602-72850-6-4
merupakan seorang guru silat yang sangat hebat dan
bijaksana serta mempunyai kepribadian yang lucu dan
menyenangkan. Serta Rawing yang selalu patuh kepada
semua perintah dari Ki Debleng sehingga ‘Si Rawing’
dapat dengan cepat menguasai ilmu-ilmu yang diberikan
oleh Ki Debleng kepadanya.
Cerita ‘Si Rawing’ ini dibacakan oleh seorang
maestro dongeng yakni Wa Kepoh. Wa Kepoh merupakan
salah satu seorang juru dongeng yang terkenal di tataran
Sunda. Selain dongeng Si Rawing, masih banyak karyakarya Wa Kepoh diantaranya Kasan Dara Sandra, Si
Buntung Jago Tutugan, Doni Ajo, Ajag Bodas, Nyi Ganting,
Marakayangan, Jaka Rentang, Si Baranyay, Lutung
Kasarung. Keistimewaan dongeng Wa Kepoh adalah pada
setiap dongeng-dongengnya, Wa Kepoh selalu
menggunakan setting pada jaman Kolonis Belanda dan
Jepang. Setiap ceritanya pun mengandung banyak
hikmah di dalamnya. Pada jaman itu Wa Kepoh menjadi
idola Warga Sunda, karena bahasa yang di pakai oleh Wa
Kepoh saat mendongeng menggunakan bahasa sunda
sehari-hari yang dimengerti oleh urang sunda.
Suara Wa Kepoh yang ngebas dan cara
mendongeng yang ekspresif begitu dikenal oleh warga
urang sunda. Semua tokoh di dongeng Wa Kepoh
semuanya di bawakan oleh Wa Kepoh sendiri. Karena Wa
Kepoh juga bisa menirukan segala rupa suara, dia mahir
menirukan suara perempuan cantik Nyi Centring Manik,
suara Meunir Belanda dan juga pandai suara medok
Orang Jawa.
Wa Kepoh
Wa Kepoh yakni seorang maestro dongeng yang
terkenal di kancah budaya Jawa Barat. Suaranya yang
khas dan cara mendongeng yang ekspresif dan juga bisa
menirukan segala rupa suara membuat Wa Kepoh begitu
dikenal oleh warga Bandung atau orang sunda. Wa Kepoh
mahir menirukan suara perempuan cantik Nyi Centring
Manik atau suara Meunir Belanda dan juga pandai suara
medok orang Jawa. Cerita dongeng Wa Kepoh
menceritakan kehidupan sehari-hari orang sunda.
Keistimewaan dongeng Wa Kepoh adalah pada
setiap dongeng-dongengnya, Wa Kepoh selalu
menggunakan setting pada jaman Kolonis Belanda dan
Jepang, dan ceritanya mengandung banyak hikmah. Wa
Kepoh menjadi idola orang sunda pada zamannya, karena
bahasa yang ia pakai saat mendongeng menggunakan
bahasa sunda sehari-hari. Pad akhir dongengnya, Wa
Kepoh selalu menutup dongengnya dengan kata
“Eleuh….waktosna parantos seep….” yang membuat para
pendengarnya
penasaran akan lanjutan cerita
berikutnya.
Menurut Wa Kepoh, dongeng adalah media
pendidikan yang baik untuk mengajarkan nilai-nilai
kehidupan. Mungkin pada zaman sekarang sudah
berubah, tetapi media dongeng bisa dikembangkan
dalam media lain dimana masyarakat bisa menggali
khazanah lokalitas.
Wa Kepoh mempunyai banyak sekali karya
cerita dongeng yang dia bawakan di acara radio pada
SNIPTEK 2015
jaman itu. Diantaranya Kasan Dara Sandra, Si Buntung
Jago Tutugan, Doni Ajo, Ajag Bodas, Nyi Ganting,
Marakayangan, Jaka Rentang, Si Baranyay, Lutung
Kasarung, dan yang paling terkenal dari dongeng Wa
Kepoh adalah dongeng Si Rawing. Dalam hal ini, Wa
Kepoh menyatakan bahwa selain sebagai sarana hiburan,
dongeng “Si Rawing” telah menjadi sumbangan kecil bagi
pengenal bahasa sunda kepada masyarakat.
Dongeng yang dibawakan oleh Wa Kepoh
setidaknya menjadi kenangan tersendiri bagi urang
sunda kala itu. Dimana-mana orang sunda hampir semua
mengenal dongeng tentang kisah pendekar dari tanah
sunda ini yaitu ‘Si Rawing’. Dari anak-anak, bapak-bapak,
ibu-ibu, sampai nenek dan kakek semua mengenal
dongeng ‘Si Rawing’ yang di bawakan oleh Wa Kepoh.
Kisah petualangan pendekar, kasih sayang, hingga nilai
kehidupan ada dalam kisah dongeng ‘Si Rawing’.
Media Massa
Istilah media massa memberikan gambaran
mengenai alat komunikasi yang bekerja dalam berbagai
skala, mulai dari skala terbatas hingga dapat mencapai
dan melibatkan siapa saja dalam masyarakat, dalam skala
yang sangat luas. Istilah media massa mengacu kepada
sejumlah media yang telah ada sejak puluhan tahun yang
lalu tetap digunakan hingga saat ini seperti surat kabar,
majalah, film, radio, televisi, dan internet.
Karakteristik media massa menurut Denis
McQuail dalam Morissan (2013: 480) :
“Media massa memiliki sifat atau karakteristik
yang mampu menjangkau massa dalam jumlah
besar dan luas (universality of reach), bersifat
publik dan mampu memberikan popularitas
kepada siapa saja yang muncul di media massa.
Karakteristik media tersebut memberikan
konsekuensi bagi kehidupan politik dan budaya
masyarakat kontemporer dewasa ini”.
Dari perspektif politik, media massa telah
menjadi elemen penting dalam proses demokratisasi
karena menyediakan arena dan saluran bagi debat
publik, menjadi calon pemimpin politik dikenal luas
masyarakat dan juga berperan menyebarluaskan
berbagai informasi dan pendapat. Dari perspektif budaya,
media massa telah menjadi acuan utama untuk
menentukan definisi-definisi terhadap suatu perkara dan
media massa memberikan gambaran atas realitas sosial.
Media massa juga menjadi perhatian utama masyarakat
untuk mendapatkan hiburan dan menyediakan
lingkungan budaya bersama bagi semua orang.
Peran media massa yang besar tersbut
menyebabkan media massa telah menjadi perhatian
penting masyarakat bahkan sejak kemunculannya
pertama kali. Media massa telah menjadi objek perhatian
dan objek peraturan (regulasi). Media massa juga
menjadi objek penelitian hingga menghasilkan berbagai
teori komunikasi massa.
Radio
ISBN: 978-602-72850-6-4
Radio adalah teknologi yang digunakan untuk
pengiriman sinyal dengan cara modulasi dan radiasi
elektromagnetik
(gelombang
elektromagnetik).
Gelombang ini melintas dan merambat melalui udara dan
bisa juga merambat lewat ruang angkasa yang hampa
udara.
Pada penelitian ini, peneliti mengambil dongeng
radio yang hanya bisa digunakan dengan bahasa lisan
yang sifatnya satu arah. Pendengar hanya bisa
mendengarkan suara tanpa bisa melihat bagaimana
ekspresi yang dibawakan oleh pendongeng.
Muhammad Mufid (2010: 25), mendefinisikan
radio sebagai berikut :
“Radio adalah tekonologi yang digunakan untuk
pengiriman sinyal dengan cara modulasi dan
radiasi
elektromagnetik
(gelombang
elektromagnetik). Gelombang ini melintas dan
merambat melalui udara dan bias juga
merambat melalui ruang angkasa yang hampa
udara, karena gelombang ini tidak memerlukan
medium pengangkut (seperti molekul udara).
Perkembangan radio dimulai dari penemuan
phonograph (gramofon), yang juga bisa digunakan untuk
memainkan rekaman, oleh Edison pada tahun 1877. Pada
saat yang sama James Clerk Maxwell dan Helmholtz
Hertz melakukan eksperimen elektromagnetik untuk
mempelajari fenomena yang kemudian dikenal sebagai
gelombang radio. Keduanya menemukan bahwa
gelombang radio merambat dalam bentuk bulatan, sama
seperti ketika kita menjatuhkan sesuatu pada air yang
tenang. Riak gelombang yang dihasilkan akibat benda
yang jatuh tersebut secara sederhana dapat
menggambarkan bagaimana gelombang radio merambat.
Jumlah gelombang radio diukur dengan satuan Hertz.
Sebagai unsur dari proses komunikasi, dalam hal
ini radio sebagai media massa mempunyai ciri dan sifat
yang berbeda dengan media massa lainnya. Penyampaian
pesan melalui radio siaran dilakukan dengan
menggunakan bahasa lisan. Keuntungan radio siaran bagi
komunikan adalah sifatnya yang santai. Masyarakat bisa
menikmati acara siaran radio saat sedang makan, tidurtiduran, bekerja, bahkan sedang mengemudikan
kendaraan.
Karena
sifatnya
yang
auditori,
untuk
didengarkan lebih mudah untuk menyampaikan pesan
dalam bentuk cara yang menarik. Penyajian hal yang
menarik dalam rangka penyampaian suatu pesan adalah
penting, karena publik sifatnya selektif. Radio merupakan
sumber informasi yang kompleks mulai dari fungsi
tradisional, penyampaian berita dan informasi,
perkembangan ekonomi, pendongkrak popularitas,
hingga propaganda politik dan ideologi. Bagi
pendengarnya radio adalah teman, sarana komunikasi,
sarana imajinasi, dan pemberi informasi.
Daya pikat untuk melancarkan pesan ini penting,
artinya dalam proses komunikasi terutama melalui
KOM-65
SNIPTEK 2015
media massa, disebabkan sifatnya satu arah (one way
traffic communication). Komunikasi hanya dari
komunikator kepada komunikan. Komunikator tidak
mengetahui tanggapan komunikan. Kelemahan ini bagi
radio ditambah lagi dengan sifatnya yang lain, yakni
“sekilas dengar”.
Pesan yang sampai pada khalayak hanya sekilas
saja, begitu terdengar begitu hilang. Pendengar tidak
mengerti atau ingin memperoleh penjelasan lebih jauh,
tidak mungkin meminta kepada penyiar untuk
mengulang lagi. Radio merupakan alat komunikasi yang
menggunakan saluran bahasa dan bersifat masal. Radio
juga dapat meningkatkan imajinasi dengan berbagai
persepsi pendengar itu sendiri dan dapat menciptakan
“theatre of mind”.
Kajian Teori
Storytelling
Storytelling dapat dikatakan sebagai cabang dari
ilmu sastra yang paling tua sekaligus yang terbaru.
Meskipun tujuan dan syarat-syarat dalam storytelling
berganti dari abad ke abad, dan dari kebudayaan satu ke
kebudayaan lain, storytelling berkelanjutan untuk
memenuhi dasar yang sama dari kebutuhan-kebutuhan
secara sosial dan individu. Perilaku manusia nampaknya
mempunyai impuls yang dibawa sejak lahir untuk
menceritakan perasaan dan pengalaman-pengalaman
yang mereka alami melalui bercerita. Cerita dituturkan
untuk menciptakan kesan pada dunia.
Menurut Pellowski dalam Boltman (2001: 1)
mendefinisikan storytelling sebagai berikut:
“Storytelling sebagai sebuah seni atau seni dari
sebuah keterampilan bernarasi dari cerita-cerita
dalam bentuk syair atau prosa, yang
dipertunjukan atau dipimpin oleh satu orang di
hadapan audience secara langsung dimana cerita
tersebut dapat dinarasikan dengan cara
diceritakan atau dinyanyikan, dengan atau tanpa
musik, gambar, ataupun dengan iringan lain
yang mungkin dapat dipelajari secara lisan, baik
melalui sumber tercetak, ataupun melalui
sumber rekaman mekanik”.
Kegiatan storytelling ini penting untuk dilakukan
terutama dalam masa tumbuh kembang anak. Selain itu,
mendongeng memiliki banyak manfaat bukan hanya bagi
anak tetapi juga bagi orang yang mendongengkannya.
Storytelling adalah cara yang dilakukan untuk
menyampaikan suatu cerita kepada para pendengar atau
audience baik dalam bentuk kata-kata, gambar, foto,
maupun suara. Storytelling juga bisa disebut sebagai
teknik menyampaikan sebuah cerita dengan cara
mendongeng. Storytelling menggunakan kemampuan
penyaji untuk menyampaikan sebuah cerita dengan gaya,
intonasi, dan alat bantu yang dapat menarik minat
pendengar.
Storytelling atau mendongeng sudah dikenal
sejak zaman dahulu hingga saat ini. Mendongeng
sebenarnya merupakan kegiatan yang sudah mengakar,
biasanya dari orang tua yang menceritakan kepada anak-
KOM-66
ISBN: 978-602-72850-6-4
anaknya sebelum tidur. Sama halnya dengan penelitian
yang peneliti ambil mengenai dongeng ‘Si Rawing’ yang
pada zaman dahulu sangat terkenal bahkan disemua
kalangan umur. Penyajian storytelling yang digunakan
pendongeng Wa Kepoh dikemas sangat menarik sehingga
membuat para pendengarnya hanyut kedalam cerita
tersebut.
Metodelogi Penelitian
Didalam melakukan penelitian, diperlukan
metode penelitian untuk mengetahui dan meneliti secara
sistematis untuk memahami dan memecahkan suatu
masalah tertentu. Menurut Nasir (1988:51), “Metode
penelitian merupakan cara utama yang digunakan
peneliti untuk mencapai tujuan dan menentukan jawaban
atas masalah yang diajukan.
Creswell
dalam
Herdiansyah
(2011:8)
mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai :
Qualitative research is an inquiry process of
understanding based on distinct methodological
traditions of inquiry that explore a social or human
problem. The researcher builds a complex, holistic
picture, analizes word, report detailed views of
informants, and conducts the study in a natural
setting”.
Creswell menyatakan bahwa penelitian kualitatif
adalah suatu proses penelitian ilmiah yang lebih
dimaksudkan untuk memahami masalah-masalah
manusia dalam konteks sosial dengan menciptakan
gambaran menyeluruh dan kompleks yang disajikan,
melaporkan pandangan terperinci dari para sumber
informasi, serta dilakukan dalam setting yang alamiah
tanpa adanya intervensi apapun dari peneliti.
Metode penelitian kualitatif sering disebut
metode penelitian naturalistik (naturalistic research),
karena penelitian dilakukan dalam kondisi yang alamiah
(natural setting). Disebut juga penelitian etnografi,
karena pada awalnya metode ini banyak digunakan
untuk penelitian bidang antropologi budaya. Selain itu
disebut sebagai metode kualitatif karena data yang
terkumpul dan dianalisis lebih bersifat kualitatif.
Pada penelitian kualitatif, penelitian dilakukan
pada objek yang alamiah, maksudnya objek yang
berkembang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti
dan kehadiran peneliti tidak begitu mempengaruhi
dinamika pada objek tersebut.
Sebagaimana dikemukakan dalam penelitian
kualitatif instrumennya adalah peneliti itu sendiri
(humane instrument). Untuk dapat menjadi instrumen
maka peneliti harus memiliki bekal teori dan wawasan
yang luas, sehingga mampu bertanya, menganalisis, dan
mengkonstruksi situasi sosial yang diteliti menjadi lebih
jelas dan bermakna.
KESIMPULAN
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan
penelitian kualitatif karena peneliti ingin benar-benar
memahami masalah-masalah yang ada dalam konteks
sosial mengenai bagaimana pola mendongeng Wa Kepoh
SNIPTEK 2015
ISBN: 978-602-72850-6-4
yang bisa membuat para pendengarnya bisa masuk
kedalam cerita yang di bawakan oleh Wa Kepoh dan
seolah-olah cerita itu benar adanya. Peneliti melakukan
penelitian ini dengan kondisi yang alamiah dan peneliti
berperan sebagai instrumen kunci dengan bantuan orang
lain dalam mengumpulkan data. Peneliti menggunakan
pendekatan kualitatif untuk menggali informasi sedalam
mungkin pada latar yang alami sehingga data yang
diperoleh benar-benar murni tanpa rekayasa.
Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Pendidikan :
Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D
REFERENSI
Afsandiyar, Andi Yudha, 2007. Cara Pintar Mendongeng,
Jakarta : Mizan
Boltman, Angela, 2001. “Children’s Storytelling
Technologies: Differences in Ellaboration and
Recall”. http://itiseer.1st.psu.edo/563253.html
Cakra, Ki Heru, 2012. Mendongeng Dengan Mata Hati.
Surabaya : Mumtaz
Eriyanto, 2013. Analisis Naratif (Dasar-dasar dan
Penerapannya dalam Analisis Teks Berita Media),
Bandung : Kencana
Harimanto, Winarno, 2009. Ilmu Sosial Budaya Dasar,
Jakarta : Bumi Aksara
Herdiansyah, Haris, 2011. Metodelogi Penelitian Kualitatif
untuk Ilmu Sosial, Jakarta : Salemba Humanika
Hutomo, Suripan Hadi, 1991. Mutiara yang Terlupakan:
Pengantar Studi Sastra Lisan, Jawa Timur : HISKI
Kusumastuti, Frida, Antoni, Nurudin, 2012. Hukum Media
Massa, Banten : Universitas terbuka
Morissan, 2013. Teori Komunikasi Individu Hingga Masa,
Jakarta : Kencana
Mufid, Muhammad, 2010. Komunikasi dan Regulasi
Penyiaran, Jakarta : Kencana
Rasadi, Ruslan, 2003. Metode Penelitian Publik Relations
dan Komunikasi, Jakarta
Sobur, Alex, 2014. Komunikasi Naratif (Paradigma,
Analisis, dan Aplikasi), Bandung : Remaja
Rosdakarya
Stokes, Jane, 2003. How To Do Media and Cultural Studies
(Panduan untuk Melaksanakan Penelitian dalam
Kajian Media dan Budaya), Yogyakarta : Bentang
Sugiyono, 2013. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif
dan R&D, Bandung : Alfabeta
KOM-67
SNIPTEK 2015
KOM-68
ISBN: 978-602-72850-6-4
Download