PENDIDIKAN AKHLAK TASAWUF MENURUT SYAIKH ABDULLAH BIN HUSAIN BA’ALAWI (TELAAH KITAB SULLAM TAUFIQ) SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam Oleh MUHAMMAD IMAM HANIF NIM 11111150 FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2015 i ii KEMENTERIAN AGAMA RI INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA Jl. Tentara Pelajar 02 Phone (0298) 323706 Salatiga 50721 Wibsite : www.iainsalatiga.ac.id Email : [email protected] Drs. H. Ahmad Sulthoni, M.Pd. Dosen IAIN Salatiga NOTA PEMBIMBING Lamp : 4 eksemplar Hal : Naskah skripsi : Saudara Muhammad Imam Hanif Kepada Yth. Rektor IAIN Salatiga Di Salatiga Assalamualaikum. Wr. Wb. Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini, kami kirimkan naskah skripsi saudara: Nama : Muhammad Imam Hanif Nim : 111 11 150 Fakultas : Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) Jurusan : Pendidikan Agama Islam (PAI) Judul : Pendidikan Akhlak Tasawuf Menurut Syaikh Abdullah Bin Husain Ba‟alawi (Telaah Kitab Sullam Taufiq) Dengan ini kami mohon skripsi saudara tersebut di atas supaya segera dimunaqosahkan. Demikian agar menjadi perhatian. Wassalamualaikum. Wr. Wb. Salatiga, 9 Agustus 2015 Drs. H. Ahmad Sultoni, M.Pd. NIP. 19681104 200003 1001 iii KEMENTERIAN AGAMA RI INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN Jl. Tentara Pelajar 02 Phone (0298) 323706 Salatiga 50721 Wibsite : www.iainsalatiga.ac.id Email : [email protected] SKRIPSI PENDIDIKAN AKHLAK TASAWUF MENURUT SYAIKH ABDULLAH BIN HUSAIN (TELAAH KITAB SULLAM TAUFIQ) DISUSUN OLEH: MUHAMMAD IMAM HANIF NIM : 111 11 150 Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada tanggal 29 Agustus 2015 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana S1 Kependidikan Islam. Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Mufiq, S.Ag., M.Phil. __________________ Sekretaris Penguji : Drs. H. Ahmad Sultoni, M.Pd. __________________ Penguji I : Dr. H. Muh. Saerozi, M.Ag. __________________ Penguji II : Drs. A. Bahrudin, MA. __________________ Salatiga, 29 Agustus 2015 Dekan FTIK IAIN Salatiga Suwardi, M.Pd. NIP: 19670121 199903 1 002 iv DEKLARASI Saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : MUHAMMAD IMAM HANIF NIM : 111 11 150 Fakultas : Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) Jurusan : Tarbiyah Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, peneliti menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan atau karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah. Demikian deklarasi ini dibuat oleh penulis untuk dapat dimaklumi. Salatiga, 9 Agustus 2015 Penulis Muhammad Imam Hanif NIM: 111 11 150 v MOTTO BBM (Belajar, Berjuang dan Manfaat) vi PERSEMBAHAN Dengan penuh ketulusan hati, saya persembahkan skripsi ini untuk: 1. Allah SWT, semoga menjadi amal jariyah di sisi-Nya. 2. Nabi Muhammad SAW, semoga menjadi bukti kecil tanda kecintaanku kepada Baginda Nabi SAW. 3. Keluarga yang aku cintai. Bapak K.H. Abdul Choliq (Alm) telah banyak menunjukkan jalan rahasia ma‟rifat. Ibu Nyai Hj. Siddiqoh (Almh) yang telah menunjukkan jalan perjuangan. Kakak tercinta Fauzi Al Hidayat yang selalu menjaga penuh kasih sayang. Ibu Hj. Ninik Lestari yang berkenan mendampingi. 4. Simbah K.H. Munawir Munajat Al Hafidz dan simbah K.H. Maslikhudin Yazid, beliau-beliau mursyid Thoriqoh Qadariyyah wa Naqsyabandiyah yang telah membimbing ruhaniyahku dalam pengajian lapanan Su‟biyah Jam‟iyyah Ahlith Thoriqoh Al Mu‟tabaroh An Nahdliyyah Kota Salatiga. Beserta seluruh jama‟ahnya. 5. Sahabat-sahabatku alumni SMA N 1 Salatiga yang menjadi motivatorku untuk selalu maju saat kemalasan datang melanda. 6. Sahabat-sahabatku IAIN Salatiga dari berbagai angkatan. 7. Keluarga besar dan teman-teman seperjuanganku di kampus yaitu kelas PAI D angkatan tahun 2011, kelompok PPL, kelompok KKN. 8. Seluruh orang Islam yang senantiasa mendo‟akanku. vii KATA PENGANTAR Asslamu‟alaikum Wr. Wb Bismillahir rohmanir rohim. Alhamdulillah, Allahumma sholli „ala sayyidina Muhammad. Segala puji syukur harus penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa membanjiri penulis dengan kasih sayang, melimpahkan rahmat, memberikan petunjuk, dan memberikan kemudahan dalam penulisan skripsi ini. Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Semoga penulis dan pembaca diridloi Allah mendapatkan syafa‟at beliau terutama di hari kiamat nanti. Penulisan skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar kesarjanaan dalam Ilmu Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Disamping tujuan mulia tersebut, penulisan ini dimaksudkan untuk amal jariyah kepada pendidikan Islam di Indonesia dengan harapan dapat membantu mencetak generasi bangsa yang selalu dekat dengan Sang Pencipta. Skripsi ini dapat selesai berkat limpahan hidayah Allah melalui dukungan, bantuan dan bimbingan hamba-hamba yang dekat dengan Allah oleh karena itu perkenankan penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga. 2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan FTIK IAIN Salatiga 3. Siti Rukhayati, M.Ag. selaku ketua jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI). viii 4. Bapak Drs. H. Ahmad Sultoni, M.Pd. sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah ikhlas memberikan bimbingan spritual sehingga penulisan skripsi ini semakin memiliki ruh dalam setiap kata yang dicantumkan. 5. Dra. Ulfah Susilawati, M.Si. selaku pembimbing akademik. 6. Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini. 7. Bapak, ibu dan kakakku tercinta. Tak lupa kepada saudara-saudara yang senantiasa memberikan dukungan dalam berbagai hal. 8. Semua pihak yang selalu mendo‟akan penulis agar dapat menyelesaikan skripsi ini. Dengan segala kekurangan diri, penulis mendo‟akan beliau-beliau supaya Allah SWT senantiasa memberikan keridloan di dunia hingga akhirat kelak. Semoga tulisan sederhana ini diterima Allah sebagai amal jariyah. Akhirnya dengan tulisan ini semoga dapat memberi manfaat bagi penulis dan para pembaca sekalian. Wassalamu‟alaikum Wr. Wb Salatiga, 9 Agustus 2015 Penulis Muhammad Imam Hanif NIM: 111 11 150 ix ABSTRAK Hanif, Muhammad Imam. 2015. Pendidikan Akhlak Tasawuf Menurut Syaikh Abdullah Bin Husain Ba‟alawi (Telaah Kitab Sullam Taufiq). Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK). Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI). Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dosen Pembimbing: Drs. H. Ahmad Sultoni, M.Pd. Kata kunci: Pendidikan Akhlak Tasawuf dan Kitab Sullam Taufiq Akhlak yang ditunjukkan oleh para pelajar semakin lama semakin merosot. Hal tersebut menjadi perhatian khusus bagi pemerhati pendidikan di Indonesia. Demi terwujudnya pelajar yang berakhlakul karimah maka diadakan penelitian terhadap kitab Sullam Taufiq karya Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi. Disusun tiga rumusan masalah untuk mengetahui lebih dalam lagi tentang pendidikan akhlak tasawuf buah pikiran Syaikh Abdullah bin Husain, yaitu: (1) Bagaimana konsep pendidikan akhlak tasawuf menurut Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi? (2) Bagaimana implikasi pendidikan akhlak tasawuf menurut Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi di masyarakat Indonesia? Dalam rangka menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini menggunakan penelitian kepustakaan (library research). Metode yang digunakan dalam penelitian ini ada dua, yakni metode deduktif untuk menemukan ilmu baru dengan cara mengulas ilmu pengetahuan secara umum ke arah yang lebih spesifik lagi. Metode kedua menggunakan metode induktif. Metode yang menjelaskan berbagai permasalahan khusus dengan diakhiri dengan kesimpulan yang umum. Berdasarkan hasil penelitan ini, maka dapat kami simpulkan bahwa: (1) Konsep pendidikan akhlak tasawuf tersebut adalah adanya hubungan antara ilmu tauhid, fiqh, dan tasawuf. (2) Pendidikan akhlak tasawuf yang diajarkan oleh Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi relevan diterapkan di Indonesia. Dengan penerapan pemikiran Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi tentang pendidikan akhlak tasawuf diharapkan terwujudnya manusia Indonesia yang berakhlak mulia. x DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ........................................................................ i LEMBAR BERLOGO ..................................................................... ii HALAMAN NOTA PEMBIMBING .............................................. iii PENGESAHAN KELULUSAN ...................................................... Iv PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ....................................... V MOTTO ............................................................................................ Vi PERSEMBAHAN.............................................................................. Vii KATA PENGANTAR ...................................................................... Viii ABSTRAK ........................................................................................ X DAFTAR ISI ..................................................................................... Xi DAFTAR BAGAN DAN TABEL.................................................... Xiv DAFTAR LAMPIRAN .................................................................... Xiv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.......................................................... 1 B. Rumusan Masalah................................................................... 10 C. Tujuan Penelitian.................................................................... 10 D. Kegunaan Penelitian ............................................................... 10 E. Penegasan Istilah .................................................................... 10 F. Metode Penelitian.................................................................... 13 G. Sistematika Penulisan Skripsi ............................................... 15 xi BAB II BIOGRAFI A. Biografi Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi...................... 17 B. Biografi Pendidikan Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi... 19 C. Latar Belakang Penulisan Kitab Sullam Taufiq ..................... 20 D. Karya-Karya Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi.............. 22 BAB III SISTEMATIKA KITAB DAN DISKRIPSI PEMIKIRAN SYAIKH ABDULLAH BIN HUSAIN BA’ALAWI TENTANG PENDIDIKAN AKHLAK TASAWUF A. Sistematika Penulisan Kitab Sullam Taufiq............................ 23 B. Konsep Pendidikan Akhlak Tasawuf Menurut Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi................................................ 27 C. Penerapan Pendidikan Akhlak Tasawuf Menurut Syeikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi................................................ 29 BAB IV ANALISIS DAN RELEVANSI PEMIKIRAN SYAIKH ABDULLAH BIN HUSAIN BA’ALAWI TENTANG PENDIDIKAN AKHLAK TASAWUF DALAM KITAB SULLAM TAUFIQ A. Analisis Pemikiran Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi Tentang Pendidikan Akhlak Tasawuf..................................... xii 45 B. Relevansi Pendidikan Akhlak Tasawuf Menurut Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi................................................ 78 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan............................................................................. 100 B. Saran........................................................................................ 102 C. Penutup.................................................................................... 103 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 104 LAMPIRAN-LAMPIRAN xiii DAFTAR BAGAN DAN TABEL BAGAN 3.1 TABEL 4.1 Hubungan ilmu tauhid, ilmu fiqh, dan ilmu tasawuf..................................................................... 29 Unsur-unsur dalam akhlak tasawuf......................... 60 DAFTAR LAMPIRAN-LAMPIRAN LAMPIRAN 1 PEDOMAN TRANSLITERASI LAMPIRAN 2 DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN 3 LEMBAR KONSULTASI LAMPIRAN 4 SKK xiv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan Negara yang besar dan dikaruniai dengan berbagai kenikmatan oleh Allah SWT. Kesadaran tersebut telah mengantarkan para leluhur Bangsa untuk membangun Indonesia dengan fondasi yang kokoh. Fondasi atau dasar Negara tersebut tertuang dalam lima sila yang disebut Pancasila. Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia bersifat final dan mengikat bagi seluruh penyelenggara Negara dan seluruh warga Negara Indonesia (MPR, 2013: 88). Sila “Ketuhanan Yang Maha Esa” merupakan sila pertama dan utama yang menerangi keempat sila lainnya (MPR, 2013:91). Sila pertama tersebut sebagai tanda yang jelas bahwa Indonesia merupakan Negara yang berasas Ketuhanan. Indonesia dibangun dengan nilai-nilai Agama. Sila “Ketuhanan Yang Maha Esa” mencakup suasana batiniah dari Negara Indonesia. Dengan demikian, setiap warga Negara Indonesia harus menanamkan, menghayati, dan melaksanakan Pancasila terutama sila pertama. Nilai sila “Ketuhanan Yang Maha Esa” ditanamkan dalam hati setiap warga Negara Indonesia secara mendalam. Di dalam Islam nilai tersebut terdapat dalam ketauhidan. Tertuang dengan jelas dalam kalimat syahadat tauhid, bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah. Kalimat 1 syahadat tauhid bukan hanya terucap di lisan namun juga tertanam dalam hati setiap muslim. Sebuah keyakinan mendasar yang harus tertanam dengan kuat dalam hati setiap muslim. Allah SWT telah menerangkan dengan sangat jelas di dalam Al-Qur‟an: Artinya: “dan Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah [2]: 163). Artinya: “Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya.” (QS. Ali-Imran [3]: 2). Penanaman Tauhid sangat mempengaruhi keimanan seseorang. Menjadi tugas setiap individu Umat Islam untuk menjaga dan meningkatkan kualitas iman. Peningkatan kualitas iman sangat berpengaruh terhadap bertambahnya ilmu pengetahuan yang dimiliki. Ilmu dan iman memiliki hubungan yang erat. Ilmu yang diamalkan akan semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT. Syaikh Abdul Qadir al-Jailani mengatakan, “Ilmu yang diamalkan akan mendekatkan dirimu kepada Allah, Dzat Yang Menurunkan ilmu.” (AlJailani, 2013:27). Tanpa iman manusia tak punya arah tujuan, dan tanpa ilmu manusia tak punya alat meraih tujuan. 2 Rasulullah SAW menuntun setiap umatnya untuk bersemangat menuntun ilmu. Sebagai pembakar semangat jiwa, Rasulullah SAW mewajibkan setiap muslimin dan muslimat untuk mencari ilmu. Pencarian tersebut tidak hanya terbatas dalam satu kurun waktu, namun selama hidup di dunia. Maka menjadi sebuah kewajaran bila ilmu sangat mempengaruhi kualitas iman seseorang hingga Rasulullah SAW mewajibkannya. Sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT sebagaimana yang telah dikatakan oleh Syaikh Abdul Qadir al-Jailani tersebut. Penguasaan ilmu menjadi sasaran utama bagi Bangsa Indonesia. Sasaran utama sebagai pembangkit SDM (Sumber Daya Manusia) demi mencapai kemajuan dalam berbagai bidang kehidupan; sosial, politik, ekonomi, teknologi, dan lain-lain. Para pejabat Negara Indonesia memahami bahwa ujung tombak untuk mencapai kemajuan adalah dengan ilmu melalui dunia pendidikan. Dunia pendidikan sebagai wadah yang strategis untuk mewujudkan SDM yang berkualitas. Negara menempuh berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan salah satunya adalah pendidikan berkarakter. Sebagai wujud pelaksanaan Pembukaan UUD 1945 untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan berkarakter telah menjadi kajian utama diberbagai forum pendidikan Indonesia. Mencapai kualitas SDM meliputi kualitas badaniah dan kualitas rohaniah. Kemajuan dalam ranah akal dan spiritual. Pendidikan di Indonesia dengan berbagai bentuk kurikulum tidak akan bisa lepas dari 3 nilai-nilai luhur spiritual. Mengingat bahwa ideologi Bangsa adalah Pancasila. Pendidikan karakter ditempuh dalam rangka mewujudkan Indonesia yang maju serta bermoral tinggi. Pendidikan karakter berpengaruh secara langsung bagi Pendidikan Agama Islam (PAI). PAI menjadi jalan strategis untuk menanamkan karakter kepada setiap individu warga Indonesia. Pelajaran akhlak menjadi bahan pembelajaran yang diutamakan. Akhlak ditanamkan agar setiap warga memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi. Mewujudkan SDM Indonesia yang berakhlak karimah bukanlah hal yang mudah. Terdapat delapan belas (18) nilai karakter yang ingin ditanamkan dari pendidikan karakter, yakni religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggungjawab. Pendidikan karakter diharapkan dapat menjawab tantangan zaman. Indonesia sejalan dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih telah kehilangan berbagai nilai-nilai luhur Bangsa. Pendidikan karakter diharapkan dapat mengembalikan nilai-nilai luhur tersebut. Namun terdapat satu fokus yang kemudian hilang dari pendidikan. Fokus tersebut adalah ruh pendidikan. Dengan berbagai tuntutan pencapaian dalam pendidikan karakter menyebabkan pendidikan Indonesia secara tidak sadar pelan tapi pasti semakin kehilangan ruh pendidikan. Delapan belas (18) nilai karakter yang 4 menjadi tujuan pencapaian pendidikan karakter merupakan akhlak karimah. Namun akhlak yang tampak seakan hanya wujud dari formalitas pelaksanaan pendidikan brebasis karakter. Islam menjunjung tinggi akhlak. Bukan hanya sekedar akhlak secara perbuatan (lahiriah) namun akhlak yang bertauhid. Akhlak yang bertauhid merupakan suatu hal yang lebih menukik daripada akhlak. Semua ini tertuang dalam ilmu Tasawuf. Sebagaimana telah diutarakan oleh K.H. Said Aqil Siroj (2012: 65), “Bertasawuf merupakan upaya penyempurnaan wujud keruhanian manusia. Dalam bahasa Agama disebut itmamul akhlaq (penyempurnaan akhlak).” Indonesia telah mengalami degradasi moral yang sangat mengkhawatirkan. Korupsi, perzinahan, perjudian, pembunuhan, dan tindak kriminal lainnya telah meraja lela diberbagai pelosok Indonesia. Kenyataan yang terjadi tersebut, menyadarkan untuk kembali menanamkan moralitas kepada setiap warga Indonesia. Penanaman mulai dini diharapkan dapat efektif memperbaiki moral anak Bangsa. Peran pendidikan menjadi sangat penting. Pendidikan menjadi fokus utama bagi kesuksesan penanam moralitas Bangsa. Tasawuf memiliki peran yang sangat penting untuk mendukung kesuksesan tersebut. Hati yang bersih akan mewujudkan manusia berperilaku mulia, begitu pula sebaliknya. Tasawuf ialah ilmu qulub, ilmu mengolah hati (Siroj, 2012: 69). Dengan demikian, tasawuf sangat tepat untuk mewujudkan Indonesia yang berakhlak mulia. 5 Dalam perkembangannya ilmu tasawuf dispesifikkan dalam akhlaktasawuf. Akhlak-tasawuf dimaksudkan agar ilmu tasawuf dikerucutkan pada persoalan akhlak secara lebih mendalam. Akhlak yang timbul dari pancaran hati yang bersih. Akhlak bukan hanya sebagai penghias perilaku lahiriah, namun akhlak yang benar-benar timbul sebagai pancaran hati yang bersih (akhlak-tasawuf). Akhlak-tasawuf sangat diperlukan oleh Indonesia, terutama bagi dunia pendidikan. Pendidik dan peserta didik memiliki peran yang penting dalam pendidikan. Peserta didik sebagai obyek dan pendidik sebagai subyek pendidikan. Keduanya haruslah memiliki akhlak yang bersumber dari hati nurani. Akhlak-tasawuf membantu pendidik dan peserta didik untuk memunculkan akhlak yang bersumber dari hati. Pendidik menjadi pentransfer ilmu yang ikhlas dari hati yang jernih. Peserta didik sebagai penerima ilmu dengan hati yang jernih pula. Hati yang jernih menimbulkan akhlak yang murni, di sinilah akhlak-tasawuf berperan. Hati manusia memiliki dua pintu. Pintu yang pertama terbuka untuk makhluk dan pintu yang kedua terbuka untuk Allah. Dalam hal ini, manusia terbagi ke dalam empat kondisi, yaitu: 1. Manusia yang kedua pintu hatinya ditutup oleh Allah. Ia adalah orang gila. 2. Manusia yang pintu hatinya menuju Allah tertutup, namun pintu untuk makhluk terbuka lebar. Ia akan tenggelam di dalam dunianya dan 6 melupakan Tuhannya. Jika ia ingat Tuhannya, ia hanya ingat dengan lidahnya saja. 3. Manusia yang pintu hatinya tertutup ke arah makhluk, namun terbuka untuk Allah. Hatinya akan dipenuhi dengan cahaya-cahaya. Ia akan menjadi hamba yang tertarik menuju Allah. Namun ia belum mencapai sempurna. 4. Manusia yang pintu hatinya untuk Allah dan untuk makhluk terbuka lebar. Inilah hati orang-orang arif. (Jum‟ah, 2013:105) Akhlak-tasawuf mewujudkan manusia berkategori nomer empat. Membuka pintu hati untuk Allah dan pintu hati untuk makhluk. Terpancar akhlak dari hati yang jernih, bukan sekedar formalitas. Pendidik dan peserta didik diharapkan menjadi manusia berkategori nomer empat, dan menuju Indonesia yang bermartabat tinggi di sisi dunia terlebih di sisi Allah SWT. Pendidikan menjadi ujung tombak kesuksesan pembentukan karakter Bangsa. Akhlak-tasawuf mewujudkan akhlak yang murni sebagai cerminan karakter Bangsa. Apabila setiap pendidik dan peserta didik mengamalkan akhlak-tasawuf, pendidikan akan mewujudkan Indonesia yang berakhlak mulia dan bermartabat tinggi di sisi dunia terlebih di sisi Allah SWT. Indonesia akan dipenuhi berkah dari Allah SWT, karena Indonesia penuh dengan orang-orang yang berakhlak murni sebagai ciri dari taqwa. Allah SWT telah menegaskan di dalam Al-Qur‟an: 7 Artinya: “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.” (QS. Al-A‟raaf [7]: 96). Pembentukan karakter menjadi problematika bagi dunia pendidikan secara lebih khusus dan bagi Indonesia secara luas. Akhlak-tasawuf membentuk karakter yang tumbuh dan mengakar di pusat ruhani (hati) bukan hanya sekedar formalitas. Orang yang bahagia adalah yang hatinya bersinar dan larut dalam ketaatan kepada Tuhannya (Al-Sakandari, 2013:71). Hati yang bersinar akan memancarkan akhlak yang ikhlas. Imam Al-Hakim al-Tirmidzi (2011: 228) telah mengatakan, “Ketika anda menjalani pekerjaan sehari-hari, bayangkanlah bahwa hati anda adalah bunga matahari yang memancarkan cahaya kepada setiap orang dan kepada apapun yang anda temui.” Salah satu karya yang sangat bermanfaat demi memperbaiki moralitas Bangsa terutama dunia pendidikan Indonesia adalah kitab Sullam Taufiq ila Mahabbatillahi „alat Tahqiq. Kitab ini merupakan karya dari Syaikh Abdullah bin Husein Ba‟alawi. Kitab yang sangat familiar di kalangan pesantren ini lebih akrab disebut kitab Sullam Taufiq. Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi menulis kitab ini dengan susunan yang indah dan terstruktur. Kitab ini terdiri dari tiga (3) struktur disiplin ilmu Islam, secara 8 berurutan diawali dengan ilmu tauhid, ilmu fiqh, dan diakhiri dengan ilmu akhlak-tasawuf. Secara khusus pembahasan akan dikerucutkan pada akhlak-tasawuf. Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi membahas akhlak-tasawuf dalam sebelas (11) bab terakhir. Pembasahan dimulai dari bab “Kewajiban Hati” dan ditutup dengan bab “Cara Bertaubat”. Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi secara detail memperhatikan penanaman akhlak-tasawuf bagi setiap orang. Beliau menjelaskan dengan bahasa yang sederhana dan singkat sehingga mudah untuk dipelajari para pelaku dunia pendidikan. Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi memfokuskan penanam akhlak-tasawuf pada hati, dimana hati sebagai pusat dari ruhani manusia. Hati sebagai pusat menjadi garapan yang pertama kali. Sebagaimana penjelasan sebelumnya, akhlak yang murni bersumber dari hati yang bersih. Bukan hanya sekedar akhlak sebagai formalitas, namun akhlak yang benar-benar berlandaskan ketauhidan. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka penulis akan menyusun sebuah karya skripsi yang berjudul: PENDIDIKAN AKHLAK-TASAWUF MENURUT SYAIKH ABDULLAH BIN HUSAIN BA‟ALAWI (TELAAH KITAB SULLAM TAUFIQ). Penulis akan mengulas tentang pendidikan akhlak-tasawuf dalam kitab Sullam Taufiq ila Mahabbatillahi „alat Tahqiq hasil pemikiran dari Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi. Semoga bermanfaat dan barokah bagi penulis, dunia pendidikan secara khusus dan Bangsa Indonesia secara umum. 9 B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana konsep pendidikan akhlak-tasawuf menurut Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi? 2. Bagaimana implikasi pendidikan akhlak-tasawuf menurut Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi di masyarakat Indonesia? C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui konsep pendidikan akhlak-tasawuf menurut Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi. 2. Mengetahui implikasi pendidikan akhlak-tasawuf menurut Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi di masyarakat Indonesia. D. Kegunaan Penelitian 1. Sebagai kontribusi bagi masyarakat dalam menjalani kehidupan mencapai keseimbangan antara dunia dan akhirat. 2. Sebagai kontribusi agar menimbulkan kesadaran masyarakat betapa pentingnya mendekatkan diri kepada Allah SWT. 3. Sebagai kontribusi bagi masyarakat Indonesia agar menjunjung tinggi dan mengahayati akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari. E. Penegasan Istilah Untuk menghindari penafsiran dan kesalah pahaman, maka penulis kemukakan pengertian dan penegasan judul proposal ini sebagai berikut: 10 1. Pendidikan akhlak-tasawuf Pendidikan adalah upaya yang dilakukan dengan sadar untuk mendatangkan perubahan sikap dan perilaku seseorang melalui pengajaran dan latihan (Ensiklopedi Nasional Indonesia, 2004: 365). Pendidikan dalam arti luas adalah meliputi perbuatan atau usaha generasi tua untuk mengalihkan (melimpahkan) pengetahuannya, pengalamannya, kecakapan serta ketrampilannya kepada generasi muda, sebagai usaha untuk menyiapkan mereka agar dapat memenuhi fungsi hidupnya, baik jasmaniah maupun rohaniah (Mansur, 2011:84). Pendidikan dipandang sebagai suatu keseluruhan daya budaya yang dapat mempengaruhi kehidupan perseorangan aupun kelompok dalam masyarakat (As Said, 2011: 11). Akhlak adalah sesuatu dalam jiwa yang mendorong seseorang mempunyai potensi-potensi yang sudah ada sejak lahir (Mansur, 2011:222). Akhlak menyangkut sikap dan tingkah laku seorang muslim terhadap Tuhan, sesama manusia, dan alam (Ensiklopedi Nasional Indonesia, 2004: 207). Sedangkan ilmu akhlak adalah ilmu pengetahuan yang menjelaskan makna baik dan buruk, serta menjelaskan bagaimana seharusnya berinteraksi antar sesama manusia dan menjelaskan tentang tujuan yang akan didapatkan dalam segala aktivitas (Amin, 2012: 2) Tasawuf adalah merupakan pengetahuan yang membahas keadaan hati nurani ketika manusia ingin membersihkannya dari segala keterpautan 11 dengan sesuatu selain Allah dan meningkatkan jiwa ke alam kesucian dengan beribadah kepada Allah semata (Ensiklopedi Nasional Indonesia, 2004: 122). Ada pula yang mendefinisikan tasawuf sebagai upaya agar ruhani kita mendapatkan status di hadapan Allah (Siroj, 2012:48). Berdasarkan dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendidikan akhlak-tasawuf adalah upaya yang dilakukan secara sadar melalui pengajaran dan latihan untuk mendatangkan perubahan perilaku dan sikap sebagai upaya mendorong potensi-potensi diri secara optimal agar ruhani mendapatkan status kesucian di hadapan Allah semata. 2. Sullam Taufiq Kitab Sullam Taufiq merupakan karya dari Syaikh Abdullah bin Husain bin Thohir bin Muhammad bin Hasyim Ba‟alawi. Kitab ini judul aslinya ialah Sullam Taufiq ila Mahabbatillahi „alat Tahqiq, namun lebih familiar disebut Sullam Taufiq. Berdasarkan judul yang asli, kitab ini membahas tentang tangga pertolongan menuju mencintai Allah secara nyata. Terdiri dari tiga puluh tujuh (37) bab (fashlun) yang diawali dengan mukadimah dari Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi. Tiga puluh tujuh bab tersebut dibagi dalam tiga tema besar. Tiga bab awal bertemakan tauhid, bab keempat hingga kedua puluh enam bertemakan fiqh, diakhiri dengan tema akhlak-tasawuf dalam sebelas bab terakhir. Pada bagian akhir terdapat daftar isi kitab (farasul kitab). Selanjutnya tema akhlak-tasawuf akan menjadi fokus dari skripsi ini. 12 F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Adapun jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian kepustakaan (library research) dengan obyek kitab klasik. Penelitian didukung dengan literatur dari beberapa kitab klasik serta berbagai sumber tertulis lainnya yang relevan. 2. Sumber Data Karena jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research), maka data yang diperoleh bersumber dari literatur. Adapun referensi yang menjadi data primer adalah kitab Sullam Taufiq ila Mahabbatillahi „alat Tahqiq karya Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi. Literatur yang lain sebagai sumber data sekunder adalah buku-buku tentang pendidikan, akhlak-tasawuf serta informasi dari media internet yang relevan dengan obyek pembahasan penulis. 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam penelitian ini adalah dengan mencari, menghimpun, dan memahami kitab yang menjadi sumber data primer yakni kitab Sullam Taufiq ila Mahabbatillahi „alat Tahqiq, kitab-kitab, buku-buku pendidikan, akhlak-tasawuf, serta informasi dari media internet yang relevan lainnya. Selanjutnya dilakukan penelaahan terhadap berbagai kitab dan buku yang bersangkutan untuk disusun secara sistematis. Data-data yang 13 diperoleh kemudian dihubungkan dengan masalah yang diteliti, sehingga diperoleh data atau informasi untuk bahan penelitian. 4. Teknik Analisis Data Yaitu penanganan terhadap suatu obyek ilmiah tertentu dengan jalan memilah-milah antara pengertian satu dengan pengertian yang lain untuk memperoleh kejelasan mengenai halnya. Macam-macam metode yang digunakan dalam menganalisis masalah adalah sebagai berikut: a. Metode Deduktif Yaitu cara berpikir untuk mencari dan menguasai ilmu pengetahuan yang berawal dari alasan umum menuju ke arah yang lebih spesifik (Sukardi, 2009:12). Metode deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus (http://ainasitianingsih.blogspot.com). Merupakan proses berpikir (penalaran) yang bertolak dari suatu proposisi yang sudah ada, menuju kepada suatu proposisi baru yang berbentuk kesimpulan (http://arhamulwildan.blogspot.com). Metode ini bertujuan untuk mengetahui perpindahan pola pemikiran yang bersifat umum kepada pemikiran yang bersifat khusus. Metode ini digunakan untuk menganalisis data tentang Pendidikan Agama Islam di Indonesia sehubungan dengan akhlak-tasawuf. 14 b. Metode Induktif Yaitu proses berpikir yang diawali dari fakta-fakta pendukung yang spesifik menuju arah yang lebih umum guna mencapai suatu kesimpulan (Sukardi, 2009:12). Metode induktif adalah metode yang diawali dengan menjelaskan permasalahan-permasalahan khusus (mengandung pembuktian dan contoh-contoh fakta) yang diakhiri dengan kesimpulan yang berupa pernyataan umum (http://ainasitiningsih.blogspot.com). Metode ini merupakan proses berpikir yang bertolak dari sejumlah fenomena individual yang menurunkan suatu kesimpulan dari khusus menjadi umum. (http://arhamulwildan.blogspot.com). mengetahui fakta-fakta dan Metode bertujuan peristiwa-peristiwa yang untuk khusus kemudian disimpulkan menjadi umum. Metode ini digunakan untuk menganalisis data tentang konsep pendidikan akhlak-tasawuf menurut Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi yang terdapat dalam kitab Sullam Taufiq. G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan yang penulis maksud disini adalah sistematika penyusunan skripsi dari bab ke bab. Sehingga skripsi ini menjadi satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Hal ini bertujuan agar tidak ada pemahaman yang menyimpang dari maksud penulisan skripsi ini. 15 Adapun sistematika penulisan skripsi ini sebagai berikut: Bab I : Pendahuluan, menguraikan tentang : Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Penegasan Istilah, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan sebagai gambaran awal dalam memahami skripsi ini. Bab II : Biografi, menguraikan tentang : Biografi Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi yang meliputi riwayat kelahiran, kehidupan intelektual, dan perjalanan karir beliau. Dalam bab ini juga memaparkan guru-guru beserta murid-murid, dan karya-karya beliau. Bab III : Sistematika Kitab dan Deskripsi Pemikiran, meliputi : Sistematika Penulisan kitab Sullam Taufiq ila Mahabbatillahi „alat Tahqiq, pemikiran Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi tentang Pendidikan Akhlak-tasawuf dalam kitab Sullam Taufiq ila Mahabbatillahi „alat Tahqiq. Bab IV : Pembahasan meliputi uraian pemikiran dan implikasinya. Bab V : Penutup, berisi kesimpulan, saran, dan penutup. 16 BAB II BIOGRAFI A. Biografi Syaikh Abdullah bin Husain Ba’alawi Sayyid Abdullah bin Al-Husain bin Thohir Al-„Alawi Al-Hadhromi atau lebih dikenal Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi adalah seorang ulama‟ yang dikenal sebagai ahli ilmu fiqih yang bermadzhab Syafi‟i dan sekaligus ahli ilmu nahwu. Beliau dilahirkan di Tarim, Hadhromaut, Yaman pada tahun 1191 H atau bertepatan pada tahun 1778 M tepatnya pada bulan Dzulhijjah (http://id.wikipedia.org). Beliau pernah mukim beberapa tahun di Mekah dan Madinah untuk belajar kepada beberapa ulama yang masyhur (http://www.fikihkontemporer.com). Setelah beberapa tahun di Mekah dan Madinah beliau kembali ke negaranya dan bermukim di Masilah, satu daerah yang terletak disebelah selatan kota Tarim. Setelah kembali ke negaranya, beliau mengabdikan dirinya untuk memberikan ceramah, mengajarkan ilmu-ilmu agama dan mengisi waktunya untuk beribadah (http://www.fikihkontemporer.com). Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi menguasai beberapa cabang ilmu yakni fiqih, ilmu hadits, lebih-lebih dalam bidang tasawuf (http://pbkaligung.blogspot.com). Beliau wafat pada malam Kamis, 17 Rabiul akhir 1272 H/ 1855 M (http://id.wikipedia.org). Di samping sebagai seorang intelektual yang pakar dan pandai dalam bidang keilmuan, ternyata beliau juga seorang organisatoris yang mampu 17 menggerakkan masa. Hal itu bisa di lihat saat beliau mampu menjadi salah satu pemimpin dari Tsaurah atau pemberontakan di Yaman dalam rangka melawan kekuasaan Yafi‟iyyin pada tahun 1265 H. Sehingga beliau dan beberapa pemimpin pemberontakan itu diasingkan dari Tarim, Sewun dan Taris. Beliau juga ikut andil dalam upaya mendirikan kekuasaan Al-Katsiri yang di pimpin oleh sultan Ghalib bin Muhsin di Tarim (http://anjangsanasantri.blogspot.com). Dalam sebuah buku, Habib Luthfi bin Yahya telah memberikan keterangan sebagai berikut: Al-Qutbil Ghauts Al-Habib Abdullah bin Husain bin Thahir ini maqamnya, kedudukan ruhaninya kalau tidak karena haya‟, adab yang tinggi kepada kakek moyangnya Faqih Al-Muqadam, Al-Habib Abdullah bin Husain bin Thahir melebihi maqamnya Al-Faqih Al-Muqadam. Maka Al-Habib Abdullah bin Husain bin Thahir berkata diantaranya, “Saya tidak rela kalau ada orang yang mempunyai maqam (kedudukan) melebihi maqamnya Al-Faqih Al-Muqadam.” Itu merupakan adab para wali terhadap sesamanya sebagai tarbiyyah (pendidikan) untuk murid-muridnya. Itu tawadhu‟nya Al-Habib Abdullah bin Husain bin Thahir. Sehingga fatwafatwanya sangat masyhur dalam bidang fiqh, dalam ilmu hadits, dalam bidang tasawuf lebih-lebih (bin Yahya, 2012: 119). Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi memiliki nasab hingga Nabi Muhammad SAW. Berikut nasab dari Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi: 18 Abdullah bin Husain bin Thahir bin Muhammad bin Hasyim bin Abdurrahman bin Abdullah bin Abdurrahman bin Muhammad bin Maghfun bin Abdurrahman bin Ahmad bin 'Alawi bin Ahmad bin Abdurrahman bin 'Alawi bin Ubaidullah bin Ahmad al-Muhajir bin Isa ar-Rumi bin Muhammad an-Naqib bin Ali al-Uraidhi bin Ja'far ashShadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib dan Siti Fatimah binti Nabi Muhammad SAW. (http://id.wikipedia.org). B. Biografi Pendidikan Syaikh Abdullah bin Husain Ba’alawi Adapun beberapa guru yang menjadi tempat menuntut ilmu bagi Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi diantaranya: 1. As-Sayyid Hamid bin Umar al-Munfir Ba'alawi. 2. Al-'Allamah as-Sayyid Umar bin as-Sayyid Ahmad bin Hasan bin Abdullah al-Haddad. 3. Al-'Allamah as-Sayyid 'Alawi bin as-Sayyid Ahmad bin Hasan bin Abdullah al-Haddad. 4. Al-'Allamah Abdurrahman bin 'Alawi bin Syaikh Maula al-Bathaiha. 5. Al-'Allamah as-Sayyid 'Aqil bin 'Umar bin 'Aqil bin Yahya. (http://id.wikipedia.org) Sedangkan para murid yang belajar dari Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi adalah sebagai berikut: 1. Al-'Allamah Sayyid Abdullah bin 'Umar bin Yahya. 19 2. Al-'Allamah Sayyid Abdurrahman bin 'Ali bin 'Umar as-Saqqaf. 3. Al-'Allamah Muhammad bin Husain al-Habsyi, Mufti Mekkah. 4. Al-Imam 'Ali bin Muhammad al-Habsyi. Ketika usia beliau menginjak 68 tahun, beliau mengarang sebuah kitab maulid yang diberi nama Simtud Durar. Sebuah kitab maulid yang masyhur dan penuh barokah, yang sehingga kini dibaca di Hadramaut, Nusantara dan Afrika. Beliau mula mengarang pada Khamis, 26 Shafar 1327 H dan menyempurnakannya pada 10 Rabiul Awwal 1327 H ( http://ahlulbaitrasulullah.blogspot.com). 5. Al-'Allamah Sayyid Muhsin bin 'Alawi bin Saqqaf as-Saqqaf. 6. Al-'Allamah Syaikh Abdullah bin Ahmad. (http://id.wikipedia.org) 7. Al-Habib Idrus bin Umar bin Idrus al-Habsyi (http://www.fikihkontemporer.com). 8. Al-Habib Abu Bakar bin Abdullah bin Tholib bin Abdullah bin Tholib alAtthas (http://pbkaligung.blogspot.com). C. Latar Belakang Penulisan Kitab Sullam Taufiq Umat Islam adalah umat yang kelak akan menjadi saksi di hari kiamat. Umat Islam adalah orang-orang yang memikul tanggung jawab penuh atas kedamaian, ketentraman, serta memikul beban berat untuk mengajak manusia kepada kebaikan dan mencegah mereka dari keburukan (Jum‟ah, 2014: 48). Tanggung jawab yang besar ini mendorong agar Pendidikan Agama Islam memberikan kontribusi yang sangat besar. Melalui pendidikan penanaman 20 Aqidah, ilmu syariat dan akhlak menjadi begitu penting. Membentuk kebribadian yang berkarakter baik terlihat dari tampilan fisik maupun dari batin seseorang. Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi kemudian menulis sebauh kitab kecil yang berisi tentang hal-hal pokok dari Agama Islam. Beliau dalam mukadimah telah menuliskan, “Selanjutnya, ini adalah sebuah karya kecil yang telah diberi kemudahan oleh Allah SWT. untuk menghimpunnya mengenai hal-hal yang wajib dipelajari, diajarkan dan dipraktekkan, baik untuk kalangan awam maupun kalangan khusus. Wajib adalah sesuatu yang Allah menjadikan pelakunya dengan pahala dan mengancam orang yang tidak mengajarkannya dengan siksaan.” (Sunarto, 2012: 8). Besar harapan beliau kitab ini dapat menjadi pegangan setiap muslim untuk dipelajari, diajarkan bahkan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Setelah mampu untuk memahami dan melakukan hal-hal yang wajib, dengan senang hati akan melakukan hal-hal yang bersifat sunnah, akhirnya mampu benar-benar menggapai cinta Allah dan mendapatkan pertolongan-Nya. Sesuai dengan maksud Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi menyusun kitab yang berisi hal-hal pokok dari Islam, maka beliau menyusun kitab Sullam Taufiq dengan tiga cabang ilmu Islam yang wajib diketahui oleh setiap orang Islam. Tiga cabang ilmu tersebut terdiri dari ilmu tauhid, fiqh, tasawuf. Syaikh Abdullah bin Husian Ba‟alawi menyadari bahwa ketiga cabang ilmu tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain, maka disiplin 21 ilmu tauhid, fiqh, dan tasawuf ditulis dalam satu kitab yang ringkas yakni Sullam Taufiq. Dalam hadits yang menceritakan tentang kedatangan Malaikat Jibril saat para sahabat sedang berkumpul bersama Nabi Muhammad SAW. mencakup seluruh aspek amal zhahir dan yang batin („Ied, tt: 35). Poin paling penting yang harus diingat dalam hadits ini adalah penjelasan tentang Islam, iman, dan ihsan serta wajibnya mengimani kekuasaan Allah Ta‟ala („Ied, tt: 40). Jika ilmu fiqh menjaga Islam, ilmu aqidah menjaga iman, maka ilmu tazkiyyah dan suluk menjaga ihsan. Maka, muncullah sebuah ilmu yang dinamakan tasawuf (Jum‟ah, 2013: 1). D. Karya-Karya Syaikh Abdullah bin Husain Ba’alawi Adapun beberapa buku karya Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi diantaranya: 1. Al-Majmu 2. Sullam Taufiq ila Mahabbatillahi „alat Tahqiq 3. Miftahu al-I'rab fi an-Nahwi (http://id.wikipedia.org) 4. Diwan al-Asy'ari (bin Yahya, 2012: 119) 22 BAB III SISTEMATIKA KITAB DAN DISKRIPSI PEMIKIRAN SYAIKH ABDULLAH BIN HUSAIN BA’ALAWI TENTANG PENDIDIKAN AKHLAK-TASAWUF A. Sistematika Penulisan Kitab Sullam Taufiq Sistematika penulisan kitab Sullam Taufiq terdiri dari tiga puluh tujuh bab yang didahului dengan sebuah mukadimah. Tiga puluh tujuh bab tersebut terbagi menjadi tiga tema besar yaitu tauhid, fiqh, dan tasawuf. Dalam tema tasawuf, penulis lebih mengerucut pembahasan pada konsep akhlak-tasawuf. Dalam buku terjemah Sullam Taufiq oleh Achmad Sunarto (Al-Jawi, 2012:56) tiga puluh tujuh bab tersebut sebagai berikut: 1. Sifat Allah, dan Rasul 2. Hal-hal yang menyebabkan murtad 3. Hukum-hukum orang yang murtad 4. Kewajiban menunaikan kefardhuan dan menjauhi keharaman 5. Waktu-waktu shalat 6. Kewajiban wali anak kecil dan penguasa 7. Fardhu-fardhu wudhu 8. Yang membatalkan wudhu 9. Yang mewajibkan bersuci 10. Hal-hal yang mewajibkan mandi 11. Syarat-syarat bersuci 23 12. Hal-hal yang diharamkan bagi orang yang berhadats 13. Bersuci dari najis 14. Syarat-syarat shalat 15. Hal-hal yang membatalkan shalat 16. Syarat-syarat shalat diterima (sah) 17. Rukun-rukun shalat 18. Shalat jama‟ah dan Jum‟at 19. Syarat-syarat mengikuti imam 20. Mengurus jenazah 21. Zakat 22. Puasa dan permasalahannya 23. Haji dan umrah 24. Mu‟amalah (hubungan antar manusia) 25. Riba dan jual beli yang diharamkan 26. Kewajiban menafkahi 27. Kewajiban hati 28. Sebagian dari maksiat hati 29. Sebagian dari maksiat perut dan hukuman bagi peminum khamr 30. Diantara maksiat-maksiat mata 31. Diantara maksiat-maksiat lisan 32. Sebagian maksiat-maksiat telinga 33. Sebagian maksiat-maksiat tangan 24 34. Diantara maksiat-maksiat kemaluan 35. Diantara maksiat-maksiat kaki 36. Diantara maksiat-maksiat badan 37. Cara bertaubat Tiga puluh tujuh bab tersebut apabila dicermati dapat dibagi dalam ilmu tauhid, fiqh, dan tasawuf. Berikut pembagian ketiga puluh tujuh bab tersebut dalam tiga tema besar (tauhid, fiqh, dan tasawuf): 1. Tauhid a. Sifat Allah, dan Rasul b. Hal-hal yang menyebabkan murtad c. Hukum-hukum orang yang murtad 2. Fiqh a. Kewajiban menunaikan kefardhuan dan menjauhi keharaman b. Waktu-waktu shalat c. Kewajiban wali anak kecil dan penguasa d. Fardhu-fardhu wudhu e. Yang membatalkan wudhu f. Yang mewajibkan bersuci g. Hal-hal yang mewajibkan mandi h. Syarat-syarat bersuci i. Hal-hal yang diharamkan bagi orang yang berhadats j. Bersuci dari najis 25 k. Syarat-syarat shalat l. Hal-hal yang membatalkan shalat m. Syarat-syarat shalat diterima (sah) n. Rukun-rukun shalat o. Shalat jama‟ah dan Jum‟at p. Syarat-syarat mengikuti imam q. Mengurus jenazah r. Zakat s. Puasa dan permasalahannya t. Haji dan umrah u. Mu‟amalah (hubungan antar manusia) v. Riba dan jual beli yang diharamkan w. Kewajiban menafkahi 3. Tasawuf a. Kewajiban hati b. Sebagian dari maksiat hati c. Sebagian dari maksiat perut dan hukuman bagi peminum khamr d. Diantara maksiat-maksiat mata e. Diantara maksiat-maksiat lisan f. Sebagian maksiat-maksiat telinga g. Sebagian maksiat-maksiat tangan h. Diantara maksiat-maksiat kemaluan 26 i. Diantara maksiat-maksiat kaki j. Diantara maksiat-maksiat badan k. Cara bertaubat B. Konsep Pendidikan Akhlak-tasawuf Menurut Syaikh Abdullah bin Husain Ba’alawi Konsep pendidikan akhlak-tasawuf yang ditulis oleh Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi merupakan sebuah konsep yang mudah dipelajari dan dimengerti oleh banyak orang. Konsep yaitu definisi secara singkat dari sekelompok fakta atau gejala. Konsep merupakan definisi dari apa yang perlu diamati, konsep menentukan antara variabel-variabel yang ada hubungan secara empiris (Arifin, 2012:96). Konsep pendidikan akhlak-tasawuf tersebut terdiri dari tiga disiplin ilmu Islam yang pokok yaitu ilmu tauhid, ilmu fiqh, dan ilmu tasawuf yang dikerucutkan ke dalam ilmu akhlak-tasawuf. Maksud dari konsep pendidikan akhlak-tasawuf tersebut adalah adanya hubungan antara ilmu tauhid, fiqh, dan tasawuf. Tiga disiplin ilmu tersebut juga sekaligus sebagai tahapan yang harus dilalui dalam pendidikan akhlaktasawuf. Bukan terkhusus bagi orang yang bergelut dalam dunia thariqah saja. Hal ini termasuk dalam kekhasan Thariqah Alawiyah yang diikuti oleh Syeikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi. Dalam pengamalan wirid dan dzikir bagi para pengikutnya tidak ada keharusan bagi para murid untuk terlebih dahulu diba‟iat atau ditalqin atau mendapatkan khirqah jika ingin mengamalkan thoriqot ini (Masyhuri, 2014: 55). 27 Syeikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi dengan kitab Sullam Taufiq ingin menanamkan nilai tasawuf kepada setiap orang dengan cara yang mudah. Melalui tiga disiplin ilmu Islam yang harus dipelajari oleh setiap orang Islam. Ilmu tauhid, fiqh dan akhlak. Ilmu tauhid sebagai fondasi bagi setiap orang Islam. Ilmu fiqh yang merupakan ilmu yang harus dipelajari setiap orang Islam agar dapat melaksanakan nilai-nilai ilmu tauhid dalam bentuk perbuatan, yaitu ibadah. Sedangkan ilmu akhlak sebagai buah dari ibadah diisi oleh Syeikh Abdullah bin Husain dengan akhlak-tasawuf. Syeikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi menyadari bahwa pendidikan akhlak-tasawuf harus dimulai dengan penanaman ilmu syariat yang mapan terlebih dahulu. K.H. Muslih (1994:20) dalam kitab Al-Futuhatir Rabbaniyyah fil Qadiriyyah wan Naqsabandiyah menukil perkataan ulama ahli tahqiq, berikut: “Sopo wonge kang nggulawentah ilmu fiqih utawa ilmu syariat nanging ora kersa ngagem ilmu tasawuf utawa ilmu thariqah mangka temen dadi fasik sopo iku wong. Lan sopo wong kang nggulawentah ilmu tasawuf utawa ilmu thariqah ing kono ora kersa ngagem ilmu fiqih utawa ilmu syariat mangka temen dadi kafir zindik sopo iku wong. Lan sopo wong kang nggulawentah ilmu tasawuf utawa ilmu thariqah sarta barengi ngagem ilmu fiqih utawa ilmu syariat mangka dadi ahlil haq utawa ahli haqiqah sopo iku wong.” Dalam Bahasa Indonesia artinya, “ Barang siapa yang menggeluti ilmu fiqih atau ilmu syariat tetapi tidak mau menggunakan ilmu tasawuf atau ilmu thariqah maka orang tersebut akan menjadi fasik. Dan barang siapa yang menggeluti ilmu tasawuf atau ilmu thariqah tetapi tidak mau menggunakan ilmu fiqih atau ilmu syariat maka orang tersebut akan menjadi kafir zindik. 28 Dan barang siapa yang menggeluti ilmu tasawuf atau ilmu thariqah disertai ilmu fiqih atau syariat maka orang tersebut akan menjadi ahlil haq atau ahli hakikat.” Dengan demikian tepat Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi mengajarkan akhlak-tasawuf diawali dengan ilmu tauhid dan ilmu fiqh. Ilmu tauhid, fiqh dan akhlak-tasawuf dalam kitab Sullam Taufiq dijelaskan oleh Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi secara berurutan dengan pembahasan yang terpisah. Terpisah dalam arti Syaikh Abdullah bin Husain menjelaskan setiap pembahasan sesuai disiplin ilmu tanpa mencampur adukkannya (dalam pembahasan), namun tetap memiliki hubungan antar disiplin ilmu. Pemikiran konsep pendidikan akhlak-tasawuf Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi dapat lebih dipahami melalui bagan berikut: Bagan 3.1 Hubungan ilmu tauhid, ilmu fiqh, dan ilmu tasawuf Ilmu Tauhid Ilmu Fiqh Ilmu Tasawuf C. Penerapan Pendidikan Akhlak-tasawuf Menurut Syeikh Abdullah bin Husain Ba’alawi Syeikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi menuturkan pendidikan akhlaktasawuf tanpa didahului dengan teori tentang akhlak-tasawuf. Beliau secara 29 langsung menyebutkan berbagai contoh perilaku akhlak-tasawuf. Pendidikan akhlak-tasawuf dalam Sullam Taufiq dibagi menjadi sebelas bab oleh Syeikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi. Dari ketiga belas bab Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi menyebutkan 193 (seratus sembilan puluh tiga) contoh akhlak-tasawuf yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Berikut akhlaktasawuf yang diajarkan oleh Syeikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi. 1. Kewajiban hati a. Beriman kepada Allah dan apa-apa yang datang dari Allah. b. Beriman kepada utusan Allah dan apa-apa yang datang dari utusan Allah. Iman seseorang sering diartikan sebagai kepercayaan atau keyakinan yang mantap akan adanya Allah SWT, para malaikat, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari kiamat dan takdir yang baik ataupun takdir buruk (Abdusshomad, 2008:31). Iman menurut Abu Abdullah bin Khafif adalah pembenaran hati terhadap sesuatu yang telah dijelaskan oleh Al-Haqq tentang masalah-masalah gaib (Annaisaburi, 2007:43). c. Membenarkan ajaran Nabi. Kebenaran adalah ucapan yang benar ditempat-tempat yang rusak. Kebenaran adalah kesesuaian antara rahasia dan ucapan (Annaisaburi, 2007: 302). Dengan demikian membenarkan adalah mengucapkan uacapan yang benar ditempat-tempat yang rusak. 30 Membenarkan dapat juga diartikan menyesuaikan antara rahasia dan ucapan. d. Meyakininya (ajaran Nabi). Manurut Abu Utsman Al-Hiri, yang dimaksud yakin adalah sedikitnya cita-cita di masa yang akan datang. Menurut Sahal bin Abdullah, yakin merupakan tambahan iman dan realitas kebenaran. Yakin merupakan cabang dari iman, bukan pembenaran (Annaisaburi, 2007:252). e. Ikhlas. f. Menyesali atas kemaksiatan. g. Menyerahkan diri kepada Allah (tawakal). h. Merasa selalu dalam pengawasan Allah. i. Ridlo atas takdir Allah j. Berbaik sangka kepada Allah dan makhluk Allah. k. Mengagungkan syiar-syiar Allah. l. Mensyukuri nikmat-nikmat Allah. m. Bersabar dalam melaksanakan apa-apa yang diwajibkan Allah. n. Bersabar dalam menjauhi apa-apa yang di haramkan Allah. o. Bersabar atas cobaan-cobaan Allah. p. Yakin dengan rezeki. q. Berburuk sangka terhadap nafsu. r. Tidak ridlo terhadap nafsu. 31 s. Membenci syaitan. t. Membenci perkara duniawi. u. Membenci para pelaku kemaksiatan. v. Mencintai Allah. Menurut Imam Qusyairi cinta adalah suatu hal yang mulia. Rahmat adalah keinginan spesial, dan cinta lebih khusus daripada rahmat. Karena itu, keinginan Allah untuk menyampaikan pahala dan nikmat kepada hamba-Nya disebut rahmat, sedangkan keinginanNya untuk mengkhususkan hamba-Nya dengan kedekatan dan kedudukan yang tinggi dinamakan cinta (mahabbah) (An-Naisaburi, 2007:475). w. Mencintai Kalamullah. x. Mencintai Rasul-Nya. y. Mencintai para sahabat Nabi SAW. z. Mencintai keluarga Nabi. aa. Mencintai para sahabat Anshor. bb. Mencintai para sholihin. 2. Sebagian dari maksiat hati a. Riya‟ dengan amal. b. Meragukan wujudnya Allah. c. Merasa aman dari azabnya Allah. d. Merasa putus asa dari rahmat Allah. 32 e. Sombong atas hamba-hamba Allah. f. Dendam. g. Hasut. h. Mengungkit-ungkit sedekah. i. Terus-menerus melakukan dosa. j. Berprasangka buruk kepada Allah dan hamba-hamba-Nya. k. Membohongkan takdir Allah. l. Bergembira dengan kemaksiatan yang dilakukannya atau dilakukan orang lain. m. Menghianati janji, meskipun dengan orang kafir. n. Melakukan tipu daya o. Membenci sahabat Nabi, keluarga Nabi atau kaum sholihin. p. Kikir atas sesuatu yang diwajibkan Allah. q. Rakus r. Menghina sesuatu yang diagungkan Allah. s. Meremehkan sesuatu yang diagungkan Allah, yakni ketaatan, kemaksiatan, Al-Qur‟an, ilmu, surga atau neraka. 3. Sebagian dari maksiat perut a. Memakan riba. b. Memakan pungutan liar. c. Memakan harta ghosob. d. Memakan harta curian. 33 e. Memakan harta yang dihasilkan dari muamalah yang diharamkan syara‟. f. Meminum arak. g. Memakan sesuatu yang memabukkan. h. Memakan segala sesuatu yang najis. i. Memakan sesuatu yang menjijikkan. j. Memakan harta anak yatim. k. Memakan harta wakaf yang menyalahi ketentuan yang disyaratkan oleh orang yang wakaf. l. Memakan harta yang diberikan pemiliknya karena merasa malu. 4. Di antara maksiat-maksiat mata a. Memandang kepada wanita-wanita lain. b. Melihat aurat. c. Diharamkan bagi wanita membuka bagian tubuhnya. d. Diharamkan bagi lelaki dan wanita membuka bagian tubuh antara pusar dan lutut di hadapan orang yang melihat aurat tersebut, meskipun sejenisnya dan ada hubungan mahrom, selain dengan orang yang halal. e. Diharamkan bagi lelaki dan wanita membuka qubul dan duburnya manakala sendirian dengan tanpa ada hajat, kecuali di hadapan orang yang halal baginya. 34 f. Diharamkan memandang orang Islam dengan pandangan meremehkan. g. Diharamkan melihat ke dalam rumah orang lain dengan tanpa seizin pemiliknya atau melihat sesuatu yang disembunyikan dengan tanpa seizin pemiliknya. h. Menyaksikan kemungkaran sementara itu ia tidak mengingkari. 5. Di antara maksiat-maksiat lisan a. Ghibah (Menggunjing). b. Menghasut c. Mengadu tanpa perantara ucapan d. Dusta, yaitu berbicara dengan menyalahi kenyataan. e. Mengadu domba. f. Sumpah palsu. g. Ucapan-ucapan qadzaf (tuduhan). h. Mencela para sahabat Nabi SAW. i. Saksi palsu. j. Tidak memenuhi janji, ketika seseorang berjanji kepada orang lain, ia berniat menyembunyikan untuk tidak memenuhinya. k. Penundaan pembayaran hutang oleh orang yang sudah mampu. l. Mencela, mencacat dan melaknat. m. Menghina orang Islam. n. Berdusta atas nama Allah dan Rasul-Nya. 35 o. Tuduhan bohong. p. Menjatuhkan talak bid‟iy (menceraikan istrinya yang sudah disetubuhi ketika sedang haid atau nifas). q. Zhihar (suami menyerupakan istrinya seperti ibunya atau saudara perempuan suaminya). r. Keliru di dalam membaca Al-Qur‟an, meskipun tidak sampai merubah arti. s. Orang kaya yang meminta harta atau pekerjaan. t. Nadzar dengan tujuan mencegah ahli waris dan meninggalkan wasiat utang atau suatu benda yang tidak diketahui oleh orang lain. u. Membuat nasab (keturunan) bukan pada ayah atau orang yang memerdekakannya. v. Melamar gadis yang sedang dilamar saudaranya yang muslim. w. Berfatwa tanpa ilmu. x. Meratapi dan menangisi dengan menjerit-jerit yang berlebihan pada seorang mayit. y. Setiap ucapan yang mendorong pada keharaman atau memutuskan dari kewajiban. z. Setiap pembicaraan yang mencela agama atau salah seorang dari para Nabi, ulama, ilmu, syariat, Al-Qur‟an atau sesuatu dari beberapa syiar Allah. aa. Meniup seruling. 36 bb. Diam dari memerintahkan melakukan kebaikan dan mencegah kemungkaran tanpa adanya udzur. cc. Menyembunyikan ilmu yang wajib padahal ada yang belajar. dd. Tertawa karena keluar kentut atau terhadap seorang muslim karena meremehkannya. ee. Menyembunyikan kesaksian dan melupakan Al-Qur‟an. ff. Tidak menjawab salam yang wajib. gg. Melakukan ciuman yang menggerakkan syahwat bagi orang yang sedang ihram haji atau umrah, orang yang berpuasa fardhu, atau bagi orang yang haram melakukan ciuman tersebut. 6. Sebagian maksiat-maksiat telinga a. Mendengarkan pembicaraan suatu kaum yang dirahasiakan dari pendengarannya. b. Mendengarkan seruling dan suara-suara yang diharamkan. c. Mendengarkan gunjingan, adu domba, dan semua perkataan yang haram. Lain halnya jika mendengarkannya secara tidak sengaja, lalu membencinya dan wajib mengingkari apabila mampu. 7. Sebagian maksiat-maksiat tangan a. Mengurangi takaran, timbangan dan ukuran panjang. b. Mencuri. c. Merampok. d. Ghasab. 37 e. Mengambil pungutan liar dana mengambil dengan cara haram. f. Membunuh. g. Memukul tanpa hak. h. Mengambil atau menerima suap. i. Membakar hewan, kecuali jika hewan tersebut mengganggu dan hanya dengan cara itu (membakar) untuk menolaknya. j. Menyiksa hewan. k. Bermain dadu (tarad) dan thob (sejenis alat pemukul untuk berjudi), dan setiap sesuatu yang mengandung perjudian. l. Memainkan alat-alat musik yang diharamkan, seperti thanbur, rebab, seruling, dan senar yang digunakan sebagai alat musik. m. Menyentuh wanita yang bukan mahramnya dengan sengaja tanpa penghalang atau dengan adanya penghalang namun dengan syahwat walaupun sejenis atau ada hubungan mahram. n. Menggambar hewan. o. Mencegah (tidak menunaikan) zakat. p. Menghalangi pekerjaan untuk memperoleh upah. q. Menahan harta yang sangat dibutuhkan orang lain untuk menutupi kebutuhannya atau tidak menyelamatkan orang yang tenggelam, padahal tidak ada udzur untuk melaksanakan dua hal tersebut. r. Menulis sesuatu yang haram diucapkan. s. Berkhianat 38 8. Di antara maksiat-maksiat kemaluan a. Zina dan liwath (homoseks). b. Menyetubuhi hewan meskipun miliknya. c. Onani dengan tidak menggunakan tangan istrinya. d. Bersetubuh pada masa haid atau nifas atau setelah berhenti haid dan nifas tetapi sebelum mandi (bersuci). e. Membuka aurat di hadapan orang yang haram melihatnya atau tatkala sendirian tanpa adanya tujuan. f. Menghadap atau membelakangi kiblat ketika buang air kecil atau buang air besar tanpa adanya penghalang (tutup). g. Buang air besar di pemakaman (kuburan), buang air kecil di dalam masjid walaupun pada wadah dan haram buang air kecil pada tempat yang diagungkan. h. Meninggalkan khitan sampai pada masa baligh. 9. Di antara maksiat-maksiat kaki a. Berjalan pada kemaksiatan. b. Pelarian diri seorang budak (dari tuannya), istri (dari suaminya) dan orang yang mempunyai kewajiban hak berupa qishash, utang, nafkah, berbakti kepada kedua orang tua dan mengasuh anak-anak kecil. c. Congkak ketika berjalan. d. Melewati pundak (leher) seseorang, kecuali karena tempat kosong. 39 e. Lewat di depan orang yang sedang shalat, jika syarat-syarat batas tempat shalat telah terpenuhi. f. Memanjangkan (menyelonjorkan) kaki ke arah mushhaf (AlQur‟an), ketika tidak berada pada tempat yang tinggi. g. Setiap berjalan pada sesuatu yang diharamkan atau meninggalkan suatu kewajiban. 10. Di antara maksiat-maksiat badan a. Mendurhakai kedua orang tua. b. Melarikan diri dari peperangan. c. Memutus tali silaturrahmi (persaudaraan) d. Menyakiti tetangga. e. Mewarnai rambut dengan warna hitam. f. Laki-laki menyerupai perempuan dan sebaliknya. g. Merendahkan pakaian bagian bawah sampai menyentuh tanah karena sombong. Memakai pacar pada kedua tangan dan kaki oleh laki-laki tanpa adanya keperluan. h. Memutus mengerjakan ibadah fardhu tanpa udzur, dan memutus mengerjakan kesunnahan ibadah haji dan umrah. i. Menceritakan seorang mukmin untuk tujuan menghina dan meneliti beberapa kejelekan (cacat) manusia. j. Membuat tahi lalat (tiruan pada tubuh atau bertato). 40 k. Mendiamkan (tidak menghiraukan) pada seorang muslim lebih dari tiga hari kecuali karena ada udzur syar‟i. l. Menemani duduk bersama orang yang melakukan bid‟ah atau orang fasik, karena menyenangkan mereka. m. Memakai emas, perak, sutra atau pakaian yang timbangan berat sutranya lebih banyak daripada yang lainnya bagi seorang laki-laki yang sudah baligh, kecuali cincin dari perak. n. Menyepi dengan wanita lain (yang bukan mahramnya), dan seorang wanita yang bepergian tanpa disertai mahramnya. o. Mempekerjakan seorang yang merdeka secara paksa. p. Menghina para ulama, imam (kepala pemerintahan) yang adil dan orang muslim yang lanjut usia. q. Memusuhi kekasih Allah (wali Allah). r. Menolong untuk melakukan kemaksiatan dan melariskan barang palsu. s. Memakai dan membawa wadah dari emas dan perak. t. Meninggalkan ibadah fardhu atau mengerjakan fardhu, namun meninggalkan rukunnya atau syaratnya atau dengan perkara yang membatalkan fardhu. u. Tidak mengerjakan shalat Jum‟at, padahal shalat tersebut wajib bagi seseorang, walaupun telah mengerjakan shalat dzuhur. 41 v. Ahli suatu daerah (desa) meninggalkan jama‟ah pada shalat-shalat fardhu. w. Mengakhirkan (terlambat) mengerjakan fadhu dari waktunya dengan tanpa adanya udzur. x. Melempar binatang buruan dengan sesuatu yang berat, yang bisa mempercepat keluar nyawanya, dan membuat hewan sebagai sasaran. y. Tidak berdiam di rumah bagi wanita yang beriddah tanpa adanya udzur, dan tidak adanya ihdad (menunjukkan duka dengan tidak bersolek) atas kematian suaminya. z. Menajisi masjid dan mengokotorinya walaupun dengan sesuatu yang suci. aa. Menganggap mudah pada pelaksanaan haji setelah mampu sampai datang kematiannya. bb. Berhutang bagi orang yang tidak bisa diharapkan melunasinya secara zhahir, sedangkan orang yang memberikan hutang tidak mengetahui hal tersebut. cc. Tidak memberi kesempatan kepada orang yang belum mampu membayar hutang. dd. Menyerahkan harta untuk kemaksiatan. ee. Menghina mushhaf (Al-Qur‟an) dan setiap ilmu syariat. ff. Membolehkan anak kecil yang belum tamyiz memegang Al-Qur‟an. 42 gg. Mengubah batas-batas tanah. hh. Mempergunakan jalan raya untuk keperluan yang tidak diperbolehkan oleh syara‟. ii. Mempergunakan barang pinjaman tidak sesuai dengan izin yang diberikan atau melebihi waktu yang diizinkan atau dipinjamkan lagi kepada orang lain. jj. Menghalangi dari mempergunakan fasilitas umum. kk. Menggunakan barang temuan sebelum diumumkan sesuai dengan syarat-syarat. ll. Duduk dengan menyaksikan kemungkaran ketika seseorang tidak ada udzur. mm. Menyerobot masuk dalam pesta-pesta, yaitu masuk tanpa adanya izin atau orang-orang memasukkannya karena sungkan. nn. Seseorang dimuliakan karena ditakuti kejahatannya. oo. Tidak sama (tidak adil) di antara beberapa istri. pp. Wanita yang keluar dengan memakai wangi-wangian atau berhias, walaupun menutupi aurat dan dengan seizin suaminya, jika wanita tersebut melewati orang-orang laki-laki lain (bukan mahramnya). qq. Mengerjakan sihir. rr. Tidak mentaati imam (kepala negara). 43 ss. Mengurusi (harta) anak yatim, masjid, atau menerima jabatan sebagai hakim atau jabatan-jabatan lainnya, padahal mengetahui tidak akan mampu melaksanakan tugas tersebut. tt. Melindungi orang zalim dan menghalangi orang yang hendak mengambil haknya dari orang zalim tersebut. uu. Membuat takut pada orang-orang muslim. vv. Merampok. ww. Tidak menepati nadzar. xx. Berpuasa tanpa berbuka (wishol). yy. Mengambil tempat duduk orang lain, atau berdesakan dengan orang lain yang menyekitkan atau mengambil giliran orang lain (tidak disiplin antri). 11. Cara bertaubat a. Menyesali perbuatannya. b. Melepaskan diri. c. Berniat tidak kembali lagi pada perbuatan seperti itu. d. Memohon ampunan (istighfar). e. Jika melakukan dosa berupa meninggalkan kewajiban, maka harus mengqadhanya. Jika bertanggung jawab pada seseorang, maka harus memenuhi dan memohon ridhonya. 44 BAB IV ANALISIS DAN RELEVANSI PEMIKIRAN SYAIKH ABDULLAH BIN HUSAIN BA’ALAWI TENTANG PENDIDIKAN AKHLAK-TASAWUF DALAM KITAB SULLAM TAUFIQ C. Analisis Pemikiran Syaikh Abdullah bin Husain Ba’alawi Tentang Pendidikan Akhlak-tasawuf Pemikiran Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi tentang pendidikan akhlak-tasawuf menjadi sangat penting bagi kehidupan setiap orang Islam untuk mencapai kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat kelak. Bila mampu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, akan membuahkan kehidupan yang teratur dan indah. Baik diterapkan oleh generasi saat ini pengerak Bangsa, lebih-lebih diterapkan oleh generasi-generasi muda penerus Bangsa. Dalam buku Ensiklopedi 22 Aliran Tarekat Dalam Tasawuf, Prof. Dr. K.H. Said Aqil Sirodj (Masyhuri, 2014:xiv) telah memberikan kata pengantar sebagai berikut. Para sufi sesungguhnya adalah tokoh-tokoh pembangun peradaban (tsaqafah wa tamaddun) yang sangat impresif dan konkrit. Tasawuf yang diembannya telah menjadi „tsaurah ar-ruhiyah‟, yakni revolusi spiritual yang hasilnya bisa dinikmati secara nyata oleh generasi berikutnya. Dengan lebih gamblang Prof. Dr. K.H. Said Aqil Sirodj (2012:vii) dalam buku beliau yang berjudul Dialog Tasawuf Kiai Said Akidah, Tasawuf dan Relasi Antarumat Beragama mengatakan, “Dalam konteks keindonesiaan yang majemuk, tasawuf akan mengantarkan bangsa ini 45 menjadi bangsa yang ramah, menghormati perbedaan, dan mampu mengelola keragaman, sesuai salah satu pilar bangsa: Bhinneka Tunggal Ika.”. Dengan demikian, tasawuf dapat menjadi kunci pembuka pintu kemakmuran dan kesejahteraan Bangsa Indonesia. Dunia pendidikan sebuah ladang subur untuk membentuk generasi penerus bangsa yang ramah, menghormati perbedaan, dan mampu mengelola keragaman, sesuai salah satu pilar bangsa: Bhinneka Tunggal Ika. Tasawuf menjadi salah satu yang dipelajari dalam dunia pendidikan Islam. Pendidikan tasawuf difokuskan pada akhlak-tasawuf. Tepat apabila pemikiran Syeikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi tentang pendidikan akhlak-tasawuf ini diangkat kepermukaan dan menjadi kontribusi penting demi terwujudnya generasi penerus bangsa. Pada zaman sekarang, tantangan pendidikan Islam sangat dipengaruhi oleh globalisasi. Saat ini globalisasi dunia ditandai oleh lima kecenderungan (Nata, 2013:14) berikut: Pertama, kecenderungan integrasi ekonomi yang menyebabkan terjadinya persaingan bebas dalam dunia pendidikan. Dunia pendidikan termasuk yang diperdagangkan, maka dunia pendidikan saat ini dihadapkan pada logika bisnis. Kedua, kecenderungan fragmentasi politik yang menyebabkan terjadinya peningkatan tuntunan dan harapan dari masyarakat. Kecenderungan ini terlihat dari adanya pengelolaan manajemen pendidikan yang berbasis 46 sekolah, pemberian peluang kepada komite untuk ikut dalam perumusan kebijakan dan program pendidikan, pelayanan proses belajar mengajar yang lebih memberikan peluang dan kebebasan kepada peserta didik, yaitu model belajar mengajar yang partisipasif, aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (Paikem). Ketiga, kecenderungan penggunaan teknologi canggih. Teknologi canggih telah masuk ke dalam dunia pendidikan sehingga peran dan fungsi tenaga pendidik juga bergeser menjadi semacam fasilitator, katalisator, motivator, dan dinamisator. Peran pendidikan saat ini tidak lagi sebagai satu-satunya sumber pengetahuan. Keempat, kecenderungan interdependency (kesaling tergantungan) yaitu suatu keadaan seseorang baru dapat memenuhi kebutuhannya apabila dibantu oleh orang lain. Ketergantungan ini juga terjadi di dunia pendidikan. Adanya badan akreditasi pendidikan, selain dimaksudkan untuk meningkatkan mutu pendidikan, juga menunjukkan ketergantungan lembaga pendidikan terhadap pengakuan dari pihak eksternal. Munculnya tuntutan masyarakat agar peserta didik memiliki keterampilan dan pengalaman praktis, menyebabkan dunia pendidikan membutuhkan atau tergantung pada peralatan praktikum dan magang. Kelima, kecenderungan munculnya penjajahan baru dalam bidang kebudayaan yang mengekibatkan terjadinya pola pikir masyarakat pengguna pendidikan, yaitu dari yang semula mereka belajar dalam rangka 47 meningkatkan kemampuan intelektual, moral, fisik, dan psikisnya berubah menjadi belajar untuk mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang besar. Kecenderungan budaya yang demikian menyebabkan ajaran agama yang bersifat normatif dan menjanjikan masa depan yang baik di akhirat kurang diminati. Kecenderungan tersebut mempengaruhi sikap hidup masyarakat. Sikap hidup yang mengutamakan materi (materialistik), memperturutkan kesenangan dan kelezatan syahwat (hedonistik), ingin menguasai semua aspek kehidupan (totaliteristik), hanya percaya pada rumus-rumus pengetahuan empiris saja, serta paham hidup positivistis yang bertumpu pada kemampuan akal pikiran manusia. Ilmu pengetahuan dan teknologi modern sangat mengkhawatirkan bila berada di tangan orang-orang yang berjiwa dan bermental demikian. (Nata, 2002: 288) Banyak cara yang diajukan para ahli untuk mengatasi masalah tersebut, dan salah satu cara yang hampir disepakati para ahli adalah dengan cara mengembangkan kehidupan yang berakhlak dan bertasawuf (Nata, 2002: 293). Tasawuf sebagai perwujudan ihsan dalam risalah yang dibawa Rasulullah SAW., memainkan perannya menjadi problem solving untuk menghadapi berbagai problematika di segala lini kehidupan (Siroj, 2012: vi). Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani (2013: 140) mengatakan, “Meskipun Nabi SAW sangat zuhud, beliau SAW mencintai tiga hal tersebut (wewangian, wanita, dan dijadikan kesejukan mata dalam sholat) karena perkara-perkara 48 tersebut telah ditentukan menjadi bagian beliau dalam ilmu Tuhan. Dengan demikian, beliau SAW mengambilnya dalam rangka mengikuti perintah, dan mengikuti perintah-Nya berarti menaati-Nya. Walaupun hidupnya penuh dengan dunia, setiap orang yang mengambil bagiannya dengan cara seperti ini, ia berada dalam ketaatan.” K.H. Mustofa Bisri (2007: 60) dalam catatan kakinya terhadap Kitab Kimiyaus Sa‟adah menuliskan sebagai berikut Yang dimaksud Imam Ghazaly “Tinggalkan kesibukan-kesibukan duniawi secara keseluruhan”, adalah meninggalkannya di dalam hati. Bukan berarti beliau menyuruh meninggalkan amal dan menghentikan kegiatan-kegiatan kehidupan ini. Tasawuf bukannya lari dari dunia ini dan pergi duduk di puncak gunung. Tasawuf dapat dilakukan di tengah-tengah kehidupan. Jadilah guru yang sufi, pegawai yang sufi, buruh yang sufi, pedagang yang sufi, dan seterusnya. Karena tasawuf adalah membersihkan hati, untuk Allah semata. Dapat dilakukan di mana saja. Timbul keikhlasan dalam hati setiap manusia dengan berbagai profesi. Dengan tidak adanya unsur dunia yang masuk dalam hati, setiap pribadi akan memancarkan akhlak-tasawuf pada setiap perilakunya. Kehidupan akan berlangsung dengan teratur karena setiap orang menjunjung akhlak yang berdasarkan kebersihan hati dari unsur duniawi. Persaingan dalam berbagai macam bidang tidak didasari ketamakan namun didasari berlomba-lomba dalam kebaikan untuk memperoleh kemaslahan bersama. 49 1. Analisis Konsep Pendidikan Akhlak-tasawuf Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi Konsep pendidikan akhlak-tasawuf yang diusung oleh Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi berasal dari ikatan tauhid, fiqh, dan tasawuf. Tauhid, fiqh dan tasawuf merupakan variabel-variabel yang saling berkaitan. Analisis dimaksudkan untuk mengetahui keistimewaan (hubungan spesial) antara tauhid, fiqh, dan tasawuf dalam mewujudkan akhlak-tasawuf dalam diri setiap individu Islam. Tauhid atau akidah, fiqh, dan tasawuf merupakan tiga bagian dalam satu bangunan yang tentu tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain. Jika ilmu fiqh menjaga Islam, ilmu akidah menjaga iman, maka ilmu tazkiyyah dan suluk menjaga ihsan (Jum‟ah, 2013:1). Ilmu tazkiyyah dan suluk itulah ilmu tasawuf. Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi mengajarkan ilmu akidah, fiqh, dan tasawuf dalam satu kitab agar setiap orang yang mempelajari Sullam taufiq dapat mengamalkan akhlak-tasawuf dengan tahapan dan dasar yang benar. Kaum sufi menganggap ilmu syariat sebagai ilmu pertama yang harus diketahui, namun bukan utama apalagi yang terakhir karena fungsinya sebagai titian pertama manusia menuju ilmu thariqah. Ilmu thariqah artinya pengetahuan tentang jalan (titian) yang ada petunjuk untuk melakukan ibadah sesuai yang ditentukan dan dicontohkan Nabi Muhammad SAW. dan dikerjakan oleh sahabat, tabi‟in, turun-temurun 50 hingga guru-guru secara berantai (Jum‟ah, 2013:vi). Menurut Muhammad Ali At Tahanuwi, syariat ialah hukum-hukum Allah yang ditetapkan untuk hamba-Nya yang disampaikan melalui para Nabi atau Rasul-Nya. Baik hukum yang berhubungan dengan amaliyah-hukum ini dimasukkan ke dalam ilmu fiqh maupun hukum yang berhubungan dengan akidah (Al Aziz, tt:31). Ilmu syariat sebagai ilmu pertama terdiri dari ilmu akidah dan fiqh untuk menuju ilmu thariqah. Sikap dan perilaku batiniah atau tasawuf kemudian dikembangkan dengan tatacara thariqah untuk pada gilirannya seseorang dapat mencapai makrifat (Bisri, 2007:10). Pendidikan akhlak-tasawuf ditempuh secara runtut mulai dari ilmu syariat kemudian ilmu tasawuf. Ilmu syariat sebagai dasar untuk mengarungi luas dan indahnya ilmu tasawuf. Dengan demikian akhlak-tasawuf akan muncul dalam setiap sikap dan perilaku manusia. Konsep pendidikan akhlak-tasawuf yang disusun oleh Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi menjadi salah satu solusi pengembangan kurikulum yang tepat bagi pendidikan Islam. Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pengembangan isi kurikulum (Arifin, 2012:90) di antaranya ruang lingkup (scope). Ruang lingkup kurikulum menunjukkan keseluruhan, keluasan, atau kedalaman, dan batas-batas bahan pelajaran yang akan disampaikan kepada peserta didik. Bahan pelajaran tersebut merupakan bahan yang terseleksi karena dianggap 51 penting dan sesuai dengan tugas-tugas perkembangan peserta didik (Arifin, 2012:104). Konsep pendidikan akhlak-tasawuf Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi telah tersusun dan sesuai untuk menjadi terobosan baru dalam pengembangan kurikulum. Tersusun rapi yang diawali dengan disiplin ilmu tauhid langsung disambung dengan ilmu fiqh kemudian dilanjutkan dengan ilmu akhlak-tasawuf. Susunan tersebut menunjukkan keseluruhan, keluasan atau kedalaman disiplin ilmu yang akan diajarkan serta telah jelas batas-batas bahan pelajaran yang akan disampaikan kepada peserta didik yaitu tauhid, fiqh dan akhlak-tasawuf. Ilmu tauhid, fiqh dan akhlaktasawuf yang disampaikan secara utuh (tanpa ada pemisahan dalam penerapannya) bagi peserta didik merupakan bahan terseleksi yang sangat penting dan sesuai dengan perkembangan peserta didik dalam menghadapi era globalisasi yang terjadi. Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi mengembangkan kurikulum pendidikan Islam yang sederhana namun menjadi bahan pokok bagi peserta didik untuk menghadapi perkembangan zaman. Ilmu syariat dan ilmu tasawuf mempunyai interaksi dan simbiosis yang saling mempengaruhi dan tidak dapat dipisahkan, meskipun fungsinya berbeda. Bila dipisahkan dalam arti hanya dipilih salah satunya, maka akan mengakibatkan keimanan seseorang menjadi tidak seimbang dan tidak stabil. Kadang cenderung melemah dan bahkan bisa juga hilang 52 sama sekali. Keduanya secara seimbang harus tumbuh sebagai manifestasi iman yang makin kuat. Sikap dan perilaku syariat saja dan tanpa tasawuf menunjukkan kekosongan batin dan pada gilirannya kalbu itu mudah terpengaruh oleh unsur-unsur kefasikan. Akan tetapi perilaku tasawuf tanpa didukung oleh sikap dan perilaku syariat berarti hilangnya unsur ketakwaan yang sangat mendasar dan tidak mustahil akan menumbuhkan perilaku kebatinan (Jawa) yang sama sekali di luar garis Islam (Bisri, 2007:11). Iman menjadi aspek pertama yang harus tertanam dalam diri setiap orang Islam. Seorang muslim yang mengesakan Allah adalah yang mendapatkan hidayah dan petunjuk. Meniadakan hak disembah kepada semua makhluk. Meyakini bahwa segala sesuatu selain Allah itu diciptakan, dan Allah adalah satu-satunya pencipta. Dia-lah Allah yang berhak disembah, yang berhak mendapatkan hak atas segala macam dan bentuk-bentuk ibadah dhahir dan batin (Jum‟ah, 2014: 150). Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi sangat menekankan pada aspek keimanan dalam hati. Menanamkan makna syahadat tauhid dan syahadat rasul dengan kaut. Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi juga menekankan untuk senantiasa menjaga iman agar tidak lepas dari diri setiap orang Islam. Iman menjadi modal utama dalam menghadapi segala tipu daya dunia yang mengahadang setiap muslim untk menuju kepada Allah. 53 Kesadaran bahwa kedamaian, kabahagiaan, dan keberhasilan manusia itu bergantung pada ketaatannya kepada Allah merupakan buah dari keimanan kepada-Nya (Birgawi, 2014:129). Ketaatan kepada Allah terwujud dalam bentuk ibadah yang diatur oleh ilmu fiqh. Seorang hamba haruslah membuktikan keimanannya kepada Allah. Bukti tersebut adalah ibadah dhohiriyah sebagai wujud penyembahan kepada Sang Pencipta, Allah. Ibadah tersebut diatur sedemikian rupa oleh fiqh. Ibadah dhohiriyah sebagai indikator keimanan adalah berupa ketakwaan yakni melaksanakan semua perintah Allah dan menghindari dari semua larangan Allah (Bisri, 2007:10). Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi mengajarkan fiqh dengan beberapa bab utama yang wajib dilaksanakan oleh orang Islam. Ilmu fiqh dalam Sullam Taufiq diawali dengan kewajiban menunaikan kefardhuan dan menjauhi keharaman. Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi memberi modal awal dalam melaksanakan berbagai bentuk ibadah dengan menjelaskan tentang pentingnya melaksanakan berbagai kewajiban yang perlu untuk dipenuhi. Begitu juga mengingatkan pentingnya meninggalkan keharaman dalam melaksanakan ibadah. Ibadah sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah, maka perlu memperhatikan berbagai syarat, dan rukun yang bersangkutan. Dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban tersebut (ibadah), harus menetapi syarat dan rukunnya. Demikian juga wajib 54 menjauhi hal-hal yang bisa membatalkan ibadah dan wajib meninggalkan semua perkara yang diharamkan oleh Allah (Sa‟id, tt:25). Tasawuf itu sendiri menurut banyak ulama adalah menjernihkan kalbu dari sifa-sifat rendah, tercela yang gilirannya tidak mustahil muncul sikap kejiwaan yang disebut superego yang terejawantah dalam sikap dan perilaku lahiriah (Bisri, 2007:8). Menurut Muhammad bin AlQashshab seperti yang dikutip Imam Qusyairi, tasawuf adalah akhlak yang terpuji, yang tampak di masa yang mulia, dari seorang yang mulia, bersama dengan orang-orang yang mulia (An-naisaburi, 2007:416). Tasawuf sebagaimana uraian tersebut akan menimbulkan akhlak-tasawuf. Akhlak yang muncul akibat kedekatan dengan Allah. Makna akhlak yang mulia menurut Husin bin Manshur adalah ketiadaan buih (kesia-siaan) bekas makhluk dalam diri seseorang setelah pencapaian penglihatnnya pada Al-Haqq. Sedangkan menurut Ahmad bin Isa Al-Kharraz adalah ketiadaan keinginan atau cita-cita selain yang ditujukan kepada Allah. menurut Muhammad Al-Kattani akhlak tercermin dalam sikap sufi. Artinya, tasawuf adalah akhlak yang menjadi bekal dalam kebersamaannya dengan Allah (An-Naisaburi, 2007:352). Kedekatan dengan Allah, kebersamaan dengan Allah diraih dengan jalan ibadah yang telah diatur oleh fiqh. Ibadah sebagai wujud ketakwaan kepada Allah mempengaruhi keadaan hati. Semakin tekun ibadah maka hati akan semakin mengkilat dan semakin banyak memantulkan cahaya Allah. 55 cahaya Allah yang memantul dari hati seseorang akan menyebabkan anggota badan manusia menampilkan akhlak yang mulia. Akhlak sebagai buah kedekatan bersama Allah. Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi menyusun kitab Sullam Taufiq mengajak orang-orang Islam untuk menjadi manusia berkualitas spiritual yang tinggi yaitu menjunjung tinggi akhlak-tasawuf buah dari pendekatan diri kepada Allah. Sebagaimana tertulis dalam mukadimahnya, “...kemudian di angkat derajatnya dan ditempatkan pada maqom mahabbah...” (Said, tt:1). Menurut Imam Qusyairi cinta adalah suatu hal yang mulia. Rahmat adalah keinginan spesial, dan cinta lebih khusus daripada rahmat. Karena itu, keinginan Allah untuk menyampaikan pahala dan nikmat kepada hamba-Nya disebut rahmat, sedangkan keinginan-Nya untuk mengkhususkan hamba-Nya dengan kedekatan dan kedudukan yang tinggi dinamakan cinta (mahabbah) (AnNaisaburi, 2007:475). 2. Analisis Pendidikan Akhlak-tasawuf Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi Analisis pendidikan akhlak-tasawuf berbeda dengan analisis konsep pendidikan akhlak-tasawuf. Apabila analisis konsep pendidikan akhlak-tasawuf dimaksudkan untuk menemukan keistimewaan hubungan antara akidah, fiqh, dan tasawuf hingga dapat memunculkan perilaku akhlak-tasawuf. Maka analisis pendidikan akhlak-tasawuf dimaksudkan 56 untuk mengetahui keistimewaan dan penerapan dari pembahasan akhlaktasawuf yang telah disusun oleh Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi. Akhlak-tasawuf yang diajarkan oleh Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi dapat dikatakan seperti perilaku akhlak pada umumnya. Akhlak yang sudah biasa dipelajari pada dunia pendidikan Islam, begitu juga di Indonesia. Bila dilihat dari isi kitab, Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi ingin mengajak setiap orang agar mulia di sisi Allah dengan cara ibadah yang sudah lazim di masyarakat luas. Awal pembahasan akhlaktasawuf, Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi menyebutkan tentang berbagai kewajiban dan kemaksiatan hati. Pembahasan berikutnya berkaitan dengan tubuh manusia dimulai dari perut, mata, lisan, telinga, tangan, kemaluan, kaki, dan badan. Pada akhir pembahasan akhlaktasawuf, Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi menyebutkan tentang cara bertaubat. Apabila ditinjau dari susunan, pembahasan pendidikan akhlaktasawuf tersebut dapat dimasukkan dalam pengembangan kurikulum pada bagian urutan atau sequence. Urutan bahan pelajaran menunjukkan keteraturan bahan yang akan disampaikan kepada peserta didik. Urutan tersebut dilakukan dengan cara antara lain mulai dari yang kecil hingga yang terbesar, mulai dari yang sederhana sampai yang kompleks, dapat juga mulai dari keseluruhan sampai dengan bagian-bagian (Arifin, 2012:105). Pendidikan Akhlak-tasawuf yang diawali dari hati, kemudian 57 menuju ke berbagai anggota tubuh manusia dan diakhiri dengan taubat menjadi keteraturan bahan pembelajaran yang akan disampaikan kepada peserta didik. Peserta didik dapat mempelajari akhlak-tasawuf berawal dari tempat sumber akhlak yaitu hati, meliputi kewajiban dan perbuatanperbuatan yang dinilai maksiat bagi hati. Kemudian mulai menyebar ke masing-masing bagian anggota tubuh sebagai wilayah pancaran cahaya hati. Dimulai dari perut, mata, lisan, telinga, tangan, kemaluan, kaki, dan badan. Urutan yang sistematis ini akan memudahkan peserta didik memahami berbagai perilaku akhlak-tasawuf, sehingga memudahkan peserta didik menerapkannya. Uniknya dari pendidikan akhlak-tasawuf Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi adalah hanya disebutkan tentang berbagai maksiat dari setiap anggota tubuh manusia tersebut. Keunikan ini memicu peserta didik dan pendidik (sendiri) untuk berpikir menganalisis hal-hal yang dikategorikan akhlak-tasawuf keterbalikan dari berbagai maksiat yang disebutkan oleh Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi. Pengembangan kurikukulum dengan urutan tersebut memotivasi setiap peserta didik untuk kembali kepada Allah melalui jalan taubat. Sequence yang istimewa bagi dunia pendidikan untuk mewujudkan moral spiritual berbasis akhlak-tasawuf bagi setiap warga Negara Indonesia. 58 Akidah dan keyakinan yang lazim disebut iman tumbuh dari kalbu. Kuat lemahnya keimanan seseorang akan banyak dipengaruhi oleh kejernihan kalbu (Bisri, 2007:9). Ada pepatah terkenal mengatakan, “Sesungguhnya jiwa itu bagaikan kota. Kedua tangan, kedua kaki dan seluruh anggota badan adalah daerah wilayahnya. Kekuatan nafsu walikotanya, kekuatan angkara murka polisinya. Sedang hati meruapakan rajanya dan akal sebagai perdana menterinya.” (Bisri, 2007:32). Hati atau kalbu sebagai raja sumber dari ruhaniah manusia. Wilayah pemerintahan hati adalah semua anggota badan, sehingga anggota badan perlu untuk diperhatikan pula. Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi memperhatikan perilaku setiap anggota badan. Mulai dari perut, mata, lisan, telinga, tangan, kemaluan, kaki, dan badan itu sendiri. Setiap anggota badan agar terjaga dari berbagai maksiat yang dapat membuat hati tertutupi noda dosa sehingga sulit memantulkan cahaya Allah. Apabila anggota badan telah tercemar dengan maksiat maka harus bertaubat. Maka pembahasan akhlak-tasawuf oleh Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi ditutup dengan tatacara bertaubat. Seseorang yang bertaubat dari segala sesuatu selain Allah, maka Allah akan menampakkan sifat-sifat-Nya kepada orang tersebut (Jum‟ah, 2013:28). Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi juga menunjukkan bahwa akhlak-tasawuf tidak lepas dari unsur tauhid, fiqh, dan tasawuf itu sendiri. 59 Penggolongan akhlak-tasawuf yang diajarkan Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi dalam kitab Sullam Taufiq, sebagai berikut: Tabel 4.1 Unsur-Unsur Dalam Akhlak-tasawuf a. Kewajiban Hati No. Perilaku Unsur 1) Beriman kepada Allah dan apa-apa yang datang Tauhid dari Allah. 2) Beriman kepada utusan Allah dan apa-apa yang Tauhid datang dari utusan Allah. 3) Membenarkan ajaran Nabi. Tauhid 4) Meyakininya (ajaran Nabi). Tauhid 5) Ikhlas. Tasawuf 6) Menyesali atas kemaksiatan. Tasawuf 7) Menyerahkan diri kepada Allah (tawakal). Tasawuf 8) Merasa selalu dalam pengawasan Allah. Tauhid 9) Ridlo atas takdir Allah Tauhid 10) Berbaik sangka kepada Allah dan makhluk Tasawuf Allah. 11) Mengagungkan syiar-syiar Allah. Tauhid 12) Mensyukuri nikmat-nikmat Allah. Tasawuf 13) Bersabar dalam melaksanakan apa-apa yang Tasawuf diwajibkan Allah. 60 14) Bersabar dalam menjauhi apa-apa yang di Tasawuf haramkan Allah. 15) Bersabar atas cobaan-cobaan Allah. Tasawuf 16) Yakin dengan rezeki. Tauhid 17) Berburuk sangka terhadap nafsu. Tasawuf 18) Tidak ridlo terhadap nafsu. Tasawuf 19) Membenci syaitan. Tasawuf 20) Membenci perkara duniawi. Tasawuf 21) Membenci para pelaku kemaksiatan. Tasawuf 22) Mencintai Allah. Tauhid 23) Mencintai Kalamullah. Tauhid 24) Mencintai Rasul-Nya. Tauhid 25) Mencintai para sahabat Nabi SAW. Tauhid 26) Mencintai keluarga Nabi. Tauhid 27) Mencintai para sahabat Anshor. Tauhid 28) Mencintai para sholihin. Tasawuf b. Sebagian dari Maksiat Hati No. Perilaku Unsur 1) Riya‟ dengan amal. Tasawuf 2) Meragukan wujudnya Allah. Tauhid 61 3) Merasa aman dari azabnya Allah. Tauhid 4) Merasa putus asa dari rahmat Allah. Tasawuf 5) Sombong atas hamba-hamba Allah. Tasawuf 6) Dendam. Tasawuf 7) Hasud. Tasawuf 8) Mengungkit-ungkit sedekah. Tasawuf 9) Terus-menerus melakukan dosa. Tasawuf 10) Berprasangka buruk kepada Allah dan hamba- Tasawuf hamba-Nya. 11) Membohongkan takdir Allah. 12) Bergembira dengan kemaksiatan Tauhid yang Tasawuf dilakukannya atau dilakukan orang lain. 13) Menghianati janji, meskipun dengan orang kafir. Tasawuf 14) Melakukan tipu daya Fiqh 15) Membenci sahabat Nabi, keluarga Nabi atau Tauhid kaum sholihin. 16) Kikir atas sesuatu yang diwajibkan Allah. Fiqh 17) Rakus Tasawuf 18) Menghina sesuatu yang diagungkan Allah. Tauhid 19) Meremehkan sesuatu yang diagungkan Allah, Tauhid yakni ketaatan, kemaksiatan, Al-Qur‟an, ilmu, surga atau neraka. 62 c. Sebagian dari Maksiat Perut No. Perilaku Unsur 1) Memakan riba. Fiqh 2) Memakan pungutan liar. Fiqh 3) Memakan harta ghosob. Fiqh 4) Memakan harta curian. Fiqh 5) Memakan harta yang dihasilkan dari muamalah Fiqh yang diharamkan syara‟. 6) Meminum arak. Fiqh 7) Memakan sesuatu yang memabukkan. Fiqh 8) Memakan segala sesuatu yang najis. Fiqh 9) Memakan sesuatu yang menjijikkan. Fiqh 10) Memakan harta anak yatim. Fiqh 11) Memakan harta wakaf yang menyalahi ketentuan Fiqh yang disyaratkan oleh orang yang wakaf. 12) Memakan harta yang diberikan pemiliknya Fiqh karena merasa malu. d. Di antara Maksiat-Maksiat Mata No. Perilaku Unsur 1) Memandang kepada wanita-wanita lain. Fiqh 63 2) Melihat aurat. Fiqh 3) Diharamkan bagi wanita membuka bagian Fiqh tubuhnya. 4) Diharamkan bagi lelaki dan wanita membuka Fiqh bagian tubuh antara pusar dan lutut di hadapan orang yang melihat aurat tersebut, meskipun sejenisnya dan ada hubungan mahrom, selain dengan orang yang halal. 5) Diharamkan bagi lelaki dan wanita membuka Fiqh qubul dan duburnya manakala sendirian dengan tanpa ada hajat, kecuali di hadapan orang yang halal baginya. 6) Diharamkan memandang orang Islam dengan Tasawuf pandangan meremehkan. 7) Diharamkan melihat ke dalam rumah orang lain Tasawuf dengan tanpa seizin pemiliknya atau melihat sesuatu yang disembunyikan dengan tanpa seizin pemiliknya. 8) Menyaksikan kemungkaran sementara itu ia Tasawuf tidak mengingkari. 64 e. Di antara Maksiat-Maksiat Lisan No. Perilaku Unsur 1) Ghibah (Menggunjing). Tasawuf 2) Menghasut. Tasawuf 3) Mengadu tanpa perantara ucapan Tasawuf 4) Dusta Tasawuf 5) Mengadu domba. Tasawuf 6) Sumpah palsu. Fiqh 7) Ucapan-ucapan qadzaf (tuduhan). Fiqh 8) Mencela para sahabat Nabi SAW. Tauhid 9) Saksi palsu. Fiqh 10) Tidak memenuhi janji Tasawuf 11) Penundaan pembayaran hutang Fiqh 12) Mencela, mencacat dan melaknat. Tasawuf 13) Menghina orang Islam. Tauhid 14) Berdusta atas nama Allah dan Rasul-Nya. Tauhid 15) Tuduhan bohong. Tasawuf 16) Menjatuhkan talak bid‟iy (menceraikan istrinya Fiqh yang sudah disetubuhi ketika sedang haid atau nifas). 17) Zhihar (suami menyerupakan istrinya seperti 65 Fiqh ibunya atau saudara perempuan suaminya). 18) Keliru di dalam membaca Al-Qur‟an, meskipun Tasawuf tidak sampai merubah arti. 19) Orang kaya yang meminta harta atau pekerjaan. Tasawuf 20) Nadzar dengan tujuan mencegah ahli waris dan Fiqh meninggalkan wasiat utang atau suatu benda yang tidak diketahui oleh orang lain. 21) Membuat nasab (keturunan) bukan pada ayah Fiqh atau orang yang memerdekakannya. 22) Melamar gadis yang sedang dilamar saudaranya Fiqh yang muslim. 23) Berfatwa tanpa ilmu. Fiqh 24) Meratapi dan menangisi dengan menjerit-jerit Fiqh yang berlebihan pada seorang mayit. 25) Setiap ucapan yang mendorong pada keharaman Fiqh atau memutuskan dari kewajiban. 26) Setiap pembicaraan yang mencela agama atau Tauhid salah seorang dari para Nabi, ulama, ilmu, syariat, Al Qur‟an atau sesuatu dari beberapa syiar Allah. 27) Meniup seruling. Fiqh 28) Diam dari memerintahkan melakukan kebaikan Fiqh 66 dan mencegah kemungkaran tanpa adanya udzur. 29) Menyembunyikan ilmu yang wajib padahal ada Fiqh yang belajar. 30) Tertawa karena keluar kentut atau terhadap Tasawuf seorang muslim karena meremehkannya. 31) Menyembunyikan kesaksian dan melupakan Al- Fiqh Qur‟an. 32) Tidak menjawab salam yang wajib. Fiqh 33) Melakukan ciuman yang menggerakkan syahwat Fiqh bagi orang yang sedang ihram haji atau umrah, orang yang berpuasa fardhu, atau bagi orang yang haram melakukan ciuman tersebut. f. Sebagian Maksiat-Maksiat Telinga No. Perilaku Unsur 1) Mendengarkan pembicaraan suatu kaum yang Tasawuf dirahasiakan dari pendengarannya. 2) Mendengarkan seruling dan suara-suara yang Fiqh diharamkan. 3) Mendengarkan gunjingan, adu domba, dan Tasawuf semua perkataan yang haram. Lain halnya jika mendengarkannya secara tidak sengaja, lalu 67 membencinya dan wajib mengingkari apabila mampu. g. Sebagian Maksiat-Maksiat Tangan No. Perilaku Unsur 1) Mengurangi takaran, timbangan dan ukuran Fiqh panjang. 2) Mencuri. Fiqh 3) Merampok. Fiqh 4) Ghasab. Fiqh 5) Mengambil pungutan liar dana mengambil Fiqh dengan cara haram. 6) Membunuh. Fiqh 7) Memukul tanpa hak. Tasawuf 8) Mengambil atau menerima suap. Fiqh 9) Membakar hewan, kecuali jika hewan tersebut Fiqh mengganggu dan hanya dengan cara itu (membakar) untuk menolaknya. 10) Menyiksa hewan. Fiqh 11) Bermain dadu (tarad) dan thob (sejenis alat Fiqh pemukul untuk berjudi), dan setiap sesuatu yang mengandung perjudian. 68 12) Memainkan alat-alat musik yang diharamkan, Fiqh seperti thanbur, rebab, seruling, dan senar yang digunakan sebagai alat musik. 13) Menyentuh wanita yang bukan mahramnya Fiqh dengan sengaja tanpa penghalang atau dengan adanya penghalang namun dengan syahwat walaupun sejenis atau ada hubungan mahram. 14) Menggambar hewan. Fiqh 15) Mencegah (tidak menunaikan) zakat. Fiqh 16) Menghalangi pekerjaan untuk memperoleh upah. Fiqh 17) Menahan harta yang sangat dibutuhkan orang Fiqh lain untuk menutupi kebutuhannya atau tidak menyelamatkan orang yang tenggelam, padahal tidak ada udzur untuk melaksanakan dua hal tersebut. 18) Menulis sesuatu yang haram diucapkan. Tasawuf 19) Berkhianat Tasawuf h. Di Antara Maksiat-Maksiat Kemaluan No. Perilaku Unsur 1) Zina dan liwath (homoseks). Fiqh 2) Menyetubuhi hewan meskipun miliknya. Fiqh 69 3) Onani dengan tidak menggunakan tangan Fiqh istrinya. 4) Bersetubuh pada masa haid atau nifas atau Fiqh setelah berhenti haid dan nifas tetapi sebelum mandi (bersuci). 5) Membuka aurat di hadapan orang yang haram Fiqh melihatnya atau tatkala sendirian tanpa adanya tujuan. 6) Menghadap atau membelakangi kiblat ketika Fiqh buang air kecil atau buang air besar tanpa adanya penghalang (tutup). 7) Buang air besar di pemakaman (kuburan), buang Fiqh air kecil di dalam masjid walaupun pada wadah dan haram buang air kecil pada tempat yang diagungkan. 8) Meninggalkan khitan sempai pada masa baligh. Fiqh i. Di Antara Maksiat-Maksiat Kaki No. Perilaku Unsur 1) Berjalan pada kemaksiatan. Tasawuf 2) Pelarian diri seorang budak (dari tuannya), istri Fiqh (dari suaminya) dan orang yang mempunyai 70 kewajiban hak berupa qishash, utang, nafkah, berbakti kepada kedua orang tua dan mengasuh anak-anak kecil. 3) Congkak ketika berjalan. Tasawuf 4) Melewati pundak (leher) seseorang, kecuali Fiqh karena tempat kosong. 5) Lewat di depan orang yang sedang shalat, jika Fiqh syarat-syarat batas tempat shalat telah terpenuhi. 6) Memanjangkan (menyelonjorkan) kaki ke arah Tasawuf mushhaf (Al-Qur‟an), ketika tidak berada pada tempat yang tinggi. 7) Setiap berjalan pada sesuatu yang diharamkan Fiqh atau meninggalkan suatu kewajiban. j. Di Antara Maksiat-Maksiat Badan No. Perilaku Unsur 1) Mendurhakai kedua orang tua. Tasawuf 2) Melarikan diri dari peperangan. Fiqh 3) Memutus tali silaturrahmi (persaudaraan) Fiqh 4) Menyakiti tetangga. Fiqh 5) Mewarnai rambut dengan warna hitam. Fiqh 6) Laki-laki menyerupai 71 perempuan dan Fiqh sebaliknya. 7) Merendahkan pakaian bagian bawah sampai Fiqh menyentuh tanah karena sombong. Memakai pacar pada kedua tangan dan kaki oleh laki-laki tanpa adanya keperluan. 8) Memutus mengerjakan ibadah fardhu tanpa Fiqh udzur, dan memutus mengerjakan kesunnahan ibadah haji dan umrah. 9) Menceritakan seorang mukmin untuk tujuan Tasawuf menghina dan meneliti beberapa kejelekan (cacat) manusia. 10) Membuat tahi lalat (tiruan pada tubuh atau Fiqh bertato). 11) Mendiamkan (tidak menghiraukan) pada seorang Fiqh muslim lebih dari tiga hari kecuali karena ada udzur syar‟i. 12) Menemani duduk bersama orang yang Fiqh melakukan bid‟ah atau orang fasik, karena menyenangkan mereka. 13) Memakai emas, perak, sutra atau pakaian yang Fiqh timbangan berat sutranya lebih banyak daripada yang lainnya bagi seorang laki-laki yang sudah 72 baligh, kecuali cincin dari perak. 14) Menyepi dengan wanita lain (yang bukan Fiqh mahramnya), dan seorang wanita yang bepergian tanpa disertai mahramnya. 15) Mempekerjakan seorang yang merdeka secara Fiqh paksa. 16) Menghina para ulama, imam (kepala Tasawuf pemerintahan) yang adil dan orang muslim yang lanjut usia. 17) Memusuhi kekasih Allah (wali Allah). Tasawuf 18) Menolong untuk melakukan kemaksiatan dan Fiqh melariskan barang palsu. 19) Memakai dan membawa wadah dari emas dan Fiqh perak. 20) Meninggalkan ibadah fardhu atau mengerjakan Fiqh fardhu, namun meninggalkan rukunnya atau syaratnya atau dengan perkara yang membatalkan fardhu. 21) Tidak mengerjakan shalat Jum‟at, padahal shalat Fiqh tersebut wajib bagi seseorang, walaupun telah mengerjakan shalat dzuhur. 22) Ahli suatu daerah (desa) meninggalkan jama‟ah Fiqh 73 pada shalat-shalat fardhu. 23) Mengakhirkan (terlambat) mengerjakan fadhu Fiqh dari waktunya dengan tanpa adanya udzur. 24) Melempar binatang buruan dengan sesuatu yang Fiqh berat, yang bisa mempercepat keluar nyawanya, dan membuat hewan sebagai sasaran. 25) Tidak berdiam di rumah bagi wanita yang Fiqh beriddah tanpa adanya udzur, dan tidak adanya ihdad (menunjukkan duka dengan tidak bersolek) atas kematian suaminya. 26) Menajisi masjid dan mengokotorinya walaupun Fiqh dengan sesuatu yang suci. 27) Menganggap mudah pada pelaksanaan haji Fiqh setelah mampu sampai datang kematiannya. 28) Berhutang bagi orang yang tidak bisa diharapkan Fiqh melunasinya secara zhahir, sedangkan orang yang memberikan hutang tidak mengetahui hal tersebut. 29) Tidak memberi kesempatan kepada orang yang Fiqh belum mampu membayar hutang. 30) Menyerahkan harta untuk kemaksiatan. 31) Menghina mushhaf (Al-Qur‟an) dan setiap ilmu Tauhid 74 Tasawuf syariat. 32) Membolehkan anak kecil yang belum tamyiz Tasawuf memegang Al-Qur‟an. 33) Mengubah batas-batas tanah. Fiqh 34) Mempergunakan jalan raya untuk keperluan Fiqh yang tidak diperbolehkan oleh syara‟. 35) Mempergunakan barang pinjaman tidak sesuai Fiqh dengan izin yang diberikan atau melebihi waktu yang diizinkan atau dipinjamkan lagi kepada orang lain. 36) Menghalangi dari mempergunakan fasilitas Fiqh umum. 37) Menggunakan barang temuan sebelum Fiqh diumumkan sesuai dengan syarat-syarat. 38) Duduk dengan menyaksikan kemungkaran Tasawuf ketika seseorang tidak ada udzur. 39) Menyerobot masuk dalam pesta-pesta, yaitu Fiqh masuk tanpa adanya izin atau orang-orang memasukkannya karena sungkan. 40) Seseorang dimuliakan karena ditakuti Tasawuf kejahatannya. 41) Tidak sama (tidak adil) di antara beberapa istri. 75 Fiqh 42) Wanita yang keluar dengan memakai wangi- Fiqh wangian atau berhias, walaupun menutupi aurat dan dengan seizin suaminya, jika wanita tersebut melewati orang-orang laki-laki lain (bukan mahramnya). 43) Mengerjakan sihir. Tauhid 44) Tidak mentaati imam (kepala negara). Fiqh 45) Mengurusi (harta) anak yatim, masjid, atau Fiqh menerima jabatan sebagai hakim atau jabatanjabatan lainnya, padahal mengetahui tidak akan mampu melaksanakan tugas tersebut. 46) Melindungi orang zalim dan menghalangi orang Fiqh yang hendak mengambil haknya dari orang zalim tersebut. 47) Membuat takut pada orang-orang muslim. Tasawuf 48) Merampok. Fiqh 49) Tidak menepati nadzar. Fiqh 50) Berpuasa tanpa berbuka (wishol). Fiqh 51) Mengambil tempat duduk orang lain, atau Fiqh berdesakan dengan orang lain yang menyakitkan atau mengambil giliran orang lain (tidak disiplin antri). 76 k. Cara Bertaubat No. Perilaku Unsur 1) Menyesali perbuatannya. Tasawuf 2) Melepaskan diri. Fiqh 3) Berniat tidak kembali lagi pada perbuatan seperti tasawuf itu. 4) Memohon ampunan (istighfar). Tauhid 5) Jika melakukan dosa berupa meninggalkan Fiqh kewajiban, maka harus mengqadhanya. Jika bertanggung jawab pada seseorang, maka harus memenuhi dan memohon ridhonya. Tabel tersebut dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa akhlaktasawuf tidak dapat dipisahkan dari unsur tauhid, fiqh, dan tasawuf. Akhlaktasawuf merupakan perpaduan antara tauhid, fiqh, dan tasawuf. Apabila dalam membaca tabel tersebut seakan ada keganjalan yang terasa dalam hati dalam hal pengelompokan jenis dari masing-masing perbuatan maka hal tersebut membuktikan bahwa tauhid, fiqh, dan tasawuf tidak dapat terpisahkan satu sama lainnya. Dapat dicontohkan dalam kewajiban hati terdapat ridlo atas takdir Allah yang dikategorikan dalam tauhid. Ridlo merupakan perilaku tasawuf namun tidak dapat dilepas dari nilai ketauhidan. Apabila di dalam tabel, ridlo dikategorikan tauhid hanya untuk menegaskan 77 bahwa ada unsur tauhid dalam keridloan. Dengan demikian tauhid, fiqh, dan tasawuf tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Bertauhid memerlukan fiqh sebagai perwujudan dan berwadah tasawuf agar berbuah akhlak mulia, yakni akhlak-tasawuf. Berfiqh tidak dapat lepas dari tauhid sebagai alasan beribadah dan tidak dapat meninggalkan tasawuf agar senantiasa merasa hadir di hadapan Allah saat beribadah, sehingga ibadah bukan hanya formalitas. Bertasawuf pun tidak dapat meninggalkan tauhid sebagai dasar iman dan tidak dapat meninggalkan fiqh karena akan bernilai kufur sebab meremehkan serta meninggalkan ibadah. Setiap syariat yang kehadirannya tidak diikat dengan hakikat tidak dapat diterima, dan setiap hakikat yang perwujudannya tidak dilandasi syariat tidak akan berhasil (An-naisaburi, 2007:104). Syariat adalah hakikat dari sisi mana yang kewajiban diperintahkan dan hakikat sebenarnya juga syariat dari sisi mana kewajiban diperintahkan bagi ahli ma‟rifat (2007:105). D. Relevansi Pendidikan Akhlak-tasawuf Menurut Syaikh Abdullah bin Husain Ba’alawi Pendidikan akhlak-tasawuf yang diajarkan oleh Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi relevan diterapkan di Indonesia. Relevansi tersebut dapat digolongkan dalam dua kategori besar, sebagai berikut: 1. Relevansi Konsep Pendidikan Akhlak-tasawuf Syaikh Abdullah bin Ba‟alawi 78 Pendidikan tasawuf yang diajarkan oleh Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi dalam kitab Sullam Taufiq bertujuan agar siapa saja yang mempelajari kitab tersebut akan memperoleh cinta Allah. Awal mukadimah kitab telah dituliskan harapan beliau agar orang-orang yang menelaah kitab Sullam Taufiq diberi pertolongan sehingga dapat mengamalkan isinya kemudian diangkat derajatnya dan di tempatkan pada maqam mahabbah. Dengan sebab melakukan amalan-amalan sunnah sehingga memperoleh cinta dan pertolongan Allah. Indonesia didirikan oleh para pendahulu dengan nilai spiritual yang tinggi. Pancasila sebagai dasar negara Indonesia bersifat final dan mengikat bagi seluruh penyelenggara negara dan seluruh warga negara Indonesia (MPR, 2013:88). Dengan demikian Pancasila juga menjadi sumber nilai spiritual Indonesia yang digali dari nilai-nilai Bangsa Indonesia. Sila pertama tentang ketuhanan menjadi ruh bagi empat sila selanjutnya. Paham Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan pandangan dasar dan bersifat primer yang secara substansial menjiwai keseluruhan wawasan kenegaraan bangsa Indonesia (MPR, 2013:92). Masyarakat Indonesia yang beragama Islam tidak dapat meninggalkan dua hal pokok, dasar negara Indonesia dan ajaran Islam. Dasar negara Indonesia tidak bertentangan dengan ajaran Islam, keduanya sama-sama berdasarkan pada nilai ketuhanan. Dengan demikian 79 penggunaan kitab Sullam Taufiq pada dunia pendidikan Indonesia sangat relevan. Dalam membangun pribadi yang dihiasi nilai-nilai Islam, Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi mengajarkan tentang akhlak-tasawuf. Akhlak-tasawuf ditanamkan melalui pendidikan tauhid dan fiqh. Bukan hanya indah dalam budi pekerti namun juga memiliki tata dhohir yang rapi. Golongan inilah yang dinamakan dengan para sufi sejati (Jum‟ah, 2013:120). Tiga disiplin ilmu dalam kitab Sullam Taufiq buah pikiran Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi dapat diterapkan di Indonesia. Ilmu tauhid, ilmu fiqh dan ilmu akhlak-tasawuf sangat cocok dengan iklim pendidikan di Indonesia. Iklim pendidikan Indonesia tergambarkan pada UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003. UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 Ketentuan Umum Pasal 1 (http://referensi.elsam.or.id) menerangkan: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.” Konsep pendidikan akhlak-tasawuf dari Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi dapat mengembangkan potensi diri untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, dan 80 akhlak mulia. Konsep pendidikan akhlak-tasawuf tersebut relevan dengan ketentuan umum pendidikan sesuai Undang-Undang Sisdiknas. Relevansi konsep pendidikan akhlak-tasawuf Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi pada pendidikan Indonesia dapat diuraikan menjadi tiga kategori disiplin ilmu, yaitu: a. Ilmu Tauhid Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi menjelaskan ilmu tauhid dalam tiga pembahasan. Pertama, Sifat Allah dan Rasul. Menjelaskan makna syahadat tauhid dan syahadat rasul. Mengindikasikan seorang yang beragama Islam harus mengetahui sifat-sifat Allah Tuhan yang telah menciptakannya dan mengetahui pula tentang Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan bagi umat Islam. Menanamkan iman menjadi pilihan pertama dalam konsep pendidikan akhlak-tasawuf Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi. Sesuai dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Sebersih-bersih tauhid merupakan suatu pondasi untuk mendorong dan menciptakan pendidikan anak pada saat lahir ke dunia (Mansur, 2011:311). Setiap penduduk Indonesia harus memiliki iman dalam hatinya. Dengan tegas Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi menulis, “Di wajibkan atas setiap orang mukallaf untuk masuk ke dalam agama Islam” (Said, tt:3). Beliau mengajak pada jalan keselamatan yaitu Islam untuk mendapatkan cinta Allah. 81 Pendidik, peserta didik serta semua pihak yang berperan dalam dunia pendidikan di Indonesia khususnya harus memegang teguh keimanan. Dasar-dasar akidah harus terus-menerus ditanamkan pada diri anak agar setiap perkembangan dan pertumbuhannya senantiasa dilandasi oleh akidah yang benar (Mansur, 2011:116). Syahadat harus mewujud dalam ucapan lisan, gerak hati, dan tindakan. Dengan demikian syahadat bukan semata soal “kesalehan ritual” atau “kesolehan sosial”, melainkan menjadi “kesalehan total” (Siroj, 2012:5). Kedua, hal-hal yang menyebabkan murtad. Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi mengawali pembahasan ini dengan kalimat, “Wajib bagi setiap orang Islam menjaga dan memelihara keislaman dari sesuatu yang merusak, membatalkan, dan memutuskan, yakni kemurtadan” (Said, tth:12). Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi mengajarkan keteguhan dalam menjaga iman. Tidak mudah untuk berpindah-pindah agama, sehingga tidak seperti mempermainkan agama. Pendidikan tauhid Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi mendidik setiap orang Islam untuk senantiasa menjaga iman. Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi menanamkan keteguhan hati dalam memegang keimanan. Setiap orang yang berperan dalam dunia pendidikan di Indonesia diharapkan memiliki keteguhan iman, sehingga tidak mudah tergoyahkan oleh kemewahan dunia. Iman yang 82 kuat akan mengantar mencapai tujuan pendidikan nasional. UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3 (http://referensi.elsam.or.id) menyebutkan: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” Mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab harus dilandasi dengan iman yang kuat. Ketiga, hukum-hukum orang yang murtad. Pada pembahasan ini Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi menjelaskan tentang berbagai kewajiban orang-orang murtad untuk kembali kepada Islam (Said, tt:23). Pembahasan ini mencerminkan kecintaan Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi kepada semua orang termasuk yang telah murtad. Selain mencerminkan kecintaan seorang guru, Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi menunjukkan cahaya kepada orang yang telah murtad bahwa ada kesempatan untuk kembali ke jalan yang benar. Melalui taubat yang sungguh-sungguh dapat kembali kepada jalan Islam. 83 Dunia pendidikan di Indonesia telah terjadi dikotomi pendidikan. Pemisahan antara pendidikan umum dan pendidikan agama Islam. Pendidikan Islam diposisikan hanya pada aspek keakhiratan. Pandangan dikotomis dalam pendidikan Islam diperparah oleh adanya pengaruh budaya dan kebijakan pendidikan bangsabangsa Barat yang menjajah negeri Islam. Di Indonesia, dikotomi pendidikan yang memisahkan pendidikan “umum” dengan pendidikan “agama”, merupakan warisan dari zaman kolonial Belanda (As Said, 2011:125). Kondisi dikotomi tersebut dapat menyebabkan pemurtadan secara tidak sadar. Sebagai contoh, apabila pendidikan “umum” membuat ragu pada kekuasaan Allah ataupun takdir Allah maka bisa dikategorikan dalam murtad i‟tiqod. Sebagaimana keterangan Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi, “Termasuk bagian dari kemurtadan yang pertama (i‟tiqod) adalah meragukan Allah, Rasul-Nya, AlQur‟an,...” (Said, tt:12). Mengantisipasi hal tersebut diperlukan pertaubatan dengan menghilangkan dikotomi pendidikan Islam. Muhammad As Said mengutip keterangan Muhammad Munir Mursi bahwa seluruh ilmu bersifat Islami sepanjang berada dalam batasbatas yang digariskan Allah SWT (As Said, 2011:124). 84 b. Ilmu Fiqh Kehidupan di Indonesia tentu beragam. Berbagai kebudayaan, adat, tradisi, suku, ras, dan agama terkumpul di dalam tubuh Bangsa Indonesia. Masyarakat Islam di Indonesia memerlukan pedoman ilmu fiqh untuk bermasyarakat. Tetap memegang teguh ajaran Islam namun tetap melestarikan budaya lokal. Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi menuliskan dalam Sullam Taufiq tentang ilmu fiqh yang harus diketahui dan dipegang kuat oleh setiap orang Islam. Terdapat 23 (dua puluh tiga) pembahasan berkaitan dengan ilmu fiqh yang relevan dengan kehidupan di Indonesia. Kedua puluh tiga pembahasan tersebut yakni: kewajiban menunaikan kefardhuan dan menjauhi keharaman, waktuwaktu shalat, kewajiban wali anak kecil dan penguasa, fardhu-fardhu wudhu, yang membatalkan wudhu, yang mewajibkan bersuci, hal-hal yang mewajibkan mandi, syarat-syarat bersuci, hal-hal yang diharamkan bagi orang yang berhadats, bersuci dari najis, syaratsyarat shalat, hal-hal yang membatalkan shalat, syarat-syarat shalat diterima (sah), rukun-rukun shalat, shalat jama‟ah dan Jum‟at, syaratsyarat mengikuti imam, mengurus jenazah, zakat, puasa dan permasalahannya, Haji dan umrah, mu‟amalah (hubungan antar manusia), riba dan jual beli yang diharamkan, kewajiban menafkahi. 85 Dua puluh tiga pembahasaan tersebut menjadi dasar pelaksaan ibadah bagi peserta didik Islam. Tata peribadatan menyeluruh sebagaimana termaktub dalam fiqh Islam hendaknya diperkenalkan sedini mungkin dan sedikit dibiasakan dalam diri anak. Hal ini dilakukan agar kelak mereka tumbuh menjadi insan yang benar-benar takwa, yaitu insan yang taat melaksanakan segala perintah agama dan taat pula dalam menjauhi segala larangannya (Mansur, 2011:116). Ilmu fiqh yang ditulis Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi relevan dipelajari oleh semua orang Islam di Indonesia, terutama pendidik dan peserta didik. Ilmu fiqh dalam Sullam Taufiq dapat menjadi dasar pengetahuan fiqh bagi dunia pendidikan Islam di Indonesia. c. Ilmu Akhlak-tasawuf Puncak pencapaian dari pendidikan adalah akhlak. Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi menempatkan akhlak pada bagian akhir kitab. Sebagai puncak dari pendidikan akidah dan fiqh. Ilmu tauhid, fiah, dan akhlak harus diajarkan secara berurutan dan tidak dapat saling dipisahkan satu sama lainnya. Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi mengajarkan tentang akhlak-tasawuf, bukan hanya potret akhlak dari wujud perilaku manusia secara fisik (Siroj, 2012:72). Akhlak-tasawuf meninjau perilaku akhlak bukan hanya secara fisik namun juga ruhaniahnya. 86 Akhlak-tasawuf mendorong para peserta didik untuk meningkatkan kualitas perilaku sehari-hari. Bukan hanya secara lahir namun juga secara batin, sehingga akan muncul perilaku yang menjunjung tinggi akhlak mulia dengan tulus ikhlas. Menciptakan generasi masa depan Indonesia yang berakhlak mulia serta ikhlas untuk memajukan Indonesia. Tidak hanya sekedar mencari popularitas untuk mendapatkan sebuah jabatan. Praktek hidup yang menyimpang dan penyalahgunaan kesempatan dengan mengambil bentuk perbuatan merugikan orang semakin tumbuh subur di wilayah yang tidak berakhlak dan tidak bertasawuf. Korupsi, kolusi, perampokan, pembunuhan, pemerkosaan, dan perampasan hak-hak asasi manusia sudah terlalu banyak (Nata, 2002:XIV). Cara mengatasi hal tersebut bukan hanya dengan uang, ilmu pengetahuan dan teknologi tetapi harus disertai dengan penanganan di bidang mental spiritual dan akhlak yang mulia yakni akhlak-tasawuf. Maju mundurnya atau baik buruknya peradaban masyarakat suatu bangsa akan ditentukan oleh bagaimana pendidikan yang dijalani atau ditempuh oleh masyarakat bangsa tersebut (Mansur, 2011:86). Dengan demikian dunia pendidikan menjadi lahan utama untuk mewujudkan peradaban Indonesia yang baik dikemudian hari. Demi terwujudnya hal tersebut penanam akhlak-tasawuf sejak dini sangat diperlukan bagi generasi penerus bangsa. Akhlak-tasawuf harus 87 diajarkan kepada segenap kaum muslimin, baik pada lembagalembaga pendidikan formal seperti sekolah-sekolah, madrasahmadrasah dan pesantren-pesantren maupun pada pendidikan nonformal (MZ, 2000:203). 2. Relevansi Pendidikan Akhlak-tasawuf Syaikh Abdullah bin Ba‟alawi Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi menyajikan pembahasan akhlak-tasawuf dalam bentuk contoh perilaku keseharian. Dalam hal ini relevan digunakan oleh para peserta didik. Peserta didik langsung mengetahui berbagai bentuk perilaku yang sesuai dengan akhlak-tasawuf. Lebih mudah lagi untuk dipelajari oleh peserta didik karena contoh-contoh akhlak-tasawuf tersebut telah di golongkan pada beberapa kategori. Terdapat 11 (sebelas) kategori yakni kewajiban hati, sebagian dari maksiat hati, sebagian dari maksiat perut, diantara maksiat-maksiat mata, diantara maksiat-maksiat lisan, sebagian maksiat-maksiat telinga, sebagian maksiat-maksiat tangan, diantara maksiat-maksiat kemaluan, diantara maksiat-maksiat kaki, diantara maksiat-maksiat badan, dan cara bertaubat. Melalui sebelas kategori tersebut, peserta didik dapat lebih detail mengetahui berbagai contoh perbuatan akhlak-tasawuf. Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi menyebutkan seratus sembilan puluh tiga (193) contoh akhlak-tasawuf dari sebelas kategori tersebut. Semua akhlak-tasawuf yang dipaparkan Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi dapat diamalkan oleh setiap muslim di Indonesia. Di 88 antara akhlak-tasawuf yang harus diperhatikan agar bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut: a. Beriman kepada Allah dan apa-apa yang datang dari Allah. Beriman kepada Allah dan apa-apa yang datang dari Allah merupakan bagian dari akhlak-tasawuf sebagai kewajiban hati. Kewajiban hati yang pertama kali bagi setiap orang Islam. Yakini, ucapkan, dan tekadkan sepenuh hati bahwa tidak ada tuhan selain Allah yang patut dan layak disembah, ditaati, serta dicintai (Birgawi, 2014:9). Iman diharapkan menjadi dasar setiap tindakan manusia. Iman diawali dengan syahadat. Dalam ilmu tasawuf syahadat bukan hanya sebatas ucapan lisan semata, melainkan juga mewujud dalam tindakan kesadaran (Siroj, 2012:3). Iman yang terwujud dalam tindakan kesadaran akan menimbulkan akhlak dalam setiap perbuatannya. Inilah dasar dari akhlak-tasawuf. Akhlak-tasawuf akan menimbulkan perilaku yang sangat indah pada diri pribadi manusia. Orang yang sudah mengetahui Tuhannya akan selalu sibuk dengan Allah. Apabila bersama dengan selain Allah tidak merasakan kenyamanan. Sehingga setelah bersama dengan selain Allah, akan cepat-cepat kembali kepada Allah. Hanya menemukan kenikmatan ketika bersama dengan Allah (Jum‟ah, 2014:153). Selalu merasa bersama Allah menimbulkan akhlak mulia. Selalu terinspirasi untuk melakukan hal-hal yang baik dan merasa 89 resah bila melakukan hal-hal yang buruk. Menjalani kehidupan pada zaman sekarang tidak akan mudah terjerumus pada kehidupan yang materialis. Melakukan berbagai pekerjaan tidak ditimbang dengan uang saja. Indonesia akan menjadi negara yang maju dan makmur apabila digerakkan oleh orang-orang yang memiliki iman yang kuat. Selalu hanya bergantung dan berorientasi kepada Allah. Angka korupsi semakin sedikit, dan berbagai bentuk kriminalitas semakin menurun. Tertanam dengan kuat pada diri setiap pribadi nilai keimanan yang selaras dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Bukan hanya sila pertama namun lima sila Pancasila dapat terwujud dan Indonesia menjadi negara yang maju dan berakhlak. b. Riya‟ dengan amal. Riya‟ dalam amal kebaikan merupakan salah satu kemaksiatankemaksiatan hati yang harus dihindari. Riya‟ adalah melakukan amal karena manusia dan riya‟ menghapus pahala amal (Sa‟id, tth:115). Sifat riya‟ yang dibawa oleh syaitan untuk memasuki kalbu bisa dalam berbagai bentuk. Kadang riya‟ datang dengan jelas dan kadang tersembunyi (Fadlun, 2012:138). Riya‟ merupakan sesuatu yang harus dijauhi, digantikan ikhlas dalam kehidupan sehari-hari. Imam Al-Qusyairi berkata, “Ikhlas adalah penunggalan AlHaqq dalam mengarahkan semua orientasi ketaatan. Dia dengan 90 ketaatannya dimaksudkan untuk mendekatkan diri pada Allah semata, tanpa yang lain, tanpa dibuat-buat, tanpa ditujukan untuk makhluk, tidak mencari pujian manusia atau makna-makna lain selain mendekatkan diri kepada Allah.” (An-Naisaburi, 2007:297). Ikhlas yang telah tertanam dalam hati seseorang akan menimbulkan akhlak mulia. Tidak ada iri, dengki, bahkan riya‟ dalam kehidupan keseharian. Setiap perbuatan dihiasi dengan keikhlasan, setiap tindakan hanya untuk mendekatkan diri kepada Allah. Tidak ada keresahan saat dihina, bahkan diancam oleh orang lain. Tidak ada sifat cemburu saat jasa (amal sholeh) orang lain dihargai dan jasa (amal sholeh) diri sendiri tidak diakui. Tidak bertindak karena bujukan imbalan dan tidak berhenti karena kabar resiko. Riya‟ menimbulkan ketakutan akan kesalahan. Riya‟ menimbulkan sifat keputusasaan setelah gagal. Ikhlas memunculkan keteguhan hati karena selalu bergantung kepada Allah. Tak ada yang dapat mempengaruhi, mengatur, dan mamaksa-Nya. Dialah yang mengatur segala sesuatu. Dia tidak membutuhkan siapasiapa. Segala apa dan semua siapa membutuhkan-Nya. Dia tidak mendapat kebaikan maupun keburukan dari mana saja dan dari siapa saja. Tak ada yang dapat mempengaruhi-Nya (Birgawi, 2014:10). „Sepi ing pamrih rame ing gawe‟ sebuah pepatah Jawa yang tentu menunjukkan suatu sikap yang jauh dari riya‟ dalam beramal. 91 Indonesia akan menjadi negara yang produktif. Indahnya pengamalan akhlak-tasawuf adalah bekerja dalam urusan dunia namun dunia tidak masuk ke dalam hati. Tidak ada pamrih atas imbalan duniawi. Gaji atau upah diniatkan untuk mencari nafkah dalam rangka menjalankan ajaran Islam. Dalam hati hanya tertuju kepada Allah. Indonesia akan menjadi negara produktif yang penuh dengan keberkahan. „Sepi ing pamrih rame ing gawe‟, artinya sepi dalam pamrih ramai dalam pekerjaan. Menghilangkan sifat riya‟ dalam setiap pekerjaan. Pekerjaan yang dikerjakan dengan ikhlas akan terasa ringan, menyenangkan dan barokah. Indonesia yang produktif akan dapat terwujud, apabila setiap manusia berkerja dengan ikhlas meninggalkan sifat riya‟. c. Zina dan liwath (homoseks). Zina dan liwath merupakan salah satu maksiat kemaluan. Zina dan liwath dalam ilmu fiqh dihukumi sebagai dosa besar. Allah mengharamkan zina, juga dalam Taurat, Injil, Zabur, dan Al-Qur‟an karena zina merupakan dosa besar yang menjadi sarang pelanggaran kehormatan sesama muslim dan mencampur adukkan darah atau keturunan (Samarqandi, 1986:352). Pelaku zina dan liwath akan mendapatkan kemurkaan Allah, dan tidak mendapatkan cinta Allah. Perzinahan dapat mengakibatkan tertimpa enam bahaya, tiga penderitaan dirasakan di dunia dan tiga lainnya di akhirat, yaitu: 92 1) Penderitaan di dunia: a) Kurangnya rizki (tidak pernah cukup). b) Jauh dari perbuatan baik (kebajikan). c) Dibenci dan dijauhi banyak orang (masyarakat). 2) Penderitaan di akhirat: a) Mendapat murka Allah. b) Sangat berat dalam hisab (perhitungan amalnya). c) Dimasukkan ke dalam neraka, yakni api yang besar. Disebutkan dalam hadits sebagai berikut, “Bahwasanya apimu ini sepertujuh puluh bagian dari api jahanam”. Demikian seorang sahabat menjelaskan. (Samarqandi, 1986:352) Homoseksual (liwath) lebih parah dari zina. Qadhi al-Imam rahimahullah berkata, “Aku mendengar seorang syaikh berkata, „Di setiap wanita ada satu syaitan, tetapi di setiap lelaki tampan ada delapan belas (18) syaitan.‟” (Al Ghazali, 2014:55). Kedua perbuatan ini tentu akan menjadi noda yang sangat pekat dan lebar bekasnya. Pelaku zina dan liwath akan terhina di lingkungan masyarakat juga hina di hadapan Allah. Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi memasukkan zina dan liwath dalam pembahasan akhlak-tasawuf karena berkaitan dengan hubungan seorang hamba kepada Allah dan hubungan manusia dengan manusia lainnya. Kedua hal tersebut harus 93 ditinggalkan oleh semua orang agar terhindar dari kerusakan dunia dan akhirat. Dunia pendidikan di Indonesia diguncang dengan berbagai persoalan terutama dalam masalah akhlak. Perzinahan telah menimpa banyak pelajar di Indonesia. Keberkahan akan hilang dari pelajarpelajar yang melakukan perzinahan. Putus sekolah salah satu dampak negatif dari perzinahan di kalangan pelajar. Pendidikan Indonesia akan semakin maju dan berkah, saat pendidikan Indonesia terhindar dari perilaku zina. Kerusakan dalam urusan dunia dan kerugian di akhirat merupakan akibat perbuatan zina. Pendidikan akan semakin terpuruk bila perzinahan di kalangan pelajar dibiarkan lestari. d. Berjalan pada kemaksiatan. Salah satu kemaksiatan kaki adalah berjalan pada kemaksiatan. Berjalan pada kemaksiatan seperti berjalan untuk memasyurkan kejelekan seorang muslim, membunuhnya atau untuk sesuatu yang membahayakannya tanpa hak (Al-jawi, 2012:239). Berjalan pada kemaksiatan memberikan kesempatan kepada syaitan untuk dapat masuk ke dalam diri seseorang. Saat syaitan berleluasa untuk masuk dalam diri manusia, maka syaitan akan leluasa pula untuk mempengaruhi hawa nafsu. Nafsu dan angkara murka merupakan dua pelayan jiwa yang menarik dan menjaga urusan makanan, minuman, dan perkawinan untuk mendukung indra (Bisri, 2007:33). 94 Saat indra bermaksiat, maka pendukung indra (nafsu dan angkara murka) akan lepas dari kendali iman. Tidak adanya keseimbangan antara nafsu dan angkara murka. Diperlukan keseimbangan antara kekuatan-kekuatan tersebut, agar tidak terjadi kekuatan nafsu lebih besar sehingga berakibat menjerumuskan orang mencari keringanan-keringanan dan rusaklah diri. Mungkin juga kekuatan angkara murka lebih besar sehingga membawa orang menjadi hilang kendali dan gelap, akibatnya kehancuran pula. Kalau dua kekuatan tersebut tidak berlebihan, dengan tuntunan kekuatan keadilan maka diperoleh petunjuk ke jalan hidayah (Bisri, 2007:37). e. Mendurhakai kedua orang tua. Termasuk dalam maksiat badan yakni mendurhakai kedua orang tua. Kesuksesan seorang anak selalu dipengaruhi oleh kedua orang tua. Baik sukses dunia maupun sukses akhirat. Al-Faqih menegaskan, “Sekalipun perintah berbakti kepada kedua orang tua itu tidak dimuat Al-Qur‟an dan seandainya tidak keras tekanannya, pasti akal sehat akan mewajibkannya. Oleh karena itu bagi yang berakal sehat harus mengerti kewajibannya terhadap keduanya. Apalagi hal tersebut telah ditekankan oleh Allah dalam semua kitab-Nya, yakni Taurat, Injil, Zabur, dan Al-Furqon juga telah disampaikan kepada para Nabi bahwa Ridha Allah tergantung ridha kedua orang tua, demikian pula 95 maran-Nya tergantung kemarahan kedua orang tua.” (Samarqandi, 1986:119). Sikap menghormati dan memuliakan orang tua merupakan salah satu unsur perekat rasa cinta yang tentunya akan memperkuat persatuan dan kesatuan. Pada gilirannya, hal tersebut akan mendatangkan kemanfaatan dan kebaikan bagi masyarakat. Oleh karena itu peringatan untuk tidak durhaka pun sangat tegas, ancaman bagi orang yang melakukannya sangat menakutkan, dan perbuatan itu dapat menghancurkan kebahagiaan di dunia dan akhirat (Al-Fahham, 2006:386). Menghancurkan kebahagiaan dunia dan akhirat dapat dikatakan menghilangkan segala keberkahan dalam hidup. Tidak adanya nilai keberkahan akan membuat hidup tersa berat dan penuh dengan kerugian. Ketaatan mengandung cahaya yang tersimpan di dalam hati. Sementara kedurhakaan mengandung kegelapan yang akan senantiasa menghalangi seseorang untuk dapat memahami rahasia kebenaran. Sebagaimana telah diketahui, hati adalah tempat bagi berbagai rahasia Allah (Al-Fahham, 2006:388). Hati bagaikan kaca. Sedang perangai buruk ibarat asap dan kepekatan. Bila perangai itu singgah di hati, maka ia akan menggelapi jalan kebahagiaan (Bisri, 2007:41). Hati yang gelap tidak akan memancarkan akhlak yang mulia pada setiap anggota badan manusia. Durhaka kepada orang tua membuat hati 96 terselubungi oleh asap kegelapan yang pekat, sehingga mempengaruhi perilaku menunjukkan akhlak yang buruk. Berbakti kepada orang tua dalam Al-Qur‟an diistilahkan dengan kata al-ihsan yang merupakan sebuah kewajiban atau tuntutan. Dalam agama Islam, al-ihsan dikenal sebagai salah satu maqam (tingkatan) hati, bahkan al-ihsan termasuk salah satu maqam tertinggi bagi seorang hamba, jika berhasil mencapai maqam tersebut maka akan mendapatkan kebaikan di dunia dan akhirat. Sebab al-ihsan merupakan suatu maqam yang secara terus-menerus dapat mendatangkan dalam hati seoranga hamba cahaya “muroqobatullah” (perasaan selalu berada dalam pengawasan Allah) (Al-Fahham, 2006:251). f. Taubat. Taubat adalah awal tempat pendakian orang-orang yang mendaki dan maqam pertama bagi sufi pemula. Kembali dari sesuatu yang dicela oleh syariat menuju sesuatu yang dipuji dalam syariat(AlQusyairi, 2007:116). Orang yang bertaubat akan meninggalkan segala sesuatu yang buruk pada masa yang telah lalu. Menatap masa depan dengan harapan yang lebih baik lagi untuk menuju kepada Allah. Taubat tahapan yang harus dilakukan untuk menuju Allah. Taubat ditempuh dengan tiga tahapan utama. Takhalli, tahalli, dan tajalli. Tahapan pertama takhalli adalah mengosongkan hati dari segala urusan duniawi yang membuat seorang murid melupakan Allah 97 (Jum‟ah, 2013:25). Takhalli membuat hati seorang tidak terisi dengan urusan duniawi, sehingga hati dapat memancarkan akhlak yang mulia. Pada tahap takhalli nafsu dan angkara murka telah terkendali. Keinginan untuk berbuat kerusakan tidak lagi menguasai hati. Tahap selanjutnya tahalli. Tahalli adalah mengisi hati dengan sifat-sifat yang mulia, seperti tawakal, cinta karena Allah, bersandar dan bergantung hanya kepada Allah, percaya dan yakin hanya kepada Allah, dan ridla atas takdir dan kehendak Allah (Jum‟ah, 2013:25). Tahalli menguatkan hati untuk semakin berpegang teguh pada syariat. Seseorang dalam tahalli akan mulai muncul bibit akhlak mulia. Hati bercahaya memantulkan cahaya Allah. Pada tahapan tahalli hati kembali bersih dan dapat memancarkan cahaya Illahi. Ketika hati dan anggota badan sudah terhindar dari sifat-sifat yang tidak baik dan sudah dihiasi dengan sifat-sifat mulia, mereka akan mencapai maqam tertinggi yang dinamakan tajalli (penampakan sifat-sifat Allah). Tajalli dikatakan oleh para guru sufi adalah berakhlak dengan akhlak Allah. Allah bersifat penyayang, maka juga harus menjadi penyayang. Allah bersifat lembut, mka harus bersifat seperti itu. Dengan begitu akan menjadi manusia yang diridhai Allah. Manusia yang diridhai Allah adalah manusa yang mampu menerima dengan lapang dada segala bentuk takdir dan keputusan Allah (Jum‟ah, 2013:26). 98 Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi mengajarkan cara bertaubat melalui menyesali perbuatan, melepaskan diri dari perbuatan dosa, berniat tidak kembali lagi pada perbuatan dosa, memohon ampunan (istighfar), jika melakukan dosa berupa meninggalkan kewajiban, maka harus mengqadhanya, dan jika bertanggung jawab pada seseorang, maka harus memenuhi dan memohon ridhanya. Menyesali, melepaskan diri, dan berniat tidak kembali pada perbuatan dosa merupakan bagian dari takhalli. Mengqadha kewajiban dan memohon ridha kepada orang yang disalahi merupakan bagian tahapan tahalli. Buah dari taubat ajaran Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi adalah tajalli, memiliki akhlak Allah. 99 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan penelitian, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Bagaimana konsep pendidikan akhlak-tasawuf menurut Syaikh Abdullah bin Husain? Konsep pendidikan akhlak-tasawuf yang ditulis oleh Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi merupakan sebuah konsep yang mudah dipelajari dan dimengerti oleh banyak orang. Terdiri dari tiga disiplin ilmu Islam yang pokok yaitu ilmu tauhid, ilmu fiqh, dan ilmu tasawuf sendiri yang dikerucutkan ke dalam ilmu akhlak-tasawuf. Tiga disiplin ilmu tersebut juga sekaligus sebagai tahapan yang harus dilalui dalam pendidikan akhlak-tasawuf. Bukan terkhusus bagi orang yang bergelut dalam dunia thariqah saja. 2. Bagaimana implikasi pendidikan akhlak-tasawuf menurut Syaikh Abdullah bin Husain di masyarakat Indonesia? Pendidikan akhlak-tasawuf yang diajarkan oleh Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi relevan diterapkan di Indonesia. Menanamkan iman menjadi pilihan pertama dalam konsep pendidikan akhlak-tasawuf Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi. Sesuai dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi menanamkan keteguhan hati 100 dalam memegang keimanan. Setiap orang yang berperan dalam dunia pendidikan di Indonesia diharapkan memiliki keteguhan iman, sehingga tidak mudah tergoyahkan oleh kemewahan dunia. Ilmu fiqh yang ditulis Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi relevan dipelajari oleh semua orang Islam di Indonesia, terutama pendidik dan peserta didik. Terdapat dua puluh tiga pembahasan berkaitan dengan ilmu fiqh yang relevan dengan kehidupan di Indonesia. Kedua puluh tiga pembahasan tersebut yakni: kewajiban menunaikan kefardhuan dan menjauhi keharaman, waktu-waktu shalat, kewajiban wali anak kecil dan penguasa, fardhu-fardhu wudhu, yang membatalkan wudhu, yang mewajibkan bersuci, hal-hal yang mewajibkan mandi, syarat-syarat bersuci, hal-hal yang diharamkan bagi orang yang berhadats, bersuci dari najis, syarat-syarat shalat, hal-hal yang membatalkan shalat, syarat-syarat shalat diterima (sah), rukun-rukun shalat, shalat jama‟ah dan Jum‟at, syarat-syarat mengikuti imam, mengurus jenazah, zakat, puasa dan permasalahannya, Haji dan umrah, mu‟amalah (hubungan antar manusia), riba dan jual beli yang diharamkan, kewajiban menafkahi. Maju mundurnya atau baik buruknya peradaban masyarakat suatu bangsa akan ditentukan oleh bagaimana pendidikan yang dijalani atau ditempuh oleh masyarakat bangsa tersebut. Dengan demikian dunia pendidikan menjadi lahan utama untuk mewujudkan peradaban Indonesia yang baik dikemudian hari. Demi terwujudnya hal tersebut penanam 101 akhlak-tasawuf sejak dini sangat diperlukan bagi generasi penerus bangsa. Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi menyebutkan seratus sembilan puluh tiga contoh akhlak-tasawuf dari sebelas kategori tersebut. Semua akhlak-tasawuf yang dipaparkan Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi dapat diamalkan oleh setiap muslim di Indonesia. B. Saran 1. Kitab Sullam Taufiq sebaiknya selalu diajarkan kepada peserta didik karena kemanfaatannya yang besar. Kitab yang tidak terlalu tebal dan mudah untuk dipelajari, walaupun demikian kitab Sullam Taufiq memiliki pembahasan yang lengkap yakni ilmu tauhid, fiqh, dan akhlak-tasawuf. Dengan harapan setiap peserta didik akan tertanam akhlak mulia dari pembelajaran akhlak-tasawuf di kitab Sullam Taufiq. 2. Ilmu tasawuf dalam kitab Sullam Taufiq masih sangat luas pembahasannya. Pembahasan tasawuf sangatlah luas dan penuh dengan rahasia-rahasia yang tidak akan habis walaupun selalu dipelajari. Maka kitab Sullam Taufiq perlu dibahas lebih mendalam agar nilai-nilai tasawuf bukan hanya menjadi ilmu pengetahuan, namun terpicu untuk mengamalkan nilai-nilai tasawuf tersebut. 3. Pendidikan akhlak-tasawuf perlu diberikan kepada pendidik maupun peserta didik agar bukan hanya berkualitas dalam intelektualitas namun juga berkualitas ruhaniahnya. Menjadi pribadi yang selalu mendekat kepada Allah. Menjadi manusia yang berprofesi namun sufi. 102 C. Penutup Syukur kepada Allah Ta‟ala yang telah memberi kesempatan penulis untuk menyelesaikan penyusunan skripsi. Syukur kepada Allah Ta‟ala yang telah mengizinkan penulis untuk membahas sebuah kitab yang penuh dengan barokah, yaitu Sullam Taufiq. Syukur kepada Allah Ta‟ala harus penulis panjatkan karena telah diberi kesempatan untuk membahas setetes hikmah dari ilmu tasawuf. Semoga karya sederhana ini dapat bermanfaat dan menjadi amal jariyah dari penulis. Karya sederhana ini pasti banyak kekurangan, sehingga dengan penuh hormat penulis meminta kritik dan saran agar karya ini semakin bernilai barokah. 103 DAFTAR PUSTAKA Al Aziz, Moh. Saifulloh. Tt. Fiqh Islam Lengkap. Surabaya: Terbit Terang. Al-Fahham, Muhammad. Sa‟adah al-Abna fii Birr Al-Ummahat wa Al-Aba Berbakti Kepada Orang Tua Kunci Kesuksesan dan Kebahagiaan Anak. Terjemah oleh Ahmad Hotib. 2006. Bandung: Irsyad Baitus Salam. Al-Ghazali, Imam. Menyelami Isi Hati Diterjemahkan dari Tahdzib Mukasyafah al-Qulub. Terjemah oleh Akhmad Siddiq dan A. Rofi‟i Dimyati. 2014. Depok: Keira Publishing. Al-Jailani, Abdul Qodir. Menjadi Kekasih Allah. Terjemah oleh Masrohan Ahmad. 2013. Yogyakarta: Citra Media. Al-Jawi, Muhammad Nawawi. Tangga Menggapai Kebenaran dan Kebahagiaan Terjemah Sullamut Taufiq Makna Gandul dan Terjemah Indonesia. Terjemah oleh Achmad Sunarto. 2012. Surabaya: Al-Miftah. Al-Sakandari, Ibnu „Athaillah. Tutur Penerang Hati. Terjemah oleh Fauzi Faishal Bahreisy. 2013. Jakarta: Zaman. Al-Tirmidzi, Muhammad ibn Ali al-Hakim. 1992. Biarkan Hatimu Bicara Panduan Mencerdaskan Dada, Hati, Fu‟ad, dan Lubb diterjemahkan dari Al-Farq Bayna al-Shadr wa al-Qalb wa al-Fu‟ad, wa al-Lubb. Terjemah oleh Fauzi Faisal Bahreisy. 2011. Jakarta: Zaman. Amin, Ahmad. Kitab Akhlak Wasiat Terakhir Gus Dur. Terjemah oleh H. Hasan Aminuddin. 2012. Surabaya: Quntum Media. An-Naisaburi, Abdul Qosim Abdul Karim Hawazin Al-Qusyairi. Risalah Qusyairiyah; Sumber Kajian Ilmu Tasawuf. Terjemah oleh Umar Faruq. 2007. Jakarta: Pustaka Amani. Arifin, Zainal. 2012. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset. As Said, Muhammad. 2011. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Mitra Pustaka. Bin Yahya, Al Habib Muhammad Luthfi bin Ali. 2012.Secercah Tinta Jalinan Cinta Seorang Hamba dengan Sang Pencipta. Pekalongan: Menara Publisher. 104 Birgawi, Imam. Buku Saku Iman & Islam Mengerti Dasar-Dasar Agama yang Mencerahkan Pikiran dan Menyejukkan Hati. Terjemah oleh A. Syamsul Rizal. 2014. Jakarta: Zaman. Bisri, Mustofa. 2007. Metode Tasawuf Al-Ghazaly Kebahagiaan. Surabaya: PELITA DUNIA. Merambah Jalan Ensiklopedi Nasional Indonesia. 2004. Jakarta: PT Delta Pamungkas. Fadlun, Muhammad. 2012. Meraih Bening Hati dengan Mengasah Qolbu. Surabaya: Pustaka Media. „Ied, Ibnu Daqiiqil. Syarah Hadits Arba‟in. Terjemah oleh Abu Umar Abdillah Asy-Syarif. Tt. Solo: At-Tibyan. Jum‟ah, Ali. Meniti Jalan Tuhan. Alih Bahasa Muhammad Farid Wajdi. 2013. Yogyakarta: CV. Pustaka Ilmu Group. ................... Fiqih Rahmatan Lil Alamin Menjawab Problematika Umat. Terjemah oleh Muhammad Farid Wajdi. Yogyakarta: CV. Pustaka Ilmu Group. Mansur. 2011. Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Masyhuri, A. Aziz. 2014. Ensiklopedi 22 Aliran Tarekat Dalam Tasawuf. Surabaya: IMTIYAZ. Muslih. 1994. Al-Futuhat al-Rabbaniyyah fi al-Thoriqoti al-Qadariyyah wa alNaqsyabandiyah. Semarang: Karya Toha Putra. MZ, Labib. 2000. Memahami Ajaran Tashowuf. Surabaya: CV Cahaya Agency. Nata, Abuddin. 2013. Kapita Selekta Pendidikan Islam: Isu-isu Kontemporer tentang Pendidikan Islam. Jakarta: Rajawali Pers. ........................... 2002. Akhlak-tasawuf. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR Periode 2009-2014. 2013. Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI. Sa‟id, Ridlwan Qoyyum. Tt. Terjemah & Syarh Sullam at-Taufiq. Kediri: Mitra Gayatri. 105 Samarqandi, Al Faqih Abu Laits. Tanbihul Ghafilin Pembangun Jiwa dan Moral Umat. Terjemah oleh Abu Imam Taqyuddin. 1986. Surabaya: Mutiara Ilmu. Siroj, Said Aqil. 2012. Dialog Tasawuf Kiai Said: Aqidah, Tasawuf, dan Relasi Antarumat Beragama. Surabaya: Khalista. Sukardi. 2009. Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: PT Bumi Aksara. http://ahlulbaitrasulullah.blogspot.com http://ainasitianingsih.blogspot.com http://anjangsanasantri.blogspot.com http://arhamulwildan.blogspot.com http://id.wikipedia.org http://id.wikipedia.org/wiki/Tarekat_Alawiyyah, http://pbkaligung.blogspot.com http://referensi.elsam.or.id/2014/11/uu-nomor-20-tahun-2003-tentang-sistempendidikan-nasional/ http://www.fikihkontemporer.com 106 DAFTAR PEDOMAN TRANSLITERASI Arab Latin ‟ Arab Latin th B zh T „ Ts gh J f ẖ q Kh k D L Dz m R n Z W S h Sy y Sh ṯ Dl Mad a panjang i panjang u panjang ْاَو ْاٌو ْاَي ْاِي Â Î Ȗ Diftong Aw Uw Ay Iy DAFTAR RIWAYAT HIDUP 1. Nama : Muhammad Imam Hanif 2. Tempat dan Tanggal lahir : Kab. Semarang, 18 Mei 1992 3. Alamat : Gedongan RT 02/ RW 02 Kel. Kecandran, Kec. Sidomukti, Kota Salatiga 4. Telpon : 085641499171 5. Riwayat Pendidikan : a. RA Ma‟arif Kecandran Tahun 1997 - 1998 b. SD N Kutowinangun 2 Salatiga Tahun 1998 - 1999 c. SD N Kutowinangun 4 Salatiga Tahun 1999 - 2002 d. SD N Sidorejo Lor 7 Salatiga Tahun 2002 - 2004 e. SMP N 1 Salatiga Tahun 2004 - 2007 f. SMA N 1 Salatiga Tahun 2007 - 2010 Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-benamya. Salatiga, Agustus 2015 Penulis Muhammad Imam Hanif Nim: 111 11 150 DAFTAR NILAI SKK NAMA : Muhammad Imam Hanif JURUSAN : Tarbiyah PAI NIM : 111 11 150 No. Nama Kegiatan Pelaksanaan Keterangan Nilai 1. OPAK Dewan 20 – 22 Agustus Pesera 2014 3 Mahasiswa (DEMA) Salatiga 2011 dengan “Revitalisasi tema Gerakan Mahasiswa di Era Modern Untuk Kejayaan Indonesia” 2. Achievement Motivation 23 Agustus 2011 Peserta 2 Orientasi Dasar Keislaman 24 Agustus 2011 Peserta 2 Peserta 2 Peserta 2 XI 10 – 14 Januari Peserta 2 Training (AMT) 3. STAIN Salatiga 4. Seminar Entrepreneurship 25 Agustus 2011 dan Koperasi 5. User Education (Pendidikan 19 September 2011 Pemakai) oleh UPT Perpustakaan STAIN Salatiga 6. Syahadah Muktamar Jam‟iyyah Ahlith Thariqah Al 2012 Mu‟tabarah An Nahdliyyah 7. Grebeg Pelajar “SALATIGA 3 Maret 2012 Panitia 3 BERSHOLAWAT” 8. Khaul Syaikh Abdul Qodir Al 17 Maret 2012 Jilani di Panitia 3 Panitia 3 Pembinaan 27 – 28 Desember Panitia 3 PP. Al-Ihsan, Kecandran, Salatiga 9. Tahlil Kubro di PP. Al-Ihsan, 17 Maret 2012 Kecandran, Salatiga 10. Workshop Syari‟ah bagi Pemuda dan 2012 Pelajar se-Kota Salatiga PCNU Kota Salatiga bekerjasama dengan Kementrian Agama RI 11. Khaul Syaikh Abdul Qodir Al 3 Maret 2013 Jilani di PP. Al Panitia 3 Panitia 3 Peserta 8 Panitia 3 Ihsan, Kecandran, Salatiga 12. Tahlil Kubro di PP. Al Ihsan, 3 Maret 2013 Kecandran, Salatiga 13. Seminar tema Nasional dengan 26 Maret 2013 “Ahlussunnah Waljamaah dalam Perspektif Islam Indonesia” 14. Buka bersama dengan anak 21 Juli 2013 yatim di gedung NU Kota Salatiga 15. Buka bersama dengan anak 21 Juli 2013 Pemateri 4 Panitia 3 Peserta 2 Peserta 2 Peserta 8 yatim di gedung NU Kota Salatiga 16. Seminar motivasi dengan 29 September 2013 tema “Bekal Sukses Barokah Pra dan Pasca UN” 17. Sosialisasi Pilar 24 Oktober 2013 4 Kebangsaan dan Seminar Nasional dengan tema “4 Pilar Kebangsaan Untuk Mempertegas Karakter KeIndonesiaan” diselenggarakan oleh MPR RI bekerjasama dengan IPNU Jateng 18. Kegiatan Sosialisasi 24 Oktober 2013 Pancasila, Dasar Indonesia Undang-Undang Negara Tahun Republik 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika oleh MPR RI 19. Seminar Nasional Bahasa 9 Oktober 2013 Arab oleh Ittaqo 20. Peringatan Tahun Baru 14 November 2013 Panitia 3 Panitia 3 Peserta 4 Panitia 3 Panitia 3 Panitia 3 Panitia 3 Peserta 2 Hijriyah dan Yatiman 1435 H 21. AKSI ALIM II (Ajang 24 November 2013 Kompetisi Anak Muslim II) oleh PC IPNU-IPPNU Kota Salatiga 22. Seminar Regional 5 Desember 2013 Pengembangan Program Studi Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir “Tafsir Al Qur‟an Bekerangka Budaya” 23. Peringatan Maulid Nabi 25 Januari 2014 Muhammad SAW 1435 H 24. Khaul Syaikh Abdul Qodir Al 23 Februari 2014 Jilani di PP. Al Ihsan, Kecandran, Salatiga 25. Tahlil Kubro di PP. Al Ihsan, 23 Februari 2014 Kecandran, Salatiga 26. Sosialisasi Penanggulangan 6 April 2014 HIV/AIDS Kota Salatiga 27. Tafsir Tematik dengan Tema 17 Mei 2014 “Konsep Pemimpin Ideal Menurut Al-Qur‟an” telaah Al-Qur‟an surat Al-An‟am ayat 165. Peningkatan 24 – 25 Mei 2014 28. Workshop Peserta 2 Juara I 4 Panitia 3 31. Kegiatan Ramadhan 1435 H 29 Juni – 27 Juli Panitia 3 Kualitas Khatib diselenggarakan oleh MUI Kota Salatiga 29. Lomba Khotib 24 – 25 Mei 2014 Workshop Tingkat Kota Salatiga oleh MUI Kota Salatiga 30. Akhirussanah Dirosah Madin 14 Juni 2014 TPQ Al Ghufron 1435 H Kecandran, Salatiga Masjid Hasan Ma‟arif 2014 Kecandran, Salatiga 32. Peringatan Nuzulul Qur‟an 20 Juli 2014 Panitia 3 Peserta 2 Pemateri 4 1435 H 33. Praktikum Mata Kuliah Baca 22 Juli 2014 Tulis Al Qur‟an (BTQ) 34. Pesantren Kilat 1435 H di 14 -18 Juli 2014 SMP N 1 Salatiga 35. Penyembelihan Hewan 5 Oktober 2014 Panitia 3 Panitia 3 Pemateri 4 Pemateri 4 Kurban 1435 H Masjid Hasan Ma‟arif Kecandran, Salatiga 36. Peringatan Tahun Baru 3 November 2014 Hijriyah dan Yatiman 1436 H 37. Latihan Dasar Kepemimpinan 21 Desember 2014 (LDK), Membangun Kepemimpinan oleh Jiwa SKI SMA N 1 Salatiga 38. Seminar HIV AIDS dalam 21 Desember 2014 acara Latihan Dasar Kepemimpinan Seminar (LDK), Membangun Jiwa Kepemimpinan oleh SKI SMA N 1 Salatiga 39. Peringatan Maulid Nabi 17 Januari 2015 Panitia 3 Panitia 3 Panitia 3 Peserta 2 Muhammad SAW 1436 H 40. Khaul Syaikh Abdul Qodir Al 1 Februari 2015 Jilani di PP. Al Ihsan Kecandran, Salatiga 41. Tahlil Kubro di PP. Al Ihsan 1 Februari 2015 Kecandran, Salatiga 42. Seminar Bedah Buku dalam 5 Mei 2015 Rangkaian Kegiatan Milad XIII LDK Fathir Ar Rasyid IAIN Salatiga 43. Akhirussanah Dirosah Madin 6 Juni 2015 Panitia 3 44. Kegiatan Ramadhan 1436 H 18 Juni – 16 Juli Panitia 3 TPQ Al-Ghufron 1436 H di Masjid Hasan Ma‟arif Kecandran, Salatiga Masjid Hasan Ma‟arif 2015 45. Pesantren Kilat 1436 H di 7 – 8 Juli 2015 Pemateri 4 Panitia 4 SMP N 1 Salatiga 46. Peringatan Nuzulul Qur‟an 11 Juli 2015 1436 H JUMLAH SKOR 145 Salatiga, September 2015 Mengetahui, Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama Achmad Maimun, M.Ag NIP. 19700510 199803 1 003