(telaah kitab sullam taufiq) skripsi

advertisement
PENDIDIKAN AKHLAK TASAWUF MENURUT
SYAIKH ABDULLAH BIN HUSAIN BA’ALAWI
(TELAAH KITAB SULLAM TAUFIQ)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
Oleh
MUHAMMAD IMAM HANIF
NIM 11111150
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2015
i
ii
KEMENTERIAN AGAMA RI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
Jl. Tentara Pelajar 02 Phone (0298) 323706 Salatiga 50721
Wibsite : www.iainsalatiga.ac.id Email : [email protected]
Drs. H. Ahmad Sulthoni, M.Pd.
Dosen IAIN Salatiga
NOTA PEMBIMBING
Lamp : 4 eksemplar
Hal
: Naskah skripsi
: Saudara Muhammad Imam Hanif
Kepada
Yth. Rektor IAIN Salatiga
Di Salatiga
Assalamualaikum. Wr. Wb.
Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka
bersama ini, kami kirimkan naskah skripsi saudara:
Nama
: Muhammad Imam Hanif
Nim
: 111 11 150
Fakultas
: Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK)
Jurusan
: Pendidikan Agama Islam (PAI)
Judul
: Pendidikan Akhlak Tasawuf Menurut Syaikh
Abdullah Bin Husain Ba‟alawi (Telaah Kitab
Sullam Taufiq)
Dengan ini kami mohon skripsi saudara tersebut di atas supaya segera
dimunaqosahkan.
Demikian agar menjadi perhatian.
Wassalamualaikum. Wr. Wb.
Salatiga, 9 Agustus 2015
Drs. H. Ahmad Sultoni, M.Pd.
NIP. 19681104 200003 1001
iii
KEMENTERIAN AGAMA RI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
Jl. Tentara Pelajar 02 Phone (0298) 323706 Salatiga 50721
Wibsite : www.iainsalatiga.ac.id Email : [email protected]
SKRIPSI
PENDIDIKAN AKHLAK TASAWUF MENURUT SYAIKH ABDULLAH
BIN HUSAIN (TELAAH KITAB SULLAM TAUFIQ)
DISUSUN OLEH:
MUHAMMAD IMAM HANIF
NIM : 111 11 150
Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan
Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada tanggal 29 Agustus 2015 dan telah dinyatakan
memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana S1 Kependidikan Islam.
Susunan Panitia Penguji
Ketua Penguji
: Mufiq, S.Ag., M.Phil.
__________________
Sekretaris Penguji
: Drs. H. Ahmad Sultoni, M.Pd.
__________________
Penguji I
: Dr. H. Muh. Saerozi, M.Ag.
__________________
Penguji II
: Drs. A. Bahrudin, MA.
__________________
Salatiga, 29 Agustus 2015
Dekan FTIK IAIN Salatiga
Suwardi, M.Pd.
NIP: 19670121 199903 1 002
iv
DEKLARASI
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama
: MUHAMMAD IMAM HANIF
NIM
: 111 11 150
Fakultas
: Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK)
Jurusan
: Tarbiyah
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, peneliti menyatakan bahwa
skripsi ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan atau
karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam
skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Demikian deklarasi ini dibuat oleh penulis untuk dapat dimaklumi.
Salatiga, 9 Agustus 2015
Penulis
Muhammad Imam Hanif
NIM: 111 11 150
v
MOTTO
BBM
(Belajar, Berjuang dan Manfaat)
vi
PERSEMBAHAN
Dengan penuh ketulusan hati, saya persembahkan skripsi ini untuk:
1. Allah SWT, semoga menjadi amal jariyah di sisi-Nya.
2. Nabi Muhammad SAW, semoga menjadi bukti kecil tanda kecintaanku
kepada Baginda Nabi SAW.
3. Keluarga yang aku cintai. Bapak K.H. Abdul Choliq (Alm) telah banyak
menunjukkan jalan rahasia ma‟rifat. Ibu Nyai Hj. Siddiqoh (Almh) yang telah
menunjukkan jalan perjuangan. Kakak tercinta Fauzi Al Hidayat yang selalu
menjaga penuh kasih sayang. Ibu Hj. Ninik Lestari yang berkenan
mendampingi.
4. Simbah K.H. Munawir Munajat Al Hafidz dan simbah K.H. Maslikhudin
Yazid, beliau-beliau mursyid Thoriqoh Qadariyyah wa Naqsyabandiyah yang
telah membimbing ruhaniyahku dalam pengajian lapanan Su‟biyah Jam‟iyyah
Ahlith Thoriqoh Al Mu‟tabaroh An Nahdliyyah Kota Salatiga. Beserta
seluruh jama‟ahnya.
5. Sahabat-sahabatku alumni SMA N 1 Salatiga yang menjadi motivatorku
untuk selalu maju saat kemalasan datang melanda.
6. Sahabat-sahabatku IAIN Salatiga dari berbagai angkatan.
7. Keluarga besar dan teman-teman seperjuanganku di kampus yaitu kelas PAI
D angkatan tahun 2011, kelompok PPL, kelompok KKN.
8. Seluruh orang Islam yang senantiasa mendo‟akanku.
vii
KATA PENGANTAR
Asslamu‟alaikum Wr. Wb
Bismillahir rohmanir rohim.
Alhamdulillah, Allahumma sholli „ala sayyidina Muhammad.
Segala puji syukur harus penulis panjatkan kepada Allah SWT yang
senantiasa membanjiri penulis dengan kasih sayang, melimpahkan rahmat,
memberikan petunjuk, dan memberikan kemudahan dalam penulisan skripsi ini.
Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Semoga penulis dan pembaca diridloi Allah mendapatkan syafa‟at beliau terutama
di hari kiamat nanti.
Penulisan skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan memperoleh
gelar kesarjanaan dalam Ilmu Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Salatiga. Disamping tujuan mulia tersebut, penulisan ini dimaksudkan untuk amal
jariyah kepada pendidikan Islam di Indonesia dengan harapan dapat membantu
mencetak generasi bangsa yang selalu dekat dengan Sang Pencipta. Skripsi ini
dapat selesai berkat limpahan hidayah Allah melalui dukungan, bantuan dan
bimbingan hamba-hamba yang dekat dengan Allah oleh karena itu perkenankan
penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan FTIK IAIN Salatiga
3. Siti Rukhayati, M.Ag. selaku ketua jurusan Pendidikan Agama Islam
(PAI).
viii
4. Bapak Drs. H. Ahmad Sultoni, M.Pd. sebagai dosen pembimbing
skripsi yang telah ikhlas memberikan bimbingan spritual sehingga
penulisan skripsi ini semakin memiliki ruh dalam setiap kata yang
dicantumkan.
5. Dra. Ulfah Susilawati, M.Si. selaku pembimbing akademik.
6. Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak
membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
7. Bapak, ibu dan kakakku tercinta. Tak lupa kepada saudara-saudara
yang senantiasa memberikan dukungan dalam berbagai hal.
8. Semua
pihak
yang
selalu
mendo‟akan
penulis
agar
dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Dengan segala kekurangan diri, penulis mendo‟akan beliau-beliau supaya
Allah SWT senantiasa memberikan keridloan di dunia hingga akhirat
kelak.
Semoga tulisan sederhana ini diterima Allah sebagai amal jariyah.
Akhirnya dengan tulisan ini semoga dapat memberi manfaat bagi penulis dan para
pembaca sekalian.
Wassalamu‟alaikum Wr. Wb
Salatiga, 9 Agustus 2015
Penulis
Muhammad Imam Hanif
NIM: 111 11 150
ix
ABSTRAK
Hanif, Muhammad Imam. 2015. Pendidikan Akhlak Tasawuf Menurut Syaikh
Abdullah Bin Husain Ba‟alawi (Telaah Kitab Sullam Taufiq). Skripsi.
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK). Jurusan Pendidikan
Agama Islam (PAI). Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
Dosen Pembimbing: Drs. H. Ahmad Sultoni, M.Pd.
Kata kunci: Pendidikan Akhlak Tasawuf dan Kitab Sullam Taufiq
Akhlak yang ditunjukkan oleh para pelajar semakin lama semakin
merosot. Hal tersebut menjadi perhatian khusus bagi pemerhati pendidikan di
Indonesia. Demi terwujudnya pelajar yang berakhlakul karimah maka diadakan
penelitian terhadap kitab Sullam Taufiq karya Syaikh Abdullah bin Husain
Ba‟alawi. Disusun tiga rumusan masalah untuk mengetahui lebih dalam lagi
tentang pendidikan akhlak tasawuf buah pikiran Syaikh Abdullah bin Husain,
yaitu: (1) Bagaimana konsep pendidikan akhlak tasawuf menurut Syaikh
Abdullah bin Husain Ba‟alawi? (2) Bagaimana implikasi pendidikan akhlak
tasawuf menurut Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi di masyarakat Indonesia?
Dalam rangka menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini
menggunakan penelitian kepustakaan (library research). Metode yang digunakan
dalam penelitian ini ada dua, yakni metode deduktif untuk menemukan ilmu baru
dengan cara mengulas ilmu pengetahuan secara umum ke arah yang lebih spesifik
lagi. Metode kedua menggunakan metode induktif. Metode yang menjelaskan
berbagai permasalahan khusus dengan diakhiri dengan kesimpulan yang umum.
Berdasarkan hasil penelitan ini, maka dapat kami simpulkan bahwa: (1)
Konsep pendidikan akhlak tasawuf tersebut adalah adanya hubungan antara ilmu
tauhid, fiqh, dan tasawuf. (2) Pendidikan akhlak tasawuf yang diajarkan oleh
Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi relevan diterapkan di Indonesia. Dengan
penerapan pemikiran Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi tentang pendidikan
akhlak tasawuf diharapkan terwujudnya manusia Indonesia yang berakhlak mulia.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................
i
LEMBAR BERLOGO .....................................................................
ii
HALAMAN NOTA PEMBIMBING ..............................................
iii
PENGESAHAN KELULUSAN ......................................................
Iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .......................................
V
MOTTO ............................................................................................
Vi
PERSEMBAHAN..............................................................................
Vii
KATA PENGANTAR ......................................................................
Viii
ABSTRAK ........................................................................................
X
DAFTAR ISI .....................................................................................
Xi
DAFTAR BAGAN DAN TABEL....................................................
Xiv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................
Xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah..........................................................
1
B. Rumusan Masalah...................................................................
10
C. Tujuan Penelitian....................................................................
10
D. Kegunaan Penelitian ...............................................................
10
E. Penegasan Istilah ....................................................................
10
F. Metode Penelitian....................................................................
13
G. Sistematika Penulisan Skripsi ...............................................
15
xi
BAB II BIOGRAFI
A. Biografi Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi......................
17
B. Biografi Pendidikan Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi...
19
C. Latar Belakang Penulisan Kitab Sullam Taufiq .....................
20
D. Karya-Karya Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi..............
22
BAB III SISTEMATIKA KITAB DAN DISKRIPSI
PEMIKIRAN SYAIKH ABDULLAH BIN HUSAIN
BA’ALAWI TENTANG PENDIDIKAN AKHLAK TASAWUF
A. Sistematika Penulisan Kitab Sullam Taufiq............................
23
B. Konsep Pendidikan Akhlak Tasawuf Menurut Syaikh
Abdullah bin Husain Ba‟alawi................................................
27
C. Penerapan Pendidikan Akhlak Tasawuf Menurut Syeikh
Abdullah bin Husain Ba‟alawi................................................
29
BAB IV ANALISIS DAN RELEVANSI PEMIKIRAN SYAIKH
ABDULLAH BIN HUSAIN BA’ALAWI TENTANG
PENDIDIKAN AKHLAK TASAWUF DALAM KITAB
SULLAM TAUFIQ
A. Analisis Pemikiran Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi
Tentang Pendidikan Akhlak Tasawuf.....................................
xii
45
B. Relevansi Pendidikan Akhlak Tasawuf Menurut Syaikh
Abdullah bin Husain Ba‟alawi................................................
78
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.............................................................................
100
B. Saran........................................................................................
102
C. Penutup....................................................................................
103
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................
104
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiii
DAFTAR BAGAN DAN TABEL
BAGAN 3.1
TABEL 4.1
Hubungan ilmu tauhid, ilmu fiqh, dan ilmu
tasawuf.....................................................................
29
Unsur-unsur dalam akhlak tasawuf.........................
60
DAFTAR LAMPIRAN-LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
PEDOMAN TRANSLITERASI
LAMPIRAN 2
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN 3
LEMBAR KONSULTASI
LAMPIRAN 4
SKK
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan Negara yang besar
dan dikaruniai dengan berbagai kenikmatan oleh Allah SWT. Kesadaran
tersebut telah mengantarkan para leluhur Bangsa untuk membangun
Indonesia dengan fondasi yang kokoh. Fondasi atau dasar Negara tersebut
tertuang dalam lima sila yang disebut Pancasila. Pancasila sebagai dasar
Negara Indonesia bersifat final dan mengikat bagi seluruh penyelenggara
Negara dan seluruh warga Negara Indonesia (MPR, 2013: 88).
Sila “Ketuhanan Yang Maha Esa” merupakan sila pertama dan utama
yang menerangi keempat sila lainnya (MPR, 2013:91). Sila pertama tersebut
sebagai tanda yang jelas bahwa Indonesia merupakan Negara yang berasas
Ketuhanan. Indonesia dibangun dengan nilai-nilai Agama. Sila “Ketuhanan
Yang Maha Esa” mencakup suasana batiniah dari Negara Indonesia. Dengan
demikian, setiap warga Negara Indonesia harus menanamkan, menghayati,
dan melaksanakan Pancasila terutama sila pertama.
Nilai sila “Ketuhanan Yang Maha Esa” ditanamkan dalam hati setiap
warga Negara Indonesia secara mendalam. Di dalam Islam nilai tersebut
terdapat dalam ketauhidan. Tertuang dengan jelas dalam kalimat syahadat
tauhid, bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah. Kalimat
1
syahadat tauhid bukan hanya terucap di lisan namun juga tertanam dalam hati
setiap muslim.
Sebuah keyakinan mendasar yang harus tertanam dengan kuat dalam
hati setiap muslim. Allah SWT telah menerangkan dengan sangat jelas di
dalam Al-Qur‟an:
          
Artinya: “dan Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Esa; tidak ada
Tuhan melainkan Dia yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.”
(QS. Al-Baqarah [2]: 163).
       
Artinya: “Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan
Dia. yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya.”
(QS. Ali-Imran [3]: 2).
Penanaman Tauhid sangat mempengaruhi keimanan seseorang. Menjadi tugas
setiap individu Umat Islam untuk menjaga dan meningkatkan kualitas iman.
Peningkatan kualitas iman sangat berpengaruh terhadap bertambahnya
ilmu pengetahuan yang dimiliki. Ilmu dan iman memiliki hubungan yang
erat. Ilmu yang diamalkan akan semakin mendekatkan diri kepada Allah
SWT. Syaikh Abdul Qadir al-Jailani mengatakan, “Ilmu yang diamalkan akan
mendekatkan dirimu kepada Allah, Dzat Yang Menurunkan ilmu.” (AlJailani, 2013:27). Tanpa iman manusia tak punya arah tujuan, dan tanpa ilmu
manusia tak punya alat meraih tujuan.
2
Rasulullah SAW menuntun setiap umatnya untuk bersemangat
menuntun ilmu. Sebagai pembakar semangat jiwa, Rasulullah SAW
mewajibkan setiap muslimin dan muslimat untuk mencari ilmu. Pencarian
tersebut tidak hanya terbatas dalam satu kurun waktu, namun selama hidup di
dunia. Maka menjadi sebuah kewajaran bila ilmu sangat mempengaruhi
kualitas iman seseorang hingga Rasulullah SAW mewajibkannya. Sebagai
sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT sebagaimana yang telah
dikatakan oleh Syaikh Abdul Qadir al-Jailani tersebut.
Penguasaan ilmu menjadi sasaran utama bagi Bangsa Indonesia.
Sasaran utama sebagai pembangkit SDM (Sumber Daya Manusia) demi
mencapai kemajuan dalam berbagai bidang kehidupan; sosial, politik,
ekonomi, teknologi, dan lain-lain. Para pejabat Negara Indonesia memahami
bahwa ujung tombak untuk mencapai kemajuan adalah dengan ilmu melalui
dunia pendidikan. Dunia pendidikan sebagai wadah yang strategis untuk
mewujudkan SDM yang berkualitas. Negara menempuh berbagai upaya
untuk meningkatkan kualitas pendidikan salah satunya adalah pendidikan
berkarakter. Sebagai wujud pelaksanaan Pembukaan UUD 1945 untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pendidikan berkarakter telah menjadi kajian utama diberbagai forum
pendidikan Indonesia. Mencapai kualitas SDM meliputi kualitas badaniah
dan kualitas rohaniah. Kemajuan dalam ranah akal dan spiritual. Pendidikan
di Indonesia dengan berbagai bentuk kurikulum tidak akan bisa lepas dari
3
nilai-nilai luhur spiritual. Mengingat bahwa ideologi Bangsa adalah
Pancasila. Pendidikan karakter ditempuh dalam rangka mewujudkan
Indonesia yang maju serta bermoral tinggi.
Pendidikan karakter berpengaruh secara langsung bagi Pendidikan
Agama Islam (PAI). PAI menjadi jalan strategis untuk menanamkan karakter
kepada setiap individu warga Indonesia. Pelajaran akhlak menjadi bahan
pembelajaran yang diutamakan. Akhlak ditanamkan agar setiap warga
memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi. Mewujudkan SDM Indonesia yang
berakhlak karimah bukanlah hal yang mudah. Terdapat delapan belas (18)
nilai karakter yang ingin ditanamkan dari pendidikan karakter, yakni religius,
jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin
tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat,
cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan
tanggungjawab.
Pendidikan karakter diharapkan dapat menjawab tantangan zaman.
Indonesia sejalan dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih
telah kehilangan berbagai nilai-nilai luhur Bangsa. Pendidikan karakter
diharapkan dapat mengembalikan nilai-nilai luhur tersebut. Namun terdapat
satu fokus yang kemudian hilang dari pendidikan. Fokus tersebut adalah ruh
pendidikan. Dengan berbagai tuntutan pencapaian dalam pendidikan karakter
menyebabkan pendidikan Indonesia secara tidak sadar pelan tapi pasti
semakin kehilangan ruh pendidikan. Delapan belas (18) nilai karakter yang
4
menjadi tujuan pencapaian pendidikan karakter merupakan akhlak karimah.
Namun akhlak yang tampak seakan hanya wujud dari formalitas pelaksanaan
pendidikan brebasis karakter.
Islam menjunjung tinggi akhlak. Bukan hanya sekedar akhlak secara
perbuatan (lahiriah) namun akhlak yang bertauhid. Akhlak yang bertauhid
merupakan suatu hal yang lebih menukik daripada akhlak. Semua ini tertuang
dalam ilmu Tasawuf. Sebagaimana telah diutarakan oleh K.H. Said Aqil Siroj
(2012: 65), “Bertasawuf merupakan upaya penyempurnaan wujud keruhanian
manusia. Dalam bahasa Agama disebut itmamul akhlaq (penyempurnaan
akhlak).”
Indonesia
telah
mengalami
degradasi
moral
yang
sangat
mengkhawatirkan. Korupsi, perzinahan, perjudian, pembunuhan, dan tindak
kriminal lainnya telah meraja lela diberbagai pelosok Indonesia. Kenyataan
yang terjadi tersebut, menyadarkan untuk kembali menanamkan moralitas
kepada setiap warga Indonesia. Penanaman mulai dini diharapkan dapat
efektif memperbaiki moral anak Bangsa. Peran pendidikan menjadi sangat
penting. Pendidikan menjadi fokus utama bagi kesuksesan penanam moralitas
Bangsa. Tasawuf memiliki peran yang sangat penting untuk mendukung
kesuksesan tersebut. Hati yang bersih akan mewujudkan manusia berperilaku
mulia, begitu pula sebaliknya. Tasawuf ialah ilmu qulub, ilmu mengolah hati
(Siroj, 2012: 69). Dengan demikian, tasawuf sangat tepat untuk mewujudkan
Indonesia yang berakhlak mulia.
5
Dalam perkembangannya ilmu tasawuf dispesifikkan dalam akhlaktasawuf. Akhlak-tasawuf dimaksudkan agar ilmu tasawuf dikerucutkan pada
persoalan akhlak secara lebih mendalam. Akhlak yang timbul dari pancaran
hati yang bersih. Akhlak bukan hanya sebagai penghias perilaku lahiriah,
namun akhlak yang benar-benar timbul sebagai pancaran hati yang bersih
(akhlak-tasawuf). Akhlak-tasawuf sangat diperlukan oleh Indonesia, terutama
bagi dunia pendidikan.
Pendidik dan peserta didik memiliki peran yang penting dalam
pendidikan. Peserta didik sebagai obyek dan pendidik sebagai subyek
pendidikan. Keduanya haruslah memiliki akhlak yang bersumber dari hati
nurani. Akhlak-tasawuf membantu pendidik dan peserta didik untuk
memunculkan akhlak yang bersumber dari hati. Pendidik menjadi pentransfer
ilmu yang ikhlas dari hati yang jernih. Peserta didik sebagai penerima ilmu
dengan hati yang jernih pula. Hati yang jernih menimbulkan akhlak yang
murni, di sinilah akhlak-tasawuf berperan.
Hati manusia memiliki dua pintu. Pintu yang pertama terbuka untuk
makhluk dan pintu yang kedua terbuka untuk Allah. Dalam hal ini, manusia
terbagi ke dalam empat kondisi, yaitu:
1. Manusia yang kedua pintu hatinya ditutup oleh Allah. Ia adalah orang gila.
2. Manusia yang pintu hatinya menuju Allah tertutup, namun pintu untuk
makhluk terbuka lebar. Ia akan tenggelam di dalam dunianya dan
6
melupakan Tuhannya. Jika ia ingat Tuhannya, ia hanya ingat dengan
lidahnya saja.
3. Manusia yang pintu hatinya tertutup ke arah makhluk, namun terbuka
untuk Allah. Hatinya akan dipenuhi dengan cahaya-cahaya. Ia akan
menjadi hamba yang tertarik menuju Allah. Namun ia belum mencapai
sempurna.
4. Manusia yang pintu hatinya untuk Allah dan untuk makhluk terbuka lebar.
Inilah hati orang-orang arif. (Jum‟ah, 2013:105)
Akhlak-tasawuf mewujudkan manusia berkategori nomer empat. Membuka
pintu hati untuk Allah dan pintu hati untuk makhluk. Terpancar akhlak dari
hati yang jernih, bukan sekedar formalitas. Pendidik dan peserta didik
diharapkan menjadi manusia berkategori nomer empat, dan menuju Indonesia
yang bermartabat tinggi di sisi dunia terlebih di sisi Allah SWT.
Pendidikan menjadi ujung tombak kesuksesan pembentukan karakter
Bangsa. Akhlak-tasawuf mewujudkan akhlak yang murni sebagai cerminan
karakter Bangsa. Apabila setiap pendidik dan peserta didik mengamalkan
akhlak-tasawuf, pendidikan akan mewujudkan Indonesia yang berakhlak
mulia dan bermartabat tinggi di sisi dunia terlebih di sisi Allah SWT.
Indonesia akan dipenuhi berkah dari Allah SWT, karena Indonesia penuh
dengan orang-orang yang berakhlak murni sebagai ciri dari taqwa. Allah
SWT telah menegaskan di dalam Al-Qur‟an:
7
          

Artinya: “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan
bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah
dari langit dan bumi.” (QS. Al-A‟raaf [7]: 96).
Pembentukan karakter menjadi problematika bagi dunia pendidikan secara
lebih khusus dan bagi Indonesia secara luas. Akhlak-tasawuf membentuk
karakter yang tumbuh dan mengakar di pusat ruhani (hati) bukan hanya
sekedar formalitas.
Orang yang bahagia adalah yang hatinya bersinar dan larut dalam
ketaatan kepada Tuhannya (Al-Sakandari, 2013:71). Hati yang bersinar akan
memancarkan akhlak yang ikhlas. Imam Al-Hakim al-Tirmidzi (2011: 228)
telah
mengatakan,
“Ketika
anda
menjalani
pekerjaan
sehari-hari,
bayangkanlah bahwa hati anda adalah bunga matahari yang memancarkan
cahaya kepada setiap orang dan kepada apapun yang anda temui.”
Salah satu karya yang sangat bermanfaat demi memperbaiki moralitas
Bangsa terutama dunia pendidikan Indonesia adalah kitab Sullam Taufiq ila
Mahabbatillahi „alat Tahqiq. Kitab ini merupakan karya dari Syaikh
Abdullah bin Husein Ba‟alawi. Kitab yang sangat familiar di kalangan
pesantren ini lebih akrab disebut kitab Sullam Taufiq. Syaikh Abdullah bin
Husain Ba‟alawi menulis kitab ini dengan susunan yang indah dan
terstruktur. Kitab ini terdiri dari tiga (3) struktur disiplin ilmu Islam, secara
8
berurutan diawali dengan ilmu tauhid, ilmu fiqh, dan diakhiri dengan ilmu
akhlak-tasawuf.
Secara khusus pembahasan akan dikerucutkan pada akhlak-tasawuf.
Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi membahas akhlak-tasawuf dalam
sebelas (11) bab terakhir. Pembasahan dimulai dari bab “Kewajiban Hati” dan
ditutup dengan bab “Cara Bertaubat”. Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi
secara detail memperhatikan penanaman akhlak-tasawuf bagi setiap orang.
Beliau menjelaskan dengan bahasa yang sederhana dan singkat sehingga
mudah untuk dipelajari para pelaku dunia pendidikan. Syaikh Abdullah bin
Husain Ba‟alawi memfokuskan penanam akhlak-tasawuf pada hati, dimana
hati sebagai pusat dari ruhani manusia. Hati sebagai pusat menjadi garapan
yang pertama kali. Sebagaimana penjelasan sebelumnya, akhlak yang murni
bersumber dari hati yang bersih. Bukan hanya sekedar akhlak sebagai
formalitas, namun akhlak yang benar-benar berlandaskan ketauhidan.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka penulis akan menyusun sebuah
karya
skripsi
yang
berjudul:
PENDIDIKAN
AKHLAK-TASAWUF
MENURUT SYAIKH ABDULLAH BIN HUSAIN BA‟ALAWI (TELAAH
KITAB SULLAM TAUFIQ). Penulis akan mengulas tentang pendidikan
akhlak-tasawuf dalam kitab Sullam Taufiq ila Mahabbatillahi „alat Tahqiq
hasil pemikiran dari Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi. Semoga
bermanfaat dan barokah bagi penulis, dunia pendidikan secara khusus dan
Bangsa Indonesia secara umum.
9
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana konsep pendidikan akhlak-tasawuf menurut Syaikh Abdullah
bin Husain Ba‟alawi?
2. Bagaimana
implikasi
pendidikan
akhlak-tasawuf
menurut
Syaikh
Abdullah bin Husain Ba‟alawi di masyarakat Indonesia?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui konsep pendidikan akhlak-tasawuf menurut Syaikh Abdullah
bin Husain Ba‟alawi.
2. Mengetahui implikasi pendidikan akhlak-tasawuf menurut Syaikh
Abdullah bin Husain Ba‟alawi di masyarakat Indonesia.
D. Kegunaan Penelitian
1. Sebagai kontribusi bagi masyarakat dalam menjalani kehidupan mencapai
keseimbangan antara dunia dan akhirat.
2. Sebagai kontribusi agar menimbulkan kesadaran masyarakat betapa
pentingnya mendekatkan diri kepada Allah SWT.
3. Sebagai kontribusi bagi masyarakat Indonesia agar menjunjung tinggi dan
mengahayati akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari.
E. Penegasan Istilah
Untuk menghindari penafsiran dan kesalah pahaman, maka penulis
kemukakan pengertian dan penegasan judul proposal ini sebagai berikut:
10
1. Pendidikan akhlak-tasawuf
Pendidikan adalah upaya yang dilakukan dengan sadar untuk
mendatangkan perubahan sikap dan perilaku seseorang melalui pengajaran
dan latihan (Ensiklopedi Nasional Indonesia, 2004: 365). Pendidikan
dalam arti luas adalah meliputi perbuatan atau usaha generasi tua untuk
mengalihkan (melimpahkan) pengetahuannya, pengalamannya, kecakapan
serta ketrampilannya kepada generasi muda, sebagai usaha untuk
menyiapkan mereka agar dapat memenuhi fungsi hidupnya, baik
jasmaniah maupun rohaniah (Mansur, 2011:84). Pendidikan dipandang
sebagai suatu keseluruhan daya budaya yang dapat mempengaruhi
kehidupan perseorangan aupun kelompok dalam masyarakat (As Said,
2011: 11).
Akhlak adalah sesuatu dalam jiwa yang mendorong seseorang
mempunyai potensi-potensi yang sudah ada sejak lahir (Mansur,
2011:222). Akhlak menyangkut sikap dan tingkah laku seorang muslim
terhadap Tuhan, sesama manusia, dan alam (Ensiklopedi Nasional
Indonesia, 2004: 207). Sedangkan ilmu akhlak adalah ilmu pengetahuan
yang menjelaskan makna baik dan buruk, serta menjelaskan bagaimana
seharusnya berinteraksi antar sesama manusia dan menjelaskan tentang
tujuan yang akan didapatkan dalam segala aktivitas (Amin, 2012: 2)
Tasawuf adalah merupakan pengetahuan yang membahas keadaan
hati nurani ketika manusia ingin membersihkannya dari segala keterpautan
11
dengan sesuatu selain Allah dan meningkatkan jiwa ke alam kesucian
dengan beribadah kepada Allah semata (Ensiklopedi Nasional Indonesia,
2004: 122). Ada pula yang mendefinisikan tasawuf sebagai upaya agar
ruhani kita mendapatkan status di hadapan Allah (Siroj, 2012:48).
Berdasarkan dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
pendidikan akhlak-tasawuf adalah upaya yang dilakukan secara sadar
melalui pengajaran dan latihan untuk mendatangkan perubahan perilaku
dan sikap sebagai upaya mendorong potensi-potensi diri secara optimal
agar ruhani mendapatkan status kesucian di hadapan Allah semata.
2. Sullam Taufiq
Kitab Sullam Taufiq merupakan karya dari Syaikh Abdullah bin
Husain bin Thohir bin Muhammad bin Hasyim Ba‟alawi. Kitab ini judul
aslinya ialah Sullam Taufiq ila Mahabbatillahi „alat Tahqiq, namun lebih
familiar disebut Sullam Taufiq. Berdasarkan judul yang asli, kitab ini
membahas tentang tangga pertolongan menuju mencintai Allah secara
nyata. Terdiri dari tiga puluh tujuh (37) bab (fashlun) yang diawali dengan
mukadimah dari Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi. Tiga puluh tujuh
bab tersebut dibagi dalam tiga tema besar. Tiga bab awal bertemakan
tauhid, bab keempat hingga kedua puluh enam bertemakan fiqh, diakhiri
dengan tema akhlak-tasawuf dalam sebelas bab terakhir. Pada bagian akhir
terdapat daftar isi kitab (farasul kitab). Selanjutnya tema akhlak-tasawuf
akan menjadi fokus dari skripsi ini.
12
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Adapun jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian
kepustakaan (library research) dengan obyek kitab klasik. Penelitian
didukung dengan literatur dari beberapa kitab klasik serta berbagai sumber
tertulis lainnya yang relevan.
2. Sumber Data
Karena jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library
research), maka data yang diperoleh bersumber dari literatur. Adapun
referensi yang menjadi data primer adalah kitab Sullam Taufiq ila
Mahabbatillahi „alat Tahqiq karya Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi.
Literatur yang lain sebagai sumber data sekunder adalah buku-buku
tentang pendidikan, akhlak-tasawuf serta informasi dari media internet
yang relevan dengan obyek pembahasan penulis.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam penelitian
ini adalah dengan mencari, menghimpun, dan memahami kitab yang
menjadi sumber data primer yakni kitab Sullam Taufiq ila Mahabbatillahi
„alat Tahqiq, kitab-kitab, buku-buku pendidikan, akhlak-tasawuf, serta
informasi dari media internet yang relevan lainnya.
Selanjutnya dilakukan penelaahan terhadap berbagai kitab dan
buku yang bersangkutan untuk disusun secara sistematis. Data-data yang
13
diperoleh kemudian dihubungkan dengan masalah yang diteliti, sehingga
diperoleh data atau informasi untuk bahan penelitian.
4. Teknik Analisis Data
Yaitu penanganan terhadap suatu obyek ilmiah tertentu dengan
jalan memilah-milah antara pengertian satu dengan pengertian yang lain
untuk memperoleh kejelasan mengenai halnya.
Macam-macam metode yang digunakan dalam menganalisis
masalah adalah sebagai berikut:
a. Metode Deduktif
Yaitu cara berpikir untuk mencari dan menguasai ilmu
pengetahuan yang berawal dari alasan umum menuju ke arah yang
lebih spesifik (Sukardi, 2009:12). Metode deduktif adalah metode
berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk
seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus
(http://ainasitianingsih.blogspot.com). Merupakan proses berpikir
(penalaran) yang bertolak dari suatu proposisi yang sudah ada,
menuju kepada suatu proposisi baru yang berbentuk kesimpulan
(http://arhamulwildan.blogspot.com). Metode ini bertujuan untuk
mengetahui perpindahan pola pemikiran yang bersifat umum kepada
pemikiran yang bersifat khusus. Metode ini digunakan untuk
menganalisis data tentang Pendidikan Agama Islam di Indonesia
sehubungan dengan akhlak-tasawuf.
14
b. Metode Induktif
Yaitu proses berpikir yang diawali dari fakta-fakta pendukung
yang spesifik menuju arah yang lebih umum guna mencapai suatu
kesimpulan (Sukardi, 2009:12). Metode induktif adalah metode yang
diawali dengan menjelaskan permasalahan-permasalahan khusus
(mengandung pembuktian dan contoh-contoh fakta) yang diakhiri
dengan
kesimpulan
yang
berupa
pernyataan
umum
(http://ainasitiningsih.blogspot.com). Metode ini merupakan proses
berpikir yang bertolak dari sejumlah fenomena individual yang
menurunkan suatu kesimpulan dari khusus menjadi umum.
(http://arhamulwildan.blogspot.com).
mengetahui
fakta-fakta
dan
Metode
bertujuan
peristiwa-peristiwa
yang
untuk
khusus
kemudian disimpulkan menjadi umum. Metode ini digunakan untuk
menganalisis data tentang konsep pendidikan akhlak-tasawuf
menurut Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi yang terdapat dalam
kitab Sullam Taufiq.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang penulis maksud disini adalah sistematika
penyusunan skripsi dari bab ke bab. Sehingga skripsi ini menjadi satu
kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Hal ini bertujuan agar
tidak ada pemahaman yang menyimpang dari maksud penulisan skripsi ini.
15
Adapun sistematika penulisan skripsi ini sebagai berikut:
Bab I
: Pendahuluan, menguraikan tentang : Latar Belakang Masalah,
Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian,
Penegasan Istilah, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan
sebagai gambaran awal dalam memahami skripsi ini.
Bab II
: Biografi, menguraikan tentang : Biografi Syaikh Abdullah bin
Husain Ba‟alawi yang meliputi riwayat kelahiran, kehidupan
intelektual, dan perjalanan karir beliau. Dalam bab ini juga
memaparkan guru-guru beserta murid-murid, dan karya-karya
beliau.
Bab III
: Sistematika Kitab dan Deskripsi Pemikiran, meliputi :
Sistematika Penulisan kitab Sullam Taufiq ila Mahabbatillahi
„alat Tahqiq, pemikiran Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi
tentang Pendidikan Akhlak-tasawuf dalam kitab Sullam Taufiq
ila Mahabbatillahi „alat Tahqiq.
Bab IV
: Pembahasan meliputi uraian pemikiran dan implikasinya.
Bab V
: Penutup, berisi kesimpulan, saran, dan penutup.
16
BAB II
BIOGRAFI
A. Biografi Syaikh Abdullah bin Husain Ba’alawi
Sayyid Abdullah bin Al-Husain bin Thohir Al-„Alawi Al-Hadhromi
atau lebih dikenal Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi adalah seorang
ulama‟ yang dikenal sebagai ahli ilmu fiqih yang bermadzhab Syafi‟i dan
sekaligus ahli ilmu nahwu. Beliau dilahirkan di Tarim, Hadhromaut, Yaman
pada tahun 1191 H atau bertepatan pada tahun 1778 M tepatnya pada bulan
Dzulhijjah (http://id.wikipedia.org). Beliau pernah mukim beberapa tahun di
Mekah dan Madinah untuk belajar kepada beberapa ulama yang masyhur
(http://www.fikihkontemporer.com).
Setelah beberapa tahun di Mekah dan Madinah beliau kembali ke
negaranya dan bermukim di Masilah, satu daerah yang terletak disebelah
selatan kota Tarim. Setelah kembali ke negaranya, beliau mengabdikan
dirinya untuk memberikan ceramah, mengajarkan ilmu-ilmu agama dan
mengisi waktunya untuk beribadah (http://www.fikihkontemporer.com).
Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi menguasai beberapa cabang ilmu yakni
fiqih,
ilmu
hadits,
lebih-lebih
dalam
bidang
tasawuf
(http://pbkaligung.blogspot.com). Beliau wafat pada malam Kamis, 17 Rabiul
akhir 1272 H/ 1855 M (http://id.wikipedia.org).
Di samping sebagai seorang intelektual yang pakar dan pandai dalam
bidang keilmuan, ternyata beliau juga seorang organisatoris yang mampu
17
menggerakkan masa. Hal itu bisa di lihat saat beliau mampu menjadi salah
satu pemimpin dari Tsaurah atau pemberontakan di Yaman dalam rangka
melawan kekuasaan Yafi‟iyyin pada tahun 1265 H. Sehingga beliau dan
beberapa pemimpin pemberontakan itu diasingkan dari Tarim, Sewun dan
Taris. Beliau juga ikut andil dalam upaya mendirikan kekuasaan Al-Katsiri
yang
di
pimpin
oleh
sultan
Ghalib
bin
Muhsin
di
Tarim
(http://anjangsanasantri.blogspot.com).
Dalam sebuah buku, Habib Luthfi bin Yahya telah memberikan
keterangan sebagai berikut: Al-Qutbil Ghauts Al-Habib Abdullah bin Husain
bin Thahir ini maqamnya, kedudukan ruhaninya kalau tidak karena haya‟,
adab yang tinggi kepada kakek moyangnya Faqih Al-Muqadam, Al-Habib
Abdullah bin Husain bin Thahir melebihi maqamnya Al-Faqih Al-Muqadam.
Maka Al-Habib Abdullah bin Husain bin Thahir berkata diantaranya, “Saya
tidak rela kalau ada orang yang mempunyai maqam (kedudukan) melebihi
maqamnya Al-Faqih Al-Muqadam.” Itu merupakan adab para wali terhadap
sesamanya sebagai tarbiyyah (pendidikan) untuk murid-muridnya. Itu
tawadhu‟nya Al-Habib Abdullah bin Husain bin Thahir. Sehingga fatwafatwanya sangat masyhur dalam bidang fiqh, dalam ilmu hadits, dalam bidang
tasawuf lebih-lebih (bin Yahya, 2012: 119).
Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi memiliki nasab hingga Nabi
Muhammad SAW. Berikut nasab dari Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi:
18
Abdullah bin Husain bin Thahir bin Muhammad bin Hasyim bin
Abdurrahman bin Abdullah bin Abdurrahman bin Muhammad bin
Maghfun bin Abdurrahman bin Ahmad bin 'Alawi bin Ahmad bin
Abdurrahman bin 'Alawi bin Ubaidullah bin Ahmad al-Muhajir bin Isa
ar-Rumi bin Muhammad an-Naqib bin Ali al-Uraidhi bin Ja'far ashShadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali
bin Abi Thalib dan Siti Fatimah binti Nabi Muhammad SAW.
(http://id.wikipedia.org).
B. Biografi Pendidikan Syaikh Abdullah bin Husain Ba’alawi
Adapun beberapa guru yang menjadi tempat menuntut ilmu bagi
Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi diantaranya:
1. As-Sayyid Hamid bin Umar al-Munfir Ba'alawi.
2. Al-'Allamah as-Sayyid Umar bin as-Sayyid Ahmad bin Hasan bin
Abdullah al-Haddad.
3. Al-'Allamah as-Sayyid 'Alawi bin as-Sayyid Ahmad bin Hasan bin
Abdullah al-Haddad.
4. Al-'Allamah Abdurrahman bin 'Alawi bin Syaikh Maula al-Bathaiha.
5. Al-'Allamah
as-Sayyid
'Aqil
bin
'Umar
bin
'Aqil
bin
Yahya.
(http://id.wikipedia.org)
Sedangkan para murid yang belajar dari Syaikh Abdullah bin Husain
Ba‟alawi adalah sebagai berikut:
1. Al-'Allamah Sayyid Abdullah bin 'Umar bin Yahya.
19
2. Al-'Allamah Sayyid Abdurrahman bin 'Ali bin 'Umar as-Saqqaf.
3. Al-'Allamah Muhammad bin Husain al-Habsyi, Mufti Mekkah.
4. Al-Imam 'Ali bin Muhammad al-Habsyi.
Ketika usia beliau menginjak 68 tahun, beliau mengarang sebuah kitab
maulid yang diberi nama Simtud Durar. Sebuah kitab maulid yang
masyhur dan penuh barokah, yang sehingga kini dibaca di Hadramaut,
Nusantara dan Afrika. Beliau mula mengarang pada Khamis, 26 Shafar
1327 H dan menyempurnakannya pada 10 Rabiul Awwal 1327 H (
http://ahlulbaitrasulullah.blogspot.com).
5. Al-'Allamah Sayyid Muhsin bin 'Alawi bin Saqqaf as-Saqqaf.
6. Al-'Allamah Syaikh Abdullah bin Ahmad. (http://id.wikipedia.org)
7. Al-Habib Idrus bin Umar bin Idrus al-Habsyi
(http://www.fikihkontemporer.com).
8. Al-Habib Abu Bakar bin Abdullah bin Tholib bin Abdullah bin Tholib alAtthas (http://pbkaligung.blogspot.com).
C. Latar Belakang Penulisan Kitab Sullam Taufiq
Umat Islam adalah umat yang kelak akan menjadi saksi di hari kiamat.
Umat Islam adalah orang-orang yang memikul tanggung jawab penuh atas
kedamaian, ketentraman, serta memikul beban berat untuk mengajak manusia
kepada kebaikan dan mencegah mereka dari keburukan (Jum‟ah, 2014: 48).
Tanggung jawab yang besar ini mendorong agar Pendidikan Agama Islam
memberikan kontribusi yang sangat besar. Melalui pendidikan penanaman
20
Aqidah, ilmu syariat dan akhlak menjadi begitu penting. Membentuk
kebribadian yang berkarakter baik terlihat dari tampilan fisik maupun dari
batin seseorang.
Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi kemudian menulis sebauh kitab
kecil yang berisi tentang hal-hal pokok dari Agama Islam. Beliau dalam
mukadimah telah menuliskan, “Selanjutnya, ini adalah sebuah karya kecil
yang telah diberi kemudahan oleh Allah SWT. untuk menghimpunnya
mengenai hal-hal yang wajib dipelajari, diajarkan dan dipraktekkan, baik
untuk kalangan awam maupun kalangan khusus. Wajib adalah sesuatu yang
Allah menjadikan pelakunya dengan pahala dan mengancam orang yang
tidak mengajarkannya dengan siksaan.” (Sunarto, 2012: 8). Besar harapan
beliau kitab ini dapat menjadi pegangan setiap muslim untuk dipelajari,
diajarkan bahkan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Setelah mampu
untuk memahami dan melakukan hal-hal yang wajib, dengan senang hati akan
melakukan hal-hal yang bersifat sunnah, akhirnya mampu benar-benar
menggapai cinta Allah dan mendapatkan pertolongan-Nya.
Sesuai dengan maksud Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi
menyusun kitab yang berisi hal-hal pokok dari Islam, maka beliau menyusun
kitab Sullam Taufiq dengan tiga cabang ilmu Islam yang wajib diketahui oleh
setiap orang Islam. Tiga cabang ilmu tersebut terdiri dari ilmu tauhid, fiqh,
tasawuf. Syaikh Abdullah bin Husian Ba‟alawi menyadari bahwa ketiga
cabang ilmu tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain, maka disiplin
21
ilmu tauhid, fiqh, dan tasawuf ditulis dalam satu kitab yang ringkas yakni
Sullam Taufiq. Dalam hadits yang menceritakan tentang kedatangan Malaikat
Jibril saat para sahabat sedang berkumpul bersama Nabi Muhammad SAW.
mencakup seluruh aspek amal zhahir dan yang batin („Ied, tt: 35). Poin paling
penting yang harus diingat dalam hadits ini adalah penjelasan tentang Islam,
iman, dan ihsan serta wajibnya mengimani kekuasaan Allah Ta‟ala („Ied, tt:
40). Jika ilmu fiqh menjaga Islam, ilmu aqidah menjaga iman, maka ilmu
tazkiyyah dan suluk menjaga ihsan. Maka, muncullah sebuah ilmu yang
dinamakan tasawuf (Jum‟ah, 2013: 1).
D. Karya-Karya Syaikh Abdullah bin Husain Ba’alawi
Adapun beberapa buku karya Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi
diantaranya:
1. Al-Majmu
2. Sullam Taufiq ila Mahabbatillahi „alat Tahqiq
3. Miftahu al-I'rab fi an-Nahwi (http://id.wikipedia.org)
4. Diwan al-Asy'ari (bin Yahya, 2012: 119)
22
BAB III
SISTEMATIKA KITAB DAN DISKRIPSI PEMIKIRAN SYAIKH
ABDULLAH BIN HUSAIN BA’ALAWI TENTANG PENDIDIKAN
AKHLAK-TASAWUF
A. Sistematika Penulisan Kitab Sullam Taufiq
Sistematika penulisan kitab Sullam Taufiq terdiri dari tiga puluh tujuh
bab yang didahului dengan sebuah mukadimah. Tiga puluh tujuh bab tersebut
terbagi menjadi tiga tema besar yaitu tauhid, fiqh, dan tasawuf. Dalam tema
tasawuf, penulis lebih mengerucut pembahasan pada konsep akhlak-tasawuf.
Dalam buku terjemah Sullam Taufiq oleh Achmad Sunarto (Al-Jawi, 2012:56) tiga puluh tujuh bab tersebut sebagai berikut:
1. Sifat Allah, dan Rasul
2. Hal-hal yang menyebabkan murtad
3. Hukum-hukum orang yang murtad
4. Kewajiban menunaikan kefardhuan dan menjauhi keharaman
5. Waktu-waktu shalat
6. Kewajiban wali anak kecil dan penguasa
7. Fardhu-fardhu wudhu
8. Yang membatalkan wudhu
9. Yang mewajibkan bersuci
10. Hal-hal yang mewajibkan mandi
11. Syarat-syarat bersuci
23
12. Hal-hal yang diharamkan bagi orang yang berhadats
13. Bersuci dari najis
14. Syarat-syarat shalat
15. Hal-hal yang membatalkan shalat
16. Syarat-syarat shalat diterima (sah)
17. Rukun-rukun shalat
18. Shalat jama‟ah dan Jum‟at
19. Syarat-syarat mengikuti imam
20. Mengurus jenazah
21. Zakat
22. Puasa dan permasalahannya
23. Haji dan umrah
24. Mu‟amalah (hubungan antar manusia)
25. Riba dan jual beli yang diharamkan
26. Kewajiban menafkahi
27. Kewajiban hati
28. Sebagian dari maksiat hati
29. Sebagian dari maksiat perut dan hukuman bagi peminum khamr
30. Diantara maksiat-maksiat mata
31. Diantara maksiat-maksiat lisan
32. Sebagian maksiat-maksiat telinga
33. Sebagian maksiat-maksiat tangan
24
34. Diantara maksiat-maksiat kemaluan
35. Diantara maksiat-maksiat kaki
36. Diantara maksiat-maksiat badan
37. Cara bertaubat
Tiga puluh tujuh bab tersebut apabila dicermati dapat dibagi dalam
ilmu tauhid, fiqh, dan tasawuf. Berikut pembagian ketiga puluh tujuh bab
tersebut dalam tiga tema besar (tauhid, fiqh, dan tasawuf):
1. Tauhid
a. Sifat Allah, dan Rasul
b. Hal-hal yang menyebabkan murtad
c. Hukum-hukum orang yang murtad
2. Fiqh
a. Kewajiban menunaikan kefardhuan dan menjauhi keharaman
b. Waktu-waktu shalat
c. Kewajiban wali anak kecil dan penguasa
d. Fardhu-fardhu wudhu
e. Yang membatalkan wudhu
f. Yang mewajibkan bersuci
g. Hal-hal yang mewajibkan mandi
h. Syarat-syarat bersuci
i. Hal-hal yang diharamkan bagi orang yang berhadats
j. Bersuci dari najis
25
k. Syarat-syarat shalat
l. Hal-hal yang membatalkan shalat
m. Syarat-syarat shalat diterima (sah)
n. Rukun-rukun shalat
o. Shalat jama‟ah dan Jum‟at
p. Syarat-syarat mengikuti imam
q. Mengurus jenazah
r. Zakat
s. Puasa dan permasalahannya
t. Haji dan umrah
u. Mu‟amalah (hubungan antar manusia)
v. Riba dan jual beli yang diharamkan
w. Kewajiban menafkahi
3. Tasawuf
a. Kewajiban hati
b. Sebagian dari maksiat hati
c. Sebagian dari maksiat perut dan hukuman bagi peminum khamr
d. Diantara maksiat-maksiat mata
e. Diantara maksiat-maksiat lisan
f. Sebagian maksiat-maksiat telinga
g. Sebagian maksiat-maksiat tangan
h. Diantara maksiat-maksiat kemaluan
26
i. Diantara maksiat-maksiat kaki
j. Diantara maksiat-maksiat badan
k. Cara bertaubat
B. Konsep Pendidikan Akhlak-tasawuf Menurut Syaikh Abdullah bin
Husain Ba’alawi
Konsep pendidikan akhlak-tasawuf yang ditulis oleh Syaikh Abdullah
bin Husain Ba‟alawi merupakan sebuah konsep yang mudah dipelajari dan
dimengerti oleh banyak orang. Konsep yaitu definisi secara singkat dari
sekelompok fakta atau gejala. Konsep merupakan definisi dari apa yang perlu
diamati, konsep menentukan antara variabel-variabel yang ada hubungan
secara empiris (Arifin, 2012:96). Konsep pendidikan akhlak-tasawuf tersebut
terdiri dari tiga disiplin ilmu Islam yang pokok yaitu ilmu tauhid, ilmu fiqh,
dan ilmu tasawuf yang dikerucutkan ke dalam ilmu akhlak-tasawuf. Maksud
dari konsep pendidikan akhlak-tasawuf tersebut adalah adanya hubungan
antara ilmu tauhid, fiqh, dan tasawuf. Tiga disiplin ilmu tersebut juga
sekaligus sebagai tahapan yang harus dilalui dalam pendidikan akhlaktasawuf. Bukan terkhusus bagi orang yang bergelut dalam dunia thariqah saja.
Hal ini termasuk dalam kekhasan Thariqah Alawiyah yang diikuti oleh
Syeikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi. Dalam pengamalan wirid dan dzikir
bagi para pengikutnya tidak ada keharusan bagi para murid untuk terlebih
dahulu diba‟iat atau ditalqin atau mendapatkan khirqah jika ingin
mengamalkan thoriqot ini (Masyhuri, 2014: 55).
27
Syeikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi dengan kitab Sullam Taufiq
ingin menanamkan nilai tasawuf kepada setiap orang dengan cara yang
mudah. Melalui tiga disiplin ilmu Islam yang harus dipelajari oleh setiap
orang Islam. Ilmu tauhid, fiqh dan akhlak. Ilmu tauhid sebagai fondasi bagi
setiap orang Islam. Ilmu fiqh yang merupakan ilmu yang harus dipelajari
setiap orang Islam agar dapat melaksanakan nilai-nilai ilmu tauhid dalam
bentuk perbuatan, yaitu ibadah. Sedangkan ilmu akhlak sebagai buah dari
ibadah diisi oleh Syeikh Abdullah bin Husain dengan akhlak-tasawuf.
Syeikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi menyadari bahwa pendidikan
akhlak-tasawuf harus dimulai dengan penanaman ilmu syariat yang mapan
terlebih
dahulu.
K.H.
Muslih
(1994:20) dalam
kitab
Al-Futuhatir
Rabbaniyyah fil Qadiriyyah wan Naqsabandiyah menukil perkataan ulama
ahli tahqiq, berikut:
“Sopo wonge kang nggulawentah ilmu fiqih utawa ilmu syariat
nanging ora kersa ngagem ilmu tasawuf utawa ilmu thariqah mangka
temen dadi fasik sopo iku wong. Lan sopo wong kang nggulawentah
ilmu tasawuf utawa ilmu thariqah ing kono ora kersa ngagem ilmu
fiqih utawa ilmu syariat mangka temen dadi kafir zindik sopo iku
wong. Lan sopo wong kang nggulawentah ilmu tasawuf utawa ilmu
thariqah sarta barengi ngagem ilmu fiqih utawa ilmu syariat mangka
dadi ahlil haq utawa ahli haqiqah sopo iku wong.”
Dalam Bahasa Indonesia artinya, “ Barang siapa yang menggeluti ilmu fiqih
atau ilmu syariat tetapi tidak mau menggunakan ilmu tasawuf atau ilmu
thariqah maka orang tersebut akan menjadi fasik. Dan barang siapa yang
menggeluti ilmu tasawuf atau ilmu thariqah tetapi tidak mau menggunakan
ilmu fiqih atau ilmu syariat maka orang tersebut akan menjadi kafir zindik.
28
Dan barang siapa yang menggeluti ilmu tasawuf atau ilmu thariqah disertai
ilmu fiqih atau syariat maka orang tersebut akan menjadi ahlil haq atau ahli
hakikat.” Dengan demikian tepat Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi
mengajarkan akhlak-tasawuf diawali dengan ilmu tauhid dan ilmu fiqh.
Ilmu tauhid, fiqh dan akhlak-tasawuf dalam kitab Sullam Taufiq
dijelaskan oleh Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi secara berurutan
dengan pembahasan yang terpisah. Terpisah dalam arti Syaikh Abdullah bin
Husain menjelaskan setiap pembahasan sesuai disiplin ilmu tanpa mencampur
adukkannya (dalam pembahasan), namun tetap memiliki hubungan antar
disiplin ilmu. Pemikiran konsep pendidikan akhlak-tasawuf Syaikh Abdullah
bin Husain Ba‟alawi dapat lebih dipahami melalui bagan berikut:
Bagan 3.1 Hubungan ilmu tauhid, ilmu fiqh, dan ilmu tasawuf
Ilmu
Tauhid
Ilmu
Fiqh
Ilmu
Tasawuf
C. Penerapan Pendidikan Akhlak-tasawuf Menurut Syeikh Abdullah bin
Husain Ba’alawi
Syeikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi menuturkan pendidikan akhlaktasawuf tanpa didahului dengan teori tentang akhlak-tasawuf. Beliau secara
29
langsung menyebutkan berbagai contoh perilaku akhlak-tasawuf. Pendidikan
akhlak-tasawuf dalam Sullam Taufiq dibagi menjadi sebelas bab oleh Syeikh
Abdullah bin Husain Ba‟alawi. Dari ketiga belas bab Syaikh Abdullah bin
Husain Ba‟alawi menyebutkan 193 (seratus sembilan puluh tiga) contoh
akhlak-tasawuf yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Berikut akhlaktasawuf yang diajarkan oleh Syeikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi.
1.
Kewajiban hati
a. Beriman kepada Allah dan apa-apa yang datang dari Allah.
b. Beriman kepada utusan Allah dan apa-apa yang datang dari utusan
Allah.
Iman seseorang sering diartikan sebagai kepercayaan atau
keyakinan yang mantap akan adanya Allah SWT, para malaikat,
kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari kiamat dan takdir yang baik
ataupun takdir buruk (Abdusshomad, 2008:31). Iman menurut Abu
Abdullah bin Khafif adalah pembenaran hati terhadap sesuatu yang
telah dijelaskan oleh Al-Haqq tentang masalah-masalah gaib (Annaisaburi, 2007:43).
c. Membenarkan ajaran Nabi.
Kebenaran adalah ucapan yang benar ditempat-tempat yang rusak.
Kebenaran adalah kesesuaian antara rahasia dan ucapan (Annaisaburi, 2007: 302). Dengan demikian membenarkan adalah
mengucapkan uacapan yang benar ditempat-tempat yang rusak.
30
Membenarkan dapat juga diartikan menyesuaikan antara rahasia dan
ucapan.
d. Meyakininya (ajaran Nabi).
Manurut Abu Utsman Al-Hiri, yang dimaksud yakin adalah
sedikitnya cita-cita di masa yang akan datang. Menurut Sahal bin
Abdullah, yakin merupakan tambahan iman dan realitas kebenaran.
Yakin merupakan cabang dari iman, bukan pembenaran (Annaisaburi, 2007:252).
e. Ikhlas.
f. Menyesali atas kemaksiatan.
g. Menyerahkan diri kepada Allah (tawakal).
h. Merasa selalu dalam pengawasan Allah.
i. Ridlo atas takdir Allah
j. Berbaik sangka kepada Allah dan makhluk Allah.
k. Mengagungkan syiar-syiar Allah.
l. Mensyukuri nikmat-nikmat Allah.
m. Bersabar dalam melaksanakan apa-apa yang diwajibkan Allah.
n. Bersabar dalam menjauhi apa-apa yang di haramkan Allah.
o. Bersabar atas cobaan-cobaan Allah.
p. Yakin dengan rezeki.
q. Berburuk sangka terhadap nafsu.
r. Tidak ridlo terhadap nafsu.
31
s. Membenci syaitan.
t. Membenci perkara duniawi.
u. Membenci para pelaku kemaksiatan.
v. Mencintai Allah.
Menurut Imam Qusyairi cinta adalah suatu hal yang mulia. Rahmat
adalah keinginan spesial, dan cinta lebih khusus daripada rahmat.
Karena itu, keinginan Allah untuk menyampaikan pahala dan
nikmat kepada hamba-Nya disebut rahmat, sedangkan keinginanNya untuk mengkhususkan hamba-Nya dengan kedekatan dan
kedudukan yang tinggi dinamakan cinta (mahabbah) (An-Naisaburi,
2007:475).
w. Mencintai Kalamullah.
x. Mencintai Rasul-Nya.
y. Mencintai para sahabat Nabi SAW.
z. Mencintai keluarga Nabi.
aa. Mencintai para sahabat Anshor.
bb. Mencintai para sholihin.
2.
Sebagian dari maksiat hati
a. Riya‟ dengan amal.
b. Meragukan wujudnya Allah.
c. Merasa aman dari azabnya Allah.
d. Merasa putus asa dari rahmat Allah.
32
e. Sombong atas hamba-hamba Allah.
f. Dendam.
g. Hasut.
h. Mengungkit-ungkit sedekah.
i. Terus-menerus melakukan dosa.
j. Berprasangka buruk kepada Allah dan hamba-hamba-Nya.
k. Membohongkan takdir Allah.
l. Bergembira dengan kemaksiatan yang dilakukannya atau dilakukan
orang lain.
m. Menghianati janji, meskipun dengan orang kafir.
n. Melakukan tipu daya
o. Membenci sahabat Nabi, keluarga Nabi atau kaum sholihin.
p. Kikir atas sesuatu yang diwajibkan Allah.
q. Rakus
r. Menghina sesuatu yang diagungkan Allah.
s. Meremehkan sesuatu yang diagungkan Allah, yakni ketaatan,
kemaksiatan, Al-Qur‟an, ilmu, surga atau neraka.
3.
Sebagian dari maksiat perut
a. Memakan riba.
b. Memakan pungutan liar.
c. Memakan harta ghosob.
d. Memakan harta curian.
33
e. Memakan harta yang dihasilkan dari muamalah yang diharamkan
syara‟.
f. Meminum arak.
g. Memakan sesuatu yang memabukkan.
h. Memakan segala sesuatu yang najis.
i. Memakan sesuatu yang menjijikkan.
j. Memakan harta anak yatim.
k. Memakan harta wakaf yang menyalahi ketentuan yang disyaratkan
oleh orang yang wakaf.
l. Memakan harta yang diberikan pemiliknya karena merasa malu.
4.
Di antara maksiat-maksiat mata
a. Memandang kepada wanita-wanita lain.
b. Melihat aurat.
c. Diharamkan bagi wanita membuka bagian tubuhnya.
d. Diharamkan bagi lelaki dan wanita membuka bagian tubuh antara
pusar dan lutut di hadapan orang yang melihat aurat tersebut,
meskipun sejenisnya dan ada hubungan mahrom, selain dengan
orang yang halal.
e. Diharamkan bagi lelaki dan wanita membuka qubul dan duburnya
manakala sendirian dengan tanpa ada hajat, kecuali di hadapan
orang yang halal baginya.
34
f. Diharamkan
memandang
orang
Islam
dengan
pandangan
meremehkan.
g. Diharamkan melihat ke dalam rumah orang lain dengan tanpa seizin
pemiliknya atau melihat sesuatu yang disembunyikan dengan tanpa
seizin pemiliknya.
h. Menyaksikan kemungkaran sementara itu ia tidak mengingkari.
5.
Di antara maksiat-maksiat lisan
a. Ghibah (Menggunjing).
b. Menghasut
c. Mengadu tanpa perantara ucapan
d. Dusta, yaitu berbicara dengan menyalahi kenyataan.
e. Mengadu domba.
f. Sumpah palsu.
g. Ucapan-ucapan qadzaf (tuduhan).
h. Mencela para sahabat Nabi SAW.
i. Saksi palsu.
j. Tidak memenuhi janji, ketika seseorang berjanji kepada orang lain,
ia berniat menyembunyikan untuk tidak memenuhinya.
k. Penundaan pembayaran hutang oleh orang yang sudah mampu.
l. Mencela, mencacat dan melaknat.
m. Menghina orang Islam.
n. Berdusta atas nama Allah dan Rasul-Nya.
35
o. Tuduhan bohong.
p. Menjatuhkan talak bid‟iy (menceraikan istrinya yang sudah
disetubuhi ketika sedang haid atau nifas).
q. Zhihar (suami menyerupakan istrinya seperti ibunya atau saudara
perempuan suaminya).
r. Keliru di dalam membaca Al-Qur‟an, meskipun tidak sampai
merubah arti.
s. Orang kaya yang meminta harta atau pekerjaan.
t. Nadzar dengan tujuan mencegah ahli waris dan meninggalkan
wasiat utang atau suatu benda yang tidak diketahui oleh orang lain.
u. Membuat nasab (keturunan) bukan pada ayah atau orang yang
memerdekakannya.
v. Melamar gadis yang sedang dilamar saudaranya yang muslim.
w. Berfatwa tanpa ilmu.
x. Meratapi dan menangisi dengan menjerit-jerit yang berlebihan pada
seorang mayit.
y. Setiap ucapan yang mendorong pada keharaman atau memutuskan
dari kewajiban.
z. Setiap pembicaraan yang mencela agama atau salah seorang dari
para Nabi, ulama, ilmu, syariat, Al-Qur‟an atau sesuatu dari
beberapa syiar Allah.
aa. Meniup seruling.
36
bb. Diam dari memerintahkan melakukan kebaikan dan mencegah
kemungkaran tanpa adanya udzur.
cc. Menyembunyikan ilmu yang wajib padahal ada yang belajar.
dd. Tertawa karena keluar kentut atau terhadap seorang muslim karena
meremehkannya.
ee. Menyembunyikan kesaksian dan melupakan Al-Qur‟an.
ff. Tidak menjawab salam yang wajib.
gg. Melakukan ciuman yang menggerakkan syahwat bagi orang yang
sedang ihram haji atau umrah, orang yang berpuasa fardhu, atau
bagi orang yang haram melakukan ciuman tersebut.
6.
Sebagian maksiat-maksiat telinga
a. Mendengarkan pembicaraan suatu kaum yang dirahasiakan dari
pendengarannya.
b. Mendengarkan seruling dan suara-suara yang diharamkan.
c. Mendengarkan gunjingan, adu domba, dan semua perkataan yang
haram. Lain halnya jika mendengarkannya secara tidak sengaja, lalu
membencinya dan wajib mengingkari apabila mampu.
7.
Sebagian maksiat-maksiat tangan
a. Mengurangi takaran, timbangan dan ukuran panjang.
b. Mencuri.
c. Merampok.
d. Ghasab.
37
e. Mengambil pungutan liar dana mengambil dengan cara haram.
f. Membunuh.
g. Memukul tanpa hak.
h. Mengambil atau menerima suap.
i. Membakar hewan, kecuali jika hewan tersebut mengganggu dan
hanya dengan cara itu (membakar) untuk menolaknya.
j. Menyiksa hewan.
k. Bermain dadu (tarad) dan thob (sejenis alat pemukul untuk berjudi),
dan setiap sesuatu yang mengandung perjudian.
l. Memainkan alat-alat musik yang diharamkan, seperti thanbur,
rebab, seruling, dan senar yang digunakan sebagai alat musik.
m. Menyentuh wanita yang bukan mahramnya dengan sengaja tanpa
penghalang atau dengan adanya penghalang namun dengan syahwat
walaupun sejenis atau ada hubungan mahram.
n. Menggambar hewan.
o. Mencegah (tidak menunaikan) zakat.
p. Menghalangi pekerjaan untuk memperoleh upah.
q. Menahan harta yang sangat dibutuhkan orang lain untuk menutupi
kebutuhannya atau tidak menyelamatkan orang yang tenggelam,
padahal tidak ada udzur untuk melaksanakan dua hal tersebut.
r. Menulis sesuatu yang haram diucapkan.
s. Berkhianat
38
8.
Di antara maksiat-maksiat kemaluan
a. Zina dan liwath (homoseks).
b. Menyetubuhi hewan meskipun miliknya.
c. Onani dengan tidak menggunakan tangan istrinya.
d. Bersetubuh pada masa haid atau nifas atau setelah berhenti haid dan
nifas tetapi sebelum mandi (bersuci).
e. Membuka aurat di hadapan orang yang haram melihatnya atau
tatkala sendirian tanpa adanya tujuan.
f. Menghadap atau membelakangi kiblat ketika buang air kecil atau
buang air besar tanpa adanya penghalang (tutup).
g. Buang air besar di pemakaman (kuburan), buang air kecil di dalam
masjid walaupun pada wadah dan haram buang air kecil pada
tempat yang diagungkan.
h. Meninggalkan khitan sampai pada masa baligh.
9.
Di antara maksiat-maksiat kaki
a. Berjalan pada kemaksiatan.
b. Pelarian diri seorang budak (dari tuannya), istri (dari suaminya) dan
orang yang mempunyai kewajiban hak berupa qishash, utang,
nafkah, berbakti kepada kedua orang tua dan mengasuh anak-anak
kecil.
c. Congkak ketika berjalan.
d. Melewati pundak (leher) seseorang, kecuali karena tempat kosong.
39
e. Lewat di depan orang yang sedang shalat, jika syarat-syarat batas
tempat shalat telah terpenuhi.
f. Memanjangkan (menyelonjorkan) kaki ke arah mushhaf (AlQur‟an), ketika tidak berada pada tempat yang tinggi.
g. Setiap berjalan pada sesuatu yang diharamkan atau meninggalkan
suatu kewajiban.
10. Di antara maksiat-maksiat badan
a. Mendurhakai kedua orang tua.
b. Melarikan diri dari peperangan.
c. Memutus tali silaturrahmi (persaudaraan)
d. Menyakiti tetangga.
e. Mewarnai rambut dengan warna hitam.
f. Laki-laki menyerupai perempuan dan sebaliknya.
g. Merendahkan pakaian bagian bawah sampai menyentuh tanah
karena sombong. Memakai pacar pada kedua tangan dan kaki oleh
laki-laki tanpa adanya keperluan.
h. Memutus mengerjakan ibadah fardhu tanpa udzur, dan memutus
mengerjakan kesunnahan ibadah haji dan umrah.
i. Menceritakan seorang mukmin untuk tujuan menghina dan meneliti
beberapa kejelekan (cacat) manusia.
j. Membuat tahi lalat (tiruan pada tubuh atau bertato).
40
k. Mendiamkan (tidak menghiraukan) pada seorang muslim lebih dari
tiga hari kecuali karena ada udzur syar‟i.
l. Menemani duduk bersama orang yang melakukan bid‟ah atau orang
fasik, karena menyenangkan mereka.
m. Memakai emas, perak, sutra atau pakaian yang timbangan berat
sutranya lebih banyak daripada yang lainnya bagi seorang laki-laki
yang sudah baligh, kecuali cincin dari perak.
n. Menyepi dengan wanita lain (yang bukan mahramnya), dan seorang
wanita yang bepergian tanpa disertai mahramnya.
o. Mempekerjakan seorang yang merdeka secara paksa.
p. Menghina para ulama, imam (kepala pemerintahan) yang adil dan
orang muslim yang lanjut usia.
q. Memusuhi kekasih Allah (wali Allah).
r. Menolong untuk melakukan kemaksiatan dan melariskan barang
palsu.
s. Memakai dan membawa wadah dari emas dan perak.
t. Meninggalkan ibadah fardhu atau mengerjakan fardhu, namun
meninggalkan rukunnya atau syaratnya atau dengan perkara yang
membatalkan fardhu.
u. Tidak mengerjakan shalat Jum‟at, padahal shalat tersebut wajib bagi
seseorang, walaupun telah mengerjakan shalat dzuhur.
41
v. Ahli suatu daerah (desa) meninggalkan jama‟ah pada shalat-shalat
fardhu.
w. Mengakhirkan (terlambat) mengerjakan fadhu dari waktunya
dengan tanpa adanya udzur.
x. Melempar binatang buruan dengan sesuatu yang berat, yang bisa
mempercepat keluar nyawanya, dan membuat hewan sebagai
sasaran.
y. Tidak berdiam di rumah bagi wanita yang beriddah tanpa adanya
udzur, dan tidak adanya ihdad (menunjukkan duka dengan tidak
bersolek) atas kematian suaminya.
z. Menajisi masjid dan mengokotorinya walaupun dengan sesuatu
yang suci.
aa. Menganggap mudah pada pelaksanaan haji setelah mampu sampai
datang kematiannya.
bb. Berhutang bagi orang yang tidak bisa diharapkan melunasinya
secara zhahir, sedangkan orang yang memberikan hutang tidak
mengetahui hal tersebut.
cc. Tidak memberi kesempatan kepada orang yang belum mampu
membayar hutang.
dd. Menyerahkan harta untuk kemaksiatan.
ee. Menghina mushhaf (Al-Qur‟an) dan setiap ilmu syariat.
ff. Membolehkan anak kecil yang belum tamyiz memegang Al-Qur‟an.
42
gg. Mengubah batas-batas tanah.
hh. Mempergunakan
jalan
raya
untuk
keperluan
yang
tidak
diperbolehkan oleh syara‟.
ii. Mempergunakan barang pinjaman tidak sesuai dengan izin yang
diberikan atau melebihi waktu yang diizinkan atau dipinjamkan lagi
kepada orang lain.
jj. Menghalangi dari mempergunakan fasilitas umum.
kk. Menggunakan barang temuan sebelum diumumkan sesuai dengan
syarat-syarat.
ll. Duduk dengan menyaksikan kemungkaran ketika seseorang tidak
ada udzur.
mm. Menyerobot masuk dalam pesta-pesta, yaitu masuk tanpa adanya
izin atau orang-orang memasukkannya karena sungkan.
nn. Seseorang dimuliakan karena ditakuti kejahatannya.
oo. Tidak sama (tidak adil) di antara beberapa istri.
pp. Wanita yang keluar dengan memakai wangi-wangian atau berhias,
walaupun menutupi aurat dan dengan seizin suaminya, jika wanita
tersebut melewati orang-orang laki-laki lain (bukan mahramnya).
qq. Mengerjakan sihir.
rr. Tidak mentaati imam (kepala negara).
43
ss. Mengurusi (harta) anak yatim, masjid, atau menerima jabatan
sebagai hakim atau jabatan-jabatan lainnya, padahal mengetahui
tidak akan mampu melaksanakan tugas tersebut.
tt. Melindungi orang zalim dan menghalangi orang yang hendak
mengambil haknya dari orang zalim tersebut.
uu. Membuat takut pada orang-orang muslim.
vv. Merampok.
ww. Tidak menepati nadzar.
xx. Berpuasa tanpa berbuka (wishol).
yy. Mengambil tempat duduk orang lain, atau berdesakan dengan orang
lain yang menyekitkan atau mengambil giliran orang lain (tidak
disiplin antri).
11. Cara bertaubat
a. Menyesali perbuatannya.
b. Melepaskan diri.
c. Berniat tidak kembali lagi pada perbuatan seperti itu.
d. Memohon ampunan (istighfar).
e. Jika melakukan dosa berupa meninggalkan kewajiban, maka harus
mengqadhanya. Jika bertanggung jawab pada seseorang, maka
harus memenuhi dan memohon ridhonya.
44
BAB IV
ANALISIS DAN RELEVANSI PEMIKIRAN SYAIKH ABDULLAH BIN
HUSAIN BA’ALAWI TENTANG PENDIDIKAN AKHLAK-TASAWUF
DALAM KITAB SULLAM TAUFIQ
C. Analisis Pemikiran Syaikh Abdullah bin Husain Ba’alawi Tentang
Pendidikan Akhlak-tasawuf
Pemikiran Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi tentang pendidikan
akhlak-tasawuf menjadi sangat penting bagi kehidupan setiap orang Islam
untuk mencapai kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat kelak. Bila mampu
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, akan membuahkan kehidupan yang
teratur dan indah. Baik diterapkan oleh generasi saat ini pengerak Bangsa,
lebih-lebih diterapkan oleh generasi-generasi muda penerus Bangsa. Dalam
buku Ensiklopedi 22 Aliran Tarekat Dalam Tasawuf, Prof. Dr. K.H. Said Aqil
Sirodj (Masyhuri, 2014:xiv) telah memberikan kata pengantar sebagai
berikut. Para sufi sesungguhnya adalah tokoh-tokoh pembangun peradaban
(tsaqafah wa tamaddun) yang sangat impresif dan konkrit. Tasawuf yang
diembannya telah menjadi „tsaurah ar-ruhiyah‟, yakni revolusi spiritual yang
hasilnya bisa dinikmati secara nyata oleh generasi berikutnya.
Dengan lebih gamblang Prof. Dr. K.H. Said Aqil Sirodj (2012:vii)
dalam buku beliau yang berjudul Dialog Tasawuf Kiai Said Akidah, Tasawuf
dan
Relasi
Antarumat
Beragama
mengatakan,
“Dalam
konteks
keindonesiaan yang majemuk, tasawuf akan mengantarkan bangsa ini
45
menjadi bangsa yang ramah, menghormati perbedaan, dan mampu
mengelola keragaman, sesuai salah satu pilar bangsa: Bhinneka Tunggal
Ika.”. Dengan demikian, tasawuf dapat menjadi kunci pembuka pintu
kemakmuran dan kesejahteraan Bangsa Indonesia.
Dunia pendidikan sebuah ladang subur untuk membentuk generasi
penerus bangsa yang ramah, menghormati perbedaan, dan mampu mengelola
keragaman, sesuai salah satu pilar bangsa: Bhinneka Tunggal Ika. Tasawuf
menjadi salah satu yang dipelajari dalam dunia pendidikan Islam. Pendidikan
tasawuf difokuskan pada akhlak-tasawuf. Tepat apabila pemikiran Syeikh
Abdullah bin Husain Ba‟alawi tentang pendidikan akhlak-tasawuf ini
diangkat kepermukaan dan menjadi kontribusi penting demi terwujudnya
generasi penerus bangsa.
Pada zaman sekarang, tantangan pendidikan Islam sangat dipengaruhi
oleh globalisasi. Saat ini globalisasi dunia ditandai oleh lima kecenderungan
(Nata, 2013:14) berikut:
Pertama, kecenderungan integrasi ekonomi yang menyebabkan terjadinya
persaingan bebas dalam dunia pendidikan. Dunia pendidikan termasuk yang
diperdagangkan, maka dunia pendidikan saat ini dihadapkan pada logika
bisnis.
Kedua, kecenderungan fragmentasi politik yang menyebabkan terjadinya
peningkatan tuntunan dan harapan dari masyarakat. Kecenderungan ini
terlihat dari adanya pengelolaan manajemen pendidikan yang berbasis
46
sekolah, pemberian peluang kepada komite untuk ikut dalam perumusan
kebijakan dan program pendidikan, pelayanan proses belajar mengajar yang
lebih memberikan peluang dan kebebasan kepada peserta didik, yaitu model
belajar mengajar yang partisipasif, aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan (Paikem).
Ketiga, kecenderungan penggunaan teknologi canggih. Teknologi canggih
telah masuk ke dalam dunia pendidikan sehingga peran dan fungsi tenaga
pendidik juga bergeser menjadi semacam fasilitator, katalisator, motivator,
dan dinamisator. Peran pendidikan saat ini tidak lagi sebagai satu-satunya
sumber pengetahuan.
Keempat, kecenderungan interdependency (kesaling tergantungan) yaitu suatu
keadaan seseorang baru dapat memenuhi kebutuhannya apabila dibantu oleh
orang lain. Ketergantungan ini juga terjadi di dunia pendidikan. Adanya
badan akreditasi pendidikan, selain dimaksudkan untuk meningkatkan mutu
pendidikan, juga menunjukkan ketergantungan lembaga pendidikan terhadap
pengakuan dari pihak eksternal. Munculnya tuntutan masyarakat agar peserta
didik memiliki keterampilan dan pengalaman praktis, menyebabkan dunia
pendidikan membutuhkan atau tergantung pada peralatan praktikum dan
magang.
Kelima,
kecenderungan
munculnya
penjajahan
baru
dalam
bidang
kebudayaan yang mengekibatkan terjadinya pola pikir masyarakat pengguna
pendidikan, yaitu dari yang semula mereka belajar dalam rangka
47
meningkatkan kemampuan intelektual, moral, fisik, dan psikisnya berubah
menjadi belajar untuk mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang besar.
Kecenderungan budaya yang demikian menyebabkan ajaran agama yang
bersifat normatif dan menjanjikan masa depan yang baik di akhirat kurang
diminati.
Kecenderungan tersebut mempengaruhi sikap hidup masyarakat.
Sikap hidup yang mengutamakan materi (materialistik), memperturutkan
kesenangan dan kelezatan syahwat (hedonistik), ingin menguasai semua
aspek
kehidupan
(totaliteristik),
hanya
percaya
pada
rumus-rumus
pengetahuan empiris saja, serta paham hidup positivistis yang bertumpu pada
kemampuan akal pikiran manusia. Ilmu pengetahuan dan teknologi modern
sangat mengkhawatirkan bila berada di tangan orang-orang yang berjiwa dan
bermental demikian. (Nata, 2002: 288)
Banyak cara yang diajukan para ahli untuk mengatasi masalah
tersebut, dan salah satu cara yang hampir disepakati para ahli adalah dengan
cara mengembangkan kehidupan yang berakhlak dan bertasawuf (Nata, 2002:
293). Tasawuf sebagai perwujudan ihsan dalam risalah yang dibawa
Rasulullah SAW., memainkan perannya menjadi problem solving untuk
menghadapi berbagai problematika di segala lini kehidupan (Siroj, 2012: vi).
Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani (2013: 140) mengatakan, “Meskipun
Nabi SAW sangat zuhud, beliau SAW mencintai tiga hal tersebut (wewangian,
wanita, dan dijadikan kesejukan mata dalam sholat) karena perkara-perkara
48
tersebut telah ditentukan menjadi bagian beliau dalam ilmu Tuhan. Dengan
demikian, beliau SAW mengambilnya dalam rangka mengikuti perintah, dan
mengikuti perintah-Nya berarti menaati-Nya. Walaupun hidupnya penuh
dengan dunia, setiap orang yang mengambil bagiannya dengan cara seperti
ini, ia berada dalam ketaatan.”
K.H. Mustofa Bisri (2007: 60) dalam catatan kakinya terhadap Kitab
Kimiyaus Sa‟adah menuliskan sebagai berikut
Yang dimaksud Imam Ghazaly “Tinggalkan kesibukan-kesibukan
duniawi secara keseluruhan”, adalah meninggalkannya di dalam hati.
Bukan berarti beliau menyuruh meninggalkan amal dan menghentikan
kegiatan-kegiatan kehidupan ini. Tasawuf bukannya lari dari dunia ini
dan pergi duduk di puncak gunung. Tasawuf dapat dilakukan di
tengah-tengah kehidupan. Jadilah guru yang sufi, pegawai yang sufi,
buruh yang sufi, pedagang yang sufi, dan seterusnya. Karena tasawuf
adalah membersihkan hati, untuk Allah semata. Dapat dilakukan di
mana saja.
Timbul keikhlasan dalam hati setiap manusia dengan berbagai profesi.
Dengan tidak adanya unsur dunia yang masuk dalam hati, setiap pribadi akan
memancarkan akhlak-tasawuf pada setiap perilakunya. Kehidupan akan
berlangsung dengan teratur karena setiap orang menjunjung akhlak yang
berdasarkan kebersihan hati dari unsur duniawi. Persaingan dalam berbagai
macam bidang tidak didasari ketamakan namun didasari berlomba-lomba
dalam kebaikan untuk memperoleh kemaslahan bersama.
49
1. Analisis Konsep Pendidikan Akhlak-tasawuf Syaikh Abdullah bin Husain
Ba‟alawi
Konsep pendidikan akhlak-tasawuf yang diusung oleh Syaikh
Abdullah bin Husain Ba‟alawi berasal dari ikatan tauhid, fiqh, dan
tasawuf. Tauhid, fiqh dan tasawuf merupakan variabel-variabel yang
saling berkaitan. Analisis dimaksudkan untuk mengetahui keistimewaan
(hubungan spesial) antara tauhid, fiqh, dan tasawuf dalam mewujudkan
akhlak-tasawuf dalam diri setiap individu Islam.
Tauhid atau akidah, fiqh, dan tasawuf merupakan tiga bagian
dalam satu bangunan yang tentu tidak dapat dipisahkan antara satu
dengan yang lain. Jika ilmu fiqh menjaga Islam, ilmu akidah menjaga
iman, maka ilmu tazkiyyah dan suluk menjaga ihsan (Jum‟ah, 2013:1).
Ilmu tazkiyyah dan suluk itulah ilmu tasawuf. Syaikh Abdullah bin
Husain Ba‟alawi mengajarkan ilmu akidah, fiqh, dan tasawuf dalam satu
kitab agar setiap orang yang mempelajari Sullam taufiq dapat
mengamalkan akhlak-tasawuf dengan tahapan dan dasar yang benar.
Kaum sufi menganggap ilmu syariat sebagai ilmu pertama yang
harus diketahui, namun bukan utama apalagi yang terakhir karena
fungsinya sebagai titian pertama manusia menuju ilmu thariqah. Ilmu
thariqah artinya pengetahuan tentang jalan (titian) yang ada petunjuk
untuk melakukan ibadah sesuai yang ditentukan dan dicontohkan Nabi
Muhammad SAW. dan dikerjakan oleh sahabat, tabi‟in, turun-temurun
50
hingga guru-guru secara berantai (Jum‟ah, 2013:vi). Menurut Muhammad
Ali At Tahanuwi, syariat ialah hukum-hukum Allah yang ditetapkan
untuk hamba-Nya yang disampaikan melalui para Nabi atau Rasul-Nya.
Baik hukum yang berhubungan dengan amaliyah-hukum ini dimasukkan
ke dalam ilmu fiqh maupun hukum yang berhubungan dengan akidah (Al
Aziz, tt:31). Ilmu syariat sebagai ilmu pertama terdiri dari ilmu akidah
dan fiqh untuk menuju ilmu thariqah. Sikap dan perilaku batiniah atau
tasawuf kemudian dikembangkan dengan tatacara thariqah untuk pada
gilirannya
seseorang
dapat
mencapai
makrifat
(Bisri,
2007:10).
Pendidikan akhlak-tasawuf ditempuh secara runtut mulai dari ilmu syariat
kemudian ilmu tasawuf. Ilmu syariat sebagai dasar untuk mengarungi luas
dan indahnya ilmu tasawuf. Dengan demikian akhlak-tasawuf akan
muncul dalam setiap sikap dan perilaku manusia.
Konsep pendidikan akhlak-tasawuf yang disusun oleh Syaikh
Abdullah bin Husain Ba‟alawi menjadi salah satu solusi pengembangan
kurikulum yang tepat bagi pendidikan Islam. Ada beberapa faktor yang
perlu diperhatikan dalam pengembangan isi kurikulum (Arifin, 2012:90)
di antaranya ruang lingkup (scope). Ruang lingkup kurikulum
menunjukkan keseluruhan, keluasan, atau kedalaman, dan batas-batas
bahan pelajaran yang akan disampaikan kepada peserta didik. Bahan
pelajaran tersebut merupakan bahan yang terseleksi karena dianggap
51
penting dan sesuai dengan tugas-tugas perkembangan peserta didik
(Arifin, 2012:104).
Konsep pendidikan akhlak-tasawuf Syaikh Abdullah bin Husain
Ba‟alawi telah tersusun dan sesuai untuk menjadi terobosan baru dalam
pengembangan kurikulum. Tersusun rapi yang diawali dengan disiplin
ilmu tauhid langsung disambung dengan ilmu fiqh kemudian dilanjutkan
dengan ilmu akhlak-tasawuf. Susunan tersebut menunjukkan keseluruhan,
keluasan atau kedalaman disiplin ilmu yang akan diajarkan serta telah
jelas batas-batas bahan pelajaran yang akan disampaikan kepada peserta
didik yaitu tauhid, fiqh dan akhlak-tasawuf. Ilmu tauhid, fiqh dan akhlaktasawuf yang disampaikan secara utuh (tanpa ada pemisahan dalam
penerapannya) bagi peserta didik merupakan bahan terseleksi yang sangat
penting dan sesuai dengan perkembangan peserta didik dalam
menghadapi era globalisasi yang terjadi. Syaikh Abdullah bin Husain
Ba‟alawi mengembangkan kurikulum pendidikan Islam yang sederhana
namun menjadi bahan pokok bagi peserta didik untuk menghadapi
perkembangan zaman.
Ilmu syariat dan ilmu tasawuf mempunyai interaksi dan simbiosis
yang saling mempengaruhi dan tidak dapat dipisahkan, meskipun
fungsinya berbeda. Bila dipisahkan dalam arti hanya dipilih salah satunya,
maka akan mengakibatkan keimanan seseorang menjadi tidak seimbang
dan tidak stabil. Kadang cenderung melemah dan bahkan bisa juga hilang
52
sama sekali. Keduanya secara seimbang harus tumbuh sebagai manifestasi
iman yang makin kuat. Sikap dan perilaku syariat saja dan tanpa tasawuf
menunjukkan kekosongan batin dan pada gilirannya kalbu itu mudah
terpengaruh oleh unsur-unsur kefasikan. Akan tetapi perilaku tasawuf
tanpa didukung oleh sikap dan perilaku syariat berarti hilangnya unsur
ketakwaan yang sangat mendasar dan tidak mustahil akan menumbuhkan
perilaku kebatinan (Jawa) yang sama sekali di luar garis Islam (Bisri,
2007:11).
Iman menjadi aspek pertama yang harus tertanam dalam diri setiap
orang Islam. Seorang muslim yang mengesakan Allah adalah yang
mendapatkan hidayah dan petunjuk. Meniadakan hak disembah kepada
semua makhluk. Meyakini bahwa segala sesuatu selain Allah itu
diciptakan, dan Allah adalah satu-satunya pencipta. Dia-lah Allah yang
berhak disembah, yang berhak mendapatkan hak atas segala macam dan
bentuk-bentuk ibadah dhahir dan batin (Jum‟ah, 2014: 150). Syaikh
Abdullah bin Husain Ba‟alawi sangat menekankan pada aspek keimanan
dalam hati. Menanamkan makna syahadat tauhid dan syahadat rasul
dengan kaut. Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi juga menekankan
untuk senantiasa menjaga iman agar tidak lepas dari diri setiap orang
Islam. Iman menjadi modal utama dalam menghadapi segala tipu daya
dunia yang mengahadang setiap muslim untk menuju kepada Allah.
53
Kesadaran bahwa kedamaian, kabahagiaan, dan keberhasilan
manusia itu bergantung pada ketaatannya kepada Allah merupakan buah
dari keimanan kepada-Nya (Birgawi, 2014:129). Ketaatan kepada Allah
terwujud dalam bentuk ibadah yang diatur oleh ilmu fiqh. Seorang hamba
haruslah membuktikan keimanannya kepada Allah. Bukti tersebut adalah
ibadah dhohiriyah sebagai wujud penyembahan kepada Sang Pencipta,
Allah. Ibadah tersebut diatur sedemikian rupa oleh fiqh. Ibadah
dhohiriyah sebagai indikator keimanan adalah berupa ketakwaan yakni
melaksanakan semua perintah Allah dan menghindari dari semua
larangan Allah (Bisri, 2007:10). Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi
mengajarkan fiqh dengan beberapa bab utama yang wajib dilaksanakan
oleh orang Islam. Ilmu fiqh dalam Sullam Taufiq diawali dengan
kewajiban menunaikan kefardhuan dan menjauhi keharaman. Syaikh
Abdullah bin Husain Ba‟alawi memberi modal awal dalam melaksanakan
berbagai bentuk ibadah dengan menjelaskan tentang pentingnya
melaksanakan berbagai kewajiban yang perlu untuk dipenuhi. Begitu
juga
mengingatkan
pentingnya
meninggalkan
keharaman
dalam
melaksanakan ibadah. Ibadah sebagai sarana mendekatkan diri kepada
Allah, maka perlu memperhatikan berbagai syarat, dan rukun yang
bersangkutan. Dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban tersebut
(ibadah), harus menetapi syarat dan rukunnya. Demikian juga wajib
54
menjauhi hal-hal yang bisa membatalkan ibadah dan wajib meninggalkan
semua perkara yang diharamkan oleh Allah (Sa‟id, tt:25).
Tasawuf itu sendiri menurut banyak ulama adalah menjernihkan
kalbu dari sifa-sifat rendah, tercela yang gilirannya tidak mustahil
muncul sikap kejiwaan yang disebut superego yang terejawantah dalam
sikap dan perilaku lahiriah (Bisri, 2007:8). Menurut Muhammad bin AlQashshab seperti yang dikutip Imam Qusyairi, tasawuf adalah akhlak
yang terpuji, yang tampak di masa yang mulia, dari seorang yang mulia,
bersama dengan orang-orang yang mulia (An-naisaburi, 2007:416).
Tasawuf sebagaimana uraian tersebut akan menimbulkan akhlak-tasawuf.
Akhlak yang muncul akibat kedekatan dengan Allah. Makna akhlak yang
mulia menurut Husin bin Manshur adalah ketiadaan buih (kesia-siaan)
bekas makhluk dalam diri seseorang setelah pencapaian penglihatnnya
pada Al-Haqq. Sedangkan menurut Ahmad bin Isa Al-Kharraz adalah
ketiadaan keinginan atau cita-cita selain yang ditujukan kepada Allah.
menurut Muhammad Al-Kattani akhlak tercermin dalam sikap sufi.
Artinya,
tasawuf
adalah
akhlak
yang
menjadi
bekal
dalam
kebersamaannya dengan Allah (An-Naisaburi, 2007:352). Kedekatan
dengan Allah, kebersamaan dengan Allah diraih dengan jalan ibadah
yang telah diatur oleh fiqh. Ibadah sebagai wujud ketakwaan kepada
Allah mempengaruhi keadaan hati. Semakin tekun ibadah maka hati akan
semakin mengkilat dan semakin banyak memantulkan cahaya Allah.
55
cahaya Allah yang memantul dari hati seseorang akan menyebabkan
anggota badan manusia menampilkan akhlak yang mulia. Akhlak sebagai
buah kedekatan bersama Allah.
Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi menyusun kitab Sullam
Taufiq mengajak orang-orang Islam untuk menjadi manusia berkualitas
spiritual yang tinggi yaitu menjunjung tinggi akhlak-tasawuf buah dari
pendekatan
diri
kepada
Allah.
Sebagaimana
tertulis
dalam
mukadimahnya, “...kemudian di angkat derajatnya dan ditempatkan
pada maqom mahabbah...” (Said, tt:1). Menurut Imam Qusyairi cinta
adalah suatu hal yang mulia. Rahmat adalah keinginan spesial, dan cinta
lebih khusus daripada rahmat. Karena itu, keinginan Allah untuk
menyampaikan pahala dan nikmat kepada hamba-Nya disebut rahmat,
sedangkan keinginan-Nya untuk mengkhususkan hamba-Nya dengan
kedekatan dan kedudukan yang tinggi dinamakan cinta (mahabbah) (AnNaisaburi, 2007:475).
2. Analisis Pendidikan Akhlak-tasawuf Syaikh Abdullah bin Husain
Ba‟alawi
Analisis pendidikan akhlak-tasawuf berbeda dengan analisis
konsep pendidikan akhlak-tasawuf. Apabila analisis konsep pendidikan
akhlak-tasawuf dimaksudkan untuk menemukan keistimewaan hubungan
antara akidah, fiqh, dan tasawuf hingga dapat memunculkan perilaku
akhlak-tasawuf. Maka analisis pendidikan akhlak-tasawuf dimaksudkan
56
untuk mengetahui keistimewaan dan penerapan dari pembahasan akhlaktasawuf yang telah disusun oleh Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi.
Akhlak-tasawuf yang diajarkan oleh Syaikh Abdullah bin Husain
Ba‟alawi dapat dikatakan seperti perilaku akhlak pada umumnya. Akhlak
yang sudah biasa dipelajari pada dunia pendidikan Islam, begitu juga di
Indonesia. Bila dilihat dari isi kitab, Syaikh Abdullah bin Husain
Ba‟alawi ingin mengajak setiap orang agar mulia di sisi Allah dengan cara
ibadah yang sudah lazim di masyarakat luas. Awal pembahasan akhlaktasawuf, Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi menyebutkan tentang
berbagai kewajiban dan kemaksiatan hati. Pembahasan berikutnya
berkaitan dengan tubuh manusia dimulai dari perut, mata, lisan, telinga,
tangan, kemaluan, kaki, dan badan. Pada akhir pembahasan akhlaktasawuf, Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi menyebutkan tentang cara
bertaubat.
Apabila ditinjau dari susunan, pembahasan pendidikan akhlaktasawuf tersebut dapat dimasukkan dalam pengembangan kurikulum pada
bagian urutan atau sequence. Urutan bahan pelajaran menunjukkan
keteraturan bahan yang akan disampaikan kepada peserta didik. Urutan
tersebut dilakukan dengan cara antara lain mulai dari yang kecil hingga
yang terbesar, mulai dari yang sederhana sampai yang kompleks, dapat
juga mulai dari keseluruhan sampai dengan bagian-bagian (Arifin,
2012:105). Pendidikan Akhlak-tasawuf yang diawali dari hati, kemudian
57
menuju ke berbagai anggota tubuh manusia dan diakhiri dengan taubat
menjadi keteraturan bahan pembelajaran yang akan disampaikan kepada
peserta didik.
Peserta didik dapat mempelajari akhlak-tasawuf berawal dari
tempat sumber akhlak yaitu hati, meliputi kewajiban dan perbuatanperbuatan yang dinilai maksiat bagi hati. Kemudian mulai menyebar ke
masing-masing bagian anggota tubuh sebagai wilayah pancaran cahaya
hati. Dimulai dari perut, mata, lisan, telinga, tangan, kemaluan, kaki, dan
badan. Urutan yang sistematis ini akan memudahkan peserta didik
memahami berbagai perilaku akhlak-tasawuf, sehingga memudahkan
peserta didik menerapkannya. Uniknya dari pendidikan akhlak-tasawuf
Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi adalah hanya disebutkan tentang
berbagai maksiat dari setiap anggota tubuh manusia tersebut. Keunikan
ini memicu peserta didik dan pendidik (sendiri) untuk berpikir
menganalisis hal-hal yang dikategorikan akhlak-tasawuf keterbalikan dari
berbagai maksiat yang disebutkan oleh Syaikh Abdullah bin Husain
Ba‟alawi.
Pengembangan
kurikukulum
dengan
urutan
tersebut
memotivasi setiap peserta didik untuk kembali kepada Allah melalui jalan
taubat.
Sequence
yang
istimewa
bagi
dunia
pendidikan
untuk
mewujudkan moral spiritual berbasis akhlak-tasawuf bagi setiap warga
Negara Indonesia.
58
Akidah dan keyakinan yang lazim disebut iman tumbuh dari kalbu.
Kuat lemahnya keimanan seseorang akan banyak dipengaruhi oleh
kejernihan kalbu (Bisri, 2007:9). Ada pepatah terkenal mengatakan,
“Sesungguhnya jiwa itu bagaikan kota. Kedua tangan, kedua kaki dan
seluruh anggota badan adalah daerah wilayahnya. Kekuatan nafsu
walikotanya,
kekuatan
angkara
murka
polisinya.
Sedang
hati
meruapakan rajanya dan akal sebagai perdana menterinya.” (Bisri,
2007:32). Hati atau kalbu sebagai raja sumber dari ruhaniah manusia.
Wilayah pemerintahan hati adalah semua anggota badan, sehingga
anggota badan perlu untuk diperhatikan pula. Syaikh Abdullah bin Husain
Ba‟alawi memperhatikan perilaku setiap anggota badan. Mulai dari perut,
mata, lisan, telinga, tangan, kemaluan, kaki, dan badan itu sendiri. Setiap
anggota badan agar terjaga dari berbagai maksiat yang dapat membuat
hati tertutupi noda dosa sehingga sulit memantulkan cahaya Allah.
Apabila anggota badan telah tercemar dengan maksiat maka harus
bertaubat. Maka pembahasan akhlak-tasawuf oleh Syaikh Abdullah bin
Husain Ba‟alawi ditutup dengan tatacara bertaubat. Seseorang yang
bertaubat
dari segala
sesuatu selain Allah, maka Allah akan
menampakkan sifat-sifat-Nya kepada orang tersebut (Jum‟ah, 2013:28).
Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi juga menunjukkan bahwa
akhlak-tasawuf tidak lepas dari unsur tauhid, fiqh, dan tasawuf itu sendiri.
59
Penggolongan akhlak-tasawuf yang diajarkan Syaikh Abdullah bin
Husain Ba‟alawi dalam kitab Sullam Taufiq, sebagai berikut:
Tabel 4.1 Unsur-Unsur Dalam Akhlak-tasawuf
a. Kewajiban Hati
No.
Perilaku
Unsur
1)
Beriman kepada Allah dan apa-apa yang datang Tauhid
dari Allah.
2)
Beriman kepada utusan Allah dan apa-apa yang Tauhid
datang dari utusan Allah.
3)
Membenarkan ajaran Nabi.
Tauhid
4)
Meyakininya (ajaran Nabi).
Tauhid
5)
Ikhlas.
Tasawuf
6)
Menyesali atas kemaksiatan.
Tasawuf
7)
Menyerahkan diri kepada Allah (tawakal).
Tasawuf
8)
Merasa selalu dalam pengawasan Allah.
Tauhid
9)
Ridlo atas takdir Allah
Tauhid
10)
Berbaik sangka kepada Allah dan makhluk Tasawuf
Allah.
11)
Mengagungkan syiar-syiar Allah.
Tauhid
12)
Mensyukuri nikmat-nikmat Allah.
Tasawuf
13)
Bersabar dalam melaksanakan apa-apa yang Tasawuf
diwajibkan Allah.
60
14)
Bersabar dalam menjauhi apa-apa yang di Tasawuf
haramkan Allah.
15)
Bersabar atas cobaan-cobaan Allah.
Tasawuf
16)
Yakin dengan rezeki.
Tauhid
17)
Berburuk sangka terhadap nafsu.
Tasawuf
18)
Tidak ridlo terhadap nafsu.
Tasawuf
19)
Membenci syaitan.
Tasawuf
20)
Membenci perkara duniawi.
Tasawuf
21)
Membenci para pelaku kemaksiatan.
Tasawuf
22)
Mencintai Allah.
Tauhid
23)
Mencintai Kalamullah.
Tauhid
24)
Mencintai Rasul-Nya.
Tauhid
25)
Mencintai para sahabat Nabi SAW.
Tauhid
26)
Mencintai keluarga Nabi.
Tauhid
27)
Mencintai para sahabat Anshor.
Tauhid
28)
Mencintai para sholihin.
Tasawuf
b. Sebagian dari Maksiat Hati
No. Perilaku
Unsur
1)
Riya‟ dengan amal.
Tasawuf
2)
Meragukan wujudnya Allah.
Tauhid
61
3)
Merasa aman dari azabnya Allah.
Tauhid
4)
Merasa putus asa dari rahmat Allah.
Tasawuf
5)
Sombong atas hamba-hamba Allah.
Tasawuf
6)
Dendam.
Tasawuf
7)
Hasud.
Tasawuf
8)
Mengungkit-ungkit sedekah.
Tasawuf
9)
Terus-menerus melakukan dosa.
Tasawuf
10)
Berprasangka buruk kepada Allah dan hamba- Tasawuf
hamba-Nya.
11)
Membohongkan takdir Allah.
12)
Bergembira
dengan
kemaksiatan
Tauhid
yang Tasawuf
dilakukannya atau dilakukan orang lain.
13)
Menghianati janji, meskipun dengan orang kafir.
Tasawuf
14)
Melakukan tipu daya
Fiqh
15)
Membenci sahabat Nabi, keluarga Nabi atau Tauhid
kaum sholihin.
16)
Kikir atas sesuatu yang diwajibkan Allah.
Fiqh
17)
Rakus
Tasawuf
18)
Menghina sesuatu yang diagungkan Allah.
Tauhid
19)
Meremehkan sesuatu yang diagungkan Allah, Tauhid
yakni ketaatan, kemaksiatan, Al-Qur‟an, ilmu,
surga atau neraka.
62
c. Sebagian dari Maksiat Perut
No.
Perilaku
Unsur
1)
Memakan riba.
Fiqh
2)
Memakan pungutan liar.
Fiqh
3)
Memakan harta ghosob.
Fiqh
4)
Memakan harta curian.
Fiqh
5)
Memakan harta yang dihasilkan dari muamalah Fiqh
yang diharamkan syara‟.
6)
Meminum arak.
Fiqh
7)
Memakan sesuatu yang memabukkan.
Fiqh
8)
Memakan segala sesuatu yang najis.
Fiqh
9)
Memakan sesuatu yang menjijikkan.
Fiqh
10)
Memakan harta anak yatim.
Fiqh
11)
Memakan harta wakaf yang menyalahi ketentuan Fiqh
yang disyaratkan oleh orang yang wakaf.
12)
Memakan harta yang diberikan pemiliknya Fiqh
karena merasa malu.
d. Di antara Maksiat-Maksiat Mata
No.
Perilaku
Unsur
1)
Memandang kepada wanita-wanita lain.
Fiqh
63
2)
Melihat aurat.
Fiqh
3)
Diharamkan bagi wanita membuka bagian Fiqh
tubuhnya.
4)
Diharamkan bagi lelaki dan wanita membuka Fiqh
bagian tubuh antara pusar dan lutut di hadapan
orang yang melihat aurat tersebut, meskipun
sejenisnya dan ada hubungan mahrom, selain
dengan orang yang halal.
5)
Diharamkan bagi lelaki dan wanita membuka Fiqh
qubul dan duburnya manakala sendirian dengan
tanpa ada hajat, kecuali di hadapan orang yang
halal baginya.
6)
Diharamkan memandang orang Islam dengan Tasawuf
pandangan meremehkan.
7)
Diharamkan melihat ke dalam rumah orang lain Tasawuf
dengan tanpa seizin pemiliknya atau melihat
sesuatu yang disembunyikan dengan tanpa seizin
pemiliknya.
8)
Menyaksikan kemungkaran sementara itu ia Tasawuf
tidak mengingkari.
64
e. Di antara Maksiat-Maksiat Lisan
No.
Perilaku
Unsur
1)
Ghibah (Menggunjing).
Tasawuf
2)
Menghasut.
Tasawuf
3)
Mengadu tanpa perantara ucapan
Tasawuf
4)
Dusta
Tasawuf
5)
Mengadu domba.
Tasawuf
6)
Sumpah palsu.
Fiqh
7)
Ucapan-ucapan qadzaf (tuduhan).
Fiqh
8)
Mencela para sahabat Nabi SAW.
Tauhid
9)
Saksi palsu.
Fiqh
10)
Tidak memenuhi janji
Tasawuf
11)
Penundaan pembayaran hutang
Fiqh
12)
Mencela, mencacat dan melaknat.
Tasawuf
13)
Menghina orang Islam.
Tauhid
14)
Berdusta atas nama Allah dan Rasul-Nya.
Tauhid
15)
Tuduhan bohong.
Tasawuf
16)
Menjatuhkan talak bid‟iy (menceraikan istrinya Fiqh
yang sudah disetubuhi ketika sedang haid atau
nifas).
17)
Zhihar (suami menyerupakan istrinya seperti
65
Fiqh
ibunya atau saudara perempuan suaminya).
18)
Keliru di dalam membaca Al-Qur‟an, meskipun Tasawuf
tidak sampai merubah arti.
19)
Orang kaya yang meminta harta atau pekerjaan.
Tasawuf
20)
Nadzar dengan tujuan mencegah ahli waris dan Fiqh
meninggalkan wasiat utang atau suatu benda
yang tidak diketahui oleh orang lain.
21)
Membuat nasab (keturunan) bukan pada ayah Fiqh
atau orang yang memerdekakannya.
22)
Melamar gadis yang sedang dilamar saudaranya Fiqh
yang muslim.
23)
Berfatwa tanpa ilmu.
Fiqh
24)
Meratapi dan menangisi dengan menjerit-jerit Fiqh
yang berlebihan pada seorang mayit.
25)
Setiap ucapan yang mendorong pada keharaman Fiqh
atau memutuskan dari kewajiban.
26)
Setiap pembicaraan yang mencela agama atau Tauhid
salah seorang dari para Nabi, ulama, ilmu,
syariat, Al Qur‟an atau sesuatu dari beberapa
syiar Allah.
27)
Meniup seruling.
Fiqh
28)
Diam dari memerintahkan melakukan kebaikan Fiqh
66
dan mencegah kemungkaran tanpa adanya udzur.
29)
Menyembunyikan ilmu yang wajib padahal ada Fiqh
yang belajar.
30)
Tertawa karena keluar kentut atau terhadap Tasawuf
seorang muslim karena meremehkannya.
31)
Menyembunyikan kesaksian dan melupakan Al- Fiqh
Qur‟an.
32)
Tidak menjawab salam yang wajib.
Fiqh
33)
Melakukan ciuman yang menggerakkan syahwat Fiqh
bagi orang yang sedang ihram haji atau umrah,
orang yang berpuasa fardhu, atau bagi orang
yang haram melakukan ciuman tersebut.
f. Sebagian Maksiat-Maksiat Telinga
No.
Perilaku
Unsur
1)
Mendengarkan pembicaraan suatu kaum yang Tasawuf
dirahasiakan dari pendengarannya.
2)
Mendengarkan seruling dan suara-suara yang Fiqh
diharamkan.
3)
Mendengarkan gunjingan, adu domba, dan Tasawuf
semua perkataan yang haram. Lain halnya jika
mendengarkannya secara tidak sengaja, lalu
67
membencinya dan wajib mengingkari apabila
mampu.
g. Sebagian Maksiat-Maksiat Tangan
No.
Perilaku
Unsur
1)
Mengurangi takaran, timbangan dan ukuran Fiqh
panjang.
2)
Mencuri.
Fiqh
3)
Merampok.
Fiqh
4)
Ghasab.
Fiqh
5)
Mengambil pungutan liar dana mengambil Fiqh
dengan cara haram.
6)
Membunuh.
Fiqh
7)
Memukul tanpa hak.
Tasawuf
8)
Mengambil atau menerima suap.
Fiqh
9)
Membakar hewan, kecuali jika hewan tersebut Fiqh
mengganggu
dan
hanya
dengan
cara
itu
(membakar) untuk menolaknya.
10)
Menyiksa hewan.
Fiqh
11)
Bermain dadu (tarad) dan thob (sejenis alat Fiqh
pemukul untuk berjudi), dan setiap sesuatu yang
mengandung perjudian.
68
12)
Memainkan alat-alat musik yang diharamkan, Fiqh
seperti thanbur, rebab, seruling, dan senar yang
digunakan sebagai alat musik.
13)
Menyentuh wanita yang bukan mahramnya Fiqh
dengan sengaja tanpa penghalang atau dengan
adanya penghalang namun dengan syahwat
walaupun sejenis atau ada hubungan mahram.
14)
Menggambar hewan.
Fiqh
15)
Mencegah (tidak menunaikan) zakat.
Fiqh
16)
Menghalangi pekerjaan untuk memperoleh upah.
Fiqh
17)
Menahan harta yang sangat dibutuhkan orang Fiqh
lain untuk menutupi kebutuhannya atau tidak
menyelamatkan orang yang tenggelam, padahal
tidak ada udzur untuk melaksanakan dua hal
tersebut.
18)
Menulis sesuatu yang haram diucapkan.
Tasawuf
19)
Berkhianat
Tasawuf
h. Di Antara Maksiat-Maksiat Kemaluan
No.
Perilaku
Unsur
1)
Zina dan liwath (homoseks).
Fiqh
2)
Menyetubuhi hewan meskipun miliknya.
Fiqh
69
3)
Onani
dengan
tidak
menggunakan
tangan Fiqh
istrinya.
4)
Bersetubuh pada masa haid atau nifas atau Fiqh
setelah berhenti haid dan nifas tetapi sebelum
mandi (bersuci).
5)
Membuka aurat di hadapan orang yang haram Fiqh
melihatnya atau tatkala sendirian tanpa adanya
tujuan.
6)
Menghadap atau membelakangi kiblat ketika Fiqh
buang air kecil atau buang air besar tanpa adanya
penghalang (tutup).
7)
Buang air besar di pemakaman (kuburan), buang Fiqh
air kecil di dalam masjid walaupun pada wadah
dan haram buang air kecil pada tempat yang
diagungkan.
8)
Meninggalkan khitan sempai pada masa baligh.
Fiqh
i. Di Antara Maksiat-Maksiat Kaki
No.
Perilaku
Unsur
1)
Berjalan pada kemaksiatan.
Tasawuf
2)
Pelarian diri seorang budak (dari tuannya), istri Fiqh
(dari suaminya) dan orang yang mempunyai
70
kewajiban hak berupa qishash, utang, nafkah,
berbakti kepada kedua orang tua dan mengasuh
anak-anak kecil.
3)
Congkak ketika berjalan.
Tasawuf
4)
Melewati pundak (leher) seseorang, kecuali Fiqh
karena tempat kosong.
5)
Lewat di depan orang yang sedang shalat, jika Fiqh
syarat-syarat batas tempat shalat telah terpenuhi.
6)
Memanjangkan (menyelonjorkan) kaki ke arah Tasawuf
mushhaf (Al-Qur‟an), ketika tidak berada pada
tempat yang tinggi.
7)
Setiap berjalan pada sesuatu yang diharamkan Fiqh
atau meninggalkan suatu kewajiban.
j. Di Antara Maksiat-Maksiat Badan
No. Perilaku
Unsur
1)
Mendurhakai kedua orang tua.
Tasawuf
2)
Melarikan diri dari peperangan.
Fiqh
3)
Memutus tali silaturrahmi (persaudaraan)
Fiqh
4)
Menyakiti tetangga.
Fiqh
5)
Mewarnai rambut dengan warna hitam.
Fiqh
6)
Laki-laki
menyerupai
71
perempuan
dan Fiqh
sebaliknya.
7)
Merendahkan pakaian bagian bawah sampai Fiqh
menyentuh tanah karena sombong. Memakai
pacar pada kedua tangan dan kaki oleh laki-laki
tanpa adanya keperluan.
8)
Memutus mengerjakan ibadah fardhu tanpa Fiqh
udzur, dan memutus mengerjakan kesunnahan
ibadah haji dan umrah.
9)
Menceritakan seorang mukmin untuk tujuan Tasawuf
menghina dan meneliti beberapa kejelekan
(cacat) manusia.
10)
Membuat tahi lalat (tiruan pada tubuh atau Fiqh
bertato).
11)
Mendiamkan (tidak menghiraukan) pada seorang Fiqh
muslim lebih dari tiga hari kecuali karena ada
udzur syar‟i.
12)
Menemani
duduk
bersama
orang
yang Fiqh
melakukan bid‟ah atau orang fasik, karena
menyenangkan mereka.
13)
Memakai emas, perak, sutra atau pakaian yang Fiqh
timbangan berat sutranya lebih banyak daripada
yang lainnya bagi seorang laki-laki yang sudah
72
baligh, kecuali cincin dari perak.
14)
Menyepi dengan wanita lain (yang bukan Fiqh
mahramnya), dan seorang wanita yang bepergian
tanpa disertai mahramnya.
15)
Mempekerjakan seorang yang merdeka secara Fiqh
paksa.
16)
Menghina
para
ulama,
imam
(kepala Tasawuf
pemerintahan) yang adil dan orang muslim yang
lanjut usia.
17)
Memusuhi kekasih Allah (wali Allah).
Tasawuf
18)
Menolong untuk melakukan kemaksiatan dan Fiqh
melariskan barang palsu.
19)
Memakai dan membawa wadah dari emas dan Fiqh
perak.
20)
Meninggalkan ibadah fardhu atau mengerjakan Fiqh
fardhu, namun meninggalkan rukunnya atau
syaratnya
atau
dengan
perkara
yang
membatalkan fardhu.
21)
Tidak mengerjakan shalat Jum‟at, padahal shalat Fiqh
tersebut wajib bagi seseorang, walaupun telah
mengerjakan shalat dzuhur.
22)
Ahli suatu daerah (desa) meninggalkan jama‟ah Fiqh
73
pada shalat-shalat fardhu.
23)
Mengakhirkan (terlambat) mengerjakan fadhu Fiqh
dari waktunya dengan tanpa adanya udzur.
24)
Melempar binatang buruan dengan sesuatu yang Fiqh
berat, yang bisa mempercepat keluar nyawanya,
dan membuat hewan sebagai sasaran.
25)
Tidak berdiam di rumah bagi wanita yang Fiqh
beriddah tanpa adanya udzur, dan tidak adanya
ihdad
(menunjukkan
duka
dengan
tidak
bersolek) atas kematian suaminya.
26)
Menajisi masjid dan mengokotorinya walaupun Fiqh
dengan sesuatu yang suci.
27)
Menganggap mudah pada pelaksanaan haji Fiqh
setelah mampu sampai datang kematiannya.
28)
Berhutang bagi orang yang tidak bisa diharapkan Fiqh
melunasinya secara zhahir, sedangkan orang
yang memberikan hutang tidak mengetahui hal
tersebut.
29)
Tidak memberi kesempatan kepada orang yang Fiqh
belum mampu membayar hutang.
30)
Menyerahkan harta untuk kemaksiatan.
31)
Menghina mushhaf (Al-Qur‟an) dan setiap ilmu Tauhid
74
Tasawuf
syariat.
32)
Membolehkan anak kecil yang belum tamyiz Tasawuf
memegang Al-Qur‟an.
33)
Mengubah batas-batas tanah.
Fiqh
34)
Mempergunakan jalan raya untuk keperluan Fiqh
yang tidak diperbolehkan oleh syara‟.
35)
Mempergunakan barang pinjaman tidak sesuai Fiqh
dengan izin yang diberikan atau melebihi waktu
yang diizinkan atau dipinjamkan lagi kepada
orang lain.
36)
Menghalangi
dari
mempergunakan
fasilitas Fiqh
umum.
37)
Menggunakan
barang
temuan
sebelum Fiqh
diumumkan sesuai dengan syarat-syarat.
38)
Duduk
dengan
menyaksikan
kemungkaran Tasawuf
ketika seseorang tidak ada udzur.
39)
Menyerobot masuk dalam pesta-pesta, yaitu Fiqh
masuk tanpa adanya izin atau orang-orang
memasukkannya karena sungkan.
40)
Seseorang
dimuliakan
karena
ditakuti Tasawuf
kejahatannya.
41)
Tidak sama (tidak adil) di antara beberapa istri.
75
Fiqh
42)
Wanita yang keluar dengan memakai wangi- Fiqh
wangian atau berhias, walaupun menutupi aurat
dan dengan seizin suaminya, jika wanita tersebut
melewati orang-orang laki-laki lain (bukan
mahramnya).
43)
Mengerjakan sihir.
Tauhid
44)
Tidak mentaati imam (kepala negara).
Fiqh
45)
Mengurusi (harta) anak yatim, masjid, atau Fiqh
menerima jabatan sebagai hakim atau jabatanjabatan lainnya, padahal mengetahui tidak akan
mampu melaksanakan tugas tersebut.
46)
Melindungi orang zalim dan menghalangi orang Fiqh
yang hendak mengambil haknya dari orang
zalim tersebut.
47)
Membuat takut pada orang-orang muslim.
Tasawuf
48)
Merampok.
Fiqh
49)
Tidak menepati nadzar.
Fiqh
50)
Berpuasa tanpa berbuka (wishol).
Fiqh
51)
Mengambil tempat duduk orang lain, atau Fiqh
berdesakan dengan orang lain yang menyakitkan
atau mengambil giliran orang lain (tidak disiplin
antri).
76
k. Cara Bertaubat
No.
Perilaku
Unsur
1)
Menyesali perbuatannya.
Tasawuf
2)
Melepaskan diri.
Fiqh
3)
Berniat tidak kembali lagi pada perbuatan seperti tasawuf
itu.
4)
Memohon ampunan (istighfar).
Tauhid
5)
Jika melakukan dosa berupa meninggalkan Fiqh
kewajiban, maka harus mengqadhanya. Jika
bertanggung jawab pada seseorang, maka harus
memenuhi dan memohon ridhonya.
Tabel tersebut dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa akhlaktasawuf tidak dapat dipisahkan dari unsur tauhid, fiqh, dan tasawuf. Akhlaktasawuf merupakan perpaduan antara tauhid, fiqh, dan tasawuf. Apabila
dalam membaca tabel tersebut seakan ada keganjalan yang terasa dalam hati
dalam hal pengelompokan jenis dari masing-masing perbuatan maka hal
tersebut membuktikan bahwa tauhid, fiqh, dan tasawuf tidak dapat
terpisahkan satu sama lainnya. Dapat dicontohkan dalam kewajiban hati
terdapat ridlo atas takdir Allah yang dikategorikan dalam tauhid. Ridlo
merupakan perilaku tasawuf namun tidak dapat dilepas dari nilai ketauhidan.
Apabila di dalam tabel, ridlo dikategorikan tauhid hanya untuk menegaskan
77
bahwa ada unsur tauhid dalam keridloan. Dengan demikian tauhid, fiqh, dan
tasawuf tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.
Bertauhid memerlukan fiqh sebagai perwujudan dan berwadah
tasawuf agar berbuah akhlak mulia, yakni akhlak-tasawuf. Berfiqh tidak dapat
lepas dari tauhid sebagai alasan beribadah dan tidak dapat meninggalkan
tasawuf agar senantiasa merasa hadir di hadapan Allah saat beribadah,
sehingga ibadah bukan hanya formalitas. Bertasawuf pun tidak dapat
meninggalkan tauhid sebagai dasar iman dan tidak dapat meninggalkan fiqh
karena akan bernilai kufur sebab meremehkan serta meninggalkan ibadah.
Setiap syariat yang kehadirannya tidak diikat dengan hakikat tidak dapat
diterima, dan setiap hakikat yang perwujudannya tidak dilandasi syariat tidak
akan berhasil (An-naisaburi, 2007:104). Syariat adalah hakikat dari sisi mana
yang kewajiban diperintahkan dan hakikat sebenarnya juga syariat dari sisi
mana kewajiban diperintahkan bagi ahli ma‟rifat (2007:105).
D. Relevansi Pendidikan Akhlak-tasawuf Menurut Syaikh Abdullah bin
Husain Ba’alawi
Pendidikan akhlak-tasawuf yang diajarkan oleh Syaikh Abdullah bin
Husain Ba‟alawi relevan diterapkan di Indonesia. Relevansi tersebut dapat
digolongkan dalam dua kategori besar, sebagai berikut:
1. Relevansi Konsep Pendidikan Akhlak-tasawuf Syaikh Abdullah bin
Ba‟alawi
78
Pendidikan tasawuf yang diajarkan oleh Syaikh Abdullah bin
Husain Ba‟alawi dalam kitab Sullam Taufiq bertujuan agar siapa saja
yang mempelajari kitab tersebut akan memperoleh cinta Allah. Awal
mukadimah kitab telah dituliskan harapan beliau agar orang-orang yang
menelaah kitab Sullam Taufiq diberi pertolongan sehingga dapat
mengamalkan isinya kemudian diangkat derajatnya dan di tempatkan
pada maqam mahabbah. Dengan sebab melakukan amalan-amalan sunnah
sehingga memperoleh cinta dan pertolongan Allah.
Indonesia didirikan oleh para pendahulu dengan nilai spiritual yang
tinggi. Pancasila sebagai dasar negara Indonesia bersifat final dan
mengikat bagi seluruh penyelenggara negara dan seluruh warga negara
Indonesia (MPR, 2013:88). Dengan demikian Pancasila juga menjadi
sumber nilai spiritual Indonesia yang digali dari nilai-nilai Bangsa
Indonesia. Sila pertama tentang ketuhanan menjadi ruh bagi empat sila
selanjutnya. Paham Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan pandangan
dasar dan bersifat primer yang secara substansial menjiwai keseluruhan
wawasan kenegaraan bangsa Indonesia (MPR, 2013:92).
Masyarakat
Indonesia
yang
beragama
Islam
tidak
dapat
meninggalkan dua hal pokok, dasar negara Indonesia dan ajaran Islam.
Dasar negara Indonesia tidak bertentangan dengan ajaran Islam, keduanya
sama-sama berdasarkan pada nilai ketuhanan. Dengan demikian
79
penggunaan kitab Sullam Taufiq pada dunia pendidikan Indonesia sangat
relevan.
Dalam membangun pribadi yang dihiasi nilai-nilai Islam, Syaikh
Abdullah bin Husain Ba‟alawi mengajarkan tentang akhlak-tasawuf.
Akhlak-tasawuf ditanamkan melalui pendidikan tauhid dan fiqh. Bukan
hanya indah dalam budi pekerti namun juga memiliki tata dhohir yang
rapi. Golongan inilah yang dinamakan dengan para sufi sejati (Jum‟ah,
2013:120).
Tiga disiplin ilmu dalam kitab Sullam Taufiq buah pikiran Syaikh
Abdullah bin Husain Ba‟alawi dapat diterapkan di Indonesia. Ilmu tauhid,
ilmu fiqh dan ilmu akhlak-tasawuf sangat cocok dengan iklim pendidikan
di Indonesia. Iklim pendidikan Indonesia tergambarkan pada UU
Sisdiknas No. 20 Tahun 2003. UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan
Nasional
Bab
1
Ketentuan
Umum
Pasal
1
(http://referensi.elsam.or.id) menerangkan:
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”
Konsep pendidikan akhlak-tasawuf dari Syaikh Abdullah bin Husain
Ba‟alawi dapat mengembangkan potensi diri untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, dan
80
akhlak mulia. Konsep pendidikan akhlak-tasawuf tersebut relevan
dengan ketentuan umum pendidikan sesuai Undang-Undang Sisdiknas.
Relevansi konsep pendidikan akhlak-tasawuf Syaikh Abdullah bin
Husain Ba‟alawi pada pendidikan Indonesia dapat diuraikan menjadi tiga
kategori disiplin ilmu, yaitu:
a. Ilmu Tauhid
Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi menjelaskan ilmu tauhid
dalam tiga pembahasan. Pertama, Sifat Allah dan Rasul. Menjelaskan
makna syahadat tauhid dan syahadat rasul. Mengindikasikan seorang
yang beragama Islam harus mengetahui sifat-sifat Allah Tuhan yang
telah menciptakannya dan mengetahui pula tentang Nabi Muhammad
SAW sebagai suri tauladan bagi umat Islam.
Menanamkan iman menjadi pilihan pertama dalam konsep
pendidikan akhlak-tasawuf Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi.
Sesuai dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Sebersih-bersih tauhid
merupakan suatu pondasi untuk mendorong dan menciptakan
pendidikan anak pada saat lahir ke dunia (Mansur, 2011:311). Setiap
penduduk Indonesia harus memiliki iman dalam hatinya. Dengan
tegas Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi menulis, “Di wajibkan
atas setiap orang mukallaf untuk masuk ke dalam agama Islam”
(Said, tt:3). Beliau mengajak pada jalan keselamatan yaitu Islam
untuk mendapatkan cinta Allah.
81
Pendidik, peserta didik serta semua pihak yang berperan dalam
dunia pendidikan di Indonesia khususnya harus memegang teguh
keimanan. Dasar-dasar akidah harus terus-menerus ditanamkan pada
diri anak agar setiap perkembangan dan pertumbuhannya senantiasa
dilandasi oleh akidah yang benar (Mansur, 2011:116). Syahadat harus
mewujud dalam ucapan lisan, gerak hati, dan tindakan. Dengan
demikian syahadat bukan semata soal “kesalehan ritual” atau
“kesolehan sosial”, melainkan menjadi “kesalehan total” (Siroj,
2012:5).
Kedua, hal-hal yang menyebabkan murtad. Syaikh Abdullah
bin Husain Ba‟alawi mengawali pembahasan ini dengan kalimat,
“Wajib bagi setiap orang Islam menjaga dan memelihara keislaman
dari sesuatu yang merusak, membatalkan, dan memutuskan, yakni
kemurtadan” (Said, tth:12). Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi
mengajarkan keteguhan dalam menjaga iman. Tidak mudah untuk
berpindah-pindah agama, sehingga tidak seperti mempermainkan
agama. Pendidikan tauhid Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi
mendidik setiap orang Islam untuk senantiasa menjaga iman.
Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi menanamkan keteguhan
hati dalam memegang keimanan. Setiap orang yang berperan dalam
dunia pendidikan di Indonesia diharapkan memiliki keteguhan iman,
sehingga tidak mudah tergoyahkan oleh kemewahan dunia. Iman yang
82
kuat akan mengantar mencapai tujuan pendidikan nasional. UU No.
20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3
(http://referensi.elsam.or.id) menyebutkan:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.”
Mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab harus dilandasi
dengan iman yang kuat.
Ketiga, hukum-hukum orang yang murtad. Pada pembahasan
ini Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi menjelaskan tentang
berbagai kewajiban orang-orang murtad untuk kembali kepada Islam
(Said, tt:23). Pembahasan ini mencerminkan kecintaan Syaikh
Abdullah bin Husain Ba‟alawi kepada semua orang termasuk yang
telah murtad. Selain mencerminkan kecintaan seorang guru, Syaikh
Abdullah bin Husain Ba‟alawi menunjukkan cahaya kepada orang
yang telah murtad bahwa ada kesempatan untuk kembali ke jalan yang
benar. Melalui taubat yang sungguh-sungguh dapat kembali kepada
jalan Islam.
83
Dunia pendidikan di Indonesia telah terjadi dikotomi
pendidikan. Pemisahan antara pendidikan umum dan pendidikan
agama Islam. Pendidikan Islam diposisikan hanya pada aspek
keakhiratan. Pandangan dikotomis dalam pendidikan Islam diperparah
oleh adanya pengaruh budaya dan kebijakan pendidikan bangsabangsa Barat yang menjajah negeri Islam. Di Indonesia, dikotomi
pendidikan yang memisahkan pendidikan “umum” dengan pendidikan
“agama”, merupakan warisan dari zaman kolonial Belanda (As Said,
2011:125).
Kondisi dikotomi tersebut dapat menyebabkan pemurtadan
secara tidak sadar. Sebagai contoh, apabila pendidikan “umum”
membuat ragu pada kekuasaan Allah ataupun takdir Allah maka bisa
dikategorikan dalam murtad i‟tiqod. Sebagaimana keterangan Syaikh
Abdullah bin Husain Ba‟alawi, “Termasuk bagian dari kemurtadan
yang pertama (i‟tiqod) adalah meragukan Allah, Rasul-Nya, AlQur‟an,...” (Said, tt:12). Mengantisipasi hal tersebut diperlukan
pertaubatan dengan menghilangkan dikotomi pendidikan Islam.
Muhammad As Said mengutip keterangan Muhammad Munir Mursi
bahwa seluruh ilmu bersifat Islami sepanjang berada dalam batasbatas yang digariskan Allah SWT (As Said, 2011:124).
84
b. Ilmu Fiqh
Kehidupan di Indonesia tentu beragam. Berbagai kebudayaan,
adat, tradisi, suku, ras, dan agama terkumpul di dalam tubuh Bangsa
Indonesia. Masyarakat Islam di Indonesia memerlukan pedoman ilmu
fiqh untuk bermasyarakat. Tetap memegang teguh ajaran Islam namun
tetap melestarikan budaya lokal.
Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi menuliskan dalam
Sullam Taufiq tentang ilmu fiqh yang harus diketahui dan dipegang
kuat oleh setiap orang Islam. Terdapat 23 (dua puluh tiga)
pembahasan berkaitan dengan ilmu fiqh yang relevan dengan
kehidupan di Indonesia. Kedua puluh tiga pembahasan tersebut yakni:
kewajiban menunaikan kefardhuan dan menjauhi keharaman, waktuwaktu shalat, kewajiban wali anak kecil dan penguasa, fardhu-fardhu
wudhu, yang membatalkan wudhu, yang mewajibkan bersuci, hal-hal
yang mewajibkan mandi, syarat-syarat bersuci, hal-hal yang
diharamkan bagi orang yang berhadats, bersuci dari najis, syaratsyarat shalat, hal-hal yang membatalkan shalat, syarat-syarat shalat
diterima (sah), rukun-rukun shalat, shalat jama‟ah dan Jum‟at, syaratsyarat mengikuti imam, mengurus jenazah, zakat, puasa dan
permasalahannya, Haji dan umrah, mu‟amalah (hubungan antar
manusia), riba dan jual beli yang diharamkan, kewajiban menafkahi.
85
Dua puluh tiga pembahasaan tersebut menjadi dasar pelaksaan
ibadah bagi peserta didik Islam. Tata peribadatan menyeluruh
sebagaimana termaktub dalam fiqh Islam hendaknya diperkenalkan
sedini mungkin dan sedikit dibiasakan dalam diri anak. Hal ini
dilakukan agar kelak mereka tumbuh menjadi insan yang benar-benar
takwa, yaitu insan yang taat melaksanakan segala perintah agama dan
taat pula dalam menjauhi segala larangannya (Mansur, 2011:116).
Ilmu fiqh yang ditulis Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi
relevan dipelajari oleh semua orang Islam di Indonesia, terutama
pendidik dan peserta didik. Ilmu fiqh dalam Sullam Taufiq dapat
menjadi dasar pengetahuan fiqh bagi dunia pendidikan Islam di
Indonesia.
c. Ilmu Akhlak-tasawuf
Puncak pencapaian dari pendidikan adalah akhlak. Syaikh
Abdullah bin Husain Ba‟alawi menempatkan akhlak pada bagian akhir
kitab. Sebagai puncak dari pendidikan akidah dan fiqh. Ilmu tauhid,
fiah, dan akhlak harus diajarkan secara berurutan dan tidak dapat
saling dipisahkan satu sama lainnya. Syaikh Abdullah bin Husain
Ba‟alawi mengajarkan tentang akhlak-tasawuf, bukan hanya potret
akhlak dari wujud perilaku manusia secara fisik (Siroj, 2012:72).
Akhlak-tasawuf meninjau perilaku akhlak bukan hanya secara fisik
namun juga ruhaniahnya.
86
Akhlak-tasawuf
mendorong
para
peserta
didik
untuk
meningkatkan kualitas perilaku sehari-hari. Bukan hanya secara lahir
namun juga secara batin, sehingga akan muncul perilaku yang
menjunjung tinggi akhlak mulia dengan tulus ikhlas. Menciptakan
generasi masa depan Indonesia yang berakhlak mulia serta ikhlas
untuk memajukan Indonesia. Tidak hanya sekedar mencari popularitas
untuk mendapatkan sebuah jabatan. Praktek hidup yang menyimpang
dan penyalahgunaan kesempatan dengan mengambil bentuk perbuatan
merugikan orang semakin tumbuh subur di wilayah yang tidak
berakhlak dan tidak bertasawuf. Korupsi, kolusi, perampokan,
pembunuhan, pemerkosaan, dan perampasan hak-hak asasi manusia
sudah terlalu banyak (Nata, 2002:XIV). Cara mengatasi hal tersebut
bukan hanya dengan uang, ilmu pengetahuan dan teknologi tetapi
harus disertai dengan penanganan di bidang mental spiritual dan
akhlak yang mulia yakni akhlak-tasawuf.
Maju mundurnya atau baik buruknya peradaban masyarakat
suatu bangsa akan ditentukan oleh bagaimana pendidikan yang
dijalani atau ditempuh oleh masyarakat bangsa tersebut (Mansur,
2011:86). Dengan demikian dunia pendidikan menjadi lahan utama
untuk mewujudkan peradaban Indonesia yang baik dikemudian hari.
Demi terwujudnya hal tersebut penanam akhlak-tasawuf sejak dini
sangat diperlukan bagi generasi penerus bangsa. Akhlak-tasawuf harus
87
diajarkan kepada segenap kaum muslimin, baik pada lembagalembaga pendidikan formal seperti sekolah-sekolah, madrasahmadrasah dan pesantren-pesantren maupun pada pendidikan nonformal (MZ, 2000:203).
2. Relevansi Pendidikan Akhlak-tasawuf Syaikh Abdullah bin Ba‟alawi
Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi menyajikan pembahasan
akhlak-tasawuf dalam bentuk contoh perilaku keseharian. Dalam hal ini
relevan digunakan oleh para peserta didik. Peserta didik langsung
mengetahui berbagai bentuk perilaku yang sesuai dengan akhlak-tasawuf.
Lebih mudah lagi untuk dipelajari oleh peserta didik karena contoh-contoh
akhlak-tasawuf tersebut telah di golongkan pada beberapa kategori.
Terdapat 11 (sebelas) kategori yakni kewajiban hati, sebagian dari maksiat
hati, sebagian dari maksiat perut, diantara maksiat-maksiat mata, diantara
maksiat-maksiat lisan, sebagian maksiat-maksiat telinga, sebagian
maksiat-maksiat tangan, diantara maksiat-maksiat kemaluan, diantara
maksiat-maksiat kaki, diantara maksiat-maksiat badan, dan cara bertaubat.
Melalui sebelas kategori tersebut, peserta didik dapat lebih detail
mengetahui berbagai contoh perbuatan akhlak-tasawuf.
Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi menyebutkan seratus
sembilan puluh tiga (193) contoh akhlak-tasawuf dari sebelas kategori
tersebut. Semua akhlak-tasawuf yang dipaparkan Syaikh Abdullah bin
Husain Ba‟alawi dapat diamalkan oleh setiap muslim di Indonesia. Di
88
antara akhlak-tasawuf yang harus diperhatikan agar bermanfaat bagi
kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut:
a. Beriman kepada Allah dan apa-apa yang datang dari Allah.
Beriman kepada Allah dan apa-apa yang datang dari Allah
merupakan bagian dari akhlak-tasawuf sebagai kewajiban hati.
Kewajiban hati yang pertama kali bagi setiap orang Islam. Yakini,
ucapkan, dan tekadkan sepenuh hati bahwa tidak ada tuhan selain
Allah yang patut dan layak disembah, ditaati, serta dicintai (Birgawi,
2014:9). Iman diharapkan menjadi dasar setiap tindakan manusia. Iman
diawali dengan syahadat. Dalam ilmu tasawuf syahadat bukan hanya
sebatas ucapan lisan semata, melainkan juga mewujud dalam tindakan
kesadaran (Siroj, 2012:3).
Iman
yang
terwujud
dalam
tindakan
kesadaran
akan
menimbulkan akhlak dalam setiap perbuatannya. Inilah dasar dari
akhlak-tasawuf. Akhlak-tasawuf akan menimbulkan perilaku yang
sangat indah pada diri pribadi manusia. Orang yang sudah mengetahui
Tuhannya akan selalu sibuk dengan Allah. Apabila bersama dengan
selain Allah tidak merasakan kenyamanan. Sehingga setelah bersama
dengan selain Allah, akan cepat-cepat kembali kepada Allah. Hanya
menemukan kenikmatan ketika bersama dengan Allah (Jum‟ah,
2014:153). Selalu merasa bersama Allah menimbulkan akhlak mulia.
Selalu terinspirasi untuk melakukan hal-hal yang baik dan merasa
89
resah bila melakukan hal-hal yang buruk. Menjalani kehidupan pada
zaman sekarang tidak akan mudah terjerumus pada kehidupan yang
materialis. Melakukan berbagai pekerjaan tidak ditimbang dengan
uang saja.
Indonesia akan menjadi negara yang maju dan makmur apabila
digerakkan oleh orang-orang yang memiliki iman yang kuat. Selalu
hanya bergantung dan berorientasi kepada Allah. Angka korupsi
semakin sedikit, dan berbagai bentuk kriminalitas semakin menurun.
Tertanam dengan kuat pada diri setiap pribadi nilai keimanan yang
selaras dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa. Bukan hanya sila
pertama namun lima sila Pancasila dapat terwujud dan Indonesia
menjadi negara yang maju dan berakhlak.
b. Riya‟ dengan amal.
Riya‟ dalam amal kebaikan merupakan salah satu kemaksiatankemaksiatan hati yang harus dihindari. Riya‟ adalah melakukan amal
karena manusia dan riya‟ menghapus pahala amal (Sa‟id, tth:115).
Sifat riya‟ yang dibawa oleh syaitan untuk memasuki kalbu bisa dalam
berbagai bentuk. Kadang riya‟ datang dengan jelas dan kadang
tersembunyi (Fadlun, 2012:138). Riya‟ merupakan sesuatu yang harus
dijauhi, digantikan ikhlas dalam kehidupan sehari-hari.
Imam Al-Qusyairi berkata, “Ikhlas adalah penunggalan AlHaqq dalam mengarahkan semua orientasi ketaatan. Dia dengan
90
ketaatannya dimaksudkan untuk mendekatkan diri pada Allah semata,
tanpa yang lain, tanpa dibuat-buat, tanpa ditujukan untuk makhluk,
tidak mencari pujian manusia atau makna-makna lain selain
mendekatkan diri kepada Allah.” (An-Naisaburi, 2007:297). Ikhlas
yang telah tertanam dalam hati seseorang akan menimbulkan akhlak
mulia.
Tidak ada iri, dengki, bahkan riya‟ dalam kehidupan keseharian.
Setiap perbuatan dihiasi dengan keikhlasan, setiap tindakan hanya
untuk mendekatkan diri kepada Allah. Tidak ada keresahan saat dihina,
bahkan diancam oleh orang lain. Tidak ada sifat cemburu saat jasa
(amal sholeh) orang lain dihargai dan jasa (amal sholeh) diri sendiri
tidak diakui. Tidak bertindak karena bujukan imbalan dan tidak
berhenti karena kabar resiko. Riya‟ menimbulkan ketakutan akan
kesalahan. Riya‟ menimbulkan sifat keputusasaan setelah gagal. Ikhlas
memunculkan keteguhan hati karena selalu bergantung kepada Allah.
Tak ada yang dapat mempengaruhi, mengatur, dan mamaksa-Nya.
Dialah yang mengatur segala sesuatu. Dia tidak membutuhkan siapasiapa. Segala apa dan semua siapa membutuhkan-Nya. Dia tidak
mendapat kebaikan maupun keburukan dari mana saja dan dari siapa
saja. Tak ada yang dapat mempengaruhi-Nya (Birgawi, 2014:10).
„Sepi ing pamrih rame ing gawe‟ sebuah pepatah Jawa yang
tentu menunjukkan suatu sikap yang jauh dari riya‟ dalam beramal.
91
Indonesia akan menjadi negara yang produktif. Indahnya pengamalan
akhlak-tasawuf adalah bekerja dalam urusan dunia namun dunia tidak
masuk ke dalam hati. Tidak ada pamrih atas imbalan duniawi. Gaji
atau upah diniatkan untuk mencari nafkah dalam rangka menjalankan
ajaran Islam. Dalam hati hanya tertuju kepada Allah. Indonesia akan
menjadi negara produktif yang penuh dengan keberkahan. „Sepi ing
pamrih rame ing gawe‟, artinya sepi dalam pamrih ramai dalam
pekerjaan. Menghilangkan sifat riya‟ dalam setiap pekerjaan.
Pekerjaan yang dikerjakan dengan ikhlas akan terasa ringan,
menyenangkan dan barokah. Indonesia yang produktif akan dapat
terwujud, apabila setiap manusia berkerja dengan ikhlas meninggalkan
sifat riya‟.
c. Zina dan liwath (homoseks).
Zina dan liwath merupakan salah satu maksiat kemaluan. Zina
dan liwath dalam ilmu fiqh dihukumi sebagai dosa besar. Allah
mengharamkan zina, juga dalam Taurat, Injil, Zabur, dan Al-Qur‟an
karena zina merupakan dosa besar yang menjadi sarang pelanggaran
kehormatan sesama muslim dan mencampur adukkan darah atau
keturunan (Samarqandi, 1986:352). Pelaku zina dan liwath akan
mendapatkan kemurkaan Allah, dan tidak mendapatkan cinta Allah.
Perzinahan dapat mengakibatkan tertimpa enam bahaya, tiga
penderitaan dirasakan di dunia dan tiga lainnya di akhirat, yaitu:
92
1) Penderitaan di dunia:
a) Kurangnya rizki (tidak pernah cukup).
b) Jauh dari perbuatan baik (kebajikan).
c) Dibenci dan dijauhi banyak orang (masyarakat).
2) Penderitaan di akhirat:
a) Mendapat murka Allah.
b) Sangat berat dalam hisab (perhitungan amalnya).
c) Dimasukkan ke dalam neraka, yakni api yang besar.
Disebutkan dalam hadits sebagai berikut, “Bahwasanya apimu
ini sepertujuh puluh bagian dari api jahanam”. Demikian
seorang sahabat menjelaskan. (Samarqandi, 1986:352)
Homoseksual (liwath) lebih parah dari zina. Qadhi al-Imam
rahimahullah berkata, “Aku mendengar seorang syaikh berkata, „Di
setiap wanita ada satu syaitan, tetapi di setiap lelaki tampan ada
delapan belas (18) syaitan.‟” (Al Ghazali, 2014:55). Kedua perbuatan
ini tentu akan menjadi noda yang sangat pekat dan lebar bekasnya.
Pelaku zina dan liwath akan terhina di lingkungan masyarakat juga
hina di hadapan Allah. Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi
memasukkan zina dan liwath dalam pembahasan akhlak-tasawuf
karena berkaitan dengan hubungan seorang hamba kepada Allah dan
hubungan manusia dengan manusia lainnya. Kedua hal tersebut harus
93
ditinggalkan oleh semua orang agar terhindar dari kerusakan dunia
dan akhirat.
Dunia pendidikan di Indonesia diguncang dengan berbagai
persoalan terutama dalam masalah akhlak. Perzinahan telah menimpa
banyak pelajar di Indonesia. Keberkahan akan hilang dari pelajarpelajar yang melakukan perzinahan. Putus sekolah salah satu dampak
negatif dari perzinahan di kalangan pelajar. Pendidikan Indonesia
akan semakin maju dan berkah, saat pendidikan Indonesia terhindar
dari perilaku zina. Kerusakan dalam urusan dunia dan kerugian di
akhirat merupakan akibat perbuatan zina. Pendidikan akan semakin
terpuruk bila perzinahan di kalangan pelajar dibiarkan lestari.
d. Berjalan pada kemaksiatan.
Salah satu kemaksiatan kaki adalah berjalan pada kemaksiatan.
Berjalan pada kemaksiatan seperti berjalan untuk memasyurkan
kejelekan seorang muslim, membunuhnya atau untuk sesuatu yang
membahayakannya tanpa hak (Al-jawi, 2012:239). Berjalan pada
kemaksiatan memberikan kesempatan kepada syaitan untuk dapat
masuk ke dalam diri seseorang. Saat syaitan berleluasa untuk masuk
dalam diri manusia, maka syaitan akan leluasa pula untuk
mempengaruhi hawa nafsu. Nafsu dan angkara murka merupakan dua
pelayan jiwa yang menarik dan menjaga urusan makanan, minuman,
dan perkawinan untuk mendukung indra (Bisri, 2007:33).
94
Saat indra bermaksiat, maka pendukung indra (nafsu dan
angkara murka) akan lepas dari kendali iman. Tidak adanya
keseimbangan
antara
nafsu
dan
angkara
murka.
Diperlukan
keseimbangan antara kekuatan-kekuatan tersebut, agar tidak terjadi
kekuatan nafsu lebih besar sehingga berakibat menjerumuskan orang
mencari keringanan-keringanan dan rusaklah diri. Mungkin juga
kekuatan angkara murka lebih besar sehingga membawa orang menjadi
hilang kendali dan gelap, akibatnya kehancuran pula. Kalau dua
kekuatan tersebut tidak berlebihan, dengan tuntunan kekuatan keadilan
maka diperoleh petunjuk ke jalan hidayah (Bisri, 2007:37).
e. Mendurhakai kedua orang tua.
Termasuk dalam maksiat badan yakni mendurhakai kedua orang
tua. Kesuksesan seorang anak selalu dipengaruhi oleh kedua orang tua.
Baik sukses dunia maupun sukses akhirat. Al-Faqih menegaskan,
“Sekalipun perintah berbakti kepada kedua orang tua itu tidak dimuat
Al-Qur‟an dan seandainya tidak keras tekanannya, pasti akal sehat
akan mewajibkannya. Oleh karena itu bagi yang berakal sehat harus
mengerti kewajibannya terhadap keduanya. Apalagi hal tersebut telah
ditekankan oleh Allah dalam semua kitab-Nya, yakni Taurat, Injil,
Zabur, dan Al-Furqon juga telah disampaikan kepada para Nabi
bahwa Ridha Allah tergantung ridha kedua orang tua, demikian pula
95
maran-Nya tergantung kemarahan kedua orang tua.” (Samarqandi,
1986:119).
Sikap menghormati dan memuliakan orang tua merupakan salah
satu unsur perekat rasa cinta yang tentunya akan memperkuat
persatuan
dan
kesatuan.
Pada
gilirannya,
hal
tersebut
akan
mendatangkan kemanfaatan dan kebaikan bagi masyarakat. Oleh
karena itu peringatan untuk tidak durhaka pun sangat tegas, ancaman
bagi orang yang melakukannya sangat menakutkan, dan perbuatan itu
dapat menghancurkan kebahagiaan di dunia dan akhirat (Al-Fahham,
2006:386). Menghancurkan kebahagiaan dunia dan akhirat dapat
dikatakan menghilangkan segala keberkahan dalam hidup. Tidak
adanya nilai keberkahan akan membuat hidup tersa berat dan penuh
dengan kerugian.
Ketaatan mengandung cahaya yang tersimpan di dalam hati.
Sementara kedurhakaan mengandung kegelapan yang akan senantiasa
menghalangi seseorang untuk dapat memahami rahasia kebenaran.
Sebagaimana telah diketahui, hati adalah tempat bagi berbagai rahasia
Allah (Al-Fahham, 2006:388). Hati bagaikan kaca. Sedang perangai
buruk ibarat asap dan kepekatan. Bila perangai itu singgah di hati,
maka ia akan menggelapi jalan kebahagiaan (Bisri, 2007:41). Hati
yang gelap tidak akan memancarkan akhlak yang mulia pada setiap
anggota badan manusia. Durhaka kepada orang tua membuat hati
96
terselubungi oleh asap kegelapan yang pekat, sehingga mempengaruhi
perilaku menunjukkan akhlak yang buruk.
Berbakti kepada orang tua dalam Al-Qur‟an diistilahkan dengan
kata al-ihsan yang merupakan sebuah kewajiban atau tuntutan. Dalam
agama Islam, al-ihsan dikenal sebagai salah satu maqam (tingkatan)
hati, bahkan al-ihsan termasuk salah satu maqam tertinggi bagi
seorang hamba, jika berhasil mencapai maqam tersebut maka akan
mendapatkan kebaikan di dunia dan akhirat. Sebab al-ihsan merupakan
suatu maqam yang secara terus-menerus dapat mendatangkan dalam
hati seoranga hamba cahaya “muroqobatullah” (perasaan selalu
berada dalam pengawasan Allah) (Al-Fahham, 2006:251).
f. Taubat.
Taubat adalah awal tempat pendakian orang-orang yang
mendaki dan maqam pertama bagi sufi pemula. Kembali dari sesuatu
yang dicela oleh syariat menuju sesuatu yang dipuji dalam syariat(AlQusyairi, 2007:116). Orang yang bertaubat akan meninggalkan segala
sesuatu yang buruk pada masa yang telah lalu. Menatap masa depan
dengan harapan yang lebih baik lagi untuk menuju kepada Allah.
Taubat tahapan yang harus dilakukan untuk menuju Allah.
Taubat ditempuh dengan tiga tahapan utama. Takhalli, tahalli, dan
tajalli. Tahapan pertama takhalli adalah mengosongkan hati dari segala
urusan duniawi yang membuat seorang murid melupakan Allah
97
(Jum‟ah, 2013:25). Takhalli membuat hati seorang tidak terisi dengan
urusan duniawi, sehingga hati dapat memancarkan akhlak yang mulia.
Pada tahap takhalli nafsu dan angkara murka telah terkendali.
Keinginan untuk berbuat kerusakan tidak lagi menguasai hati.
Tahap selanjutnya tahalli. Tahalli adalah mengisi hati dengan
sifat-sifat yang mulia, seperti tawakal, cinta karena Allah, bersandar
dan bergantung hanya kepada Allah, percaya dan yakin hanya kepada
Allah, dan ridla atas takdir dan kehendak Allah (Jum‟ah, 2013:25).
Tahalli menguatkan hati untuk semakin berpegang teguh pada syariat.
Seseorang dalam tahalli akan mulai muncul bibit akhlak mulia. Hati
bercahaya memantulkan cahaya Allah. Pada tahapan tahalli hati
kembali bersih dan dapat memancarkan cahaya Illahi. Ketika hati dan
anggota badan sudah terhindar dari sifat-sifat yang tidak baik dan
sudah dihiasi dengan sifat-sifat mulia, mereka akan mencapai maqam
tertinggi yang dinamakan tajalli (penampakan sifat-sifat Allah). Tajalli
dikatakan oleh para guru sufi adalah berakhlak dengan akhlak Allah.
Allah bersifat penyayang, maka juga harus menjadi penyayang. Allah
bersifat lembut, mka harus bersifat seperti itu. Dengan begitu akan
menjadi manusia yang diridhai Allah. Manusia yang diridhai Allah
adalah manusa yang mampu menerima dengan lapang dada segala
bentuk takdir dan keputusan Allah (Jum‟ah, 2013:26).
98
Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi mengajarkan cara
bertaubat melalui menyesali perbuatan, melepaskan diri dari perbuatan
dosa, berniat tidak kembali lagi pada perbuatan dosa, memohon
ampunan (istighfar), jika melakukan dosa berupa meninggalkan
kewajiban, maka harus mengqadhanya, dan jika bertanggung jawab
pada seseorang, maka harus memenuhi dan memohon ridhanya.
Menyesali, melepaskan diri, dan berniat tidak kembali pada perbuatan
dosa merupakan bagian dari takhalli. Mengqadha kewajiban dan
memohon ridha kepada orang yang disalahi merupakan bagian tahapan
tahalli. Buah dari taubat ajaran Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi
adalah tajalli, memiliki akhlak Allah.
99
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan penelitian, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep pendidikan akhlak-tasawuf menurut Syaikh Abdullah
bin Husain?
Konsep pendidikan akhlak-tasawuf yang ditulis oleh Syaikh
Abdullah bin Husain Ba‟alawi merupakan sebuah konsep yang mudah
dipelajari dan dimengerti oleh banyak orang. Terdiri dari tiga disiplin
ilmu Islam yang pokok yaitu ilmu tauhid, ilmu fiqh, dan ilmu tasawuf
sendiri yang dikerucutkan ke dalam ilmu akhlak-tasawuf. Tiga disiplin
ilmu tersebut juga sekaligus sebagai tahapan yang harus dilalui dalam
pendidikan akhlak-tasawuf. Bukan terkhusus bagi orang yang bergelut
dalam dunia thariqah saja.
2. Bagaimana implikasi pendidikan akhlak-tasawuf menurut Syaikh Abdullah
bin Husain di masyarakat Indonesia?
Pendidikan akhlak-tasawuf yang diajarkan oleh Syaikh Abdullah
bin Husain Ba‟alawi relevan diterapkan di Indonesia. Menanamkan iman
menjadi pilihan pertama dalam konsep pendidikan akhlak-tasawuf Syaikh
Abdullah bin Husain Ba‟alawi. Sesuai dengan sila Ketuhanan Yang Maha
Esa. Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi menanamkan keteguhan hati
100
dalam memegang keimanan. Setiap orang yang berperan dalam dunia
pendidikan di Indonesia diharapkan memiliki keteguhan iman, sehingga
tidak mudah tergoyahkan oleh kemewahan dunia.
Ilmu fiqh yang ditulis Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi
relevan dipelajari oleh semua orang Islam di Indonesia, terutama pendidik
dan peserta didik. Terdapat dua puluh tiga pembahasan berkaitan dengan
ilmu fiqh yang relevan dengan kehidupan di Indonesia. Kedua puluh tiga
pembahasan tersebut yakni: kewajiban menunaikan kefardhuan dan
menjauhi keharaman, waktu-waktu shalat, kewajiban wali anak kecil dan
penguasa, fardhu-fardhu wudhu, yang membatalkan wudhu, yang
mewajibkan bersuci, hal-hal yang mewajibkan mandi, syarat-syarat
bersuci, hal-hal yang diharamkan bagi orang yang berhadats, bersuci dari
najis, syarat-syarat shalat, hal-hal yang membatalkan shalat, syarat-syarat
shalat diterima (sah), rukun-rukun shalat, shalat jama‟ah dan Jum‟at,
syarat-syarat mengikuti imam, mengurus jenazah, zakat, puasa dan
permasalahannya, Haji dan umrah, mu‟amalah (hubungan antar manusia),
riba dan jual beli yang diharamkan, kewajiban menafkahi.
Maju mundurnya atau baik buruknya peradaban masyarakat suatu
bangsa akan ditentukan oleh bagaimana pendidikan yang dijalani atau
ditempuh oleh masyarakat bangsa tersebut. Dengan demikian dunia
pendidikan menjadi lahan utama untuk mewujudkan peradaban Indonesia
yang baik dikemudian hari. Demi terwujudnya hal tersebut penanam
101
akhlak-tasawuf sejak dini sangat diperlukan bagi generasi penerus bangsa.
Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi menyebutkan seratus sembilan
puluh tiga contoh akhlak-tasawuf dari sebelas kategori tersebut. Semua
akhlak-tasawuf yang dipaparkan Syaikh Abdullah bin Husain Ba‟alawi
dapat diamalkan oleh setiap muslim di Indonesia.
B. Saran
1. Kitab Sullam Taufiq sebaiknya selalu diajarkan kepada peserta didik
karena kemanfaatannya yang besar. Kitab yang tidak terlalu tebal dan
mudah untuk dipelajari, walaupun demikian kitab Sullam Taufiq memiliki
pembahasan yang lengkap yakni ilmu tauhid, fiqh, dan akhlak-tasawuf.
Dengan harapan setiap peserta didik akan tertanam akhlak mulia dari
pembelajaran akhlak-tasawuf di kitab Sullam Taufiq.
2. Ilmu
tasawuf
dalam
kitab
Sullam
Taufiq
masih
sangat
luas
pembahasannya. Pembahasan tasawuf sangatlah luas dan penuh dengan
rahasia-rahasia yang tidak akan habis walaupun selalu dipelajari. Maka
kitab Sullam Taufiq perlu dibahas lebih mendalam agar nilai-nilai tasawuf
bukan
hanya
menjadi
ilmu
pengetahuan,
namun
terpicu
untuk
mengamalkan nilai-nilai tasawuf tersebut.
3. Pendidikan akhlak-tasawuf perlu diberikan kepada pendidik maupun
peserta didik agar bukan hanya berkualitas dalam intelektualitas namun
juga berkualitas ruhaniahnya. Menjadi pribadi yang selalu mendekat
kepada Allah. Menjadi manusia yang berprofesi namun sufi.
102
C. Penutup
Syukur kepada Allah Ta‟ala yang telah memberi kesempatan penulis
untuk menyelesaikan penyusunan skripsi. Syukur kepada Allah Ta‟ala yang
telah mengizinkan penulis untuk membahas sebuah kitab yang penuh dengan
barokah, yaitu Sullam Taufiq. Syukur kepada Allah Ta‟ala harus penulis
panjatkan karena telah diberi kesempatan untuk membahas setetes hikmah
dari ilmu tasawuf. Semoga karya sederhana ini dapat bermanfaat dan menjadi
amal jariyah dari penulis. Karya sederhana ini pasti banyak kekurangan,
sehingga dengan penuh hormat penulis meminta kritik dan saran agar karya
ini semakin bernilai barokah.
103
DAFTAR PUSTAKA
Al Aziz, Moh. Saifulloh. Tt. Fiqh Islam Lengkap. Surabaya: Terbit Terang.
Al-Fahham, Muhammad. Sa‟adah al-Abna fii Birr Al-Ummahat wa Al-Aba
Berbakti Kepada Orang Tua Kunci Kesuksesan dan Kebahagiaan Anak.
Terjemah oleh Ahmad Hotib. 2006. Bandung: Irsyad Baitus Salam.
Al-Ghazali, Imam. Menyelami Isi Hati Diterjemahkan dari Tahdzib Mukasyafah
al-Qulub. Terjemah oleh Akhmad Siddiq dan A. Rofi‟i Dimyati. 2014.
Depok: Keira Publishing.
Al-Jailani, Abdul Qodir. Menjadi Kekasih Allah. Terjemah oleh Masrohan
Ahmad. 2013. Yogyakarta: Citra Media.
Al-Jawi, Muhammad Nawawi. Tangga Menggapai Kebenaran dan Kebahagiaan
Terjemah Sullamut Taufiq Makna Gandul dan Terjemah Indonesia.
Terjemah oleh Achmad Sunarto. 2012. Surabaya: Al-Miftah.
Al-Sakandari, Ibnu „Athaillah. Tutur Penerang Hati. Terjemah oleh Fauzi Faishal
Bahreisy. 2013. Jakarta: Zaman.
Al-Tirmidzi, Muhammad ibn Ali al-Hakim. 1992. Biarkan Hatimu Bicara
Panduan Mencerdaskan Dada, Hati, Fu‟ad, dan Lubb diterjemahkan
dari Al-Farq Bayna al-Shadr wa al-Qalb wa al-Fu‟ad, wa al-Lubb.
Terjemah oleh Fauzi Faisal Bahreisy. 2011. Jakarta: Zaman.
Amin, Ahmad. Kitab Akhlak Wasiat Terakhir Gus Dur. Terjemah oleh H. Hasan
Aminuddin. 2012. Surabaya: Quntum Media.
An-Naisaburi, Abdul Qosim Abdul Karim Hawazin Al-Qusyairi. Risalah
Qusyairiyah; Sumber Kajian Ilmu Tasawuf. Terjemah oleh Umar Faruq.
2007. Jakarta: Pustaka Amani.
Arifin, Zainal. 2012. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya Offset.
As Said, Muhammad. 2011. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Mitra
Pustaka.
Bin Yahya, Al Habib Muhammad Luthfi bin Ali. 2012.Secercah Tinta Jalinan
Cinta Seorang Hamba dengan Sang Pencipta. Pekalongan: Menara
Publisher.
104
Birgawi, Imam. Buku Saku Iman & Islam Mengerti Dasar-Dasar Agama yang
Mencerahkan Pikiran dan Menyejukkan Hati. Terjemah oleh A. Syamsul
Rizal. 2014. Jakarta: Zaman.
Bisri,
Mustofa. 2007. Metode Tasawuf Al-Ghazaly
Kebahagiaan. Surabaya: PELITA DUNIA.
Merambah
Jalan
Ensiklopedi Nasional Indonesia. 2004. Jakarta: PT Delta Pamungkas.
Fadlun, Muhammad. 2012. Meraih Bening Hati dengan Mengasah Qolbu.
Surabaya: Pustaka Media.
„Ied, Ibnu Daqiiqil. Syarah Hadits Arba‟in. Terjemah oleh Abu Umar Abdillah
Asy-Syarif. Tt. Solo: At-Tibyan.
Jum‟ah, Ali. Meniti Jalan Tuhan. Alih Bahasa Muhammad Farid Wajdi. 2013.
Yogyakarta: CV. Pustaka Ilmu Group.
................... Fiqih Rahmatan Lil Alamin Menjawab Problematika Umat. Terjemah
oleh Muhammad Farid Wajdi. Yogyakarta: CV. Pustaka Ilmu Group.
Mansur. 2011. Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Islam. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Masyhuri, A. Aziz. 2014. Ensiklopedi 22 Aliran Tarekat Dalam Tasawuf.
Surabaya: IMTIYAZ.
Muslih. 1994. Al-Futuhat al-Rabbaniyyah fi al-Thoriqoti al-Qadariyyah wa alNaqsyabandiyah. Semarang: Karya Toha Putra.
MZ, Labib. 2000. Memahami Ajaran Tashowuf. Surabaya: CV Cahaya Agency.
Nata, Abuddin. 2013. Kapita Selekta Pendidikan Islam: Isu-isu Kontemporer
tentang Pendidikan Islam. Jakarta: Rajawali Pers.
........................... 2002. Akhlak-tasawuf. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR Periode 2009-2014. 2013. Empat
Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Jakarta: Sekretariat Jenderal
MPR RI.
Sa‟id, Ridlwan Qoyyum. Tt. Terjemah & Syarh Sullam at-Taufiq. Kediri: Mitra
Gayatri.
105
Samarqandi, Al Faqih Abu Laits. Tanbihul Ghafilin Pembangun Jiwa dan Moral
Umat. Terjemah oleh Abu Imam Taqyuddin. 1986. Surabaya: Mutiara
Ilmu.
Siroj, Said Aqil. 2012. Dialog Tasawuf Kiai Said: Aqidah, Tasawuf, dan Relasi
Antarumat Beragama. Surabaya: Khalista.
Sukardi. 2009. Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya.
Jakarta: PT Bumi Aksara.
http://ahlulbaitrasulullah.blogspot.com
http://ainasitianingsih.blogspot.com
http://anjangsanasantri.blogspot.com
http://arhamulwildan.blogspot.com
http://id.wikipedia.org
http://id.wikipedia.org/wiki/Tarekat_Alawiyyah,
http://pbkaligung.blogspot.com
http://referensi.elsam.or.id/2014/11/uu-nomor-20-tahun-2003-tentang-sistempendidikan-nasional/
http://www.fikihkontemporer.com
106
DAFTAR PEDOMAN TRANSLITERASI
Arab
Latin
‟
Arab
Latin
th
B
zh
T
„
Ts
gh
J
f
ẖ
q
Kh
k
D
L
Dz
m
R
n
Z
W
S
h
Sy
y
Sh
ṯ
Dl
Mad
a panjang
i panjang
u panjang
ْ‫اَو‬
ْ‫اٌو‬
ْ‫اَي‬
ْ‫اِي‬
Â
Î
Ȗ
Diftong
Aw
Uw
Ay
Iy
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1.
Nama
: Muhammad Imam Hanif
2.
Tempat dan Tanggal lahir
: Kab. Semarang, 18 Mei 1992
3.
Alamat
: Gedongan RT 02/ RW 02 Kel. Kecandran,
Kec. Sidomukti, Kota Salatiga
4.
Telpon
: 085641499171
5.
Riwayat Pendidikan
:
a. RA Ma‟arif Kecandran
Tahun 1997 - 1998
b. SD N Kutowinangun 2 Salatiga
Tahun 1998 - 1999
c. SD N Kutowinangun 4 Salatiga
Tahun 1999 - 2002
d. SD N Sidorejo Lor 7 Salatiga
Tahun 2002 - 2004
e. SMP N 1 Salatiga
Tahun 2004 - 2007
f. SMA N 1 Salatiga
Tahun 2007 - 2010
Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-benamya.
Salatiga, Agustus 2015
Penulis
Muhammad Imam Hanif
Nim: 111 11 150
DAFTAR NILAI SKK
NAMA
: Muhammad Imam Hanif
JURUSAN : Tarbiyah PAI
NIM
: 111 11 150
No. Nama Kegiatan
Pelaksanaan
Keterangan Nilai
1.
OPAK
Dewan 20 – 22 Agustus Pesera
2014
3
Mahasiswa (DEMA) Salatiga 2011
dengan
“Revitalisasi
tema
Gerakan Mahasiswa di Era
Modern
Untuk
Kejayaan
Indonesia”
2.
Achievement
Motivation 23 Agustus 2011
Peserta
2
Orientasi Dasar Keislaman 24 Agustus 2011
Peserta
2
Peserta
2
Peserta
2
XI 10 – 14 Januari Peserta
2
Training (AMT)
3.
STAIN Salatiga
4.
Seminar
Entrepreneurship 25 Agustus 2011
dan Koperasi
5.
User Education (Pendidikan 19 September 2011
Pemakai)
oleh
UPT
Perpustakaan STAIN Salatiga
6.
Syahadah
Muktamar
Jam‟iyyah Ahlith Thariqah Al 2012
Mu‟tabarah An Nahdliyyah
7.
Grebeg Pelajar “SALATIGA 3 Maret 2012
Panitia
3
BERSHOLAWAT”
8.
Khaul Syaikh Abdul Qodir Al 17 Maret 2012
Jilani
di
Panitia
3
Panitia
3
Pembinaan 27 – 28 Desember Panitia
3
PP.
Al-Ihsan,
Kecandran, Salatiga
9.
Tahlil Kubro di PP. Al-Ihsan, 17 Maret 2012
Kecandran, Salatiga
10. Workshop
Syari‟ah bagi Pemuda dan 2012
Pelajar
se-Kota
Salatiga
PCNU
Kota
Salatiga
bekerjasama
dengan
Kementrian Agama RI
11. Khaul Syaikh Abdul Qodir Al 3 Maret 2013
Jilani
di
PP.
Al
Panitia
3
Panitia
3
Peserta
8
Panitia
3
Ihsan,
Kecandran, Salatiga
12. Tahlil Kubro di PP. Al Ihsan, 3 Maret 2013
Kecandran, Salatiga
13. Seminar
tema
Nasional
dengan 26 Maret 2013
“Ahlussunnah
Waljamaah dalam Perspektif
Islam Indonesia”
14. Buka bersama dengan anak 21 Juli 2013
yatim di gedung NU Kota
Salatiga
15. Buka bersama dengan anak 21 Juli 2013
Pemateri
4
Panitia
3
Peserta
2
Peserta
2
Peserta
8
yatim di gedung NU Kota
Salatiga
16. Seminar
motivasi
dengan 29 September 2013
tema “Bekal Sukses Barokah
Pra dan Pasca UN”
17. Sosialisasi
Pilar 24 Oktober 2013
4
Kebangsaan
dan
Seminar
Nasional dengan tema “4
Pilar
Kebangsaan
Untuk
Mempertegas Karakter KeIndonesiaan”
diselenggarakan oleh MPR RI
bekerjasama dengan IPNU
Jateng
18. Kegiatan
Sosialisasi 24 Oktober 2013
Pancasila,
Dasar
Indonesia
Undang-Undang
Negara
Tahun
Republik
1945,
Negara Kesatuan Republik
Indonesia
dan
Bhinneka
Tunggal Ika oleh MPR RI
19. Seminar
Nasional
Bahasa 9 Oktober 2013
Arab oleh Ittaqo
20. Peringatan
Tahun
Baru 14 November 2013
Panitia
3
Panitia
3
Peserta
4
Panitia
3
Panitia
3
Panitia
3
Panitia
3
Peserta
2
Hijriyah dan Yatiman 1435 H
21. AKSI
ALIM
II
(Ajang 24 November 2013
Kompetisi Anak Muslim II)
oleh PC IPNU-IPPNU Kota
Salatiga
22. Seminar
Regional 5 Desember 2013
Pengembangan
Program
Studi Ilmu Al-Qur‟an dan
Tafsir “Tafsir Al Qur‟an
Bekerangka Budaya”
23. Peringatan
Maulid
Nabi 25 Januari 2014
Muhammad SAW 1435 H
24. Khaul Syaikh Abdul Qodir Al 23 Februari 2014
Jilani
di
PP.
Al
Ihsan,
Kecandran, Salatiga
25. Tahlil Kubro di PP. Al Ihsan, 23 Februari 2014
Kecandran, Salatiga
26. Sosialisasi
Penanggulangan 6 April 2014
HIV/AIDS Kota Salatiga
27. Tafsir Tematik dengan Tema 17 Mei 2014
“Konsep
Pemimpin
Ideal
Menurut Al-Qur‟an” telaah
Al-Qur‟an surat Al-An‟am
ayat 165.
Peningkatan 24 – 25 Mei 2014
28. Workshop
Peserta
2
Juara I
4
Panitia
3
31. Kegiatan Ramadhan 1435 H 29 Juni – 27 Juli Panitia
3
Kualitas
Khatib
diselenggarakan oleh MUI
Kota Salatiga
29. Lomba
Khotib 24 – 25 Mei 2014
Workshop
Tingkat Kota Salatiga oleh
MUI Kota Salatiga
30. Akhirussanah Dirosah Madin 14 Juni 2014
TPQ Al Ghufron 1435 H
Kecandran, Salatiga
Masjid
Hasan
Ma‟arif 2014
Kecandran, Salatiga
32. Peringatan Nuzulul Qur‟an 20 Juli 2014
Panitia
3
Peserta
2
Pemateri
4
1435 H
33. Praktikum Mata Kuliah Baca 22 Juli 2014
Tulis Al Qur‟an (BTQ)
34. Pesantren Kilat 1435 H di 14 -18 Juli 2014
SMP N 1 Salatiga
35. Penyembelihan
Hewan 5 Oktober 2014
Panitia
3
Panitia
3
Pemateri
4
Pemateri
4
Kurban 1435 H Masjid Hasan
Ma‟arif Kecandran, Salatiga
36. Peringatan
Tahun
Baru 3 November 2014
Hijriyah dan Yatiman 1436 H
37. Latihan Dasar Kepemimpinan 21 Desember 2014
(LDK),
Membangun
Kepemimpinan
oleh
Jiwa
SKI
SMA N 1 Salatiga
38. Seminar HIV AIDS dalam 21 Desember 2014
acara
Latihan
Dasar
Kepemimpinan
Seminar
(LDK),
Membangun
Jiwa
Kepemimpinan
oleh
SKI
SMA N 1 Salatiga
39. Peringatan
Maulid
Nabi 17 Januari 2015
Panitia
3
Panitia
3
Panitia
3
Peserta
2
Muhammad SAW 1436 H
40. Khaul Syaikh Abdul Qodir Al 1 Februari 2015
Jilani
di
PP.
Al
Ihsan
Kecandran, Salatiga
41. Tahlil Kubro di PP. Al Ihsan 1 Februari 2015
Kecandran, Salatiga
42. Seminar Bedah Buku dalam 5 Mei 2015
Rangkaian Kegiatan Milad
XIII LDK Fathir Ar Rasyid
IAIN Salatiga
43. Akhirussanah Dirosah Madin 6 Juni 2015
Panitia
3
44. Kegiatan Ramadhan 1436 H 18 Juni – 16 Juli Panitia
3
TPQ Al-Ghufron 1436 H di
Masjid
Hasan
Ma‟arif
Kecandran, Salatiga
Masjid Hasan Ma‟arif
2015
45. Pesantren Kilat 1436 H di 7 – 8 Juli 2015
Pemateri
4
Panitia
4
SMP N 1 Salatiga
46. Peringatan Nuzulul Qur‟an 11 Juli 2015
1436 H
JUMLAH SKOR
145
Salatiga,
September 2015
Mengetahui,
Wakil Dekan
Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama
Achmad Maimun, M.Ag
NIP. 19700510 199803 1 003
Download