SEKRETARIAT PENGADILAN PAJAK

advertisement
K
:
PUT.73816/PP/M.XIIA/99/2016
Jenis Pajak
:
Gugatan
Tahun Pajak
:
2015
Pokok Sengketa
:
bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam sengketa Gugatan ini adalah penolakan atas
Permohonan Persetujuan Pemindahbukuan Setoran Pajak dengan Surat Tergugat Nomor S00048/VI/WPJ.07/KP.0503/2015 tanggal 29 Juni 2015;
Menurut
Tergugat
:
bahwa Surat Penolakan Pemindahbukuan tidak termasuk dalam objek gugatan sebagaimana diatur
dalam Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dalam
Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 menyatakan bahwa, gugatan adalah upaya
hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap pelaksanaan
penagihan pajak atau terhadap keputusan yang dapat diajukan Gugatan berdasarkan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku;
Menurut
Penggugat
:
bahwa atas fisik bukti Surat Setoran Pajak penyetoran Pajak Pertambahan Nilai pemanfaatan Jasa
Kena Pajak dari luar daerah pabean yang telah Penggugat bayarkan telah sesuai dengan Peraturan
Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 40/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Penghitungan,
Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas Pemanfaatan Barang Kena
Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean, dimana nama yang
tertulis di dalam Surat Setoran Pajak merupakan Nama Lawan Transaksi yang berkedudukan di luar
daerah pabean dengan NPWP 00.000.000.0-057.000, akan tetapi pihak Bank menginput di
sistemnya dengan nama Penggugat dengan NPWP 01.670.1997-057.000, dikarenakan Penggugat
menggunakan kode MAP dan kode pembayaran Pajak Pertambahan Nilai dalam negeri (411211
100), dimana seharusnya kode MAP dan kode pembayaran Pajak Pertambahan Nilai dari luar daerah
pabean yaitu (411211 102);
Menurut majelis
:
bahwa Pemohon Gugatan mengajukan gugatan atas Keputusan Tergugat Nomor S00048/VI/WPJ.07/KP.0503/2015 tanggal 29 Juni 2015 tentang Penolakan Pemindahbukuan Surat
Setoran Pajak PPN JKP dari Luar Daerah Pabean, dimana Pemohon Gugatan melakukan kesalahan
pengisian Kode Jenis Setoran;
TP
EN
GA
DI
LA
N
PA
JA
Putusan Nomor
AR
IA
bahwa kronologi timbulnya gugatan yang dirangkum Majelis berdasarkan Surat Gugatan, Surat
Tanggapan, Surat Bantahan, Kronologi Sengketa, Surat Penjelasan Tertulis, dan Surat
Pendapat/Tanggapan Akhir serta penjelasan Penggugat dan Tergugat dalam persidangan pada
pokoknya mengemukakan hal-hal sebagai berikut ini:
SE
KR
ET
1. tanggal 10 Februari 2012 : bahwa Penggugat melakukan pembayaran atas PPN Jasa Luar
Negeri (411211-102) akan tetapi dengan kode jenis setoran 411211-100 (PPN Dalam Negeri)
dengan NPWP :
00.000.000.0-057.000, Nama WP : AAA SOURCING AGENCY, Alamat
Singapore namun direkam oleh Bank BBB sebagai pembayaran Penggugat dengan NPWP:
XXX-057.000;
2. tanggal 07 Mei 2015: bahwa Tergugat menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan
(SPHP) Pajak Pertambahan Nilai Masa Januari sampai dengan November 2012 yang kemudian
dituangkan Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) tanggal 4 Juni 2015, antara lain melakukan
koreksi atas pajak masukan yang berasal dari SSP PPN JLN dikarenakan adanya kesalahan
penulisan Kode Jenis Setoran, yang seharusnya 102 namun tertulis 100 dan adanya kesalahan
perekaman SSP berupa penulisan nama, alamat dan NPWP oleh pihak bank;
3. tanggal 21 Mei 2015: bahwa Penggugat mengajukan surat permohonan Pemindahbukuan yang
diterima Tergugat pada tanggal 4 Juni 2015 untuk memperbaiki kode jenis setoran dari 411211100 (PPN Dalam Negeri) ke jenis setoran 411211-102 (PPN diluar Daerah Pabean);
K
PA
JA
4. tanggal 5 Juni 2015: bahwa Tergugat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) Barang dan Jasa Nomor 00072/207/12/057/15 masa Pajak Januari
2012 sebesar Rp125.518.434,00 untuk menagih pajak yang kurang dibayar ditambah dengan
sanksi kenaikan sebesar 100% atas koreksi tersebut di atas;
LA
N
5. tanggal 29 Juni 2015: bahwa atas permohonan pemindahbukuan tersebut Tergugat telah
menerbitkan Surat Penolakan Pemindahbukuan Nomor S-00048/VI/WPJ.07/KP.0503/2015 yang
isinya menolak permohonan tersebut dengan alasan tidak memenuhi PMK Nomor
242/PMK.03/2014 Pasal 16 ayat (9) dan tidak sesuai dengan Pasal 17 ayat (8) huruf b;
GA
DI
6. tanggal 23 Juli 2015 : bahwa Penggugat mengajukan gugatan atas Surat Penolakan
Pemindahbukuan a quo dengan alasan bahwa pihak Tergugat dalam melakukan tugasnya tidak
menjunjung tinggi keadilan dan pelayanan yang baik, dan pada dasarnya Penggugat telah
melakukan pembayaran PPN atas pemanfaatan jasa dari luar daerah pabean dan telah
memenuhi kewajiban sebagai Wajib Pajak sehingga tidak menyebabkan kerugian pada Negara
atas kesalahan yang bersifat administratif tersebut dan dalam SSP tersebut terlihat jelas bahwa
pembayaran tersebut adalah untuk PPN pemanfaatan jasa dari luar negeri serta memperlihatkan
nama pemberi jasa luar negeri sehingga alasan Tergugat dengan menggunakan PMK Nomor
242/PMK.03/2014 adalah tidak tepat;
TP
EN
7. tanggal 12 Agustus 2015: bahwa Penggugat juga mengajukan keberatan atas Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai a quo terhadap koreksi Tergugat atas
Surat Setoran Pajak Pajak Pertambahan Nilai Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean (yang
dimintakan pemindahbukuan oleh Penggugat dan atas surat penolakannya digugat) adalah
merupakan bagian dari SKPKB yang diajukan keberatan tersebut, proses keberatan masih
berlangsung hingga sidang pemeriksaan sengketa gugatan selesai;
AR
IA
bahwa pemeriksaan Majelis terhadap gugatan ini dibagi menjadi 2 (dua) bagian yakni sengketa
formal dan material gugatan berdasarkan Surat Gugatan, Surat Tanggapan, Surat Bantahan,
Kronologi Sengketa, Surat Penjelasan Tertulis, dan Surat Pendapat/Tanggapan Akhir serta
penjelasan Penggugat dan Tergugat dalam persidangan yang pada pokoknya mengemukakan halhal sebagai berikut ini:
a. Formal
SE
KR
ET
bahwa menurut Tergugat berdasarkan penelitian terhadap formal surat gugatan dengan mengacu
pada ketentuan peraturan perundangan yang berlaku menunjukkan bahwa surat gugatan Penggugat
tidak memenuhi ketentuan formal sebagaimana diatur dalam Pasal 23 UU Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan UU Nomor 16 Tahun 2009;
bahwa Surat Penolakan Pemindahbukuan yang diajukan gugatan bukan merupakan obyek yang
dapat diajukan gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) UU Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan UU Nomor 16 Tahun 2009, dan Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun
2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, serta Pasal 1
angka 7 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
bahwa dasar hukum yang digunakan oleh Penggugat adalah:
1.
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
K
JA
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 16 Tahun 2009;
Pasal 23 ayat (2) :
Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap :
a. Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman
2.
Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan
Pemenuhan Kewajiban Perpajakan
Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan yang diajukan gugatan
kepada badan peradilan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf c UndangUndang meliputi keputusan yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak selain:
DI
3.
LA
N
PA
Lelang;
b. Keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak;
c. Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang
ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26; atau
d. Penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam
penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan; Hanya dapat diajukan kepada
badan peradilan pajak;
Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak
Gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak
terhadap pelaksanaan penagihan pajak atau terhadap keputusan yang dapat diajukan Gugatan
berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku
d.
e.
f.
g.
h.
penerbitan;
Surat Keputusan Pembetulan;
Surat Keputusan Keberatan yang penerbitannya telah sesuai dengan prosedur atau tata cara
penerbitan;
Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi;
Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi;
Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak;
Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak; dan
Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak;
TP
EN
b.
c.
GA
a. Surat ketetapan pajak yang penerbitannya telah sesuai dengan prosedur atau tata cara
AR
IA
bahwa Pasal 23 ayat (2) huruf c UU KUP Tahun 2007 mengatur bahwa yang dapat diajukan
gugatan adalah "Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain
yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26";
bahwa berdasarkan rumusan tersebut yang dapat diajukan gugatan adalah keputusan (beschiking)
sebagai pelaksanaan dari keputusan perpajakan (beschiking), berdasarkan hal tersebut tersebut
maka dapat disimpulkan bahwa objek gugatan adalah keputusan (beschiking) yang didahului
dengan adanya keputusan sebelumnya (beschiking) yang dimaksudkan adalah untuk menilai dan
mengadili adanya tindakan sewenang-wenang karena adanya keputusan dari fiskus;
Contoh beschiking sebagai pelaksanaan beschiking
Dalam penagihan pajak, surat paksa, surat perintah melaksanakan penyitaan, pengumuman
lelang dan keputusan pencegahan merupakan keputusan atas pelaksanaan surat ketetapan
pajak sebelumnya yang menimbulkan tagihan pajak;
Dalam hal terdapat kelebihan pembayaran pajak, Tergugat (DJP) menerbitkan
keputusan/ketetapan (beschiking) berupa Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).
Pelaksanaan keputusan SKPLB dalam bentuk Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan
Pembayaran Pajak (SKPKPP);
SE
KR
ET
a.
b.
bahwa berikut adalah beberapa penjelasan mengenai perbedaan antara Keputusan (beschikking)
dengan Peraturan (regeling) yang dikutip dari beberapa sumber :
a.
bahwa menurut Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986, Keputusan Tata Usaha
Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha
K
d.
JA
PA
c.

LA
N
b.
Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang
menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata;
bahwa sesuai Pasal 1 angka 2 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan, peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat
norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara
atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundangundangan;
bahwa Regeling merupakan perbuatan pemerintah dalam hukum publik berupa suatu
pengaturan yang bersifat umum dan abstrak. Pengaturan yang dimaksud dapat berbentuk
Undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri, dan sebagainya. Maksud perkataan
umum dalam pengertian regeling atau peraturan, berarti bahwa pemerintah atau pejabat tata
usaha negara sedang dalam upaya mengatur semua warga masyarakat tanpa terkecuali, atau
dengan perkataan lain peraturan ini ditujukan kepada semua warga masyarakat tanpa
terkecuali, dan bukan bersifat khusus;
bahwa pada halaman 10 buku yang berjudul "Perihal Undang-undang" karangan Jimly
Asshiddiqie, disebutkan sebagai berikut:
Istilah "peraturan" digunakan untuk menyebut hasil kegiatan pengaturan yang menghasilkan
peraturan (regels);
Istilah "keputusan" atau "ketetapan" digunakan untuk menyebut hasil kegiatan penetapan
atau pengambilan keputusan administratif (beschikkings);
bahwa perbedaan antara keputusan (beschikking) dengan peraturan (regeling) dijelaskan lebih
rinci dalam buku "Hukum Acara Pengujian Undang-undang" karangan Jimly Asshiddiqie (hal.
2), yaitu bahwa : keputusan (beschikking) selalu bersifat individual dan kongkrit (individual and
concrete), sedangkan peraturan (regeling) selalu bersifat umum dan abstrak (general and
abstract). Yang dimaksud bersifat general and abstract, yaitu keberlakuannya ditujukan kepada
siapa saja yang dikenai perumusan kaedah umum;
TP
EN
GA
e.
DI

bahwa Surat Penolakan Pemindahbukuan yang digugat oleh Penggugat adalah suatu keputusan
(beschikking), namun tidak didahului oleh suatu keputusan (beschikking) dan bukan pula merupakan
pelaksanaan atas suatu keputusan (beschikking) sehingga syarat adanya 2 (dua) keputusan
sebagaimana diatur dalam Pasal 23 ayat (2) huruf c Undang-undang KUP tidak terpenuhi;
AR
IA
bahwa surat yang digugat Penggugat tersebut pada dasarnya merupakan pelaksanaan atas
penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan, jadi surat yang menjadi objek gugatan
adalah beshiking sebagai pelaksanaan regelling, sedangkan regelling dan beschikking merupakan
dua hal yang berbeda sebagaimana diuraikan diatas, bahwa Surat Penolakan Pemindahbukuan
yang diterbitkan oleh Tergugat tersebut lebih bersifat diskresi dalam pengambilan keputusan;
SE
KR
ET
bahwa Mahkamah Agung melalui Surat Edaran Nomor MA/Pemb/0159/77 tanggal 25 Februari 1977
menegaskan bahwa kebijaksanaan atau diskresi penguasa tidak termasuk kompetensi pengadilan
untuk menilainya, kecuali adanya unsur sewenang-wenang (willekeur) dan penyalahgunaan
wewenang (detournement de pouvoir), pendapat Mahkamah Agung tersebut diperkuat melalui
Putusan Nomor 157/Sip/1960 (Perkara Lebanus Tambunan), Putusan Nomor 319WSip/1968
(perkara Mbok Kromoredjo) dan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Nomor 611/1970 (perkara
Polder Pluit) (Philipus M Hadjon dalam Pengantar Hukum Administrasi Indonesia hal. 312);
bahwa Surat Penolakan Pemindahbukuan tidak termasuk dalam objek gugatan sebagaimana diatur
dalam Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak
dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan dimana dalam Pasal tersebut diatur bahwa keputusan yang
berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan sebagaimana diajukan gugatan kepada
badan peradilan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf c Undang-Undang
KUP meliputi keputusan yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak selain :
a.
b.
Surat ketetapan pajak yang penerbitannya telah sesuai dengan prosedur atau tata cara
penerbitan;
Surat Keputusan Pembetulan;
K
JA
d.
e.
f.
g.
h.
Surat Keputusan Keberatan yang penerbitannya telah sesuai dengan prosedur atau tata cara
penerbitan;
Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi;
Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi;
Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak;
Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak;
Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak;
PA
c.
d.
AR
IA
c.
TP
EN
GA
b.
bahwa Yurisprudensi sebagai sumber lain tempat hakim mencari dan menemukan hukum yang
hendak diterapkan dalam penyelesaian perkara yang ditanganinya, dipergunakan apabila
dalam kasus yang dipersengketakan tidak ditemukan aturan hukumnya dalam hukum positif,
dan juga tidak ada dijumpai dalam hukum tak tertulis (M. Yahya Harahap SH, Hukum Acara
Perdata, Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Penerbit
Sinar Grafika, hal. 830);
bahwa dalam Yurisprudensi, putusan yang diambil mengadung pertimbangan yang mendasar
yaitu ratio decidendi atau basic reason, berupa prinsip hukum yang dijadikan dasar putusan
yang diambil (the principle of law which the decision is based), dan putusan yang dijatuhkan
merupakan kasus yang berhubungan dengan perkembangan hukum (law development),
sehingga pada hakekatnya, perkara yang diputus berdasarkan yurisprudensi berkaitan erat
dengan perubahan sosial (social change) dan kondisi ekonomi (economic condition).
Kemungkinan kasus tersebut belum diatur dalam peraturan perundang-undangan, sehingga
diperlukan penciptaan hukum baru. Atau mungkin sudah diatur dalam peraturan perundangundangan, tetapi tidak sesuai lagi dengan nilai-nilai kesadaran masyarakat sebagai akibat
perubahan sosial dan kondisi perekonomian, sehingga diperlukan penafsiran (interpretation of
statue) dan modifikasi;
bahwa sebagai bahan pertimbangan, Tergugat menyampaikan pendapat ahli hukum tentang
yurisprudensi. M. Yahya Harahap SH dalam bukunya Hukum Acara Perdata, Gugatan,
Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, Penerbit Sinar Grafika, hal.
832-834, menyatakan bahwa tidak semua putusan hakim dapat diangkat dan dikualifikasi
menjadi yurisprudensi. Sistem peradiian di Indonesia tidak menganut preseden absolut
(absolute judicial precendence), maka tidak ada kewajiban bagi Hakim untuk mengikuti putusan
sebelumnya;
bahwa dengan demikian, suatu Putusan Pengadilan tidak serta merta dapat dijadikan
yurisprudensi. Diperlukan persyaratan, selain putusan itu berisi terobosan dengan dasar
pertimbangan yang mengandung alasan yang baik (good reason) dan alasan yang kuat
(strongest reason), juga putusan itu telah menjadi stare decisis atau putusan yang sudah tetap
(settled) karena para hakim yang belakangan mengikutinya dan menjadikannya sebagai
pedoman, sehingga putusan tersebut berada dalam posisi let the decision stand;
DI
a.
LA
N
bahwa Penggugat berpendapat bahwa terdapat Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put62667/PP/M.VA/99/2015 atas sengketa gugatan yang diajukan oleh pihak lain dimana putusan
tersebut menindaklanjuti gugatan atas Surat Penolakan Pemindahbukuan, sehingga menurut
Penggugat surat penolakan pemindahbukuan termasuk dalam keputusan yang dapat diajukan
gugatan, atas hal tersebut maka Tergugat berpendapat sebagai berikut :
SE
KR
ET
bahwa dengan demikian Tergugat tetap pada pendapat bahwa gugatan yang diajukan Penggugat
terhadap Surat Penolakan Pemindahbukuan sebagaimana tercantum dalam daftar diatas bukan
merupakan gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) UU KUP jo Pasal 31 ayat (3)
UU Pengadilan Pajak;
bahwa Penggugat tidak sependapat dengan Tergugat bahwa terhadap Surat Penolakan
Pemindahbukuan dapat diajukan gugatan berdasarkan penjelasan sebagai berikut:
bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Pengadilan Pajak (PP), Keputusan adalah
suatu penetapan tertulis di bidang perpajakan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang
berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan dan dalam rangka pelaksanaan Undangundang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa;
K
PA
JA
bahwa mengingat UU PP merupakan bagian dari hukum tata usaha negara, maka penafsiran
keputusan mengacu pada UU Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN). Pasal 1 angka 9 UndangUndang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan UU Nomor 51 Tahun 2009 mengatur bahwa “Keputusan Tata Usaha
adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang
berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang
atau badan hukum perdata.”
LA
N
bahwa dengan demikian, suatu penetapan tertulis dikatakan sebagai suatu keputusan apabila
memenuhi unsur: konkret, individual, final, dan menimbulkan akibat hukum;
DI
bahwa lebih lanjut, dalam halaman 65 Pertimbangan Hukum Putusan Mahkamah Agung Nomor 73
P/HUM/2013, disebutkan ...“Bahwa sesuai dengan Hukum Tata Usaha Negara pada dasarnya semua
Keputusan/Ketetapan Pejabat Tata Usaha Negara yang tertulis, konkrit, individual dan final
seharusnya bisa diajukan gugatan”;
GA
bahwa Surat Penolakan Pemindahbukuan merupakan suatu keputusan karena memenuhi unsur
konkret, individual, final dan menimbulkan akibat hukum bagi Penggugat, dengan demikian
Penggugat berpendapat bahwa gugatan yang diajukan terhadap keputusan penolakan
pemindahbukuan yang diterbitkan oleh Tergugat merupakan keputusan yang dapat diajukan gugatan.
TP
EN
bahwa Penggugat mengajukan permohonan pemindahbukuan karena Tergugat melakukan koreksi
atas kredit pajak masukan dan mengenakan sanksi kenaikan sebesar 100% atas kesalahan
penulisan kode jenis setoran tersebut dalam proses pemeriksaan, yang kemudian dilanjutkan dengan
menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Barang
dan Jasa, dengan demikian secara tidak langsung keputusan penolakan pemindahbukuan
berhubungan dengan SKPKB terkait;
AR
IA
bahwa Penggugat juga mendapati bahwa terdapat putusan Mahkamah Agung, yaitu Putusan Sela
Mahkamah Agung Nomor 525/B/PK/PJK/2011 yang menyatakan bahwa surat Kepala Kantor
Pelayanan Pajak sehubungan penolakan permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB) merupakan
pelaksanaan dari Peraturan Menteri Keuangan terkait, dan dengan demikian, keputusan penolakan
penerbitan SKB merupakan objek yang dapat diajukan gugatan sebagaimana diatur dalam Pasal
23(2) huruf c Undang Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sehingga memenuhi
syarat formal pengajuan gugatan;
SE
KR
ET
bahwa Penggugat berpendapat bahwa hal yang sama juga berlaku atas pengajuan gugatan
Penggugat, dimana penolakan pemindahbukuan merupakan pelaksanaan dari Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 242/PMK.03/2014 yang menjadi dasar penolakan Tergugat, dengan demikian
Keputusan Penolakan Pemindahbukuan merupakan objek yang dapat diajukan gugatan
sebagaimana diatur dalam Pasal 23 (2) huruf c Undang Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan, sehingga memenuhi syarat formal pengajuan gugatan;
bahwa Penggugat juga mendapati bahwa terdapat putusan pengadilan pajak terhadap gugatan atas
penolakan permindahbukuan, Gugatan tersebut diproses oleh pengadilan pajak, dan Putusan
Pengadilan Pajak terkait adalah Nomor Put-62667/PP/M.VA/99/2015 (salinan ringkasan putusan
kami lampirkan sebagai bahan pertimbangan, dengan demikian Pengadilan Pajak juga berpendapat
bahwa surat penolakan pemindahbukuan termasuk dalam keputusan yang dapat diajukan gugatan;
bahwa menanggapi pendapat Tergugat bahwa sengketa gugatan yang diputuskan melalui Putusan
K
PA
JA
Pengadilan Pajak Nomor Put-62667/PP/M.VA/99/2015 adalah sehubungan pemindahbukuan secara
umum sehingga tidak relevan dengan pemindahbukuan yang Penggugat ajukan. Penggugat
berpendapat bahwa walaupun permohonan pemindahbukuan yang diajukan berbeda, namun
keputusan yang diajukan gugatan adalah sama, yaitu penolakan pemindahbukuan, sehingga sangat
relevan bagi Majelis Hakim yang terhormat untuk mempertimbangkan adanya Putusan tersebut,
dimana surat penolakan pemindahbukuan termasuk dalam keputusan yang digugat;
bahwa pendapat Majelis terhadap sengketa formal gugatan dapat disampaikan sebagai berikut:
LA
N
bahwa definisi Keputusan berdasarkan Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986
tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009 menyebutkan bahwa “Keputusan Tata Usaha adalah suatu
penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi
tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau
badan hukum perdata.”
GA
DI
bahwa dengan demikian menurut Undang-undang Peradilan Tata Usaha Negara a quo, suatu
penetapan tertulis dikatakan sebagai suatu keputusan apabila dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat
yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat: konkret,
individual, final yang menimbulkan akibat hukum;
TP
EN
bahwa definisi Keputusan berdasarkan Pasal 1 angka 4 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002
tentang Pengadilan Pajak menyebutkan bahwa “Keputusan adalah suatu penetapan tertulis di
bidang perpajakan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang berdasarkan peraturan
perundang-undangan perpajakan dan dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa”
bahwa dengan demikian menurut Undang-undang Pengadilan Pajak a quo, suatu penetapan tertulis
dikatakan sebagai suatu keputusan dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang berdasarkan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku;
AR
IA
bahwa berdasarkan kedua definisi di atas Majelis berpendapat bahwa Surat Penolakan
Pemindahbukuan a quo dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang berdasarkan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku serta bersifat konkret, individual, final dan
menimbulkan akibat hukum bagi Penggugat sehingga memenuhi kriteria sebagai suatu keputusan
berdasarkan Undang-undang Pengadilan Pajak dan Undang-undang Peradilan Tata Usaha Negara
a quo;
SE
KR
ET
bahwa Tergugat dalam menerbitkan Surat Penolakan Pemindahbukuan a quo sebagaimana
dinyatakan oleh Tergugat merupakan pelaksanaan dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor
242/PMK.03/2014 tanggal 24 Desember 2014 tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran
Pajak, dan bukan merupakan Keputusan atas keberatan yang diajukan terhadap Surat Ketetapan
Pajak yang diatur dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana beberapa kali telah diubah
terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009:
bahwa berdasarkan definisi suatu keputusan menurut Undang-undang Pengadilan Pajak a quo yang
bersifat lex specialis dibandingkan dengan Undang-undang Peradilan Tata Usaha Negara a quo
terhadap Peraturan Menteri Keuangan Nomor 242/PMK.03/2014 dapat dikategorikan sebagai
Keputusan;
bahwa dengan demikian Majelis berpendapat Surat Penolakan Pemindahbukuan a quo memenuhi
sebagai Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan sebagaimana diatur
K
JA
dalam Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan a quo sehingga merupakan
objek gugatan sehingga memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf
c Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan juncto Undang-Undang Pengadilan
Pajak a quo;
PA
b. Material
LA
N
bahwa Penggugat dengan Surat Nomor: 026/TAX/SPFI/V/2015 tanggal 21 Mei 2015 yang diterima
oleh Tergugat tanggal 04 Juni 2015 mengajukan permohonan pemindahbukuan atas setoran Surat
Setoran Pajak Pajak Pertambahan Nilai dengan kode akun pajak: 411211 dan kode jenis setoran
100, Masa Pajak Januari 2012 sebesar Rp11.712.816,00 dikarenakan terdapat kesalahan pengisian
kode jenis setoran, yang seharusnya 102, untuk itu Penggugat mengajukan permohonan agar
dilakukan pemindahbukuan ke kode jenis setoran 102 atau ke jenis pajak Pajak Pertambahan Nilai
Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, Masa Pajak Januari 2012 sebesar Rp11.712.816,00;
DI
bahwa permohonan Penggugat dijawab Tergugat dengan Surat Penolakan Pemindahbukuan Nomor:
S-00048/VI/WPJ.07/KP.0503/2015 tanggal 29 Juni 2015 berdasarkan:
GA
bahwa telah terjadi kesalahan perekaman atas Surat Setoran Pajak yang dilakukan oleh Bank
Persepsi (Bank BBB), yang seharusnya NPWP, Nama WP, dan Alamat WP adalah sebagai berikut:
NPWP
: 00.000.000.0-057.000
Nama WP
: AAA SOURCING AGENCY
Alamat WP : Singapore
namun direkam oleh Bank BBB sebagai pembayaran Penggugat dengan NPWP: XXX-057.000;
AR
IA
TP
EN
bahwa berdasarkan Pasal 16 ayat (9) PMK Nomor: 242/PMK.03/2014 tanggal 24 Desember 2014
menyatakan Pemindahbukuan atas pembayaran pajak dengan Surat Setoran Pajak tidak dapat
dilakukan dalam hal:
a. Pemindahbukuan atas Surat Setoran Pajak yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur
Pajak, yang tidak dapat dikreditkan berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat (8) Undang-Undang
Pajak Pertambahan Nilai;
b. Pemindahbukuan ke pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atas objek pajak yang harus dibayar
sendiri oleh Penggugat dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang kedudukannya
dipersamakan dengan Faktur Pajak; atau
c. Pemindahbukuan ke pelunasan Bea Materai yang dilakukan dengan membubuhkan tanda Bea
Materai Lunas dengan mesin teraan materai digital;
SE
KR
ET
bahwa berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Nomor: LAP-00509/WPJ.07/KP.0505/RIK.SIS/
2015 tanggal 04 Juni 2015, Jenis Pajak Pajak Pertambahan Nilai Masa Januari sampai dengan
November 2012 atas nama Penggugat, menyatakan bahwa Pemeriksa Pajak melakukan koreksi atas
Surat Setoran Pajak Pajak Pertambahan Nilai Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean,
dikarenakan adanya kesalahan penulisan kode jenis setoran, yang seharusnya 102 namun tertulis
100 dan kesalahan perekaman Surat Setoran Pajak (nama, alamat, dan NPWP) oleh bank;
bahwa berdasarkan Pasal 17 ayat (8) huruf b PMK Nomor: 242/PMK.03/2014, menyatakan bahwa
Surat permohonan Pemindahbukuan harus dilampiri dengan asli surat pernyataan kesalahan
perekaman dari pimpinan Bank Persepsi tempat pembayaran dalam hal terdapat kesalahan
perekaman oleh petugas Bank Persepsi;
bahwa berdasarkan penelitian terhadap data pada Sistem Modul Penerimaan Nasional, diketahui
bahwa Surat Setoran Pajak tersebut dengan nomor NTPN 0603120708071002 telah masuk dalam
Rekening Kas Negara atas nama Penggugat, tanggal bayar 10 Februari 2012, dengan jenis pajak
Pajak Pertambahan Nilai Dalam Negeri Masa Januari 2012, jumlah bayar Rp11.712.816,00, sesuai
hasil print-out terlampir;
K
LA
N
PA
JA
bahwa berdasarkan uraian di atas, permohonan pemindahbukuan Penggugat tidak dapat
ditindaklanjuti atau ditolak karena:
- Pemindahbukuan dari Surat Setoran Pajak pembayaran Pajak Pertambahan Nilai /atas Setoran
Masa Pajak Pertambahan Nilai Dalam Negeri ke pembayaran Pajak Pertambahan Nilai Jasa
Kena Pajak dari luar Daerah Pabean (atas objek pajak yang harus dibayar sendiri oleh
Penggugat) dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang kedudukannya dipersamakan
dengan Faktur Pajak yang salah dalam pengisiannya hingga dianggap sebagai Faktur Pajak
Tidak Lengkap, atau termasuk dalam Pasal 16 ayat (9) PMK Nomor: 242/PMK.03/2014;
- Pada surat permohonan, Penggugat tidak melampirkan asli surat pernyataan kesalahan
perekaman dari pimpinan Bank Persepsi tempat pembayaran atas kesalahan perekaman Surat
Setoran Pajak, atau tidak sesuai dengan Pasal 17 ayat (8) huruf b PMK Nomor:
242/PMK.03/2014;
DI
bahwa Penggugat selain mengajukan gugatan atas materi yang terkait dengan Surat Setoran Pajak
Pajak Pertambahan Nilai Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean (yang dimintakan
pemindahbukuan oleh Penggugat dan atas surat penolakannya digugat oleh Penggugat) juga
mengajukan keberatan untuk materi sengketa yang sama dan saat ini masih dalam proses penelitian
penyelesaian keberatan;
GA
bahwa hingga persidangan sengketa gugatan ini selesai, proses keberatan atas Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai masa pajak Januari sampai dengan Nopember 2012,
dimana Surat Setoran Pajak Pajak Pertambahan Nilai Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean
(yang dimintakan pemindahbukuan oleh Penggugat dan atas surat penolakannya digugat)
merupakan bagian dari Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar yang diajukan keberatan, masih
berlangsung, dengan demikian Penggugat menempuh upaya hukum yang berbeda untuk materi
sengketa yang sama dalam waktu yang bersamaan;
TP
EN
bahwa Penggugat tidak setuju dengan Tergugat yang menolak permohonan pemindahbukuan yang
diajukan oleh Penggugat dengan alasan sebagai berikut:
a. Pembatasan Pemindahbukuan tidak memiliki dasar hukum
AR
IA
bahwa Tergugat dalam keputusan penolakan pemindahbukuan salah satunya mengacu kepada
Pasal 16(9) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 242/PMK.03/2014 (PMK 242) yang menyatakan
bahwa pemindahbukuan tidak dapat dilakukan dalam hal tertentu, antara lain “Pemindahbukuan
ke pembayaran PPN atas objek pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dengan
menggunakan SSP yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak.”
bahwa Penggugat tidak mengetahui alasan dan dasar hukum dari pembatasan yang dilakukan
melalui PMK 242 tersebut karena pembatasan semacam itu tidak terdapat dalam peraturan
mengenai pemindahbukuan yang sebelumnya, yaitu Keputusan Menteri Keuangan Nomor
88/KMK.04/1991 yang telah diganti oleh PMK 242;
SE
KR
ET
bahwa tanpa ada dasar hukum yang jelas, Penggugat berpendapat pengajuan pemindahbukuan
yang Penggugat lakukan karena kesalahan pengisian SSP PPN Jasa Luar Negeri sebagaimana
yang terjadi pada Penggugat seharusnya tidak ditolak dengan demikian Penggugat berpendapat
bahwa penolakan pemindahbukuan yang dilakukan Tergugat seharusya dibatalkan;
b. Tidak terdapat kerugian negara akibat kesalahan pengisian SSP
bahwa Tergugat telah mendapati bahwa pembayaran Pajak Pertambahan Nilai Jasa Luar Negeri
yang Penggugat lakukan telah masuk dalam rekening Kas Negara atas nama Penggugat
dengan jenis pajak Pajak Pertambahan Nilai sehingga pada dasarnya secara substansi
K
PA
JA
Penggugat telah melakukan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan Jasa dari
luar daerah pabean dan telah memenuhi kewajiban sebagai Wajib Pajak sehingga tidak
menyebabkan kerugian pada Negara atas kesalahan yang bersifat administratif. Kesalahan
tersebut juga bukan merupakan kesengajaan, dalam SSP terlihat jelas bahwa pembayaran
tersebut adalah untuk PPN pemanfaatan Jasa dari luar negeri dan SSP tersebut juga
memperlihatkan Nama pemberi jasa luar negeri;
c.
LA
N
bahwa dalam persidangan Tergugat menyampaikan bahwa atas pembayaran yang telah
Penggugat lakukan tersebut dapat dijadikan sebagai biaya dalam perhitungan Pajak Penghasilan
Badan namun Penggugat tidak setuju dengan perlakuan tersebut mengingat Penggugat
dirugikan karena jika hal tersebut dilakukan maka secara perhitungan Penggugat tidak bisa
menggunakan seluruh pembayaran Pajak Pertambahan Nilai Jasa Luar Negeri sebagai biaya
yang bisa dibebankan;
Pengisian Surat Setoran Pajak Pajak Pertambahan Nilai Jasa Luar Negeri telah memenuhi
ketentuan yang berlaku
GA
DI
bahwa berdasarkan Pasal 5 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-67/PJ./2010 yang
merupakan perubahan PER-10/PJ./2010 tentang dokumen tertentu yang kedudukannya
dipersamakan dengan faktur pajak, Surat Setoran Pajak Pajak Pertambahan Nilai Jasa Luar
Negeri sebagaimana yang Penggugat ajukan pemindahbukuan, merupakan pajak masukan yang
dapat dikreditkan sepanjang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dari
Peraturan Direktur Jenderal tersebut yakni “Dokumen tertentu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 huruf i dan huruf j dibuat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”
dan mencantumkan NPWP dan nama pihak yang memanfaatkan jasa kena pajak;
AR
IA
TP
EN
bahwa Penggugat telah memenuhi persyaratan dimaksud :
 bahwa peraturan perundangan yang mengatur mengenai pengisian SSP PPN Jasa Luar
Negeri adalah pasal 6 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
40/PMK.03/2010, yaitu :
a) kolom "Nama WP" dan "Alamat WP" diisi nama dan alamat orang pribadi atau badan yang
bertempat tinggal atau berkedudukan di luar Daerah Pabean yang menyerahkan Barang
Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak ke dalam Daerah Pabean;
b) pada kolom "NPWP" diisi dengan angka 0 (nol), kecuali kode Kantor Pelayanan Pajak diisi
dengan kode Kantor Pelayanan Pajak dari pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak
tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak;
c) pada kotak "Wajib Pajak/Penyetor" diisi nama dan Nomor Pokok Wajib Pajak pihak yang
memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak.
 bahwa untuk NPWP dan nama Penggugat sebagai pihak yang memanfaatkan jasa luar
negeri, telah tercantum dalam SSP yang kami ajukan pemindahbukuan;
SE
KR
ET
d. Tidak ada kesalahan dalam pengisian SPT Masa PPN Penggugat sehubungan pelaporan PPN
Masukan atas PPN Jasa Luar Negeri
e. Tidak ada koreksi atas kesalahan pengisian kode PPN Jasa Luar Negeri dalam pemeriksaan
PPN tahun 2009 dan 2010
bahwa Penggugat telah meneliti kembali SSP PPN Jasa Luar Negeri Penggugat di tahun-tahun
sebelumnya, dan kesalahan pengisian kode pembayaran juga terjadi di tahun-tahun tersebut,
namun demikian, pihak pemeriksa tidak melakukan koreksi atas PPN masukan tersebut;
bahwa sebagai pertimbangan Penggugat lampirkan salinan contoh SSP PPN Jasa Luar Negeri
yang masih terdapat kesalahan pengisian kode pembayaran, namun demikian dalam SPHP
Pemeriksaan PPN di tahun 2009 dan 2010 tidak terdapat koreksi PPN Masukan sehubungan
kesalahan pengisian kode pembayaran PPN Jasa Luar Negeri, sehingga dalam pemeriksaan
K
Pengajuan gugatan merupakan upaya hukum yang berbeda dengan pengajuan keberatan yang
Penggugat ajukan
PA
f.
JA
sebelumnya Tergugat mengakui bahwa PPN Masukan atas PPN Jasa Luar Negeri yang terdapat
kesalahan pengisian kode pembayaran, tetap dapat dikreditkan;
LA
N
bahwa terhadap Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai di tahun 2012
yang mengkoreksi PPN masukan sehubungan PPN Jasa Luar Negeri di tahun 2012 sedang
Penggugat ajukan Keberatan sedangkan atas keputusan penolakan pemindahbukuan yang
diterbitkan oleh Tergugat maka Penggugat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Pajak;
bahwa pendapat Majelis terhadap sengketa material gugatan dapat disampaikan sebagai berikut:
GA
DI
bahwa berdasarkan peraturan perundangan yang mengatur mengenai pengisian Surat Setoran Pajak
Pajak Pertambahan Nilai Jasa Luar Negeri adalah pasal 6 Peraturan Menteri Keuangan Nomor
40/PMK.03/2010 menurut Tergugat terdapat kesalahan pada Surat Setoran Pajak Pajak
Pertambahan Nilai Jasa Luar Negeri Masa Pajak Januari 2012 sebesar Rp11.712.816,00 yang
tertulis 411211-100 (PPN Dalam Negeri) seharusnya setoran 411211-102 (PPN diluar Daerah
Pabean) dan dengan NPWP, Nama WP, dan Alamat pihak yang berada di luar negeri bukan NPWP,
Nama WP, dan Alamat Penggugat;
Uraian
Surat Setoran Pajak
Dibuat Penggugat (Manual)
Diinput Bank (Elektronik)
AAA SOURCING AGENCY
Pemohon Banding
Singapore
JL. XXX
00.000.000.0-057.000
XXX-057.000
411211 – PPN Dalam Negeri
411211 – PPN Dalam Negeri
100 – Setoran Masa PPN DN
100 – Setoran Masa PPN DN
PPN – LN atas agen komisi
Rp11.712.816,00
Rp11.712.816,00
10 Februari 2012
10 Februari 2012
AR
IA
Nama WP
Alamat WP
NPWP
Jenis Pajak
Jenis Setoran
Uraian Pembayaran
Jumlah Pajak
Tanggal Setoram
TP
EN
bahwa setelah memeriksa perbandingan SSP (manual) yang dibuat oleh Penggugat dengan SSP
yang diinput oleh Bank (hasil pengolahan elektronik) maka Majelis berpendapat Penggugat terbukti
bermaksud melakukan pembayaran PPN Dalam Negeri – JKP dari Luar Pabean sesuai uraian
pembayaran yang tertera pada Surat Setoran Pajak a quo namun kode jenis setorannya keliru tertulis
100 yang seharusnya 102 akan tetapi Nama WP, Alamat WP, dan NPWP sudah benar yakni atas
nama pihak di luar negeri yang menyerahkan JKP serta kode jenis pajaknya juga benar yakni 411211
– PPN Dalam Negeri, akan tetapi pada saat Surat Setoran Pajak a quo diinput oleh pihak bank
muncul kekeliruan baru yakni dicantumkannya NPWP, Alamat WP dan NPWP dari Penggugat
sebagaimana dijelaskan pada tabel sebagai berikut:
SE
KR
ET
bahwa Penggugat selanjutnya melaporkan Surat Setoran Pajak a quo dalam SPT Masa PPN sebagai
kredit pajak dalam negeri atas pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean sehingga Majelis
berpendapat terdapat kesesuaian antara maksud penyetoran Surat Setoran Pajak a quo dengan
pelaporannya dan Tergugat juga telah mengkonfirmasikan Surat Setoran Pajak a quo telah tercatat
sebagai penerimaan negara dari Penggugat;
bahwa Tergugat pada saat pemeriksaan melakukan koreksi antara lain atas Surat Setoran Pajak a
quo yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak namun karena salah dalam
pengisiannya hingga dianggap sebagai Faktur Pajak Tidak Lengkap dengan demikian tidak dapat
dijadikan sebagai Pajak Masukan dengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar a quo
guna menagihkan kembali pokok pajak ditambah dengan sanksi administrasi;
K
PA
JA
bahwa setelah mengetahui bahwa Tergugat melakukan koreksi terhadap Surat Setoran Pajak a quo
berdasarkan SPHP yang disampaikan meskipun Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak
Pertambahan Nilai belum diterbitkan maka Penggugat mengajukan Permohonan Pemindahbukuan a
quo namun ditolak oleh Tergugat dengan Surat Penolakan Pemindahbukuan a quo berdasarkan
ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor Nomor 242/PMK.03/2014, selanjutnya
Penggugat mengajukan gugatan ke Pengadilan Pajak pada tanggal 23 Juli 2015 dan Penggugat juga
mengajukan keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar a quo kepada Penggugat tanggal
12 Agustus 2015 yang sampai dengan sidang pemeriksaan sengketa gugatan diajukan belum
dikeluarkan Keputusan Keberatannya sebagai upaya hukum lanjutan,
LA
N
bahwa Majelis berpendapat Surat Tergugat a quo yang menjadi objek gugatan berbeda dengan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar a quo yang menjadi objek keberatan sehingga dalam hal ini tidak
terdapat upaya hukum ganda atas suatu Keputusan yang sama (nebis in idem) yang dilakukan oleh
Penggugat;
GA
DI
bahwa berdasarkan penelitian tersebut di atas Majelis berpendapat terbukti Surat Setoran Pajak a
quo merupakan setoran untuk Pajak Pertambahan Nilai Dalam Negeri atas pemanfaatan Jasa Kena
Pajak dari Luar Pabean dan kesalahan kode setoran dan nama, alamat, dan NPWP pada Surat
Setoran Pajak a quo bersifat administratif dalam hal ini tidak ada kerugian negara dan tidak ada
unsur kesengajaan Penggugat serta terdapat andil kesalahan yang dilakuan oleh pihak Bank, dan
dimaksudkan untuk melunasi pajak sebagaimana dimaksud dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai yang terkait serta Permohonan Pemindahbukuan a quo tidak akan menimbulkan
pengunaan Surat Setoran Pajak ganda untuk pajak terutang lainnya sehingga Majelis berpendapat
seharusnya Tergugat dapat memproses pemindahbukuan tersebut, oleh karenanya Majelis
berketetapan untuk mengabulkan gugatan Penggugat atas Surat Penolakan Pemindahbukuan a quo;
:
bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan dalam persidangan, maka Majelis berketetapan untuk
menggunakan kuasa Pasal 80 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang
Pengadilan Pajak untuk mengabulkan seluruh gugatan Penggugat terhadap Nomor S00048/VI/WPJ.07/KP.0503/2015 tanggal 29 Juni 2015 tentang Penolakan Pemindahbukuan atas
Surat Setoran Pajak Pajak Pertambahan Nilai;
memperhatikan
: Surat Gugatan, Surat Tanggapan, Surat Bantahan, hasil pemeriksaan dan pembuktian dalam
persidangan serta kesimpulan Majelis a quo;
Mengingat
:
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dan peraturan perundangundangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan sengketa ini;
Memutuskan
:
Mengabulkan
seluruh
gugatan
Penggugat
atas
Surat
Tergugat
Nomor
S00048/VI/WPJ.07/KP.0503/2015 tanggal 29 Juni 2015 tentang Penolakan Pemindahbukuan atas
Surat Setoran Pajak Pajak Pertambahan Nilai, atas nama Penggugat;
AR
IA
TP
EN
menimbang
SE
KR
ET
Demikian diputus di Jakarta pada hari Senin, tanggal 18 April 2016 berdasarkan musyawarah Majelis
XIIA Pengadilan Pajak yang ditunjuk dengan Surat Penetapan Nomor: Pen.00546/PP/PM/X/2015
tanggal 26 Oktober 2015 juncto Penetapan Ketua Pengadilan Pajak Nomor : Pen.11/PP/PrbSM/2016
tanggal 29 Maret 2016 dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua pada hari
Rabu tanggal 31 Agustus 2016 dengan susunan Majelis dan Panitera Pengganti sebagai berikut:
Johantiono, SH
sebagai Hakim Ketua,
Drs. Djoko Joewono Hariadi, MSi
sebagai Hakim Anggota,
Agus Purwoko, Ak., M.M., C.A.
sebagai Hakim Anggota,
Arif Wijono, S.H., M.Si.
sebagai Panitera Pengganti,
dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti, tidak dihadiri oleh Tergugat dan tidak
LA
N
DI
GA
TP
EN
AR
IA
SE
KR
ET
K
JA
PA
dihadiri oleh Penggugat;
Download