Deteksi Antibodi terhadap Virus Japanese

advertisement
Indonesia Medicus Veterinus 2013 2(1) : 76 – 84
ISSN : 2301-784
Deteksi Antibodi terhadap Virus
Japanese Encephalitis pada Ternak Babi
Di Wilayah Jembrana dan Klungkung
Made bagus andryan quentinus kumara1, Anak agung ayu mirah adi2,
I gusti ngurah kade mahardika1
1
Lab Biomedik dan Biologi Molekuler Hewan, 2 Lab. Patologi
Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana.
Jl. P. B. Sudirman Denpasar Bali tlp, 0361-223791
email : [email protected]
ABSTRAK
Penyakit Japanese Encephalitis (JE) endemik pada manusia di Pulau Bali. Hal ini
ditunjang karena adanya faktor resiko terjadinya penyakit JE, seperti lahan persawahan yang
ditanami sepanjang tahun yang menyediakan tempat perkembangbiakan bagi nyamuk C.
tritaeniorhynchus dan banyaknya jumlah ternak babi di Pulau Bali. Seroprevalensi penyakit JE
pada ternak babi di beberapa wilayah di Pulau Bali sudah dilaporkan, kecuali dari Jembrana dan
Klungkung. Untuk mengetahui seroprevalensi penyakit JE di kedua wilayah tersebut dilakukan
pengambilan serum dengan metode purposive sampling, pada ternak babi yang dikandangkan
tidak jauh dari lahan persawahan. Jumlah sampel yang dikumpulkan di Jembrana dan Klungkung
adalah masing-masing 37 dan 24 sampel. Sampel diuji dengan ELISA tidak langsung. Tingkat
seroprevalensi masing-masing wilayah tersebut kemudian dibandingkan satu sama lain dengan
menggunakan uji analisa data non-parametrik Chi Square (X2) dan menunjukan hasil
seroprevalensi wilayah Klungkung yang lebih tinggi (100%) dibandingkan dengan wilayah
Jembrana (81,1%). Hasil perbandingan seroprevalensi antara kedua wilayah menunjukan hasil
yang berbeda nyata (P<0.05). Untuk mencegah perluasan infeksi JE diperlukan adanya vaksinasi
pada ternak babi.
Kata kunci : JE, seroprevalensi, babi, Jembrana, Klungkung
76
Indonesia Medicus Veterinus 2013 2(1) : 76 – 84
ISSN : 2301-784
PENDAHULUAN
Japanese B Encephalitis (JE) merupakan penyakit ensefalitis yang disebabkan oleh arbovirus
dari family Flaviviridae, genus Flavivirus yang menyebabkan kasus ensefalitis pada anak-anak
di wilayah Asia (OIE, 2009; Plotkin dan Orenstein, 2004). JE ditularkan dari hewan ke manusia
melalui gigitan nyamuk (Halstead dan Jacobson, 2003). Penyakit ini endemik di wilayah
pedesaan, khususnya tempat dimana terdapat lahan persawahan dan ternak babi (Liu et al.,
2010). Lahan persawahan berperan penting dalam siklus hidup vektor penyebar penyakit JE ini,
yaitu nyamuk Culex tritaeniorhynchus. Nyamuk ini berkembangbiak dengan baik di tempat itu.
Sedangkan ternak babi berperan sebagai sumber virus JE. Sehingga adanya lahan persawahan
dan ternak babi merupakan dua faktor resiko utama terjadinya siklus penyakit JE pada suatu
tempat apabila ditunjang dengan keberadaan vektor nyamuk C. tritaeniorhynchus (Liu et al.,
2010).
Siklus penyakit JE akan terjadi apabila babi yang mengalami viremia akibat infeksi JE
tergigit oleh nyamuk C. tritaeniorhynchus dan nyamuk tersebut menggigit ternak babi lainnya,
sehingga ternak babi lain menjadi terinfeksi virus JE. Dalam tubuh ternak babi, virus akan
mengalami replikasi tanpa menimbulkan gejala klinis. Dalam hal ini ternak babi disebut sebagai
amplifying host (William, 2001). Dalam waktu 3 hari ternak babi akan mengalami viremia.
Selama mengalami viremia, ternak babi dapat tergigit oleh nyamuk C. tritaeniorhynchus lain
sehingga nyamuk tersebut akan membawa virus JE di dalam tubuhnya dan menyebarkannya ke
ternak babi lainnya dan manusia. Manusia akan terinfeksi virus JE apabila tergigit oleh nyamuk
yang membawa virus JE tersebut. Pada penyakit JE, manusia merupakan dead-end host dan
dapat menyebabkan ensefalitis (Lubis, 1990 ; OIE, 2009)
Dengan mempertimbangkan hal itu, maka Pulau Bali merupakan suatu tempat yang
menarik untuk penelitian penyakit JE baik pada manusia dan juga pada ternak babi, dimana
ternak babi berperan sebagai indikator infeksi penyakit JE pada suatu wilayah (Santhia et al.,
2003).
Deteksi antibodi terhadap virus JE menggunakan teknik Indirect ELISA pada prinsipnya
adalah antigen diikatkan pada fase padat (mikroplate) lalu ditambahkan serum uji yang
mengandung antibodi. Setelah bagian yang tak terikat dibuang dan dicuci, dilakukan
penambahan antibodi tertentu yang dilabel dengan enzim. Aktifitas enzim dari ikatan tersebut
77
Indonesia Medicus Veterinus 2013 2(1) : 76 – 84
ISSN : 2301-784
ditentukan dengan menambahkan substrat. Aktifitas dari enzim yang terikat berbanding lurus
dengan kadar antibodi yang terdapat dalam bahan pemeriksaan (Handojo, 2003).
Penelitian penyakit JE pada ternak babi juga telah dilaporkan di beberapa daerah di Pulau
Bali, namun belum ada yang menyatakan bahwa ternak babi di seluruh daerah di Pulau Bali
positif terinfeksi JE. Daerah dengan ternak babi yang pernah dilaporkan positif JE antara lain
Badung dengan 80% ternak babi terinfeksi JE, Bangli 64% ternak babi terinfeksi JE (Lubis,
1983), Mengwi-Badung 49% ternak babi terinfeksi JE (Yamanaka et al., 2010), dan Denpasar
dengan 90% ternak babi sentinel terinfeksi JE (Santhia et al., 2003). Daerah Badung, Denpasar
merupakan daerah Pulau Bali bagian selatan, sedangkan Bangli merupakan daerah Pulau Bali
bagian tengah. Dari semua tempat tersebut belum ada laporan yang mewakili kejadian infeksi
penyakit JE pada ternak babi di daerah Pulau Bali yang lain, seperti wilayah Jembrana dan
Klungkung. Oleh karena itu, penelitian mengenai seroprevalensi penyakit JE pada ternak babi di
wilayah Jembrana dan Klungkung, Provinsi Bali dilaksanakan.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan : Bagaimana
seroprevalensi antibodi penyakit JE di wilayah Jembrana dan Klungkung?
Tujuan penelitian untuk mengetahui adanya perbedaan seroprevalensi antibodi penyakit
JE antara wilayah Jembrana dan Klungkung.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai ada atau tidaknya
infeksi penyakit JE pada ternak babi di wilayah Jembrana dan Klungkung, Provinsi Bali,
sehingga dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan lebih lanjut untuk dilaksanakannya
vaksinasi terhadap penyakit JE pada ternak babi guna mencegah penularan penyakit JE ke
manusia.
METODE PENELITIAN
Bahan-bahan yang digunakan diantaranya adalah sampel serum ternak babi yang
didapatkan di Desa Kaliakah, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana sebanyak 37 sampel, dan
sebanyak 24 sampel yang diperoleh dari Dusun Umasalakan, Desa Takmung, Kecamatan
Banjarangkan, Kabupaten Klungkung, Larutan penyangga Phospate Buffer Saline (PBS)
pH
9,6, Blocking solution (susu skim 3 % dalam PBS), ELISA Washing Buffer (0,01 % Triton - X 100 dalam PBS), stop solution (H2SO4 1 N), vaksin virus JE inaktif yang telah dipurifikasi
78
Indonesia Medicus Veterinus 2013 2(1) : 76 – 84
ISSN : 2301-784
(strain Beijing, produksi Kaketsuken-Japan), Conjugate goat antibody antipig IgG-HRP (HorseRadish Peroxidase) produksi KPL, substrate solution TMB Microwell Peroxidase produksi KPL,
dan 2 jenis serum babi, yaitu yang negatif mengandung antibodi JE dan positif terinfeksi JE
(serum babi Guma-Japan).
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya yaitu hypodermic needle 21G
16 mm, Eppendorf tube, Tabung reaksi, single micropippete, multy micropippete, micro
sentrifuge machine, freezer, microplate ELISA, gelas kaca, magnetic stirrer, falcon tube,
reserver, incubator, tissue, ember, ELISA plate reader (Multiscan Spectrofotometer), aluminium
foil, dan alat tulis.
Sampling dan Interpretasi Hasil Penelitian
Percobaan ini dilakukan dengan cara mengambil sampel darah ternak babi yang
dikandangkan di dekat wilayah persawahan dengan metode purposive sampling dari Desa
Kaliakah, Jembrana dan Desa Takmung, Klungkung. Darah diambil sebanyak ±0,5 cc,
ditempatkan pada Eppendorf tube, dan kemudian diendapkan hingga diperoleh serumnya.
Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan, dimana dalam pelaksanaannya terdiri dari 2
tahap, yaitu tahap penyiapan serum dan tahap pengujian.
Dalam penelitian ini data yang didapatkan berupa nilai hasil pembacaan mesin ELISA
Plate Reader yang dinyatakan dengan nilai OD (Optical Density) atau OD Value. Hasil
pembacaan mesin ELISA Plate Reader terhadap serum kontrol negatif dijumlahkan dan dirataratakan, sehingga didapatkan nilai cut off. Suatu serum dikatakan positif mengandung antibodi
terhadap infeksi JE apabila nilai hasil bacaan mesin ELISA Plate Reader berada di atas nilai cut
off. Serum dikatakan negatif mengandung antibodi terhadap infeksi JE apabila nilai hasil bacaan
mesin ELISA Plate Reader berada di bawah nilai cut off. Dari penentuan nilai tersebut diperoleh
jumlah sampel yang dianggap positif dan negatif mengandung antibodi terhadap infeksi JE.
Pengambilan sampel darah dilakukan di Desa Kaliakah, Kecamatan Negara, Kabupaten
Jembrana, dan Dusun Umasalakan, Desa Takmung, Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten
Klungkung, Provinsi Bali. Sedangkan penyiapan serum dan uji ELISA dilakukan di
Laboratorium Biomedik dan Biologi Molekuler Hewan FKH UNUD, Denpasar pada bulan
Oktober 2011.
79
Indonesia Medicus Veterinus 2013 2(1) : 76 – 84
ISSN : 2301-784
HASIL DAN PEMBAHASAN
Setelah serum sampel diuji dengan menggunakan uji ELISA, sejumlah sampel ternak
babi dinyatakan positif terinfeksi JE, yang ditandai dengan adanya antibodi terhadap penyakit
tersebut.
Penentuan sampel serum positif dan negatif dilakukan dengan membandingkan nilai
rataan OD kontrol negatif dengan nilai OD serum yang diuji. Namun dalam pelaksanaannya,
keseluruhan sampel dari kedua wilayah menghasilkan nilai OD yang positif jika dibandingkan
langsung dengan nilai rataan kontrol negatif (Seroprevalensi infeksi JE 100% pada masingmasing wilayah). Nilai positif yang didapatkan dari uji ELISA ini sangatlah bervariasi, sehingga
untuk mendapatkan spesifisitas yang lebih baik, rataan nilai OD kontrol negatif ditambahkan
dengan 5 kali standar deviasi (standar Universitas Tokyo) guna untuk meminimalisir
penyimpangan data yang diperoleh dari uji ELISA tersebut.
Dengan melakukan uji yang sama pada 2 microplate ELISA yang dibedakan berdasarkan
wilayah, nilai cut off pada masing-masing microplate ELISA diperoleh untuk membandingkan
nilai OD sampel yang didapatkan dari wilayah Jembrana dan Klungkung. Serum asal Jembrana
yang memiliki nilai rataan kontrol negatif sebesar 0,071 dan nilai standar deviasi sebesar 0,022,
memiliki nilai cut off sebesar 0,180. Serum asal Klungkung yang memiliki nilai rataan kontrol
negatif sebesar 0,069 dan nilai standar deviasi 0,008, memiliki nilai cut off sebesar 0,110.
Dari hasil perbandingan dengan nilai cut off tersebut dapat diketahui bahwa
seroprevalensi infeksi penyakit JE pada wilayah Jembrana sebesar 81,1 %, dimana terdapat 7
serum yang dianggap negatif dari total 37 sampel (Tabel 4.1). Serum yang diperoleh dari wilayah
Klungkung menunjukan 24 sampel serum positif dari total 24 serum (seroprevalensi 100%). Dari
keseluruhan sampel (n= 61) didapatkan serum positif sebesar 88,5% dan 7 sampel yang lainya
dinyatakan sebagai serum negatif antibodi JE. Sebaran nilai OD dari kedua wilayah ditampilkan
pada gambar berikut.
80
Indonesia Medicus Veterinus 2013 2(1) : 76 – 84
ISSN : 2301-784
2,375
2,25
2,125
Klungkung
Jembrana
2
1,875
--- Nilai Cut
Off Jembrana
--- Nilai Cut
Off Klungkung
1,75
1,625
Nilai OD
1,5
1,375
1,25
1,125
1
0,875
0,75
0,625
0,5
0,375
0,25
0,125
0
0 2 4 6 8 10121416182022242628303234363840
Nomor Urut Sampel
Grafik Sebaran Nilai OD Sampel Serum Ternak Babi
di Wilayah Jembrana dan Klungkung (n=61)
Perbandingan seroprevalensi antar wilayah Jembrana dan Klungkung dibandingkan
dengan menggunakan program SPSS for windows versi 13.0 dan didapatkan kesimpulan bahwa
seroprevalensi antibodi terhadap virus JE antara wilayah Jembrana dan klungkung berbeda nyata
(P<0,05).
81
Indonesia Medicus Veterinus 2013 2(1) : 76 – 84
ISSN : 2301-784
Tabel Perbandingan Seroprevalensi Antibodi JE Ternak Babi
di Wilayah Jembrana dan Klungkung
Ternak Babi
POSITIF (%)
NEGATIF (%)
JUMLAH (%)
Jembrana
30
(81,1 %)
7
(18,9 %)
37
(100 %)
Klungkung
24
(100 %)
0
(0 %)
24
(100 %)
54
7
Total
(88,5 %)
(11.5 %)
Prevalensi
Keterangan: * = berbeda nyata (P<0,05)
P
0,036*
61
(100%)
Wilayah Jembrana, yang memiliki populasi ternak babi sebanyak 71.339 ekor dengan
luas wilayah persawahan seluas 6.820 ha, dan wilayah Klungkung yang memiliki jumlah ternak
babi sebesar 32.036 ekor dan luas wilayah persawahan seluas 3.876 ha (Badan Pusat Statistik
Provinsi Bali, 2010), memberikan akses yang sangat baik bagi nyamuk C. tritaeniorhynchus
untuk menyebarkan infeksi JE di kedua wilayah tersebut. Berdasarkan hal itu, dalam penelitian
ini sampel diambil menggunakan teknik purposive sampling, dimana sampel diperoleh dari
ternak babi yang dipelihara berdekatan dengan lahan persawahan.
Dari wilayah Jembrana diperoleh sampel darah ternak babi sebanyak 37 sampel,
sedangkan dari wilayah
Klungkung didapatkan 24 sampel. Sampling ditujukan untuk
mengetahui seroprevalensi antibodi terhadap virus JE pada masing-masing wilayah dan untuk
mengetahui ada-tidaknya perbedaan seroprevalensi diantara kedua wilayah tersebut. Pengolahan
data untuk mengetahui perbedaan seroprevalensi diantara wilayah Jembrana dan Klungkung
menggunakan uji Chi square atau uji X2, sehingga adanya perbedaan jumlah sampel dapat
diabaikan.
Dari total 61 sampel yang diperoleh dari kedua wilayah, didapatkan angka positif sebesar
88.5% dan 7 sampel lainnya dianggap sebagai serum negatif antibodi JE. Angka tersebut
membuktikan keberadaan infeksi penyakit JE yang sangat besar di wilayah Jembrana dan
Klungkung. Apabila ditinjau dari masing-masing wilayah, ternak babi di wilayah Jembrana dan
Klungkung memiliki potensi penyebaran penyakit JE ke manusia. Hal ini tampak pada
82
Indonesia Medicus Veterinus 2013 2(1) : 76 – 84
ISSN : 2301-784
persentase jumlah sampel positif antibodi JE, yang masing-masing wilayah sebesar 81.1% dan
100% untuk Jembrana dan Klungkung berturut-turut dan didukung dengan adanya vektor
nyamuk C. tritaeniorhynchus yang terdapat dalam jumlah banyak di Pulau Bali (Liu, et
al.,2010).
Tingginya angka seroprevalensi penyakit JE pada ternak babi di wilayah Jembrana dan
Klungkung menunjukan tingginya infeksi alami ternak babi terhadap penyakit ini. Hal ini
dikarenakan tidak diterapkan vaksinasi terhadap Penyakit JE pada ternak babi dan manusia di
Pulau Bali, dan juga di Indonesia. Sehingga infeksi JE di wilayah Jembrana dan Klungkung
selain merugikan peternak babi juga berisiko menjadi penyakit zoonosis.
Untuk menghindari infeksi JE yang lebih luas maka pemutusan rantai siklus penyakit JE
diperlukan. Beberapa cara untuk memutus siklus penyakit JE yaitu dengan vaksinasi baik pada
ternak babi dan manusia, dan modifikasi pada sistem penanaman padi (Mogi, 1993), serta
peningkatan biosecurity peternakan babi.
SIMPULAN
Terdapat perbedaan seroprevalensi antibodi terhadap penyakit JE yang nyata antara
wilayah Jembrana dan Klungkung, dimana seroprevalensi antibodi terhadap penyakit JE di
wilayah Klungkung (100%) lebih tinggi dari pada wilayah Jembrana (81,1 %).
SARAN
Disarankan untuk diadakan penelitian lebih lanjut tentang infeksi JE pada wilayah Jembrana
dan Klungkung, mengingat masih ada beberapa faktor yang belum dapat terungkap mengenai
kaitannya dengan seroprevalensi penyakit JE pada ternak babi di suatu wilayah, seperti ras
ternak, umur ternak, adanya penggunaan herbisida pada lahan persawahan, adanya kegiatan
fogging, keberadaan spesies vektor, sumber infeksi lain, dan keadaan lingkungan (temperatur,
kelembaban, dan curah hujan pertahun) terhadap keberadaan vektor.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih penulis ucapkan kepada Kashun Taniguchi yang telah bekerjasama dalam
penelitian ini.
83
Indonesia Medicus Veterinus 2013 2(1) : 76 – 84
ISSN : 2301-784
DAFTAR PUSTAKA
Halstead SB, Jacobson J. Japanese encephalitis. Advances in Virus Research 2003; 61: 103 –
138.
Handojo, I. 2003. Pengantar Imunoasai Dasar. Universitas Airlangga, Surabaya. 110 – 182.
Liu W, Gibbons R. V., Kari K., Clemens J. D., Nisalak A., Marks F., Xu Zhi-Yi. 2010. Risk
Factor for Japanese Encephalitis : A Case-ontrol Study. Epidemiol. Infect: 1 – 6.
Lubis I. 1990. Masalah Penyakit Japanese Encephalitis di Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran
61 : 24 – 27.
Mogi M. 1993. Effect of intermittent irrigation on mosquitoes (Diptera: Culicidae) and
larvivorous predators in rice fields. J Med Entomol. 1993 Mar;30(2):309-19.
OIE. 2009. Japanese Encephalitis.
http://www.oie.int/fileadmin/Home/eng/Animal_Health_in_the_World/docs/pdf/JAPAN
ESE_ENCEPHALITIS_FINAL.pdf. diakses tanggal 24 Maret 2011 pukul 11.32.
Plotkin SA, WA Orenstein (eds) 2004 Vaccines, 4th edition. Philadelphia: WB Saunders
Company, 672 – 710.
Santhia APK , A. A. Gde Putra N, N. Dibia, K Mastra, P Daniels, R. Lunt .2003. Surveilans
Terhadap Japanese emcephalitis pada Hewan Sentinel. BPPV Regional VI Denpasar.
William DT, Daniels PW, Lunt RA, Wang LF, Newberry KM, Mackenzie JS. 2001.
Experimental Infections of Pigs With Japanese Encephalitis Virus and Closely Related
Australian Flavivirus. Am. J. Trop. Med. Hyg. 65 (4) : 379 – 387.
84
Download