Ira Puspita Jati KISAH-KISAH DALAM AL-QURAN DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN Ira Puspita Jati Universitas Wahid Hasyim-Semarang [email protected] Abstrak: Al-Quran adalah sumber utama ajaran Islam serta memiliki autentisitas tak terbantahkan. Penerimaan wahyu oleh Nabi Saw terkait erat dengan kondisi actual. Susunan ayat-ayat dan surat-surat yang terkandung dalam Al-Quran juga tidak sebagaimana susunan yang terdapat dalam bukubuku ilmiah yang “terkesan” lebih sistematis dan kronologis. Sastra yang memuat suatu kisah dewasa ini telah menjadi disiplin seni yang khusus diantara seni-seni lainya dalam bahasa dan kesusasteraan. Tetapi “kisah-kisah nyata” AlQuran telah membuktikan bahwa redaksi kearaban yang dimuatnya secara jelas menggambarkan kisah-kisah yang paling tinggi. Disamping itu sebagai suatu metode, kisah juga memiliki daya tarik tersendiri, punya daya yang kuat bagi jiwa serta dapat menggugah kesadaran manusia kepada iman dan perbuatan yang sesuai dengan tuntunan ajaran Islam. Kata Kunci: Kisah, al-Quran, dan Ibadah Pendahuluan Al-Quran diturunkan ke dunia agar menjadi petunjuk bagi manusia yang bertaqwa (QS. Al-Baqarah; 2 : 2) sebagai petunjuk dan pedoman hidup, Al-Quran mengandung beberapa pokok ajaran. Ajaran itu mengenai aqidah, ibadah, muamalah, kisah-kisah dan lain-lain.1 Al-Quran sebagai kitab suci terakhir dan paling sempurna, memiliki posisi penting dalam sistem ajaran Islam, karena merupakan representasi firman Allah SWT sebagaimana diwahyukan kepada Nabi Saw. Al-Quran adalah sumber utama ajaran Islam serta memiliki autentisitas tak terbantahkan. Penerimaan wahyu oleh Nabi Saw terkait erat dengan Penulis adalah Dosen Tidak Tetap Universitas Wahid Hasyim Semarang dan Guru Pegawai Negeri Sipil pada MTs Negeri Semarang. 1 Mahmud Zahrah, Qashash Min Al-Quran, dar al Kitab Al a’raby, Mesir, cet. I 1956, hlm. 3 76 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016 Pendidikan Qashash dalam al-Quran kondisi aktual ketika ia berada di Mekkah dan Madinah. Meskipun demikian substansi pesan Al-Quran tetap relevan sepanjang zaman. Pada dasarnya kandungan Al-Quran itu terbagi menjadi bagianbagian, yang pertama berisi konsep-konsep dan bagian kedua berisi kisah-kisah, sejarah, amsal.2 Susunan ayat-ayat dan surat-surat yang terkandung dalam Al-Quran juga tidak sebagaimana susunan yang terdapat dalam buku-buku ilmiah yang “terkesan” lebih sistematis dan kronologis,3 dengan menggunakan suatu metode tertentu, yang kemudian dibagi ke dalam bab-bab dan pasal-pasal. Hal ini dipahami bahwa Al-Quran bukanlah merupakan buku ilmiah yang dikarang dan disusun oleh manusia, melainkan merupakan suatu kitab suci yang segala aspeknya telah ditentukan oleh Allah SWT. Demikian pula dengan adanya kisah-kisah dalam Al-Quran,4 tidak berarti bahwa Al-Quran sama dengan buku-buku sejarah yang diuraikan secara kronologis dan lengkap dengan analisanya, serta bukan sastra, meskipun didalamnya diungkap dengan menggunakan bahasa yang amat indah, akan tetapi menurut Syayid Kutub pengungkapan kisah-kisah dalam Al-Quran merupakan suatu metode untuk mewujudkan tujuan yang ingin dicapai, karena bagaimanapun juga Al-Quran adalah kitab dakwah agama dan kisah-kisah adalah satu metode untuk menyampaikan materinya.5 Jelasnya bahwa adanya kisah tersebut tidak lain merupakan petunjuk, nasehat dan ibrah bagi manusia. Agar menjadi pelajaran dalam meniti hidup dan kehidupannya (QS. Hud (11) : 120). 2 Dalam bagian yang berisi konsep-konsep Al-Quran bermaksud membentuk pemahaman yang komperhensif mengenai nilai-nilai ajaran Islam, maka dalam bagian kedua yang berisi kisah-kisah historis dan amsal, Al-Quran ingin mengajak dilakukannya perenungan untuk memperoleh hikmah melalui dari kisah-kisah tersebut manusia diajak merenungkan hakekat dan makna kehidupan, yang tentunya yang tersirat maupun tersurat dalam hikmah historis dan kisah-kisah terdahulu. Lihat Kuntowijoyo dalam bukunya Muhammad Chirzin, Glosari Al-Quran, Yogyakarta: Lasuardi, 2003, hl. xv-xxvi 3 walaupun ayat-ayat yang terkandung dalam Al-Quran satu sama lain berhubungan sistematis dan logis. Akan tetapi mengenai kisah-kisah dalam Al-Quran terlihat tidak sistematis dibanding buku-buku sejarah. Dalam buku sejarah dipaparkan rentetan peristiwa yang secara kronologis saling terkait, namun dalam Al-Quran tidak didapatkan hal semacam itu. Lihat Abdul Muin Salim Fiqh Siyasah Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Iman, PT. Raja Grafindo, Jakarta 1994, hlm. 27 4 Pemaparan tentang kisah-kisah dalam Al-Quran tidak dimaksudkan sebagai uraian sejarah lengkap tentang kehidupan bangsa-bangsa atau pribadi-pribadi tertentu dan disusun dalam suatu surat tersendiri mengenai kisah-kisah tersebut Ahmad Syurbasy, Qishash at Tafsir, dar Al-Quran, 1962, hlm. 55 5 Sayyid Quthub, At Tashwir al Fanny fi Al-Quran, Dar al maarif, Kairo, 1956, hl. 120 JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 77 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016 Ira Puspita Jati Sastra yang memuat suatu kisah dewasa ini telah menjadi disiplin seni yang khusus diantara seni-seni lainya dalam bahasa dan kesusasteraan. Tetapi “kisah-kisah nyata” Al-Quran telah membuktikan bahwa redaksi kearaban yang dimuatnya secara jelas menggambarkan kisah-kisah yang paling tinggi. Disamping itu sebagai suatu metode, kisah juga memiliki daya tarik tersendiri, punya daya yang kuat bagi jiwa serta dapat menggugah kesadaran manusia kepada iman dan perbuatan yang sesuai dengan tuntunan ajaran Islam.6 Dan merupakan suatu keistimewaan kisah-kisah yang terdapat dalam Al-Quran, bahwa didalamnya tidak terdapat unsur khayalan atau sesuatu yang tidak pernah jadi (QS. Al-Isra (17) : 105). Melihat judul di atas, selanjutnya makalah ini tidak bermaksud memaparkan kisah-kisah yang terdapat dalam Al-Quran secara panjang lebar, akan tetapi hanya membahas dari aspek pengertian, macammacam kisah dalam Al-Quran, karakteristik kisah-kisah, tujuan kisah-kisah dalam Al-Quran, dan pendidikan melalui kisah dalam Al-Quran sebagai metode pembelajaran. Pembahasan Pengertian Qashash Al-Quran Secara sematik kisah berari cerita, kisah atau hikayat.7 Dapat pula berarti mencari jejak (QS. Al-Kahfi : 64), menceritakan kebenaran (QS. AlAn’am : 57) menceritakan ulang hal yang tidak mesti terjadi (QS Yusuf: 5) dan berarti pula berita berurutan (QS. Ali Imran : 62). Sedangkan kisah menurut istilah ialah suatu media untuk menyalurkan tentang kehidupan atau suatu kebahagiaan tertentu dari kehidupan yang mengungkapkan suatu peristiwa atau sejumlah peristiwa yang satu dengan yang lain saling berkaitan, dan kisah harus memiliki pendahuluan dan bagian akhir.8 Sedangkan Hasby Ash Shidiqiy mendefinisikan kisah ialah pemberitaan masa lalu tentang umat, serta menerangkan jejak peninggalan kaum masa lalu.9 Muhammad Al Majzub dalam Nadzariyat Yahlilliyat fi al Qishas AlQuran, menurutnya kisah Al-Quran ialah segala jenis dan gayanya 6 Manna’ Khalil Al Qaththan, Mabahis fi ulum Al-Quran, Mata his fi ulum Al-Quran, Dinamika Utama, Jakarta, tt, hlm. 140 7 Ahmad Wasun Munawir, Almunawir kamus Arab Indonesia, Jogja: Almunawir, 1984, hlm. 1211 8 Maragustam Mengutip pendapat M. Kamil hasan dalam Jurnal Pendidikan vol. I No. 2 edisi Agustus 2003, hlm. 164 - 165 9 Hasbi Ash Shidiqie, Ilmu-ilmu Al-Quran, Jakarta: Bulan Bintang, 1972, hlm. 176 78 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016 Pendidikan Qashash dalam al-Quran merupakan gambaran penjelmaan yang abadi diantara nilai-nilai kebajikan yang ditegakkan dalam kepemimpinan para nabi untuk memperbaiki kebejatan yang dilancarkan tokoh-tokohnya.10 Dari definisi tersebut paling tidak unsur-unsur yang terkandung dalam kisah-kisah Al-Quran mencakup: 1. Keadaan suatu subyek yang dipaparkan. Sekalipun tokoh yang dimaksud bukan sebagai titik sentral dan bukan pula tujuan dalam kisah bahkan sang tokoh kadang-kadang tidak disebutkan. 2. Kisah mengandung unsur waktu latar belakang lahirnya kisah. 3. Mengandung tujuan-tujuan keagamaan 4. Peristiwa tidak selamanya diceritakan sekaligus tapi secara bertahap atau pengulangan sesuai dengan kronologis. Peristiwa dan sesuatu pada titik tekan tujuan dari kisah-kisah Al-Quran merupakan gambaran realitas dan logis bukan kisah fiktif, kisah-kisah dalam Al-Quran juga selalu memberi makna imajinatif, kesejukan, kehalusan budi, bahkan renungan dan pemikiran, kesadaran dan ibrah. Macam-macam kisah dalam Al-Quran Kisah-kisah yang termuat dalam Al-Quran cukup banyak macamnya, akan teapi secara garis besar dapat diklasifikasikan dalam tiga macam, yaitu: Kisah para nabi: yaitu kisah-kisah tentang para nabi yang diceritakan dalam Al-Quran, cara dakwah kepada kaumnya dan tahapan perkembangannya, mukjizat yang diberikan Allah SWT kepada mereka, akibat-akibat yang diperoleh orang-orang yang akan menerima dakwah dan balasan terhadap yang mendustakannya. Seperti kisah Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa dan lain-lain. Kisah-kisah yang berhubungan dengan peristiwa masa lalu dan orang yang tidak dapat dipastikan kenabiannya. Seperti kisah beribu-ribu orang yang keluar dari kampungnya karena takut mati QS al-Baqarah (2) : 243, kisah Thalut dan Jalut QS Al Maidah (5) : 27 – 30, kisah Qorun (QS. Al Qashash (28) : 76 – 79, QS al Ankabut (29) : 39, QS. Ghafir (40) : 24. kisah Ashabul kahfi QS Kahfi (18) : 9 – 29 dan lain-lain. Kisah-kisah yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi masa Rasulullah seperti perang Badar, Uhud (dalam QS Ali Imran) perang Hunain dan Tabuk (dalam QS At Taubah), perang Ahzab dalam QS Al Ahzab, hijarah Nabi dan kaum muslimin.11 10 Muhammad al Majzub, Nudhoriyat Yahliliyat fi al-Qishas Al-Quran, Beirut: Madrasah arrisalah, 1971, hlm. 11 11 Manna al Qathan (terjemahan) Pengantar Studi Ilmu Al-Quran, hlm. 387 - 388 JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 79 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016 Ira Puspita Jati Sedangkan menurut Ahmad Jamal al Umry, bahwa kisah dalam AlQuran terdiri atas:12 1. Kisah Waqiyyat: yang mengungkapkan gejala-gejala kejiwaan manusia seperti kisah dua putra Nabi Adam (QS. Al Maidah (5) : 27 – 30). 2. Kisah Tamsiliyyat: yang tidak menggambarkan kejadian yang sebenarnya akan tetapi kejadian tersebut mungkin terjadi pada waktu yang lain seperti kisah Ashbab al Jannatain yang telah digambarkan kejadian dan peristiwanya dalam Surat al Kahfi. 3. Kisah Tarrikhiyat: yang mengungkap tentang tempat, peristiwa dan orang yang terlibat dalam peristiwa tersebut. Seperti kisah para nabi, kisah orang-orang yang mendustakan nabi, kisah fir’aun, bani Israil dan lain-lain. Karakteristik Kisah-kisah dalam Al-Quran Sebagai produk wahyu, kisah-kisah dalam Al-Quran berbeda dengan kisah atau dongeng hasil kreasi manusia, karena karakteristik yang dimilikinya. Kisah-kisah dalam Al-Quran merupakan karya sastra yang agung yang memiliki tema-tema tertentu, tujuan-tujuan, materi dan merefleksikan ajaran substansial agama. Fenomena kisah-kisah dalam AlQuran yang diyakini sangat erat kaitannya dengan sejarah. Karena Jalaludin Al Syuyuthiy sebagaimana dikutip Ahmad Al Syirbasiy mengatakan bahwa kisah dalam Al-Quran tidak sama sekali dimasudkan untuk mengingkari sejarah, lantaran sejarah dianggap salah dan membahayakan Al-Quran. Kisah-kisah dalam Al-Quran merupakan petikan dari sejarah kepada umat manusia sebagaimana mestinya mereka menarik manfaat dari peristiwa-peristiwa sejarah.13 Kisah-kisah dalam Al-Quran berfungsi menggambarkan suatu peristiwa yang pada akhirnya, kisah tersebut memberi implikasi makna yang positif bagi pembacanya atau pendengarnya baik makna itu menyentuh ruhani imannya, intelektual perasaan ataupun perilaku perkataan, perbuatan dan sikap hidupnya yang pada akhirnya dijadikan way of life dalam hidupnya. Di dalam kitab suci Al-Quran banyak kisah yang disebutkan berulang-ulang bahkan sampai beberapa puluh kali. Ada satu kisah yang disebutkan sampai 126 kali, seperti kisah Nabi Musa, kisah Nabi Adam 12 Ahmad Jamal al Umry, Dirasat fi Al-Quran wa al sunnat, Dar alma’arif, Kairo, cet. I 1982, hlm. 101 - 102 13 Ahmad al Syrbasy, Sejarah Tafsir Al-Quran terj. Tim Pustaka Firdaus Jakarta: Pustaka Firdaus, 1985 h. 59 80 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016 Pendidikan Qashash dalam al-Quran disebutkan dalam surat Al-Baqarah, Ali Imran, al Maidah dan lain-lain. Kisah Nabi Ismail disebutkan sampai 12 kali, Nabi Dawud disebutkan 16 kali, Nabi Ishaq disebut 17 kali, Nabi Luth disebutkan 27 kali, nabi Ibrahim disebut 99 kali dan nabi Musa 126 kali.14 Hanya saja pengulangan kisah dalam Al-Quran mempunyai karakteristik tertentu, yakni pengulangan mempunyai tekanan yang berbeda setiap episode kisah, pengulangan bervariasi dalam cara dan tujuan kisah sekalipun batang tubuhnya sama sehingga tidak membosankan, dan disampaikan dengan bahasa yang lugas serta dalam kisah memberikan kesempatan untuk mengembangkan pola fikir kreatif. Hanya saja pengulangan kisah-kisah itu dalam bentuk kalimat yang berbeda-beda, kadang-kadang secara singkat, sedang atau panjang lebar. Karakteristik pengulangan kisah-kisah dalam Al-Quran itu memiliki hikmah sebagai berikut: 1. Menjelaskan ketinggian mutu sastra balaghoh Al-Quran dan terbukti bisa mengungkapkan kisah sampai beberapa kali tetapi dalam ungkapan yang berlainan sehingga tidak membosankan bahkan mengasyikkan pendengarnya. 2. Membuktikan ketinggian mukjzat Al-Quran, yakni bisa menjelaskan satu makna (suatu kisah) dalam berbagai bentuk kalimat yang bermacam-macam 3. Untuk lebih memperhatikan kepada pentingnya kisah-kisah Al-Quran sehingga perlu disebutkan dengan berulang-ulang sampai berkali-kali agar dapat lebih meresap dalam jiwa. Dan lebih terpatri dalam hati sanubari. Sebab cara pengulangan termasuk salah satu teknik memperkuat peresapan dan salah satu bukti meningkatkan perhatian. 4. Menunjukkan perbedaan tujuan dari tiap-tiap kali pengulangan penyebutan kisah Al-Quran itu, sehingga menunjukkan banyaknya tujuan penyebutan kisah sebanyak pengulangannya. Sebab penyebutan suatu kisah yang pertama berbeda tujuannya dengan penyebutannya yang kedua, dan ketiga dan seterusnya.15 Tujuan Kisah-kisah dalam Al-Quran Segala sesuatu yang telah ditetapkan Allah sebagaimana yang tertuang dalam Al-Quran mempunyai tujuan-tujuan tertentu. Hal tersebut juga mencakup tentang kisah-kisah yang terdapat didalamnya, yang mempunyai tujuan-tujuan tertentu, sebagaimana diterangkan oleh Manna Khalil al-Qaththan sebagai berikut: 14 15 Abdul Djalal, Ulumul Qur’an, Surabaya: Dunia Ilmu, 2000, hlm. 303 Abdul Djalal, Ibid. h. 304 JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 81 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016 Ira Puspita Jati 1. Untuk menjelaskan dasar-dasar dakwah dan pokok-pokok syari’at yang dibawa oleh para Rasul (QS. Al-Anbiya, 21 : 25)16 2. Untuk memantapkan hati Rasulullah dan umatnya dalam menegakkan agama Allah.17 3. Mengabadikan usaha-usaha para Nabi dan mengungkapkan bahwa Nabi-Nabi dahulu adalah benar.18 4. Menampakkan kebenaran Nabi Muhammad Saw dalam dakwahnya dengan dapat menerangkan keadaan-keadaan umat yang telah lalu. 5. Menyingkap kebohongan ahl al-Kitab yang telah menyembunyikan isi kitab mereka yang masih murni. 6. Menarik perhatian pendengar dan pembacanya yang diberikan pelajaran pada mereka.19 Imad Zuhair Hafizh memerinci lebih detail lagi tentang hikmah atau tujuan adanya kisah-kisah dalam Al-Quran, dijelaskan berikut: 1. Sesungguhnya kisah-kisah Al-Quran merupakan kisah peristiwa yang sebenarnya, yang dimaksudkan untuk memberi pelajaran dan perumpamaan, menjelaskan keadaan orang-orang yang sesat dan orang-orang yang mendapat petunjuk, akibat kesesatan dan petunjuk tersebut, dan menjelaskan apa yang dilakukan oleh para Nabi untuk dakwah mereka pada kebenaran.20 2. Sesungguhnya kisah-kisah Al-Quran itu menggambarkan tabiat iman dan tabiat kufr dalam jiwa manusia, dan mengungkapkan contoh beberapa kali terhadap hati yang condong untuk beriman dan yang condong untuk kufr. Berdasarkan hal tersebut maka kisah-kisah para Nabi menggambarkan peran iman, dan memaparkan kisah dakwah 16 Artinya Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya. Bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Aku, maka sembahlah kamu sekalian kepada-Ku 17 Sebagaimana para Nabi terdahulu, dalam berdakwah menyampaikan ajaranajaran yang dibawanya, mereka memperoleh cobaan yang berat, seperti kisah Nabi Musa dengan Fir’aun, Nabi Ibrahim dan sebagainya, yang mana hal itu juga dialami oleh Nabi Muhammad dalam menyampaikan ajaran Islam. Dengan kisah tersebut, akan menambah ketegaran Rasulullah terhadap cobaan-cobaan yang dideritanya dalam menegakkan agama Allah (QS. Hud, 11 : 120) 18 Pada hakikatnya ajaran-ajaran yang dibawa para Nabi terdahulu juga berasal dari Allah. Hal ini menunjukkan bahwa ajaran yang disampaikan Nabi Muhammad juga disampaikan oleh Nabi sebelumnya (QS. Al-Qashash, 28 : 3) 19 Hasbi Ash Shiddieqy, Ilmu-ilmu Al-Quran, Bulan Bintang, Jakarta, Cet. III. 1993, hlm. 188-189 20 Imad Zuhair Hafizh, al-Qashash, Dar al-Qalam, Beirut, cet. I, hlm. 13. termasuk dalam pengertian ini kisah bertujuan mendidik jiwa, memperbaiki tabiat, mengungkapkan beberapa metode dalam pendidikan, sebagaimana dalam kisah Luqman al-Hakim. 82 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016 Pendidikan Qashash dalam al-Quran 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. serta tanggapan terhadap dakwah tersebut dari satu generasi pada generasi berikutnya. Sesungguhnya kisah-kisah Al-Quran mempunyai peranan yang sangat besar dalam dakwah Islamiyyah, karena peristiwa-peristiwa dalam AlQuran menjadikan arahan yang menentukan dakwah Islam. Kisah-kisahh dalam Al-Quran bertujuan untuk memantapkan hati Rasulullah Saw dan umatnya serta orang-orang sesudahnya, memantapkan tetap berpegang pada agama Allah. Menambah ketaqwaan orang-orang yang beriman tentang datangnya pertolongan Allah dan hancurnya kebathilan. Untuk menjelaskan dasar-dasar dakwah dan pokok-pokok syari’at yang dibawa oleh para Rasul. Semua agama yang dibawa Nabi terdahulu sampai Nabi Muhammad berasal dari Allah. Semua orang mukmin merupakan umat yang satu.21 Untuk memantapkan hati Rasulullah dan umatnya dalam menegakkan agama Allah, serta petunjuk tentang keutamaan mereka di sisi Allah.22 Untuk menyatakan kebenaran risalah wahyu yang dibawa Nabi Muhammad Saw sebagian besar apa yang diceritakan oleh Allah dan Al-Quran tidak diketahui perinciannya oleh Nabi Muhammad dan kaumnya sebelum turunnya wahyu.23 Kisah-kisah dalam Al-Quran bertujuan juga untuk mengungkap kebohongan ahl al-Kitab yang mereka sembunyikan. Sesungguhnya kisah-kisah Al-Quran bertujuan untuk memberi berbagai pendidikan, dan hal yang dapat mengarahkan pada metode pendidikan. Seperti pendidikan jiwa,24 pendidikan akal, pendidikan dengan cara percontohan (suri tauladan) dan sebagainya. 21 Q.S. Al-Baqarah, 2 : 213, artinya: Manusia itu adalah umat yang satu, maka Allah mengutus para Nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan. 22 Sesungguhnya Nabi Muhammad tidak bermaksud mendengarkan cerita-cerita Nabi atau “ulama-ulama terdahulu, seperti Nabi ‘Isa, Nabi Musa, ulama Yahudi, ulama Nasrani dan sebagainya. Akan tetapi ketika Al-Quran turun dengan menyangkut ceritacerita Nabi terdahulu dan umat-umat yang lalu, sebagaimana ditetapkan dalam Injil dan Taurat. Hal tersebut menjadikan dalil bahwa apa yang disebutkan dalam Al-Quran merupakan kejadian yang sebenarnya dan merupakan wahyu dari Allah SWT untuk mengingatkan manusia pada kebenaran ini. Ahmad Jalal al Umry, op. cit., hlm. 102. 23 Q.S. Hud. 11 : 49 artinya: Itu adalah diantara berita penting tentang yang ghaib yang kami wahyukan kepadamu (Muhammad) tidak pernah kamu mengetahuinya dan tidak juga kaummu sebelum ini. Maka bersabarlah, sesungguhnya kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertaqwa. 24 Contoh kisah yang mengandung pendidikan jiwa adalah kisah Nabi Nuh dengan anaknya. Nabi Nuh memanggil anaknya dengan lafazh “ya bunayya” yang mempunyai JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 83 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016 Ira Puspita Jati 10. Kisah-kisah dalam Al-Quran menjelaskan dan menetapkan beberapa hukum fiqh syari’at karena hukum-hukum fiqh menjadi hukum yang sesuai dalam semua syari’at samawiyah.25 11. Kisah-kisah Al-Quran menggambarkan salah satu model sastra yang paling baik dalam Al-Quran. Model sastra yang dimaksudkan dengan menggunakan sedikit penggunaan lafadz-lafadz. Hikmah Pengulangan Kisah-kisah dalam Al-Quran Di dalam Al-Quran banyak kisah yang diungkapkan secara berulangulang di tempat dan dalam bentuk yang berbeda-beda, baik dengan penjelasan yang ringkas maupun panjang lebar. Sebagai contoh, pengungkapan kisah Nabi Musa dalam Surat Yunus, kemudian dalam Surat al-A’raf disebutkan tentang kedatangan nabi Musa kepada Fir’aun, mukjizat yang diberikan pada Nabi Musa. Kemudian penyiksaan Fir’aun kepada Bani Israil, sehingga mereka keluar dari Mesir, dan lain-lain yang secara panjang lebar terdapat dalam surat al-A’raf tersebut. Selanjutnya dalam surat Thaha diceritakan pula tentang Nabi Musa melihat api di bukit Tursina, dan setelah Nabi Musa diperintah untuk menghadap Fir’aun, beliau minta bantuan pada Nabi Harun. Kemudian diceritakan pula tentang masa kecil Nabi Musa, dan lain-lain. Tentang kisah nabi Musa masih diungkapkan pula dalam surat al-Syu’ara, surat al-Qashash, surat Al-Isra’, surat al-Baqarah dan sebagainya. Pengulangan kisah-kisah tersebut, tersirat beberapa hikmah, sebagaimana kenyataan bahwa Allah tidak menciptakan sesuatu secara sia-sia. Adapun hikmah adanya pengulangan kisah-kisah dalam Al-Quran adalah sebagai beirkut: 1. Menjelaskan kebalaghahan Al-Quran dalam tingkatan yang tertinggi. Dan diantara keistimewaan balaghah ialah menuangkan sebuah makna dalam berbagai macam susunan yang berbeda. Dan tiap-tiap tempat disebutkan dengan gaya bahasa yang berbeda dari yang telah disebutkan. faidah yang besar, karena panggilannya dengan menggunakan lafazh “tashgha” di dalamnya mengandung unsur kasih dan menyayangi. 25 Sebagai contoh kisah Qabil dan Habil, yaitu suatu kisah yang melambangkan pertentangan antara tabiat kebaikan dan kejelekan, antara rahmat dan dosa, dimana Qabil selanjutnya membunuh Habil hal ini merupakan awal terjadinya pembunuhan di bumi. Setelah pembunuhan, bagaimana cara merawat jenazah telah dicontohkan dalam kisah tersebut. Syeh Muhammad Ali As-Shabuni, Qabas min Nur Al-Quran Al-Karim, Dinamika Utama, Jakarta, tt. H. 84 – 90. dan Kisah ini juga menunjukkan tentang pelaksanaan qurban sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Nabi Adam. 84 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016 Pendidikan Qashash dalam al-Quran 2. Menampakkan kekuatan i’jaz. Menyebut suatu makna dalam berbagai bentuk susunan perkataan yang tidak dapat ditantang oleh sastrawan Arab. Merupakan tantangan hebat dan sebagai bukti bahwa Al-Quran datangnya dari Allah SWT. 3. Memberikan perhatian besar terhadap kisah tersebut untuk lebih memantapkan dalam jiwa. Karena pengulangan merupakan salah satu cara ta’kid dan tanda besarnya perhatian. 4. Perbedaan tujuan yang ingin dicapai dengan pengungkapan kisah tersebut, sehingga sebagian dari maknanya diterangkan di satu tempat karena hanya itulah yang diperlukan, sedang makna lainnya dikemukakan di tempat lain sesuai dengan tuntutan keadaan.26 Walaupun cerita-cerita para Nabi diungkapkan beberapa kali dalam surat yang berbeda-beda, dalam bentuk yang berbeda pula. Namun ada kisah Nabi yang tidak diulangi dalam Al-Quran, dan ditempatkan dalam satu surat tersendiri, yaitu kisah Nabi Yusuf yang terdapat dalam surat Yusuf. Surat ini menceritakan secara lengkap tentang kisah Nabi Yusuf, dan tidak diulangi dalam surat yang lain. Karena menurut pendapat al Biqa’i dalam tafsir Al Misbah tujuan utama surat ini adalah untuk membuktikan bahwa kitab suci Al-Quran benar-benar; penjelasan menyangkut segala sesuatu yang mengantar kepada petunjuk, berdasarkan pengetahuan dan kekuasaan Allah dengan bahasa lain kisah surat ini adalah yang paling tepat untuk menunjukkan tujuan yang dimaksud. Menurut Muhammad Quraish Shihab kisah ini termasuk al-ahsan al qashash (sebaik-baiknya kisah). Karena disamping kandungannya yang demikian kaya dengan pelajaran, tuntunan dan hikmah, kisah ini kaya pula dengan gambaran yang sungguh hidup melukiskan gejolak hati pemuda, rayuan wanita, kesabaran, kepedihan dan kasih sayang. Kisah ini juga mengundang imajinasi bahkan memberi aneka informasi tersurat dan tersirat tentang sejarah masa silam secara tuntas. Hal yang perlu bahwa Al-Quran ketika memaparkan persoalan wanita atau seks, maka itu dikemukakan dalam bahasa yang sangat halus, tidak mengundang rangsangan birahi atau tepuk tangan pembacanya. Berbeda dengan kisah dewasa ini.27 Hal ini mempunyai hikmah bahwa dalam Surat Yusuf mempunyai satu keistimewaan yang berbentuk keberhasilan dalam memperoleh kegembiraan setelah melalui perjuangan dan cobaan yang sangat besar. 26 27 Hasbi Ash Shidiqiy, op. cit, hlm. 189 Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah, Jakarta: Lentera Hati, 2002, vol. 6, hlm. 377 JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 85 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016 Ira Puspita Jati Demikian adanya pengulangan kisah-kisah dalam Al-Quran yang tidak diragukan lagi tentang adanya hikmah yang tersirat, yang tidak diketahui kecuali setelah diadakan analisis dengan melalui kaidah-kaidah kebhasaan. Sebab al-nuzul dan aspek-aspek lain yang diperlukan. Hal tersebut juga terdapat dalam kisah-kisah yang tidak ada pengulangan atasnya yang mempunyai hikmah rahasia yang tersimpan di balik peristiwa itu. Dan Allah tidak akan menurunkan wahyu tentang kisahkisah dengan permainan sia-sia. Pendidikan Melalui Kisah dalam Al-Quran Sebagai Metode Pembelajaran Kajian mengenai nilai-nilai edukatif yang terkandung oleh kisahkisah dalam Al-Quran merupakan studi terhadap sumber ajaran Islam yang mengaitkan antara daya tarik pesona kisah Al-Quran, ajaran dasar Islam, asas dan tujuan pendidikan Islam, serta esensi pendidikan nilai baik menyangkut norma, maupun internalisasinya yang melekat pada jiwa manusiadan institusi masyarakat. Kisah mempunyai pengaruh yang besar dalam pendidikan sikap dan ideologi. Oleh karenanya logis apabila para filosof memakai kisah untuk mengemukakan pokok pikiran mereka. Kisah juga merupakan alat esensial dalam mewariskan pemikiran umat manusia sejak dahulu sampai sekarang.28 Pada dasarnya tujuan pokok dari kisah-kisah dalam Al-Quran menurut Ismail Lubis adalah untuk menanamkan makna yang terkandung ke hati sehingga terwujud dalam perilaku nyaa adalah tidak mengherankan apabila kemudian muncul perubahan sikap dalam diri orang yang membaca atau mendengarnya. Sedangkan menurut Khallafullah dalam al Fann al Qassasi fi Al-Quran, diantara tujuan-tujuan pengungkapan kisah dalam Al-Quran adalah untuk menjelaskan kebenaran dan bahaya kesesatan yang ditimbulkan oleh iblis yang menjadi musuh manusia. Membentuk perasaan yang kuat dan jujur terhadap akidah Islam serta prinsip-prinsipnya ke arah pengorbanan jiwa untuk mewujudkan kebaikan dan kebenaran.29 Selain tujuan dari kisahkisah tersebut, Ismail Lubis menambahkan bahwa menurut tinjauan pendidikan kisah mempunyai banyak faedah diantaranya:30 28 Muhammad Al Majzub, Nadharatun Tahlillah Fi Al-Qissah Al-Quran iyah. Madinah, ttp, 1991, hlm. 7 29 Khalafulloh, Al Fann al Qassasi fi Al-Quran al Karim, Kairo: An Nahdhoh al Musriyah, 1957, hlm. 209 30 Ismail Lubis, Kisah dan Pendidikan, dalam jurnal al Jamiah No. 43 th. 1990, Yogyakarta IAIN Sunan Kalijaga 1990 h. 65 86 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016 Pendidikan Qashash dalam al-Quran 1. Kisah mendatangkan kesan yang dalam bagi anak-anak dan orang dewasa, hanya saja perlu penyesuaian tema dan metode. 2. Kisah dapat menembuhs orang terpelajar ataupun tidak 3. Kisah dapat mengalihkan pengertian semata-mata menjadi bentuk nyata. Di dalam Al-Quran banyak sekali ayat-ayat yang mengungkapkan kisah dengan gayanya yang khas untuk tujuan pendidikan manusia, oleh karena kesannya yang begitu mendalam dalam sanubari dan jiwa. Manusia pada dasarnya menyenangi kisah-kisah karena pengaruhnya yang begitu besar terhadap perasaan. Oleh karena itu Islam mengekploitasi cerita itu untuk dijadikan salah satu metode dan teknik pendidikan. Al-Quran menggunakan kisah untuk seluruh jenis pendidikan dan bimbingan yang dicakup oleh metodologi pendidikannya, yaitu untuk pendidikan akal dan pendidikan mental. Mengenai kisah yang diulang penyebutannya dalam setiap tempat dengan ungkapan yang berbeda namun tanpa perubahan makna dan kandungannya adalah agar manusia tidak merasa bosan mengulangulangnya, bahkan akan memberikan arti dan makna baru yang tidak diperoleh pada bacaan ditepat lain. Sistem pengulangan ini dalam dunia pendidikan dapat diterapkan sebagai metode pengajaran. Misalnya pada saat mahasiswa atau pelajar memerlukan pengulangan tentang sebagian materi pelajaran, maka guru tidak perlu menirukan atau mengulangi dengan cara yang sama benar sebelumnya, karena akan menimbulkan kesan seolah-olah mengabaikan hal baru. Kenyataan menyebutkan, pelajaran yang belum dipahami dalam pertemuan pertama mengisyaratkan perlunya perubahan metode. Pengulangan yang dipadukan dengan ilustrasi-ilustrasi atau hal-hal yang baru adalah lebih produktif ketimbang hanya pengulangan yang membosankan.31 Kisah sebagai sarana sekaligus metode pendidikan (baca: metode cerita dan ceramah) adalah sangat perlu sekali untuk tujuan menjelaskan dan menyampaikan sesuatu hikmah yang tersirat dalam kisah tersebut sehingga dijadikan sebagai ibrah, dari sinilah para pendidik hendaknya mampu menyuguhkan kisah-kisah Al-Quran itu dengan ushlub bahasa yang sesuai dengan nalar pelajar dalam segala tingkatan. Relevansi metode cerita yang dimaksud merupakan metode yang sangat bermanfaat untuk menyampaikan informasi dan pelajaran. Maka kewajiban pendidik muslim adalah berkehendak merealisasikan 31 Abdurahman Saleh Abdullah, Teori-teori Pendidikan Berdasarkan Al-Quran, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005, hlm. 212 JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 87 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016 Ira Puspita Jati peranannya untuk membentuk sikap-sikap yang merupakan bagian integral dari tujuan pendidikan.32 Dengan metode cerita ini, interaksi nilai kepada anak didik dilakukan dengan pengisahan yang terdapat di dalam Al-Quran. Ada beberapa hal yang menjadi dampak positif dari metode kisah atau cerita diantaranya: 1. Kisah dapat mengaktifkan dan membangkitkan kesadaran pembaca atau pendengar tanpa serminan kesantaian dan keterlambatan, sehingga dengan kisah setiap pembaca atau pendengar secara lagnsung bisa merenungkan makna dan mengikuti kisah dari tokoh dan topiknya. 2. Mampu mengarahkan emosi, mengikutsertakan unsur psikis yang membawa pembaca larut dalam setting emosional cerita. 3. Pola keteladanan dari pengejawantahan kisah Al-Quran, pola keteladanan ini bisa mempengaruhi orang lain dengan cara mengikuti sifat yang diperankan tokoh. 4. Mengandung ibrah33 atau nasehat Selain itu dalam buku yang berjudul Fikih Pendidikan, Jauhari Muchtar menambahkan adanya dampak positif yang berkaitan secara langsung terhadap kewajiban murid. Di antaranya dampaknya adalah:34 1. Dampak terhadap emosi murid a. Tertanamnya kebencian terhadap kedzaliman, dan kecintaan terhadap kebajikan. b. Tertanamnya rasa takut akan siksa Allah dan tumbuhnya harapan terhadap rahmat Allah. 2. Dampak terhadap motivasi murid a. Memperkuat rasa percaya diri, dan kebanggaan terhadap ajaran Islam. 32 Ibid., hlm. 209 Sesuatu yang dapat membuat kondisi spikis seorang (siswa) untuk mengetahui inti sari perkara yang mempengaruhi perasaannya yang diambil dari pengalaman hidupnya sendiri sehingga sampai pada tahap perenungan, penghayatan dan tafakur yang menumbuhkan amal perbuatan. Adapun tujuan dari ibrah ialah untuk pengambilan pelajaran karena di dalam kisah tidak hanya mengandung peristiwa semata, tetapi juga mengandung nilai-nilai religius, ketuhanan dan nilai historis. Oleh karena itu ibrah melalui kisah ini memiliki daya yang dapat menggugah perasaan dan menimbulkan imajinasi. Salah satu bentuk ibrah ialah peristiwa-peristiwa yang dialami para nabi dan orang-orang terdahulu, ada yang diceritakan dalam Al-Quran dan ada pula yang diceritakan langsung dari Nabi SAW. Lihat Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan, Rosda Karya, Bandung, 2005, hlm. 221 34 Ibid, hal.219-220 33 88 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016 Pendidikan Qashash dalam al-Quran b. Menumbuhkan keberanian, sanggup mempertahankan keberanian dan meningkatkan rasa keingintahuan. 2. Dampak terhadap penghayatan murid a. Timbulnya kesadaran terhadap melaksanakan perintah agama b. Munculnya rasa keikhlasan, kesabaran dan tawakal. 3. Dampak terhadap pola fikir murid a. melatih berfikir kritis b. melatih berfikir realistis c. melatih berfikir analitis d. melatih berfikir analogis. Dalam pendidikan Islam, kisah dalam Al-Quran mempunyai edukatif yang sangat berharga dalam suatu proses nilai-nilai ajaran Islam. Penyampaiannya tidak dapat diganti dengan bentuk lain kecuali dengan bahasa lisan. Di antara fungsi edukatif kisah Qur’ani ialah dapat dijadikan sebagai bahan pelajaran dan sekaligus metode pelajaran. Demikianlah Al-Quran telah memanfaatkan cerita-cerita untuk tujuan pendidikan dengan tanpa harus keluar dari tujuan dan ide cerita yang sebenarnya dan tetap konsisten dengan kebenarannya (QS. Yusuf:3). Simpulan Al-Quran adalah sumber utama ajaran Islam serta memiliki autentisitas tak terbantahkan. Penerimaan wahyu oleh Nabi Saw terkait erat dengan kondisi actual. Susunan ayat-ayat dan surat-surat yang terkandung dalam Al-Quran juga tidak sebagaimana susunan yang terdapat dalam buku-buku ilmiah yang “terkesan” lebih sistematis dan kronologis. Sastra yang memuat suatu kisah dewasa ini telah menjadi disiplin seni yang khusus diantara seni-seni lainya dalam bahasa dan kesusasteraan. Tetapi “kisah-kisah nyata” Al-Quran telah membuktikan bahwa redaksi kearaban yang dimuatnya secara jelas menggambarkan kisah-kisah yang paling tinggi. Disamping itu sebagai suatu metode, kisah juga memiliki daya tarik tersendiri, punya daya yang kuat bagi jiwa serta dapat menggugah kesadaran manusia kepada iman dan perbuatan yang sesuai dengan tuntunan ajaran Islam. Demikianlah makalah yang dapat penulis sampaikan, penulis menyadari masih adanya kekurangan dalam penulisan makalah ini. Untuk itu saran dan kritik membangun sangat pemakalah harapkan sehingga lebih sempurnanya makalah ini. Wallahu ‘alam bi shawab. JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA | 89 Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016 Ira Puspita Jati DAFTAR PUSTAKA Abdul Djalal, Dr, Ulumul Qur’an, Surabaya: Dunia Ilmu, 2000 Abdul Muin Salim, Fikih Siyasah Kekuasaan dan Iman, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 1994 Abdurahman Saleh Abdullah, Teori-teori Pendidikan Berdasarkan Al-Quran, PT. Rineka Cipta,Jakarta, 2005 Ahmad al Syrbasy, Sejarah Tafsir Al-Quran (terj) tim Pustaka Firdaus Jakarta, 1985 Ahmad Jamal al Umry, Dirasat fi Al-Quran wa al sunnat, Dar alma’arif, Kairo, 1982 Al-Quran dan Terjemahannya, Depag RI Hasbi Ash Shiddieqy, Ilmu-ilmu Al-Quran, Bulan Bintang, Jakarta, 1993 Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan, Rosda Karya, Bandung, 2005 Imad Zuhair Hafizh, al-Qashash, Dar al-Qalam, Beirut, tt Jurnal Al Jamiah, No. 43, IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 1990 Khalafulloh, Al Fann al Qassasi fi Al-Quran al Karim, Kairo: An Nahdhoh al Musriyah, 1957 Muhammad Chirzin, Glosari Al-Quran, Lasuardi, Yogyakarta, 2003 Syeh Muhammad Ali As-Shabuni, Qabas min Nur Al-Quran Al-Karim, Dinamika Utama, Jakarta, tth. 90 | JURNAL DIDAKTIKA ISLAMIKA Volume 8 Nomor 2 – Agustus 2016