Paper Title (use style: paper title)

advertisement
Resiliensi pada Survivor Kanker Payudara Pasca Operasi
Resiliensi pada Survivor Kanker Payudara Pasca Operasi
Faradis Muhyi Ngupadi
Jurusan Psikologi, FIP, Unesa, [email protected]
Ni Wayan Sukmawati Puspitadewi
Jurusan Psikologi, FIP, Unesa, [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui resiliensi pada survivor kanker payudara pasca operasi.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan tipe penelitian fenomenologis. Pemilihan
partisipan penelitian dilakukan dengan perpaduan secara snowball sampling dan purposive sampling. Pada
snowball sampling, peneliti memilih orang tertentu yang dipertimbangkan untuk menjadi partisipan
penelitian. Selanjutnya dari informasi yang diperoleh dari partisipan tersebut, peneliti dapat menemukan
calon partisipan lainnya untuk menjadi partisipan penelitian. Purposive sampling adalah teknik penentuan
sample dengan kriteria tertentu. Subyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5 orang perempuan
survivor kanker payudara yang telah menjalani operasi minimal satu tahun. Teknik analisis data dilakukan
dengan strategi Interpretative Phenomenological Analysis (IPA). Hasil penelitian ini menemukan empat
tema besar yaitu yang pertama pengalaman partisipan tentang penyakitnya dan proses pengobatannya yang
menceritakan tentang pengalaman dari awal partisipan mengalami gejala awal, divonis hingga menjalankan
pengobatan. Kedua, dampak penyakit dan pengobatannya, seperti dampak finansial, dampak psikologis,
dampak fisiologis dan dampak pada aktivitas sehari-hari. Tema besar ketiga ialah gambaran resiliensi
partisipan yang menceritakan bagaimana partisipan dalam beresiliensi, dan yang keempat ialah faktorfaktor yang mempengaruhi kemampuan resiliensi pada diri partisipan.
Kata Kunci: Resiliensi, Kanker Payudara, Survivor Kanker Payudara
Abstract
This study aims to explore the resilience of breast cancer survivors post-surgery. This study uses
qualitative research methods with the type of phenomenological research. Participants were recruited with
a mix of snowball sampling and purposive sampling. In snowball sampling, the researcher chose a specific
person who is considered to be a research participant. Furthermore, from the information obtained from
first participant, researcher can find other participant candidate to be a research participant. Purposive
sampling is a technique of determining the sample with certain criteria. The participants in this study were
5 women who have breast cancer and had undergone surgery at least one year. Data analysis techniques
performed by a strategy Interpretative Phenomenological Analysis (IPA). This study had found four main
themes: the first, experience of the participants about the disease and treatment process that tells about the
experience of the early participant’s experience early symptoms, was sentenced to carry out the treatment.
Second, the impact of the disease and its treatment, such as the impact of the financial, impact of
psychological, physiological impact and impact on daily activities. The third major theme is overview of
resilience which explains how participants do resilience, and the fourth is the factors that affect the ability
of the resilience of the participants themselves.
Keywords: Resilience, Breast cancer, Survivor of Breast Cancer
laki maupun perempuan, namun pada penelitian ini, lebih
difokuskan pada survivor kanker payudara yang dialami
oleh perempuan.
Salah satu jenis kanker yang paling ditakuti oleh
para perempuan adalah kanker payudara (Rahmah, 2009).
Menurut WHO dalam healthdetik.com (2012), sebanyak
8-9 persen perempuan akan menderita kanker payudara
dalam hidupnya. Hal ini menjadikan kanker payudara
sebagai jenis kanker yang paling banyak ditemui pada
perempuan dan kanker dengan insiden nomor dua di
dunia. Diperkirakan lebih dari 508.000 perempuan di
seluruh dunia meninggal pada tahun 2011 akibat kanker
PENDAHULUAN
Kanker payudara adalah suatu keadaan dimana
terjadi pertumbuhan dan penyebaran sel payudara yang
abnormal dan terbagi dengan tidak terkendali atau urutan.
Pada umumnya, sel normal terbagi dan diproduksi
berdasarkan urutan. Terkadang, urutan ini terganggu dan
menyebabkan sel tumbuh dan diluar kendali yang pada
akhirnya memproduksi jaringan ekstra yang membentuk
masa atau benjolan yang disebut dengan tumor. Tumor
tersebut terbagi menjadi dua, jinak (non-kanker) dan
ganas (kanker). Kanker payudara dapat terjadi pada laki-
1
Character: Jurnal Psikologi Pendidikan, Volume 4 Nomor 1 Tahun (2017)
payudara (Global Health, WHO 2013) dan angka ini akan
meningkat sebesar 300 persen pada tahun 2030.
Angka kejadian kanker payudara di Amerika
Serikat pada tahun 2013 diperkirakan mencapai 232.340
kasus kanker payudara invasif, serta sekitar 64.640 kasus
dari kanker payudara. Pada tahun 2013 sekitar 39.620
perempuan Amerika Serikat meninggal akibat kanker
payudara (American Cancer Society). Kanker payudara
adalah jenis kanker dengan penderita terbanyak kedua
setelah kanker serviks di Indonesia (Handayani, 2013).
Angka kejadian kanker di Indonesia dibuat berdasarkan
registrasi berbasis patologi karena tidak tersedianya
registrasi berbasis populasi dengan insiden relatif 11,5
persen yang berarti terdapat 11-12 kasus per 100 ribu
penduduk berisiko (Manuba, 2010). Data dari sistim
informasi rumah sakit pada tahun 2010 menyebutkan
bahwa kanker payudara memberikan proporsi 28,7 persen
dari seluruh pasien rawat inap maupun rawat jalan
diseluruh rumah sakit di Indonesia (Kementrian
Kesehatan, 2013). Pengobatan yang lazim dilakukan
untuk kanker payudara adalah dengan pembedahan,
radioterapi,
kemoterapi,
terapi
hormonal,
dan
imunoterapi.
Perempuan penderita kanker payudara biasanya
menjalani berbagai rangkaian proses pengobatan untuk
menyembuhkan kanker dalam jangka waktu tertentu.
Pengobatan yang dijalani tersebut dapat menimbulkan
efek samping, baik itu pembedahan, radioterapi,
kemoterapi, terapi hormonal maupun imunoterapi.
Rangkaian pengobatan yang memiliki jangka waktu yang
lama tersebut, ada kalanya menyebabkan perubahan pada
diri perempuan. Perubahan yang banyak terjadi adalah
perubahan fisiologis dan psikologis. Terapi pembedahan,
radioterapi, kemoterapi, hormonal dan imunoterapi
menyebabkan perubahan fisiologis. Perubahan fisiologis
adalah perubahan penampilan fisik yang disebabkan oleh
efek pengobatan, antara lain pembengkakan dan
penyumbatan di payudara, perubahan warna kulit seperti
habis tersengat matahari di daerah yang terkena radiasi,
berat badan menurun, perubahan kulit, dan kehilangan
rambut atau kebotakan (Sholihin, 2002).
Selain menyebabkan perubahan fisiologis, proses
pengobatan kanker payudara juga dapat menyebabkan
perubahan psikologis. Proses pengobatan yang menyita
banyak waktu dapat menyebabkan krisis kehidupan pada
diri perempuan dengan kanker payudara. Perubahan
psikologis yang lebih disebabkan oleh kanker payudara
dan proses pengobatannya ini seperti stres, kecemasan,
dan depresi. Selain itu, mereka mungkin akan
menemukan diri mereka dihadapkan pada masalah baru,
seperti hubungan interpersonal mereka yang mengalami
kekacauan (Muftie, 2009).
Seseorang yang dinyatakan mengidap suatu
penyakit kronis dan mematikan, maka hal yang paling
ditakutkan terjadi adalah orang tersebut tidak dapat
menerima kondisi dan penyakit yang dialaminya. Kondisi
seperti ini sangat berpengaruh pada keadaan psikologis
orang yang divonis menderita suatu penyakit kronis.
Menurut Taylor (2003) reaksi psikologis pertama yang
sering muncul adalah shock atau terkejut. Seseorang akan
kebingungan dan terkejut dengan apa yang dinyatakan
oleh dokter atau paramedis mengenai penyakit yang
dideritanya. Jika seorang tersebut tidak dapat menerima
dan membuat penolakan terhadap penyakit yang
dideritanya, biasanya akan terjadi suatu perasaan
ketakutan dan cemas serta yang paling ditakutkan
penderita akan mengalami stres yang berlebihan dan
berkepanjangan sehingga menyebabkan depresi pada
penderita.
Seorang perempuan yang divonis mengidap
kanker payudara, apapun alasannya tetap harus
menjalankan perannya sebagai seorang perempuan, baik
itu dalam keluarga, pekerjaan dan kehidupan sehari-hari.
Perempuan yang berperan sebagai istri, ibu dan pekerja,
dia harus menjaga kesehatan dan kestabilan emosi
sehingga tidak membuat kondisinya menurun. Kondisi
apapun yang dialaminya, perempuan tersebut harus tetap
dapat memotivasi dirinya sendiri, menerima penyakit
yang dideritanya dan mampu bangkit dari penyakit yang
dideritanya (Ratih, 2015).
Kemampuan untuk mengatasi dan beradaptasi bila
terjadi sesuatu yang merugikan dalam hidup dan bertahan
dalam keadaan tertekan atau bahkan berhadapan dengan
kesengsaraan maupun trauma yang dialami sepanjang
kehidupannya disebut dengan resiliensi (Reivich &
Shatte, 2002). Namun tidak hanya untuk bertahan, tetapi
seorang individu yang resilians akan mengembangkan
cara untuk mengubah keadaan yang penuh tekanan
menjadi sebuah kesempatan untuk mengembangkan diri
menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya (Glant
& Johnson, 2002).
Terdapat tujuh faktor yang dipaparkan oleh
Reivich & Shatte (2002) dalam mempengaruhi seseorang
menjadi seorang yang resilians. Faktor tersebut
diantaranya yaitu mampu tetap tenang saat berada di
kondisi yang penuh tekanan, mampu mengendalikan
keinginan, dorongan, kesukaan serta tekanan yang
muncul dalam diri, mampu bersikap optimis bahwa
segalanya akan berubah menjadi lebih baik, mampu
mengidentifikasi penyebab masalah yang terjadi pada
dirinya secara akurat agar tidak membuat kesalahan yang
sama dikemudian hari, memiliki sikap empati, memiliki
keyakinan diri bahwa dirinya mampu memecahkan
masalah yang dialami dengan efektif dan sukses
kedepannya (self efficacy), dan yang terakhir mampu
menemukan dan membentuk suatu hubungan dengan
orang lain dan lingkungan sekitar untuk berbagi cerita
atau perasaan yang dialaminya dan saling membantu
dalam menyelesaikan masalah, baik personal maupun
interpersonal.
Partisipan dalam penelitian ini merupakan
perempuan yang menderita kanker payudara dan telah
menjalani operasi yang pertama atau kedua. Pasca
operasi kurang lebih satu tahun lamanya karena peneliti
ingin mengetahuni bagaimana pasrtisipan survive
menjalani kehidupannya pasca operasi dan berdomisili di
Surabaya-Sidoarjo. Partisipan dicari dan dipilih sendiri
oleh peneliti dengan kriteria tersebut. Peneliti
menggunakan metode fenomenologi karena peneliti ingin
berfokus pada pengalaman pribadi seseorang yang
mengalami kanker payudara namun survive hingga saat
walaupun telah mengalami operasi. Sehingga penelitian
2
Resiliensi pada Survivor Kanker Payudara Pasca Operasi
ini melihat proses dari tercapainya resiliensi yang dialami
oleh partisipan. Orang lain tidak akan tahu mengenai
proses tercapainya resiliensi tersebut dialami sendiri oleh
partisipan, karena itu peneliti ingin menggali dengan
menggunakan metode fenomenologi pada lima orang
partisipan.
Salah satu partisipan yang telah melakukan
operasi 2 tahun yang lalu, T (53 th). Memaparkan bahwa
terdapat benjolan kecil dan belum terasa sakit pada
payudara. Perasaan pertama yang dirasakan oleh Tumi
adalah kaget setelah dokter mendiagnosis terkena kanker
payudara, setelah itu partisipan berpasrah kepada Tuhan.
Partisipan juga merasakan kecemasan mengenai biaya
pengobatan dan ketakutan akan kematian. Partisipan
berusaha memperoleh kesembuhan melalui alternatif
selama 2 tahun. Sebelum melakukan operasi, partisipan
melakukan kemoterapi. Partisipan mempunyai daya tahan
tubuh yang kuat, karena pasca operasi, partisipan buang
air kecil dan berjalan sendiri tanpa dibantu suami atau
anak-anaknya. Partisipan tidak mau dibantu oleh suami
atau anak-anaknya karena partisipan tidak mau dilihat
dalam keadaan terburuknya. Dalam menghadapi penyakit
tersebut dan pasca operasi, partisipan tidak mau meratapi
dan memilih untuk berkomunikasi entah itu bercanda
atau sekedar membicarakan hal-hal yang menyenangkan
dengan anak-anak serta cucu-cucunya.
Seorang wanita mempunyai peran dan tangung
jawab yang besar di dalam keluarganya serta
kelangsungan berkembangnya keluarga khususnya untuk
anak-anaknya apapun kondisi yang dialaminya.
Dukungan moral dari lingkungan sangat dibutuhkan agar
menjadi motivasi untuk menjalani hidup dan
diseimbangkan dengan keinginan di dalam diri yang kuat
untuk menjalani hidup normal seperti sebelumnya
walaupun telah divonis mengidap penyakit kanker
payudara.
Fenomena di atas melatarbelakangi penulis untuk
mengkaji resiliensi pada survivor kanker payudara
pasca operasi. Walaupun setelah operasi penyakit
tersebut dapat terangkat, seorang wanita yang mengidap
kanker payudara akan merasa ada yang berbeda pada diri
dan hidupnya, namun tetap dituntut bangkit untuk
menjalankan peran sebagai istri, ibu, dan juga pekerja
(jika mereka juga bekerja). Sehingga penelitian ini
berusaha untuk tidak fokus pada sisi negatif individu
yang bersangkutan, tetapi lebih fokus terhadap ketahanan
yang dibangun oleh individu yang bersangkutan dalam
keadaan atau kondisi yang kurang menguntungkan
baginya.
Peneliti menggunakan metode fenomenologis sebagai
desain dalam penelitian ini. Fenomenologis menurut
Emzir (2011: 22) adalah metode penelitian yang secara
dekat melihat interpretasi individual tentang pengalamanpengalamannya. Pengumpulan data fenomenologis
menurut Emzir (2011: 23) biasanya melakukan
wawancara baik secara kelompok maupun individu
dengan partisipan. Alasan peneliti menggunakan
fenomenologi karena metode fenomenologi mencoba
menjelaskan atau mengungkap makna konsep atau
fenomena pengalaman yang didasari oleh kesadaran yang
terjadi pada beberapa individu.
Partisipan penelitian yang digunakan pada
penelitian dengan metode fenomenologi minimal 3
sampai dengan 10 partisipan dalam satu fenomena.
Pemilihan partisipan penelitian dilakukan dengan
perpaduan secara snowball sampling dan purposive
sampling. Pada snowball sampling, peneliti memilih
orang tertentu yang dipertimbangkan untuk menjadi
partisipan penelitian. Selanjutnya dari informasi yang
diperoleh dari partisipan tersebut, peneliti dapat
menemukan calon partisipan lainnya untuk menjadi
partisipan penelitian. Purposive sampling adalah teknik
penentuan sample dengan kriteria tertentu. Adapun
kriteria partisipan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Perempuan dan memiliki fungsi indra
komunikasi yang masih berfungsi dengan
baik
b. Penderita kanker payudara dan sudah
menjalani operasi minimal dua tahun
c. Sudah menikah dan berdomisili di SurabayaSidoarjo.
Berdasarkan teknik diatas dipilih subjek penelitian
sebanyak 5 orang. Teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini menggunakan teknik wawancara
mendalam. Wawancara mendalam bertujuan untuk
mengcover tema dalam penelitian dan peneliti
menggunakan instrument penelitian seperti alat perekam,
pena dan buku catatan untuk membantu dalam proses
pengkodingan. Jenis wawancara yang digunakan peneliti
ialah wawancara semi-terstruktur. Alasan peneliti
menggunakan wawancara semi-terstruktur agar tidak ada
batasan tema dan alur pembicaraan antara peneliti dan
partisipan.
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Interpretative Phenomenological Analysis (IPA).
Peneliti menggunakan metode ini karena peneliti bisa
lebih fokus dan rinci dalam menganalisis data yang
sesuai dengan tujuan penelitian. Interpretative
Phenomenological Analysis (IPA) bertujuan untuk
mengeksplorasi bagaimana partisipan memahami dunia
METODE
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.
Metode penelitian kualitatif adalah penelitian yang
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang
dialami subjek atau partisipan penelitian misalnya
perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, secara holistik dan
dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa,
pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2010).
3
Character: Jurnal Psikologi Pendidikan, Volume 4 Nomor 1 Tahun (2017)
“[…] Yang saya rasakan saat itu panas dingin,
saya kira itu thypus mbak, saya berobat ke
dokter, ternyata hampir satu bulan gak ada
kesembuhan […]” (A-B15)
mereka pribadi dan sosial dari sudut pandang mereka
sendiri.
Uji keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan
dengan
menggunakan
triangulasi
menggunakan
triangulasi pengamat dan triangulasi waktu. Triangulasi
pengamat dalam penelitihan ini dimana dosen
pembimbing peneliti bertindak sebagai pengamat (expert
judgement) yang memberikan masukan dan saran
mengenai hasil dari peneliti mengumpulkan informasi
dan triangulasi kedua yang digunakan peneliti yaitu
triangulasi waktu dimana dalam triangulasi waktu ini
peneliti dalam melakukan pengecekan data yang telah
didapat dengan menggunakan wawancara, observasi atau
teknik lain dalam waktu yang berbeda dari pengambilan
data sebelumnya.
“[…] Puting payudara dua-duanya ini kenceng
gitu. Jadi kalau apa ya, nuwun sewu kalau
barangkali yang sudah menikah, menyusui itu
ada putingnya keluar, atau kalau pagi ya dingin,
mengkeret gitu ya. Nah seperti itu mungkin tahu
ya. Nah posisi seperti itu kok seminggu kok gak
hilang-hilang. Jadi selama seminggu kok
kenceng terus […]” (Y-B86)
“[…] Sehingga kok lho ada rasa sakit, pegalpegal. Pikiran saya mungkin salah tidur. Hilang
sedikit sakit lagi. Akhirnya ada kecurigaan di situ
kok sakitnya gak hilang baru saya meraba-raba.
Dari meraba-raba itu, wah ini jangan-jangan ada
indikasi kena kanker payudara […]” (RD-B12)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Penelitian ini berhasil mengidentifikasi 4 (empat)
tema besar. Tema yang pertama adalah pengalaman
partisipan
mengenai
penyakitnya
dan
proses
pengobatannya, tema kedua adalah dampak penyakit dan
pengobatannya, tema ketiga adalah gambaran resiliensi
partisipan dan tema keempat adalah faktor-faktor yang
mempengaruhi kemampuan resiliensi.
“[…] Tiap hari saya periksa, tiap hari. Biasanya
kalau mandi kan bisa diraba dan kerasa, nah
malam itu kok tahu-tahu ada benjolan sebesar
kelereng diarah jam 6, terus besok paginya saya
ke dokter. Dokter bilang harus usg, biopsi […]”
(RK-B47)
Tema 1 : Pengalaman partisipan tentang penyakitnya dan
proses pengobatannya
Setiap partisipan dalam penelitian ini pasti
mempunyai pengalaman yang berbeda-beda mengenai
penyakitnya meskipun mereka dalam satu lingkup
penyakit yang sama, yaitu kanker payudara. Respon
setiap partisipan terhadap vonis yang diberikan dokter
kurang lebih pasti ada perbedaan. Pun sama halnya
dengan proses pengobatan yang mereka pilih untuk
menangani penyakitnya, pasti juga terdapat perbedaan
pada setiap partisipan. Tema besar yang pertama dalam
penelitian ini adalah pengalaman partisipan mengenai
penyakitnya dan proses pengobatannya. Pada tema besar
ini membahas mengenai pengalaman partisipan mengenai
penyakitnya, respon partisipan ketika divonis, gejala awal
terkena kanker payudara. Terdapat tiga subtema
didalamnya, yaitu pengalaman gejala awal, respon
terhadap vonis, dan pengalaman saat pengobatan.
Sub Tema 2 : Respon Terhadap Vonis
Respon setiap partisipan ketika pertama kali mereka
divonis oleh dokter bahwa mereka terkena kanker
payudara bermacam-macam. Perasaan kaget atau shock
yang terjadi pada saat divonis merupakan hal yang wajar
Sub Tema 1: Pengalaman Gejala Awal
Seseorang yang memiliki riwayat terkena suatu
penyakit yang tergolong mematikan, pasti mempunyai
pengalaman tersendiri yang tidak terlupakan selama
masih hidup. Pengalaman tersebut terekam di memori
dari mulai gejala awal yang dialami hingga proses
penyembuhan penyakitnya tersebut. Pada penelitian ini
setiap partisipan mempunyai pengalaman gejala awalnya
sendiri.
“[…] Pada saat saya pertama divonis itu rasanya
seperti shock, hati ini rasanya kayak diiris seribu
sembilu tanpa ampun hahaha. Kayak ada
halilintar gitu ya […]” (RD-B30)
“Kaget mbak, lha wong saya gak ada keturunan
kena kanker payudara […]” (T-B25)
“Reaksi pertama rasanya kayak mau kiamat
mbak. Manusiawi ya, sebagaimanapun tegarnya
orang itu begitu didiagnosa kena kanker itu
langsung shock banget. Karena dari keluarga
tidak ada yang terkena” (A-B28)
“Terus terang saya shock. Kenapa saya shock,
saya ini sudah konsen, saya ini sudah periksa
terus dan rutin […]” (Y-B45)
Sub Tema 3: Pengalaman saat Pengobatan
Ketika seseorang divonis mengidap penyakit yang
mematikan, maka ia akan berusaha semaksimal mungkin
untuk mendapatkan kesembuhan. Pun sama halnya
dengan partisipan dalam penelitian ini yang berusaha
semaksimal mungkin untuk sembuh dari penyakitnya.
Namun usaha pada setiap orang akan berbeda-beda
sehingga mempunyai pengalaman yang berdeda pula.
“Oh awalnya itu ada benjolan kecil mbak di
payudara sebelah kiri, saya kira itu udunen mbak
[…]” (T-B11)
4
Resiliensi pada Survivor Kanker Payudara Pasca Operasi
Seperti yang diungkapkan oleh T, A dan RK yang
memilih percaya pada medis.
operasi itu kan ke rumah sakit, saya lihat orangorang yang sakit dan mau operasi itu rasanya hati
saya gak mau balik lagi ke sana mbak […]” (TB134)
“[…] akhirnya dibawa anak saya ke
karangmenjangan lagi untuk dikemoterapi. Habis
itu 5 bulan kemudian diangkat mbak” (T-B36)
“Iya satu kali. Saya itu masuk ruang operasi ya
baru kali itu mbak. Jadi saya itu kan trauma […]”
(RD-B201)
“[…] saya berobat ke dokter, ternyata hampir
satu bulan gak ada kesembuhan, nah dari situ
disarankan dokter untuk cek lab, dari situ
ketahuan bahwa saya kena kanker payudara
[…]” (A-B17)
Sub Tema 3 : Dampak Fisiologis
Dampak fisiologis merupakan dampak yang
berhubungan dengan fisik partisipan akibat penyakit yang
dideritanya. Dampak fisiologis terjadi pada RD dan RK
pasca operasi
“[…] Saya memang dari dulu gak tertarik ya
ditawari teman-teman herbal, alternatif atau
semacamnya itu saya gak tertarik. Yasudah
medis aja” (RK-B63)
“[…] Jadi saya kan ada gangguan di tangan,
dijempol saya […]” (RD-B202)
“Awal-awal setelah operasi itu saya kesulitan
untuk angkat tangan saya ke atas. Sampai
sekarang ini mati rasa yang kanan ini dek. Jadi
kerasa lebih tebal dan bengkak […]” (RK-B217)
Tema 2 : Dampak Penyakit dan Pengobatan
Musibah atau kejadian yang menimpa diri seseorang
pasti menimbulkan dampak dalam hidupnya. Ketika
seseorang mengalami suatu penyakit yang tergolong
mematikan, penyakit tersebut pasti menimbulkan dampak
dalam hidup seseorang tersebut. Dalam tema besar kedua
ini membahas berbagai dampak yang terjadi akibat
penyakit kanker payudara yang dialami oleh pasrtisipan
penelitian. Terdapat empat subtema didalamnya, yaitu
dampak finansial, dampak psikologis, dampak fisiologis,
dan dampak pada aktivitas sehari-hari.
Sub Tema 4 : Dampak Pada Aktifitas Sehari-hari
Dampak akibat terkena suatu penyakit yang tergolong
mematikan juga pasti akan berdampak pada aktivitas
sehari-hari dari seorang yang menderita penyakit tersebut
Dampak pada hubungan sosial terjadi pada T, Y, RD dan
RK. Mereka tetap berhubungan sosial dengan baik
sebelum dan sesudah menjalani operasi.
Sub Tema 1 : Dampak Finansial
Dampak finansial atau yang biasa disebut dampak
yang berhubungan dengan ekonomi ini terjadi akibat
banyaknya biaya yang dikeluarkan oleh partisipan dalam
upaya untuk mendapatkan kesembuhan dari penyakit
yang mereka alami. Seperti yang diungkapkan oleh T dan
RD
“[…] Tetangga-tetangga baik kok mbak sama
saya. Kan kita harus baik ya mbak sama tetangga
[…]” (T-B146)
“[…] Jadi saya ada kegiatan itu sebagai ketua
PKK, saya juga jalan di balai RW
menyampaikan apa-apa yang sudah di balai RW
ke PKK RT seperti itu. Dari PKK RT turun ke
dasawisma. Kebetulan seperti ada program bang
sampah, saya juga menggerakkan ibu-ibu untuk
jalan di situ […]” (Y-B267)
“[…] Jadi butuh uang yang banyak mbak buat
nebus obatnya itu biar gak sakit “ (T-B57)
“[…] Padahal sekali kemo itu biayanya 34 juta
mbak. Dan itu hanya berlaku 3 minggu. Begitu 3
minggu saya harus kemo lagi. Ya bayangin aja
mbak 34 juta dikali 18. Maksudnya 34 juta itu
sudah total keseluruhan. Masuk rumah sakit,
periksa lab, suntik ini suntik itu […]” (RD-B96)
“[…] Kalau ada temannya teman yang sakit dan
bilang ke saya, saya jenguk kok mbak. Supaya
dia termotivasi dan jadi sembuh gitu lho mbak
[…]” (RD-B337)
“[…] Banyak teman saya yang membawa
pengaruh positif. Kalau kontak ya lumayan
sering, telpon atau mereka ke rumah” (RK-B317)
Sub Tema 2 : Dampak Psikologis
Dampak psikologis merupakan dampak yang terjadi
pada partisipan yang lebih berpengaruh pada kondisi
jiwa, mental maupun perasaan. Setiap pasrtisipan
memiliki dampak psikologis yang berbeda
Tema 3 : Gambaran Resiliensi Partsisipan
Resiliensi merupakan kemampuan untuk bertahan,
tidak berputus asa dari peristiwa buruk atau musibah dan
bisa mengambil hikmah dari apa yang terjadi untuk bisa
bangkit kembali serta dapat mengubah keadaan yang
penuh tekanan menjadi sebuah kesempatan untuk
mengembangkan diri menjadi lebih baik dari
sebelumnya. Pada tema besar ketiga ini akan dibahas
mengenai gambaran resiliensi pada partisipan dengan tiga
“[…] Jadi saya merasa aneh, saya kehilangan
payudara kok santai, tapi kehilangan rambut jadi
down […]” (RK-B238)
“Saya itu gak mau balik lagi ke rumah sakit
untuk operasi mbak. Waktu saya kontrol setelah
5
Character: Jurnal Psikologi Pendidikan, Volume 4 Nomor 1 Tahun (2017)
subtema yaitu memiliki strategi coping yang baik,
memiliki kapasitas yang kuat di bawah tekanan dan
mampu menghargai kehidupan.
punya anak peempuan, sehingga saya terapkan
mulai hidup sehat, gak banyak gorengan, banyak
makan sayur, minum jus setiap hari kalau makan
buah gak bisa” (Y-B377)
Sub Tema 1 : Memiliki Strategi Coping yang Baik
Salah satu karakteristik seseorang yang mempunyai
resiliensi yang baik adalah memiliki strategi coping yang
baik dalam menghadapi suatu masalah atau cobaan yang
sedang dialami
“[…] Yang penting itu bersyukur apa yang kita
sudah dapat. Karena dengan besyukur, nikmat itu
akan bertambah” (RD-B297)
Tema 4 : Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Resiliensi
Di dalam pembentukan resiliensi yang baik pada
seseorang tentu saja terdapat faktor-faktor yang
mempengaruhi resiliensi tersebut. Dalam tema besar
keempat ini akan dibahas mengenai faktor-faktor apa saja
yang mempengaruhi reseiliensi terhadap pasrtisipan.
Dalam tema besar keempat ini terdapat dua subtema yaitu
faktor internal dan faktor eksternal.
“[…] Padahal saat saya didiagnosa kena kanker
itu dari tim medis mengatakan maksimal saya
bertahan 2 tahun. Tapi kan kita yakin
bahwasanya yang punya umur itu adalah Allah
kan gitu ya mbak. Yang penting kita manusia
berupaya” (A-B108)
“[…] divonis itu semua orang harus bersyukur.
Ini mungkin satu peringatan. Setiap orang kan
punya sel kanker, peringatan buat saya untuk
berhai-hati, saya mungkin kurang dengan yang di
atas, ya tho. Jadi saya sudah diingatkan bahwa
yang penting kita harus tahu bahwa mati itu
punya yang atas […]” (RD-B288)
Sub Tema 1 : Faktor Internal
Faktor internal yang mempengaruhi resiliensi
merupakan faktor yang berasal dari dalam diri seseorang.
faktor internal lebih mengacu pada emosional seseorang
dalam menghadapi suatu masalah atau cobaan. Semakin
baik emosional seseorang dalam menghadapi suatu
masalah atau cobaan, maka semakin resiliensi pula
seseorang tersebut.
“Mungkin karena saya bersukur pada Tuhan.
Saya diingatkan, saya dulunya nakal, saya
dulunya gak menjaga badan, gak jaga makan,
gak jaga pola hidupmu itu berantakan, dugem,
kayak gitu itu, parah pokoknya […]” (RK-B295)
“[…] kita itu kan harus menata diri dulu ya,
kesiapan mental, itu yang kunci utama sbetulnya.
Jadi kesiapan mental kita, kalau kesiapan mental
kita bagus, otomatis kita akan berpikiran yang
jernih, akhirnya kita berupaya untuk berobat”
(A-B54)
Sub Tema 2 : Memiliki Kapasitas yng Kuat Di bawah
Tekanan
Memiliki kapasitas yang kuat di bawah tekanan
merupakan karakteristik lainnya yang dimiliki seseorang
ketika memiliki resiliensi yang baik.
“[…] Saya berbagi itu dampaknya besar juga
mbak buat diri saya. Saya berbagi kapan aja juga
bisa, dan lego saya itu juga obat buat saya” (RDB376)
“[…] Saya dari sebelum sakit dan akhirnya sakit,
semuanya gak ada yang berubah, tetap
berkegiatan seperti biasanya, tidak ada
hambatan” (Y-B364)
“[…] Saya gak mau saya itu merenung tentang
sakit saya. Saya harus dobrak […]” (RD-B353)
“[…] Saya bangkit sendiri mbak, prinsip saya
kalau bisa saya lakukan sendiri ya kenapa minta
bantu orang lain” (T-B115)
Sub Tema 2 : Faktor Eksternal
Ketika seseorang memiliki resiliensi yang baik, pasti
ada faktor yang mendukung, salah satunya yaitu faktor
eksternal. Faktor eksternal ini merupakan faktor yang
mempengaruhi resiliensi yang berasal dari luar diri
seseorang.
“[…] Saya itu nyetir sendiri. Saya ke dokter gak
pernah ngomong ke suami saya. Suami
berangkat kerja, saya ke dokter. Karena saya itu
gak suka ngerepoti orang […]” (RD-B121)
“[…] Support dari keluarga, suami, anak, itu
yang membangkitkan semangat saya. Jadi mau
gak mau kita berupaya semaksimal mungkin
karena saya dibutuhkan oleh keluarga saya” (A180)
Sub Tema 3 : Mampu Menghargai Kehidupan
Seseorang yang memiliki resiliensi yang baik akan
menghargai kehidupan yang dimilikinya seberapa
pahitnya masalah atau cobaan yang dihadapi oleh
seseorang tersebut, ia akan senantiasa mensyukuri hidup
yang masih dimilikinya hingga saat ini.
“[…] Dari seluruh keluarga itu semuanya datang.
Jadi bergiliran, kemoterapi pertama siapa yang
datang dan mereka meuanya ngantar ke rumah
sakit […]” (Y-B293)
“Ya diambil hikmahnya aja, kalau dulu makan
asal makan ya, apa aja, sekarang makan makanan
yang benar-benar sehat. Dan karena saya itu
6
Resiliensi pada Survivor Kanker Payudara Pasca Operasi
“[…] tetap menjalani sebagai seorang Ibu, tetap
melakukan aktivitas sehari-hari […]” (T-B95)
partisipan seperti T, A dan RK memilih mempercayai
menjalani pengobatan secara medis. Dukungan dari
berbagai pihak termasuk dari tenaga medis yang
menangani pasrtisipan juga mempengaruhi kondisi
partisipan dalam menjalani pengobatannya. Hampir
seluruh partisipan mendapatkan pelayanan medis yang
baik oleh rumah sakit serta tenaga medis yang membantu
partisipan dalam menjalani serangkaian penobatan awal,
operasi hingga kemoterapi pasca operasi.
Dampak yang timbul dalam menjalani pengobatan
meliputi dampak finansial, dampak psikologis, dampak
fisiologis dan dampak dalam aktivitas sehari-hari.
Partisipan T dan RD mengatakan bahwa pengobatan
penyakit kanker payudara mempengaruhi dampak
finansial pada mereka. RD merinci biaya perawatan
kemoterapi pasca operasi yang sangat mahal ditambah
RD harus melakukan kemoterapi pasca operasi sebanyak
18 kali dan selang waktu setiap kemoterapi adalah 3
minggu. Yunitri (dalam Ratih, 2015) yang mengatakan
penderita kanker juga merasa bahwa penyakit kankernya
mempengaruhi kondisi perekonomiannya.
Partisipan yang pertama kali terkena penyakit
kanker payudara dan menjalani pengobatan akan
merasakan dampak negatif pada psikisnya. Ratih (2015)
menyebutkan dampak psikologis yang timbul yaitu tidak
menerima kenyataan, putus asa, cemas akan kematian
sehingga menimbulkan depresi tingkat ringan hingga
berat. RK merasakan down dan merasa aneh ketika
menjalani kemoterapi karena rambutnya yang rontok dan
menjadi gundul. Rasa trauma ringan yang dirasakan oleh
T dan RD karena tidak ingin kembali ke ruang operasi
untuk kedua kalinya.
Pada umumnya seseorang yang menderita
penyakit yang mematikan akan membuat seseorang
tersebut terbatasi aktifitasnya karena operasi atau
menjalani pengobatan pasca operasi. Beberapa partisipan
yaitu RD dan RK yang mengalami kondisi fisik yang
buruk karena operasi payudaranya. RD mengatakan
sesudah operasi, selang beberapa saat kemudian dirinya
mengalami gangguan ditangannya. Sedangkan RK
mengatakan efek dari operasi yang dirinya lakukan
adalah kesulitan untuk mengangkat tangan sebelah kanan
ke atas.
Seseorang yang menderita suatu penyakit kronis
atau penyakit yang tergolong mematikan biasanya akan
menarik diri dari dunia sosial. Hal tersebut tidak terjadi
pada partisipan penelitian. Hasil analisis data
menunjukkan bahwa beberapa partisipan seperti T, Y,
dan RD tidak menarik diri dari dunia sosial dan masih
mempunyai hubungan sosial yang baik. Menjaga kondisi
fisik memang seharusnya dilakukan seseorang yang telah
menjalani operasi atau pengobatan karena suatu penyakit.
Hal tersebut dilakukan oleh Y, RD dan RK yang menjaga
kondisi fisik dengan berolah raga secara rutin serta
menjaga pola makan yang sehat.
Dampak yang timbul dari penyakit kanker
payudara yang dialami oleh partisipan tidak membuat
mereka semakin terpuruk oleh keadaan. Dari hasil
analisis data menunjukkan bahwa partisipan dalam
penelitian ini memiliki perasaan untuk bangkit dari
kondisi yang sedang dialami meskipun berbeda-beda
Pembahasan
Hasil dari analisis data wawancara dari partisipan
dalam penelitian ini telah berhasil menemukan 4 (empat)
tema besar yaitu pengalaman partisipan mengenai
penyakitnya dan proses pengobatan, dampak penyakit
dan pengobatan, gambaran resiliensi pada partisipan serta
faktor-faktor yang memeprngaruhi resiliensi. Dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan IPA(Interpretative
Phenomenological Analysis) untuk mendapatkan
wawasan hasil tentang resiliensi pada survivor kanker
payudara pasa operasi. Reivich & Shatte (2002)
menyebutkan bahwa resiliensi adalah kemampuan untuk
mengatasi dan beradaptasi bila terjadi sesuatu yang
merugikan dalam hidupnya. Bertahan dalam keadaan
tertekan sekali pun, atau bahkan berhadapan dengan
kesengsaraan msupun trauma yang dialami sepanjang
hidupnya. Resiliensi bukanlah suatu trait, akan tetapi
bersifat kontinum, sehingga tiap individu dapat
meningkatkan resiliensinya. Kemampuan seseorang
untuk menyembuhkan diri, beradaptasi, atau bangkit
kembali ke kondisi normal bervariasi sepanjang hidup
mereka (Norman, 2000).
Hasil dari penelitian yang dilakukan menunjukkan
bahwa partisipan mengalami berbagai pengalaman yang
berbeda mulai dari saat merasakan gejala awal, proses
pengobatan hingga melakukan operasi pengangkatan
payudara. Gejala awal yang dirasakan oleh partisipan
hampir sama yaitu terdapat benjolan kecil pada payudara
seperti yang diungkapkan oleh T, RD dan RK. A dan Y
merasakan gejala awal yang dimulai dengan merasa
panas dingin dan putting mengkerut ke dalam pada waktu
yang relatif lama. Gaya hidup yang dijalani oleh T, A dan
Y sudah termasuk gaya hidup yang sehat.
Respon partisipan terhadap vonis bermacammacam, namun hampir seluruh partisipan merasakan
shock ketika dokter memberikan vonis pada mereka
bahwa terkena kanker payudara. Respon yang dialami
oleh hampir seluruh partisipan sejalan dengan apa yang
diungkapkan oleh Taylor (2003) bahwa reaksi psikologis
pertama yang akan dirasakan oleh pasien yang divonis
menderita penyakit kronis adalah shock dan kebingungan
dengan apa yang dinyatakan oleh dokter tentang penyakit
yang dideritanya. Selain merasakan shock atau terkejut,
beberapa partisipan seperti RD dan RK merasakan
kebingungan dan merasa tetap semangat untuk hidup.
Respon yang dirasakan oleh RK adalah tetap
semangat dalam menjalani hidup karena RK mempunyai
riwayat kanker pada keluarganya. Hal tersebut sejalan
dengan (Smeltzer & Bare, 2002) yang mengungkapkan
bahwa penyebab spesifik kanker payudara belum
diketahui, beberapa faktor yang menunjang terjadinya
kanker seperti faktor genetik, hormonal dan kemungkinan
kejadian lignkungan.
Pengalaman
mengenai
menjalani
proses
pengobatan juga tidak dapat lepas dari rangkaian
pengalaman partisipan. Hampir seluruh partisipan
disarankan oleh dokter untuk melakukan operasi karena
saat divonis sudah stadium yang lumayan akut. Beberapa
7
Character: Jurnal Psikologi Pendidikan, Volume 4 Nomor 1 Tahun (2017)
pada tiap partisipan. Kemampuan bertahan dan bangkit
ini menunjukkan bahwa partisipan telah memiliki
gambaran resiliensi pada dirinya.
Gambaran resiliensi pada partisipan ialah ketika
dirinya telah memiliki karakteristik individu yang
resiliens. Caverley (2005) menyebutkan ada beberapa
karakteristik individu yang resiliens, yakni: memiliki
strategi coping yang baik seperti pemikiran yang positif
atau posistive thinking, pemahaman yang realistis dengan
mampu menerima kenyataan bahwa dirinya terkena
kanker atau penerimaan pada diri, memiliki self efficacy,
memiliki kapasitas yang kuat dibawah tekanan dan
perubahan yang terjadi akibat dari penyakit yang ada
pada dirinya dan dalam menjalankan pengobatan
penyakitnya serta yakin dengan sistem nilai bahwa hidup
itu berarti(mampu menghargai kehidupan).
Karakteristik yang disebutkan oleh Caverley
(2005) tersebut sudah dimiliki oleh partisipan dalam
penelitian ini sebagai gambaran resiliensi pada diri
partisipan. Partisipan T, A, RD dan RK memiliki strategi
coping yang baik yaitu dengan berpikiran positif
mengenai penyakit yang mereka alami bahwa semua itu
diberikan karena Tuhan sayang pada mereka untuk diberi
peringatan agar menjaga kondisi tubuh mereka lebih baik
lagi, lebih mendekatkan diri dengan Tuhan atau untuk
instrospeksi diri. Penerimaan diri juga dilalui oleh
partisipan Y, RD dan RK. Mereka menerima kondisi diri
yang sudah tidak memiliki payudara dan tetap menjalani
kehidupan sosial, keluarga dengan baik. Memiliki self
efficacy yaitu memiliki rasa percaya pada kemampuan
akan dirinya untuk menghadapi suatu masalah atau
cobaan yang dihadapi, seperti yang diungkapkan oleh T,
A dan RD yang memiliki rasa percaya pada kemampuan
dirinya dengan melihat segala sesuatu itu bergantung
pada dirinya dalam menyikapi berbagai hal yang terjadi
dalam kehidupan.
Gambaran resiliensi lainya juga dimiliki oleh
pasrtisipan T, A, Y dan RD yang memiliki kapasitas yang
kuat di bawah tekanan. Tekanan dalam hal ini adalah
tekanan dari penyakit kanker payudara. Dari hasil analisis
penelitian partisipan Y merasa tegar dalam menjalani
hidupnya walaupun dirinya terkena kanker payudara dan
sudah melakukan operasi dan tidak ingin terlihat sedih di
depan anak-anaknya. Pada awal mengetahui dirinya
terkena kanker payudara, A merasa terkejut namun ia
mengatakan bahwa tidak boleh larut dalam kesedihan
yang berkepanjangan. Dari seluruh partisipan, hanya A
yang melakukan rekonstruksi untuk mendapatkan
payudara baru yang hampir sama dengan sebelum
melakukan operasi, tetapi A juga tidak putus asa dengan
keadaan yang dialami olehnya sehingga A melakukan
bentuk pengobatan dengan cara kemoterapi juga dengan
penyinaran agar mendapatkan kesembuhan yang
maksimal.
Ketika seseorang terkena suatu penyakit yang
tergolong mematikan atau kronis, ia akan cenderung
memanjakan dirinya untuk tidak melakukan aktifitas.
Berbeda dengan Y yang tidak memanjakan dirinya
sesudah menjalani kemoterapi. Sikap mandiri juga
ditunjukkan oleh partisipan T, Y dan RD yang melalukan
aktifitasnya sendiri tanpa bantuan orang lain. Hal tersebut
bukan berarti keluarga tidak peduli, namun karena
mereka menginginkan melakukan aktifitasnya sendiri.
Karakteristik seorang yang resilien juga dimiliki oleh Y
dengan mampu menghargai kehidupan yaitu Y bisa
mengambil pangalaman terkena kanker payudara yang
dialami olehnya agar tidak terkena ke orang lain dan lebilebih pada anak perempuannya. Rasa syukur karena
masih diberi kehidupan sampai saat ini juga dirasakan
oleh partisipan T, A dan RD. Mereka sangat bersyukur
karena tetap bertahan dalam menjalani kehidupan setelah
melewati operasi yang bisa mengancam jiwa mereka.
Kemampuan resiliensi pada partisipan yang telah
digambarkan juga tidak terlepas dari faktor-faktor
pendukung agar terjadinya resiliensi. Faktor-faktor yang
mempengaruhi resiliensi pada partisipan ada yang berasal
dari dalam diri(internal) dan dari luar diri(ekstrenal).
Grotberg (2004) mengemukaan 3 faktor yang
mempengaruhi resiliensi, salah satunya adalah faktor “I
Am” (Inner strength). Faktor I Am terdiri dari beberapa
aspek antara lain; persaan tenang dan apa adanya,
perasaan empati dan peduli pada orang lain, perasan
bertanggung jawab atas perilaku yang dilakukan dan
menerima konsekuensinya, serta percaya diri, optimis,
penuh harapan, dan keyakinan. Hasil analisis yang telah
dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa partisipan
memiliki kekuatan yang berasal dari dalam diri seperti
yang dikemukakan oleh Grotberg (2004) yaitu sikap
tenang, empati, menerima konsekuensi, percaya diri,
optimis, penuh harapan, penuh keyakinan dan terdapat
motivasi internal.
Sikap tenang dan percaya diri ditunjukkan oleh
partisipan A dengan menikmati menjalani kehidupannya
apapun cobaannya, karena selama kita masih hidup pasti
akan ada cobaan datang. T, Y dan RK juga menunjukkan
memiliki rasa empati atau peduli terhadap orang lain.
Ketika seseorang melakukan kesalahan dalam hidupnya,
maka ia harus bertanggung jawa atas apa yang dilakukan
dan menerima konsekuensinya. Hal tersebut yang
dilakukan oleh RK ketika mengalami kanker payudara,
karena pada masa lalu RK menjalani kehidupan yang
tidak sehat, maka RK mengaku bahwa dirinya menerima
jika terkena kanker payudara dan menjalani dengan tidak
mengeluh karena itu memang harga yang harus dibayar
atas gaya hidupnya yang tidak sehat di masa lalu.
Sikap optimis juga ditunjukkan oleh partisipan T,
RD dan RK. Mereka optimis melihat masa depan yang
relatif cerah karena mereka berupaya semaksimal
mungkin untuk bangkit dan sembuh dari kanker
payudara. Hal tersebut sejalan dengan Reivich & Shatte
(2002) yang mengungkapkan individu yang resilien
adalah individu yang optimis. Optimisme, tentunya
berarti kita melihat masa depan kita relatif cerah. Faktor
yang mempengaruhi terjadinya resiliensi selanjutnya
adalah faktor yang berasal dari luar diri partisipan atau
faktor ekstrenal. Grotberg mengemukanan faktor “I
Have” (Eksternal Support) terdiri dari beberapa aspek
diantaranya; merasa percaya pada keluarga yang
menyayangi apa adanya, merasa percaya pada orang lain
yang menyayangi apa adanya, merasa memiliki peran
yang baik dan merasa memiliki keluarga yang tabah.
Hasil analisi peneliti menunjukkan bahwa pasrtisipan
8
Resiliensi pada Survivor Kanker Payudara Pasca Operasi
“[…] Pada saat saya pertama divonis itu
rasanya seperti shock, hati ini rasanya kayak
diiris seribu sembilu tanpa ampun hahaha.
Kayak ada halilintar gitu ya […]” (RD-B30)
Dari hasil wawancara di atas dapat diketahui
bahwa tahap atau fase pertama yang dilalui oleh
partisipan adalah rasa terkejut yang sangat.
2. Adapting
Fase ini merupakan fase dimana individu mulai
terbiasa dengan situasi sulit yang mereka hadapi.
Dalam hal ini, partisipan menerima penyakit yang
mereka derita, yaitu kanker payudara dan mulai
terbiasa dengan penyakit tersebut di dalam diri
mereka, dampak yang timbul akibat penyakit yang
mereka derita seperti dampak finansial yang
cukup banyak untuk sekali pengobatan atau
kemoterapi
“[…] Padahal sekali kemo itu biayanya 34 juta
mbak. Dan itu hanya berlaku 3 minggu. Begitu 3
minggu saya harus kemo lagi. Ya bayangin aja
mbak 34 juta dikali 18. Maksudnya 34 juta itu
sudah total keseluruhan. Masuk rumah sakit,
periksa lab, suntik ini suntik itu […]” (RD-B96)
3. Recovering
Pada fase ini partisipan terlihat mulai kembali
seperti semula dalam kehidupan sehari-hari dalam
melakukan aktifitas seperti sebelum mereka
terkena kanker payudara seperti RD yang kembali
melakukan kegiatan atau hobinya yaitu memasak,
RK melakukan hobinya lagi yaitu berkumpul
dengan banyak komunitas salah satunya
komunitas sepeda sport yang ia tinggalkan selama
masa kemoterapi.
4. Growing
Fase ini merupakan fase terakhir dimana individu
tumbuh menjadi lebih kuat melalui pelajaran dan
pengalaman yang diambil saat kesulitan
menghadang. Dalam fase ini partisipan dapat
mengambil hikmah dari apa yang mereka lalui
selama ini. Seseorang yang memiliki resiliensi
yang baik akan menghargai kehidupan yang
dimilikinya seberapa pahitnya masalah atau
cobaan yang dihadapi oleh seseorang tersebut, ia
akan senantiasa mensyukuri hidup yang masih
dimilikinya hingga saat ini. Y mengungkapkan
bahwa dirinya bisa mengambil hikmah dari
terkena kanker payudara, sehingga bisa lebih
berhati-hati dalam menjaga makanan. Y juga
menerapkan pola hidup sehat karena Y tidak ingin
kanker payudara menyerang anak perempuannya.
T mengungkapkan bahwa dirinya merasa
bersyukur karena sampai saat ini masih diberi
hidup dan kesehatan oleh Tuhan walaupun T telah
melewati operasi yang mampu merernggut
nayawanya untuk penyembuhan kanker payudara
yang dialaminya. A mengungkapkan bahwa
dirinya selalu bersykur dengan apa yang sudah
memiliki faktor yang telah dikemukakan oleh Grotberg di
atas.
Merasa orang lain peduli dan menyayangi
diungkapkan oleh partisipan Y. Semua keluarga besar
mengantarkannya secara bergantian saat menjalani
kemoterapi. T dan A tetap menjalani peran yang baik
sebagai seorang ibu dan seorang istri walaupun
mengalami penyakit yang tergolong mematikan. Hal
tersebut sejalan dengan Ratih (2015) yang mengatakan
perempuan yang berperan sebagai istri, ibu dan pekerja,
dia harus menjaga kesehatan dan kestabilan emosi
sehingga tidak membuat kondisinya menurun. Kondisi
apapun yang dialaminya, perempuan tersebut harus tetap
dapat memotivasi dirinya sendiri, menerima penyakit
yang dideritanya dan mampu bangkit dari penyakit yang
didritanya.
Dukungan keluarga dan teman terdekat sangat
diperlukan oleh setiap orang yang menglami suatu
masalah atau cobaan. Karena keluarga merupakan tempat
bersandar yang paling dekat dan selalu ada. Begitu pula
yang dirasakan oleh seluruh partisipan yang mendapatkan
dukungan keluarga. Dukungan keluarga dapat berupa
mengantarkan partisipan cek ke dokter, menemani
partisipan menjalani kemoterapi, selalu ada untuk
partisipan ketika dibutuhkan. Setiap partisipan pasti
memiliki teman terdekat yang mengerti kondisi dan
menerima apapun kondisi yang dialami oleh partisipan.
Sehingga hal terebut mendukung kondisi psikis partisipan
yang merasa bahwa masih ada seseorang yang peduli
terhadapnya dan tidak merasa sendirian menghadapi
penyakit kanker payudara yang dialami.
Patterson dan Kellerher (2005) menyebutkan
adanya empat fase resiliensi yang mungkin terjadi pada
individu saat kesulitan datang dalam kehidupannya,
yaitu:
1. Deteriorating
Merupakan fase saat kesulitan muncul. Pada
umumnya individu akan mengalami suatu kondisi
terburuk (deterior) yang juga merupakan fase awal
dari resiliensi. Pada fase ini, individu akan merasakan
kemarahan, rasa bersalah sepanjang waktu yang
terperangkap pada fase ini tidak akan mampu
melanjutkan fungsinya sebagai seorang profesional.
Fase ini dialami oleh seluruh partisipan. Pada awal
divonis terkena kanker payudara oleh dokter, empat
dari lima partisipan merasakan shock atau terkejut
“Kaget mbak, lha wong saya gak ada keturunan
kena kanker payudara […]” (T-B25)
“Reaksi pertama rasanya kayak mau kiamat
mbak. Manusiawi ya, sebagaimanapun tegarnya
orang itu begitu didiagnosa kena kanker itu
langsung shock banget. Karena dari keluarga
tidak ada yang terkena” (A-B28)
“Terus terang saya shock. Kenapa saya shock,
saya ini sudah konsen, saya ini sudah periksa
terus dan rutin […]” (Y-B45)
9
Character: Jurnal Psikologi Pendidikan, Volume 4 Nomor 1 Tahun (2017)
terjadi dihidupnya. RD juga mengungkapkan
bahwa yang terpenting adalah mensyukuri apa
yang sudah didapat, karena dengan bersyukur,
nikmat akan ditambah oleh Tuhan.
Saran
Berdasarkan simpulan yang telah didapatkan, maka
dapat dikemukakan saran yang berkaitan dengan hasil
penelitian. Adapun saran yang dapat disampaikan adalah
sebagai berikut.
1. Bagi perempuan survivior kanker payudara pasca
operasi
Disarankan agar mampu menjaga pola hidup sehat
dengan menjaga pola makan seperti yang disarankan
oleh tenaga medis, istirahat cukup, dan rajin
mengkonsumsi obat-obatan yang telah diberikan
dokter serta jadwal kontrol yang rutin. Mampu
menghilangkan perasaan tertekan dan ketakutan akan
penyakit tersebut yang dimana saat sekarang ini
penyakit kanker payudara merupakan salah satu
penyakit mematikan di dunia. Meningkatkan
kemampuan komunikasi dengan lingkungan sekitar
dan dapat memotivasi diri agar tidak jatuh dalam
keadaan yang terpuruk lagi.
2. Bagi Keluarga dan orang terdekat
Berdasarkan pengalaman partisipan yang digali oleh
peneliti, partisipan merasa dukungan dari keluarga
dan orang terdekat seperti teman yang dekat memiliki
porsi yang besar dalam meningkatkan kondisi
psikologis pada survivor kanker payudara.
Diharapkan agar keluarga dan orang terdekat mampu
untuk tetap selalu ada dan mendukung kondisi yang
dialami oleh partisipan yang menderita kanker
payudara. Hal tersebut dapat membantu para survivor
kanker payudara dalam menerima penyakitnya dan
agar tetap bersemangat dalam menjalani pengobatan
rutin yang dijalani pasca operasi agar tidak muncul
lagi penyakit kanker payudara atau penyakit lain yang
ditimbulkan akibat kanker payudara.
3. Bagi Tenaga Medis
Disarankan bagi para tenaga medis untuk dapat terus
membantu memberikan motivasi pada pasien
penderita kanker payudara yang masih dini atau yang
akan menjalani operasi agar pasien dapat terus
bersemangat menjalani rutinitas pengobatan yang
dijalani. Bagi para tenaga medis juga disarankan agar
mampu memberikan informasi yang mendalam
mengenaikanker payudara kepada pasien penderita
kanker payudara sehingga pasien tersebut tidak
bingung serta memahami pentingnnya pengobatan
apa yang harus dijalani.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan bagi peneliti selanjutnya agar dapat
mengembangkan teori yang lebih dalam tentang
resiliensi pada penderita kanker payudara lainnya,
serta memperdalam pengalaman-pengalaman yang
dialami oleh individu yang menderita kanker
payudara.
PENUTUP
Simpulan
Penelitian ini telah mengungkap empat tema
besar, yaitu pertama pengalaman partisipan mengenai
penyakitnya dan proses pengobatan yang meliputi
pengalaman gejala awal, respon terhadap vonis dan
pengalaman saat pengobatan. Semua partisipan pasti
mengalami gejala awal, namun gejala awal pada setiap
partisipan berbeda-beda. Empat dari lima partisipan juga
mengungkapkan mengalami shock atau kaget ketika
pertama kali divonis dokter menderita kanker payudara.
Selain shock, RD juga mengunkapkan kebingungan saat
pertama divonis. Partisipan juga lebih banyak yang
memilih pengobatan pada medis serta mendapatkan
pelayanan yang baik dari medis.
Tema besar kedua adalah dampak penyakit dan
pengobatan. Partisipan-partisipan dalam penelitian ini
mengungkapkan berbagai dampak yang mereka rasakan
dari penyakit kanker payudara yang mereka derita yang
meliputi dampak finansial, dampak psikologis, dampak
fisiologis dan dampak aktivitas pada sehari-hari.
Tema besar ketiga adalah gambaran resiliensi
pada partisipan. Semua partisipan mengungkapkan halhal yang menggambarkan pencapaian resiliensi mereka.
Gambaran resiliensi pada partisipan-partisipan pada
penelitian ini meliputi memiliki strategi coping yang
baik, memiliki kapasitas yang kuat di bawah tekanan dan
mampu menghargai kehidupan.
Tema besar yang terakhir adalah faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi resiliensi. Faktor-faktor
tersebut meliputi faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal yang diungkapkan oleh partisipan dalam
penelitian yaitu sikap tenang, empati, percaya diri,
optimis, menerima konsekuensi, penuh harapan dan
penuh keyakinan. Sedangkan faktor eksternal meliputi
merasa orang lain peduli, menjalankan peran, dukungan
kelurga, dukungan teman dan lingkungan yang harmonis.
Pengalaman dan perjalanan yang berat pada
sebagian besar partisipan dapat dijalani dengan baik. Hal
ini ditunjukkan dari hasil penelitian bahwa partisipan
survivor kanker payudara pasca operasi memiliki
kemampuan untuk bertahan dan bangkit dari berbagai
pengalaman dan dampak-dampak yang dirasakan ketika
pertama divonis hingga pasca operasi. Penelitian ini
menyimpulkan bahwa seluruh partisipan dalam penelitian
ini mempunyai resiliensi yang cukup baik dalam
menghadapi penyakit kanker payudara yang mereka
derita.
10
Resiliensi pada Survivor Kanker Payudara Pasca Operasi
memperingati-hari-kanker-sedunia-2013.html.
Diakses pada 18 Maret 2016.
Manuba, T. W. (2010). Panduan Penatalaksanaan
Kanker Solid Peraboi 2010. Jakarta: Sagung Seto.
Moleong, L. J. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif
Edisi Revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Muftie, N. (2009). Skripsi, Hubungan Antara Tingkat
Optimism dan Tingkat Stress pada Penderita
Kanker Payudara Stadium Lanjut yang Sedang
Menjalani Kemoterapi Pasca Operasi. Surabaya:
Fakultas Psikologi Universitas Airlangga.
Newman, R. (2005). APA’s Resilience Initiative.
Professional Psychology: Research and Practice.
Vol. 36, No. 3, 227-234.
Niven, N. (2012). Psikologi Kesehatan Pengantar untuk
Perawat & Profesional Kesehatan Lain. Jakarta:
EGC.
Rahma, A. F & Widuri, E. L. (2011). Post Traumatic
Growth Pada Penderita Kanker Payudara.
Humanitas, Vol. VII No.2 Agustus 2011.
Ranggiasanka, A. (2010). Waspada pada Pria dan
Wanita. Yogyakarta: Hanggar Kreator.
Reivich, K & Shatte, A. (2002). The resilience factor: 7
skills for overcoming life’s inevitable obstacles.
New York: Random House, Inc.
Sari, M. F. P. (2012). Skripsi, Dinamika Emosi Wanita
Penderita Kanker Payudara. Semarang: Fakultas
Psikokologi Universitas Katolik Soegijaprana.
Septiani, Sheila. (2016). Resiliensi pada Penderita
Jantung Koroner. Character, Volume 05 Nomor 1
Tahun 2016.
Shally, R.D.V. (2013). Skripsi, Resiliensi Pada Penderita
Kanker Serviks Stadium Lanjut. Solo: Fakultas
Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2002). Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Smith, J.A. & Eatough, V. (2007) Interpretative
phenomenological analysis. In Breakwell, G.M,
Hammond, S., Fife-Schaw, C., & Smith, J.A.
(Eds.) Research Methods in Psychology. 3rd
Edition. London: Sage.
Smith, B., W., Dalen, J., Wiggins, K., Tooley, E.,
Christopher, P., Bernard, J. (2008). The Bief
Resilience Scale: Assessing the Ablity to Bounce
Back. International Journal of Behavioral
Medicine, 15: 184-200.
Smith, J. A. (2009). Psikologi Kualitatif: Panduan
Praktis Metodologi Riset. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Sholihin, R. (2002). Kanker. Semarang: Pustaka
Widyamara.
Sugiyono. (2012). Memahami Penelitian Kualitatif.
Bandung: Penerbit Alfabeta.
Tapan, E. (2005). Kanker, Antioksidan, dan Terapi
Komplementer. Jakarta: Gramedia.
Taylor, E. Shelley. (2003). Stroke? You Must Know
Before You Get It. Jakarta: PT Dramedia Pustaka
Utama.
Yunitri, N. (2012). Skripsi, Pengaruh Terapi Kelompok
Suportif Eksprsif Terhadap Depresi Dan
Kamampuan Mengatasi Depresi Pada Pasien
DAFTAR PUSTAKA
Aini, Ratih Noer. (2015). Skripsi, Ketahanan Psikologis
Pada Perempuan Penderita Kanker Payudara.
Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.
American
Cancer
Society.
[online].
http://www.cancee.org/treatment/treatmentsandside
effects/physicalsideeffects/index. Diakses pada 19
Maret 2016.
Cancer.
World
Health
Organization
[online].
http:www.who.int/topics/cancer/en/. Dikases pada
19 Maret 2016.
Caverley. (2005). Civil Service Resiliency and Coping,
the international jiurnla of public sector
management. Vol. 18. 4/5.
Creswell, J. (2007). Qualitative Inquiry & Research
Design: Choosing Among Five Approaches, 2 nd ed.
California: Sage Publication.
Emzir. (2011). Metodologi Penelitian Pendidikan
Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Fitriana, E.A. (2013). Skripsi, Resiliensi Pada Pasien
Cuci Darah. Surabaya: Universitas Negeri
Surabaya.
Glantz, M. & Johnson, J. (2002). Resilience and
development positive life adaptation. USA: Kluwer
Academic Publisher.
Grotberg, H. (2004). Children and Caregivers: The Role
of Resilience. Presented at the International Council
of Psychologists (ICP) Convention Jinan, China,
July, 2004.
Handayani, T. N. (2013). Skripsi, Pengaruh Pengelolaan
Depresi dengan Latihan Pernafasan Yoga
(Pranayama) Terhadap Perkembangan Proses
Penyembuhan Ulkus Peptikum di Rumah Sakit
pemerintah
Aceh.
Depok:
Fakultas
Ilmu
Keperawatan Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu
Keperawatan Kekhususan Keperawatan Medikal
Bedah Universitas Indonesia.
Hartati, A. S. (2008). Skripsi, Konsep Diri dan
Kecemasan Wanita Penderita Kanker Payudara di
Poli Bedah Onkologi Rumah Sakit Umum Pusat
Haji Adam Malik Medan. Medan: Program Studi
Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
Herdiansyah, H. (2010). Metode Penelitian Kualitatif
Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: Salemba
Humanika.
Herrman, H., stewart, D., E., Diaz-Granados, N., Berger,
E., L., Jackson, B., Yuen, T. (2011). What is
Resilience? Canadian Journal of Psychiatry; 56; 5
Proquest Psychology Journal pg. 258.
Kardiyudiani, N. K. (2012). Skripsi, Studi Fenomenologi;
Harapan Pasien Kanker Payudara yang Mendapat
Kemoterapi Tentang Dukungan Keluarga di Rumah
Sakit Kanker Dharmasi Jakarta. Depok: Fakultas
Ilmu Keperawatan Program Studi Magister Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia.
Kementrian
Kesehatan
[online].
http://www.depkes.go.id/index.php/berita/pressrelease/2233-seminar-sehari-dalam-rangka-
11
Character: Jurnal Psikologi Pendidikan, Volume 4 Nomor 1 Tahun (2017)
Kanker.
Depok:
Program
Magister
Ilmu
Keperawatan
Fakultas
Ilmu
Keperawatan
Kekhususan
Keperawatan
Jiwa
Universitas
Indonesia.
12
Download