HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DENGAN RESILIENSI PADA PENGHUNI LAPAS DI KELAS II A SAMARINDA Rini gustiana Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda INTISARI Resiliensi merupakan faktor yang berperan penting untuk dapat bertahan mengatasi masalah dan mempertahankan optimisme dalam menghadapi lingkungan yang beresiko. Resiliensi berhubungan dengan cara seseorang untuk bisa berdiri tegak menghadapi permasalahan, dan mencari solusi untuk permasalahan yang sedang dihadapi. Resiliensi juga dikatakan sebagai daya tahan seseorang untuk bisa bertahan dalam segala kondisi. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat apakah ada hubungan kecerdasan emosi dengan resiliensi pada penghuni lapas di kelas II A Samarinda. Sumber data dari penelitian ini diperoleh dari buku, jurnal, media elektronik, media cetak dan wawancara. Subyek dalam penelitian ini berjumlah 78 subyek narapidana Lapas Kelas II A Samarinda. Analisis data dilakukan dengan mengunakan teknik purposive sampling dan bantuan program statistik SPSS 20 for window. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa hipotesis yang di ajukan dalam penelitian ini diterima. Hubungan positif antara kecerdasan emosi dengan resiliensi pada penghuni lapas Kelas IIA Samarinda. Dengan hasil analisis menunjukan bahwa koefisien korelasi r=0,278 dengan p=0,000 (p<0,01) dimana jika kecerdasan emosi tinggi maka resiliensi tinggi, jika kecerdasan emosi rendah maka resiliensi rendah. Kata Kunci : Kecerdasan Emosi, Resiliensi Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda 1 ABSTRACT Resilience is a factor that plays an important role in order to survive troubleshooting and maintaining optimism in the face of environmental risk. Resilience related to how someone can stand upright face problems, and find solutions to the problems being faced. Resilience is also said to be a person's endurance to survive in all conditions. The purpose of this study was to see whether there is a relationship of emotional intelligence to the resilience of the occupants of prisons in the class II A Samarinda. Source data from this study were obtained from books, journals, electronic media, print media and interviews. Subjects in this study amounted to 78 subjects narapina Prison Class II A Samarinda. Data analysis was done by using purposive sampling technique and help SPSS 20 for windows. These results indicate that the hypothesis proposed in this study received. Positive relationship between emotional intelligence and resilience in prison occupant Class IIA Samarinda. With the results of the analysis showed that the correlation coefficient r = 0.278, p = 0.000 (p <0.01) in which if a high emotional intelligence, the high resilience, if the emotional intelligence is low, low resilience. Keywords: Emotional Intelligence, Resilience Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda 2 PENDAHULUAN Resiliensi faktor yang untuk dapat masalah berperan bertahan dan optimisme merupakan penting mengatasi mempertahankan dalam menghadapi 15). Holaday (dalam dan Issacson, menyatakan mempengaruhi adalah kemampuan (2002: natured bahwa 29) individu yang resilien yang dapat untuk bangkit menyatakan 2002: beberapa karakteristik lingkungan yang beresiko. Issacson 4) McPhearson kembali, personality, good- focus pada resiliensi berarti kemampuan untuk bakat, otonomi, tanggung jawab, mengatasi kesabaran, optimisme, kemampuan kesulitan traumatis. Selain itu juga untuk merespon memecahkan masalah, tekanan hidup sehari-hari secara hidup, kreativitas, moral, rasa ingin fleksibel. Seseorang harus memiliki tahu, kemampuan untuk mengontrol atau religiusitas. mengatur diri untuk tetap efektif di coping tujuan di skills, empati dan Menurut Santrock (2003: dalam menghadapi masalah yang 557) stres adalah respon individu dihadapi, hal ini terhadap disebut dengan keadaan atau kejadian emotion regulation (Jackson, 2004: yang memicu stres (stresor), yang 15). Selain itu, seseorang harus mengancam memiliki kemampuan untuk tetap kemampuan positif menanganinya (coping). dan memandang masa bersikap perencanaannya depan dan mengganggu seseorang untuk realistis dalam Menurut Williams (2007:67) (Jackson, 2004: dalam artikel Prison Health and the Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda 3 Health of the Public, situasi ketika menggunakan perasaan-perasaan itu awal masuk penjara adalah keadaan untuk yang tindakan. paling mempengaruhi psikologis narapidana. Dalam resiliensi, pikiran dan Seligman (dalam Goleman, mengembangkan peran memandu kecerdasan 2009) mengungkapkan bahwa individu yang cerdas emosinya akan emosional sangatlah penting hal ini bersikap dibuktikan dengan penelitian yang sesuatu dilakukan teratasi kendati ditimpa kemunduran oleh Alcoholics Anonymous dan program pemulihan obat terlarang yang didasarkan pada lebih dari 200 orang pasien pecandu heroin dapat disembuhkan dengan mengajarkan kecerdasan emosional yang mendasar menghilangkan cenderung keinginan untuk segala kehidupan dapat atau frustrasi. Hasil penelitian Gottman (2003) menunjukkan fakta bahwa pentingnya kecerdasan emosional dalam berbagai aspek kehidupan. Individu Menurut Salovey dan Mayer (dalam Goleman, 2009), kecerdasan emosional merupakan kemampuan mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain, serta yang memiliki kecerdasan emosional akan mampu menghadapi Goleman, 2007). dan dalam bahwa akan menggunakan obat terlarang (dalam memantau optimis, mempertahankan tantangan semangat dan hidup (Patton, 1998). KAJIAN PUSTAKA Resiliensi berhubungan dengan cara seseorang untuk bisa Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda 4 berdiri tegak menghadapi Seseorang yang menjalani permasalahan, dan mencari solusi pembinaan untuk permasalahan yang sedang pidana dihadapi. Resiliensi juga dikatakan yang sebagai daya tahan seseorang untuk menjalani bisa bertahan dalam segala kondisi. optimisme Menurut Shatte putusan. Seseorang harus memiliki adalah kemampuan untuk mengontrol atau kemampuan untuk mengatasi dan mengatur diri untuk tetap efektif di beradaptasi terhadap kejadian yang dalam tekanan yang menerpa, hal ini berat atau masalah yang terjadi disebut dengan emotion regulation dalam kehidupan. Bertahan dalam (Jackson, 2004: keadaan seseorang Reivich (2002,43), dan resiliensi tertekan, berhadapan dan dengan bahkan kesengsaraan dalam proses membutuhkan tinggi dalam untuk bersikap menyatakan berarti mengatasi Selain harus kemampuan itu, memiliki tetap positif depan realistis perencanaannya dan menghadapi 15). dalam kehidupannya. 4) mampu tekanan peradilan memandang masa (2002: resiliensi untuk (adversity) atau trauma yang dialami Issacson hukum (Jackson, dan dalam 2004: bahwa resiliensi kemampuan untuk Paradigma resiliensi didasari traumatis. oleh pandangan kontemporer yang kesulitan 15). Selain itu juga untuk merespon muncul dari tekanan hidup sehari-hari secara psikologi, fleksibel. bagaimana anak, remaja, dan orang dan Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda lapangan sosiologi psikiatri, tentang 5 dewasa sembuh dari kondisi stres, c. Optimism trauma dan resiko dalam kehidupan Optimism adalah ketika kita mereka (Deswita, 2006: 228). melihat bahwa masa depan Reivich dan Shatte (2002,43) kita cemerlang (Reivich & juga mamaparkan tujuh kemampuan Shatte, 2002;44). Optimism yang membentuk resiliensi, yaitu yang dimiliki oleh seorang sebagai berikut: individu menandakan bahwa a. Emotion Regulation individu tersebut Emotion regulation adalah bahwa kemampuan tetap kemampuan untuk mengatasi tenang di bawah kondisi yang kemalangan yang mungkin menekan (Reivich & Shatte, terjadi di masa depan. untuk 2002,44-45). Causal analysis merujuk pada control adalah kemampuan individu untuk kemampuan individu untuk mengidentifikasikan mengendalikan akurat dorongan, memiliki d. Causal Analysis b. Impulse Control Impulse dirinya percaya keinginan, kesukaan, penyebab secara dari serta permasalahan yang mereka tekanan yang muncul dari hadapi. Individu yang tidak dalam diri (Reivich & Shatte, mampu mengidentifikasikan 2002;44). penyebab dari permasalahan yang mereka hadapi secara Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda 6 tepat, akan terus menerus g. Reaching Out berbuat kesalahan yang sama. Reaching e. Empathy out merupakan kemampuan individu meraih Empati sangat erat kaitannya aspek positif dari kehidupan dengan kemampuan individu setelah untuk membaca tanda- tanda menimpa (Reivich & Shatte, kondisi 2002;45). emosional dan psikologis orang lain (Reivich & Shatte, 2002;45). kemalangan yang 1. Faktor-faktor Pengaruh Resiliensi a. Faktor resiko f. Self Efficacy Faktor Self efficacy merepresentasikan resiko hal-hal mencakup yang dapat sebuah menyebabkan dampak buruk keyakinan bahwa kita mampu atau menyebabkan individu memecahkan masalah yang beresiko kita gangguan perkembangan atau alami dan kesuksesan. mencapai Kepercayaan gangguan akan kompetensi membantu (Garmezy, individu 2002;83). untuk tetap berusaha, dalam situasi yang penuh tantangan mempengaruhi untuk harapan. untuk mengalami psikologis dalam Davis, b. Faktor Pelindung dan Faktor pelindung merupakan kemampuan faktor yang bersifat menunda, mempertahankan meminimalkan, menetralisir Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda bahkan hasil akhir 7 yang negatif. Masten dan resilensi, Coatsworth (dalam Davis, yang dekat dengan orangtua 2002;83) mengemukakan yang memiliki kepedulian tiga faktor pelindung yang dan perhatian, pola asuh berhubungan yang hangat, resiliensi dengan pada individu, yaitu: yaitu hubungan teratur kondusif bagi perkembangan 1) Faktor Individual dan sosial individu, ekonomi yang Faktor individu merupakan berkecukupan, faktor-faktor yang bersumber hubungan harmonis dengan dari anggota dalam sendiri, yaitu intelektual namun individu itu mempunyai yang baik, individu yang memiliki keluarga-keluarga lain. 3) Faktor masyarakat disekitarnya mempunyai intelektual yang Faktor tinggi belum tentu individu yang memberikan pengaruh itu resilien, sociable, self terhadap resiliensi confident, self-efficacy, harga individu, yaitu diri yang tinggi, memiliki perhatian dari lingkungan, talent (bakat). aktif dalam organisasi kemasyarakatan di 2) Faktor Keluarga Faktor-faktor keluarga yang berhubungan dari masyarakat pada mendapat lingkungan tempat tinggal. dengan Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda 8 Menurut Para Ahli, Istilah membina hubungan (bekerjasama) “kecerdasan emosional” pertama kali dengan orang lain (Golemen, 2009: dilontarkan pada tahun 1990 oleh 45). psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari University of New Hampshire untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan. Slovey dan Mayer (Goleman, 2009: mendefinisikan 513) kecerdasan emosional sebagai memantau dan kemampuan mengendalikan Lebih lanjut pengertian tentang kecerdasan emosi dijelaskan juga oleh Ginanjar (2007;43) yang mengutip Cooper pendapat Phd. Robert yang bahwa kecerdasan K. mengatakan emosi “hati mengaktifkan nilai-nilai kita yang paling dalam mengubahnya dari sesuatu yang kita pikirkan menjadisesuatu yang kita jalani. perasaan sendiri dan orang lain, serta menggunakan perasaan-perasaan itu untuk memandu pikiran dan Menurut Goleman terdapat lima komponen tindakan. yaitu: Kecerdasan emosional (emotional inteligence) untuk adalah mengenali kemampuan emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan kemampuan untuk 1) (2009;112) dimensi atau kecerdasan emosional Pengenalan diri (self awareness), 2) Pengendalian diri (self regulation), 3) Motivasi (motivasion), 4) Empati (emphaty), dan 5) Keterampilan sosial ( Sosial skill). Sementara itu, Cooper dan Sawaf (2000: Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda 496) menyatakan 9 bahwa kecerdasan emosional (Goleman, 2009:50-53) mengatakan merupakan kemampuan mengindra, bahwa memahami efektif kecerdasan yang monolitik yang menerapkan kekuatan dan ketajaman penting untuk meraih sukses dalam emosi energi, kehidupan, melainkan ada spektrum yang kecerdasan yang lebar dengan tujuh dan dengan sebagai informasi, sumber dan pengaruh varietas manusiawi. Selain bukan itu, EQ tidak begitu dipengaruhi oleh faktor keturunan hanya utama yaitu jenis linguistik, matematika/logika, spasial, kinestetik, musik, interpersonal dan intrapersonal. (Shapiro, 2001-10). satu Kecerdasan ini dinamakan oleh Gardner sebagai Pendapat lain tentang kecerdasan emosional diajukan oleh Baron pada tahun 1992 seorang ahli psikologi Israel, yang kecerdasan pribadi yang oleh Daniel Goleman disebut sebagai dkecerdasan emosi. mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai serangkaian kemampuan pribadi, emosi dan sosial yang mempengaruhi Menurut Slovey (dalam Goleman, 2009: 58) terdapat lima indikator kecerdasan emosional, yaitu: kemampuan seseorang untuk berhasil dalam tekanan mengatasi tututan lingkungan dan (Goleman, 2009:180). Gardner dalam bukunya yang berjudul Frame Of Mind a. Mengenali emosi diri. Yaitu kesadaran diri atau kemampuan untuk mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda 10 b. Mengelola emosi. Yaitu e. Membina hubungan. Adalah kemampuan menangani agar mampu perasaan masing-masing individu dan dapat dengan pas terungkap atau hingga keseimbangan mengendalikannya. Sebelum tercapai dapat mengendalikan emosi dalam diri orang lain, seseorang harus Yaitu mampu diri emosi selaras individu. c. Memotivasi mengenali sendiri. kemampuan mengendalikan emosinya sendiri dan mampu untuk berempati. Individu dalam yang menata emosi sebagai alat hebat membina untuk mencapai tujuan. hubungan dengan orang lain d. Mengenali emosi orang lain. akan sukses dalam bidang Kemampuan untuk mengenali apapun yang mengandalkan orang disebut juga empati. pergaulan yang mulus dengan Individu orang lain. kemampuan yang memiliki empati lebih Menurut Goleman (2009:7), mampu menangkap sinyal- asal kata emosi adalah movere, sinyal yang kata kerja Bahasa Latin yang berarti yang ”menggerakkan, bergerak”, ditambah mengisyaratkan apa-apa yang awalan ”e-” untuk memberi arti dibutuhkan orang lain keluar ”bergerak menjauh”, menyiratkan dari kesusahannya. bahwa sosial tersembunyi kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda dalam 11 emosi, emosi memancing tindakan (Kecerdasan dan akar dorongan untuk bertindak adalah dalam menyelesaikan suatu masalah memahami, dengan seketika. Menurut Goleman mengaplikasikan (2009:45) kecerdasan emosi merujuk kecerdasan emosi pada kemampuan untuk memotivasi sebuah diri informasi, sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berfikir, dan berempati. Cooper dan Sawaf (dalam Efendi, 2005 : 172) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagaimana di bawah ini : ”Emotional Intelligence is the ability to sense, understand, and effectivelly apply the power and acumen of emotions as a source of human energy, information, connection, and influence.” kemampuan dan merasakan, secara efektif kekuatan serta sebagai sumber energi manusia, hubungan, dan pengaruh). dorongan hati dan tidak melebih–lebihkan kesenangan, emosional Menurut Salovey dan Mayer (dalam Goleman, 2009 : 513) kecerdasan emosi adalah kemampuan memantau mengendalikan perasaan dan sendiri dan orang lain, serta menggunakan perasaan – perasaan itu untuk memandu pikiran dan tindakan. Seperti dikatakan Lennick seorang president di Financial oleh Doug executive vice Amerika Express Services (dalam Goleman, 2009 : 36) bahwa yang diperlukan dengan untuk sukses ketrampilan Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda dimulai intelektual, 12 tetapi orang kecakapan memerlukan emosi memanfaatkan potensi mereka maksimal, secara kecerdasan emosional membantu adalah suatu untuk ukuran yang menunjukkan bakat tingkat-tingkat kesahihan sesuatu instrumen jadi dapat (Arikunto, dalam Pengukuran validitas dalam kemampuan penelitian ini menggunakan seseorang menggunakan Validitas 2006). kognitifnya sesuai dengan potensi validitas yang dimilikinya secara maksimum. validity) dan validitas item Individu yang memiliki kecerdasan emosional akan mampu menghadapi tantangan dan mempertahankan isi (content (item validity). Validitas isi mengacu pada sejauh mana tes yang merupakan seperangkat semangat hidup (Patton, 1998). soal-soal, dilihat dari isinya memang METODE PENELITIAN mengukur Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik analisis Validitas dan Reliabilitas sebanyak 78 orang dengan kriteria 63 orang narapidana laki-laki dan 15 orang narapidana perempuan Pada Penghuni Lapas di Kelas II A Samarinda. apa yang dimaksud untuk diukur dan dapat dilakukan dengan membandingkan antara isi instrumen yang dengan telah materi diajarkan (Sugiyono, 2011). Sedangkan cara untuk mengetahui validitas item Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda 13 ini yaitu dengan menggunakan teknik hitung > r tabel (0,194). Skala resiliensi yang korelasi corrected item-total berjumlah 72 aitem yang correlation. dengan Uji validitas diberikan kepada 78 subyek teknik korelasi didapatkan 71 aitem yang corrected item-total memenuhi correlation dilakukan diskriminasi aitem dan 1 dengan cara mengorelasikan masing-masing skor item dengan skor melakukan indeks aitem dinyatakan gugur. Realibitas adalah total, lalu indeks yang menunjukkan koreksi atau sejauh mana suatu alat perbandingan dengan nilai ukur dapat dipercaya dan koefisien dapat diandalkan (Arikunto, korelasi yang overestimasi (r-tabel). Taraf 2006). kepercayaan yang menunjukkan sejauh mana uji hasil pengukuran akan tetap pada konsisten apabila dilakukan digunakan validitas dalam item Realibilitas penelitian ini adalah 95% pengukuran dengan subyek Menurut Arikunto (2006) penelitian 78 (N=78). Pada realibitas menunjuk pada penelitian ini peneliti akan tingkat memilih sesuatu, jumlah nilai corrected berulang. keterandalan artinya dapat item yang memiliki nilai r Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda 14 dipercaya jadi dapat diandalkan. dengan bantuan (Statistical Skala resiliensi program Packade SPSS for Social Science) 20 for Windows. terdapat 1 aitem gugur Pada no 33 dari 72 aitem jumlah HIPOTESIS keseluruhan, karena nilai r Uji hipotesis dilakukan untuk hitungnya lebih besar dari mengetahui hubungan antara nilai r table yaitu 0,149. resiliensi dengan kecerdasan emosi dari penghuni Lapas Kelas IIA HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis data yang dilakukan Samarinda. Uji hipotesis ini mengunakan teknik korelasi product untuk pengolahan data penelitian moment dari adalah dengan menggunakan korelasi mengunakan bantuan program SPSS product moment untuk mengetahui for windows 20. hubungan antara kecerdasan emosi dengan resiliensi pada penghuni lapas kelas II A Samarinda. Sebelum dilakukan analisis untuk menjawab hipotesis yang telah dirumuskan, pearson dengan Tabel 11 Hasil Analisis Korelasi Variabel r2 R p Keterangan Resiliensi 0,278 0,077 0,000 Sangat * Signifikan Kecerdasan emosi terlebih dahulu dilakukan analisis Hasil data berupa analisis deskripsi, uji normalitas, Perhitungan dan uji statistik linieritas. dilakukan analisis menunjukan bahwa koefisien korelasi r =0,278 dengan p=0,000 (p<0,01). Berdasarkan hasil tersebut dapat Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda 15 dilihat bahwa terdapat korelasi tinggi pula resiliensi pada penghuni positif yang sangat signifikan antara lapas Kelas IIA Samarinda begitu resiliensi dengan kecerdasan emosi juga sebaliknya semakin dari penghuni Lapas Kelas IIA kecerdasan emosi maka semakin Samarinda. rendah pula resiliensi pada penghuni Analisis rendah koefisien lapas Kelas IIA Samarinda. Dari determinasi (r2) dengan resiliensi hasil uji hipotesis di peroleh hasil sebesar 0,077. Hal ini menunjukan yaitu terdapat korelasi yang positif bahwa dan kecerdasan memberikan emosi sumbangan sangat signifikan antara sebesar kecerdasan emosi dengan resiliensi 70,7% terhadap tingkat resiliensi pada penghuni lapas kelas II A penghuni Samarinda. Lapas Kelas IIA Samarinda. SARAN Berapa KESIMPULAN Berdasarkan yang telah menemukan penelitian dilakukan, hasil peneliti bahwa ada hubungan positif antara kecerdasan emosi dengan resiliensi pada Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka peneliti ingin mengemukakan beberapa saran, yaitu: 1. Bagi Subjek Penelitian ini penelitian, diharapkan penghuni lapas Kelas IIA Samarinda. dapat Hal tinggi dalam hal ini penghuni lapas kecerdasan emosi maka semakin Kelas IIA Samarinda untuk ini berarti semakin Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda membantu subjek 16 menyadari bahwa kecerdasan 3. Bagi peneliti selanjutnya, emosi berkontribusi terhadap Peneliti lain dapat mengambil resiliensi. variabel-variabel lain yang Pada subjek senantiasa diharapkan mempengaruhi meningkatkan kecerdasan seperti dukungan keluarga, emosi dengan mendekatkan Tuhan selalu diri YME tantangan, pengalaman resiliensi hidup, sosial kepada ekonomi, dan usia. Skala sehingga penelitian untuk mengungkap hambatan dan resiliensi dan kecerdasan kondisi apapun yang dihadapi emosi dapat dikhususkan lagi tidak sehingga hasil yang didapat akan masalah mempengaruhi dalam menjalani lebih memuaskan. kehidupan. 2. Kepada pemerintah khusunya pejabat pengelola Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Samarinda melaksanakan harus dapat pembinaan DAFTAR PUSTAKA Arikunto,S., (2006). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya. Deswita. (2006). Psikologi Perkembangan. Bandung. Remaja Rosdakarya. Ginanjar, A.,(2007). Rahasia Sukses Membngun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ. (ed 33). Jakarta: Arga Maret. yang positif dan bermanfaat untuk para narapidana yang bisa di pakai setelah keluar dari lapas. Goleman, D., (2009), Emotional Intelligence; Kecerdasan Emosional, Mengapa EI Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda 17 Lebih Penting dari IQ.,Jakarta:PT. Gramedia Pustaka Utama Santrock, J. W. (2003). Adoplescene (Edisi ke-6). Jakarta : Erlangga. Gottman, John. Joan Deklaire. 2003. Kiat-kiat Membesarkan Anak Yang Memiliki Kecerdasan Emosional. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Sugiyono,(2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D. Bandung : Alfabeta. Issacson, B.,(2002)., Characteristics And Enhancement Of Resiliency In Young People. London: University of WisconsinStout. Jakcson, R & Watkin, C., (2004). The Resilience inventory: Seven essential skills for overcoming life’s obstacles and determining happiness. Journal Selection and Development Review. 20/6: 13-17. Patton, P, 1998, Kecerdasan Emosional di Tempat Kerja, Alih Bahasa : Zaini Dahlan, Pustaka Delaprata, Jakarta Peters, R.D., Leadbeater, B., & Mc Mahon, J.(2005). Resilience in Children Families, and Communitie. New York: Klewer Academic/ Plenum Publisher. Williams, N. H., (2007). Prison health and the health of the public: Ties that bind. Community Voice Healthcare for the Underserved. Atlanta: National Center for Primary Care. Website Davis, N. J. (2002 September). Subtance Abuse and Mental Health Services Administration Center for Mental Health Services Division of Program Development, Special Populations & Projects Special Programs Development Branch (301). pp.443-2844. Status of Research and Research-based Programs. [on-Line]. Diakses pada tanggal 5 Juni 2014 dari http://mentalhealth.samhsa .gov/schoolviolence/ Reivich, K. & Shatte, A. (2002). The resilience factor ,Seven keys to finding your inner stregth and overcoming life's hurdles. New York: Broadway Books. Fakultas Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda 18